SlideShare a Scribd company logo
i
PROF. DR. H. AZIZ FACHRURROZI, M.A
MERAIH
HAJI MABRUR
Editor:
Erta Mahyudin, M.Pd.I
JAKARTA
2013 M/1433 H
Dilengkapi dengan
Doa-doa Penting Seputar
Ibadah Haji
ii
PENGANTAR
lhamdulillah, segala puji patut kita sampaikan kepada
Allah Swt, penguasa seluruh alam. Shalawat dan salam
semoga tercurahkan ke hadirat Nabi besar Muhammad
Saw, para sahabatnya dan seluruh umat Islam yang mengikuti
sunnahnya, hingga akhir zaman.
Berkat Rahmat Allah Swt, buku Meraih Haji Mabrur ini bisa
dihadirkan kepada para pembaca sekalian, baik yang sedang
berusaha menjadikan dirinya mampu melaksanakan ibadah haji, yang
sedang dalam proses penunaian ibadah haji, maupun yang sudah
pernah berhaji dan ingin meningkatkan kualitas pemahamannya
terhadap apa yang pernah dia kerjakan selama menjadi
dhuyuufurrahmaan. Buku ini merupakan edisi perbaikan dari buku
dengan judul yang sama yang pernah diterbitkan pada tahun 2009
yang kini hadir kembali di hadapan pembaca dengan berbagai
penambahan yang dianggap perlu.
Menunaikan ibadah haji bagi Muslim tentu menjadi keinginan
semua orang. Namun Alquran sendiri telah menggariskan bahwa
kewajiban itu hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang memiliki
kemampuan. Mampu yang dimaksud, tidak hanya sebatas mampu
membayar biaya keberangkatan dan kepulangan, melainkan juga
mampu secara fisik dan mental serta mampu karena terpenuhinya
syarat-syarat yang lain. Orang-orang yang mempunyai kesempatan
untuk melaksanakan ibadah haji tentu berkeinginan pula agar ibadah
haji yang dikerjakannya diterima oleh Allah Swt.
Mengapa ibadah haji begitu diminati oleh banyak orang? Karena
haji adalah ibadah yang bisa menghapus seluruh dosa dan kesalahan,
bisa mengembalikan kita kepada posisi seperti ketika kita dilahirkan
oleh ibu kita, menjauhkan kita dari siksa api neraka, mengantarkan
kita masuk surga, dan seluruh harta yang digunakan dihitung sebagai
shadaqah. Itulah yang menyebabkan setiap umat yang mengaku
dirinya Islam sangat termotivasi untuk bisa melaksanakan ibadah
haji. Orang yang dipilih Allah Swt dari ratusan juta kaum muslimin
untuk menunaikan ibadah haji adalah orang yang sangat beruntung.
Beragam keistimewaan dan keutamaan yang berpuncak pada surga
yang telah menanti orang-orang yang berhaji.
Impian terbesar seluruh jamaah haji adalah ibadahnya diterima
oleh Allah dan hajinya menjadi haji yang mabrur. Karena itu meraih
haji mabrur adalah sesuatu yang layak untuk diperjuangkan dan
dipersiapkan. Tidakkah cukup menarik bahwa balasan haji mabrur
A
iii
adalah surga yang menjadi dambaan bagi setiap umat Islam.
Bukankah dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW pernah menyatakan:
ُ‫ة‬َ‫ﺮ‬ْ‫ﻤ‬ُ‫ﻌ‬ْ‫ﻟ‬‫ا‬َ‫ِﱃ‬‫إ‬ِ‫ة‬َ‫ﺮ‬ْ‫ﻤ‬ُ‫ﻌ‬ْ‫ﻟ‬‫ا‬َ‫ر‬‫ﱠﺎ‬‫ﻔ‬َ‫ﻛ‬ٌ‫ة‬‫َﺎ‬‫ﻤ‬ِ‫ﻟ‬‫َﺎ‬‫ﻤ‬ُ‫ﻬ‬َ‫ـ‬‫ﻨ‬ْ‫ـ‬‫ﻴ‬َ‫ـ‬‫ﺑ‬،‫ﱡ‬‫ﺞ‬َْ‫َاﳊ‬‫و‬ُ‫ر‬‫ُو‬‫ﺮ‬ْ‫ـ‬‫ﺒ‬َ‫ﻤ‬ْ‫ﻟ‬‫ا‬َ‫ْﺲ‬‫ﻴ‬َ‫ﻟ‬ُ‫ﻪ‬َ‫ﻟ‬ٌ‫ء‬‫َا‬‫ﺰ‬َ‫ﺟ‬‫ﱠ‬‫ﻻ‬ِ‫إ‬ُ‫ﺔ‬‫ﱠ‬‫ﻨ‬َْ‫اﳉ‬
Al-umratu ilal 'umrati kaffaratul limaa bainahuma, wal hajjul
mabruuru laisa lahu jazaa-un illal jannah
Artinya: “Satu umroh ke umroh berikutnya merupakan pelebur dosa antara
keduanya, dan tiada balasan bagi haji mabrur melainkan surga”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Pertanyaan awal yang layak untuk kita renungkan berikutnya
adalah apakah semua orang yang melaksanakan ibadah haji itu
mendapatkan semua yang dijanjikan tersebut? Jawabnya adalah tidak
semua. Tidak semua orang yang melaksanakan ibadah haji
mendapatkan semua yang dijanjikan, karena yang harus diyakinkan
terlebih dahulu apakah orangnya telah mendapatkan haji mabrur
atau belum. Karennya haji mabrur selalu menjadi dambaan dan cita-
cita setiap muslim yang melaksanakan haji.
Lalu apa yang dimaksud dengan haji mabrur? Banyak orang
menafsirkan bahwa haji mabrur adalah haji yang ditandai dengan
kejadian-kejadian aneh dan luar biasa saat menjalani ibadah tersebut
di tanah suci. Kejadian ini lalu direkam sebagai pengalaman ruhani
yang paling berkesan. Apakah demikian hakikat haji mabrur? Buku
ini akan meluruskan beberapa pemahaman yang tidak tepat terkait
haji mabrur, lalu menguraikan bagaimana cara menggapainya. Itulah
ide pokok yang ingin diuraikan dalam buku ini. Semoga Allah Yang
Mahasuci, yang kekuasaan-Nya tiada terbatas, memberkahi dan
merahmati perjuangan kita menuju pencapaian haji mabrur. Amin.
Penulis
H. Aziz Fachrurrozi
iv
DAFTAR ISI
Pengantar
Daftar Isi
Bagian Pertama : Perenungan Seputar Ibadah Haji
1. Makna Haji
2. Rukun Islam Terakhir
3. Haji Panggilan Allah
4. Haji Adalah Kenikmatan
5. Usaha Meraih Haji Mabrur
6. Walimatus Safar Menjelang Keberangkatan
7. Layanan Petugas Haji
8. Peristiwa Agung di Arafah
9. Menangis di Depan Kakbah
10. Mengagungkan Kakbah
11. Sejarah Baitullah al-Haram
12. Keberkahan Baitullah al-Haram
13. Maqam Ibrahim Tanda-tanda Nyata
14. Bercermin, Melihat Haji Kita
15. Bekal Ketaqwaan untuk Memahami Simbol-simbol Haji
Bagian Kedua : Doa-Doa Seputar Ibadah Haji
16. Lafadz Niat Haji
17. Doa Ketika Berangkat ke Arafah
18. Doa Ketika Masuk Arafah
19. Doa Melihat Jabal Rahmah
20. Doa Wukuf
21. Doa di Muzdalifah dan Mina
22. Doa Ketika Sampai di Muzdalifah
23. Doa Ketika Sampai di Mina
24. Doa Melontar Jamrah
25. Doa Setelah Melontar Jamrah
26. Doa Thawaf
27. Doa Sesudah Thawaf
28. Ketika Hendak Mendaki Bukit Safa
29. Sebelum Mulai Sa'i
30. Doa Sa'i
31. Doa Setelah Sa'i di Bukit Marwah
32. Doa Ketika Menggunting Rambut
33. Doa Sesudah Menggunting Rambut
v
Daftar Pustaka
Indeks
Glosarium
Riwayat Hidup Penulis
vi
1
BAGIAN PERTAMA
Perenungan Seputar Ibadah Haji
2
MAKNA HAJI
aji atau al-hajj secara etimologi berarti "bersengaja atau al-qasdu". Sedangkan haji menurut istilah fiqih
berarti bersengaja pergi ke Mekkah untuk menunaikan ibadah karena Allah pada bulan tertentu
dengan niat haji dan/atau umrah.
Dari pengertian bahasa di atas, jelas bahwa setiap muslim harus memiliki tekad kuat dan bersengaja
merencanakan untuk bisa melaksanakan ibadah haji ke baitullah di tanah haram. Tekad kuat itu sangat penting
karena akan memacu yang bersangkutan bersiap dengan segala sesuatu yang berkaitan dengan bekal ibadah ini.
Bekal yang dimaksud adalah bekal biaya yang pengumpulannya bisa dilakukan mungkin dengan cara
menabung, menyisihkan dari berbagai kebutuhan keseharian, atau dengan cara lain yang memungkinkan
seseorang bisa berangkat ke tanah suci. Intinya banyak cara menuju cita.
Panggilan ibadah haji yang dilakukan oleh Ibrahim atas perintah Allah seperti yang diabadikan di dalam
Alquran yang berbunyi:

):‫اﳊﺞ‬٢٧(
Wa adzdzin fin naasi bil hajji ya'tuuka rijaalaw wa 'alaa kulli dlaamiriy ya'tiina min kulli fajjin amiiq.
Artinya: "Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan
kaki, dengan berkendaraan unta yang kurus, yang datang dari segenap penjuru dunia yang jauh". (Q.S. al-Hajj [22]:
27)
H
3
Ibrahim AS berdiri di suatu tempat di sebuah lembah yang kering dan tandus. Tidak ada air dan tumbuh-
tumbuhan. Di situlah beliau menyeru orang-orang untuk datang berhaji. Pada waktu itu di sekitar tempat yang
tandus tadi sama sekali belum ada seorang manusia pun. Ia menyeru orang karena mentaati perintah Allah SWT.
Allah memerintahkan kepadanya dengan firman yang artinya: "Serulah umat manusia berhaji ke rumah-Ku. Nanti
Aku yang akan menyampaikan seruanmu kepada mereka yang ditakdirkan menunaikan kewajiban mulia ini
hingga hari kiamat".
Kini, ternyata manusia telah berbondong-bondong mendatangi Makkah al-Mukarromah. Kedatangan mereka
tidak saja dari kalangan yang secara lahiriah mempunyai harta yang cukup, melainkan juga dari kalangan yang
sederhana. Walau sederhana namun mereka mempunyai tekad yang kokoh hingga dapat mengumpulkan harta
(bekal) walau dalam waktu yang panjang. Karena tekadnya yang kuat itulah sejumlah uang yang dibutuhkan
terkumpul demi cita-cita menunaikan haji. Mereka dengan kemurahan Ilahi dapat pula berangkat ke tanah suci
memenuhi panggilan-Nya. Mereka adalah orang-orang yang telah dianggap lebih memilih apa yang dijanjikan
Allah, bahwa kebaikannya yang ditanam akan menghasilkan buah yang jauh lebih banyak dari pada biji yang
ditanamnya.
Mari kita perhatikan petani yang menebar padi dengan bibit yang sedikit, ia tebar di atas lahan pertanian
yang subur dengan perawatan yang memadai, berharap akan memetik padi yang jumlahnya jauh lebih banyak.
Itulah gambaran dan perumpamaan orang yang menanam kebaikan karena Allah, ibarat seorang petani yang
bercocok tanam di atas lahan yang subur. Latihan beramal secara produktif ini, Allah tunjukkan, dan Allah berikan
peluang melalui kegiatan ibadah haji di tanah suci.
Dilihat dari tinjauan fiqih, kegiatan-kegiatan ibadah haji terbagi menjadi dua. Ada kelompok kegiatan yang
masuk kategori rukun haji dan ada kegiatan yang masuk ke dalam kategori wajib haji. Rukun haji adalah kegiatan-
kegiatan yang apabila ditinggalkan, baik salah satunya apalagi keseluruhannya, hajinya menjadi batal atau tidak
sah. Sedangkan kegiatan wajib haji apabila ditinggal harus membayar denda (dam). Dari kategorisasi ini setidaknya
jamaah haji harus memahami mana yang wajib dan mana yang rukun, agar pelaksanaan haji tidak gagal baik
secara fiqih maupun kualitas haji, sehingga keabsahan apalagi kemabruran tidak tercapai.
4
Memahami apa saja kegiatan haji yang termasuk rukun dan yang wajib sekaligus, terkait dengan medan di
mana keduanya dilakukan dan apa yang kita lakukan untuk rukun dan wajib tersebut. Karena ibadah haji terkait
dengan tempat-tempat yang telah ditentukan. Seseorang yang berangkat menunaikan ibadah haji perlu memahami
"di mana" dan "mengerjakan apa" pada tempat-tempat tersebut. Semua pemahaman tersebut akan turut
menentukan kesuksesan ibadah haji. Sebab dengan pengetahuan ini seseorang akan terhindar dari taklid, yaitu
hanya mengikuti apa yang dilakukan orang lain secara membabi buta.
Pengetahuan yang mantap mengenai sesuatu yang menjadi syarat kesuksesan suatu ibadah mutlak
diperlukan. Karena itu akan turut memberi bobot nilai ibadah-ibadah yang kita kerjakan baik ibadah ritual
maupun ibadah sosial.
Allah SWT menginginkan kemudahan kepada kita yang senang mengikuti petunjuk-Nya. Anda bisa
bayangkan kemudahan itu digambarkan di dalam salah satu hadits Nabi yang berbunyi sebagai berikut:
ِ‫ﻦ‬َ‫ﻋ‬ِ‫ﻦ‬ْ‫ﺑ‬‫ا‬، ٍ‫ﱠﺎس‬‫ﺒ‬َ‫ﻋ‬َ‫َﺎل‬‫ﻗ‬:َ‫َﺎل‬‫ﻗ‬ُ‫ُﻮل‬‫ﺳ‬َ‫ر‬ِ‫ﱠ‬ ‫ا‬‫ﱠﻰ‬‫ﻠ‬َ‫ﺻ‬ُ‫ﱠ‬ ‫ا‬ِ‫ﻪ‬ْ‫ﻴ‬َ‫ﻠ‬َ‫ﻋ‬َ‫ﻢ‬‫ﱠ‬‫ﻠ‬َ‫ﺳ‬َ‫و‬:‫ﱠ‬‫ن‬ِ‫إ‬َ‫ﱠ‬ ‫ا‬َ‫َﺎﱃ‬‫ﻌ‬َ‫ـ‬‫ﺗ‬ُ‫ِل‬‫ﺰ‬ْ‫ﻨ‬ُ‫ـ‬‫ﻳ‬ِ‫ﰲ‬ِّ‫ﻞ‬ُ‫ﻛ‬ٍ‫ْم‬‫َﻮ‬‫ـ‬‫ﻳ‬ٍ‫ﺔ‬َ‫ﻠ‬ْ‫ـ‬‫ﻴ‬َ‫ﻟ‬َ‫و‬َ‫ﻦ‬‫ﻳ‬ِ‫ﺮ‬ْ‫ﺸ‬ِ‫ﻋ‬َ‫ﺔ‬َ‫ﺋ‬‫ِﺎ‬‫ﻣ‬َ‫و‬ٍ‫ﺔ‬َْ‫َﲪ‬‫ر‬ُ‫ِل‬‫ﺰ‬ْ‫ﻨ‬َ‫ـ‬‫ﻳ‬‫َﻰ‬‫ﻠ‬َ‫ﻋ‬‫َا‬‫ﺬ‬َ‫ﻫ‬ِ‫ْﺖ‬‫ﻴ‬َ‫ـ‬‫ﺒ‬ْ‫ﻟ‬‫ا‬َ‫ن‬‫ﱡﻮ‬‫ﺘ‬ِ‫ﺳ‬،َ‫ﲔ‬ِ‫ﻔ‬ِ‫ﺋ‬‫ﱠﺎ‬‫ﻄ‬‫ِﻠ‬‫ﻟ‬
َ‫ـ‬‫ﺑ‬ْ‫َر‬‫أ‬َ‫و‬َ‫ن‬‫ُﻮ‬‫ﻌ‬،َ‫ﲔ‬ِّ‫ﻠ‬َ‫ﺼ‬ُ‫ﻤ‬ْ‫ﻠ‬ِ‫ﻟ‬َ‫ن‬‫ُو‬‫ﺮ‬ْ‫ﺸ‬ِ‫ﻋ‬َ‫و‬َ‫ﻦ‬‫ﻳ‬ِ‫ﺮ‬ِ‫ﻇ‬‫ﱠﺎ‬‫ﻨ‬‫ِﻠ‬‫ﻟ‬.‫اﱐ‬‫ﱪ‬‫)ﻟﻠﻄ‬‫اﻟﻜﺒﲑ‬ ‫اﳌﻌﺠﻢ‬ ‫ﰲ‬(
Innallaaha ta’aala yunzilu fi kulli yaum wa lailah isyriina wa mi’ata rahmatin, yanzilu ala’ hadzal bait situuna
lith thaaifiin, wa arba'uuna lil mutshalliina wa'isyruuna lin naazhiriin.
Artinya: "Sesungguhnya Allah menurunkan seratus dua puluh rahmat siang dan malam. Yang diturunkan di Kakbah ada
enam puluh rahmat untuk mereka yang thawaf, empat puluh lainnya untuk orang yang shalat dan dua puluh sisanya
untuk mereka yang menyaksikan orang-orang yang thawaf dan shalat." (H.R. Al-Thabrani)
Dari hadits di atas dapat dipahami bahwa jika pun Anda hanya duduk-duduk di Masjid al-Haram melihat-
lihat Kakbah, melihat orang-orang berthawaf yang tiada henti seperti perputaran bumi pada porosnya, kita akan
memperoleh karunia sebesar dua puluh rahmat Ilahi. Demikian besar Allah memberikan kemudahan karunia-Nya
5
sedang orang yang berhaji sudah barang tentu ketiganya dilakukan. Ia thawaf, ia juga shalat dan kadang-kadang
(sambil menunggu tibanya saat shalat jamaah) ia melihat-lihat lautan manusia dengan berbagai warna kulit, ragam
bahasa, adat istiadat, bahkan aneka cara beribadah, mereka semua sedang ingin meraih rahmat Allah SWT.
Tidak ada keunggulan di masjid manapun dan di negeri manapun yang dapat diraih seseorang, selain yang
diraih oleh mereka yang berhaji selama mereka pergi berbekal ketakwaan yang tulus dan suci. Karena sebab itulah
Makkah dan Madinah mempunyai daya magnet dan daya tarik yang maha besar bagi umat Islam di seluruh dunia.
6
RUKUN ISLAM TERAKHIR
erdasarkan pola keteraturan dan ketertiban rukun-rukun Islam yang lima, harus dilalui secara
berurutan dan ini berarti tidak boleh diacak sesuai kemauan. Rukun atau tiang menggambarkan
sesuatu yang utuh dan kokoh dengan letak sesuai porsi dan proporsi masing-masing.
Seseorang tidak bisa dinyatakan telah memasuki gerbang Islam bila ia belum atau tidak mendeklarasikan dua
kalimat syahadat yang dikenal dengan syahadat tauhid dan syahadat rasul yang berbunyi sebagai berikut:
ُ‫ﺪ‬َ‫ﻬ‬ْ‫ﺷ‬َ‫أ‬ْ‫ن‬َ‫أ‬َ‫ﻻ‬ٰ‫ﻟ‬ِ‫إ‬َ‫ﻪ‬‫ﱠ‬‫ﻻ‬ِ‫إ‬ُ‫ﷲ‬،َ‫و‬ُ‫ﺪ‬َ‫ﻬ‬ْ‫ﺷ‬َ‫أ‬‫ﱠ‬‫ن‬َ‫أ‬‫ًا‬‫ﺪ‬‫ﱠ‬‫ﻤ‬َُ‫ﳏ‬ُ‫ُﻮل‬‫ﺳ‬َ‫ر‬‫ﷲ‬
Asyhadu allaa ilaaha illallaah - wa asyhadu anna Muhammadan Rasuulullaah
Artinya: "Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Aku bersaksi bahwa Muhammad utusan Allah."
Kedua kalimat syahadat di atas tidak cukup hanya diakui di dalam hati (tasdiiqun bil qalbi), melainkan juga
harus diikrarkan dengan lisan (iqraarun billisaan), yang berarti pendeklarasian yang menyatakan pengakuan Allah
satu-satunya yang wajib diagungkan dan disembah. Dan pendeklarasian bahwa Nabi Muhammad adalah utusan
terakhir Allah yang membawa pesan-pesan Ilahi melalui kalam-Nya yakni Alquran.
Pengikraran dua pondasi di atas selanjutnya harus dibuktikan dengan komitmen untuk melaksanakan rukun-
rukun Islam yang lain (wa amalun bil arkaan). Pengakuan terhadap Allah Tuhan Yang Maha Esa harus diikuti
dengan cara yang telah Allah gariskan di dalam kitab suci-Nya, baik sisi pengabdian ritual maupun sisi
pengabdian sosial.
Kedua cara melaksanakan ibadah itupun harus dipahami bahwa ada wilayah-wilayah di mana akal manusia
diberi peluang seluas-luasnya untuk nalar, tetapi ada pula wilayah-wilayah ibadah yang tidak bisa dinalar oleh
akal manusia, kecuali harus menerimanya sebagai suatu doktrin yang utuh.
B
7
Persoalannya adalah ibadah yang mana yang bisa dinalar dan yang mana yang tidak bisa dinalar, jika tidak
mendapat petunjuk dari wahyu yang diabadikan di dalam kitab suci Alquran al-Karim. Dengan demikian
pengakuan terhadap kitab suci ini dan terhadap Nabi yang membawanya jelas menjadi keniscayaan yang tidak
bisa ditawar-tawar lagi.
Dengan demikian, kehadiran Nabi Muhammad SAW untuk mengkomunikasikan kalam Ilahi dengan
penganut dan pengikutnya adalah sebuah keharusan dan kebutuhan umat manusia. Inilah arti penting dari
bimbingan ibadah yang intens perlu dilakukan agar kualitas ibadah makin terasa, sehingga pengaruhnya terhadap
perilaku pun dapat dirasakan. Perlu kita ketahui bahwa ibadah di dalam Islam baik yang berdimensi ritual
maupun yang berdimensi sosial, mempunyai tujuan membangun rasa sensitifitas yang kuat dan rasa solidaritas
yang kuat di antara sesama.
Atas dasar hal di atas, maka mempercayai Allah dan kerasulan Muhammad dalam keyakinan Islam menuntut
pembuktian-pembuktian empirik dalam bentuk pengabdian ritual maupun dalam bentuk pengabdian sosial.
Ibadah haji menyatukan kedua pengabdian di atas yang diwujudkan dalam bentuk kegiatan-kegiatan yang sangat
protokoler, penuh simbol dan bermuatan makna yang amat dalam. Namun kedalaman maknanya sangat
tergantung pada bekal jamaah dan pribadi masing-masing.
Sebagai konsekuensi dari rukun yang kelima ini, ibadah haji menuntut pelakunya secara ideal telah
melaksanakan rukun-rukun yang sebelumnya secara baik dan benar. Pelaksanaan rukun-rukun yang lainnya
secara baik dan benar, jelas dapat mengantar haji seseorang ke tingkat mabrur yang diinginkan. Dalam hadits Nabi
dinyatakan:
‫ﱡ‬‫ﺞ‬َْ‫َاﳊ‬‫و‬ُ‫ر‬‫ُو‬‫ﺮ‬ْ‫ـ‬‫ﺒ‬َ‫ﻤ‬ْ‫ﻟ‬‫ا‬َ‫ْﺲ‬‫ﻴ‬َ‫ﻟ‬ُ‫ﻪ‬َ‫ﻟ‬ٌ‫ء‬‫َا‬‫ﺰ‬َ‫ﺟ‬‫ﱠ‬‫ﻻ‬ِ‫إ‬ُ‫ﺔ‬‫ﱠ‬‫ﻨ‬َْ‫اﳉ‬
Al-hajjul mabruuru laisa lahuu jazaa'un illal jannah.
Artinya: "Haji mabrur, tidak ada balasan bagi yang berusaha meraihnya kecuali surga Ilahi". (HR. Bukhari dan Muslim)
8
Jaminan ini bukanlah sesuatu yang tiba-tiba, melainkan jaminan yang berkorelasi dan berhubungan dengan
terlaksananya rukun-rukun Islam yang lain secara baik dan berkualitas. Ini jelas membutuhkan kesiapan-kesiapan
yang matang bagi siapa pun yang hendak menjadi tamu-tamu Allah (dhuyuufur rahmaan). Karena itu sejak awal
Alquran mengingatkan bahwa pelaksanaan haji harus didasari dengan niat karena Allah.
Prinsip ini paling tidak ingin menyatakan bahwa bebagai macam motivasi orang yang pergi haji perlu
diluruskan agar pelakunya tidak terjebak oleh tendensi-tendensi selain Allah yang lebih bersifat duniawi dan
fisikal. Apalagi di dalam pelaksanaan ibadah haji yang sungguh sakral itu, juga bermuatan motif-motif
keduniawian. Semuanya tidak akan bermakna besar jika tidak benar-benar dituntun dengan bekal ketakwaan yang
memadai.
Ibadah haji banyak mengandung peluang berbisnis, misalnya melalui pemungutan pembayaran dam, ada
proyek ziarah, lempar jumrah, proyek kain ihram, proyek pemondokan dan hotel yang semuanya mudah sekali
dijadikan lahan bisnis dengan bandar-bandar dan makelar yang tiap tahun mengeruk segudang keuntungan.
Begitu juga dengan proyek tas kecil maupun besar, walaupun dalihnya demi keseragaman. Bidang-bidang
sebagaimana yang disebutkan tadi adalah menjadi kewenangan kementrian agama untuk mengawasi agar umat
tidak menjadi sasaran objek meraih keuntungan.
Dari sisi ekonomi, umat Islam melalui ibadah haji telah memberikan kontribusi yang amat besar bagi negara
dan bangsa yang besar ini. Mulai dari layanan transportasi, layanan obat-obatan, juga kebutuhan jamaah terhadap
kain ihram. Belum lagi ajaran-ajaran Islam yang lain seperti perayaan-perayaan keagamaan lainnya, seperti hari
raya kurban, hari raya idul fitri, dan lain-lain. Bagi bangsa dan pemerintah Saudi pun ibadah haji jelas telah
membuat semakin subur negeri ini dengan devisa tetap tiap tahunnya. Apalagi bagi masyarakat pelaku bisnis
termasuk bisnis rumah pemondokan. Ini sesungguhnya harus diimbangi dengan sejumlah pelayanan yang
memadai di samping setiap jamaah harus berbekal komitmen yang kokoh ibadah karena Allah. Demikian Alquran
membimbing kita bahwa pergi menunaikan ibadah haji harus karena memenuhi panggilan Allah.
Ibadah haji sudah sepantasnya menjadi rukun Islam yang kelima, karena di dalamnya bermuara rukun-rukun
yang lain. Di dalam ibadah haji ada shalat yang wajib maupun yang sunah. Ada pula zakat dan infaq, dan ada pula
9
puasa. Puasa diperuntukkkan bagi mereka yang tidak mampu membayar dam memotong hewan, sebagai ganti
membayar dam ialah berpuasa tiga hari di tanah haram dan tujuh hari setelah kembali ke tanah air.
Dengan demikian ibadah haji mencakup ibadah-ibadah lain yang menjadi rukun Islam. Itulah sebabnya
mengapa mereka yang telah berhaji lalu mendapat predikat Pak Haji atau Bu Haji/Bu Hajah, sedangkan yang
mengerjakan shalat, atau zakat atau puasa tidak dipanggil Kak Shalat, Pak Zakat, dan Pak Puasa. Predikat ini bisa
terkesan sebagai sesuatu yang riya, bila orang yang telah berhaji dan tidak dipanggil pak haji atau bu haji menjadi
marah. Dan predikat ini juga bisa bernilai positif, bila dengan menyandang predikat (gelar haji) tersebut ketika
seseorang kemudian merasa ada sesuatu yang mengikat sehingga hidupnya pun berhati-hati.
Hal ini bukanlah sesuatu yang berlebihan dan ganjil. Karena yang berlebihan dan ganjil itulah yang dilarang
agama. Jadi panggilan Pak Haji dan Bu Haji/Bu Hajah dalam konteks motif positif sama sekali tidak ada halangan
selama tidak memposisikan diri agar dihormati dan dihargai karena hajinya. Sebab penghargaan dari Allah yang
telah memberi jaminan surga jauh lebih terhormat, lebih mulia, dan prestisius. Akankah kita memilih simbol-
simbol atau predikat yang diberikan oleh manusia, ataukah kita lebih memilih apa yang dijanjikan oleh Allah SWT.
Pilihan ini tidak akan serta merta muncul begitu saja, melainkan ada proses penyadaran hati sesuai perkembangan
ketakwaan dan nilai-nilai keberagamaan kita.
Yang jelas, kita harus berupaya agar dapat melaksanakan perintah-perintah Allah SWT dengan sebaik
mungkin. Allah pasti tidak akan pernah menyia-nyiakan begitu saja hamba-hamba-Nya yang telah berupaya keras
menunaikan ibadah dengan benar. Mereka pasti akan mendapatkan balasan yang setimpal dari -Nya. Allah telah
menjanjikan hal tersebut di dalam Alquran surat al-Zalzalah yang berbunyi:

‫ﻟﺔ‬‫ﺰ‬‫ﻟ‬‫ﺰ‬‫)اﻟ‬:٧-٨(
Fa may ya'mal mitsqaala dzarratin khairay yarah. Wa may ya'mal mitsqaala dzarratin syarray yarah.
10
Artinya: "Siapa pun yang mengerjakan kebaikan sekecil atom, niscaya dia akan melihat (balasan-)nya, dan siapa pun yang
mengerjakan kejahatan sekecil atom-pun, niscaya dia akan mendapat (balasan)nya pula." (Q.S. al-Zalzalah [99]: 7-
8)
Apalagi dalam rangkaian menunaikan rukun Islam yang kelima. Ibadah haji memang diperintahkan Allah
dan tentu saja yang memerintahkan berhak menuntut agar pekerjaan yang diperintahkannya itu dilakukan sesuai
ketentuan-Nya. Paling tidak kita harus melakukan tugas itu dengan niat karena Allah. Jika niat itu bercampur
dengan niat-niat yang lain bersegeralah untuk memperbaiki niat itu. Insya Allah segala urusan dan kerepotan
dalam menjalani ibadah akan dimudahkan oleh-Nya. Allah tidak akan menyia-nyiakan segala upaya untuk meraih
kebaikan yang kita inginkan. Percayalah bahwa apabila kita diundang sebagai tamu, apalagi tamu Allah pemilik
jagat raya ini, maka sang tuan rumah pasti akan menghormati tamu-tamunya dengan perlakuan yang baik. Sesuai
dengan niat dan amal masing-masing.
11
HAJI PANGGILAN ALLAH
eperti dikemukakan pada bagian sebelumnya bahwa sebagai muslim, seyogianya setiap orang memiliki
keinginan untuk bisa menunaikan ibadah haji, terlepas pada tingkat mana seseorang memiliki kadar
kemampuan yang dimilikinya.
Jiwa seorang Muslim yang hidup setiap menjelang musim haji tiba, pasti hatinya bergetar menunggu peluang
panggilan Ilahi dialamatkan kepadanya. Getaran ibadah haji itu juga diiringi dengan keinginan untuk berziarah ke
makam Rasulullah saw. Nabi yang dicintai-Nya, yang telah mengantarkan kaum muslimin seluruh penjuru dunia
mengenal Tuhannya, dan mengenal ajaran-ajaran kitab suci-Nya. Mengapa hati merasa demikian? Karena
perjalanan menunaikan ibadah haji merupakan kenikmatan dan kebahagiaan rohaniah yang tiada tara indah dan
lezatnya.
Hati seorang muslim pada saat itu merasa begitu dekat dengan Allah Rabbul Izzati, sang Pencipta Yang Maha
Agung. Pengalaman mereka yang telah menunaikan ibadah haji menunjukkan bahwa hati mereka disibukkan
dengan rasa kedekatannya dengan Allah SWT. Sehingga terhadap yang kita miliki pun kita sanggup
melupakannya baik harta, anak, keluarga dan kesibukan-kesibukan yang biasanya menyita banyak pikiran kita.
Kondisi ini tentu sangat baik untuk menumbuhsuburkan spiritualitas seseorang dari kalangan manapun.
Mereka yang datang menunaikan ibadah haji dengan berbekal ketakwaan akan memusatkan perhatian untuk
beribadah kepada Allah. Bekal ketakwaan inilah yang akan meningkatkan derajat ketaatan dan kekhusyukan
beribadah, mulai dari shalat, thawaf, talbiyah, dzikir, dan membaca Alquran tanpa mengenal lelah dan ngantuk
lantaran kurang tidur. Qalbunya telah ditundukkan dan ditaklukkan di hadapan Khaliknya dengan
memperbanyak taat dan beribadah setiap saat. Sehingga rahmat Allah bercucuran menyirami qalbu hamba-hamba-
Nya yang menundukkan kepala dan hati dari segala kesombongan dan arogansi keduniawian untuk berucap
pengakuan akan segala kesalahan yang telah diperbuat.
Seakan segala dosa yang selama ini membebani pundak telah jatuh berguguran bersama tetesan air mata yang
mengalir deras tanpa terasa, terutama saat kita menghadap Kakbah. Pada saat seperti itu kita menyadari bahwa
S
12
dunia dengan semua keindahan dan kesenangannya tidak memberi arti apa-apa dibandingkan bila hati dekat
kepada Allah dan berusaha menggapai keridhaan-Nya.
Menunaikan ibadah haji seperti halnya semua tuntunan keimanan merupakan karunia Allah dan hidayah-
Nya. Allah berkenan memberikan berbagai kenikmatan kepada semua makhluk-Nya untuk mempertahankan
hidupnya baik berupa kenikmatan potensial yang harus diolah dengan kecanggihan sarana-sarana tertentu,
maupun berupa nikmat aktual yang tinggal menikmati tanpa susah payah seperti telinga untuk mendengar, mata
untuk melihat, mulut untuk bicara dan nikmat-nikmat aktual lainnya. Tentu saja semua kenikmatan itu harus
digunakan sesuai petunjuk yang memberinya. Alangkah naifnya bila kenikmatan itu digunakan justru untuk hal-
hal yang bertentangan dengan kehendak-Nya.
Tentu saja hal ini tidak akan dilakukan oleh mereka yang beriman kokoh lebih-lebih diperkokoh dengan
keberhasilan menunaikan ibadah haji sebagai penyempurna dari pelaksanaan rukun-rukun Islam yang lain.
Melalui ibadah haji seharusnya muncul pengakuan "Ya Allah aku beriman kepada-Mu sebagai satu-satunya Tuhan yang
wajib disembah, tempat meminta ampun dan perlindungan. Maka ajarilah aku bagaimana cara mendekati-Mu. Perintahlah
aku, maka aku akan mematuhi perintah-perintah dan larangan-Mu". Kesadaran seperti ini diungkap dalam Alquran yang
berbunyi:
):‫ان‬‫ﺮ‬‫ﻋﻤ‬ ‫آل‬٥٣(
Rabbanaa aamannaa bi maa anzalta wat taba'nar rasuula faktubnaa ma'asy syaahidiin.
Artinya: "Ya Allah kami beriman dengan segala yang Engkau turunkan dan kami akan mengikuti apa yang diajarkan Rasul
(pilihan-Mu). Karena itu masukakanlah kami ke dalam kelompok orang-orang yang bersaksi dengan kebenaran-Mu."
(Q.S. Ali Imran [3]: 53)
13
Perjalanan haji dimulai dengan mengumandangkan seruan "talbiyah" tanda merespon seruan Allah dengan
mengucapkan:
َ‫ْﻚ‬‫ﻴ‬‫ﱠ‬‫ـ‬‫ﺒ‬َ‫ﻟ‬‫ﱠ‬‫ﻢ‬ُ‫ﻬ‬‫ﱠ‬‫ﻠ‬‫اﻟ‬َ‫ْﻚ‬‫ﻴ‬‫ﱠ‬‫ـ‬‫ﺒ‬َ‫ﻟ‬،َ‫ﻻ‬َ‫ﻳﻚ‬ِ‫ﺮ‬َ‫ﺷ‬َ‫َﻚ‬‫ﻟ‬َ‫ﻟ‬َ‫ْﻚ‬‫ﻴ‬‫ﱠ‬‫ـ‬‫ﺒ‬،
‫ﱠ‬‫ن‬ِ‫إ‬َ‫ﺪ‬ْ‫ﻤ‬َْ‫اﳊ‬ِّ‫ﻨ‬‫َاﻟ‬‫و‬َ‫ﺔ‬َ‫ﻤ‬ْ‫ﻌ‬َ‫َﻚ‬‫ﻟ‬َ‫ْﻚ‬‫ﻠ‬ُ‫ﻤ‬ْ‫ﻟ‬‫َا‬‫و‬،َ‫ﻻ‬َ‫ﻳﻚ‬ِ‫ﺮ‬َ‫ﺷ‬َ‫َﻚ‬‫ﻟ‬.
Labbaiik allaahumma labbaiik, laa syariika laka labbaiik, innal hamda wan ni'mata laka wal mulka, laa syariika laka.
Artinya: "Aku datang memenuhi panggilan-Mu ya Allah. Aku datang memenuhi panggilan-Mu, tidak ada sekutu bagi-Mu,
Ya Allah aku penuhi panggilan-Mu, Sesungguhnya segala puji, nikmat dan segenap kekuasaan adalah milik-Mu,
tidak ada sekutu bagi-Mu.”
Ucapan talbiyah di atas mengandung makna pengakuan, bahwa hanya Allah yang mempermudah kita bisa
menunaikan ibadah haji ke rumah-Nya. Dialah yang telah memberikan pertolongan untuk kita meringankan
langkah dan melapangkan jalan pergi ke sana. Dengan begitu, bila kita telah mengucapkan talbiyah, berarti kita
telah menyatakan tekad kuat untuk keluar memenuhi undangan-Nya sebagai tanda mensyukuri nikmat-Nya yang
telah Allah berikan lahir dan bathin.
Kekuatan seseorang untuk bertekad memenuhi panggilan Allah termasuk menjalankan perintah-perintah dan
menjauhi larangan-larangan-Nya adalah karena bimbingan dan anugerah yang Allah berikan kepada seseorang
yang ingin kekuatan imannya tumbuh berkembang. Dan itu sebabnya kita melihat tidak semua orang yang
memiliki iman dapat merespon panggilan ilahi dengan ringan.
Janji Allah yang akan memberikan keberkahan dari langit dan bumi mempersyaratkan kita menjadi orang-
orang yang beriman dan bertaqwa. Namun iman seperti apa dan ketakwaan yang bagaimana yang bisa memenuhi
syarat diraihnya keberkahan itu? Ini masih menjadi pertanyaan besar karena jawabannya terkait dengan banyak
14
variabel. Ada variabel kejujuran, ada variabel keseriusan, ada variabel pertanggungjawaban atas amanah, ada
variabel keadilan dan kesejahteraan yang harus diupayakan. Dalam konteks ini Allah SWT berfirman:

):‫اف‬‫ﺮ‬‫اﻷﻋ‬٩٦(
Wa lau anna ahlal quraa aamanuu wat taqau la fatahnaa 'alaihim barakaatim minas samaa-i wal ardli walaakin
kadzdzabuu fa akhadznaahum bi maa kaanuu yaksibuun.
Artinya: "Jikalau penduduk negeri (di manapun mereka berada) beriman dan bertakwa; niscaya akan Kami bukakan
keberkahan dari langit dan bumi, namun sayang sekali mereka berdusta lalu Kami berikan siksa sesuai dengan apa
yang mereka kerjakan." (Q.S. Al-`Araf [7]: 96)
Ayat di atas dengan sangat jelas menyatakan bahwa beriman dan bertakwa lah yang menjadi syarat diraihnya
keberkahan Allah haruslah iman dantakwayang menyeluruh mencakup segala ketertiban hidup berbangsa,
bernegara, dan bermasyarakat. Kenyataan iman bangsa ini apalagi ketakwaannya sedang mengalami degradasi,
etika moral bangsa dalam kemerosotan yang terus-menerus mengancam tembok-tembok batas keimanan Muslim.
Lebih-lebih setelah terjadinya banyak aksi kekerasan terhadap sesama. Sedangkan orang bertakwa dituntut bukan
hanya mampu menyayangi sesama melainkan juga menyayangi makhluk-makhluk lain binatang dan sebagainya.
Coba kita lihat negara-negara paling dekat dengan tempat turunnya Islam dan turunnya Nabi Muhammad
yang agung kini bergejolak menuntut perubahan, dan itu terjadi ada yang sedikit korban dan banyak juga yang
bisamemicu perang saudara. Apa yang salah dari sikap keberagamaan masyarakat muslim, dengan semangan
berlomba menambah jumlah kuota jemaah haji, namun hajinya kurang berbekas pada kehidupan nyata?
15
Jutaan pemuda muslim, pelajar bahkan mahasiswa dengan mudah mengabaikan tugas-tugas keberagamaan,
hampir tiap malam di tempat-tempat terbuka maupun tertutup remaja teler karena obat terlarang, korban budaya
pergaulan bebas, makin menunjukkan angka keprihatinan, walau di antara mereka juga ada yang terpanggil
menegakkannya tetapi jumlah mereka jauh lebih sedikit.
Perhatikan pula para pelajar yang sudah usia mukallaf secara berkelompok, maupun perorangan, di kota
besar maupun kecil nongkrong-nongkrong dengan dalih menunggu mobil sepulang dari sekolah tidak
mempedulikan waktu shalat, terutama maghrib. Bila kita tanya anak-anak siapa mereka, jawabannya mereka
adalah anak-anak muslim, anak dari sebuah keluarga yang sangat mungkin dari keluarga haji.
Mereka sangat membutuhkan perawatan keimanan yang intensif. Mengapa mereka begitu mudah
meninggalkan perintah-perintah agama, dan mengapa mereka begitu mudah melakukan yang dilarang agama
bahkan terkesan tidak ada beban apa-apa. Jawabannya adalah kebiasaan akan membentuk watak dan karakter.
Kebiasaan meninggalkan tugas atau kebiasaan mengerjakan yang dilarang akan membentuk sikap. Itu sebabnya
Nabi berpesan jangan sekali-kali Anda anggap enteng dosa kecil, sebab Anda tidak pernah tahu dari sebab dosa
yang mana murka Allah akan turun.
Itulah sebabnya mengapa ibadah dalam tuntunan ajaran Islam harus secara kontinyu dilakukan (dalam
bahasa agama disebut istiqamah), seperti shalat lima waktu berikut sunnah-sunnahnya yang diperkuat dengan
dzikir dan doa. Mereka yang melaksanakan tugas-tugas keagamaan pun belum teruji memiliki integritas
keagamaan yang kokoh bila kita hubungkan dengan variabel-variabel di atas. Itulah kiranya yang kemudian Allah
menganggapnya sebagai iman dan takwa yang dusta.
Keimanan yang dusta akan mengundang balasan dan ujian dari Allah SWT. dalam berbagai bentuk musibah,
baik musibah alam, penyakit, kegersangan jiwa, keganasan, kekejaman, wabah penyakit dan lain-lain. Banyak
sekali teguran-teguran dari Allah dengan menurunkan ayat-ayat kauniyah, namun sering kali kita tidak
menghiraukannya, kita kurang berinteraksi dengan ayat-ayat Allah dan kemudian memahaminya. Kita hanya
berpikir mengatasi musibah-musibah itu dengan upaya-upaya yang bersifat materi, dan terlepas dari kesadaran
yang bersifat spiritual.
16
Apakah bangsa ini hanya meyakini sebab-sebab fisik dan lupa terhadap sebab yang metafisik. Apakah kita
lupa bahwa di samping ada sunnatullah yang (A) juga ada sunnatullah yang (B). Dari sini kemudian kita meyakini
bahwa sebab indrawi bukanlah satu-satunya yang mewujudkan akibat. Ingat Nabi Ibrahim ketika berkata "Apabila
aku sakit, maka Allahlah yang menyembuhkannya". Ungkapan yang kemudian diabadikan di dalam Alquran itu
memberi arti bahwa sebab yang mewujudkan akibat itu bisa berupa sebab-sebab fisik, bisa juga sebab-sebab non-
fisik, yaitu berupa penyimpangan-penyimpangan terhadap norma ajaran agama. Umat muslim harus terus
menerus melakukan proses pembelajaran. Ayat-ayat Allah di hadapan mata juga pelajaran bagi peningkatan sikap
keberagamaan.
Dengan demikian, semestinya ibadah haji yang kita lakukan bisa menjadi wahana penyadaran dalam upaya
meningkatkan sikap beragama yang lebih sadar, dan jangan ada dusta di dalam beragama. Karena Allah Yang
Maha Tahu tidak bisa didustai oleh siapapun dan dengan cara apapun. Karena yang bisa dusta hanya mulut Anda,
sedang hati Anda tetap akan berkata jujur. Mari kita lihat bagaimana Alquran mengingatkan kita di dalam surat
Yasin ayat: 65, Allah berfirman:
)‫ٰﺲ‬‫ﻳ‬٦٥(
Alyauma nakhtimu 'alaa afwaahihim wa tukallimunaa aidiihim wa tasyhadu arjuluhum bimaa kaanuu
yaksibuun.
Artinya: “Pada hari ini. Kami tutup mulut mereka, dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan kaki mereka memberi
kesaksian terhadap apa yang dahulu mereka lakukan.” (Q.S. Yaasiin [36]: 65)
Di dalam kehidupan ini akan banyak kita jumpai pelanggaran-pelanggaran yang lepas dari jerat hukum
karena pelakunya pandai bersiasat dan bersilat lidah, akan tetapi tidak akan pernah lolos dari jerat hukum Allah di
hari kemudian. Dan karena itu kita diminta untuk berlomba melakukan dan mewujudkan kebaikan-kebaikan.
17
Tamu-tamu Allah yang datang memenuhi panggilan-Nya itu tidak semua orang berada, banyak juga dari
kalangan sederhana bahkan yang kekurangan bekal. Perhatikan saja jamaah Indonesia khususnya meskipun
jumlah mereka terbesar dibandingkan dengan jamaah dari negara lain, tetapi hanya berapa persen dari
keseluruhan umat Islam yang diberi kesempatan terpanggil untuk memenuhi undangan-Nya. Ini menandakan
bahwa haji benar-benar karena panggilan dan pertolongan-Nya. Karena itu setiap orang harus bermohon untuk
mendapatkan kesempatan baik ini. Maka perintah haji secara ekonomis juga berarti perintah agar umat Islam harus
memiliki etos usaha yang produktif tinggi, agar ekonomi mereka kuat demi memenuhi kewajiban yang Allah
gariskan.
Kewajiban haji yang juga memerlukan alat dan sarana transportasi (baik pesawat maupun kapal laut)
mengisyaratkan bahwa kita diminta untuk memiliki teknologi yang memadai, atau sekurang-kurangnya menjalin
kerjasama dengan negara-negara lain yang memiliki teknologi, agar keamanan dan kenyamanan berhaji terjamin.
Dengan demikian perintah ajaran-ajaran Islam bermuatan dinamis untuk melahirkan sebuah peradaban dan
teknologi yang unggul. Karena itu pernyataan-pernyataan Alquran menyangkut beramal atau berkarya
dinyatakan dalam bentuk superlatif, seperti yang paling bertakwa (atqaa) yang paling baik (ahsan) atau yang paling
mulya (akram).
18
HAJI ADALAH KENIKMATAN
enunaikan ibadah haji tidak hanya melaksanakan rukun Islam yang kelima yang oleh Alquran
dinyatakan wajib bagi mereka yang memiliki kemampuan atau "istitha'ah ". Dalam kaitan ini, Allah
SWT berfirman:
.... )‫آل‬‫ان‬‫ﺮ‬‫ﻋﻤ‬:٩٧(
Wa lillaahi 'alan naasi hijjul baiti manistathaa'a ilaihi sabiilaa
Artinya: "... mengerjakan haji adalah kewajiban manusia kepada Allah, yaitu bagi orang yang mampu mengadakan perjalanan
ke Baitullah ..." (Q.S. Ali Imran [3]: 97)
Standar mampu ini pada pelaksanaanya tidak hanya ditentukan oleh dimilikinya sejumlah uang sebagai
bekal, melainkan juga adanya tekad dari yang bersangkutan, apakah cukup kuat atau tidak. Karena itu bisa terjadi
pada banyak orang yang secara lahiriyah masih pada posisi ekonomi lemah dan susah, namun jalan lain
menentukan untuk bisa berhaji. Dan begitu pula sebaliknya, banyak orang berharta banyak dari kalangan ekonomi
mapan, namun boleh jadi tekad untuk berhaji belum ada, maka yang bersangkutan sering mencari justifikasi
bahwa belum ada panggilan.
Nabi Ibrahim telah lama memanggil manusia untuk bisa berhaji sesuai perintah Allah. Jadi yang belum ada
bukanlah panggilan, melainkan niat dan tekad dari yang bersangkutan. Allah memberi hidayah kepada setiap
orang yang hatinya terbuka untuk itu, dan sebaliknya Allah akan menutup hidayah-Nya kepada siapa yang
hatinya tertutup untuk menerimanya.
Adalah suatu kenikmatan bagi seorang Muslim apabila dapat melaksanakan kewajiban dengan sebaik-
baiknya, dan adalah kerugian apabila sebaliknya yakni kewajiban dilalaikan dan larangan justru menjadi hobi
M
19
karena sering dikerjakan. Lihat saja kebiasaan masyarakat yang mulai kecanduan mengkonsumsi makanan,
minuman dan obat-obat terlarang, bukan makin surut jumlahnya, melainkan naik secara drastis, walau
penangkapan terhadap mereka yang terbukti melanggar terus dilakukan. Tetapi yang jera untuk menjauhi
jumlahnya tetap sedikit, apalagi jika hukuman terhadap mereka relatif tergolong ringan. Apalagi bisa
dinegosiasikan dengan uang.
Manusia beragama pada tataran iman baru takut kepada manusia lain, belum takut pada yang ghaib yaitu
Allah SWT. Warna kehidupan manusia memang bermacam-macam dalam hal merespon ajaran-ajaran agama.
Alquran menegaskan di dalam surat Fathir yang berbunyi sebagai berikut:
...)‫ﻓﺎﻃﺮ‬:٣٢(
Fa minhum zhaalimul linafsihi wa minhum muqtashiduw wa minhum saabiqum bilkhairaat.
Artinya: "Bahwa di antara manusia itu dalam merespon kewajiban atau tugas-tugas ada yang bersikap aniaya (zalim)
terhadap dirinya, ada pula mereka yang mensikapinya dengan sangat perhitungan, dan ada pula di antara mereka
yang meresponnya dengan berusaha berlomba untuk meraih kebaikan sebanyak-banyaknya." (Q.S. Faathir [35]: 32)
Mereka yang dinyatakan berbuat aniaya terhadap dirinya (berbuat kezaliman) adalah karena meninggalkan
perintah dan atau melakukan yang dilarang sama dengan mengumpulkan dosa yang akan berakibat buruk bagi
diri yang bersangkutan. Ini berarti ketika kita melanggar aturan-aturan hidup, aturan agama, hukum dan etika
yang walau tidak terjangkau oleh jerat hukum seharusnya dipahami bahwa kita sesungguhnya telah berbuat zalim
terhadap diri sendiri. Dari sini kita dapat memahami bahwa sesungguhnya setiap saat orang berpotensi berbuat
kesalahan.
Nah melalui ibadah haji peluang kita memohon ampun kepada Allah Yang Maha Pemurah sangat terasa
menyentuh hati, ketika dilakukan di tanah suci. Pada saat hati kita merasa bersih beribadah pun terasa sangat
sejuk dan nikmat yang boleh jadi sulit atau mungkin jarang kita rasakan ketika kita beribadah di tanah air.
20
Kelompok manusia yang kedua adalah mereka yang merespon tugas dan kewajiban dengan pas-pasan,
seperti misalnya mereka hanya mengerjakan yang menjadi tugasnya saja, mereka hanya mau datang sesuai jam
yang telah ditentukan dan pulang pada jamnya. Tanpa ada nilai lebih dari tugas pokoknya.
Dalam konteks beribadah mungkin mereka yang hanya mau melaksanakan yang wajib-wajib saja dan sama
sekali tidak tersentuh oleh yang sunah. Prilaku seperti ini boleh jadi terasa sangat gersang, kering tanpa bumbu
beragama. Itu sebabnya ajaran Islam menawarkan banyak pintu ketakwaan, ada pintu wajib, ada pintu sunnah,
ada pintu kerjasama, tolong menolong dan banyak sekali media yang dapat menumbuhsuburkan keimanan
seseorang. Di tanah suci peluang orang melaksanakan yang sunah sebanyak mungkin tergerak secara massal, tentu
apalagi untuk melaksanakan yang wajib.
Karena itu di dalam gambaran ayat di atas disebutkan adanya kelompok orang yang berlomba berbuat
kebaikan (saabiqun bil khairaat). Di tanah suci saat orang banyak berlomba meraih segala bentuk kebaikan tentu
sangatlah merugi kalau tidak kita manfaatkan seoptimal mungkin untuk memaksimalkan ibadah kepada Allah.
Sikap ini tentu terkait dengan bekal ketakwaan masing-masing orang. Ini berarti interaksi antarsesama yang
dilakukan banyak orang membangkitkan semangat bagi orang lain.
Ibadah haji juga merupakan peluang untuk introspeksi diri atas perjalanan hidup kita masing-masing.
Mungkin banyak nikmat yang Allah berikan belum kita syukuri sepenuhnya, bahkan banyak dosa yang tidak kita
rasakan hingga kita merasa menjadi orang-orang yang bersih. Sikap ini jelas bisa melahirkan kesombongan hati
yang sulit diajak melakukan ketundukan total. Perasaan seperti ini bisa mengakumulasi menjadi tertutupnya hati
dari nur Ilahi. Tanah suci dengan demikian dapat mencairkan kebekuan hati seseorang. Seolah-olah kita diajak
kembali ke alam primordial. Perhatikan peringatan Alquran yang menegaskan:
...):‫اﻟﻨﺠﻢ‬٣٢(
Falaa tuzakkuu anfusakum huwa a'lamu bimanit taqaa
21
Artinya: "... Janganlah sekali-kali kamu merasa menjadi orang yang bersih diri, sebab Allah Mahatahu siapa orang yang
sesungguhnya bertakwa." (Q.S. an-Najm [53]: 32)
Dalam kitab Asnaf al-Magrurin (Golongan Orang-Orang Yang Tertipu), yang ditulis oleh Imam al-Ghazali
dijelaskan bahwa mereka orang-orang yang merasa alim (al-ulama) apalagi sangat yakin dengan kealimannya bakal
menjadi penentu diraihnya keridhaan Allah dan mereka yakin pula akan menjadi penghuni surga. Orang-orang
seperti itu menurut Al-Ghazali, dinyatakan di dalam buku itu sebagai orang-orang yang tertipu oleh dirinya
sendiri.
Sesungguhnya kita hanya diperintah menjalani ajaran-ajaran agama dengan sepenuh hati tanpa kalkulasi-
kalkulasi diri apalagi mengaku telah menjadi orang yang paling baik atau paling taqwa, paling tahu, paling berjasa
dan lain-lain. Alquran mengkritik keras orang-orang yang berpendirian demikian. Karena perasaan demikian akan
mudah menafikan peran orang lain dan membiarkan dirinya menjadi orang yang berpenyakit sombong.
Ayat di atas juga mengisyaratkan bahwa segala bentuk arogansi diri termasuk hal-hal yang berkaitan dengan
amal-amal keagamaan harus dipangkas dari hati sanubari setiap muslim yang ingin meraih kemabruran haji dan
keridhaan Ilahi. Sebab orang masuk surga dalam pandangan Islam tidak ditentukan oleh amal-amal besar, dan
oleh mereka yang merasa besar dengan segala prestasi dan prestisenya. Mereka yang dinyatakan Alquran sebagai
yang terpandang di sisi Allah adalah yang memiliki prediket "atqa", yakni yang paling bertakwa dalam pengertian
yang luas.
Mereka yang menyandang prediket paling takwa tentulah mereka yang memenuhi pintu-pintu gerbang
ketakwaan yang ditandai oleh ketundukan hati dan kepatuhan dalam menjalani perintah-peritah Allah serta
memiliki komitmen untuk tidak berkompromi dengan segala bentuk kemungkaran dan kemaksiatan. Jadi kalau
orang masih berpikir setengah-setengah apalagi dia seorang pemimpin negara atau pemerintahan baik pusat
maupun daerah, tentang pemberantasan kemunkaran dengan dalih pajak, atau devisa, maka keberagamannya
masih setengah hati. Apakah kita tidak begitu yakin terhadap janji Allah. Mengapa kita seringkali lebih memihak
22
kepada kepentingan duniawi ketimbang yang dijanjikan Allah SWT, padahal perintah agama menghendaki
kepatuhan totalitas.
Ibadah haji yang kita jalani sesungguhnya diharapkan melahirkan jiwa-jiwa bersih dari setiap Muslim,
melahirkan ketulusan berkarya dan beramal baik yang berdimensi ritual maupun yang berdimensi sosial.
Penghayatan dan pengamalan ajaran agama memang membutuhkan secara terus menerus diasah dan diasuh.
Karena kesadaran tidaklah bersifat konstan, melainkan bergelombang, ada pasang dan ada surutnya, atau
kadarkum yakni kadang sadar dan kadang kumat, kadang lemah dan kadang kuat tergantung kondisi sekeliling
kita kondusif atau tidak.
Ibadah haji juga peluang untuk memahami karakter bangsa-bangsa lain di dunia yang semuanya merupakan
makhluk-makhluk ciptaan Allah. Semua makhluk termasuk planet-planet bumi tidak boleh keluar dari orbitnya.
Mengitari Kakbah harus memberi kesan keteraturan hidup, tidak boleh saling bertabrakan yang menggambarkan
pula putaran bumi tidak boleh berhenti, seperti kita lihat orang thawaf pun tidak pernah istirahat, kecuali saat
Allah yang menghentikan melalui perintah untuk melaksanakan kewajiban fardhu shalat berjamaah.
Kapan pun Anda pergi ke masjidil haram pasti ada orang yang sedang thawaf. Bumipun demikian mengitari
tata surya tanpa henti. Jadi jelas yang disembah Muslim bukanlah batu persegi empat yang bernama Kakbah,
melainkan yang menciptakan sistem peredaran bumi dengan segala keteraturannya, itulah yang kita sembah. Allah
berfirman:
‫ﻳﺶ‬‫ﺮ‬‫)ﻗ‬:٣-٤(
Fal ya'buduu rabba haadzal bait (3) alladzii ath'amahum min juu'iw wa aamanahum min khauuf (4)
Artinya: "Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik Rumah ini (Kakbah) yang telah memberi jaminan makan untuk
menghilangkan lapar dan mengamankan dari rasa takut". (Q.S. Quraisy [106]: 3-4)
23
Rabb hadzal Bait-lah yang menjamin kehidupan dari kelaparan dan yang menjamin rasa aman. Ayat ini harus
dibumikan bagaimana Muslim meneladani sifat rabba hadzal bait yang berusaha memberi makan mereka yang lapar
dan melindungi siapa saja yang takut agar merasa aman dari segala gangguan, maka seusai haji kita harus
berusaha mewujudkan kedua misi Alquran di atas. Seandainya semua orang yang telah berhaji mau dan mampu
meneladani sifat rabba hadzal bait di atas, maka betapa negeri yang mayoritas penduduknya Muslim ini akan
makmur dan sejahtera sesuai cita-cita Alquran baldatun thayyibatun wa rabbun ghafuur. Dengan demikian haji tidak
bisa disetarakan dengan mereka yang membuat patung atau sesembahan lainnya lalu mereka sembah sendiri.
Konsep ini jelas tidak memiliki akar filosofis tentang wujud Tuhan Yang Esa.
Walaupun demikian ingin kami tegaskan di sini bahwa peran keyakinan terhadap doktrin agama
semenyimpang apapun tetap akan dipedomani dan sepenuhnya menjadi hak yang bersangkutan. Islam tidak
punya ruang untuk memaksa siapapun agar menganut keyakinan yang sama. Ajaran Islam sama sekali tidak
menganjurkan penganutnya untuk memaksa keimanan seseorang. Karena iman yang dipaksakan tidak akan
pernah berkembang menjadi kebaikan. Kewajiban hanya sebatas tanggung jawab merawat bagi mereka yang sadar
akan Keesaan Allah. Karena doktrinnya sangat tegas "Bagimu agamamu, dan bagiku agamaku" Iman yang
dipaksakan tidak akan melahirkan kesadaran mendalam, sedangkan beragama membutuhkan adanya kesadaran
itu. Ajaran Islam tidak mempunyai target-target kuantitatif, tetapi lebih mementingkan kualitas, ayyukum ahsanu
amalan, siapa di antara kalian yang terbaik amalnya.
Ibadah haji juga merupakan peluang agar yang bersangkutan merasakan nikmatnya berdoa di tempat-tempat
mustajab, seperti di multazam, di hijir Ismail, di maqam Ibrahim dan di Raudhah serta tempat-tempat lainnya.
Tamu-tamu Allah diberi kehormatan untuk bisa dan memanfaatkan sebaik-baiknya tempat-tempat dimaksud
untuk berdoa sepuas-puasnya sesuai kebutuhan yang diinginkan. Saat kekhusukan kita berdoa itulah kedekatan
dengan Allah sungguh-sungguh dirasakan. Karena itu kadang-kadang orang yang berdoa dengan tidak terasa
meneteskan air mata penuh haru, dengan disertai perasaan takut dan penuh harap mengapa saya bisa sampai di
sini, dan kapan lagi akan berada di sini bersama keluarga tercinta. “Ya Allah semoga anak cucu kami pun bisa
mengalami hal yang sama, bisa memenuhi panggilan Allah.”
24
Perasaan inilah yang kemudian bisa mengantarkan kita berupaya sekuat tenaga meningkatkan derajat
keberagamaan, meningkatkan ibadah kita, membuka diri dengan orang lain untuk bisa saling membantu sehingga
tercipta suasana keakraban dan persahabatan. Karena itu jangan lewatkan peluang berharga ini, sebab belum tentu
peluang besar akan kembali kita raih di saat-saat mendatang. Apa jaminannya bahwa Anda akan bisa hidup lima
tahun atau sepuluh tahun mendatang. Sama sekali tidak ada jaminan dari siapa pun dan dengan kecanggihan cara
apa pun. Karena di dalam hidup ini Anda hanya menjalani probabilitas-probabilitas atau kemungkinan-
kemungkinan yang telah ditentukan Tuhan.
Sisi lain dari peluang yang diharapkan oleh mereka yang berhaji adalah menyaksikan banyak pelajaran
berharga yang bisa memberi pengaruh mencairnya semangat beragama melalui perjalanan sejarah nabi-nabi yang
Agung, Ibrahim AS, Ismail AS, dan Rasulullah saw dengan segala kisah yang menyertainya. Saat kita menelusuri
jalan menuju kota hijrah Nabi dalam jarak kurang lebih 650 km, kita bisa membayangkan bagaimana Nabi dan
para sahabat berjuang mempertahankan iman dan merawat aqidah.
Perjalanan jauh yang disertai kejaran musuh itu mengingatkan bahwa kita belum apa-apa, pergi haji pun kita
naik pesawat, ziarah kita ke Madinah juga dengan kendaraan ber AC. Kita diminta membuka mata lebar-lebar agar
bisa menangkap arti dan makna historis yang diharapkan bisa berimplikasi terhadap diri untuk mengambil bagian
apa yang bisa kita lakukan dalam rangka berjuang demi tegaknya syi'ar agama Allah (nur Allah) di bumi negeri
masing-masing sekembalinya ke tanah air.
Demikian Alquran mengingatkan mereka yang berhaji "Liyasyhadu manafi'a lahum" agar mereka bisa
menyaksikan hal-hal yang berguna dan bermanfa'at. Apa yang kita saksikan tidak hanya yang bersifat historis,
tetapi banyak pula peristiwa-peristiwa nyata baik berupa balasan kebaikan maupun balasan keburukan bagi siapa
saja yang tidak menghiraukan larangan "rafats, fusuq dan jidal.
Kesaksian orang terhadap peristiwa-peristiwa aneh tapi nyata di tengah-tengah pelaksanaan ibadah haji turut
mempertebal keyakinan akan kebesaran Allah pemilik langit dan bumi. Itulah sebabnya dalam ber-talbiyah kita
berucap "Laka wal mulk" dan pada saat yang sama kita tidak boleh mensekutukan-Nya sambil berucap "La syariika
laka ".
25
Talbiyah yang kita baca saat memulai pekerjaan haji mengisyaratkan pembersihan jiwa dari kekufuran
nikmat-Nya, kebersihan jiwa dari rasa kesombongan dan pembersihan jiwa dari adanya kekuasaan-kekuasaan lain
selain Allah. Orang-orang yang hadir menjadi tamu-Nya tidak diperkenankan sedikit pun membawa embel-embel
status yang biasa kita rasakan saat kita di tanah air, walau itu juga sesungguhnya dilarang. Kita hadir menjadi
tamu Allah ke tanah suci dengan mengenakan pakaian ihram. Tubuh kita hanya ditutupi oleh kain yang tidak
berjahit, persis seperti kain kafan yang biasa dipakai oleh orang-orang yang hendak keluar dari alam dunia. Ini
berarti sesekali orang hidup harus belajar keluar dari hiruk pikuk kehidupan dunia yang penuh tipu daya menuju
ke hadirat Allah Swt.
Ibadah haji juga peluang mengenang tiga tokoh sentral yang diutus Allah dalam pentas sejarah umat manusia
di bumi yaitu: Adam, Ibrahim dan Muhammad Saw. Mengapa ketiga Nabi tersebut menduduki tempat penting,
sehingga harus dikenang tidak hanya melalui bacaan melainkan melihat langsung di tempat ketiganya berkiprah
menjalankan tugas Ilahiyah. Ketiganya dihadirkan Allah pada tiga episode sejarah manusia.
1. Nabi Adam AS
Adam dihadirkan Allah, mengawali episode keberadaan manusia di bumi dan menjadi contoh proses
pembelajaran sederhana untuk memahami perintah dan larangan. Al-Syeikh Mutawalli al-Sya'rawi
menggambarkannya bahwa proses pembelajaran Tuhan terhadap Adam dan Hawa pasangannya dengan dua kata
sederhana yakni "if’al wa laa taf’al' (Lakukan ini, dan jangan lakukan itu !). Kedua kata tersebut menunjukkan yang
satu “if’al” amar berarti perintah dan yang satu lagi berbentuk nahi “laa taf’al” yang berarti jangan lakukan itu.
Kedua kata ini dipahami dari bunyi perintah Alquran dalam surat al-Baqarah berikut:
‫)اﻟﺒﻘﺮة‬:٣٥(
Wa qulnaa yaa aadamuskun anta wa zaujukal jannata wa kulaa minha raghadan haitsu syi'tumaa wa laa
taqrabaa haadzihisy syajarata fatakuunaa minadh dhaalimiin
26
Artinya: “Kami berfirman: "Hai Adam, diami oleh kamu dan isterimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang
banyak lagi baik dimana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu
termasuk orang-orang yang zalim.” (Q.S. al-Baqarah [2]: 35)
Kedua perintah itu, yang satu perintah untuk diwujudkannya yang diperintahkan dan yang lainnya adalah
perintah untuk meninggalkan, yang pada hakikatnya adalah esensi dari tugas hidup manusia. Karena itu sesuai
dengan kondisi manusia era Adam perintah agama pun demikian sederhana, tetapi sangat luas cakupannya terkait
soal prinsip baik dan buruk.
Pada satu sisi, setiap Muslim harus memahami mana yang diperintahkan untuk kemudian berusaha
melaksanakannya dengan penuh ketaatan. Pada sisi lain setiap Muslim juga harus memahami mana yang dilarang
untuk kemudian berusaha meninggalkan dan menjauhinya dengan sepenuh hati. Siapapun yang mengabaikan
keduanya, maka ia harus menanggung resiko pembalasan dari Allah di dunia maupun di akhirat.
2. Nabi Ibrahim AS
Ibrahim dihadirkan mengawali episode kesadaran ber Tuhan monoteisme (tauhid) yang menjadi basis utama
dalam menjalani hidup keberagamaan. Itulah sebabnya Ibrahim dan keluarga yang menyertainya yang juga
diabadikan di dalam rangkaian ibadah haji dianggap sebagai bapak monoteisme. Ibrahim dan keluarganya
dihadirkan Allah sebagai simbol keberhasilan sebuah keluarga menghadapi rintangan-rintangan iman. Juga
sebagai gambaran hidup bermitra antar kaum Adam dan kaum Hawa menuju sukses beragama tauhid. Ingat Siti
Hajar dihadirkan Allah dari kalangan berkulit hitam, yang sering kali dalam teologi agama lain dinafikan perannya
dari pentas sejarah. Inilah demokratisasi Islam dan egalitarian ajaran Islam. Tidak pernah melihat kedudukan
seseorang dari sisi keturunan dan ras, melainkan melihat dari sisi kontribusi dan prestasi ketaqwannya di hadapan
Allah.
3. Nabi Muhammad SAW
27
Jika demikian adanya dengan Nabi Adam AS dan Nabi Ibrahim AS, maka Nabi Muhammad SAW dihadirkan
Allah sebagai nabi terakhir mengawali episode terakhir kehidupan di bumi dengan penegasan dan pendeklarasian
ketauhidan sebagai pelanjut ketauhidan yang diletakkan Ibrahim AS.
Doktrin ketauhidan "tidak ada Tuhan kecuali Allah" mengajarkan bahwa berpikir tentang ketuhanan itu
harus dengan logis dan rasional, yaitu bahwa yang maha Tak Terhingga tidak mungkin lebih dari satu. Dia harus
Yang Maha Esa, Yang Maha Tunggal, tidak beranak dan tidak diperanakkan. Inilah makna kandungan surat al-
Ikhlas, firman Allah:
‫)اﻹﺧﻼص‬:١-٤(
Qul huwallahu ahad (1) Allahush shamad (2) lam yalid wa lam yuulad (3) wa lam yakul lahuu kufuwan ahad (4)
Artinya: "Katakanlah (Muhammad) bahwa Allah itu Esa (ahad), Allah tempat meminta segala sesuatu dan tempat semua
makhluknya bergantung. Dia tidak beranak dan tidak diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang setara dengan
Dia". (Q. S. Al-Ikhlash [112]: 1-4)
Dengan demikian Ibrahim adalah tokoh yang menjadi muara ketauhidan dari tiga agama samawi, yaitu:
Yahudi, Nasrani, dan Islam. Namun mengapa kedua agama samawi yang lain dalam perkembangannya
menuhankan Isa dan Maryam, itu karena ulah tangan-tangan manusia yang berusaha mengubah ketauhidan
aslinya. Maka memahami siapa Ibrahim dalam konteks ibadah haji dan ibadah qurban sangat penting, karena
ibadah tersebut terkait erat dengan pengalaman rohani nabi yang agung itu.
Paling tidak ada lima keistimewaan Nabi Ibrahim AS yang patut kita renungkan bersama di saat kita
mengagungkan Asma-Nya yaitu:
1. Nabi Ibrahim AS memahami Tuhan Esa dan meyakininya tidak sekadar lewat pengakuan lisan, yaitu syahadat,
melainkan melalui pencarian panjang dan lewat pengalaman rohani.
28
2. Melalui Nabi Ibrahim AS kebiasaan mengorbankan manusia, apalagi untuk kepentingan sesajen atau tumbal,
diberantas dan dihentikan oleh Islam. Hal ini dinyatakan dengan peristiwa penghancuran patung-patung yang
disembah raja Namrud dan pengikutnya.
3. Hal ini bukan oleh karena manusia terlalu mahal, sebab bila panggilan Ilahi tiba, semahal apapun harus kita
relakan, seperti yang dicontohkan Ibrahim untuk mengorbankan putranya Ismail. Namun, karena rahmat
Allah dan kasih sayang-Nya, pengorbanan Nabi Ibrahim atas putra tersayangnya diganti Allah dengan seekor
kibas. Wa fadainaahu bi dhibhin 'azhiim. Artinya: "Dan Kami tebus anak itu dengan seekor (kibas) sembelihan
yang besar". (Ash-Shaffaat, 37: 107). Dengan demikian harus kita pahami bahwa kepercayaan kita kepada Allah
membutuhkan suatu pengujian untuk mengorbankan sesuatu yang paling kita cintai. Apakah kita masih akan
siap untuk melaksakannya atau tidak. Toh Allah yang memerintahkan tugas terberat apapun tidak akan
membiarkan begitu saja atas kecintaan hamba-Nya.
4. Nabi Ibrahim adalah satu-satunya Nabi yang bermohon kepada Allah agar diperlihatkan bagaimana Allah
menghidupkan kembali orang yang telah mati, dan permohonan itu dikabulkan Allah.
5. Keyakinan adanya hidup setelah mati yang merupakan kehidupan yang kekal sangat besar pengaruhnya pada
persiapan kita mencari bekal bagi kehidupan yang abadi itu. Keimanan kita tentang hal inipun perlu
dibuktikan dalam kehidupan nyata bukan sekadar pengakuan. Itu sebabnya banyak ujian empiric atas
keimanan seseorang.
Penemuan Ibrahim tentang tauhid, mempunyai makna bahwa kedatangannya adalah untuk mengubah wajah
dunia dan wajah kemanusiaan serta ketauhidan, di mana manusia di hadapan Allah sama, yang membedakannya
hanyalah ketakwaannya (Q.S. al-Hujuraat, 49: 13). Ketakwaan ini diharapkan terlahir lebih kokoh dan kuat melalui
perjalanan ibadah haji yang penuh simbol itu. Dalam ritus haji ini kita diajak mengenang beberapa fragmen
penting dalam kehidupan Ibrahim dalam menegakkan tauhid.
Demikian pula pengorbanan keluarga Ibrahim, dan putranya Ismail, serta istrinya Siti Hajar yang amat taat
kepada Allah. Siti Hajar sendiri hadir menjadi simbol kesuksesan bermitra, walau ia dari kalangan berkulit hitam.
29
Figur Siti Hajar ini dalam doktrin agama yang fanatik rasial tidak pernah muncul sebagai figur penting. Ini harus
pula menjadi pelajaran penting, bahwa Islam hadir dengan penghargaan terhadap prestasi bukan dari performance,
bukan pula karena warna kulit atau kekhasan-kekhasan lainnya. Itu sebabnya jauh-jauh hari Rasulullah telah
menegaskan di dalam salah satu haditsnya bahwa tidak ada keunggulan apa pun yang membedakan antara Arab
dan ajam kecuali karena ketakwaannya.
Rangkaian ritus haji adalah rangkaian panjang dalam memanjatkan doa, satu doa diikuti dengan doa lain.
Demikian terus dilakukan berhari-hari dan terus menerus. Ini saat latihan berdoa panjang yang dipanjatkan
dengan tulus atas dasar kebutuhan masing-masing. Ketulusan kita dalam berdoa itulah yang menyebabkan air
mata seringkali berderai tidak terasa, lebih-lebih ketika doa itu dipanjatkan di tempat-tempat yang makbul. Jangan
risau Anda dengan bahasa doa yang dipanjatkan, sebab Allah paham dengan bahasa apapun, walau tentu saja apa
yang dicontohkan Rasulullah dalam berdoa itu lebih baik. Yang terpenting adalah Anda telah bisa hadir
membuktikan tempat-tempat mustajab hingga peluang itu tidak Anda sia-siakan.
Maka tidak heran apabila tempat-tempat mustajab – baik yang ada di Makkah maupun di Madinah- sering
kali menjadi rebutan banyak orang. Ini pertanda dalam perspektif jabatan ia ibarat jabatan basah (apalagi jabatan-
jabatan bereselonisasi) yang sering menjadi rebutan. Namun orang yang telah berhaji harus memahami bahwa
meskipun jabatan itu jabatan basah, tetapi setiap orang tetap harus memberi peluang kepada orang lain untuk
menempati posisi itu secara bergiliran. Kita tidak boleh terlalu berambisi untuk menguasai tempat mustajab itu
berlama-lama, karena banyak orang menanti giliran untuk memperoleh hak dan kesempatan yang sama.
30
USAHA MERAIH HAJI MABRUR
enunaikan ibadah haji tentu menjadi keinginan setiap Muslim sejati. Namun Alquran sendiri telah
menggariskan bahwa kewajiban itu hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang memiliki
kemampuan (istitha’ah). Mampu yang dimaksud, tidak hanya sebatas mampu membayar biaya
keberangkatan dan kepulangan, melainkan juga mampu secara fisik, dan mampu karena dalam batas-batas
minimal terpenuhinya syarat-syarat yang lain. Orang-orang yang mempunyai kesempatan untuk melaksanakan
ibadah haji tentu juga berkeinginan agar ibadah haji yang dikerjakannya mendapat predikat haji mabrur.
Yang meraih haji mabrur bukan lah mereka yang hanya dapat melaksanakan rangkaian ibadah haji dengan
sempurna, yang ditandai dengan terpenuhinya semua kewajiban dan rukun haji, melainkan mereka juga harus
memiliki kemampuan untuk meninggalkan larangan-larangan haji, sebagaimana yang tercantum di dalam Alquran
berikut ini:
 ...:‫)اﻟﺒﻘﺮة‬١٩٧(
"…. faman faradha fiihinnal hajja fala rafatsa wala fusuuqa wala jiduala fil hajji…."
Artinya: " ... Siapa saja yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh berkata kotor,
berbuat fasik, dan berbantah-bantahan semasa mengerjakan haji...." (Q.S. al-Baqarah [2]: 197)
Ketiga larangan di atas, bukanlah wilayah sah tidaknya ibadah haji berdasarkan kriteria fiqih, melainkan
menjadi wilayah kualitas haji yang menentukan bernilai atau tidaknya ibadah haji yang kita kerjakan. Karena itu
kategorinya bukanlah menjadi wilayah manasik, melainkan menjadi wilayah komitmen untuk meraih kemabruran
ibadah haji. Atau dengan kata lain bukan terpenuhinya hal-hal yang kulit akan tetapi lebh pada esensi ibadah haji.
Kemampuan seseorang untuk mematuhi rambu-rambu fiqih sebagai hukum taklify (hukum yang dibebankan
kepada orang yang mukallaf, yaitu: wajib, sunnah, haram, mubah, dan makruh) lebih mungkin dan lebih mudah
M
31
dilaksanakan, tetapi mematuhi ketiga larangan hati di atas membutuhkan kontrol yang sangat ketat terhadap hawa
nafsu.
Ini tidak berarti seseorang tidak perlu memahami rangkaian manasik haji, melainkan perlunya pembekalan
yang bersifat mental dan pemahaman secara filosofis menyangkut protokoler ibadah haji, yang sejak awal dipandu
oleh bersihnya niat, ketulusan dan kesungguhan untuk meraih yang terbaik.
Ibadah haji seperti yang kita pahami adalah ibadah penyempurna bagi keseluruhan rukun Islam yang lima.
Karena itu persiapan untuk melakukannya harus terlebih dahulu dimiliki oleh siapa pun yang ingin
mengerjakannya dengan sebaikmungkin. Bagaimana mungkin haji bisa menjadi ibadah penyempurna, jika
persiapan yang dimiliki oleh orang yang melaksanakan tidak mendukung terwujudnya kesempurnaan tersebut.
Dengan demikian, Alquran berpesan kepada mereka yang hendak melaksanakan ibadah haji untuk berbekal
ketakwaan terlebih dahulu.
Ibadah haji merupakan ibadah yang penuh dengan tata cara protokoler yang membutuhkan pemahaman
tentang makna di balik kegiatan yang protokoler itu. Karena itu orang-orang yang diajak berbekal ketakwaan pun
adalah mereka yang tergolong ulul albab; yaitu mereka yang memiliki kecerdasan nalar untuk memahami simbol-
simbol ibadah haji itu.
Karena itu apabila kita mendengar banyak kritik terhadap meningkatnya jumlah jamaah haji Indonesia,
namun tidak dibarengi dengan meningkatnya prilaku keberagamaan yang santun, ramah, peduli, demokratis, dan
humanis, maka boleh jadi hal itu disebabkan oleh ketidakpahaman jamaah haji kita terhadap simbol-simbol ibadah
haji.
Ibadah haji yang menghadirkan dan mengumpulkan berbagai suku bangsa, dengan beraneka adat dan tabiat
yang dimilikinya memerlukan rambu-rambu kokoh dan mengikat. Allah SWT dengan ketiga larangan-Nya, dalam
surat al-Baqarah ayat 197 tersebut, hendak mendidik kaum muslimin seluruh dunia agar tetap bersikap santun,
sopan, dan ramah dengan berbagai suku bangsa yang ditemuinya di baitullah, bahkan dengan berbagai jenis
makhluk-makhluk-Nya yang lain. Ini seperti diisyaratkan oleh adanya larangan-larangan mencabut pepohonan
maupun membunuh binatang pada saat kita berihram. Sebagai muslim sejati, seorang jamaah haji sejak awal harus
32
siap untuk meningggalkan sesuatu yang haram, bahkan yang halal pun dalam situasi tertentu harus siap
ditanggalkan dan ditinggalkan.
Ketaatan kepada Allah memang berproses dan bertahap. Ketika orang mampu meninggalkan yang halal
karena tuntutan situasi, tentu apalagi untuk meninggalkan yang haram, demikian pula untuk melaksanakan
perintah yakni jika seseorang sudah terbiasa dengan mudah mengerjakan yang sunnah tentu apalagi mengerjakan
yang wajib. Di Makkah sana jamaah haji berlomba untuk melaksanakan ibadah sunnah sebanyak-banyaknya, yang
agak sulit dan tidak mudah bisa dikerjakan kita saat berada di tanah air.
Bila perintah yang sunnah saja siap dikerjakan, maka tentu terhadap yang wajib akan lebih berkemauan
untuk ditegakkan dengan catatan ia melakukannya karena didasari rasa takwa kepada Allah SWT. Rasa takut
kepada Allah akan mengantarkan yang bersangkutan lebih mendekatkan diri kepada-Nya yang dibuktikan dengan
penegakan perintah, baik yang wajib maupun yang sunnah, serta berusaha sepenuh hati untuk tidak melakukan
yang dilarang Allah SWT.
Dalam firman Allah SWT berikut ditegaskan bahwa manusia dan jin diciptakan Allah untuk mengabdi
kepada-Nya:
):‫ت‬ ‫اﻟﺬار‬٥٦(
Wa maa khalaqtul jinna wal insa illaa li ya'buduuni
Artinya: "Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku." (Q.S. adz-Dzaariyaat [51]:
56)
Manusia sebagai hamba Allah berkewajiban untuk menjaga eksistensinya sebagai 'abdun (tugas
penghambaan) dan sebagai kholifatullah yakni tugas memakmurkan bumi sesuai koridor yang ditetapkan-Nya.
33
...):‫اﻟﺒﻘﺮة‬٣٠(
Wa idz qaala rabbuka lil malaa-ikati innii jaa'ilun fil ardhli khaliifatan...
Artinya: "Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan khalifah di
muka bumi..." (Q.S al-Bagarah [2]: 30)
Membangun ketaatan kepada Allah SWT dilakukan dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi
larangan-Nya. Ketaatan itu bergradasi atau berjenjang dari yang paling kecil atau ringan hingga yang paling berat.
Semuanya diharapkan akan mengakumulasi terwujudnya manusia sukses yang memiliki keutuhan diri. Manusia
sukses adalah manusia yang berhasil menjadi manusia terbaik. Menjadi manisia terbaik tidak mesti terlahir dari
mereka yang berstatus sosial tinggi, tidak mesti juga muncul dari kalangan kaum berintelektual tinggi dan banyak
harta. Orang awam, orang yang tidak bernasib baik secara ekonomi pun bisa menjadi orang terbaik sesuai profesi
dan posisinya.
34
WALIMATUS SAFAR MENJELANG KEBERANGKATAN
alimatus safar atau resepsi dalam rangka bepergian haji bukanlah suatu keharusan, melainkan
kebutuhan orang-perorang untuk mengkomunikasikan perasaan syukur dan memohon doa restu
dari masyarakat sekitar. Karena itu tentu kita tidak melihatnya dari perspektif hukum, tetapi
momen ini bisa dimanfaatkan untuk ajang bersilaturrahim antar yang mau berangkat dengan keluarga, kerabat,
dan handai taulan yang akan ditinggalkan.
Silaturrahim dalam ajaran Islam mempunyai nilai tersendiri. Paling tidak ia dapat mencairkan kebekuan
hubungan, memperakrab tali kekerabatan, dan bahkan dapat menjadi media pemecahan masalah. Sebab sejelek-
jelek orang tentu masih ada sisa kebaikan pada dirinya dan tentu berkeinginan hubungan-hubungan yang
renggang dan kurang harmoni dapat dipererat. Apalagi saat ia hendak menghadap Yang Mahasuci, di tanah suci
dan tentu membutuhkan hati yang suci bersih pula.
Seperti kita ketahui bahwa dosa manusia dapat dibedakan menjadi dosa kepada Tuhan dan dosa kepada
sesama manusia. Dosa terhadap Tuhan, ada dosa materi dan ada pula dosa non-materi. Demikian pula dosa
terhadap sesama manusia. Dosa non materi seseorang berdasarkan tuntunan agama bisa dilakukan
pengampunannya melalui permohonan ampun atau minta maaf, sedang dosa materi baik terhadap Tuhan maupun
terhadap sesama tentu pengampunannya harus dengan dibayarnya hutang-hutang itu. Ini artinya orang berhutang
materi apakah zakat, atau kewajiban berhaji karena kemampuan yang dimilikinya, atau hutang uang terhadap
sesama, tidak bisa dihapus dengan bersalaman atau istighfar semata. Tetapi yang bersangkutan wajib membayar
hutang-hutang itu, baik kewajiban ilahi maupun kewajiban manusiawi atau adami.
Hampir semua orang yang hendak menunaikan ibadah haji berkeinginan kepergiannya tidak meninggalkan
dosa-dosa di atas. Nah, salah satu media untuk saling memohon maaf atau memberi maaf menyangkut hak-hak
adami (sesama anak cucu Adam) dilakukan dalam acara walimatus safar. Hanya saja teknis penyelenggaraannya
tidak ditentukan secara khusus dalam ajaran Islam, apakah dalam acara formal atau tidak, dengan besar-besaran
atau kecil-kecilan, karena tentu semuanya menjadi wilayah kewenangan manusia untuk menentukannya sesuai
W
35
kondisi dan situasi masing-masing. Yang jelas Islam melarang umatnya berlaku boros atau memaksakan diri.
Karena itu kualitas beramal di dalam Islam bukan terletak pada besarnya amal itu melainkan terletak pada
ketulusan yang melakukannya. Jadi media beramal juga harus menjadi wadah silaturahim untuk memperkokoh
hubungan, untuk saling mengingatkan dan saling membantu baik moril maupun materiil.
Prinsip silaturrahim itulah yang dianjurkan Islam, prinsip saling memberi masukan, saling menasehati dan
saling mendoakan itulah yang diajarkan Islam. Bahkan Anda boleh saja tidak menyelenggarakannya, karena
walimatus safar secara normatif dan struktural tidak turut mempengaruhi sah atau batalnya haji seseorang. Tetapi
pasti memberi pengaruh terhadap nilai humanitas seseorang.
Paling tidak ada dua hal yang disampaikan di dalam acara walimatus safar; yang pertama permintaan maaf
dari yang mau berhaji kepada seluruh kerabat, handai taulan dan masyarakat pada umumnya. Meminta maaf agar
kepergiannya ke tanah suci dengan hati yang sama-sama bersih tanpa ada ganjalan-ganjalan yang merintangi.
Yang kedua mohon doa dari seluruh hadirin dengan suatu keyakinan bahwa doa jamaah memperkuat optimisme
di perjalanan, di tanah suci maupun kembalinya ke tanah air.
Hampir tidak pernah kita jumpai kepergian seseorang ke luar negeri dengan jasa angkutan apapun
berpamitan ke seluruh masyarakat terdekatnya selain keberangkatan haji. Karena keberangkatan seseorang untuk
haji jelas jelas ke tanah suci untuk tujuan yang juga suci dengan hati yang suci pula. Berpamitan pergi haji tidak
bisa disertai dengan riya, karena dari hati yang ingin pergi tidak akan terlintas dan memang tidak boleh terlintas
sifat-sifat ingin dipuji orang lain. Ia harus kuat berpendirian bahwa karena Allah-lah kewajiban ini ia laksanakan
dan prosesi apapun yang mendahuluinya harus dilakukan dengan niat yang sama.
Saya kira kita sependapat bahwa tidak ada orang yang bisa menjamin bahwa keberangkatannya ke luar
negeri dengan pesawat secanggih apapun pasti selamat? Adalah suatu kebodohan bila ada yang memastikan itu.
Karena keselamatan hanya milik Allah dan hanya ada di Tangan-Nya segala urusan. Kita sendiri sering, berucap:
‫ﱠ‬‫ﻢ‬ُ‫ﻬ‬‫ﱠ‬‫ﻠ‬‫اﻟ‬َ‫ْﺖ‬‫ﻧ‬َ‫أ‬ُ‫م‬َ‫ﻼ‬‫ﱠ‬‫ﺴ‬‫اﻟ‬َ‫ْﻚ‬‫ﻨ‬ِ‫ﻣ‬َ‫و‬ُ‫م‬َ‫ﻼ‬‫ﱠ‬‫ﺴ‬‫اﻟ‬َ‫ْﻚ‬‫ﻴ‬َ‫ﻟ‬ِ‫إ‬َ‫و‬ُ‫د‬ْ‫ُﻮ‬‫ﻌ‬َ‫ـ‬‫ﻳ‬ُ‫م‬َ‫ﻼ‬‫ﱠ‬‫ﺴ‬‫اﻟ‬
36
Allahumma antas saalam wa mingkas salaam wa ilayka ya'uudus salaam.
Artinya: “Ya! Allah sesungguhnya keselamatan, itu milik-Mu, dari-Mu pula keselamatan kami raih dan kepada-Mu pula
kembalinya keselamatan itu.”
Cita-cita agar menunaikan ibadah haji dengan sebaik-baiknya akan gagal total, bila keberangkatan tidak
selamat, atau perjalanan mengalami suatu musibah, atau bahkan sesampainya di tanah suci tidak mendapat
kesehatan yang prima. Allah Yang Maha Kuasa jelas yang akan melapangkan jalan, yang akan memberi
perlindungan terhadap tamu-tamunya yang dengan tulus mengumandangkan "talbiyah".
Nampaknya inilah rahasia vertikal yang dirasakan oleh kita semua yang meyakininya dengan acara
walimatus safar itu. Tentu saja masih banyak manfa'at lain. Walaupun demikian walimatus safar tetap bukanlah
suatu keharusan, melainkan suatu kebaikan bila dilihat dari perspektif asas manfa'at yang dikandungnya. Dan
suatu kebaikan tidak harus muncul dari sesuatu yang diwajibkan atau yang disunnahkan. Agama hadir untuk
memperkokoh hubungan antar sesama manusia dengan momen-momen yang luas, juga untuk membangun
hubungan yang kokoh dengan Sang Pencipta baik melalui perintah wajib maupun perintah sunnah. Bukankah
manusia diberi kemampuan berpikir oleh Allah yang harus diberdayakan semaksimal mungkin untuk merespon
ajaran-ajarannya?. Tidakkah kita yakin pula bahwa yang disebut ma'ruf berdimensi sangat luas dan banyak
bersinggungan dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat?
Dengan demikian, sudah barang tentu norma masyarakat sangat beragam, satu dengan lainnya berbeda. Pada
tataran ini kita harus sangat bijak dalam melihat apa yang berlaku di masyarakat, toh yang terpenting adalah
esensinya benar apa tidak. Bermuatan riya apa tidak, mengandung unsur pemborosan atau pemubaziran apa
tidak? Keputusan akhirnya terserah kepada Anda yang melaksanakannya. Pertanggungjawabannya juga akan
Anda berikan kepada Allah. Sebelum Anda berangkat menunaikan ibadah haji, apakah Anda mau berpamitan apa
tidak, mau meminta doa dari masyarakat banyak apa tidak, nurani Andalah yang lebih tahu apa yang sebaiknya
Anda lakukan dalam rangkaian bercita-cita meraih haji yang mabrur itu.
37
Masyarakat yang ikut hadir pun juga demikian tentu tidak berharap apa-apa. Kehadirannya lebih didorong
oleh potensi keberagamaan yang siap berkolaborasi dengan masyarakat atau tetap mempertahankan sikap
individualistiknya. Memang gaya hidup beragama di masyarakat bermacam-macam. Tidak hanya ditentukan dan
diarahkan oleh konsep ajaran, melainkan juga ditentukan oleh perjalanan memahami makna hidup itu sendiri dan
ditentukan oleh prinsip hidup masing-masing orang.
Di sinilah media haji yang mengumpulkan beragam bangsa, beragam warna kulit, beraneka karakter adat
istiadat dan bahasa yang menuntut semua orang yang berhaji mempraktekkan hidup kebersamaan dengan penuh
tenggang rasa, jangan mudah tersinggung, jangan berlaga pinter sendiri, jangan merasa berkedudukan tinggi, apa
lagi merasa pejabat, karena kita dan mereka yang hadir dari seluruh penjuru dunia sama-sama menjadi tamu-tamu
Allah Sang Penguasa alam semesta ini. Jadi jelas ibadah haji tidak hanya berdimensi vertikal, melainkan juga
berdimensi horizontal untuk belajar hidup bertenggang rasa dan bertoleransi dengan siapapun. Inilah yang
diisyaratkan oleh firman Allah yang artinya “Kami ciptakan kalian dari unsur laki dan perempuan, dan Kami jadikan
kalian bersuku bangsa yang berbeda agar kalian saling mengenalinya dengan baik,” Namun ingatlah bahwa prestasi
terbaik di sisi Allah hanyalah mereka yang paling bertakwa.
Pembauran ini sangat penting, agar ketika kembali ke tanah air pun telah terlatih menyingkirkan perasaan-
perasaan ego, sombong, atau individualis, dan mengubahnya menjadi hidup bersosialisasi, beradaptasi dengan
berbagi kenikmatan dan turut berempati kepada sesama. Perhatikan acara TV melalui tayangan “minta tolong
maupun bedah rumah” menurut hemat saya merupakan bentuk kepedulian nyata, yang bisa diperluas sekunnya,
niscaya orang-orang yang tinggal di rumah tidak layak huni tertolong untuk kemudian iman mereka juga tertolong
karena memiliki tempat ibadah yang pantas dan bersih. Mestinya ini digerakkan oleh persaudaraan haji Indonesia.
Pemerintah tentu akan terbantu besar dalam mensejahteraan bangsanya. Semua itu bisa dimulai dan diawali lewat
media silaturrahim termasuk media walimatus safar yang berkualitas.
Jadi walimatus safar bukanlah soal makan minum dan menikmati bermacam hidangan yang disuguhkan oleh
sohibul hajat, walau itu juga mungkin perlu ada, tetapi esensi pokok adalah saling belajar hidup bersama, saling
meringankan beban lewat permintaan ma'af atas dosa dan mohon diiringi doa keselamatan untuk kepentingan
38
bersama.Yang pergi perlu selamat, yang ditinggalpun butuh selamat, bahkan orang lain yang turut atau tidak turut
hadir pun memerlukan keselamatan.
Kebaikan tuan rumah maupun kebaikan yang hadir pada dasarnya adalah kebaikan yang ditanam untuk diri
sendiri, bukan untuk orang lain. Kita percaya bahwa menanam kebaikan akan memetik kebaikan itu, sebaliknya
yang menanam keburukan pun akan memetik apa yang ditanamnya. Alquran menegaskan di dalam surat al-Isra'
ayat 7 yang berbunyi sebagai berikut:
...)‫اء‬‫ﺮ‬‫اﻹﺳ‬:٧(
In ahsantum ahsantum li angfusikum wa in asa'tum fa lahaa.
Artinya: "Jika kalian berbuat kebaikan kepada orang lain, maka sesungguhnya kalian berbuat kebaikan pada diri sendiri, dan
sebaliknya, jika kalian berbuat keburukan pada orang lain, maka sesungguhnya kalian berbuat keburukan pada diri
sendiri." (Q.S. al-Isra [17]: 7)
Keyakinan terhadap prinsip ini terkait erat dengan keyakinan adanya balasan Allah di hari akhir. Karena
hampir banyak persoalan di dunia ini tidak akan pernah terselesaikan semua secara adil. Banyak kedhaliman yang
lolos dari jerat hukum, banyak sekali yang kuat dimenangkan atas yang lemah, banyak penipu merasa aman
karena kepandaian pelakunya bersilat lidah dan bermain cara yang sesungguhnya sangat kotor. Akankah
permainannya yang kotor itu dan penipuannya itu akan lepas dari rekaman Allah? Jawabnya tidak akan pernah
lepas. Jika CCTV saja bisa menangkap dan merekam gerak-gerik lalu lalang orang-orang, maka apalagi CCTV
kepunyaan Allah.
Orang-orang beriman pun akan mudah berputus asa jika hanya berharap segala persoalan dapat tuntas
diselesaikan di dunia yang fana ini. Banyak pula penyesalan dari orang-orang yang berbuat kebaikan kalau
balasannya hanya mengharapkan pujian orang atau balas jasa dari orang lain. Hidup ini akan sangat lelah jika
hanya mengandalkan ilmu tanpa iman.
39
Orang-orang haji dengan demikian sungguh harus siap dengan mentalitas keimanan yang kokoh agar
harapannya menunaikan rukun Islam yang kelima benar-benar menjadi rukun penyempurna. Semoga kita semua
demikian.
Saat kita melakukan hari pelepasan keberangkatan dan perpisahan sementara dengan sanak keluarga, boleh
jadi Anda membayangkan hari terakhir perjumpaan pergi untuk tidak kembali. Memang tidak ada jaminan apa
pun dan dari siapa pun bahwa keberangkatan kita pasti kembali. Itu sebabnya saat pelepasan orang kadang-
kadang tidak dapat menahan keharuan di antara harapan dan kecemasan. Lebih-lebih ketika diiringi dengan
lantunan talbiyah dengan lagu dan suara yang merdu. Kebekuan hati terasa mencair, kelembutan budi pun
demikian. Semua orang dengan kesadaran yang amat tinggi merasakan kinikmatan beriman dan beragama.
40
LAYANAN PETUGAS HAJI
enjadi petugas haji baik yang menyertai jamaah yang disebut sebagai petugas kloter (kelompok
terbang) maupun petugas non-kloter yang tidak menyertai jamaah yang masa tugasnya bisa lebih
lama dari petugas kloter pada dasarnya sejak awal mempunyai tugas ganda.
Pertama tugas pokok yaitu melayani jamaah dalam bidang-bidang umum, kesehatan dan peribadatan oleh
mereka yang tergabung dalam TPHI (Tim Pembimbing Haji Indonesia), TKHI (Tenaga Kesehatan Haji Indonesia)
dan TPIHI (Tim Pembimbing Ibadah Haji Indonesia) yang juga dibantu oleh TPHD (Tim Pembimbing Haji
Daerah), TKHD (Tim Kesehatan Haji Daerah) dan petugas-petugas lain non kloter. Petugas di level manapun
mengemban amanat yang harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, termasuk oleh mereka yang secara langsung
membawahi jamaah atas nama KBIH (Kelompok Bimbingan Ibadah Haji) yang jumlahnya sangat banyak.
Kedua sebagai petugas mereka juga ingin melaksanakan ibadah haji dengan sempurna, apa lagi jika yang
bertugas menyertai kloter itu belum pernah melaksanakan ibadah haji dan pengentahuan tentang manasik haji pun
masih sangat terbatas. Pada posisi ini melaksanakan kedua tugas secara berimbang dengan baik sangatlah sulit
dicapai. Mesti ada salah satu dari dua tugas tersebut yang terkalahkan.
Harus diakui secara jujur bahwa tidaklah mudah menjadi petugas yang menyertai jamaah, sedang kita pun
belum mengenal medan tugas, padahal jumlah jamaah yang harus dibimbing demikian banyak, karakter
jemaahnya berbeda-beda, dan dengan latar belakang yang berbeda pula. Akibatnya pemerataan layanan menjadi
kurang optimal alias agak terlantar. Apalagi kalau petugas itu hanya ingin menyempurnakan ibadahnya sendiri.
Maka yang paling mungkin petugas-petugas seperti TPHI, TKHI, TPHD, TKHD dan TPIHI adalah berkoordinasi
dengan para pembimbing dari berbagai KBIH yang ada agar jamaah yang tidak ikut KBIH terlayani juga dengan
baik. Sebab mereka yang tidak ikut KBIH biasanya tidak terlayani secara berkelompok lebih-lebih bila di antara
mereka banyak yang usia lanjut yang sangat membutuhkan perhatian khusus.
Setiap KBIH yang ada berdasarkan asas hak dan kewajiban bisa saja menolak mereka yang bukan menjadi
groupnya, atau dengan alasan mereka harus melayani jamaah bimbingannya. Kemungkinan alasan lain dari
M
41
penolakan itu adalah bukankah sudah ada petugas yang diangkat oleh pemerintah, baik pusat maupun daerah.
Untuk apa mereka hadir, kalau tidak melaksanakan tugas pelayanan dan bimbingan dengan baik dan maksimal.
Dari sini dapat kita pahami bahwa setiap pelayanan haji tidak pernah luput dari kritik pelayanan yang tidak
memuaskan. Mulai dari persoalan pelayanan pemondokan, persoalan obat-obatan, transportasi, hingga persoalan
layanan ibadah itu sendiri. Walaupun tiap tahun pemerintah berjanji akan meningkatkan pelayanan, lebih-lebih
ketika akan menaikkan ONH. Tetapi harus diketahui bahwa kenyataannya jamaah yang dilayani berganti-ganti
dan yang menjadi petugas pun silih berganti. Lalu siapa kah yang merasakan adanya peningkatan pelayanan yang
dijanjikan tersebut? Ditambah lagi bahwa tuntutan jamaah haji dari tahun ke tahun juga berbeda, lantaran mereka
yang menjadi jamaah tahun ini akan berbeda dengan mereka yang akan menjadi jamaah tahun berikutnya.
Karena itu, kiranya kita perlu merenungkan nasehat salah seorang tokoh sufi yang pernah berkata sebagai
berikut: "Janganlah Anda sekali-kali menuntut dari orang lain seperti yang Anda inginkan, sebab Anda akan
menjadi orang yang paling kecewa sepanjang hidup atau sepanjang masa". Nasehat di atas sangat sederhana tetapi
mengandung isyarat yang amat dalam tentang perlunya bekal mental yang kokoh dalam menjalani kehidupan
beragama ini, termasuk dalam konteks menunaikan ibadah haji.
Ingatlah ketika Allah SWT hendak menciptakan Adam AS yang SK formalnya adalah menjadi khalifah di
bumi Allah. Allah kemudian memberitahu kepada para Malaikat, dan jin yang tentang penciptaan jenis baru
makhluk tersebut. Malaikat dan Jin sejak awal mempertanyakan penciptaan itu. Berikutnya terjadilah pro dan
kontra dengan berbagai alasan dan argumen yang dikemukakannya. Lalu Allah menyatakan dengan tegas bahwa
"Aku lebih tahu apa yang kalian tidak ketahui", sebuah pernyataan yang menangkis pro kontra seputar penciptaan
Adam AS.
Apa yang bisa kita pelajari dari kisah tersebut? Proses ini dapat dipahami dalam konteks manajemen haji dan
lain-lain bahwa suatu tugas harus dimulai dengan penentuan job yang jelas, serta dibarengi dengan target end-
product (produk hasil akhir) yang jelas dan tegas. Produk akhir yang ditargetkan oleh ibadah haji adalah
kemabruran dan meningkatnya ketakwaan, bukan yang lain. Itu sebabnya umat Islam ketika akan memulai tugas
42
harus berucap "bismillahir rahmanir rahim" sebagaimana termuat di dalam surat al-Fatihah. Surat al-Fatihah adalah
satu-satunya surat yang wajib dibaca ketika kita mengerjakan shalat, baik shalat wajib maupun shalat sunnah.
Dengan demikian, jika pelaksanaan ibadah haji dengan kemabrurannya yang ingin kita capai, maka
pelaksanaanya harus didukung dengan sistem manajerial yang bagus. Ini berarti bahwa para petugas haji haruslah
seorang yang profesional, tidak sekedar lulus seleksi dengan standar kriteria-kriteria yang mungkin kurang
representatif. Ingat! Jamaah haji Indonesia yang berangkat ke tanah suci masih didominasi oleh masyarakat awam,
yang sangat memerlukan bimbingan yang intensif dengan intensitas yang tinggi.
Di samping itu, jamaah haji Indonesia juga telah dibebani keharusan menanggung berbagai macam biaya
pelayanan, apalagi jika mereka ikut bergabung dengan KBIH, sudah pasti ada biaya tambahan yang rata-rata
besarannya tidak kecil. KBIH pada umumnya milik orang perorang termasuk yang di bawah naungan sebuah
yayasan. Apabila KBIH statusnya sama dengan sebuah asosiasi profit yang professional, maka semestinya
keuangan mereka diaudit oleh akuntan publik. Masyarakat membutuhkan trasparansi yang jelas, dan
membutuhkan tingkat pelayanan yang jelas, tidak boleh ada dusta yang berlindung atas nama ibadah. Kita juga
melarang kekerasan atas nama agama, dan sesungguhnya yang namanya kekerasan tidak hanya fisik tetapi juga
terlantarnya layanan adalah kekerasan psikis, pembebanan biaya juga bisa menjadi kekerasan materi.
Allah telah mengingatkan kita semua bahwa manusia dan jin selalu berusaha membisikkan sesuatu kejahatan
di hati semua orang, alladzi yuwaswisu fi sudurinnas minal jinnati wannas'. Karena itu jelas tidak akan ada seorang
manusiapun kecuali para Nabi yang kebal setan dan kebal godaan-godaannya. Dengan demikian, auditing KBIH
menjadi isu penting dalam kaitannya dengan transparansi dan peningkatan mutu layanan publik.
Nah, dengan posisi dan kondisi yang demikian, usulan berbagai pihak agar pelaksana pengurusan haji
ditangani oleh swasta, kiranya masih perlu dikaji lebih mendalam. Karena jangan-jangan makin menjadi lahan
rebutan bisnis yang akhirnya justru mengubah paradigma yang amat jauh. Kenapa tidak ada yayasan atau asosiasi
yang mencoba berebut menangani shalat berjamaah, atau menangani manajemen masjid agar lebih profesional.
Jawabannya semua kita sudah tahu. Tidak ada diskusi di sini. Ini hanya usul bahan renungan bahwa kita harus
43
berangkat dari job yang jelas dan dengan target end product yang dicita-citakannya harus jelas sesuai dengan yang
dikehendaki oleh yang memberi tugas kewajiban haji, yaitu Allah SWT.
Pelayanan haji tidak hanya tugas pemerintah Indonesia, melainkan menjadi tugas pemerintah Arab Saudi
sebagai negara tuan rumah beserta seluruh rakyatnya. Arab Saudi sangat beruntung ditakdirkan menjadi negara
yang diletakkan Allah menjadi pusat ziarah kaum muslimin seluruh dunia. Di balik itu semua ada implikasi
kehidupan materi yang berlimpah. Devisa tetap yang tidak dimiliki negara-negara lain di dunia dapat diraihnya
tiap tahun oleh Arab Saudi. Itu juga pemerintah Saudi mengusung term” Khadimul Haramain” pelayan dua tanah
haram yaitu Makkah dan Madinah. Sebuah status yang luar biasa prestisius dari sisi agama. Kemakmuran Arab
Saudi yang kini berlimpah itu ada kaitan dengan nabi yang agung Ibrahim as. Dan Muhammad Rasulallah saw.
Ini semua berkat Nabi peletak dasar ketauhidan Ibrahim AS yang berdoa;

)‫اﻫﻴﻢ‬‫ﺮ‬‫إﺑ‬:٣٧(
Rabbanaa innii askantu min dzurriyyatii bi waadin ghairi dzii zar'in 'inda baitikal muharrami rabbanaa li
yuqiimush shalaata faj'al af-idatam minan naasi tahwii ilaihim war zuqhum minats tsamaraati la'allahum
yasykuruun.
Artinya: "Ya Allah Tuhan-Ku aku letakkan di antara keluargaku di lembah yang tidak tumbuh tanaman dekat rumah-Mu al-
Haram. Ya Tuhan Kami agar mereka menegakkan shalat. Jadikanlah hati di antara manusia ingin datang kepadanya
dan berilah mereka, ya Allah, rizki dengan limpahan buah-buahan agar mereka menjadi orang-orang yang
bersyukur." (Q.S. Ibrahim [14]: 37)
44
Memang raja Kerajaan Arab Saudi telah mendudukkan dirinya dengan prediket khadimul haramain (pelayan
dua tanah haram). Para jamaah Indonesia pun sering mendapat hadiah makanan dan minuman dari sang raja.
Tetapi apakah ini cukup dianggap sebagai layanan yang memadai. Apakah seluruh warga masyarakat Arab juga
bersikap yang sama, memperoleh pembinaan yang memadai untuk menjadi tuan rumah yang baik yang
mencitrakan bangsa yang khadimul haramain? Apakah para supir yang mengangkut jamaah haji telah dilatih
melayani dengan baik, agar cekcok mulut tidak terjadi. Semua pihak harus bergerak dengan semangat yang
standar, dengan semangat yang sama menjadi pelayan tamu-tamu Allah yang mulia. Tentu Anda tahu dan bisa
merasakannya sendiri. Kemakmuran yang kini dirasakan oleh pemerintah Arab Saudi tidak bisa dilepaskan dari
doa yang dipanjatkan Nabi Ibrahim as.
Kini limpahan keberkahan seperti yang Allah janjikan dialami dan diraih rakyat Arab Saudi khususnya dan
mereka yang berhaji dari berbagai negara pada umumnya. Seandainya Arab Saudi tidak ditakdirkan Allah menjadi
negara yang sejahtera, bagaimana bisa melayani jamaah yang jumlahnya jutaan dengan berbagai keperluan sarana
dan prasarana akomodasi dan transportasi yang diperlukan. Tinggal yang masih perlu pembinaan adalah
mentalitas para syeikh pengelola penginapan yang sering kali bersikap arogan, tidak ramah dan mau menang
sendiri. Bukankah mereka ada dengan segala fasilitas yang dimilikinya karena jamaah dari berbagai negara.
Sikap-sikap sebagaimana digambarkan di atas akan sangat mempengaruhi tingkat pelayanan. Semua kembali
kepada diri masing-masing. Setiap orang punya keinginan dan punya ukuran standar yang diinginkan. Dan pada
saat yang sama, setiap orang juga punya bagian nasib dirinya untuk mendapatkan layanan itu. Yang pasti kita
tidak boleh menuntut dari pihak lain atau dari orang lain dan bangsa lain seperti yang kita inginkan, toh kita pun
terhadap bangsa sendiri saja belum bisa memberi layanan yang maksimal seperti yang banyak orang inginkan.
Apalagi tiap negara memiliki cara dan tingkat layanan yang berbeda-beda. Bagus menurut ukuran kita, belum
tentu bagus pula menurut ukuran orang lain.
Itulah realitas yang terjadi di lapangan; sebagus apapun layanan yang kita berikan toh masih tetap ada saja
keluhan yang kita dengar. Jadi tidak akan ada layanan yang standar untuk setiap musim haji. Karena yang dilayani
45
berganti-ganti dan yang menjandi petugas pelayanan pun berganti orang. Itulah pondasi dari perjalanan haji yang
harus didasari "Walillahi 'ala nas" hanya karena Allah haji ini diwajibkan terhadap manusia.
46
PERISTIWA AGUNG DI ARAFAH
itual pertama dan paling pokok dari rangkaian ritual-ritual haji adalah wukuf di padang Arafah.
Arafah secara bahasa berasal dari kata "arafa" yang berarti mengenal, mengenali, atau mengetahui.
Arafah dapat dipahami sebagai mengenal diri masing-masing; mengenai dari mana ia berasal, dan
hendak ke mana ia kembali. Pengenalan terhadap jati diri manusia ini sangat penting agar perjalanan hidup yang
tidak gratis melainkan harus dengan pertanggungjawaban ini dapat terkontrol. Tanpa pengenalan atas jati dirinya,
seseorang sering kali menjadi manusia yang sombong, dan egois dengan penemuan jalan hidupnya.
Pengenalan terhadap jati diri bisa dilakukan di mana pun, namun suasana berhaji dan berwukuf di Arafah
dapat menyadarkan diri setiap orang untuk mengenali perjalanan hidupnya masing-masing. Perenungan jati diri
di Arafah lebih kondusif karena suasana batin orangnya yang demikian bersih. Setiap orang yang berwukuf di
Arafah hanyalah bagian kecil yang tidak berarti apa-apa dibandingkan kebesaran Allah yang Maha Patut
disembah.
Cobalah kita renungkan saat kita berwukuf. Seandainya kita tidak menjadi bagian dari jutaan manusia, Allah
Yang Maha Besar tidak terkurangi sedikitpun kebesaran-Nya. Begitu sebaliknya, apa yang kita lakukan dengan
mengumandangkan takbir, tahmid, dan bermunajat kepada-Nya tidak pula membuat kekuasaan Allah berubah.
Sungguh kita tidak berarti apa-apa, kecil dan teramat kecil, tetapi mengapa baru punya beberapa ribu meter, atau
beberapa hektar tanah saja sudah seperti menguasai dunia. Kita angkuh dan sombong, padahal baru menguasai
sejumlah orang yang menjadi partisan kita atau pendukung kita.
Merenunglah dengan penuh kesadaran, tataplah langit-Nya yang amat luas, dan pandang jauh jauh
hamparan bumi-Nya yang amat lebar. Tetapi Allah hadir dengan sifat-sifat-Nya yang pemurah dan pemberi. Allah
Maha Menjamin kehidupan seluruh makhluk-Nya, yang melata, yang berjalan dengan kaki, dua maupun empat.
Perhatikan binatang-binatang yang ada di sekitar kita, siapa yang menjamin makan dan minumnya, mereka
tidak bermodal apa-apa kecuali insting untuk melangsungkan hidup. Itu sebabnya manusia diminta untuk
menyayangi semua makhluk-Nya yang ada di bumi, niscaya makhluk-Nya yang ada di langit menyayangi
R
47
manusia. Hidup ini diberi waktu tidak terlalu panjang, kita harus berlomba dengan waktu, berlomba dengan
peluang dan keterbatasan. Maka siapa yang lalai akan terjepit oleh kelalaiannya. Umat Islam diingatkan Allah, agar
jangan menjadi orang-orang yang merugi. Waktu yang kita lalaikan akan membuat kita menjadi orang yang
merugi. Orang-orang yang lalai bukanlah citra muslim sejati.
Wukuf di Arafah dapat mengantar seseorang melakukan pertobatan yang sangat mendalam dan mendasar.
Karena itu rangkaian kegiatan yang dilakukan orang-orang yang wukuf adalah berdzikir, memanjatkan puji-pujian
kepada Allah, dan beristighfar.
Wukuf di Arafah dilihat dari konteks rukun haji merupakan rangkaian kegiatan yang tidak boleh
ditinggalkan dalam situasi dan kondisi sakit seperti apapun. Karena itu untuk mereka yang sakit parah pun
dilakukan safari wukuf. Dalam salah satu hadits Rasul SAW kita diingatakan bahwa "al-Hajju Arafah", haji itu
Arafah.
Waktu untuk melaksanakan wukuf di padang Arafah sangat khusus dan terbatas. Artinya tidak bisa orang
melaksanakannya di sembarang waktu. Ketentuannya sangat jelas kapan ia harus berada di sana dan kapan pula
harus meninggalkan Arafah. Wukuf di Arafah dilakukan pada tanggal 9 Dzulhijjah, mulai ba'da zawal (setelah
matahari tergelincir) hingga terbit fajar tanggal 10 Dzulhijjah.
Saat kita berwukuf memang kita diperbolehkan berkata, berbincang-bincang selama tidak berkata kotor,
berdebat, dan bertengkar. Tetapi tentu saja esensi dari ibadah wukuf adalah melakukan perenungan dengan
memperbanyak dzikir, doa, tafakkur, tadabbur, dan membaca Alquran . Karena pada hari itu Allah Swt
mengabulkan semua doa dan dikabulkannya semua permohonan ampun.
Ada beberapa pelajaran penting atau hikmah yang dapat kita renungkan dari peristiwa wukuf di Arafah,
seperti berikut ini:
1. Hikmah yang dapat diambil dari peristiwa wukuf di Arafah dalam konteks historis adalah mengenang
pertemuan kembali dua manusia pertama yaitu Adam dan Hawa yang konon pernah terpisah dalam waktu
yang sangat lama setelah Allah menurunkan mereka dari surga ke bumi.
Haji mabrur full
Haji mabrur full
Haji mabrur full
Haji mabrur full
Haji mabrur full
Haji mabrur full
Haji mabrur full
Haji mabrur full
Haji mabrur full
Haji mabrur full
Haji mabrur full
Haji mabrur full
Haji mabrur full
Haji mabrur full
Haji mabrur full
Haji mabrur full
Haji mabrur full
Haji mabrur full
Haji mabrur full
Haji mabrur full
Haji mabrur full
Haji mabrur full
Haji mabrur full
Haji mabrur full
Haji mabrur full
Haji mabrur full
Haji mabrur full
Haji mabrur full
Haji mabrur full
Haji mabrur full
Haji mabrur full
Haji mabrur full
Haji mabrur full
Haji mabrur full
Haji mabrur full
Haji mabrur full
Haji mabrur full
Haji mabrur full
Haji mabrur full
Haji mabrur full
Haji mabrur full
Haji mabrur full
Haji mabrur full
Haji mabrur full
Haji mabrur full
Haji mabrur full
Haji mabrur full
Haji mabrur full
Haji mabrur full
Haji mabrur full
Haji mabrur full
Haji mabrur full
Haji mabrur full
Haji mabrur full
Haji mabrur full
Haji mabrur full
Haji mabrur full
Haji mabrur full
Haji mabrur full
Haji mabrur full
Haji mabrur full
Haji mabrur full
Haji mabrur full
Haji mabrur full
Haji mabrur full
Haji mabrur full
Haji mabrur full
Haji mabrur full
Haji mabrur full
Haji mabrur full
Haji mabrur full
Haji mabrur full
Haji mabrur full
Haji mabrur full
Haji mabrur full

More Related Content

What's hot

Keutamaan Membaca al Qur’an
Keutamaan Membaca al Qur’anKeutamaan Membaca al Qur’an
Keutamaan Membaca al Qur’an
yahdi siradj
 
Kematian, Perpisahan & Penghisaban
Kematian, Perpisahan & PenghisabanKematian, Perpisahan & Penghisaban
Kematian, Perpisahan & Penghisaban
Erwin Wahyu
 
Hikmah dan falsafah haji
Hikmah dan falsafah hajiHikmah dan falsafah haji
Hikmah dan falsafah haji
Muhammad Jamhuri
 
Manasik haji dan umrah
Manasik haji dan umrahManasik haji dan umrah
Manasik haji dan umrah
askary
 
Manasik umrah
Manasik umrahManasik umrah
Manasik umrah
Moch Hanafi
 
Manasik haji
Manasik hajiManasik haji
Manasik haji
endro hariyadi
 
Presentasi Motivasi Islami - Presentasi Islam
Presentasi Motivasi Islami - Presentasi IslamPresentasi Motivasi Islami - Presentasi Islam
Presentasi Motivasi Islami - Presentasi Islam
Yodhia Antariksa
 
Haji dan umrah
Haji dan umrahHaji dan umrah
Haji dan umrahJusuf AN
 
Makna Hijrah dan Fungsinya dalam Dunia Modern
Makna Hijrah dan Fungsinya dalam Dunia ModernMakna Hijrah dan Fungsinya dalam Dunia Modern
Makna Hijrah dan Fungsinya dalam Dunia Modern
Idrus Abidin
 
Hukum Seputar Shaum Ramadhan
Hukum Seputar Shaum RamadhanHukum Seputar Shaum Ramadhan
Hukum Seputar Shaum Ramadhan
Erwin Wahyu
 
Materi tarhib ramadhan 1440 h
Materi tarhib ramadhan 1440 hMateri tarhib ramadhan 1440 h
Materi tarhib ramadhan 1440 h
Yayan Somantri
 
Meraih haji mabrur
Meraih haji mabrurMeraih haji mabrur
Meraih haji mabrur
Muhsin Hariyanto
 
Tata cara berwudhu
Tata cara berwudhuTata cara berwudhu
Tata cara berwudhu
Ditaprobosusanti
 
4. mujmal, mubayyan, musykil, mutasyabih
4. mujmal, mubayyan, musykil, mutasyabih4. mujmal, mubayyan, musykil, mutasyabih
4. mujmal, mubayyan, musykil, mutasyabihMarhamah Saleh
 
Ppt fiqih adzan iqamah
Ppt fiqih adzan iqamahPpt fiqih adzan iqamah
Ppt fiqih adzan iqamah
asni furoida
 
Keutamaan bulan rajab
Keutamaan bulan rajabKeutamaan bulan rajab
Keutamaan bulan rajab
Sudar Abu Hafidz
 
Investasi yang Tidak Pernah Rugi
Investasi yang Tidak Pernah Rugi Investasi yang Tidak Pernah Rugi
Investasi yang Tidak Pernah Rugi Erwin Wahyu
 
Mengapa Harus Menghafal Al-Qur'an?
Mengapa Harus Menghafal Al-Qur'an?Mengapa Harus Menghafal Al-Qur'an?
Mengapa Harus Menghafal Al-Qur'an?
Hakimuddin Salim
 

What's hot (20)

Keutamaan Membaca al Qur’an
Keutamaan Membaca al Qur’anKeutamaan Membaca al Qur’an
Keutamaan Membaca al Qur’an
 
Kematian, Perpisahan & Penghisaban
Kematian, Perpisahan & PenghisabanKematian, Perpisahan & Penghisaban
Kematian, Perpisahan & Penghisaban
 
PowerPoint Haji
PowerPoint HajiPowerPoint Haji
PowerPoint Haji
 
Hikmah dan falsafah haji
Hikmah dan falsafah hajiHikmah dan falsafah haji
Hikmah dan falsafah haji
 
Manasik haji dan umrah
Manasik haji dan umrahManasik haji dan umrah
Manasik haji dan umrah
 
Manasik umrah
Manasik umrahManasik umrah
Manasik umrah
 
Manasik haji
Manasik hajiManasik haji
Manasik haji
 
Presentasi Motivasi Islami - Presentasi Islam
Presentasi Motivasi Islami - Presentasi IslamPresentasi Motivasi Islami - Presentasi Islam
Presentasi Motivasi Islami - Presentasi Islam
 
Haji dan umrah
Haji dan umrahHaji dan umrah
Haji dan umrah
 
Makna Hijrah dan Fungsinya dalam Dunia Modern
Makna Hijrah dan Fungsinya dalam Dunia ModernMakna Hijrah dan Fungsinya dalam Dunia Modern
Makna Hijrah dan Fungsinya dalam Dunia Modern
 
ppt shalat jum'at
ppt shalat jum'atppt shalat jum'at
ppt shalat jum'at
 
Hukum Seputar Shaum Ramadhan
Hukum Seputar Shaum RamadhanHukum Seputar Shaum Ramadhan
Hukum Seputar Shaum Ramadhan
 
Materi tarhib ramadhan 1440 h
Materi tarhib ramadhan 1440 hMateri tarhib ramadhan 1440 h
Materi tarhib ramadhan 1440 h
 
Meraih haji mabrur
Meraih haji mabrurMeraih haji mabrur
Meraih haji mabrur
 
Tata cara berwudhu
Tata cara berwudhuTata cara berwudhu
Tata cara berwudhu
 
4. mujmal, mubayyan, musykil, mutasyabih
4. mujmal, mubayyan, musykil, mutasyabih4. mujmal, mubayyan, musykil, mutasyabih
4. mujmal, mubayyan, musykil, mutasyabih
 
Ppt fiqih adzan iqamah
Ppt fiqih adzan iqamahPpt fiqih adzan iqamah
Ppt fiqih adzan iqamah
 
Keutamaan bulan rajab
Keutamaan bulan rajabKeutamaan bulan rajab
Keutamaan bulan rajab
 
Investasi yang Tidak Pernah Rugi
Investasi yang Tidak Pernah Rugi Investasi yang Tidak Pernah Rugi
Investasi yang Tidak Pernah Rugi
 
Mengapa Harus Menghafal Al-Qur'an?
Mengapa Harus Menghafal Al-Qur'an?Mengapa Harus Menghafal Al-Qur'an?
Mengapa Harus Menghafal Al-Qur'an?
 

Similar to Haji mabrur full

Hikmah ibadah haji
Hikmah ibadah hajiHikmah ibadah haji
Hikmah ibadah haji
Taufik Rahman
 
Bab 8 hikmah haji di dalam kehidupan kelas 10
Bab 8 hikmah haji di dalam kehidupan kelas 10Bab 8 hikmah haji di dalam kehidupan kelas 10
Bab 8 hikmah haji di dalam kehidupan kelas 10
taufikur rohman
 
Makalah agama islam 3 materi 2
Makalah agama islam 3 materi 2Makalah agama islam 3 materi 2
Makalah agama islam 3 materi 2
SriWasillah
 
Makalah rukun rukun_haji
Makalah rukun rukun_hajiMakalah rukun rukun_haji
Makalah rukun rukun_haji
bruh97
 
Bab 4 haji dan umroh
Bab 4 haji dan umrohBab 4 haji dan umroh
Bab 4 haji dan umroh
wahyudinia112
 
Makalah fiqih tentang haji dan umroh
Makalah fiqih tentang haji dan umrohMakalah fiqih tentang haji dan umroh
Makalah fiqih tentang haji dan umrohjuniska efendi
 
Panduan melaksanakan ibadah Umroh
Panduan melaksanakan ibadah UmrohPanduan melaksanakan ibadah Umroh
Panduan melaksanakan ibadah Umroh
Nur Bambang
 
Materi bab 4
Materi bab 4Materi bab 4
Materi bab 4
dinanurfadhilah
 
Materi bab 4
Materi bab 4Materi bab 4
Materi bab 4
dinanurfadhilah
 
Materi bab 4
Materi bab 4Materi bab 4
Materi bab 4
dinanurfadhilah
 
Tata cara dan Bagaimana melakukan ibadah haji.pptx
Tata cara dan Bagaimana melakukan ibadah haji.pptxTata cara dan Bagaimana melakukan ibadah haji.pptx
Tata cara dan Bagaimana melakukan ibadah haji.pptx
Freelance32
 
Putaran 2 agama islam 3 kelompol 5
Putaran 2 agama islam 3 kelompol 5Putaran 2 agama islam 3 kelompol 5
Putaran 2 agama islam 3 kelompol 5
najdahannabila
 
Makalah agama islam miqat zamani dan miqat makani pdf - SlideShare
Makalah agama islam miqat zamani dan miqat makani pdf - SlideShareMakalah agama islam miqat zamani dan miqat makani pdf - SlideShare
Makalah agama islam miqat zamani dan miqat makani pdf - SlideShare
Aisyahrwd
 
PAI_Kelas_9_BAB_9.ppt
PAI_Kelas_9_BAB_9.pptPAI_Kelas_9_BAB_9.ppt
PAI_Kelas_9_BAB_9.ppt
AgusRahmat39
 
Materi Pendidikan Agama Islam kusunya kelas 9 pada meteri haji dan umroh
Materi Pendidikan Agama Islam kusunya kelas 9 pada meteri haji dan umrohMateri Pendidikan Agama Islam kusunya kelas 9 pada meteri haji dan umroh
Materi Pendidikan Agama Islam kusunya kelas 9 pada meteri haji dan umroh
masmuroatuddin
 
Kelompok 4 Haji fix.pptx
Kelompok 4 Haji fix.pptxKelompok 4 Haji fix.pptx
Kelompok 4 Haji fix.pptx
ChintyaPutri16
 
Makalah Haji dan Umroh (Fiqih)
Makalah Haji dan Umroh (Fiqih) Makalah Haji dan Umroh (Fiqih)
Makalah Haji dan Umroh (Fiqih)
Mila Rosyida
 
Panduanlengkaphajidanumrah
PanduanlengkaphajidanumrahPanduanlengkaphajidanumrah
PanduanlengkaphajidanumrahPejoi Hero
 
Pembahasan bab16 miqat agama islam 3
Pembahasan bab16 miqat agama islam 3Pembahasan bab16 miqat agama islam 3
Pembahasan bab16 miqat agama islam 3
RZGadget
 
Ppt kel. 5 (materi 2) agama islam 3
Ppt kel. 5 (materi 2) agama islam 3 Ppt kel. 5 (materi 2) agama islam 3
Ppt kel. 5 (materi 2) agama islam 3
najdahannabila
 

Similar to Haji mabrur full (20)

Hikmah ibadah haji
Hikmah ibadah hajiHikmah ibadah haji
Hikmah ibadah haji
 
Bab 8 hikmah haji di dalam kehidupan kelas 10
Bab 8 hikmah haji di dalam kehidupan kelas 10Bab 8 hikmah haji di dalam kehidupan kelas 10
Bab 8 hikmah haji di dalam kehidupan kelas 10
 
Makalah agama islam 3 materi 2
Makalah agama islam 3 materi 2Makalah agama islam 3 materi 2
Makalah agama islam 3 materi 2
 
Makalah rukun rukun_haji
Makalah rukun rukun_hajiMakalah rukun rukun_haji
Makalah rukun rukun_haji
 
Bab 4 haji dan umroh
Bab 4 haji dan umrohBab 4 haji dan umroh
Bab 4 haji dan umroh
 
Makalah fiqih tentang haji dan umroh
Makalah fiqih tentang haji dan umrohMakalah fiqih tentang haji dan umroh
Makalah fiqih tentang haji dan umroh
 
Panduan melaksanakan ibadah Umroh
Panduan melaksanakan ibadah UmrohPanduan melaksanakan ibadah Umroh
Panduan melaksanakan ibadah Umroh
 
Materi bab 4
Materi bab 4Materi bab 4
Materi bab 4
 
Materi bab 4
Materi bab 4Materi bab 4
Materi bab 4
 
Materi bab 4
Materi bab 4Materi bab 4
Materi bab 4
 
Tata cara dan Bagaimana melakukan ibadah haji.pptx
Tata cara dan Bagaimana melakukan ibadah haji.pptxTata cara dan Bagaimana melakukan ibadah haji.pptx
Tata cara dan Bagaimana melakukan ibadah haji.pptx
 
Putaran 2 agama islam 3 kelompol 5
Putaran 2 agama islam 3 kelompol 5Putaran 2 agama islam 3 kelompol 5
Putaran 2 agama islam 3 kelompol 5
 
Makalah agama islam miqat zamani dan miqat makani pdf - SlideShare
Makalah agama islam miqat zamani dan miqat makani pdf - SlideShareMakalah agama islam miqat zamani dan miqat makani pdf - SlideShare
Makalah agama islam miqat zamani dan miqat makani pdf - SlideShare
 
PAI_Kelas_9_BAB_9.ppt
PAI_Kelas_9_BAB_9.pptPAI_Kelas_9_BAB_9.ppt
PAI_Kelas_9_BAB_9.ppt
 
Materi Pendidikan Agama Islam kusunya kelas 9 pada meteri haji dan umroh
Materi Pendidikan Agama Islam kusunya kelas 9 pada meteri haji dan umrohMateri Pendidikan Agama Islam kusunya kelas 9 pada meteri haji dan umroh
Materi Pendidikan Agama Islam kusunya kelas 9 pada meteri haji dan umroh
 
Kelompok 4 Haji fix.pptx
Kelompok 4 Haji fix.pptxKelompok 4 Haji fix.pptx
Kelompok 4 Haji fix.pptx
 
Makalah Haji dan Umroh (Fiqih)
Makalah Haji dan Umroh (Fiqih) Makalah Haji dan Umroh (Fiqih)
Makalah Haji dan Umroh (Fiqih)
 
Panduanlengkaphajidanumrah
PanduanlengkaphajidanumrahPanduanlengkaphajidanumrah
Panduanlengkaphajidanumrah
 
Pembahasan bab16 miqat agama islam 3
Pembahasan bab16 miqat agama islam 3Pembahasan bab16 miqat agama islam 3
Pembahasan bab16 miqat agama islam 3
 
Ppt kel. 5 (materi 2) agama islam 3
Ppt kel. 5 (materi 2) agama islam 3 Ppt kel. 5 (materi 2) agama islam 3
Ppt kel. 5 (materi 2) agama islam 3
 

More from Erta Erta

Pengajaran kosakata dengan Media Lagu
Pengajaran kosakata dengan Media LaguPengajaran kosakata dengan Media Lagu
Pengajaran kosakata dengan Media Lagu
Erta Erta
 
Relevansi agama dan sains
Relevansi agama dan sainsRelevansi agama dan sains
Relevansi agama dan sains
Erta Erta
 
Intergrasi ilmu dan agama serta gagasan islamisasi ilmu pengetahuan (makalah)
Intergrasi ilmu dan agama serta gagasan islamisasi ilmu pengetahuan (makalah)Intergrasi ilmu dan agama serta gagasan islamisasi ilmu pengetahuan (makalah)
Intergrasi ilmu dan agama serta gagasan islamisasi ilmu pengetahuan (makalah)
Erta Erta
 
Meramal kebijakan
Meramal kebijakan Meramal kebijakan
Meramal kebijakan
Erta Erta
 
E p i s t e m o l o g i
E p i s t e m o l o g i E p i s t e m o l o g i
E p i s t e m o l o g i
Erta Erta
 
Isu isu seputar radikalisme (makalah)
Isu isu seputar radikalisme (makalah)Isu isu seputar radikalisme (makalah)
Isu isu seputar radikalisme (makalah)
Erta Erta
 
Pemikiran ali ahmad madkur tentang kurikulum pendidikan islam
Pemikiran ali ahmad madkur tentang kurikulum pendidikan islamPemikiran ali ahmad madkur tentang kurikulum pendidikan islam
Pemikiran ali ahmad madkur tentang kurikulum pendidikan islam
Erta Erta
 
Pemikiran ali ahmad madkur tentang ilmu pengetahuan dalam islam
Pemikiran ali ahmad madkur tentang ilmu pengetahuan dalam islamPemikiran ali ahmad madkur tentang ilmu pengetahuan dalam islam
Pemikiran ali ahmad madkur tentang ilmu pengetahuan dalam islam
Erta Erta
 
An nazham menurut abdul qahir aljurjani (tugas uas)
An nazham menurut abdul qahir aljurjani (tugas uas)An nazham menurut abdul qahir aljurjani (tugas uas)
An nazham menurut abdul qahir aljurjani (tugas uas)
Erta Erta
 
Memenangi globalisasi dari kritik diri
Memenangi globalisasi dari kritik diri Memenangi globalisasi dari kritik diri
Memenangi globalisasi dari kritik diri
Erta Erta
 
Dawafi suluk fil quran (makalah)
Dawafi suluk fil quran (makalah)Dawafi suluk fil quran (makalah)
Dawafi suluk fil quran (makalah)
Erta Erta
 
04 lingkungan bahasa (makalah perbaikan)
04 lingkungan bahasa (makalah perbaikan)04 lingkungan bahasa (makalah perbaikan)
04 lingkungan bahasa (makalah perbaikan)
Erta Erta
 
Pembaharuan sistem pendidikan pondok pesantren
Pembaharuan sistem pendidikan pondok  pesantrenPembaharuan sistem pendidikan pondok  pesantren
Pembaharuan sistem pendidikan pondok pesantren
Erta Erta
 
Total physical response
Total physical responseTotal physical response
Total physical response
Erta Erta
 
03 kondisi dan karakteristik perencanaan pendidikan
03 kondisi dan karakteristik perencanaan pendidikan03 kondisi dan karakteristik perencanaan pendidikan
03 kondisi dan karakteristik perencanaan pendidikan
Erta Erta
 
Kepribadian dalam psikologi islami
Kepribadian dalam psikologi islamiKepribadian dalam psikologi islami
Kepribadian dalam psikologi islami
Erta Erta
 
Problem proposisi umum
Problem proposisi umumProblem proposisi umum
Problem proposisi umum
Erta Erta
 
Rasulullah sebagai pendidik holistik ideal revised
Rasulullah sebagai pendidik holistik ideal  revised Rasulullah sebagai pendidik holistik ideal  revised
Rasulullah sebagai pendidik holistik ideal revised
Erta Erta
 
Pendidikan emosional (hadits tarbawiy)
Pendidikan emosional (hadits tarbawiy)Pendidikan emosional (hadits tarbawiy)
Pendidikan emosional (hadits tarbawiy)
Erta Erta
 
0 kajian kritis terhadap epistemologi sains modern (makalah)
0 kajian kritis terhadap epistemologi sains modern (makalah)0 kajian kritis terhadap epistemologi sains modern (makalah)
0 kajian kritis terhadap epistemologi sains modern (makalah)
Erta Erta
 

More from Erta Erta (20)

Pengajaran kosakata dengan Media Lagu
Pengajaran kosakata dengan Media LaguPengajaran kosakata dengan Media Lagu
Pengajaran kosakata dengan Media Lagu
 
Relevansi agama dan sains
Relevansi agama dan sainsRelevansi agama dan sains
Relevansi agama dan sains
 
Intergrasi ilmu dan agama serta gagasan islamisasi ilmu pengetahuan (makalah)
Intergrasi ilmu dan agama serta gagasan islamisasi ilmu pengetahuan (makalah)Intergrasi ilmu dan agama serta gagasan islamisasi ilmu pengetahuan (makalah)
Intergrasi ilmu dan agama serta gagasan islamisasi ilmu pengetahuan (makalah)
 
Meramal kebijakan
Meramal kebijakan Meramal kebijakan
Meramal kebijakan
 
E p i s t e m o l o g i
E p i s t e m o l o g i E p i s t e m o l o g i
E p i s t e m o l o g i
 
Isu isu seputar radikalisme (makalah)
Isu isu seputar radikalisme (makalah)Isu isu seputar radikalisme (makalah)
Isu isu seputar radikalisme (makalah)
 
Pemikiran ali ahmad madkur tentang kurikulum pendidikan islam
Pemikiran ali ahmad madkur tentang kurikulum pendidikan islamPemikiran ali ahmad madkur tentang kurikulum pendidikan islam
Pemikiran ali ahmad madkur tentang kurikulum pendidikan islam
 
Pemikiran ali ahmad madkur tentang ilmu pengetahuan dalam islam
Pemikiran ali ahmad madkur tentang ilmu pengetahuan dalam islamPemikiran ali ahmad madkur tentang ilmu pengetahuan dalam islam
Pemikiran ali ahmad madkur tentang ilmu pengetahuan dalam islam
 
An nazham menurut abdul qahir aljurjani (tugas uas)
An nazham menurut abdul qahir aljurjani (tugas uas)An nazham menurut abdul qahir aljurjani (tugas uas)
An nazham menurut abdul qahir aljurjani (tugas uas)
 
Memenangi globalisasi dari kritik diri
Memenangi globalisasi dari kritik diri Memenangi globalisasi dari kritik diri
Memenangi globalisasi dari kritik diri
 
Dawafi suluk fil quran (makalah)
Dawafi suluk fil quran (makalah)Dawafi suluk fil quran (makalah)
Dawafi suluk fil quran (makalah)
 
04 lingkungan bahasa (makalah perbaikan)
04 lingkungan bahasa (makalah perbaikan)04 lingkungan bahasa (makalah perbaikan)
04 lingkungan bahasa (makalah perbaikan)
 
Pembaharuan sistem pendidikan pondok pesantren
Pembaharuan sistem pendidikan pondok  pesantrenPembaharuan sistem pendidikan pondok  pesantren
Pembaharuan sistem pendidikan pondok pesantren
 
Total physical response
Total physical responseTotal physical response
Total physical response
 
03 kondisi dan karakteristik perencanaan pendidikan
03 kondisi dan karakteristik perencanaan pendidikan03 kondisi dan karakteristik perencanaan pendidikan
03 kondisi dan karakteristik perencanaan pendidikan
 
Kepribadian dalam psikologi islami
Kepribadian dalam psikologi islamiKepribadian dalam psikologi islami
Kepribadian dalam psikologi islami
 
Problem proposisi umum
Problem proposisi umumProblem proposisi umum
Problem proposisi umum
 
Rasulullah sebagai pendidik holistik ideal revised
Rasulullah sebagai pendidik holistik ideal  revised Rasulullah sebagai pendidik holistik ideal  revised
Rasulullah sebagai pendidik holistik ideal revised
 
Pendidikan emosional (hadits tarbawiy)
Pendidikan emosional (hadits tarbawiy)Pendidikan emosional (hadits tarbawiy)
Pendidikan emosional (hadits tarbawiy)
 
0 kajian kritis terhadap epistemologi sains modern (makalah)
0 kajian kritis terhadap epistemologi sains modern (makalah)0 kajian kritis terhadap epistemologi sains modern (makalah)
0 kajian kritis terhadap epistemologi sains modern (makalah)
 

Recently uploaded

Karier-Dan-Studi-Lanjut-Di-Bidang-Informatika.pptx
Karier-Dan-Studi-Lanjut-Di-Bidang-Informatika.pptxKarier-Dan-Studi-Lanjut-Di-Bidang-Informatika.pptx
Karier-Dan-Studi-Lanjut-Di-Bidang-Informatika.pptx
adolfnuhujanan101
 
Diseminasi Budaya Positif Lucy Kristina S.pptx
Diseminasi Budaya Positif Lucy Kristina S.pptxDiseminasi Budaya Positif Lucy Kristina S.pptx
Diseminasi Budaya Positif Lucy Kristina S.pptx
LucyKristinaS
 
INDIKATOR KINERJA DAN FOKUS PERILAKU KS.pdf
INDIKATOR KINERJA DAN FOKUS PERILAKU KS.pdfINDIKATOR KINERJA DAN FOKUS PERILAKU KS.pdf
INDIKATOR KINERJA DAN FOKUS PERILAKU KS.pdf
NurSriWidyastuti1
 
Juknis Pengisian Blanko Ijazah 2024 29 04 2024 Top.pptx
Juknis Pengisian Blanko Ijazah 2024 29 04 2024 Top.pptxJuknis Pengisian Blanko Ijazah 2024 29 04 2024 Top.pptx
Juknis Pengisian Blanko Ijazah 2024 29 04 2024 Top.pptx
mattaja008
 
UNTUK DOSEN Materi Sosialisasi Pengelolaan Kinerja Akademik Dosen
UNTUK DOSEN Materi Sosialisasi Pengelolaan Kinerja Akademik DosenUNTUK DOSEN Materi Sosialisasi Pengelolaan Kinerja Akademik Dosen
UNTUK DOSEN Materi Sosialisasi Pengelolaan Kinerja Akademik Dosen
AdrianAgoes9
 
SOSIALISASI PPDB TAHUN AJARAN 2024-2025.pptx
SOSIALISASI PPDB TAHUN AJARAN 2024-2025.pptxSOSIALISASI PPDB TAHUN AJARAN 2024-2025.pptx
SOSIALISASI PPDB TAHUN AJARAN 2024-2025.pptx
astridamalia20
 
Patofisiologi Sistem Endokrin hormon pada sistem endokrin
Patofisiologi Sistem Endokrin hormon pada sistem endokrinPatofisiologi Sistem Endokrin hormon pada sistem endokrin
Patofisiologi Sistem Endokrin hormon pada sistem endokrin
rohman85
 
untuk observasi kepala sekolah dengan pengawas
untuk observasi kepala sekolah dengan pengawasuntuk observasi kepala sekolah dengan pengawas
untuk observasi kepala sekolah dengan pengawas
TEDYHARTO1
 
LAPORAN TUGAS TAMBAHAN PEMBINA PRAMUKA..
LAPORAN TUGAS TAMBAHAN PEMBINA PRAMUKA..LAPORAN TUGAS TAMBAHAN PEMBINA PRAMUKA..
LAPORAN TUGAS TAMBAHAN PEMBINA PRAMUKA..
widyakusuma99
 
SOAL SHB PKN SEMESTER GENAP TAHUN 2023-2024.docx
SOAL SHB PKN SEMESTER GENAP TAHUN 2023-2024.docxSOAL SHB PKN SEMESTER GENAP TAHUN 2023-2024.docx
SOAL SHB PKN SEMESTER GENAP TAHUN 2023-2024.docx
MuhammadBagusAprilia1
 
SEMINAR PPG DAN PPL ppg prajabatan 2024.pptx
SEMINAR PPG DAN PPL ppg prajabatan 2024.pptxSEMINAR PPG DAN PPL ppg prajabatan 2024.pptx
SEMINAR PPG DAN PPL ppg prajabatan 2024.pptx
bobobodo693
 
SOAL SBDP KELAS 3 SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2023 2024
SOAL SBDP KELAS 3 SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2023 2024SOAL SBDP KELAS 3 SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2023 2024
SOAL SBDP KELAS 3 SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2023 2024
ozijaya
 
Pi-2 AGUS MULYADI. S.Pd (3).pptx visi giru penggerak dan prakrsa perubahan bagja
Pi-2 AGUS MULYADI. S.Pd (3).pptx visi giru penggerak dan prakrsa perubahan bagjaPi-2 AGUS MULYADI. S.Pd (3).pptx visi giru penggerak dan prakrsa perubahan bagja
Pi-2 AGUS MULYADI. S.Pd (3).pptx visi giru penggerak dan prakrsa perubahan bagja
agusmulyadi08
 
PPT LANDASAN PENDIDIKAN.pptx tentang hubungan sekolah dengan masyarakat
PPT LANDASAN PENDIDIKAN.pptx tentang hubungan sekolah dengan masyarakatPPT LANDASAN PENDIDIKAN.pptx tentang hubungan sekolah dengan masyarakat
PPT LANDASAN PENDIDIKAN.pptx tentang hubungan sekolah dengan masyarakat
jodikurniawan341
 
Bahan Sosialisasi PPDB_1 2024/2025 Bandung
Bahan Sosialisasi PPDB_1 2024/2025 BandungBahan Sosialisasi PPDB_1 2024/2025 Bandung
Bahan Sosialisasi PPDB_1 2024/2025 Bandung
Galang Adi Kuncoro
 
ppt materi aliran aliran pendidikan pai 9
ppt materi aliran aliran pendidikan pai 9ppt materi aliran aliran pendidikan pai 9
ppt materi aliran aliran pendidikan pai 9
mohfedri24
 
VISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBI
VISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBIVISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBI
VISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBI
gloriosaesy
 
ppt landasan pendidikan pai 9 revisi.pdf
ppt landasan pendidikan pai 9 revisi.pdfppt landasan pendidikan pai 9 revisi.pdf
ppt landasan pendidikan pai 9 revisi.pdf
setiatinambunan
 
ppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdf
ppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdfppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdf
ppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdf
Nur afiyah
 
LK 1 - 5T Keputusan Berdampak PERMATA BUNDA.pdf
LK 1 - 5T Keputusan Berdampak PERMATA BUNDA.pdfLK 1 - 5T Keputusan Berdampak PERMATA BUNDA.pdf
LK 1 - 5T Keputusan Berdampak PERMATA BUNDA.pdf
UditGheozi2
 

Recently uploaded (20)

Karier-Dan-Studi-Lanjut-Di-Bidang-Informatika.pptx
Karier-Dan-Studi-Lanjut-Di-Bidang-Informatika.pptxKarier-Dan-Studi-Lanjut-Di-Bidang-Informatika.pptx
Karier-Dan-Studi-Lanjut-Di-Bidang-Informatika.pptx
 
Diseminasi Budaya Positif Lucy Kristina S.pptx
Diseminasi Budaya Positif Lucy Kristina S.pptxDiseminasi Budaya Positif Lucy Kristina S.pptx
Diseminasi Budaya Positif Lucy Kristina S.pptx
 
INDIKATOR KINERJA DAN FOKUS PERILAKU KS.pdf
INDIKATOR KINERJA DAN FOKUS PERILAKU KS.pdfINDIKATOR KINERJA DAN FOKUS PERILAKU KS.pdf
INDIKATOR KINERJA DAN FOKUS PERILAKU KS.pdf
 
Juknis Pengisian Blanko Ijazah 2024 29 04 2024 Top.pptx
Juknis Pengisian Blanko Ijazah 2024 29 04 2024 Top.pptxJuknis Pengisian Blanko Ijazah 2024 29 04 2024 Top.pptx
Juknis Pengisian Blanko Ijazah 2024 29 04 2024 Top.pptx
 
UNTUK DOSEN Materi Sosialisasi Pengelolaan Kinerja Akademik Dosen
UNTUK DOSEN Materi Sosialisasi Pengelolaan Kinerja Akademik DosenUNTUK DOSEN Materi Sosialisasi Pengelolaan Kinerja Akademik Dosen
UNTUK DOSEN Materi Sosialisasi Pengelolaan Kinerja Akademik Dosen
 
SOSIALISASI PPDB TAHUN AJARAN 2024-2025.pptx
SOSIALISASI PPDB TAHUN AJARAN 2024-2025.pptxSOSIALISASI PPDB TAHUN AJARAN 2024-2025.pptx
SOSIALISASI PPDB TAHUN AJARAN 2024-2025.pptx
 
Patofisiologi Sistem Endokrin hormon pada sistem endokrin
Patofisiologi Sistem Endokrin hormon pada sistem endokrinPatofisiologi Sistem Endokrin hormon pada sistem endokrin
Patofisiologi Sistem Endokrin hormon pada sistem endokrin
 
untuk observasi kepala sekolah dengan pengawas
untuk observasi kepala sekolah dengan pengawasuntuk observasi kepala sekolah dengan pengawas
untuk observasi kepala sekolah dengan pengawas
 
LAPORAN TUGAS TAMBAHAN PEMBINA PRAMUKA..
LAPORAN TUGAS TAMBAHAN PEMBINA PRAMUKA..LAPORAN TUGAS TAMBAHAN PEMBINA PRAMUKA..
LAPORAN TUGAS TAMBAHAN PEMBINA PRAMUKA..
 
SOAL SHB PKN SEMESTER GENAP TAHUN 2023-2024.docx
SOAL SHB PKN SEMESTER GENAP TAHUN 2023-2024.docxSOAL SHB PKN SEMESTER GENAP TAHUN 2023-2024.docx
SOAL SHB PKN SEMESTER GENAP TAHUN 2023-2024.docx
 
SEMINAR PPG DAN PPL ppg prajabatan 2024.pptx
SEMINAR PPG DAN PPL ppg prajabatan 2024.pptxSEMINAR PPG DAN PPL ppg prajabatan 2024.pptx
SEMINAR PPG DAN PPL ppg prajabatan 2024.pptx
 
SOAL SBDP KELAS 3 SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2023 2024
SOAL SBDP KELAS 3 SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2023 2024SOAL SBDP KELAS 3 SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2023 2024
SOAL SBDP KELAS 3 SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2023 2024
 
Pi-2 AGUS MULYADI. S.Pd (3).pptx visi giru penggerak dan prakrsa perubahan bagja
Pi-2 AGUS MULYADI. S.Pd (3).pptx visi giru penggerak dan prakrsa perubahan bagjaPi-2 AGUS MULYADI. S.Pd (3).pptx visi giru penggerak dan prakrsa perubahan bagja
Pi-2 AGUS MULYADI. S.Pd (3).pptx visi giru penggerak dan prakrsa perubahan bagja
 
PPT LANDASAN PENDIDIKAN.pptx tentang hubungan sekolah dengan masyarakat
PPT LANDASAN PENDIDIKAN.pptx tentang hubungan sekolah dengan masyarakatPPT LANDASAN PENDIDIKAN.pptx tentang hubungan sekolah dengan masyarakat
PPT LANDASAN PENDIDIKAN.pptx tentang hubungan sekolah dengan masyarakat
 
Bahan Sosialisasi PPDB_1 2024/2025 Bandung
Bahan Sosialisasi PPDB_1 2024/2025 BandungBahan Sosialisasi PPDB_1 2024/2025 Bandung
Bahan Sosialisasi PPDB_1 2024/2025 Bandung
 
ppt materi aliran aliran pendidikan pai 9
ppt materi aliran aliran pendidikan pai 9ppt materi aliran aliran pendidikan pai 9
ppt materi aliran aliran pendidikan pai 9
 
VISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBI
VISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBIVISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBI
VISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBI
 
ppt landasan pendidikan pai 9 revisi.pdf
ppt landasan pendidikan pai 9 revisi.pdfppt landasan pendidikan pai 9 revisi.pdf
ppt landasan pendidikan pai 9 revisi.pdf
 
ppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdf
ppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdfppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdf
ppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdf
 
LK 1 - 5T Keputusan Berdampak PERMATA BUNDA.pdf
LK 1 - 5T Keputusan Berdampak PERMATA BUNDA.pdfLK 1 - 5T Keputusan Berdampak PERMATA BUNDA.pdf
LK 1 - 5T Keputusan Berdampak PERMATA BUNDA.pdf
 

Haji mabrur full

  • 1. i PROF. DR. H. AZIZ FACHRURROZI, M.A MERAIH HAJI MABRUR Editor: Erta Mahyudin, M.Pd.I JAKARTA 2013 M/1433 H Dilengkapi dengan Doa-doa Penting Seputar Ibadah Haji
  • 2. ii PENGANTAR lhamdulillah, segala puji patut kita sampaikan kepada Allah Swt, penguasa seluruh alam. Shalawat dan salam semoga tercurahkan ke hadirat Nabi besar Muhammad Saw, para sahabatnya dan seluruh umat Islam yang mengikuti sunnahnya, hingga akhir zaman. Berkat Rahmat Allah Swt, buku Meraih Haji Mabrur ini bisa dihadirkan kepada para pembaca sekalian, baik yang sedang berusaha menjadikan dirinya mampu melaksanakan ibadah haji, yang sedang dalam proses penunaian ibadah haji, maupun yang sudah pernah berhaji dan ingin meningkatkan kualitas pemahamannya terhadap apa yang pernah dia kerjakan selama menjadi dhuyuufurrahmaan. Buku ini merupakan edisi perbaikan dari buku dengan judul yang sama yang pernah diterbitkan pada tahun 2009 yang kini hadir kembali di hadapan pembaca dengan berbagai penambahan yang dianggap perlu. Menunaikan ibadah haji bagi Muslim tentu menjadi keinginan semua orang. Namun Alquran sendiri telah menggariskan bahwa kewajiban itu hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kemampuan. Mampu yang dimaksud, tidak hanya sebatas mampu membayar biaya keberangkatan dan kepulangan, melainkan juga mampu secara fisik dan mental serta mampu karena terpenuhinya syarat-syarat yang lain. Orang-orang yang mempunyai kesempatan untuk melaksanakan ibadah haji tentu berkeinginan pula agar ibadah haji yang dikerjakannya diterima oleh Allah Swt. Mengapa ibadah haji begitu diminati oleh banyak orang? Karena haji adalah ibadah yang bisa menghapus seluruh dosa dan kesalahan, bisa mengembalikan kita kepada posisi seperti ketika kita dilahirkan oleh ibu kita, menjauhkan kita dari siksa api neraka, mengantarkan kita masuk surga, dan seluruh harta yang digunakan dihitung sebagai shadaqah. Itulah yang menyebabkan setiap umat yang mengaku dirinya Islam sangat termotivasi untuk bisa melaksanakan ibadah haji. Orang yang dipilih Allah Swt dari ratusan juta kaum muslimin untuk menunaikan ibadah haji adalah orang yang sangat beruntung. Beragam keistimewaan dan keutamaan yang berpuncak pada surga yang telah menanti orang-orang yang berhaji. Impian terbesar seluruh jamaah haji adalah ibadahnya diterima oleh Allah dan hajinya menjadi haji yang mabrur. Karena itu meraih haji mabrur adalah sesuatu yang layak untuk diperjuangkan dan dipersiapkan. Tidakkah cukup menarik bahwa balasan haji mabrur A
  • 3. iii adalah surga yang menjadi dambaan bagi setiap umat Islam. Bukankah dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW pernah menyatakan: ُ‫ة‬َ‫ﺮ‬ْ‫ﻤ‬ُ‫ﻌ‬ْ‫ﻟ‬‫ا‬َ‫ِﱃ‬‫إ‬ِ‫ة‬َ‫ﺮ‬ْ‫ﻤ‬ُ‫ﻌ‬ْ‫ﻟ‬‫ا‬َ‫ر‬‫ﱠﺎ‬‫ﻔ‬َ‫ﻛ‬ٌ‫ة‬‫َﺎ‬‫ﻤ‬ِ‫ﻟ‬‫َﺎ‬‫ﻤ‬ُ‫ﻬ‬َ‫ـ‬‫ﻨ‬ْ‫ـ‬‫ﻴ‬َ‫ـ‬‫ﺑ‬،‫ﱡ‬‫ﺞ‬َْ‫َاﳊ‬‫و‬ُ‫ر‬‫ُو‬‫ﺮ‬ْ‫ـ‬‫ﺒ‬َ‫ﻤ‬ْ‫ﻟ‬‫ا‬َ‫ْﺲ‬‫ﻴ‬َ‫ﻟ‬ُ‫ﻪ‬َ‫ﻟ‬ٌ‫ء‬‫َا‬‫ﺰ‬َ‫ﺟ‬‫ﱠ‬‫ﻻ‬ِ‫إ‬ُ‫ﺔ‬‫ﱠ‬‫ﻨ‬َْ‫اﳉ‬ Al-umratu ilal 'umrati kaffaratul limaa bainahuma, wal hajjul mabruuru laisa lahu jazaa-un illal jannah Artinya: “Satu umroh ke umroh berikutnya merupakan pelebur dosa antara keduanya, dan tiada balasan bagi haji mabrur melainkan surga” (HR. Bukhari dan Muslim) Pertanyaan awal yang layak untuk kita renungkan berikutnya adalah apakah semua orang yang melaksanakan ibadah haji itu mendapatkan semua yang dijanjikan tersebut? Jawabnya adalah tidak semua. Tidak semua orang yang melaksanakan ibadah haji mendapatkan semua yang dijanjikan, karena yang harus diyakinkan terlebih dahulu apakah orangnya telah mendapatkan haji mabrur atau belum. Karennya haji mabrur selalu menjadi dambaan dan cita- cita setiap muslim yang melaksanakan haji. Lalu apa yang dimaksud dengan haji mabrur? Banyak orang menafsirkan bahwa haji mabrur adalah haji yang ditandai dengan kejadian-kejadian aneh dan luar biasa saat menjalani ibadah tersebut di tanah suci. Kejadian ini lalu direkam sebagai pengalaman ruhani yang paling berkesan. Apakah demikian hakikat haji mabrur? Buku ini akan meluruskan beberapa pemahaman yang tidak tepat terkait haji mabrur, lalu menguraikan bagaimana cara menggapainya. Itulah ide pokok yang ingin diuraikan dalam buku ini. Semoga Allah Yang Mahasuci, yang kekuasaan-Nya tiada terbatas, memberkahi dan merahmati perjuangan kita menuju pencapaian haji mabrur. Amin. Penulis H. Aziz Fachrurrozi
  • 4. iv DAFTAR ISI Pengantar Daftar Isi Bagian Pertama : Perenungan Seputar Ibadah Haji 1. Makna Haji 2. Rukun Islam Terakhir 3. Haji Panggilan Allah 4. Haji Adalah Kenikmatan 5. Usaha Meraih Haji Mabrur 6. Walimatus Safar Menjelang Keberangkatan 7. Layanan Petugas Haji 8. Peristiwa Agung di Arafah 9. Menangis di Depan Kakbah 10. Mengagungkan Kakbah 11. Sejarah Baitullah al-Haram 12. Keberkahan Baitullah al-Haram 13. Maqam Ibrahim Tanda-tanda Nyata 14. Bercermin, Melihat Haji Kita 15. Bekal Ketaqwaan untuk Memahami Simbol-simbol Haji Bagian Kedua : Doa-Doa Seputar Ibadah Haji 16. Lafadz Niat Haji 17. Doa Ketika Berangkat ke Arafah 18. Doa Ketika Masuk Arafah 19. Doa Melihat Jabal Rahmah 20. Doa Wukuf 21. Doa di Muzdalifah dan Mina 22. Doa Ketika Sampai di Muzdalifah 23. Doa Ketika Sampai di Mina 24. Doa Melontar Jamrah 25. Doa Setelah Melontar Jamrah 26. Doa Thawaf 27. Doa Sesudah Thawaf 28. Ketika Hendak Mendaki Bukit Safa 29. Sebelum Mulai Sa'i 30. Doa Sa'i 31. Doa Setelah Sa'i di Bukit Marwah 32. Doa Ketika Menggunting Rambut 33. Doa Sesudah Menggunting Rambut
  • 6. vi
  • 8. 2 MAKNA HAJI aji atau al-hajj secara etimologi berarti "bersengaja atau al-qasdu". Sedangkan haji menurut istilah fiqih berarti bersengaja pergi ke Mekkah untuk menunaikan ibadah karena Allah pada bulan tertentu dengan niat haji dan/atau umrah. Dari pengertian bahasa di atas, jelas bahwa setiap muslim harus memiliki tekad kuat dan bersengaja merencanakan untuk bisa melaksanakan ibadah haji ke baitullah di tanah haram. Tekad kuat itu sangat penting karena akan memacu yang bersangkutan bersiap dengan segala sesuatu yang berkaitan dengan bekal ibadah ini. Bekal yang dimaksud adalah bekal biaya yang pengumpulannya bisa dilakukan mungkin dengan cara menabung, menyisihkan dari berbagai kebutuhan keseharian, atau dengan cara lain yang memungkinkan seseorang bisa berangkat ke tanah suci. Intinya banyak cara menuju cita. Panggilan ibadah haji yang dilakukan oleh Ibrahim atas perintah Allah seperti yang diabadikan di dalam Alquran yang berbunyi:  ):‫اﳊﺞ‬٢٧( Wa adzdzin fin naasi bil hajji ya'tuuka rijaalaw wa 'alaa kulli dlaamiriy ya'tiina min kulli fajjin amiiq. Artinya: "Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dengan berkendaraan unta yang kurus, yang datang dari segenap penjuru dunia yang jauh". (Q.S. al-Hajj [22]: 27) H
  • 9. 3 Ibrahim AS berdiri di suatu tempat di sebuah lembah yang kering dan tandus. Tidak ada air dan tumbuh- tumbuhan. Di situlah beliau menyeru orang-orang untuk datang berhaji. Pada waktu itu di sekitar tempat yang tandus tadi sama sekali belum ada seorang manusia pun. Ia menyeru orang karena mentaati perintah Allah SWT. Allah memerintahkan kepadanya dengan firman yang artinya: "Serulah umat manusia berhaji ke rumah-Ku. Nanti Aku yang akan menyampaikan seruanmu kepada mereka yang ditakdirkan menunaikan kewajiban mulia ini hingga hari kiamat". Kini, ternyata manusia telah berbondong-bondong mendatangi Makkah al-Mukarromah. Kedatangan mereka tidak saja dari kalangan yang secara lahiriah mempunyai harta yang cukup, melainkan juga dari kalangan yang sederhana. Walau sederhana namun mereka mempunyai tekad yang kokoh hingga dapat mengumpulkan harta (bekal) walau dalam waktu yang panjang. Karena tekadnya yang kuat itulah sejumlah uang yang dibutuhkan terkumpul demi cita-cita menunaikan haji. Mereka dengan kemurahan Ilahi dapat pula berangkat ke tanah suci memenuhi panggilan-Nya. Mereka adalah orang-orang yang telah dianggap lebih memilih apa yang dijanjikan Allah, bahwa kebaikannya yang ditanam akan menghasilkan buah yang jauh lebih banyak dari pada biji yang ditanamnya. Mari kita perhatikan petani yang menebar padi dengan bibit yang sedikit, ia tebar di atas lahan pertanian yang subur dengan perawatan yang memadai, berharap akan memetik padi yang jumlahnya jauh lebih banyak. Itulah gambaran dan perumpamaan orang yang menanam kebaikan karena Allah, ibarat seorang petani yang bercocok tanam di atas lahan yang subur. Latihan beramal secara produktif ini, Allah tunjukkan, dan Allah berikan peluang melalui kegiatan ibadah haji di tanah suci. Dilihat dari tinjauan fiqih, kegiatan-kegiatan ibadah haji terbagi menjadi dua. Ada kelompok kegiatan yang masuk kategori rukun haji dan ada kegiatan yang masuk ke dalam kategori wajib haji. Rukun haji adalah kegiatan- kegiatan yang apabila ditinggalkan, baik salah satunya apalagi keseluruhannya, hajinya menjadi batal atau tidak sah. Sedangkan kegiatan wajib haji apabila ditinggal harus membayar denda (dam). Dari kategorisasi ini setidaknya jamaah haji harus memahami mana yang wajib dan mana yang rukun, agar pelaksanaan haji tidak gagal baik secara fiqih maupun kualitas haji, sehingga keabsahan apalagi kemabruran tidak tercapai.
  • 10. 4 Memahami apa saja kegiatan haji yang termasuk rukun dan yang wajib sekaligus, terkait dengan medan di mana keduanya dilakukan dan apa yang kita lakukan untuk rukun dan wajib tersebut. Karena ibadah haji terkait dengan tempat-tempat yang telah ditentukan. Seseorang yang berangkat menunaikan ibadah haji perlu memahami "di mana" dan "mengerjakan apa" pada tempat-tempat tersebut. Semua pemahaman tersebut akan turut menentukan kesuksesan ibadah haji. Sebab dengan pengetahuan ini seseorang akan terhindar dari taklid, yaitu hanya mengikuti apa yang dilakukan orang lain secara membabi buta. Pengetahuan yang mantap mengenai sesuatu yang menjadi syarat kesuksesan suatu ibadah mutlak diperlukan. Karena itu akan turut memberi bobot nilai ibadah-ibadah yang kita kerjakan baik ibadah ritual maupun ibadah sosial. Allah SWT menginginkan kemudahan kepada kita yang senang mengikuti petunjuk-Nya. Anda bisa bayangkan kemudahan itu digambarkan di dalam salah satu hadits Nabi yang berbunyi sebagai berikut: ِ‫ﻦ‬َ‫ﻋ‬ِ‫ﻦ‬ْ‫ﺑ‬‫ا‬، ٍ‫ﱠﺎس‬‫ﺒ‬َ‫ﻋ‬َ‫َﺎل‬‫ﻗ‬:َ‫َﺎل‬‫ﻗ‬ُ‫ُﻮل‬‫ﺳ‬َ‫ر‬ِ‫ﱠ‬ ‫ا‬‫ﱠﻰ‬‫ﻠ‬َ‫ﺻ‬ُ‫ﱠ‬ ‫ا‬ِ‫ﻪ‬ْ‫ﻴ‬َ‫ﻠ‬َ‫ﻋ‬َ‫ﻢ‬‫ﱠ‬‫ﻠ‬َ‫ﺳ‬َ‫و‬:‫ﱠ‬‫ن‬ِ‫إ‬َ‫ﱠ‬ ‫ا‬َ‫َﺎﱃ‬‫ﻌ‬َ‫ـ‬‫ﺗ‬ُ‫ِل‬‫ﺰ‬ْ‫ﻨ‬ُ‫ـ‬‫ﻳ‬ِ‫ﰲ‬ِّ‫ﻞ‬ُ‫ﻛ‬ٍ‫ْم‬‫َﻮ‬‫ـ‬‫ﻳ‬ٍ‫ﺔ‬َ‫ﻠ‬ْ‫ـ‬‫ﻴ‬َ‫ﻟ‬َ‫و‬َ‫ﻦ‬‫ﻳ‬ِ‫ﺮ‬ْ‫ﺸ‬ِ‫ﻋ‬َ‫ﺔ‬َ‫ﺋ‬‫ِﺎ‬‫ﻣ‬َ‫و‬ٍ‫ﺔ‬َْ‫َﲪ‬‫ر‬ُ‫ِل‬‫ﺰ‬ْ‫ﻨ‬َ‫ـ‬‫ﻳ‬‫َﻰ‬‫ﻠ‬َ‫ﻋ‬‫َا‬‫ﺬ‬َ‫ﻫ‬ِ‫ْﺖ‬‫ﻴ‬َ‫ـ‬‫ﺒ‬ْ‫ﻟ‬‫ا‬َ‫ن‬‫ﱡﻮ‬‫ﺘ‬ِ‫ﺳ‬،َ‫ﲔ‬ِ‫ﻔ‬ِ‫ﺋ‬‫ﱠﺎ‬‫ﻄ‬‫ِﻠ‬‫ﻟ‬ َ‫ـ‬‫ﺑ‬ْ‫َر‬‫أ‬َ‫و‬َ‫ن‬‫ُﻮ‬‫ﻌ‬،َ‫ﲔ‬ِّ‫ﻠ‬َ‫ﺼ‬ُ‫ﻤ‬ْ‫ﻠ‬ِ‫ﻟ‬َ‫ن‬‫ُو‬‫ﺮ‬ْ‫ﺸ‬ِ‫ﻋ‬َ‫و‬َ‫ﻦ‬‫ﻳ‬ِ‫ﺮ‬ِ‫ﻇ‬‫ﱠﺎ‬‫ﻨ‬‫ِﻠ‬‫ﻟ‬.‫اﱐ‬‫ﱪ‬‫)ﻟﻠﻄ‬‫اﻟﻜﺒﲑ‬ ‫اﳌﻌﺠﻢ‬ ‫ﰲ‬( Innallaaha ta’aala yunzilu fi kulli yaum wa lailah isyriina wa mi’ata rahmatin, yanzilu ala’ hadzal bait situuna lith thaaifiin, wa arba'uuna lil mutshalliina wa'isyruuna lin naazhiriin. Artinya: "Sesungguhnya Allah menurunkan seratus dua puluh rahmat siang dan malam. Yang diturunkan di Kakbah ada enam puluh rahmat untuk mereka yang thawaf, empat puluh lainnya untuk orang yang shalat dan dua puluh sisanya untuk mereka yang menyaksikan orang-orang yang thawaf dan shalat." (H.R. Al-Thabrani) Dari hadits di atas dapat dipahami bahwa jika pun Anda hanya duduk-duduk di Masjid al-Haram melihat- lihat Kakbah, melihat orang-orang berthawaf yang tiada henti seperti perputaran bumi pada porosnya, kita akan memperoleh karunia sebesar dua puluh rahmat Ilahi. Demikian besar Allah memberikan kemudahan karunia-Nya
  • 11. 5 sedang orang yang berhaji sudah barang tentu ketiganya dilakukan. Ia thawaf, ia juga shalat dan kadang-kadang (sambil menunggu tibanya saat shalat jamaah) ia melihat-lihat lautan manusia dengan berbagai warna kulit, ragam bahasa, adat istiadat, bahkan aneka cara beribadah, mereka semua sedang ingin meraih rahmat Allah SWT. Tidak ada keunggulan di masjid manapun dan di negeri manapun yang dapat diraih seseorang, selain yang diraih oleh mereka yang berhaji selama mereka pergi berbekal ketakwaan yang tulus dan suci. Karena sebab itulah Makkah dan Madinah mempunyai daya magnet dan daya tarik yang maha besar bagi umat Islam di seluruh dunia.
  • 12. 6 RUKUN ISLAM TERAKHIR erdasarkan pola keteraturan dan ketertiban rukun-rukun Islam yang lima, harus dilalui secara berurutan dan ini berarti tidak boleh diacak sesuai kemauan. Rukun atau tiang menggambarkan sesuatu yang utuh dan kokoh dengan letak sesuai porsi dan proporsi masing-masing. Seseorang tidak bisa dinyatakan telah memasuki gerbang Islam bila ia belum atau tidak mendeklarasikan dua kalimat syahadat yang dikenal dengan syahadat tauhid dan syahadat rasul yang berbunyi sebagai berikut: ُ‫ﺪ‬َ‫ﻬ‬ْ‫ﺷ‬َ‫أ‬ْ‫ن‬َ‫أ‬َ‫ﻻ‬ٰ‫ﻟ‬ِ‫إ‬َ‫ﻪ‬‫ﱠ‬‫ﻻ‬ِ‫إ‬ُ‫ﷲ‬،َ‫و‬ُ‫ﺪ‬َ‫ﻬ‬ْ‫ﺷ‬َ‫أ‬‫ﱠ‬‫ن‬َ‫أ‬‫ًا‬‫ﺪ‬‫ﱠ‬‫ﻤ‬َُ‫ﳏ‬ُ‫ُﻮل‬‫ﺳ‬َ‫ر‬‫ﷲ‬ Asyhadu allaa ilaaha illallaah - wa asyhadu anna Muhammadan Rasuulullaah Artinya: "Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Aku bersaksi bahwa Muhammad utusan Allah." Kedua kalimat syahadat di atas tidak cukup hanya diakui di dalam hati (tasdiiqun bil qalbi), melainkan juga harus diikrarkan dengan lisan (iqraarun billisaan), yang berarti pendeklarasian yang menyatakan pengakuan Allah satu-satunya yang wajib diagungkan dan disembah. Dan pendeklarasian bahwa Nabi Muhammad adalah utusan terakhir Allah yang membawa pesan-pesan Ilahi melalui kalam-Nya yakni Alquran. Pengikraran dua pondasi di atas selanjutnya harus dibuktikan dengan komitmen untuk melaksanakan rukun- rukun Islam yang lain (wa amalun bil arkaan). Pengakuan terhadap Allah Tuhan Yang Maha Esa harus diikuti dengan cara yang telah Allah gariskan di dalam kitab suci-Nya, baik sisi pengabdian ritual maupun sisi pengabdian sosial. Kedua cara melaksanakan ibadah itupun harus dipahami bahwa ada wilayah-wilayah di mana akal manusia diberi peluang seluas-luasnya untuk nalar, tetapi ada pula wilayah-wilayah ibadah yang tidak bisa dinalar oleh akal manusia, kecuali harus menerimanya sebagai suatu doktrin yang utuh. B
  • 13. 7 Persoalannya adalah ibadah yang mana yang bisa dinalar dan yang mana yang tidak bisa dinalar, jika tidak mendapat petunjuk dari wahyu yang diabadikan di dalam kitab suci Alquran al-Karim. Dengan demikian pengakuan terhadap kitab suci ini dan terhadap Nabi yang membawanya jelas menjadi keniscayaan yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Dengan demikian, kehadiran Nabi Muhammad SAW untuk mengkomunikasikan kalam Ilahi dengan penganut dan pengikutnya adalah sebuah keharusan dan kebutuhan umat manusia. Inilah arti penting dari bimbingan ibadah yang intens perlu dilakukan agar kualitas ibadah makin terasa, sehingga pengaruhnya terhadap perilaku pun dapat dirasakan. Perlu kita ketahui bahwa ibadah di dalam Islam baik yang berdimensi ritual maupun yang berdimensi sosial, mempunyai tujuan membangun rasa sensitifitas yang kuat dan rasa solidaritas yang kuat di antara sesama. Atas dasar hal di atas, maka mempercayai Allah dan kerasulan Muhammad dalam keyakinan Islam menuntut pembuktian-pembuktian empirik dalam bentuk pengabdian ritual maupun dalam bentuk pengabdian sosial. Ibadah haji menyatukan kedua pengabdian di atas yang diwujudkan dalam bentuk kegiatan-kegiatan yang sangat protokoler, penuh simbol dan bermuatan makna yang amat dalam. Namun kedalaman maknanya sangat tergantung pada bekal jamaah dan pribadi masing-masing. Sebagai konsekuensi dari rukun yang kelima ini, ibadah haji menuntut pelakunya secara ideal telah melaksanakan rukun-rukun yang sebelumnya secara baik dan benar. Pelaksanaan rukun-rukun yang lainnya secara baik dan benar, jelas dapat mengantar haji seseorang ke tingkat mabrur yang diinginkan. Dalam hadits Nabi dinyatakan: ‫ﱡ‬‫ﺞ‬َْ‫َاﳊ‬‫و‬ُ‫ر‬‫ُو‬‫ﺮ‬ْ‫ـ‬‫ﺒ‬َ‫ﻤ‬ْ‫ﻟ‬‫ا‬َ‫ْﺲ‬‫ﻴ‬َ‫ﻟ‬ُ‫ﻪ‬َ‫ﻟ‬ٌ‫ء‬‫َا‬‫ﺰ‬َ‫ﺟ‬‫ﱠ‬‫ﻻ‬ِ‫إ‬ُ‫ﺔ‬‫ﱠ‬‫ﻨ‬َْ‫اﳉ‬ Al-hajjul mabruuru laisa lahuu jazaa'un illal jannah. Artinya: "Haji mabrur, tidak ada balasan bagi yang berusaha meraihnya kecuali surga Ilahi". (HR. Bukhari dan Muslim)
  • 14. 8 Jaminan ini bukanlah sesuatu yang tiba-tiba, melainkan jaminan yang berkorelasi dan berhubungan dengan terlaksananya rukun-rukun Islam yang lain secara baik dan berkualitas. Ini jelas membutuhkan kesiapan-kesiapan yang matang bagi siapa pun yang hendak menjadi tamu-tamu Allah (dhuyuufur rahmaan). Karena itu sejak awal Alquran mengingatkan bahwa pelaksanaan haji harus didasari dengan niat karena Allah. Prinsip ini paling tidak ingin menyatakan bahwa bebagai macam motivasi orang yang pergi haji perlu diluruskan agar pelakunya tidak terjebak oleh tendensi-tendensi selain Allah yang lebih bersifat duniawi dan fisikal. Apalagi di dalam pelaksanaan ibadah haji yang sungguh sakral itu, juga bermuatan motif-motif keduniawian. Semuanya tidak akan bermakna besar jika tidak benar-benar dituntun dengan bekal ketakwaan yang memadai. Ibadah haji banyak mengandung peluang berbisnis, misalnya melalui pemungutan pembayaran dam, ada proyek ziarah, lempar jumrah, proyek kain ihram, proyek pemondokan dan hotel yang semuanya mudah sekali dijadikan lahan bisnis dengan bandar-bandar dan makelar yang tiap tahun mengeruk segudang keuntungan. Begitu juga dengan proyek tas kecil maupun besar, walaupun dalihnya demi keseragaman. Bidang-bidang sebagaimana yang disebutkan tadi adalah menjadi kewenangan kementrian agama untuk mengawasi agar umat tidak menjadi sasaran objek meraih keuntungan. Dari sisi ekonomi, umat Islam melalui ibadah haji telah memberikan kontribusi yang amat besar bagi negara dan bangsa yang besar ini. Mulai dari layanan transportasi, layanan obat-obatan, juga kebutuhan jamaah terhadap kain ihram. Belum lagi ajaran-ajaran Islam yang lain seperti perayaan-perayaan keagamaan lainnya, seperti hari raya kurban, hari raya idul fitri, dan lain-lain. Bagi bangsa dan pemerintah Saudi pun ibadah haji jelas telah membuat semakin subur negeri ini dengan devisa tetap tiap tahunnya. Apalagi bagi masyarakat pelaku bisnis termasuk bisnis rumah pemondokan. Ini sesungguhnya harus diimbangi dengan sejumlah pelayanan yang memadai di samping setiap jamaah harus berbekal komitmen yang kokoh ibadah karena Allah. Demikian Alquran membimbing kita bahwa pergi menunaikan ibadah haji harus karena memenuhi panggilan Allah. Ibadah haji sudah sepantasnya menjadi rukun Islam yang kelima, karena di dalamnya bermuara rukun-rukun yang lain. Di dalam ibadah haji ada shalat yang wajib maupun yang sunah. Ada pula zakat dan infaq, dan ada pula
  • 15. 9 puasa. Puasa diperuntukkkan bagi mereka yang tidak mampu membayar dam memotong hewan, sebagai ganti membayar dam ialah berpuasa tiga hari di tanah haram dan tujuh hari setelah kembali ke tanah air. Dengan demikian ibadah haji mencakup ibadah-ibadah lain yang menjadi rukun Islam. Itulah sebabnya mengapa mereka yang telah berhaji lalu mendapat predikat Pak Haji atau Bu Haji/Bu Hajah, sedangkan yang mengerjakan shalat, atau zakat atau puasa tidak dipanggil Kak Shalat, Pak Zakat, dan Pak Puasa. Predikat ini bisa terkesan sebagai sesuatu yang riya, bila orang yang telah berhaji dan tidak dipanggil pak haji atau bu haji menjadi marah. Dan predikat ini juga bisa bernilai positif, bila dengan menyandang predikat (gelar haji) tersebut ketika seseorang kemudian merasa ada sesuatu yang mengikat sehingga hidupnya pun berhati-hati. Hal ini bukanlah sesuatu yang berlebihan dan ganjil. Karena yang berlebihan dan ganjil itulah yang dilarang agama. Jadi panggilan Pak Haji dan Bu Haji/Bu Hajah dalam konteks motif positif sama sekali tidak ada halangan selama tidak memposisikan diri agar dihormati dan dihargai karena hajinya. Sebab penghargaan dari Allah yang telah memberi jaminan surga jauh lebih terhormat, lebih mulia, dan prestisius. Akankah kita memilih simbol- simbol atau predikat yang diberikan oleh manusia, ataukah kita lebih memilih apa yang dijanjikan oleh Allah SWT. Pilihan ini tidak akan serta merta muncul begitu saja, melainkan ada proses penyadaran hati sesuai perkembangan ketakwaan dan nilai-nilai keberagamaan kita. Yang jelas, kita harus berupaya agar dapat melaksanakan perintah-perintah Allah SWT dengan sebaik mungkin. Allah pasti tidak akan pernah menyia-nyiakan begitu saja hamba-hamba-Nya yang telah berupaya keras menunaikan ibadah dengan benar. Mereka pasti akan mendapatkan balasan yang setimpal dari -Nya. Allah telah menjanjikan hal tersebut di dalam Alquran surat al-Zalzalah yang berbunyi:  ‫ﻟﺔ‬‫ﺰ‬‫ﻟ‬‫ﺰ‬‫)اﻟ‬:٧-٨( Fa may ya'mal mitsqaala dzarratin khairay yarah. Wa may ya'mal mitsqaala dzarratin syarray yarah.
  • 16. 10 Artinya: "Siapa pun yang mengerjakan kebaikan sekecil atom, niscaya dia akan melihat (balasan-)nya, dan siapa pun yang mengerjakan kejahatan sekecil atom-pun, niscaya dia akan mendapat (balasan)nya pula." (Q.S. al-Zalzalah [99]: 7- 8) Apalagi dalam rangkaian menunaikan rukun Islam yang kelima. Ibadah haji memang diperintahkan Allah dan tentu saja yang memerintahkan berhak menuntut agar pekerjaan yang diperintahkannya itu dilakukan sesuai ketentuan-Nya. Paling tidak kita harus melakukan tugas itu dengan niat karena Allah. Jika niat itu bercampur dengan niat-niat yang lain bersegeralah untuk memperbaiki niat itu. Insya Allah segala urusan dan kerepotan dalam menjalani ibadah akan dimudahkan oleh-Nya. Allah tidak akan menyia-nyiakan segala upaya untuk meraih kebaikan yang kita inginkan. Percayalah bahwa apabila kita diundang sebagai tamu, apalagi tamu Allah pemilik jagat raya ini, maka sang tuan rumah pasti akan menghormati tamu-tamunya dengan perlakuan yang baik. Sesuai dengan niat dan amal masing-masing.
  • 17. 11 HAJI PANGGILAN ALLAH eperti dikemukakan pada bagian sebelumnya bahwa sebagai muslim, seyogianya setiap orang memiliki keinginan untuk bisa menunaikan ibadah haji, terlepas pada tingkat mana seseorang memiliki kadar kemampuan yang dimilikinya. Jiwa seorang Muslim yang hidup setiap menjelang musim haji tiba, pasti hatinya bergetar menunggu peluang panggilan Ilahi dialamatkan kepadanya. Getaran ibadah haji itu juga diiringi dengan keinginan untuk berziarah ke makam Rasulullah saw. Nabi yang dicintai-Nya, yang telah mengantarkan kaum muslimin seluruh penjuru dunia mengenal Tuhannya, dan mengenal ajaran-ajaran kitab suci-Nya. Mengapa hati merasa demikian? Karena perjalanan menunaikan ibadah haji merupakan kenikmatan dan kebahagiaan rohaniah yang tiada tara indah dan lezatnya. Hati seorang muslim pada saat itu merasa begitu dekat dengan Allah Rabbul Izzati, sang Pencipta Yang Maha Agung. Pengalaman mereka yang telah menunaikan ibadah haji menunjukkan bahwa hati mereka disibukkan dengan rasa kedekatannya dengan Allah SWT. Sehingga terhadap yang kita miliki pun kita sanggup melupakannya baik harta, anak, keluarga dan kesibukan-kesibukan yang biasanya menyita banyak pikiran kita. Kondisi ini tentu sangat baik untuk menumbuhsuburkan spiritualitas seseorang dari kalangan manapun. Mereka yang datang menunaikan ibadah haji dengan berbekal ketakwaan akan memusatkan perhatian untuk beribadah kepada Allah. Bekal ketakwaan inilah yang akan meningkatkan derajat ketaatan dan kekhusyukan beribadah, mulai dari shalat, thawaf, talbiyah, dzikir, dan membaca Alquran tanpa mengenal lelah dan ngantuk lantaran kurang tidur. Qalbunya telah ditundukkan dan ditaklukkan di hadapan Khaliknya dengan memperbanyak taat dan beribadah setiap saat. Sehingga rahmat Allah bercucuran menyirami qalbu hamba-hamba- Nya yang menundukkan kepala dan hati dari segala kesombongan dan arogansi keduniawian untuk berucap pengakuan akan segala kesalahan yang telah diperbuat. Seakan segala dosa yang selama ini membebani pundak telah jatuh berguguran bersama tetesan air mata yang mengalir deras tanpa terasa, terutama saat kita menghadap Kakbah. Pada saat seperti itu kita menyadari bahwa S
  • 18. 12 dunia dengan semua keindahan dan kesenangannya tidak memberi arti apa-apa dibandingkan bila hati dekat kepada Allah dan berusaha menggapai keridhaan-Nya. Menunaikan ibadah haji seperti halnya semua tuntunan keimanan merupakan karunia Allah dan hidayah- Nya. Allah berkenan memberikan berbagai kenikmatan kepada semua makhluk-Nya untuk mempertahankan hidupnya baik berupa kenikmatan potensial yang harus diolah dengan kecanggihan sarana-sarana tertentu, maupun berupa nikmat aktual yang tinggal menikmati tanpa susah payah seperti telinga untuk mendengar, mata untuk melihat, mulut untuk bicara dan nikmat-nikmat aktual lainnya. Tentu saja semua kenikmatan itu harus digunakan sesuai petunjuk yang memberinya. Alangkah naifnya bila kenikmatan itu digunakan justru untuk hal- hal yang bertentangan dengan kehendak-Nya. Tentu saja hal ini tidak akan dilakukan oleh mereka yang beriman kokoh lebih-lebih diperkokoh dengan keberhasilan menunaikan ibadah haji sebagai penyempurna dari pelaksanaan rukun-rukun Islam yang lain. Melalui ibadah haji seharusnya muncul pengakuan "Ya Allah aku beriman kepada-Mu sebagai satu-satunya Tuhan yang wajib disembah, tempat meminta ampun dan perlindungan. Maka ajarilah aku bagaimana cara mendekati-Mu. Perintahlah aku, maka aku akan mematuhi perintah-perintah dan larangan-Mu". Kesadaran seperti ini diungkap dalam Alquran yang berbunyi: ):‫ان‬‫ﺮ‬‫ﻋﻤ‬ ‫آل‬٥٣( Rabbanaa aamannaa bi maa anzalta wat taba'nar rasuula faktubnaa ma'asy syaahidiin. Artinya: "Ya Allah kami beriman dengan segala yang Engkau turunkan dan kami akan mengikuti apa yang diajarkan Rasul (pilihan-Mu). Karena itu masukakanlah kami ke dalam kelompok orang-orang yang bersaksi dengan kebenaran-Mu." (Q.S. Ali Imran [3]: 53)
  • 19. 13 Perjalanan haji dimulai dengan mengumandangkan seruan "talbiyah" tanda merespon seruan Allah dengan mengucapkan: َ‫ْﻚ‬‫ﻴ‬‫ﱠ‬‫ـ‬‫ﺒ‬َ‫ﻟ‬‫ﱠ‬‫ﻢ‬ُ‫ﻬ‬‫ﱠ‬‫ﻠ‬‫اﻟ‬َ‫ْﻚ‬‫ﻴ‬‫ﱠ‬‫ـ‬‫ﺒ‬َ‫ﻟ‬،َ‫ﻻ‬َ‫ﻳﻚ‬ِ‫ﺮ‬َ‫ﺷ‬َ‫َﻚ‬‫ﻟ‬َ‫ﻟ‬َ‫ْﻚ‬‫ﻴ‬‫ﱠ‬‫ـ‬‫ﺒ‬، ‫ﱠ‬‫ن‬ِ‫إ‬َ‫ﺪ‬ْ‫ﻤ‬َْ‫اﳊ‬ِّ‫ﻨ‬‫َاﻟ‬‫و‬َ‫ﺔ‬َ‫ﻤ‬ْ‫ﻌ‬َ‫َﻚ‬‫ﻟ‬َ‫ْﻚ‬‫ﻠ‬ُ‫ﻤ‬ْ‫ﻟ‬‫َا‬‫و‬،َ‫ﻻ‬َ‫ﻳﻚ‬ِ‫ﺮ‬َ‫ﺷ‬َ‫َﻚ‬‫ﻟ‬. Labbaiik allaahumma labbaiik, laa syariika laka labbaiik, innal hamda wan ni'mata laka wal mulka, laa syariika laka. Artinya: "Aku datang memenuhi panggilan-Mu ya Allah. Aku datang memenuhi panggilan-Mu, tidak ada sekutu bagi-Mu, Ya Allah aku penuhi panggilan-Mu, Sesungguhnya segala puji, nikmat dan segenap kekuasaan adalah milik-Mu, tidak ada sekutu bagi-Mu.” Ucapan talbiyah di atas mengandung makna pengakuan, bahwa hanya Allah yang mempermudah kita bisa menunaikan ibadah haji ke rumah-Nya. Dialah yang telah memberikan pertolongan untuk kita meringankan langkah dan melapangkan jalan pergi ke sana. Dengan begitu, bila kita telah mengucapkan talbiyah, berarti kita telah menyatakan tekad kuat untuk keluar memenuhi undangan-Nya sebagai tanda mensyukuri nikmat-Nya yang telah Allah berikan lahir dan bathin. Kekuatan seseorang untuk bertekad memenuhi panggilan Allah termasuk menjalankan perintah-perintah dan menjauhi larangan-larangan-Nya adalah karena bimbingan dan anugerah yang Allah berikan kepada seseorang yang ingin kekuatan imannya tumbuh berkembang. Dan itu sebabnya kita melihat tidak semua orang yang memiliki iman dapat merespon panggilan ilahi dengan ringan. Janji Allah yang akan memberikan keberkahan dari langit dan bumi mempersyaratkan kita menjadi orang- orang yang beriman dan bertaqwa. Namun iman seperti apa dan ketakwaan yang bagaimana yang bisa memenuhi syarat diraihnya keberkahan itu? Ini masih menjadi pertanyaan besar karena jawabannya terkait dengan banyak
  • 20. 14 variabel. Ada variabel kejujuran, ada variabel keseriusan, ada variabel pertanggungjawaban atas amanah, ada variabel keadilan dan kesejahteraan yang harus diupayakan. Dalam konteks ini Allah SWT berfirman:  ):‫اف‬‫ﺮ‬‫اﻷﻋ‬٩٦( Wa lau anna ahlal quraa aamanuu wat taqau la fatahnaa 'alaihim barakaatim minas samaa-i wal ardli walaakin kadzdzabuu fa akhadznaahum bi maa kaanuu yaksibuun. Artinya: "Jikalau penduduk negeri (di manapun mereka berada) beriman dan bertakwa; niscaya akan Kami bukakan keberkahan dari langit dan bumi, namun sayang sekali mereka berdusta lalu Kami berikan siksa sesuai dengan apa yang mereka kerjakan." (Q.S. Al-`Araf [7]: 96) Ayat di atas dengan sangat jelas menyatakan bahwa beriman dan bertakwa lah yang menjadi syarat diraihnya keberkahan Allah haruslah iman dantakwayang menyeluruh mencakup segala ketertiban hidup berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat. Kenyataan iman bangsa ini apalagi ketakwaannya sedang mengalami degradasi, etika moral bangsa dalam kemerosotan yang terus-menerus mengancam tembok-tembok batas keimanan Muslim. Lebih-lebih setelah terjadinya banyak aksi kekerasan terhadap sesama. Sedangkan orang bertakwa dituntut bukan hanya mampu menyayangi sesama melainkan juga menyayangi makhluk-makhluk lain binatang dan sebagainya. Coba kita lihat negara-negara paling dekat dengan tempat turunnya Islam dan turunnya Nabi Muhammad yang agung kini bergejolak menuntut perubahan, dan itu terjadi ada yang sedikit korban dan banyak juga yang bisamemicu perang saudara. Apa yang salah dari sikap keberagamaan masyarakat muslim, dengan semangan berlomba menambah jumlah kuota jemaah haji, namun hajinya kurang berbekas pada kehidupan nyata?
  • 21. 15 Jutaan pemuda muslim, pelajar bahkan mahasiswa dengan mudah mengabaikan tugas-tugas keberagamaan, hampir tiap malam di tempat-tempat terbuka maupun tertutup remaja teler karena obat terlarang, korban budaya pergaulan bebas, makin menunjukkan angka keprihatinan, walau di antara mereka juga ada yang terpanggil menegakkannya tetapi jumlah mereka jauh lebih sedikit. Perhatikan pula para pelajar yang sudah usia mukallaf secara berkelompok, maupun perorangan, di kota besar maupun kecil nongkrong-nongkrong dengan dalih menunggu mobil sepulang dari sekolah tidak mempedulikan waktu shalat, terutama maghrib. Bila kita tanya anak-anak siapa mereka, jawabannya mereka adalah anak-anak muslim, anak dari sebuah keluarga yang sangat mungkin dari keluarga haji. Mereka sangat membutuhkan perawatan keimanan yang intensif. Mengapa mereka begitu mudah meninggalkan perintah-perintah agama, dan mengapa mereka begitu mudah melakukan yang dilarang agama bahkan terkesan tidak ada beban apa-apa. Jawabannya adalah kebiasaan akan membentuk watak dan karakter. Kebiasaan meninggalkan tugas atau kebiasaan mengerjakan yang dilarang akan membentuk sikap. Itu sebabnya Nabi berpesan jangan sekali-kali Anda anggap enteng dosa kecil, sebab Anda tidak pernah tahu dari sebab dosa yang mana murka Allah akan turun. Itulah sebabnya mengapa ibadah dalam tuntunan ajaran Islam harus secara kontinyu dilakukan (dalam bahasa agama disebut istiqamah), seperti shalat lima waktu berikut sunnah-sunnahnya yang diperkuat dengan dzikir dan doa. Mereka yang melaksanakan tugas-tugas keagamaan pun belum teruji memiliki integritas keagamaan yang kokoh bila kita hubungkan dengan variabel-variabel di atas. Itulah kiranya yang kemudian Allah menganggapnya sebagai iman dan takwa yang dusta. Keimanan yang dusta akan mengundang balasan dan ujian dari Allah SWT. dalam berbagai bentuk musibah, baik musibah alam, penyakit, kegersangan jiwa, keganasan, kekejaman, wabah penyakit dan lain-lain. Banyak sekali teguran-teguran dari Allah dengan menurunkan ayat-ayat kauniyah, namun sering kali kita tidak menghiraukannya, kita kurang berinteraksi dengan ayat-ayat Allah dan kemudian memahaminya. Kita hanya berpikir mengatasi musibah-musibah itu dengan upaya-upaya yang bersifat materi, dan terlepas dari kesadaran yang bersifat spiritual.
  • 22. 16 Apakah bangsa ini hanya meyakini sebab-sebab fisik dan lupa terhadap sebab yang metafisik. Apakah kita lupa bahwa di samping ada sunnatullah yang (A) juga ada sunnatullah yang (B). Dari sini kemudian kita meyakini bahwa sebab indrawi bukanlah satu-satunya yang mewujudkan akibat. Ingat Nabi Ibrahim ketika berkata "Apabila aku sakit, maka Allahlah yang menyembuhkannya". Ungkapan yang kemudian diabadikan di dalam Alquran itu memberi arti bahwa sebab yang mewujudkan akibat itu bisa berupa sebab-sebab fisik, bisa juga sebab-sebab non- fisik, yaitu berupa penyimpangan-penyimpangan terhadap norma ajaran agama. Umat muslim harus terus menerus melakukan proses pembelajaran. Ayat-ayat Allah di hadapan mata juga pelajaran bagi peningkatan sikap keberagamaan. Dengan demikian, semestinya ibadah haji yang kita lakukan bisa menjadi wahana penyadaran dalam upaya meningkatkan sikap beragama yang lebih sadar, dan jangan ada dusta di dalam beragama. Karena Allah Yang Maha Tahu tidak bisa didustai oleh siapapun dan dengan cara apapun. Karena yang bisa dusta hanya mulut Anda, sedang hati Anda tetap akan berkata jujur. Mari kita lihat bagaimana Alquran mengingatkan kita di dalam surat Yasin ayat: 65, Allah berfirman: )‫ٰﺲ‬‫ﻳ‬٦٥( Alyauma nakhtimu 'alaa afwaahihim wa tukallimunaa aidiihim wa tasyhadu arjuluhum bimaa kaanuu yaksibuun. Artinya: “Pada hari ini. Kami tutup mulut mereka, dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan kaki mereka memberi kesaksian terhadap apa yang dahulu mereka lakukan.” (Q.S. Yaasiin [36]: 65) Di dalam kehidupan ini akan banyak kita jumpai pelanggaran-pelanggaran yang lepas dari jerat hukum karena pelakunya pandai bersiasat dan bersilat lidah, akan tetapi tidak akan pernah lolos dari jerat hukum Allah di hari kemudian. Dan karena itu kita diminta untuk berlomba melakukan dan mewujudkan kebaikan-kebaikan.
  • 23. 17 Tamu-tamu Allah yang datang memenuhi panggilan-Nya itu tidak semua orang berada, banyak juga dari kalangan sederhana bahkan yang kekurangan bekal. Perhatikan saja jamaah Indonesia khususnya meskipun jumlah mereka terbesar dibandingkan dengan jamaah dari negara lain, tetapi hanya berapa persen dari keseluruhan umat Islam yang diberi kesempatan terpanggil untuk memenuhi undangan-Nya. Ini menandakan bahwa haji benar-benar karena panggilan dan pertolongan-Nya. Karena itu setiap orang harus bermohon untuk mendapatkan kesempatan baik ini. Maka perintah haji secara ekonomis juga berarti perintah agar umat Islam harus memiliki etos usaha yang produktif tinggi, agar ekonomi mereka kuat demi memenuhi kewajiban yang Allah gariskan. Kewajiban haji yang juga memerlukan alat dan sarana transportasi (baik pesawat maupun kapal laut) mengisyaratkan bahwa kita diminta untuk memiliki teknologi yang memadai, atau sekurang-kurangnya menjalin kerjasama dengan negara-negara lain yang memiliki teknologi, agar keamanan dan kenyamanan berhaji terjamin. Dengan demikian perintah ajaran-ajaran Islam bermuatan dinamis untuk melahirkan sebuah peradaban dan teknologi yang unggul. Karena itu pernyataan-pernyataan Alquran menyangkut beramal atau berkarya dinyatakan dalam bentuk superlatif, seperti yang paling bertakwa (atqaa) yang paling baik (ahsan) atau yang paling mulya (akram).
  • 24. 18 HAJI ADALAH KENIKMATAN enunaikan ibadah haji tidak hanya melaksanakan rukun Islam yang kelima yang oleh Alquran dinyatakan wajib bagi mereka yang memiliki kemampuan atau "istitha'ah ". Dalam kaitan ini, Allah SWT berfirman: .... )‫آل‬‫ان‬‫ﺮ‬‫ﻋﻤ‬:٩٧( Wa lillaahi 'alan naasi hijjul baiti manistathaa'a ilaihi sabiilaa Artinya: "... mengerjakan haji adalah kewajiban manusia kepada Allah, yaitu bagi orang yang mampu mengadakan perjalanan ke Baitullah ..." (Q.S. Ali Imran [3]: 97) Standar mampu ini pada pelaksanaanya tidak hanya ditentukan oleh dimilikinya sejumlah uang sebagai bekal, melainkan juga adanya tekad dari yang bersangkutan, apakah cukup kuat atau tidak. Karena itu bisa terjadi pada banyak orang yang secara lahiriyah masih pada posisi ekonomi lemah dan susah, namun jalan lain menentukan untuk bisa berhaji. Dan begitu pula sebaliknya, banyak orang berharta banyak dari kalangan ekonomi mapan, namun boleh jadi tekad untuk berhaji belum ada, maka yang bersangkutan sering mencari justifikasi bahwa belum ada panggilan. Nabi Ibrahim telah lama memanggil manusia untuk bisa berhaji sesuai perintah Allah. Jadi yang belum ada bukanlah panggilan, melainkan niat dan tekad dari yang bersangkutan. Allah memberi hidayah kepada setiap orang yang hatinya terbuka untuk itu, dan sebaliknya Allah akan menutup hidayah-Nya kepada siapa yang hatinya tertutup untuk menerimanya. Adalah suatu kenikmatan bagi seorang Muslim apabila dapat melaksanakan kewajiban dengan sebaik- baiknya, dan adalah kerugian apabila sebaliknya yakni kewajiban dilalaikan dan larangan justru menjadi hobi M
  • 25. 19 karena sering dikerjakan. Lihat saja kebiasaan masyarakat yang mulai kecanduan mengkonsumsi makanan, minuman dan obat-obat terlarang, bukan makin surut jumlahnya, melainkan naik secara drastis, walau penangkapan terhadap mereka yang terbukti melanggar terus dilakukan. Tetapi yang jera untuk menjauhi jumlahnya tetap sedikit, apalagi jika hukuman terhadap mereka relatif tergolong ringan. Apalagi bisa dinegosiasikan dengan uang. Manusia beragama pada tataran iman baru takut kepada manusia lain, belum takut pada yang ghaib yaitu Allah SWT. Warna kehidupan manusia memang bermacam-macam dalam hal merespon ajaran-ajaran agama. Alquran menegaskan di dalam surat Fathir yang berbunyi sebagai berikut: ...)‫ﻓﺎﻃﺮ‬:٣٢( Fa minhum zhaalimul linafsihi wa minhum muqtashiduw wa minhum saabiqum bilkhairaat. Artinya: "Bahwa di antara manusia itu dalam merespon kewajiban atau tugas-tugas ada yang bersikap aniaya (zalim) terhadap dirinya, ada pula mereka yang mensikapinya dengan sangat perhitungan, dan ada pula di antara mereka yang meresponnya dengan berusaha berlomba untuk meraih kebaikan sebanyak-banyaknya." (Q.S. Faathir [35]: 32) Mereka yang dinyatakan berbuat aniaya terhadap dirinya (berbuat kezaliman) adalah karena meninggalkan perintah dan atau melakukan yang dilarang sama dengan mengumpulkan dosa yang akan berakibat buruk bagi diri yang bersangkutan. Ini berarti ketika kita melanggar aturan-aturan hidup, aturan agama, hukum dan etika yang walau tidak terjangkau oleh jerat hukum seharusnya dipahami bahwa kita sesungguhnya telah berbuat zalim terhadap diri sendiri. Dari sini kita dapat memahami bahwa sesungguhnya setiap saat orang berpotensi berbuat kesalahan. Nah melalui ibadah haji peluang kita memohon ampun kepada Allah Yang Maha Pemurah sangat terasa menyentuh hati, ketika dilakukan di tanah suci. Pada saat hati kita merasa bersih beribadah pun terasa sangat sejuk dan nikmat yang boleh jadi sulit atau mungkin jarang kita rasakan ketika kita beribadah di tanah air.
  • 26. 20 Kelompok manusia yang kedua adalah mereka yang merespon tugas dan kewajiban dengan pas-pasan, seperti misalnya mereka hanya mengerjakan yang menjadi tugasnya saja, mereka hanya mau datang sesuai jam yang telah ditentukan dan pulang pada jamnya. Tanpa ada nilai lebih dari tugas pokoknya. Dalam konteks beribadah mungkin mereka yang hanya mau melaksanakan yang wajib-wajib saja dan sama sekali tidak tersentuh oleh yang sunah. Prilaku seperti ini boleh jadi terasa sangat gersang, kering tanpa bumbu beragama. Itu sebabnya ajaran Islam menawarkan banyak pintu ketakwaan, ada pintu wajib, ada pintu sunnah, ada pintu kerjasama, tolong menolong dan banyak sekali media yang dapat menumbuhsuburkan keimanan seseorang. Di tanah suci peluang orang melaksanakan yang sunah sebanyak mungkin tergerak secara massal, tentu apalagi untuk melaksanakan yang wajib. Karena itu di dalam gambaran ayat di atas disebutkan adanya kelompok orang yang berlomba berbuat kebaikan (saabiqun bil khairaat). Di tanah suci saat orang banyak berlomba meraih segala bentuk kebaikan tentu sangatlah merugi kalau tidak kita manfaatkan seoptimal mungkin untuk memaksimalkan ibadah kepada Allah. Sikap ini tentu terkait dengan bekal ketakwaan masing-masing orang. Ini berarti interaksi antarsesama yang dilakukan banyak orang membangkitkan semangat bagi orang lain. Ibadah haji juga merupakan peluang untuk introspeksi diri atas perjalanan hidup kita masing-masing. Mungkin banyak nikmat yang Allah berikan belum kita syukuri sepenuhnya, bahkan banyak dosa yang tidak kita rasakan hingga kita merasa menjadi orang-orang yang bersih. Sikap ini jelas bisa melahirkan kesombongan hati yang sulit diajak melakukan ketundukan total. Perasaan seperti ini bisa mengakumulasi menjadi tertutupnya hati dari nur Ilahi. Tanah suci dengan demikian dapat mencairkan kebekuan hati seseorang. Seolah-olah kita diajak kembali ke alam primordial. Perhatikan peringatan Alquran yang menegaskan: ...):‫اﻟﻨﺠﻢ‬٣٢( Falaa tuzakkuu anfusakum huwa a'lamu bimanit taqaa
  • 27. 21 Artinya: "... Janganlah sekali-kali kamu merasa menjadi orang yang bersih diri, sebab Allah Mahatahu siapa orang yang sesungguhnya bertakwa." (Q.S. an-Najm [53]: 32) Dalam kitab Asnaf al-Magrurin (Golongan Orang-Orang Yang Tertipu), yang ditulis oleh Imam al-Ghazali dijelaskan bahwa mereka orang-orang yang merasa alim (al-ulama) apalagi sangat yakin dengan kealimannya bakal menjadi penentu diraihnya keridhaan Allah dan mereka yakin pula akan menjadi penghuni surga. Orang-orang seperti itu menurut Al-Ghazali, dinyatakan di dalam buku itu sebagai orang-orang yang tertipu oleh dirinya sendiri. Sesungguhnya kita hanya diperintah menjalani ajaran-ajaran agama dengan sepenuh hati tanpa kalkulasi- kalkulasi diri apalagi mengaku telah menjadi orang yang paling baik atau paling taqwa, paling tahu, paling berjasa dan lain-lain. Alquran mengkritik keras orang-orang yang berpendirian demikian. Karena perasaan demikian akan mudah menafikan peran orang lain dan membiarkan dirinya menjadi orang yang berpenyakit sombong. Ayat di atas juga mengisyaratkan bahwa segala bentuk arogansi diri termasuk hal-hal yang berkaitan dengan amal-amal keagamaan harus dipangkas dari hati sanubari setiap muslim yang ingin meraih kemabruran haji dan keridhaan Ilahi. Sebab orang masuk surga dalam pandangan Islam tidak ditentukan oleh amal-amal besar, dan oleh mereka yang merasa besar dengan segala prestasi dan prestisenya. Mereka yang dinyatakan Alquran sebagai yang terpandang di sisi Allah adalah yang memiliki prediket "atqa", yakni yang paling bertakwa dalam pengertian yang luas. Mereka yang menyandang prediket paling takwa tentulah mereka yang memenuhi pintu-pintu gerbang ketakwaan yang ditandai oleh ketundukan hati dan kepatuhan dalam menjalani perintah-peritah Allah serta memiliki komitmen untuk tidak berkompromi dengan segala bentuk kemungkaran dan kemaksiatan. Jadi kalau orang masih berpikir setengah-setengah apalagi dia seorang pemimpin negara atau pemerintahan baik pusat maupun daerah, tentang pemberantasan kemunkaran dengan dalih pajak, atau devisa, maka keberagamannya masih setengah hati. Apakah kita tidak begitu yakin terhadap janji Allah. Mengapa kita seringkali lebih memihak
  • 28. 22 kepada kepentingan duniawi ketimbang yang dijanjikan Allah SWT, padahal perintah agama menghendaki kepatuhan totalitas. Ibadah haji yang kita jalani sesungguhnya diharapkan melahirkan jiwa-jiwa bersih dari setiap Muslim, melahirkan ketulusan berkarya dan beramal baik yang berdimensi ritual maupun yang berdimensi sosial. Penghayatan dan pengamalan ajaran agama memang membutuhkan secara terus menerus diasah dan diasuh. Karena kesadaran tidaklah bersifat konstan, melainkan bergelombang, ada pasang dan ada surutnya, atau kadarkum yakni kadang sadar dan kadang kumat, kadang lemah dan kadang kuat tergantung kondisi sekeliling kita kondusif atau tidak. Ibadah haji juga peluang untuk memahami karakter bangsa-bangsa lain di dunia yang semuanya merupakan makhluk-makhluk ciptaan Allah. Semua makhluk termasuk planet-planet bumi tidak boleh keluar dari orbitnya. Mengitari Kakbah harus memberi kesan keteraturan hidup, tidak boleh saling bertabrakan yang menggambarkan pula putaran bumi tidak boleh berhenti, seperti kita lihat orang thawaf pun tidak pernah istirahat, kecuali saat Allah yang menghentikan melalui perintah untuk melaksanakan kewajiban fardhu shalat berjamaah. Kapan pun Anda pergi ke masjidil haram pasti ada orang yang sedang thawaf. Bumipun demikian mengitari tata surya tanpa henti. Jadi jelas yang disembah Muslim bukanlah batu persegi empat yang bernama Kakbah, melainkan yang menciptakan sistem peredaran bumi dengan segala keteraturannya, itulah yang kita sembah. Allah berfirman: ‫ﻳﺶ‬‫ﺮ‬‫)ﻗ‬:٣-٤( Fal ya'buduu rabba haadzal bait (3) alladzii ath'amahum min juu'iw wa aamanahum min khauuf (4) Artinya: "Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik Rumah ini (Kakbah) yang telah memberi jaminan makan untuk menghilangkan lapar dan mengamankan dari rasa takut". (Q.S. Quraisy [106]: 3-4)
  • 29. 23 Rabb hadzal Bait-lah yang menjamin kehidupan dari kelaparan dan yang menjamin rasa aman. Ayat ini harus dibumikan bagaimana Muslim meneladani sifat rabba hadzal bait yang berusaha memberi makan mereka yang lapar dan melindungi siapa saja yang takut agar merasa aman dari segala gangguan, maka seusai haji kita harus berusaha mewujudkan kedua misi Alquran di atas. Seandainya semua orang yang telah berhaji mau dan mampu meneladani sifat rabba hadzal bait di atas, maka betapa negeri yang mayoritas penduduknya Muslim ini akan makmur dan sejahtera sesuai cita-cita Alquran baldatun thayyibatun wa rabbun ghafuur. Dengan demikian haji tidak bisa disetarakan dengan mereka yang membuat patung atau sesembahan lainnya lalu mereka sembah sendiri. Konsep ini jelas tidak memiliki akar filosofis tentang wujud Tuhan Yang Esa. Walaupun demikian ingin kami tegaskan di sini bahwa peran keyakinan terhadap doktrin agama semenyimpang apapun tetap akan dipedomani dan sepenuhnya menjadi hak yang bersangkutan. Islam tidak punya ruang untuk memaksa siapapun agar menganut keyakinan yang sama. Ajaran Islam sama sekali tidak menganjurkan penganutnya untuk memaksa keimanan seseorang. Karena iman yang dipaksakan tidak akan pernah berkembang menjadi kebaikan. Kewajiban hanya sebatas tanggung jawab merawat bagi mereka yang sadar akan Keesaan Allah. Karena doktrinnya sangat tegas "Bagimu agamamu, dan bagiku agamaku" Iman yang dipaksakan tidak akan melahirkan kesadaran mendalam, sedangkan beragama membutuhkan adanya kesadaran itu. Ajaran Islam tidak mempunyai target-target kuantitatif, tetapi lebih mementingkan kualitas, ayyukum ahsanu amalan, siapa di antara kalian yang terbaik amalnya. Ibadah haji juga merupakan peluang agar yang bersangkutan merasakan nikmatnya berdoa di tempat-tempat mustajab, seperti di multazam, di hijir Ismail, di maqam Ibrahim dan di Raudhah serta tempat-tempat lainnya. Tamu-tamu Allah diberi kehormatan untuk bisa dan memanfaatkan sebaik-baiknya tempat-tempat dimaksud untuk berdoa sepuas-puasnya sesuai kebutuhan yang diinginkan. Saat kekhusukan kita berdoa itulah kedekatan dengan Allah sungguh-sungguh dirasakan. Karena itu kadang-kadang orang yang berdoa dengan tidak terasa meneteskan air mata penuh haru, dengan disertai perasaan takut dan penuh harap mengapa saya bisa sampai di sini, dan kapan lagi akan berada di sini bersama keluarga tercinta. “Ya Allah semoga anak cucu kami pun bisa mengalami hal yang sama, bisa memenuhi panggilan Allah.”
  • 30. 24 Perasaan inilah yang kemudian bisa mengantarkan kita berupaya sekuat tenaga meningkatkan derajat keberagamaan, meningkatkan ibadah kita, membuka diri dengan orang lain untuk bisa saling membantu sehingga tercipta suasana keakraban dan persahabatan. Karena itu jangan lewatkan peluang berharga ini, sebab belum tentu peluang besar akan kembali kita raih di saat-saat mendatang. Apa jaminannya bahwa Anda akan bisa hidup lima tahun atau sepuluh tahun mendatang. Sama sekali tidak ada jaminan dari siapa pun dan dengan kecanggihan cara apa pun. Karena di dalam hidup ini Anda hanya menjalani probabilitas-probabilitas atau kemungkinan- kemungkinan yang telah ditentukan Tuhan. Sisi lain dari peluang yang diharapkan oleh mereka yang berhaji adalah menyaksikan banyak pelajaran berharga yang bisa memberi pengaruh mencairnya semangat beragama melalui perjalanan sejarah nabi-nabi yang Agung, Ibrahim AS, Ismail AS, dan Rasulullah saw dengan segala kisah yang menyertainya. Saat kita menelusuri jalan menuju kota hijrah Nabi dalam jarak kurang lebih 650 km, kita bisa membayangkan bagaimana Nabi dan para sahabat berjuang mempertahankan iman dan merawat aqidah. Perjalanan jauh yang disertai kejaran musuh itu mengingatkan bahwa kita belum apa-apa, pergi haji pun kita naik pesawat, ziarah kita ke Madinah juga dengan kendaraan ber AC. Kita diminta membuka mata lebar-lebar agar bisa menangkap arti dan makna historis yang diharapkan bisa berimplikasi terhadap diri untuk mengambil bagian apa yang bisa kita lakukan dalam rangka berjuang demi tegaknya syi'ar agama Allah (nur Allah) di bumi negeri masing-masing sekembalinya ke tanah air. Demikian Alquran mengingatkan mereka yang berhaji "Liyasyhadu manafi'a lahum" agar mereka bisa menyaksikan hal-hal yang berguna dan bermanfa'at. Apa yang kita saksikan tidak hanya yang bersifat historis, tetapi banyak pula peristiwa-peristiwa nyata baik berupa balasan kebaikan maupun balasan keburukan bagi siapa saja yang tidak menghiraukan larangan "rafats, fusuq dan jidal. Kesaksian orang terhadap peristiwa-peristiwa aneh tapi nyata di tengah-tengah pelaksanaan ibadah haji turut mempertebal keyakinan akan kebesaran Allah pemilik langit dan bumi. Itulah sebabnya dalam ber-talbiyah kita berucap "Laka wal mulk" dan pada saat yang sama kita tidak boleh mensekutukan-Nya sambil berucap "La syariika laka ".
  • 31. 25 Talbiyah yang kita baca saat memulai pekerjaan haji mengisyaratkan pembersihan jiwa dari kekufuran nikmat-Nya, kebersihan jiwa dari rasa kesombongan dan pembersihan jiwa dari adanya kekuasaan-kekuasaan lain selain Allah. Orang-orang yang hadir menjadi tamu-Nya tidak diperkenankan sedikit pun membawa embel-embel status yang biasa kita rasakan saat kita di tanah air, walau itu juga sesungguhnya dilarang. Kita hadir menjadi tamu Allah ke tanah suci dengan mengenakan pakaian ihram. Tubuh kita hanya ditutupi oleh kain yang tidak berjahit, persis seperti kain kafan yang biasa dipakai oleh orang-orang yang hendak keluar dari alam dunia. Ini berarti sesekali orang hidup harus belajar keluar dari hiruk pikuk kehidupan dunia yang penuh tipu daya menuju ke hadirat Allah Swt. Ibadah haji juga peluang mengenang tiga tokoh sentral yang diutus Allah dalam pentas sejarah umat manusia di bumi yaitu: Adam, Ibrahim dan Muhammad Saw. Mengapa ketiga Nabi tersebut menduduki tempat penting, sehingga harus dikenang tidak hanya melalui bacaan melainkan melihat langsung di tempat ketiganya berkiprah menjalankan tugas Ilahiyah. Ketiganya dihadirkan Allah pada tiga episode sejarah manusia. 1. Nabi Adam AS Adam dihadirkan Allah, mengawali episode keberadaan manusia di bumi dan menjadi contoh proses pembelajaran sederhana untuk memahami perintah dan larangan. Al-Syeikh Mutawalli al-Sya'rawi menggambarkannya bahwa proses pembelajaran Tuhan terhadap Adam dan Hawa pasangannya dengan dua kata sederhana yakni "if’al wa laa taf’al' (Lakukan ini, dan jangan lakukan itu !). Kedua kata tersebut menunjukkan yang satu “if’al” amar berarti perintah dan yang satu lagi berbentuk nahi “laa taf’al” yang berarti jangan lakukan itu. Kedua kata ini dipahami dari bunyi perintah Alquran dalam surat al-Baqarah berikut: ‫)اﻟﺒﻘﺮة‬:٣٥( Wa qulnaa yaa aadamuskun anta wa zaujukal jannata wa kulaa minha raghadan haitsu syi'tumaa wa laa taqrabaa haadzihisy syajarata fatakuunaa minadh dhaalimiin
  • 32. 26 Artinya: “Kami berfirman: "Hai Adam, diami oleh kamu dan isterimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik dimana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim.” (Q.S. al-Baqarah [2]: 35) Kedua perintah itu, yang satu perintah untuk diwujudkannya yang diperintahkan dan yang lainnya adalah perintah untuk meninggalkan, yang pada hakikatnya adalah esensi dari tugas hidup manusia. Karena itu sesuai dengan kondisi manusia era Adam perintah agama pun demikian sederhana, tetapi sangat luas cakupannya terkait soal prinsip baik dan buruk. Pada satu sisi, setiap Muslim harus memahami mana yang diperintahkan untuk kemudian berusaha melaksanakannya dengan penuh ketaatan. Pada sisi lain setiap Muslim juga harus memahami mana yang dilarang untuk kemudian berusaha meninggalkan dan menjauhinya dengan sepenuh hati. Siapapun yang mengabaikan keduanya, maka ia harus menanggung resiko pembalasan dari Allah di dunia maupun di akhirat. 2. Nabi Ibrahim AS Ibrahim dihadirkan mengawali episode kesadaran ber Tuhan monoteisme (tauhid) yang menjadi basis utama dalam menjalani hidup keberagamaan. Itulah sebabnya Ibrahim dan keluarga yang menyertainya yang juga diabadikan di dalam rangkaian ibadah haji dianggap sebagai bapak monoteisme. Ibrahim dan keluarganya dihadirkan Allah sebagai simbol keberhasilan sebuah keluarga menghadapi rintangan-rintangan iman. Juga sebagai gambaran hidup bermitra antar kaum Adam dan kaum Hawa menuju sukses beragama tauhid. Ingat Siti Hajar dihadirkan Allah dari kalangan berkulit hitam, yang sering kali dalam teologi agama lain dinafikan perannya dari pentas sejarah. Inilah demokratisasi Islam dan egalitarian ajaran Islam. Tidak pernah melihat kedudukan seseorang dari sisi keturunan dan ras, melainkan melihat dari sisi kontribusi dan prestasi ketaqwannya di hadapan Allah. 3. Nabi Muhammad SAW
  • 33. 27 Jika demikian adanya dengan Nabi Adam AS dan Nabi Ibrahim AS, maka Nabi Muhammad SAW dihadirkan Allah sebagai nabi terakhir mengawali episode terakhir kehidupan di bumi dengan penegasan dan pendeklarasian ketauhidan sebagai pelanjut ketauhidan yang diletakkan Ibrahim AS. Doktrin ketauhidan "tidak ada Tuhan kecuali Allah" mengajarkan bahwa berpikir tentang ketuhanan itu harus dengan logis dan rasional, yaitu bahwa yang maha Tak Terhingga tidak mungkin lebih dari satu. Dia harus Yang Maha Esa, Yang Maha Tunggal, tidak beranak dan tidak diperanakkan. Inilah makna kandungan surat al- Ikhlas, firman Allah: ‫)اﻹﺧﻼص‬:١-٤( Qul huwallahu ahad (1) Allahush shamad (2) lam yalid wa lam yuulad (3) wa lam yakul lahuu kufuwan ahad (4) Artinya: "Katakanlah (Muhammad) bahwa Allah itu Esa (ahad), Allah tempat meminta segala sesuatu dan tempat semua makhluknya bergantung. Dia tidak beranak dan tidak diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia". (Q. S. Al-Ikhlash [112]: 1-4) Dengan demikian Ibrahim adalah tokoh yang menjadi muara ketauhidan dari tiga agama samawi, yaitu: Yahudi, Nasrani, dan Islam. Namun mengapa kedua agama samawi yang lain dalam perkembangannya menuhankan Isa dan Maryam, itu karena ulah tangan-tangan manusia yang berusaha mengubah ketauhidan aslinya. Maka memahami siapa Ibrahim dalam konteks ibadah haji dan ibadah qurban sangat penting, karena ibadah tersebut terkait erat dengan pengalaman rohani nabi yang agung itu. Paling tidak ada lima keistimewaan Nabi Ibrahim AS yang patut kita renungkan bersama di saat kita mengagungkan Asma-Nya yaitu: 1. Nabi Ibrahim AS memahami Tuhan Esa dan meyakininya tidak sekadar lewat pengakuan lisan, yaitu syahadat, melainkan melalui pencarian panjang dan lewat pengalaman rohani.
  • 34. 28 2. Melalui Nabi Ibrahim AS kebiasaan mengorbankan manusia, apalagi untuk kepentingan sesajen atau tumbal, diberantas dan dihentikan oleh Islam. Hal ini dinyatakan dengan peristiwa penghancuran patung-patung yang disembah raja Namrud dan pengikutnya. 3. Hal ini bukan oleh karena manusia terlalu mahal, sebab bila panggilan Ilahi tiba, semahal apapun harus kita relakan, seperti yang dicontohkan Ibrahim untuk mengorbankan putranya Ismail. Namun, karena rahmat Allah dan kasih sayang-Nya, pengorbanan Nabi Ibrahim atas putra tersayangnya diganti Allah dengan seekor kibas. Wa fadainaahu bi dhibhin 'azhiim. Artinya: "Dan Kami tebus anak itu dengan seekor (kibas) sembelihan yang besar". (Ash-Shaffaat, 37: 107). Dengan demikian harus kita pahami bahwa kepercayaan kita kepada Allah membutuhkan suatu pengujian untuk mengorbankan sesuatu yang paling kita cintai. Apakah kita masih akan siap untuk melaksakannya atau tidak. Toh Allah yang memerintahkan tugas terberat apapun tidak akan membiarkan begitu saja atas kecintaan hamba-Nya. 4. Nabi Ibrahim adalah satu-satunya Nabi yang bermohon kepada Allah agar diperlihatkan bagaimana Allah menghidupkan kembali orang yang telah mati, dan permohonan itu dikabulkan Allah. 5. Keyakinan adanya hidup setelah mati yang merupakan kehidupan yang kekal sangat besar pengaruhnya pada persiapan kita mencari bekal bagi kehidupan yang abadi itu. Keimanan kita tentang hal inipun perlu dibuktikan dalam kehidupan nyata bukan sekadar pengakuan. Itu sebabnya banyak ujian empiric atas keimanan seseorang. Penemuan Ibrahim tentang tauhid, mempunyai makna bahwa kedatangannya adalah untuk mengubah wajah dunia dan wajah kemanusiaan serta ketauhidan, di mana manusia di hadapan Allah sama, yang membedakannya hanyalah ketakwaannya (Q.S. al-Hujuraat, 49: 13). Ketakwaan ini diharapkan terlahir lebih kokoh dan kuat melalui perjalanan ibadah haji yang penuh simbol itu. Dalam ritus haji ini kita diajak mengenang beberapa fragmen penting dalam kehidupan Ibrahim dalam menegakkan tauhid. Demikian pula pengorbanan keluarga Ibrahim, dan putranya Ismail, serta istrinya Siti Hajar yang amat taat kepada Allah. Siti Hajar sendiri hadir menjadi simbol kesuksesan bermitra, walau ia dari kalangan berkulit hitam.
  • 35. 29 Figur Siti Hajar ini dalam doktrin agama yang fanatik rasial tidak pernah muncul sebagai figur penting. Ini harus pula menjadi pelajaran penting, bahwa Islam hadir dengan penghargaan terhadap prestasi bukan dari performance, bukan pula karena warna kulit atau kekhasan-kekhasan lainnya. Itu sebabnya jauh-jauh hari Rasulullah telah menegaskan di dalam salah satu haditsnya bahwa tidak ada keunggulan apa pun yang membedakan antara Arab dan ajam kecuali karena ketakwaannya. Rangkaian ritus haji adalah rangkaian panjang dalam memanjatkan doa, satu doa diikuti dengan doa lain. Demikian terus dilakukan berhari-hari dan terus menerus. Ini saat latihan berdoa panjang yang dipanjatkan dengan tulus atas dasar kebutuhan masing-masing. Ketulusan kita dalam berdoa itulah yang menyebabkan air mata seringkali berderai tidak terasa, lebih-lebih ketika doa itu dipanjatkan di tempat-tempat yang makbul. Jangan risau Anda dengan bahasa doa yang dipanjatkan, sebab Allah paham dengan bahasa apapun, walau tentu saja apa yang dicontohkan Rasulullah dalam berdoa itu lebih baik. Yang terpenting adalah Anda telah bisa hadir membuktikan tempat-tempat mustajab hingga peluang itu tidak Anda sia-siakan. Maka tidak heran apabila tempat-tempat mustajab – baik yang ada di Makkah maupun di Madinah- sering kali menjadi rebutan banyak orang. Ini pertanda dalam perspektif jabatan ia ibarat jabatan basah (apalagi jabatan- jabatan bereselonisasi) yang sering menjadi rebutan. Namun orang yang telah berhaji harus memahami bahwa meskipun jabatan itu jabatan basah, tetapi setiap orang tetap harus memberi peluang kepada orang lain untuk menempati posisi itu secara bergiliran. Kita tidak boleh terlalu berambisi untuk menguasai tempat mustajab itu berlama-lama, karena banyak orang menanti giliran untuk memperoleh hak dan kesempatan yang sama.
  • 36. 30 USAHA MERAIH HAJI MABRUR enunaikan ibadah haji tentu menjadi keinginan setiap Muslim sejati. Namun Alquran sendiri telah menggariskan bahwa kewajiban itu hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kemampuan (istitha’ah). Mampu yang dimaksud, tidak hanya sebatas mampu membayar biaya keberangkatan dan kepulangan, melainkan juga mampu secara fisik, dan mampu karena dalam batas-batas minimal terpenuhinya syarat-syarat yang lain. Orang-orang yang mempunyai kesempatan untuk melaksanakan ibadah haji tentu juga berkeinginan agar ibadah haji yang dikerjakannya mendapat predikat haji mabrur. Yang meraih haji mabrur bukan lah mereka yang hanya dapat melaksanakan rangkaian ibadah haji dengan sempurna, yang ditandai dengan terpenuhinya semua kewajiban dan rukun haji, melainkan mereka juga harus memiliki kemampuan untuk meninggalkan larangan-larangan haji, sebagaimana yang tercantum di dalam Alquran berikut ini:  ...:‫)اﻟﺒﻘﺮة‬١٩٧( "…. faman faradha fiihinnal hajja fala rafatsa wala fusuuqa wala jiduala fil hajji…." Artinya: " ... Siapa saja yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh berkata kotor, berbuat fasik, dan berbantah-bantahan semasa mengerjakan haji...." (Q.S. al-Baqarah [2]: 197) Ketiga larangan di atas, bukanlah wilayah sah tidaknya ibadah haji berdasarkan kriteria fiqih, melainkan menjadi wilayah kualitas haji yang menentukan bernilai atau tidaknya ibadah haji yang kita kerjakan. Karena itu kategorinya bukanlah menjadi wilayah manasik, melainkan menjadi wilayah komitmen untuk meraih kemabruran ibadah haji. Atau dengan kata lain bukan terpenuhinya hal-hal yang kulit akan tetapi lebh pada esensi ibadah haji. Kemampuan seseorang untuk mematuhi rambu-rambu fiqih sebagai hukum taklify (hukum yang dibebankan kepada orang yang mukallaf, yaitu: wajib, sunnah, haram, mubah, dan makruh) lebih mungkin dan lebih mudah M
  • 37. 31 dilaksanakan, tetapi mematuhi ketiga larangan hati di atas membutuhkan kontrol yang sangat ketat terhadap hawa nafsu. Ini tidak berarti seseorang tidak perlu memahami rangkaian manasik haji, melainkan perlunya pembekalan yang bersifat mental dan pemahaman secara filosofis menyangkut protokoler ibadah haji, yang sejak awal dipandu oleh bersihnya niat, ketulusan dan kesungguhan untuk meraih yang terbaik. Ibadah haji seperti yang kita pahami adalah ibadah penyempurna bagi keseluruhan rukun Islam yang lima. Karena itu persiapan untuk melakukannya harus terlebih dahulu dimiliki oleh siapa pun yang ingin mengerjakannya dengan sebaikmungkin. Bagaimana mungkin haji bisa menjadi ibadah penyempurna, jika persiapan yang dimiliki oleh orang yang melaksanakan tidak mendukung terwujudnya kesempurnaan tersebut. Dengan demikian, Alquran berpesan kepada mereka yang hendak melaksanakan ibadah haji untuk berbekal ketakwaan terlebih dahulu. Ibadah haji merupakan ibadah yang penuh dengan tata cara protokoler yang membutuhkan pemahaman tentang makna di balik kegiatan yang protokoler itu. Karena itu orang-orang yang diajak berbekal ketakwaan pun adalah mereka yang tergolong ulul albab; yaitu mereka yang memiliki kecerdasan nalar untuk memahami simbol- simbol ibadah haji itu. Karena itu apabila kita mendengar banyak kritik terhadap meningkatnya jumlah jamaah haji Indonesia, namun tidak dibarengi dengan meningkatnya prilaku keberagamaan yang santun, ramah, peduli, demokratis, dan humanis, maka boleh jadi hal itu disebabkan oleh ketidakpahaman jamaah haji kita terhadap simbol-simbol ibadah haji. Ibadah haji yang menghadirkan dan mengumpulkan berbagai suku bangsa, dengan beraneka adat dan tabiat yang dimilikinya memerlukan rambu-rambu kokoh dan mengikat. Allah SWT dengan ketiga larangan-Nya, dalam surat al-Baqarah ayat 197 tersebut, hendak mendidik kaum muslimin seluruh dunia agar tetap bersikap santun, sopan, dan ramah dengan berbagai suku bangsa yang ditemuinya di baitullah, bahkan dengan berbagai jenis makhluk-makhluk-Nya yang lain. Ini seperti diisyaratkan oleh adanya larangan-larangan mencabut pepohonan maupun membunuh binatang pada saat kita berihram. Sebagai muslim sejati, seorang jamaah haji sejak awal harus
  • 38. 32 siap untuk meningggalkan sesuatu yang haram, bahkan yang halal pun dalam situasi tertentu harus siap ditanggalkan dan ditinggalkan. Ketaatan kepada Allah memang berproses dan bertahap. Ketika orang mampu meninggalkan yang halal karena tuntutan situasi, tentu apalagi untuk meninggalkan yang haram, demikian pula untuk melaksanakan perintah yakni jika seseorang sudah terbiasa dengan mudah mengerjakan yang sunnah tentu apalagi mengerjakan yang wajib. Di Makkah sana jamaah haji berlomba untuk melaksanakan ibadah sunnah sebanyak-banyaknya, yang agak sulit dan tidak mudah bisa dikerjakan kita saat berada di tanah air. Bila perintah yang sunnah saja siap dikerjakan, maka tentu terhadap yang wajib akan lebih berkemauan untuk ditegakkan dengan catatan ia melakukannya karena didasari rasa takwa kepada Allah SWT. Rasa takut kepada Allah akan mengantarkan yang bersangkutan lebih mendekatkan diri kepada-Nya yang dibuktikan dengan penegakan perintah, baik yang wajib maupun yang sunnah, serta berusaha sepenuh hati untuk tidak melakukan yang dilarang Allah SWT. Dalam firman Allah SWT berikut ditegaskan bahwa manusia dan jin diciptakan Allah untuk mengabdi kepada-Nya: ):‫ت‬ ‫اﻟﺬار‬٥٦( Wa maa khalaqtul jinna wal insa illaa li ya'buduuni Artinya: "Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku." (Q.S. adz-Dzaariyaat [51]: 56) Manusia sebagai hamba Allah berkewajiban untuk menjaga eksistensinya sebagai 'abdun (tugas penghambaan) dan sebagai kholifatullah yakni tugas memakmurkan bumi sesuai koridor yang ditetapkan-Nya.
  • 39. 33 ...):‫اﻟﺒﻘﺮة‬٣٠( Wa idz qaala rabbuka lil malaa-ikati innii jaa'ilun fil ardhli khaliifatan... Artinya: "Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan khalifah di muka bumi..." (Q.S al-Bagarah [2]: 30) Membangun ketaatan kepada Allah SWT dilakukan dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Ketaatan itu bergradasi atau berjenjang dari yang paling kecil atau ringan hingga yang paling berat. Semuanya diharapkan akan mengakumulasi terwujudnya manusia sukses yang memiliki keutuhan diri. Manusia sukses adalah manusia yang berhasil menjadi manusia terbaik. Menjadi manisia terbaik tidak mesti terlahir dari mereka yang berstatus sosial tinggi, tidak mesti juga muncul dari kalangan kaum berintelektual tinggi dan banyak harta. Orang awam, orang yang tidak bernasib baik secara ekonomi pun bisa menjadi orang terbaik sesuai profesi dan posisinya.
  • 40. 34 WALIMATUS SAFAR MENJELANG KEBERANGKATAN alimatus safar atau resepsi dalam rangka bepergian haji bukanlah suatu keharusan, melainkan kebutuhan orang-perorang untuk mengkomunikasikan perasaan syukur dan memohon doa restu dari masyarakat sekitar. Karena itu tentu kita tidak melihatnya dari perspektif hukum, tetapi momen ini bisa dimanfaatkan untuk ajang bersilaturrahim antar yang mau berangkat dengan keluarga, kerabat, dan handai taulan yang akan ditinggalkan. Silaturrahim dalam ajaran Islam mempunyai nilai tersendiri. Paling tidak ia dapat mencairkan kebekuan hubungan, memperakrab tali kekerabatan, dan bahkan dapat menjadi media pemecahan masalah. Sebab sejelek- jelek orang tentu masih ada sisa kebaikan pada dirinya dan tentu berkeinginan hubungan-hubungan yang renggang dan kurang harmoni dapat dipererat. Apalagi saat ia hendak menghadap Yang Mahasuci, di tanah suci dan tentu membutuhkan hati yang suci bersih pula. Seperti kita ketahui bahwa dosa manusia dapat dibedakan menjadi dosa kepada Tuhan dan dosa kepada sesama manusia. Dosa terhadap Tuhan, ada dosa materi dan ada pula dosa non-materi. Demikian pula dosa terhadap sesama manusia. Dosa non materi seseorang berdasarkan tuntunan agama bisa dilakukan pengampunannya melalui permohonan ampun atau minta maaf, sedang dosa materi baik terhadap Tuhan maupun terhadap sesama tentu pengampunannya harus dengan dibayarnya hutang-hutang itu. Ini artinya orang berhutang materi apakah zakat, atau kewajiban berhaji karena kemampuan yang dimilikinya, atau hutang uang terhadap sesama, tidak bisa dihapus dengan bersalaman atau istighfar semata. Tetapi yang bersangkutan wajib membayar hutang-hutang itu, baik kewajiban ilahi maupun kewajiban manusiawi atau adami. Hampir semua orang yang hendak menunaikan ibadah haji berkeinginan kepergiannya tidak meninggalkan dosa-dosa di atas. Nah, salah satu media untuk saling memohon maaf atau memberi maaf menyangkut hak-hak adami (sesama anak cucu Adam) dilakukan dalam acara walimatus safar. Hanya saja teknis penyelenggaraannya tidak ditentukan secara khusus dalam ajaran Islam, apakah dalam acara formal atau tidak, dengan besar-besaran atau kecil-kecilan, karena tentu semuanya menjadi wilayah kewenangan manusia untuk menentukannya sesuai W
  • 41. 35 kondisi dan situasi masing-masing. Yang jelas Islam melarang umatnya berlaku boros atau memaksakan diri. Karena itu kualitas beramal di dalam Islam bukan terletak pada besarnya amal itu melainkan terletak pada ketulusan yang melakukannya. Jadi media beramal juga harus menjadi wadah silaturahim untuk memperkokoh hubungan, untuk saling mengingatkan dan saling membantu baik moril maupun materiil. Prinsip silaturrahim itulah yang dianjurkan Islam, prinsip saling memberi masukan, saling menasehati dan saling mendoakan itulah yang diajarkan Islam. Bahkan Anda boleh saja tidak menyelenggarakannya, karena walimatus safar secara normatif dan struktural tidak turut mempengaruhi sah atau batalnya haji seseorang. Tetapi pasti memberi pengaruh terhadap nilai humanitas seseorang. Paling tidak ada dua hal yang disampaikan di dalam acara walimatus safar; yang pertama permintaan maaf dari yang mau berhaji kepada seluruh kerabat, handai taulan dan masyarakat pada umumnya. Meminta maaf agar kepergiannya ke tanah suci dengan hati yang sama-sama bersih tanpa ada ganjalan-ganjalan yang merintangi. Yang kedua mohon doa dari seluruh hadirin dengan suatu keyakinan bahwa doa jamaah memperkuat optimisme di perjalanan, di tanah suci maupun kembalinya ke tanah air. Hampir tidak pernah kita jumpai kepergian seseorang ke luar negeri dengan jasa angkutan apapun berpamitan ke seluruh masyarakat terdekatnya selain keberangkatan haji. Karena keberangkatan seseorang untuk haji jelas jelas ke tanah suci untuk tujuan yang juga suci dengan hati yang suci pula. Berpamitan pergi haji tidak bisa disertai dengan riya, karena dari hati yang ingin pergi tidak akan terlintas dan memang tidak boleh terlintas sifat-sifat ingin dipuji orang lain. Ia harus kuat berpendirian bahwa karena Allah-lah kewajiban ini ia laksanakan dan prosesi apapun yang mendahuluinya harus dilakukan dengan niat yang sama. Saya kira kita sependapat bahwa tidak ada orang yang bisa menjamin bahwa keberangkatannya ke luar negeri dengan pesawat secanggih apapun pasti selamat? Adalah suatu kebodohan bila ada yang memastikan itu. Karena keselamatan hanya milik Allah dan hanya ada di Tangan-Nya segala urusan. Kita sendiri sering, berucap: ‫ﱠ‬‫ﻢ‬ُ‫ﻬ‬‫ﱠ‬‫ﻠ‬‫اﻟ‬َ‫ْﺖ‬‫ﻧ‬َ‫أ‬ُ‫م‬َ‫ﻼ‬‫ﱠ‬‫ﺴ‬‫اﻟ‬َ‫ْﻚ‬‫ﻨ‬ِ‫ﻣ‬َ‫و‬ُ‫م‬َ‫ﻼ‬‫ﱠ‬‫ﺴ‬‫اﻟ‬َ‫ْﻚ‬‫ﻴ‬َ‫ﻟ‬ِ‫إ‬َ‫و‬ُ‫د‬ْ‫ُﻮ‬‫ﻌ‬َ‫ـ‬‫ﻳ‬ُ‫م‬َ‫ﻼ‬‫ﱠ‬‫ﺴ‬‫اﻟ‬
  • 42. 36 Allahumma antas saalam wa mingkas salaam wa ilayka ya'uudus salaam. Artinya: “Ya! Allah sesungguhnya keselamatan, itu milik-Mu, dari-Mu pula keselamatan kami raih dan kepada-Mu pula kembalinya keselamatan itu.” Cita-cita agar menunaikan ibadah haji dengan sebaik-baiknya akan gagal total, bila keberangkatan tidak selamat, atau perjalanan mengalami suatu musibah, atau bahkan sesampainya di tanah suci tidak mendapat kesehatan yang prima. Allah Yang Maha Kuasa jelas yang akan melapangkan jalan, yang akan memberi perlindungan terhadap tamu-tamunya yang dengan tulus mengumandangkan "talbiyah". Nampaknya inilah rahasia vertikal yang dirasakan oleh kita semua yang meyakininya dengan acara walimatus safar itu. Tentu saja masih banyak manfa'at lain. Walaupun demikian walimatus safar tetap bukanlah suatu keharusan, melainkan suatu kebaikan bila dilihat dari perspektif asas manfa'at yang dikandungnya. Dan suatu kebaikan tidak harus muncul dari sesuatu yang diwajibkan atau yang disunnahkan. Agama hadir untuk memperkokoh hubungan antar sesama manusia dengan momen-momen yang luas, juga untuk membangun hubungan yang kokoh dengan Sang Pencipta baik melalui perintah wajib maupun perintah sunnah. Bukankah manusia diberi kemampuan berpikir oleh Allah yang harus diberdayakan semaksimal mungkin untuk merespon ajaran-ajarannya?. Tidakkah kita yakin pula bahwa yang disebut ma'ruf berdimensi sangat luas dan banyak bersinggungan dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat? Dengan demikian, sudah barang tentu norma masyarakat sangat beragam, satu dengan lainnya berbeda. Pada tataran ini kita harus sangat bijak dalam melihat apa yang berlaku di masyarakat, toh yang terpenting adalah esensinya benar apa tidak. Bermuatan riya apa tidak, mengandung unsur pemborosan atau pemubaziran apa tidak? Keputusan akhirnya terserah kepada Anda yang melaksanakannya. Pertanggungjawabannya juga akan Anda berikan kepada Allah. Sebelum Anda berangkat menunaikan ibadah haji, apakah Anda mau berpamitan apa tidak, mau meminta doa dari masyarakat banyak apa tidak, nurani Andalah yang lebih tahu apa yang sebaiknya Anda lakukan dalam rangkaian bercita-cita meraih haji yang mabrur itu.
  • 43. 37 Masyarakat yang ikut hadir pun juga demikian tentu tidak berharap apa-apa. Kehadirannya lebih didorong oleh potensi keberagamaan yang siap berkolaborasi dengan masyarakat atau tetap mempertahankan sikap individualistiknya. Memang gaya hidup beragama di masyarakat bermacam-macam. Tidak hanya ditentukan dan diarahkan oleh konsep ajaran, melainkan juga ditentukan oleh perjalanan memahami makna hidup itu sendiri dan ditentukan oleh prinsip hidup masing-masing orang. Di sinilah media haji yang mengumpulkan beragam bangsa, beragam warna kulit, beraneka karakter adat istiadat dan bahasa yang menuntut semua orang yang berhaji mempraktekkan hidup kebersamaan dengan penuh tenggang rasa, jangan mudah tersinggung, jangan berlaga pinter sendiri, jangan merasa berkedudukan tinggi, apa lagi merasa pejabat, karena kita dan mereka yang hadir dari seluruh penjuru dunia sama-sama menjadi tamu-tamu Allah Sang Penguasa alam semesta ini. Jadi jelas ibadah haji tidak hanya berdimensi vertikal, melainkan juga berdimensi horizontal untuk belajar hidup bertenggang rasa dan bertoleransi dengan siapapun. Inilah yang diisyaratkan oleh firman Allah yang artinya “Kami ciptakan kalian dari unsur laki dan perempuan, dan Kami jadikan kalian bersuku bangsa yang berbeda agar kalian saling mengenalinya dengan baik,” Namun ingatlah bahwa prestasi terbaik di sisi Allah hanyalah mereka yang paling bertakwa. Pembauran ini sangat penting, agar ketika kembali ke tanah air pun telah terlatih menyingkirkan perasaan- perasaan ego, sombong, atau individualis, dan mengubahnya menjadi hidup bersosialisasi, beradaptasi dengan berbagi kenikmatan dan turut berempati kepada sesama. Perhatikan acara TV melalui tayangan “minta tolong maupun bedah rumah” menurut hemat saya merupakan bentuk kepedulian nyata, yang bisa diperluas sekunnya, niscaya orang-orang yang tinggal di rumah tidak layak huni tertolong untuk kemudian iman mereka juga tertolong karena memiliki tempat ibadah yang pantas dan bersih. Mestinya ini digerakkan oleh persaudaraan haji Indonesia. Pemerintah tentu akan terbantu besar dalam mensejahteraan bangsanya. Semua itu bisa dimulai dan diawali lewat media silaturrahim termasuk media walimatus safar yang berkualitas. Jadi walimatus safar bukanlah soal makan minum dan menikmati bermacam hidangan yang disuguhkan oleh sohibul hajat, walau itu juga mungkin perlu ada, tetapi esensi pokok adalah saling belajar hidup bersama, saling meringankan beban lewat permintaan ma'af atas dosa dan mohon diiringi doa keselamatan untuk kepentingan
  • 44. 38 bersama.Yang pergi perlu selamat, yang ditinggalpun butuh selamat, bahkan orang lain yang turut atau tidak turut hadir pun memerlukan keselamatan. Kebaikan tuan rumah maupun kebaikan yang hadir pada dasarnya adalah kebaikan yang ditanam untuk diri sendiri, bukan untuk orang lain. Kita percaya bahwa menanam kebaikan akan memetik kebaikan itu, sebaliknya yang menanam keburukan pun akan memetik apa yang ditanamnya. Alquran menegaskan di dalam surat al-Isra' ayat 7 yang berbunyi sebagai berikut: ...)‫اء‬‫ﺮ‬‫اﻹﺳ‬:٧( In ahsantum ahsantum li angfusikum wa in asa'tum fa lahaa. Artinya: "Jika kalian berbuat kebaikan kepada orang lain, maka sesungguhnya kalian berbuat kebaikan pada diri sendiri, dan sebaliknya, jika kalian berbuat keburukan pada orang lain, maka sesungguhnya kalian berbuat keburukan pada diri sendiri." (Q.S. al-Isra [17]: 7) Keyakinan terhadap prinsip ini terkait erat dengan keyakinan adanya balasan Allah di hari akhir. Karena hampir banyak persoalan di dunia ini tidak akan pernah terselesaikan semua secara adil. Banyak kedhaliman yang lolos dari jerat hukum, banyak sekali yang kuat dimenangkan atas yang lemah, banyak penipu merasa aman karena kepandaian pelakunya bersilat lidah dan bermain cara yang sesungguhnya sangat kotor. Akankah permainannya yang kotor itu dan penipuannya itu akan lepas dari rekaman Allah? Jawabnya tidak akan pernah lepas. Jika CCTV saja bisa menangkap dan merekam gerak-gerik lalu lalang orang-orang, maka apalagi CCTV kepunyaan Allah. Orang-orang beriman pun akan mudah berputus asa jika hanya berharap segala persoalan dapat tuntas diselesaikan di dunia yang fana ini. Banyak pula penyesalan dari orang-orang yang berbuat kebaikan kalau balasannya hanya mengharapkan pujian orang atau balas jasa dari orang lain. Hidup ini akan sangat lelah jika hanya mengandalkan ilmu tanpa iman.
  • 45. 39 Orang-orang haji dengan demikian sungguh harus siap dengan mentalitas keimanan yang kokoh agar harapannya menunaikan rukun Islam yang kelima benar-benar menjadi rukun penyempurna. Semoga kita semua demikian. Saat kita melakukan hari pelepasan keberangkatan dan perpisahan sementara dengan sanak keluarga, boleh jadi Anda membayangkan hari terakhir perjumpaan pergi untuk tidak kembali. Memang tidak ada jaminan apa pun dan dari siapa pun bahwa keberangkatan kita pasti kembali. Itu sebabnya saat pelepasan orang kadang- kadang tidak dapat menahan keharuan di antara harapan dan kecemasan. Lebih-lebih ketika diiringi dengan lantunan talbiyah dengan lagu dan suara yang merdu. Kebekuan hati terasa mencair, kelembutan budi pun demikian. Semua orang dengan kesadaran yang amat tinggi merasakan kinikmatan beriman dan beragama.
  • 46. 40 LAYANAN PETUGAS HAJI enjadi petugas haji baik yang menyertai jamaah yang disebut sebagai petugas kloter (kelompok terbang) maupun petugas non-kloter yang tidak menyertai jamaah yang masa tugasnya bisa lebih lama dari petugas kloter pada dasarnya sejak awal mempunyai tugas ganda. Pertama tugas pokok yaitu melayani jamaah dalam bidang-bidang umum, kesehatan dan peribadatan oleh mereka yang tergabung dalam TPHI (Tim Pembimbing Haji Indonesia), TKHI (Tenaga Kesehatan Haji Indonesia) dan TPIHI (Tim Pembimbing Ibadah Haji Indonesia) yang juga dibantu oleh TPHD (Tim Pembimbing Haji Daerah), TKHD (Tim Kesehatan Haji Daerah) dan petugas-petugas lain non kloter. Petugas di level manapun mengemban amanat yang harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, termasuk oleh mereka yang secara langsung membawahi jamaah atas nama KBIH (Kelompok Bimbingan Ibadah Haji) yang jumlahnya sangat banyak. Kedua sebagai petugas mereka juga ingin melaksanakan ibadah haji dengan sempurna, apa lagi jika yang bertugas menyertai kloter itu belum pernah melaksanakan ibadah haji dan pengentahuan tentang manasik haji pun masih sangat terbatas. Pada posisi ini melaksanakan kedua tugas secara berimbang dengan baik sangatlah sulit dicapai. Mesti ada salah satu dari dua tugas tersebut yang terkalahkan. Harus diakui secara jujur bahwa tidaklah mudah menjadi petugas yang menyertai jamaah, sedang kita pun belum mengenal medan tugas, padahal jumlah jamaah yang harus dibimbing demikian banyak, karakter jemaahnya berbeda-beda, dan dengan latar belakang yang berbeda pula. Akibatnya pemerataan layanan menjadi kurang optimal alias agak terlantar. Apalagi kalau petugas itu hanya ingin menyempurnakan ibadahnya sendiri. Maka yang paling mungkin petugas-petugas seperti TPHI, TKHI, TPHD, TKHD dan TPIHI adalah berkoordinasi dengan para pembimbing dari berbagai KBIH yang ada agar jamaah yang tidak ikut KBIH terlayani juga dengan baik. Sebab mereka yang tidak ikut KBIH biasanya tidak terlayani secara berkelompok lebih-lebih bila di antara mereka banyak yang usia lanjut yang sangat membutuhkan perhatian khusus. Setiap KBIH yang ada berdasarkan asas hak dan kewajiban bisa saja menolak mereka yang bukan menjadi groupnya, atau dengan alasan mereka harus melayani jamaah bimbingannya. Kemungkinan alasan lain dari M
  • 47. 41 penolakan itu adalah bukankah sudah ada petugas yang diangkat oleh pemerintah, baik pusat maupun daerah. Untuk apa mereka hadir, kalau tidak melaksanakan tugas pelayanan dan bimbingan dengan baik dan maksimal. Dari sini dapat kita pahami bahwa setiap pelayanan haji tidak pernah luput dari kritik pelayanan yang tidak memuaskan. Mulai dari persoalan pelayanan pemondokan, persoalan obat-obatan, transportasi, hingga persoalan layanan ibadah itu sendiri. Walaupun tiap tahun pemerintah berjanji akan meningkatkan pelayanan, lebih-lebih ketika akan menaikkan ONH. Tetapi harus diketahui bahwa kenyataannya jamaah yang dilayani berganti-ganti dan yang menjadi petugas pun silih berganti. Lalu siapa kah yang merasakan adanya peningkatan pelayanan yang dijanjikan tersebut? Ditambah lagi bahwa tuntutan jamaah haji dari tahun ke tahun juga berbeda, lantaran mereka yang menjadi jamaah tahun ini akan berbeda dengan mereka yang akan menjadi jamaah tahun berikutnya. Karena itu, kiranya kita perlu merenungkan nasehat salah seorang tokoh sufi yang pernah berkata sebagai berikut: "Janganlah Anda sekali-kali menuntut dari orang lain seperti yang Anda inginkan, sebab Anda akan menjadi orang yang paling kecewa sepanjang hidup atau sepanjang masa". Nasehat di atas sangat sederhana tetapi mengandung isyarat yang amat dalam tentang perlunya bekal mental yang kokoh dalam menjalani kehidupan beragama ini, termasuk dalam konteks menunaikan ibadah haji. Ingatlah ketika Allah SWT hendak menciptakan Adam AS yang SK formalnya adalah menjadi khalifah di bumi Allah. Allah kemudian memberitahu kepada para Malaikat, dan jin yang tentang penciptaan jenis baru makhluk tersebut. Malaikat dan Jin sejak awal mempertanyakan penciptaan itu. Berikutnya terjadilah pro dan kontra dengan berbagai alasan dan argumen yang dikemukakannya. Lalu Allah menyatakan dengan tegas bahwa "Aku lebih tahu apa yang kalian tidak ketahui", sebuah pernyataan yang menangkis pro kontra seputar penciptaan Adam AS. Apa yang bisa kita pelajari dari kisah tersebut? Proses ini dapat dipahami dalam konteks manajemen haji dan lain-lain bahwa suatu tugas harus dimulai dengan penentuan job yang jelas, serta dibarengi dengan target end- product (produk hasil akhir) yang jelas dan tegas. Produk akhir yang ditargetkan oleh ibadah haji adalah kemabruran dan meningkatnya ketakwaan, bukan yang lain. Itu sebabnya umat Islam ketika akan memulai tugas
  • 48. 42 harus berucap "bismillahir rahmanir rahim" sebagaimana termuat di dalam surat al-Fatihah. Surat al-Fatihah adalah satu-satunya surat yang wajib dibaca ketika kita mengerjakan shalat, baik shalat wajib maupun shalat sunnah. Dengan demikian, jika pelaksanaan ibadah haji dengan kemabrurannya yang ingin kita capai, maka pelaksanaanya harus didukung dengan sistem manajerial yang bagus. Ini berarti bahwa para petugas haji haruslah seorang yang profesional, tidak sekedar lulus seleksi dengan standar kriteria-kriteria yang mungkin kurang representatif. Ingat! Jamaah haji Indonesia yang berangkat ke tanah suci masih didominasi oleh masyarakat awam, yang sangat memerlukan bimbingan yang intensif dengan intensitas yang tinggi. Di samping itu, jamaah haji Indonesia juga telah dibebani keharusan menanggung berbagai macam biaya pelayanan, apalagi jika mereka ikut bergabung dengan KBIH, sudah pasti ada biaya tambahan yang rata-rata besarannya tidak kecil. KBIH pada umumnya milik orang perorang termasuk yang di bawah naungan sebuah yayasan. Apabila KBIH statusnya sama dengan sebuah asosiasi profit yang professional, maka semestinya keuangan mereka diaudit oleh akuntan publik. Masyarakat membutuhkan trasparansi yang jelas, dan membutuhkan tingkat pelayanan yang jelas, tidak boleh ada dusta yang berlindung atas nama ibadah. Kita juga melarang kekerasan atas nama agama, dan sesungguhnya yang namanya kekerasan tidak hanya fisik tetapi juga terlantarnya layanan adalah kekerasan psikis, pembebanan biaya juga bisa menjadi kekerasan materi. Allah telah mengingatkan kita semua bahwa manusia dan jin selalu berusaha membisikkan sesuatu kejahatan di hati semua orang, alladzi yuwaswisu fi sudurinnas minal jinnati wannas'. Karena itu jelas tidak akan ada seorang manusiapun kecuali para Nabi yang kebal setan dan kebal godaan-godaannya. Dengan demikian, auditing KBIH menjadi isu penting dalam kaitannya dengan transparansi dan peningkatan mutu layanan publik. Nah, dengan posisi dan kondisi yang demikian, usulan berbagai pihak agar pelaksana pengurusan haji ditangani oleh swasta, kiranya masih perlu dikaji lebih mendalam. Karena jangan-jangan makin menjadi lahan rebutan bisnis yang akhirnya justru mengubah paradigma yang amat jauh. Kenapa tidak ada yayasan atau asosiasi yang mencoba berebut menangani shalat berjamaah, atau menangani manajemen masjid agar lebih profesional. Jawabannya semua kita sudah tahu. Tidak ada diskusi di sini. Ini hanya usul bahan renungan bahwa kita harus
  • 49. 43 berangkat dari job yang jelas dan dengan target end product yang dicita-citakannya harus jelas sesuai dengan yang dikehendaki oleh yang memberi tugas kewajiban haji, yaitu Allah SWT. Pelayanan haji tidak hanya tugas pemerintah Indonesia, melainkan menjadi tugas pemerintah Arab Saudi sebagai negara tuan rumah beserta seluruh rakyatnya. Arab Saudi sangat beruntung ditakdirkan menjadi negara yang diletakkan Allah menjadi pusat ziarah kaum muslimin seluruh dunia. Di balik itu semua ada implikasi kehidupan materi yang berlimpah. Devisa tetap yang tidak dimiliki negara-negara lain di dunia dapat diraihnya tiap tahun oleh Arab Saudi. Itu juga pemerintah Saudi mengusung term” Khadimul Haramain” pelayan dua tanah haram yaitu Makkah dan Madinah. Sebuah status yang luar biasa prestisius dari sisi agama. Kemakmuran Arab Saudi yang kini berlimpah itu ada kaitan dengan nabi yang agung Ibrahim as. Dan Muhammad Rasulallah saw. Ini semua berkat Nabi peletak dasar ketauhidan Ibrahim AS yang berdoa;  )‫اﻫﻴﻢ‬‫ﺮ‬‫إﺑ‬:٣٧( Rabbanaa innii askantu min dzurriyyatii bi waadin ghairi dzii zar'in 'inda baitikal muharrami rabbanaa li yuqiimush shalaata faj'al af-idatam minan naasi tahwii ilaihim war zuqhum minats tsamaraati la'allahum yasykuruun. Artinya: "Ya Allah Tuhan-Ku aku letakkan di antara keluargaku di lembah yang tidak tumbuh tanaman dekat rumah-Mu al- Haram. Ya Tuhan Kami agar mereka menegakkan shalat. Jadikanlah hati di antara manusia ingin datang kepadanya dan berilah mereka, ya Allah, rizki dengan limpahan buah-buahan agar mereka menjadi orang-orang yang bersyukur." (Q.S. Ibrahim [14]: 37)
  • 50. 44 Memang raja Kerajaan Arab Saudi telah mendudukkan dirinya dengan prediket khadimul haramain (pelayan dua tanah haram). Para jamaah Indonesia pun sering mendapat hadiah makanan dan minuman dari sang raja. Tetapi apakah ini cukup dianggap sebagai layanan yang memadai. Apakah seluruh warga masyarakat Arab juga bersikap yang sama, memperoleh pembinaan yang memadai untuk menjadi tuan rumah yang baik yang mencitrakan bangsa yang khadimul haramain? Apakah para supir yang mengangkut jamaah haji telah dilatih melayani dengan baik, agar cekcok mulut tidak terjadi. Semua pihak harus bergerak dengan semangat yang standar, dengan semangat yang sama menjadi pelayan tamu-tamu Allah yang mulia. Tentu Anda tahu dan bisa merasakannya sendiri. Kemakmuran yang kini dirasakan oleh pemerintah Arab Saudi tidak bisa dilepaskan dari doa yang dipanjatkan Nabi Ibrahim as. Kini limpahan keberkahan seperti yang Allah janjikan dialami dan diraih rakyat Arab Saudi khususnya dan mereka yang berhaji dari berbagai negara pada umumnya. Seandainya Arab Saudi tidak ditakdirkan Allah menjadi negara yang sejahtera, bagaimana bisa melayani jamaah yang jumlahnya jutaan dengan berbagai keperluan sarana dan prasarana akomodasi dan transportasi yang diperlukan. Tinggal yang masih perlu pembinaan adalah mentalitas para syeikh pengelola penginapan yang sering kali bersikap arogan, tidak ramah dan mau menang sendiri. Bukankah mereka ada dengan segala fasilitas yang dimilikinya karena jamaah dari berbagai negara. Sikap-sikap sebagaimana digambarkan di atas akan sangat mempengaruhi tingkat pelayanan. Semua kembali kepada diri masing-masing. Setiap orang punya keinginan dan punya ukuran standar yang diinginkan. Dan pada saat yang sama, setiap orang juga punya bagian nasib dirinya untuk mendapatkan layanan itu. Yang pasti kita tidak boleh menuntut dari pihak lain atau dari orang lain dan bangsa lain seperti yang kita inginkan, toh kita pun terhadap bangsa sendiri saja belum bisa memberi layanan yang maksimal seperti yang banyak orang inginkan. Apalagi tiap negara memiliki cara dan tingkat layanan yang berbeda-beda. Bagus menurut ukuran kita, belum tentu bagus pula menurut ukuran orang lain. Itulah realitas yang terjadi di lapangan; sebagus apapun layanan yang kita berikan toh masih tetap ada saja keluhan yang kita dengar. Jadi tidak akan ada layanan yang standar untuk setiap musim haji. Karena yang dilayani
  • 51. 45 berganti-ganti dan yang menjandi petugas pelayanan pun berganti orang. Itulah pondasi dari perjalanan haji yang harus didasari "Walillahi 'ala nas" hanya karena Allah haji ini diwajibkan terhadap manusia.
  • 52. 46 PERISTIWA AGUNG DI ARAFAH itual pertama dan paling pokok dari rangkaian ritual-ritual haji adalah wukuf di padang Arafah. Arafah secara bahasa berasal dari kata "arafa" yang berarti mengenal, mengenali, atau mengetahui. Arafah dapat dipahami sebagai mengenal diri masing-masing; mengenai dari mana ia berasal, dan hendak ke mana ia kembali. Pengenalan terhadap jati diri manusia ini sangat penting agar perjalanan hidup yang tidak gratis melainkan harus dengan pertanggungjawaban ini dapat terkontrol. Tanpa pengenalan atas jati dirinya, seseorang sering kali menjadi manusia yang sombong, dan egois dengan penemuan jalan hidupnya. Pengenalan terhadap jati diri bisa dilakukan di mana pun, namun suasana berhaji dan berwukuf di Arafah dapat menyadarkan diri setiap orang untuk mengenali perjalanan hidupnya masing-masing. Perenungan jati diri di Arafah lebih kondusif karena suasana batin orangnya yang demikian bersih. Setiap orang yang berwukuf di Arafah hanyalah bagian kecil yang tidak berarti apa-apa dibandingkan kebesaran Allah yang Maha Patut disembah. Cobalah kita renungkan saat kita berwukuf. Seandainya kita tidak menjadi bagian dari jutaan manusia, Allah Yang Maha Besar tidak terkurangi sedikitpun kebesaran-Nya. Begitu sebaliknya, apa yang kita lakukan dengan mengumandangkan takbir, tahmid, dan bermunajat kepada-Nya tidak pula membuat kekuasaan Allah berubah. Sungguh kita tidak berarti apa-apa, kecil dan teramat kecil, tetapi mengapa baru punya beberapa ribu meter, atau beberapa hektar tanah saja sudah seperti menguasai dunia. Kita angkuh dan sombong, padahal baru menguasai sejumlah orang yang menjadi partisan kita atau pendukung kita. Merenunglah dengan penuh kesadaran, tataplah langit-Nya yang amat luas, dan pandang jauh jauh hamparan bumi-Nya yang amat lebar. Tetapi Allah hadir dengan sifat-sifat-Nya yang pemurah dan pemberi. Allah Maha Menjamin kehidupan seluruh makhluk-Nya, yang melata, yang berjalan dengan kaki, dua maupun empat. Perhatikan binatang-binatang yang ada di sekitar kita, siapa yang menjamin makan dan minumnya, mereka tidak bermodal apa-apa kecuali insting untuk melangsungkan hidup. Itu sebabnya manusia diminta untuk menyayangi semua makhluk-Nya yang ada di bumi, niscaya makhluk-Nya yang ada di langit menyayangi R
  • 53. 47 manusia. Hidup ini diberi waktu tidak terlalu panjang, kita harus berlomba dengan waktu, berlomba dengan peluang dan keterbatasan. Maka siapa yang lalai akan terjepit oleh kelalaiannya. Umat Islam diingatkan Allah, agar jangan menjadi orang-orang yang merugi. Waktu yang kita lalaikan akan membuat kita menjadi orang yang merugi. Orang-orang yang lalai bukanlah citra muslim sejati. Wukuf di Arafah dapat mengantar seseorang melakukan pertobatan yang sangat mendalam dan mendasar. Karena itu rangkaian kegiatan yang dilakukan orang-orang yang wukuf adalah berdzikir, memanjatkan puji-pujian kepada Allah, dan beristighfar. Wukuf di Arafah dilihat dari konteks rukun haji merupakan rangkaian kegiatan yang tidak boleh ditinggalkan dalam situasi dan kondisi sakit seperti apapun. Karena itu untuk mereka yang sakit parah pun dilakukan safari wukuf. Dalam salah satu hadits Rasul SAW kita diingatakan bahwa "al-Hajju Arafah", haji itu Arafah. Waktu untuk melaksanakan wukuf di padang Arafah sangat khusus dan terbatas. Artinya tidak bisa orang melaksanakannya di sembarang waktu. Ketentuannya sangat jelas kapan ia harus berada di sana dan kapan pula harus meninggalkan Arafah. Wukuf di Arafah dilakukan pada tanggal 9 Dzulhijjah, mulai ba'da zawal (setelah matahari tergelincir) hingga terbit fajar tanggal 10 Dzulhijjah. Saat kita berwukuf memang kita diperbolehkan berkata, berbincang-bincang selama tidak berkata kotor, berdebat, dan bertengkar. Tetapi tentu saja esensi dari ibadah wukuf adalah melakukan perenungan dengan memperbanyak dzikir, doa, tafakkur, tadabbur, dan membaca Alquran . Karena pada hari itu Allah Swt mengabulkan semua doa dan dikabulkannya semua permohonan ampun. Ada beberapa pelajaran penting atau hikmah yang dapat kita renungkan dari peristiwa wukuf di Arafah, seperti berikut ini: 1. Hikmah yang dapat diambil dari peristiwa wukuf di Arafah dalam konteks historis adalah mengenang pertemuan kembali dua manusia pertama yaitu Adam dan Hawa yang konon pernah terpisah dalam waktu yang sangat lama setelah Allah menurunkan mereka dari surga ke bumi.