Praktikum ini melibatkan hitungan koloni mikroba pada berbagai sampel pangan dengan metode spread plate dan pour plate menggunakan berbagai media. Hasilnya menunjukkan jumlah koloni mikroba yang tumbuh pada setiap sampel dan media.
1. 1. Tuliskan data pengamatan yang diperoleh dari praktikum hitungan cawan
Sampel
Bahan Pangan
Jumlah koloni pada media *)
Spread Plate Pour Plate
Pengenceran
Jumlah
koloni
Pengenceran
Jumlah
koloni
Pengenceran
Jumlah
koloni
Pengenceran
Jumlah
koloni
10-3
10-4
10-5
10-4
10-5
10-6
10-3
10-4
10-5
10-4
10-5
10-6
Ikan
Mujaer
SSA 0 0 0
0
CFU/mL
11 1 0
1,1 x 105
CFU/mL
PCA 133 97 45
1,3 x 108
CFU/mL
335 108 46
1,1 x 107
CFU/mL
Bakso
VRBA 2 7 1
7,0 x 105
CFU/mL
16 27 0
2,7 x 105
CFU/mL
NA 161 158 93
1,6 x 108
CFU/mL
711 472 165
1,7 x 107
CFU/mL
Kubis
MRSA 4 1 2
4,0 x 108
CFU/mL
38 6 3
3,8 x 104
CFU/mL
PCA 311 115 67
1,2 x 107
CFU/mL
51 61 5
5,1 x 104
CFU/mL
Telur
SSA 0 0 0
0
CFU/mL
0 0 0
0
CFU/mL
NA 112 9 235
1,1 x 107
CFU/mL
79 39 17
7,9 x 105
CFU/mL
*)
Tuliskan jumlah mikroba yang terdapat pada petridish
DATA HASIL PENGAMATAN
2. 2. Tuliskan tahapan dan cara perhitungan anda untuk mendapatkan jumlah koloni pada
masing-masing sampel !
ο· Tahapan
Pada sampel ikan mujaer, langkah pertama yang harus dilakukan adalah
dengan menggunakan cotton swab, mikroba pada permukaan sampel diambil
dengan cara dioles dengan cotton swab tadi yang telah dibasahi dengan
menggunakan pepton 9mL, ke kiri dan ke kanan masing-masing sebanyak tiga kali
pada luas permukaan 4 cm2
. Kemudian batang pengoles tadi kita rendam dalam
pepton yang sebelumnya digunakan untuk membasahi cotton swab tersebut.
Setelah itu batang diputar-putar dan diperas pada dinding tabung untuk
melepaskan mikroba yang melekat pada cotton swab. Dari suspensi tersebut kita
mendapatkan pengenceran 10-1
. Kemudian dari pengenceran tersebut, kita buat
pengenceran bertingkat sampai 10-6
.Penumbuhan mikroba dibuat dari
pengenceran yang dikehendaki masing-masing 4 cawan untuk setiap pengeceran,
yaitu 2 cawan diberi PCA dan dua lainnya diberi SSA dengen metode spread plate
dan pour plate. Untuk inokulasi, kita gunakan 3 pengenceran tertinggi. Kemudian
diinkubasi selama 2 hari pada suhu 30-32o
C.
Pada sampel bakso, kita potong terlebih dahulu bakso dengan pisau steril
dengan berat sekitar 100 gr. Kemudian kita hancurkan dengan stomacher. Lalu
kita ambil 1 ml dan kita masukkan ke dalam larutan pepton sebanyak 45 mL. Lalu
kita homogenisasi dan kita mendapatkan pengenceran 10-1
. Lalu kita teruskan
dengan pengenceran bertingkat sampai 10-6
. Setelah itu, sampel kita inokulasikan
pada 4 cawan pada setiap pengenceran. 2 cawan untuk media VRBA, dan 2
lainnya untuk media NA dengan metode spread plate dan pour plate. Kita
menggunakan pengenceran 10-3
,10-4
dan 10-5
untuk penginokulasian. Lalu kita
inkubasi diinkubasi selama 2 hari pada suhu 30-32o
C.
Selanjutnya untuk sampel kubis, tahapannya adalah yang pertama, kita
potong kubis dengan gunting yang telah disterilisasi tanpa menyentuh kubis
dengan tangan kita seluas 2 x 2,5 cm dan langsung masukkan ke dalam labu
erlenmeyer yang berisi 25 mL larutan pepton. Setelah itu kita kocok sebanyak 25
kali dan kita dapat langsung menginokulasikannya ke dalam 4 cawan berbeda
yang berisi MRSA dan PCA. Masing-masing 2 pada setiap pengenceran dengan
metode pour plate dan spread plate. Sama seperti penginokulasian pada sampel
bakso dan ikan mujaer. Pada penginokulasiannya, kita ambil pengenceran 10-3
,10-4
dan 10-5
. Lalu langsung kita inkubasi selama 2 hari pada suhu 30-32o
C.
Yang terakhir, sampel telur, pertama-tama kita cuci telur dengan sabun
sampai bersih dan kita lap dengan tissue. Selanjutnya, kita semprot dengan
alkohol 70% dan kita keringkan dengan tissue agar bakteri kontaminan pada
permukaan telur benar-benar hilang. Langkah kedua, kita lakukan fiksasi untuk
mempermudah membuat lubang kecil pada bagian telur yang runcing. Lubang
yang dibuat tidak boleh terlalu besar karena akan mempermudah mikroba
kontaminan untuk masuk ke dalam sampel. Setelah terbentuk lubang, kita
tuangkan isi telur ke dalam tabung erlenmeyer. Setelah itu kita kocok sampai rata.
Kemudian kita ambil 1 mL sampel dengan mikropipet dan kita masukkan ke dalam
9ml larutan pepton dan kita homogenisasi sampai rata. Kemudian buat
pengenceran selanjutnta yaitu 10-2
. Untuk penginokulasian, kita ambil 3
pengenceran tertinggi dan kita inokulasikan pada 4 cawan yang berisi 2 media SSA
dan dua lainnya media NA dengan metode spread plate dan pour plate. Kemudian
diinkubasi selama 2 hari pada suhu 30-32o
C.
Setelah 48 jam dilakukan pengamatan dengan menghitung jumlah koloni
yang ada pada masing-masing agar dengan menghitung manual. Koloni yang
3. sudah dihitung ditanda agar tidak terhitung lagi. Jika ada koloni yang
bersinggungan maka dihitung sebagai 1 koloni. Hasil pengamatan dapat dilihat
pada bagian hasil pengamatan.
Ada beberapa aturan dalam menghitung mikroba dengan SPC yaitu cawan
yang dipilih untuk dihitung adalah cawan yang mengandung 30-300 koloni, koloni
yang berkumpul dihitung 1 koloni, jika ada 2 memenuhi syarat 30-300 maka
dihitung rata-ratanya, jika hasil rata-ratanya lebih dari 2 maka diambil
pengenceran terendah, jika kurang dari 2 maka diambil nilai rata-ratanya. Jika
tidak ada yang diantara 30-300 maka diambil nilai yang terdekat dengan 30-300.
Dihitung dengan rumus jumlah koloni/ml = banyaknya koloni x 1/fp. Jumlah
koloni/ml terdiri dari 2 angka, jika lebih maka dibulatkan.
ο· Perhitungan
1. Ikan Mujaer
a. SSA (Spread Plate )
Jumlah koloni/mL = 0
b. SSA (Pour Plate)
Jumlah koloni/mL = 11 x
1
10^β4
= 1,1 x 105 CFU/mL
c. PCA (Spread Plate)
Jumlah koloni/mL =
97 π₯
1
10^β5
133 π₯
1
10^β4
= 7,29 >2
Jumlah koloni/mL = 133 x
1
10^β5
x 10 = 1,33 x 108
CFU/mL
d. PCA (Pour Plate)
Jumlah koloni/mL =
46 π₯
1
10^β6
108 π₯
1
10^β5
= 4,26 >2
Jumlah koloni/mL = 108 x
1
10^β5
= 1,08 x 107
CFU/mL
2. Bakso
a. VRBA (Spread Plate)
Jumlah koloni/mL = 7 x
1
10^β4
x 10 = 7 x 105
CFU/mL
b. VRBA (Pour Plate)
Jumlah koloni/mL = 27 x
1
10^β4
= 2,7 x 105
CFU/mL
c. NA (Spread Plate)
Jumlah koloni/mL =
93 π₯
1
10^β5
158 π₯
1
10^β4
= 5,89 >2
Jumlah koloni/mL = 158 x
1
10^β5
x 10 = 1,58 x 108
CFU/mL
d. NA (Pour Plate)
Jumlah koloni/mL = 165 x
1
10^β5
= 1,65 x 107
CFU/mL
4. 3. Kubis
a. MRSA (Spread Plate)
Jumlah koloni/mL = 4 x
1
10^β4
x 10 = 4 x 105
CFU/mL
b. MRSA (Pour Plate)
Jumlah koloni/mL = 38 x
1
10^β3
= 3,8 x 104
CFU/mL
c. PCA (Spread Plate)
Jumlah koloni/mL =
67 π₯
1
10^β5
115 π₯
1
10^β4
= 5,83 >2
Jumlah koloni/mL = 115 x
1
10^β4
x 10 = 1,15 107
CFU/mL
d. PCA (Pour Plate)
Jumlah koloni /mL =
61 π₯
1
10^β4
51 π₯
1
10^β5
= 11,96 >2
Jumlah koloni/mL = 51 x
1
10^β5
= 5,1 x 106
CFU/mL
4. Telur
a. SSA (Spread Plate)
Jumlah koloni/mL = 0
b. SSA (Pour Plate)
Jumlah koloni/mL = 0
c. NA (Spread Plate)
Jumlah koloni/mL = 112 x
1
10^β4
x 10 = 1,12 x 107
CFU/mL
d. NA (Pour Plate)
Jumlah koloni/mL =
39 π₯
1
10^β5
79 π₯
1
10^β4
= 4,94 >2
Jumlah koloni/mL = 79 x
1
10^β4
= 7,9 x 105
CFU/mL
3. Bahaslah hasil yang anda peroleh pada masing-masing media untuk satu jenis sampel
bahan pangan !
Dari praktikum yang telah dilakukan, hasilnya adalah pada sampel telur, terdapat 1,12
x 107
CFU/mL bakteri yang tumbuh pada media NA dengan metode spread plate.
Pada pengenceran 10-4
terdapat 112 koloni, pada pengenceran 10-5
terdapat 9 koloni,
dan pada pengenceran 10-6
terdapat 235 koloni yang tumbuh. Untuk metode pour
plate pada media NA, ditemukan adanya 79 koloni yang tumbuh pada pengenceran
10-4, 39 koloni pada pengenceran 10-5
, dan 17 koloni pada pengenceran 10-6
.
Hasilnya, jumlah koloni yang telah dihitung adalah sebanyak 7,9 x 105
CFU/mL.
Namun, pada media SSA, tak satupun koloni tumbuh pada media tersebut. Baik yang
diinokulasi dengan metode spread maupun pour plate.
SSA digunakan untuk menyeleksi bakteri salmonella dan beberapa strains shigella dari
specimen tinja (stool). Jadi dapat diasumsikan bahwa di dalam sampel telur yang
5. digunakan, tidak terkandung bakteri salmonella maupun beberapa strains shigella.
Meskipun ada beberapa telur yang mungkin bisa terkontaminasi dengan bakteri
tersebut karena kebersihan lingkungan kandang ayam yang kurang baik. Sedangkan
Nutrient agar (NA) adalah medium umum untuk uji air dan produk dairy. Natrium
agar (NA) juga digunakan untuk pertumbuhan mayoritas dari mikroorganisme yang
tidak selektif, dalam artian mikroorganisme heterotrof. Biasanya bakteri coliform
tumbuh dengan sangat baik dalam media ini. Contohnya seperti E.coli dan S.aureus.
bisa jadi kedua bakteri ini terkandung dalam telur (Penn, 1991).
4. Tuliskan hasil pengamatan anda pada pengujian biru metilen pada produk susu.
Sampel
Waktu
Reduksi
(jam)
Mutu susu Keterangan
*Tidak dikerjakan
5. Bahaslah hasil yang anda peroleh pada pengujian biru metilen dari jenis sampel susu
yang tersedia.
*Tidak dikerjakan
6. Apa kesimpulan yang dapat ditarik dari praktikum ini?
(a). Hitungan Cawan
Prinsip dari Hitungan Cawan adalah menumbuhkan sel-sel mikroba yang masih hidup
pada suatu atau beberapa media sehingga sel tersebut berkembang biak dan membentuk
koloni-koloni yang dapat dilihat langsung dengan mata telanjang tanpa menggunakan
mikroskop.
Dari praktikum kali ini, kita mendapatkan hasil berupa jumlah koloni yang tumbuh
pada suatu media yang didapatkan dari sampel tertentu. Pada sampel ikan
mujaer,dengan metode spread plate pada media SSA, tidak ada koloni yang tumbuh.
Sedangkan pada ada media PCA sebanyak 1,3 x 108
CFU/mL koloni tumbuh. Untuk media
SSA selanjutnya dengan metode pour plate, didapatkan koloni dengan jumlah 1,1 x 105
CFU/mL. Sedangkan pada media PCA, didapatkan koloni sejumlah 1,1 x 107
CFU/mL.
Pada sampel bakso, dengan metode spread plate pada media VRBA, kita dapatkan jumlah
koloni sebanyak 7 x 105
CFU/mL dan pada media NA, koloni nya berjumlah 1,6 x 108
CFU/mL. Untuk metode pour plate pada media VRBA, kita dapatkan koloni sejumlah 2,7 x
105
CFU/mL dan pada media NA sebanyak 1,7 x 107
CFU/mL. Selanjutnya pada sampel
kubis dengan metode spread plate pada media MRSA, kita mendapatkan koloni sebanyak
4,0 x 108
CFU/mL dan pada media PCA sebanyak 1,2 x 107
CFU/mL. Sedangkan pada
metode pour plate dengan media MRSA, kita mendapatkan koloni sebanyak 3,8 x 104
CFU/mL dan pada media PCA sebanyak 5,1 x 104
CFU/mL. Untuk sampel terakhir, yaitu
telur, dengan metode spread plate maupun pour plate pada media SSA tidak
menunjukkan adanya koloni yang terbentuk. Sedangkan pada media NA, ada sebanyak
1,1 x 107
CFU/mL koloni dengan metode spread plate dan 7,9 x 105
CFU/mL koloni
dengan metode pour plate.
b). Pengujian Susu dengan metilen biru
*Tidak dikerjakan
6. 1. Sebutkan kelebihan dan kekurangan dari metode pour plate dan spread plate. Kapan kita
dapat menggunakan metode tersebut? Jelaskan alasan anda!
1. Spread Plate
a. Kelebihan
- Diperoleh koloni bakteri yang terpisah
- Lebih mudah dilakukan
- Jumlahnya koloninya mudah dihitung
- Membutuhkan medium yang sedikit (hemat bahan)
- Mikroorganisme yang dihasilkan tersebar merata pada permukaan
media
- Digunakan pada sampel dengan densitas sel tinggi serta merupakan
mikrooragnisme aerob/anaerob fakultatif
b. Kekurangannya
- Waktu yang digunakan lebih lama
- Mudah terkontaminasi
- Tidak terlalu selektif sehingga hasil perhitungan kadang bias
- Mikroba yang dapat dihitung hanya mikroba aerob
- Sulit untuk mengetahui kontaminasi, harus melalui control
- Kurang praktis karena harus membuat media padat terlebih
2. Pour Plate
a. Kelebihan
- Mudah dilakukan
- Karena sampel dikocok homogen maka bakteri aerob maupun anaerob
dimungkinkan dapat hidup
- Mikroba yang tumbuh tersebar merata pada seluruh media agar baik di
permukaan maupun di dalam agar
- Dapat membedakan jenis koloni aerob, anaerob obligat dan anaerob
fakultattif
b. Kekurangan
- Boros waktu dan bahan
- Mudah terkontaminasi
- Kontaminan sulit dibedakan karena semuanya dituang secara homogen
Hal ini dapat dihindari dengan selalu bekerja dengan teknik aseptis
- Mikroorganisme yang dihasilkan terkadang menumpuk sehingga sulit
dihitung (Sutejo dkk, 1991).
2. Apa kelebihan perhitungan mikroba dengan metode hitungan cawan dibanding metode
enumerasi langsung?
Metode ini dianggap lebih baik, dan akurat bila dibandingkan dengan menghitung
jumlah bakteri secara langsung menggunakan mikroskop karena metode hitungan
cawan hanya menghitung jumlah bakteri yang hidup dan yang membentuk koloni
saja, sedangkan yang mati tidak ikut terhitung. Selain itu metode ini lebih mudah dan
praktis karena dapat dilihat langsung tanpa adanya alat bantu serta koloni yang
terbentuk dapat digunakan untuk isolasi dan identifikasi mikroba karena koloni yang
terbentuk mungkin berasal dari satu sel mikroba yang mempunyai penampakan
spesifik (Sutejo dkk, 1991).
PEMBAHASAN
7. 3. Mengapa yang digunakan dalam aturan SPC hanya koloni yang berjumlah 30-300 saja?
Hal ini ditujukan untuk meminimalisir kemungkinan-kemungkinan kesalahan dalam
proses analisa, terutama statistical error. Kisaran 30-300 koloni ini dijadikan titik tumpu
dalam menentukan semua faktor yang dapat mempengaruhi hasil akhir, seperti berapa
ukiuran sampel yang harus dianalisa dan metode apakah yang cocok untuk sampel
tersebut. Disarankan sebelum menghitung atau menganalisa yang sebenarnya, dilakukan
perkiraan (analisa pendahuluan) terlebih dahulu dengan mencoba memplatingnya pada
ukuran sampel atau pengenceran yang berbeda-beda sehingga koloni yang dihitung
sesuai atau termasuk dalam range tersebut. Ketentuannya, apabila sel terhitung dibawah
30, maka sampel yang dipakai terlalu encer hingga koloni yang terbentuk hanya sedikit.
Sedangkan apabila sel yang terhitung lebih dari 300, itu menandakan bahwa sampel
yang dipakai terlalu pekat hingga banyak bakteri tumbuh. Selain itu, bisa juga karena
sampel kurang homogen, sehingga banyak bakteri tumbuh bertumpuk (Volk & Wheeler,
1993)
4. Apakah yang dimaksud dengan βTNTC atau TBUDβ pada pengamatan hitungan cawan?
Dan mengapa hal tersebut bisa terjadi? Jelaskan!
TNTC adalah singkatan dari Too Numerous To Count, sedangkan TBUD adalah
singkatan dari Tidak Bisa Untuk Dihitung. Ini adalah kondisi dimana koloni yang
terbentuk pada media terlalu banyak sampai tidak memungkinkan untuk dihitung.
Jumlah koloni telah melewati batas penghitungan 30-300. Hal ini dapat terjadi karena
faktor pengencerannya masih rendah sehingga konsentrasi bakteri di dalam
suspensi masih banyak. Bisa juga karena penyebaran yang kurang merata sehingga
membuat bakteri tumbuh secara bertumpuk dan susah dihitung. Hal ini dapat diatasi
dengan membuat pengenceran yang lebih tinggi lagi dan lebih memperhatikan
homogenisasi di setiap penginokulasian. Namun hal ini bisa juga terjadi karena
adanya kontaminan yang masuk ke dalam media dan ikut berproses. Karena itu, para
praktikan harus lebih memperhatikan penggunaan teknik aseptis di setiap
penginokulasian (Barazandeh, 2008).
5. Berikut ini data hasil plating dari sampel kefir de carrota pada media MRSA. Hitung
jumlah koloni berdasarkan metode SPC!
Sampel Ke-
Jumlah koloni Pada Pengenceran
10-4
10-5
10-6
1 TBUD 305 89
2 TBUD 248 82
3 189 52 21
4 TBUD TBUD 23
5 18 7 0
Hitung berapa jumlah koloni per mL nya berdasarkan aturan SPC. Tuliskan tahapan
penghitungan anda!
1. Sampel ke-1
Jumlah koloni/mL = 89 x
1
10^β6
= 8,9 x 107 CFU/mL
8. 2. Sampel ke-2
Jumlah koloni/mL =
82 π₯
1
10^β6
248 π₯
1
10^β5
= 3,30 >2
Jumlah koloni/mL = 248 x
1
10^β5
= 2,5 x 107
CFU/mL
3. Sampel ke-3
Jumlah koloni/mL =
52 π₯
1
10^β5
189 π₯
1
10^β4
= 2,75 >2
Jumlah koloni/mL = 189 x
1
10^β4
= 1,9 x 106
CFU/mL
4. Sampel ke-4
Jumlah koloni/mL = 23 x
1
10^β6
= 2,3 x 107
CFU/mL
5. Sampel ke-5
Jumlah koloni/mL = 18 x
1
10^β4
= 1,8 x 105
CFU/mL
Tahapan perhitungan :
ο· cawan yang dipilih untuk dihitung adalah cawan yang mengandung 30-300
koloni
ο· koloni yang berkumpul dihitung 1 koloni
ο· jika ada 2 memenuhi syarat 30-300 maka dihitung rata-ratanya, jika hasil rata-
ratanya lebih dari 2 maka diambil pengenceran terendah, jika kurang dari 2
maka diambil nilai rata-ratanya.
ο· Jika tidak ada yang diantara 30-300 maka diambil nilai yang terdekat dengan
30-300
ο· Dihitung dengan rumus jumlah koloni/ml = banyaknya koloni x 1/fp
Jumlah koloni/ml terdiri dari 2 angka, jika lebih maka dibulatkan (Hilker,2009).
6. Mengapa pada analisis hitungan cawan satuan yang digunakan CFU/ml bukan sel per ml?
Jelaskan alasan anda!
Karena pada hitungan cawan, kita hanya menghitung sel bakteri yang hidup saja yang
membentuk koloni pada media. Apabila kita menggunakan satuan jumlah sel/ml, itu
berarti kita harus menghitung seluruh sel yang ada dalam cawan. Tidak hanya yang
hidup saja, yang matipun juga ikut terhitung. Selain itu, dalam hitungan cawan, tujuan
kita adalah menghitung koloni. Sedangkan apabila kita menggunakan satuan sel/ml, kita
pun tidak mengetahui secara pasti berapa jumlah sel dalam setiap koloni yang terbentuk.
Jadi kita tidak bisa menggunakan satuan sel/mL. Itulah tujuannya kita menggunakan
CFU/mL, karena kita ingin menghitung sel yang membentuk koloni yang tampak saja
(Irianto, 2006).
7. Bagaimana preparasi sampel untuk menghitung jumlah koloni pada permukaan agar?
Langkah pertama kita siapkan terlebih dahulu cotton swab yang steril yang telah
dicelupkan pada pepton. Kemudian kita oleskan pada sampel di beberapa bagian
berbeda. Setelah itu kita celupkan cotton swab yang telah dicelupkan dalam sampel pada
9. larutan pepton 9ml, diulangi sebanyak 3 kali pengulangan. Setelah itu kita homogenisasi
dengan vortex. Setelah itu, kita ambil 1 mL sampel dan langsung menginokulasikannya
ke dalam cawan yang berisi media dengan metode spread plate dengan menggunakan
spreader. Kemudian kita inkubasi selama 2 hari pada suhu 30-32o
C lalu kita dapat
langsung mengamati koloni yang tumbuh pada permukaan media (Garg, 2010).
8. Bagaimana preparasi sampel untuk menghitung jumlah koloni total/keseluruhan pada
sampel makanan padat?
Pertama, kita potong terlebih dahulu sampel padat yang akan kita gunakan dengan
menggunakan pisau steril. Kemudian kita masukkan ke dalam plastik dan kita
hancurkan dengan stomacher. Setelah itu kita ambil sampel yang telah dihancurkan
sebanyak 1 ml dan kita campurkan ke dalam larutan pengencer pepton 9ml.
Kemudian kita homogenisasi dengan menggunakan vortex. Nah, kita dapatkan
pengenceran 10-1
. Lakukan pengulangan sampai mendapatkan tingkat pengenceran
yang diinginkan. Kemudian kita ambil 1 mL sampel dan kita inokulasikan pada
cawan yang berisi media. Kita inkubasi selama 2 hari dengan suhu 30-32o
C. Setelah
itu, kita dapat menghitung koloni yang tumbuh pada media dengan sampel
makanan padat (Garg, 2010).
9. Faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi hasil penghitungan koloni pada
metode hitungan cawan, hingga diperoleh hasil TNTC/TBUD atau koloni tidak muncul?
1. Faktor Pengenceran
Pengenceran sangat penting karena apabila sampel kita terlalu encer, maka
koloni yang terbentuk hanya sedikit saja bahkan menghasilkan TFTC(Too
Few To Count). Dan apabila sampel kita terlalu pekat, jumlah koloni yang
dihasilkan bisa menjadi sangat banyak bahkan sampai tidak bisa dihitung
atau menghasilkan TNTC/TBUDtadi.
2. Kontaminasi
Kita harus lebih memperhatikan teknik aseptis dan menggunakannya pada
setiap kali penginokulasian. Karena apabila ada kontaminan yang masuk,
kontaminan tersebut dapat tumbuh bersama kultur yang ingin kita
tumbuhkan. Dan apabila kontaminan yang ada terlalu banyak, mereka dapat
merusak perhitungan kita karena koloni yang terbentuk jadi menghasilkan
TNTC/TBUD.
3. Pemerataan Sampel
Sampel yang kita inokulasikan harus merata pada setiap media. Karena
apabila tidak, koloni yang tumbuh bisa bertumpuk-tumpuk dan akan
menyulitkan kita dalam menghitung serta menyulitkan kita dalam
mendapatkan data yang akurat. Koloni yang bertumpuk-tumpuk akan
menyebabkan TNTC/TBUD juga karena jumlahnya yang terlalu banyak
(Waluyo, 2005).
10. Perhatikan data plating produk susu berikut ini!
Pengenceran
Jumlah Koloni pada
Petri 1 Petri 2 Petri 3
10-1
TNTC TNTC TNTC
10-2
630 645 591
10-3
TNTC TNTC TNTC
10. 10-4
5 5 8
Hitunglah total mikroorganisme pada sampel susu tersebut (dalam CFU/ml)! Jelaskan
modifikasi prosedur yang dapat anda lakukan untuk memperoleh hitungan cawan yang
akurat!
1. Petri 1
Jumlah koloni/mL = 630 x
1
10^β2
= 6,3 x 104
CFU/mL
2. Petri 1
Jumlah koloni/mL = 645 x
1
10^β2
= 6,5 x 104
CFU/mL
3. Petri 1
Jumlah koloni/mL = 591 x
1
10^β2
= 5,9 x 104
CFU/mL
Tidak ada cara untuk mengantisipasinya karena pada pengenceran 10-3
telah
terjadi kontaminasi. Tidak mungkin pada pengenceran 10-2
masih dapat dihitung,
sedangkan pada pengenceran selanjutnya tidak dapat terhitung. Pasti ada
kontaminan yang telah masuk ke dalamnya. Jadi kita memakai pengenceran yang
masih belum terkontaminasi yaitu pada pengenceran 10-2
.
11. Mengapa pada metode hitungan cawan digunakan media agar? Mengapa dilakukan
teknik pengenceran sebelum dilakukan metode plating?
Metode penghitungan cawan menggunakan media agar karena apabila koloni
tumbuh pada media agar akan lebih mudah mengamatinya. Berbeda apabila kita
menggunakan media broth. Pada media broth kita akan lebih sulit dalam
menghitung koloni karena bentuknya adalah cair. Apabila bentuknya padat seperti
agar, maka akan lebih mudah menghitungnya. Selain itu karena media agar juga
cocok tidak hanya untuk bakteri aerob, tp juga anaerob karena sampel yang kita
gunakan juga diasumsikan ada yang besifat anaerob. Sehingga dengan
menggunakan media agar, pertumbuhannya tidak terhambat.
Pentingnya melakukan pengenceran pada metode plating adalah untuk
mengantisipasi munculnya TNTC/TBUD dan juga TFTC. Karena pabila pengenceran
yang kita lakukan terlalu tinggi, maka koloni yang terbentuk hanya sedikit.
Sedangkan apabila pengenceran yang kita lakukan terlalu rendah, maka
kecenderungan menghasilkan TNTC/TBUD akan lebih besar. Koloni yang terbentuk
cenderung tumbuh bertumpuk-tumpuk juga sampai tak bisa dihitung (Hadioetomo,
1993).
12. Mengapa suhu inkubasi yang digunakan pada kisaran suhu tertentu? Apa akibatnya jika
suhu inkubasi dinaikkan atau diturunkan dari suhu semula?
Karena suhu inkubasi tersebut sudah sangat sesuai dan dapat mendukung
pertumbuhan mikroba dengan sangat baik. Suhu tersebut sangat disukai mikroba,
oleh karena itu mereka jadi lebih cepat tumbuh dan berkembang biak. Apabila suhu
tersebut dinaikkan, maka mikroba tersebut bisa mati atau terdenaturasi kecuali
mikroba yang memang bersifat thermophilik. Dan apabila suhu tersebut diturunkan,
mikroba tersebut juga akan mati karena tak tahan suhu dingin dan akan rusak
karena enzimnya telah inaktif (Pleczar, 2006).
11. 13. Apa fungsi dari biru metilen dalam menentukan kualitas susu? Jelaskan dan tuliskan
reaksi yang terjadi!
*Tidak dikerjakan
14. Mengapa susu bisa menjadi cepat asam jika tidak segera disimpan dalam lemari
pendingin? Berapa lama Jelaskan!
*Tidak dikerjakan
Komponen Penilaian LKP:
Jenis Penilaian Nilai
Maksimal
Nilai yang
diperoleh
Pre lab 20
Diagram Alir 10
Data Hasil Pengamatan dan Pembahasan 70
TOTAL 100
Kompetensi Mahasiswa dan Nilai Maksimal Tiap Kompetensi
No Kompetensi
Nilai
Maksimal
Nilai yang
diperoleh
1. Memahami peraturan yang terdapat dalam
metode Standard Plate Count (SPC)
1
2. Mampu melakukan pemupukan dalam hitungan
cawan dengan cara pour plate secara aseptis
dan benar
1
3. Mampu melakukan pemupukan dalam hitungan
cawan dengan cara spread plate secara aseptis
dan benar
1
4. Mampu menghitung dan menentukan nilai SPC
dari masing-masing cawan
1
5. Mampu melakukan interpretasi data SPC dari
tiap sampel yang dianalisis
1
TOTAL 5
Kompetensi Mahasiswa dan Nilai Maksimal Tiap Kompetensi
No Kompetensi
Nilai
Maksimal
Nilai yang
diperoleh
1. Mampu melakukan uji kualitas susu dengan
metode reduktase metilen biru secara aseptis
dan benar
3
2. Mampu menentukan kualitas susu berdasarkan
hasil uji reduktase metilen biru
2
TOTAL 5
12. DAFTAR PUSTAKA
Barazandeh, N. 2008. Microbiology Titles. Jerman : Springer-Verlag Berlin Heidelberg Media.
Budi, U. 2006. Dasar TernakPerah Buku Ajar. Medan : Departemen Peternakan FP USU.
Fardiaz S. 1992. Mikrobiologi Pangan 1. Jakarta: Gramedia Pusaka Utama.
Garg, N. 2010. Laboratory Manual of Food Microbiology. New Delhi : LK International
Publishing House Pvt. Ltd.
Hadioetomo RS. 1993. Mikrobiologi Dasar dalam Praktek : Teknik dan Prosedur Dasar dalam
Praktikum. Jakarta: Gramedia Pusaka Utama.
Heritage, J. 2000. Introductory Microbiology. UK : Cambrige University Press.
Hilker, D. 2009. Standard Plate Counting. http://mccc.edu.com, diunduh pada tanggal 16
Maret 2014 pukul 23:44 WIB.
Irianto,Koes .2006 . Mikrobiologi . Yrama Widya; Bandung.
Penn, C. 1991. Handling Laboratory Microorganism. Open university: Milton Keynes.
Pleczar, M.J.2006. Dasar Dasar Mikrobiologi. Jakarta : UI-Press.
Sutejo, M. M., Kartasaputra., Sastroadmodjo. 1991. Mikrobiologi Dasar. Jakarta : Reika Cipta.
Volk & Wheeler. 1993. Mikrobiologi Dasar, Jilid 1, Edisi kelima. Jakarta : Erlangga.
Waluyo, L. 2005. Mikrobiologi Umum. Malang : MM Press.