SlideShare a Scribd company logo
1 of 16
1
IKHLAS BERAMAL
Niat/Motivasi Beramal; Menjauhi Syirik Kecil/Riya
Safitri Ani
Universitas Islam Negeri Raden Fatah
Palembang
2220202191@radenfatah.ac.id
Monica Pertiwi
Universitas Islam Negeri Raden Fatah
Palembang
2220202173@radenfatah.ac.id
Athya Nosa
Universitas Islam Negeri Raden Fatah
Palembang
2220202187@radenfatah.ac.id
Abstrak
The sincere nature of only expecting mercy from
Allah is now starting to recede, quite a few people want
to do charity because they follow other people so that they
are seen as having better behavior than other people. In
writing this article using the library research method, all
our acts of worship and deeds are not accepted by Allah
unless they are accompanied by sincerity, because
sincerity is one of the keys to accepting one's acts of
worship. Sincerity is meant to seek Allah's pleasure, not
because of wanting any reward, let alone simply wanting
to get a title or popularity from other people. Don't let
someone do an act of worship just for riya, riya can
eliminate the goodness in the act of worship, riya causes
good deeds to be erased and rejected, riya makes a person
despicable and inferior in front of other people, riya also
causes the loss of the reward for the good done.
Sifat ikhlas yang hanya mengharapkan rahmat dari
Allah kini mulai surut, tidak sedikit orang yang mau
beramal karena mengikuti orang lain agar di pandang
memiliki perilaku yang lebih baik dari orang lain. Dalam
penulisan artikel ini menggunakan metode studi
kepustakaan atau library research. Semua amal ibadah
dan amal perbuatan kita tidak diterima Allah kecuali
disertai dengan keikhlasan, karena ikhlas adalah salah
satu kunci diterimanya amal ibadah seseorang.
Keikhlasan yang dimaksudkan adalah mencari keridhaan
Allah bukan karena menginginkan imbalan apapun
apalagi hanya sebatas keinginan untuk mendapat gelar
atau popularitas dari orang lain. Jangan sampai
seseorang melakukan suatu amal ibadah hanya untuk
riya, riya dapat menghilangkan kebaikan dalam amal
ibadah, riya menyebabkan terhapus dan tertolaknya amal
kebaikan, riya menjadikan seorang hina dan rendah
dihadapan orang lain, riya juga menyebabkan hilangnya
pahala kebaikan yang dilakukan.
Keywords: Ikhlas, Amal, Riya
2
PENDAHULUAN
Syekh Ahmad bin Athillah dalam kitab Al-Hikam mengatakan bahwa amal
perbuatan merupakan kerangka yang tegak sedangkan rohnya adalah adanya rasa
ikhlas dalam perbuatan tersebut. Perkataan tersebut menunjukkan bahwa ketika
seseorang memperbaiki ruh atau jiwa dengan keikhlasan dan ketulusan, perbuatan
baik itu akan sangat bernilai.
Islam menekankan bahwa perlunya keikhlasan dan kemurnian niat kepada
Allah, yang mengarahkan niatnya hanya kepada-Nya semata bukan sekedar kata-
kata kosong. Dalam hidup itu sendiri tidak akan bahagia dan berjalan dengan lurus
tanpa adanya orang-orang tulus. Banyak kekacauan dan krisis-krisis yang menimpa
manusia karena beberapa manusia itu sendiri yang hanya menginginkan dunia tanpa
rahmat dari Allah untuk akhiratnya.
Sifat ikhlas yang hanya mengharapkan rahmat dari Allah kini mulai surut,
sebab kebanyakan orang dengan sikap egoisnya menempatkan segala sesuatu atas
dirinya sendiri tanpa mementingkan kepentingan orang lain. Tidak sedikit orang
yang mau beramal karena mengikuti orang lain agar di pandang memiliki perilaku
yang lebih baik dari orang lain. Sekarang ini banyak kegiatan-kegiatan amal
kebaikan yang manusia lakukan dengan mudahnya tersebar di berbagai media
sosial, tidak menutup kemungkinan apa yang mereka lakukan adalah dengan
harapan ingin mendapatkan pujian dan kebanggaan diri dari teman-temannya.
Media sosial dapat memberikan sisi positif dan negatif kepada
penggunanya, tetapi sewajarnya hal yang kita lakukan hendaklah dengan niat yang
tulus tanpa campur tangan ingin terlihat baik dan saleh dihadapan banyak orang.
Selaras dengan pepatah bila tangan kanan memberi maka tangan kiri jangan sampai
tahu apa yang dilakukan tangan kanan. Jangankan orang lain, anggota tubuh sendiri
pun tidak perlu mengetahui apa yang dilakukan anggota tubuh lain. Namun kelak
anggota tubuh itulah yang akan menjadi saksi atas setiap perilakunya.
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penulisan artikel ini menggunakan metode
studi kepustakaan atau library research dengan mengumpulkan data-data pustaka
3
dari berbagai sumber bacaan berupa buku, jurnal, artikel, dan sumber relevan
lainnya yang berasal dari internet yang berkaitan dengan permasalahan yang
dibahas. Adapun masalah pada penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui materi
“Ikhlas Beramal: niat atau motivasi beramal, menjauhi perbuatan syirik kecil atau
riya”.
Untuk tahapan yang dilakukan penulis yaitu setelah mengumpulkan
berbagai sumber-sumber terkait topik yang diteliti dilanjutkan dengan membaca
dan mengkaji sumber yang telah dikumpulkan dan membuat catatan terkait inti
yang relevan dan menjadikan sebuah kesimpulan untuk disusun dan kemudian
ditulis.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Definisi Ikhlas
Secara etimologi kata “ikhlas” adalah kata yang berasal dari bahasa Arab,
yang artinya murni, tiada bercampur, bersih, jernih. Kata ini dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia diartikan sebagai: hati yang bersih (kejujuran); tulus hati
(ketulusan hati) dan kerelaan. Kata ikhlas juga berarti menyucikan dan
membersihkan sesuatu. Jadi ikhlas adalah sesuatu yang murni yang tidak bercampur
dengan hal-hal yang bisa mencampurinya hanya pada satu tujuan dan arah.
Sedangkan secara terminologi ikhlas adalah mengarahkan segala sesuatu
atau perbuatan hanya kepada Allah SWT. Ustaz Abul Qasim al-Qusyairi dalam
kitab Ar-Risalah-nya berkata, “Ikhlas ialah mengesakan hak Allah SWT dalam
ketaatan dengan maksud yakni, dengan ketaatannya itu, dia hendak bertaqarrub
kepada Allah SWT, bukan kepada sesuatu yang lain, seperti berpura-pura kepada
makhluk, mencari pujian orang, senang sanjungan orang, atau untuk maksud-
maksud tujuan lain selain taqarrub kepada Allah SWT. Abu al-Qasim al-Qusyairiy
mengatakan bahwa seseorang yang ikhlas adalah yang berkeinginan untuk
menegaskan hak-hak Allah dalam setiap perbuatan ketaatannya. Dengan ketaatan
itu bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Ia melakukan segala sesuatu
bukan untuk mendapat pujian manusia atau sanjungan dari siapapun. Semata-mata
yang ia lakukan hanya mengharapkan kedekatan kepada Allah. Ulama lain Haris
4
al-Muhasibiy mengatakan bahwa ikhlas adalah menghilangkan makhluk dari
hubungan antara seseorang dengan Tuhannya.1
Syaikh Abdul Malik menjelaskan para ulama bervariasi dalam
mendefinisikan ikhlas namun pada hakikatnya dari definisi-definisi mereka adalah
sama. Diantaranya ada yang mengatakan bahwa ikhlas adalah menjadikan tujuan
hanyalah untuk Allah tatkala beribadah, yaitu ketika seseorang beribadah maka
hatimu dan wajahmu hanya diarahkan kepada Allah bukan kepada manusia. Ada
juga yang mengatakan bahwa ikhlas adalah membersihkan amalan dari komentar
manusia, artinya cukuplah Allah yang memperhatikan amalan kebajikan yang
dilakukan agar senantiasa seseorang itu ikhlas dalam amalannya hanya untuk-Nya.
Karena yang terpenting adalah ridha dari Allah atas setiap aktivitas manusia dalam
hidupnya. Ikhlas juga bisa berarti bahwa melupakan pandangan manusia dengan
selalu memandang kepada Allah. Syaikh Abdul Malik juga berkata bahwa ikhlas
itu bukan hanya terbatas pada urusan amalan-amalan ibadah bahkan ia juga
berkaitan dengan dakwah kepada Allah.2
Dalam kitab Ar-Risalatul Qusyairiyyah fi ‘Ilmi at-Tashawwufi, Anas bin
Malik r.a. menuturkan bahwa Rasulullah SAW bersabda:
Belenggu tidak akan masuk ke dalam hati seorang Muslim jika ia
menetapi tiga perkara: Ikhlas beramal hanya bagi Allah SWT,
memberikan nasihat yang tulus kepada penguasa, dan tetap berkumpul
dengan masyarakat Muslim. (HR Ahmad, dikategorikan shahih oleh
Ibnu Hibban dan Ibnu Hajar).
Ikhlas berarti bermaksud untuk menjadikan Allah SWT sebagai satu-
satunya sesembahan. Sikap taat dimaksudkan adalah taqarrub kepada Allah SWT,
mengesampingkan yang lain dari makhluk, apakah itu sifat memperoleh pujian
ataupun penghormatan dari manusia. Ataupun konotasi kehendak selain taqarrub
kepada Allah SWT semata. Bahkan bisa dikatakan, “Keikhlasan berarti
menyucikan amal-amal perbuatan dari campur tangan sesama makhluk.” Dikatakan
juga, “Keikhlasan berarti melindungi diri sendiri dari urusan individu-individu
manusia.” Nabi SAW ditanya, apakah ikhlas itu? Nabi SAW bersabda:
1
Deden Rahmanudin, “Ikhlas Antara Perspektif Dan Praktek,” Jurnal Ilmiah Lintas Kajian
4, no. 1 (2022): Hal. 4.
2
Abu Muhsin Firanda Andirja, Ikhlas Dan Bahaya Riya (Maktabah Raudhah al-Muhibbin,
2011), Hal. 5.
5
Aku bertanya kepada Jibril AS tentang ikhlas, apakah ikhlas itu? Lalu
Jibril berkata, “Aku bertanya kepada Tuhan Yang Maha Suci tentang
ikhlas, apakah sebenarnya?” Allah SWT menjawab, “Suatu rahasia
dari rahasia-Ku yang Aku tempatkan di hati hamba-hamba-Ku yang
Ku cintai. (HR Al-Qazwini, riwayat dari Hudzaifah).3
Sedangkan menurut Syaikh Abu Thalib al-Makki, ikhlas adalah inti amal
dan penentu diterima atau tidaknya suatu amal di sisi Allah Yang Maha Tahu. Amal
tanpa ikhlas bagaikan kelapa tanpa isi, raga tanpa nyawa, pohon tanpa buah, awan
tanpa hujan, anak tanpa garis keturunan, dan benih yang tidak tumbuh.4
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa ikhlas adalah ketika kita
menjadikan niat dalam melakukan suatu amalan hanya karena Allah semata bukan
karena makhluk-Nya, bukan juga karena ingin terlihat baik oleh manusia dan
mendapat pujian atau pengakuan dari orang lain.
Niat/Motivasi Beramal
Setiap amal perbuatan haruslah didasari dengan niat, sebagaimana sabda
Rasulullah,5
“sesungguhnya setiap amal perbuatan itu harus dengan niat. Setiap orang
yang beramal akan menuai sesuai niatnya.” (HR. Bukhari Muslim)
Ketentuan utama dalam setiap amal ibadah umat Islam agar amalnya
diterima oleh Allah adalah dengan ikhlas. Oleh karena itu, setiap hamba Allah
sebaiknya membuktikan seluruh perhatiannya, seluruh gerak geriknya, amal serta
perbuatannya, baik lahir ataupun batin sekedar diarahkan kepada Allah. Ikhlas
memiliki kaitannya dengan niat karena niat merupakan keadaan atau sifat yang
timbul dari dalam hati manusia yang menggerakkan atau mendorongnya untuk
melaksanakan suatu pekerjaan.6
Seorang yang ikhlas dapat dikatakan sebagai
seorang yang religius-spiritual. Seorang yang religius, adalah seorang yang
prososial karena mudah berempati, jujur, adil, dan menunjukkan penghargaan pada
norma-norma prososial.
3
Nur Khadijah, Skripsi: Ikhlas Dalam Beramal Menurut Mufassir (Surabaya: UIN Sunan
Ampel, 2018), Hal. 21.
4
Izza Rohman Nahrowi, Ikhlas Tanpa Batas: Belajar Hidup Tulus dan Wajar kepada
Sepuluh Ulama-Psikolog Klasik (Jakarta: Zaman, 2016), Hal. 5.
5
Hasan Al-Uwaisyah, Ikhlas Kunci Diterimanya Ibadah (Jakarta Timur: Akbarmedia,
2011), Hal. 4.
6
Abdul Halim Fathani, Ensiklopedia Hikmah (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media Group, 2008),
Hal. 258.
6
Seseorang dikatakan memiliki sifat ikhlas apabila dalam melakukan
perbuatan, ia selalu didorong oleh niat untuk berbakti kepada Allah dan bentuk
perbuatan itu sendiri dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya menurut hukum
syariah. Sifat seperti ini senantiasa terwujud baik dalam dimensi pikiran ataupun
perbuatan.
Dalam sebuah hadis dijelaskan bahwa:
Khumaidiy ‘Abdullah ibnu az-Zubair telah menceritakan kepada kami,
ia berkata Sufyan telah menceritakan kepada kami, ia berkata Yahya
ibnu Sa’id al-Anshariy telah menceritakan kepada kami, ia berkata
Muhammad ibn Ibrahimat-Taimiy telah memberitahukan kepadaku,
bahwasanya ia telah mendengar ‘Alqomah ibn Waqosh al-Laitsiy
berkata: Saya telah mendengar ‘Umar ibn al-Khattab r.a di atas
mimbar berkata: (Sesungguhnya semua amal itu tergantung dari
niatnya, dan sesungguhnya apa yang diperoleh oleh seseorang adalah
sesuai dengan apa yang diniatkannya. Siapa yang berhijrah karena
Allah dan Rasul-Nya maka hijrahnya itu akan diterima oleh Allah dan
Rasul-Nya, dan siapa yang hijrahnya karena mencari dunia atau
karena wanita yang akan dinikahinya, maka hijrahnya itu hanya
memperoleh apa yang diniatkannya dalam hijrahnya itu). (HR. Bukhari
Muslim).
Dalam hadits lain, Abu Hurairah berkata:
Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya manusia
yang pertama kali diadili di hari kiamat adalah seseorang yang mati
syahid di jalan Allah, maka ia didatangkan dan diperlihatkan nikmat-
nikmat (sebagai pahalanya), kemudian ia melihatnya seraya dikatakan
(kepadanya), “Amalan apakah yang engkau lakukan sehingga
memperoleh nimat-nikmat itu?” Ia menjawab, “Aku berperang karena-
Mu, sehingga mati, aku mati syahid.” Allah menjawab, “Dusta engkau,
sesungguhnya kamu berbuat (yang demikian itu) supaya kamu
dikatakan sebagai pahlawan. Dan kemudian (malaikat) diperintahkan
kepadanya lalu menyeret mukanya dan melemparkannya ke dalam
neraka; Seseorang menuntut ilmu dan mengajarkan atau membaca al-
Qur’an, maka ia didatangkan dan diperlihatkan nikmat-nikmat itu
(sebagai pahalanya), lalu ia melihatnya seraya dikatakan (kepadanya),
“Amal apakah yang engkau lakukan sehingga memperoleh nikmat itu?
Ia menjawab, “Aku menuntut ilmu dan mengajarkannya, dan membaca
al-Qur’an (hanya) untuk-Mu. Kemudian Allah SWT menjawab “Dusta
engkau, sesungguhnya engkau menuntut ilmu supaya dikatakan engkau
pintar dan engkau membaca (al-Qur’an) itu supaya dikatakan sebagai
qori’, ”kemudian (malaikat) diperintahkan untuk menyeret mukanya
dan melemparkannya ke dalam neraka. Seseorang yang diberi Allah
SWT bermacam macam harta benda, kemudian ia didatangkan dan
diperlihatkan nikmat itu (sebagai pahalanya) lalu ia melihatnya seraya
dikatakan (kepadanya), “Amal apakah yang engkau lakukan sehingga
7
memperoleh nikmat itu?” Ia menjawab, “Aku tidak pernah
meninggalkan infak dari jalan yang Engkau ridai, melainkan aku
berinfak hanya karena-Mu.” Lalu Allah SWT menjawab, “Dusta
engkau, sesungguhnya kamu berbuat (yang demikian itu) supaya kamu
dikatakan sebagai seorang dermawan, kemudian (malaikat)
diperintahkan untuk menyeret mukanya dan melemparkannya ke dalam
neraka (HR. Muslim).7
Dalam hadis lain Rasulullah Saw bersabda yang artinya:
Ada seorang laki-laki yang mengunjungi saudaranya di kota lain, maka
Allah mengutus malaikat di perjalanannya, ketika malaikat itu bertemu
dengannya, malaikat itu bertanya “hendak ke mana engkau ?”maka
dia pun berkata “Aku ingin mengunjungi saudaraku yang tinggal di
kota ini”. Maka malaikat itu kembali bertanya “Apakah engkau
memiliki suatu kepentingan yang menguntungkan mu dengannya ?”
orang itu pun menjawab: ”tidak, hanya saja aku mengunjunginya
karena aku mencintainya karena Allah, malaikat itu pun berkata:
“sesungguhnya aku adalah utusan Allah untuk mengabarkan
kepadamu bahwa sesungguhnya Allah mencintaimu sebagaimana
engkau mencintai saudaramu itu karena-Nya. (HR Muslim).
Hadits ini menjelaskan bahwa jika seseorang mengunjungi saudaranya
hanya karena Allah, maka sebagai balasannya, Allah pun mencintai orang tersebut.
Dalam hadits lain, Rasulullah Saw, bersabda:
Tidaklah engkau menafkahi keluargamu yang dengan perbuatan
tersebut engkau mengharapkan wajah Allah, maka perbuatanmu itu
akan diberi pahala oleh Allah, bahkan sampai sesuap makanan yang
engkau letakkan di mulut istrimu (HR Bukhari-Muslim).8
Dari hadis-hadis diatas dapat disimpulkan bahwa semua amal ibadah dan
amal perbuatan kita tidak diterima Allah kecuali disertai dengan keikhlasan, karena
ikhlas adalah salah satu kunci diterimanya amal ibadah seseorang. Keikhlasan yang
dimaksudkan adalah mencari keridhaan Allah bukan karena menginginkan imbalan
apapun apalagi hanya sebatas keinginan untuk mendapat gelar atau popularitas dari
orang lain. Namun niat yang ikhlas semata juga belum menjamin sepenuhnya amal
perbuatan seseorang akan diterima Allah SWT, jika tidak sesuai dengan apa yang
digariskan Islam dan Hadis Sahih. Begitu juga amal yang benar menurut tuntutan
Islam belum pasti diterima oleh-Nya jika tidak sesuai dengan niat yang ikhlas, dan
7
Rahmanudin, op. cit.
8
Sulman dan Nur Alim Hamzah, “Ikhlas Dalam Beribadah Sesuai Tuntunan Al-Qur’an
Dan Hadits,” Jurnal Ushuluddin Adab dan Dakwah 2, no. 1 (2019): Hal. 69.
8
tidak dikerjakan semata-mata untuk mendapatkan keridaan-Nya. Hadis Nabi SAW.
yang dikeluarkan oleh Imam Muslim dalam kitab Shahih Muslim dari ‘Aisyah
bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang mengerjakan suatu perbuatan
yang tidak kami perintahkan, maka perbuatan itu tertolak”
Oleh karena itu yang paling diwajibkan dalam amal perbuatan kita bukanlah
banyaknya amal tetapi tanpa keikhlasan, melainkan amal yang kecil sekalipun jika
disertai dengan ketulusan dan ikhlas hanya untuk mencari ridha Allah maka amal
perbuatan itu akan bernilai besar. Amal yang dinilai kecil di mata manusia, apabila
kita melakukannya dengan ikhlas karena Allah, maka Allah akan menerima dan
melipat gandakan pahala dari amal perbuatan tersebut. Betapa banyak amalan yang
kecil menjadi besar karena niat, dan betapa banyak pula amal yang besar menjadi
kecil hanya karena niat. Seseorang yang telah beramal ikhlas karena Allah (di
samping amal tersebut harus sesuai dengan tuntunan Rasulullah Saw), maka
keikhlasan tersebut akan mampu mencegah setan untuk menguasai dan
menyesatkannya.
Komponen-Komponen Ikhlas
Untuk memperoleh sifat ikhlas diperlukan beberapa sifat atau sikap sebagai
penunjang kesempurnaan yang harus ada dalam sifat ikhlas dan sekaligus sebagai
quality control bagi keikhlasan itu sendiri, di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Zuhud
Pengertian zuhud ialah berpalingnya kehendak atau keinginan dari sesuatu
ke sesuatu yang lebih baik daripadanya. Orang yang zuhud adalah yang
berusaha melepaskan diri dari ikatan-ikatan materi dan kenikmatan dunia,
kemudian berusaha mengerahkan segenap tenaga dan usahanya untuk
beribadah kepada Allah SWT demi menggapai Ridha-Nya. Jikalau orang
seperti ini dipuji maka dadanya akan sesak dan tidak rela menerimanya. Ia
menyadari bahwa pujian itu berasal dari makhluk, bukan dari Khaliq.
Bahkan, ada yang berpendapat bahwa pujian yang ditujukan kepadanya itu
mengandung unsur kesyirikan, sebab yang berhak menerimanya hanyalah
Dzat Penguasa semesta alam. Orang yang zuhud hanya mengharap pujian
dari Allah SWT karena semua pemberian dan ucapan Allah SWT tidak ada
yang sifatnya menipu. Berbanding terbalik dengan ucapan dan pujian yang
9
berasal dari makhluk, yang masih bercampur dengan dusta dan
kemunafikan.9
2. Wara’
Ibnu Qayyim al-Jauziyah mengatakan bahwa wara’ adalah meninggalkan
segala sesuatu yang dikhawatirkan mendatangkan kerugian bagi hamba di
akhirat. Menurut ulama lain, wara’ merupakan meninggalkan segala sesuatu
yang menimbulkan perasaan ragu (waswas), menghindari segala hal yang
bisa mencemari kesucian hati, memilih hal-hal yang sudah diyakini
kebenarannya, dan menundukkan hawa nafsu supaya mau melakukan hal-
hal yang berat untuk dikerjakan. Apabila melihat kepada pengertian kedua
ini, maka sifat wara’ mencakup meninggalkan semua yang diharamkan oleh
Allah maupun semua hal yang masih syubhat (samar-samar), serta tidak
berlebih-lebihan dalam melakukan apa-apa yang hukumnya mubah.10
3. Syukur
Hakikat syukur adalah mengetahui tidak ada pemberi nikmat selain Allah
SWT bahkan mengetahui dengan rinci nikmat-nikmat-Nya kepada kita, baik
yang ada pada jiwa, raga, dan segala hal yang memenuhi kebutuhan hidup
kita, kemudian kita giat berbuat kebaikan dalam rangka mensyukuri nikmat-
Nya. Syukur menunjukkan bahwa hati itu mengetahui dan merasakan
nikmat. Oleh karena itu, sepatutnya orang berakal melayangkan
pandangannya ke sekitarnya, memperhatikan masa lalu dan masa
sekarangnya untuk melihat nikmat-nikmat yang meliputi batin dan lahirnya.
Dia wajib mencari di dalam ingatannya untuk mengingat nikmat yang telah
dikaruniakan Allah kepadanya, dalam setiap waktu dan dalam keadaan
bagaimanapun. Bahkan dia yakin bahwa Allah SWT tidak pernah berbuat
zalim terhadap alam semesta beserta isinya.
4. Sabar
Menurut al-Ghazali yang dinamakan sabar ialah meninggalkan segala
macam pekerjaan yang digerakkan oleh hawa nafsu, tetap pada pendirian
9
Pakih Sati, Nasihat-Nasihat Hikmah Ibnu Atha’illah dan Tafsir Motivasinya (Yogyakarta:
Saufa, 2015), Hal. 282.
10
Ummu Ihsan dan Abu Ihsan Al-Atsari, Ensiklopedi Akhlak Salaf: 13 Cara Mencapai
Akhlak Mulia (Jakarta: Pustaka Imam As-Syafi’i, 2013), Hal. 513.
10
agama yang mungkin bertentangan dengan kehendak hawa nafsu, semata-
mata karena menghendaki kebahagiaan dunia dan akhirat. Kesabaran adalah
menahan diri dari kegelisahan dan kemarahan, menahan lisan dari mengeluh
dan menahan anggota badan dari apa-apa yang tidak terpuji. Dengan
kesabaran tersebut, seseorang dapat menghindarkan diri dari sesuatu yang
tidak selayaknya untuk dilaksanakan. Tegar dalam menghadapi ujian
disertai dengan etika yang baik.
5. Tawakal
Tawakal merupakan jalan terkuat dan yang paling dicintai Allah. Tawakal
merupakan setengah bagian dari agama, sedangkan bagian setengah yang
lainnya adalah taubat kepada Allah. Agama itu mencakup usaha meminta
tolong kepada Allah dan ibadah kepada-Nya. Tawakal merupakan bagian
dari usaha untuk meminta tolong, sedangkan taubat adalah bentuk dari
ibadah yang dilakukan. Dengan tawakal, hati terhubung langsung kepada
Allah sehingga seorang mukmin tidak mencari pertolongan dan
perlindungan kepada makhluk melainkan hanya kepada-Nya. Sikap seperti
itu yang melahirkan keseimbangan dalam usaha hamba di dunia; berpegang
teguh pada pertolongan Allah SWT dalam berusaha dan menyerahkan
hasilnya dengan sepenuh hati kepada kehendak-Nya. Apa pun takdir yang
Dia tetapkan, niscaya orang-orang yang bertawakal akan mampu
menerimanya dengan lapang dada.
Definisi Riya
Kata riya’ di ambil dari bahasa Arab yaitu ru’yah yang artinya
memperlihatkan atau pamer, riya’ itu melihatkan atau memamerkan sesuatu kepada
orang lain, berupa barang atau pun perbuatan baik yang di lakukan, bertujuan agar
orang lain memujinya dan melihatnya. Dalam KBBI, riya diartikan sebagai
menunjukkan sesuatu kepada orang lain dengan maksud menunjukkan kelebihan
diri. Riya menurut istilah adalan melakukan amal ibadah dengan niat agar dipuji
orang lain.11
Imam Al-Ghazali mengatakan bahwa riya itu sebagai amalan yang
dikerjakan hanya untuk diperlihatkan kepada manusia dalam rangka memperoleh
11
Hanna Salsabila dan Eni Zulaiha, “Riya’ Perspektif Tafsir Tematik dalam Al-Qur’an,”
Gunung Djati Conference Series 4 (2021): Hal. 460.
11
popularitas dan kedudukan dari mereka.12
Orang yang memiliki sikap riya’ bukan
mengharapkan ridha Allah melainkan semata-mata ingin mendapat pujian dari
orang lain. Dalam pandangan tasawuf, Imam Nawawi menyebutkan bahwa riya’
bagian dari bentuk syirik tersembunyi yang bisa merusak ibadah serta kebaikan
yang di lakukan tidak di pandang baik oleh Allah Swt. Sebagaiamana Rasulullah
shalallahu alaihi wasallam bersabda:
Sesungguhnya hal paling aku khawatirkan akan menimpa kalian
adalah syirik kecil. Para sahabat bertanya “apa itu syirik kecil wahai
Rasulullah?”Beliau bersabda “syirik kecil adalah riya. Allah Azza
Wajalla berkata pada mereka yang berbuat riya pada hari kiamat
ketika manusia mendapat balasan atas amalan mereka “pergilah
kalian pada orang yang kalian perlihatkan ibadah kalian pada mereka
di dunia. Lalu lihatlah apakah kalian mendapatkan balasan dari
mereka?” (HR. Ahmad.)
Dapat diambil kesimpulan bahwa riya merupakan suatu perbuatan yang
dilakukan seseorang dengan maksud menunjukkan pada orang lain bahwa ia baik,
dengan melakukan amal kebaikan hanya untuk dilihat baik oleh orang lain dan
mendapat pujian dari orang lain.
Bahaya Riya
Bahaya riya itu sendiri sangat besar karena riya dapat merusak ibadah yang
dimaksudkan untuk kepentingan dunia semata. Riya menghilangkan kebaikan
dalam amal ibadah, riya menyebabkan terhapus dan tertolaknya amal kebaikan, riya
menjadikan seorang hina dan rendah dihadapan orang lain, riya juga menyebabkan
hilangnya pahala kebaikan yang dilakukan.
Allah taala menegaskan dalam Alquran tentang bahaya riya, yaitu
kecelakaan yang akan menimpa pelakunya. Allah taala berfirman :
َ‫ِين‬‫ل‬َ‫ص‬ُ‫م‬ْ‫ل‬ِ‫ل‬ ٌ‫ل‬ْ‫ي‬ َ‫و‬َ‫ف‬
﴿
٤
﴾
َ‫ون‬ُ‫ه‬‫ا‬َ‫س‬ ْ‫م‬ِ‫ه‬ِ‫ت‬ َ
‫َل‬َ‫ص‬ ْ‫ن‬َ‫ع‬ ْ‫م‬ُ‫ه‬ َ‫ِين‬‫ذ‬َّ‫ال‬
﴿
٥
﴾
َ‫ون‬ُ‫ء‬‫ا‬ َ‫ُر‬‫ي‬ ْ‫م‬ُ‫ه‬ َ‫ِين‬‫ذ‬َّ‫ال‬
﴿
٦
﴾
َ‫ون‬ُ‫ع‬َ‫ن‬ْ‫م‬َ‫ي‬ َ‫و‬
َ‫ُون‬‫ع‬‫ا‬َ‫م‬ْ‫ال‬
﴿
٧
﴾
12
Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali, Ihya’ ’Ulumuddin Vol. III (Jakarta: Al-Haramain,
n.d.), Hal. 290.
12
Artinya: Maka celakalah bagi orang yang salat, yaitu orang-orang yang lalai dari
salatnya, orang-orang yang berbuat riya dan mencegah dari menolong
dengan barang yang berguna. (Qs. Al Ma’un : 4-7)13
Oleh karena itu perilaku riya', sebaiknya dijauhi oleh umat muslim, karena
amal shaleh dan ibadah yang kita lakukan selama ini akan hilang pahala akhiratnya.
Dengan kata lain, menurut Amim Al-Kurdi tarkurriy' atau meningglkan riya' sangat
diperlukan dalam menjaga keberlangsungan pahala dari Allah SWT. Niat beramal
itu harus ikhlas hanya karna Allah Swt. Allah hanya menerima amal kita yang di
sertai keikhlasan dan ketulusan karena-Nya, bukan karena ingin di lihat (riya’), di
dengar (sum’ah), atau di puji orang.
Allah mencintai hamba-hamba-Nya yang beriman dan tulus dalam beramal
dan beribadah semata mengharapkan pahala dan kebaikan dari-Nya bukan
mengharapkan pujian, sanjungan atau kebaikan manusia. Allah berfirman,
َ‫م‬َ‫ا‬ َۤ ‫ا‬ َ‫م‬
ۤ‫ر‬ُ‫و‬‫ا‬‫ر‬‫ا‬ ِ‫ل‬‫و‬‫ا‬‫ا‬ ‫رۤا‬َ‫ر‬ۡ‫ُم‬َُ‫و‬‫ا‬ َ ‫ه‬
َ َ‫خ‬‫م‬ُ ‫و‬
‫ص‬‫و‬‫ي‬ ‫م‬‫ن‬‫ر‬‫ا‬ ‫ر‬‫ـ‬‫ه‬َ‫ا‬ َ‫خ‬‫م‬ِّ‫ۡو‬َ‫اا‬ َ‫ن‬َ‫م‬َ‫ا‬َ‫ء‬‫ر‬َ ‫َا‬‫ر‬ُ‫م‬ُ‫و‬ۡ‫ر‬ِّ َۤ َ‫ص‬َ‫ل‬‫ي‬ِ‫ص‬‫اا‬ ‫َا‬‫ر‬ُ ‫م‬
ۡ‫ر‬ِّ َۤ ‫ل‬‫ز‬ِ‫ااك‬َ‫ص‬َ َ‫وذ‬‫ا‬‫ل‬‫ك‬ َۤ
‫ر‬‫خ‬‫م‬ِّ‫و‬ُ ‫و‬َُۡ‫و‬َُۡۡ‫م‬‫اا‬
Artinya: Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah, dengan ikhlas
menaati-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama, dan juga agar
melaksanakan salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah
agama yang lurus (benar). “( Qs.Al-Bayyinah : 5 )
Mengingat bahayanya riya’ ini atau tidak ikhlas ini, dalam kitab Siyar
A’lam an-Nubala’ Imam Ahmad mengatakan “Aku memohon kepada Allah agar
tidak menjadikan kita termasuk orang-orang yang riya”. Suatu saat, beliau
mendengar orang-orang memuji keilmuan dan kepribadiannya yang luhur.
Mengetahui hal itu, ia berpesan kepada abu bakar, muridnya, “Wahai Abu Bakar,
jika sesorang mengetahui aib-aib dirinya niscaya pujuan manusia tidak ada
gunanya”.
Dalam kitab az-Zuhd karya Imam Ahmad disebutkan, seseorang pernah
bertanya pada Tamim Ad-Dari, "Bagaimana shalat malam Anda?" Mendengar
pertanyaan itu, Tamim pun sangat marah, kemudian berkata, "Demi Allah, satu
rakaat saja shalatku di tengah malam tanpa diketahui orang lain itu lebih aku sukai
13
Rahmad Ilahi, “Jalan Agar Ibadah Diterima,” Jurnal WARAQAT 5, no. 1 (2020): Hal.
127.
13
dibanding aku shalat semalam penuh, kemudian aku menceritakan pada orang-
orang agar mendapatkan pujian mereka."
Orang beriman yang meyakini adanya Allah dan menjadikan-Nya sebagai
orientasi atau tujuan hidupnya dengan demikian seharusnya mengikhlaskan hatinya
dalam setiap amal, serta membersihkannya dari riya. Nabi bahkan menyamakan
riya dengan syirik atau menyekutukan Allah yang merupakan dosa besar, "Riya itu
membuat amal seseorang menjadi sia-sia, sebagaimana syirik juga membuat amal
jadi tidak ada gunanya. "(HR. Ar-Rabi')”.14
Jadi kita sebagai umat muslim sebaiknya senantiasa meluruskan kembali
niat kita terhadap amal ibadah atau perbuatan yang kita lakukan. Niatkan lah semata
hanya untuk mencari ridha Allah tanpa mengharapkan imbalan apapun, apalagi
mengharapkan pujian dan sanjungan dari orang lain. Amal yang dilakukan
seseorang dengan tujuan ingin terlihat baik didepan orang lain rasanya akan
menjadi sia-sia saja. Karena sesungguhnya kita tidak membutuhkan penilaian dari
orang lain, cukuplah Allah sebaik-baik yang menilai diri kita bagaimana.
Hukum Menyembunyikan Amal.
Imam Al-Iz bin Abdus Salam telah menjelaskan hukum menyembunyikan
amalan kebajikan secara terperinci sebagai berikut. Beliau berkata, "Keta'atan (pada
Allah) ada tiga :
1. Yang pertama, adalah amalan yang disyariatkan secara dengan dinampakan
seperti adzan, iqomat, bertakbir, membaca Quran dalam sholat secara jahr,
khutbah-kutbah, amar ma'ruf nahi mungkar, mendirikan sholat jumat dan
sholat secara berjamaah, merayakan hari-hari 'ied, jihad, mengunjungi
orang-orang yang sakit, mengantar jenazah, maka hal-hal seperti ini tidak
mungkin disembunyikan. Jika pelaku amalan-amalan tersebut takut riya,
maka hendaknya dia berusaha bersungguh-sungguh untuk menolaknya
hingga dia bisa ikhlas kemudian dia bisa melaksanakannya dengan ikhlas,
sehingga dengan demikian dia akan mendapatkan pahala amalannya dan
juga pahala karena kesungguhannya menolak riya, karena amalan-amalan
ini maslahatnya juga untuk orang lain.
14
Ibnu Muhajir, Ikhlas Beramal Untuk Hidup Berkualitas (Jakarta: PT. Elex Media
Komputindo, 2020).
14
2. Yang kedua, amalan yang jika diamalkan secara tersembunyi lebih afdhol
dari pada jika dinampakkan. Contohnya seperti membaca qiro'ah secara
perlahan tatkala sholat (yaitu sholat yang tidak disyari'atkan untuk
menjahrkan qiro'ah), dan berdzikir dalam sholat secara perlahan. Maka
dengan perlahan lebih baik daripada jika dijaharkan.
3. Yang ketiga, amalan yang terkadang disembunyikan dan terkadang
dinampakkan seperti sedekah. Jika dia kawatir tertimpa riya' atau dia tahu
bahwasanya biasanya kalau dia nampakan amalannya dia akan riya", maka
amalan (sedekah) tersebut disembunyikan lebih baik daripada jika
dinampakkan.
Adapun orang yang aman dari riya' maka ada dua keadaannya :
1. Yang pertama, dia bukanlah termasuk orang yang diikuti, maka lebih baik
dia menyembunyikan sedekahnya, karena bisa jadi dia terkena riya' ketika
menampakkan sedekahnya.
2. Yang kedua, dia merupakan orang yang dicontohi, maka dia menampakan
sedekahnya lebih baik karena hal itu membantu fakir miskin dan dia akan
diikuti. Maka dia telah memberi manfaat kepada fakir miskin dengan
sedekahnya dan dia juga menyebabkan orang-orang kaya bersedekah pada
fakir miskin karena mencontohi dia, dan dia juga telah memberi manfaat
pada orang-orang kaya tersebut karena mengikuti dia yang beramal soleh.15
Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa, jika seseorang melakukan suatu amal
kebaikan ada baiknya jangan sampai menampakkan kebaikan tersebut jika
dikhawatirkan akan menimbulkan riya. Tetapi tidak masalah ketika dia yakin
bahwa kebaikan tersebut tidak akan menimbulkan riya pada dirinya, maka tidak
apa-apa jika menampakkannya sebagai hal yang patut dicontoh oleh orang lain
untuk berlomba-lomba berbuat kebaikan.
KESIMPULAN
Ikhlas adalah ketika kita menjadikan niat dalam melakukan suatu amalan
hanya karena Allah semata bukan karena makhluk-Nya, bukan juga karena ingin
15
Andirja, op. cit., Hal. 25-26.
15
terlihat baik oleh manusia dan mendapat pujian atau pengakuan dari orang lain.
Ketentuan utama dalam setiap amal ibadah umat Islam agar amalnya diterima oleh
Allah adalah dengan ikhlas. Oleh karena itu yang paling diwajibkan dalam amal
perbuatan kita bukanlah banyaknya amal tetapi tanpa keikhlasan, melainkan amal
yang kecil sekalipun jika disertai dengan ketulusan dan ikhlas hanya untuk mencari
ridha Allah maka amal perbuatan itu akan bernilai besar. Amal yang dinilai kecil di
mata manusia, apabila kita melakukannya dengan ikhlas karena Allah, maka Allah
akan menerima dan melipat gandakan pahala dari amal perbuatan tersebut. Betapa
banyak amalan yang kecil menjadi besar karena niat, dan betapa banyak pula amal
yang besar menjadi kecil hanya karena niat.
Sedangkan riya merupakan suatu perbuatan yang dilakukan seseorang
dengan maksud menunjukkan pada orang lain bahwa ia baik, dengan melakukan
amal kebaikan hanya untuk dilihat baik oleh orang lain dan mendapat pujian dari
orang lain. Bahaya riya itu sendiri sangat besar karena riya dapat merusak ibadah
yang dimaksudkan untuk kepentingan dunia semata. Riya menghilangkan kebaikan
dalam amal ibadah, riya menyebabkan terhapus dan tertolaknya amal kebaikan, riya
menjadikan seorang hina dan rendah dihadapan orang lain, riya juga menyebabkan
hilangnya pahala kebaikan yang dilakukan. Oleh karena itu sebisa mungkin kita
sebagai umat muslim menjauhi perbuatan riya, niatkan lah segala amal ibadah
maupun perbuatan semata hanya untuk mencari ridha Allah tanpa mengharapkan
imbalan apapun, apalagi mengharapkan pujian dan sanjungan dari orang lain. Amal
yang dilakukan seseorang dengan tujuan ingin terlihat baik didepan orang lain
rasanya akan menjadi sia-sia saja. Karena sesungguhnya kita tidak membutuhkan
penilaian dari orang lain, cukuplah Allah sebaik-baik yang menilai diri kita
bagaimana.
16
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: Kementerian Agama RI. 2017.
Al-Ghazali, Abu Hamid Muhammad. Ihya’ ’Ulumuddin Vol. III. Jakarta: Al-
Haramain, n.d.
Al-Uwaisyah, Hasan. Ikhlas Kunci Diterimanya Ibadah. Jakarta Timur:
Akbarmedia, 2011.
Andirja, Abu Muhsin Firanda. Ikhlas Dan Bahaya Riya. Maktabah Raudhah al-
Muhibbin, 2011.
Fathani, Abdul Halim. Ensiklopedia Hikmah. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media Group,
2008.
Ihsan, Ummu, dan Abu Ihsan Al-Atsari. Ensiklopedi Akhlak Salaf: 13 Cara
Mencapai Akhlak Mulia. Jakarta: Pustaka Imam As-Syafi’i, 2013.
Ilahi, Rahmad. “Jalan Agar Ibadah Diterima.” Jurnal WARAQAT 5, no. 1 (2020).
Khadijah, Nur. Ikhlas Dalam Beramal Menurut Mufassir. Surabaya: UIN Sunan
Ampel, 2018.
Muhajir, Ibnu. Ikhlas Beramal Untuk Hidup Berkualitas. Jakarta: PT. Elex Media
Komputindo, 2020.
Nahrowi, Izza Rohman. Ikhlas Tanpa Batas: Belajar Hidup Tulus dan Wajar
kepada Sepuluh Ulama-Psikolog Klasik. Jakarta: Zaman, 2016.
Rahmanudin, Deden. “Ikhlas Antara Perspektif Dan Praktek.” Jurnal Ilmiah Lintas
Kajian 4, no. 1 (2022).
Salsabila, Hanna, dan Eni Zulaiha. “Riya’ Perspektif Tafsir Tematik dalam Al-
Qur’an.” Gunung Djati Conference Series 4 (2021).
Sati, Pakih. Nasihat-Nasihat Hikmah Ibnu Atha’illah dan Tafsir Motivasinya.
Yogyakarta: Saufa, 2015.
Sulman, dan Nur Alim Hamzah. “Ikhlas Dalam Beribadah Sesuai Tuntunan Al-
Qur’an Dan Hadits.” Jurnal Ushuluddin Adab dan Dakwah 2, no. 1 (2019).

More Related Content

Similar to IKHLAS BERAMAL_klmpk 3 tentang amalan.docx

Akhlak terpuji bab 11
Akhlak terpuji bab 11Akhlak terpuji bab 11
Akhlak terpuji bab 11dwiurhan
 
Hasrat jiwa yang tercela
Hasrat jiwa yang tercelaHasrat jiwa yang tercela
Hasrat jiwa yang tercelaHelmon Chan
 
BAB 13 Hidup Lebih Damai dengan Ikhlas, Sabar, dan Pemaaf
BAB 13 Hidup Lebih Damai dengan Ikhlas, Sabar, dan PemaafBAB 13 Hidup Lebih Damai dengan Ikhlas, Sabar, dan Pemaaf
BAB 13 Hidup Lebih Damai dengan Ikhlas, Sabar, dan PemaafRizkyJuliana1
 
Akhlak pribadi islami
Akhlak pribadi islamiAkhlak pribadi islami
Akhlak pribadi islamiagungtri07
 
tugas pendidikan agama 4 DESEMBER 2023.docx
tugas pendidikan agama 4 DESEMBER 2023.docxtugas pendidikan agama 4 DESEMBER 2023.docx
tugas pendidikan agama 4 DESEMBER 2023.docxajipangestu860397
 
Menjadi manusia yang baik
Menjadi manusia yang baikMenjadi manusia yang baik
Menjadi manusia yang baikadlanlubis
 
Lmcp 1552 Pembangunan Mapan Dalam Islam
Lmcp 1552 Pembangunan Mapan Dalam IslamLmcp 1552 Pembangunan Mapan Dalam Islam
Lmcp 1552 Pembangunan Mapan Dalam Islamaini nabihah
 
MAKALAH akhlak.docx
MAKALAH akhlak.docxMAKALAH akhlak.docx
MAKALAH akhlak.docxweyonfitra
 
MAKALAH akhlak.docx
MAKALAH akhlak.docxMAKALAH akhlak.docx
MAKALAH akhlak.docxweyonfitra
 
Makalah individu agama
Makalah individu agamaMakalah individu agama
Makalah individu agamaRossiana Fazri
 
BERAMAL DENGAN IKHLAS DAN TINGKAH LAKU TERPUJI
BERAMAL DENGAN IKHLAS DAN TINGKAH LAKU TERPUJIBERAMAL DENGAN IKHLAS DAN TINGKAH LAKU TERPUJI
BERAMAL DENGAN IKHLAS DAN TINGKAH LAKU TERPUJIYunisa Astuti
 
KONSEP IBADAH AGAMA ISLAM
KONSEP IBADAH AGAMA ISLAMKONSEP IBADAH AGAMA ISLAM
KONSEP IBADAH AGAMA ISLAMdewi2409
 

Similar to IKHLAS BERAMAL_klmpk 3 tentang amalan.docx (20)

Ppt agama winda
Ppt agama windaPpt agama winda
Ppt agama winda
 
Akhlak terpuji bab 11
Akhlak terpuji bab 11Akhlak terpuji bab 11
Akhlak terpuji bab 11
 
Amal Sholeh, Ridho dan Adil
Amal Sholeh, Ridho dan AdilAmal Sholeh, Ridho dan Adil
Amal Sholeh, Ridho dan Adil
 
Pendidikan Agama Islam-Ibadah
Pendidikan Agama Islam-IbadahPendidikan Agama Islam-Ibadah
Pendidikan Agama Islam-Ibadah
 
Hasrat jiwa yang tercela
Hasrat jiwa yang tercelaHasrat jiwa yang tercela
Hasrat jiwa yang tercela
 
Ibadah
IbadahIbadah
Ibadah
 
BAB 13 Hidup Lebih Damai dengan Ikhlas, Sabar, dan Pemaaf
BAB 13 Hidup Lebih Damai dengan Ikhlas, Sabar, dan PemaafBAB 13 Hidup Lebih Damai dengan Ikhlas, Sabar, dan Pemaaf
BAB 13 Hidup Lebih Damai dengan Ikhlas, Sabar, dan Pemaaf
 
Akhlak pribadi islami
Akhlak pribadi islamiAkhlak pribadi islami
Akhlak pribadi islami
 
tugas pendidikan agama 4 DESEMBER 2023.docx
tugas pendidikan agama 4 DESEMBER 2023.docxtugas pendidikan agama 4 DESEMBER 2023.docx
tugas pendidikan agama 4 DESEMBER 2023.docx
 
Menjadi manusia yang baik
Menjadi manusia yang baikMenjadi manusia yang baik
Menjadi manusia yang baik
 
aqidah akhlak
aqidah akhlakaqidah akhlak
aqidah akhlak
 
Lmcp 1552 Pembangunan Mapan Dalam Islam
Lmcp 1552 Pembangunan Mapan Dalam IslamLmcp 1552 Pembangunan Mapan Dalam Islam
Lmcp 1552 Pembangunan Mapan Dalam Islam
 
MAKALAH akhlak.docx
MAKALAH akhlak.docxMAKALAH akhlak.docx
MAKALAH akhlak.docx
 
MAKALAH akhlak.docx
MAKALAH akhlak.docxMAKALAH akhlak.docx
MAKALAH akhlak.docx
 
Akhlak
AkhlakAkhlak
Akhlak
 
Iksan dalam al qur'an
Iksan  dalam al qur'anIksan  dalam al qur'an
Iksan dalam al qur'an
 
kerangka dasar agama islam
kerangka dasar agama islamkerangka dasar agama islam
kerangka dasar agama islam
 
Makalah individu agama
Makalah individu agamaMakalah individu agama
Makalah individu agama
 
BERAMAL DENGAN IKHLAS DAN TINGKAH LAKU TERPUJI
BERAMAL DENGAN IKHLAS DAN TINGKAH LAKU TERPUJIBERAMAL DENGAN IKHLAS DAN TINGKAH LAKU TERPUJI
BERAMAL DENGAN IKHLAS DAN TINGKAH LAKU TERPUJI
 
KONSEP IBADAH AGAMA ISLAM
KONSEP IBADAH AGAMA ISLAMKONSEP IBADAH AGAMA ISLAM
KONSEP IBADAH AGAMA ISLAM
 

Recently uploaded

OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptxOPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptxDedeRosza
 
Regresi Linear Kelompok 1 XI-10 revisi (1).pptx
Regresi Linear Kelompok 1 XI-10 revisi (1).pptxRegresi Linear Kelompok 1 XI-10 revisi (1).pptx
Regresi Linear Kelompok 1 XI-10 revisi (1).pptxRizalAminulloh2
 
Stoikiometri kelas 10 kurikulum Merdeka.ppt
Stoikiometri kelas 10 kurikulum Merdeka.pptStoikiometri kelas 10 kurikulum Merdeka.ppt
Stoikiometri kelas 10 kurikulum Merdeka.pptannanurkhasanah2
 
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsxvIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsxsyahrulutama16
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxssuser35630b
 
PPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptx
PPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptxPPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptx
PPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptxriscacriswanda
 
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxPPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxdpp11tya
 
PPT Mean Median Modus data tunggal .pptx
PPT Mean Median Modus data tunggal .pptxPPT Mean Median Modus data tunggal .pptx
PPT Mean Median Modus data tunggal .pptxDEAAYUANGGREANI
 
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).pptKenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).pptnovibernadina
 
PELAKSANAAN (dgn PT SBI) + Link2 Materi Pelatihan _"Teknik Perhitungan TKDN, ...
PELAKSANAAN (dgn PT SBI) + Link2 Materi Pelatihan _"Teknik Perhitungan TKDN, ...PELAKSANAAN (dgn PT SBI) + Link2 Materi Pelatihan _"Teknik Perhitungan TKDN, ...
PELAKSANAAN (dgn PT SBI) + Link2 Materi Pelatihan _"Teknik Perhitungan TKDN, ...Kanaidi ken
 
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7IwanSumantri7
 
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSovyOktavianti
 
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...pipinafindraputri1
 
Membaca dengan Metode Fonik - Membuat Rancangan Pembelajaran dengan Metode Fo...
Membaca dengan Metode Fonik - Membuat Rancangan Pembelajaran dengan Metode Fo...Membaca dengan Metode Fonik - Membuat Rancangan Pembelajaran dengan Metode Fo...
Membaca dengan Metode Fonik - Membuat Rancangan Pembelajaran dengan Metode Fo...MuhammadSyamsuryadiS
 
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"baimmuhammad71
 
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdfAksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdfJarzaniIsmail
 
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptxMateri Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptxSaujiOji
 
TEKNIK MENJAWAB RUMUSAN SPM 2022 - UNTUK MURID.pptx
TEKNIK MENJAWAB RUMUSAN SPM 2022 - UNTUK MURID.pptxTEKNIK MENJAWAB RUMUSAN SPM 2022 - UNTUK MURID.pptx
TEKNIK MENJAWAB RUMUSAN SPM 2022 - UNTUK MURID.pptxMOHDAZLANBINALIMoe
 
DAFTAR PPPK GURU KABUPATEN PURWOREJO TAHUN 2024
DAFTAR PPPK GURU KABUPATEN PURWOREJO TAHUN 2024DAFTAR PPPK GURU KABUPATEN PURWOREJO TAHUN 2024
DAFTAR PPPK GURU KABUPATEN PURWOREJO TAHUN 2024RoseMia3
 

Recently uploaded (20)

OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptxOPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
 
Regresi Linear Kelompok 1 XI-10 revisi (1).pptx
Regresi Linear Kelompok 1 XI-10 revisi (1).pptxRegresi Linear Kelompok 1 XI-10 revisi (1).pptx
Regresi Linear Kelompok 1 XI-10 revisi (1).pptx
 
Stoikiometri kelas 10 kurikulum Merdeka.ppt
Stoikiometri kelas 10 kurikulum Merdeka.pptStoikiometri kelas 10 kurikulum Merdeka.ppt
Stoikiometri kelas 10 kurikulum Merdeka.ppt
 
Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
 
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsxvIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
 
PPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptx
PPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptxPPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptx
PPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptx
 
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxPPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
 
PPT Mean Median Modus data tunggal .pptx
PPT Mean Median Modus data tunggal .pptxPPT Mean Median Modus data tunggal .pptx
PPT Mean Median Modus data tunggal .pptx
 
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).pptKenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
 
PELAKSANAAN (dgn PT SBI) + Link2 Materi Pelatihan _"Teknik Perhitungan TKDN, ...
PELAKSANAAN (dgn PT SBI) + Link2 Materi Pelatihan _"Teknik Perhitungan TKDN, ...PELAKSANAAN (dgn PT SBI) + Link2 Materi Pelatihan _"Teknik Perhitungan TKDN, ...
PELAKSANAAN (dgn PT SBI) + Link2 Materi Pelatihan _"Teknik Perhitungan TKDN, ...
 
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
 
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
 
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
 
Membaca dengan Metode Fonik - Membuat Rancangan Pembelajaran dengan Metode Fo...
Membaca dengan Metode Fonik - Membuat Rancangan Pembelajaran dengan Metode Fo...Membaca dengan Metode Fonik - Membuat Rancangan Pembelajaran dengan Metode Fo...
Membaca dengan Metode Fonik - Membuat Rancangan Pembelajaran dengan Metode Fo...
 
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
 
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdfAksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
 
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptxMateri Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
 
TEKNIK MENJAWAB RUMUSAN SPM 2022 - UNTUK MURID.pptx
TEKNIK MENJAWAB RUMUSAN SPM 2022 - UNTUK MURID.pptxTEKNIK MENJAWAB RUMUSAN SPM 2022 - UNTUK MURID.pptx
TEKNIK MENJAWAB RUMUSAN SPM 2022 - UNTUK MURID.pptx
 
DAFTAR PPPK GURU KABUPATEN PURWOREJO TAHUN 2024
DAFTAR PPPK GURU KABUPATEN PURWOREJO TAHUN 2024DAFTAR PPPK GURU KABUPATEN PURWOREJO TAHUN 2024
DAFTAR PPPK GURU KABUPATEN PURWOREJO TAHUN 2024
 

IKHLAS BERAMAL_klmpk 3 tentang amalan.docx

  • 1. 1 IKHLAS BERAMAL Niat/Motivasi Beramal; Menjauhi Syirik Kecil/Riya Safitri Ani Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang 2220202191@radenfatah.ac.id Monica Pertiwi Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang 2220202173@radenfatah.ac.id Athya Nosa Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang 2220202187@radenfatah.ac.id Abstrak The sincere nature of only expecting mercy from Allah is now starting to recede, quite a few people want to do charity because they follow other people so that they are seen as having better behavior than other people. In writing this article using the library research method, all our acts of worship and deeds are not accepted by Allah unless they are accompanied by sincerity, because sincerity is one of the keys to accepting one's acts of worship. Sincerity is meant to seek Allah's pleasure, not because of wanting any reward, let alone simply wanting to get a title or popularity from other people. Don't let someone do an act of worship just for riya, riya can eliminate the goodness in the act of worship, riya causes good deeds to be erased and rejected, riya makes a person despicable and inferior in front of other people, riya also causes the loss of the reward for the good done. Sifat ikhlas yang hanya mengharapkan rahmat dari Allah kini mulai surut, tidak sedikit orang yang mau beramal karena mengikuti orang lain agar di pandang memiliki perilaku yang lebih baik dari orang lain. Dalam penulisan artikel ini menggunakan metode studi kepustakaan atau library research. Semua amal ibadah dan amal perbuatan kita tidak diterima Allah kecuali disertai dengan keikhlasan, karena ikhlas adalah salah satu kunci diterimanya amal ibadah seseorang. Keikhlasan yang dimaksudkan adalah mencari keridhaan Allah bukan karena menginginkan imbalan apapun apalagi hanya sebatas keinginan untuk mendapat gelar atau popularitas dari orang lain. Jangan sampai seseorang melakukan suatu amal ibadah hanya untuk riya, riya dapat menghilangkan kebaikan dalam amal ibadah, riya menyebabkan terhapus dan tertolaknya amal kebaikan, riya menjadikan seorang hina dan rendah dihadapan orang lain, riya juga menyebabkan hilangnya pahala kebaikan yang dilakukan. Keywords: Ikhlas, Amal, Riya
  • 2. 2 PENDAHULUAN Syekh Ahmad bin Athillah dalam kitab Al-Hikam mengatakan bahwa amal perbuatan merupakan kerangka yang tegak sedangkan rohnya adalah adanya rasa ikhlas dalam perbuatan tersebut. Perkataan tersebut menunjukkan bahwa ketika seseorang memperbaiki ruh atau jiwa dengan keikhlasan dan ketulusan, perbuatan baik itu akan sangat bernilai. Islam menekankan bahwa perlunya keikhlasan dan kemurnian niat kepada Allah, yang mengarahkan niatnya hanya kepada-Nya semata bukan sekedar kata- kata kosong. Dalam hidup itu sendiri tidak akan bahagia dan berjalan dengan lurus tanpa adanya orang-orang tulus. Banyak kekacauan dan krisis-krisis yang menimpa manusia karena beberapa manusia itu sendiri yang hanya menginginkan dunia tanpa rahmat dari Allah untuk akhiratnya. Sifat ikhlas yang hanya mengharapkan rahmat dari Allah kini mulai surut, sebab kebanyakan orang dengan sikap egoisnya menempatkan segala sesuatu atas dirinya sendiri tanpa mementingkan kepentingan orang lain. Tidak sedikit orang yang mau beramal karena mengikuti orang lain agar di pandang memiliki perilaku yang lebih baik dari orang lain. Sekarang ini banyak kegiatan-kegiatan amal kebaikan yang manusia lakukan dengan mudahnya tersebar di berbagai media sosial, tidak menutup kemungkinan apa yang mereka lakukan adalah dengan harapan ingin mendapatkan pujian dan kebanggaan diri dari teman-temannya. Media sosial dapat memberikan sisi positif dan negatif kepada penggunanya, tetapi sewajarnya hal yang kita lakukan hendaklah dengan niat yang tulus tanpa campur tangan ingin terlihat baik dan saleh dihadapan banyak orang. Selaras dengan pepatah bila tangan kanan memberi maka tangan kiri jangan sampai tahu apa yang dilakukan tangan kanan. Jangankan orang lain, anggota tubuh sendiri pun tidak perlu mengetahui apa yang dilakukan anggota tubuh lain. Namun kelak anggota tubuh itulah yang akan menjadi saksi atas setiap perilakunya. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penulisan artikel ini menggunakan metode studi kepustakaan atau library research dengan mengumpulkan data-data pustaka
  • 3. 3 dari berbagai sumber bacaan berupa buku, jurnal, artikel, dan sumber relevan lainnya yang berasal dari internet yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas. Adapun masalah pada penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui materi “Ikhlas Beramal: niat atau motivasi beramal, menjauhi perbuatan syirik kecil atau riya”. Untuk tahapan yang dilakukan penulis yaitu setelah mengumpulkan berbagai sumber-sumber terkait topik yang diteliti dilanjutkan dengan membaca dan mengkaji sumber yang telah dikumpulkan dan membuat catatan terkait inti yang relevan dan menjadikan sebuah kesimpulan untuk disusun dan kemudian ditulis. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Definisi Ikhlas Secara etimologi kata “ikhlas” adalah kata yang berasal dari bahasa Arab, yang artinya murni, tiada bercampur, bersih, jernih. Kata ini dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai: hati yang bersih (kejujuran); tulus hati (ketulusan hati) dan kerelaan. Kata ikhlas juga berarti menyucikan dan membersihkan sesuatu. Jadi ikhlas adalah sesuatu yang murni yang tidak bercampur dengan hal-hal yang bisa mencampurinya hanya pada satu tujuan dan arah. Sedangkan secara terminologi ikhlas adalah mengarahkan segala sesuatu atau perbuatan hanya kepada Allah SWT. Ustaz Abul Qasim al-Qusyairi dalam kitab Ar-Risalah-nya berkata, “Ikhlas ialah mengesakan hak Allah SWT dalam ketaatan dengan maksud yakni, dengan ketaatannya itu, dia hendak bertaqarrub kepada Allah SWT, bukan kepada sesuatu yang lain, seperti berpura-pura kepada makhluk, mencari pujian orang, senang sanjungan orang, atau untuk maksud- maksud tujuan lain selain taqarrub kepada Allah SWT. Abu al-Qasim al-Qusyairiy mengatakan bahwa seseorang yang ikhlas adalah yang berkeinginan untuk menegaskan hak-hak Allah dalam setiap perbuatan ketaatannya. Dengan ketaatan itu bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Ia melakukan segala sesuatu bukan untuk mendapat pujian manusia atau sanjungan dari siapapun. Semata-mata yang ia lakukan hanya mengharapkan kedekatan kepada Allah. Ulama lain Haris
  • 4. 4 al-Muhasibiy mengatakan bahwa ikhlas adalah menghilangkan makhluk dari hubungan antara seseorang dengan Tuhannya.1 Syaikh Abdul Malik menjelaskan para ulama bervariasi dalam mendefinisikan ikhlas namun pada hakikatnya dari definisi-definisi mereka adalah sama. Diantaranya ada yang mengatakan bahwa ikhlas adalah menjadikan tujuan hanyalah untuk Allah tatkala beribadah, yaitu ketika seseorang beribadah maka hatimu dan wajahmu hanya diarahkan kepada Allah bukan kepada manusia. Ada juga yang mengatakan bahwa ikhlas adalah membersihkan amalan dari komentar manusia, artinya cukuplah Allah yang memperhatikan amalan kebajikan yang dilakukan agar senantiasa seseorang itu ikhlas dalam amalannya hanya untuk-Nya. Karena yang terpenting adalah ridha dari Allah atas setiap aktivitas manusia dalam hidupnya. Ikhlas juga bisa berarti bahwa melupakan pandangan manusia dengan selalu memandang kepada Allah. Syaikh Abdul Malik juga berkata bahwa ikhlas itu bukan hanya terbatas pada urusan amalan-amalan ibadah bahkan ia juga berkaitan dengan dakwah kepada Allah.2 Dalam kitab Ar-Risalatul Qusyairiyyah fi ‘Ilmi at-Tashawwufi, Anas bin Malik r.a. menuturkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: Belenggu tidak akan masuk ke dalam hati seorang Muslim jika ia menetapi tiga perkara: Ikhlas beramal hanya bagi Allah SWT, memberikan nasihat yang tulus kepada penguasa, dan tetap berkumpul dengan masyarakat Muslim. (HR Ahmad, dikategorikan shahih oleh Ibnu Hibban dan Ibnu Hajar). Ikhlas berarti bermaksud untuk menjadikan Allah SWT sebagai satu- satunya sesembahan. Sikap taat dimaksudkan adalah taqarrub kepada Allah SWT, mengesampingkan yang lain dari makhluk, apakah itu sifat memperoleh pujian ataupun penghormatan dari manusia. Ataupun konotasi kehendak selain taqarrub kepada Allah SWT semata. Bahkan bisa dikatakan, “Keikhlasan berarti menyucikan amal-amal perbuatan dari campur tangan sesama makhluk.” Dikatakan juga, “Keikhlasan berarti melindungi diri sendiri dari urusan individu-individu manusia.” Nabi SAW ditanya, apakah ikhlas itu? Nabi SAW bersabda: 1 Deden Rahmanudin, “Ikhlas Antara Perspektif Dan Praktek,” Jurnal Ilmiah Lintas Kajian 4, no. 1 (2022): Hal. 4. 2 Abu Muhsin Firanda Andirja, Ikhlas Dan Bahaya Riya (Maktabah Raudhah al-Muhibbin, 2011), Hal. 5.
  • 5. 5 Aku bertanya kepada Jibril AS tentang ikhlas, apakah ikhlas itu? Lalu Jibril berkata, “Aku bertanya kepada Tuhan Yang Maha Suci tentang ikhlas, apakah sebenarnya?” Allah SWT menjawab, “Suatu rahasia dari rahasia-Ku yang Aku tempatkan di hati hamba-hamba-Ku yang Ku cintai. (HR Al-Qazwini, riwayat dari Hudzaifah).3 Sedangkan menurut Syaikh Abu Thalib al-Makki, ikhlas adalah inti amal dan penentu diterima atau tidaknya suatu amal di sisi Allah Yang Maha Tahu. Amal tanpa ikhlas bagaikan kelapa tanpa isi, raga tanpa nyawa, pohon tanpa buah, awan tanpa hujan, anak tanpa garis keturunan, dan benih yang tidak tumbuh.4 Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa ikhlas adalah ketika kita menjadikan niat dalam melakukan suatu amalan hanya karena Allah semata bukan karena makhluk-Nya, bukan juga karena ingin terlihat baik oleh manusia dan mendapat pujian atau pengakuan dari orang lain. Niat/Motivasi Beramal Setiap amal perbuatan haruslah didasari dengan niat, sebagaimana sabda Rasulullah,5 “sesungguhnya setiap amal perbuatan itu harus dengan niat. Setiap orang yang beramal akan menuai sesuai niatnya.” (HR. Bukhari Muslim) Ketentuan utama dalam setiap amal ibadah umat Islam agar amalnya diterima oleh Allah adalah dengan ikhlas. Oleh karena itu, setiap hamba Allah sebaiknya membuktikan seluruh perhatiannya, seluruh gerak geriknya, amal serta perbuatannya, baik lahir ataupun batin sekedar diarahkan kepada Allah. Ikhlas memiliki kaitannya dengan niat karena niat merupakan keadaan atau sifat yang timbul dari dalam hati manusia yang menggerakkan atau mendorongnya untuk melaksanakan suatu pekerjaan.6 Seorang yang ikhlas dapat dikatakan sebagai seorang yang religius-spiritual. Seorang yang religius, adalah seorang yang prososial karena mudah berempati, jujur, adil, dan menunjukkan penghargaan pada norma-norma prososial. 3 Nur Khadijah, Skripsi: Ikhlas Dalam Beramal Menurut Mufassir (Surabaya: UIN Sunan Ampel, 2018), Hal. 21. 4 Izza Rohman Nahrowi, Ikhlas Tanpa Batas: Belajar Hidup Tulus dan Wajar kepada Sepuluh Ulama-Psikolog Klasik (Jakarta: Zaman, 2016), Hal. 5. 5 Hasan Al-Uwaisyah, Ikhlas Kunci Diterimanya Ibadah (Jakarta Timur: Akbarmedia, 2011), Hal. 4. 6 Abdul Halim Fathani, Ensiklopedia Hikmah (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media Group, 2008), Hal. 258.
  • 6. 6 Seseorang dikatakan memiliki sifat ikhlas apabila dalam melakukan perbuatan, ia selalu didorong oleh niat untuk berbakti kepada Allah dan bentuk perbuatan itu sendiri dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya menurut hukum syariah. Sifat seperti ini senantiasa terwujud baik dalam dimensi pikiran ataupun perbuatan. Dalam sebuah hadis dijelaskan bahwa: Khumaidiy ‘Abdullah ibnu az-Zubair telah menceritakan kepada kami, ia berkata Sufyan telah menceritakan kepada kami, ia berkata Yahya ibnu Sa’id al-Anshariy telah menceritakan kepada kami, ia berkata Muhammad ibn Ibrahimat-Taimiy telah memberitahukan kepadaku, bahwasanya ia telah mendengar ‘Alqomah ibn Waqosh al-Laitsiy berkata: Saya telah mendengar ‘Umar ibn al-Khattab r.a di atas mimbar berkata: (Sesungguhnya semua amal itu tergantung dari niatnya, dan sesungguhnya apa yang diperoleh oleh seseorang adalah sesuai dengan apa yang diniatkannya. Siapa yang berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya maka hijrahnya itu akan diterima oleh Allah dan Rasul-Nya, dan siapa yang hijrahnya karena mencari dunia atau karena wanita yang akan dinikahinya, maka hijrahnya itu hanya memperoleh apa yang diniatkannya dalam hijrahnya itu). (HR. Bukhari Muslim). Dalam hadits lain, Abu Hurairah berkata: Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya manusia yang pertama kali diadili di hari kiamat adalah seseorang yang mati syahid di jalan Allah, maka ia didatangkan dan diperlihatkan nikmat- nikmat (sebagai pahalanya), kemudian ia melihatnya seraya dikatakan (kepadanya), “Amalan apakah yang engkau lakukan sehingga memperoleh nimat-nikmat itu?” Ia menjawab, “Aku berperang karena- Mu, sehingga mati, aku mati syahid.” Allah menjawab, “Dusta engkau, sesungguhnya kamu berbuat (yang demikian itu) supaya kamu dikatakan sebagai pahlawan. Dan kemudian (malaikat) diperintahkan kepadanya lalu menyeret mukanya dan melemparkannya ke dalam neraka; Seseorang menuntut ilmu dan mengajarkan atau membaca al- Qur’an, maka ia didatangkan dan diperlihatkan nikmat-nikmat itu (sebagai pahalanya), lalu ia melihatnya seraya dikatakan (kepadanya), “Amal apakah yang engkau lakukan sehingga memperoleh nikmat itu? Ia menjawab, “Aku menuntut ilmu dan mengajarkannya, dan membaca al-Qur’an (hanya) untuk-Mu. Kemudian Allah SWT menjawab “Dusta engkau, sesungguhnya engkau menuntut ilmu supaya dikatakan engkau pintar dan engkau membaca (al-Qur’an) itu supaya dikatakan sebagai qori’, ”kemudian (malaikat) diperintahkan untuk menyeret mukanya dan melemparkannya ke dalam neraka. Seseorang yang diberi Allah SWT bermacam macam harta benda, kemudian ia didatangkan dan diperlihatkan nikmat itu (sebagai pahalanya) lalu ia melihatnya seraya dikatakan (kepadanya), “Amal apakah yang engkau lakukan sehingga
  • 7. 7 memperoleh nikmat itu?” Ia menjawab, “Aku tidak pernah meninggalkan infak dari jalan yang Engkau ridai, melainkan aku berinfak hanya karena-Mu.” Lalu Allah SWT menjawab, “Dusta engkau, sesungguhnya kamu berbuat (yang demikian itu) supaya kamu dikatakan sebagai seorang dermawan, kemudian (malaikat) diperintahkan untuk menyeret mukanya dan melemparkannya ke dalam neraka (HR. Muslim).7 Dalam hadis lain Rasulullah Saw bersabda yang artinya: Ada seorang laki-laki yang mengunjungi saudaranya di kota lain, maka Allah mengutus malaikat di perjalanannya, ketika malaikat itu bertemu dengannya, malaikat itu bertanya “hendak ke mana engkau ?”maka dia pun berkata “Aku ingin mengunjungi saudaraku yang tinggal di kota ini”. Maka malaikat itu kembali bertanya “Apakah engkau memiliki suatu kepentingan yang menguntungkan mu dengannya ?” orang itu pun menjawab: ”tidak, hanya saja aku mengunjunginya karena aku mencintainya karena Allah, malaikat itu pun berkata: “sesungguhnya aku adalah utusan Allah untuk mengabarkan kepadamu bahwa sesungguhnya Allah mencintaimu sebagaimana engkau mencintai saudaramu itu karena-Nya. (HR Muslim). Hadits ini menjelaskan bahwa jika seseorang mengunjungi saudaranya hanya karena Allah, maka sebagai balasannya, Allah pun mencintai orang tersebut. Dalam hadits lain, Rasulullah Saw, bersabda: Tidaklah engkau menafkahi keluargamu yang dengan perbuatan tersebut engkau mengharapkan wajah Allah, maka perbuatanmu itu akan diberi pahala oleh Allah, bahkan sampai sesuap makanan yang engkau letakkan di mulut istrimu (HR Bukhari-Muslim).8 Dari hadis-hadis diatas dapat disimpulkan bahwa semua amal ibadah dan amal perbuatan kita tidak diterima Allah kecuali disertai dengan keikhlasan, karena ikhlas adalah salah satu kunci diterimanya amal ibadah seseorang. Keikhlasan yang dimaksudkan adalah mencari keridhaan Allah bukan karena menginginkan imbalan apapun apalagi hanya sebatas keinginan untuk mendapat gelar atau popularitas dari orang lain. Namun niat yang ikhlas semata juga belum menjamin sepenuhnya amal perbuatan seseorang akan diterima Allah SWT, jika tidak sesuai dengan apa yang digariskan Islam dan Hadis Sahih. Begitu juga amal yang benar menurut tuntutan Islam belum pasti diterima oleh-Nya jika tidak sesuai dengan niat yang ikhlas, dan 7 Rahmanudin, op. cit. 8 Sulman dan Nur Alim Hamzah, “Ikhlas Dalam Beribadah Sesuai Tuntunan Al-Qur’an Dan Hadits,” Jurnal Ushuluddin Adab dan Dakwah 2, no. 1 (2019): Hal. 69.
  • 8. 8 tidak dikerjakan semata-mata untuk mendapatkan keridaan-Nya. Hadis Nabi SAW. yang dikeluarkan oleh Imam Muslim dalam kitab Shahih Muslim dari ‘Aisyah bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang mengerjakan suatu perbuatan yang tidak kami perintahkan, maka perbuatan itu tertolak” Oleh karena itu yang paling diwajibkan dalam amal perbuatan kita bukanlah banyaknya amal tetapi tanpa keikhlasan, melainkan amal yang kecil sekalipun jika disertai dengan ketulusan dan ikhlas hanya untuk mencari ridha Allah maka amal perbuatan itu akan bernilai besar. Amal yang dinilai kecil di mata manusia, apabila kita melakukannya dengan ikhlas karena Allah, maka Allah akan menerima dan melipat gandakan pahala dari amal perbuatan tersebut. Betapa banyak amalan yang kecil menjadi besar karena niat, dan betapa banyak pula amal yang besar menjadi kecil hanya karena niat. Seseorang yang telah beramal ikhlas karena Allah (di samping amal tersebut harus sesuai dengan tuntunan Rasulullah Saw), maka keikhlasan tersebut akan mampu mencegah setan untuk menguasai dan menyesatkannya. Komponen-Komponen Ikhlas Untuk memperoleh sifat ikhlas diperlukan beberapa sifat atau sikap sebagai penunjang kesempurnaan yang harus ada dalam sifat ikhlas dan sekaligus sebagai quality control bagi keikhlasan itu sendiri, di antaranya adalah sebagai berikut: 1. Zuhud Pengertian zuhud ialah berpalingnya kehendak atau keinginan dari sesuatu ke sesuatu yang lebih baik daripadanya. Orang yang zuhud adalah yang berusaha melepaskan diri dari ikatan-ikatan materi dan kenikmatan dunia, kemudian berusaha mengerahkan segenap tenaga dan usahanya untuk beribadah kepada Allah SWT demi menggapai Ridha-Nya. Jikalau orang seperti ini dipuji maka dadanya akan sesak dan tidak rela menerimanya. Ia menyadari bahwa pujian itu berasal dari makhluk, bukan dari Khaliq. Bahkan, ada yang berpendapat bahwa pujian yang ditujukan kepadanya itu mengandung unsur kesyirikan, sebab yang berhak menerimanya hanyalah Dzat Penguasa semesta alam. Orang yang zuhud hanya mengharap pujian dari Allah SWT karena semua pemberian dan ucapan Allah SWT tidak ada yang sifatnya menipu. Berbanding terbalik dengan ucapan dan pujian yang
  • 9. 9 berasal dari makhluk, yang masih bercampur dengan dusta dan kemunafikan.9 2. Wara’ Ibnu Qayyim al-Jauziyah mengatakan bahwa wara’ adalah meninggalkan segala sesuatu yang dikhawatirkan mendatangkan kerugian bagi hamba di akhirat. Menurut ulama lain, wara’ merupakan meninggalkan segala sesuatu yang menimbulkan perasaan ragu (waswas), menghindari segala hal yang bisa mencemari kesucian hati, memilih hal-hal yang sudah diyakini kebenarannya, dan menundukkan hawa nafsu supaya mau melakukan hal- hal yang berat untuk dikerjakan. Apabila melihat kepada pengertian kedua ini, maka sifat wara’ mencakup meninggalkan semua yang diharamkan oleh Allah maupun semua hal yang masih syubhat (samar-samar), serta tidak berlebih-lebihan dalam melakukan apa-apa yang hukumnya mubah.10 3. Syukur Hakikat syukur adalah mengetahui tidak ada pemberi nikmat selain Allah SWT bahkan mengetahui dengan rinci nikmat-nikmat-Nya kepada kita, baik yang ada pada jiwa, raga, dan segala hal yang memenuhi kebutuhan hidup kita, kemudian kita giat berbuat kebaikan dalam rangka mensyukuri nikmat- Nya. Syukur menunjukkan bahwa hati itu mengetahui dan merasakan nikmat. Oleh karena itu, sepatutnya orang berakal melayangkan pandangannya ke sekitarnya, memperhatikan masa lalu dan masa sekarangnya untuk melihat nikmat-nikmat yang meliputi batin dan lahirnya. Dia wajib mencari di dalam ingatannya untuk mengingat nikmat yang telah dikaruniakan Allah kepadanya, dalam setiap waktu dan dalam keadaan bagaimanapun. Bahkan dia yakin bahwa Allah SWT tidak pernah berbuat zalim terhadap alam semesta beserta isinya. 4. Sabar Menurut al-Ghazali yang dinamakan sabar ialah meninggalkan segala macam pekerjaan yang digerakkan oleh hawa nafsu, tetap pada pendirian 9 Pakih Sati, Nasihat-Nasihat Hikmah Ibnu Atha’illah dan Tafsir Motivasinya (Yogyakarta: Saufa, 2015), Hal. 282. 10 Ummu Ihsan dan Abu Ihsan Al-Atsari, Ensiklopedi Akhlak Salaf: 13 Cara Mencapai Akhlak Mulia (Jakarta: Pustaka Imam As-Syafi’i, 2013), Hal. 513.
  • 10. 10 agama yang mungkin bertentangan dengan kehendak hawa nafsu, semata- mata karena menghendaki kebahagiaan dunia dan akhirat. Kesabaran adalah menahan diri dari kegelisahan dan kemarahan, menahan lisan dari mengeluh dan menahan anggota badan dari apa-apa yang tidak terpuji. Dengan kesabaran tersebut, seseorang dapat menghindarkan diri dari sesuatu yang tidak selayaknya untuk dilaksanakan. Tegar dalam menghadapi ujian disertai dengan etika yang baik. 5. Tawakal Tawakal merupakan jalan terkuat dan yang paling dicintai Allah. Tawakal merupakan setengah bagian dari agama, sedangkan bagian setengah yang lainnya adalah taubat kepada Allah. Agama itu mencakup usaha meminta tolong kepada Allah dan ibadah kepada-Nya. Tawakal merupakan bagian dari usaha untuk meminta tolong, sedangkan taubat adalah bentuk dari ibadah yang dilakukan. Dengan tawakal, hati terhubung langsung kepada Allah sehingga seorang mukmin tidak mencari pertolongan dan perlindungan kepada makhluk melainkan hanya kepada-Nya. Sikap seperti itu yang melahirkan keseimbangan dalam usaha hamba di dunia; berpegang teguh pada pertolongan Allah SWT dalam berusaha dan menyerahkan hasilnya dengan sepenuh hati kepada kehendak-Nya. Apa pun takdir yang Dia tetapkan, niscaya orang-orang yang bertawakal akan mampu menerimanya dengan lapang dada. Definisi Riya Kata riya’ di ambil dari bahasa Arab yaitu ru’yah yang artinya memperlihatkan atau pamer, riya’ itu melihatkan atau memamerkan sesuatu kepada orang lain, berupa barang atau pun perbuatan baik yang di lakukan, bertujuan agar orang lain memujinya dan melihatnya. Dalam KBBI, riya diartikan sebagai menunjukkan sesuatu kepada orang lain dengan maksud menunjukkan kelebihan diri. Riya menurut istilah adalan melakukan amal ibadah dengan niat agar dipuji orang lain.11 Imam Al-Ghazali mengatakan bahwa riya itu sebagai amalan yang dikerjakan hanya untuk diperlihatkan kepada manusia dalam rangka memperoleh 11 Hanna Salsabila dan Eni Zulaiha, “Riya’ Perspektif Tafsir Tematik dalam Al-Qur’an,” Gunung Djati Conference Series 4 (2021): Hal. 460.
  • 11. 11 popularitas dan kedudukan dari mereka.12 Orang yang memiliki sikap riya’ bukan mengharapkan ridha Allah melainkan semata-mata ingin mendapat pujian dari orang lain. Dalam pandangan tasawuf, Imam Nawawi menyebutkan bahwa riya’ bagian dari bentuk syirik tersembunyi yang bisa merusak ibadah serta kebaikan yang di lakukan tidak di pandang baik oleh Allah Swt. Sebagaiamana Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda: Sesungguhnya hal paling aku khawatirkan akan menimpa kalian adalah syirik kecil. Para sahabat bertanya “apa itu syirik kecil wahai Rasulullah?”Beliau bersabda “syirik kecil adalah riya. Allah Azza Wajalla berkata pada mereka yang berbuat riya pada hari kiamat ketika manusia mendapat balasan atas amalan mereka “pergilah kalian pada orang yang kalian perlihatkan ibadah kalian pada mereka di dunia. Lalu lihatlah apakah kalian mendapatkan balasan dari mereka?” (HR. Ahmad.) Dapat diambil kesimpulan bahwa riya merupakan suatu perbuatan yang dilakukan seseorang dengan maksud menunjukkan pada orang lain bahwa ia baik, dengan melakukan amal kebaikan hanya untuk dilihat baik oleh orang lain dan mendapat pujian dari orang lain. Bahaya Riya Bahaya riya itu sendiri sangat besar karena riya dapat merusak ibadah yang dimaksudkan untuk kepentingan dunia semata. Riya menghilangkan kebaikan dalam amal ibadah, riya menyebabkan terhapus dan tertolaknya amal kebaikan, riya menjadikan seorang hina dan rendah dihadapan orang lain, riya juga menyebabkan hilangnya pahala kebaikan yang dilakukan. Allah taala menegaskan dalam Alquran tentang bahaya riya, yaitu kecelakaan yang akan menimpa pelakunya. Allah taala berfirman : َ‫ِين‬‫ل‬َ‫ص‬ُ‫م‬ْ‫ل‬ِ‫ل‬ ٌ‫ل‬ْ‫ي‬ َ‫و‬َ‫ف‬ ﴿ ٤ ﴾ َ‫ون‬ُ‫ه‬‫ا‬َ‫س‬ ْ‫م‬ِ‫ه‬ِ‫ت‬ َ ‫َل‬َ‫ص‬ ْ‫ن‬َ‫ع‬ ْ‫م‬ُ‫ه‬ َ‫ِين‬‫ذ‬َّ‫ال‬ ﴿ ٥ ﴾ َ‫ون‬ُ‫ء‬‫ا‬ َ‫ُر‬‫ي‬ ْ‫م‬ُ‫ه‬ َ‫ِين‬‫ذ‬َّ‫ال‬ ﴿ ٦ ﴾ َ‫ون‬ُ‫ع‬َ‫ن‬ْ‫م‬َ‫ي‬ َ‫و‬ َ‫ُون‬‫ع‬‫ا‬َ‫م‬ْ‫ال‬ ﴿ ٧ ﴾ 12 Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali, Ihya’ ’Ulumuddin Vol. III (Jakarta: Al-Haramain, n.d.), Hal. 290.
  • 12. 12 Artinya: Maka celakalah bagi orang yang salat, yaitu orang-orang yang lalai dari salatnya, orang-orang yang berbuat riya dan mencegah dari menolong dengan barang yang berguna. (Qs. Al Ma’un : 4-7)13 Oleh karena itu perilaku riya', sebaiknya dijauhi oleh umat muslim, karena amal shaleh dan ibadah yang kita lakukan selama ini akan hilang pahala akhiratnya. Dengan kata lain, menurut Amim Al-Kurdi tarkurriy' atau meningglkan riya' sangat diperlukan dalam menjaga keberlangsungan pahala dari Allah SWT. Niat beramal itu harus ikhlas hanya karna Allah Swt. Allah hanya menerima amal kita yang di sertai keikhlasan dan ketulusan karena-Nya, bukan karena ingin di lihat (riya’), di dengar (sum’ah), atau di puji orang. Allah mencintai hamba-hamba-Nya yang beriman dan tulus dalam beramal dan beribadah semata mengharapkan pahala dan kebaikan dari-Nya bukan mengharapkan pujian, sanjungan atau kebaikan manusia. Allah berfirman, َ‫م‬َ‫ا‬ َۤ ‫ا‬ َ‫م‬ ۤ‫ر‬ُ‫و‬‫ا‬‫ر‬‫ا‬ ِ‫ل‬‫و‬‫ا‬‫ا‬ ‫رۤا‬َ‫ر‬ۡ‫ُم‬َُ‫و‬‫ا‬ َ ‫ه‬ َ َ‫خ‬‫م‬ُ ‫و‬ ‫ص‬‫و‬‫ي‬ ‫م‬‫ن‬‫ر‬‫ا‬ ‫ر‬‫ـ‬‫ه‬َ‫ا‬ َ‫خ‬‫م‬ِّ‫ۡو‬َ‫اا‬ َ‫ن‬َ‫م‬َ‫ا‬َ‫ء‬‫ر‬َ ‫َا‬‫ر‬ُ‫م‬ُ‫و‬ۡ‫ر‬ِّ َۤ َ‫ص‬َ‫ل‬‫ي‬ِ‫ص‬‫اا‬ ‫َا‬‫ر‬ُ ‫م‬ ۡ‫ر‬ِّ َۤ ‫ل‬‫ز‬ِ‫ااك‬َ‫ص‬َ َ‫وذ‬‫ا‬‫ل‬‫ك‬ َۤ ‫ر‬‫خ‬‫م‬ِّ‫و‬ُ ‫و‬َُۡ‫و‬َُۡۡ‫م‬‫اا‬ Artinya: Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah, dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama, dan juga agar melaksanakan salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus (benar). “( Qs.Al-Bayyinah : 5 ) Mengingat bahayanya riya’ ini atau tidak ikhlas ini, dalam kitab Siyar A’lam an-Nubala’ Imam Ahmad mengatakan “Aku memohon kepada Allah agar tidak menjadikan kita termasuk orang-orang yang riya”. Suatu saat, beliau mendengar orang-orang memuji keilmuan dan kepribadiannya yang luhur. Mengetahui hal itu, ia berpesan kepada abu bakar, muridnya, “Wahai Abu Bakar, jika sesorang mengetahui aib-aib dirinya niscaya pujuan manusia tidak ada gunanya”. Dalam kitab az-Zuhd karya Imam Ahmad disebutkan, seseorang pernah bertanya pada Tamim Ad-Dari, "Bagaimana shalat malam Anda?" Mendengar pertanyaan itu, Tamim pun sangat marah, kemudian berkata, "Demi Allah, satu rakaat saja shalatku di tengah malam tanpa diketahui orang lain itu lebih aku sukai 13 Rahmad Ilahi, “Jalan Agar Ibadah Diterima,” Jurnal WARAQAT 5, no. 1 (2020): Hal. 127.
  • 13. 13 dibanding aku shalat semalam penuh, kemudian aku menceritakan pada orang- orang agar mendapatkan pujian mereka." Orang beriman yang meyakini adanya Allah dan menjadikan-Nya sebagai orientasi atau tujuan hidupnya dengan demikian seharusnya mengikhlaskan hatinya dalam setiap amal, serta membersihkannya dari riya. Nabi bahkan menyamakan riya dengan syirik atau menyekutukan Allah yang merupakan dosa besar, "Riya itu membuat amal seseorang menjadi sia-sia, sebagaimana syirik juga membuat amal jadi tidak ada gunanya. "(HR. Ar-Rabi')”.14 Jadi kita sebagai umat muslim sebaiknya senantiasa meluruskan kembali niat kita terhadap amal ibadah atau perbuatan yang kita lakukan. Niatkan lah semata hanya untuk mencari ridha Allah tanpa mengharapkan imbalan apapun, apalagi mengharapkan pujian dan sanjungan dari orang lain. Amal yang dilakukan seseorang dengan tujuan ingin terlihat baik didepan orang lain rasanya akan menjadi sia-sia saja. Karena sesungguhnya kita tidak membutuhkan penilaian dari orang lain, cukuplah Allah sebaik-baik yang menilai diri kita bagaimana. Hukum Menyembunyikan Amal. Imam Al-Iz bin Abdus Salam telah menjelaskan hukum menyembunyikan amalan kebajikan secara terperinci sebagai berikut. Beliau berkata, "Keta'atan (pada Allah) ada tiga : 1. Yang pertama, adalah amalan yang disyariatkan secara dengan dinampakan seperti adzan, iqomat, bertakbir, membaca Quran dalam sholat secara jahr, khutbah-kutbah, amar ma'ruf nahi mungkar, mendirikan sholat jumat dan sholat secara berjamaah, merayakan hari-hari 'ied, jihad, mengunjungi orang-orang yang sakit, mengantar jenazah, maka hal-hal seperti ini tidak mungkin disembunyikan. Jika pelaku amalan-amalan tersebut takut riya, maka hendaknya dia berusaha bersungguh-sungguh untuk menolaknya hingga dia bisa ikhlas kemudian dia bisa melaksanakannya dengan ikhlas, sehingga dengan demikian dia akan mendapatkan pahala amalannya dan juga pahala karena kesungguhannya menolak riya, karena amalan-amalan ini maslahatnya juga untuk orang lain. 14 Ibnu Muhajir, Ikhlas Beramal Untuk Hidup Berkualitas (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2020).
  • 14. 14 2. Yang kedua, amalan yang jika diamalkan secara tersembunyi lebih afdhol dari pada jika dinampakkan. Contohnya seperti membaca qiro'ah secara perlahan tatkala sholat (yaitu sholat yang tidak disyari'atkan untuk menjahrkan qiro'ah), dan berdzikir dalam sholat secara perlahan. Maka dengan perlahan lebih baik daripada jika dijaharkan. 3. Yang ketiga, amalan yang terkadang disembunyikan dan terkadang dinampakkan seperti sedekah. Jika dia kawatir tertimpa riya' atau dia tahu bahwasanya biasanya kalau dia nampakan amalannya dia akan riya", maka amalan (sedekah) tersebut disembunyikan lebih baik daripada jika dinampakkan. Adapun orang yang aman dari riya' maka ada dua keadaannya : 1. Yang pertama, dia bukanlah termasuk orang yang diikuti, maka lebih baik dia menyembunyikan sedekahnya, karena bisa jadi dia terkena riya' ketika menampakkan sedekahnya. 2. Yang kedua, dia merupakan orang yang dicontohi, maka dia menampakan sedekahnya lebih baik karena hal itu membantu fakir miskin dan dia akan diikuti. Maka dia telah memberi manfaat kepada fakir miskin dengan sedekahnya dan dia juga menyebabkan orang-orang kaya bersedekah pada fakir miskin karena mencontohi dia, dan dia juga telah memberi manfaat pada orang-orang kaya tersebut karena mengikuti dia yang beramal soleh.15 Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa, jika seseorang melakukan suatu amal kebaikan ada baiknya jangan sampai menampakkan kebaikan tersebut jika dikhawatirkan akan menimbulkan riya. Tetapi tidak masalah ketika dia yakin bahwa kebaikan tersebut tidak akan menimbulkan riya pada dirinya, maka tidak apa-apa jika menampakkannya sebagai hal yang patut dicontoh oleh orang lain untuk berlomba-lomba berbuat kebaikan. KESIMPULAN Ikhlas adalah ketika kita menjadikan niat dalam melakukan suatu amalan hanya karena Allah semata bukan karena makhluk-Nya, bukan juga karena ingin 15 Andirja, op. cit., Hal. 25-26.
  • 15. 15 terlihat baik oleh manusia dan mendapat pujian atau pengakuan dari orang lain. Ketentuan utama dalam setiap amal ibadah umat Islam agar amalnya diterima oleh Allah adalah dengan ikhlas. Oleh karena itu yang paling diwajibkan dalam amal perbuatan kita bukanlah banyaknya amal tetapi tanpa keikhlasan, melainkan amal yang kecil sekalipun jika disertai dengan ketulusan dan ikhlas hanya untuk mencari ridha Allah maka amal perbuatan itu akan bernilai besar. Amal yang dinilai kecil di mata manusia, apabila kita melakukannya dengan ikhlas karena Allah, maka Allah akan menerima dan melipat gandakan pahala dari amal perbuatan tersebut. Betapa banyak amalan yang kecil menjadi besar karena niat, dan betapa banyak pula amal yang besar menjadi kecil hanya karena niat. Sedangkan riya merupakan suatu perbuatan yang dilakukan seseorang dengan maksud menunjukkan pada orang lain bahwa ia baik, dengan melakukan amal kebaikan hanya untuk dilihat baik oleh orang lain dan mendapat pujian dari orang lain. Bahaya riya itu sendiri sangat besar karena riya dapat merusak ibadah yang dimaksudkan untuk kepentingan dunia semata. Riya menghilangkan kebaikan dalam amal ibadah, riya menyebabkan terhapus dan tertolaknya amal kebaikan, riya menjadikan seorang hina dan rendah dihadapan orang lain, riya juga menyebabkan hilangnya pahala kebaikan yang dilakukan. Oleh karena itu sebisa mungkin kita sebagai umat muslim menjauhi perbuatan riya, niatkan lah segala amal ibadah maupun perbuatan semata hanya untuk mencari ridha Allah tanpa mengharapkan imbalan apapun, apalagi mengharapkan pujian dan sanjungan dari orang lain. Amal yang dilakukan seseorang dengan tujuan ingin terlihat baik didepan orang lain rasanya akan menjadi sia-sia saja. Karena sesungguhnya kita tidak membutuhkan penilaian dari orang lain, cukuplah Allah sebaik-baik yang menilai diri kita bagaimana.
  • 16. 16 DAFTAR PUSTAKA Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: Kementerian Agama RI. 2017. Al-Ghazali, Abu Hamid Muhammad. Ihya’ ’Ulumuddin Vol. III. Jakarta: Al- Haramain, n.d. Al-Uwaisyah, Hasan. Ikhlas Kunci Diterimanya Ibadah. Jakarta Timur: Akbarmedia, 2011. Andirja, Abu Muhsin Firanda. Ikhlas Dan Bahaya Riya. Maktabah Raudhah al- Muhibbin, 2011. Fathani, Abdul Halim. Ensiklopedia Hikmah. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media Group, 2008. Ihsan, Ummu, dan Abu Ihsan Al-Atsari. Ensiklopedi Akhlak Salaf: 13 Cara Mencapai Akhlak Mulia. Jakarta: Pustaka Imam As-Syafi’i, 2013. Ilahi, Rahmad. “Jalan Agar Ibadah Diterima.” Jurnal WARAQAT 5, no. 1 (2020). Khadijah, Nur. Ikhlas Dalam Beramal Menurut Mufassir. Surabaya: UIN Sunan Ampel, 2018. Muhajir, Ibnu. Ikhlas Beramal Untuk Hidup Berkualitas. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2020. Nahrowi, Izza Rohman. Ikhlas Tanpa Batas: Belajar Hidup Tulus dan Wajar kepada Sepuluh Ulama-Psikolog Klasik. Jakarta: Zaman, 2016. Rahmanudin, Deden. “Ikhlas Antara Perspektif Dan Praktek.” Jurnal Ilmiah Lintas Kajian 4, no. 1 (2022). Salsabila, Hanna, dan Eni Zulaiha. “Riya’ Perspektif Tafsir Tematik dalam Al- Qur’an.” Gunung Djati Conference Series 4 (2021). Sati, Pakih. Nasihat-Nasihat Hikmah Ibnu Atha’illah dan Tafsir Motivasinya. Yogyakarta: Saufa, 2015. Sulman, dan Nur Alim Hamzah. “Ikhlas Dalam Beribadah Sesuai Tuntunan Al- Qur’an Dan Hadits.” Jurnal Ushuluddin Adab dan Dakwah 2, no. 1 (2019).