SlideShare a Scribd company logo
1 of 16
Reformasi Pelayanan Publik
                                        Oleh :
                                  Nu’man Bakhtiar*)


                                      ABSTRAK

       Berbagai assessment yang dilakukan oleh lembaga-lembaga internasional
selama ini, menyimpulkan bahwa Indonesia belum mampu mengembangkan Good
Governance. Birokrasi di Republik ini juga belum mampu menyelenggarakan
pelayanan kepada publik yang efisien, adil, responsif, dan akuntabel. Sebaliknya,
birokrasi kita lebih mencerminkan mindset mengontrol masyarakat, bukan melayani.
Sementara UU No 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik baru saja memperoleh
pengesahan di DPR pada tanggal 23 Juni 2009 setelah hampir empat tahun perjuangan
yang amat meletihkan. Situasi di atas memicu gagasan perlu ada upaya mengubah cara
berfikir dan bertindak dalam meningkatkan mutu pelayanan publik. Perlu dicari kunci
yang tepat bagi aparatur pemerintahan RI untuk membuka pikiran dan hati agar tidak
terbelenggu dengan paradigma berfikir yang kurang mendukung dalam pencapaian
pelayanan publik yang prima.

       Keyword : Reformasi, Pelayanan Publik, UU No.25 tahun 2009

Latar Belakang

       Organisasi saat ini menghadapi perubahan lingkungan yang amat cepat, seperti
perubahan politik, ekonomi, tehnologi, sosial, perubahan bisnis, dan lain-lain. Dalam
konteks lingkungan organisasi yang terus berubah, maka bisa saja terjadi pengetahuan
hari ini yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah organisasi saat ini akan
usang atau bahkan mungkin bisa menjadi masalah pada masa mendatang. Perubahan-
perubahan itu menuntut agar pengelolaan organisasi dilakukan dengan cara-cara yang
baru sehingga tujuan organisasi lebih efektif dalam lingkungan yang terus berubah.

       Globalisasi telah memicu peningkatan kesadaran secara global di semua sektor
kehidupan masyarakat dunia yang wujudnya dalam bentuk pergeseran cara berfikir dan
bertindak sehingga mempengaruhi semua dinamika sektor dan perilaku kehidupan
masyarakat. Salah satu pergeseran berfikir tersebut adalah tuntutan bagaimana
menyediakan pelayanan publik bermutu tinggi sesuai dengan nilai-nilai dan kebutuhan
masyarakat bangsa, yang saat ini kemudian menjadi tema sentral paradigma baru dari
pelayanan publik (Bijah Subijanto, 2007). Sementara itu berdasarkan kesimpulan Bank
Dunia dalam laporan World Development Report 2004 dan hasil penelitian Governance
and Desentralization Survey (GDS) 2002 ternyata menggambarkan pelayanan publik di
Indonesia masih sangat rendah. Terdapat tiga masalah penting yang banyak terjadi di
lapangan dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang mendukung kesimpulan
tersebut.

       Pertama, besarnya diskriminasi pelayanan. Penyelenggaraan pelayanan masih
amat dipengaruhi oleh hubungan per-konco-an, kesamaan afiliasi politik, etnis, dan
agama. Fenomena semacam ini tetap marak walaupun telah diberlakukan UU No. 28
Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dari KKN yang secara tegas
menyatakan keharusan adanya kesamaan pelayanan, bukannya diskriminasi.

Kedua, tidak adanya kepastian biaya dan waktu pelayanan. Ketidakpastian ini sering
menjadi penyebab munculnya KKN, sebab para pengguna jasa cenderung memilih
menyogok dengan biaya tinggi kepada penyelenggara pelayanan untuk mendapatkan
kepastian dan kualitas pelayanan. Dan ketiga, rendahnya tingkat kepuasan masyarakat
terhadap pelayanan publik. Ini merupakan konsekuensi logis dari adanya diskriminasi
pelayanan dan ketidak pastian.

       Berbagai assessment yang dilakukan oleh lembaga-lembaga internasional
selama ini, menyimpulkan bahwa Indonesia belum mampu mengembangkan Good
Governance (Sofian effendi, 2005; Muhammad Ray Akbar, 2008; Djoko B, 2008).
Birokrasi di Republik ini juga belum mampu menyelenggarakan pelayanan kepada
publik yang efisien, adil, responsif, dan akuntabel (SIDA, 2007; Iqra Azza, 2008; Riant
Nugroho, 2009). Sebaliknya, birokrasi kita lebih mencerminkan mindset mengontrol
masyarakat, bukan melayani (Taufiq Effendi, 2008; Agus Dwiyanto, 2008). Sementara
UU No 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik baru saja memperoleh pengesahan di
DPR pada tanggal 23 Juni 2009 setelah hampir empat tahun perjuangan yang amat
meletihkan.
Situasi di atas memicu gagasan perlu ada upaya mengubah cara berfikir dan
bertindak dalam meningkatkan mutu pelayanan publik. Perlu dicari kunci yang tepat
bagi aparatur pemerintahan RI untuk membuka pikiran dan hati agar tidak terbelenggu
dengan paradigma berfikir yang kurang mendukung dalam pencapaian pelayanan publik
yang prima. Dengan demikian, perlu dikaji berbagai variasi model pelakasanaan
pelayanan publik yang ideal, sesuai dengan karakteristik Pemerintah Daerah dalam
kerangka negara kesatuan Republik Indonesia, dan tulisan paper berikut ini akan
berusaha untuk menjelaskan proses tersebut.

Undang-undang No 25 tahun 2009 : Momentum Reformasi Pelayanan Publik


Untuk meningkatkan kualitas dan menjamin penyediaan pelayanan publik sesuai
dengan asas-asas umum pemerintahan dan korporasi yang baik serta untuk memberi
perlindungan bagi setiap warga negara dan penduduk dari penyalahgunaan wewenang di
dalam penyelenggaraan pelayanan publik, dengan Persetujuan Bersama DEWAN
PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA, maka pada tanggal 18 Juli 2009 Indonesia mensahkan Undang-Undang
No 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.


Menurut UU tsb, Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam
rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundangundangan
bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan
administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.


Ruang lingkup pelayanan publik menurut Undang-Undang Pelayanan Publik meliputi
pelayanan barang publik dan jasa publik serta pelayanan administratif yang diatur dalam
peraturan perundang-undangan. Dalam ruang lingkup tsb, termasuk pendidikan,
pengajaran, pekerjaan dan usaha, tempat tinggal, komunikasi dan informasi, lingkungan
hidup, kesehatan, jaminan sosial, energi, perbankan, perhubungan, sumber daya alam,
pariwisata, dan sektor strategis lainnya. (Pasal 5 UU No 25 Tahun 2009)


Dalam    melaksanakan     pelayanan    publik   pemerintah    membentuk     Organisasi
Penyelenggara. Penyelenggara adalah setiap institusi penyelenggara negara, korporasi,
lembaga independen yang dibentuk berdasarkan undangundang untuk kegiatan
pelayanan publik, dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan
pelayanan publik. Penyelenggara dan seluruh bagian organisasi penyelenggara
bertanggung      jawab    atas   ketidakmampuan,     pelanggaran,    dan    kegagalan
penyelenggaraan pelayanan.
Organisasi penyelenggaraan pelayanan publik sebagaimana maksud diatas, sekurang-
kurangnya meliputi:

       a. pelaksanaan pelayanan
       b. pengelolaan pengaduan masyarakat;
       c. pengelolaan informasi;
       d. pengawasan internal;
       e. penyuluhan kepada masyarakat; dan
       f. pelayanan konsultasi. (Pasal 8 UU No 25 Tahun 2009)

Penyelenggara dapat melakukan kerja sama dalam bentuk penyerahan sebagian tugas
penyelenggaraan pelayanan publik kepada pihak lain, dengan syarat kerja sama tsb tidak
menambah beban bagi masyarakat. Ketentuan-ketentuan dalam kerjasama tsb adalah:
a. perjanjian kerja sama penyelenggaraan        pelayanan publik dituangkan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan dan dalam pelaksanaannya didasarkan pada
standard pelayanan;
b. penyelenggara berkewajiban menginformasikan perjanjian kerja sama kepada
masyarakat;
c. tanggung jawab pelaksanaan kerja sama berada pada penerima kerja sama,
sedangkan tanggung       jawab penyelenggaraan secara menyeluruh        berada pada
penyelenggara;
d. informasi tentang identitas pihak lain dan       identitas penyelenggara sebagai
penanggung jawab kegiatan harus dicantumkan oleh penyelenggara pada tempat yang
jelas dan mudah diketahui masyarakat; dan
e. penyelenggara dan pihak lain wajib mencantumkan alamat tempat mengadu dan
sarana untuk menampung keluhan masyarakat yang mudah diakses, antara lain
telepon, pesan layanan singkat (short message service (sms)), laman (website), pos-el
(e-mail), dan kotak pengaduan.


Selain kerjasama diatas, penyelenggara juga dapat melakukan kerja sama tertentu
dengan pihak lain untuk menyelenggarakan pelayanan publik. Kerja sama tertentu
merupakan kerja sama yang tidak melalui prosedur seperti yang dijelaskan diatas, dan
penyelenggaraannya tidak bersifat darurat serta harus diselesaikan dalam waktu tertentu,
misalnya pengamanan pada saat penerimaan tamu negara, transportasi pada masa
liburan lebaran, dan pengamanan pada saat pemilihan umum. (Pasal 13 UU No 25
Tahun 2009)


Dalam melaksanakan pelayanan publik, penyelenggara berkewajiban :


   a. menyusun dan menetapkan standar pelayanan;
   b. menyusun, menetapkan, dan memublikasikan maklumat pelayanan;
   c. menempatkan pelaksana yang kompeten;
   d. menyediakan sarana, prasarana, dan/atau fasilitas pelayanan publik yang
        mendukung terciptanya iklim pelayanan yang memadai;
   e. memberikan pelayanan yang berkualitas sesuai dengan asas penyelenggaraan
        pelayanan publik;
   f. melaksanakan pelayanan sesuai dengan standard pelayanan;
   g.   berpartisipasi aktif dan mematuhi peraturan perundang-undangan yang terkait
        dengan penyelenggaraan pelayanan publik;
   h. memberikan pertanggungjawaban terhadap pelayanan yang diselenggarakan;
   i. membantu masyarakat dalam memahami hak dan tanggung jawabnya
   j. bertanggung jawab dalam pengelolaan organisasi penyelenggara pelayanan
        publik;
   k. memberikan pertanggungjawaban sesuai dengan hukum yang berlaku apabila
        mengundurkan diri atau melepaskan tanggung jawab atas posisi atau jabatan;
        dan
   l. memenuhi panggilan atau mewakili organisasi untuk hadir atau melaksanakan
        perintah suatu tindakan hukum atas permintaan pejabat yang berwenang dari
        lembaga negara atau instansi pemerintah yang berhak, berwenang, dan sah
        sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (Pasal 15 UU No 29 Tahun
        2009)

Adapun asas-asas pelayanan publik tsb adalah:

   a. kepentingan umum, yaitu; Pemberian pelayanan tidak boleh mengutamakan
        kepentingan pribadi dan/atau golongan.
b. kepastian hukum, yaitu Jaminan terwujudnya hak dan kewajiban dalam
        penyelenggaraan pelayanan.

   c. kesamaan hak, yaitu Pemberian pelayanan tidak membedakan suku, ras,
        agama, golongan, gender, dan status ekonomi.
   d. keseimbangan hak dan kewajiban, yaitu Pemenuhan hak harus sebanding
        dengan kewajiban yang harus dilaksanakan, baik oleh pemberi maupun
        penerima pelayanan.
   e.   keprofesionalan, yaitu Pelaksana pelayanan harus memiliki kompetensi yang
        sesuai dengan bidang tugas.
   f. partisipatif, yaitu Peningkatan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan
        pelayanan     dengan    memperhatikan     aspirasi,   kebutuhan,    dan   harapan
        masyarakat.
   g. persamaan perlakuan/tidak diskriminatif, yaitu Setiap warga negara berhak
        memperoleh pelayanan yang adil.
   h. keterbukaan, yaitu Setiap penerima pelayanan dapat dengan mudah mengakses
        dan memperoleh informasi mengenai pelayanan yang diinginkan.
   i. akuntabilitas,    yaitu    Proses     penyelenggaraan    pelayanan      harus   dapat
        dipertanggungjawabkan      sesuai    dengan   ketentuan   peraturan     perundang-
        undangan.
   j. fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan, yaitu Pemberian
        kemudahan terhadap kelompok rentan sehingga tercipta keadilan dalam
        pelayanan.
   k.   ketepatan waktu, yaitu Penyelesaian setiap jenis pelayanan dilakukan tepat
        waktu sesuai dengan standar pelayanan.
   l.   kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan, yaitu Setiap jenis pelayanan
        dilakukan secara cepat, mudah, dan terjangkau. (Pasal 4 UU No 25 Tahun 2009)


Komponen standar pelayanan sekurang-kurangnya meliputi:
a. dasar   hukum, yaitu    Peraturan      perundang-undangan      yang     menjadi    dasar
penyelenggaraan pelayanan.
b. persyaratan, yaitu Syarat yang harus dipenuhi dalam pengurusan suatu jenis
pelayanan, baik persyaratan teknis maupun administratif.
c. sistem, mekanisme, dan prosedur, yaitu Tata cara pelayanan yang dibakukan bagi
pemberi dan penerima pelayanan, termasuk pengaduan.
d.   jangka waktu penyelesaian, yaitu Jangka waktu yang diperlukan untuk
menyelesaikan seluruh proses pelayanan dari setiap jenis pelayanan.
e. biaya/tarif, yaitu Ongkos yang dikenakan kepada penerima layanan dalam
mengurus dan/atau memperoleh pelayanan dari             penyelenggara yang besarnya
ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara penyelenggara dan masyarakat.
f. produk pelayanan, yaitu Hasil pelayanan yang diberikan dan diterima sesuai
dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
g. sarana, prasarana, dan/atau fasilitas, yaitu Peralatan dan fasilitas yang diperlukan
dalam penyelenggaraan pelayanan, termasuk peralatan dan fasilitas pelayanan bagi
kelompok rentan.
h. kompetensi pelaksana, yaitu Kemampuan yang harus dimiliki oleh pelaksana
meliputi pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan pengalaman.
i. pengawasan internal, yaitu Pengendalian yang dilakukan oleh pimpinan satuan
kerja atau atasan langsung pelaksana.
j. penanganan pengaduan, saran, dan masukan, yaitu Tata cara pelaksanaan
penanganan pengaduan dan tindak lanjut.
k. jumlah pelaksana, yaitu Tersedianya pelaksana sesuai dengan beban kerja.
l. jaminan pelayanan yang memberikan kepastian          pelayanan dilaksanakan sesuai
dengan standard pelayanan.
m. jaminan keamanan dan keselamatan pelayanan dalam bentuk komitmen untuk
memberikan rasa aman, bebas dari bahaya, dan risiko keragu-raguan, yaitu Kepastian
memberikan rasa aman dan bebas dari bahaya, risiko, dan keragu-raguan.
n. evaluasi kinerja pelaksana yaitu Penilaian untuk mengetahui seberapa jauh
pelaksanaan kegiatan sesuai dengan standar pelayanan. (Pasal 21 UU No 25 Tahun
2009)


Dalam rangka memberikan dukungan informasi terhadap penyelenggaraan pelayanan
publik perlu diselenggarakan sistem informasi yang bersifat nasional. Sistem informasi
yang bersifat nasional tsb dikelola oleh menteri, dan disediakan kepada masyarakat
secara terbuka dan mudah diakses. Penyelenggara berkewajiban mengelola system
informasi yang terdiri atas sistem informasi elektronik atau nonelektronik, informasi itu
sekurang-kurangnya meliputi:
     a. profil penyelenggara, yaitu Profil penyelenggara meliputi nama, penanggung
        jawab, pelaksana, struktur organisasi, anggaran penyelenggaraan, alamat
        pengaduan, nomor telepon, dan pos-el (email).
b. profil pelaksana, yaitu Profil pelaksana meliputi pelaksana yang bertanggung
        jawab, pelaksana, anggaran pelaksanaan, alamat pengaduan, nomor telepon,
        dan pos-el (email).
   c. standar pelayanan, yaitu Standar pelayanan berisi informasi yang lengkap
        tentang keterangan yang menjelaskan lebih rinci isi standar pelayanan tersebut
   d. maklumat pelayanan.
   e.   pengelolaan pengaduan, yaitu Pengelolaan pengaduan merupakan proses
        penanganan pengaduan mulai dari tahap penyeleksian, penelaahan, dan
        pengklasifikasian sampai dengan kepastian penyelesaian pengaduan.
   f. penilaian kinerja, yaitu Penilaian kinerja merupakan hasil pelaksanaan
        penilaian penyelenggaraan pelayananyang dilakukan         oleh penyelenggara
        sendiri, bersama dengan pihak lain, atau oleh pihak lain atas permintaan
        penyelenggara    untuk mengetahui gambaran kinerja pelayanan dengan
        menggunakan metode penilaian tertentu. (Pasal 23 UU No 25 Tahun 2009)


   Untuk kebutuhan biaya/tarif pelayanan publik, pada dasarnya merupakan tanggung
jawab negara dan/atau masyarakat. Apabila dibebankan kepada masyarakat atau
penerima pelayanan, maka penentuan biaya/tarif pelayanan publik tsb ditetapkan
dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Provinsi,     Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota          dan berdasarkan
peraturan perundang-undangan. (Pasal 31 UU No 25 Tahun 2009)
Pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik dilakukan oleh pengawas internal dan
pengawas eksternal. Pengawasan internal penyelenggaraan pelayanan publik dilakukan
melalui pengawasan oleh atasan langsung sesuai dengan peraturan perundang-
undangan; dan pengawasan oleh pengawas fungsional sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.


Sementara pengawasan eksternal penyelenggaraan pelayanan publik dilakukan melalui:
   a. pengawasan oleh masyarakat berupa laporan atau pengaduan masyarakat dalam
        penyelenggaraan pelayanan publik;
   b. pengawasan oleh ombudsman sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
        dan
   c. pengawasan oleh Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
        Provinsi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota. (Pasal 35 UU No
        25 Tahun 2009)
Penyelenggara berkewajiban menyediakan sarana pengaduan dan menugaskan
pelaksana yang kompeten dalam pengelolaan pengaduan serta berkewajiban
mengumumkan nama dan alamat penanggung jawab pengelola pengaduan serta sarana
pengaduan yang disediakan. Penyelenggara berkewajiban mengelola pengaduan yang
berasal dari penerima pelayanan, rekomendasi ombudsman, Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten/Kota     dalam    batas   waktu    tertentu.     Penyelenggara     berkewajiban
menindaklanjuti hasil pengelolaan pengaduan tsb. (Pasal 36 UU No 25 Tahun 2009)
Masyarakat berhak mengadukan penyelenggaraan pelayanan publik, apabila;
a. penyelenggara yang tidak melaksanakan kewajiban dan/atau melanggar larangan;
b. pelaksana yang memberi pelayanan yang tidak sesuai dengan standar pelayanan.


       Pengaduan tsb ditujukan kepada penyelenggara, ombudsman, dan/atau Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Kabupaten/Kota. (Pasal 40 UU No 25 Tahun 2009)
       Pengaduan seperti dimaksud diatas diajukan oleh setiap orang yang dirugikan
atau oleh pihak lain yang menerima kuasa untuk mewakilinya. Pengaduan tsb dilakukan
paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak pengadu menerima pelayanan. Dalam
pengaduannya, pengadu dapat memasukkan tuntutan ganti rugi. Dalam keadaan
tertentu, nama dan identitas pengadu dapat dirahasiakan.
Pengaduan yang disampaikan secara tertulis harus memuat:
   1. nama dan alamat lengkap;
   2. uraian pelayanan yang tidak sesuai dengan standar pelayanan dan uraian
       kerugian material atau immaterial yang diderita;
   3. permintaan penyelesaian yang diajukan; dan
   4. tempat, waktu penyampaian, dan tanda tangan. (Pasal 42 UU No 25 Tahun
       2009)


Pengaduan tertulis tsb dapat disertai dengan bukti -bukti sebagai              pendukung
pengaduannya.    Dalam hal pengadu membutuhkan dokumen                     terkait dengan
pengaduannya     dari   penyelenggara     dan/atau       pelaksana   untuk    mendukung
pembuktiannya itu, penyelenggara dan/atau pelaksana wajib memberikannya. (Pasal 43
UU No 25 Tahun 2009)
Penyelenggara dan/atau ombudsman wajib menanggapi pengaduan tertulis oleh
masyarakat paling lambat 14 (empat belas) hari sejak pengaduan diterima, yang
sekurang-kurangnya berisi informasi lengkap atau tidak lengkapnya materi aduan
tertulis tsb. Dalam hal materi aduan tidak lengkap, pengadu melengkapi materi
aduannya selambat- lambatnya 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak menerima
tanggapan dari penyelenggara atau ombudsman         sebagaimana diinformasikan oleh
pihak penyelenggara dan/atau ombudsman. Dalam hal berkas pengaduan tidak
dilengkapi dalam waktu tsb, maka pengadu dianggap mencabut pengaduannya. (Pasal
44 UU No 25 Tahun 2009)


Dalam     hal   penyelenggara     melakukan   perbuatan    melawan     hukum     dalam
penyelenggaraan pelayanan         publik sebagaimana diatur dalam undang-undang
pelayanan publik, masyarakat dapat mengajukan gugatan terhadap penyelenggara ke
pengadilan. Pengajuan gugatan terhadap penyelenggara, tidak menghapus kewajiban
penyelenggara untuk melaksanakan keputusan ombudsman dan/atau penyelenggara.
Pengajuan gugatan perbuatan melawan hukum tsb, dilakukan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. (Pasal 52 UU No 25 Tahun 2009)


Dalam hal penyelenggara diduga melakukan tindak pidana dalam penyelenggaraan
pelayanan publik sebagaimana diatur dalam undang-undang ini, masyarakat dapat
melaporkan penyelenggara kepada pihak berwenang. (Pasal 53 UU No 25 Tahun 2009).


Sayangnya pelaksanaan pelayanan publik menurut UU No 25 Tahun 2009 masih
memiliki beberapa kendala. Kendala tsb disebabkan oleh belum dikeluarkan Peraturan
pemerintah mengenai ruang lingkup, mengenai sistem pelayanan terpadu, mengenai
pedoman penyusunan standar pelayanan, mengenai proporsi akses dan kategori
kelompok masyarakat, mengenai tata cara           pengikutsertaan masyarakat dalam
penyelenggaraan pelayanan publik dan Peraturan presiden mengenai mekanisme dan
ketentuan pemberian ganti rugi.

Strategi pembaharuan melalui inovasi dalam pelayanan publik (Kekuatan
Pengaruh)

        Inovasi sendiri merupakan konsep yang relatif baru dalam literatur administrasi
publik (public administration). Hasil penelitian David Mars (dalam Lee, 1970)
mengungkapkan bahwa sampai tahun 1966 tidak ditemukan publikasi dari tulisan
administrasi publik yang mengulas tentang inovasi. Adapun literatur klasik yang
memuat konsep inovasi dalam konteks reformasi antara lain adalah artikel “Innovation
in Bureaucratic Institutions” tulisan Alfred Diamant yang dimuat dalam jurnal Public
Administration Review (PAR) pada tahun 1967. Selain itu, adalah buku karya Caiden
yang berjudul “Administrative Reform”, diterbitkan pada tahun 1969. Dalam bukunya
tersebut, Caiden menguraikan inovasi sebagai bagian dari reformasi administrasi
(administrative reform). Beberapa tulisan tersebut menandai mulai diperhatikannya
inovasi oleh para pakar administrasi publik. Hanya saja, konsep inovasi kemudian
masih belum cukup popular dalam ranah administrasi publik dan reformasi administrasi.
Inovasi popular dalam bidang tersebut baru pada dekade terakhir.

       Pada tahun 90 an, new public management (NPM) mulai menggeser hegemoni
konsepsi weber dalam reformasi administrasi. Reformasi kemudian mengalami
pembelokan arah menuju birokrasi yang mengedepankan hasil, partisipasi, berorientasi
pelanggan, digerakan oleh misi, dan desentralisasi (Osborne, 1992). Pada era baru ini,
inovasi justru sangat dihargai oleh pendukung gerakan reformasi. Perkembangan
terakhir menunjukan kemajuan pada penggunaan istilah inovasi dalam bidang
administrasi publik.

       Secara Substansi UU No 25 tahun 2009 sangat penting dan memuat ketentuan
kaidah atau asas yang harus dipenuhi dalam pelayanan publik yaitu: kepentingan umum;
kepastian hukum; kesamaan hak; keseimbangan hak dan kewajiban; keprofesionalan;
partisipatif; persamaan perlakuan/tidak diskriminatif; keterbukaan; akuntabilitas;
fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan;ketepatan waktu; kecepatan,
kemudahan, dan keterjangkauan. Atas dasar penjelasan tersebut diatas maka untuk
mengukur bagaimana kinerja pelayanan yang optimal maka bisa digunakan ukuran
bagaimana pelayanan yang Efisiensi dan ekonomis, Responsivitas, Kesetaraan dan
keadilan, partisipasi dan Transparansi.

   Didalam UU No 25 tahun 2009 terdapat lima hal penting dalam optimalisasi
pelayanan publik, kelima hal tersebut adalah :
1. Bahwa dalam penyelenggarana pelayanan publik yang secara utama utama menjadi
   kewajiban dan beban pemerintah, namun dalam perjalannnaya memungkinkan
   bahwa pemerintah memiliki keterbatasan dalam memberikan layanan publik yang
   berkualitas bagi masayarakat. Untuk itu tuntutan adanya kerjasama menjadikan hal
   penting bagi perbaikan kulaitas pelayanan publik dan ini kemudian diatur dalam
   pasal 13 tentang Kerja Sama Penyelenggara dengan Pihak Lain dalam pemberian
   Pelayanan
2. Pengakomodasian hak dan kewajiban dalam pelayanan ( pasal 14 )
3. Penekanan perlunya Standart Pelayanan ( Pasal 22) dan Juga maklumat Pelayanan
   (pasal 22)
4. Pentingnya Dukungan Sistim Informasi dalam Pelayanan ( Pasal 23 )
5. Perlunya peran serta Masyarakat ( Pasal 39)


Bentuk-bentuk Inovasi dalam pelayanan publik
   Citizen Charter
Agak sulit untuk menemukan padanan kata yang tepat dari Citizen Charter dalam
bahasa Indonesia, tetapi salah satu terjemahan yang kiranya dapat mewakili makna
sebenarnya ialah “Kontrak Pelayanan”. Citizen Charter di negara maju kebanyakan
diterapkan di negara-negara Anglo-Saxon seperti Inggris dan Irlandia. Belakangan,
Citizen Charter juga menjadi bagian penting dari The Charter of Fundamental Rights di
Uni Eropa.

Hasil dari ujicoba di beberapa daerah di Indonesia membuktikan bahwa sistem ini
cukup efektif untuk mengubah paradigma pelayanan publik yang sekarang ini
mengalami kebuntuan.

   Di dalam praktik, Kontrak Pelayanan digunakan untuk mendorong penyedia
layanan, pengguna layanan dan stakeholders (pemangku kepentingan, pemegang kunci)
lainnya untuk membuat “kesepakatan bersama” tentang jenis, prosedur, biaya, waktu &
cara memberikan pelayanan. Tujuan dari terbentuknya Kontrak Pelayanan memang
untuk membuat agar pelayanan publik menjadi lebih tanggap atau responsif, transparan
dan bertanggungjawab atau akuntabel. Maka perumusan Kontrak Pelayanan itu harus
melibatkan para pengguna layanan, seluruh satuan yang terlibat dalam penyediaan
layanan, LSM, DPRD, tokoh masyarakat lokal, dan lain-lainnya.

Didalam UU No 25 tahun 2009 diatur tentang hak dan kewajiban pelayanan, standart
pelayanan, maklumat pelayanan dan keterlibatan masyrakat dalam pelayanan semuanya
ini dalam prakteknya bisa terakomodasi dalam Citizen Charter.
•   Sistem Manajemen Mutu Pelayanan
       W. Edward deming telah mengembangkan apa yang dinamakan dengan “ Total
Quality Management “ ( TQM) / (Manajemen Mutu Terpadu ). TQM merupakan
paradigma baru dalam manajemen yang berusaha memaksimumkan daya saing
organisasi melalui perbaikan secara berkesinambungan atas mutu barang, jasa, manusia
dan lingkungan organisasi.
       TQM dapat dicapai dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut : berfokus
pada pelanggan, obsesi terhadap mutu, pendekatan ilmiah, komitmen jangka panjang,
kerjasama tim, perbaikan sistem berkesinambungan, pendidikan dan pelatihan
(Tjiptono, 1997 ). Sementara Gaspersz (1997) menyatakan bahwa mutu pelayanan harus
memperhatikan : ketepatan waktu pelayanan, akurasi pelayanan, kesopanan dan
keramahan, tanggung jawab, kelengkapan, kemudahan mendapat pelayanan.
•     E-Government ( E-Gov )
       E-Government dalam pelayanan publik menjadi mengemuka setelah sistem
tehnologi informasi dan komunikasi ( Information and Comunication Technology / ICT)
menjadi alat yang dapat dipergunakan untuk memutus rangkaian hubungan yang sulit
antara publik dan pemerintah.
       E-government atau yang selanjutnya kita akan menyebutnya Digital government,
adalah penggunaan teknologi informasi, khususnya internet, untuk menjadikan
pelayanan public lebih nyaman, berorientasi kepada konsumen, pembiayaan yang
efektif dan sama sekali berbeda dan jalan yang lebih baik. Perkembangan digigov
dikendalikan   oleh   kebutuhan   pemerintah   akan:   memotong   pengeluaran   dan
meningkatkan efisiensi; mempertemukan harapan masyarakat dan meningkatkan
hubungan masyarakat; dan memfasilitasi pengembangan ekonomi.
       E-Goverment sendiri merupakan penggunaan tehnologi terutama aplikasi
internet berbasis web untuk meningkatkan akses kepada dan kiriman pelayanan
pemerintah keapada warga negara rekanan bisnis pekerja dan entitas pemerintah yang
lain ( Mary Maureen Brown dalam Rabin, 2003 : 427). Pemanfaatan E-gov yaitu untuk
meningkatkan kualitas pelayanan, pembiayan yang efektif menjadikan hal ini sangat
menarik sehingga pemerintah secara strategis mencoba untuk mengaplikasikannya,
dengan beberapa penyesuaian misalnya, perubahan pola pikir dan budaya dan
menerapkan konsep “faster, better, cheaper” nilai yang muncul dalam e-commerce
dalam pelayanan public
•   Kemitraan Pemerintah dan Swasta
       Perkembangan paradigma pemerintahan dewasa ini telah mengubah tata kelola
pemerintahan menjadi lebih terbuka, sehingga ada pembagian peran dan kerjasama
antara unsur-unsur pemerintah, swasta, dan masyarakat. Tuntutan masyarakat terhadap
kualitas pelayanan publik yang semakin meningkat mendorong pemerintah untuk
berbagi peran dengan unsur-unsur non pemerintah. Pemerintah tidak mungkin lagi
mengerjakan semua urusan karena keterbatasan dana dan sumber daya manusia,
sehingga kerjasama dan kemitraan dengan pihak-pihak lain harus dilakukan agar
kualitas pelayanan publik tetap dapat dipenuhi sesuai dengan tuntutan masyarakat.
Berbagai bentuk kerjasama sebenarnya telah dipraktikan sejak lama, antara lain dalam
bentuk privatisasi, contracting out, build operation transfer, build own operates, dan
model public and private partnership (PPP).

       PPP merupakan pengaturan antara pemerintah dan sektor swasta untuk
menyediakan berbagai jenis pelayanan publik, seperti pembangunan infrastruktur,
penyediaan fasilitas fasilitas komunitas, dan berbagai jenis pelayanan lainnya. PPP
bercirikan adanya pembagian investasi, risiko, pertanggungjawaban, dan penghargaan
antara pemerintah dengan sector swasta yang menjadi mitranya. Pada prinsipnya, dalam
PPP, terdapat dua pelaku yang terlibat, yakni pemerintah dan swasta. Keduanya
bekerjasama sebagai mitra, dalam hal ini tidak ada pihak yang bersifat membawahi
pihak lain. Dalam PPP ada tujuan bersama berdasarkan komitmen yang hendak dicapai,
dan berdasarkan komitmen tanggungjawab sendiri. Setiap pihak memberikan input,bisa
finansial atau sumber daya lainnya. Kedua belah pihak bersedia menanggung risiko dan
pembagian keuntungan berdasarkan pertimbangan input yang diberikan (share) dalam
kesepakatan perjanjian.
Penutup

       Seperti di jelaskan di depan bahwa optimalisasi pelayanan publik oleh birokrasi
pemerintahan bukanlah pekerjaan mudah seperti halnya membalikkan telapak tangan
mengingat pembaharuan tersebut menyangkut pelbagai aspek yang telah membudaya
dalam lingkaran birokrasi pemerintahan kita. Solusi untuk melaksanakan optimalisasi
pelayanan publik di butuhkan perubahan melalui adopsi dan inovasi program, bahwa
adopsi suatu inovasi akan mewujudkan suatu perubahan sosial, yang dapat dilihat dalam
kehidupan individu maupun masyarakatnya. Hal ini diartikan sebagai suatu
pembentukan struktur sosial baru dalam mencapai tujuan yang diharapkan (optimalisasi
pelayanan publik).

       Reformasi pelayanan publik haruslah dimulai dari aspek yang paling mendasar
yaitu reformasi pola pikir (paradigma) penyelenggara pelayanan publik. Reformasi
paradigma ini adalah penggeseran pola penyelenggara pelayanan publik dari yang
semula “berorientasi pemerintah sebegai penyedia” menjadi pelayan yang “berorientasi
pada kebutuhan masyarakat sebagai pengguna”. Dengan begitu tak ada pintu masuk
alternatif untuk memulai perbaikan pelayanan publik selain sesegera mungkin
mendengarkan suara publik itu sendiri.

       Situasi di atas memicu gagasan perlu ada upaya mengubah cara berfikir dan
bertindak dalam meningkatkan mutu pelayanan publik. Perlu dicari kunci yang tepat
bagi aparatur pemerintahan RI untuk membuka pikiran dan hati agar tidak terbelenggu
dengan paradigma berfikir yang kurang mendukung dalam pencapaian pelayanan publik
yang prima. Dengan demikian, perlu dikaji berbagai variasi model pelakasanaan
pelayanan publik yang ideal, sesuai dengan karakteristik Pemerintah Daerah dalam
kerangka negara kesatuan Republik Indonesia.

       Sumber daya manusia/ aparatur penyelenggara pelayanan public merupakan
aspek penting yang menentukan terlaksana tidaknya pelayanan prima, oleh karenanya
dengan reformasi birokrasi termasuk didalamnya perubahan kultur dan mentalitas
birokrasi dibarengi dukungan system, sarana dan prasarana yang baik diharapkan dapat
mewujudkan pelayanan prima.
DAFTAR PUSTAKA

Handoko, HT. 1995. Manajemen. Cetakan Kesembilan.Yogyakarta: BPFE.

Nawawi, H. Hadari (2003). Kepemimpinan Mengefektifkan Organisasi. Yogyakarta:
    Gadjah Mada University press.

Pusat Kajian Pemerintahan STPDN. (2002). Manajemen Sumber Daya Aparatur
     Pemerintah Daerah. Bandung : Fokus Media.

Robbins, Stephen P. (2001) Organization Behavior. New Jersey: Prentice Hall
    International Inc.

http://www.djpp.depkumham.go.id/perkembangan-harmonisasi-ruu-tahun-2010/41-
harmonisasi-rpp/393-harmonisasi-rpp-tentang-pelaksanaan-undang-undang-nomor-25-
tahun-2009-tentang-pelayanan-publik.html

www.esdm.go.id/.../963-undang-undang-nomor-25-tahun-2009.html

More Related Content

What's hot

Etika Pelayanan Publik
Etika Pelayanan PublikEtika Pelayanan Publik
Etika Pelayanan PublikFKP2B Cikarang
 
Merawat Budaya Kerja Instansi Pemerintah untuk Memperkuat RB
Merawat Budaya Kerja Instansi Pemerintah untuk Memperkuat RBMerawat Budaya Kerja Instansi Pemerintah untuk Memperkuat RB
Merawat Budaya Kerja Instansi Pemerintah untuk Memperkuat RBTri Widodo W. UTOMO
 
Penguatan Partisipasi Masyarakat Adat Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah di...
Penguatan Partisipasi Masyarakat Adat Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah di...Penguatan Partisipasi Masyarakat Adat Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah di...
Penguatan Partisipasi Masyarakat Adat Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah di...Tri Widodo W. UTOMO
 
Aktualitas Birokrasi Dalam Menjawab Tantangan Reformasi Birokarasi ( MUSKAMAL...
Aktualitas Birokrasi Dalam Menjawab Tantangan Reformasi Birokarasi ( MUSKAMAL...Aktualitas Birokrasi Dalam Menjawab Tantangan Reformasi Birokarasi ( MUSKAMAL...
Aktualitas Birokrasi Dalam Menjawab Tantangan Reformasi Birokarasi ( MUSKAMAL...Mus kamal
 
Pelayanan Publik Latsar CPNS
Pelayanan Publik Latsar CPNSPelayanan Publik Latsar CPNS
Pelayanan Publik Latsar CPNSSally Salsabila
 
Analisis kinerja birokrasi pemerinta.doc
Analisis kinerja birokrasi pemerinta.docAnalisis kinerja birokrasi pemerinta.doc
Analisis kinerja birokrasi pemerinta.docmandala72
 
Kajian Budaya Kerja Organisasi Pemerintah Daerah di Kalimantan
Kajian Budaya Kerja Organisasi Pemerintah Daerah di KalimantanKajian Budaya Kerja Organisasi Pemerintah Daerah di Kalimantan
Kajian Budaya Kerja Organisasi Pemerintah Daerah di KalimantanTri Widodo W. UTOMO
 
Manajemen pelayanan publikedit
Manajemen pelayanan publikeditManajemen pelayanan publikedit
Manajemen pelayanan publikeditSLAMET SUGIHARTO
 
Inovasi Pelayanan Publik berbasis Teknologi Informasi
Inovasi Pelayanan Publik berbasis Teknologi InformasiInovasi Pelayanan Publik berbasis Teknologi Informasi
Inovasi Pelayanan Publik berbasis Teknologi InformasiDadang Solihin
 
Pemahaman terhadap Tata Kepemerintahan yang Baik (Good Governance)
Pemahaman terhadap Tata Kepemerintahan yang Baik (Good Governance)Pemahaman terhadap Tata Kepemerintahan yang Baik (Good Governance)
Pemahaman terhadap Tata Kepemerintahan yang Baik (Good Governance)Dadang Solihin
 
Inovasi Kebijakan di Masa Pandemi Covid 19
Inovasi Kebijakan di Masa Pandemi Covid 19Inovasi Kebijakan di Masa Pandemi Covid 19
Inovasi Kebijakan di Masa Pandemi Covid 19Tri Widodo W. UTOMO
 
Optimalisasi Peran dan Fungsi DPRD dalam Pembangunan Daerah
Optimalisasi Peran dan Fungsi DPRD dalam Pembangunan DaerahOptimalisasi Peran dan Fungsi DPRD dalam Pembangunan Daerah
Optimalisasi Peran dan Fungsi DPRD dalam Pembangunan DaerahDadang Solihin
 
AKTOR DALAM GOOD GOVERNANCE SERTA PERANNYA
AKTOR DALAM GOOD GOVERNANCE SERTA PERANNYAAKTOR DALAM GOOD GOVERNANCE SERTA PERANNYA
AKTOR DALAM GOOD GOVERNANCE SERTA PERANNYAFajar Dolly
 
Penerapan Tata Kelola Kolaboratif�dalam mewujudkan Smart City. Pemahaman, Pra...
Penerapan Tata Kelola Kolaboratif�dalam mewujudkan Smart City. Pemahaman, Pra...Penerapan Tata Kelola Kolaboratif�dalam mewujudkan Smart City. Pemahaman, Pra...
Penerapan Tata Kelola Kolaboratif�dalam mewujudkan Smart City. Pemahaman, Pra...PUSTAKAVirtualTataRu
 
Hasil Changemakers Innovation Lab ICS 2015
Hasil Changemakers Innovation Lab ICS 2015Hasil Changemakers Innovation Lab ICS 2015
Hasil Changemakers Innovation Lab ICS 2015Khaira Al Hafi
 

What's hot (20)

Etika Pelayanan Publik
Etika Pelayanan PublikEtika Pelayanan Publik
Etika Pelayanan Publik
 
Merawat Budaya Kerja Instansi Pemerintah untuk Memperkuat RB
Merawat Budaya Kerja Instansi Pemerintah untuk Memperkuat RBMerawat Budaya Kerja Instansi Pemerintah untuk Memperkuat RB
Merawat Budaya Kerja Instansi Pemerintah untuk Memperkuat RB
 
Penguatan Partisipasi Masyarakat Adat Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah di...
Penguatan Partisipasi Masyarakat Adat Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah di...Penguatan Partisipasi Masyarakat Adat Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah di...
Penguatan Partisipasi Masyarakat Adat Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah di...
 
Aktualitas Birokrasi Dalam Menjawab Tantangan Reformasi Birokarasi ( MUSKAMAL...
Aktualitas Birokrasi Dalam Menjawab Tantangan Reformasi Birokarasi ( MUSKAMAL...Aktualitas Birokrasi Dalam Menjawab Tantangan Reformasi Birokarasi ( MUSKAMAL...
Aktualitas Birokrasi Dalam Menjawab Tantangan Reformasi Birokarasi ( MUSKAMAL...
 
Bab i sampai bab iv
Bab i sampai bab ivBab i sampai bab iv
Bab i sampai bab iv
 
Pelayanan Publik Latsar CPNS
Pelayanan Publik Latsar CPNSPelayanan Publik Latsar CPNS
Pelayanan Publik Latsar CPNS
 
Analisis kinerja birokrasi pemerinta.doc
Analisis kinerja birokrasi pemerinta.docAnalisis kinerja birokrasi pemerinta.doc
Analisis kinerja birokrasi pemerinta.doc
 
Kajian Budaya Kerja Organisasi Pemerintah Daerah di Kalimantan
Kajian Budaya Kerja Organisasi Pemerintah Daerah di KalimantanKajian Budaya Kerja Organisasi Pemerintah Daerah di Kalimantan
Kajian Budaya Kerja Organisasi Pemerintah Daerah di Kalimantan
 
Manajemen pelayanan publikedit
Manajemen pelayanan publikeditManajemen pelayanan publikedit
Manajemen pelayanan publikedit
 
Inovasi Pelayanan Publik berbasis Teknologi Informasi
Inovasi Pelayanan Publik berbasis Teknologi InformasiInovasi Pelayanan Publik berbasis Teknologi Informasi
Inovasi Pelayanan Publik berbasis Teknologi Informasi
 
Pemahaman terhadap Tata Kepemerintahan yang Baik (Good Governance)
Pemahaman terhadap Tata Kepemerintahan yang Baik (Good Governance)Pemahaman terhadap Tata Kepemerintahan yang Baik (Good Governance)
Pemahaman terhadap Tata Kepemerintahan yang Baik (Good Governance)
 
Good clean governance-libre
Good clean governance-libreGood clean governance-libre
Good clean governance-libre
 
Whole of Government (WoG)
Whole of Government (WoG)Whole of Government (WoG)
Whole of Government (WoG)
 
Inovasi Kebijakan di Masa Pandemi Covid 19
Inovasi Kebijakan di Masa Pandemi Covid 19Inovasi Kebijakan di Masa Pandemi Covid 19
Inovasi Kebijakan di Masa Pandemi Covid 19
 
Ba prajab wog
Ba prajab   wogBa prajab   wog
Ba prajab wog
 
Optimalisasi Peran dan Fungsi DPRD dalam Pembangunan Daerah
Optimalisasi Peran dan Fungsi DPRD dalam Pembangunan DaerahOptimalisasi Peran dan Fungsi DPRD dalam Pembangunan Daerah
Optimalisasi Peran dan Fungsi DPRD dalam Pembangunan Daerah
 
AKTOR DALAM GOOD GOVERNANCE SERTA PERANNYA
AKTOR DALAM GOOD GOVERNANCE SERTA PERANNYAAKTOR DALAM GOOD GOVERNANCE SERTA PERANNYA
AKTOR DALAM GOOD GOVERNANCE SERTA PERANNYA
 
Penerapan Tata Kelola Kolaboratif�dalam mewujudkan Smart City. Pemahaman, Pra...
Penerapan Tata Kelola Kolaboratif�dalam mewujudkan Smart City. Pemahaman, Pra...Penerapan Tata Kelola Kolaboratif�dalam mewujudkan Smart City. Pemahaman, Pra...
Penerapan Tata Kelola Kolaboratif�dalam mewujudkan Smart City. Pemahaman, Pra...
 
Komitmen Mutu
Komitmen MutuKomitmen Mutu
Komitmen Mutu
 
Hasil Changemakers Innovation Lab ICS 2015
Hasil Changemakers Innovation Lab ICS 2015Hasil Changemakers Innovation Lab ICS 2015
Hasil Changemakers Innovation Lab ICS 2015
 

Similar to inovasi birokrasi

1. Berorientasi Pelayanan .pdf
1. Berorientasi Pelayanan .pdf1. Berorientasi Pelayanan .pdf
1. Berorientasi Pelayanan .pdfkarsasuada
 
1.B. Bahan Paparan Berorientasi Pelayanan.pdf
1.B. Bahan Paparan Berorientasi Pelayanan.pdf1.B. Bahan Paparan Berorientasi Pelayanan.pdf
1.B. Bahan Paparan Berorientasi Pelayanan.pdfRagaNizarAprileo
 
1. Berorientasi Pelayanan .pdf
1. Berorientasi Pelayanan .pdf1. Berorientasi Pelayanan .pdf
1. Berorientasi Pelayanan .pdfsitompulniarti
 
1. Berorientasi Pelayanan .pdf
1. Berorientasi Pelayanan .pdf1. Berorientasi Pelayanan .pdf
1. Berorientasi Pelayanan .pdfIkhsanSriMartadi
 
1. Berorientasi Pelayanan (1).pdf
1. Berorientasi Pelayanan  (1).pdf1. Berorientasi Pelayanan  (1).pdf
1. Berorientasi Pelayanan (1).pdfAinunDwi4
 
52384 id-reformasi-manajemen-pelayanan-publik-men (1)
52384 id-reformasi-manajemen-pelayanan-publik-men (1)52384 id-reformasi-manajemen-pelayanan-publik-men (1)
52384 id-reformasi-manajemen-pelayanan-publik-men (1)Mhd Habib
 
Pelayanan Publik, Ilmu Administrasi Negara
Pelayanan Publik, Ilmu Administrasi NegaraPelayanan Publik, Ilmu Administrasi Negara
Pelayanan Publik, Ilmu Administrasi Negaraarifakartikasari
 
Presentasi Proposal IKM Provinsi Banten 2020 06102020 (1).pptx
Presentasi Proposal IKM Provinsi Banten 2020 06102020 (1).pptxPresentasi Proposal IKM Provinsi Banten 2020 06102020 (1).pptx
Presentasi Proposal IKM Provinsi Banten 2020 06102020 (1).pptxHanifGhiyatsRamadhan
 
Perda Jatim No 11 Tahun 2005 Tentang Pelayanan Publik
Perda Jatim No 11 Tahun 2005 Tentang Pelayanan PublikPerda Jatim No 11 Tahun 2005 Tentang Pelayanan Publik
Perda Jatim No 11 Tahun 2005 Tentang Pelayanan PublikImmanuel Yosua
 
Hasil ikm kab_kp_2013
Hasil ikm kab_kp_2013Hasil ikm kab_kp_2013
Hasil ikm kab_kp_2013Ista Istanti
 
UU No. 25 tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik
UU No. 25 tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik UU No. 25 tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik
UU No. 25 tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik Immanuel Yosua
 
Undang - Undang Nomor 25 tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik
Undang - Undang Nomor 25 tahun 2009 Tentang Pelayanan PublikUndang - Undang Nomor 25 tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik
Undang - Undang Nomor 25 tahun 2009 Tentang Pelayanan PublikImmanuel Yosua
 
Pers dan Ombudsman pengawasan layanan publik diera covid.pptx
Pers dan Ombudsman pengawasan layanan publik diera covid.pptxPers dan Ombudsman pengawasan layanan publik diera covid.pptx
Pers dan Ombudsman pengawasan layanan publik diera covid.pptxBagusRizki17
 
MASALAH PELAYANAN PUBLIK DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ADMINISTRASI PUBLIK.doc
MASALAH PELAYANAN PUBLIK DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ADMINISTRASI PUBLIK.docMASALAH PELAYANAN PUBLIK DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ADMINISTRASI PUBLIK.doc
MASALAH PELAYANAN PUBLIK DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ADMINISTRASI PUBLIK.docsyakurabdul2
 
PENGELOLAAN PENGADUAN MASYARAKAT KOTA BEKASI
PENGELOLAAN PENGADUAN MASYARAKAT KOTA BEKASI PENGELOLAAN PENGADUAN MASYARAKAT KOTA BEKASI
PENGELOLAAN PENGADUAN MASYARAKAT KOTA BEKASI Witra Apdhi Almash
 
Citien's Charter
Citien's CharterCitien's Charter
Citien's CharterSiti Sahati
 

Similar to inovasi birokrasi (20)

1. Berorientasi Pelayanan .pdf
1. Berorientasi Pelayanan .pdf1. Berorientasi Pelayanan .pdf
1. Berorientasi Pelayanan .pdf
 
1.B. Bahan Paparan Berorientasi Pelayanan.pdf
1.B. Bahan Paparan Berorientasi Pelayanan.pdf1.B. Bahan Paparan Berorientasi Pelayanan.pdf
1.B. Bahan Paparan Berorientasi Pelayanan.pdf
 
1. Berorientasi Pelayanan .pdf
1. Berorientasi Pelayanan .pdf1. Berorientasi Pelayanan .pdf
1. Berorientasi Pelayanan .pdf
 
1. Berorientasi Pelayanan .pdf
1. Berorientasi Pelayanan .pdf1. Berorientasi Pelayanan .pdf
1. Berorientasi Pelayanan .pdf
 
1. Berorientasi Pelayanan (1).pdf
1. Berorientasi Pelayanan  (1).pdf1. Berorientasi Pelayanan  (1).pdf
1. Berorientasi Pelayanan (1).pdf
 
52384 id-reformasi-manajemen-pelayanan-publik-men (1)
52384 id-reformasi-manajemen-pelayanan-publik-men (1)52384 id-reformasi-manajemen-pelayanan-publik-men (1)
52384 id-reformasi-manajemen-pelayanan-publik-men (1)
 
Uu 25 2009
Uu 25 2009Uu 25 2009
Uu 25 2009
 
Pelayanan Publik, Ilmu Administrasi Negara
Pelayanan Publik, Ilmu Administrasi NegaraPelayanan Publik, Ilmu Administrasi Negara
Pelayanan Publik, Ilmu Administrasi Negara
 
Presentasi Proposal IKM Provinsi Banten 2020 06102020 (1).pptx
Presentasi Proposal IKM Provinsi Banten 2020 06102020 (1).pptxPresentasi Proposal IKM Provinsi Banten 2020 06102020 (1).pptx
Presentasi Proposal IKM Provinsi Banten 2020 06102020 (1).pptx
 
Perda Jatim No 11 Tahun 2005 Tentang Pelayanan Publik
Perda Jatim No 11 Tahun 2005 Tentang Pelayanan PublikPerda Jatim No 11 Tahun 2005 Tentang Pelayanan Publik
Perda Jatim No 11 Tahun 2005 Tentang Pelayanan Publik
 
Pelayanan publik
Pelayanan publikPelayanan publik
Pelayanan publik
 
Hasil ikm kab_kp_2013
Hasil ikm kab_kp_2013Hasil ikm kab_kp_2013
Hasil ikm kab_kp_2013
 
UU No. 25 tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik
UU No. 25 tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik UU No. 25 tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik
UU No. 25 tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik
 
Undang - Undang Nomor 25 tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik
Undang - Undang Nomor 25 tahun 2009 Tentang Pelayanan PublikUndang - Undang Nomor 25 tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik
Undang - Undang Nomor 25 tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik
 
Pers dan Ombudsman pengawasan layanan publik diera covid.pptx
Pers dan Ombudsman pengawasan layanan publik diera covid.pptxPers dan Ombudsman pengawasan layanan publik diera covid.pptx
Pers dan Ombudsman pengawasan layanan publik diera covid.pptx
 
Good governance
Good governanceGood governance
Good governance
 
MASALAH PELAYANAN PUBLIK DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ADMINISTRASI PUBLIK.doc
MASALAH PELAYANAN PUBLIK DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ADMINISTRASI PUBLIK.docMASALAH PELAYANAN PUBLIK DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ADMINISTRASI PUBLIK.doc
MASALAH PELAYANAN PUBLIK DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ADMINISTRASI PUBLIK.doc
 
DISKUSI 3 TAB.docx
DISKUSI 3 TAB.docxDISKUSI 3 TAB.docx
DISKUSI 3 TAB.docx
 
PENGELOLAAN PENGADUAN MASYARAKAT KOTA BEKASI
PENGELOLAAN PENGADUAN MASYARAKAT KOTA BEKASI PENGELOLAAN PENGADUAN MASYARAKAT KOTA BEKASI
PENGELOLAAN PENGADUAN MASYARAKAT KOTA BEKASI
 
Citien's Charter
Citien's CharterCitien's Charter
Citien's Charter
 

inovasi birokrasi

  • 1. Reformasi Pelayanan Publik Oleh : Nu’man Bakhtiar*) ABSTRAK Berbagai assessment yang dilakukan oleh lembaga-lembaga internasional selama ini, menyimpulkan bahwa Indonesia belum mampu mengembangkan Good Governance. Birokrasi di Republik ini juga belum mampu menyelenggarakan pelayanan kepada publik yang efisien, adil, responsif, dan akuntabel. Sebaliknya, birokrasi kita lebih mencerminkan mindset mengontrol masyarakat, bukan melayani. Sementara UU No 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik baru saja memperoleh pengesahan di DPR pada tanggal 23 Juni 2009 setelah hampir empat tahun perjuangan yang amat meletihkan. Situasi di atas memicu gagasan perlu ada upaya mengubah cara berfikir dan bertindak dalam meningkatkan mutu pelayanan publik. Perlu dicari kunci yang tepat bagi aparatur pemerintahan RI untuk membuka pikiran dan hati agar tidak terbelenggu dengan paradigma berfikir yang kurang mendukung dalam pencapaian pelayanan publik yang prima. Keyword : Reformasi, Pelayanan Publik, UU No.25 tahun 2009 Latar Belakang Organisasi saat ini menghadapi perubahan lingkungan yang amat cepat, seperti perubahan politik, ekonomi, tehnologi, sosial, perubahan bisnis, dan lain-lain. Dalam konteks lingkungan organisasi yang terus berubah, maka bisa saja terjadi pengetahuan hari ini yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah organisasi saat ini akan usang atau bahkan mungkin bisa menjadi masalah pada masa mendatang. Perubahan- perubahan itu menuntut agar pengelolaan organisasi dilakukan dengan cara-cara yang baru sehingga tujuan organisasi lebih efektif dalam lingkungan yang terus berubah. Globalisasi telah memicu peningkatan kesadaran secara global di semua sektor kehidupan masyarakat dunia yang wujudnya dalam bentuk pergeseran cara berfikir dan bertindak sehingga mempengaruhi semua dinamika sektor dan perilaku kehidupan
  • 2. masyarakat. Salah satu pergeseran berfikir tersebut adalah tuntutan bagaimana menyediakan pelayanan publik bermutu tinggi sesuai dengan nilai-nilai dan kebutuhan masyarakat bangsa, yang saat ini kemudian menjadi tema sentral paradigma baru dari pelayanan publik (Bijah Subijanto, 2007). Sementara itu berdasarkan kesimpulan Bank Dunia dalam laporan World Development Report 2004 dan hasil penelitian Governance and Desentralization Survey (GDS) 2002 ternyata menggambarkan pelayanan publik di Indonesia masih sangat rendah. Terdapat tiga masalah penting yang banyak terjadi di lapangan dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang mendukung kesimpulan tersebut. Pertama, besarnya diskriminasi pelayanan. Penyelenggaraan pelayanan masih amat dipengaruhi oleh hubungan per-konco-an, kesamaan afiliasi politik, etnis, dan agama. Fenomena semacam ini tetap marak walaupun telah diberlakukan UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dari KKN yang secara tegas menyatakan keharusan adanya kesamaan pelayanan, bukannya diskriminasi. Kedua, tidak adanya kepastian biaya dan waktu pelayanan. Ketidakpastian ini sering menjadi penyebab munculnya KKN, sebab para pengguna jasa cenderung memilih menyogok dengan biaya tinggi kepada penyelenggara pelayanan untuk mendapatkan kepastian dan kualitas pelayanan. Dan ketiga, rendahnya tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan publik. Ini merupakan konsekuensi logis dari adanya diskriminasi pelayanan dan ketidak pastian. Berbagai assessment yang dilakukan oleh lembaga-lembaga internasional selama ini, menyimpulkan bahwa Indonesia belum mampu mengembangkan Good Governance (Sofian effendi, 2005; Muhammad Ray Akbar, 2008; Djoko B, 2008). Birokrasi di Republik ini juga belum mampu menyelenggarakan pelayanan kepada publik yang efisien, adil, responsif, dan akuntabel (SIDA, 2007; Iqra Azza, 2008; Riant Nugroho, 2009). Sebaliknya, birokrasi kita lebih mencerminkan mindset mengontrol masyarakat, bukan melayani (Taufiq Effendi, 2008; Agus Dwiyanto, 2008). Sementara UU No 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik baru saja memperoleh pengesahan di DPR pada tanggal 23 Juni 2009 setelah hampir empat tahun perjuangan yang amat meletihkan.
  • 3. Situasi di atas memicu gagasan perlu ada upaya mengubah cara berfikir dan bertindak dalam meningkatkan mutu pelayanan publik. Perlu dicari kunci yang tepat bagi aparatur pemerintahan RI untuk membuka pikiran dan hati agar tidak terbelenggu dengan paradigma berfikir yang kurang mendukung dalam pencapaian pelayanan publik yang prima. Dengan demikian, perlu dikaji berbagai variasi model pelakasanaan pelayanan publik yang ideal, sesuai dengan karakteristik Pemerintah Daerah dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia, dan tulisan paper berikut ini akan berusaha untuk menjelaskan proses tersebut. Undang-undang No 25 tahun 2009 : Momentum Reformasi Pelayanan Publik Untuk meningkatkan kualitas dan menjamin penyediaan pelayanan publik sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan dan korporasi yang baik serta untuk memberi perlindungan bagi setiap warga negara dan penduduk dari penyalahgunaan wewenang di dalam penyelenggaraan pelayanan publik, dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, maka pada tanggal 18 Juli 2009 Indonesia mensahkan Undang-Undang No 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Menurut UU tsb, Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundangundangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Ruang lingkup pelayanan publik menurut Undang-Undang Pelayanan Publik meliputi pelayanan barang publik dan jasa publik serta pelayanan administratif yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Dalam ruang lingkup tsb, termasuk pendidikan, pengajaran, pekerjaan dan usaha, tempat tinggal, komunikasi dan informasi, lingkungan hidup, kesehatan, jaminan sosial, energi, perbankan, perhubungan, sumber daya alam, pariwisata, dan sektor strategis lainnya. (Pasal 5 UU No 25 Tahun 2009) Dalam melaksanakan pelayanan publik pemerintah membentuk Organisasi Penyelenggara. Penyelenggara adalah setiap institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen yang dibentuk berdasarkan undangundang untuk kegiatan
  • 4. pelayanan publik, dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik. Penyelenggara dan seluruh bagian organisasi penyelenggara bertanggung jawab atas ketidakmampuan, pelanggaran, dan kegagalan penyelenggaraan pelayanan. Organisasi penyelenggaraan pelayanan publik sebagaimana maksud diatas, sekurang- kurangnya meliputi: a. pelaksanaan pelayanan b. pengelolaan pengaduan masyarakat; c. pengelolaan informasi; d. pengawasan internal; e. penyuluhan kepada masyarakat; dan f. pelayanan konsultasi. (Pasal 8 UU No 25 Tahun 2009) Penyelenggara dapat melakukan kerja sama dalam bentuk penyerahan sebagian tugas penyelenggaraan pelayanan publik kepada pihak lain, dengan syarat kerja sama tsb tidak menambah beban bagi masyarakat. Ketentuan-ketentuan dalam kerjasama tsb adalah: a. perjanjian kerja sama penyelenggaraan pelayanan publik dituangkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan dalam pelaksanaannya didasarkan pada standard pelayanan; b. penyelenggara berkewajiban menginformasikan perjanjian kerja sama kepada masyarakat; c. tanggung jawab pelaksanaan kerja sama berada pada penerima kerja sama, sedangkan tanggung jawab penyelenggaraan secara menyeluruh berada pada penyelenggara; d. informasi tentang identitas pihak lain dan identitas penyelenggara sebagai penanggung jawab kegiatan harus dicantumkan oleh penyelenggara pada tempat yang jelas dan mudah diketahui masyarakat; dan e. penyelenggara dan pihak lain wajib mencantumkan alamat tempat mengadu dan sarana untuk menampung keluhan masyarakat yang mudah diakses, antara lain telepon, pesan layanan singkat (short message service (sms)), laman (website), pos-el (e-mail), dan kotak pengaduan. Selain kerjasama diatas, penyelenggara juga dapat melakukan kerja sama tertentu dengan pihak lain untuk menyelenggarakan pelayanan publik. Kerja sama tertentu
  • 5. merupakan kerja sama yang tidak melalui prosedur seperti yang dijelaskan diatas, dan penyelenggaraannya tidak bersifat darurat serta harus diselesaikan dalam waktu tertentu, misalnya pengamanan pada saat penerimaan tamu negara, transportasi pada masa liburan lebaran, dan pengamanan pada saat pemilihan umum. (Pasal 13 UU No 25 Tahun 2009) Dalam melaksanakan pelayanan publik, penyelenggara berkewajiban : a. menyusun dan menetapkan standar pelayanan; b. menyusun, menetapkan, dan memublikasikan maklumat pelayanan; c. menempatkan pelaksana yang kompeten; d. menyediakan sarana, prasarana, dan/atau fasilitas pelayanan publik yang mendukung terciptanya iklim pelayanan yang memadai; e. memberikan pelayanan yang berkualitas sesuai dengan asas penyelenggaraan pelayanan publik; f. melaksanakan pelayanan sesuai dengan standard pelayanan; g. berpartisipasi aktif dan mematuhi peraturan perundang-undangan yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik; h. memberikan pertanggungjawaban terhadap pelayanan yang diselenggarakan; i. membantu masyarakat dalam memahami hak dan tanggung jawabnya j. bertanggung jawab dalam pengelolaan organisasi penyelenggara pelayanan publik; k. memberikan pertanggungjawaban sesuai dengan hukum yang berlaku apabila mengundurkan diri atau melepaskan tanggung jawab atas posisi atau jabatan; dan l. memenuhi panggilan atau mewakili organisasi untuk hadir atau melaksanakan perintah suatu tindakan hukum atas permintaan pejabat yang berwenang dari lembaga negara atau instansi pemerintah yang berhak, berwenang, dan sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (Pasal 15 UU No 29 Tahun 2009) Adapun asas-asas pelayanan publik tsb adalah: a. kepentingan umum, yaitu; Pemberian pelayanan tidak boleh mengutamakan kepentingan pribadi dan/atau golongan.
  • 6. b. kepastian hukum, yaitu Jaminan terwujudnya hak dan kewajiban dalam penyelenggaraan pelayanan. c. kesamaan hak, yaitu Pemberian pelayanan tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, gender, dan status ekonomi. d. keseimbangan hak dan kewajiban, yaitu Pemenuhan hak harus sebanding dengan kewajiban yang harus dilaksanakan, baik oleh pemberi maupun penerima pelayanan. e. keprofesionalan, yaitu Pelaksana pelayanan harus memiliki kompetensi yang sesuai dengan bidang tugas. f. partisipatif, yaitu Peningkatan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan, dan harapan masyarakat. g. persamaan perlakuan/tidak diskriminatif, yaitu Setiap warga negara berhak memperoleh pelayanan yang adil. h. keterbukaan, yaitu Setiap penerima pelayanan dapat dengan mudah mengakses dan memperoleh informasi mengenai pelayanan yang diinginkan. i. akuntabilitas, yaitu Proses penyelenggaraan pelayanan harus dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. j. fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan, yaitu Pemberian kemudahan terhadap kelompok rentan sehingga tercipta keadilan dalam pelayanan. k. ketepatan waktu, yaitu Penyelesaian setiap jenis pelayanan dilakukan tepat waktu sesuai dengan standar pelayanan. l. kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan, yaitu Setiap jenis pelayanan dilakukan secara cepat, mudah, dan terjangkau. (Pasal 4 UU No 25 Tahun 2009) Komponen standar pelayanan sekurang-kurangnya meliputi: a. dasar hukum, yaitu Peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar penyelenggaraan pelayanan. b. persyaratan, yaitu Syarat yang harus dipenuhi dalam pengurusan suatu jenis pelayanan, baik persyaratan teknis maupun administratif. c. sistem, mekanisme, dan prosedur, yaitu Tata cara pelayanan yang dibakukan bagi pemberi dan penerima pelayanan, termasuk pengaduan.
  • 7. d. jangka waktu penyelesaian, yaitu Jangka waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan seluruh proses pelayanan dari setiap jenis pelayanan. e. biaya/tarif, yaitu Ongkos yang dikenakan kepada penerima layanan dalam mengurus dan/atau memperoleh pelayanan dari penyelenggara yang besarnya ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara penyelenggara dan masyarakat. f. produk pelayanan, yaitu Hasil pelayanan yang diberikan dan diterima sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. g. sarana, prasarana, dan/atau fasilitas, yaitu Peralatan dan fasilitas yang diperlukan dalam penyelenggaraan pelayanan, termasuk peralatan dan fasilitas pelayanan bagi kelompok rentan. h. kompetensi pelaksana, yaitu Kemampuan yang harus dimiliki oleh pelaksana meliputi pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan pengalaman. i. pengawasan internal, yaitu Pengendalian yang dilakukan oleh pimpinan satuan kerja atau atasan langsung pelaksana. j. penanganan pengaduan, saran, dan masukan, yaitu Tata cara pelaksanaan penanganan pengaduan dan tindak lanjut. k. jumlah pelaksana, yaitu Tersedianya pelaksana sesuai dengan beban kerja. l. jaminan pelayanan yang memberikan kepastian pelayanan dilaksanakan sesuai dengan standard pelayanan. m. jaminan keamanan dan keselamatan pelayanan dalam bentuk komitmen untuk memberikan rasa aman, bebas dari bahaya, dan risiko keragu-raguan, yaitu Kepastian memberikan rasa aman dan bebas dari bahaya, risiko, dan keragu-raguan. n. evaluasi kinerja pelaksana yaitu Penilaian untuk mengetahui seberapa jauh pelaksanaan kegiatan sesuai dengan standar pelayanan. (Pasal 21 UU No 25 Tahun 2009) Dalam rangka memberikan dukungan informasi terhadap penyelenggaraan pelayanan publik perlu diselenggarakan sistem informasi yang bersifat nasional. Sistem informasi yang bersifat nasional tsb dikelola oleh menteri, dan disediakan kepada masyarakat secara terbuka dan mudah diakses. Penyelenggara berkewajiban mengelola system informasi yang terdiri atas sistem informasi elektronik atau nonelektronik, informasi itu sekurang-kurangnya meliputi: a. profil penyelenggara, yaitu Profil penyelenggara meliputi nama, penanggung jawab, pelaksana, struktur organisasi, anggaran penyelenggaraan, alamat pengaduan, nomor telepon, dan pos-el (email).
  • 8. b. profil pelaksana, yaitu Profil pelaksana meliputi pelaksana yang bertanggung jawab, pelaksana, anggaran pelaksanaan, alamat pengaduan, nomor telepon, dan pos-el (email). c. standar pelayanan, yaitu Standar pelayanan berisi informasi yang lengkap tentang keterangan yang menjelaskan lebih rinci isi standar pelayanan tersebut d. maklumat pelayanan. e. pengelolaan pengaduan, yaitu Pengelolaan pengaduan merupakan proses penanganan pengaduan mulai dari tahap penyeleksian, penelaahan, dan pengklasifikasian sampai dengan kepastian penyelesaian pengaduan. f. penilaian kinerja, yaitu Penilaian kinerja merupakan hasil pelaksanaan penilaian penyelenggaraan pelayananyang dilakukan oleh penyelenggara sendiri, bersama dengan pihak lain, atau oleh pihak lain atas permintaan penyelenggara untuk mengetahui gambaran kinerja pelayanan dengan menggunakan metode penilaian tertentu. (Pasal 23 UU No 25 Tahun 2009) Untuk kebutuhan biaya/tarif pelayanan publik, pada dasarnya merupakan tanggung jawab negara dan/atau masyarakat. Apabila dibebankan kepada masyarakat atau penerima pelayanan, maka penentuan biaya/tarif pelayanan publik tsb ditetapkan dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dan berdasarkan peraturan perundang-undangan. (Pasal 31 UU No 25 Tahun 2009) Pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik dilakukan oleh pengawas internal dan pengawas eksternal. Pengawasan internal penyelenggaraan pelayanan publik dilakukan melalui pengawasan oleh atasan langsung sesuai dengan peraturan perundang- undangan; dan pengawasan oleh pengawas fungsional sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sementara pengawasan eksternal penyelenggaraan pelayanan publik dilakukan melalui: a. pengawasan oleh masyarakat berupa laporan atau pengaduan masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik; b. pengawasan oleh ombudsman sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan c. pengawasan oleh Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota. (Pasal 35 UU No 25 Tahun 2009)
  • 9. Penyelenggara berkewajiban menyediakan sarana pengaduan dan menugaskan pelaksana yang kompeten dalam pengelolaan pengaduan serta berkewajiban mengumumkan nama dan alamat penanggung jawab pengelola pengaduan serta sarana pengaduan yang disediakan. Penyelenggara berkewajiban mengelola pengaduan yang berasal dari penerima pelayanan, rekomendasi ombudsman, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dalam batas waktu tertentu. Penyelenggara berkewajiban menindaklanjuti hasil pengelolaan pengaduan tsb. (Pasal 36 UU No 25 Tahun 2009) Masyarakat berhak mengadukan penyelenggaraan pelayanan publik, apabila; a. penyelenggara yang tidak melaksanakan kewajiban dan/atau melanggar larangan; b. pelaksana yang memberi pelayanan yang tidak sesuai dengan standar pelayanan. Pengaduan tsb ditujukan kepada penyelenggara, ombudsman, dan/atau Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota. (Pasal 40 UU No 25 Tahun 2009) Pengaduan seperti dimaksud diatas diajukan oleh setiap orang yang dirugikan atau oleh pihak lain yang menerima kuasa untuk mewakilinya. Pengaduan tsb dilakukan paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak pengadu menerima pelayanan. Dalam pengaduannya, pengadu dapat memasukkan tuntutan ganti rugi. Dalam keadaan tertentu, nama dan identitas pengadu dapat dirahasiakan. Pengaduan yang disampaikan secara tertulis harus memuat: 1. nama dan alamat lengkap; 2. uraian pelayanan yang tidak sesuai dengan standar pelayanan dan uraian kerugian material atau immaterial yang diderita; 3. permintaan penyelesaian yang diajukan; dan 4. tempat, waktu penyampaian, dan tanda tangan. (Pasal 42 UU No 25 Tahun 2009) Pengaduan tertulis tsb dapat disertai dengan bukti -bukti sebagai pendukung pengaduannya. Dalam hal pengadu membutuhkan dokumen terkait dengan pengaduannya dari penyelenggara dan/atau pelaksana untuk mendukung pembuktiannya itu, penyelenggara dan/atau pelaksana wajib memberikannya. (Pasal 43 UU No 25 Tahun 2009)
  • 10. Penyelenggara dan/atau ombudsman wajib menanggapi pengaduan tertulis oleh masyarakat paling lambat 14 (empat belas) hari sejak pengaduan diterima, yang sekurang-kurangnya berisi informasi lengkap atau tidak lengkapnya materi aduan tertulis tsb. Dalam hal materi aduan tidak lengkap, pengadu melengkapi materi aduannya selambat- lambatnya 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak menerima tanggapan dari penyelenggara atau ombudsman sebagaimana diinformasikan oleh pihak penyelenggara dan/atau ombudsman. Dalam hal berkas pengaduan tidak dilengkapi dalam waktu tsb, maka pengadu dianggap mencabut pengaduannya. (Pasal 44 UU No 25 Tahun 2009) Dalam hal penyelenggara melakukan perbuatan melawan hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik sebagaimana diatur dalam undang-undang pelayanan publik, masyarakat dapat mengajukan gugatan terhadap penyelenggara ke pengadilan. Pengajuan gugatan terhadap penyelenggara, tidak menghapus kewajiban penyelenggara untuk melaksanakan keputusan ombudsman dan/atau penyelenggara. Pengajuan gugatan perbuatan melawan hukum tsb, dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (Pasal 52 UU No 25 Tahun 2009) Dalam hal penyelenggara diduga melakukan tindak pidana dalam penyelenggaraan pelayanan publik sebagaimana diatur dalam undang-undang ini, masyarakat dapat melaporkan penyelenggara kepada pihak berwenang. (Pasal 53 UU No 25 Tahun 2009). Sayangnya pelaksanaan pelayanan publik menurut UU No 25 Tahun 2009 masih memiliki beberapa kendala. Kendala tsb disebabkan oleh belum dikeluarkan Peraturan pemerintah mengenai ruang lingkup, mengenai sistem pelayanan terpadu, mengenai pedoman penyusunan standar pelayanan, mengenai proporsi akses dan kategori kelompok masyarakat, mengenai tata cara pengikutsertaan masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dan Peraturan presiden mengenai mekanisme dan ketentuan pemberian ganti rugi. Strategi pembaharuan melalui inovasi dalam pelayanan publik (Kekuatan Pengaruh) Inovasi sendiri merupakan konsep yang relatif baru dalam literatur administrasi publik (public administration). Hasil penelitian David Mars (dalam Lee, 1970)
  • 11. mengungkapkan bahwa sampai tahun 1966 tidak ditemukan publikasi dari tulisan administrasi publik yang mengulas tentang inovasi. Adapun literatur klasik yang memuat konsep inovasi dalam konteks reformasi antara lain adalah artikel “Innovation in Bureaucratic Institutions” tulisan Alfred Diamant yang dimuat dalam jurnal Public Administration Review (PAR) pada tahun 1967. Selain itu, adalah buku karya Caiden yang berjudul “Administrative Reform”, diterbitkan pada tahun 1969. Dalam bukunya tersebut, Caiden menguraikan inovasi sebagai bagian dari reformasi administrasi (administrative reform). Beberapa tulisan tersebut menandai mulai diperhatikannya inovasi oleh para pakar administrasi publik. Hanya saja, konsep inovasi kemudian masih belum cukup popular dalam ranah administrasi publik dan reformasi administrasi. Inovasi popular dalam bidang tersebut baru pada dekade terakhir. Pada tahun 90 an, new public management (NPM) mulai menggeser hegemoni konsepsi weber dalam reformasi administrasi. Reformasi kemudian mengalami pembelokan arah menuju birokrasi yang mengedepankan hasil, partisipasi, berorientasi pelanggan, digerakan oleh misi, dan desentralisasi (Osborne, 1992). Pada era baru ini, inovasi justru sangat dihargai oleh pendukung gerakan reformasi. Perkembangan terakhir menunjukan kemajuan pada penggunaan istilah inovasi dalam bidang administrasi publik. Secara Substansi UU No 25 tahun 2009 sangat penting dan memuat ketentuan kaidah atau asas yang harus dipenuhi dalam pelayanan publik yaitu: kepentingan umum; kepastian hukum; kesamaan hak; keseimbangan hak dan kewajiban; keprofesionalan; partisipatif; persamaan perlakuan/tidak diskriminatif; keterbukaan; akuntabilitas; fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan;ketepatan waktu; kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan. Atas dasar penjelasan tersebut diatas maka untuk mengukur bagaimana kinerja pelayanan yang optimal maka bisa digunakan ukuran bagaimana pelayanan yang Efisiensi dan ekonomis, Responsivitas, Kesetaraan dan keadilan, partisipasi dan Transparansi. Didalam UU No 25 tahun 2009 terdapat lima hal penting dalam optimalisasi pelayanan publik, kelima hal tersebut adalah :
  • 12. 1. Bahwa dalam penyelenggarana pelayanan publik yang secara utama utama menjadi kewajiban dan beban pemerintah, namun dalam perjalannnaya memungkinkan bahwa pemerintah memiliki keterbatasan dalam memberikan layanan publik yang berkualitas bagi masayarakat. Untuk itu tuntutan adanya kerjasama menjadikan hal penting bagi perbaikan kulaitas pelayanan publik dan ini kemudian diatur dalam pasal 13 tentang Kerja Sama Penyelenggara dengan Pihak Lain dalam pemberian Pelayanan 2. Pengakomodasian hak dan kewajiban dalam pelayanan ( pasal 14 ) 3. Penekanan perlunya Standart Pelayanan ( Pasal 22) dan Juga maklumat Pelayanan (pasal 22) 4. Pentingnya Dukungan Sistim Informasi dalam Pelayanan ( Pasal 23 ) 5. Perlunya peran serta Masyarakat ( Pasal 39) Bentuk-bentuk Inovasi dalam pelayanan publik Citizen Charter Agak sulit untuk menemukan padanan kata yang tepat dari Citizen Charter dalam bahasa Indonesia, tetapi salah satu terjemahan yang kiranya dapat mewakili makna sebenarnya ialah “Kontrak Pelayanan”. Citizen Charter di negara maju kebanyakan diterapkan di negara-negara Anglo-Saxon seperti Inggris dan Irlandia. Belakangan, Citizen Charter juga menjadi bagian penting dari The Charter of Fundamental Rights di Uni Eropa. Hasil dari ujicoba di beberapa daerah di Indonesia membuktikan bahwa sistem ini cukup efektif untuk mengubah paradigma pelayanan publik yang sekarang ini mengalami kebuntuan. Di dalam praktik, Kontrak Pelayanan digunakan untuk mendorong penyedia layanan, pengguna layanan dan stakeholders (pemangku kepentingan, pemegang kunci) lainnya untuk membuat “kesepakatan bersama” tentang jenis, prosedur, biaya, waktu & cara memberikan pelayanan. Tujuan dari terbentuknya Kontrak Pelayanan memang untuk membuat agar pelayanan publik menjadi lebih tanggap atau responsif, transparan dan bertanggungjawab atau akuntabel. Maka perumusan Kontrak Pelayanan itu harus
  • 13. melibatkan para pengguna layanan, seluruh satuan yang terlibat dalam penyediaan layanan, LSM, DPRD, tokoh masyarakat lokal, dan lain-lainnya. Didalam UU No 25 tahun 2009 diatur tentang hak dan kewajiban pelayanan, standart pelayanan, maklumat pelayanan dan keterlibatan masyrakat dalam pelayanan semuanya ini dalam prakteknya bisa terakomodasi dalam Citizen Charter. • Sistem Manajemen Mutu Pelayanan W. Edward deming telah mengembangkan apa yang dinamakan dengan “ Total Quality Management “ ( TQM) / (Manajemen Mutu Terpadu ). TQM merupakan paradigma baru dalam manajemen yang berusaha memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan secara berkesinambungan atas mutu barang, jasa, manusia dan lingkungan organisasi. TQM dapat dicapai dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut : berfokus pada pelanggan, obsesi terhadap mutu, pendekatan ilmiah, komitmen jangka panjang, kerjasama tim, perbaikan sistem berkesinambungan, pendidikan dan pelatihan (Tjiptono, 1997 ). Sementara Gaspersz (1997) menyatakan bahwa mutu pelayanan harus memperhatikan : ketepatan waktu pelayanan, akurasi pelayanan, kesopanan dan keramahan, tanggung jawab, kelengkapan, kemudahan mendapat pelayanan. • E-Government ( E-Gov ) E-Government dalam pelayanan publik menjadi mengemuka setelah sistem tehnologi informasi dan komunikasi ( Information and Comunication Technology / ICT) menjadi alat yang dapat dipergunakan untuk memutus rangkaian hubungan yang sulit antara publik dan pemerintah. E-government atau yang selanjutnya kita akan menyebutnya Digital government, adalah penggunaan teknologi informasi, khususnya internet, untuk menjadikan pelayanan public lebih nyaman, berorientasi kepada konsumen, pembiayaan yang efektif dan sama sekali berbeda dan jalan yang lebih baik. Perkembangan digigov dikendalikan oleh kebutuhan pemerintah akan: memotong pengeluaran dan meningkatkan efisiensi; mempertemukan harapan masyarakat dan meningkatkan hubungan masyarakat; dan memfasilitasi pengembangan ekonomi. E-Goverment sendiri merupakan penggunaan tehnologi terutama aplikasi internet berbasis web untuk meningkatkan akses kepada dan kiriman pelayanan pemerintah keapada warga negara rekanan bisnis pekerja dan entitas pemerintah yang
  • 14. lain ( Mary Maureen Brown dalam Rabin, 2003 : 427). Pemanfaatan E-gov yaitu untuk meningkatkan kualitas pelayanan, pembiayan yang efektif menjadikan hal ini sangat menarik sehingga pemerintah secara strategis mencoba untuk mengaplikasikannya, dengan beberapa penyesuaian misalnya, perubahan pola pikir dan budaya dan menerapkan konsep “faster, better, cheaper” nilai yang muncul dalam e-commerce dalam pelayanan public • Kemitraan Pemerintah dan Swasta Perkembangan paradigma pemerintahan dewasa ini telah mengubah tata kelola pemerintahan menjadi lebih terbuka, sehingga ada pembagian peran dan kerjasama antara unsur-unsur pemerintah, swasta, dan masyarakat. Tuntutan masyarakat terhadap kualitas pelayanan publik yang semakin meningkat mendorong pemerintah untuk berbagi peran dengan unsur-unsur non pemerintah. Pemerintah tidak mungkin lagi mengerjakan semua urusan karena keterbatasan dana dan sumber daya manusia, sehingga kerjasama dan kemitraan dengan pihak-pihak lain harus dilakukan agar kualitas pelayanan publik tetap dapat dipenuhi sesuai dengan tuntutan masyarakat. Berbagai bentuk kerjasama sebenarnya telah dipraktikan sejak lama, antara lain dalam bentuk privatisasi, contracting out, build operation transfer, build own operates, dan model public and private partnership (PPP). PPP merupakan pengaturan antara pemerintah dan sektor swasta untuk menyediakan berbagai jenis pelayanan publik, seperti pembangunan infrastruktur, penyediaan fasilitas fasilitas komunitas, dan berbagai jenis pelayanan lainnya. PPP bercirikan adanya pembagian investasi, risiko, pertanggungjawaban, dan penghargaan antara pemerintah dengan sector swasta yang menjadi mitranya. Pada prinsipnya, dalam PPP, terdapat dua pelaku yang terlibat, yakni pemerintah dan swasta. Keduanya bekerjasama sebagai mitra, dalam hal ini tidak ada pihak yang bersifat membawahi pihak lain. Dalam PPP ada tujuan bersama berdasarkan komitmen yang hendak dicapai, dan berdasarkan komitmen tanggungjawab sendiri. Setiap pihak memberikan input,bisa finansial atau sumber daya lainnya. Kedua belah pihak bersedia menanggung risiko dan pembagian keuntungan berdasarkan pertimbangan input yang diberikan (share) dalam kesepakatan perjanjian.
  • 15. Penutup Seperti di jelaskan di depan bahwa optimalisasi pelayanan publik oleh birokrasi pemerintahan bukanlah pekerjaan mudah seperti halnya membalikkan telapak tangan mengingat pembaharuan tersebut menyangkut pelbagai aspek yang telah membudaya dalam lingkaran birokrasi pemerintahan kita. Solusi untuk melaksanakan optimalisasi pelayanan publik di butuhkan perubahan melalui adopsi dan inovasi program, bahwa adopsi suatu inovasi akan mewujudkan suatu perubahan sosial, yang dapat dilihat dalam kehidupan individu maupun masyarakatnya. Hal ini diartikan sebagai suatu pembentukan struktur sosial baru dalam mencapai tujuan yang diharapkan (optimalisasi pelayanan publik). Reformasi pelayanan publik haruslah dimulai dari aspek yang paling mendasar yaitu reformasi pola pikir (paradigma) penyelenggara pelayanan publik. Reformasi paradigma ini adalah penggeseran pola penyelenggara pelayanan publik dari yang semula “berorientasi pemerintah sebegai penyedia” menjadi pelayan yang “berorientasi pada kebutuhan masyarakat sebagai pengguna”. Dengan begitu tak ada pintu masuk alternatif untuk memulai perbaikan pelayanan publik selain sesegera mungkin mendengarkan suara publik itu sendiri. Situasi di atas memicu gagasan perlu ada upaya mengubah cara berfikir dan bertindak dalam meningkatkan mutu pelayanan publik. Perlu dicari kunci yang tepat bagi aparatur pemerintahan RI untuk membuka pikiran dan hati agar tidak terbelenggu dengan paradigma berfikir yang kurang mendukung dalam pencapaian pelayanan publik yang prima. Dengan demikian, perlu dikaji berbagai variasi model pelakasanaan pelayanan publik yang ideal, sesuai dengan karakteristik Pemerintah Daerah dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia. Sumber daya manusia/ aparatur penyelenggara pelayanan public merupakan aspek penting yang menentukan terlaksana tidaknya pelayanan prima, oleh karenanya dengan reformasi birokrasi termasuk didalamnya perubahan kultur dan mentalitas birokrasi dibarengi dukungan system, sarana dan prasarana yang baik diharapkan dapat mewujudkan pelayanan prima.
  • 16. DAFTAR PUSTAKA Handoko, HT. 1995. Manajemen. Cetakan Kesembilan.Yogyakarta: BPFE. Nawawi, H. Hadari (2003). Kepemimpinan Mengefektifkan Organisasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University press. Pusat Kajian Pemerintahan STPDN. (2002). Manajemen Sumber Daya Aparatur Pemerintah Daerah. Bandung : Fokus Media. Robbins, Stephen P. (2001) Organization Behavior. New Jersey: Prentice Hall International Inc. http://www.djpp.depkumham.go.id/perkembangan-harmonisasi-ruu-tahun-2010/41- harmonisasi-rpp/393-harmonisasi-rpp-tentang-pelaksanaan-undang-undang-nomor-25- tahun-2009-tentang-pelayanan-publik.html www.esdm.go.id/.../963-undang-undang-nomor-25-tahun-2009.html