Inovasi Sebagai Strategi Mewujudkan Pelayanan Publik Berdampak
Gambaran Kekinian dan Masa Depan Sistem Kebijakan dan Peraturan Perundang-Undangan Nasional
1. GambaranGambaranGambaranGambaran KekinianKekinianKekinianKekinian & Masa& Masa& Masa& Masa DepanDepanDepanDepan
SistemSistemSistemSistem KebijakanKebijakanKebijakanKebijakan & PUU& PUU& PUU& PUU NasionalNasionalNasionalNasional
CeramahCeramah IssuIssu AktualAktual untukuntuk DiklatDiklat TeknisTeknis BagiBagi AnggotaAnggota DPRDDPRD
sertaserta DiklatDiklat KepemimpinanKepemimpinan TingkatTingkat III dan IVIII dan IV
20132013
TriTri WidodoWidodo W.W. UtomoUtomo
2. DataDataDataDataDataDataDataData PribadiPribadiPribadiPribadiPribadiPribadiPribadiPribadi
NamaNama : Tri Widodo W. Utomo, SH.,MA: Tri Widodo W. Utomo, SH.,MA
TTLTTL : Yogyakarta, 15: Yogyakarta, 15--0707--19681968
NIPNIP : 19680715 199401 1 001: 19680715 199401 1 001
JabatanJabatan : Kepala Pusat Kajian Hukum Adm. Negara/: Kepala Pusat Kajian Hukum Adm. Negara/
AhliAhli Peneliti Utama Bidang Administrasi PublikPeneliti Utama Bidang Administrasi Publik
Gol/PangkatGol/Pangkat : IV: IV--d / Pembina Utama Madyad / Pembina Utama Madya
Alamat KtrAlamat Ktr : Jl. Veteran No. 10 Jakarta: Jl. Veteran No. 10 Jakarta
Alamt RmhAlamt Rmh : Villa Melati Mas Blok M6/12A, Serpong: Villa Melati Mas Blok M6/12A, Serpong
Tangerang Selatan, HP. 0813Tangerang Selatan, HP. 0813--17861786--99369936
EmailEmail :: triwidodowu@yahoo.comtriwidodowu@yahoo.com
BlogBlog :: http://triwidodowutomo.blogspot.com/http://triwidodowutomo.blogspot.com/
http://www.slideshare.net/tiwidodowutomo/http://www.slideshare.net/tiwidodowutomo/
4. 4
PrologProlog
EHM
Tugas:
• Menyebarkan cerita bohong tentang pertumbuhan
ekonomi, GNP, dll. negara target;
• Membuat laporan fiktif untuk IMF & WB agar
mengucurkan hutang;
• “Memancing” KKN di negara target;
• Membangkrutkan negara penerima hutang dan
menciptakan ketergantungan (debt trap, debt web);
• Menekan negara pengutang mendukung AS
(pangkalan militer, voting, dll);
• Memaksa negara pengutang menjual kekayaan alam;
• Mempromosikan kepentingan Korporatokrasi (koalisi
pemerintah, bank, korporat AS).
Metode:
• Penipuan, pemerasan & penyuapan;
• Pembunuhan;
• Penggermoan;
• Merusak ekosistem;
• Mengingkari Deklarasi Kemerdekaan.
Hasil Kerja:
• Kejatuhan Shah Iran;
• Pembunuhan Presiden Panama;
• Invasi ke Irak;
• Kejatuhan Bung Karno;
• Ketergantungan ekonomi
negara berkembang (inc. RI).
Negara Target:
Indonesia, Panama, Ekuador,
Kolombia, Arab Saudi, Iran, dll.
Dampak:
• Kesenjangan & ketidakadilan global;
• Kebencian thd AS;
• Peristiwa 9-11.
Membangun
Imperium
Membiayai
kampanye
politik
S
S
5. 5
INDONESIA
PANPANAMAAMA
EKUADOR
IRAN
• Hutang LN membuat ketergantungan tinggi
(30% APBN untuk bayar hutang);
• Tambang strategis dikuasai AS;
• Pergantian rezim Orla – Orba – Reformasi.
• Invasi militer;
• Terbunuhnya Presiden Omar
Torrijos (1981)
• 50% APBN untuk bayar
hutang;
• Terbunuhnya Presiden Jaime
Roldos (1981)
Penggulingan rezim Shah (1953) Pintu masuk untuk
menguasai seluruh Afrika
PresidenPresiden Richard NixonRichard Nixon
menginginkanmenginginkan kekayaankekayaan IndonesiaIndonesia
diperasdiperas sampaisampai keringkering. Di. Di matamata
Nixon, IndonesiaNixon, Indonesia ibaratibarat real estatereal estate
terbesarterbesar didi duniadunia ygyg taktak bolehboleh jatuhjatuh
keke tangantangan SovietSoviet atauatau China.China.
MESIRIRAN
6. 6
DemokrasiDemokrasi tanpatanpa penguatanpenguatan kemampuankemampuan
negaranegara akanakan menghasilkanmenghasilkan defisitdefisit demokrasidemokrasi..
InvolusiInvolusi kebijakankebijakan,, yakniyakni suatusuatu kebijakankebijakan ygyg baikbaik
secarasecara prosesproses dandan rumusannyarumusannya namunnamun tidaktidak
memberikanmemberikan kebaikankebaikan bagibagi publikpublik..
SaatSaat iniini sedangsedang terjaditerjadi ““PerangPerang KebijakanKebijakan Global”;Global”;
KeunggulanKeunggulan negaranegara bangsabangsa ditentukanditentukan oleholeh oleholeh
kemampuankemampuan negaranegara tsbtsb mengembangkanmengembangkan kebijakankebijakan
publikpublik ygyg unggulunggul..
22 JenisJenis KegagalanKegagalan MembangunMembangun KebijakanKebijakan UnggulUnggul::
•• TTidak mengerti makna dan substansi kebijakan publik.idak mengerti makna dan substansi kebijakan publik.
•• TidakTidak adaada analis kebijakananalis kebijakan;; ada tetapi tidak bekerja denganada tetapi tidak bekerja dengan
baikbaik;; sudah bekerja dengan baik tidak mampusudah bekerja dengan baik tidak mampu
menghasilkan kebijakan yang hebat.menghasilkan kebijakan yang hebat.
16. Sengketa TUN
Sumber: Website Mahkamah Agung (2012)
DariDari periodeperiode 20042004 hinggahingga
2012,2012, terdapatterdapat 32723272 putusanputusan
atasatas sengketasengketa Tata UsahaTata Usaha
Negara (TUN)Negara (TUN)
19. Keterkaitan Antar Driving Forces
Tingkat
Kemampuan/Kapasitas
Legislasi
Tingkat Egoisme
Sektoral
Efektivitas
Koordinasi/Komunikasi
Kebijakan Antar Lembaga
Efektivitas Harmonisasi
dalam Perumusan
Peraturan/Kebijakan
Ketepatan
Persepsi/Orientasi terhadap
Peraturan/ Kebijakan
Kadar Budaya Akademik
Dalam Siklus Kebijakan/
Pengambilan Keputusan
Tingkat Dukungan
Kajian/Litbang Kebijakan
Efektivitas Lembaga
Kajian/Litbang Kebijakan
Keluasan Networking &
Kerjasama Antar Lembaga
Kajian/Litbang Kebijakan
Efektivitas Partisipasi Masyarakat
dalam Perumusan hingga
Implementasi Peraturan/Kebijakan
Ketersediaan dan Tingkat
Dukungan Sumber Daya
Kajian/Litbang Kebijakan
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
SS
S
S
S
S
S
O
S
R1
B1
S
O
B2
S
S
R2
S
S
R3
R5
S
R4
SS R7
S
S
O
O
R6
S
R8
S
S
O
B3
22. Ciri-Ciri Kutub
NihilNihil (+)(+)
• Jumlah aturan tidak banyak,
cukup yg memiliki keterkaitan
antar instansi atau yg
dibutuhkan masyarakat;
• Perumusan kebijakan dilakukan
dalam forum kebijakan secara
inklusif;
• Dalam pembahasan racangan
peraturan, setiap instansi atau
tokoh individual lebih
mengedepankan kepentingan
nasional;
• Produk hukum yg dihasilkan
cenderung tidak ada penolakan /
perlawanan dari stakeholders yg
terkena regulasi tersebut.
1.1. EgoismeEgoisme SektoralSektoral
SangatSangat KuatKuat ((––))
• Banyak instansi berlomba membuat
produk hukum di berbagai level;
• Tidak pernah dilakukan komunikasi
kebijakan dengan stakeholders;
• Kepentingan rakyat banyak cenderung
diabaikan;
• Rawan terhadap munculnya konflik
kewenangan antar lembaga, dan
benturan substansi antar peraturan;
• Pembahasan suatu aturan selalu menyita
waktu yg panjang;
• Ketiadaan strong leadership yg mampu
mengakomodasi perbedaan kepentingan
kedalam kepentingan nasional;
• Energi nasional terbuang sia-sia tanpa
menghasilkan manfaat yang signifikan.
23. Ciri-Ciri Kutub
Optimal (+)Optimal (+)
• Pertimbangan politis dalam
perumusan kebijakan relatif
kecil, pertimbangan akademik/
teknokratik lebih menonjol;
• Kualitas peraturan jauh lebih
baik sehingga mengurangi
kemungkinan diuji materi;
• Kebutuhan sosialisasi dan uji
publik terhadap (rancangan)
peraturan/kebijakan tidak perlu
dilakukan tersendiri, sehingga
bisa menghemat sumber daya
(anggaran);
• Para policy makers lebih
confidence karena kebijakan
yang diambil berdasarkan pada
bukti-bukti yg obyektif.
2.2. DukunganDukungan KajianKajian TerhadapTerhadap KebijakanKebijakan
TanpaTanpa DukunganDukungan ((––))
• Peraturan/kebijakan sangat lemah baik
secara filosofis, historis, sosiologis,
maupun teoretis;
• Kemungkinan gagalnya peraturan lebih
besar yg melahirkan symbolic policy atau
involusi kebijakan;
• Inefisiensi program dan anggaran cukup
besar karena perumusan kebijakan dan
pengkajian kebijakan memerlukan
anggaran secara terpisah dan tidak
reinforcing;
• Masyarakat tidak mendapatkan manfaat
langsung dari fungsi pengaturan oleh
pemerintah;
• Kemungkinan uji materi dan revisi
peraturan/kebijakan secara terus
menerus sangat besar.
25. Narasi Skenario (1)
Metafora Sistem Peraturan Berkarakter
Wibisana – “Membela Kebenaran” (Skenario 1)
Metafora ini melambangkan bahwa sistem peraturan perundang-
undangan/kebijakan di Indonesia sudah sangat berkualitas, baik dari
sisi prosedural (proses perumusannya) maupun materi atau substansi
yang diaturnya. Peraturan/kebijakan lahir semata-mata untuk
memenuhi kebutuhan publik (by needs), bukan karena dorongan
egoisme yang sempit. Dengan adanya peraturan/kebijakan yang
berkualitas tinggi ini, maka akan tercipta hubungan antar instansi
pemerintah, antara pemerintah dan masyarakat, serta antar
kelompok masyarakat secara tertib, yang mengedepankan kepentingan
kolektif diatas kepentingan individual, serta menjaga keseimbangan
hak dan kewajiban secara selaras dan harmonis. Harmoni dalam
hubungan bernegara dan bermasyarakat ini pada gilirannya akan
menjadi faktor yang mempercepat pencapaian tujuan nasional
sebagaimana amanat UUD 1945.
26. Narasi Skenario (2)
Metafora Sistem Peraturan Berkarakter
Laksmana – “Membela Pemimpin” (Skenario 2)
Metafora ini melambangkan bahwa sistem peraturan perundang-
undangan/kebijakan di Indonesia akan semakin terfragmentasi karena
hanya memperhatikan kepentingan pimpinannya semata, tanpa melihat
kepentingan yang lebih luas dan strategis. Para pengambil keputusan
dan perumus kebijakan hanya bekerja berdasarkan “petunjuk”
pimpinan (by order), bukan untuk menjalankan visi misi organisasi.
Dalam hal ini, sepanjang pimpinan insitusi tadi diisi oleh orang-orang
baik, maka masih dapat diharapkan akan lahir peratuan/kebijakan yang
berkualitas. Namun bila institusi dipimpin oleh orang yang berpikir
picik, hanya mementingkan diri sendiri dengan mengorbankan orang
banyak, maka masa depan sistem peraturan/kebijakan berada pada
bahaya yang serius. Loyalitas adalah hal yang sangat baik, namun jika
hanya dipersembahkan kepada segelintir orang, maka terlalu banyak
orang yang tidak bisa mendapat manfaat dari kebijakan yang ada.
27. Narasi Skenario (3)
Metafora Sistem Peraturan Berkarakter
Kumbakarna – “Membela Institusi Meski Harus
Melawan Kebenaran” (Skenario 3)
Metafora ini melambangkan para pengambil keputusan dan
perumus kebijakan yang hanya bisa melihat kedalam
(inward looking). Prinsip hidupnya yang penting berhasil
menjalankan tugas tanpa peduli dengan pihak/orang lain.
Bagi mereka, adalah hal yang lumrah bahwa untuk
mencapai keberhasilan sendiri tadi, seringkali dibarengi
dengan pengorbanan kepentingan instansi lain.
Benturan kewenangan, tumpang tindih aturan, dan
pertentangan kebijakan dianggap hal yang biasa asal
memberikan keuntungan bagi institusinya.
28. Narasi Skenario (4)
Metafora Sistem Peraturan Berkarakter Rahwana –
“Mengkhianati Kebenaran” (Skenario 4)
Metafora ini melambangkan peraturan/kebijakan disusun tanpa
ada pertimbangan rasional sama sekali. Tidak ada analisis cost-
benefit atau resiko resiko dari sebuah peraturan/kebijakan.
Sesuatu yang seharusnya diatur justru tidak dibuat aturannya,
sementara sesuatu yang tidak perlu diatur justru dibahas secara
serius. Kesepakatan antar pihak dalam perumusan kebijakan
juga sering dikhianati oleh pihak tertentu. Kualitas
kebijakan/peraturan menjadi sangat rendah, sehingga hanya
menguntungkan sedikit orang namun mengakibatkan protes
banyak orang lainnya. Kemungkinan terjadinya policy failure
sangat tinggi, sehingga kebijakan/peraturan juga dengan
sendirinya gagal untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat
dan tujuan-tujuan lain yang dimandatkan oleh Konstitusi.