Dokumen tersebut membahas tentang herpes zoster dan HIV/AIDS. Herpes zoster adalah infeksi virus yang menyebabkan ruam kulit unilateral sesuai dengan dermatom saraf tertentu, sedangkan HIV/AIDS disebabkan oleh infeksi virus HIV yang menurunkan sistem kekebalan tubuh. Kedua penyakit ini ditandai dengan gejala klinis khas dan dapat diobati dengan antivirus serta menjaga kekebalan tubuh.
Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh reaktivasi virus varicella zoster setelah infeksi primer cacar. Virus ini menyerang kulit dan saraf secara segmental. Tanda dan gejalanya berupa nyeri dan erupsi kulit berupa vesikel pada dermatom tertentu. Pemeriksaan diagnostik meliputi pemeriksaan Tzanck dan kultur virus. Pengobatannya meliputi antiviral seperti acyclovir dan manajemen nyeri.
Makalah ini membahas tentang Herpes Zoster dan Herpes Simpleks. Herpes Zoster disebabkan oleh reaktivasi virus varicella zoster yang menyerang kulit dan mukosa, sedangkan Herpes Simpleks disebabkan oleh virus Herpes Simpleks tipe I dan II yang ditandai adanya vesikel berkelompok di kulit. Makalah ini juga membahas tentang gejala, komplikasi, diagnosis, dan penatalaksanaan kedua penyakit tersebut.
Dokumen tersebut membahas tentang penyakit cacar (smallpox) yang disebabkan oleh virus variola. Penyakit ini sangat menular dan dapat menyebabkan kematian. Gejalanya meliputi demam, benjolan merah di kulit yang akan membesar menjadi vesikel dan akhirnya krusta. Virus menular melalui kontak langsung atau droplet dari orang yang terinfeksi. Vaksinasi merupakan satu-satunya pencegahan penyakit ini.
Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh reaktivasi virus varicella zoster setelah infeksi primer cacar. Virus ini menyerang kulit dan saraf secara segmental. Tanda dan gejalanya berupa nyeri dan erupsi kulit berupa vesikel pada dermatom tertentu. Pemeriksaan diagnostik meliputi pemeriksaan Tzanck dan kultur virus. Pengobatannya meliputi antiviral seperti acyclovir dan manajemen nyeri.
Makalah ini membahas tentang Herpes Zoster dan Herpes Simpleks. Herpes Zoster disebabkan oleh reaktivasi virus varicella zoster yang menyerang kulit dan mukosa, sedangkan Herpes Simpleks disebabkan oleh virus Herpes Simpleks tipe I dan II yang ditandai adanya vesikel berkelompok di kulit. Makalah ini juga membahas tentang gejala, komplikasi, diagnosis, dan penatalaksanaan kedua penyakit tersebut.
Dokumen tersebut membahas tentang penyakit cacar (smallpox) yang disebabkan oleh virus variola. Penyakit ini sangat menular dan dapat menyebabkan kematian. Gejalanya meliputi demam, benjolan merah di kulit yang akan membesar menjadi vesikel dan akhirnya krusta. Virus menular melalui kontak langsung atau droplet dari orang yang terinfeksi. Vaksinasi merupakan satu-satunya pencegahan penyakit ini.
Dokumen tersebut membahas tentang Flu Singapore yang sebenarnya adalah Hand-Foot-Mouth Disease (HFMD), penyakit menular yang umum terjadi pada anak-anak dan disebabkan oleh virus Picornaviridae."
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
Monkeypox (MPX) adalah penyakit virus yang langka yang menyerupai cacar. MPX berasal dari Afrika dan menginfeksi manusia melalui kontak dengan hewan liar seperti monyet dan tikus. Gejalanya meliputi demam, ruam di wajah dan tangan, dan limfadenopati. Diagnosis membutuhkan tes laboratorium. Pencegahannya meliputi menghindari kontak dengan hewan liar dan isolasi pasien.
Dokumen tersebut membahas tentang poliomielitis (polio), termasuk latar belakang penemuan penyakit ini, epidemiologi, klasifikasi, etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi, komplikasi, pemeriksaan diagnostik, dan penatalaksanaannya. Secara ringkas, polio adalah penyakit virus yang menyerang sistem saraf pusat dan dapat menyebabkan kelumpuhan, dengan gejala utama demam, sakit otot, dan kelumpu
Dokumen tersebut membahas tentang limfadenitis tuberkulosis, yang merupakan salah satu manifestasi ekstraparu dari tuberculosis. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis pada kelenjar getah bening dan gejalanya berupa pembesaran kelenjar getah bening yang tidak nyeri."
Virus herpes memiliki sifat yang menonjol seperti menyandikan banyak enzim, menyebabkan infeksi laten, dan dapat diaktifkan kembali oleh imunosupresi. Virus herpes simpleks dan varicella-zoster memiliki siklus replikasi yang serupa dimana virus bereplikasi di sel epitel dan ganglia saraf sebelum menetap secara laten.
1. Dokumen tersebut membahas tentang pengertian, etiologi, patofisiologi, tanda dan gejala, komplikasi, pemeriksaan, dan penatalaksanaan herpes zoster. Herpes zoster disebabkan oleh reaktivasi virus varicella zoster yang telah menetap secara laten di gonglion saraf setelah infeksi varisela pada masa lalu. Gejalanya berupa nyeri dan erupsi kulit berupa vesikel yang terbatas pada dermatom tertentu. Peng
Cacar air adalah infeksi yang disebabkan oleh virus Varicella-zoster. Sebagian besar kasusnya terjadi pada anak-anak di bawah usia 12 tahun.
Penyakit ini juga dapat terjadi pada orang dewasa yang belum pernah terinfeksi. Ketika dialami oleh orang dewasa, umumnya gejala dari cacar air akan lebih parah.
Penyakit dapat dengan mudah menyebar dari satu orang ke orang lain. Jika sudah terkena, kekebalan tubuh akan mengenalinya, sehingga kamu tidak akan terinfeksi penyakit untuk kedua kalinya.
Waspadai, penanganan dibutuhkan ketika gejala justru memburuk seiring dengan berjalannya waktu.
Dokumen tersebut membahas tentang Flu Singapore yang sebenarnya adalah Hand-Foot-Mouth Disease (HFMD), penyakit menular yang umum terjadi pada anak-anak dan disebabkan oleh virus Picornaviridae."
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
Monkeypox (MPX) adalah penyakit virus yang langka yang menyerupai cacar. MPX berasal dari Afrika dan menginfeksi manusia melalui kontak dengan hewan liar seperti monyet dan tikus. Gejalanya meliputi demam, ruam di wajah dan tangan, dan limfadenopati. Diagnosis membutuhkan tes laboratorium. Pencegahannya meliputi menghindari kontak dengan hewan liar dan isolasi pasien.
Dokumen tersebut membahas tentang poliomielitis (polio), termasuk latar belakang penemuan penyakit ini, epidemiologi, klasifikasi, etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi, komplikasi, pemeriksaan diagnostik, dan penatalaksanaannya. Secara ringkas, polio adalah penyakit virus yang menyerang sistem saraf pusat dan dapat menyebabkan kelumpuhan, dengan gejala utama demam, sakit otot, dan kelumpu
Dokumen tersebut membahas tentang limfadenitis tuberkulosis, yang merupakan salah satu manifestasi ekstraparu dari tuberculosis. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis pada kelenjar getah bening dan gejalanya berupa pembesaran kelenjar getah bening yang tidak nyeri."
Virus herpes memiliki sifat yang menonjol seperti menyandikan banyak enzim, menyebabkan infeksi laten, dan dapat diaktifkan kembali oleh imunosupresi. Virus herpes simpleks dan varicella-zoster memiliki siklus replikasi yang serupa dimana virus bereplikasi di sel epitel dan ganglia saraf sebelum menetap secara laten.
1. Dokumen tersebut membahas tentang pengertian, etiologi, patofisiologi, tanda dan gejala, komplikasi, pemeriksaan, dan penatalaksanaan herpes zoster. Herpes zoster disebabkan oleh reaktivasi virus varicella zoster yang telah menetap secara laten di gonglion saraf setelah infeksi varisela pada masa lalu. Gejalanya berupa nyeri dan erupsi kulit berupa vesikel yang terbatas pada dermatom tertentu. Peng
Cacar air adalah infeksi yang disebabkan oleh virus Varicella-zoster. Sebagian besar kasusnya terjadi pada anak-anak di bawah usia 12 tahun.
Penyakit ini juga dapat terjadi pada orang dewasa yang belum pernah terinfeksi. Ketika dialami oleh orang dewasa, umumnya gejala dari cacar air akan lebih parah.
Penyakit dapat dengan mudah menyebar dari satu orang ke orang lain. Jika sudah terkena, kekebalan tubuh akan mengenalinya, sehingga kamu tidak akan terinfeksi penyakit untuk kedua kalinya.
Waspadai, penanganan dibutuhkan ketika gejala justru memburuk seiring dengan berjalannya waktu.
Dokumen tersebut membahas beberapa topik utama tentang patologi kebidanan, termasuk:
1. Infeksi virus selama kehamilan dan persalinan seperti rubella, herpes, varicella, dan toxoplasmosis.
2. Penyakit menular seksual seperti gonore dan HIV.
3. Penyakit infeksi akibat kuman seperti tuberkulosis.
1. Pasien laki-laki berusia 6 tahun dengan keluhan lenting-lenting di seluruh tubuh sejak 1 hari. 2. Status general baik dengan status dermatologi menunjukkan lesi berupa makula, vesikel dan krusta di seluruh tubuh. 3. Diagnosis kerja varicella didukung anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Sunscreen Marketing Plan by Slidesgo.pptxWahyuAlfian7
Dokumen tersebut membahas mengenai infeksi menular seksual dan HIV/AIDS. Secara ringkas, dokumen tersebut menjelaskan definisi, penyebab, gejala, dan cara diagnosis dari berbagai jenis infeksi menular seksual seperti klamidia, gonore, sifilis, hingga HIV/AIDS.
Penyakit kulit umumnya terjadi pada semua usia dan sebagian besar pengobatan membutuhkan waktu lama untuk menunjukkan efek. Masalah menjadi lebih mencemaskan jika penyakit tidak merespon terhadap pengobatan.
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
Laporan kasus herpes zoster pada pria berusia 24 tahun dengan keluhan bintik berair dan nyeri pada dada dan punggung. Pasien didiagnosa dengan herpes zoster thoracalis dextra berdasarkan pemeriksaan fisik dan dermatologis. Pasien mendapat tatalaksana antivirus oral, analgesik, dan obat topikal serta konseling tentang penyakit dan prognosisnya.
Dokumen tersebut membahas tentang sindrom Steven Johnson, yaitu sindrom yang mengenai kulit, mukosa, dan mata dengan gejala eritema, vesikel, bula, dan purpura. Dokumen menjelaskan penyebab, manifestasi klinis, patofisiologi, dan penatalaksanaan sindrom Steven Johnson yang mencakup pemberian kortikosteroid secara sistemik, antibiotik, infus cairan dan transfusi darah, serta terapi topikal.
Dokumen tersebut membahas tentang penyakit herpes simpleks yang disebabkan oleh virus Herpes Simplex. Virus ini menyebabkan infeksi pada kulit dan membran mukosa yang ditandai dengan timbulnya vesikel. Dokumen ini juga menjelaskan gejala, penyebaran, pencegahan, dan asuhan keperawatan pada penderita herpes simpleks.
1. Wahyu Tika Lestari
3C / 1300023223
HERPES
1. Pengertian
Herpes zoster adalah radang kulit akut yang bersifat khas seperti gerombolan
vesikel unilateral, sesuai dengan dermatomanya (persyarafannya).
Herpes zoster adalah sutau infeksi yang dialami oleh seseorang yang tidak
mempunyai kekebalan terhadap varicella (misalnya seseorang yang sebelumnya tidak
terinfeksi oleh varicella dalam bentuk cacar air).
2. Epidemiologi
Herpes zoster dapat muncul disepanjang tahun karena tidak dipengaruhi oleh
musim dan tersebar merata di seluruh dunia, tidak ada perbedaan angka kesakitan antara
laki-laki dan perempuan, angka kesakitan meningkat dengan peningkatan usia. Di negara
maju seperti Amerika, penyakit ini dilaporkan sekitar 6% setahun, di Inggris 0,34%
setahun sedangkan di Indonesia lebih kurang 1% setahun.
Herpes zoster terjadi pada orang yang pernah menderita varisela sebelumnya karena
varisela dan herpes zoster disebabkan oleh virus yang sama yaitu virus varisela zoster.
Setelah sembuh dari varisela, virus yang ada di ganglion sensoris tetap hidup dalam
keadaan tidak aktif dan aktif kembali jika daya tahan tubuh menurun. Lebih dari 2/3 usia
di atas 50 tahun dan kurang dari 10% usia di bawah 20 tahun. Kurnia Djaya pernah
melaporkan kasus hepes zoster pada bayi usia 11 bulan.
3. Etiologi
Herpes zoster disebabkan oleh infeksi virus varisela zoster (VVZ) dan tergolong
virus berinti DNA, virus ini berukuran 140-200 nm, yang termasuk subfamili alfa herpes
viridae. Berdasarkan sifat biologisnya seperti siklus replikasi, penjamu, sifat sitotoksik
dan sel tempat hidup laten diklasifikasikan kedalam 3 subfamili yaitu alfa, beta dan
2. gamma. VVZ dalam subfamili alfa mempunyai sifat khas menyebabkan infeksi primer
pada sel epitel yang menimbulkan lesi vaskuler. Selanjutnya setelah infeksi primer,
infeksi oleh virus herpes alfa biasanya menetap dalam bentuk laten didalam neuron dari
ganglion. Virus yang laten ini pada saatnya akan menimbulkan kekambuhan secara
periodik. Secara in vitro virus herpes alfa mempunyai jajaran penjamu yang relatif luas
dengan siklus pertumbuhan yang pendek serta mempunyai enzim yang penting untuk
replikasi meliputi virus spesifik DNA polimerase dan virus spesifik deoxypiridine
(thymidine) kinase yang disintesis di dalam sel yang terinfeksi.
4. Pathogenesis
Infeksi primer dari VVZ ini pertama kali terjadi di daerah nasofaring. Disini virus
mengadakan replikasi dan dilepas ke darah sehingga terjadi viremia permulaan yang
sifatnya terbatas dan asimptomatik. Keadaan ini diikuti masuknya virus ke dalam
Reticulo Endothelial System (RES) yang kemudian mengadakan replikasi kedua yang
sifat viremia nya lebih luas dan simptomatik dengan penyebaran virus ke kulit dan
mukosa. Sebagian virus juga menjalar melalui serat-serat sensoris ke satu atau lebih
ganglion sensoris dan berdiam diri atau laten didalam neuron. Selama antibodi yang
beredar didalam darah masih tinggi, reaktivasi dari virus yang laten ini dapat dinetralisir,
tetapi pada saat tertentu dimana antibodi tersebut turun dibawah titik kritis maka
terjadilah reaktivasi dari virus sehingga terjadi herpes zoster.
5. Gambaran Klinis
Gejala prodromal herpes zoster biasanya berupa rasa sakit dan parestesi pada
dermatom yang terkena. Gejala ini terjadi beberapa hari menjelang timbulnya erupsi.
Gejala konstitusi, seperti sakit kepala, malaise, dan demam, terjadi pada 5% penderita
(terutama pada anak-anak) dan timbul 1-2 hari sebelum terjadi erupsi.
Gambaran yang paling khas pada herpes zoster adalah erupsi yang lokalisata dan
unilateral. Jarang erupsi tersebut melewati garis tengah tubuh. Umumnya lesi terbatas
pada daerah kulit yang dipersarafi oleh salah satu ganglion saraf sensorik.
Erupsi mulai dengan eritema makulopapular. Dua belas hingga dua puluh empat jam
kemudian terbentuk vesikula yang dapat berubah menjadi pustula pada hari ketiga.
Seminggu sampai sepuluh hari kemudian, lesi mengering menjadi krusta. Krusta ini dapat
3. menetap menjadi 2-3 minggu.Keluhan yang berat biasanya terjadi pada penderita usia
tua. Pada anak-anak hanya timbul keluhan ringan dan erupsi cepat menyembuh. Rasa
sakit segmental pada penderita lanjut usia dapat menetap, walaupun krustanya sudah
menghilang.
Frekuensi herpes zoster menurut dermatom yang terbanyak pada dermatom torakal
(55%), kranial (20%), lumbal (15%), dan sakral (5%).
Menurut lokasi lesinya, herpes zoster dibagi menjadi:
a. Herpes zoster oftalmikus
Herpes zoster oftalmikus merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai
bagian ganglion gasseri yang menerima serabut saraf dari cabang ophtalmicus saraf
trigeminus (N.V), ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.
Infeksi diawali dengan nyeri kulit pada satu sisi kepala dan wajah disertai gejala
konstitusi seperti lesu, demam ringan. Gejala prodromal berlangsug 1 sampai 4 hari
sebelum kelainan kulit timbul. Fotofobia, banyak kelar air mata, kelopak mata
bengkak dan sukar dibuka.
Gambar 1. Herpes zoster oftalmikus sinistra.
b. Herpes zoster fasialis
Herpes zoster fasialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai
bagian ganglion gasseri yang menerima serabut saraf fasialis (N.VII), ditandai erupsi
herpetik unilateral pada kulit.
4. Gambar 2. Herpes zoster fasialis dekstra.
c. Herpes zoster brakialis
Herpes zoster brakialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai
pleksus brakialis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.
Gambar 3. Herpes zoster brakialis sinistra.
d. Herpes zoster torakalis
Herpes zoster torakalis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai
pleksus torakalis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.
5. Gambar 4. Herpes zoster torakalis sinistra.
e. Herpes zoster lumbalis
Herpes zoster lumbalis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai
pleksus lumbalis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.
f. Herpes zoster sakralis
Herpes zoster sakralis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai
pleksus sakralis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.
Gambar 5. Herpes zoster sakralis dekstra.
6. 6. Diagnosis
Diagnosis herpes zoster pada anamnesis didapatkan keluhan berupa neuralgia
beberapa hari sebelum atau bersama-sama dengan timbulnya kelainan kulit.3 Adakalanya
sebelum timbul kelainan kulit didahului gejala prodromal seperti demam, pusing dan
malaise.9 Kelainan kulit tersebut mula-mula berupa eritema kemudian berkembang
menjadi papula dan vesikula yang dengan cepat membesar dan menyatu sehingga
terbentuk bula. Isi vesikel mula-mula jernih, setelah beberapa hari menjadi keruh dan
dapat pula bercampur darah. Jika absorbsi terjadi, vesikel dan bula dapat menjadi krusta.
Dalam stadium pra erupsi, penyakit ini sering dirancukan dengan penyebab rasa
nyeri lainnya, misalnya pleuritis, infark miokard, kolesistitis, apendisitis, kolik renal, dan
sebagainya.4 Namun bila erupsi sudah terlihat, diagnosis mudah ditegakkan.
Karakteristik dari erupsi kulit pada herpes zoster terdiri atas vesikel-vesikel berkelompok,
dengan dasar eritematosa, unilateral, dan mengenai satu dermatom.
Secara laboratorium, pemeriksaan sediaan apus tes Tzanck membantu
menegakkan diagnosis dengan menemukan sel datia berinti banyak. Demikian pula
pemeriksaan cairan vesikula atau material biopsi dengan mikroskop elektron, serta tes
serologik.4,9 Pada pemeriksaan histopatologi ditemukan sebukan sel limfosit yang
mencolok, nekrosis sel dan serabut saraf, proliferasi endotel pembuluh darah kecil,
hemoragi fokal dan inflamasi bungkus ganglion. Partikel virus dapat dilihat dengan
mikroskop elektron dan antigen virus herpes zoster dapat dilihat secara imunofluoresensi.
Apabila gejala klinis sangat jelas tidaklah sulit untuk menegakkan diagnosis.
Akan tetapi pada keadaan yang meragukan diperlukan pemeriksaan penunjang antara
lain:
a. Isolasi virus dengan kultur jaringan dan identifikasi morfologi dengan
mikroskop elektron.
b. Pemeriksaan antigen dengan imunofluoresen
c. Test serologi dengan mengukur imunoglobulin spesifik.
7. 7. Penatalaksanaan
Penatalaksaan herpes zoster bertujuan untuk:
a. Mengatasi infeksi virus akut
b. Mengatasi nyeri akut yang ditimbulkan oleh virus herpes zoster
c. Mencegah timbulnya neuralgia pasca herpetik.
8. Pengobatan
a. Pengobatan Umum
Selama fase akut, pasien dianjurkan tidak keluar rumah, karena dapat menularkan
kepada orang lain yang belum pernah terinfeksi varisela dan orang dengan defisiensi
imun. Usahakan agar vesikel tidak pecah, misalnya jangan digaruk dan pakai baju
yang longgar. Untuk mencegah infeksi sekunder jaga kebersihan badan.
b. Pengobatan Khusus
1) Sistemik
a) Obat Antivirus
Obat yang biasa digunakan ialah asiklovir dan modifikasinya,
misalnya valasiklovir dan famsiklovir. Asiklovir bekerja sebagai inhibitor
DNA polimerase pada virus. Asiklovir dapat diberikan peroral ataupun
intravena. Asiklovir Sebaiknya pada 3 hari pertama sejak lesi muncul. Dosis
asiklovir peroral yang dianjurkan adalah 5×800 mg/hari selama 7 hari,
sedangkan melalui intravena biasanya hanya digunakan pada pasien yang
imunokompromise atau penderita yang tidak bisa minum obat. Obat lain
yang dapat digunakan sebagai terapi herpes zoster adalah valasiklovir.
Valasiklovir diberikan 3×1000 mg/hari selama 7 hari, karena konsentrasi
dalam plasma tinggi. Selain itu famsiklovir juga dapat dipakai. Famsiklovir
juga bekerja sebagai inhibitor DNA polimerase. Famsiklovir diberikan
3×200 mg/hari selama 7 hari.
b) Analgetik
Analgetik diberikan untuk mengurangi neuralgia yang ditimbulkan
8. oleh virus herpes zoster. Obat yang biasa digunakan adalah asam
mefenamat. Dosis asam mefenamat adalah 1500 mg/hari diberikan sebanyak
3 kali, atau dapat juga dipakai seperlunya ketika nyeri muncul.
c) Kortikosteroid
Indikasi pemberian kortikostreroid ialah untuk Sindrom Ramsay Hunt.
Pemberian harus sedini mungkin untuk mencegah terjadinya paralisis. Yang
biasa diberikan ialah prednison dengan dosis 3×20 mg/hari, setelah
seminggu dosis diturunkan secara bertahap. Dengan dosis prednison setinggi
itu imunitas akan tertekan sehingga lebih baik digabung dengan obat
antivirus.
2) Pengobatan topical
Pengobatan topikal bergantung pada stadiumnya. Jika masih stadium
vesikel diberikan bedak dengan tujuan protektif untuk mencegah pecahnya
vesikel agar tidak terjadi infeksi sekunder. Bila erosif diberikan kompres terbuka.
Kalau terjadi ulserasi dapat diberikan salap antibiotik.
9. HIV / AIDS
1. Pengertian
AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus
(HIV) yang ditandai dengan menurunnya system imun/ kekebalan tubuh (CD4 <200 /
mm3).
AIDS merupakan infeksi oportunistik (IO) atau penyakit yang ganas.
2. Etiologi
Infeksi HIV bersifat permanen karena virus ini sukar sekali dimusnahkan. Virus
dapat bersembunyi di sel-sel tubuh terutama dalam CD4+ memory cells dan di SSP tanpa
dapat terdeteksi dan bersifat asimptomatis selama bertahun-tahun lamanya (virus laten).
Virus laten ini tidak dapat dimusnahkan dengan obat, bila sistem imun suatu saat
melemah virus laten dapat berubah menjadi aktif. Selain itu HIV mampu bermutasi
berulangkali secara spontan dengan adakalanya membentuk varian yang lebih ganas
(virulen). Serotipe HIV dibagi menjadi dua, yaitu :
a. HIV-1 : tipe HIV ini paling banyak terjadi di dunia, dimana terjadi karena
infeksi silang dari virus HIV yang ada pada primata dan simpanse.
b. HIV-2 : tipe HIV ini hanya muncul di negara-negara afrika. HIV-2 ini kurang
lancar penularannya baik melalui hubungan seksual maupun dari ibu ke janin,
dibanding HIV-1.
Pada intinya tipe HIV-1 dan HIV-2 hanya berbeda pada daya virulensinya saja dimana
setiap virus memiliki susunan gen yang berbeda dan perbedaan pada penyebaran tiap tipe
HIV ini.
Limfosit CD4+ merupakan target utama infeksi HIV, karena virus ini mempunyai
afinitas terhadap molekul permukaan CD4. Limfosit CD4+ berfungsi mengkoordinasikan
sejumlah fungsi imunologis yang penting. Hilangnya fungsi tersebut menyebabkan
gangguan respon imun yang progresif.
10. 3. Patogenesis
Jalannya penyakit / pola klinis HIV dapat dibedakan menjadi 3 fase (stage)
sebagai berikut :
a. Stage 1 : orang yang terkena menjadi seropositif, artinya setelah 6 bulan di dalam
darahnya dapat di deteksi adanya virus HIV secara tidak langsung. Pada sebagian
kecil penderita beberapa hari setelah infeksi, timbul gejala flu berat ± 1 minggu.
b. Stage 2 : setelah serokonversi, sebagian besar pasien mengalami periode
asimptomatis yang lebih lama sebelum timbul gejala klinis. Pada stage ini system
imun merangkap dan menyimpan semua virus pada kelenjar limfa, dimana replikasi
terus berlangsung. Jaringan yang terinfeksi dan HIV yang lolos dimusnahkan oleh sel
T-killers dan antibodi. Semakin lama banyak virus HIV yang dapat meloloskan diri
dan masuk ke sirkulasi dan banyak limfosit Tyang mati sedang sistem imum menjadi
semakin lemah.
c. Stage 3 (simptomatis dan AIDS) : dengan berkembangnya infeksi HIV maka pasien
menjadi simptomatis. Beberapa gejala tidak spesifik, tetapi gejala oportunistik dapat
dianggap sebagai karakteristik AIDS. Pada stage ini jumlah virus HIV di dalam darah
(viral load) menjadi besar dan jumlah limfosit-T helpercells (CD4+) turun dari ±
1000/mm3 menjadi ± 200/mm3 .
4. Penularan
Seksual (risiko 0,3% untuk laki-laki untuk laki-laki, 0,2% untuk laki-laki untuk
perempuan, 0,1% untuk wanita untuk transmisi laki-laki), IVDU, transfussions, jarum
tongkat (0,3%), vertikal (15-40% tanpa ARV).
5. Gejala
Gejala HIV/AIDS berupa terjadinya superinfeksi hebat dengan fungi (candidiasis)
dan virus (herpes). Karena sistem imun penderita sudah sangat lemah sehingga
berbagai infeksi oportunistik dapat menghinggapi, misalnya TBC, pneumocystis serta
tumor-tumor ganas dan akhirnya berakibat kematian.
11. 6. Diagnosis
a. ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay):
Pemeriksaan ELISA harus menunjukkan hasil positif sebanyak 2 kali (reaktif)
dari 3 tes yang dilakukan. HIV-1 ABAG positif 1-12 minggu setelah infeksi
akut,> sensitivitas 99%; tes skrining pertama
b. Western blot: positif jika ≥ 2 band dari genom HIV; > Sensitivitas 99%,
konfirmasi setelah ELISA
c. Tes preeliminary cepat: 4 tes antibodi; menggunakan air liur, plasma, darah atau
serum, sensitivitas 99% & 96-99% spesifisitas, nilai prediksi positif dalam
populasi sebelumnya yang rendah serendah 50%
d. PCR (viral load): mendeteksi HIV-1 RNA di dalam plasma, kisaran assay adalah
48-10000000 kopi / mL, ~ 2 positif palsu, tetapi biasanya salinan rendah,
sebaliknya, harus sangat tinggi (> 750 k) pada infeksi pertama. Minimal 1 kali
HIV skrining dianjurkan untuk semua orang dewasa pasien
e. CD4: bukan tes diagnostik, karena dapat positif HIV dengan CD4 normal atau
HIV dengan CD4 rendah
f. Evaluasi laboratorium: jumlah CD4, PCR, genotipe HIV, CBC dengan
diferensial, Cr, elektrolit, LFT, A1c & lipid puasa, PPD atau IGRA, sifilis &
tokso layar & CMV IgG, HAV, HBV, HCV serologi: Chlamydia & layar gonore,
dasar CXR, Pap smear / pap anal pada pria / wanita
7. Penatalaksanaan
Tatalaksana terapi HIV/AIDS bertujuan untuk :
1. Menekan replikasi virus HIV / menekan progres penyakit
2. Meningkatkan CD4+ dan menurunkan VL
3. Mencegah terjadinya infeksi oportunistik
8. Pengobatan
1. Antiretrovirals (ARV) Umum NRTI (nucleoside reverrse transcriptase
inhibitor
12. Abacavir (ABC)
Didanosine (ddl)
Emtricitabine (FTC)
Lamivudine (3TC)
Stavudine (d4T)
Tenofovir (TDF)
2. Nucleocide and Nucleotide
Reverse Transcriptase Inhibitor
(NRTIs) (analog nukleoside) :
target aksinya adalah enzim
reverse transkriptase, dengan
penghambatan kerja enzim maka
pembentukan DNA virus diblokir
dan replikasi dihentikan.
Lamivudine (3TC)
Stavudine (d4T)
Zidovudine (AZT)
3. Non-Nucleoside Reverse
Transcriptase Inhibitor
(NNRTIs) : obat ini memiliki
struktur kimiawi yang berbeda,
jadi bukan analog nukleoside.
Mekanisme kerjanya dengan
mengikat secara langsung pada
enzim reverse transkriptase dan
memblok pembentukan DNA.
Selain itu di dalam DNA virus
yang sudah terbentuk, obat ini
menghambat perpanjangan
selanjutnya dari rantai DNA
(polimerisasi).
Efavirenz (EFV)
Etravirine (ETR)
Nevirapine (NVP)
Rilpivirine (RPV)
PI (protease inhibitor)
Atazanavir (ATV)
Darunavir (DRV)
4. FI (fusion inhibitor) Enfuvirtide (T20)
EI (entry inhibitor / CCR5 antagonist)
Maraviroc (MVC)
13. II (integrase inhibitor)
Raltegravir (RAL)
B* (booster, to be given with other ARV)
Ritonavir (r)
5. Entry Inhibitor (penghambat
masuknya virus) : mekanisme
kerjanya dengan cara berikatan
dengan sub unit GP 41 selubung
glikoprotein virus sehingga fusi
virus ke sel target dihambat. Obat
:
Enfuvirtide (T20)
Protease Inhibitor (PI) : bekerja
pada fase akhir dari replikasi virus dan
efeknya terhadap HIV lebih kuat
daripada NRTIs/NNRTIs. PI mampu
menghentikan replikasi dari sel yang
sudah terinfeksi. PI menghamabt
enzim protease yang memecah
poliprotein besar yang terbentuk oleh
DNA viral menjadi protein-protein
yang lebih kecil untuk digunakan bagi
pembentukan virus baru, sehingga
pembentukan virus baru dapat
dihambat seluruhnya.
Nelvinafir (NFV)
Ritonavir (RTV)
Saquinavir
Lopinavir (LPV)
Regimen terapi ART untuk pertama kali dilakukan dengan kombinasi 3 obat,
kombinasi yang paling umum untuk memulai pengobatan yaitu 2 kombinasi NRTIs
dengan salah satunya NNRTIs. Regimen terapi ada 3 basis, antara lain :
a. Basis NNRTIs : Evapiren (NNRTIs) + Zidovudine (NRTIs) + Lamivudine
(NRTIs)
b. Basis PI : Lopinavir (PI) + Zidovudine (NRTIs) + Lamivudine (NRTIs)
14. c. Basis Triple NRTIs : Abacavir + Zidovudine (NRTIs) + Lamivudine (NRTIs)
Pertimbangan pergantian terapi dilakukan dengan melihat :
a. Efektivitas obat (dilihat dari nilai VL dan CD4+ setelah 6 pengobatan);
b. Profil ESO : pasien tidak dapat mentoleransi ESO, mungkin saja VL mengalami
penurunan namun ESO tidak dapat ditolelir maka terapi dapat diganti.
Sebelum terapi mulai dilakukan maka perlu dilakukan evaluasi terlebih dahulu untuk
mengetahui kesiapan pasien untuk menerima terapi, dengan cara :
a. Mengevaluasi pengetahuan pasien tentang penggunaan obat ART;
b. Pasien harus diinformasikan tentang ESO dari ART;
c. Memastikan adanya dukungan dari orang-orang terdekat pasien;
d. Memastikan adanya laboratorium yang memadai untuk monitoring perkembangan
penyakit;
e. Adanya layanan kefarmasian yang memadai untuk menjamin ketersediaan ART
dan obat-obat infeksi.
Monitoring keberhasilan terapi dilakukan dengan melihat beberapa kriteria diantaranya :
a. Kriteria imunologik : dengan melihat nilai CD4+ , seharusnya mengalami
peningkatan setelah mendapat terapi.
b. Kriteria virologik : dengan melihat jumlah VL, seharusnya menurun /
undetectable setelah 6 bulan terapi (> 50.000 copies/ml pada pasien dewasa dan
>500.000 copies/ml pada pasien anak-anak)
c. Kriteria klinik : melalui peningkatan BB, berkurangnya gejala, menurunnya
frekuensi/beratnya infeksi oportunistik
d. Monitoring ESO ART : jika ESO ringan maka obat diteruskan dengan harapan
dapat segera ditolelir, jika ESO menetap maka disarankan untuk konsultasi ke
dokter dan jika ESO berat maka terapi ART dihentikan atau diganti terapi ART
lainnya.
Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa obat antiretroviral dapat
digunakan selama kehamilan. Obat-obatan dapat digunakan untuk mengurangi viral
15. load wanita efektif dibawah deteksi. Ini juga sangat mengurangi resiko bayi
terinfeksi.
Penanganan HIV pada neonatus yaitu 8 jam setelah kelahiran diberi
monoterapi zidovudine (NRTIs) kemudian dimonitor CD4 dan viral load-nya.
Transmisi HIV dari ibu ke janin dapat dicegah selama periode before birth, during
birth dan post partum (after birth).
Perawatan yang paling efektif untuk anak dengan HIV adalah ART. Hal ini
memerlukan beberapa obat antiretroviral (ARV) dilakukan setiap hari. Pengobatan
antiretroviral mengurangi penyakit dan kematian diantara anak-anak yang hidup
dengan HIV. Dalam satu penelitian di Brazil, tiga perempat anak HIV-positif yang
menerima ART masih bisa bertahan hidup setelah mengikuti 4 tahun periode.
6. Profilaksis infeksi oportunistik (OI)
OI Indikasi Profilaksis Pertama
Tuberkulosis Positif PPD (≥ 5mm)/IGRA
atau resiko tinggi
INH + vit B6 x 9 bulan
Pneumosystis jiroveci
(PCP)
CD4 < 200/mm3 atau CD4
<14% or thrush
TMP-SMX Double Strengh or
Single Strengh 4xsehari
atau
Double Strengh 3 x seminggu
atau
Dapsone 100 mg 4 x sehari
atau
Atovaquone 1500 mg qd atau
Pentamidine 300 mg inhalasi
setiap 4 minggu
Toksoplasmosis CD4 <100/mm3 and positive
Toxo IgG
TMP-SMX double strengh 4 x
sehari
Atau dapsone 50 mg 4 x sehari
+ pyrimetamine 50 mg per
16. minggu + leucovorin 25 per
minggu
MAC (mycobacterium
avium complex)
CD4 <50/mm3 Azithro 1200 mg 4 x sehari
atau
clarito 500 mg 2 x sehari
• Hentikan profilaksis pertama jika CD4> batas masuk> 3-6 bulan pada ARV,
Menghentikan profilaksis kedua (terapi pemeliharaan untuk OI sebelumnya, obat-obatan
dan dosis berbeda dengan OI) jika resolusi klinis atau stabilisasi dan CD4 ambang batas
telah terlampaui x 3-6 bulan)