Surveilans pengendalian dan pencegahan infeksi di puskesmasI Putu Cahya Legawa
Bagaimana tim PPI merencanakan dan mengerjakan surveilans terkait HAIs di lingkungan pelayanan Puskesmas?
Presentasi ini memberikan gambaran ringkas mengenai bagaimana menyusun langkah-langkah survei PPI di faskes primer.
Surveilans pengendalian dan pencegahan infeksi di puskesmasI Putu Cahya Legawa
Bagaimana tim PPI merencanakan dan mengerjakan surveilans terkait HAIs di lingkungan pelayanan Puskesmas?
Presentasi ini memberikan gambaran ringkas mengenai bagaimana menyusun langkah-langkah survei PPI di faskes primer.
Kegiatan Orientasi Kader kesehatan sangat perlu dilakukan terlebih pada awal tahun sebelum action kegiatan dimulai, karena peranan kader dalam program kesehatan sangatlah besar dan membantu petugas kesehatan di wilayah kerja..
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 4 TAHUN 2019
TENTANG
STANDAR TEKNIS PEMENUHAN MUTU PELAYANAN DASAR
PADA STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN
Standar Pelayanan Minimal bidang Kesehatan yang selanjutnya disebut SPM Kesehatan merupakan ketentuan mengenai Jenis dan Mutu Pelayanan Dasar yang merupakan Urusan Pemerintahan Wajib yang berhak diperoleh setiap Warga Negara secara minimal.
FAKTOR PENYEBAB TINGGINYA DESA SIAGA TIDAK AKTIF DI KABUPATEN SITUBONDOfirii JB
Desa Siaga program is an effort to achieve Healthy Indonesia 2015 program. This program is successful if 80% of villages have become desa siaga in 2015. In 2011, 58% of the villages in the Situbondo are still included in the inactive desa siaga category. This research was conducted to identify factors that cause a high percentage of inactive desa siaga, started from October 5th until December 5th 2012, using an observational descriptive design with applying cross sectional approach. Interviews using a questionnaire conducted in 30 inactive desa siaga, with respondents consisting of 30 facilitators and 30 cadres were using purposive sampling. Independent variables were the facilitator factors include technical skill and motivation, cadre factors include education level, technical skills, motivation, perception of distance and ease of transport and support from the chief village and the implementation of the eight desa siaga indicators include forum villagers, primary health care, community based health efforts, community-based surveilance, coaching PKM PONED, disaster alert system, community-based health financing and environmental assessment based on PHBS. The result of this research were facilitators factor and cadres factor were low and the implementations of eight indicators for desa siaga was not in accordance with existing guidelines. The conclusion of this research was the technical ability, education levels and motivation which are low, that can contribute to the desa siaga program not working properly. Perception about distance traveled, and a difficult transport also affecting the performance of cadres. The main causative factor was the lack of support from the chief village. There is no operational funds and lack of infrastructure programs is also an obstacle factor. Advice that can be given is to provide training and socialization to the facilitator and cadres and approaches to the village chief with across sectors activities and programs in each of working areas.
Keywords : Desa Siaga indicator, Inactive Desa Siaga, Empowerment
Kegiatan Orientasi Kader kesehatan sangat perlu dilakukan terlebih pada awal tahun sebelum action kegiatan dimulai, karena peranan kader dalam program kesehatan sangatlah besar dan membantu petugas kesehatan di wilayah kerja..
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 4 TAHUN 2019
TENTANG
STANDAR TEKNIS PEMENUHAN MUTU PELAYANAN DASAR
PADA STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN
Standar Pelayanan Minimal bidang Kesehatan yang selanjutnya disebut SPM Kesehatan merupakan ketentuan mengenai Jenis dan Mutu Pelayanan Dasar yang merupakan Urusan Pemerintahan Wajib yang berhak diperoleh setiap Warga Negara secara minimal.
FAKTOR PENYEBAB TINGGINYA DESA SIAGA TIDAK AKTIF DI KABUPATEN SITUBONDOfirii JB
Desa Siaga program is an effort to achieve Healthy Indonesia 2015 program. This program is successful if 80% of villages have become desa siaga in 2015. In 2011, 58% of the villages in the Situbondo are still included in the inactive desa siaga category. This research was conducted to identify factors that cause a high percentage of inactive desa siaga, started from October 5th until December 5th 2012, using an observational descriptive design with applying cross sectional approach. Interviews using a questionnaire conducted in 30 inactive desa siaga, with respondents consisting of 30 facilitators and 30 cadres were using purposive sampling. Independent variables were the facilitator factors include technical skill and motivation, cadre factors include education level, technical skills, motivation, perception of distance and ease of transport and support from the chief village and the implementation of the eight desa siaga indicators include forum villagers, primary health care, community based health efforts, community-based surveilance, coaching PKM PONED, disaster alert system, community-based health financing and environmental assessment based on PHBS. The result of this research were facilitators factor and cadres factor were low and the implementations of eight indicators for desa siaga was not in accordance with existing guidelines. The conclusion of this research was the technical ability, education levels and motivation which are low, that can contribute to the desa siaga program not working properly. Perception about distance traveled, and a difficult transport also affecting the performance of cadres. The main causative factor was the lack of support from the chief village. There is no operational funds and lack of infrastructure programs is also an obstacle factor. Advice that can be given is to provide training and socialization to the facilitator and cadres and approaches to the village chief with across sectors activities and programs in each of working areas.
Keywords : Desa Siaga indicator, Inactive Desa Siaga, Empowerment
Kampung Keluarga Berkualitas merupakan salah satu wadah yang sangat strategis untuk mengimplementasikan kegiatan-kegiatan prioritas Program Bangga Kencana secara utuh di lini
lapangan dalam rangka menyelaraskan pelaksanaan program-program yang dilaksanakan Desa
Analisis Korelasi dan penjelasannya juga bedanya dengan korelasi
intrumen pemantauan kegiatan promkes.docx
1. 1
INSTRUMEN PEMANTAUAN DAN PENILAIAN
UPAYA PROMOSI KESEHATAN DI PUSKESMAS
Puskesmas : DURIAN DEPUN
Tahun :
Indikator Hasil
Pemantauan
/ Penilaian
Sumber data
/ Informasi
Nilai
Ya = 1
Tidak = 0
Ya Tidak
INPUT :
1. Tim penyusun perencanaan upaya
kesehatan dipuskesmas
2. Hasil analisis situasi : masalah
kesehatan, penerapan prioritas masalah,
penyebab masalahterkait dengan
perilaku sasaran primer, sekunder,
tersier
3. Hasil kajian kebijakan public yang
mendukung upaya pemecahan
masalah kesehatan prioritas
4. Hasil identifikasi mitra serta
potensi fdanperannya
5. Perencanaan promosi kesehatan yang
terintegrasi dengan pelayanan
kesehatan esensial dan pelayanan
kesehatan pilihan/ pengembangan di
puskesmas. Perencanaan promosi
kesehatan meliputi ; kegiatan advokasi,
bina suasana, gerakan pemberdayaan
masyarakat dan kemitraan
6. Peralatan/ sarana promosi kesehatan
yang dapatberfungsi dengan baik, cukup
memadai
7. Jumlah tenaga kesehatan yang terlatih
di bidang promosi kesehatan, cukup
memadai
8. Ketersediaan dan promosi kesehatan
meliputi : untuk kegiatan advokasi, bina
suasana, gerakan pemberdayaan
masyarakat serta kemitraan
PROSES :
1. Lokakarya mini di puskesmas
membahas upayapromosi kesehatan
yang terintegrasi secara lintas program
maupun lintas sektoral
2. Ada pertemuan promosi kesehatan
dengan jejaring kemitraan untuk
membahas peran mitra dalam
mendukung kegiatan advokasi
kesehatan, pemberdayaan
masyarakat, KIE
3. Kegiatan promosi kesehatan
dilakukan oleh lintas program, lintas
sector, organisasi kemasyarakatan/
kelompok peduli kesehatanserta
swasta/ Dunia Usaha
4. Kegiatan promosi kesehatan di
puskesmas dilaksanakan secara
terintegrasi dengan pelayanan
kesehatan esensial dan pelayanan
kesehatan pilihan/ pengembangan
puskesmas
2. 2
5. Kegiatan peningkatan kapasitas peran
sertaorganisasi kemasyarakatan, kader,
Tokoh Masyarakat, okoh Agama, dll dalam
upaya promosi kesehatan/ komunikasi
informasi dan edukasi (KIE) dan
pemberdayaan Masyarakat
6. Kegiatan pengembangan pesan dan media
promosi kesehatan, meliputi media
advokasi, media bina suasana/ KIE, media
pemberdayaanmasyarakat
7. Tersedia media promosi kesehatan/ KIE
dari setiap program kesehatan esensial
puskesmas
8. Pelaksanaan kegiatan komunikasi,
informasi dan edukasi (KIE) tentang
kesehatan di masyarakat, melalui
kegiatan di dalam dan diluar gedung
puskesmas
9. Kegiatan advokasi kesehatan yang
dilakukan ditingkat kecamatan/ desa/
kelurahan
10. Kegiatan pengembangan dan
peningkatan kualitas desa/ Kelurahan
Siaga Aktif
11. Kegiatan promosi kesehatan dalam
meningkatkan pencapaian PHBS di
RumahTangga
12. Kegiatan promosi kesehatan dalam
peningkatan PHBS di Institusi
Pendidikan
13. Kegiatan promosi kesehatan dalam
peningkatan PHBS di Tempat-tempat
UMUM
14. Kegiatan pengembangan berbagai jenis
upaya kesehatan bersumberdaya
masyarakat (UKBM)di tingkat Desa/
Kelurahan
15. Kegiatan inovasi di bidang promosi
kesehatan
OUTPUT :
1. Jumlah kebijakan public berwawasan
kesehatan(cukup memadai)
2. Jumlah mitra yang berperan aktif dalam
upayapromosi kesehatan (cukup
memadai)
3. Peningkatan dana kegiatan promosi
kesehatandi opuskesmas
4. Cakupan PHBS sdi Rumah Tangga
5. Cakupan PHBS di sekolah
6. Jumlah UKBM di Desa/ Keluraha
7. Cakupan rumah sehat
8. Cakupan peserta KB
9. Cakupan imunisasi bayi
10. Cakupan pemberian Vit. A pada bayi dan
balita
11. Cakupan keluarga sadar gizi (Kadarzi)
12. Cakupan pengobatan penderita TB-BTA
Positif
13. Cakupan penanganan kasus diare
3. 3
Catatan :
Cakupan yang sudah tercapai mendapat
nilai 1,yang belum mendapat nilai 0
Masalah yang ditemukan : .…………………………………………….
Saran Pemecahan Masalah : ……………………………………………….
Durian Depun, ……………20
Pemantau