1. Dokumen tersebut membahas tentang proses hematopoiesis khususnya sintesis leukosit. Ia menjelaskan tentang jenis-jenis leukosit beserta tahapan pembentukannya di sumsum tulang mulai dari sel induk hingga menjadi sel dewasa.
2. Dibahas pula tentang granulopoiesis yang membentuk granulosit dan monopoiesis yang membentuk monosit, melalui beberapa tahapan seperti mieloblas, promielosit, hingga
Dokumen tersebut memberikan informasi tentang percobaan untuk menghitung jumlah sel leukosit pada darah mencit. Terdapat penjelasan singkat tentang jenis-jenis sel darah dan fungsi leukosit beserta gambaran mikroskopiknya. Prosedur percobaan meliputi persiapan sampel darah mencit dan pewarnaan menggunakan pewarna Giemsa untuk dihitung jumlah sel leukositnya di bawah mikroskop.
Buku ini membahas tentang hematologi dengan fokus pada pembentukan sel darah dan jenis-jenis sel darah seperti eritrosit, leukosit, dan trombosit. Proses pembentukan sel darah (hematopoiesis) dimulai dari sel induk hematopoietik dan berlangsung di hati, limpa, dan sumsum tulang. Buku ini berisi informasi mendetail tentang hematopoiesis, eritrosit, dan bab-bab lainnya.
Hematologi mempelajari darah dan organ pembentuk darah serta penyakitnya. Darah terdiri atas plasma, sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit. Sel darah merah mengangkut oksigen, sel darah putih bertugas dalam pertahanan tubuh, dan trombosit berperan dalam proses pembekuan darah.
Dokumen tersebut membahas tentang leukosit dan prosedur hitung jenis leukosit. Terdapat 6 jenis utama leukosit yaitu basofil, eosinofil, neutrofil batang, neutrofil segmen, limfosit, dan monosit. Prosedur hitung jenis leukosit meliputi pengambilan contoh darah, pemeriksaan di bawah mikroskop, dan pengelompokkan 100 sel leukosit berdasarkan jenisnya.
Hematopoiesis adalah proses pembentukan sel darah yang terjadi di sumsum tulang, hati, dan limpa. Organ-organ tersebut menghasilkan eritrosit, leukosit, dan trombosit secara terus-menerus untuk menggantikan sel-sel darah yang telah mati.
Dokumen tersebut memberikan informasi tentang percobaan untuk menghitung jumlah sel leukosit pada darah mencit. Terdapat penjelasan singkat tentang jenis-jenis sel darah dan fungsi leukosit beserta gambaran mikroskopiknya. Prosedur percobaan meliputi persiapan sampel darah mencit dan pewarnaan menggunakan pewarna Giemsa untuk dihitung jumlah sel leukositnya di bawah mikroskop.
Buku ini membahas tentang hematologi dengan fokus pada pembentukan sel darah dan jenis-jenis sel darah seperti eritrosit, leukosit, dan trombosit. Proses pembentukan sel darah (hematopoiesis) dimulai dari sel induk hematopoietik dan berlangsung di hati, limpa, dan sumsum tulang. Buku ini berisi informasi mendetail tentang hematopoiesis, eritrosit, dan bab-bab lainnya.
Hematologi mempelajari darah dan organ pembentuk darah serta penyakitnya. Darah terdiri atas plasma, sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit. Sel darah merah mengangkut oksigen, sel darah putih bertugas dalam pertahanan tubuh, dan trombosit berperan dalam proses pembekuan darah.
Dokumen tersebut membahas tentang leukosit dan prosedur hitung jenis leukosit. Terdapat 6 jenis utama leukosit yaitu basofil, eosinofil, neutrofil batang, neutrofil segmen, limfosit, dan monosit. Prosedur hitung jenis leukosit meliputi pengambilan contoh darah, pemeriksaan di bawah mikroskop, dan pengelompokkan 100 sel leukosit berdasarkan jenisnya.
Hematopoiesis adalah proses pembentukan sel darah yang terjadi di sumsum tulang, hati, dan limpa. Organ-organ tersebut menghasilkan eritrosit, leukosit, dan trombosit secara terus-menerus untuk menggantikan sel-sel darah yang telah mati.
Leukosit terdiri dari berbagai jenis sel darah putih seperti basofil, eosinofil, neutrofil, limfosit, dan monosit. Dokumen ini menjelaskan ciri-ciri mikroskopis dan persentase normal dari masing-masing jenis leukosit serta cara melakukan hitung jenis leukosit untuk diagnosis.
Dokumen tersebut membahas enam jenis sel darah putih (leukosit), yaitu basofil, eosinofil, neutrofil stabil, neutrofil segmentasi, limfosit, dan monosit. Setiap jenis memiliki ciri khas berbeda pada ukuran, warna, dan bentuk inti sel maupun granula sitoplasmanya. Sel-sel tersebut berperan dalam mekanisme pertahanan tubuh, seperti respon alergi, pembersihan parasit, dan peradangan.
Sel darah terdiri daripada sel darah merah, sel darah putih, dan platelet. Sel darah merah mengangkut oksigen dan karbon dioksida, sel darah putih bertindak balas terhadap infeksi, dan platelet membantu proses pembekuan darah.
Hematopoiesis adalah proses produksi dan perkembangan sel darah dari sel induk (stem cell) hingga beredar di aliran darah. Proses ini terjadi terutama di sumsum tulang dan dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan seperti eritropoietin. Eritropoiesis merupakan proses pembentukan eritrosit yang melibatkan pembelahan dan pematangan sel. Eritropoietin mempercepat produksi eritrosit pada semua tahapan.
Dokumen tersebut memberikan informasi mengenai multiple myeloma, termasuk definisi, anatomi, epidemiologi, patofisiologi, dan diagnosisnya. Multiple myeloma adalah kanker sel plasma yang berkembang tidak terkendali di sumsum tulang dan menghasilkan protein abnormal. Penyakit ini lebih umum pada orang berusia lanjut dan pria, dengan gejala seperti nyeri tulang, anemia, dan infeksi.
MATERI PEMBELAHAN SEL BAB 4 KELAS 12 MARIYAH MITTAQUL JANNAH.pptxFIRYAL14
Dokumen tersebut membahas tentang reproduksi sel, yang terdiri dari pembelahan mitosis, meiosis, dan amitosis. Reproduksi sel berfungsi untuk mempertahankan jenis dan jumlah sel pada organisme. Mitosis digunakan untuk pertumbuhan dan perbaikan jaringan, sementara meiosis menghasilkan gamet untuk reproduksi seksual. Amitosis adalah pembelahan langsung yang terjadi pada sel prokariot.
Dokumen tersebut membahas tentang hematopoiesis, yaitu proses pembentukan sel darah yang teratur dan berkelanjutan melalui pembaharuan sel, proliferasi, diferensiasi, dan maturasi sel. Dibahas pula fase-fase hematopoiesis mulai dari fase mesoblastik, fase hepatosplenolimfoid, hingga fase myeloid. Juga dibahas mengenai eritropoiesis dan trombopoiesis sebagai contoh proses diferensiasi sel darah
Sel hewan dan sel tumbuhan memiliki organel yang sama seperti membran sel, nukleus, dan mitokondria, namun sel tumbuhan juga memiliki organel seperti kloroplas dan dinding sel yang tidak dimiliki sel hewan. Dokumen ini membahas perbedaan organel dan fungsi antara sel hewan dan tumbuhan.
Anatomi fisiologi dalam sistem hematologiWarnet Raha
Makalah ini membahas anatomi dan fisiologi sistem hematologi, termasuk komposisi dan struktur darah, fungsi sel darah dan plasma, nilai normal komponen darah, jenis sel darah seperti sel darah merah dan putih, penyakit seperti anemia, imunitas dan alergi, golongan darah, serta proses pembekuan darah. Tujuannya adalah agar tenaga medis dapat memahami sistem ini untuk mencegah kesalahan dalam perawatan.
Leukosit terdiri dari berbagai jenis sel darah putih seperti basofil, eosinofil, neutrofil, limfosit, dan monosit. Dokumen ini menjelaskan ciri-ciri mikroskopis dan persentase normal dari masing-masing jenis leukosit serta cara melakukan hitung jenis leukosit untuk diagnosis.
Dokumen tersebut membahas enam jenis sel darah putih (leukosit), yaitu basofil, eosinofil, neutrofil stabil, neutrofil segmentasi, limfosit, dan monosit. Setiap jenis memiliki ciri khas berbeda pada ukuran, warna, dan bentuk inti sel maupun granula sitoplasmanya. Sel-sel tersebut berperan dalam mekanisme pertahanan tubuh, seperti respon alergi, pembersihan parasit, dan peradangan.
Sel darah terdiri daripada sel darah merah, sel darah putih, dan platelet. Sel darah merah mengangkut oksigen dan karbon dioksida, sel darah putih bertindak balas terhadap infeksi, dan platelet membantu proses pembekuan darah.
Hematopoiesis adalah proses produksi dan perkembangan sel darah dari sel induk (stem cell) hingga beredar di aliran darah. Proses ini terjadi terutama di sumsum tulang dan dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan seperti eritropoietin. Eritropoiesis merupakan proses pembentukan eritrosit yang melibatkan pembelahan dan pematangan sel. Eritropoietin mempercepat produksi eritrosit pada semua tahapan.
Dokumen tersebut memberikan informasi mengenai multiple myeloma, termasuk definisi, anatomi, epidemiologi, patofisiologi, dan diagnosisnya. Multiple myeloma adalah kanker sel plasma yang berkembang tidak terkendali di sumsum tulang dan menghasilkan protein abnormal. Penyakit ini lebih umum pada orang berusia lanjut dan pria, dengan gejala seperti nyeri tulang, anemia, dan infeksi.
MATERI PEMBELAHAN SEL BAB 4 KELAS 12 MARIYAH MITTAQUL JANNAH.pptxFIRYAL14
Dokumen tersebut membahas tentang reproduksi sel, yang terdiri dari pembelahan mitosis, meiosis, dan amitosis. Reproduksi sel berfungsi untuk mempertahankan jenis dan jumlah sel pada organisme. Mitosis digunakan untuk pertumbuhan dan perbaikan jaringan, sementara meiosis menghasilkan gamet untuk reproduksi seksual. Amitosis adalah pembelahan langsung yang terjadi pada sel prokariot.
Dokumen tersebut membahas tentang hematopoiesis, yaitu proses pembentukan sel darah yang teratur dan berkelanjutan melalui pembaharuan sel, proliferasi, diferensiasi, dan maturasi sel. Dibahas pula fase-fase hematopoiesis mulai dari fase mesoblastik, fase hepatosplenolimfoid, hingga fase myeloid. Juga dibahas mengenai eritropoiesis dan trombopoiesis sebagai contoh proses diferensiasi sel darah
Sel hewan dan sel tumbuhan memiliki organel yang sama seperti membran sel, nukleus, dan mitokondria, namun sel tumbuhan juga memiliki organel seperti kloroplas dan dinding sel yang tidak dimiliki sel hewan. Dokumen ini membahas perbedaan organel dan fungsi antara sel hewan dan tumbuhan.
Anatomi fisiologi dalam sistem hematologiWarnet Raha
Makalah ini membahas anatomi dan fisiologi sistem hematologi, termasuk komposisi dan struktur darah, fungsi sel darah dan plasma, nilai normal komponen darah, jenis sel darah seperti sel darah merah dan putih, penyakit seperti anemia, imunitas dan alergi, golongan darah, serta proses pembekuan darah. Tujuannya adalah agar tenaga medis dapat memahami sistem ini untuk mencegah kesalahan dalam perawatan.
Materi ini membahas tentang defenisi dan Usia Anak di Indonesia serta hubungannya dengan risiko terpapar kekerasan. Dalam modul ini, akan diuraikan berbagai bentuk kekerasan yang dapat dialami anak-anak, seperti kekerasan fisik, emosional, seksual, dan penelantaran.
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 10 Fase E Kurikulum MerdekaFathan Emran
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 10 SMA/MA Fase E Kurikulum Merdeka - abdiera.com. Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 10 SMA/MA Fase E Kurikulum Merdeka. Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 10 SMA/MA Fase E Kurikulum Merdeka.
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]Fathan Emran
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 7 SMP/MTs Fase D Kurikulum Merdeka - abdiera.com. Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 7 SMP/MTs Fase D Kurikulum Merdeka. Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 7 SMP/MTs Fase D Kurikulum Merdeka. Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 7 SMP/MTs Fase D Kurikulum Merdeka. Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 7 SMP/MTs Fase D Kurikulum Merdeka. Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 7 SMP/MTs Fase D Kurikulum Merdeka.
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]
idoc.pub_leukosit.pdf
1. 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Leukosit atau yang lebih dikenal sel darah putih adalah sel darah yang
mengendung inti. Sintesis leukosit (leukopoiesis) dalam tubuh manusia
merupakan salah satu dari proses sintesis sel darah atau hemtopoiesis. Proses
hematopoiesis terjadi sejak di dalam kandungan, beberapa minggu setelah gestasi,
kantung kuning telur (yolk sac) merupakan tempat utama terjadinya
hematopoiesis. Setelah memasuki enam minggu sampai 6-7 bulan dalam
kandungan dan sekitar dua minggu setelah lahir, hematopoiesis terjadi di hati dan
limpa. Sumsum tulang adalah tempat yang paling penting sejak usia 6-7 bulan
kehidupan janin dan merupakan satu-satunya sumber sel darah baru selama masa
anak dan dewasa yang normal. 1
Pada masa bayi, seluruh sumsum tulang bersifat hemopoietik, tapi pada
masa kanak-kanak terjadi pergantian sumsum tulang oleh lemak yang sifatya
progresif di sepanjang tulang panjang, sehingga pada masa dewasa sumsum tulang
hemopoietik terbatas pada tulang rangka sentral serta ujung-ujung proksimal os
femur dan humerus. Pada dewasa, hemopoiesis terjadi pada os vertebra (terutama
sacrum), os. penyusun pelvis, os costae, os. Sternum, os calvaria, dan ujung
proksimal os. femur.1
B. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan referat berjudul leukosit adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui tentang sintesis leukosit yang merupakan bagian dari
proses hematopoiesis
2. Untuk mengetahui jenis-jenis leukosit dan fungsinya sebagai system
pertahanan tubuh, serta kelainan leukosit (bentuk dan keganasan).
3. Untuk mengetahui cara membuat perparat darah apus sebagai media untuk
melakukan penghitungan jenis leukosit.
2. 2
C. Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan referat ini adalah:
1. Bagi penulis:
a. Sebagai salah satu syarat mengikuti ujian akhir Bagian Ilmu Penyakit
Dalam Rumah Sakit Margono Soekarjo.
b. Menambah pengetahuan dalam bidang Ilmu Penyakit Dalam pada
umumnya, terutama yang berkaitan dengan hematologi khususnya.
2. Bagi pembaca:
Sebagai bahan bacaan untuk menambah pengetahuan mengenai leukosit.
3. 3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hematopoiesis
Normalnya proses hematopoiesis bergantung pada interaksi komplek dari
beberapa tipe sel, terutama sel induk hematopoiesis (stem cell) dan progenitor sel,
serta sel mikroenvironment pada sumsum tulang yaitu sel stroma. Hematopoiesis
bermula dari suatu sel induk pluripoten bersama yang menyebabkan timbulnya
berbagai jalur sel yang terpisah. Fenotip sel induk manusia yang tepat belum
diketahui, tapi pada uji imunologik sel tersebut adalah CD34+ dan CD38-. 2
Diferensiasi sel terjadi dari sel induk menjadi jalur eritroid, granulositik,
dan jalur lain melalui progenitor hemopoietik terikat yang terbatas
perkembangannya. Salah satu contohnya adalah prekusor mieloid campuran yang
terdeteksi paling dini, dimana menyebabkan timbulnya granuloist, erutrosit,
monosit, dan megakariosit. Progenitor ini dinamakan CFU (colony-forming unit).
Sumsum tulang juga merupakan tempat asal utama limfosit dan terdapat bukti
adanya sel prekusor sistem mieloid dan limfoid. 3
Selama proses hematopoiesis, stroma sumsum tulang membentuk
lingkungan yang sesuai untuk proliferisasi dan diferensiasi sel induk. Sumsum
tulang tersusun atas sel stroma dan jaringan mikrovaskular. Sel stroma meliputi
sel lemak (adiposit), fibroblas, sel retikulum, sel endotel, dan makrofag.. Sel-sel
tersebut mensekresi molekul ekstraselular seperti kolagen, glikoprotein
(fibronektin dan trombospondin), serta glikosaminoglikan ( asam hialuronat dan
dan derivat kondroitin) untuki membentuk suatu matriks ekstraselular. Selain itu,
sel stroma mensekresi beberapa faktor pertumbuhan yang diperlukan bagi
kelangsungan hidup sel induk 2,3
4. 4
Gambar 1. Proses hematopoiesis2
B. SINTESIS LEUKOSIT DAN JENIS-JENIS LEUKOSIT
Sintesis leukosit di sumsum tulang merupakan salah satu bagian dari
proses hematopoiesis pada manusia. Sintesis leukosit dibagi menjadi dua
kelompok besar yaitu fagosit dan imunosit. Fagosit meliputi sintesis sel-sel
granulosit (leukosit dengan sitoplasma bergranula), yaitu basofil, eosinofil, dan
netrofil serta sel agranulosit (leukosit dengan sitoplasma tidak bergranula) yaitu
monosit. Sementara itu, imunosit akan mensintesis limfosit yang merupakan jenis
leukosit agranular.1
1. Granulopoiesis
Granulosit dan monosit dalam darah dibentuk dalam sumsum tulang dari
suatu prekusor yang sama, yaitu Colony Forming Unit (CFU)- Granulosit Eritroid,
Monosit, dan Megakariosit (GEMM). Sel prekusor ini merupakan mieloid
campuran yang berasal dari sel induk pluripoten.1 Sel-se granulosit setelah keluar
dari sumsum tulang dan masuk ke peredaran darah biasanya berada dalam
peredaran darah selama 8 jam dan 4-5 hari pada jaringan yang membutuhkan,
misalnya jaringan yang megalami peradangan.1,2
5. 5
Granulopoiesis meliputi enam tahapan, mulai dari mieloblas di sumsum
tulang sampai tahapan segmen yang berada di darah tepi. Tahapan sintesis sel
granulopoiesis dimulai dari mieloblas, promielosit, mielosit, metamielosit,
staf/batang, dan segmen. Tahapan ini berlaku bagi semua seri, baik basofil,
eosinofil, dan netrofil.4
a. Mieloblas
Merupakan tahapan paling awal dari granulopoiesis. Mieloblas merupakan
sel muda dengan ukuran yang besar dan hanya terdapat di dalam sumsum tulang
saja pada kondisi normal. Ciri-ciri mieloblas adalah sebagai berikut ; Ukuran sel:
15 - 25 m, bentuk sel: oval, kadang-kadang bulat. Warna sitoplasma: biru,
tanpa halo perinuklear jelas atau dengan halo dengan halo perinuklear melebar.
Granularitas: sitoplasma nongranular atau sedikit granula azurofilik atau tanpa
granula azzurofilik. Bentuk inti: biasanya oval, kadang-kadang tidak teratur,
jarang bulat. Tipe kromatin: halus, dengan tampilan reticular, nukleolus:
tampak, ukuran sedang atau besar 1 sampai 4; lebih terang dari kromatin. Rasio
inti/sitoplasma: tinggi atau sangat tinggi . Keberadaan di darah tepi tidak ada,
keberadaan di sumsum tulang: < 5% .4
b. Promielosit
Promielosit masih merupakan sel muda dan hanya berada di sumsum
tulang saja. Sel ini sudah dapat dibedakan serinya dengan melihat warna
sitoplasma dan ukuran granula. Promielosit memiliki ciri-ciri sebagai berikut ;
ukuran sel 15 - 30 m, bentuk sel oval atau bulat, warna sitoplasma biru muda,
dengan halo jelas, granularitas pekat, azurofilik banyak. Bentuk inti oval, tipe
kromatin awal kondensasi, nucleolus tampak ukuran sedang atau besar ,lebih
terang, kromatin, 1-2, kadang-kadang tak terlihat. Ratio inti/sitoplasma tinggi..
Keberadaan di peredaran darah tidak ada, sementara di sumsum tulang: < 5
% (netrofil), < 1% (eosinofil), < 1% (basofil).4
c. Mielosit
Sama seperti mieloblas dan promielosit, mielosit masih merupakan
stadium muda dari leukosit agranular dan normalnya hanya ditemukan di sumsum
tulang saja. Ciri-ciri mielosit adalah sebagai berikut ; Ukuran sel 15 - 25 m,
6. 6
bentuk sel oval, kadang-kadang bulat, warna sitoplasma biru, tanpa halo
perinuklear jelas atau dengan halo perinuklear melebar. Sitoplasma nongranular
atau sedikit granula azurofilik, bentuk inti biasanya oval, kadang-kadang tidak
teratur, jarang bulat. Tipe kromatin halus, dengan tampilan reticular, nucleolus
tampak, ukuran sedang atau besar 1 sampai 4; lebih terang dari kromatin. Rasio
inti/sitoplasma sedang. Keberadaan di darah tidak ada, sementara di sumsum
tulang sumsum tulang: < 5% .4
d. Metamielosit
Metamielosit juga masih merupakan stadium muda dari sel granulosit,
sama seperti mielosit. Metamielsoit sudah dapat dibedakan jenisnya dengan
melihat warna sitoplasma dan ukuran granula. Metamielosit normalnya hanya
berada pada sumsum tulang saja. Ciri-ciri metamielosit adalah sebagai berikut ;
ukuran sel: 14 - 20 m, bentuk sel: oval atau bulat, warna sitoplasma pink,
granula sedikit azurofilik dan neutrofilik, berbeda dalam jumlah. Bentuk inti
lonjong, semicircular, tipe kromatin padat , nucleolus tidak terlihat. Rasio
inti/sitoplasma sedang. Keberadaan darah tidak ada, sementara di sumsum
tulang: 10 - 25 % 4.
e. Staf/ Batang
Staf/ batang juga masih merupakan stadium muda sel granulosit, banyak
ditemukan di sumsum tulang, tapi juga sudah ditemukan dalam jumlah sedikit di
dalam peredaran darah (<5%). Staf memiliki ukuran sel yang lebih kecil dari
stadium muda sebelumya dan dapat dibedakan dengan lebih jelas jenisnya dengan
melihat warna sitoplasma dan ukuran granula. Ciri-ciri staf adalah sebagai berikut
; ukuran sel: 14 - 20 m, bentuk sel oval atau bulat, warna sitoplasma sesuai
dengan jenis granulosit (basofil : biru, eosinofil : merah, netrofil : jernih atau
pink), granularitas sedikit azurofilik. Bentuk inti: lonjong, semicircular, tipe
kromatin padat, nucleolus tidak terlihat. Rasio inti/sitoplasma rendah atau
sangat rendah. Keberadaan di peredaran darah < 5% , sementara di sumsum
tulang: 5 - 20 % (netrofil) , < 2 % (eosinofil).4
7. 7
Gambar 2. Leukosit stadium batang dari seri a. Basofil b. Netrofil
c.Eosinofil
f. Segmen
Segmen merupakan stadium dewasa/matur dari sel granulosit, dan lebih
banyak ditemukan dalam peredaran darah dibanding pada sumsum tulang.
Segmen dapat dibedakan dengan jelas dengan melihat warna sitoplasma dan
ukuran granula. Segmen netrofil memiliki sitoplasma berwarna jernih atau agak
pink dengan granula kecil dan halus, segmen basofil memiliki sitoplasma
berwarna biru dengan granula berukuran besar dan kasar, menutupi inti sel,
sedangkan eosinofil memiliki sitoplasma berwarna merah dengan granula besar-
besar yang tidak menutup inti. Segmen dibedakan dari staf dengan melihat bentuk
inti yang lebih kecil, dimana diameter inti kurang dari 1/3 ukuran sel, sedangkan
pada batang, diameter inti kurang lebih sepertiga ukuran sel. Sel ini normalnya
ditemukan di peredaran darah dengan presentase 40-70% (netrofil), 2-4%
(eosinofil), dan <1 % (basofil). Presentase di sumsum tulang lebih sedikit.
Ciri-ciri segmen adalah sebagai berikut ; ukuran sel: 14 - 20 m bentuk
sel oval atau bulat. Bentuk inti berlobus (normal kurang dari 5 lobus), tipe
kromatin padat, rasio inti/sitoplasma rendah atau sangat rendah,, nukleolus tak
terlihat.4
8. 8
Gambar 3. Leukosit stadium segmen dari seri a. Basofil b. Netrofil
c.Eosinofil
2. Monopoiesis
Monopoiesis hamper sama dengan granulopoiesis, yaitu melalui tahapai-
tahapan dari sel muda di sumsum tulang hingga menjadi sel dewasa di peredaran
darah. Sintesis dimulai dari Monoblas, promonosit, dan monosit. 5
a. Monoblas
Monoblas merupakan stadium paling awal dari monopoiesis. Sel ini
merupakan sel muda yang berukuran besar. Ciri-ciri monoblas adalah sebagai
berikut ; ukuran 15 - 25 m, bentuk oval, kadang-kadang bulat, warna
sitoplasma biru, biasanya muda, tanpa granul, atau sedikit granul halus
azurofilik. Bentuk inti oval, bulat, kadang-kadang tidak teratur, tipe kromatin
kromatin kasar atau berkelompok, nucleolus tampak, ukuran sedang atau besar,
lebih terang dari kromatin, jumlah 1 sampai 3. Rasio inti/sitoplasma tinggi
/sangat tinggi. Sel ini normalnya hanya ditemukan di sumsum tulang saja dengan
presentase < 1%, di peredaran darah tidak ada.5
b. Promonosit
Promonosit merupakan stadium muda dari monosit, sel ini masih
berukuran besar karena merupakan sel muda. Ciri-ciri promonosit adalah sebagai
berikut ; Ukuran 15 - 25 m, bentuk oval, kadang-kadang bulat, warna
sitoplasma terang, biru kelabu, tanpa granul, atau sedikit granul halus azurofilik
Bentuk inti biasa tidak teratur, tipe kromatin kasar atau berkelompok .
Nukleolus hampir tak tampak, ukuran sedang atau besar; lebih terang dari
kromatin, 1 sampai 3. Rasio inti/sitoplasma sedang Distribusi di peredaran
darah tidak ada, di sumsum tulang: < 1 % .5
9. 9
c. Monosit
Monosit merupakan stadium akhir dari monopoiesis, sel ini merupakan sel
dewasa/matur yang normalnya lebih banyak berada pada peredaran darah.
Monosit merupakan leukosit yang memiliki ukuran paling besar dengan bentuk
tidak beraturan. Dalam peredaran darah, monosit memiliki waktu transit yang
lebih singkat, yaitu 10-20 jam, sebelum menembus membrane kapiler menuju
jaringan. Sel monosit di jaringan jika teraktivasi akan membengkak dan ukuranya
menjadi lebih besar menjadi makrofag jaringan. Makrofag dapat bertahan kurang
lebih satu bulan dan didestruksi jika melakukan fungsi fagosit. Ciri-ciri monosit
adalah sebagai berikut ; ukuran 15 - 25 m, bentuk bulat, oval atau tidak teratur,
warna sitoplasma abu-abu biru, granula tidak ada atau sedikit granul azurofilik
halus. Bentuk inti biasanya tidak teratur, tipe kromatin kromatin kasar,
berkelompok, nucleolus tidak terlihat. Rasio inti/sitoplasma sedang. Distribusi di
peredaran darah: 1-6 %, di sumsum tulang: < 2 % .5
Gambar 4. Monosit pada peredaran darah, Monosit khas dengan
sitoplasma biru lembayung, mengandung vakuola dan bentuk nukleus
sangat tidak teratur
3. Limfopoiesis
Limfopoiesis sedikit berbeda dengan granulopoiesis dan monopoiesis,
karena tidak berasal dari CFU-GEMM, melainkan dari Limfoid Stem Cell (LSC)
yang sama-sama berasal dari sel progenitor yang sama. Pada awal kehidupan
pascanatal, sumsum tulang dan timus adalah organ limfoid primer tempat
berkembangnya limfosit. Organ limfoid sekunder tempat pembentukan respon
10. 10
imun spesifik adalah kelenjar getah bening, limpa, dan jaringan limfoid salaurn
cerna dan pernapasan. Hoffbrand. Limfosit sangat berperan sebagai salah satu
system imuntas tubuh. Respon imun bergantung pada dua jenis limfosit, yaitu sel
B dan Sel T. Sel B bersifat humoral, berasal dari sel induk sumsum tulang. Sel ini
jika teraktivasi akan menjadi sel plasma, kemudian menghasilkan
immunoglobulin yang merupakan protein heterogen. 1,2
Sementara itu, sel T yang awalnya diproduksi oleh sumsum tulang akan
bermigrasi ke kelenjar timus untuk berdiferensiasi menjadi sel T matur. Sel T
merupakan system imun sellular yang memiliki dua jenis, yaitu T-helper (CD4+)
dan T- sitolitik (CD8+). Tahapan sintesis limfosit di sumsum tulang dimulai dari
Limoblas, prolimfosit, dan limfosit.6
a. Limfoblas
Limfoblas merupakan stadium paling awal dari limfopoiesis, sel ini
merupakan sel muda dengan ukuran yang besar. Normalnya sel ini hanya
ditemukan di sumsum tulang saja. Ciri-ciri limfoblas adalah sebagai berikut ;
ukuran 12 - 18 m, bentuk bulat, kadang-kadang oval, warna sitoplasma biru,
biasanya gelap, lebih gelap dari promieloblas, granularitas tidak ada. Bentuk
inti bulat, tipe kromatin homogen,, nucleolus terlihat, ukuran kecil atau
sedang,lebih terang daripada kromatin, jumlah 1sampai 2. Rasio inti/sitoplasma
tinggi. Distribusi dalam darah tidak ada, di sumsum tulang: < 1 % .6
b. Prolimfosit
Prolimfosit juga masih merupakan stadium muda dari limfosit, normalnya
hanya terdapat pada sumsus tulang saja. Ciri-ciri prolimfosit adalah sebagai
berikut ; ukuran 12 - 18 m, bentuk oval, kadang-kadang bulat, warna
sitoplasma biru gelap, tanpa granul, Bentuk inti biasa tidak teratur, tipe
kromatin kasar atau berkelompok . Nukleolus hampir tak tampak, ukuran sedang
atau besar; lebih terang dari kromatin, 1 sampai 2. Rasio inti/sitoplasma tinggi
Distribusi di peredaran darah tidak ada, di sumsum tulang: < 1 % .6
c. Limfosit
Limfosit merupakan sel matur yang normalnya berada di peredaran darah
dan keberadaan di sumsum tulang lebih sedikit. Limfosit memiliki ciri khas yaitu
11. 11
ukuran sama/hampir sama dengan eritrosit normositik, berbentuk bulat, dan
berwarna ungu intinya. Ciri-ciri limfosit adalah sebagai berikut ; ukuran 10 - 15
m, bentuk bulat, kadang-kadang oval, warna sitoplasma biru, granularitas
tidak ada. Bentuk inti bulat atau agak oval, tipe kromatin homogen, padat,
nukleolus tidak terlihat, kadang-kadang hampir tidak terlihat , satu nukleolus
kecil. Rasio inti/sitoplasma tinggi atau sangat tinggi .Distribusi darah 20 - 40
% sumsum tulang 5 - 20 % .6
Gambar 5. Limoosit pada peredaran darah (ungu), di sekitarnya terdapat
eritrosit (merah), dan trombosit (ungu kecil).
C. FUNGSI MASING-MASING JENIS LEUKOSIT DAN APLIKASI
KLINIS
1. Neutrofil
Netrofil yang sudah matur akan masuk ke jaringan melalui proses yang
disebut diapedesis, yaitu suatu lubang/celah pada pembuluh darah yang berukuran
lebih kecil daripada sel. Netrofil matur masuk ke jaringan karena adanya
chemotaxis yang dipicu oleh inflamasi jaringan, baik karena toxin bakteri atau
virus, procuk degenerative dari jaringan yang inflamasi, reaksi berat baik komplek
komplemen maupun plasma clotting pada daerah yang terinflamasi. Sel ini di
jaringan akan melakukan fungsi fagositosis. Netrofil mendekati partikel yang akan
difagosit, kemudian membentuk pseudopodia untuk mengelelingi partikel yang
akan difagosit, sehingga terbentuk ruang tertutup di sekitar partikel. Partikel akan
12. 12
masuk ke dalam rongga sitoplasma dan keluar dari membrane sel untuk
membentuk vesikel fagositik yang mengapung (fagosom) di dalam sitoplasma.
Satu netrofil dapat memfagosit 3-20 bakteri sebelum netrofil menjadi inaktif dan
mati.1,2,3
Netrofil dapat mengalami peningkatan hitung jenis (leukositosis netrofil)
jika ditemukan lebih dari 70% segmen netrofil. Kondisi ini dijumpai pada : infeksi
bakteri (khususnya bakteri piogenik, lokal, atau generalisata), inflamasi dan
nekrosis jaringan (miositis, vaskulitis, infark jantung, dan trauma), kelainan
metabolic (uremia, eklampsia, asidosis, gout), semua jenis neoplasma (karsinoma,
limfoma, melanoma), perdarahan akut atau hemolisis, terapi kortikosteroid,
penyakit mieloproliferatif (CML, polisitemia vera, mielosklerosis), pengobatan
dengan factor pertumbuhan myeloid (G-CSF, GM-CSF).1,7
Sementara itu, netrofil dapat mengalami peurunan hitung jeis (netropeni)
jika ditemukan < 40%. Penyebab netropeni antara lain : congenital ( sindrom
kostman), induksi obat ( anti inflamasi : aminopirin, fenilbutazon, antibakteri :
kloramfenikol, kotrimoxazole, sulfasalazin, selazopirin, imipenem, antikonvulsan
: fenitoin, karbamazein, antitiroid : karbimazol), autoimun ( SLE, sindrom felty,
hipersensitivitas dan anafilaksis), leukemia limfositik granular besar, infeksi
(virus : hepatitis, influenza, HIV, bakteri fulminan : tifoid, tuberculosis millier),
kegagalan sumsum tulang, spleenomegali.1,7
2. Eosinofil
Eosinofil ditemukan pada peredaran darah sekitar 2-4 %, sel ini memiliki daya
fagosit yang lemah dan menghambat chemotaxis. Jika dibandingkan dengan
netrofil, eosinofil masih diragukan dalam perannya terhadap beberapa infeksi.
Eosinofil diproduksi dalam jumlah banyak pada infeksi parasit, dimana sel ini
akan bermigrasi ke tempat yang terinfeksi. Eosinofil tidak memfagosit parasit,
karena ukuran parasit jauh lebih besar, tapi selini mengeluarkan molekul
permukaan dan substansi yang membunuh parasit, terutama stadium yang masih
muda. Proses ini melalui cara berikut : melepaskan enzim hidrolisis dari granula
yaitu lisosom yang telah dimodifikasi, melepaskan oksigen reaktif kekuatan tinggi
yang bersifat lethal terhadap parasit, dan melepaskan larvasidal polipeptida
13. 13
(mayor basic protein). Selain terhadap parasit, eosinofil juga berperan dalam
proses alergi, misalnya pada jaringan peribronchial pada asthma dan pada reaksi
alergi kulit. Pada alergi, sel mast dan basofil melepaskan eosinofil chemotaktil
factor yang menyebabkan eosinofil bermigrasi ke jaringanyang mengalami reaksi
alergi. Eosinofil akan mendetoksifikasi substansi yang menginduksi inflamasi
yang dilepaskan oleh sel mast dan kemungkinan memfagosit dan merusak
komplek alergan-antibodi yang tersebar pada proses inflamasi lokal.1,2,3
Eosinofil dapat mengalami peningkatan hitung jenis jika ditemukan >4%
dari seratus sel atau disebut Eosinofilia. Kondisi ini dijumpai pada penyekit alergi
(hipersensitivitas jenis atopic : asthma bronchial, hay fever, urtikaria, dan
hipersensitif terhadap makanan), penyakit parasit (amubiasis, infeksi cacing :
askariasis, anchylostomiasis, skistosomiasis, trikonosis, filariasis, cacing pita),
pemulihan dari infeksi akut, penyakit kulit tertentu :SSJ, psoriasis, pemfigus,
dermatitis herpetiformis, eosinofilia pulmonum, sindrom hipereosinofilik,
sensitivitas obat, poliareritis nodusa, penyakit Hodgkin dan beberapa tumor lain,
keganasan metastasis dengan nekrosis tumor, leukemia eosinofilik (jarang),
pengobatan dengan GM-CSF.1,7
3. Basofil
Basofil dalam sirkulasi darah menyerupai sel mast, yang banyak terdapat terutama
di luar kapiler. Baik sel mast maupun basofil akan membawa heparin ke dalam
darah, sehingga mencegah pembekuan darah. Basofil dan sel mast akan
melepaskan histamine, dan sedikit bradikinin dan serotonin. Basofil memiliki
peranan yang penting pada beberapa tipe reaksi alergi, karena tipe antibody yang
mengakibatkan reaksi alergi, yaitu IgE akan menempel pada basofil. Saat spesifik
antigen untuk spsesfik antibody (IgE) bereaksi dengan antibody, akan
mengakibatkan basofil pecah dan akan melepaskan histamine, bradikinin,
serotonin, heparin, slow-reacting substance of anaphylaxis, dan enzim lisosomal.
Ini mengakibatka lokal vascular berupa vasodilatasi dan reaksi jaringan yang
memunculkan alergi.1,2
Peningkatan hitung jenis basofil (Basophilia) terjadi jika ditemukan > 1 % basofil
dalam 100 sel leukosit. Basophilia terjadi pada myeloproliverative disorder (CGL,
14. 14
CML, PRV, myelofibrosis, esensial trombositemia, basofilik leukemia), AML,
Hipotiroidisme, reaksi hipersensitivitas yang dimediasi oleh IgE, inflammatory
disorder (rheumatoid diseases, colitis ulserative), estrogen, inveksi virus, radiasi,
hiperlipidemia.1,7
Sementara itu, jika jumlah hitung basofil < 1 % dalam 100 sel leukosit disebut
basopenia. Basopenia terjadi pada inflamasi, termasuk infeksi, tirotoksikosis,
perdarahan, sindrom cushing, reaksi alergi, progesterone.7
4.Monosit
Sama seperti netrofil, makrofag memiliki daya fagosit yang besar.
Makrofag merupakan monosit yang sudah teraktivasi dan masuk ke dalam
jaringan. Di dalam tubuh, makrofag akan menempati jaringan tubuh, ada beberapa
makrofag yang menempati jaringa tertentu, yaitu makrofag di sinusoid hepar (sel
Kupffer), makrofag di otak (microglia), makrofag di kulit dan subkutan (histiosit),
makrofag di limfonodi, dan makrofag di paru-paru (makrofag alveolar). Jika
sudah diaktifkan oleh system imun tubuh (TNF alfa, IL-1daya fagosit jauh lebih
besar dari netrofil, karena mampu memfagosit sekitar 100 bakteri. Makrofag juga
memiliki kemampuan untuk memakan partikel yang jauh lebih besar, seperti
eritrosit, parasit malaria. Setelah memfagosit, makrofag dapat menampung produk
residu di sitoplasma dan inti (terbentuk vakuola) dan mampu bertahan beberapa
bulan di jaringan. 1,2
Partikel yang difagosit akan dicerna oleh intraselular enzim, partikel asing
akan oleh lisosom setelah kontak dengan vesikel fagosit dan fusi dari membrane.
Setelah itu, fagosit vesikel akan menjadi vesikel digestif yang akan segera
mencerna partikel. Selain itu, lisosom pada makrofag juga mengandung lipase
dalam jumlah besar yang akan mencerna lipid yang tebal pada beberapa dinding
sel bakteri, terutama M.tuberkulosis Pada makrofag juga mengandung bactericidal
agent yang akan membunuh bakteri jika enzim lisosom gagal mencerna bakteri.
Efek pencernaan antigen juga berasal dari agen oksidasi yang kuat yang dibentuk
oleh enzim pada membrane fagosome atau oleh special organelle, yaitu
peroksisom. Oksidasi agen meliputi superoksida (O2-) dalam jumlah besar,
jidrogen peroksida (H2O2) dan ion hidroksil (-OH-) yang semuanya bersifat lethal
15. 15
terhadap bakteri meskipun dalam jumlah terbatas. Selain itu juga enzim lisosomal,
myeloperoksidase, katalisasi reaksi antara H2O2 dan ion clorida yang membentuk
hipochlorit yang sangat bakterisidal. 2
Monosit dalam peredaran darah jumlahnya 8-10%, jika >10% dalam 100
sel leukosit disebut monositosis. Monositosis antara lain disebabkan oleh : infeksi
bakteri kronik (TBC, bruselosis, endokarditis bakterialis, tifoid), infeksi protozoa
(malaria, trypanosomiasis), netropenia kronik, penyakit Hodgkin dan keganasan
lain, mielodisplasia (khususnya leukemia mielomonositik kronik), pengobatan
dengan GM-CSF atau M-CSF. Apabila dalam peredaran darah jumlahnya < 8%
dalam 100 sel leukosit, disebut Monositopenia, misalnya pada penyakit
autoimmune (SLE), hairy cell leukemia, obat-obatan : glukokortikoid,
chemotherapy.1,7
5.Limfosit
Limfosit merupakan leukosit agranular dengan rasio inti/sitoplasma tinggi.
Limfosit jenis natural killer (NK) memiliki prominen pada granula sitoplasma.
Leukosit secara prinsip dibagi dua, yaitu sel B dan sel T. Sel B mengekspresikan
monoclonal permukaan (bukan sitoplasma) berupa IgM dan seringnya IgD.
Stimulasi Sel B melalui keterkaitan lintas permukaan molekul Immunoglobulin
atau melalui sel efektor sel T menyebabkan diferensiasi menjadi sel plasma. Sel
plasma berperan dalam imunitas humoral melalui sekresi Immunoglobulin.1
Sel T berasal dari sel induk yang mengalami pematangan di kelenjar
Timus dan mengekspresikan molekul reseptor sel T (CD3) pada permukaan sel.
Sel T bertanggung jawab sebagai sel mediasi imun, misalnya hipersensitivitas tipe
lambat (tipe 4), graft rejeksi, kontak alergi, dan reaksi sitotoksik.1,7
Dalam peredaran darah, jumlah limfosit normalnya 20-40 % dalam 100 sel
leukosit. Jika jumlahnya lebih dari 40 %, disebut leukositosis. Penyebabny antara
lain : leukemia dan limfoma (CLL, NHL, Hodgkin’s diseases, ALL, hairy cell
leukemia, Waldenstorm’s macroglobulinemia, heavy chain diseases, mycosis
fungoides, Sezary syndrome, large granular limfosit leukemia, adult T-cell
leukemia limfoma (ATLL), infeksi (Ebstein-Barr virus, Cito Megalo Virus,
Toxoplasma gondii, rickettsial infeksi, Bordotella pertussis,, mumps, varicella,
16. 16
coxsackievirus, rubella, hepatitis virus, adenovirus), stress (Miocardial infark,
sickle crisis, trauma, rheumatoid diseases, adrenalin, vigrouse exercise, post
spleenectomy, thalassemia intermedia.1,7
Sementara itu, jika hitung jenis limfosit kurang <20 %, dalam 100 sel
leukosit disebut limfopenia. Kondisi ini antara lain disebabkan oleh : Malignant
disease . (Hodgkin’s disease, NHL, non-haematopoietic cancers,
angioimmunoblastic lymphadenopathy), MDS, Collagen vascular disease
(rheumatoid, SLE, GvHD), Infections HIV, Chemoterapi, pembedahan, luka
bakar, gagal hati, ARF dan CRF, anoreksia nervosa, defisiensi besi, anemia
aplastik, sindrom cushing, sarcoidosis, kelainan congenital (SCID, reticular
disgenesis, agammaglobulinemia, aplasia timus, ataksia telangiectasia.1,7
6. Kelainan leukosit
a. Leukimia
Keganasan leukosit yang sering dijumpai adalah leukemia atau biasa
disebut kanker darah. Leukemia adalah penyakit neoplastik yang ditandai dengan
diferensiasi dan proliferasi sel induk hematopoietik yang mengalami transformasi
dan ganas, menyebabkan supresi dan penggantian elemen sumsum normal (Baldy,
2006). Leukemia dibagi menjadi 2 tipe umum: leukemia limfositik dan leukemia
mielogenosa.2
Walaupun penyebab dari leukemia tidak diketahui, predisposisi genetik
maupun faktor-faktor lingkungan kelihatannya memainkan peranan (Baldy, 2006).
Diduga hal ini dapat disebabkan oleh interaksi sejumlah faktor, diantaranya 1)
Neoplasia; 2) Infeksi; 3) Radiasi; 4) Keturunan; 5) Zat kimia, misalnya benzen,
arsen, pestisida, kloramfenikol, fenilbutazone, dan agen antineoplastil,dikaitkan
dengan frkuensi yang meningkat khususnya agen-agen alkil, dan 6) Perubahan
kromosom.1
Klasifikasi besar adalah leukemia akut dan kronis. Leukemia akut, dimana
terdapat lebih 50% mieloblas atau limfoblas dalam sumsum tulang pada gambaran
klinis, lebih lanjut dibagi dalam leukemia mieloid (mieloblastik) akut (AML) dan
leukemia limfoblastik akut (ALL). Leukemia kronis mencakup dua tipe utama,
leukemia granulositik (mieloid) kronis (CGL/CML) dan leukemia limfositik
17. 17
kronis (CLL). Tipe kronis lain termasuk leukemia sel berambut, leukemia
prolimfositik, dan berbagai sindroma mielodisplastik, yang sebagian dianggap
sebagai bentuk leukemia kronis dan lainnya sebagai “pre-leukemia”.1
Leukemia
limfositik disebabkan oleh produksi sel limfoid yang bersifat kanker, biasanya
dimulai di nodus limfe atau jaringan limfositik lain dan menyebar ke daerah tubuh
lainnya. Leukimia mielogenosa dimulai dengan produksi sel mielogenosa muda
yang bersifat kanker di sumsum tulang dan kemudian menyebar ke seluruh tubuh,
sehingga leukosit diproduksi di banyak organ ekstramedular, terutama di nodus
limfe, limpa, dan hati.2,10.
Pemeriksaan dan Diagnosis Leukemia8
Hematologi rutin dan Hitung darah lengkap digunakan untuk mengetahui
kadar Hb-eritrosit, leukosit, dan trombosit. Retikulosit jumlah biasanya
rendah, jumlah trombosit mungkin sangat rendah (<50.000/mm), leukosit :
mungkin lebih dari 50.000.
Apus darah tepi digunakan untuk mengetahui morfologi sel darah, berupa
bentuk, ukuran, maupun warna sel-sel darah, yang dapat menunjukkan
kelainan hematologi.
Aspirasi dan biopsi sumsum tulang digunakan untuk mengetahui kondisi
sumsum tulang, apakah terdapat kelainan atau tidak.
Karyotipik digunakan untuk mengetahui keadaan kromosom dengan
metode FISH (Flurosescent In Situ Hybridization).
Immunophenotyping mengidentifikasi jenis sel dan tingkat maturitasnya
dengan antibodi yang spesifik terhadap antigen yang terdapat pada
permukaan membran sel.
Sitokimia merupakan metode pewarnaan tertentu sehingga hasilnya lebih
spesifik daripada hanya menggunakan morfologi sel blas pada apus darah
tepi atau sumsum tulang.
Analisis sitogenetik digunakan untuk mengetahui kelainan sitogenetik
tertentu, yang pada leukemia dibagi menjadi 2: kelainan yang
menyebabkan hilang atau bertambahnya materi kromosom dan kelainan
18. 18
yang menyebabkan perubahan yang seimbang tanpa menyebabkan hilang
atau bertambahnya materi kromosom.
Biologi molekuler mengetahui kelainan genetik, dan digunakan untuk
menggantikan analisis sitogenetik rutin apabila gagal.
b.Kelainan Bentuk leukosit 4,9
o . Hipersegmentasi Polimorfonuklear.
o . Limfosit plasma biru : ( pada DHF )
o . Pelger Huet : Neutrofil dengan hiposegmentasi.
19. 19
o . May Hegglin = Dohle Bodies oleh karena kelainan degenerasi.
o . Chediak – Higasi.
o . Alder – Reilly.
o . Hipogranulasi Granula berkurang.
o . Sel L.E.( Lupus Erimatosus )
20. 20
o . Batang Auer : pada AML ( Akut Myeloblastic Leukemia )
o . Inklusi Supras : pada AML.
o . Granula Toksik.
o . Bentuk Piknotik / degenerasi.
21. 21
o . Vakuolisasi
D. HITUNG JENIS LEUKOSIT (DIFFERENTIAL COUNTING)
Sebelum melakukan hitung jenis leukosit, terlebih dahulu harus dibuat
sediaan apus darah tepi (SADT) menggunakan objek glass. Pewarna yang
digunakan adalah pewarna Romanowsky, yaitu Wright, Giemsa, dan paduan May
Grunwald dan Giemsa. Pewarnaan dengan giemsa lebih banyak digunakan
walaupun gambaran granula dari masing-masing seri leukkosit kurang jelas
dibanding pewarnaan Wright.9
Alat yang dibutuhkan :9
1. Obyek glass yang bersih.
2. Spreader / penggeser.
3. Pipet darah dan pengaduk.
4. Bak pengecatan.
5. Bak pengeringan.
6. Timer.
7. Gelas ukur.
Reagensia :9
1. Giemsa.
2. larutan penyangga pH 6,4 atau dengan aquadest pH 6,4.
3. Methanol ( 90 % ) untuk fiksasi.
Bahan :9
Darah vena atau kapiler.
22. 22
Cara membuat preparat darah hapus :9
1. Ambil obyek glass yang bersih, letakan 1 tetes darah ( tidak melebihi 2
mm ) disisi kanan.
Gambar :
2. Sentuh tetesan darah dengan spreader, darah akan melebar sepanjang
spreader.
Gambar :
3. Dorong spreader ke arah kiri dengan sudut 450
keringkan.
Gambar :
23. 23
4. Amati preparat baik bila :
o lebar dan panjang tidak memenuhi seluruh kaca obyek
o secara gradual penebalannya berangsur-angsur menipis dari kepala
ke arah ekor
o ujung ekor tidak berbentuk bendera robek
o tidak berlubang-lubang
o tidak terputus-putus
o tidak terlalu tebal atau terlalu tipis
Gambar :
Biarkan sediaan kering di udara.
Bari identitas di kepala dengan menggunakan lidi, pinsil, label.
5. Fiksasi dengan methanol 90 % selama 10 menit ( beberapa buku
menyebutkan cukup 2 – 3 menit )
Gambar :
24. 24
6. Buat larutan Giemsa kerja dari Giemsa stock dan buffer Sorensen dengan
perbandingan 1 : 9 untuk buffernya. Buat setiap hari.
Gambar :
7. Preparat yang telah dicat digenangi larutan Giemsa selama 20 menit.
8. Bilaslah dengan air yang mengalir.
9. Keringkan di udara.
10. Setelah kering dapat diolesi lacquer.
Cara Membaca Preparat Darah Tepi
Preparat darah tepi dibagi dalam beberapa zone seperti diatas. Bila dilihat dengan
mikroskop akan tampak sebagai berikut :9
25. 25
Dengan pemeriksaan 10 x ( obyektif )
Orientasi seluruh lapangan pandang.
Periksa adanya sel – sel asing, parasit.
Estimasi jumlah leukosit.
Dengan pembesaran 40 x ( obyektif )
Hitung jenis sel darah putih.
Morfologi sel darah merah.
Untuk pemula sebaiknya menggunakan perbesaran 100x objektif.
Dengan pembesaran 100 x ( obyektif )
Penegasan.
Bangunan khas.
Estimasi Trombosit menurut Barbara Brown.
Zone I (Irreguler zone)
3 %
Zone II (Thin zone)
14%
Zone III Thick zone)
45%
Zone IV (Thin Zone)
18%
Zone V (even zone)
11%
Zone VI (Very thin zone)
14%
26. 26
Arah perhitungan tertentu seperti dibawah ini :9
Gambar :
Table hitung jenis leukosit normal.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 jumlah
Eos
Bas
Staf
Sg
Limf
Mono
Jml 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 100
Distribusi sel :
Limfosit : di tengah.
Monosit : tepi / ekor.
Neutrofil : tepi / ekor.
Pelaporan :
E / B / St / Sg / L / M.
Misal :
4 / - / 1 / 56 / 38 / 1.
Eritrosit berinti muda dilaporkan :……………./ 100 Leukosit.
Nilai normal menurut Miller :
Eosinofil : 1 – 4 %.
Basofil : 0 – 1 %.
27. 27
Stab : 2 – 5 %.
Segmen : 50 – 70 %.
Limfosit : 20 – 40 %.
Monosit : 1 – 6 %.
Hasil Perhitungan
Hasil perhitungan jenis leukosit dalam 100 sel leukosit harus dihitung
persentasinya dari masing-masing jenis leukosit. Apabila hasil perhitungan
menunjukan jumlah sel-sel Poli Morfo Nuklear (PMN) seperti batang maupun
segmennetrofil, disebut shift to the left . Sedangkan apabila jumlah leukosit Mono
Morfo Nuklear (MMN) seperti limfosit dan monosit meningkat, disebut shift to
the right.9
28. 28
BAB III
KESIMPULAN
1. Leukosit atau sel darah putih merupakan salah satu pertahanan tubuh yang
disintesis di sumsum tulang dan organ limfoid.
2. Leukosit secara umum dibagi dua jenis, yaitu seri granulosit (eosinofil, basofil,
dan netrofil) dan seri agranulosit (limfosit dan monosit).
3. Penghitungan jenis leukosit dilakukan menggunakan sediaan apus darah tepi
yang telah difiksasi dan diwarnai, kemudian diamati di bawah mikroskop. Hitung
jenis dilakukan pada 100 sel leukosit, kemudian dihitung presentase masing-
masing jenis.
29. 29
DAFTAR PUSTAKA
1. Hoffbrand, A.V, J.E Pettit, P.A.H Moss. Pembentukan sel darah
(hemopoiesis). Dalam Kapita Selekta Hematologi edisi 4. Jakarta : EGC.
2005.
2. Guyton, Arthur C. and John E. Hall. Blood cell, immunity, and blood
clotting. Textbook of Medical Physiology Eleventh edition. Pennsylvania
: Elsevier Saunders. 2006.
3. Theml, Harald, Heinz Diem, and Torsten Haferlach. Physiology and
Pathophysiology of Blood cell. Colour Atlas of Hematologysecond
edition. Stutgart : Thieme. 2004.
4. Lewandowski, Krzysztof and Andrzej Hellmann. Atlas of Granulopoiesis.
Poland : Gdansk. 2006.
5. Lewandowski, Krzysztof and Andrzej Hellmann. Atlas of Monopoiesis.
Poland : Gdansk. 2006.
6. Lewandowski, Krzysztof and Andrzej Hellmann. Atlas of Limfopoiesis.
Poland : Gdansk. 2006.
7. Provan, Drew, Charles R.J. Singer, Trevor Baglin, and John Lilleyman.
White cell abnormalities. Oxford Handbook of Clinical Haemotology
second edition.. Oxford University press. 2004.
8. Fadjari, Heri. Leukemia Granulositik Kronis dalam Sudoyo, Aru W.
Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata K, Marcellus. Setiati, Siti.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FKUI.2007.
9. Tim Patologi Klinik FK-UNSOED. Buku Petunjuk Praktikum Patologi
Klinik. Laboratorium PK FK-UNSOED. 2006.
10. Bain, Barbara J. The Nature of Leukaemia, cytology, cytochemistry, and
the fab classification of acute leukaemia. Leukaemia Diagnosis fourth
edition. Willey-Blackwell. 2010.
30. 30
REFERAT
“ LEUKOSIT”
Diajukan kepada:
dr. Wahyu Djatmiko, Sp.PD
Disusun oleh:
Patrice Yuandita G1A209066
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
SMF ILMU KESEHATAN ANAK
RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO
2010
31. 31
LEMBAR PENGESAHAN
REFERAT
“ LEUKOSIT ”
Diajukan untuk memenuhi syarat ujian di SMF
Ilmu Penyakit Dalam RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto
Disusun oleh:
Patrice Yuandita GIA209066
Purwokerto, Desember 2010
Pembimbing,
dr Wahyu Djatmiko, Sp.PD
KATA PENGANTAR
32. 32
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala berkat, rahmat, dan karuniaNYA, sehingga penulis dapat
menyelesaikan karya referat yang berjudul “Syok Pada Anak dan
Penatalaksanaannya”
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan karya tulis ilmiah ini
tidak akan tercapai tanpa bantuan dari semua pihak yang telah membantu
kelancaran dalam penyususnan karya tulis ilmiah ini. Oleh karenanya pada
kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu penyusunan referat ini.
Penulis menyadari bahwa penyusunan referat ini masih jauh dari
sempurna. Untuk itu segala kritik dan saran sangat diharapkan demi
kesempurnaan di masa mendatang. Semoga referat ini bermanfaat bagi
pembaca.
Purwokerto, Juni 2010
Penulis
33. 33
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL…………………………………………………i
HALAMAN PENGESAHAN……………………………………….ii
KATA PENGANTAR……………………………………………….iii
BAB I PENDAHULUAN
1.LATAR BELAKANG…………………………………………….1
2.TUJUAN PENULISAN…………………………………………..2
BAB II PEMBAHASAN
1. KESEIMBANGAN CAIRAN TUBUH PADA ANAK…………3
2.SYOK PADA ANAK……………………………………………..15
A. DEFINISI………………………………………………………...15
B. KLASIFIKASI SYOK…………………………………………..19
1. SYOK HIPOFILEMIK…………………………………………..19
1.1 DEFINISI………………………………………………………..19
1.2 ETIOLOGI………………………………………………………19
1.3. EPIDEMIOLOGI………………………………………………19
1.4.PATOFISIOLOGI……………………………………………....20
1.5.TANDA DAN GEJALA KLINIS………………………………24
1.6. PENEGAKAN DIAGNOSA…………………………………..26
1.7.KOMPLIKASI………………………………………………….28
2. SYOK KARDIOGENIK………………………………………..29
2.1 DEFINISI……………………………………………………….29
2.1 ETIOLOGI……………………………………………………...29
2.3 EPIDEMIOLOGI……………………………………………….31