makalah dengan judul “Ikhsan dalam Pandangan Al-Qur’an”. Makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Media dalam Pengembangan Karakter Islam (Perspektif Al-Qur’an dan Hadis) , dengan dosen pengasuh Prof. Dr. Abdul Rahim Arsyad, MA. Penulis mengucapkan terima kasih atas bimbingan yang telah diberikan.
makalah dengan judul “Ikhsan dalam Pandangan Al-Qur’an”. Makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Media dalam Pengembangan Karakter Islam (Perspektif Al-Qur’an dan Hadis) , dengan dosen pengasuh Prof. Dr. Abdul Rahim Arsyad, MA. Penulis mengucapkan terima kasih atas bimbingan yang telah diberikan.
Secara etimologi kata “thaharah” adalah masdar atau kata benda yang diambil
dari kata kerja yang berarti bersuci. Sedangkan menurut istilah thaharah mempunyai
banyak definisi sebagaimana dikemukakan oleh para imam mazhab berikut ini:
a. Hanafiyyah : thaharah adalah membersihkan hadats dan khobats.
b. Malikiyyah : thaharah adalah sifat hukum yang diwajibkan sifat itu agar bisa
melaksanakan shalat, dengan pakaian yang membawanya untuk melaksanakan
shalat, dan pada tempat untuk melaksanakan shalat.
c. Syafi‟iyyah : thaharah adalah suatu perbuatan yang mengarah untuk
memperbolehkan shalat dari berupa wudhu, membasuh, tayamum, dan
menghilangkan najis.
d. Hanabilah : thahaharah adalah menghilangkan hadats dan apa-apa yang
semacamnya, dan menghilangkan najis.
1. BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1. Thaharah
Dalam pembahasan fiqh, secara umum selalu diawali dengan uraian tentang thaharah. Secara
khusus, dalam semua kitab atau buku fiqh ibadah selalu diawali dengan thaharah. Hal ini
tidak lain karena thaharah ( bersuci ) mempunyai hubungan yang sangat erat dan tidak dapat
dipisahkan dengan ibadah. Sebaliknya, ibadah juga berkaitan erat dengan thaharah. Artinya,
dalam melaksanakan suatu amalan ibadah, seseorang harus terlebih dahulu berada dalam
keadaan bersih lagi suci, baik dari hadas besar maupun hadas kecil, termasuk sarana dan
prasarana yang digunakan dalam beribadah, mulai dari pakaian, tempat ibadah dan lain
sebagainya. Dengan kata lain, thaharah dengan ibadah ibarat dua sisi mata uang, dimana
dimana antara satu sisi dengan sisi lainnya tidak dapat dipisahkan.
2. Shalat
Sering kali kita sebagai orang islam tidak mengetahui kewajiban kita sebagai mahluk yang
paling sempurna yaitu sholat, atau terkadang tau tentang kewajiban tapi tidak mengerti
terhadap apa yang dilakukaan. Selain itu juga bagi kaum fanatis yang tidak menghargai
tentang arti khilafiyah, dan menganggap yang berbeda itu yang salah. Oleh karena itu mari
kita kaji bersama tentang arti shalat, dan cara mengerjakannya serta beberapa unsur
didalamnya. Dalam pembahasan kali ini juga di paparkan sholat dan macamnya.
Shalat merupakan salah satu kewajiban bagi kaum muslimin yang sudah mukallaf dan harus
dikerjakan baik bagi mukimin maupun dalam perjalanan.
Shalat merupakan rukun Islam kedua setelah syahadat. Islam didirikan atas lima sendi (tiang)
salah satunya adalah shalat, sehingga barang siapa mendirikan shalat ,maka ia mendirikan
agama (Islam), dan barang siapa meninggalkan shalat,maka ia meruntuhkan agama (Islam).
Shalat harus didirikan dalam satu hari satu malam sebanyak lima kali, berjumlah 17 rakaat.
Shalat tersebut merupakan wajib yang harus dilaksanakan tanpa kecuali bagi muslim
mukallaf baik sedang sehat maupun sakit. Selain shalat wajib ada juga shalat – shalat sunah.
3. Puasa
Menurut bahasa puasa berarti imsak atau menahan, sedangkan puasa menurut syariat ialah
menahan dengan niat ibadah dari makanan, minuman, hubungan suami istri dan semua hal-
hal yang membatalkan puasa sejak terbitnya fajar hingga terbenam matahari.
2. B. Rumusan Masalah
1. Thaharah
Menurut tradisi kitab-kitab fiqih pembahasan thaharah selalu ditempatkan pada poin yang
pertama karena thaharah termasuk ibadah pokok yang diwajibkan sebagaimana halnya
ibadah-ibadah pokok lainnya seperti shalat, puasa dan zakat.
Di antara bersuci yang diperintahkan ialah wudhu, mandi dan membersihkan najis dari badan
dan pakaian dan semua itu inti dari bersuci.
2. Shalat
Shalat dalam agama islam merupakan ibadah yang paling utama karena demikian utamanya,
maka shalat menjadi pembeda antara orang yang beriman dengan yang tidak beriman.
Rasulullah SAW menyatakan dalam hadistnya : barangsiapa yang meninggalkan shalat
fardhu dengan sengaja, maka ia telah kafir yang nyata (H.R Tabrani)
Kemudian Rasulullah SAW menegaskan bahwa shalat merupakan tiang agama.
3. Puasa
Puasa di bulan Ramadhan adalah rukun Islam yang keempat. Hukumnya fardu ain atas setiap
muslim yang sudah baligh. Puasa diisyaratkan pada tahun kedua Hijriah sesudah turunnya
perintah shalat dan zakat.
Puasa sudah bermula sejak awal manusia diciptakan di tandai dengan peristiwa pelarangan
Allah SWT kepada nenek kita Adam dan Hawa pada saat memakan buah khuldi di surga.
3. BAB II
PEMBAHASAN
1. PENGERTIAN IBADAH
Secara etimologi, kata ibadah berasal dari bahasa Arab, dari kata abdun artinya hamba (abdi),
ibadah artinya pengabdian. Jadi, ibadah dimaksudkan sebagai sarana pengabdian atau
penyembahan kepada Allah.
Secara termonologi, pengertian ibadah banyak ragamnya sesuai dengan sudut pandang
masing-masing ulama, antara lain sebagai berikut :
A. Pengertian umum ibadah ialah : sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan
melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya
B. Menurut - ulama Tauhid, ibadah ialah : mengesakan Allah, membesarkan-Nya dengan
sepenuh-penuhnya, serta menghinakan diri kita dan menundukkan jiwa kepada-Nya. Ulama
tauhid menyamakan ibadah dengan Tauhid, sesuai dengan Q.S. al-Nisa (4) : 36.
C. Menurut ulama tasawwuf, ibadah ialah : perbuatan seorang mukallaf yang berlawanan
dengan kehendak hawa nafsunya dalam rangka mengagungkan Tuhannya. Menurut ulama
tasawwuf, ibadah itu mempunyai tiga bentuk, yaitu :
Mengharapkan pahala dan terhindar dari siksa-Nya.
Karena memandang bahwa Allah berhak untuk di sembah tanpa memperdulikan apakah
yang akan diperoleh daripada-Nya.
Karena Allah sangat dicintainya, sehingga senantiasa berusaha untuk dekat dengan-Nya.
Menurut ulama - fiqhi, ibadah ialah : segala yang dikerjakan untuk memperoleh ridha
Allah dan mengharapkan pahala di akhirat.
Menurut ulama akhlak, ibadah ialah : melaksanakan dengan ketaatan badaniya, dan
menyelenggarakan segala ketentuan syariat.
2. HUBUNGAN THAHARAH, SHALAT, DAN PUASA
A. Pengertian serta Macam-macam Thaharah
1. Pengertian Thaharah
Pengertian thaharah secara bahasa adalah ”bersuci dan bebersih dari kotoran material dan
immaterial”. Sedangkan maknanya secara syariat adalah “mengangkat hadats dan
menghilangkan najis”.
Mengangkat hadats itu terjadi dengan menggunakan air bersama niat. Yaitu di seluruh tubuh
juka ia adalah hadats besar atau si anggota tubuh yang empat jika ia adalah hadats kecil.
Bersuci bisa menggunakan apa yang menggantikan air ketika tidak ada air atau tidak mampu
menggunakannya, yaitu dengan cara tayamum.1
4. Kesucian dalam ajaran Islam dijadikan syarat sahnya sebuah ibadah, seperti shalat, thawaf,
dan sebagainya. Bahkan manusia sejak lahir hingga wafatnya juga tidak bisa lepas dari
masalah kesucian. Oleh karena itu para ulama bersepakat bahwa berthaharah adalah sebuah
kewajiban. Sehingga Allah sangat menyukai orang yang mensucikan diri sebagaimana firman
berikut ini:
“ Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang
yang bersuci “ (QS. al-Baqarah/2: 222)
Dalam sebuah hadis dijelaskan pula:
“ Kesucian itu sebagian dari iman.”2
Secara umum ruang lingkup thaharah ada dua, yakni membersihkan najis ( istinja’ ) dan
membersihkan hadas. Dari masing-masing ruang lingkup akan diperinci lagi. Dalam istinja’
akan dibahas mengenai benda najis, bahan untuk membersihkan najis, dan cara
membersihkan najis.
2. Macam-macam Thaharah
a. Wudlu
Dalam perkembangannya, wudlu sebagai wahana mensuciakan diri dari hadas kecil, dapat
digantikan dengan praktek penyucian lainnya yaitu ketika tidak didapatkan air.
b. Tayamum
Menurut pengertian bahasa, tayammum berarti maksud atau tujuan. Sedang menurut
pengertian syariat, tayamum berarti menuju ke pasir untuk mengusap wajah dan sepasang
tangan dengan niat agar diperbolehkan melakukan shalat.
2. Faedah Shalat
A. Pengertian Sholat
Sholat berasal dari bahasa Arab As-Sholah ( ), sholat menurut Bahasa (Etimologi) berarti
Do'a dan secara terminology / istilah, para ahli fiqih mengartikan secara lahir dan hakiki.
Secara lahiriah shalat berarti beberapa ucapan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir dan
diakhiri dengan salam, yang dengannya kita beribadah kepada Allah menurut syarat – syarat
yang telah ditentukan (Sidi Gazalba,88).
Adapun scara hakikinya ialah” berhadapan hati (jiwa) kepada Allah, secara yang
mendatangkan takut kepada-Nya serta menumbuhkan didalam jiwa rasa kebesarannya dan
kesempurnaan kekuasaan-
3. Nya”atau” mendahirkan hajat dan keperluan kita kepada Allah yang kita sembah dengan
perkataan dan pekerjaan atau dengan kedua-duanya.
5. (Hasbi Asy-Syidiqi, 59).
Dalam pengertian lain shalat ialah salah satu sarana komunikasi antara hamba dengan
Tuhannya sebagai bentuk, ibadah yang di dalamnya merupakan amalan yang tersusun dari
beberapa perkataan dan perbuatan yang dimulai dengan takbiratul ikhram dan diakhiri
dengan salam, serta sesuai dengan syarat dan rukun yang telah ditentukan syara‟
(Imam Bashari Assayuthi, 30).
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa shalat adalah merupakan ibadah
kepada Tuhan, berupa perkataan dengan perbuatan yang diawali dengan takbir dan diakhiri
dengan salam menurut syarat dan rukun yang telah ditentukan syara”. Juga shalat merupakan
penyerahan diri (lahir dan bathin) kepada Allah dalam rangka ibadah dan memohon rido-
Nya.
B. Tujuan Shalat
Sholat dalam agama islam menempati kedudukan yang tidak dapat ditandingi oleh ibadat
manapun juga, ia merupakan tiang agama dimana ia tak dapat tegak kecuali dengan itu.
Adapun tujuan didirikannya shalat menurut Al-Qur‟an dalam surah Al –Ankabut : 45
Artinya: Kerjakanlah shalat sesungguhnya shalat itu bisa mencegah perbuatan keji dan
munkar.
Juga allah mengfirmankannya dalam surah An-Nuur: 56
Artinya : Dan kerjakanlah shalat, berikanlah zakat, dan taat kepada Rasul, agar supaya kalian
semua diberi rahmat.
Dari dalil – dalil Al-Qur'an di atas tidak ada kata – kata perintah shalat dengan perkataan
“laksanakanlah” tetapi semuanya dengan perkataan “dirikanlah”. Dari unsur kata – kata
melaksanakan itu tidak mengandung unsur batiniah sehingga banyak mereka yang Islam dan
melaksanakan shalat tetapi mereka masih berbuat keji dan munkar. Sementara kata
mendirikan selain mengandung unsur lahir juga mengandung unsur batiniah sehingga apabila
shalat telah mereka dirikan, maka mereka tidak akan berbuat jahat.
C. Syarat-Syarat Shalat
• Syarat Wajib Shalat
1. Islam
2. Baligh
3. Berakal “Telah diangkat pena itu dari tiga perkara, yaitu dari anak-anak sehingga ia
dewasa (baligh), dari rang tidur sehingga ia bangun dan dari orang gila sehingga ia sehat
kembali.” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah).
6. 4. Ada pendengaran, artinya anak yang sejak lahir tuna rungu (tuli) tidak wajib mengerjakan
sholat.
5. Suci dari haid dan nifas.
6. Sampai dakwah Islam kepadanya.
• Syarat Sah Shalat
1. Suci dari dari hadats, baik hadats kecil maupun hadats besar.
2. Suci badan, pakaian dan tempat shalat dari najis.
3. Menutup aurat. Aurat laki-laki antara pusat sampai lutut dan aurat perempuan adalah
seluruh badannya kecuali muka dan tepak telangan.
4. Telah masuk waktu sholat, artinya tidak sah bila dikerjakan belum masuk waktu shalat atau
telah habis waktunya.
5. Menghadap kiblat.
3. Faedah Puasa
A. Pengertian
Puasa adalah meninggalkan makanan, minuman, pernikahan dan pembicaraan (Ibnu Manzur,
1968).
Pengertian menurut etimologi pada dasarnya menunjukkan bahwa puasa memiliki makna
menahan, meninggalkan dan menjauhkan.
B. Rukun Puasa
Ruku puasa ada dua yaitu :
1.Menahan segal yang membatalkan puasa mulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari.
Firman Allah dalam Surat Al-Baqarah ayat 187 (QS. 2 : 187).
Dalam puasa hal-hal yang harus ditahan atau dicegah tidak semata-mata makan, minum dan
hubungan seksual, tetapi juga perkataan kotor dan perbuatan tidak pantas.
2. Niat
Niat adalah tekad kuat (`azam) untuk melakukan sesuatu pekerjaan.
Niat puasa cukup didalam hati tidak perlu diucapkan dengan lisan (Sayid Sabiq, 1992).
C. Macam-macam Puasa
1. Puasa Fardu
a. Fardu tertentu seperti puasa dibulan ramadhan.
b. Fardu tidak tertentu yaitu tidak memiliki waktu tertentu seperti pelunasan puasa kafarat
membunuh, puasa menyamakan istri dengan ibu kandungnya, dll.
2. Puasa Wajib
Puasa wajib terdiri dari :
a. Wajib tertentu, seperti puasa nazar yang telah ditentukan waktu pelaksanaanya.
7. b. Wajib tidak tertentu seperti puasa nazar yang hanya menyebut bilangan harinya tanpa
waktu yang telah ditentukan untuk melaksanakannya.
3. Puasa Sunnah
a. Puasa enam hari dibulan syawal
b. Puasa disaat berjihad atau berjuang
c. Puasa hari arafah
d. Puasa bulan muharram
e. Puasa asyura
4.Puasa yang Dilarang
a. Puasa pada hari raya
b. Puasa pada hari-hari tasyrik (pada tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijah)
c. Puasa pada hari yang diragukan
d. Puasa pada hari jum`at
e. Puasa ad dahrYaitu puasa dilakukan sepanjang tahun tanpa memperhatikan apakah
hari-hari itu dilarang atau tidak.
f. Puasa wisall
g. Puasa paruh kedua bulan syakban
h. Puasa seorang istri tanpa seizin suami
D. Tujuan Puasa
Firman Allah surat Al-Baqarah ayat 183 menyebut tujuan puasa yaitu takwa.
Taqwa yang dalam Bahasa Indonesia berarti menjaga atau memelihara diri. Sedangkan
menurut termonologi taqwa berarti menjaga atau memelihara diri agar terbebas dari azab,
dari siksa, laknat dan murka dari kutukan Allah SWT.
E. Hikmah Puasa
Hikmah ibadah adalah manfaat atau nilai taubah diluar tujuan yang diperoleh dari
pengalaman beribadah.
Hikmah puasa ditinjau dari pendidikan :
1. Mendidik kejujuran
Berpuasa tidak seorangpun yang mengawalinya, kecuali barangkali dari pihak keluarga.
2. Mendidik kedisiplinan
Kedisiplinan adalah sikap tunduk dan patuh pada peraturan yang berlaku.
3. Mendidik kesadaran akan kemampuan dan batas kemampuan pribadi
Allah membolehkan orang sakit dan orang bepergian untuk berbuka puasa. (Qs. 2 : 184).
8. F. Puasa Ramadhan
1. Hukum Puasa Ramadhan
Para ulama sepakat bahwa hukum puasa adalah fardu. Hukum ulama sepakat bahwa
apabila dikerjakan mendapat pahala dan apabila ditinggalkan terkena siksa.
2. Landasan Hukum
a. Al-Qur`an
1) Al-Baqarah ayat 183 (Qs. 2 : 183)
2) Al-Baqarah ayat 185 (Qs. 2 : 185)
b. As-Sunah
3. Keutamaan bulan ramadhan
a. Pembukaan pintu surga
b. Penutupan pintui neraka dan pembelengguan syaitan-syaitan
c. Pengampunan dosa-dosanya yang telah lalu
G. Batalnya Puasa
Adapun hal-hal yang membatalkan puasa yaitu ada dua macam yaitu :
1. Batal puasa dan wajib mengqada
a. Makan Minum dengan sengaja
Seorang dalam keadaan berpuasa dengan sengaja makan atau minum, maka puasanya
batal dan harus mengqada.
b. Terpaksa dan tersalah
Seorang pembantu rumah tangga dipaksa dengan ancaman oleh majikan untuk berbuka.
c. Muntah sengaja
d. Sengaja mengeluarkan sperma
e. Haid dan nifas
Wanita yang sedang berpuasa kemudian melahirkan yang berarti dia melahirkan darah
nifas atau datang haid. Puasa wanita batal walaupun pada waktu sore menjelang
waktu magrib.
f. Murtad
g. Niat berbuka
H. Sunnah-Sunnah Puasa
Orang-orang yang berpuasa dusunnahkan antara lain :
1. Menyegarkan berbuka
2. Berbuka dengan kurma atau minum air
3. Berdoa seusai berbuka
4. Makan sahur
5. Mengakhirkan makan sahur
9. I. Hal-Hal yang Dibolehkan Pada Saat Berpuasa
1. Menggunakan celak dan parfum
2. Mencium wewangian
3. Injeksi dan infuse
4. Mandi dan untuk menghilangkan dahaga dan rasa panas
5. Mencicipi makanan (hanya sebatas menggunakan lidah, tidak boleh sampai ditelan)
6. Mengunyak makan untuk anak
7. Berbekam dan donor darah
8. Memasuki waktu subuh belum sempat mandi jinabat
9. Menggosok gigi
2. HUBUNGAN ANTARA SHALAT DENGAN PUASA
Dalam agama Islam, kita mengenal istilah Rukun Islam, yang terdiri dari lima perkara yaitu :
syahadat, shalat, puasa. zakat dan haji. Kelima perkara itu merupakan satu kesatuan yang
utuh dan tidak dapat dipisahkan, makanya perkara tersebut dinamakan rukun, yang artinya
satu kesatuan atau tidak terpisah. Sebenarnya kata “rukun” berasal dari serapan bahasa Arab,
yaitu ruku‟ yang artinya sudut atau siku. Sedangkan Islam berarti damai. Berdasarkan arti ini,
dapat disimpulkan bahwa untuk mencapai kedamaian (Islam) dapat ditempuh dengan lima
sudut jalan dimana kelima sudut tersebut saling berhubungan. Kelima sudut Islam tersebut,
dapat diumpamakan gambar segi empat : Berdasarkan gambar segiempat, terlihat bahwa
sudut puasa merupakan pusat dari empat sudut rukun Islam lainnya. Kalau dikaitkan dengan
jari tangan kita, rukun Islam dapat diumpamakan jari tengah adalah simbol puasa, sedangkan
jari jempol simbol dari syahadat, jari telunjuk simbol dari shalat, jari manis simbol dari zakat
dan jari kelingking simbol dari haji. Kelima jari tangan kita merupakan satu kesatuan yang
utuh dan sempurna. Mengapa ibadah puasa menjadi pusat dari rukun Islam ? Inilah misteri
yang akan kita bahas. Kita sudah mengetahui bahwa hanya ibadah puasalah yang bersifat
sangat rahasia kerena untuk mengetahui seseorang itu berpuasa atau tidak hanya dirinya dan
Allah-lah yang mengetahuinya. Sehingga ibadah puasa menjadi rahasia bagi seorang hamba
dengan Tuhannya. “Setiap amal anak Adam adalah untuk anak Adam itu sendiri, kecuali
puasa. Sesungguhnya puasa itu untuk-Ku, dan Akulah yang akan memberi ganjaran atas
puasanya itu”. (HR Bukhari) Dari Hadits tersebut, ternyata hanya ibadah puasalah yang
amalnya diperuntukkan Allah. Kemudian hanya Allah yang berhak memberi ganjaran atas
puasanya itu. Apakah ganjaran bagi orang yang berpuasa itu ? terlihat dengan jelas bahwa
ganjaran bagi orang yang berpuasa adalah kegembiraan ketika berbuka dan bertemu dengan
Allah. Selama ini kita sudah berpuasa sekian tahun, akan tetapi, sudahkah kita mendapat
pengalaman spiritual yang sangat mengembirakan yaitu bertemu dengan Allah Yang Maha
Indah ? Kalau kita sudah berpuasa tapi belum pernah bertemu dengan Allah, lalu bagaimana
10. caranya agar puasa kita dapat mengantarkan diri kita mencapai pengalaman bertemu dengan
Allah ? Intisari dari amal ibadah puasa adalah menahan, mengekang dan mengendalikan diri
kita dari makan dan minum serta dorongan hawa nafsu kita yang keluar dari sembilan lubang
kehidupan yang ada dikepala dan tubuh kita. Proses menahan aktivitas inderawi ini,
sebenarnya sudah pernah kita alami dan lakukan, tetapi sayangnya kita telah melupakan
peristiwa tersebut. Pengalaman berpuasa itu adalah ketika diri kita masih berupa janin bayi
yang berada dalam kandungan seorang ibu. Di dalam kandungan tersebut, kita sebagai bayi,
tidak melakukan aktivitas inderawi, karena kita sedang berendam dalam air ketuban yang
mengalir dan bersirkulasi. Dengan kata lain, saat itu kita tidak makan dan minum melalui
lubang mulut, kita juga tidak melakukan buang air besar dan kecil, tidak berbicara kotor,
tidak melihat dan mendengar hal-hal yang berbau maksiat. Singkatnya kita memang sedang
melakukan ibadah puasa secara kafah atau total selama sembilan bulan. Saat itulah kita
sedang menerima dan menikmati kegembiraan yang luar biasa, yaitu kita sedang mendapat
curahan kasih dan sayang dari Allah di alam rahim. Kita saat itu tidak merasakan bahagia
atau sedih, panas atau dingin, manis atau pahit dan sebagainya. Mengapa hal itu bisa kita
alami ? karena kita saat itu sedang bertatap muka (tawajuh) dengan Allah di alam rahim-Nya.
Sesuai dengan firman-Nya : “Sesungguhnya aku hadapkan wajahku kepada Wajah Allah,
yang menciptakan langit dan bumi dengan penuh kehanifan dan aku tidak termasuk orang
musyrik” (QS Al An‟am 6 :179) Setelah lahir, pintu indera jasmani kita terbuka dan mulai
menikmati keindahan duniawi, disisi lain pintu-pintu indera batin kita perlahan mulai
tertutup, sehingga lambat laun kita melupakan pengalaman bertemu dengan Allah ketika
berpuasa di dalam kandungan tersebut.
Untuk mendapatkan kembali pengalaman bertemu dengan Allah itu dengan berpuasa, di
utuslah para Nabi dan Rasul dengan membawa Kitab-Kitab Suci-Nya, yang isinya adalah
Peringatan (Adz Dzikra) yang mengingatkan kita, karena kita telah lupa ingatan terhadap asal
mula kejadian kita dalam kandungan. Para Juru Ingat tersebut menyeru dengan satu seruan
agar kita kembali menghadap dan menemui asal kita yaitu Allah dengan cara mengulang
kembali ke awal mula kejadian diri kita dahulu. Seruan itu di isyaratkan dalam Al Qur‟an dan
Injil : “Katakanlah : “Sesungguhnya aku mengajarkan kepada kamu dengan satu ajaran saja,
yaitu bahwa kamu harus bangkit untuk menghadap Allah , berdua-dua atau sendiri-sendiri,
kemudian hendaklah kamu pikirkan , tiadalah sahabat kamu itu gila, dia tiada lain hanyalah
pemberi Peringatan kepada kamu, sebelum datang azab yang sangat keras”. ( QS Saba‟ 34 :
46) “Sesungguhnya kamu akan datang kembali menemui Kami dengan sendiran seperti kamu
Kami ciptakan pada awal mula penciptaan, dan pada saat itu kamu akan meninggalkan
dibelakangmu semua apa yang dianugerahkan Allah kepadamu.........”. (QS Al An‟am 6 : 94)
“Yesus berkata : Sesungguhnya aku berkata kepadamu, Jika kamu tidak kembali seperti bayi
dalamkandungan, sekali-kali kamu tidak dapat masuk ke dalam kerajan Allah”. (Injil, Matius
18 : 3) Jika kita ingin bertemu dengan Allah, kita harus menggingat dan mengulang kembali
11. perjalanan dan pengalaman diri kita, ketika diciptakan oleh Allah pada pertama kali, yaitu
ketika diri kita terendam dalam air ketuban dan ketika inderawi kita sedang tidak berfungsi.
Untuk mengulang kembali peristiwa itu Allah memerintahkan kita untuk melakukan ibadah
puasa seperti yang pernah kita lakukan dahulu dalam kandungan seorang ibu. Inilah perintah
puasa yang diisyaratkan oleh Allah dalam Al Qur‟an :
“Wahai orang-orang yang beriman, telah ditetapkan atas kamu berpuasa seperti telah
ditetapkan kepada orang-orang terdahulu dari kamu supaya kamu terpelihara”. (QS Al
Baqarah 2 : 183) Berdasarkan ayat tersebut, Allah memerintahkan agar kita berpuasa kembali
seperti puasa yang per nah kita lakukan dahulu dalam kandungan seorang ibu. Mungkin
timbul pertanyaan dalam diri kita, bagaimana caranya kita kembali ke dalam kandungan atau
alam rahim ?
Kita sering tidak menyadari arti kata “kamaa”. Dalam ayat-ayat diatas. Dalam bahasa Arab,
kata “kamaa” artinya adalah “seperti, sebagaimana atau bagaikan”. Dari arti ini dapat
disimpulkan bahwa perintah untuk kembali ke awal kejadian adalah bukan dalam arti
sesungguhnya, tetapi mirip dengan kejadian awal. Jadi kita harus mengkondisikan diri kita
seperti kondisi yang mirip dengan suasana di dalam kandungan. Suasana dalam kandungan
adalah penuh kedamaian, karena indera kita sedang tidak berfungsi. Begitupula jika kita
melakukan ibadah puasa, kita bukan saja manahan diri dari makan dan minum saja tetapi juga
harus menahan diri dari mendengar, melihat, dan mencium aroma yang ada di luar diri kita.
Pada saat itu yang kita lakukan hanyalah berdzikrullah sampai kita bertemu dengan Allah,
yang dikiaskan dengan munculnya “Asy Syamsu”(matahari) atau “Asy Syahru” (bulan).
“....Barang siapa diantara kamu menyaksikan “syahra”, maka hendaklah ia berpuasa....”.(QS
Al Baqarah 2 : 185)
Kata “syahra” merupakan kata simbolis dari Nur Allah yang tajalli dalam diri orang yang
berpuasa. Pada saat Nur Allah tajalli dalam diri dan tersaksikan, maka orang tersebut harus
berpuasa dengan menahan diri untuk tidak makan, minum, mendengar, melihat, berbicara dan
berfikir yang negatif. Inilah yang dikatakan dalam bahasa agama, bahwa kita mengawali
berpuasa dengan sistem ru‟yat. Apakah yang diru‟yat oleh orang yang berpuasa ? tentunya
adalah Ru‟yatullah (melihat Allah).
Ada juga yang melakukan ibadah puasa dahulu baru kemudian nanti melihat “syahra”, inilah
yang disebut dengan mengawali puasa dengan sistem “hisab”. Artinya seseorang menahan
diri dulu dari aktifitas inderawi, baru kemudian secara perlahan dia akan melihat “syahra”
atau Nur Allah.
Berapa lama kita melakukan ibadah puasa, tergantung dari seberapa lama “Asy Syamsu”
tersaksikan oleh pelaku puasa. Dengan kata lain lamanya puasa kita tergantung dari seberapa
lama Nur Allah yang tajalli dan tersaksikan oleh mata batin kita. Inilah, yang dalam bahasa
syariat, bahwa orang berpuasa dimulai dari terbitnya sinar matahari sampai terbenamnya
sinar matahari. Peristiwa inilah yang diisyaratkan dalam Al Qur‟an.
12. “Apakah engkau mengira sesungguhnya penghuni gua dan raqim itu adalah termasuk tanda-
tanda Kami yang mengagumkan? Ketika pemuda-pemuda itu berlindung ke dalam gua, lalu
mereka berkata : “ Ya Tuhan kami, berilah kami rahmat dari sisi-Mu dan siapkanlah petunjuk
dalam urusan kami”. Lalu Kami menutup telinga mereka di dalam gua itu bertahun-tahun
lamanya. Kemudian Kami bangunkan mereka untuk Kami buktikan siapa yang lebih dapat
menghitung masa mereka tinggal”. (QS Al Kahfi 18 : 9-12)
“Dan engkau mengira mereka bangun padahal mereka tidur. Kami balikkan mereka ke kanan
dan ke kiri sedang anjing mereka terbentang kedua lengannya di muka pintu gua...”. (QS Al
Kahfi 18 : 18)
Secara simbolis, ayat tersebut diatas sebenarnya mengisahkan peristiwa seorang yang sedang
melakukan puasa dalam rangka bertemu dengan Allah, yang dilakukan oleh “ tujuh penghuni
gua”.
Ash Habul Kahfi artinya penghuni gua yang berjumlah tujuh. Ini adalah simbol dari tujuh
rasa kesadaran yang menghuni tujuh lubang inderawi yang ada di kepala manusia. Sedang
raqim (batu tulis) adalah simbol dari petunjuk yang telah ditanamkan dengan kuat dalam
qalbu penghuni gua. Sedangkan anjing simbol dari struktur bangunan tubuh manusia.
Ketika pengaruh kenikmatan duniawi yang tercerap oleh tujuh lubang inderawi kita, sudah
sedemikian kuat. Maka kita harus secepatnya melindungi diri kita dari pengaruh kenikmatan
duniawi tersebut dengan cara “berpuasa” menahan aliran kesadaran yang mengarah keluar
menjadi ke arah dalam diri dengan cara menutup “pintu gua inderawi”. Setelah pintu gua
inderawi tertutup, maka kita bermohon kepada Allah agar diberikan Rahmat dan Rahim serta
Nur Hidayah. Munculnya Rahmat dan Hidayah ini dikiaskan dengan terlihatnya sinar
matahari yang terbit dari kanan gua ke arah kiri gua. Dengan munculnya Nur Allah yang
dikiaskan dengan “Sinar matahari” yang tersaksikan oleh mata batin kita, maka lambat laun
kesadaran jasmani kita akan menghilang secara berangsur-angsur, sehingga kita tidak lagi
mengingat lintasan peristiwa yang terjadi diluar diri kita, sampai kita terbangun kembali
dengan kesadaran yang baru.
3. HUBUNGAN ANTARA TAHARA DENGAN SHALAT
Allah SWT adalah Dzat yang suci menciptakan manusia dari suatu zat yang suci. Dan sesuatu
yang berawal dari yang suci maka akan kembali dan diterima apabila dia telah suci. Didalam
diri manusia terdapat dzat yang suci yang berasal dari tuhan mu, Tapi apakah yang dapat
membedakan hamba dengan tuhannya?ternyata shalat lima waktulah yang dapat
menjawabnya
Shalat adalah media yang dicontohkan oleh baginda Nabi Muhammad SAW, dan shalat pula
lah yang dapat membedakan antara hamba dan tuhannya. Dimana posisi hamba adalah
menyembah tuhannya. Shalat adalah wajib dikerjakan bagi hambanya.
Didalam tubuh manusia terdapat zat yang berasal dari tuhannya, namun tidak pulalah seorang
13. hamba mengangkat dirinya sebagai tuhan, karna berpatokan bahwa tuhan adalah aku dan aku
adalah tuhan dengan mengikut sertakan pemikiran bahwa dia berasal dari dzat yang suci
sama dengan tuhan.
Islam itu agama mudah untuk dipahami, tapi jangan untuk dimudah-mudahkan. Inti islam
adalah shalat serta Thaharah(kesucian). Shalat berguna untuk mendekatkan diri dengan
tuhanyna, serta membedakan antara hamba dengan tuhannya. Thaharah (kesucian) itu
terdapat pada tingkah laku mulai dari :
1. Kesucian Pikiran
2. Kesucian Hati
3. Kesucian Pandangan(penglihatan)
4. Kesucian Pendengaran
5. Kesucian Perkataan
6. Kesucian/Kebersihan tubuh dari nazis
7. Kesucian/Kebersihan pakaian dari najis
8. Kesucian makan dan minuman yang dikonsumsi
9. Kesucian harta yang dimiliki
14. BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Thaharah adalah bersih dari kotoran atau mensucikan diri
2. Sholat merupakan inti (kunci) dari segala ibadah juga merupakan tiang agama,
dengannya agama bisa tegak dengannya pula agama bisa runtuh. Sholat mempunyai dua
unsur yaitu dzohiriyah dan batiniyah. Unsur dzohiriyah adalah yang menyangkut perilaku
berdasar pada gerakan sholat itu sendiri, sedangkan unsur yang bersifat batiniyah adalah
sifatnya tersembunyi dalam hati karena hanya Allah-lah yang dapat menilainya.
Shalat banyak macamnya ada shalat sunnah, ada juga sholat fardhu yang telah di tentukan
waktunya.
Khilafiyyah kaum muslimin tentang shalat adalah hal yang biasa karena rujukan dan
pengkajiannya semuanya bersumber dari Al-Qur‟an dan hadis, hendaknya perbedaan tersebut
menjadi hikmah keberagaman umat islam.
3. Puasa adalah meninggalkan makan, minuman, pernikahan dan pembicaraan. Puasa adalah
rukun islam dan menjadi salah satu unsur pokok bagi tegaknya syariat islam, puasa memiliki
banyak hikmah yaitu :
1. Mendidik kejujuran
Berpuasa tidak seorangpun yang mengawasinya, kecuali barangkali dari pihak keluarganya.
2. Mendidik kedisiplinan
Sikap tunduk dan patuh pada peraturan yang berlaku.
3. Mendidik kesadaran akan
B. SARAN
Agama Islam sangat memperhatikan masalah thararah karena dalam ilmu fiqih poin pertama
yang dijumpai adalah masalah thaharah. Shalat, adalah tiang agama karena tanpa shalat
berarti kita sama saja meruntuhkan agama. Ibarat rumah, kalau tidak ada tiangnya tentu akan
runtuh. Puasa adalah menahan nafsu. Islam mengajak kita berpuasa agar menahan nafsu.
15. DAFTAR PUSTAKA
Al-Jazairi Abu Bakr Jabir. 2000. Ensiklopedi Muslim Minhajul Muslim. Darul Falah.
Jakarta.
Rifa‟I Muh. 1976. Risalah Tuntunan Shalat Lengkap. PT. Karya Toha Putra.
Semarang
Sakka Ambo. 1996. Modul Pendidikan Agama Islam. MKU Universitas Hasanuddin.
Makassar
Sumaji Muh Anis. 2008. 125 Masalah Thaharah. Tiga Serangkai. Solo
www.google.com. Diakses 17 September 2009
www.imajinasipendidikan.blogspot.com. Diakses 17 September 2009
www.wikipedia.com. Diakses 17 September 2009
16. KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil „Alamin segala Puji dan Syukur Penulis Panjatkan kepada Allah SWT
yang telah memberikan taufik dan hidayahnya kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini, namun penulis menyadari makalah ini belum dapat dikatakan
sempurna karena mungkin masih banyak kesalahan-kesalahan. Shalawat serta salam semoga
selalu dilimpahkan kepada junjunan kita semua habibana wanabiana Muhammad SAW,
kepada keluarganya, kepada para sahabatnya, dan mudah-mudahan sampai kepada kita selaku
umatnya.
makalah ini penulis membahas mengenai “HUBUNGAN TAHARA DENGAN SHALAT
DAN HUBUNGAN SHALAT DENGAN PUASA”, dengan makalah ini penulis
mengharapkan agar dapat membantu sistem pembelajaran. Penulis ucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini.
Akhir kata penulis ucapkan terimakasih atas segala perhatiannya.
Raha, Juli 2013
Penyusun
17. DAFTAR ISI
Kata pengantar......................................................................................................... i
Daftar isi.................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang....................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah........................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................ 2
1. Pengertian Ibadah ............................................................................................... 2
2. Hubungan Tahara, Shalat, dan Puasa.................................................................... 3
BAB III PENUTUP................................................................................................. 14
3.1. Kesimpulan......................................................................................................... 14
3.2. Saran................................................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................. 15
18. HUBUNGAN TAHARA DENGAN SHALAT DAN
HUBUNGAN SHALAT DENGAN PUASA
DISUSUN OLEH :
NAMA : SITTI NURBAYA
JURUSAN : PAUD
SEMESTER : II
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KENDARI
KELAS RAHA
2013