SlideShare a Scribd company logo
Indepth Report
 Lumpur Lapindo dan
Persaingan Politik 2014




        Dwi Aris Subakti
        Capacity Building
       Yayasan SatuDunia
              2011
Komunikasi pada dasarnya adalah aktifitas atau proses dalam
menyampaikan pesan dari komunikator kepada komunikan dengan
menggunakan saluran tertentu untuk tujuan tertentu yang bisa
memunculkan efek dan juga feed back. Komunikasi sebagai sebuah ilmu
mencoba memahami komunikasi melalui teori-teori yang diuji untuk
menjelaskan fenomena yang terkait dengan produksi, pengolahan dan
efek1.
       Komunikasi juga melakukan kajian terhadap proses komunikasi
baik di dalam percakapan informal, interaksi kelompok, atau komunikasi
massa2. Komunikasi massa pada awalnya masih berbentuk lisan berupa
kemampuan retorika seperti dikemukakan Aristoteles3 dan kemudian
semakin berkembang ketika muncul jurnalisme4. Jurnalisme inilah yang
kemudian menjadi cikal bakal konsep media massa sebagai cara
menyampaikan pesan kepada khalayak.
    Kajian tentang komunikasi massa berkembang menjadi kajian tentang
media massa. Menurut Mc Luhan, media massa apapun bentuk dan isinya
mampu mempengaruhi individu maupun masyarakat. Hal senada juga
disampaikan oleh Harold Adams Innis yang menyatakan bahwa peradaban
dan sejarah ditentukan oleh media yang menonjol pada masanya5.
     Dalam perkembangannya media massa tumbuh menjadi industri.
Terdapat pasar yang cukup besar dalam industri media. Terlebih saat ini
yang dinyatakan sebagai the information age, kebutuhan masyarakat akan
informasi cukup tinggi.
    Industrialisme media memunculkan sistem kapitalisme.
Kapitalisme media setidaknya sudah dibaca oleh Karl Marx dengan
munculnya industri kebudayaan di Amerika6. Bacaan Marx diteruskan
oleh para pemikir Frankfurt School yaitu Adorno dan Hokhaimer.
Horkheimer dan Adorno mengembangkan diskusi tentang apa yang
disebut ”industri kebudayaan” yang merupakan sebutan untuk
industrialisasi dan komersialisasi budaya di bawah hubungan
produksi kapitalis7.

     1 Charless R. Bergerr dan Steven H. Chaffee “The Study of Communication as a
Science” dalam Charless R. Bergerr dan Steven H. Chaffee, “Handbook of
Communication Science”, Sage Publications, London, Edisi II 1989. Hal 17.
     2 Rudolph F. Verdeberber dan Kathleen S. Verdeberber, Communicate, international
Studen Edition, Thomson Wadsworth, USA. Hal 2.
     3
      Brent D Ruben dan Lea P. Stewart, Communication and Human Behavior,
Allan&Bacon A Viacom Company. USA. Edisi IV. 1998, hal, 20-22.
     4
         Ibid, hal 23.
     5 Stephen W. Littlejohn dan Karen A. Foss, Teori Komuniksi, Penerbit Salemba.
Jakarta. 2009. Edisi 9. hal 410.
        6 Mike Wayne, Marxisme and Media Studies; Key Concepts and Contemporary
   Trends, Pluto Press, USA. Chapter III “ Powers of Caiptal: Hollywood Media-
   Industrial Complex” halaman 61-86.
        7 Griffin, EM, “A First Look At Communication Theory” 5th Edition, Mc Grow


                                                                                   1
Masa ini ditandai dengan: a). dijadikannya informasi sebagai
komoditas, b). munculnya media baru dan terjadi penggabungan
media, c). berpengaruhnya ekonomi dan pasar.
     Menurut Denis McQuail, sistem kapitalis ini muncul karena
institusi media tidak bisa dilepaskan dengan industri pasar karena
adanya ketergantungan pada imbalan kerja, teknologi dan kebutuhan
pembiayaan. Selain itu, media meskipun tidak mempunyai kekuasaan
namun institusi media selalu berkaitan dengan kekuasaan negara
karena adanya kesinambungan pemakaian media dengan mekanisme
hukum8.
     Sebagai institusi kapitalis, media lebih berorientasi pada
keuntungan dan upaya untuk mengakumulasikan modal. Akibatnya,
media massa berkompetisi meyajikan produk informasi yang memiliki
keunggulan pasar antara lain informasi politik dan ekonomi. Ketika
modal mengepung media massa, kalangan industri media massa lebih
menyerupai “pedagang”, mengendalikan pers dengan memanfaatkan
kepemilikan saham atau modal untuk mengontrol isi media atau
mengancam institusi media yang “nakal”.
     Kondisi ini terjadi karena tekanan ekonomi kepada media9.
Akibatnya, terjadi pertarungan idiologi di dalam institusi media itu
sendiri. Media berada di persimpangan antara memihak kepada
kepentingan ekonomi atau memenuhi kewajiban moral. Kondisi ini
diperparah dengan adanya konglomerasi pemilikan media oleh
segelintir orang.
     Dalam kasus pemberitaan Lapindo, kondisi tersebut di atas sangat
kental terasa. Aburizal Bakrie dengan cara yang sistematis mencoba
mengubah persepsi publik tentang kasus lumpur Lapindo. Melalui
Group Viva yang membawahi AN Tv, TV One dan Portal Berita Viva
News, pemberitaan tentang Kasus Lapindo diarahkan ke hal-hal yang
menguntungkan Aburizal Bakrie. Ada upaya mengalihkan isu bahwa
Lumpur Lapindo bukanlah kesalahan pengeboran, tetapi akibat dari
gempa bumi Jogja. Dalam upaya “cuci tangan” media milik Bakrie tidak
mau menggunakan istilah Lumpur Lapindo tetapi Lumpur Sidoharjo.
     Di sisi lain, serangan terhadap Aburizal Bakrie juga dilakukan oleh
media massa. Media yang paling getol memberitakan kasus Lapindo
adalah Media Group yang membawahi Media Indonesia dan Metro Tv.


  Hill Companies, USA, 2003. Hal 368.
        8 McQuil, Denis, Teori Komunikasi Massa, Agus Dharma (terj.), Erlangga;
  Jakarta, 1987, hal.40.
        9 Dalam masyarakat ekonomi, tekanan ekonomi yang terjadi di media
  dipengaruhi oleh; (1). financial supporter seperti pemilik modal, pengiklan, konsumen,
  (2). iklim kompetisi (3). masyarakat umum. Louis Alvin Day, “Ethics in Media
  Communication; Cases and Controversies,” Thomson Wadsworth Group, Kanada.
  2003, hal 245-247.



                                                                                      2
Media ini adalah milik Surya Paloh yang merupakan seteru Aburizal
Bakrie ketika memperebutkan kursi Ketua Umum Golkar tahun 2009.
    Pertarungan kepentingan dalam kasus Lapindo dengan
memanfaatkan media ini menarik untuk dikaji. Terlebih, Aburizal
Bakrie adalah tokoh politik yang mempunyai kans besar untuk
mencalonkan diri menjadi calon presiden pada pemilu 2014. Banyak
pihak yang tidak suka terhadap Abu Rizal Bakrie menyerang dengan
Kasus Lumpur Lapindo. Abu Rizal Bakrie yang memiliki media
berusaha mengcounter dan memoles citranya agar terlihat baik dalam
kasus Lapindo.

Keterbukaan Informasi Publik
     Informasi publik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola,
dikirim da/atau diterima oleh suatu badan publik yang berkaitan dengan
penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara, dan penyelenggaraan
badan publik lainnya yang sesuai dengan Undang-undang ini serta
informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik10.
     Keterbukaan informasi publik perlu dilakukan karena hak
memperoleh informasi adalah hak asasi manusia. Keterbukaan informasi
publik merupakan menjadi ciri penting negara demokratis yang
menjunjung tinggi kedaulatan rayta untuk penyelanggaraan negara yang
baik. Keterbukaan informasi publik juga sarana untuk untuk
mengoptimalkan pengawasan terhadap penyelenggaraan negara dan badan
publik lainnya11.
     Joseph Stiglitz, Pemenang Nobel Ekonomi 2001 menyatakan, warga
negara memiliki hak dasar untuk tahu. Jika orang-orang dari negara
manapun ingin pemerintah dan sektor ekonomi bekerja lebih transparan
dan efisien, maka mereka harus berjuang untuk kebebasan menyebarkan
informasi. Mereka harus berjuang mendapatkan hak untuk mengetahui dan
hak untuk mengatakan seperti itu12.
     Berdasarkan definsi tersebut di atas, jika pemerintah ingin transparan
dan efisien dalam mengelola negara, keterbukaan informasi bagi publik
adalah prasyarat yang mutlak harus dilakukan. Pejabat negara sebagai
pemegang jabatan publik dituntut untuk dapat mempertanggungjawabkan
kebijakan dan tindakan politisnya kepada masyarakat. Tanggungjawab ini
termasuk di dalamnya tanggungjawab kolektif di dalam sebuah institusi
atau badan publik13.

       10
          Definisi berdasarkan UU No 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi
  Publik, bab Ketentuan Umum, Pasal 1 ayat 2.
       11
            Ibid, bagian Menimbang.
       12
          Marianus Kleden, Transparansi & Silence; Sebuah Survey Undang-undang
  Akses Informasi di 14 Negara, Tempo& Yayasan Tifa, Jakarta, 2008, hal v. terjemahan
  dari Transparency & Silence; A Survey of Access to Information Law and Practices in
  Fourteen Countries.
   13 Dennis F. Thompson, Etika Politik Pejabat Negara, Yayasan Obor Indonesia,


                                                                                   3
Menurut data Open Society, terdapat 65 negara yang memiliki undang-
undang yang menetapkan bagi publik dalam meminta dan menerima
informasi (UU Akses Informasi atau UU Kebebasan Informasi). Sebanyak
53 undang-undang sudah diadopsi sejak 15 tahun terakhir dan 28
diantaranya diadopsi sejak 200014. Sedangkan teks internasional yang
paling otoritatif tentang hak atas akses informasi adalah rekomendasi yang
dikeluarkan oleh Dewan Eropa yang menetapkan standar minimum
transparansi pemerintah15.
     Dalam mendorong terlaksananya keterbukaan informasi publik, negara
harus mengakui hak masyarakat untuk mendapatkan informasi dan
membuat peraturan atau undang-undang yang mengatur tentang akses
informasi. Hal ini karena, berdasarkan penelitian dari Open Society Justice
Inisiative di 14 negara di seluruh dunia, disebutkan bahwa negara yang
mempunyai Undang-Undang akses informasi lebih terbuka dari pada
negara yang tidak memiliki UU.
     Menurut penelitian tersebut, dari 1.926 permintaan informasi yang
dilakukan oleh Mitra Justice Inisiative di 14 negara, 33% permintaan di
respon oleh negara yang memiliki UU. Sedangkan di negara yang tidak
memiliki UU, respon yang diberikan atas permintaan informasi hanya
mencapai angka 12%16.
     Kesulitan dalam memperoleh beberapa informasi terkait penyebab
maupun proses pemulihan yang terjadi di wilayah terdampak semburan
Lumpur Lapindo dapat dilihat sebagai suatu usaha terencana untuk
mengalihkan isu kesalahan prosedur pengeboran menjadi isu bencana
alam. Kedua penyebab tersebut mempunyai implikasi yang berbeda dari
sisi politis jika dilihat berbagai hal yang melingkupi peristiwa munculnya
semburan.

Ekonomi Politik Media
    Media ekonomi adalah kajian yang khusus menganalisis hubungan
media dan ekonomi. Di dalamnya mencakup bagaimana prinsip ekonomi
digunakan dalam bisnis media17.
    Media ekonomi adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada
operasi bisnis dan aktivitas keuangan perusahaan memproduksi dan

Jakarta, 2000, hal 55-58.
     14 Marianus Kleden, op.cit,hal ix.
     15 Rekomendasi Rec (2002)2 Komite Menteri kepada negara anggota mengenai
akses dokumen resmi (yang diadopsi Komite Negeri pada 21 Februari 2002 pada sidang
ke 784 wakil menteri.
    16 Transparency & Silence; A Survey of Access to Information Law and Practices in
Fourteen Countries, op.cit hal ix.
         17 James Owers, Rod Carveth & Alison Alexander, “An Introduction to Media
   Economic Theory and Practices,” dalam Alisson Alexander, et all (ed), “Media
   Economic; Theori and Practices, Lawrence Erlabaum Associates, New Jersey, 2004,
   hal. 70.



                                                                                   4
menjual output ke industri berbagai media. Ekonomi media membicarakan
tentang apa yang akan diproduksi, bagaimana teknologi dan struktur
organisasi bisa memproduksi dan untuk siapa produksi itu akan
dipasarkan.
     Dalam kajian Ekonomi Media, pertumbuhan media sangat
dipengaruhi oleh makro ekonomi dan mikro ekonomi. Dalam
makroekonomi yang menjadi konsentrasi adalah tingkat konsumsi, Iklim
invenstasi, kebijakan ekonomi dan peraturan, dan yang terakhir adalah
kondisi ekonomi internasional. Dalam mikroekonomi diantaranya;
konsumen, kebijakan perusahaan, pasar, elastisitas permintaan dan
penawaran.
     Kajian tentang Ekonomi media kemudian memunculkan istilah media
komersial atau media bisnis dan di negara industri disebut dengan media
industri. Kondisi ini sesuai dengan yang ciri kelima dari institusi media
yang disampaikan oleh Baschwitz, yaitu media beorientasi kepada
kepentingan konsumen dan iklan. Setidaknya, ada empat ciri dari institusi
media bisnis yaitu; mengutamakan kepetingan komersial, dikuasai oleh
kalangan profesional (bisnis dan jurnalis), cenderung lebih netral, sirkulasi
besar18.
     Teori lain yang bisa digunakan untuk melihat kapitalisme media
adalah teori Political Economic Media. Teori ini menekankan
ketergantungan timbal balik antar institusi yang memegang kekuasaan dan
integrasi media terhadap sumber sosial dan otoritas. Dengan demikian isi
media cenderung melayani kepentingan pemegang kekuasaan politik dan
ekonomi.
     Menurut Moscow, Political Economy Media merupakan kajian
mengenai hubungan-hubungan sosial, khususnya hubungan-hubungan
kekuasaan yang saling membentuk atau mempengaruhi produksi,
distribusi, dan konsumsi sumberdaya19.
     Dalam tinjauan Garnham, institusi media harus dinilai sebagai bagian
dari sistem ekonomi yang bertalian erat dengan sistem politik. Kualitas
pengetahuan tentang masyarakat, yang diproduksi oleh media untuk
masyarakat, sebagian besar dapat ditentukan oleh nilai tukar beragam isi
dalam kondisi yang memaksakan perluasan pasar, dan juga ditentukan oleh
kepentingan ekonomi para pemilik dan penentu kebijakan.
     Kepentingan-kepentingan tersebut, berkonsekuensi pada kurangnya
jumlah sumber media yang independen, munculnya sikap masa bodoh
terhadap khalayak pada sektor kecil serta menciptakan konsentrasi pada
pasar besar20. Pada dasarnya, industri dan kapitalisme media mempunyai

     18 Anwar Arifin, “Komunikasi Politik dan Pers Pancasila”, Yayasan Media
Sejahtera, Jakarta, Hal. 22-23.
      19 Vincent Mosco, Political economy of communications, Sage, London, 1996. hal
25.
    20 Garnham, N., Contribution to a Political Economy of Mass Communication,
Media, Culture and Society 1(2): 123.



                                                                                  5
hubungan yang cukup erat dengan masyarakat. Media massa mampu
memunculkan yang namanya Kontruksi Sosial21.
    Rumusan utama dari pendekatan political economic media adalah
memusatkan perhatian pada media sebagai proses ekonomi yang
menghasilkan komiditi. yang bermodal. Patokan untuk mengidentifikasi
karakteristik ekonomi politik di dalam kapitalisme media adalah customer
requirements, competitive environment, dan social expectation.

Agenda Setting sebagai pengalihan isu lalu Spiral Keheningan
     Pembingkaian (Framing) yang dilakukan media membuat suatu berita
dapat terus menerus ditayangkan di media sehingga muncul sebagai
agenda publik. Kekuatan media massa untuk mengatur kapan pemegang
kepentingan politik “naik panggung” dan “turun panggung” secara
eksplisit menunjukkan bagaimana kuatnya media sebagai pembentuk opini
publik. Seperti yang dikatakan Robert N. Entman, Pembingkaian adalah
proses seleksi dari berbagai aspek realitas sehingga bagian tertentu dari
peristiwa itu lebih menonjol dibandingkan aspek lain.22 Masyarakat akan
menjadikan topik utama yang diangkat oleh media sebagai bahan
perbincangan sehari-hari. Sementara topik yang tidak menjadi bahasan
utama cenderung disimpan.
     Pembingkaian adalah basis dari Teori Agenda Setting yang acap kali
dilakukan media guna membentuk realitas publik. Pengaruh Agenda
setting dalam kehidupan sosial dan budaya sangat besar. Agenda setting
menggambarkan bahwa media demikian berkuasanya sehingga dikatakan
Entman dapat memproyeksi suatu kekuatan, utamanya politik. Dengan
melakukan pengagendaan maka suatu kekuatan politik dapat dimunculkan
atau disembunyikan.
     Dalam kasus Lumpur Lapindo suatu keputusan pengadilan dapat
dilihat sebagai rencana awal suatu perekayasaan yang kemudian dapat
digelembungkan (blow up) secara legal untuk kemudian menjadi bahan
pembentukan opini publik. Opini publik melibas opini-opini parsial yang
tidak memiliki pegangan kekuatan. Sehingga pada akhirnya memaksa
kaum minoritas yang tidak sejalan berada dalam keadaan yang
sesungguhnya tidak disukai atau tidak dipilihnya.
     Daniel G. McDonald dalam sebuah jurnal penelitian komunikasi yang
terbit pada April 2001 menguji data proses pemilihan presiden di AS pada
tahun 1948 dengan menggunakan dasar teori Spiral Keheningan Noelle-
Neumann. Pemilihan tersebut memenangkan Harry S. Truman melawan
Thomas E. Dewey yang juga menjabat Gubernur New York. Dewey
sebelumnya berada di atas angin dan diperkirakan menang dengan mudah
karena unggul dalam perhitungan di atas kertas.

     21 Burhan Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa, Kencana Prenada Media Group,
Jakarta. 2008. hal 38.
    22
       Robert M. Entman.Projections of Power: Framing News, Public Opinion, and
U.S. Foreign Policy. Chicago: University of Chicago Press hal. 5



                                                                                6
Dalam kajiannya McDonald memaparkan bahwa penelitiannya
mengenai hasil pemilihan yang salah prediksi konsisten dengan formulasi
yang ada dalam Teori Spiral Keheningan tersebut. Teori tersebut
mengindikasikan bahwa peran grup referensi dan norma sosial sangat
berpengaruh membentuk opini publik serta pilihan politik individu.
Semakin seorang individu mendapat dukungan terhadap opininya (melalui
grup referens dan media massa) maka semakin yakin akan ekspresi
politiknya termasuk ketika terjadi pemungutan suara.23
     Dengan kata lain, opini publik sangat berpengaruh pada pilihan politik
mayoritas dimana opini tersebut dikendalikan oleh bagaimana media
massa mengemas agenda-agenda politik yang ingin diraih suatu kelompok.




       23
          McDonald, et al. The Spiral of Silence in 1948. Communication Research. Vol
  28 No. 2, April 2001. P139-142.


                                                                                   7
Kerangka Alur Berpikir Teoritis




    Jika penyebab yang ditetapkan adalah kesalahan prosedur maka opini
publik akan dengan mudah terbentuk dan mengarah pada rendahnya
kredibilitas perusahaan-perusahaan dibawah grup Bakrie. Dan ini akan
berpengaruh secara signifikans terhadap kredibilitas Abu Rizal serta partai
Golkar secara keseluruhan.
    Sebaliknya jika penyebab yang ditetapkan ialah bencana alam. Maka
publik dengan lebih mudah digiring pada satu penyebab yang bersifat
ketidakpastian. Termasuk skema penyelesaian ganti rugi.

Gambaran Umum Lumpur Lapindo
      Kasus Lumpur Lapindo terjadi berawal dari pengeboran minyak di
Sumur Banjar Panji 1. Sumur ini terletak di Blok Brantas yang merupakan



                                                                         8
salah satu dari lima blok di cekungan Jawa Timur. Cekungan ini
diperkirakan mempunyai cadangan minyak sebesar 900 juta barel dan gas
700 miliar kubik dan Blok Brantas mempunyai potensi yang cukup besar
diantara empat cekungan lainnya.
     Sumur Banjar Panji 1 dikelola oleh PT Energi Mega Persada Tbk, PT
Medco Energi dan Santos LTD-Australia, melalui anak perusahaan
bernama PT Lapindo Inc24. Sumur Banjar Panji sendiri baru beroperasi
pada Januari 2006. Namun, baru tiga bulan beroperasi, terjadi kecelakaan
pengeboran yang diakibatkan oleh kelalaian perusahaan. Kecelakaan
tersebut menyebabkan keluarnya semburan lumpur yang tidak bisa ditutup
sehingga menenggelamkan puluhan ribu rumah25.
     Pihak Lapindo sebagai operator pemboran mencoba “cuci tangan” atas
kasus yang terjadi. Mereka menyatakan bahwa bocoran lumpur panas
terjadi karena adanya faktor alam yaitu Gempa Bumi Yogyakarta pada 27
Mei 200626. Informasi yang berhubungan dengan kasus ini juga susah
didapatkan oleh warga.
     Kesulitan dalam memperoleh beberapa informasi terkait penyebab
maupun proses pemulihan yang terjadi di wilayah terdampak semburan
Lumpur Lapindo dapat dilihat sebagai suatu usaha terencana untuk
mengalihkan isu kesalahan prosedur pengeboran menjadi isu bencana
alam.
     Keterbukaan informasi publik pada dasarnya adalah alat untuk
mendorong terjadinya transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan tata
kelola sebuah negara. Semakin terbuka informasi di sebuah negara maka
pelaksanaan tata kelola pemerintah tersebut dianggap sebagai tata kelola
pemerintahan yang baik (Good Governance)27. Demikian pula sebaliknya.
     Asian Development Bank (ADB) dalam artikelnya berjudul
Governance: Sound Development Management, menjelaskan good
governance sebagai mekanisme atau cara yang diterapkan dalam
pengelolaan sumberdaya ekonomi dan sosial suatu negara untuk
pembangunan. Dalam implementasinya, ADB menetapkan empat elemen
utama dalam mendorong good governance yaitu accountability,
participation, predictability, dan transparency.
     Alasdair Roberts menyatakan bahwa transparansi adalah “semua
kegiatan dapat dilihat”. Roberts terinspirasi dari sebuah foto kubah kaca di
atas gedung parlemen Jerman karya arsitektur Norman Foster. Dalam
keterangan foto disebutkan bahwa dengan kubah kaca, Foster mengharap,

    24
       Dani Setiawan (ed), Lapindo; Tragedi Kemanusiaan dan Ekologi, Wahana
Lingkungan Hidup, Jakarta, 1998, hal. 43.
    25
      Audit BPK tahun 2007 menyebut kerugian langsung akibat lumpur lapindo sampai
dengan tahun 2015 mencapai hampir Rp20 triliun.
    26
         Dani Setiawan, hal. 7-18.
      27 Agus Wibowo et all, Implementasi Mekanisme Komplain Terhadap Layanan
Publik Berbasis Partisipasi Masyarakat, Pattiro-IDSS-ACCESS-AUS Aid, Jakarta, 2007,
hal. 24.


                                                                                 9
agar semua orang dapat melihat kegiatan yang dilakukan para wakilnya di
parlemen28.
    Dengan transparansi, apapun yang dilakukan didalam melaksanakan
kebijakan publik pada lembaga-lembaga publik akan memberikan
kepercayaan kepada semua orang. Berapapun dana yang dialokasikan
untuk penyelenggaraan kebijakan umum dan bagaimanapun hasilnya
semua orang bisa memberikan penilaian yang positip termasuk
rekomendasi yang membangun29.
    Akses informasi juga akan mendorong akuntabilitas. Definisi
akuntabiltas mengacu kepada pertanggungjawaban pejabat publik dalam
melaksanakan mandatnya. Akuntabilitas mengarahkan pada perilaku dan
sikap responsif aparatur pemerintah terhadap aspirasi dan kebutuhan
masyarakat sebagai pihak yang memberikan mandat kewenangan padanya.
    Untuk memastikan akuntabilitas, maka diperlukan penetapan kriteria
untuk mengukur kinerja pejabat publik, serta mekanisme pengawasan agar
dapat memastikan kinerja pejabat publik sesuai dengan standar atau
peraturan yang ada. Pengukuran akuntabilitas dapat dilakukan dengan cara
evaluasi kinerja dan penggunaan keuangan negara. Evaluasi dilakukan
guna mengetahui sejauh mana efektivitas proses perumusan dan
pelaksanaan kebijakan dan sejauh mana efisiensi dalam penggunaan
sumberdaya30.
    UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU
KIP) menjadi angin segar yang diharapkan dapat menyulap birokrasi yang
awalnya tertutup, menjadi terbuka. UU KIP dapat menjadi instrumen bagi
publik dalam mengawal kinerja birokrasi pemerintah dalam melaksanakan
tugas dan tanggungjawab dalam pembangunan. Keterbukaan informasi
juga akan mendorong pemberdayaan masyarakat. Masyarakat yang
memiliki informasi terkait informasi yang mereka butuhkan akan menjadi
lebih berdaya31.
    Namun demikian dalam kenyataannya sangatlah mustahil untuk
membuka keseluruhan informasi dan kegiatan penyelenggaraan
pemerintahan dan kehidupan politik kepada publik. Mengingat di dalam
penyelenggaraan negara terdapat tarik ulur serta tawar menawar
kepentingan politik.
    Di dalam Undang Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 28F disebutkan
bahwa “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh


    28 Roberts, Alasdair. Blacked Out: Government Secrecy in the Information Age,
Cambridge University Press, New York, 2006.
     29 Viviek Ramkumar, Uang kami Tanggungjawab Kami; Upaya masyarakat Sipil
untuk Memantau dan Mempengaruhi Kualitas Pembelanjaan Pemerintah, PATTIRO-
Ford Foundation, Jakarta, 2009.
     30 I Gusti Agung Rai, Audit Kinerja pada Sektor Publik, Penerbit Selemba Empat,
Jakarta, 2008
   31 Ahmad Nasir (et all), Media Rakyat; Mengorganisasi Diri dengan Informasi”,
Combine Resources Institute, Yogyakarta, 2007.


                                                                                 10
informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya. Jelas
bahwa UUD 1945 menempatkan informasi dan berkomunikasi sebagai
hak warga negara.
     Namun, hak masyarakat untuk mendapatkan informasi masih “jauh
panggang dari api”. Hingga awal tahun 2008, Indonesia belum mempunyai
UU yang mengatur dengan rinci hak masyarakat untuk mengakses
informasi. Setelah berahun-tahun dibahas, baru pada 3 April 2008
pemerintah mengesahkan Undang-undang no 14 tentang Keterbukaan
Informasi Publik.
     Terdapat beberapa alasan yang menjadikan negara kemudian
mengadopsi undang-undang ini. Faktor kampanye masyarakat, tekanan
dari organisasi antar pemerintah dan donor multilateral yang mendorong
nilai transparansi menjadikan negara mengadopsi undang-undang akses
informasi32.
     Dalam kasus Lumpur Lapindo, UU keterbukaan informasi publik
sebenarnya bisa digunakan sebagai rujukan untuk meminta informasi.
Namun, ada banyak kondisi yang mengakibatkan UU ini tidak
dilaksanakan dan masyarakat tidak mendapatkan informasi.
     Kondisi ini diperparah dengan praktek jurnalisme di Indonesia yang
masih belum baik dan berkuasanya pemilik media dalam mengendalikan
pemberitaan. Dalam kasus Lumpur Lapindo, pemberitaan media
terpolarisasi. Media milik Bakrie mencoba membangun opini publik
bahwa kasus Lumpur Lapindo bukan disebabkan oleh kelalaian
perusahaan dalam melakukan pengeboran. Media lain menyebut Lumpur
Lapindo adalah kesalahan pengeboran dan sebagai alat untuk menyerang
Aburizal Bakrie sebagai pemilik.
     Dalam kondisi semacam ini, publik tidak bisa mendapatkan informasi
yang benar. Publik akhirnya hanya menjadi silent majority. Mereka
dikepung oleh kekuatan besar dan justru tidak bisa menyuarakan aspirasi
mereka.


Keterbukaan Informasi Publik dalam Kasus Lapindo
    Meskipun UU KIP sudah disahkan pada April 2008, namun banyak
lembaga pemerintah yang belum siap untuk mengimplementasikannya.
Keterbukaan informasi publik masih menjadi jargon dan belum
diimplementasikan. Hal ini setidaknya bisa dilihat dari Uji Akses di 10
daerah di Indonesia yang dilakukan oleh Koalisi Kebebasan Memperoleh
Informasi Publik. Dari 347 permintaan informasi, 152 ditolak, 93
diabaikan dan hanya 102 yang diterima/diberikan33.
    Ketertutupan lembaga juga terjadi dalam kasus Lumpur Lapindo.
Menurut Selamet Daroyni, Koordinator kampanye keterbukaan informasi
kasus Lumpur Lapindo, berbagai pihak yang terkait kasus itu bungkam


    32 Notulensi diskusi UU KIP di Yayasan SatuDunia, 27/05/2010.
    33 http://kebebasaninformasi.org/v3/2011/01/26/633/


                                                                    11
ketika diminta informasi. Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo
(BPLS) hanya merilis angka korban dari segi berkas tanah yang
bertransaksi dengan PT Minarak Lapindo guna mendapatkan uang ganti
rugi. November 2008, BPLS menyatakan jumlah berkas tanah dan
bangunan korban 13.585—korban dalam batasan kategori Perpres
14/2007. Tapi berapa jiwa yang sesungguhnya tercakup di situ, publik
hanya bisa berasumsi.
     Publik tidak diberitahu berapa persisnya jumlah korban kini, berapa
keluarga, berapa jiwa, berapa desa, dan seterusnya. BPLS tidak pernah
mempublikasikan data tersebut. Wajar jika media pun menyebarkan
informasi simpang siur: korban kadang disebut berjumlah 30 ribu jiwa, 50
ribu jiwa, atau 70 ribu jiwa.
     Koalisi untuk Lapindo kemudian meminta akses informasi publik di
dua ranah, yaitu (1) pemulihan (remedy) dan (2) mitigasi risiko.
Permintaan dilakukan dengan; 1. Berkirim surat untuk Permohonan
informasi, data dan fakta ke semua instansi badan publik, 2. Mendatangi
instansi untuk meminta waktu wawancara ke badan publik, 3. Berkirim
surat untuk meminta waktu guna melakukan wawancara ke badan publik.
     Surat dikirim ke BPLS, Presiden RI (sekretariat negara), Departemen
Pekerjaan Umum, Departemen Sosial, Kementrian Lingkungan Hidup,
Departemen ESDM, Departemen kesehatan, Deparemen kelautan dan
Perikanan , Kepolisian, Kejaksaan, KOMNAS HAM, BAPPENAS,
MEENKO KESRA, BNPB, Pemprov Jawa Timur, PemKab Sidoarjo, DPR
RI (TP2LS), DPRD Jatim (Pansus Lumpur), DPRD Sidoarjp (Pansus
Lumpur), PT Lapindo Brantas , PT Minarak Lapindo Jaya , Kementrian
Pemberdayaan pereampuan dan perlindungan anak, Departemena
Pendidikan Nasional
     Landasan hukum yang digunakan adalah; UU No. 14 tahun 2008
tentang Keterbukaan Informasi Publik, UU No. 32 tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU 24/2007 tentang
Penanggulangan Bencana, UU 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia dan
UU 37/2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia.
     Dari surat yang dikirim ke badan publik, hanya Departemen Sosial,
Departemen Kelautan dan Perikanan, Departemen ESDM, BPNP, KLH,
KOMNAS HAM yang memberikan respon.
         Depsos membalas melalui surat dan menyatakan seluruhnya
          sudah di serahkan ke BPLS.
         Departemen Kelautan dan Perikanan melalui telp menjanjikan
          untuk bertemu tapi tidak ada realisasi.
         Dep ESDM mengarahkan untuk berkirim surat ke 4 Dirjend dan
          tidak satupun yang direspon.
         BNPB membalas surat dan mengatakan tidak terlibat dalam
          penanganan Korban Lumpur Lapindo dan tidak menghimpun
          dokumen apapun.
         KLH menjawab surat dan memberikan sejumlah dokument
          terkait dengan yang meraka kerjakan.


                                                                     12
 KOMNAS HAM Merespon secara Lisan dan sedang
         menyelesaikan laporan penyelidikan.
    Dari upaya mendatangi langsung, hasilnya:
      Umumnya mereka mengetahui adanya UU KIP tersebut namun
         implementasinya tetap saja mereka sebagian besar berdalih
         bahwa mereka mempunyai peraturan yang harus di taati.
      Proses administrasi di bagian humas, mulai dari yang sama sekali
         cukup melihat id card sampai pengisian form dan menyerahkan
         poto copy id card lengkap dengan kartu nama. Namun
         kenyataannya walau semua itu dipenuhi, tetap saja data yang
         diinginkan tidak didapat.
      Sebagian besar instasi yang didatangi seperti cuci tangan, cukup
         dengan mengatakan,” hubungi saja BPLS karena mereka yang
         mengatur semuanya!,”. Bencana lumpur Lapindo sudah di
         politisasi sehingga hanya BPLS yang berhak memberikan
         informasi.

Kasus Lapindo dalam Perspektif Media
     Dalam kasus pemberitaan Lapindo, kondisi pengaruh politik-
ekonomi media sangat terasa. Aburizal Bakrie dengan cara yang
sistematis mencoba mengubah persepsi publik tentang kasus lumpur
Lapindo. Melalui Group Viva yang membawahi AN Tv, TV One dan
Portal Berita Viva News, pemberitaan tentang Kasus Lapindo
diarahkan ke hal-hal yang menguntungkan Aburizal Bakrie.
     Ada upaya mengalihkan isu bahwa Lumpur Lapindo bukanlah
kesalahan pengeboran, tetapi akibat dari gempa bumi Jogja. Dalam
upaya “cuci tangan” media milik Bakrie tidak mau menggunakan
istilah Lumpur Lapindo tetapi Lumpur Sidoharjo.
     Sebagai contoh adalah pemberitaan Viva News dengan judul: “Ada
Gunung Lumpur Purba di Sidoharjo”.
         “Belum lama ini sekelompok ilmuwan geologi Rusia
     menuntaskan riset enam bulan mereka tentang lumpur
     Sidoarjo (LUSI) yang mengungkap temuan cukup mengejutkan.
     Mereka menyimpulkan Lusi disebabkan oleh aktifnya gunung
     lumpur purba di daerah itu, akibat dua gempa yang terjadi
     sebelumnya. Mereka juga menemukan bahwa terdapat dua
     kanal lumpur panas yang berpotensi meletus sewaktu-waktu34”

     Berita lain di Viva News adalah: “Lumpur, Bakrie Keluarkan 6,2
Triliun”. Di dalam berita tersebut ditulis bahwa hingga Agustus,
keluarga Bakrie telah mengeluarkan dana 6,2 triliun untuk bantuan
korban luapam Lumpur Sidoharjo.



      34
           Berita Viva News pada Senin, 4 November 2010


                                                                    13
“Vice President Relations Lapindo Brantas Yuniwati
    Teryana mengatakan, total dana itu dipakai untuk bantuan
    sosial, seperti bantuan pengungsian, pendidikan, dan lain-lain
    sebesar Rp 370 miliar. Penutupan lumpur Rp 873 miiar.
    Pengalihan lumpur ke Kali Porong Rp 1,4 triliun, dan sisanya
    untuk jual beli tanah dan bangunan35”

         Melalui VivaNews.com, juga dilakukan upaya membangun
opini publik bahwa karena Lumpur, kehidupan masyarakat
meningkat.
         "Kehidupan kami lebih meningkat. Tadinya rumah di
    kampung, sekarang sejak ada penggantian tanah, warga
    menjadi meningkat," kata Joko, ketua panitia acara buka
    bersama sekitar 6.000 korban lumpur di Kahuripan Nirwana
    Village, Sidoarjo, Jawa Timur, Rabu, 9 September 200936.

    Di sisi lain, serangan terhadap Aburizal Bakrie juga dilakukan oleh
media massa. Media yang paling getol memberitakan kasus Lapindo
adalah Media Group yang membawahi Media Indonesia dan Metro Tv.
Media ini adalah milik Surya Paloh yang merupakan seteru Aburizal
Bakrie ketika memperebutkan kursi Ketua Umum Golkar tahun 2009.
       Salah satu berita yang ada di situs mediaindonesia.com adalah
berita tentang: “Korban Lumpur Lapindo Tuntut Percepatan Ganti
Rugi”
    Sebanyak 15 orang perwakilan korban lumpur Lapindo dari
    dalam dan luar area peta terdampak melakukan aksi unjuk rasa
    memprotes keterlambatan pembayaran ganti rugi yang
    dilakukan PT Minarak Lapindo Jaya, Senin (27/12)37.

     Jika membandingkan pemberitaan di kedua media tersebut,
sangat berbeda sekali . Terlihat bagaimana media melakukan framing
untuk membuat agenda setting dalam pemberitaan Lapindo. Agenda
setting ini sangat terkait dengan kepentingan pemilik media

Kasus Lapindo untuk Kepentingan Politik
    Kasus Lumpur Lapindo juga sarat dengan perseteruan politik
untuk merebut kekuasaan. Hal ini setidaknya terepresentasikan dalam
pemberitaan media di Viva News dan Media Indonesia.
    Dalam pemberitaan Media Indonesia dengan Judul: “Demokrat usul
Koin untuk Presiden Diubah untuk Lapindo”



       35
            Berita VivaNews.com pada Minggu 6 September 2009.
       36
            Berita VivaNews.com pada Minggu 9 September 2009
       37
            Berita Media Indonesia.com, 27 Desember 2010.


                                                                     14
Gerakan Koin untuk Presiden yang muncul di Komisi III
    DPR RI ternyata mendapatkan reaksi dari Ketua DPP Partai
    Demokrat Benny Kabur Harman. Menurutnya, daripada
    mengumpulkan Koin Presiden lebih baik Koin Lapindo.
        "Lebih baik koin Lapindo," seru Benny ketika ditanya
    mengenai kotak koin yang muncul di area komisi III yang
    dipimpinnya itu. Pengumpulan koin semacam itu, lanjutnya,
    lebih baik dilakukan untuk korban lumpur Lapindo di
    Sidoarjo38.

Viva News yang merupakan milik Aburizal Bakrie juga menggunakan
media untuk kepentingan politik. Hal ini setidaknya terlihat dalam
pemberitaan berjudul: “Ical: Kasus Lumpur dan Pajak Dipolitisasi.
       Ketua Umum DPP Partai Golkar Aburizal Bakrie mengatakan
    masalah lumpur Sidoarjo dan pajak selama ini sengaja dipolitisasi
    untuk memojokkan dirinya.
       Ical mengatakan, masalah Lumpur Sidoarjo sudah selesai di
    pengadilan dan memiliki status hukum tetap, bahwa Lapindo tidak
    bersalah. Meski demikian, keluarga Bakrie tetap membeli tanah milik
    warga.
       Ical menyadari jika dirinya bukan politisi mungkin tidak akan
    diserang segencar itu. "Karena saya dipersepsikan kaya, Golkar, dan
    saya katanya mau jadi capres jadinya begini," tandasnya.

Dari contoh pemberitaan tersebut sangat kental nuansa kepentingan
politik. Media digunakan sebagai alat propaganda untuk tujuan politik
menuju pemilihan presiden 2014.




      38
           Media Indonesia, 27 Januari 2011.


                                                                    15
Kesimpulan

Berdasarkan penelitian, diperoleh kesimpulan:
   A. Dalam kasus Lapindo Right to Know sangat tertutup rapat. Contoh
       informasi korban & kerugian karena berimplikasi terhadap
       pemulihan hak. Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS)
       hanya merilis angka korban dari segi berkas tanah yang
       bertransaksi dengan PT Minarak Lapindo guna mendapatkan uang
       ganti rugi. November 2008, BPLS hanya mendata korban
       berdasarkan Perpres 14/2007. Hasilnya hanya mengeluarkan data
       hanya 13.585 berkas tanah dan bangunan yang menjadi korban.
       Koalisi untuk Lapindo meminta akses informasi publik terkait (1)
       pemulihan (remedy) dan (2) mitigasi risiko. BPLS, Departemen
       Pekerjaan Umum, Departemen Sosial, Kementrian Lingkungan
       Hidup, Departemen ESDM, Departemen kesehatan, Deparemen
       kelautan dan Perikanan , Kepolisian, Kejaksaan, KOMNAS HAM,
       BAPPENAS, MEENKO KESRA, BNPB, dll tidak memberikan
       informasi yang diminta.
   B. Media yang berada di bawah Group Viva (milik Bakrie) selalu
       memberitakan hal-hal yang baik dari Kasus Lapindo. Di sisi lain,
       Media Group (milik Surya Paloh mantan rival ARB di Munas
       Golkar) memberikan kebalikannya.
       Contoh pemberitaan terkait Lumpur Lapindo di Media Indonesia:
            Korban Lumpur Lapindo Tuntut Percepatan Ganti Rugi
              (Media, 27/12-2010)
            Pengusaha Korban lumpur merasa ditipu Lapindo. (24
              Maret 2011).
       Contoh pemberitaan Viva News:
            Korban Lumpur & Keluarga Bakrie Halal Bihalal (3
              Oktober 2009)
            Kehidupan Korban Lumpur Sidoharjo meningkat (9
              September 2009)
            Lumpur; Bakrie mengeluarkan 6,2 Triliun (6 September
              2009)
            BPLS Matangkan konseo wisata lumpur (2 April 2010)
   C. Lapindo digunakan sebagai mesin politik untuk mendapatkan
       simpati dari masyarakat secara umum maupun dukungan dari
       korban. Memanfaatkan Lapindo sebagai isu politik. Lapindo
       menjadi isu panas karena melibatkan kandidat kuat capres dan juga
       menyangkut korban yang jumlahnya cukup besar Daya tarik kasus
       lapindo cukup, banyak orang yang bukan korban namun simpati
       kepada korban.
      Contoh pemberitaan media:
            Ical: Kasus lumpur dan penggelapan pajak dipolitisasi (25
              Januari 2011)



                                                                     16
 Demokrat usul koin untuk presiden diganti koin untuk
             lapindo (27 Januari 2011)


Implikasi Teori
     Opini publik merupakan ranah kajian komunikasi yang memiliki
kedekatan dengan kehidupan politik. Media massa mengelolanya menjadi
aset yang dikelola dari waktu ke waktu sebagai daya jual. Hasil penelitian
McDonald di muka kajian menyebutkan bahwa opini publik mayoritas
dapat mempengaruhi keputusan seseorang ketika pemungutan suara. Hal
ini menggambarkan bagaimana kuatnya peran sebuah opini publik.
     Pembentukan opini publik tidak semata-mata terjadi secara spontan.
Bahkan dalam beberapa hal pembentukannya melalui proses yang kaya
akan perencanaan. Di media massa kehadiran Teori Agenda Setting adalah
nyawa utamanya. Namun dalam pengelolaan komunikasi di tingkat yang
lebih tinggi teori ini pun menjadi bagian yang tak terpisahkan. Dunia
politik selalu bergandengan tangan dengan isu. Mereka yang lihai
mengelola isu relatif dapat mempertahankan kekuasaannya.
     Untuk menguatkan satu opini publik terhadap opini publik lainnya
terdapat aspek grup referensi dan norma sosial yang terdapat dalam
formulasi Teori Spiral Keheningan Noelle-Neumann. Oleh karenanya
untuk memperkuat opini perlu rencana terperinci menggerakkan kedua
aspek tersebut. Bukan hanya membiarkannya berjalan seperti bola salju
yang makin lama makin membesar dan tak terkendali.




                                                                       17
Daftar Pustaka
Alisson Alexander, et all (ed), “Media Economic; Theori and Practices,
    Lawrence Erlabaum Associates, New Jersey, 2004.
Anwar Arifin, “Komunikasi Politik dan Pers Pancasila”, Yayasan Media
    Sejahtera, Jakarta.
Brent D Ruben dan Lea P. Stewart, Communication and Human Behavior,
    Allan&Bacon A Viacom Company. USA. Edisi IV. 1998.
Burhan Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa, Kencana Prenada Media
    Group, Jakarta. 2008.
Charless R. Bergerr dan Steven H. Chaffee, “Handbook of Communication
    Science”, Sage Publications, London, Edisi II 1989.
Dani Setiawan (ed), Lapindo; Tragedi Kemanusiaan dan Ekologi, Wahana
    Lingkungan Hidup, Jakarta, 1998, hal. 43.
Dennis F. Thompson, Etika Politik Pejabat Negara, Yayasan Obor
    Indonesia, Jakarta, 2000.
Garnham, N., Contribution to a Political Economy of Mass
    Communication, Media, Culture and Society 1(2): 123.
Griffin, EM, “A First Look At Communication Theory” 5th Edition, Mc
    Grow Hill Companies, USA, 2003.
Louis Alvin Day, “Ethics in Media Communication; Cases and
    Controversies,” Thomson Wadsworth Group, Kanada. 2003.
Marianus Kleden, Transparansi & Silence; Sebuah Survey Undang-
    undang Akses Informasi di 14 Negara, Tempo& Yayasan Tifa, Jakarta,
    2008, hal v. terjemahan dari Transparency & Silence; A Survey of
    Access to Information Law and Practices in Fourteen Countries.
McDonald, et al. The Spiral of Silence in 1948. Communication Research.
    Vol 28 No. 2, April 2001.
McQuil, Denis, Teori Komunikasi Massa, Agus Dharma (terj.), Erlangga;
    Jakarta, 1987.
Mike Wayne, Marxisme and Media Studies; Key Concepts and
    Contemporary Trends, Pluto Press, USA. Chapter III “ Powers of
    Caiptal: Hollywood Media-Industrial Complex”.
Robert M. Entman.Projections of Power: Framing News, Public Opinion,
    and U.S. Foreign Policy. Chicago: University of Chicago Press.
Rudolph F. Verdeberber dan Kathleen S. Verdeberber, Communicate,
    international Studen Edition, Thomson Wadsworth, USA.
Stephen W. Littlejohn dan Karen A. Foss, Teori Komuniksi, Penerbit
    Salemba. Jakarta. 2009. Edisi 9.
Vincent Mosco, Political economy of communications, Sage, London,
    1996


Sumber Media
Berita Media Indonesia.com, 27 Desember 2010.
Berita Viva News pada Senin, 4 November 2010


                                                                    18
Berita VivaNews.com pada Minggu 6 September 2009.
Berita VivaNews.com pada Minggu 9 September 2009
http://kebebasaninformasi.org/v3/2011/01/26/633/




                                                    19

More Related Content

What's hot

Media dan Politik Indonesia
Media dan Politik IndonesiaMedia dan Politik Indonesia
Media dan Politik Indonesia
windari27
 
Media dan ekonomi masalah (pp)
Media dan ekonomi masalah (pp)Media dan ekonomi masalah (pp)
Media dan ekonomi masalah (pp)
yuls1423
 
Isu politik di media sosial (perspektif konstruksi realitas media)
Isu politik di media sosial (perspektif konstruksi realitas media)Isu politik di media sosial (perspektif konstruksi realitas media)
Isu politik di media sosial (perspektif konstruksi realitas media)
Lusianai Waode
 
Pengaruh media massa terhadap budaya konsumerisme masyarakat
Pengaruh media massa terhadap budaya konsumerisme masyarakatPengaruh media massa terhadap budaya konsumerisme masyarakat
Pengaruh media massa terhadap budaya konsumerisme masyarakat
Islamic University
 
Globalisasi kelompok
Globalisasi kelompokGlobalisasi kelompok
Globalisasi kelompok
Wiro Saksana
 
Syarifudin, dakwah melalui media cetak
Syarifudin, dakwah melalui media cetakSyarifudin, dakwah melalui media cetak
Syarifudin, dakwah melalui media cetakSyarifudin Amq
 
KOMUNIKASI POLITIK - Demagog Politik
KOMUNIKASI POLITIK - Demagog PolitikKOMUNIKASI POLITIK - Demagog Politik
KOMUNIKASI POLITIK - Demagog Politik
Diana Amelia Bagti
 
Makalah komunikasi massa
Makalah komunikasi massaMakalah komunikasi massa
Makalah komunikasi massa
BayuTrsna
 
Tm 1 transformasi dunia cyber
Tm 1 transformasi dunia cyberTm 1 transformasi dunia cyber
Tm 1 transformasi dunia cyber
RifkyAnanKurniawan
 
Pancasila kelompok 5
Pancasila kelompok 5Pancasila kelompok 5
Pancasila kelompok 5
adminpancasilamanaje1
 
Efek media
Efek mediaEfek media
Efek media
Ratih Aini
 
Pers
PersPers
Media baru – teori baru
Media baru – teori baruMedia baru – teori baru
Media baru – teori baru
Sirajuddin Lathif
 
Media massa
Media massaMedia massa
Media massaiyukara
 
Yuniyati uts tik
Yuniyati  uts tikYuniyati  uts tik
Yuniyati uts tik
YuniyatiMartince
 
Digital Strategy dalam kampanye periklanan Bintang Tujuh Masuk Angin
Digital Strategy dalam kampanye periklanan Bintang Tujuh Masuk AnginDigital Strategy dalam kampanye periklanan Bintang Tujuh Masuk Angin
Digital Strategy dalam kampanye periklanan Bintang Tujuh Masuk Angin
Affan Ryandi
 

What's hot (17)

Media dan Politik Indonesia
Media dan Politik IndonesiaMedia dan Politik Indonesia
Media dan Politik Indonesia
 
Media dan ekonomi masalah (pp)
Media dan ekonomi masalah (pp)Media dan ekonomi masalah (pp)
Media dan ekonomi masalah (pp)
 
Isu politik di media sosial (perspektif konstruksi realitas media)
Isu politik di media sosial (perspektif konstruksi realitas media)Isu politik di media sosial (perspektif konstruksi realitas media)
Isu politik di media sosial (perspektif konstruksi realitas media)
 
Pengaruh media massa terhadap budaya konsumerisme masyarakat
Pengaruh media massa terhadap budaya konsumerisme masyarakatPengaruh media massa terhadap budaya konsumerisme masyarakat
Pengaruh media massa terhadap budaya konsumerisme masyarakat
 
Globalisasi kelompok
Globalisasi kelompokGlobalisasi kelompok
Globalisasi kelompok
 
Syarifudin, dakwah melalui media cetak
Syarifudin, dakwah melalui media cetakSyarifudin, dakwah melalui media cetak
Syarifudin, dakwah melalui media cetak
 
Manajement aksi
Manajement aksiManajement aksi
Manajement aksi
 
KOMUNIKASI POLITIK - Demagog Politik
KOMUNIKASI POLITIK - Demagog PolitikKOMUNIKASI POLITIK - Demagog Politik
KOMUNIKASI POLITIK - Demagog Politik
 
Makalah komunikasi massa
Makalah komunikasi massaMakalah komunikasi massa
Makalah komunikasi massa
 
Tm 1 transformasi dunia cyber
Tm 1 transformasi dunia cyberTm 1 transformasi dunia cyber
Tm 1 transformasi dunia cyber
 
Pancasila kelompok 5
Pancasila kelompok 5Pancasila kelompok 5
Pancasila kelompok 5
 
Efek media
Efek mediaEfek media
Efek media
 
Pers
PersPers
Pers
 
Media baru – teori baru
Media baru – teori baruMedia baru – teori baru
Media baru – teori baru
 
Media massa
Media massaMedia massa
Media massa
 
Yuniyati uts tik
Yuniyati  uts tikYuniyati  uts tik
Yuniyati uts tik
 
Digital Strategy dalam kampanye periklanan Bintang Tujuh Masuk Angin
Digital Strategy dalam kampanye periklanan Bintang Tujuh Masuk AnginDigital Strategy dalam kampanye periklanan Bintang Tujuh Masuk Angin
Digital Strategy dalam kampanye periklanan Bintang Tujuh Masuk Angin
 

Similar to Indepth report lumpur lapindo dan persaingan politik 2014 satu_dunia

4 kualitas berita_media_dampak
4 kualitas berita_media_dampak4 kualitas berita_media_dampak
4 kualitas berita_media_dampakMona Meliala
 
Syarifudin, dakwah melalui media cetak
Syarifudin, dakwah melalui media cetakSyarifudin, dakwah melalui media cetak
Syarifudin, dakwah melalui media cetakSyarifudin Amq
 
Syarifudin, dakwah melalui media cetak
Syarifudin, dakwah melalui media cetakSyarifudin, dakwah melalui media cetak
Syarifudin, dakwah melalui media cetakSyarifudin Amq
 
pemerintah dan masyaerakat terhadap public shepere
pemerintah dan masyaerakat terhadap public sheperepemerintah dan masyaerakat terhadap public shepere
pemerintah dan masyaerakat terhadap public shepere
penugasanupn
 
Mengurai Fenomena Penyebaran Hoax di Era Digital.pptx
Mengurai Fenomena Penyebaran Hoax di Era Digital.pptxMengurai Fenomena Penyebaran Hoax di Era Digital.pptx
Mengurai Fenomena Penyebaran Hoax di Era Digital.pptx
DanaAnjani
 
demokrasi bukan sekedar narasi (Materi 4).ppt
demokrasi bukan sekedar narasi (Materi 4).pptdemokrasi bukan sekedar narasi (Materi 4).ppt
demokrasi bukan sekedar narasi (Materi 4).ppt
ChandraSetyawan10
 
Agenda Setting Theory
Agenda Setting TheoryAgenda Setting Theory
Agenda Setting Theory
mankoma2012
 
Teori pers
Teori persTeori pers
Teori pers
Aqsathya Chan
 
Vol 1 no_1_desember_2014_2_joko_martono-3f81a-2142_520
Vol 1 no_1_desember_2014_2_joko_martono-3f81a-2142_520Vol 1 no_1_desember_2014_2_joko_martono-3f81a-2142_520
Vol 1 no_1_desember_2014_2_joko_martono-3f81a-2142_520
STISIPWIDURI
 
Makalah Sistem Komunikasi Indonesia
Makalah Sistem Komunikasi IndonesiaMakalah Sistem Komunikasi Indonesia
Makalah Sistem Komunikasi IndonesiaDewi Mauly Syahidah
 
Agenda Setting Theory
Agenda Setting TheoryAgenda Setting Theory
Agenda Setting Theory
mankoma2012
 
Media Berhaluan Liberal/Kapitalis, Media Berhaluan Partisan/Nasionalis
Media Berhaluan Liberal/Kapitalis, Media Berhaluan Partisan/NasionalisMedia Berhaluan Liberal/Kapitalis, Media Berhaluan Partisan/Nasionalis
Media Berhaluan Liberal/Kapitalis, Media Berhaluan Partisan/Nasionalis
OppyOscarina
 
Komunikasi massa dan pemerintah
Komunikasi massa dan pemerintahKomunikasi massa dan pemerintah
Komunikasi massa dan pemerintahUIN Surabaya
 
Teori Agenda Setting
Teori Agenda SettingTeori Agenda Setting
Teori Agenda Setting
Ditsa Fristianelis
 
Yuniyati uts tik
Yuniyati  uts tikYuniyati  uts tik
Yuniyati uts tik
YuniyatiMartince
 
Pakar SEO Indonesia : Strategi Menjaga Citra Polri Di Media Sosial
Pakar SEO Indonesia : Strategi Menjaga Citra Polri Di Media SosialPakar SEO Indonesia : Strategi Menjaga Citra Polri Di Media Sosial
Pakar SEO Indonesia : Strategi Menjaga Citra Polri Di Media Sosial
Pakar SEO Indonesia
 
Etika komunikasi massa
Etika komunikasi massaEtika komunikasi massa
Etika komunikasi massa
Hafiza .h
 

Similar to Indepth report lumpur lapindo dan persaingan politik 2014 satu_dunia (20)

4 kualitas berita_media_dampak
4 kualitas berita_media_dampak4 kualitas berita_media_dampak
4 kualitas berita_media_dampak
 
Syarifudin, dakwah melalui media cetak
Syarifudin, dakwah melalui media cetakSyarifudin, dakwah melalui media cetak
Syarifudin, dakwah melalui media cetak
 
Syarifudin, dakwah melalui media cetak
Syarifudin, dakwah melalui media cetakSyarifudin, dakwah melalui media cetak
Syarifudin, dakwah melalui media cetak
 
pemerintah dan masyaerakat terhadap public shepere
pemerintah dan masyaerakat terhadap public sheperepemerintah dan masyaerakat terhadap public shepere
pemerintah dan masyaerakat terhadap public shepere
 
Mengurai Fenomena Penyebaran Hoax di Era Digital.pptx
Mengurai Fenomena Penyebaran Hoax di Era Digital.pptxMengurai Fenomena Penyebaran Hoax di Era Digital.pptx
Mengurai Fenomena Penyebaran Hoax di Era Digital.pptx
 
demokrasi bukan sekedar narasi (Materi 4).ppt
demokrasi bukan sekedar narasi (Materi 4).pptdemokrasi bukan sekedar narasi (Materi 4).ppt
demokrasi bukan sekedar narasi (Materi 4).ppt
 
Agenda Setting Theory
Agenda Setting TheoryAgenda Setting Theory
Agenda Setting Theory
 
Teori pers
Teori persTeori pers
Teori pers
 
Vol 1 no_1_desember_2014_2_joko_martono-3f81a-2142_520
Vol 1 no_1_desember_2014_2_joko_martono-3f81a-2142_520Vol 1 no_1_desember_2014_2_joko_martono-3f81a-2142_520
Vol 1 no_1_desember_2014_2_joko_martono-3f81a-2142_520
 
Makalah Sistem Komunikasi Indonesia
Makalah Sistem Komunikasi IndonesiaMakalah Sistem Komunikasi Indonesia
Makalah Sistem Komunikasi Indonesia
 
Isi
IsiIsi
Isi
 
Agenda Setting Theory
Agenda Setting TheoryAgenda Setting Theory
Agenda Setting Theory
 
Media Berhaluan Liberal/Kapitalis, Media Berhaluan Partisan/Nasionalis
Media Berhaluan Liberal/Kapitalis, Media Berhaluan Partisan/NasionalisMedia Berhaluan Liberal/Kapitalis, Media Berhaluan Partisan/Nasionalis
Media Berhaluan Liberal/Kapitalis, Media Berhaluan Partisan/Nasionalis
 
8
88
8
 
Kliping
KlipingKliping
Kliping
 
Komunikasi massa dan pemerintah
Komunikasi massa dan pemerintahKomunikasi massa dan pemerintah
Komunikasi massa dan pemerintah
 
Teori Agenda Setting
Teori Agenda SettingTeori Agenda Setting
Teori Agenda Setting
 
Yuniyati uts tik
Yuniyati  uts tikYuniyati  uts tik
Yuniyati uts tik
 
Pakar SEO Indonesia : Strategi Menjaga Citra Polri Di Media Sosial
Pakar SEO Indonesia : Strategi Menjaga Citra Polri Di Media SosialPakar SEO Indonesia : Strategi Menjaga Citra Polri Di Media Sosial
Pakar SEO Indonesia : Strategi Menjaga Citra Polri Di Media Sosial
 
Etika komunikasi massa
Etika komunikasi massaEtika komunikasi massa
Etika komunikasi massa
 

More from SatuDunia Foundation

Ubah kebijakan media dan telematika di indonesia upload
Ubah kebijakan media dan telematika di indonesia uploadUbah kebijakan media dan telematika di indonesia upload
Ubah kebijakan media dan telematika di indonesia uploadSatuDunia Foundation
 
Policy Paper NGOs Kebijakan Telematika
Policy Paper NGOs Kebijakan TelematikaPolicy Paper NGOs Kebijakan Telematika
Policy Paper NGOs Kebijakan TelematikaSatuDunia Foundation
 
Indepth report belajar dari gerakan sosial digital di indonesia
Indepth report belajar dari gerakan sosial digital di indonesiaIndepth report belajar dari gerakan sosial digital di indonesia
Indepth report belajar dari gerakan sosial digital di indonesiaSatuDunia Foundation
 
A-Z Konvergensi Telematika
A-Z Konvergensi TelematikaA-Z Konvergensi Telematika
A-Z Konvergensi Telematika
SatuDunia Foundation
 
Indepth report belajar dari kasus lapindo
Indepth report belajar dari kasus lapindoIndepth report belajar dari kasus lapindo
Indepth report belajar dari kasus lapindoSatuDunia Foundation
 
Mapping Media Policy in Indonesia
Mapping Media Policy in IndonesiaMapping Media Policy in Indonesia
Mapping Media Policy in Indonesia
SatuDunia Foundation
 
Laporan akhir tahun ruu konvergensi telematika 2011
Laporan akhir tahun ruu konvergensi telematika 2011Laporan akhir tahun ruu konvergensi telematika 2011
Laporan akhir tahun ruu konvergensi telematika 2011SatuDunia Foundation
 
Presentation media briefing (firdaus cahyadi)
Presentation media briefing (firdaus cahyadi)Presentation media briefing (firdaus cahyadi)
Presentation media briefing (firdaus cahyadi)SatuDunia Foundation
 
Warta tkpkd lombok tengah edisi ii
Warta tkpkd lombok tengah edisi iiWarta tkpkd lombok tengah edisi ii
Warta tkpkd lombok tengah edisi iiSatuDunia Foundation
 
Id mdgr2007 advokasi_bahasa
Id mdgr2007 advokasi_bahasaId mdgr2007 advokasi_bahasa
Id mdgr2007 advokasi_bahasa
SatuDunia Foundation
 
2 peta-jalan-percepatan-pencapaian-tujuan-pembangunan-milenium-di-indonesia -...
2 peta-jalan-percepatan-pencapaian-tujuan-pembangunan-milenium-di-indonesia -...2 peta-jalan-percepatan-pencapaian-tujuan-pembangunan-milenium-di-indonesia -...
2 peta-jalan-percepatan-pencapaian-tujuan-pembangunan-milenium-di-indonesia -...
SatuDunia Foundation
 
1 laporan-pencapaian-tujuan-pembangunan-milenium-indonesia-2010 -201011181321...
1 laporan-pencapaian-tujuan-pembangunan-milenium-indonesia-2010 -201011181321...1 laporan-pencapaian-tujuan-pembangunan-milenium-indonesia-2010 -201011181321...
1 laporan-pencapaian-tujuan-pembangunan-milenium-indonesia-2010 -201011181321...
SatuDunia Foundation
 
Mereka berani melawan pemiskinan
Mereka berani melawan pemiskinanMereka berani melawan pemiskinan
Mereka berani melawan pemiskinan
SatuDunia Foundation
 
Konvergensi industri media dan hak publik
Konvergensi industri media dan hak publikKonvergensi industri media dan hak publik
Konvergensi industri media dan hak publik
SatuDunia Foundation
 
Hiv aids dan media sosial aditya wardana
Hiv aids dan media sosial  aditya wardanaHiv aids dan media sosial  aditya wardana
Hiv aids dan media sosial aditya wardana
SatuDunia Foundation
 

More from SatuDunia Foundation (20)

Posterkursuskm 02-2012
Posterkursuskm 02-2012Posterkursuskm 02-2012
Posterkursuskm 02-2012
 
Ubah kebijakan media dan telematika di indonesia upload
Ubah kebijakan media dan telematika di indonesia uploadUbah kebijakan media dan telematika di indonesia upload
Ubah kebijakan media dan telematika di indonesia upload
 
Policy Paper NGOs Kebijakan Telematika
Policy Paper NGOs Kebijakan TelematikaPolicy Paper NGOs Kebijakan Telematika
Policy Paper NGOs Kebijakan Telematika
 
Indepth report belajar dari gerakan sosial digital di indonesia
Indepth report belajar dari gerakan sosial digital di indonesiaIndepth report belajar dari gerakan sosial digital di indonesia
Indepth report belajar dari gerakan sosial digital di indonesia
 
A-Z Konvergensi Telematika
A-Z Konvergensi TelematikaA-Z Konvergensi Telematika
A-Z Konvergensi Telematika
 
Komik publikasi KM 2012
Komik publikasi KM 2012 Komik publikasi KM 2012
Komik publikasi KM 2012
 
Indepth report belajar dari kasus lapindo
Indepth report belajar dari kasus lapindoIndepth report belajar dari kasus lapindo
Indepth report belajar dari kasus lapindo
 
Mapping Media Policy in Indonesia
Mapping Media Policy in IndonesiaMapping Media Policy in Indonesia
Mapping Media Policy in Indonesia
 
Laporan akhir tahun ruu konvergensi telematika 2011
Laporan akhir tahun ruu konvergensi telematika 2011Laporan akhir tahun ruu konvergensi telematika 2011
Laporan akhir tahun ruu konvergensi telematika 2011
 
Presentation media briefing (firdaus cahyadi)
Presentation media briefing (firdaus cahyadi)Presentation media briefing (firdaus cahyadi)
Presentation media briefing (firdaus cahyadi)
 
120216 digital (mujtaba hamdi)
120216 digital (mujtaba hamdi)120216 digital (mujtaba hamdi)
120216 digital (mujtaba hamdi)
 
Warta tkpkd lombok tengah edisi ii
Warta tkpkd lombok tengah edisi iiWarta tkpkd lombok tengah edisi ii
Warta tkpkd lombok tengah edisi ii
 
Id mdgr2007 bahasa
Id mdgr2007 bahasaId mdgr2007 bahasa
Id mdgr2007 bahasa
 
Id mdgr2007 advokasi_bahasa
Id mdgr2007 advokasi_bahasaId mdgr2007 advokasi_bahasa
Id mdgr2007 advokasi_bahasa
 
2 peta-jalan-percepatan-pencapaian-tujuan-pembangunan-milenium-di-indonesia -...
2 peta-jalan-percepatan-pencapaian-tujuan-pembangunan-milenium-di-indonesia -...2 peta-jalan-percepatan-pencapaian-tujuan-pembangunan-milenium-di-indonesia -...
2 peta-jalan-percepatan-pencapaian-tujuan-pembangunan-milenium-di-indonesia -...
 
1 laporan-pencapaian-tujuan-pembangunan-milenium-indonesia-2010 -201011181321...
1 laporan-pencapaian-tujuan-pembangunan-milenium-indonesia-2010 -201011181321...1 laporan-pencapaian-tujuan-pembangunan-milenium-indonesia-2010 -201011181321...
1 laporan-pencapaian-tujuan-pembangunan-milenium-indonesia-2010 -201011181321...
 
Mereka berani melawan pemiskinan
Mereka berani melawan pemiskinanMereka berani melawan pemiskinan
Mereka berani melawan pemiskinan
 
Sapa edisi 1 desember 2011
Sapa edisi 1 desember 2011Sapa edisi 1 desember 2011
Sapa edisi 1 desember 2011
 
Konvergensi industri media dan hak publik
Konvergensi industri media dan hak publikKonvergensi industri media dan hak publik
Konvergensi industri media dan hak publik
 
Hiv aids dan media sosial aditya wardana
Hiv aids dan media sosial  aditya wardanaHiv aids dan media sosial  aditya wardana
Hiv aids dan media sosial aditya wardana
 

Indepth report lumpur lapindo dan persaingan politik 2014 satu_dunia

  • 1. Indepth Report Lumpur Lapindo dan Persaingan Politik 2014 Dwi Aris Subakti Capacity Building Yayasan SatuDunia 2011
  • 2. Komunikasi pada dasarnya adalah aktifitas atau proses dalam menyampaikan pesan dari komunikator kepada komunikan dengan menggunakan saluran tertentu untuk tujuan tertentu yang bisa memunculkan efek dan juga feed back. Komunikasi sebagai sebuah ilmu mencoba memahami komunikasi melalui teori-teori yang diuji untuk menjelaskan fenomena yang terkait dengan produksi, pengolahan dan efek1. Komunikasi juga melakukan kajian terhadap proses komunikasi baik di dalam percakapan informal, interaksi kelompok, atau komunikasi massa2. Komunikasi massa pada awalnya masih berbentuk lisan berupa kemampuan retorika seperti dikemukakan Aristoteles3 dan kemudian semakin berkembang ketika muncul jurnalisme4. Jurnalisme inilah yang kemudian menjadi cikal bakal konsep media massa sebagai cara menyampaikan pesan kepada khalayak. Kajian tentang komunikasi massa berkembang menjadi kajian tentang media massa. Menurut Mc Luhan, media massa apapun bentuk dan isinya mampu mempengaruhi individu maupun masyarakat. Hal senada juga disampaikan oleh Harold Adams Innis yang menyatakan bahwa peradaban dan sejarah ditentukan oleh media yang menonjol pada masanya5. Dalam perkembangannya media massa tumbuh menjadi industri. Terdapat pasar yang cukup besar dalam industri media. Terlebih saat ini yang dinyatakan sebagai the information age, kebutuhan masyarakat akan informasi cukup tinggi. Industrialisme media memunculkan sistem kapitalisme. Kapitalisme media setidaknya sudah dibaca oleh Karl Marx dengan munculnya industri kebudayaan di Amerika6. Bacaan Marx diteruskan oleh para pemikir Frankfurt School yaitu Adorno dan Hokhaimer. Horkheimer dan Adorno mengembangkan diskusi tentang apa yang disebut ”industri kebudayaan” yang merupakan sebutan untuk industrialisasi dan komersialisasi budaya di bawah hubungan produksi kapitalis7. 1 Charless R. Bergerr dan Steven H. Chaffee “The Study of Communication as a Science” dalam Charless R. Bergerr dan Steven H. Chaffee, “Handbook of Communication Science”, Sage Publications, London, Edisi II 1989. Hal 17. 2 Rudolph F. Verdeberber dan Kathleen S. Verdeberber, Communicate, international Studen Edition, Thomson Wadsworth, USA. Hal 2. 3 Brent D Ruben dan Lea P. Stewart, Communication and Human Behavior, Allan&Bacon A Viacom Company. USA. Edisi IV. 1998, hal, 20-22. 4 Ibid, hal 23. 5 Stephen W. Littlejohn dan Karen A. Foss, Teori Komuniksi, Penerbit Salemba. Jakarta. 2009. Edisi 9. hal 410. 6 Mike Wayne, Marxisme and Media Studies; Key Concepts and Contemporary Trends, Pluto Press, USA. Chapter III “ Powers of Caiptal: Hollywood Media- Industrial Complex” halaman 61-86. 7 Griffin, EM, “A First Look At Communication Theory” 5th Edition, Mc Grow 1
  • 3. Masa ini ditandai dengan: a). dijadikannya informasi sebagai komoditas, b). munculnya media baru dan terjadi penggabungan media, c). berpengaruhnya ekonomi dan pasar. Menurut Denis McQuail, sistem kapitalis ini muncul karena institusi media tidak bisa dilepaskan dengan industri pasar karena adanya ketergantungan pada imbalan kerja, teknologi dan kebutuhan pembiayaan. Selain itu, media meskipun tidak mempunyai kekuasaan namun institusi media selalu berkaitan dengan kekuasaan negara karena adanya kesinambungan pemakaian media dengan mekanisme hukum8. Sebagai institusi kapitalis, media lebih berorientasi pada keuntungan dan upaya untuk mengakumulasikan modal. Akibatnya, media massa berkompetisi meyajikan produk informasi yang memiliki keunggulan pasar antara lain informasi politik dan ekonomi. Ketika modal mengepung media massa, kalangan industri media massa lebih menyerupai “pedagang”, mengendalikan pers dengan memanfaatkan kepemilikan saham atau modal untuk mengontrol isi media atau mengancam institusi media yang “nakal”. Kondisi ini terjadi karena tekanan ekonomi kepada media9. Akibatnya, terjadi pertarungan idiologi di dalam institusi media itu sendiri. Media berada di persimpangan antara memihak kepada kepentingan ekonomi atau memenuhi kewajiban moral. Kondisi ini diperparah dengan adanya konglomerasi pemilikan media oleh segelintir orang. Dalam kasus pemberitaan Lapindo, kondisi tersebut di atas sangat kental terasa. Aburizal Bakrie dengan cara yang sistematis mencoba mengubah persepsi publik tentang kasus lumpur Lapindo. Melalui Group Viva yang membawahi AN Tv, TV One dan Portal Berita Viva News, pemberitaan tentang Kasus Lapindo diarahkan ke hal-hal yang menguntungkan Aburizal Bakrie. Ada upaya mengalihkan isu bahwa Lumpur Lapindo bukanlah kesalahan pengeboran, tetapi akibat dari gempa bumi Jogja. Dalam upaya “cuci tangan” media milik Bakrie tidak mau menggunakan istilah Lumpur Lapindo tetapi Lumpur Sidoharjo. Di sisi lain, serangan terhadap Aburizal Bakrie juga dilakukan oleh media massa. Media yang paling getol memberitakan kasus Lapindo adalah Media Group yang membawahi Media Indonesia dan Metro Tv. Hill Companies, USA, 2003. Hal 368. 8 McQuil, Denis, Teori Komunikasi Massa, Agus Dharma (terj.), Erlangga; Jakarta, 1987, hal.40. 9 Dalam masyarakat ekonomi, tekanan ekonomi yang terjadi di media dipengaruhi oleh; (1). financial supporter seperti pemilik modal, pengiklan, konsumen, (2). iklim kompetisi (3). masyarakat umum. Louis Alvin Day, “Ethics in Media Communication; Cases and Controversies,” Thomson Wadsworth Group, Kanada. 2003, hal 245-247. 2
  • 4. Media ini adalah milik Surya Paloh yang merupakan seteru Aburizal Bakrie ketika memperebutkan kursi Ketua Umum Golkar tahun 2009. Pertarungan kepentingan dalam kasus Lapindo dengan memanfaatkan media ini menarik untuk dikaji. Terlebih, Aburizal Bakrie adalah tokoh politik yang mempunyai kans besar untuk mencalonkan diri menjadi calon presiden pada pemilu 2014. Banyak pihak yang tidak suka terhadap Abu Rizal Bakrie menyerang dengan Kasus Lumpur Lapindo. Abu Rizal Bakrie yang memiliki media berusaha mengcounter dan memoles citranya agar terlihat baik dalam kasus Lapindo. Keterbukaan Informasi Publik Informasi publik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim da/atau diterima oleh suatu badan publik yang berkaitan dengan penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara, dan penyelenggaraan badan publik lainnya yang sesuai dengan Undang-undang ini serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik10. Keterbukaan informasi publik perlu dilakukan karena hak memperoleh informasi adalah hak asasi manusia. Keterbukaan informasi publik merupakan menjadi ciri penting negara demokratis yang menjunjung tinggi kedaulatan rayta untuk penyelanggaraan negara yang baik. Keterbukaan informasi publik juga sarana untuk untuk mengoptimalkan pengawasan terhadap penyelenggaraan negara dan badan publik lainnya11. Joseph Stiglitz, Pemenang Nobel Ekonomi 2001 menyatakan, warga negara memiliki hak dasar untuk tahu. Jika orang-orang dari negara manapun ingin pemerintah dan sektor ekonomi bekerja lebih transparan dan efisien, maka mereka harus berjuang untuk kebebasan menyebarkan informasi. Mereka harus berjuang mendapatkan hak untuk mengetahui dan hak untuk mengatakan seperti itu12. Berdasarkan definsi tersebut di atas, jika pemerintah ingin transparan dan efisien dalam mengelola negara, keterbukaan informasi bagi publik adalah prasyarat yang mutlak harus dilakukan. Pejabat negara sebagai pemegang jabatan publik dituntut untuk dapat mempertanggungjawabkan kebijakan dan tindakan politisnya kepada masyarakat. Tanggungjawab ini termasuk di dalamnya tanggungjawab kolektif di dalam sebuah institusi atau badan publik13. 10 Definisi berdasarkan UU No 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, bab Ketentuan Umum, Pasal 1 ayat 2. 11 Ibid, bagian Menimbang. 12 Marianus Kleden, Transparansi & Silence; Sebuah Survey Undang-undang Akses Informasi di 14 Negara, Tempo& Yayasan Tifa, Jakarta, 2008, hal v. terjemahan dari Transparency & Silence; A Survey of Access to Information Law and Practices in Fourteen Countries. 13 Dennis F. Thompson, Etika Politik Pejabat Negara, Yayasan Obor Indonesia, 3
  • 5. Menurut data Open Society, terdapat 65 negara yang memiliki undang- undang yang menetapkan bagi publik dalam meminta dan menerima informasi (UU Akses Informasi atau UU Kebebasan Informasi). Sebanyak 53 undang-undang sudah diadopsi sejak 15 tahun terakhir dan 28 diantaranya diadopsi sejak 200014. Sedangkan teks internasional yang paling otoritatif tentang hak atas akses informasi adalah rekomendasi yang dikeluarkan oleh Dewan Eropa yang menetapkan standar minimum transparansi pemerintah15. Dalam mendorong terlaksananya keterbukaan informasi publik, negara harus mengakui hak masyarakat untuk mendapatkan informasi dan membuat peraturan atau undang-undang yang mengatur tentang akses informasi. Hal ini karena, berdasarkan penelitian dari Open Society Justice Inisiative di 14 negara di seluruh dunia, disebutkan bahwa negara yang mempunyai Undang-Undang akses informasi lebih terbuka dari pada negara yang tidak memiliki UU. Menurut penelitian tersebut, dari 1.926 permintaan informasi yang dilakukan oleh Mitra Justice Inisiative di 14 negara, 33% permintaan di respon oleh negara yang memiliki UU. Sedangkan di negara yang tidak memiliki UU, respon yang diberikan atas permintaan informasi hanya mencapai angka 12%16. Kesulitan dalam memperoleh beberapa informasi terkait penyebab maupun proses pemulihan yang terjadi di wilayah terdampak semburan Lumpur Lapindo dapat dilihat sebagai suatu usaha terencana untuk mengalihkan isu kesalahan prosedur pengeboran menjadi isu bencana alam. Kedua penyebab tersebut mempunyai implikasi yang berbeda dari sisi politis jika dilihat berbagai hal yang melingkupi peristiwa munculnya semburan. Ekonomi Politik Media Media ekonomi adalah kajian yang khusus menganalisis hubungan media dan ekonomi. Di dalamnya mencakup bagaimana prinsip ekonomi digunakan dalam bisnis media17. Media ekonomi adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada operasi bisnis dan aktivitas keuangan perusahaan memproduksi dan Jakarta, 2000, hal 55-58. 14 Marianus Kleden, op.cit,hal ix. 15 Rekomendasi Rec (2002)2 Komite Menteri kepada negara anggota mengenai akses dokumen resmi (yang diadopsi Komite Negeri pada 21 Februari 2002 pada sidang ke 784 wakil menteri. 16 Transparency & Silence; A Survey of Access to Information Law and Practices in Fourteen Countries, op.cit hal ix. 17 James Owers, Rod Carveth & Alison Alexander, “An Introduction to Media Economic Theory and Practices,” dalam Alisson Alexander, et all (ed), “Media Economic; Theori and Practices, Lawrence Erlabaum Associates, New Jersey, 2004, hal. 70. 4
  • 6. menjual output ke industri berbagai media. Ekonomi media membicarakan tentang apa yang akan diproduksi, bagaimana teknologi dan struktur organisasi bisa memproduksi dan untuk siapa produksi itu akan dipasarkan. Dalam kajian Ekonomi Media, pertumbuhan media sangat dipengaruhi oleh makro ekonomi dan mikro ekonomi. Dalam makroekonomi yang menjadi konsentrasi adalah tingkat konsumsi, Iklim invenstasi, kebijakan ekonomi dan peraturan, dan yang terakhir adalah kondisi ekonomi internasional. Dalam mikroekonomi diantaranya; konsumen, kebijakan perusahaan, pasar, elastisitas permintaan dan penawaran. Kajian tentang Ekonomi media kemudian memunculkan istilah media komersial atau media bisnis dan di negara industri disebut dengan media industri. Kondisi ini sesuai dengan yang ciri kelima dari institusi media yang disampaikan oleh Baschwitz, yaitu media beorientasi kepada kepentingan konsumen dan iklan. Setidaknya, ada empat ciri dari institusi media bisnis yaitu; mengutamakan kepetingan komersial, dikuasai oleh kalangan profesional (bisnis dan jurnalis), cenderung lebih netral, sirkulasi besar18. Teori lain yang bisa digunakan untuk melihat kapitalisme media adalah teori Political Economic Media. Teori ini menekankan ketergantungan timbal balik antar institusi yang memegang kekuasaan dan integrasi media terhadap sumber sosial dan otoritas. Dengan demikian isi media cenderung melayani kepentingan pemegang kekuasaan politik dan ekonomi. Menurut Moscow, Political Economy Media merupakan kajian mengenai hubungan-hubungan sosial, khususnya hubungan-hubungan kekuasaan yang saling membentuk atau mempengaruhi produksi, distribusi, dan konsumsi sumberdaya19. Dalam tinjauan Garnham, institusi media harus dinilai sebagai bagian dari sistem ekonomi yang bertalian erat dengan sistem politik. Kualitas pengetahuan tentang masyarakat, yang diproduksi oleh media untuk masyarakat, sebagian besar dapat ditentukan oleh nilai tukar beragam isi dalam kondisi yang memaksakan perluasan pasar, dan juga ditentukan oleh kepentingan ekonomi para pemilik dan penentu kebijakan. Kepentingan-kepentingan tersebut, berkonsekuensi pada kurangnya jumlah sumber media yang independen, munculnya sikap masa bodoh terhadap khalayak pada sektor kecil serta menciptakan konsentrasi pada pasar besar20. Pada dasarnya, industri dan kapitalisme media mempunyai 18 Anwar Arifin, “Komunikasi Politik dan Pers Pancasila”, Yayasan Media Sejahtera, Jakarta, Hal. 22-23. 19 Vincent Mosco, Political economy of communications, Sage, London, 1996. hal 25. 20 Garnham, N., Contribution to a Political Economy of Mass Communication, Media, Culture and Society 1(2): 123. 5
  • 7. hubungan yang cukup erat dengan masyarakat. Media massa mampu memunculkan yang namanya Kontruksi Sosial21. Rumusan utama dari pendekatan political economic media adalah memusatkan perhatian pada media sebagai proses ekonomi yang menghasilkan komiditi. yang bermodal. Patokan untuk mengidentifikasi karakteristik ekonomi politik di dalam kapitalisme media adalah customer requirements, competitive environment, dan social expectation. Agenda Setting sebagai pengalihan isu lalu Spiral Keheningan Pembingkaian (Framing) yang dilakukan media membuat suatu berita dapat terus menerus ditayangkan di media sehingga muncul sebagai agenda publik. Kekuatan media massa untuk mengatur kapan pemegang kepentingan politik “naik panggung” dan “turun panggung” secara eksplisit menunjukkan bagaimana kuatnya media sebagai pembentuk opini publik. Seperti yang dikatakan Robert N. Entman, Pembingkaian adalah proses seleksi dari berbagai aspek realitas sehingga bagian tertentu dari peristiwa itu lebih menonjol dibandingkan aspek lain.22 Masyarakat akan menjadikan topik utama yang diangkat oleh media sebagai bahan perbincangan sehari-hari. Sementara topik yang tidak menjadi bahasan utama cenderung disimpan. Pembingkaian adalah basis dari Teori Agenda Setting yang acap kali dilakukan media guna membentuk realitas publik. Pengaruh Agenda setting dalam kehidupan sosial dan budaya sangat besar. Agenda setting menggambarkan bahwa media demikian berkuasanya sehingga dikatakan Entman dapat memproyeksi suatu kekuatan, utamanya politik. Dengan melakukan pengagendaan maka suatu kekuatan politik dapat dimunculkan atau disembunyikan. Dalam kasus Lumpur Lapindo suatu keputusan pengadilan dapat dilihat sebagai rencana awal suatu perekayasaan yang kemudian dapat digelembungkan (blow up) secara legal untuk kemudian menjadi bahan pembentukan opini publik. Opini publik melibas opini-opini parsial yang tidak memiliki pegangan kekuatan. Sehingga pada akhirnya memaksa kaum minoritas yang tidak sejalan berada dalam keadaan yang sesungguhnya tidak disukai atau tidak dipilihnya. Daniel G. McDonald dalam sebuah jurnal penelitian komunikasi yang terbit pada April 2001 menguji data proses pemilihan presiden di AS pada tahun 1948 dengan menggunakan dasar teori Spiral Keheningan Noelle- Neumann. Pemilihan tersebut memenangkan Harry S. Truman melawan Thomas E. Dewey yang juga menjabat Gubernur New York. Dewey sebelumnya berada di atas angin dan diperkirakan menang dengan mudah karena unggul dalam perhitungan di atas kertas. 21 Burhan Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa, Kencana Prenada Media Group, Jakarta. 2008. hal 38. 22 Robert M. Entman.Projections of Power: Framing News, Public Opinion, and U.S. Foreign Policy. Chicago: University of Chicago Press hal. 5 6
  • 8. Dalam kajiannya McDonald memaparkan bahwa penelitiannya mengenai hasil pemilihan yang salah prediksi konsisten dengan formulasi yang ada dalam Teori Spiral Keheningan tersebut. Teori tersebut mengindikasikan bahwa peran grup referensi dan norma sosial sangat berpengaruh membentuk opini publik serta pilihan politik individu. Semakin seorang individu mendapat dukungan terhadap opininya (melalui grup referens dan media massa) maka semakin yakin akan ekspresi politiknya termasuk ketika terjadi pemungutan suara.23 Dengan kata lain, opini publik sangat berpengaruh pada pilihan politik mayoritas dimana opini tersebut dikendalikan oleh bagaimana media massa mengemas agenda-agenda politik yang ingin diraih suatu kelompok. 23 McDonald, et al. The Spiral of Silence in 1948. Communication Research. Vol 28 No. 2, April 2001. P139-142. 7
  • 9. Kerangka Alur Berpikir Teoritis Jika penyebab yang ditetapkan adalah kesalahan prosedur maka opini publik akan dengan mudah terbentuk dan mengarah pada rendahnya kredibilitas perusahaan-perusahaan dibawah grup Bakrie. Dan ini akan berpengaruh secara signifikans terhadap kredibilitas Abu Rizal serta partai Golkar secara keseluruhan. Sebaliknya jika penyebab yang ditetapkan ialah bencana alam. Maka publik dengan lebih mudah digiring pada satu penyebab yang bersifat ketidakpastian. Termasuk skema penyelesaian ganti rugi. Gambaran Umum Lumpur Lapindo Kasus Lumpur Lapindo terjadi berawal dari pengeboran minyak di Sumur Banjar Panji 1. Sumur ini terletak di Blok Brantas yang merupakan 8
  • 10. salah satu dari lima blok di cekungan Jawa Timur. Cekungan ini diperkirakan mempunyai cadangan minyak sebesar 900 juta barel dan gas 700 miliar kubik dan Blok Brantas mempunyai potensi yang cukup besar diantara empat cekungan lainnya. Sumur Banjar Panji 1 dikelola oleh PT Energi Mega Persada Tbk, PT Medco Energi dan Santos LTD-Australia, melalui anak perusahaan bernama PT Lapindo Inc24. Sumur Banjar Panji sendiri baru beroperasi pada Januari 2006. Namun, baru tiga bulan beroperasi, terjadi kecelakaan pengeboran yang diakibatkan oleh kelalaian perusahaan. Kecelakaan tersebut menyebabkan keluarnya semburan lumpur yang tidak bisa ditutup sehingga menenggelamkan puluhan ribu rumah25. Pihak Lapindo sebagai operator pemboran mencoba “cuci tangan” atas kasus yang terjadi. Mereka menyatakan bahwa bocoran lumpur panas terjadi karena adanya faktor alam yaitu Gempa Bumi Yogyakarta pada 27 Mei 200626. Informasi yang berhubungan dengan kasus ini juga susah didapatkan oleh warga. Kesulitan dalam memperoleh beberapa informasi terkait penyebab maupun proses pemulihan yang terjadi di wilayah terdampak semburan Lumpur Lapindo dapat dilihat sebagai suatu usaha terencana untuk mengalihkan isu kesalahan prosedur pengeboran menjadi isu bencana alam. Keterbukaan informasi publik pada dasarnya adalah alat untuk mendorong terjadinya transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan tata kelola sebuah negara. Semakin terbuka informasi di sebuah negara maka pelaksanaan tata kelola pemerintah tersebut dianggap sebagai tata kelola pemerintahan yang baik (Good Governance)27. Demikian pula sebaliknya. Asian Development Bank (ADB) dalam artikelnya berjudul Governance: Sound Development Management, menjelaskan good governance sebagai mekanisme atau cara yang diterapkan dalam pengelolaan sumberdaya ekonomi dan sosial suatu negara untuk pembangunan. Dalam implementasinya, ADB menetapkan empat elemen utama dalam mendorong good governance yaitu accountability, participation, predictability, dan transparency. Alasdair Roberts menyatakan bahwa transparansi adalah “semua kegiatan dapat dilihat”. Roberts terinspirasi dari sebuah foto kubah kaca di atas gedung parlemen Jerman karya arsitektur Norman Foster. Dalam keterangan foto disebutkan bahwa dengan kubah kaca, Foster mengharap, 24 Dani Setiawan (ed), Lapindo; Tragedi Kemanusiaan dan Ekologi, Wahana Lingkungan Hidup, Jakarta, 1998, hal. 43. 25 Audit BPK tahun 2007 menyebut kerugian langsung akibat lumpur lapindo sampai dengan tahun 2015 mencapai hampir Rp20 triliun. 26 Dani Setiawan, hal. 7-18. 27 Agus Wibowo et all, Implementasi Mekanisme Komplain Terhadap Layanan Publik Berbasis Partisipasi Masyarakat, Pattiro-IDSS-ACCESS-AUS Aid, Jakarta, 2007, hal. 24. 9
  • 11. agar semua orang dapat melihat kegiatan yang dilakukan para wakilnya di parlemen28. Dengan transparansi, apapun yang dilakukan didalam melaksanakan kebijakan publik pada lembaga-lembaga publik akan memberikan kepercayaan kepada semua orang. Berapapun dana yang dialokasikan untuk penyelenggaraan kebijakan umum dan bagaimanapun hasilnya semua orang bisa memberikan penilaian yang positip termasuk rekomendasi yang membangun29. Akses informasi juga akan mendorong akuntabilitas. Definisi akuntabiltas mengacu kepada pertanggungjawaban pejabat publik dalam melaksanakan mandatnya. Akuntabilitas mengarahkan pada perilaku dan sikap responsif aparatur pemerintah terhadap aspirasi dan kebutuhan masyarakat sebagai pihak yang memberikan mandat kewenangan padanya. Untuk memastikan akuntabilitas, maka diperlukan penetapan kriteria untuk mengukur kinerja pejabat publik, serta mekanisme pengawasan agar dapat memastikan kinerja pejabat publik sesuai dengan standar atau peraturan yang ada. Pengukuran akuntabilitas dapat dilakukan dengan cara evaluasi kinerja dan penggunaan keuangan negara. Evaluasi dilakukan guna mengetahui sejauh mana efektivitas proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan sejauh mana efisiensi dalam penggunaan sumberdaya30. UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) menjadi angin segar yang diharapkan dapat menyulap birokrasi yang awalnya tertutup, menjadi terbuka. UU KIP dapat menjadi instrumen bagi publik dalam mengawal kinerja birokrasi pemerintah dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawab dalam pembangunan. Keterbukaan informasi juga akan mendorong pemberdayaan masyarakat. Masyarakat yang memiliki informasi terkait informasi yang mereka butuhkan akan menjadi lebih berdaya31. Namun demikian dalam kenyataannya sangatlah mustahil untuk membuka keseluruhan informasi dan kegiatan penyelenggaraan pemerintahan dan kehidupan politik kepada publik. Mengingat di dalam penyelenggaraan negara terdapat tarik ulur serta tawar menawar kepentingan politik. Di dalam Undang Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 28F disebutkan bahwa “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh 28 Roberts, Alasdair. Blacked Out: Government Secrecy in the Information Age, Cambridge University Press, New York, 2006. 29 Viviek Ramkumar, Uang kami Tanggungjawab Kami; Upaya masyarakat Sipil untuk Memantau dan Mempengaruhi Kualitas Pembelanjaan Pemerintah, PATTIRO- Ford Foundation, Jakarta, 2009. 30 I Gusti Agung Rai, Audit Kinerja pada Sektor Publik, Penerbit Selemba Empat, Jakarta, 2008 31 Ahmad Nasir (et all), Media Rakyat; Mengorganisasi Diri dengan Informasi”, Combine Resources Institute, Yogyakarta, 2007. 10
  • 12. informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya. Jelas bahwa UUD 1945 menempatkan informasi dan berkomunikasi sebagai hak warga negara. Namun, hak masyarakat untuk mendapatkan informasi masih “jauh panggang dari api”. Hingga awal tahun 2008, Indonesia belum mempunyai UU yang mengatur dengan rinci hak masyarakat untuk mengakses informasi. Setelah berahun-tahun dibahas, baru pada 3 April 2008 pemerintah mengesahkan Undang-undang no 14 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Terdapat beberapa alasan yang menjadikan negara kemudian mengadopsi undang-undang ini. Faktor kampanye masyarakat, tekanan dari organisasi antar pemerintah dan donor multilateral yang mendorong nilai transparansi menjadikan negara mengadopsi undang-undang akses informasi32. Dalam kasus Lumpur Lapindo, UU keterbukaan informasi publik sebenarnya bisa digunakan sebagai rujukan untuk meminta informasi. Namun, ada banyak kondisi yang mengakibatkan UU ini tidak dilaksanakan dan masyarakat tidak mendapatkan informasi. Kondisi ini diperparah dengan praktek jurnalisme di Indonesia yang masih belum baik dan berkuasanya pemilik media dalam mengendalikan pemberitaan. Dalam kasus Lumpur Lapindo, pemberitaan media terpolarisasi. Media milik Bakrie mencoba membangun opini publik bahwa kasus Lumpur Lapindo bukan disebabkan oleh kelalaian perusahaan dalam melakukan pengeboran. Media lain menyebut Lumpur Lapindo adalah kesalahan pengeboran dan sebagai alat untuk menyerang Aburizal Bakrie sebagai pemilik. Dalam kondisi semacam ini, publik tidak bisa mendapatkan informasi yang benar. Publik akhirnya hanya menjadi silent majority. Mereka dikepung oleh kekuatan besar dan justru tidak bisa menyuarakan aspirasi mereka. Keterbukaan Informasi Publik dalam Kasus Lapindo Meskipun UU KIP sudah disahkan pada April 2008, namun banyak lembaga pemerintah yang belum siap untuk mengimplementasikannya. Keterbukaan informasi publik masih menjadi jargon dan belum diimplementasikan. Hal ini setidaknya bisa dilihat dari Uji Akses di 10 daerah di Indonesia yang dilakukan oleh Koalisi Kebebasan Memperoleh Informasi Publik. Dari 347 permintaan informasi, 152 ditolak, 93 diabaikan dan hanya 102 yang diterima/diberikan33. Ketertutupan lembaga juga terjadi dalam kasus Lumpur Lapindo. Menurut Selamet Daroyni, Koordinator kampanye keterbukaan informasi kasus Lumpur Lapindo, berbagai pihak yang terkait kasus itu bungkam 32 Notulensi diskusi UU KIP di Yayasan SatuDunia, 27/05/2010. 33 http://kebebasaninformasi.org/v3/2011/01/26/633/ 11
  • 13. ketika diminta informasi. Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) hanya merilis angka korban dari segi berkas tanah yang bertransaksi dengan PT Minarak Lapindo guna mendapatkan uang ganti rugi. November 2008, BPLS menyatakan jumlah berkas tanah dan bangunan korban 13.585—korban dalam batasan kategori Perpres 14/2007. Tapi berapa jiwa yang sesungguhnya tercakup di situ, publik hanya bisa berasumsi. Publik tidak diberitahu berapa persisnya jumlah korban kini, berapa keluarga, berapa jiwa, berapa desa, dan seterusnya. BPLS tidak pernah mempublikasikan data tersebut. Wajar jika media pun menyebarkan informasi simpang siur: korban kadang disebut berjumlah 30 ribu jiwa, 50 ribu jiwa, atau 70 ribu jiwa. Koalisi untuk Lapindo kemudian meminta akses informasi publik di dua ranah, yaitu (1) pemulihan (remedy) dan (2) mitigasi risiko. Permintaan dilakukan dengan; 1. Berkirim surat untuk Permohonan informasi, data dan fakta ke semua instansi badan publik, 2. Mendatangi instansi untuk meminta waktu wawancara ke badan publik, 3. Berkirim surat untuk meminta waktu guna melakukan wawancara ke badan publik. Surat dikirim ke BPLS, Presiden RI (sekretariat negara), Departemen Pekerjaan Umum, Departemen Sosial, Kementrian Lingkungan Hidup, Departemen ESDM, Departemen kesehatan, Deparemen kelautan dan Perikanan , Kepolisian, Kejaksaan, KOMNAS HAM, BAPPENAS, MEENKO KESRA, BNPB, Pemprov Jawa Timur, PemKab Sidoarjo, DPR RI (TP2LS), DPRD Jatim (Pansus Lumpur), DPRD Sidoarjp (Pansus Lumpur), PT Lapindo Brantas , PT Minarak Lapindo Jaya , Kementrian Pemberdayaan pereampuan dan perlindungan anak, Departemena Pendidikan Nasional Landasan hukum yang digunakan adalah; UU No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana, UU 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia dan UU 37/2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia. Dari surat yang dikirim ke badan publik, hanya Departemen Sosial, Departemen Kelautan dan Perikanan, Departemen ESDM, BPNP, KLH, KOMNAS HAM yang memberikan respon.  Depsos membalas melalui surat dan menyatakan seluruhnya sudah di serahkan ke BPLS.  Departemen Kelautan dan Perikanan melalui telp menjanjikan untuk bertemu tapi tidak ada realisasi.  Dep ESDM mengarahkan untuk berkirim surat ke 4 Dirjend dan tidak satupun yang direspon.  BNPB membalas surat dan mengatakan tidak terlibat dalam penanganan Korban Lumpur Lapindo dan tidak menghimpun dokumen apapun.  KLH menjawab surat dan memberikan sejumlah dokument terkait dengan yang meraka kerjakan. 12
  • 14.  KOMNAS HAM Merespon secara Lisan dan sedang menyelesaikan laporan penyelidikan. Dari upaya mendatangi langsung, hasilnya:  Umumnya mereka mengetahui adanya UU KIP tersebut namun implementasinya tetap saja mereka sebagian besar berdalih bahwa mereka mempunyai peraturan yang harus di taati.  Proses administrasi di bagian humas, mulai dari yang sama sekali cukup melihat id card sampai pengisian form dan menyerahkan poto copy id card lengkap dengan kartu nama. Namun kenyataannya walau semua itu dipenuhi, tetap saja data yang diinginkan tidak didapat.  Sebagian besar instasi yang didatangi seperti cuci tangan, cukup dengan mengatakan,” hubungi saja BPLS karena mereka yang mengatur semuanya!,”. Bencana lumpur Lapindo sudah di politisasi sehingga hanya BPLS yang berhak memberikan informasi. Kasus Lapindo dalam Perspektif Media Dalam kasus pemberitaan Lapindo, kondisi pengaruh politik- ekonomi media sangat terasa. Aburizal Bakrie dengan cara yang sistematis mencoba mengubah persepsi publik tentang kasus lumpur Lapindo. Melalui Group Viva yang membawahi AN Tv, TV One dan Portal Berita Viva News, pemberitaan tentang Kasus Lapindo diarahkan ke hal-hal yang menguntungkan Aburizal Bakrie. Ada upaya mengalihkan isu bahwa Lumpur Lapindo bukanlah kesalahan pengeboran, tetapi akibat dari gempa bumi Jogja. Dalam upaya “cuci tangan” media milik Bakrie tidak mau menggunakan istilah Lumpur Lapindo tetapi Lumpur Sidoharjo. Sebagai contoh adalah pemberitaan Viva News dengan judul: “Ada Gunung Lumpur Purba di Sidoharjo”. “Belum lama ini sekelompok ilmuwan geologi Rusia menuntaskan riset enam bulan mereka tentang lumpur Sidoarjo (LUSI) yang mengungkap temuan cukup mengejutkan. Mereka menyimpulkan Lusi disebabkan oleh aktifnya gunung lumpur purba di daerah itu, akibat dua gempa yang terjadi sebelumnya. Mereka juga menemukan bahwa terdapat dua kanal lumpur panas yang berpotensi meletus sewaktu-waktu34” Berita lain di Viva News adalah: “Lumpur, Bakrie Keluarkan 6,2 Triliun”. Di dalam berita tersebut ditulis bahwa hingga Agustus, keluarga Bakrie telah mengeluarkan dana 6,2 triliun untuk bantuan korban luapam Lumpur Sidoharjo. 34 Berita Viva News pada Senin, 4 November 2010 13
  • 15. “Vice President Relations Lapindo Brantas Yuniwati Teryana mengatakan, total dana itu dipakai untuk bantuan sosial, seperti bantuan pengungsian, pendidikan, dan lain-lain sebesar Rp 370 miliar. Penutupan lumpur Rp 873 miiar. Pengalihan lumpur ke Kali Porong Rp 1,4 triliun, dan sisanya untuk jual beli tanah dan bangunan35” Melalui VivaNews.com, juga dilakukan upaya membangun opini publik bahwa karena Lumpur, kehidupan masyarakat meningkat. "Kehidupan kami lebih meningkat. Tadinya rumah di kampung, sekarang sejak ada penggantian tanah, warga menjadi meningkat," kata Joko, ketua panitia acara buka bersama sekitar 6.000 korban lumpur di Kahuripan Nirwana Village, Sidoarjo, Jawa Timur, Rabu, 9 September 200936. Di sisi lain, serangan terhadap Aburizal Bakrie juga dilakukan oleh media massa. Media yang paling getol memberitakan kasus Lapindo adalah Media Group yang membawahi Media Indonesia dan Metro Tv. Media ini adalah milik Surya Paloh yang merupakan seteru Aburizal Bakrie ketika memperebutkan kursi Ketua Umum Golkar tahun 2009. Salah satu berita yang ada di situs mediaindonesia.com adalah berita tentang: “Korban Lumpur Lapindo Tuntut Percepatan Ganti Rugi” Sebanyak 15 orang perwakilan korban lumpur Lapindo dari dalam dan luar area peta terdampak melakukan aksi unjuk rasa memprotes keterlambatan pembayaran ganti rugi yang dilakukan PT Minarak Lapindo Jaya, Senin (27/12)37. Jika membandingkan pemberitaan di kedua media tersebut, sangat berbeda sekali . Terlihat bagaimana media melakukan framing untuk membuat agenda setting dalam pemberitaan Lapindo. Agenda setting ini sangat terkait dengan kepentingan pemilik media Kasus Lapindo untuk Kepentingan Politik Kasus Lumpur Lapindo juga sarat dengan perseteruan politik untuk merebut kekuasaan. Hal ini setidaknya terepresentasikan dalam pemberitaan media di Viva News dan Media Indonesia. Dalam pemberitaan Media Indonesia dengan Judul: “Demokrat usul Koin untuk Presiden Diubah untuk Lapindo” 35 Berita VivaNews.com pada Minggu 6 September 2009. 36 Berita VivaNews.com pada Minggu 9 September 2009 37 Berita Media Indonesia.com, 27 Desember 2010. 14
  • 16. Gerakan Koin untuk Presiden yang muncul di Komisi III DPR RI ternyata mendapatkan reaksi dari Ketua DPP Partai Demokrat Benny Kabur Harman. Menurutnya, daripada mengumpulkan Koin Presiden lebih baik Koin Lapindo. "Lebih baik koin Lapindo," seru Benny ketika ditanya mengenai kotak koin yang muncul di area komisi III yang dipimpinnya itu. Pengumpulan koin semacam itu, lanjutnya, lebih baik dilakukan untuk korban lumpur Lapindo di Sidoarjo38. Viva News yang merupakan milik Aburizal Bakrie juga menggunakan media untuk kepentingan politik. Hal ini setidaknya terlihat dalam pemberitaan berjudul: “Ical: Kasus Lumpur dan Pajak Dipolitisasi. Ketua Umum DPP Partai Golkar Aburizal Bakrie mengatakan masalah lumpur Sidoarjo dan pajak selama ini sengaja dipolitisasi untuk memojokkan dirinya. Ical mengatakan, masalah Lumpur Sidoarjo sudah selesai di pengadilan dan memiliki status hukum tetap, bahwa Lapindo tidak bersalah. Meski demikian, keluarga Bakrie tetap membeli tanah milik warga. Ical menyadari jika dirinya bukan politisi mungkin tidak akan diserang segencar itu. "Karena saya dipersepsikan kaya, Golkar, dan saya katanya mau jadi capres jadinya begini," tandasnya. Dari contoh pemberitaan tersebut sangat kental nuansa kepentingan politik. Media digunakan sebagai alat propaganda untuk tujuan politik menuju pemilihan presiden 2014. 38 Media Indonesia, 27 Januari 2011. 15
  • 17. Kesimpulan Berdasarkan penelitian, diperoleh kesimpulan: A. Dalam kasus Lapindo Right to Know sangat tertutup rapat. Contoh informasi korban & kerugian karena berimplikasi terhadap pemulihan hak. Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) hanya merilis angka korban dari segi berkas tanah yang bertransaksi dengan PT Minarak Lapindo guna mendapatkan uang ganti rugi. November 2008, BPLS hanya mendata korban berdasarkan Perpres 14/2007. Hasilnya hanya mengeluarkan data hanya 13.585 berkas tanah dan bangunan yang menjadi korban. Koalisi untuk Lapindo meminta akses informasi publik terkait (1) pemulihan (remedy) dan (2) mitigasi risiko. BPLS, Departemen Pekerjaan Umum, Departemen Sosial, Kementrian Lingkungan Hidup, Departemen ESDM, Departemen kesehatan, Deparemen kelautan dan Perikanan , Kepolisian, Kejaksaan, KOMNAS HAM, BAPPENAS, MEENKO KESRA, BNPB, dll tidak memberikan informasi yang diminta. B. Media yang berada di bawah Group Viva (milik Bakrie) selalu memberitakan hal-hal yang baik dari Kasus Lapindo. Di sisi lain, Media Group (milik Surya Paloh mantan rival ARB di Munas Golkar) memberikan kebalikannya. Contoh pemberitaan terkait Lumpur Lapindo di Media Indonesia:  Korban Lumpur Lapindo Tuntut Percepatan Ganti Rugi (Media, 27/12-2010)  Pengusaha Korban lumpur merasa ditipu Lapindo. (24 Maret 2011). Contoh pemberitaan Viva News:  Korban Lumpur & Keluarga Bakrie Halal Bihalal (3 Oktober 2009)  Kehidupan Korban Lumpur Sidoharjo meningkat (9 September 2009)  Lumpur; Bakrie mengeluarkan 6,2 Triliun (6 September 2009)  BPLS Matangkan konseo wisata lumpur (2 April 2010) C. Lapindo digunakan sebagai mesin politik untuk mendapatkan simpati dari masyarakat secara umum maupun dukungan dari korban. Memanfaatkan Lapindo sebagai isu politik. Lapindo menjadi isu panas karena melibatkan kandidat kuat capres dan juga menyangkut korban yang jumlahnya cukup besar Daya tarik kasus lapindo cukup, banyak orang yang bukan korban namun simpati kepada korban. Contoh pemberitaan media:  Ical: Kasus lumpur dan penggelapan pajak dipolitisasi (25 Januari 2011) 16
  • 18.  Demokrat usul koin untuk presiden diganti koin untuk lapindo (27 Januari 2011) Implikasi Teori Opini publik merupakan ranah kajian komunikasi yang memiliki kedekatan dengan kehidupan politik. Media massa mengelolanya menjadi aset yang dikelola dari waktu ke waktu sebagai daya jual. Hasil penelitian McDonald di muka kajian menyebutkan bahwa opini publik mayoritas dapat mempengaruhi keputusan seseorang ketika pemungutan suara. Hal ini menggambarkan bagaimana kuatnya peran sebuah opini publik. Pembentukan opini publik tidak semata-mata terjadi secara spontan. Bahkan dalam beberapa hal pembentukannya melalui proses yang kaya akan perencanaan. Di media massa kehadiran Teori Agenda Setting adalah nyawa utamanya. Namun dalam pengelolaan komunikasi di tingkat yang lebih tinggi teori ini pun menjadi bagian yang tak terpisahkan. Dunia politik selalu bergandengan tangan dengan isu. Mereka yang lihai mengelola isu relatif dapat mempertahankan kekuasaannya. Untuk menguatkan satu opini publik terhadap opini publik lainnya terdapat aspek grup referensi dan norma sosial yang terdapat dalam formulasi Teori Spiral Keheningan Noelle-Neumann. Oleh karenanya untuk memperkuat opini perlu rencana terperinci menggerakkan kedua aspek tersebut. Bukan hanya membiarkannya berjalan seperti bola salju yang makin lama makin membesar dan tak terkendali. 17
  • 19. Daftar Pustaka Alisson Alexander, et all (ed), “Media Economic; Theori and Practices, Lawrence Erlabaum Associates, New Jersey, 2004. Anwar Arifin, “Komunikasi Politik dan Pers Pancasila”, Yayasan Media Sejahtera, Jakarta. Brent D Ruben dan Lea P. Stewart, Communication and Human Behavior, Allan&Bacon A Viacom Company. USA. Edisi IV. 1998. Burhan Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa, Kencana Prenada Media Group, Jakarta. 2008. Charless R. Bergerr dan Steven H. Chaffee, “Handbook of Communication Science”, Sage Publications, London, Edisi II 1989. Dani Setiawan (ed), Lapindo; Tragedi Kemanusiaan dan Ekologi, Wahana Lingkungan Hidup, Jakarta, 1998, hal. 43. Dennis F. Thompson, Etika Politik Pejabat Negara, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2000. Garnham, N., Contribution to a Political Economy of Mass Communication, Media, Culture and Society 1(2): 123. Griffin, EM, “A First Look At Communication Theory” 5th Edition, Mc Grow Hill Companies, USA, 2003. Louis Alvin Day, “Ethics in Media Communication; Cases and Controversies,” Thomson Wadsworth Group, Kanada. 2003. Marianus Kleden, Transparansi & Silence; Sebuah Survey Undang- undang Akses Informasi di 14 Negara, Tempo& Yayasan Tifa, Jakarta, 2008, hal v. terjemahan dari Transparency & Silence; A Survey of Access to Information Law and Practices in Fourteen Countries. McDonald, et al. The Spiral of Silence in 1948. Communication Research. Vol 28 No. 2, April 2001. McQuil, Denis, Teori Komunikasi Massa, Agus Dharma (terj.), Erlangga; Jakarta, 1987. Mike Wayne, Marxisme and Media Studies; Key Concepts and Contemporary Trends, Pluto Press, USA. Chapter III “ Powers of Caiptal: Hollywood Media-Industrial Complex”. Robert M. Entman.Projections of Power: Framing News, Public Opinion, and U.S. Foreign Policy. Chicago: University of Chicago Press. Rudolph F. Verdeberber dan Kathleen S. Verdeberber, Communicate, international Studen Edition, Thomson Wadsworth, USA. Stephen W. Littlejohn dan Karen A. Foss, Teori Komuniksi, Penerbit Salemba. Jakarta. 2009. Edisi 9. Vincent Mosco, Political economy of communications, Sage, London, 1996 Sumber Media Berita Media Indonesia.com, 27 Desember 2010. Berita Viva News pada Senin, 4 November 2010 18
  • 20. Berita VivaNews.com pada Minggu 6 September 2009. Berita VivaNews.com pada Minggu 9 September 2009 http://kebebasaninformasi.org/v3/2011/01/26/633/ 19