1. Audit sosial CSR Migas di Kabupaten Tuban menemukan beberapa persoalan dalam pengelolaan dana CSR, diantaranya regulasi belum mengatur secara tegas keterlibatan masyarakat dan transparansi pengelolaan dana serta perencanaan CSR yang belum terintegrasi dengan program pemerintah daerah.
2. Proses persetujuan program dan anggaran CSR JOB PPEJ memakan waktu lama, sebagian besar dana difokuskan pada infrastruktur yang belum
LAPORAN KETERANGAN PERTANGGUNGJAWABAN AKHIR MASA JABATAN GUBERNUR KALIMANTA...Kamen Ride
LAPORAN KETERANGAN PERTANGGUNGJAWABAN (LKPJ) AKHIR MASA JABATAN
GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR TAHUN 2009 – 2013
Sebuah laporan pertanggung jawaban Termasuk Statistik Kemajuan Yang telah dicapai Provinsi Kalimantan Timur sampai dengan akhir Tahun 2012 di bidang ekonomi, sosial dan pemerintahan dalam mewujudkan misi membangun kaltim untuk semua agar tercapainya visi Kaltim Bangkit 2013.
LAPORAN KETERANGAN PERTANGGUNGJAWABAN AKHIR MASA JABATAN GUBERNUR KALIMANTA...Kamen Ride
LAPORAN KETERANGAN PERTANGGUNGJAWABAN (LKPJ) AKHIR MASA JABATAN
GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR TAHUN 2009 – 2013
Sebuah laporan pertanggung jawaban Termasuk Statistik Kemajuan Yang telah dicapai Provinsi Kalimantan Timur sampai dengan akhir Tahun 2012 di bidang ekonomi, sosial dan pemerintahan dalam mewujudkan misi membangun kaltim untuk semua agar tercapainya visi Kaltim Bangkit 2013.
1. Nyawiji Nandur Kanggo Lestarine Kendeng
2. Sedulur Kendeng Social Audit Training: Increasing Community Participation in Development Oversight
3. Sedulur Kendeng Social Audit Training: Increasing Community Participation in Development Oversight
4. Self-led influencing: Shifting the Empowerment Narrative
5. Moeldoko and JMPPK Discuss Kendeng Mountain Study
1. Aliansi Masyarakat Sipil: “RPJMD Harus Inklusif, Adil dan Berkelanjutan”
2. Lingkar Belajar Advokasi Kebijakan dan Temu Kartini Kendeng
3. Kendeng Tadarus Kanggo Ibu Bumi
4. “Surat Super Soko Semar (SUPERSEMAR)“ KLHS Perintah Presiden, Harus Dijalankan !!!
5. Para Kartini dari Jawa Tengah Ini akan Terus Suarakan Kelestarian Bumi
6. JMPPK Bangun Posko Pantau Pelanggaran Tambang Pegunungan Kendeng
1. The Civil Society Alliance: "The RPJMD of Central Java Province Must Be Inclusive, Fair and Sustainable"
2. Community Training on Policy Advocacy and Kendeng Women Gathering
3. Kendeng Community Recites Al-Quran for the Mother Nature
4. “Letter of Super Soko Semar (SUPERSEMAR)” KLHS Orders President, Must Be Done !!!
5. These Kartini from Central Java Will Continue to Speak Out for the Sustainability of the Earth
6. JMPPK Builds Command Post to Monitor Kendeng Mountain Mining Violations
1. Nyawiji Nandur Kanggo Lestarine Kendeng
2. mplikasi Omnibus Law terhadap Upaya Penataan Ruang dan Pencegahan Korupsi Sektor Sumber Daya Alam
3. Prinsip Berdikari: Menggeser Narasi Pemberdayaan
4. Pelatihan Audit Sosial: Meningkatkan Partisipasi Masyarakat dalam Pengawasan Pembangunan
5. Moeldoko dan JMPPK Bahas Kajian Pegunungan Kendeng
Compared with other sources of energy, oil and gas continue to become primary sources of energy in Indonesia with the highest level of consumption. Apart from propping up almost one third of national revenue, oil and gas also significantly contribute to create job opportunities, supply the need of fuel, petrochemical industry which in turn effectively enhances investment and economy.
As a natural resource contained within the bowel of the earth, the constitution of the Republic of Indonesia asserts that the ownership and enterpreneurship of national oil and gas industry is controlled by the state and immensely benefitted to the welfare of people accordingly (constitution 1945, article 33). Furthermore, it is asserted through the law 22/2001 on oil and gas that the control by the state is administered by the government as the holder of mining right. It means, the government is entitled with authority to administer the exploration and exploitation of oil and gas throughout Indonesian territory.
Saat ini EITI sedang menyusun sebuah tinjauan strategis untuk memperbaiki standar EITI di masa depan. Salah satu proposal yang diangkat adalah mengenai dorongan atau permintaan membuka kontrak antara pemerintah dan perusahaan ekstraktif. Dewan EITI saat ini sedang mengumpulkan pandangan dari Negara pelaksana EITI perihal hal ini. Jika disetujui, maka keputusan terhadap topik ini akan dimasukkan sebagai bagian dari keputusan Dewan dalam Konferensi Global EITI ke-6 yang akan diselenggarakan di Sydney bulan Mei 2013.
Keterbukaan informasi publik merupakan hak asasi setiap warga negara yang mendukung pengembangan diri dan kehidupan seseorang, baik secara pribadi/individu maupun dalam hubungan sosialnya, serta dalam menjalankan peran kehidupan berbangsa dan bernegara secara baik dan bertanggung jawab. Keterbukaan informasi publik merupakan salah satu ciri dari negara demokratis, dan menjadiprasyarat dalam partisipasi, transparansi, dan akuntablitas dalam tata kelola pemerintahan yang baik. Keterbukaan informasi publik dapat mendorong kemajuan sebuah bangsa, karena memungkinkan adanya kontrol publik serta mendorong terciptanya check and balances.
In Indonesia, natural resources including oil and gas, mineral and coal mining are controlled by the state and managed for the greatest prosperity of the people1. This means that the country and its citizens are the true owners of the natural resource wealth. While, the utilization is represented by the government so that it is managed as well as possible for the purpose of people’s welfare in accordance with the stipulated provisions. In realizing the benefits of welfare, transparency and accountability in the management of natural resources are absolutely essential.
Openness of public information is a human right of every citizen who supports self- development and the life of a person, both personally / individually and in social relations, and in carrying out the role of national and state life in a good and responsible manner. Openness of public information is one of the characteristics of a democratic country, and is a prerequisite for participation, transparency and accountability in good governance. Openness of public information can encourage the progress of a nation, because it allows for public control and encourages the creation of checks and balances
Keterbukaan dalam menjalankan pemerintahan dibutuhkan untuk mewujudkan pemerintahan yang partisipatif, dimana masyarakat dapat aktif berpartisipasi mengawal dan mengawasi jalannya pemerintahan. Untuk mendukung hal tersebut, Pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk menggunakan prinsip keterbukaan informasi kepada publik di antaranya melalui Undang-Undang No.14 Tahun 2008 tentang keterbukaan publik dan lahirnya Open Government Partnership (OGP) yang kini beranggotakan 78 negara, dimana Indonesia menjadi salah satu pelopornya, serta lahirnya Perpres No. 39 Tahun 2019 tentang Satu Data
The principle of openness in running the government is needed to realize a participatory government where people can actively participate in overseeing policy implementation. To support this, the Government of Indonesia has committed to use the principle of public information disclosure, which is shown through Law No. 14/2008. Moreover, Indonesia had participated in Open Government Partnership (OGP) which has 78-member countries which Indonesia is one of the pioneers of OGP, as well as Presidential Decree No.39/2019 on Satu Data (One Data) Indonesia.
Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 9 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batu Bara pada September, 2019. Dalam peraturan tersebut, Pemerintah memasukkan ketentuan yang mengatur tentang data dan sistem informasi pertambangan. Pemerintah Provinsi NTB juga menjamin ruang bagi publik untuk berpartisipasi melakukan pengawasan terhadap operasional pertambangan di wilayahnya. Dua klausul ini merupakan jawaban atas persoalan-persoalan mendasar yang dialami masyarakat yang hidup di sekitar tambang, diantaranya adalah minimnya akses informasi dan ruang partisipasi.
The government of West Nusa Tenggara Province issued a Local Government Regulation on Mining Governance in September 2019. In this newly-issued regulation, there is a specific chapter on data and information systems of the mining sector and also provisions that guarantee public participation to monitor mining activities in the province. This is an answer to the problems faced by the people living near mining areas in West Nusa Tenggara Province.
West Nusa Tenggara Province (NTB) is one of the provinces with abundant metal and non-metal mineral resources and spread in almost all districts / cities. Now, there are 261 Mining Business Licenses (IUP) in NTB, consisting of 27 metal mineral IUPs and 234 rock IUPs (NTB ESDM Service, 2019). From 27 metal mineral IUPs, in fact there are 11 IUPs covering an area of 35,519 ha that are indicated to be in protected and conservation forest areas (DG Minerba, MEMR, 2017). Whereas based on Law number 41 of 1999 concerning Forestry, the two regions may not be used for mining activities.
The need for contract (and licensing documents) openness in the extractive industries is currently getting stronger, along with public demands for a transparent and accountable extractive industry governance. Some cases have shown a good precedent of contract openness in the said sector in Indonesia
Komisi Informasi telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pelayanan Informasi Penyediaan Publik dalam masa Darurat Kesehatan Masyarakat Akibat CoronaVirus Disease 2019 (Covid-19). Surat Edaran (SE) ini mengatur ketentuan penyediaan informasi terkait penanganan Covid-19 yang mudah dijangkau dan dipahami oleh masyarakat. Sehingga, diperlukan sebuah kajian untuk menilai pemenuhan hak informasi masyarakat, dan secara khusus menilai efektivitas implementasi SE tersebut. Kaji cepat ini bertujuan untuk; (1) mengetahui gambaran tata kelola keterbukaan informasi penanganan Covid-19 di Nusa Tenggara Barat (NTB) selama masa tanggap darurat Covid-19; dan (2) menilai sejauh mana efektivitas implementasi Surat Edaran Komisi Informasi Pusat Nomor 2 tahun 2020 di NTB. Hasil kaji cepat ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 dalam meningkatkan efektivitas penanganan Covid-19, serta meningkatkan partisipasi publik selama masa tanggap darurat. Kaji cepat ini dilaksanakan menggunakan metode survei secara online dan tatap muka selama 10 hari sejak tanggal 28 April-5 Mei 2020. Survei tatap muka dilakukan di Kabupaten Lombok Tengah, Lombok Barat dan Kota Mataram. Jumlah responden seluruhnya sebanyak 582 orang yang berasal dari seluruh kabupaten/kota di NTB. Sedangkan jumlah responden tatap muka sebanyak 121 orang yang dipilih secara acak berdasarkan jenis kelamin, usia, dan tingkat kesejahteraan rumah tangga.
Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945 secara tegas menyatakan bahwa seluruh kekayaan alam yang ada di bumi Indonesia dikuasai oleh negara dan digunakan untuk mewujudkan kemakmuran rakyat.1 Minyak dan gas bumi (migas), serta pertambangan mineral dan batubara (minerba) merupakan beberapa kekayaan alam Indonesia, yang harus dikelola untuk mencapai tujuan Pasal 33 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945. Mengingat industri migas dan minerba tergolong sebagai industri ekstraktif yang high risk, high technology, dan high cost, maka pengelolaannya perlu dilakukan melalui kerja sama dengan berbagai pihak yang memiliki modal kapital maupun teknologi yang kompetitif. Kerja sama pengelolaan migas dan minerba ini sebagian besar dilakukan berdasarkan sistem kontrak. Dalam konteks Indonesia, sistem kontrak banyak digunakan untuk kegiatan sektor hulu yang mencakup kegiatan eksplorasi dan eksploitasi/produksi migas dan minerba, sedangkan untuk kegiatan
hilir dilaksanakan melalui pemberian izin usaha.2 Sejak tahun 2009, sebagian sektor hulu minerba dilaksanakan melalui sistem perizinan
Countries around the world collect taxes from their people in various forms, income tax, vehicle tax, land-building tax, fees from extraction of natural resources (royalties) and so forth. John Locke declared tax payments as reciprocity for meeting the people’s needs to get protection from the state.1 Such protection can be interpreted as guarantee and fulfillment of basic rights such as the right to life, health, ownership of property, and education.2 Richard Murphy emphasized the principle of protection, countries that collect taxes must protect their citizens without discrimination and provide public goods.3
Di Indonesia, kekayaan alam termasuk di dalamnya minyak dan gas bumi (migas) dan pertambangan mineral dan batubara (minerba) dikuasai
oleh negara dan dikelola untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat1. Ini artinya bahwa negara dan warganya adalah pemilik sesungguhnya kekayaan sumber daya alam (SDA). Sedangkan pemanfatannya diwakilkan kepada pemerintah agar dikelola dengan sebaik-baiknya untuk tujuan kesejahteraan rakyat sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Dalam mewujudkan manfaat kesejahteraan itu, maka transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan SDA mutlak untuk dilaksanakan
Article 33 paragraph (3) of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia expressly states that all-natural resources in the land of Indonesia are controlled by the state and used to realize the prosperity of the people.1 Oil and gas, as well as minerals and coal are some of Indonesia’s natural wealth, which must be managed to achieve the objectives of Article 33 paragraph (3) of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia. Considering that oil and gas, mineral and coal are classified as high risk, high technology, and high cost industries, the management needs to be done in collaboration with various parties who have capital and competitive technology. Most of the cooperation in oil and gas, mineral and coal management is carried out based on the contract system. In the Indonesian context, the contract system is widely used for upstream sector activities that include exploration and exploitation/production of oil and gas, and mineral and coal, while for downstream activities it is implemented through the granting of a business license.2 Since 2009, part of the upstream mineral and coal sector has been implemented through a licensing system.
More from Publish What You Pay (PWYP) Indonesia (20)
Legal Framework of Contract Disclosure of Oil and Gas, Mineral and Coal Secto...
Hasil Audit Sosial CSR Migas di Kabupaten Tuban
1. HASIL
AUDIT
SOSIAL
CSR
MIGAS
DI
KABUPATEN
TUBAN
Oleh
FITRA
JATIM,
didukung
oleh
Yayasan
TIFA
2. LPEJawaTimur6,68%
PDRB Perkapita Jawa Timur Rp. 20,77 juta
Gresik
Kota Madiun
Kota Surabaya
Mojokerto
Bojonegoro
Lamongan
Kota Batu
Pacitan Banyuwangi Ngawi
Ponorogo Bondowoso Tuban
Trenggalek Situbondo Bangkalan
Tulungagung Probolinggo Sampang
Blitar Pasuruan Pamekasan
Kediri Jombang Sumenep
Malang Nganjuk Kota Blitar
Lumajang Madiun Kota Pasuruan
Jember Magetan
Sidoarjo
Kota Kediri
Kota Malang
Kota Probolinggo
Kota Mojokerto
Banyuwangi
Jember
Bondowoso
Situbondo
Lumajang
Probolinggo
Sumenep
Sampang
Pamekasan
Bangkalan
Tuban
Bojonegoro
Lamongan
Gresik
Surabaya
Sidoarjo
Pacitan
Trenggalek
Tulungagung
Ngawi
Magetan
Madiun
Ponorogo
Blitar
Malang
Pasuruan
Mojokerto
Nganjuk
Jombang
Kediri
Batu
Kwadran
I
(LPE
Cnggi,
PDRB/Cap
Cnggi)
Kwadran
II
(LPE
rendah,
PDRB/Cap
Cnggi)
Kwadran
III
(LPE
Cnggi,
PDRB/Cap
Rendah)
Kwadran
IV
(LPE
rendah,
PDRB/Cap
rendah)
Legenda
Peta
:
Sumber : Bapeda Tuban
3. KONDISI KEMISKINAN
Ò Berdasarkan Hasil PPLS Tahun 2008 Jumlah Keluarga Miskin
(GAKIN) di Kabupaten Tuban mencapai 105.447 KK atau 332.241
jiwa. Pada PPLS tahun 2011 Jumlah Keluarga Miskin bukannya
berkurang malah cenderung naik menjadi 147,847 KK, jumlah ini
setara dengan 42% dari jumlah KK dikabupaten Tuban yang
berjumlah 351,917 KK.
Ò Wilayah penyangga II yang menjadi Sasaran dan lokasi CSR JOB
PPEJ bersama PT. Pentawira Agrahasakti, MCL, PT Perhutani KPH
Tuban, KPH Parengan meliputi kecamatan Soko, Rengel, Plumpang,
Widang, Grabagan, Semanding dan Palang memiliki rumah tangga
miskin dengan rerata 45,21% dari jumlah KK di wilayah tersebut.
Perkembangan hasil PPLS 2008 ke tahun 2011 semuanya
mengalami peningkatan, terparah mencapai 104% terjadi di
kecamatan soko yang menjadi wilayah operasi perusahaan migas
JOB PPEJ, sebanyak 51% dari jumlah KK yang ada masih dibawah
garis kemiskinan.
4. SASARAN / LOKASI KEGIATAN CSR/
COMMUNITY DEVELOPMENT DI KABUPATEN TUBAN
(SUMBER; BAPPEDA TUBAN)
KELOMPOK KECAMATAN PELAKU USAHA
WILAYAH
PENYANGGA I
Kerek, Montong,
Merakurak, Tambakboyo
dan Jenu
PT. Semen Gresik, Tbk
PT. TPPI dan PT. Holcim Indonesia,
dan Pelaku Usaha lainnya
WILAYAH
PENYANGGA II
Soko, Rengel, Grabagan,
Palang, Widang,
Semanding dan Plumpang
JOB PPEJ , PT. Pentawira Agrahasakti,
MCL, PT Perhutani KPH Tuban, KPH
Parengan dan Pelaku Usaha lainnya
WILAYAH
PENYANGGA III
Tuban, Singgahan,
Bangilan, Kenduruan,
Senori, Parengan,
Jatirogo dan Bancar.
PT Perhutani (KPH Tuban, Parengan,
Jatirogo dan Kebonharjo), Unsur
Perbankan, PT. Telkom, dan Pelaku
Usaha lainnya
4
7. 590
450
422
389 379 374
308 306 299 298 298 274
246 238 238
224 222
190
174 174
142
129
110
Rata-Rata : 281 RT
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
500
550
600
650
DESA BERPENDUDUK MISKIN
DI WILAYAH INDUSTRI MIGAS (JOB PPEJ)
DI KEC. SOKO 2008
Potret buram tampak lebih jelas terjadi di desa-desa Ring I wilayah operasi perusahaan Migas, berdasarkan Hasil PPLS Tahun 2008
dua desa terdampak langsung tingkat kemiskinannya masih cukup tinggi. Rumah Tangga Miskin (RTM) di desa Rahayu mencapai
308 RTM dan desa Sokosari mencapai 379 RTM, disebelah dua desa tersebut desa Sumurcinde bahkan mencapai 422 RTM dan desa
Sandingrowo juga masih sebanyak 274 RTM, begitu juga kawasan yang menjadi lintasan pipa dan pengembangan industri migas ini
termasuk memiliki jumlah rumah tangga miskin yang tergolong cukup tinggi di kecamatan Soko seperta desa Pandanwangi 298
RTM, Mojoagung 450 RTM, dan desa Simo dengan jumlah rumah tangga miskin mencapai 374 RTM.
Sumber : PPLS 2008
8. JUMLAH INDUSTRI YANG MENGELOLA CSR TAHUN 2009 - 2012
NO NAMA PERUSAHAAN
JUMLAH DANA CSR (Rp)
TAHUN 2009 TAHUN 2010 TAHUN 2011 TAHUN 2012
I JOB PPEJ 1,483,744,912 4,528,624,072 7,297,717,000 2,557,440,000
II PT. SEMEN GRESIK 2,281,430,990 24,000,000,000 90,849,941,827 84,029175000
III KPH TUBAN 16,724,931,159 - 21,265,488,055 20,926,175,000
IV KPH JATIROGO 2,388,298,364 8,699,028,688 1,865,308,352 22,988,094000
V KPH PARENGAN 137,800,000 121,815,800 166,209,217 646,605,600
VI KPH KEBONHARJO 472,393,000 - 388,604,637 650,174,900
VII PENTAWIRA AGRAHASAKTI 88,755,000 52,500,000
72,900,000
85,652,000
VIII PT. TPPI 660,675,382 478,452,230 421,716,790 77,445,000
IX PT. HOLCIM 1,233,075,470 2,735,297,489 2,428,856,300 4,057,000,000
XII PERTAMINA EP - - 21,530,000 -
XIII PT. MONSANTO INDONESIA - - 1,200,000,000 -
XIV BRI 882,789,600 -
XV
Mobil Cepu Ltd
32,400,000,000
JUMLAH 25,471,104,277 40,615,718,279 126,861,061,778
168,417,590,500
Sumber : Bappeda Laporan CSR Perusahaan Tuban
9. INSTRUMEN POKOK
Audit Sosial ini menjawab pertanyaan kunci :
¢ Bagaimana kebijakan CSR Migas ?
¢ Apa saja persoalan pengelolaan CSR Migas (JOB PPEJ)
¢ Bagaimana posisi masyarakat sebagai penerima manfaat
dalam pengelolaan CSR Migas (JOB PPEJ)?
¢ Bagaimana manfaat dan dampak program CSR Migas (JOB
PPEJ)?
10. METODE
¢ Metode Audit Sosial oleh warga bersifat kualitatif dengan teknik
verifikasi lapangan untuk mengetahui kesesuaian Program CSR
dengan kebutuhan masyarakat, mekanisme pelaksanaan program CSR
dan melihat Aktor-aktor yang terlibat dalam pelaksanaan program
CSR serta memverifikasi akuntabilitas pelaksanaan program-program
CSR, termasuk kegiatan-kegiatan CSR dalam bentuk sarana dan
prasarana baik pendidikan maupun kesehatan dan infrastruktur
lainnya.
¢ Verifikasi lapangan dilakukan dengan cara wawancara langsung
dengan pelaku CSR yang terdiri dari JOB Pertamina-petrochina East
Java, Pemerintah Daerah, Pemerintah desa dan Komite Pelaksana
CSR dan penerima manfaat. Verifikasi juga melakukan pencocokan
dokumen dengan data lapangan, selanjutnya menganalisa data Primer
dan data skunder menjadi temuan sementara. Kemudian melakukan
Focus Group Discution (FGD) untuk memastikan temuan audit sosial
di yakini kebenarannya
¢ Sasaran Audit sosial CSR Migas adalah lima desa Ring I yang menjadi
prioritas alokasi program CSR JOB PPEJ Meliputi tiga desa di
kecamatan Soko (desa Rahayu, Sokosari dan Sumurcinde) serta dua
desa di kecamatan Rengel (desa Bulurejo dan Kebonagung).
11. TAHAPAN AUDIT SOSIAL :
Study Awal
Workshop
Penyusunan
Instrumen
Audit Sosial
FGD Verfikasi
Temuan
Desiminasi Hasil
Audit Sosila
Penulisan
Laporan
12. 1. Regulasi belum secara tegas mengatur transparansi
dan keterlibatan masyarakat di wilayah operasi
dalam pengelolaan dana CSR Migas
2. Inisiasi Corporate Forum For Community
Development (CFCD) oleh Pemerintah Kabupaten
Tuban belum melibatkan Masyarakat lokal
3. Sistem perencanaan CSR belum di lakukan secara
sinergis dengan program pemerintah, masing-
masing melakukan perencanaan sendiri-sendiri
13. 1. Proses persetujuan rencana program dan anggaran PSPO dan
CSR di internal JOBPPEJ hingga SKKMIGAS cukup
memakan waktu
2. Sumber anggaran PSPO dan CSR JOBPPEJ berasal dari
skema cost recovery dan non cost recovery
3. JOB PPEJ Melaksanakan sendiri program PSPO dan CSR
4. Program Kompensasi, Infrastruktur dan kehumasan masih
menjadi prioritas utama
5. Pembangunan infrastruktur belum berkaitan secara langsung
pada peningkatan pendapatan dan hak dasar masyarakat
sekitar
6. Tahun 2011 akhir membentuk KPPMD di lima desa Sekitar
sebagai Pengelola dana PSPO dan CSR namun Sebagian besar
dana PSPO & CSR tetap dikelola sendiri oleh JOBPPEJ
14. TAHUN
2008
%
2009
%
2010
%
2011
%
infrastruktur
520,368,453
31%
1,036,498,622
70%
431,812,263
10%
1,814,621,000
25%
Pendidikan
281,263,220
17%
108,800,000
7%
182,100,000
4%
150,000,000
2%
Kesehatan
190,916,145
11%
-‐
0%
135,670,850
3%
Masuk
kegiatan
kompensasi
0%
E k o n o m i
&
Pertanian
100,000,000
6%
41,868,790
3%
238,700,000
5%
275,000,000
4%
Kompensasi
-‐
0%
-‐
0%
3,063,530,258
68%
4,495,880,000
62%
Kehumasan
585,974,950
35%
296,577,500
20%
476,810,701
11%
562,216,000
8%
Jumlah
1,678,522,768
18%
1,483,744,912
-‐12%
4,528,624,072
205%
7,297,717,000
61%
Sumber : Laporan JOB PPEJ Tuban
15. PROGRAM
INFRASTRUKTUR
TAHUN
2009
TAHUN
2010
TAHUN
2011
URAIAN
ANGGARAN
ANGGARAN
ANGGARAN
Jalan
216,500,000
170,812,263
320,268,000
Tembok
penahan
Jalan
dan
plengsengan
264,199,316
50,000,000
188,277,000
Balaidesa
3,440,000
155,000,000
420,000,000
Pendidikan
10,320,000
123,600,000
785,068,500
Tempat
Ibadah
15,480,000
25,000,000
Kuburan
76,007,500
Kantor
Instansi
Pemerintah
1,720,000
96,000,000
Sumber : Laporan JOB PPEJ
Tuban
16. Pembentukan Komite Pengembangan Masyarakat pada pertengahan tahun
2011 di lima desa ring satu oleh JOB PPEJ dianggap lebih transparan
dalam penentuan pagu anggaran disetiap desa, atas inisiatif pemerintah
desa usulan-usulan program di singkronisasikan dengan prioritas desa
dalam RPJMD dan tercatat dalam APBDes, dan diharapkan dapat
meningkatkan Partisipasi warga utamanya penerima manfaat.
USULAN DESA Melalui Komitte
Usulan Masyarakat di sepakati melalui
Musyawarah Desa disesuaikan dengan
RPJMDes di catat dalam APBDes
APPROVE / PERSETUJUAN
di verifikasi dan dimasukan RK JOB PPEJ di
setujui oleh Pertamina, petrochina, pertamina
EP & BPMIGAS (SKKMIGAS)
PELAKSANAAN KEGIATAN CSR
dilaksanakan oleh Komite CSR bersama
Masyarakat dengan Pembinaan dari JOB
PPEJ
LPJ/EVALUASI
di laporkan pada Musyawarah
Warga, pemerintah Desa & JOB PPEJ
18. Perencanaan dan Kelembagaan :
1. Penerima manfaat tidak terlibat dalam perencanaan PSPO
& CSR
2. Tidak ada pemetaan potensi dalam perencanaan usulan
Minimnya kapasitas KPPMD
3. Belum ada sinergi perencanaan antara program
pemerintah dengan program PSPO & CSR
4. Tidak ada verifikasi dan kriteria kelayakan usulan dan
sasaran program PSPO & CSR
5. Usulan kegiatan infrastruktur desa menjadi prioritas
KPPMD
6. Waktu pelaksanaan sangat singkat
7. Struktur kelembagaan pengelola PSPO & CSR (KPPMD) di
dominasi elit desa
8. Tidak dibentuk lembaga pengawas sementara BPD juga
masuk dalam kelembagaan KPPMD
20. Pelaksanaan Program Infrastruktur:
1. Masyarakat hanya terlibat sebagai tenaga kerja
tapi tidak tahu jumlah dana pembangunannya
2. Pembangunan tidak sesuai LPJ dan terjadi
mark-up harga satuan bahan bangunan
3. Beberapa kegiatan infrastruktur kurang
dianggap masyarakat kurang bermanfaat
21. Pelaksanaan Program Ekonomi :
1. Banyak Kelompok Usaha Bersama yang
dibentuk JOBPPEJ tidak jalan
2. KUB yang menjadi BUMDes tidak transparan
3. KPPDM melakukan pemotongan bantuan modal
untuk KUB dan usaha kecil dengan alasan
sebagai biaya operasional
4. Penerima manfaat tidak tahu jumlah nominal
bantuan yang seharusnya diterima
5. Terdapat nama-nama fiktif penerima bantuan
6. KPPMD mengalihkan kegiatan ekonomi
produktif untuk kegiatan infrastruktur
22. Pelaksanaan Program Pendidikan :
1. KPPDM melakukan pemotongan bantuan untuk
lembaga pendidikan
2. Lembaga pendidikan tidak merasa
mengusulkan dan tidak tahu jumlah dana
bantuan yang seharusnya diterima
3. Bantuan tidak sesuai LPJ KPPMD
23. Pelaksanaan Program Kesehatan :
1. Bantuan pelayanan kesehatan gratis dianggap
tumpang tindih dengan program pemerintah
2. Bantuan Gizi Balita (PMT) masih bersifat
penyuluhan belum PMT pemulihan dan sudah
di anggarkan juga dari APBD
3. Bantuan Ape di anggap bermanfaat
4. Kegiatan kepemudaan dimasukkan dalam
bidang kesehatan, kualitas bantuan mudah
rusak
5. Penerima manfaat tidak tahu jumlah dana
bantuan yang seharusnya diterima
24. Pertanggungjawaban Program :
1. LPJ KPPMD hanya secara administratif kepada
JOB PPEJ sebagai pemberi bantuan dan kepada
Kepala desa.
2. Belum ada media informasi yang mudah
diakses masyarakat untuk mengetahui bentuk
kegiatan, jumlah anggaran, lokasi kegiatan,
dan penerima manfaatnya yang di danai dari
PSPO & CSR JOBPPEJ
3. KPPMD melempar tanggungjawab penyampain
informasi kepada JOBPPEJ
4. Masyarakat tidak tahu jumlah dan penggunaan
dana PSPO & CSR JOBPPEJ di desa
26. — Menjamin Tranparansi pengelolaan dana
CSR serta adanya keterlibatan warga dalam
pengelolaan CSR
— Memperkuat kapasitas Pemerintah desa dan
KPPMD
— Membangun sinergi perencanaan antara
pemerintah dan KKKS
— Adanya efesiensi dalam Mekanisme
persetujuan usulan CSR di KKS tanpa
mengurangi akuntabilitas