Gaya-gaya yang mempengaruhi perubahan permukaan bumi meliputi gaya endogen dari dalam bumi dan gaya eksogen dari luar bumi yang mengakibatkan perubahan konstruktif maupun destruktif melalui proses geologi.
1. Gaya-gaya yang bekerja mempengaruhi perubahan muka bumi baik bersifat membangun
(konstruktif) maupun merusak (destruktif). Gaya-gaya tersebut dapat berasal dari dalam bumi
(endogen) atau berasal dari luar bumi (eksogen) .
Gaya Endogen (Endogene Forces) adalah gaya yang bekerja pada kulit bumi dan berasal dari
dalam bumi yang berlangsung sangat lambat namun kekuatannya sangat hebat. Gaya ini
mengakibatkan perubahan muka bumi melalui proses orogenesa, vulkanisma dan tektonika.
A. Orogenesa (Orogenesis)
Proses pembentukan pegunungan akibat pengaruh gaya endogen berupa tekanan/tumbukan
(horisontal) dan pengangkatan (vertikal) sehingga terbentuk pegunungan lipatan maupun
pegunungan patahan.
B. Vulkanisma (Volcanism)
Proses penerobosan magma atau keluarnya magma dari dalam perut bumi menuju ke permukaan
bumi yang dipengaruhi oleh temperatur dan tekanan gas yang tinggi sehingga terbentuk tubuh
gunungapi.
C. Tektonika (Tectonic)
Proses pergerakan/pergeseran pada kerak bumi (kerak batuan dan kerak samudera) berupa
tumbukan, pemekaran dan perpapasan yang menimbulkan perubahan muka bumi dan terjadinya
berbagai fenomena geologi seperti gunungapi, gempabumi, tsunami, dll.
2. Gaya Eksogen (Exogene Forces) adalah gaya yang bekerja pada kulit bumi dan berasal dari luar
bumi sebagai akibat adanya aktivitas atmosfer, hidrosfer dan biosfer. Gaya ini mengakibatkan
perusakan/perombakan muka bumi melalui proses pelapukan, erosi, tanah longsor dan sebagainya.
Gaya Angin (Wind Forces)
Gaya yang bekerja dan berpengaruh terhadap permukaan bumi disebabkan oleh tenaga angin.
Gaya Air (Water Forces)
Gaya yang bekerja dan berpengaruh terhadap permukaan bumi disebabkan oleh tenaga air.
Gaya Es/Salju (Ice/Snow Forces)
Gaya yang bekerja dan berpengaruh terhadap permukaan bumi disebabkan oleh tenaga es/salju.
Erosi (Erosion)
Proses pengikisan permukaan bumi oleh tenaga luar seperti air, es, dan angin yang membentuk
arus/gelombang kuat sehingga mampu menggerus, mengangkat dan memindahkan sebagian
tanah/batuan.
Abrasi (Abration)
Proses pengikisan permukaan batuan oleh angin yang mengandung dan mengangkut hancuran
bahan seperti pasir dengan tenaga yang sangat kuat.
Exarasi (Exaration)
Proses pengikisan permukaan batuan oleh es/gletser yang mengangkut hancuran batuan dengan
tenaga dan kecepatan yang sangat besar. Proses ini disebut juga pembajakan glasial.
Denudasi (Denudation)
Proses perataan pegunungan karena pengaruh pelapukan, erosi dan transportasi (pengangkutan) .
3. Gaya-gaya yang bekerja mempengaruhi perubahan muka bumi baik bersifat membangun
(konstruktif) maupun merusak (destruktif). Gaya-gaya tersebut dapat berasal dari dalam bumi
(endogen) atau berasal dari luar bumi (eksogen) .
Gaya Endogen (Endogene Forces) adalah gaya yang bekerja pada kulit bumi dan berasal dari
dalam bumi yang berlangsung sangat lambat namun kekuatannya sangat hebat. Gaya ini
mengakibatkan perubahan muka bumi melalui proses orogenesa, vulkanisma dan tektonika.
A. Orogenesa (Orogenesis)
Proses pembentukan pegunungan akibat pengaruh gaya endogen berupa tekanan/tumbukan
(horisontal) dan pengangkatan (vertikal) sehingga terbentuk pegunungan lipatan maupun
pegunungan patahan.
B. Vulkanisma (Volcanism)
Proses penerobosan magma atau keluarnya magma dari dalam perut bumi menuju ke permukaan
bumi yang dipengaruhi oleh temperatur dan tekanan gas yang tinggi sehingga terbentuk tubuh
gunungapi.
C. Tektonika (Tectonic)
Proses pergerakan/pergeseran pada kerak bumi (kerak batuan dan kerak samudera) berupa
tumbukan, pemekaran dan perpapasan yang menimbulkan perubahan muka bumi dan terjadinya
berbagai fenomena geologi seperti gunungapi, gempabumi, tsunami, dll.
4. Gaya Eksogen (Exogene Forces) adalah gaya yang bekerja pada kulit bumi dan berasal dari luar
bumi sebagai akibat adanya aktivitas atmosfer, hidrosfer dan biosfer. Gaya ini mengakibatkan
perusakan/perombakan muka bumi melalui proses pelapukan, erosi, tanah longsor dan sebagainya.
Gaya Angin (Wind Forces)
Gaya yang bekerja dan berpengaruh terhadap permukaan bumi disebabkan oleh tenaga angin.
Gaya Air (Water Forces)
Gaya yang bekerja dan berpengaruh terhadap permukaan bumi disebabkan oleh tenaga air.
Gaya Es/Salju (Ice/Snow Forces)
Gaya yang bekerja dan berpengaruh terhadap permukaan bumi disebabkan oleh tenaga es/salju.
Erosi (Erosion)
Proses pengikisan permukaan bumi oleh tenaga luar seperti air, es, dan angin yang membentuk
arus/gelombang kuat sehingga mampu menggerus, mengangkat dan memindahkan sebagian
tanah/batuan.
Abrasi (Abration)
Proses pengikisan permukaan batuan oleh angin yang mengandung dan mengangkut hancuran
bahan seperti pasir dengan tenaga yang sangat kuat.
Exarasi (Exaration)
Proses pengikisan permukaan batuan oleh es/gletser yang mengangkut hancuran batuan dengan
tenaga dan kecepatan yang sangat besar. Proses ini disebut juga pembajakan glasial.
Denudasi (Denudation)
Proses perataan pegunungan karena pengaruh pelapukan, erosi dan transportasi (pengangkutan) .
5. Meteorit adalah masa batuan sisa meteor yang berasal dari angkasa luar (biasanya pecahan
asteroid) yang jatuh ke permukaan bumi akibat pengaruh gravitasi bumi. Meteorit ini dibagi
menjadi tiga bagian yaitu:
1. Meteorit Batu (Stony Meteorites)
contoh : meteorit Jati-Pengilon, Selakopi, Glanggang, Cilimus, Jumapalo, Bandong, Meester
Cornelis
2. Meteorit Besi (Iron Meteorites)
contoh : meteorit Prambanan & Rembang
3. Meteorit Campuran (Mixture Meteorites)
TEKTIT (TEKTITES)
Tektit adalah masa batuan yang bersifat gelas, terbentuk sebagai hasil percikan akibat benturan
dahsyat antara meteorit dengan batuan di permukaan bumi.Contoh : tektit Javait, Rizalit &
Bilitonit.
6. Mineral(Minerals) adalah bahan padat homogen bersifat anorganik yang terbentuk secara alamiah,
memiliki ciri-ciri khas dan komposisi kimiawi tertentu serta tersusun oleh atom-atom yang biasanya
memperlihatkan bentuk kristal yang khusus.
SISTEMATIKA MINERAL
Mineral Unsur Emas Au, Besi Fe, Tembaga Cu, Belerang S, Intan C
Mineral Sulfida Pirit FeS2, Kalkopirit CuFeS2, Galena PbS, Sfalerit ZnS
Mineral Halida Halit NaCl, Fluorit CaF2, Silvit KCl, Kriolit Na3AlF6
Mineral Oksida Hematit Fe2O3, Magnetit Fe3O4, Pirolusit MnO2
Mineral Karbonat Kalsit CaCO3, Dolomit CaMg(CO3)2, Malakit Cu2CO3(OH)2
Mineral Sulfat Barit BaSO4, Anhidrit CaSO4, Gipsum CaSO4.2H2O
Mineral Fosfat Apatit Ca5(PO4)3(F,Cl,OH), Monazit (Ce,La,Y,Th)PO4
Mineral Silikat Kuarsa SiO2, Olivin (Mg,Fe)2SiO4, Topaz Al2SiO4(F,OH)2
SISTEM KRISTAL
7. SIFAT FISIK MINERAL
Warna (colour)
Kilap (luster)
Cerat/gores (streak)
Belahan & Pecahan (cleavage & fracture)
Kekerasan (hardness)
Berat jenis (specific gravity)
Radioaktivitas (radioactivity)
SKALA KEKERASAN MOHS
Kekerasan Mineral Rumus Kimia Tes Sederhana
1 Talkum Mg3SiO4O10(OH)2 mudah digores kuku jari
2 Gipsum CaSO42H2O dapat digores kuku jari
3 Kalsit CaCO3 dapat digores koin tembaga
4 Fluorit CaF2 mudah digores pisau lipat
5 Apatit Ca5(F,Cl)(PO4)3 dapat digores pisau/kaca/paku
6 Ortoklas/Felspar KalSi3O5 dapat digores kikir baja
7 Kuarsa SiO2 mudah menggores kaca jendela
8 Topas (Al,F)2SiO4 mudah menggores Kuarsa
9 Korundum Al2O3 mudah menggores Topas
10 Intan C tidak dapat digores benda lain
Mineral Logam (Metallic Minerals)
Mineral Non-Logam (Non-Metallic Minerals)
*Batu Mulia (Gemstones)
8. Batu Mulia adalah jenis batuan/mineral yang dianggap memiliki nilai lebih karena daya tarik dan
alasan-alasan tertentu seperti keunikan, kelangkaan, kekerasan dan keindahan sehingga sangat
cocok digunakan sebagai batu permata/perhiasan bahkan diyakini memiliki khasiat untuk terapi
pengobatan, termasuk sebagai azimat.
BATU PERMATA (PRECIOUS STONE)
Batu permata adalah batumulia dengan kekerasan tertentu (>7 skala Mohs) yang apabila dipotong,
dipoles dan diupam memiliki nilai hakiki, indah dan tahan terhadap berbagai pengaruh sehingga
banyak dimanfaatkan sebagai perhiasan/asesoris, pajangan/ornamen atau dekorasi.
Fosil (Fossils) adalah sisa, kesan atau jejak kehidupan baik tumbuhan maupun binatang yang hidup
di masa lampau/purba dan telah terawetkan/membatu akibat proses alamiah.
JENIS FOSIL
Fosil Tubuh (Body fossil), fosil yang terbentuk dari bagian/keseluruhan tubuh, contoh:
fosil gigi, tulang, kerangka, cangkang, daun, batang
Fosil Kesan & Tikas (Mold & Cast), fosil yang terbentuk dari cetakan bagian
tubuh/cangkang organisme, contoh: fosil kesan (mold) dan tikas (cast)
Fosil Jejak (Trace fossil), fosil yang terbentuk dari jejak kehidupan organisme, contoh:
fosil jejak kaki (footprint), jejak ekor (trail), jejak kuku (track), jejak liang (burrow)
KLASIFIKASI FOSIL
a. Fosil Tumbuhan (Plant Fossils)
b. Fosil Invertebrata (Invertebrate Fossils)
9. c. Fosil Vertebrata (Vertebrate Fossils)
termasuk Fosil Dinosaurus (Dinosaur Fossils)
c. Fosil Manusia Purba (Hominid Fossils)
Segala sumber daya alam non-hayati yang terbentuk melalui proses geologi meliputi
sumber daya mineral, sumber daya energi dan sumber daya air.
A. SUMBER DAYA MINERAL (MINERAL RESOURCES)
Sumber Daya Mineral (Bahan Galian) adalah bahan alam berupa batuan/mineral yang mengandung
cukup unsur yang bernilai ekonomis sehingga memungkinkan adanya pertambangan/penggalian.
10. Bahan Galian Logam (Metallic Minerals)
Bahan galian yang kandungan unsur utamanya adalah logam seperti bijih emas, perak, tembaga,
timah, dll.
Bahan Galian Industri (Industrial Minerals)
Bahan galian yang kandungan unsur utamanya adalah bukan logam dan sering dijadikan bahan baku
dalam industri seperti kaolin untuk industri keramik, kuarsa untuk industri kaca, barit dan belerang
untuk industri farmasi, gipsum dan fosfat untuk industri pupuk, yarosit dan barit untuk industri
cat, dll.
B. SUMBER DAYA ENERGI (ENERGY RESOURCES)
Sumber Daya Energi (Bahan Bakar) adalah bahan alam berupa bahan padat, cair maupun gas yang
dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi panas melalui proses pembakaran.
Batubara (Coals)
Bahan bakar organik berbentuk padat yang mudah terbakar dengan kadar bahan karbon menurut
berat lebih dari 50%, sedangkan menurut volume lebih dari 70%, sisanya adalah hidrogen, oksigen,
nitrogen dan sulfur. Batubara terbentuk dari proses sedimentasi dan karbonisasi sisa-sisa tumbuhan
air dan darat yang terkubur dalam lapisan tanah selama jutaan tahun.
Minyak bumi (Petroleum)
11. Bahan bakar organik berbentuk cair yang merupakan senyawa antara karbon dan hidrogen
(hidrokarbon) dengan kadar hidrokarbon 50 – 98%, sisanya berupa oksigen, nitrogen dan sulfur.
Minyakbumi berasal dari sisa-sisa organisme laut yang mengendap dan tertimbun oleh lumpur di
dasar laut.
Gas bumi/Gas alam (Natural Gas)
Bahan bakar gas yang mudah terbakar dengan komposisi utama methane.Untuk memudahkan
transportasi, gas bumi diubah menjadi bentuk cair dengan sebutan Liquified Natural Gas (LNG).Gas
bumi atau gas alam ini ada dua jenis yaitu gas yang terdapat bersama-sama dengan minyakbumi
dan gas yang berasal dari sumber gas semata-mata.
Panas bumi (Geothermal)
Panas yang berasal dari sumber di kedalaman perut bumi akibat proses hidrotermal yang
temperaturnya lebih tinggi daripada di permukaan, jenis depositnya dapat berupa air panas (wet-
steam) atau uap panas (dry-steam), di permukaan bumi kenampakannya berupa mata air panas
(geyser) dan aktivitas fumarola/solfatara di sekitar tubuh gunungapi.
12. C. SUMBER DAYA AIR (WATER RESOURCES)
Sumber Daya Air adalah bahan alam berbentuk cair yang merupakan senyawa hidrogen-oksigen
dan paling banyak terdapat di bumi.Potensinya dapat berupa air bawah tanah, air permukaan dan
air laut/samudera yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi.
Peristiwa/kejadian/fenomena alamiah yang disebabkan oleh proses geologi dan mengakibatkan
terjadinya kerusakan alam, kerugian harta benda serta jatuhnya korban jiwa. Bencana Alam
Geologi ini dapat disebabkan oleh berbagai penyebab, yaitu : Gempa Bumi (Earthquake) , Tsunami
(Tsunamis) , Letusan Gunungapi (Volcanic Eruptions) , dan Gerakan Tanah (Mass Movement) .
Gempabumi (Earthquake) adalah getaran/goncangan/gerakan bergelombang yang dirasakan di
permukaan bumi yang terjadi akibat perubahan mendadak lapisan kulit bumi karena pengaruh
aktivitas tenaga asal dalam (endogen).Getaran tersebut dapat direkam oleh pencatat gempabumi
(Seismograf).
JENIS GEMPABUMI
Gempabumi Tektonik, gempa yang terjadi karena adanya dislokasi/pergeseran lapisan
kulit bumi akibat aktivitas tektonik berupa tenaga tarikan dan tekanan.
Gempabumi Vulkanik, gempa yang terjadi akibat aktivitas gunungapi.
Gempabumi Runtuhan, gempa yang terjadi akibat runtuhnya atap gua, tambang bawah
tanah, amblesan, dsb.
13. Indonesia merupakan salah satu wilayah /negara yang mempunyai intensitas kegempaan paling
aktif di dunia, yang disebabkan karena letaknya di pertemuan tiga lempeng tektonik yang
aktif.Hampir 80% daerah di Indonesia terletak di wilayah sebaran gempabumi.Wilayah ini
berpenduduk padat dan sedang berkembang pesat. Resiko atau korban akibat gempabumi tidak
hanya jiwa manusia saja, tetapi juga harta benda, sarana dan prasarana yang ada di wilayah
dimana gempa tersebut terjadi.
Gempabumi mempunyai karakter khusus umumnya terjadi tanpa peringatan dan terjadi secara
cepat dalam waktu menit atau detik.Karakter khusus lainnya dari gempabumi dicirikan oleh 3 fase
yakni gempabumi awal (fore shock), gempabumi utama (main shock) dan gempabumi susulan (after
shock).
Gambat Peta awan Bencana Geologi
TSUNAMI
Tsunami yang biasa disebut sebagai gelombang pasang, adalah suatu fenomena gelombang laut
yang tinggi/besar dan berkekuatan, yang terjadi akibat adanya gangguan mendadak pada
permukaan dasar laut yang secara vertikal mempengaruhi volume kolom air.
Mekanisme terjadinya tsunami :
14. 1. Terjadi gempabumi tektonik akibat peristiwa tumbukan lempeng.
2. Terjadi pengurangan volume air sehingga air laut menyusut sesaat.
3. Terbentuklah gelombang laut yang semakin kuat ke arah pantai.
4. Terjadilah gelombang tsunami yang tingginya sesuai perbedaan elevasi.
5. Tsunami akan terpecah dan tertahan oleh tanggul pepohonan.
Upaya Penyelamatan Diri dari Tsunami :
1. Permukaan air laut dalam keadaan normal, tiba-tiba terasa ada goncangan tanah.
2. Air laut surut secara tiba-tiba menjorok jauh ke tengah laut. Segera lari menjauh dari pantai
cari tempat yang tinggi.
3. Berlindung di perbukitan atau daerah yang tinggi.
4. Tunggu hingga gelombang laut normal kembali, lakukan tindakan penyelamatan.
GUNUNGAPI
Gunungapi adalah bukit atau gunung yang mempunyai lubang kepundan sebagai tempat keluarnya
magma dan atau gas ke permukaan bumi.Di seluruh wilayah Indonesia terdapat 129 gunungapi aktif
(+ 13 % dari gunungapi aktif dunia).Semua gunungapi tersebut berada pada jalur tektonik yang
memanjang mulai dari Sumatera bagian utara menerus ke arah selatan melalui Jawa,
Nusatenggara, sampai Laut Banda (sesuai dengan penyusupan Lempeng Indo-Australia ke bawah
Lempeng Eurasia).Deretan ini dikenal sebagai jalur Mediteran.Kelompok gunungapi lainnya
terdapat di Sulawesi Utara dan Maluku (penyusupan Lempeng Pasifik ke bawah Lempeng
Eurasia).Deretan ini disebut jalur Lingkar Pasifik (“Circum Pacific”).
Letusan gunungapi adalah suatu peristiwa alam yang terjadi akibat pembebasan energi yang
terakumulasi di dalam sebuah gunungapi.Apabila magmanya bersifat basa (cair), maka letusannya
hanya berupa leleran lava.Tetapi bila magmanya bersifat asam (kental), letusannya dapat berupa
semburan bom, lapili, abu dan awan panas.
SIFAT LETUSAN GUNUNGAPI :
Letusan Efusif / Lelehan (Effusive eruption)
Letusan Eksplosif / Ledakan (Explosive eruption)
Letusan Campuran (Explosive-effusive eruption)
15. 1. Efusif/Leleran/Lelehan (Effusions)
Letusan yang bersifat leleran/lelehan lava melalui retakan yg terdapat pada tubuh gunungapi,
karena magmanya encer dan tekanannya lemah.
2. Eksplosif/Ledakan (Explosions)
Letusan yang bersifat ledakan dengan menyemburkan material volkanik berupa bahan padat, cair
dan gas, karena magmanya kental dan tekanannya tinggi.
3. Campuran (Explosions-Effusions)
Letusan yang bersifat perselingan antara efusif dan eksplosif, sehingga membentuk gunungapi
strato yang terdiri atas perlapisan lava dan bahan-bahan lepas (piroklastik).
BAHAN MUNTAHAN GUNUNGAPI :
Bom vulkanis, gumpalan batuan sebesar bongkah
Slag/Terak vulkanis, gumpalan batuan sebesar kerakal dengan bentuk tidak teratur
Lapili, batu-batu kecil sebesar kerikil
Pasir vulkanis, bahan letusan sebesar pasir
Abu vulkanis, bahan letusan sebesar debu/abu
Batuapung, bahan letusan yang ringan dan berongga
BAHAYA GUNUNGAPI :
(BAHAYA LANGSUNG)
Aliran lava, suhu 800 – 1200°C
Awan panas, suhu 600°C, kecepatan 200 km/jam
Jatuhan piroklastik : bom, lapili, pasir, debu, abu/gas
Lahar letusan (gunung berdanau kawah)
Gas beracun : CO, CO2, HCN, H2S, SO2, dll
(BAHAYA TIDAK LANGSUNG)
16. Lahar hujan
Banjir bandang
Aliran lumpur
Longsoran vulkanik
GERAKAN TANAH
Gerakan tanah (Mass Movement) adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan,
tanah, bahan rombakan atau material campuran, yang bergerak ke bawah sebagai longsoran,
runtuhan, aliran, atau rayapan.Gerakan tanah dipengaruhi oleh curah hujan, kelembaban tanah,
kestabilan lereng & kurangnya vegetasi.
Peristiwa ini terjadi karena hilangnya keseimbangan pada lereng akibat hujan terus menerus,
terjadinya gempabumi, pengaruh gravitasi bumi, dll.
JENIS GERAKAN TANAH
1.Longsoran Translasi (Translation Landslides)
Bergeraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau bergelombang
landai. Longsoran jenis ini paling sering terjadi di Indonesia.
2. Longsoran Rotasi (Rotation Landslides)
Bergeraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk cekung. Longsoran jenis ini
juga paling sering terjadi di Indonesia.
17. 3. Pergerakan Blok (Block Movements)
Bergeraknya blok batuan pada bidang gelincir berbentuk rata. Longsoran ini disebut juga longsoran
translasi blok batu.
4. Runtuhan Batu (Rock Falls)
Runtuhnya sejumlah besar batuan atau material lain dengan cara jatuh bebas. Umumnya terjadi
pada lereng yang terjal hingga menggantung terutama di daerah pantai.
5. Rayapan Tanah (Land Creeping)
Longsornya tanah berbutir kasar dan halus secara lambat dan hampir tidak dapat dikenali. Setelah
waktu yang cukup lama, bisa menyebabkan tiang-tiang telepon, pohon, atau rumah menjadi
miring.
18. 6. Aliran Bahan Rombakan (Debris Flows)
Bergeraknya massa tanah akibat dorongan aliran air. Kecepatan aliran tergantung pada kemiringan
lereng, volume dan tekanan air, serta jenis materialnya.Gerakannya terjadi di sepanjang lembah
dan mampu mencapai ratusan meter jauhnya. Di beberapa tempat bisa sampai ribuan meter
seperti di daerah aliran sungai di sekitar gunungapi. Longsoran ini paling banyak menelan korban
jiwa manusia.
UPAYA MITIGASI BENCANA ALAM GERAKANTANAH :
Memberi informasi kepada masyarakat luas tentang pengenalan kerentanan gerakan tanah
dan pengolahan lahan yang tidak menimbulkan bencana gerakantanah.
Membuat dan memanfaatkan Peta Zona Gerakantanah.
Melakukan penelitian kestabilan lereng dalam pembangunan tata ruang suatu daerah.
Melakukan penataan tata lahan dan pemukiman yang berada pada lokasi rentan gerakan
tanah.
Mengendalikan penggarapan lahan pada daerah perbukitan dan pegunungan.
Kegiatan penyelidikan geologi di lapangan yang meliputi dua tahap kegiatan yaitu tahap
pencarian/penjelajahan eksplorasi dan tahap pemanfaatan/penambangan eksploitasi . Dalam
tahap eksplorasi para ahli geologi dilengkapi oleh Peralatan Geologi .
1. Eksplorasi(Explorations) adalah kegiatan penyelidikan/penjelajahan lapangan untuk
mengumpulkan data/informasi selengkap mungkin tentang keberadaan sumber daya alam non
hayati di suatu tempat. Kegiatan eksplorasi mineral tahap awal dilakukan dengan penyelidikan
geologi yang didukung dengan metoda geofisika dan geokimia.Untuk mengidentifikasi potensi
mineral dan energi baik di permukaan maupun di bawah permukaan perlu dilakukan uji pemboran
yang dikenal dengan “pemboran eksplorasi”.Pemboran seringkali dilakukan hanya untuk
memastikan keterdapatan endapan mineral atau minyak dan gas bumi yang bernilai ekonomis.
a.Eksplorasi Permukaan (Surface Explorations)
Eksplorasi yang dilakukan hanya terbatas pada lapisan-lapisan batuan di permukaan bumi
sebagaimana layaknya kegiatan lapangan geologi.
19. b.Eksplorasi Bawah Permukaan (Subsurface Explorations)
Eksplorasi yang dilakukan untuk mengetahui kondisi lapisan-lapisan batuan di bawah permukaan
bumi dengan menggunakan metoda dan peralatan geofisika.
2. Eksploitasi(Exploitation) adalah kegiatan penambangan/pengusahaan/pemanfaatan sumber
daya alam yang telah dinyatakan prospek berdasarkan analisis potensi mineral, minyak dan gas
bumi, analisis kandungan dan besarnya cadangan, analisis ekonomi, serta analisis mengenai
dampak lingkungannya (AMDAL).
Metoda eksploitasi yang diterapkan sangat tergantung pada sifat cadangan yang ditambang dan
keterdapatannya. Apabila bersifat cair atau gas biasanya dilakukan dengan cara pemboran. Apabila
padat dan terdapat di bawah permukaan dilakukan dengan penambangan bawah tanah
(underground mining).Apabila padat dan terdapat di permukaan cukup dilakukan dengan
penambangan terbuka (open pit mining).
Penambangan Terbuka (Surface Mining)
Penambangan/eksploitasi bahan galian yang terdapat di permukaan bumi dengan cara pengupasan
bertahap sehingga akan meninggalkan bekas tambang berupa cekungan yang berteras-teras.
20. Penambangan Tertutup (Undergorund Mining)
Penambangan/eksploitasi bahan galian yang terdapat di bawah permukaan bumi dengan cara
menggali sambil membuat lorong-lorong/terowongan untuk kemudian hasilnya diangkat ke
permukaan tanah.
Peralatan Geologi (Geological Instrument)
Peralatan dan perlengkapan yang digunakan untuk mempelajari, mengamati, memeriksa,
mengumpulkan data dan contoh batuan dalam pekerjaan geologi lapangan (pemetaan geologi)
diantaranya:
Kompas geologi
Palu geologi
Peta topografi
Foto udara
Lup
Buku catatan lapangan
Alat-alat tulis
HCl 0,1 N
Komparator batuan
Pita/tali ukur
Clipboard
Kantung contoh batuan
Kamera
Tas lapangan
21. Endapan lumpur, pasir dan kerikil yang terdapat di muara sungai dengan bentuk ideal menyerupai
huruf Yunani “delta”.
Fosil (Fossils) adalah sisa, kesan atau jejak kehidupan baik tumbuhan maupun binatang yang hidup
di masa lampau/purba dan telah terawetkan/membatu akibat proses alamiah.
JENIS FOSIL
Fosil Tubuh (Body fossil), fosil yang terbentuk dari bagian/keseluruhan tubuh, contoh:
fosil gigi, tulang, kerangka, cangkang, daun, batang
Fosil Kesan & Tikas (Mold & Cast), fosil yang terbentuk dari cetakan bagian
tubuh/cangkang organisme, contoh: fosil kesan (mold) dan tikas (cast)
Fosil Jejak (Trace fossil), fosil yang terbentuk dari jejak kehidupan organisme, contoh:
fosil jejak kaki (footprint), jejak ekor (trail), jejak kuku (track), jejak liang (burrow)
KLASIFIKASI FOSIL
a. Fosil Tumbuhan (Plant Fossils)
22. b. Fosil Invertebrata (Invertebrate Fossils)
c. Fosil Vertebrata (Vertebrate Fossils)
termasuk Fosil Dinosaurus (Dinosaur Fossils)
c. Fosil Manusia Purba (Hominid Fossils)
Batuan (Rocks) adalah bahan padat bentukan alam yang umumnya tersusun oleh kumpulan atau
kombinasi dari satu macam mineral atau lebih.
JENIS BATUAN (ROCKS)
23. Batuan yang dibentuk oleh berbagai jenis dan susunan mineral dibagi menjadi tiga jenis, yaitu
batuan beku (igneous rocks), batuan endapan (sedimentary rocks), dan batuan malihan
(metamorphic rocks).
Batuan Beku (Igneous Rocks)
Batuan yang terbentuk dari proses pembekuan/pengkristalan magma dalam perjalanannya menuju
permukaan bumi, termasuk hasil aktivitas gunungapi.
Batuan beku dalam = batuan plutonik, batuan yg membeku jauh di bawah permukaan
bumi, contoh: granit
Batuan beku korok/gang = batuan intrusif / hipabisal, batuan yg membeku sebelum
sampai ke permukaan bumi, contoh: granit porfir
Batuan beku luar/leleran = batuan ekstrusif / efusif, batuan yg membeku di permukaan
bumi, contoh: batuan vulkanis
Batuan Endapan (Sedimentary Rocks)
Batuan yang terbentuk dari proses pengendapan bahan lepas (fragmen) hasil
perombakan/pelapukan batuan lain yang terangkut dari tempat asalnya oleh air, es atau angin,
yang kemudian mengalami proses diagenesa/pembatuan (pemadatan dan perekatan).
Batuan sedimen klastik / mekanis = batuan yg terendapkan dari hasil rombakan batuan
asal, contoh: konglomerat, breksi, batupasir, serpih, napal, batulempung
Batuan sedimen organik = batuan yg berasal dari endapan bahan organis (binatang &
tumbuhan), contoh: batugamping, batubara, batu gambut, diatomit
Batuan sedimen kimiawi = batuan endapan akibat proses kimiawi, contoh: evaporit,
travertin, anhidrit, halit, batu gips
Batuan sedimen piroklastik = batuan endapan hasil erupsi gunungapi berupa abu/debu,
contoh: tufa
24. Batuan Malihan (Metamorphic Rocks)
Batuan yang terbentuk dari proses perubahan batuan asal (batuan beku maupun sedimen), baik
perubahan bentuk/struktur maupun susunan mineralnya akibat pengaruh tekanan dan/atau
temperatur yang sangat tinggi, sehingga menjadi batuan yang baru.
Batuan metamorf kontak/sentuh/termal = batuan malihan akibat bersinggungan dengan
magma, contoh: marmer, kuarsit, batutanduk
Batuan metamorf tekan/dinamo/kataklastik = batuan malihan akibat tekanan yang sangat
tinggi, contoh: batusabak, sekis, filit
Batuan metamorf regional/dinamo-termal = batuan malihan akibat pengaruh tekanan dan
temperatur yang sangat tinggi, contoh: genes, amfibolit, grafit
Bentuk-bentuk geometri yang terdapat pada kulit bumi yang terbentuk oleh pengaruh gaya-gaya
endogen, baik berupa tekanan maupun tarikan. Para ahli geologi menyebutnya Struktur Geologi,
dan dikenal dengan Kekar ,Sesar , serta Lipatan .
Kekar (Joint) adalah rekahan/patahan pada lapisan batuan yang terjadi akibat pengaruh gaya-gaya
endogen baik tekanan maupun tarikan, tanpa mengalami perpindahan tempat.
JENIS KEKAR
Kekar Gerus (Shear Joint) adalah Kekar pada batuan yang terjadi akibat tekanan
Kekar Tarik (Tension Joint) adalah Kekar pada batuan yang terjadi akibat tarikan
25. Sesar (Faults) adalah rekahan/patahan pada lapisan batuan yang terjadi akibat pengaruh gaya-
gaya endogen baik tekanan maupun tarikan dan mengalami perpindahan
tempat/dislokasi/pergeseran.
JENIS SESAR
Sesar Normal / Turun (Normal / Gravity Fault)
Sesar Naik (Reverse / Thrust Fault)
Sesar Mendatar / Geser (Horizontal / Strike-Slip Fault)
Sembul (Horst)
Terban (Graben)
Lipatan (Folds)adalah struktur lapisan batuan sedimen berbentuk lipatan/ gelombang/ lengkungan
yang terbentuk akibat gaya endogen berupa tekanan.
JENIS LIPATAN
Lipatan Tegak/Setangkup (Upright Fold / Symmetrical Fold)
Lipatan Tidak Setangkup (Asymmetrical Fold)
Lipatan Miring / Menggantung (Inclined Fold / Overturned Fold)
Lipatan Rebah (Recumbent Fold)
Antiklin (Anticline)
Sinklin (Syncline)
26. Bagian permukaan bumi yang menjulang tinggi (>300 m) yang biasanya berbentuk kerucut
terpancung dengan lubang kawah di puncaknya, terbentuk akibat munculnya magma ke permukaan
bumi.
JENIS GUNUNGAPI :
Gunungapi Aktif (Active volcano), gunungapi yang masih menunjukkan aktivitas
vulkanisme (erupsi masih berlangsung).
Gunungapi Istirahat (Dormant volcano), gunungapi yang tidak menunjukkan kegiatan
dalam waktu yang cukup lama, namun sewaktu-waktu dapat meletus.
Gunungapi Mati (Extinct volcano), gunungapi yang sudah tidak akan bererupsi lagi.
TIPE GUNUNGAPI :
1. KERUCUT PIROKLASTIKA
Kerucut gunungapi yang tersusun atas material piroklastika (bahan-bahan lepas gunungapi) berupa
bom, lapili, dan abu gunungapi.Pada umumnya bentuk gunungapi ini memiliki kawah di bagian
puncak dan tubuh gunungapi tidak terlalu tinggi karena endapan piroklastika yang masih lepas dan
mudah tererosi.
2. MAAR
27. Gunungapi berbentuk kerucut terpancung yang memiliki kawah berbentuk mangkuk dengan lebar
kawah relatif lebih besar dibandingkan tinggi kawah.Pada umumnya gunungapi ini memiliki lereng
relatif landai dan kawah yang terisi air membentuk danau kawah.Maar yang terkenal di Indonesia
terdapat di G. Lamongan, Jawa Timur.
3. GUNUNGAPI KALDERA
Suatu gunungapi berbentuk kerucut terpancung, dengan lebar kawah berdiameter lebih dari 2 km
yang terbentuk sebagai akibat erupsi eksplosi yang dahsyat.
4. KUBAH LAVA
Tonjolan batuan lava berbentuk membundar dengan kemiringan lereng relatif sama ke segala arah,
yang terbentuk akibat penerobosan magma ke permukaan bumi. Pada umumnya kubah lava
terbentuk dari lava yang sangat kental.Besar dan luasnya tergantung pada volume lava dan sifat
kekentalan.
28. 5. GUNUNGAPI PERISAI
Gunungapi yang tersusun atas perlapisan aliran lava yang sangat encer sebagai hasil erupsi yang
berulang.Biasanya bentuk gunungapi ini memiliki lereng yang landai. Jarang dijumpai di Indonesia ,
tetapi sangat umum dijumpai di Kepulauan Hawaii.
6. GUNUNGAPI STRATO ATAU CAMPURAN
Gunungapi berbentuk kerucut atau kerucut terpancung yang tersusun atas perlapisan atau
perselingan antara aliran lava dan endapan piroklastika.Bentuk gunungapi ini sangat umum
dijumpai di Indonesia.
29. Lubang pada kulit bumi yang mengeluarkan cairan lumpur dan gas dalam jumlah besar sehingga
membentuk gundukan seperti gunung.Prosesnya mirip dengan pembentukan gunungapi, hanya saja
yang keluar bukan magma/lava.
Massa kulit bumi yang mengalami pengangkatan sehingga jauh lebih tinggi dari daratan di
sekitarnya, biasanya bentuknya memanjang dan merupakan deretan gunung-gunung.
Daerah yang tersusun oleh batu-batu kapur yang berpori sehingga air permukaan selalu merembes
dan menghilang ke dalam tanah.Rembesan ini dapat membentuk sungai bawah tanah atau bahkan
membangun suatu goa kapur dengan stalaktit dan stalagmitnya.
30. Lembah sungai berdinding terjal yang terjadi akibat erosi samping terhadap batuan yang mudah
gugur disamping pengaruh sesar terban.
Bagian sungai yang memiliki perbedaan ketinggian yang besar sehingga aliran sungai mengalir
dengan cara jatuh bebas. Ini merupakan ciri sungai dengan stadium muda dimana erosi vertikal
jauh lebih besar disbanding erosi horizontal.
31. Tikungan sungai yang berkelok-kelok berbentuk setengah lingkaran akibat erosi ke samping
(horizontal) lebih besar daripada erosi ke bawah (vertikal), merupakan ciri sungai berstadium tua
dan biasa terdapat pada dataran rendah di bagian hilir sungai.
Endapan lumpur, pasir dan kerikil yang terdapat di muara sungai dengan bentuk ideal menyerupai
huruf Yunani “delta”.
32. Gustav Heinrich Ralph von Koenigswald, keturunan
Jerman-Denmark yang lahir di Berlin, adalah seorang ahli paleontologi manusia purba dan
kebudayaannya. Untuk mendapatkan sebutan itu ia telah menjelajahi P. Jawa, memasuki gua
manusia Peking, mengacak-acak toko obat Cina serta menelusuri lembah Olduvai di stepa Sere-
ngeti Afrika Utara, hanya untuk mengumpulkan fosil yang ia perlukan untuk penyelidikannya.
Catatan-catatan harian yang dibuatnya, setelah dilakukan perbaikan dan tambahan di sana-sini
agar pembaca awam lebih mudah menyelami lika-liku ilmu geologi dan prasejarah, akhirnya
dituangkan dalam bukunya yang terkenal Speurtocht in de prehistorie, ontmoetingen met onze
voorouders (Penelusuran di zaman prasejarah, perjumpaan dengan nenekmoyang kita).
Von Koenigswald belajar geologi dan paleontologi di Berlin, Tubingen, Koln, dan sampai meraih
gelar dotor dalam bidang geologi di Munchen pada tahun1928. Pada tahun 1931 ia datang di Hindia
Belanda (Nusantara) dan langsung melakukan penelitian-penelitian yang terarah pada stratigrafi
Pliosen-Plistosen di P. Jawa. Antara tahun 1932-1933 ia melakukan penggalian untuk penyelidikan
paleontologi di daerah Ngandong, Blora, Jawa Tengah, dan menemukan fosil manusia purba yang
diberi nama Homo erectus soloensis. Penyelidikan selanjutnya dilakukan di daerah situs Sangiran,
Sragen, Jawa Tengah antara tahun 1934-1941.Di daerah itu von Koenigswald menemukan gigi
rahang yang sudah lepas yang kemudian diketahui dari spesies Modjokertensis, tengkorak dari
spesies Pithecanthropus erectus, serta rahang atas dan bawah dari spesies Meganthropus
palaeojavanicus.
Di bidang prasejarah, von Koenigswald dikenal dengan penemuannya peranti (artifact) manusia
purba berupa serpihan obsidian di dataran tinggi Bandung (1931), di daerah Punung, Pacitan, Jawa
Tengah (1933) berupa piranti yang digolongkan sebagai Pacitanian, dan di daerah Sangiran (1934)
berupa serpihan rijang. Untuk mendapatkan fosil yang telah disimpan orang, ia menelusuri ke toko-
toko obat Cina di beberapa negara, seperti di Indonesia (terutama Jawa Barat), di Malaysia,
Muangthai, Hongkong, Indocina, Pilipina, dan di Amerika. Dalam penelusuran itu, ia menemukan di
antaranya gigi-gigi dari spesies Gigantopithecus (di Hongkong), spesies Hemanthropus peii,
Sinanthropus officinalis, dan rahang dari Wajak.
Von Koenigswald adalah paleontologiwan yang sangat banyak berkarya.Karya ilmiahnya yang
berjumlah lebih dari 300 judul, sebagian besar membahas tentang hasil penemuannya di P.Jawa.
Dalam tulisannya perihal manusia purba, ia membahas tentang: taksonomi, morfologi, bahan
makanan, tata lingkungan, migrasi, dan banyak yang menyangkut teori penting dalam evolusi
manusia. Dari hasil-hasil penyelidikannya, dapat ditemukan pengabadian namanya di dalam nama
beberapa binatang mamalia purba. Di daerah Ngandong, ia menemukan jenis Artiodactyla yang
diberi nama Sus terhaari von koenigswald dan rusa purba Cervus javanicus von koenigswald. Dari
daerah-daerah lain, von Koenigswald juga menulis hasil penyelidikannya tentang fosil primata dan
33. fosil manusia purba dari Afrika, Eropa dan dari Australia. Hasil penyelidikan dari daerah-daerah itu
meliputi: Oreopithecus, Ramapithecus, Sivapithecus, Dryopithecus, dan manusia purba
Neanderthal.
Sebagai seorang sarjana antropologi yang telah berprestasi dan berdedikasi, terutama di bidang
paleoantropologi, von Koenigswald telah banyak menerima tanda penghargaan. Selain ia
memperoleh beberapa penghargaan seperti: Medali Annandale, Plaket Darwin, Medali Thomas
Huxley, dan Hadiah Werner-Reimers, ia juga mepe-roleh gelar Dotor Kehormatan dari Universitas
Gajahmada pada tahun 1976. Dari tahun 1948 sampai dengan 1968, ia menjadi gurubesar
paleontologi di Universitas Utrecht, Belanda, dan kemudian pindah bekerja di Museum
Senckenberg, Frankfurt, Jerman, sampai ia meninggal pada tahun 1981.
(Sumber: K.Koesoemadinata, dalam Berita Direktorat Geologi, v.9, n.21, h.229-230, 1977; dan
Teuku Jacob, dalam Ensiklopedi Nasional Indonesia, j.9, h.26-27, 1990).
ika orang berdarmawisata ke Lembang, salah satu tempat yang lazim dikunjungi adalah sebuah
tugu yang dikenal penduduk sebagai Tugu Junghuhn. Franz Wilhelm Junghuhn, perintis
penyelidikan geologi di Indonesia setelah Rumphius, adalah seorang penyelidik berkebangsaan
Belanda keturunan Jerman. Ia dilahirkan di Mansfeld, Prusia, Saksen pada 26 Oktober 1809 dan
meninggal di Lembang, 24 April 1864.
Semula ia belajar ilmu obat-obatan di Halle, Berlin tetapi karena terlibat suatu perkelahian (duel),
ia terpaksa berhenti. Ia kemudian dipenjara di Ehrenbeitstein. Suatu ketika ia berlagak seakan-
akan kurang ingatan, hingga ditampung di panti sakit jiwa di Bonn. Ia dapat melarikan diri dari sini
hingga akhirnya sampai di legium asing Perancis di Afrika. Karena tidak memenuhi syarat ia pindah
ke Utrecht, negeri Belanda, di sana ia menempuh ujian dokter pada Tentara Belanda. Sebagai
dokter tentara ia sampai di Jawa. Di pulau itu ia menetap dari tahun 1835 sampai 1848 dan dari
1855 hingga meninggal dunia.
Junghuhn banyak melakukan perjalanan dan melukiskan pengalamannya terutama ditinjau dari
sudut ilmiah.Banyak gunungapi didakinya dan topografi serta tetumbuhannya dikenalnya dengan
baik. Pengetahuannya terutama dituangkan dalam karyanya: Java, terdiri dari 4 jilid dan dihiasi
dengan peta-peta dan gambar-gambar dalam tata warna. Di antaranya memuat sabuk-sabuk cuaca
(klimaatgordels) yang terkenal itu.
Pada 23 Januari 1850 ia menikah dengan Johanna Louisa Frederica Koch. Ia termasuk salah seorang
pendiri majalah orang-orang bebas agama De Degeraad (Fajar) pada 1855 dan pada 27 Juni 1855 ia
diangkat menjadi inspektur perkebunan kina yang didirikan oleh Hass Karl (1854). Junghuhn
memilih Lembang sebagai tempat terbaik untuk perkebunan kina dan di sana pulalah ia kemudian
menutup mata untuk selamanya.
Penerbitan-penerbitannya yang paling dikenal di antaranya Java, zijne gedaante, zijn plantentooi
en inwendige bouw (Jawa, wujudnya, tetumbuhan penghiasnya dan struktur dalamnya), terdiri
dari 4 jilid , 1849, 1850 - 1854, Kaart van Java (Peta pulau Jawa), 4 lembar (1855) dan
Topographische und Naturwissenschofliche Reisen durch Java (1845).
Mungkin karena pada hakekatnya Junghuhn adalah seorang dokter, dari karya ilmiahnya mengenai
pengetahuan alam tampak bahwa sebenarnya ia lebih merupakan seorang ahli botani dari pada
seorang geologiwan, namun ia tetap telah memberi dasar yang berarti dalam ilmu itu dengan
penyusunan peta geologi Jawa dan pembahasan sejumlah gejala gunungapi dan geologi Indonesia.
34. Salah satu pernyataannya yang menghebohkan akan tetapi kemudian ternyata tidak benar, adalah
mengenai letusan G. Salak, Bogor dalam bulan Juni 1699. Pada waktu itu korban yang diakibatkan
bencana alam diantaranya yang menimpa Jakarta, pada hakekatnya disebabkan oleh gempabumi
tektonika.
Koleksi Junghuhn yang besar kemudian diolah oleh sejumlah sarjana; fosil-fosil binatang oleh C.
Ekrenberg, J. Herklots dan K. Martin, fosil tetumbuhan oleh H. Goepert, dan batuan oleh H.
Behrens dan J. Lorie.
Kita dengan tepat dapat menyebut Java-nya Junghuhn sebagai prestasi terpenting dalam bidang
geologi yang telah sampai pada kita dari bagian pertama abad ke-19, yang hingga sekarang masih
tetap digunakan sebagai referensi.
Salah seorang geologiwan perintis di Indonesia yang mengakhiri riwayat hidupnya dalam
menunaikan pekerjaan, adalah insinyur kepala Fennema. Seperti kita ketahui ia mencapai umur 48
tahun ketika menemui ajalnya di Danau Poso, Sulawesi Tengah 109 tahun yang lalu. Reinder
Fennema dilahirkan di Sneek, Friesland, Nederland pada 21 Oktober 1849. Setelah menyelesaikan
sekolah dasar ia menjadi murid HBS (sekolah menengah) dan tamat pada tahun 1867 di Groningen.
Setelah itu ia masuk Polytechnische School untuk insinyur pertambangan di Delft. Selama
mengikuti kuliah, masa liburnya dihabiskan dengan bekerja di daerah pertambangan seng dan
timbal di Immekeppel dekat Bensberg, Jerman. Setelah menempuh ujian B, di musim panas 1869
bersama Hooze dan Birnie ia melakukan ekskursi geologi ke Inggris dan Skotlandia dibawah
pimpinan Prof. Vogelsang. Antara 1869 - 1870 pelajarannya diteruskan di Mijnakademie Clausthal,
pegunungan Hartz, Jerman. Selama libur 1871 ia bekerja di pertambangan batubara Heinitz,
Saarbrucken, Jerman dan akhirnya dalam tahun 1872 menempuh ujian C di Delft. Fennema sangat
disenangi para rekan mahasiswanya, beberapa lamanya ia menjadi anggota senat.
Kemudian dalam tahun 1872-1873 mulailah latihan kerja yang sesungguhnya.Beberapa bagian dari
Hongaria dan Zevenbergen, Saksen dan Bohemia Utara dikunjunginya, juga pameran Weener dan
pertambangan batubara di Belgia dan Perancis utara.Ia pun mempelajari pembuatan sumur di
Douai lewat lapisan yang kaya akan air menurut sistem Kind dan Chaudron.
Pada bulan April 1874 ia tiba di Batavia (sekarang Jakarta) sebagai calon insinyur dan kemudian
diangkat menjadi insinyur kelas 3. Dalam bulan Juli tahun itu, ia diperbantukan pada R.D.M.
Verbeek melakukan pemetaan geologi di Sumatra Barat. Karya pertamanya adalah pengukuran
perbedaan tinggi antara Talaweh dan G. Bekahur, kemudian dalam bulan Agustus 1874 ia
berangkat ke daerah Sibelabu, Tanah Tinggi Padang, menyelidik endapan sinaber.
Permulaan tahun 1875 ia ditempatkan di Payakumbuh untuk mengikuti pemetaan geologi bagian
sebelah utara dan timurlaut pantai Sumatra Barat. Selama pekerjaan inilah cara pengamatan
lapangan Fennema yang cermat tampak menonjol.
Pada Pebruari 1878 Fennema dipindahkan ke Batavia dan dipekerjakan pada Grondpeilwezen,
pemboran air artesis, mula-mula di daerah Batavia, kemudian di Jawa Tengah. Pada waktu itu
35. iatelah diangkat menjadi insinyur kelas 2. Pada Mei 1879 ia dipindahkan lagi ke Surabaya untuk
memimpin pemboran air di sana, serta di Pasuruan dan Lasem, Rembang.
Dalam bulan Juli 1880 ia dipanggil ke Batavia, dan pada bulan Agustus melakukan pemetaan
geologi di karesidenan Bagelen untuk kepentingan pemboran air di Gombong. Pada waktu itu
Fennema sempat pula mengunjungi pegunungan Serayu Selatan dan lapangan Luk Ulo. Di sinilah ia
beruntung untuk pertama kali menemukan “tanah dasar Jawa”, ialah batuan, yang di atasnya
terletak batuan sedimen dan gunungapi Tersier dan yang lebih muda. Pada akhir Agustus 1880 ia
bersama Hooze dan Verbeek menyelidiki batuan di Jasinga yang oleh Rigg ditentukan sebagai
granit.
Dalam bulan September tahun itu Fennema dipindahkan ke Bengkulu untuk melakukan
penyelidikan kembali kemungkingan pengolahan lapangan batubara Bukit Sunar. Pekerjaan ini
sangat meletihkan dan setelah kembali di Batavia bulan Juni 1881 kesehatannya mulai terganggu,
hingga menyebabkan ia pulang cuti ke Eropa selama 2 ½ tahun.
Kemudian dalam bulan Oktober 1884 ia kembali di Indonesia dan bekerja di Ijo, pegunungan
Karangbolong di perbatasan Banyumas dan Bagelen. Setelah itu ia juga ditugaskan dalam
penyelidikan geologi di daerah Priangan. Dalam bulan Januari 1885 Fennema diangkat menjadi
insinyur kelas 1.Ia menikah dengan E. de Bruine dalam bulan Nopember tahun itu pula
Letusan G. Semeru, yang meminta korban 70 orang, terjadi di malam hari 17 April 1885, dan pada
28 April kita sudah melihat Fennema diperkebunan kopi Kali Bening sebelah selatan gunung,
melakukan penyelidikan sebab dan akibat terjadinya peletusan. Inilah yang menjadikan alasan
pengangkatan Fennema menjadi anggota Bagian Ilmu Pasti dan Pengetahuan Alam Koninklijke
Akademie van Wetenschappen Amsterdam pada 14 Mei 1886, satu-satunya penghargaan yang
diperolehnya selama masa kerjanya yang panjang dan sibuk itu. Dalam tahun itu juga ia terlibat
dalam penyelidikan kemungkinan pengolahan minyak bumi di Langkat. Dalam laporannya, tidak
saja ditunjukkannya kemungkinan pengolahan minyak bumi dari daerah Telaga Said, namun
dibahasnya pula beberapa angka kemungkinan keuntungan dari maskapai Langkat. Tugas ini
menelorkan pendirian Koninklijke Maatschappij tot Exploitatie van Petroleumbronnen in
Nederlandsch Indië. Setelah itu ia kembali melakukan penyelidikan penyediaan air untuk Kota
Medan.
Dalam tahun 1888 ia dipekerjakan lagi pada pemetaan geologi Jawa. Hasil kerjaan ini diterbitkan
bersama dengan R.D.M. Verbeek berjudul Geologische beschrijving van Java en Madoera,
(Amsterdam, 1896).
Pada Nopember 1893 Fennema diangkat menjadi insinyur kepala.Ia kemudian mempelajari akibat
letsuan G. Galunggung di Tasikmalaya, yang terjadi pada 18 - 19 Oktober tahun itu. Setelah itu ia
cuti ke Nederland, dan ia menulis laporannya. Laporan ini kemudian dimuat dalam Jaarboek tahun
1895.
Setelah kembali di Indonesia pada bulan Januari 1896 ia diangkat kembali menjadi insinyur kepala.
Dalam bulan Juli tahun itu ia mengunjungi beberapa endapan bijih emas di pantai utara Sulawesi;
selanjutnya ia dipindahkan ke Manado, untuk dibebani pimpinan penyelidikan geologi di
keresidenan itu. Ia kemudian melakukan peninjauan di daerah Minahasa, Paleleh, Gorontalo, Tojo,
36. Poso, Parigi dan Tinombo; termasuk pula gunungapi Sangir Besar dan Siau, sebelah utara Sulawesi.
Selain itu, didatanginya pula lajur pantai Sulawesi Utara, dari Kwandang hingga Lokodido.
Dalam bulan Nopember 1897 Pemerintah Hindia Belanda melakukan penyelidikan terhadap
perluasan kekuasaan Kerajaan Luwuk, terutama untuk mengetahui apakah seluruh daerah Poso
juga termasuk dalam kerajaan itu. Untuk penyelidikan ini pemerintah menunjuk kontrolir van
Wetering dan van Rijn, serta kapten Callas untuk melakukan pemetaan dan pendeta Alb. C. Kruyt,
yang bertindak sebagai penunjuk jalan dan juru bahasa.
Kesempatan ini tidak dilewatkan begitu saja oleh Fennema.Ia ingin mempelajari keadaan geologi
Poso, antara kelokan Tomini dan Danau Poso. Karenanya ia menggabungkan diri dengan rombongan
ini. Bersama J. F. de Corte ia mengikuti regu dan sampai di tepi Danau Poso pada 18 Nopember.
Kita sudah mengetahui bahwa ini merupakan tugas terakhir Fennema; ia tenggelam pada 27
Nopember tahun itu, dan mayatnya tidak pernah ditemukan.
Demikianlah akhir hayat dari seorang lelaki yang rajin dan cakap ini.Ia telah menjadi korban
kekurangan peralatan dan persiapan yang tersedia bagi setiap penyelidik alam, terutama
geologiwan di Indonesia dan yang telah memakan begitu banyak korban jiwa para sarjana.
Inilah gambaran apa yang telah dicapai Fennema selama masa kerja 23 ½ tahun lebih sebagai
insinyur pertambangan dalam bidang ilmiah maupun terapan. Tidak henti-hentinya ia bekerja, dan
andaikata saja maut tidak datang begitu mendadak, maka pastilah kita masih dapat mengharapkan
pengetahuan yang sangat berharga darinya. Ia akan selalu menjadi teladan bagi para geologiwan
dimasa yang akan datang, yang harus melakukan penyelidikan dalam keadaan serba sulit dan tidak
menyenangkan. Dalam hal ini mereka dapat mengenangkan kembali pelopor ini, yang tergambar
dari penghidupan dan pekerjaannya, yang setiap penemuan menjadi cambuk untuk lebih banyak
lagi melakukan penyelidikan, dan yang dalam tugasnya demi ilmu pengetahuan sampai harus
mengorbankan jiwanya.
Kehidupan Fennema tidak kaya akan penghargaan yang diberikan orang, mungkin karena
kesederhanaan jiwanya dan kerendahan hatinya. Baru setelah ia tiada, isterinya mendapatkan
sebuah medali emas, disampaikan oleh Société de Geographie Commerciale di Paris. Kemudian ia
dianugerahi suatu penghargaan lebih tinggi lagi, ialah Prox Tchihatchef, oleh Academie des
Sciences di Paris bulan Desember 1899.
Karya menonjol lain yang ditulis Fennema bersama G.P.A. Renaud di samping mengenai geologi
Jawa adalah : Uitkomsten van het Gouvernementswezen ingestelde onderzoek naar petroleum in
het concessie terrain van de heer A.J. Zijller in Beneden Langkat (Oostkust van Sumatra) en
beschouwingen over de rentabiliteit eener aldaar gevestigde petroleum industrie. (hasil dari
penyelidikan oleh Pemerintah terhadap minyak bumi di lapangan konsesi tuan A.J. Zijller di
Langkat Bawah, pantai Timur Sumatra dan tinjauan mengenai kemungkinan menguntungkannya
suatu industri minyakbumi di sana) Agustus 1890.
(Dari R.D.M. Verbeek, 1903, Levensbericht van Reinder Fennema){mospagebreak}
Kisah Tewasnya R. Fennema di Poso
37. Para pengunjung museum yang naik melalui tangga ke lantai atas akan melihat batu pualam
bertulis yang ditempelkan pada dinding tepat di depan tangga. Letaknya yang istimewa itu
menyebabkan orang tanpa menyadarinya selalu membaca batu itu, mengenangkan jasa seorang
geologiwan yang telah tewas dalam menunaikan tugasnya di daerah terpencil, jauh dari kegiatan
manusia.
Demikianlah pada 27 Nopember 1897, Reinder Fennema, seorang insinyur kepala, ahli geologi telah
tenggelam dan hilang di dasar Danau Poso, Sulawesi Tengah.Mayatnya tak pernah ditemukan.
Pada hari yang cerah, kira-kira pukul setengah satu hari itu, bertolaklah sebuah perahu dari pantai
barat danau menuju Peura di pantai timur, tempat rombongan lain yang melakukan perjalanan
mengikuti pantai timur menunggu mereka. Perahu itu berpenumpang 6 orang, yaitu Fennema dan
de Corte, pegawai Dienst van het Mijnwezen, dan 4 orang pembantu yang berasal dari
Minahasa.Cuaca amat baik, angin bertiup sepoi-sepoi basa.Pada kira-kira pukul 3 sore, ketika
perahu berada ditengah-tengah danau, tiba-tiba bertiuplah angin kencang.Dalam tempo yang
singkat datang pula gelombang yang tinggi; menggulung, menghantam perahu.Perahu kecil yang
berpenumpang 6 orang itu tidak berdaya.Hanya sekejap saja telah terbalik.Semua penumpang
terlempar dan masing-masing berusaha menyelamatkan diri dengan berpegang sekuat-kuatnya
pada badan perahu yang terbalik itu.Angin dan gelombang terus berkecamuk.Tenaga untuk
menggantung sudah semakin berkurang, dan akhirnya hampir habis samasekali.
Cuaca gelap dan pekat, ketika pada kira-kira pukul delapan de Corte mendengar teriakan lemah
dan kemudian mengetahui bahwa Fennema telah lepas dari perahu dan menghilang.Semua orang
hanya mempunyai tenaga tersisa sedikit saja untuk menggantung, sehingga tiada usaha dilakukan
untuk mencarinya.Kepekatan malam menambah kecut hati masing-masing.Semuanya menyerahkan
nasibnya kepada Tuhan.
Untunglah kira-kira 2 jam kemudian anginpun berhenti. Gelombang berangsur-angsur
kurang.Dengan segala usaha dan mengerahkan tenaga yang masih tersisa perahupun dibalikkan.
Dengan susah payah masing-masing mengangkat badannya untuk menaiki perahu. Semua peralatan
dan dayung telah hilang.Tinggallah menunggu perahu dihanyutkan arus.Semalam-malaman perahu
hanyut terapung-apung.
Ketika matahari memancarkan cahaya merah di ufuk timur barulah mereka tahu keadaan
sekitarnya.Pantai barat danau ternyata tidak begitu jauh lagi.Merekapun berusaha mendekatkan
perahu ke pantai itu.
Penduduk setempat memberinya makanan dan nasi sekedarnya, dan berusaha pula mencari
Fennema.Namun Fennema telah hilang ke dasar danau bersama conto batu dan catatan hariannya.
Demikianlah geologiwan yang dilahirkan di Sneek, Nederland pada 21 Oktober 1849, telah tewas
dalam menunaikan tugasnya, yang seperti juga tugas geologiwan pada umumnya menuntut
keberanian hidup terpencil, jauh dari kegiatan manusia, dan tidak jarang pula penuh marabahaya.
(Tulisan mengenang Insinyur Kepala pada Mijnwezen di Hindia Belanda Reinder Fennema, kawan
yang setia, manusia yang mulia, sarjana yang rendah hati)
38. Reinout Willem van Bemmelen dilahirkan di Jakarta pada 14 April
1904. Sewaktu berumur 17 tahun, ia pergi ke Delft untuk belajar ilmu pertambangan. la adalah
salah seorang murid terakhir dari Sekolah Delft Molengraaff.
Pada 5 Juli 1927 Insinyur pertambangan van Bemmelen meraih gelar Doktor di Delft berdasarkan
disertasinya Bijdrage tot de Geologie der Betische Ketens in de provincie Granada. Promotornya
adalah Prof. H. A. Brouwer.
Setelah promosi, pemuda van Bemmelen bekerja pada Opsporingdienst van den Mijnbouw di Hindia
Belanda pada Perpetaan Sumatra dan Jawa.Kegemarannya dalam bidang geologi dan kemampuan
belajar yang luar biasa, pada waktu itu saja sudah memaksakan untuk mencurahkan pikirannya
terhadap banyak bidang di luar pekerjaan sehari-harinya. Pada beberapa tahun pertama ini bukan
saja telah tumbuh benih pemikiran geotektonikanya, yakni teori Undasi (1932), akan tetapi juga
benih karya standar (baku) yang kelak akan rnengakhiri karyanya di Indonesia dalam tahun 1949,
dengan penerbitan bukunya The Geology of Indonesia.
Pada hakekatnya perioda kegiatannya pada Opsporingdienst van den Mijnbouw, berakhir dengan
terjadinya Perang Dunia II, yang berarti pula penawanan bagi van Bemmelen. Namun sempat pula
ia di tahun pertama penjajahan Jepang itu, untuk memimpin Penyelidikan Gunungapi dengan
menghasilkan karyanya Bulletin of the East Indian Volcanological Survey for the year 1941 (Bulletin
nos. 95 - 98) yang di dalamnya memuat juga Register of the Localities of Volcanologic Activity in
the East Indian Archipelago dan Preliminary Historical Register of Volcanic activity in the East
Indian Archipelago oleh W.A. Petroeschevsky, yang kelak akan menjadi dasar untuk pembuatan
Catalogue of the Active Volcanoes of the World Including solfatara field, Part I Indonesia oleh
Neuman van Padang. Penjajah Jepang tidak dapat menghalangi van Bemmelen berkuliah di
hadapan sesama tahanan yang menaruh perhatian terhadap geologi. Setelah perang di negeri
Belanda selesai, ia menulis kembali The geology of lndonesia, karena manuskrip pertama hilang di
waktu perang. Ini merupakan suatu prestasi yang luar biasa.
Suatu bukti bukan saja dari kekuatan mental dan ketekunannya, melainkan juga dari kesadaran
akan kewajibannya kepada Opsporingdienst dan kepada semua yang pernah bekerja dalam bidang
geologi di Hindia Belanda. Setelah itu pada tahun 1951 menyusul pengangkatannya sebagai
Gurubesar dalam Geologi Ekonomi di Utrecht dan pada 1969 tibalah masa emeritusnya. Mengenai
karyanya dapat dicatat lebih lanjut sbb. : Pertama-tama mengenai sumbangannya pada geologi
Indonesia. Buku The Geology of Indonesia-nya masih tetap dianggap sebagai pekerjaan baku yang
mengumpulkan geologi dan geologi ekonomi bagian dari dunia ini. Kini sudah terbit terjemahannya
dalam bahasa Rusia dan mengingat banyaknya permintaan, cetakan ulang dilakukan.Sumbangannya
39. pada pengetahuan geologi ternyata kelihatan dari mengalirnya berbagai artikel, sedangkan pada
banyak kongres van Bemmelen telah mengungkapkan sejumlah problema geologi.Di atas sudah
disebut teori Undasi, teori yang tidak dapat dipisahkan dari namanya.„Tektogenesa sekunder yang
dipengaruhi gayaberat” yang erat hubungannya dengan ini telah melibatkan banyak geologiwan,
terutama di bagian yang berbahasa Inggris.Ini menghasilkan suatu tempat terkemuka baginya
dalam dunia kepustakaan geologi. Akan tetapi juga di bidang lain tampak perhatiannya. Banyak
artikel yang ditulisnya mengenai gejala gunungapi yang dihubungkan dengan tektonika.Batuan
ignimbrit sangat menarik pertahiannya.
Sebagai ilmiawan van Bemmelen memadukan pertanyaan bagaimana dan mengapa dari gejala
geologi.Pertanyaan ini tidak dihindarinya. Dengan pengetahuan lapangan dan pustakanya yang luas
ia selalu mencoba merumuskan suatu jawaban. Dari pekerjaannya nyata keyakinannya, bahwa
pemecahan persoalan suatu problema harus dilihat sebagai gejala tambahan dari suatu kejadian
yang lebih besar dan „mondial‟. Ini nyata dari penerbitannya mengenai problema selayang pandang
seperti: geotektonika dengan banyak segi atau fasetnya seperti sesaran kontinen, sistem sesar
(patahan) selayang pandang, dst.
Terjadinya bumi dan keraknya, dan akhirnya hubungan geologi dengan pengetahuan dan
pengertian dimensi dalam geologi merupakan suatu pertanyaan yang hanya dapat dijawab oleh
seseorang, yang menguasai ikhtisar dari banyak kekhususan atau cabang ilmu dalam geologi.Suatu
kualifikasi yang selain dipenuhi oleh van Bemmelen hanya dapat dipenuhi oleh beberapa gelintir
geologiwan saja.
Jasa van Bemmelen ditandai dengan penganugerahan beberapa penghargaan, yakni :
1. Pening kehormatan Universitas Bebas di Brusel,
2. Medali dari Akademi Ilmu Pengetahuan Cekoslovakia,
3. Keanggotaan persamaan dari Geologische Gezellschaft di Wina.
Lebih penting bagi para geologiwan, yang menamatkan sekolahnya waktu ia (van Bemmelen)
menjabat gurubesar adalah perhatian yang sungguh terhadap orang muda, yang belajar di bawah
bimbingannya. Siapa saja yang mendapatkan buku Mountain building van Bemmelen, yang
disampaikan olehnya kepada para rekan dan muridnya pada waktu emeritusya dalam 1969, akan
terkesan oleh persahabatan, penghargaan dari kekaguman yang dicetuskan dalam buku ini.
Kepada para mahasiswa dan promovendinya, ia bertindak sebagai seorang sahabat yang lebih tua
dengan sedikit banyak pengalaman. Sikap ini tidak terbatas pada kuliah, eskursi dan pemetaan,
tetapi juga meluas ke penghidupan sehari-hari, yang didampingi dengan ketat oleh
isterinya.Hubungannya dengan para mahasiswa jelas bukan disebabkan oleh kewajiban sosial,
melainkan bersemi dari perhatian hangat terhadap sesama manusia.
Di lapangan ia mengajar para muridnya bagaimana memeta geologi, pertama-tama cara
pengamatan yang benar, setelah itu cara menyusun suatu hipotesa kerja berdasarkan pengamatan,
dan pada akhirnya cara menguji hipotesa ini dengan pengamatan baru.
40. Ia seakan-akan mendorong mereka agar selalu mengintip keluar dari tepi lembah dari mana mereka
keluar, untuk memperluas pemandangannya. Pemetaan yang dilakukan dibawah bimbingannya
mencakup bagian luas dari Alpina Timur dan Selatan.
Dalam kuliah dan diskusinya -apakah ini bersama kawan ataupun lawan anggapannya- van
Bemmelen mencirikan diri sebagai seorang pembela yang setia yang dengan kekuatan alasan
(argument) yang up to date mencoba membantu orang lain menjadi kawan seperjuangan dalam
anggapannya.
Pada tahun 1970 pemimpin Koninklijk Nederlandsch Geologisch Mijnbouwkundig Genootschap,
setelah mendengar Raad van Bestuur, telah menganugerahkan Pening van Waterschoot van der
Gracht, berdasarkan pertimbangan sbb. : “Prof. Dr. Ir. R. W. van Bemmelen dengan pemikiran
geologinya yang orisinil dan berani telah memberikan sumbangan penting pada ilmu pengetahuan
bumi di Negeri Belanda. Pemikiran geotektonikanya yang diabadikan dalam banyak penerbitan
menjadi sangat terkenal dalam dunia Internasional.Geology of Indonesia-nya merupakan karya
standar yang setelah lebih dari 20 tahun tetap tidak berkurang nilainya.Semangatnya terhadap
geologi dan perhatiannya yang dalam terhadap manusia, yang bekerja di bawah bimbingannya
memberi inspirasi kepada para muridnya, yang sambil menyebar di seluruh dunia, memperkenalkan
pemikiran geologi Negeri Belanda”.
Arie Frederick Lasut mencapai umur 35 tahun ketika pada 7 Mei 1949 ia diculik
dan ditembak mati di suatu tempat di Jalan Pakem, Yogyakarta, oleh tentara Belanda yang
menduduki kota itu. Ia dilahirkan di Tondano, Sulawesi Utara, pada 6 Mei 1914 (seperti tertulis
pada Prasasti A.F. Lasut di Museum Geologi), dari keluarga guru, sebagai anak kedua dari delapan
bersaudara (keterangan lain menyebutkan bahwa A.F. Lasut lahir pada 6 Juli 1918 (S.
Darsoprajitno, 1985)).
Pendidikan A.F. Lasut dimuali di Hollandsch Inlandsche School (HIS; sekarang Sekolah Dasar) di
Tondano pada 1924. Setelah itu ia masuk ke Hollandsch Inlandsche Kweekschool (HIK) dan
Algemene Middelbare School (AMS; sekarang Sekolah Menengah Atas) sampai tamat juga di
Tondano. Sekolah tingginya dimulai dari Geneeskundige Hooge School (GHS) di Jakarta, kemudian
pindah ke Technische Hooge School (THS) di Bandung pada tahun 1938, dan akhirnya di Asistent
Geologen Cursus di Bandung yang diselenggarakan oleh Dienst van den Mijnbouw pada tahun ajaran
1939-1941.
Kursus Asisten Geologi tersebut adalah angkatan pertama yang diselenggarakan menjelang
meletusnya Perang Dunia II, 1939-1945. Ia bersama dengan R. Sunu Soemosoesastro, J.van Gorkom
dan Meinecke dapat menyelesaikan kursus, dan mulai kariernya sebagai geologiwan pada 12
Pebruari 1940. Kemampuannya sebagai geologiwan dalam kariernya telah ditunjukkan dari laporan-
laporannya yang berturut-turut tahun 1941, 1943, 1944 dan 1945.
41. Setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945, A.F. Lasut bersama dengan
R. Sunu Somosoesastro dan rekan-rekan sejawat lainnya berjuang melakukan pengambilalihan
kantor Sangyobu Chishitsuchosacho dari penguasa Jepang. Pada waktu itu aksi pengambilalihan
kekuasaan dari tangan Jepang terjadi di mana-mana di daerah pertambangan, mulai dari kantor
pusat Sangyobu Chishitsuchosacho di Bandung sampai ke pertambangan yang tersebar di daerah-
daerah.
Aksi pengambilalihan kantor Sangyobu Chishitsuchosacho di Rembrandt Straat Bandung, diikuti
dengan pembentukan Pusat Djawatan Tambang dan Geologi dengan kantor yamg sama.
Pengelolaan Pusat Djawatan diawali dengan Dewan Pimpinan, yang semula dipimpin oleh R. Ali
Tirtosoewirjo dan kemudian oleh R. Sunu Soemosoesastro.Pada waktu itu A.F. Lasut menjadi salah
satu dari 7 orang anggota Dewan Pimpinan merangkap Kepala Laboratorium. Ketika R. Sunu
Soemosoesastro menjabat sebagai Ketua Dewan Buruh merangkap Kepala Pusat, A.F. Lasut
menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Buruh merangkap Wakil Kepala Pusat. Tidak lama kemudian,
Kepala Pusat dijabat oleh A.F. Lasut yang merangkap sebagai Kepala Bagian Perusahaan sebelum
ditugaskan ke R. Moedigdjo Koesoemodigdo), dan R. Sunu Soemosoesastro menjabat sebagai
Kepala Bagian Geologi; dan sementara itu Dewan Buruh dibubarkan pada Maret 1946.
Pada awalnya Pusat Djawatan Tambang dan Geologi menginduk kepada Kementerian Perhubungan
/ Pekerjaan Umum, di bawah menteri Abikoesno Tjokrosoejoso. Selama Perang Kemerdekaan 1945-
1949 melawan tentara Belanda yang didukung oleh pasukan sekutu, sambil turut berjuang A.F.
Lasut memimpin Pusat Djawatan mengungsi dari satu tempat ke tempat yang lain selama 4 tahun
(Desember 1945 - Desember 1949). Pengungsian pertama dilakukan dari Rembrandt Straat ke
Jl.Braga No. 3 dan 8 Bandung (Desember 1945). Karena tekanan dari pasukan tentara Belanda yang
terus-menerus, maka Kantor Pusat Jawatan secara berturut-turut diungsikan dari Bandung ke
Tasikmalaya dan ke Solo (Maret 1946), ke Magelang (September 1946), kemudian tercerai-berai ke
beberapa desa (Borobudur, Muntilan, Dukun, Serumbung) pada Oktober 1947, dan akhirnya
terhimpun kembali di Yogyakarta pada Nopember 1947.
Sebagai pejuang yang gigih, A.F. Lasut bersama rekan sejawatnya setelah merebut dan
mempertahankan Pusat Djawatan Tambang dan Geologi, ia juga menyelamatkan dan
mengembangkannya. Dalam suasana perang itu, ia juga sempat mengomandani Kompi BS dari
Brigade-16, menyelamatkan dokumen tambang dan geologi ke Bukittinggi menjelang Agresi Militer
Belanda II Desember 1948, dan memperbantukan 6 orang mantri opnemer-nya ke Markas Besar TRI
untuk menyiapkan peta-peta militer daerah Yogyakarta dan sekitarnya. Sebagai seorang nasionalis,
ia pernah menerbitkan pengumuman bahwa “Semua perusahaan pertambangan harus berada di
bawah pengawasan Pusat Djawatan Tambang dan Geologi” (Oktober 1945), pernah menolak
tawaran Ir. Buurman dan Ir. Akkersdijk untuk bekerjasama dengan Opsporingsdienst di Bandung ,
dan pernah pula menjadi setaf ahli delegasi Indonesia pimpinan Mr. Moh Roem dalam perundingan
dengan pihak Belanda.
Untuk mengembangkan Pusat Djawatan Tambang dan Geologi, ia bersama dengan R. Sunu
Soemosoesastro membuka Sekolah Pertambangan dan Geologi Tinggi pada tahun 1946 di Magelang
dan Yogyakarta, dan membuka cabang kantor Pusat Djawatan di Bukittinggi, Sumatera. Di sela-sela
kesibukannya seperti itu, A.F. Lasut masih sempat melakukan penyelidikan geologi di beberapa
tempat.Hal ini terlihat di dalam karya tulisnya yang terakhir pada tahun 1948, tentang Berita
42. Tahunan 1945-1947, yang ditulis pada tahun 1948 tetapi baru terbit pada tahun 1962. Atas semua
jasanya itu, ia memperoleh penghargaan sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional dengan
Keputusan Presiden Republik Indonesia No.012/TK/Tahun 1969 tanggal 20 Mei 1969.
Sumber: “125 Tahun Penyelidikan Geologi Indonesia, perkenalan dengan beberapa perintis geologi
di Indonesia, PIT-IAGI IV 1975” oleh K.Koesoemadinata dan A.S.Soemartadipoera; dan beberapa
acuan lain seperti Karmijuni (1961), Purbo-Hadiwidjoyo (1975), S. Darsoprajitno (1985) dan
Dinarsih (1990).
Raden Soenoe Soemosoesastro adalah salah seorang dari sangat sedikit
pemuda Indonesia yang menaruh minat pada bidang geologi dan tambang sejak zaman penjajahan
Belanda, ketika menjelang pecahnya Perang Asia Timur Raya (bagian dari Perang Dunia ke-2, 1939-
1945). Bersama-sama dengan A.F. Lasut, J.van Gorkom dan Meinecke, ia menjadi peserta Asistent
Geologen Cursus (Kursus Asisten Geologi) angkatan pertama yang diselenggarakan oleh Dienst van
den Mijnbouw selama tahun 1939-1941. Ia adalah salah seorang tokoh pemuda , yang bersama
dengan pemuda yang lain (di antaranya A.F. Lasut) mengambilalih kantor Chishitsuchosacho dari
penguasa Jepang, sebulan setelah diproklamasikannya Kemerdekaan Republik Indonesia pada
tanggal 17 Agustus 1945.
R.S. Soemosoesastro (panggilan akrabnya Pak Sunu) dilahirkan pada tanggal 5 Oktober 1913 di kota
Klaten, Jawa Tengah. Pendidikan umumnya dimulai dari Hollandsch Inlandsche School (HIS;
sekarang Sekolah Dasar), kemudian diteruskan ke Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO;
sekarang Sekolah Menengah Pertama) dan Algemene Middelbare School (AMS; sekarang Sekolah
Menengah Atas), semuanya di Malang sampai tamat pada Desember 1933 dengan hasil yang sangat
memuaskan. Pendidikan tingginya dimulai dengan mengikuti Kursus Asisten Geologi tersebut pada
tahun 1939-1941. Setelah +12 tahun menjalani tugas sebagai geologiwan, sebagai pejuang
kemerdekaan, sebagai pejabat dan sebagai pendidik pada lembaga-lembaga Dienst van den
Mijnbouw, Chishitsuchosacho, Pusat Djawatan Tambang & Geologi, dan Djawatan Pertambangan
RI, ia tidak merasa sungkan untuk menimba ilmu geologi yang lebih tinggi lagi. Oleh karena itu
maka sejak tahun 1953, ia mengikuti kuliah program sarjana pada Bagian Geologi, Fakultas Ilmu
Pasti dan Pengetahuan Ilmu Alam, Universitas Indonesia Cabang Bandung (sekarang ITB, Institut
Teknologi Bandung). Namun, niat yang mulia itu tak kesampaian karena ia meninggal duni pada
tanggal 2 Maret 1956.
Sunu yang dilahirkan sebagai putra kedua dari keluarga Soemosoesastro itu, di waktu anak-anak
badannya kecil karena sering sakit dan memerlukan masuk ke rumah peristirahatan anak sekolah di
Batu, Malang, selama libran sekolah. Berbeda dengan di waktu menjelang remaja, badannya sehat
43. dan kekar ketika ia bersekolah di MULO. Selepas dari sekolah AMS, ia tidak meneruskan sekolah ke
perguruan tinggi karena ketiadaan biaya, tetapi ia menjadi guru di Sekolah Taman Siswa. Baru
setelah ada kesempatan sekolah untuk jabatan Geologisch Ambtenaar (Pegawai Negeri Geologi)
yang diselenggarakan oleh Dienst van den Mijnbouw, ia bersama dengan A.F. Lasut dan J.van
Gorkom mengikuti Asistent Geologen Cursus tersebut. Selama mengikuti kursus, ia sudah diangkat
menjadi pegawai bulanan sejak tanggal 6 September1939 pada Geologische Dienst, dan seusai
kursus, ia diangkat menjadi pegawai geologi pada Dienst van den Mijnbouw mulai tanggal 1
Oktober 1941. Selama pendudukan Jepang, 1 Maret 1942 - 17 Agustus 1945, ia masih tetap bekerja
pada lembaga itu, yang namanya berganti menjadi Kogyo Zimusho yang kemudian berubah menjadi
Chishitsuchosacho.
Perjuangannya turut serta membangun lembaga geologi dan tambang dimulainya ketika ia bersama
dengan para pejuang yang lain (di antaranya R. Ali Tirtosoewirjo dan A.F. Lasut ) mengambilalih
kantor Chishitsuchosacho dari penguasa Jepang pada tanggal 28 September 1945, dan
menjadikannya kantor Pusat Djawatan Tambang dan Geologi. Sejak itu selama perang
kemerdekaan 1945-1949, ia bersama para pejuang lainnya mempertahankan, menyelamatkan dan
membangun kantor Pusat Djawatan. Langkah-langkah itu mereka lakukan meskipun dalam
pengungsian yang berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain (di Bandung dari Rembrandt
Straat ke Jl.Braga, terus ke Tasikmalaya dan ke Solo, ke Magelang, ke Borobudur, Muntilan, Dukun
dan Serumbung, ke Yogyakarta, dan akhirnya kembali lagi ke Bandung). Dalam turut serta
membangun Pusat Djawatan Tambang dan Geologi selama masa perang kemerdekaan itu, ia
pernah menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Pimpinan merangkap Wakil Kepala Pusat Djawatan,
pernah menjadi Ketua Dewan Buruh merangkap Kepala Pusat Djawatan, dan pernah pula menjadi
Kepala Bagian Geologi yang merangkap menjadi Kepala Bagian Geologi Teknik dan Kepala Bagian
Pendidikan (waktu itu ia juga menjabat sebagai Wakil Kepala Pusat Djawatan). Jabatan Kepala
Bagian Geologi itu sebenarnya telah ia sandang sejak awal ia menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan
Pimpinan merangkap Wakil Kepala Pusat Djawatan, yaitu pada September 1945.
Pada perjalanan karier selanjutnya, R.S. Soemosoesastro pada tanggal 28 Desember 1949 diangkat
sebagai pegawai tinggi pada Kementerian Kemakmuran Republik Indonesia Serikat. Pada akhir
tahun itu, ia menghadiri Konperensi ECAFE (Economic Cooperation of Asia and the Far East) di
Bangkok sebagai wakil Pemerintah Indonesia yang pertama pada forum itu. Ketika Kementerian
Perekonomian membentuk Jawatan Pertambangan Republik Indonesia (leburan dari Pusat
Djawatan Pertambangan di Jakarta dan Pusat Djawatan Tambang dan Geologi di Yogyakarta) pada
tahun1950, R.S. Soemosoesastro ditunjuk sebagai Kepala Djawatan. Setelah Djawatan itu dipecah
lagi menjadi Djawatan Pertambangan di Jakarta (yang dipimpin oleh R.S. Soemosoesastro / S.M.
Sair) dan Djawatan Geologi di Bandung (yang dipimpin oleh Ir. Soerodjo Ranoekoesoemo) pada
tahun 1952, ia mendapat tugas belajar di Bagian Geologi, FIPPIA-UI Cabang Bandung tersebut mulai
tahun 1953. Selama jangka waktu 1953-1954, ia sempat mengunjungi beberapa negara di Eropa
dan Asia.
Dalam menjalankan tugas belajar itu, prestasinya mulai ia tunjukkan ketika ia lulus kandidat
(Sarjana Muda) pada tanggal 25 Pebruari 1955 dengan predikat cum laude. Dengan bekal
pengalaman selama 12 tahun di bidang geologi, nampaknya ia bisa menyelesaikan sarjananya lebih
cepat dari waktu yang di tentukan. Namun Tuhan menghendaki lain, pada tanggal 2 Maret 1956 ia
meninggal dunia setelah menjalani operasi ginjal di Rumah Sakit Rancabadak (sekarang Hasan
44. Sadikin) Bandung. Atas kepergiannya itu di kalangan pertambangan dan geologi sangat kehilangan
putra terbaiknya setelah A.F. Lasut; tak kurang dari itu Prof.Dr.Th.H.F.Klompe juga turut
menangisi kepergiannya.
Sebagai pejabat, R.S.Soemosoesastro pernah menulis laporan berjudul Pusat Djawatan Tambang
dan Geologi, Kementerian Kemakmuran Republik Indonesia, Berita Kwartal I, dan sebagai pendidik
ia pernah membuat laporan berjudul Laporan Geologi Penyelidikan Waduk Brantas, Sumber Pucung
1948. Laporan penyelidikan geologi itu sebenarnya adalah himpunan laporan para muridnya (dalam
rangka pembimbingan kerja lapangan Sekolah Pertambangan dan Geologi Tinggi) yang terdiri dari:
H. Soemadirdja, Prajitno, D. Hadikoesoemo, Moeljono Poerbo, Moh.Yasin, Moh Slamet, S. Soeseno,
Soerjo, S. Basari dan S. Oemar Chatab. Tujuh di antara sepuluh orang muridnya itu di kemudian
hari menjadi tenaga inti pada Djawatan Geologi di dasawarsa 1950-an.
Sebagai geologiwan kelihatannya R.S.Soemosoesastro juga cukup giat melakukan penyelidikan dan
pemetaan geologi di lapangan. Hal ini dapat ditelusuri melalui laporan-laporannya di tahun 1940-
1948 yang meliputi: pemetaan geologi daerah Jampang Kulon (Lembar 20C; 1940), daerah
Jagamukti (Lembar 21A; 1940), daerah Gunung Kendeng (Lembar 115C & 116A; 1941); penyelidikan
geologi selama pendudukan Jepang di daerah-daerah Tulakan, Pacitan dan Malang (1944), dan
penyelidikan lempung asam di Gn.Batur (1945). Laporannya yang terbit di antaranya adalah A
Contribution to the Geology of the Eastern Djiwo Hills and the Southern Range in Central Java
(Majalah Ilmu Alam untuk Indonesia, v.112, n.2, 1956).
Sumber: Album keluarga R.Sunu Soemosoesastro, dan Tulisan Kama Koesoemadinata
“Sumosusastro, Geologiawan Indonesia Pertama (1913-1956), dalam Berita Direktorat Geologi v9,
n10, h.105-106, 1977.
Which criteria and factors contribute to folding of rocks as opposed to
faulting of rocks?
45. Marcel Bertrand's model of the folded and thrust-faulted
structure of the Helvetic (Swiss) Alps (upper picture) offered a
radically different view from that of Albert Heim (lower picture)
and thereby provided support of the importance and necessity of
large horizontal relative displacements of the crust during
mountain building (orogenesis)
European geologist Marcel Bertrand (left) is credited with having
indentified
the fundamental role large horizontal (thrust faulted)
displacements
of the crust during Alpine orogenesis (mountain building).
Scottsh geologists John Horne and Ben Peach (right) are credited
with having discovered a similar deformation history in the
Northwest Highlands of Scotland
that predated Alpine events by at least 400 million years.
Marcel Bertrand
John Horne and Ben Peach
Folded and Thrust-Faulted Model [Bertrand]
"Double-Folded" Model [Heim]
46. Figure 1.Types of Faults. Arrows indicate direction of relative
motion.
Figure 2. Photograph of a Normal Fault cutting across layers of
thinly bedded siltstone.
Normal Fault
Thrust/Reverse Fault
Strike-Slip Fault
Fault
Footwall
Hangingwall
Structural Models of the Alps
Figure 3
47. Michael A. Klimetz at Lochseiten, Canton Glarus, Switzerland.
At this location, the first field identification of a thrust fault was
made by
Swiss geologist Albert Heim on August 1st, 1840. Here, Michael is
pointing to the shallow-dipping knife-sharp thrust fault surface
across which
Permian volcanic rocks have been thrust over Eocene shales.
This fault is known as the Glarus Overthrust.
Permian Volcanic Rocks
Eocene Shale
August 2001
Photograph by Michael P. Klimetz
48. Figure 4. Folded Slate from Eastern Vermont
Photographs by Michael P. Klimetz
49.
50. Figure 5. Waterpocket Fold, Capitol Reef National Park, Utah
[Photograph Courtesy of the American Association of Petroleum
Geologists]
51. Figure 5. Isoclinal, Parasitic, and Ptygmatic Folds in Gneiss from
Yonkers, New York
[Photograph by Michael P. Klimetz]