SlideShare a Scribd company logo
Wahyu Tika Lestari
3C / 1300023223
HERPES
1. Pengertian
Herpes zoster adalah radang kulit akut yang bersifat khas seperti gerombolan
vesikel unilateral, sesuai dengan dermatomanya (persyarafannya).
Herpes zoster adalah sutau infeksi yang dialami oleh seseorang yang tidak
mempunyai kekebalan terhadap varicella (misalnya seseorang yang sebelumnya tidak
terinfeksi oleh varicella dalam bentuk cacar air).
2. Epidemiologi
Herpes zoster dapat muncul disepanjang tahun karena tidak dipengaruhi oleh
musim dan tersebar merata di seluruh dunia, tidak ada perbedaan angka kesakitan antara
laki-laki dan perempuan, angka kesakitan meningkat dengan peningkatan usia. Di negara
maju seperti Amerika, penyakit ini dilaporkan sekitar 6% setahun, di Inggris 0,34%
setahun sedangkan di Indonesia lebih kurang 1% setahun.
Herpes zoster terjadi pada orang yang pernah menderita varisela sebelumnya karena
varisela dan herpes zoster disebabkan oleh virus yang sama yaitu virus varisela zoster.
Setelah sembuh dari varisela, virus yang ada di ganglion sensoris tetap hidup dalam
keadaan tidak aktif dan aktif kembali jika daya tahan tubuh menurun. Lebih dari 2/3 usia
di atas 50 tahun dan kurang dari 10% usia di bawah 20 tahun. Kurnia Djaya pernah
melaporkan kasus hepes zoster pada bayi usia 11 bulan.
3. Etiologi
Herpes zoster disebabkan oleh infeksi virus varisela zoster (VVZ) dan tergolong
virus berinti DNA, virus ini berukuran 140-200 nm, yang termasuk subfamili alfa herpes
viridae. Berdasarkan sifat biologisnya seperti siklus replikasi, penjamu, sifat sitotoksik
dan sel tempat hidup laten diklasifikasikan kedalam 3 subfamili yaitu alfa, beta dan
gamma. VVZ dalam subfamili alfa mempunyai sifat khas menyebabkan infeksi primer
pada sel epitel yang menimbulkan lesi vaskuler. Selanjutnya setelah infeksi primer,
infeksi oleh virus herpes alfa biasanya menetap dalam bentuk laten didalam neuron dari
ganglion. Virus yang laten ini pada saatnya akan menimbulkan kekambuhan secara
periodik. Secara in vitro virus herpes alfa mempunyai jajaran penjamu yang relatif luas
dengan siklus pertumbuhan yang pendek serta mempunyai enzim yang penting untuk
replikasi meliputi virus spesifik DNA polimerase dan virus spesifik deoxypiridine
(thymidine) kinase yang disintesis di dalam sel yang terinfeksi.
4. Pathogenesis
Infeksi primer dari VVZ ini pertama kali terjadi di daerah nasofaring. Disini virus
mengadakan replikasi dan dilepas ke darah sehingga terjadi viremia permulaan yang
sifatnya terbatas dan asimptomatik. Keadaan ini diikuti masuknya virus ke dalam
Reticulo Endothelial System (RES) yang kemudian mengadakan replikasi kedua yang
sifat viremia nya lebih luas dan simptomatik dengan penyebaran virus ke kulit dan
mukosa. Sebagian virus juga menjalar melalui serat-serat sensoris ke satu atau lebih
ganglion sensoris dan berdiam diri atau laten didalam neuron. Selama antibodi yang
beredar didalam darah masih tinggi, reaktivasi dari virus yang laten ini dapat dinetralisir,
tetapi pada saat tertentu dimana antibodi tersebut turun dibawah titik kritis maka
terjadilah reaktivasi dari virus sehingga terjadi herpes zoster.
5. Gambaran Klinis
Gejala prodromal herpes zoster biasanya berupa rasa sakit dan parestesi pada
dermatom yang terkena. Gejala ini terjadi beberapa hari menjelang timbulnya erupsi.
Gejala konstitusi, seperti sakit kepala, malaise, dan demam, terjadi pada 5% penderita
(terutama pada anak-anak) dan timbul 1-2 hari sebelum terjadi erupsi.
Gambaran yang paling khas pada herpes zoster adalah erupsi yang lokalisata dan
unilateral. Jarang erupsi tersebut melewati garis tengah tubuh. Umumnya lesi terbatas
pada daerah kulit yang dipersarafi oleh salah satu ganglion saraf sensorik.
Erupsi mulai dengan eritema makulopapular. Dua belas hingga dua puluh empat jam
kemudian terbentuk vesikula yang dapat berubah menjadi pustula pada hari ketiga.
Seminggu sampai sepuluh hari kemudian, lesi mengering menjadi krusta. Krusta ini dapat
menetap menjadi 2-3 minggu.Keluhan yang berat biasanya terjadi pada penderita usia
tua. Pada anak-anak hanya timbul keluhan ringan dan erupsi cepat menyembuh. Rasa
sakit segmental pada penderita lanjut usia dapat menetap, walaupun krustanya sudah
menghilang.
Frekuensi herpes zoster menurut dermatom yang terbanyak pada dermatom torakal
(55%), kranial (20%), lumbal (15%), dan sakral (5%).
Menurut lokasi lesinya, herpes zoster dibagi menjadi:
a. Herpes zoster oftalmikus
Herpes zoster oftalmikus merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai
bagian ganglion gasseri yang menerima serabut saraf dari cabang ophtalmicus saraf
trigeminus (N.V), ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.
Infeksi diawali dengan nyeri kulit pada satu sisi kepala dan wajah disertai gejala
konstitusi seperti lesu, demam ringan. Gejala prodromal berlangsug 1 sampai 4 hari
sebelum kelainan kulit timbul. Fotofobia, banyak kelar air mata, kelopak mata
bengkak dan sukar dibuka.
Gambar 1. Herpes zoster oftalmikus sinistra.
b. Herpes zoster fasialis
Herpes zoster fasialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai
bagian ganglion gasseri yang menerima serabut saraf fasialis (N.VII), ditandai erupsi
herpetik unilateral pada kulit.
Gambar 2. Herpes zoster fasialis dekstra.
c. Herpes zoster brakialis
Herpes zoster brakialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai
pleksus brakialis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.
Gambar 3. Herpes zoster brakialis sinistra.
d. Herpes zoster torakalis
Herpes zoster torakalis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai
pleksus torakalis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.
Gambar 4. Herpes zoster torakalis sinistra.
e. Herpes zoster lumbalis
Herpes zoster lumbalis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai
pleksus lumbalis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.
f. Herpes zoster sakralis
Herpes zoster sakralis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai
pleksus sakralis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.
Gambar 5. Herpes zoster sakralis dekstra.
6. Diagnosis
Diagnosis herpes zoster pada anamnesis didapatkan keluhan berupa neuralgia
beberapa hari sebelum atau bersama-sama dengan timbulnya kelainan kulit.3 Adakalanya
sebelum timbul kelainan kulit didahului gejala prodromal seperti demam, pusing dan
malaise.9 Kelainan kulit tersebut mula-mula berupa eritema kemudian berkembang
menjadi papula dan vesikula yang dengan cepat membesar dan menyatu sehingga
terbentuk bula. Isi vesikel mula-mula jernih, setelah beberapa hari menjadi keruh dan
dapat pula bercampur darah. Jika absorbsi terjadi, vesikel dan bula dapat menjadi krusta.
Dalam stadium pra erupsi, penyakit ini sering dirancukan dengan penyebab rasa
nyeri lainnya, misalnya pleuritis, infark miokard, kolesistitis, apendisitis, kolik renal, dan
sebagainya.4 Namun bila erupsi sudah terlihat, diagnosis mudah ditegakkan.
Karakteristik dari erupsi kulit pada herpes zoster terdiri atas vesikel-vesikel berkelompok,
dengan dasar eritematosa, unilateral, dan mengenai satu dermatom.
Secara laboratorium, pemeriksaan sediaan apus tes Tzanck membantu
menegakkan diagnosis dengan menemukan sel datia berinti banyak. Demikian pula
pemeriksaan cairan vesikula atau material biopsi dengan mikroskop elektron, serta tes
serologik.4,9 Pada pemeriksaan histopatologi ditemukan sebukan sel limfosit yang
mencolok, nekrosis sel dan serabut saraf, proliferasi endotel pembuluh darah kecil,
hemoragi fokal dan inflamasi bungkus ganglion. Partikel virus dapat dilihat dengan
mikroskop elektron dan antigen virus herpes zoster dapat dilihat secara imunofluoresensi.
Apabila gejala klinis sangat jelas tidaklah sulit untuk menegakkan diagnosis.
Akan tetapi pada keadaan yang meragukan diperlukan pemeriksaan penunjang antara
lain:
a. Isolasi virus dengan kultur jaringan dan identifikasi morfologi dengan
mikroskop elektron.
b. Pemeriksaan antigen dengan imunofluoresen
c. Test serologi dengan mengukur imunoglobulin spesifik.
7. Penatalaksanaan
Penatalaksaan herpes zoster bertujuan untuk:
a. Mengatasi infeksi virus akut
b. Mengatasi nyeri akut yang ditimbulkan oleh virus herpes zoster
c. Mencegah timbulnya neuralgia pasca herpetik.
8. Pengobatan
a. Pengobatan Umum
Selama fase akut, pasien dianjurkan tidak keluar rumah, karena dapat menularkan
kepada orang lain yang belum pernah terinfeksi varisela dan orang dengan defisiensi
imun. Usahakan agar vesikel tidak pecah, misalnya jangan digaruk dan pakai baju
yang longgar. Untuk mencegah infeksi sekunder jaga kebersihan badan.
b. Pengobatan Khusus
1) Sistemik
a) Obat Antivirus
Obat yang biasa digunakan ialah asiklovir dan modifikasinya,
misalnya valasiklovir dan famsiklovir. Asiklovir bekerja sebagai inhibitor
DNA polimerase pada virus. Asiklovir dapat diberikan peroral ataupun
intravena. Asiklovir Sebaiknya pada 3 hari pertama sejak lesi muncul. Dosis
asiklovir peroral yang dianjurkan adalah 5×800 mg/hari selama 7 hari,
sedangkan melalui intravena biasanya hanya digunakan pada pasien yang
imunokompromise atau penderita yang tidak bisa minum obat. Obat lain
yang dapat digunakan sebagai terapi herpes zoster adalah valasiklovir.
Valasiklovir diberikan 3×1000 mg/hari selama 7 hari, karena konsentrasi
dalam plasma tinggi. Selain itu famsiklovir juga dapat dipakai. Famsiklovir
juga bekerja sebagai inhibitor DNA polimerase. Famsiklovir diberikan
3×200 mg/hari selama 7 hari.
b) Analgetik
Analgetik diberikan untuk mengurangi neuralgia yang ditimbulkan
oleh virus herpes zoster. Obat yang biasa digunakan adalah asam
mefenamat. Dosis asam mefenamat adalah 1500 mg/hari diberikan sebanyak
3 kali, atau dapat juga dipakai seperlunya ketika nyeri muncul.
c) Kortikosteroid
Indikasi pemberian kortikostreroid ialah untuk Sindrom Ramsay Hunt.
Pemberian harus sedini mungkin untuk mencegah terjadinya paralisis. Yang
biasa diberikan ialah prednison dengan dosis 3×20 mg/hari, setelah
seminggu dosis diturunkan secara bertahap. Dengan dosis prednison setinggi
itu imunitas akan tertekan sehingga lebih baik digabung dengan obat
antivirus.
2) Pengobatan topical
Pengobatan topikal bergantung pada stadiumnya. Jika masih stadium
vesikel diberikan bedak dengan tujuan protektif untuk mencegah pecahnya
vesikel agar tidak terjadi infeksi sekunder. Bila erosif diberikan kompres terbuka.
Kalau terjadi ulserasi dapat diberikan salap antibiotik.
HIV / AIDS
1. Pengertian
AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus
(HIV) yang ditandai dengan menurunnya system imun/ kekebalan tubuh (CD4 <200 /
mm3).
AIDS merupakan infeksi oportunistik (IO) atau penyakit yang ganas.
2. Etiologi
Infeksi HIV bersifat permanen karena virus ini sukar sekali dimusnahkan. Virus
dapat bersembunyi di sel-sel tubuh terutama dalam CD4+ memory cells dan di SSP tanpa
dapat terdeteksi dan bersifat asimptomatis selama bertahun-tahun lamanya (virus laten).
Virus laten ini tidak dapat dimusnahkan dengan obat, bila sistem imun suatu saat
melemah virus laten dapat berubah menjadi aktif. Selain itu HIV mampu bermutasi
berulangkali secara spontan dengan adakalanya membentuk varian yang lebih ganas
(virulen). Serotipe HIV dibagi menjadi dua, yaitu :
a. HIV-1 : tipe HIV ini paling banyak terjadi di dunia, dimana terjadi karena
infeksi silang dari virus HIV yang ada pada primata dan simpanse.
b. HIV-2 : tipe HIV ini hanya muncul di negara-negara afrika. HIV-2 ini kurang
lancar penularannya baik melalui hubungan seksual maupun dari ibu ke janin,
dibanding HIV-1.
Pada intinya tipe HIV-1 dan HIV-2 hanya berbeda pada daya virulensinya saja dimana
setiap virus memiliki susunan gen yang berbeda dan perbedaan pada penyebaran tiap tipe
HIV ini.
Limfosit CD4+ merupakan target utama infeksi HIV, karena virus ini mempunyai
afinitas terhadap molekul permukaan CD4. Limfosit CD4+ berfungsi mengkoordinasikan
sejumlah fungsi imunologis yang penting. Hilangnya fungsi tersebut menyebabkan
gangguan respon imun yang progresif.
3. Patogenesis
Jalannya penyakit / pola klinis HIV dapat dibedakan menjadi 3 fase (stage)
sebagai berikut :
a. Stage 1 : orang yang terkena menjadi seropositif, artinya setelah 6 bulan di dalam
darahnya dapat di deteksi adanya virus HIV secara tidak langsung. Pada sebagian
kecil penderita beberapa hari setelah infeksi, timbul gejala flu berat ± 1 minggu.
b. Stage 2 : setelah serokonversi, sebagian besar pasien mengalami periode
asimptomatis yang lebih lama sebelum timbul gejala klinis. Pada stage ini system
imun merangkap dan menyimpan semua virus pada kelenjar limfa, dimana replikasi
terus berlangsung. Jaringan yang terinfeksi dan HIV yang lolos dimusnahkan oleh sel
T-killers dan antibodi. Semakin lama banyak virus HIV yang dapat meloloskan diri
dan masuk ke sirkulasi dan banyak limfosit Tyang mati sedang sistem imum menjadi
semakin lemah.
c. Stage 3 (simptomatis dan AIDS) : dengan berkembangnya infeksi HIV maka pasien
menjadi simptomatis. Beberapa gejala tidak spesifik, tetapi gejala oportunistik dapat
dianggap sebagai karakteristik AIDS. Pada stage ini jumlah virus HIV di dalam darah
(viral load) menjadi besar dan jumlah limfosit-T helpercells (CD4+) turun dari ±
1000/mm3 menjadi ± 200/mm3 .
4. Penularan
Seksual (risiko 0,3% untuk laki-laki untuk laki-laki, 0,2% untuk laki-laki untuk
perempuan, 0,1% untuk wanita untuk transmisi laki-laki), IVDU, transfussions, jarum
tongkat (0,3%), vertikal (15-40% tanpa ARV).
5. Gejala
Gejala HIV/AIDS berupa terjadinya superinfeksi hebat dengan fungi (candidiasis)
dan virus (herpes). Karena sistem imun penderita sudah sangat lemah sehingga
berbagai infeksi oportunistik dapat menghinggapi, misalnya TBC, pneumocystis serta
tumor-tumor ganas dan akhirnya berakibat kematian.
6. Diagnosis
a. ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay):
Pemeriksaan ELISA harus menunjukkan hasil positif sebanyak 2 kali (reaktif)
dari 3 tes yang dilakukan. HIV-1 ABAG positif 1-12 minggu setelah infeksi
akut,> sensitivitas 99%; tes skrining pertama
b. Western blot: positif jika ≥ 2 band dari genom HIV; > Sensitivitas 99%,
konfirmasi setelah ELISA
c. Tes preeliminary cepat: 4 tes antibodi; menggunakan air liur, plasma, darah atau
serum, sensitivitas 99% & 96-99% spesifisitas, nilai prediksi positif dalam
populasi sebelumnya yang rendah serendah 50%
d. PCR (viral load): mendeteksi HIV-1 RNA di dalam plasma, kisaran assay adalah
48-10000000 kopi / mL, ~ 2 positif palsu, tetapi biasanya salinan rendah,
sebaliknya, harus sangat tinggi (> 750 k) pada infeksi pertama. Minimal 1 kali
HIV skrining dianjurkan untuk semua orang dewasa pasien
e. CD4: bukan tes diagnostik, karena dapat positif HIV dengan CD4 normal atau
HIV dengan CD4 rendah
f. Evaluasi laboratorium: jumlah CD4, PCR, genotipe HIV, CBC dengan
diferensial, Cr, elektrolit, LFT, A1c & lipid puasa, PPD atau IGRA, sifilis &
tokso layar & CMV IgG, HAV, HBV, HCV serologi: Chlamydia & layar gonore,
dasar CXR, Pap smear / pap anal pada pria / wanita
7. Penatalaksanaan
Tatalaksana terapi HIV/AIDS bertujuan untuk :
1. Menekan replikasi virus HIV / menekan progres penyakit
2. Meningkatkan CD4+ dan menurunkan VL
3. Mencegah terjadinya infeksi oportunistik
8. Pengobatan
1. Antiretrovirals (ARV) Umum NRTI (nucleoside reverrse transcriptase
inhibitor
Abacavir (ABC)
Didanosine (ddl)
Emtricitabine (FTC)
Lamivudine (3TC)
Stavudine (d4T)
Tenofovir (TDF)
2. Nucleocide and Nucleotide
Reverse Transcriptase Inhibitor
(NRTIs) (analog nukleoside) :
target aksinya adalah enzim
reverse transkriptase, dengan
penghambatan kerja enzim maka
pembentukan DNA virus diblokir
dan replikasi dihentikan.
Lamivudine (3TC)
Stavudine (d4T)
Zidovudine (AZT)
3. Non-Nucleoside Reverse
Transcriptase Inhibitor
(NNRTIs) : obat ini memiliki
struktur kimiawi yang berbeda,
jadi bukan analog nukleoside.
Mekanisme kerjanya dengan
mengikat secara langsung pada
enzim reverse transkriptase dan
memblok pembentukan DNA.
Selain itu di dalam DNA virus
yang sudah terbentuk, obat ini
menghambat perpanjangan
selanjutnya dari rantai DNA
(polimerisasi).
Efavirenz (EFV)
Etravirine (ETR)
Nevirapine (NVP)
Rilpivirine (RPV)
PI (protease inhibitor)
Atazanavir (ATV)
Darunavir (DRV)
4. FI (fusion inhibitor) Enfuvirtide (T20)
EI (entry inhibitor / CCR5 antagonist)
Maraviroc (MVC)
II (integrase inhibitor)
Raltegravir (RAL)
B* (booster, to be given with other ARV)
Ritonavir (r)
5. Entry Inhibitor (penghambat
masuknya virus) : mekanisme
kerjanya dengan cara berikatan
dengan sub unit GP 41 selubung
glikoprotein virus sehingga fusi
virus ke sel target dihambat. Obat
:
Enfuvirtide (T20)
Protease Inhibitor (PI) : bekerja
pada fase akhir dari replikasi virus dan
efeknya terhadap HIV lebih kuat
daripada NRTIs/NNRTIs. PI mampu
menghentikan replikasi dari sel yang
sudah terinfeksi. PI menghamabt
enzim protease yang memecah
poliprotein besar yang terbentuk oleh
DNA viral menjadi protein-protein
yang lebih kecil untuk digunakan bagi
pembentukan virus baru, sehingga
pembentukan virus baru dapat
dihambat seluruhnya.
Nelvinafir (NFV)
Ritonavir (RTV)
Saquinavir
Lopinavir (LPV)
Regimen terapi ART untuk pertama kali dilakukan dengan kombinasi 3 obat,
kombinasi yang paling umum untuk memulai pengobatan yaitu 2 kombinasi NRTIs
dengan salah satunya NNRTIs. Regimen terapi ada 3 basis, antara lain :
a. Basis NNRTIs : Evapiren (NNRTIs) + Zidovudine (NRTIs) + Lamivudine
(NRTIs)
b. Basis PI : Lopinavir (PI) + Zidovudine (NRTIs) + Lamivudine (NRTIs)
c. Basis Triple NRTIs : Abacavir + Zidovudine (NRTIs) + Lamivudine (NRTIs)
Pertimbangan pergantian terapi dilakukan dengan melihat :
a. Efektivitas obat (dilihat dari nilai VL dan CD4+ setelah 6 pengobatan);
b. Profil ESO : pasien tidak dapat mentoleransi ESO, mungkin saja VL mengalami
penurunan namun ESO tidak dapat ditolelir maka terapi dapat diganti.
Sebelum terapi mulai dilakukan maka perlu dilakukan evaluasi terlebih dahulu untuk
mengetahui kesiapan pasien untuk menerima terapi, dengan cara :
a. Mengevaluasi pengetahuan pasien tentang penggunaan obat ART;
b. Pasien harus diinformasikan tentang ESO dari ART;
c. Memastikan adanya dukungan dari orang-orang terdekat pasien;
d. Memastikan adanya laboratorium yang memadai untuk monitoring perkembangan
penyakit;
e. Adanya layanan kefarmasian yang memadai untuk menjamin ketersediaan ART
dan obat-obat infeksi.
Monitoring keberhasilan terapi dilakukan dengan melihat beberapa kriteria diantaranya :
a. Kriteria imunologik : dengan melihat nilai CD4+ , seharusnya mengalami
peningkatan setelah mendapat terapi.
b. Kriteria virologik : dengan melihat jumlah VL, seharusnya menurun /
undetectable setelah 6 bulan terapi (> 50.000 copies/ml pada pasien dewasa dan
>500.000 copies/ml pada pasien anak-anak)
c. Kriteria klinik : melalui peningkatan BB, berkurangnya gejala, menurunnya
frekuensi/beratnya infeksi oportunistik
d. Monitoring ESO ART : jika ESO ringan maka obat diteruskan dengan harapan
dapat segera ditolelir, jika ESO menetap maka disarankan untuk konsultasi ke
dokter dan jika ESO berat maka terapi ART dihentikan atau diganti terapi ART
lainnya.
Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa obat antiretroviral dapat
digunakan selama kehamilan. Obat-obatan dapat digunakan untuk mengurangi viral
load wanita efektif dibawah deteksi. Ini juga sangat mengurangi resiko bayi
terinfeksi.
Penanganan HIV pada neonatus yaitu 8 jam setelah kelahiran diberi
monoterapi zidovudine (NRTIs) kemudian dimonitor CD4 dan viral load-nya.
Transmisi HIV dari ibu ke janin dapat dicegah selama periode before birth, during
birth dan post partum (after birth).
Perawatan yang paling efektif untuk anak dengan HIV adalah ART. Hal ini
memerlukan beberapa obat antiretroviral (ARV) dilakukan setiap hari. Pengobatan
antiretroviral mengurangi penyakit dan kematian diantara anak-anak yang hidup
dengan HIV. Dalam satu penelitian di Brazil, tiga perempat anak HIV-positif yang
menerima ART masih bisa bertahan hidup setelah mengikuti 4 tahun periode.
6. Profilaksis infeksi oportunistik (OI)
OI Indikasi Profilaksis Pertama
Tuberkulosis Positif PPD (≥ 5mm)/IGRA
atau resiko tinggi
INH + vit B6 x 9 bulan
Pneumosystis jiroveci
(PCP)
CD4 < 200/mm3 atau CD4
<14% or thrush
TMP-SMX Double Strengh or
Single Strengh 4xsehari
atau
Double Strengh 3 x seminggu
atau
Dapsone 100 mg 4 x sehari
atau
Atovaquone 1500 mg qd atau
Pentamidine 300 mg inhalasi
setiap 4 minggu
Toksoplasmosis CD4 <100/mm3 and positive
Toxo IgG
TMP-SMX double strengh 4 x
sehari
Atau dapsone 50 mg 4 x sehari
+ pyrimetamine 50 mg per
minggu + leucovorin 25 per
minggu
MAC (mycobacterium
avium complex)
CD4 <50/mm3 Azithro 1200 mg 4 x sehari
atau
clarito 500 mg 2 x sehari
• Hentikan profilaksis pertama jika CD4> batas masuk> 3-6 bulan pada ARV,
Menghentikan profilaksis kedua (terapi pemeliharaan untuk OI sebelumnya, obat-obatan
dan dosis berbeda dengan OI) jika resolusi klinis atau stabilisasi dan CD4 ambang batas
telah terlampaui x 3-6 bulan)

More Related Content

What's hot

HERPES SIMPLEX
HERPES SIMPLEXHERPES SIMPLEX
HERPES SIMPLEX
Muhammad Nasrullah
 
Asuhan keperawatan pada pasien AKPER PEMKAB MUNA
Asuhan keperawatan pada pasien  AKPER PEMKAB MUNA Asuhan keperawatan pada pasien  AKPER PEMKAB MUNA
Asuhan keperawatan pada pasien AKPER PEMKAB MUNA Operator Warnet Vast Raha
 
Flu+singapore+&+flu+babi. bag.11
Flu+singapore+&+flu+babi.   bag.11Flu+singapore+&+flu+babi.   bag.11
Flu+singapore+&+flu+babi. bag.11
tristyanto
 
Siphilis adalah sebuah infeksi sistemik yang disebabkan oleh treponema pallid...
Siphilis adalah sebuah infeksi sistemik yang disebabkan oleh treponema pallid...Siphilis adalah sebuah infeksi sistemik yang disebabkan oleh treponema pallid...
Siphilis adalah sebuah infeksi sistemik yang disebabkan oleh treponema pallid...
Ajo Yayan
 
JANGKITAN VIRUS SIMPLEX, ZOSTER dan WART
JANGKITAN VIRUS SIMPLEX, ZOSTER dan WARTJANGKITAN VIRUS SIMPLEX, ZOSTER dan WART
JANGKITAN VIRUS SIMPLEX, ZOSTER dan WART
Muhammad Nasrullah
 
Pengantar Cacar Monyet Bagi Tenaga Kesehatan
Pengantar Cacar Monyet Bagi Tenaga KesehatanPengantar Cacar Monyet Bagi Tenaga Kesehatan
Pengantar Cacar Monyet Bagi Tenaga Kesehatan
I Putu Cahya Legawa
 
Nakalah
NakalahNakalah
81071297 limfadenitis-tuberkulosis
81071297 limfadenitis-tuberkulosis81071297 limfadenitis-tuberkulosis
81071297 limfadenitis-tuberkulosis
beusav
 
Virus parasit manusia-hewan-tumbuhan
Virus parasit manusia-hewan-tumbuhanVirus parasit manusia-hewan-tumbuhan
Virus parasit manusia-hewan-tumbuhan
machdaniar
 
Herpes virus mikro
Herpes virus mikroHerpes virus mikro
Herpes virus mikro
fikri asyura
 
HERPES SIMPLEX
HERPES SIMPLEXHERPES SIMPLEX
HERPES SIMPLEX
Muhammad Nasrullah
 
Chicken pox
Chicken poxChicken pox
Chicken pox
Muhammad Nasrullah
 
Virus yang merugikan manusia hewan dan tumbuhan 2
Virus yang merugikan manusia hewan dan tumbuhan 2Virus yang merugikan manusia hewan dan tumbuhan 2
Virus yang merugikan manusia hewan dan tumbuhan 2Iyens Syeikhbu
 
Laporan kasus ii
Laporan kasus iiLaporan kasus ii
Laporan kasus ii
Riesti Roiito
 

What's hot (16)

HERPES SIMPLEX
HERPES SIMPLEXHERPES SIMPLEX
HERPES SIMPLEX
 
Asuhan keperawatan pada pasien AKPER PEMKAB MUNA
Asuhan keperawatan pada pasien  AKPER PEMKAB MUNA Asuhan keperawatan pada pasien  AKPER PEMKAB MUNA
Asuhan keperawatan pada pasien AKPER PEMKAB MUNA
 
Flu+singapore+&+flu+babi. bag.11
Flu+singapore+&+flu+babi.   bag.11Flu+singapore+&+flu+babi.   bag.11
Flu+singapore+&+flu+babi. bag.11
 
Siphilis adalah sebuah infeksi sistemik yang disebabkan oleh treponema pallid...
Siphilis adalah sebuah infeksi sistemik yang disebabkan oleh treponema pallid...Siphilis adalah sebuah infeksi sistemik yang disebabkan oleh treponema pallid...
Siphilis adalah sebuah infeksi sistemik yang disebabkan oleh treponema pallid...
 
JANGKITAN VIRUS SIMPLEX, ZOSTER dan WART
JANGKITAN VIRUS SIMPLEX, ZOSTER dan WARTJANGKITAN VIRUS SIMPLEX, ZOSTER dan WART
JANGKITAN VIRUS SIMPLEX, ZOSTER dan WART
 
Pengantar Cacar Monyet Bagi Tenaga Kesehatan
Pengantar Cacar Monyet Bagi Tenaga KesehatanPengantar Cacar Monyet Bagi Tenaga Kesehatan
Pengantar Cacar Monyet Bagi Tenaga Kesehatan
 
Nakalah
NakalahNakalah
Nakalah
 
81071297 limfadenitis-tuberkulosis
81071297 limfadenitis-tuberkulosis81071297 limfadenitis-tuberkulosis
81071297 limfadenitis-tuberkulosis
 
Virus parasit manusia-hewan-tumbuhan
Virus parasit manusia-hewan-tumbuhanVirus parasit manusia-hewan-tumbuhan
Virus parasit manusia-hewan-tumbuhan
 
Herpes virus mikro
Herpes virus mikroHerpes virus mikro
Herpes virus mikro
 
HERPES SIMPLEX
HERPES SIMPLEXHERPES SIMPLEX
HERPES SIMPLEX
 
Chicken pox
Chicken poxChicken pox
Chicken pox
 
Virus yang merugikan manusia hewan dan tumbuhan 2
Virus yang merugikan manusia hewan dan tumbuhan 2Virus yang merugikan manusia hewan dan tumbuhan 2
Virus yang merugikan manusia hewan dan tumbuhan 2
 
Laporan kasus ii
Laporan kasus iiLaporan kasus ii
Laporan kasus ii
 
Ulkus kornea
Ulkus korneaUlkus kornea
Ulkus kornea
 
Refrat tb
Refrat tbRefrat tb
Refrat tb
 

Similar to Farmakoterapi herpes dan HIV/AIDS

Intan shahifa AKPER PEMKAB MUNA
Intan shahifa  AKPER PEMKAB MUNA Intan shahifa  AKPER PEMKAB MUNA
Intan shahifa AKPER PEMKAB MUNA
Operator Warnet Vast Raha
 
Infeksi Kulit.pptx
Infeksi Kulit.pptxInfeksi Kulit.pptx
Infeksi Kulit.pptx
JaneetaAssaqeera
 
VARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptx
VARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptx
VARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptx
ghinaalmiranurdiani
 
Lp pemfigus vulgaris
Lp pemfigus vulgarisLp pemfigus vulgaris
Lp pemfigus vulgaris
RekaDwi2
 
ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI USIA 5 HARI
ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI USIA 5 HARIASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI USIA 5 HARI
ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI USIA 5 HARI
Chintia Dewi Ayumi, Amd.Keb
 
Semoga Bermamfaat :) Penyakit
Semoga Bermamfaat :) PenyakitSemoga Bermamfaat :) Penyakit
Semoga Bermamfaat :) Penyakit
Tjoetnyak Izzatie
 
Kata pengant12
Kata pengant12Kata pengant12
Virus yang merugikan manusia hewan dan tumbuhan
Virus yang merugikan manusia hewan dan tumbuhanVirus yang merugikan manusia hewan dan tumbuhan
Virus yang merugikan manusia hewan dan tumbuhanIyens Syeikhbu
 
PPT VARICELLA.pptx
PPT VARICELLA.pptxPPT VARICELLA.pptx
PPT VARICELLA.pptx
alvionitadewinta
 
Imunisasi campak pada anak
Imunisasi campak pada anakImunisasi campak pada anak
Imunisasi campak pada anak
Fitria Rizki
 
206432773 case-varicella-kulkel-1
206432773 case-varicella-kulkel-1206432773 case-varicella-kulkel-1
206432773 case-varicella-kulkel-1
homeworkping7
 
Sunscreen Marketing Plan by Slidesgo.pptx
Sunscreen Marketing Plan by Slidesgo.pptxSunscreen Marketing Plan by Slidesgo.pptx
Sunscreen Marketing Plan by Slidesgo.pptx
WahyuAlfian7
 
Farmakologi Penyakit Kulit
Farmakologi Penyakit KulitFarmakologi Penyakit Kulit
Farmakologi Penyakit Kulit
Dedi Kun
 
LAPORAN KASUS_PKM PAGESANGAN_dr Tsanya Fuady.pptx
LAPORAN KASUS_PKM PAGESANGAN_dr Tsanya Fuady.pptxLAPORAN KASUS_PKM PAGESANGAN_dr Tsanya Fuady.pptx
LAPORAN KASUS_PKM PAGESANGAN_dr Tsanya Fuady.pptx
yaumilagisna
 
Satuan pembelajaran sindrom steven johnson
Satuan pembelajaran  sindrom steven johnsonSatuan pembelajaran  sindrom steven johnson
Satuan pembelajaran sindrom steven johnson
Operator Warnet Vast Raha
 
Belajar
BelajarBelajar
Presentasi penyakit_menular_pptx (1).pptx
Presentasi penyakit_menular_pptx (1).pptxPresentasi penyakit_menular_pptx (1).pptx
Presentasi penyakit_menular_pptx (1).pptx
DIAHAMIN
 

Similar to Farmakoterapi herpes dan HIV/AIDS (20)

Intan shahifa AKPER PEMKAB MUNA
Intan shahifa  AKPER PEMKAB MUNA Intan shahifa  AKPER PEMKAB MUNA
Intan shahifa AKPER PEMKAB MUNA
 
Intan shahifa
Intan shahifaIntan shahifa
Intan shahifa
 
Infeksi Kulit.pptx
Infeksi Kulit.pptxInfeksi Kulit.pptx
Infeksi Kulit.pptx
 
Askep varisela
Askep variselaAskep varisela
Askep varisela
 
VARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptx
VARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptx
VARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptx
 
Lp pemfigus vulgaris
Lp pemfigus vulgarisLp pemfigus vulgaris
Lp pemfigus vulgaris
 
ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI USIA 5 HARI
ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI USIA 5 HARIASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI USIA 5 HARI
ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI USIA 5 HARI
 
Semoga Bermamfaat :) Penyakit
Semoga Bermamfaat :) PenyakitSemoga Bermamfaat :) Penyakit
Semoga Bermamfaat :) Penyakit
 
Kata pengant12
Kata pengant12Kata pengant12
Kata pengant12
 
Virus yang merugikan manusia hewan dan tumbuhan
Virus yang merugikan manusia hewan dan tumbuhanVirus yang merugikan manusia hewan dan tumbuhan
Virus yang merugikan manusia hewan dan tumbuhan
 
PPT VARICELLA.pptx
PPT VARICELLA.pptxPPT VARICELLA.pptx
PPT VARICELLA.pptx
 
Imunisasi campak pada anak
Imunisasi campak pada anakImunisasi campak pada anak
Imunisasi campak pada anak
 
206432773 case-varicella-kulkel-1
206432773 case-varicella-kulkel-1206432773 case-varicella-kulkel-1
206432773 case-varicella-kulkel-1
 
Sunscreen Marketing Plan by Slidesgo.pptx
Sunscreen Marketing Plan by Slidesgo.pptxSunscreen Marketing Plan by Slidesgo.pptx
Sunscreen Marketing Plan by Slidesgo.pptx
 
Farmakologi Penyakit Kulit
Farmakologi Penyakit KulitFarmakologi Penyakit Kulit
Farmakologi Penyakit Kulit
 
LAPORAN KASUS_PKM PAGESANGAN_dr Tsanya Fuady.pptx
LAPORAN KASUS_PKM PAGESANGAN_dr Tsanya Fuady.pptxLAPORAN KASUS_PKM PAGESANGAN_dr Tsanya Fuady.pptx
LAPORAN KASUS_PKM PAGESANGAN_dr Tsanya Fuady.pptx
 
Konsep dasar virologi
Konsep dasar virologiKonsep dasar virologi
Konsep dasar virologi
 
Satuan pembelajaran sindrom steven johnson
Satuan pembelajaran  sindrom steven johnsonSatuan pembelajaran  sindrom steven johnson
Satuan pembelajaran sindrom steven johnson
 
Belajar
BelajarBelajar
Belajar
 
Presentasi penyakit_menular_pptx (1).pptx
Presentasi penyakit_menular_pptx (1).pptxPresentasi penyakit_menular_pptx (1).pptx
Presentasi penyakit_menular_pptx (1).pptx
 

Farmakoterapi herpes dan HIV/AIDS

  • 1. Wahyu Tika Lestari 3C / 1300023223 HERPES 1. Pengertian Herpes zoster adalah radang kulit akut yang bersifat khas seperti gerombolan vesikel unilateral, sesuai dengan dermatomanya (persyarafannya). Herpes zoster adalah sutau infeksi yang dialami oleh seseorang yang tidak mempunyai kekebalan terhadap varicella (misalnya seseorang yang sebelumnya tidak terinfeksi oleh varicella dalam bentuk cacar air). 2. Epidemiologi Herpes zoster dapat muncul disepanjang tahun karena tidak dipengaruhi oleh musim dan tersebar merata di seluruh dunia, tidak ada perbedaan angka kesakitan antara laki-laki dan perempuan, angka kesakitan meningkat dengan peningkatan usia. Di negara maju seperti Amerika, penyakit ini dilaporkan sekitar 6% setahun, di Inggris 0,34% setahun sedangkan di Indonesia lebih kurang 1% setahun. Herpes zoster terjadi pada orang yang pernah menderita varisela sebelumnya karena varisela dan herpes zoster disebabkan oleh virus yang sama yaitu virus varisela zoster. Setelah sembuh dari varisela, virus yang ada di ganglion sensoris tetap hidup dalam keadaan tidak aktif dan aktif kembali jika daya tahan tubuh menurun. Lebih dari 2/3 usia di atas 50 tahun dan kurang dari 10% usia di bawah 20 tahun. Kurnia Djaya pernah melaporkan kasus hepes zoster pada bayi usia 11 bulan. 3. Etiologi Herpes zoster disebabkan oleh infeksi virus varisela zoster (VVZ) dan tergolong virus berinti DNA, virus ini berukuran 140-200 nm, yang termasuk subfamili alfa herpes viridae. Berdasarkan sifat biologisnya seperti siklus replikasi, penjamu, sifat sitotoksik dan sel tempat hidup laten diklasifikasikan kedalam 3 subfamili yaitu alfa, beta dan
  • 2. gamma. VVZ dalam subfamili alfa mempunyai sifat khas menyebabkan infeksi primer pada sel epitel yang menimbulkan lesi vaskuler. Selanjutnya setelah infeksi primer, infeksi oleh virus herpes alfa biasanya menetap dalam bentuk laten didalam neuron dari ganglion. Virus yang laten ini pada saatnya akan menimbulkan kekambuhan secara periodik. Secara in vitro virus herpes alfa mempunyai jajaran penjamu yang relatif luas dengan siklus pertumbuhan yang pendek serta mempunyai enzim yang penting untuk replikasi meliputi virus spesifik DNA polimerase dan virus spesifik deoxypiridine (thymidine) kinase yang disintesis di dalam sel yang terinfeksi. 4. Pathogenesis Infeksi primer dari VVZ ini pertama kali terjadi di daerah nasofaring. Disini virus mengadakan replikasi dan dilepas ke darah sehingga terjadi viremia permulaan yang sifatnya terbatas dan asimptomatik. Keadaan ini diikuti masuknya virus ke dalam Reticulo Endothelial System (RES) yang kemudian mengadakan replikasi kedua yang sifat viremia nya lebih luas dan simptomatik dengan penyebaran virus ke kulit dan mukosa. Sebagian virus juga menjalar melalui serat-serat sensoris ke satu atau lebih ganglion sensoris dan berdiam diri atau laten didalam neuron. Selama antibodi yang beredar didalam darah masih tinggi, reaktivasi dari virus yang laten ini dapat dinetralisir, tetapi pada saat tertentu dimana antibodi tersebut turun dibawah titik kritis maka terjadilah reaktivasi dari virus sehingga terjadi herpes zoster. 5. Gambaran Klinis Gejala prodromal herpes zoster biasanya berupa rasa sakit dan parestesi pada dermatom yang terkena. Gejala ini terjadi beberapa hari menjelang timbulnya erupsi. Gejala konstitusi, seperti sakit kepala, malaise, dan demam, terjadi pada 5% penderita (terutama pada anak-anak) dan timbul 1-2 hari sebelum terjadi erupsi. Gambaran yang paling khas pada herpes zoster adalah erupsi yang lokalisata dan unilateral. Jarang erupsi tersebut melewati garis tengah tubuh. Umumnya lesi terbatas pada daerah kulit yang dipersarafi oleh salah satu ganglion saraf sensorik. Erupsi mulai dengan eritema makulopapular. Dua belas hingga dua puluh empat jam kemudian terbentuk vesikula yang dapat berubah menjadi pustula pada hari ketiga. Seminggu sampai sepuluh hari kemudian, lesi mengering menjadi krusta. Krusta ini dapat
  • 3. menetap menjadi 2-3 minggu.Keluhan yang berat biasanya terjadi pada penderita usia tua. Pada anak-anak hanya timbul keluhan ringan dan erupsi cepat menyembuh. Rasa sakit segmental pada penderita lanjut usia dapat menetap, walaupun krustanya sudah menghilang. Frekuensi herpes zoster menurut dermatom yang terbanyak pada dermatom torakal (55%), kranial (20%), lumbal (15%), dan sakral (5%). Menurut lokasi lesinya, herpes zoster dibagi menjadi: a. Herpes zoster oftalmikus Herpes zoster oftalmikus merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai bagian ganglion gasseri yang menerima serabut saraf dari cabang ophtalmicus saraf trigeminus (N.V), ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit. Infeksi diawali dengan nyeri kulit pada satu sisi kepala dan wajah disertai gejala konstitusi seperti lesu, demam ringan. Gejala prodromal berlangsug 1 sampai 4 hari sebelum kelainan kulit timbul. Fotofobia, banyak kelar air mata, kelopak mata bengkak dan sukar dibuka. Gambar 1. Herpes zoster oftalmikus sinistra. b. Herpes zoster fasialis Herpes zoster fasialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai bagian ganglion gasseri yang menerima serabut saraf fasialis (N.VII), ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.
  • 4. Gambar 2. Herpes zoster fasialis dekstra. c. Herpes zoster brakialis Herpes zoster brakialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai pleksus brakialis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit. Gambar 3. Herpes zoster brakialis sinistra. d. Herpes zoster torakalis Herpes zoster torakalis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai pleksus torakalis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.
  • 5. Gambar 4. Herpes zoster torakalis sinistra. e. Herpes zoster lumbalis Herpes zoster lumbalis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai pleksus lumbalis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit. f. Herpes zoster sakralis Herpes zoster sakralis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai pleksus sakralis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit. Gambar 5. Herpes zoster sakralis dekstra.
  • 6. 6. Diagnosis Diagnosis herpes zoster pada anamnesis didapatkan keluhan berupa neuralgia beberapa hari sebelum atau bersama-sama dengan timbulnya kelainan kulit.3 Adakalanya sebelum timbul kelainan kulit didahului gejala prodromal seperti demam, pusing dan malaise.9 Kelainan kulit tersebut mula-mula berupa eritema kemudian berkembang menjadi papula dan vesikula yang dengan cepat membesar dan menyatu sehingga terbentuk bula. Isi vesikel mula-mula jernih, setelah beberapa hari menjadi keruh dan dapat pula bercampur darah. Jika absorbsi terjadi, vesikel dan bula dapat menjadi krusta. Dalam stadium pra erupsi, penyakit ini sering dirancukan dengan penyebab rasa nyeri lainnya, misalnya pleuritis, infark miokard, kolesistitis, apendisitis, kolik renal, dan sebagainya.4 Namun bila erupsi sudah terlihat, diagnosis mudah ditegakkan. Karakteristik dari erupsi kulit pada herpes zoster terdiri atas vesikel-vesikel berkelompok, dengan dasar eritematosa, unilateral, dan mengenai satu dermatom. Secara laboratorium, pemeriksaan sediaan apus tes Tzanck membantu menegakkan diagnosis dengan menemukan sel datia berinti banyak. Demikian pula pemeriksaan cairan vesikula atau material biopsi dengan mikroskop elektron, serta tes serologik.4,9 Pada pemeriksaan histopatologi ditemukan sebukan sel limfosit yang mencolok, nekrosis sel dan serabut saraf, proliferasi endotel pembuluh darah kecil, hemoragi fokal dan inflamasi bungkus ganglion. Partikel virus dapat dilihat dengan mikroskop elektron dan antigen virus herpes zoster dapat dilihat secara imunofluoresensi. Apabila gejala klinis sangat jelas tidaklah sulit untuk menegakkan diagnosis. Akan tetapi pada keadaan yang meragukan diperlukan pemeriksaan penunjang antara lain: a. Isolasi virus dengan kultur jaringan dan identifikasi morfologi dengan mikroskop elektron. b. Pemeriksaan antigen dengan imunofluoresen c. Test serologi dengan mengukur imunoglobulin spesifik.
  • 7. 7. Penatalaksanaan Penatalaksaan herpes zoster bertujuan untuk: a. Mengatasi infeksi virus akut b. Mengatasi nyeri akut yang ditimbulkan oleh virus herpes zoster c. Mencegah timbulnya neuralgia pasca herpetik. 8. Pengobatan a. Pengobatan Umum Selama fase akut, pasien dianjurkan tidak keluar rumah, karena dapat menularkan kepada orang lain yang belum pernah terinfeksi varisela dan orang dengan defisiensi imun. Usahakan agar vesikel tidak pecah, misalnya jangan digaruk dan pakai baju yang longgar. Untuk mencegah infeksi sekunder jaga kebersihan badan. b. Pengobatan Khusus 1) Sistemik a) Obat Antivirus Obat yang biasa digunakan ialah asiklovir dan modifikasinya, misalnya valasiklovir dan famsiklovir. Asiklovir bekerja sebagai inhibitor DNA polimerase pada virus. Asiklovir dapat diberikan peroral ataupun intravena. Asiklovir Sebaiknya pada 3 hari pertama sejak lesi muncul. Dosis asiklovir peroral yang dianjurkan adalah 5×800 mg/hari selama 7 hari, sedangkan melalui intravena biasanya hanya digunakan pada pasien yang imunokompromise atau penderita yang tidak bisa minum obat. Obat lain yang dapat digunakan sebagai terapi herpes zoster adalah valasiklovir. Valasiklovir diberikan 3×1000 mg/hari selama 7 hari, karena konsentrasi dalam plasma tinggi. Selain itu famsiklovir juga dapat dipakai. Famsiklovir juga bekerja sebagai inhibitor DNA polimerase. Famsiklovir diberikan 3×200 mg/hari selama 7 hari. b) Analgetik Analgetik diberikan untuk mengurangi neuralgia yang ditimbulkan
  • 8. oleh virus herpes zoster. Obat yang biasa digunakan adalah asam mefenamat. Dosis asam mefenamat adalah 1500 mg/hari diberikan sebanyak 3 kali, atau dapat juga dipakai seperlunya ketika nyeri muncul. c) Kortikosteroid Indikasi pemberian kortikostreroid ialah untuk Sindrom Ramsay Hunt. Pemberian harus sedini mungkin untuk mencegah terjadinya paralisis. Yang biasa diberikan ialah prednison dengan dosis 3×20 mg/hari, setelah seminggu dosis diturunkan secara bertahap. Dengan dosis prednison setinggi itu imunitas akan tertekan sehingga lebih baik digabung dengan obat antivirus. 2) Pengobatan topical Pengobatan topikal bergantung pada stadiumnya. Jika masih stadium vesikel diberikan bedak dengan tujuan protektif untuk mencegah pecahnya vesikel agar tidak terjadi infeksi sekunder. Bila erosif diberikan kompres terbuka. Kalau terjadi ulserasi dapat diberikan salap antibiotik.
  • 9. HIV / AIDS 1. Pengertian AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang ditandai dengan menurunnya system imun/ kekebalan tubuh (CD4 <200 / mm3). AIDS merupakan infeksi oportunistik (IO) atau penyakit yang ganas. 2. Etiologi Infeksi HIV bersifat permanen karena virus ini sukar sekali dimusnahkan. Virus dapat bersembunyi di sel-sel tubuh terutama dalam CD4+ memory cells dan di SSP tanpa dapat terdeteksi dan bersifat asimptomatis selama bertahun-tahun lamanya (virus laten). Virus laten ini tidak dapat dimusnahkan dengan obat, bila sistem imun suatu saat melemah virus laten dapat berubah menjadi aktif. Selain itu HIV mampu bermutasi berulangkali secara spontan dengan adakalanya membentuk varian yang lebih ganas (virulen). Serotipe HIV dibagi menjadi dua, yaitu : a. HIV-1 : tipe HIV ini paling banyak terjadi di dunia, dimana terjadi karena infeksi silang dari virus HIV yang ada pada primata dan simpanse. b. HIV-2 : tipe HIV ini hanya muncul di negara-negara afrika. HIV-2 ini kurang lancar penularannya baik melalui hubungan seksual maupun dari ibu ke janin, dibanding HIV-1. Pada intinya tipe HIV-1 dan HIV-2 hanya berbeda pada daya virulensinya saja dimana setiap virus memiliki susunan gen yang berbeda dan perbedaan pada penyebaran tiap tipe HIV ini. Limfosit CD4+ merupakan target utama infeksi HIV, karena virus ini mempunyai afinitas terhadap molekul permukaan CD4. Limfosit CD4+ berfungsi mengkoordinasikan sejumlah fungsi imunologis yang penting. Hilangnya fungsi tersebut menyebabkan gangguan respon imun yang progresif.
  • 10. 3. Patogenesis Jalannya penyakit / pola klinis HIV dapat dibedakan menjadi 3 fase (stage) sebagai berikut : a. Stage 1 : orang yang terkena menjadi seropositif, artinya setelah 6 bulan di dalam darahnya dapat di deteksi adanya virus HIV secara tidak langsung. Pada sebagian kecil penderita beberapa hari setelah infeksi, timbul gejala flu berat ± 1 minggu. b. Stage 2 : setelah serokonversi, sebagian besar pasien mengalami periode asimptomatis yang lebih lama sebelum timbul gejala klinis. Pada stage ini system imun merangkap dan menyimpan semua virus pada kelenjar limfa, dimana replikasi terus berlangsung. Jaringan yang terinfeksi dan HIV yang lolos dimusnahkan oleh sel T-killers dan antibodi. Semakin lama banyak virus HIV yang dapat meloloskan diri dan masuk ke sirkulasi dan banyak limfosit Tyang mati sedang sistem imum menjadi semakin lemah. c. Stage 3 (simptomatis dan AIDS) : dengan berkembangnya infeksi HIV maka pasien menjadi simptomatis. Beberapa gejala tidak spesifik, tetapi gejala oportunistik dapat dianggap sebagai karakteristik AIDS. Pada stage ini jumlah virus HIV di dalam darah (viral load) menjadi besar dan jumlah limfosit-T helpercells (CD4+) turun dari ± 1000/mm3 menjadi ± 200/mm3 . 4. Penularan Seksual (risiko 0,3% untuk laki-laki untuk laki-laki, 0,2% untuk laki-laki untuk perempuan, 0,1% untuk wanita untuk transmisi laki-laki), IVDU, transfussions, jarum tongkat (0,3%), vertikal (15-40% tanpa ARV). 5. Gejala Gejala HIV/AIDS berupa terjadinya superinfeksi hebat dengan fungi (candidiasis) dan virus (herpes). Karena sistem imun penderita sudah sangat lemah sehingga berbagai infeksi oportunistik dapat menghinggapi, misalnya TBC, pneumocystis serta tumor-tumor ganas dan akhirnya berakibat kematian.
  • 11. 6. Diagnosis a. ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay): Pemeriksaan ELISA harus menunjukkan hasil positif sebanyak 2 kali (reaktif) dari 3 tes yang dilakukan. HIV-1 ABAG positif 1-12 minggu setelah infeksi akut,> sensitivitas 99%; tes skrining pertama b. Western blot: positif jika ≥ 2 band dari genom HIV; > Sensitivitas 99%, konfirmasi setelah ELISA c. Tes preeliminary cepat: 4 tes antibodi; menggunakan air liur, plasma, darah atau serum, sensitivitas 99% & 96-99% spesifisitas, nilai prediksi positif dalam populasi sebelumnya yang rendah serendah 50% d. PCR (viral load): mendeteksi HIV-1 RNA di dalam plasma, kisaran assay adalah 48-10000000 kopi / mL, ~ 2 positif palsu, tetapi biasanya salinan rendah, sebaliknya, harus sangat tinggi (> 750 k) pada infeksi pertama. Minimal 1 kali HIV skrining dianjurkan untuk semua orang dewasa pasien e. CD4: bukan tes diagnostik, karena dapat positif HIV dengan CD4 normal atau HIV dengan CD4 rendah f. Evaluasi laboratorium: jumlah CD4, PCR, genotipe HIV, CBC dengan diferensial, Cr, elektrolit, LFT, A1c & lipid puasa, PPD atau IGRA, sifilis & tokso layar & CMV IgG, HAV, HBV, HCV serologi: Chlamydia & layar gonore, dasar CXR, Pap smear / pap anal pada pria / wanita 7. Penatalaksanaan Tatalaksana terapi HIV/AIDS bertujuan untuk : 1. Menekan replikasi virus HIV / menekan progres penyakit 2. Meningkatkan CD4+ dan menurunkan VL 3. Mencegah terjadinya infeksi oportunistik 8. Pengobatan 1. Antiretrovirals (ARV) Umum NRTI (nucleoside reverrse transcriptase inhibitor
  • 12. Abacavir (ABC) Didanosine (ddl) Emtricitabine (FTC) Lamivudine (3TC) Stavudine (d4T) Tenofovir (TDF) 2. Nucleocide and Nucleotide Reverse Transcriptase Inhibitor (NRTIs) (analog nukleoside) : target aksinya adalah enzim reverse transkriptase, dengan penghambatan kerja enzim maka pembentukan DNA virus diblokir dan replikasi dihentikan. Lamivudine (3TC) Stavudine (d4T) Zidovudine (AZT) 3. Non-Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor (NNRTIs) : obat ini memiliki struktur kimiawi yang berbeda, jadi bukan analog nukleoside. Mekanisme kerjanya dengan mengikat secara langsung pada enzim reverse transkriptase dan memblok pembentukan DNA. Selain itu di dalam DNA virus yang sudah terbentuk, obat ini menghambat perpanjangan selanjutnya dari rantai DNA (polimerisasi). Efavirenz (EFV) Etravirine (ETR) Nevirapine (NVP) Rilpivirine (RPV) PI (protease inhibitor) Atazanavir (ATV) Darunavir (DRV) 4. FI (fusion inhibitor) Enfuvirtide (T20) EI (entry inhibitor / CCR5 antagonist) Maraviroc (MVC)
  • 13. II (integrase inhibitor) Raltegravir (RAL) B* (booster, to be given with other ARV) Ritonavir (r) 5. Entry Inhibitor (penghambat masuknya virus) : mekanisme kerjanya dengan cara berikatan dengan sub unit GP 41 selubung glikoprotein virus sehingga fusi virus ke sel target dihambat. Obat : Enfuvirtide (T20) Protease Inhibitor (PI) : bekerja pada fase akhir dari replikasi virus dan efeknya terhadap HIV lebih kuat daripada NRTIs/NNRTIs. PI mampu menghentikan replikasi dari sel yang sudah terinfeksi. PI menghamabt enzim protease yang memecah poliprotein besar yang terbentuk oleh DNA viral menjadi protein-protein yang lebih kecil untuk digunakan bagi pembentukan virus baru, sehingga pembentukan virus baru dapat dihambat seluruhnya. Nelvinafir (NFV) Ritonavir (RTV) Saquinavir Lopinavir (LPV) Regimen terapi ART untuk pertama kali dilakukan dengan kombinasi 3 obat, kombinasi yang paling umum untuk memulai pengobatan yaitu 2 kombinasi NRTIs dengan salah satunya NNRTIs. Regimen terapi ada 3 basis, antara lain : a. Basis NNRTIs : Evapiren (NNRTIs) + Zidovudine (NRTIs) + Lamivudine (NRTIs) b. Basis PI : Lopinavir (PI) + Zidovudine (NRTIs) + Lamivudine (NRTIs)
  • 14. c. Basis Triple NRTIs : Abacavir + Zidovudine (NRTIs) + Lamivudine (NRTIs) Pertimbangan pergantian terapi dilakukan dengan melihat : a. Efektivitas obat (dilihat dari nilai VL dan CD4+ setelah 6 pengobatan); b. Profil ESO : pasien tidak dapat mentoleransi ESO, mungkin saja VL mengalami penurunan namun ESO tidak dapat ditolelir maka terapi dapat diganti. Sebelum terapi mulai dilakukan maka perlu dilakukan evaluasi terlebih dahulu untuk mengetahui kesiapan pasien untuk menerima terapi, dengan cara : a. Mengevaluasi pengetahuan pasien tentang penggunaan obat ART; b. Pasien harus diinformasikan tentang ESO dari ART; c. Memastikan adanya dukungan dari orang-orang terdekat pasien; d. Memastikan adanya laboratorium yang memadai untuk monitoring perkembangan penyakit; e. Adanya layanan kefarmasian yang memadai untuk menjamin ketersediaan ART dan obat-obat infeksi. Monitoring keberhasilan terapi dilakukan dengan melihat beberapa kriteria diantaranya : a. Kriteria imunologik : dengan melihat nilai CD4+ , seharusnya mengalami peningkatan setelah mendapat terapi. b. Kriteria virologik : dengan melihat jumlah VL, seharusnya menurun / undetectable setelah 6 bulan terapi (> 50.000 copies/ml pada pasien dewasa dan >500.000 copies/ml pada pasien anak-anak) c. Kriteria klinik : melalui peningkatan BB, berkurangnya gejala, menurunnya frekuensi/beratnya infeksi oportunistik d. Monitoring ESO ART : jika ESO ringan maka obat diteruskan dengan harapan dapat segera ditolelir, jika ESO menetap maka disarankan untuk konsultasi ke dokter dan jika ESO berat maka terapi ART dihentikan atau diganti terapi ART lainnya. Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa obat antiretroviral dapat digunakan selama kehamilan. Obat-obatan dapat digunakan untuk mengurangi viral
  • 15. load wanita efektif dibawah deteksi. Ini juga sangat mengurangi resiko bayi terinfeksi. Penanganan HIV pada neonatus yaitu 8 jam setelah kelahiran diberi monoterapi zidovudine (NRTIs) kemudian dimonitor CD4 dan viral load-nya. Transmisi HIV dari ibu ke janin dapat dicegah selama periode before birth, during birth dan post partum (after birth). Perawatan yang paling efektif untuk anak dengan HIV adalah ART. Hal ini memerlukan beberapa obat antiretroviral (ARV) dilakukan setiap hari. Pengobatan antiretroviral mengurangi penyakit dan kematian diantara anak-anak yang hidup dengan HIV. Dalam satu penelitian di Brazil, tiga perempat anak HIV-positif yang menerima ART masih bisa bertahan hidup setelah mengikuti 4 tahun periode. 6. Profilaksis infeksi oportunistik (OI) OI Indikasi Profilaksis Pertama Tuberkulosis Positif PPD (≥ 5mm)/IGRA atau resiko tinggi INH + vit B6 x 9 bulan Pneumosystis jiroveci (PCP) CD4 < 200/mm3 atau CD4 <14% or thrush TMP-SMX Double Strengh or Single Strengh 4xsehari atau Double Strengh 3 x seminggu atau Dapsone 100 mg 4 x sehari atau Atovaquone 1500 mg qd atau Pentamidine 300 mg inhalasi setiap 4 minggu Toksoplasmosis CD4 <100/mm3 and positive Toxo IgG TMP-SMX double strengh 4 x sehari Atau dapsone 50 mg 4 x sehari + pyrimetamine 50 mg per
  • 16. minggu + leucovorin 25 per minggu MAC (mycobacterium avium complex) CD4 <50/mm3 Azithro 1200 mg 4 x sehari atau clarito 500 mg 2 x sehari • Hentikan profilaksis pertama jika CD4> batas masuk> 3-6 bulan pada ARV, Menghentikan profilaksis kedua (terapi pemeliharaan untuk OI sebelumnya, obat-obatan dan dosis berbeda dengan OI) jika resolusi klinis atau stabilisasi dan CD4 ambang batas telah terlampaui x 3-6 bulan)