SlideShare a Scribd company logo
140
ISSN : 2721-2882
TATALAKSANA EMFISEMA SUBKUTIS PADA
PNEUMOTHORAX: REVIEW LITERATUR
THE MANAGEMENT OF SUBCUTANEOUS EMPHYSEMA IN PNEUMOTHORAX: A
LITERATURE REVIEW
Fitri Pranita Milyarona1
, Saut Idoan Sijabat2
'Program Studi Profesi Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Muhammadiyah Surakarta
2
Departemen Ilmu Bedah, RSUD dr. Hardjono S. Ponorogo
Korespondensi: author 1. Alamat email: j500160122@student.ums.ac.id
ABSTRAK
Emfisema subkutis merupakan suatu kondisi dimana terdapat udara bebas pada jaringan subkutis.
Emfisema subkutis adalah komplikasi yang sering dan sering sembuh spontan dari tindakan thorakostomi
atau tindakan kardiothoraks lainnya. Pada kondisi yang jarang, emfisema subkutis yang parah dan luas
ditandai dengan adanya krepitasi, disfagia, disfonia, penutupan palpebra atau terkait dengan
pneumoperitoneum, dan kegagalan pernapasan. Emfisema subkutis sering terjadi bersamaan dengan
pneumothoraks. Biasanya kondisi tersebut tidak signifikan secara klinis, tetapi dalam beberapa kasus
dapat mengancam gangguan napas pasien. Tidak ada uji coba terkontrol dan tidak ada pedoman
manajemen, selain itu penyebabnya harus diidentifikasi dan diobati sedapat mungkin. Tujuan artikel ini
adalah untuk meninjau pendekatan yang dijelaskan untuk emfisema subkutis pada pneumothoraks dan
memberikan referensi kepada dokter. Pengobatan dapat diarahkan terutama untuk mengobati
pneumothoraks yang mendasari dan/atau emfisema subkutis. Penatalaksanaan pneumothoraks yang
mendasari meliputi tatalaksana konservatif; penggunaan negative suction; dan manajemen definitif bedah.
Penatalaksanaan emfisema subkutis dapat mencakup teknik dekompresi seperti: insisi blow hole atau
angio-kateter subkutis atau drainase.
Kata Kunci: Emfisema subkutis, surgical emphysema, pneumothoraks, suction drain dada, drainase interkostal
ABSTRACT
Subcutaneous emphysema (SE) is a clinical condition that occurs when air gets into soft tissues
under the skin. Subcutaneous emphysema is a frequent and often self-limiting complication of tube
thoracostomy or other cardiothoracic procedures. On rare occasions, severe and extensive surgical
emphysema marked by palpable cutaneous tension, dysphagia, dysphonia, palpebral closure or
associated with pneumoperitoneum and respiratory failure. Subcutaneous emphysema is often observed
by clinicians in the context of pneumothorax. There are no controlled trials and no guidelines on
management, other than that the cause should be identified and treated wherever possible. The goal of
this article is to review the described approaches to subcutaneous emphysema in pneumothorax and
provide a reference to the clinician. Summary Treatment can be directed primarily towards treating an
underlying pneumothorax and or towards the subcutaneous emphysema. Management of the underlying
pneumothorax includes conservative management; use of the negative suction; siting of wider bore
intercostal drains and definitive surgical management. Management of subcutaneous emphysema may
include decompression techniques such as: ‘blow hole’ incisions or subcutaneous angio-catheters or
tunnelled drains.
Keywords: Subcutaneous emphysema, surgical emphysema, pneumothorax, chest drain suction, intercostal
drainage
PENDAHULUAN
Emfisema subkutis adalah suatu kondisi
dimana terdapat udara atau gas di bawah kulit.
Secara klinis, emfisema subkutis ditandai dengan
adanya krepitus yang memiliki sensasi taktil
patognomonik seperti “berjalan di atas salju”'.
Secara radiografi, emfisema subkutis tampak
141
ISSN : 2721-2882
sebagai gambaran radiolusen yang melintasi
jaringan subkutis dan otot (Ahmed Z, 2017).
Emfisema subkutis adalah salah satu
komplikasi dari pneumothoraks dan lebih sering
berhubungan dengan pneumothoraks
dibandingkan kondisi patologi lainnya. Belum
terapat dada yang jelas terkait kejadian
emfisema subkutis dengan pneumothoraks,
namun telah dilaporkan 27% diakibatkan pasien
trauma dan fraktur costae, sedangkan pada 15-
20% pasien yang menjalani perawatan drainase
interkostal dari pneumothoraks. Selebihnya
sekitar 7% pasien mengalami emfisema subkutis
setelah tindakan medis thoracoscopy
(Aghajanzadeh et al, 2017). Tidak ada panduan
pedoman tentang pengelolaan emfisema
subkutis. Namun, terdapat beberapa
rekomendasi berbasis kasus dalam literatur,
tetapi tidak ada uji coba terkontrol yang
dilakukan sampai saat ini. Artikel ini bertujuan
untuk meninjau teknik yang dijelaskan dalam
keberhasilan manajemen emfisema subkutis
(Bong S, 2017).
DEFINISI
Emfisema diartikan sebagai
terkumpulnya udara secara patologik dalam
jaringan atau organ. Subkutis merupakan suatu
lapisan kulit setelah dermis. Sehingga definisi
emfisema subkutis adalah emfisema intertisial
yang ditandai dengan adanya udara bebas dalam
jaringan subkutis, yang biasanya disebabkan oleh
cedera intra-thoraks, dan pada kebanyakan kasus
disertai dengan adanya pneumothoraks dan
pneumomediastinum sehingga disebut juga
pneumoderma (Bayu I, 2021).
Emfisema subkutis merupakan suatu
kondisi yang sebenarnya relatif tidak
mengancam nyawa, namun menimbulkan
ketidaknyamanan pada pasien. Hal ini
disebabkan karena terdapatnya sekumpulan
udara di dalam rongga subkutis pada dinding
dada yang menjalar ke jaringan lunak di wajah,
leher, dada atas, dan bahu. Terkumpulnya udara
di wajah menimbulkan pembengkakan pada
kelopak mata yang menyebabkan pasien tidak
dapat membuka mata, selain itu juga disertai
adanya perubahan suara yang menjadi lebih
tinggi akibat dari pengumpulan udara di dalam
laring. Udara pada jaringan subkutis yang
terkumpul dapat menyebar secara langsung ke
daerah sekitar, sehingga bagian tubuh atas lebih
sering terkena daripada bagian tubuh bawah
(James & Helen, 2021).
Keadaan yang tampak pada emfisema
subkutis adalah pembengkakan pada kulit yang
142
ISSN : 2721-2882
jika dipalpasi teraba seperti crunchy. Pada
gambaran radiologi akan tampak pengumpulan
udara pada permukaan kulit yang biasanya
meliputi sebagian besar dari tubuh (Kamaran
AK et al, 2022).
ETIOLOGI
Emfisema subkutis dihipotesiskan
terjadi pada pneumothoraks spontan melalui
Macklin effect. Kondisi ini dikarenakan
pecahnya alveoli pada pneumothoraks spontan
yang diikuti kebocoran udara ke dalam jaringan
ikat longgar yang mengelilingi pembuluh darah
paru. Udara ini mengalir di sepanjang selubung
bronkovaskular ke mediastinum. Pada
pneumothoraks traumatik dan pada pasien yang
dilakukan drainase interkostal, emfisema
subkutis terjadi ketika terdapat trauma atau
robekan pleura parietalis. Kondisi ini
menyebabkan udara masuk ke dalam jaringan
subkutis secara langsung (Peter, 2018).
Dalam kasus pasien dengan drainase
interkostal in-situ yang berkembang menjadi
emfisema subkutis, dihipotesiskan bahwa
volume udara yang melewati pleura parietalis
dari rongga pleura ke jaringan subkutis
melebihi volume udara yang dikeluarkan dari
rongga pleura. Hal ini diakibatkan oleh
ketidakseimbangan laju aliran antara robekan
pada pleura parietalis dan drainase interkostal
yang relatif kecil. Penyumbatan saluran
interkostal adalah contoh dari
ketidakseimbangan tersebut, dan dalam suatu
penelitian dari 25 pasien yang mengalami
emfisema subkutis setelah pemasangan drainase
interkostal, penyumbatan drainase interkostal
adalah penyebab utama dalam 6 kasus. Selain
itu, emfisema subkutis telah dilaporkan terjadi
pada fistula bronkopleural yang sering
mengakibatkan pneumothoraks refrakter yang
persisten. Penempatan drainase interkostal
multipel juga meningkatkan risiko emfisema
subkutis (Wang, 2018).
Emfisema subkutis dapat disebabkan
oleh trauma pada sistem respirasi ataupun
sistem gastrointestinal. Umumnya trauma yang
terjadi pada dada dan leher, dimana udara
dapat terperangkap sebagai hasil dari trauma
tajam seperti luka tembak atau luka tikam,
maupun luka tumpul. Emfisema subkutis juga
dapat disebabkan oleh prosedur dan tindakan
medis, yang menyebabkan tekanan pada
alveoli, sehingga alveoli menjadi ruptur (Bong
S et al, 2017).
Hal ini biasanya disebabkan oleh
pneumothoraks dan chest tube. Keadaan ini
143
ISSN : 2721-2882
disebut sebagai surgical emphysema.
Beberapa kondisi yang menyebabkan
terjadinya emfisema subkutis dijelaskan pada
bagian dibawah ini:
• Trauma
Trauma tumpul maupun trauma
penetrasi merupakan kondisi yang dapat
menyebabkan terjadinya emfisema subkutis.
Trauma pada bagian dada merupakan penyebab
umum terjadinya emfisema subkutis, dimana
udara yang berasal dari dada dan paru dapat
masuk ke kulit dinding dada. Sebagai contoh
terjadinya luka tusuk atau luka tembak pada
dada yang menyebabkan robeknya pleura,
sehingga udara yang berasal dari paru
menyebar ke otot-otot dan lapisan subkutis.
Emfisema subkutis juga dapat terjadi pada
pasien dengan patah tulang iga, dimana iga
melukai parenkim paru yang menyebabkan
rupturnya alveolus (Kamaran AK et al, 2022).
• Tindakan Medis
Emfisema subkutis merupakan suatu
komplikasi yang umum disebabkan pada
berbagai tindakan operasi, seperti operasi dada,
operasi daerah sekitar esofagus, operasi gigi,
tindakan laparoscopy, cricothyrotomy, dan
sebagainya (Kamaran AK et al, 2022).
• Infeksi
Udara dapat terperangkap di bawah
kulit yang mengalami infeksi nekrosis seperti
pada gangren. Gejala emfisema subkutis
terjadi ketika organisme infeksius
memproduksi gas sebagai hasil dari
fermentasi. Kemudian gas ini menyebar ke
sekitar lokasi awal pembentukan infeksi, maka
terbentuklah emfisema subkutis(Kamaran AK
et al, 2022).
PATOGENESIS
Emfisema subkutis terjadi karena
peningkatan tekanan di dalam paru
dikarenakan rupturnya alveoli. Udara dapat
masuk ke jaringan lunak pada leher dari
mediastinum dan retroperitoneum. Pada
emfisema subkutis, udara menyebar dari
alveoli yang ruptur ke interstitial space dan
sepanjang pembuluh darah paru, masuk ke
mediastinum dan berlanjut ke jaringan lunak
pada leher dan kepala (Bayu, 2018).
Emfisema pada daerah subkutis,
servikofasial, mediastinum terjadi karena udara
yang masuk ke jaringan fasial kepala dan daerah
leher. Daerah ini mempunyai suatu rongga yang
memungkinkan untuk terisi dengan udara.
Daerah ini dibatasi oleh fasia otot, organ, dan
struktur lainnya. Udara yang masuk ke daerah
144
ISSN : 2721-2882
leher dapat masuk ke retrofaringeal yang
terletak antara dinding posterior dan kolumna
vertebra, dari sini akan diteruskan ke posterior
fasial kemudian ke Grodinsky and Holyoke’s
area yang disebut sebagai daerah yang
berbahaya karena berhubungan langsung ke
posterior mediastinum. Jika udara mengalir
pada daerah ini akan menekan vena trunkus dan
menyebabkan gagal jantung atau asfiksia
karena adanya tekanan di trakea (Ghosh I,
2018).
MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala emfisema subkutis
bervariasi tergantung dari penyebab dan lokasi
terjadinya. Terdapat dua gejala dan tanda khas
emfisema subkutis yaitu painless swelling of the
tissue dan crackling sensation (krepitasi). Pada
hasil inspeksi tampak jaringan di sekitar
emfisema subkutis biasanya membengkak.
Pembengkakan dapat melibatkan jaringan
sekitar tetapi sering berhubungan dengan
pembengkakan pada leher, nyeri dada,
terkadang juga terjadi nyeri tenggorokan, nyeri
leher, wheezing (mengi) dan kesulitan bernafas.
Jika kebocoran udara sangat banyak, wajah
dapat menjadi bengkak sehingga kelopak mata
tidak dapat dibuka (Wang et al, 2018).
Kasus emfisema subkutis mudah
dideteksi dengan melakukan palpasi pada
permukaan kulit. Hasil palpasi akan teraba
seperti kertas atau crispies. Jika disentuh maka
teraba seperti balon yang berpindah dan kadang-
kadang timbul bunyi retakan crack. Gejala klinis
emfisema subkutis tahap lanjut meliputi
pembengkakan lokal, krepitus, ketidaknyamanan
lokal, pembengkakan difus, eritema lokal, nyeri
dan ditemukan kelainan pada radiografi.
Emfisema subkutis seringnya hanya
menimbulkan gejala minimal, tidak berbahaya
bila terjadi spontan, dan tidak memerlukan
penanganan yang spesifik. Namun, apabila
meluas melibatkan jaringan pada dada, maupun
perut, maka hal ini akan berubah menjadi suatu
kondisi yang berat, mengkhawatirkan, dan
mengancam nyawa. Hal ini dapat dipersulit oleh
terjadinya restriksi dari reekspansi paru secara
menyeluruh dan dapat mengakibatkan tekanan
jalan napas yang tinggi, asidosis respirasi berat,
kegagalan ventilasi, kegagalan pacemaker,
kegagalan jalan napas, dan juga tension
phenomenon (Aghajanzadeh et al, 2017).
145
ISSN : 2721-2882
Gambar 1. Emfisema subkutis melibatkan dinding
dada, wajah, leher, dan kelopak mata (Kesiema et al,
2016).
Gambar 2. Klasifikasi emfisema subkutis
berdasarkan tingkat keparahan (Manouchehr A,
2017).
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pencitraan diperlukan untuk
mendiagnosa emfisema subkutis atau untuk
mengkonfirmasi diagnosa berdasarkan temuan
klinis. Pada radiologi dada, emfisema subkutis
mungkin terlihat sebagai gambaran radiolusen
pada jaringan lunak atau jika sudah masif dapat
memberikan gambaran ginkgo leaf sign yakni
gambaran radiolusen pada otot pektoralis mayor
(N-C Huan et al., 2020).
Emfisema subkutis lebih baik
dikonfirmasi dengan pemeriksaan CT-scan
dada, dimana tampak kantung udara yang
berwarna hitam (hipodens) pada daerah subkutis
yang merupakan air-trapping pada subkutis.
Gambar 3. Emfisema subkutis massif yang
melibatkan seluruh dada dan meluas ke leher (Peter,
2018).
Gambar 4a & 4b. Potongan aksial dan
koronal dari ct-scan thorax menunjukkan massif
emfisema subkutis. Penelitian ini dari pasien yang
dirawat di pusat medis kami yang memiliki
pneumothoraks dan pneumomediastinum dalam
konteks karsinoma sel ginjal metastatik. Panah
menunjukkan erosi metastatik melalui dinding dada
yang mengarah ke pneumothoraks (Ghosh I, 2018).
146
ISSN : 2721-2882
Gambar 5. Lima klasifikasi emfisema
subkutis ditunjukkan masing-masing: a grade 1, b
grade 2, c grade 3, d grade 4, dan e grade 5
(Manouchehr A, 2017).
TATALAKSANA
Emfisema subkutis biasanya ringan,
sehingga tidak membutuhkan penanganan
karena dalam 3 atau 4 hari bahkan sampai satu
minggu pembengkakan akan berkurang secara
menyeluruh karena udara diserap secara
spontan dan terjadi penyembuhan. Namun pada
kasus emfisema subkutis massif yang meluas di
luar batang tubuh ke kepala dan leher, harus
segera ditangani untuk mencegah komplikasi
lebih lanjut (N-C Huan et al., 2020).
Penatalaksanaan awal harus dimulai
dengan penilaian pasien: setiap gangguan jalan
napas (disfonia progresif, stridor) harus ditangani
terlebih dahulu. Pasien mungkin memerlukan
oksigenasi tambahan. Telah dihipotesiskan bahwa
pemberian oksigen bermanfaat dalam resorpsi
udara secara spontan. Hal ini memungkinkan
terjadinya pengurangan tekanan parsial nitrogen
dalam rongga pleura relatif terhadap oksigen,
sehingga lebih mudah diserap (Aghajanzadeh M,
2017).
Pengelolaan emfisema subkutis harus
dimulai dengan upaya untuk mengidentifikasi
penyebabnya. Pemeriksaan yang paling akurat
untuk melihat komplikasi pneumothoraks
(termasuk emfisema subkutis) adalah ct-scan
thoraks (Manouchehr, 2017).
Jika pasien memiliki emfisema subkutis
karena pneumothoraks, maka pneumothoraks
penyebab harus ditangani dengan pemasangan
WSD interkostal jika memungkinkan. Dalam
kasus pneumothoraks spontan rekomendasi
konsensus adalah penggunaan drainase intercostal
dengan ukuranyang lebih kecil (≤14F). Pada
pasien yang sudah terpasang drainase interkostal,
penting untuk memastikan bahwa drainase
ditempatkan dengan tepat dengan semua port
samping di rongga dada, tidak tertekuk, tersumbat
ataupun terjepit. Jika terdapat keraguan tentang
patensi drainase interkostal, dapat dinilai dengan
membilasnya dengan sejumlah kecil normal saline
steril (Wang et al, 2018).
Jika pasien terpasang drainase interkostal
dan emfisema subkutis tidak membaik atau malah
semakin parah, terdapat sejumlah pilihan yang
tersedia bagi dokter. Pilihan ini ditujukan untuk
menangani pneumothoraks yang mendasari atau
emfisema subkutis itu sendiri. Mengatasi
emfisema subkutis saja mungkin satu-satunya
147
ISSN : 2721-2882
pilihan bagi dokter yang merawat pasien dengan
emfisema subkutis oleh karena pneumothoraks
yang tidak dapat dilakukan drainase dengan aman
(misalnya, karena ukurannya yang sangat kecil)
atau jika pasien menolak drainase interkostal atau
jika tujuan akhir pengobatan hanya untuk
menghilangkan gejala. Pilihan pengobatan berikut
diarahkan terutama pada emfisema subkutis
terkait dengan pneumothoraks yang mendasari
(Kamaran AK et al, 2022).
Drainase Emfisema Subkutis Melalui Blow
Holes Incision
Emfisema subkutis dapat didekompresi
secara langsung melalui insisi kulit yang
dinamakan blow holes incision. Terdapat berbagai
laporan bahwa emfisema subkutis massif berhasil
diatasi melalui drainase ini dan dapat mengalami
perbaikan dalam waktu <24 jam. Dibuat insisi
unilateral atau bilateral dengan panjang 2-4 cm ke
fascia thoracic eksterna sampai bagian subkutis.
Insisi ini dibuat bisa di atas klavikula atau di
bawah klavikula. Namun biasanya sayatan dibuat
segaris pada linea midclavicular. Pada saat
dilakukan sayatan akan Nampak adanya air
bubble yang menandakan keluarnya udara yang
terjebak pada jaringan subkutis (N-C Huan et al.,
2020).
Gambar 6. (A) Foto yang menunjukkan
emfisema subkutis yang luas dari dada ke badan
bagian atas, leher, dan wajah, yang menyebabkan
gangguan jalan napas setelah pemasangan selang dada
(WSD). Pasien diintubasi untuk perlindungan jalan
napas. (B) Foto menunjukkan perbaikan paska
pembalutan luka tekanan negatif yang dimasukkan
secara subkutan melalui sayatan yang dibuat di
dinding dada anterior kiri dan kanan. Foto diambil
sekitar 24 jam setelah pemasangan (N-C Huan et al.,
2020).
Drainase Emfisema Subkutis Melalui
Drainase Subkutis
Tindakan ini harus diposisikan di daerah
subkutis. Dilakukan diseksi terlebih dahulu pada
bagian dada yang terkena (diseksi tumpul sampai
fascia superficialis pectoralis). Selanjutnya
dilakukan insisi sepanjang 2 cm pada linea
axillaris anterior yang kemudian disisipkan
kateter intercostal ukuran 26 Fr dan dihubungkan
pada WSD pada alat vaccum dengan pengisapan
148
ISSN : 2721-2882
rendah tekanan -5cmH2O.
Gambar 7. Hasil dari blow holes incision yang
dimodifikasi menggunakan negative pressure wound
therapy. (A dan C) Radiografi menunjukkan
perkembangan emfisema subkutis massif pada pasien
yang dipasang ventilator. (B dan D) Setelah 3 hari
negative pressure wound therapy, emfisema subkutis
teratasi (Bong S et al, 2017).
Terapi Operatif
Pembedahan adalah solusi definitif
potensial untuk emfisema subkutis akibat
pneumothoraks spontan berulang misalnya,
dalam kasus fistula bronkopleural,
bagaimanapun, ini merupakan tindakan invasif
dan terbatas pada pasien dengan kondisi stabil
untuk dilakukan anestesi umum (James &
Helen, 2021).
MORBIDITAS DAN MORTALITAS
Dalam kebanyakan kasus, emfisema
subkutis dapat sembuh sendiri. Namun kondisi
tersebut bisa menjadi sumber ketidaknyamanan
dan penderitaan bagi pasien untuk sementara.
Pada sebagian kecil pasien, emfisema subkutis
dapat menjadi luas dengan tension phenomenon
yang mengarah ke disfagia, disfonia,
pembengkakan pada kelopak mata yang
menyebabkan pasien tidak dapat membuka mata,
dan bahkan penutupan jalan nafas yang sampai
membutuhkan intubasi (O’Reilly et al, 2018).
Terdapat laporan kasus kematian akibat
emfisema subkutis sebagai akibat dari kegagalan
ventilasi. Dalam rangkaian penelitian oleh Jones
dkk pada pasien emfisema subkutis karena
pneumotoraks dengan pemasangan WSD,
didapatkan peningkatan mortalitas pada pasien
dengan emfisema subkutis (16% berbanding 5%
dalam kasus di mana emfisema subkutis tidak
ada). Dalam seri yang sama juga dicatat bahwa
emfisema subkutis dikaitkan dengan peningkatan
lama rawat inap pasien (rata-rata 17,5 hari versus
11,8 hari di mana tidak disertai emfisema
subkutis). Morbiditas pasien terkait emfisema
subkutis signifikan akibat sekuele merugikan
yang serius yang dijelaskan dalam literatur
termasuk kebutaan, sindroma kompartemen,
malfungsi pacemaker dan hipertensi intracranial
(Bong S, 2017).
PROGNOSIS
149
ISSN : 2721-2882
Udara di jaringan subkutis biasanya
tidak menimbulkan kematian, sejumlah kecil
udara dapat di reabsorbsi oleh tubuh. Terkadang
pneumothoraks atau pneumomediastinum yang
menyebabkan emfisema subkutis, dengan atau
tanpa tindakan medis emfisema subkutis ini
biasanya akan hilang sendiri. Meskipun jarang,
emfisema subkutis dapat menjadi suatu kondisi
yang bersifat emergensi, seperti terjadinya gagal
nafas dan henti jantung, sehingga diperlukan
tindakan medis (Ahmed et al, 2017).
Strategi manajemen definitif lainnya
untuk pneumotoraks dengan kebocoran udara
persisten (dengan atau tanpa emfisema subkutis)
dapat dilakukan pleurodesis (Bayu I, 2022).
KESIMPULAN
Sebagian besar kasus emfisema subkutis
pada pneumothoraks ringan dan dapat sembuh
spontan. Manajemen emfisema subkutis
meliputi manajemen expectant (kontrol etiologi
yang mendasari). Penatalaksanaan
pneumothoraks yang mendasari meliputi
tatalaksana konservatif, negative pressure
wound therapy, penempatan drainase interkostal
yang lebih lebar dan manajemen bedah definitif.
Penatalaksanaan emfisema subkutis dapat
mencakup teknik dekompresi seperti: blow holes
incision atau drainase subkutis. Pendekatan ini
dapat digunakan secara bersamaan. Tidak ada
rekomendasi definitif untuk menentukan
manajemen yang tepat dari pasien dengan
emfisema subkutis.
DAFTAR PUSTAKA
Aghajanzadeh M, Dehnadi A, Ebrahimi H,
Fallah KM, Khajeh JS, Amir MA (2017).
Classification and Management of
Subcutaneous Emphysema: a 10-Year
Experience. Indian J Surg, 77 (2):673-677.
Ahmed Z, Patel P, Singh S, Sharma RG, Somani
P, Gouri AR, Singh S. (2017). High
negative pressure subcutaneous suction
drain for managing debilitating
subcutaneous emphysema secondary to
tube thoracostomy for an iatrogenic post
computed tomography guided
transthoracic needle biopsy pneumothorax:
Case report and review of literature. Int J
Surg Case Rep, 26:138-141.
Bayu I, Oea K, Russilawati (2021).
Pneumothorax and Subcutaneous
Emphysema Related to Use Of HFNC in
Critically ILLCovid-19 Patient. Jurnal
Human Care, 6 (2): 484-490.
Bong S, Sungsoo L, Woo HC, Jung JH, Kil DK,
Do HK (2017). Modified Blowhole Skin
Incision Using Negative Pressure Wound
Therapy in The Treatment of Ventilator-
Related Severe Subcutaneous
Emphysema. Interactive CardioVascular
and Thoracic Surgery, 19 (1): 904–90.
James M, Helen ED (2021). The Diagnosis and
Management of Subcutaneous
Emphysema: A Literature Review. Current
Pulmonology Reports,10: 92-97.
Ghosh I, Behera P, Das B, Gerber CJ. (2018).
Subcutaneous emphysema after
endotracheal intubation: A case
report. Saudi J Anaesth, 12(2):348-349.
Kamaran AK, et al (2022). Recurrent
150
ISSN : 2721-2882
Spontaneous Subcutaneous Emphysema
Of Unknown Origin: A Case Report With
Literature Review. Annals of Medicine
and Surgery, 76: 1-4.
Manouchehr A, Anosh D, Hannan E, Morteza
FK, Sina KJ, Alireza AM, Gilda A
(2017). Classification and Management of
Subcutaneous Emphysema: a 10-Year
Experience. Indian Journal Surgery, 1 (1):
177–182.
Nai-Chien H, Noorasyikin MA, Teng-Shin K,
Yean-Chen LA (2020). Management of
Extensive Subcutaneous Emphysema
Using Negative Pressure Wound Therapy
Dressings. Journal of the Asian Pacific
Society of Respirology, 8 (3): 1-4.
Peter O, Hua KC, Rachel W (2018).
Management of Extensive Subcutaneous
Emphysema With A Subcutaneous Drain.
Journal of The Asian Pacific Society of
Respirology, 2 (5): 28-30.
Wang HS, Lin J, Wang F, Miao L. (2018).
Tracheal injury characterized by
subcutaneous emphysema and dyspnea
after improper placement of a
Sengstaken-Blakemore tube: A case
report. Medicine (Baltimore), 97(30):
1128-1133.

More Related Content

What's hot

Mioma Uteri
Mioma UteriMioma Uteri
Mioma Uteri
dr. Bobby Ahmad
 
147325776 case-report-omsk
147325776 case-report-omsk147325776 case-report-omsk
147325776 case-report-omsk
homeworkping3
 
8.thorax
8.thorax8.thorax
8.thoraxfadzan
 
Faringitis
FaringitisFaringitis
Faringitis
Analizza Ina Lea
 
Referat pneumothorax
Referat pneumothoraxReferat pneumothorax
Referat pneumothoraxListiana Dewi
 
Tekanan Intrakranial
Tekanan IntrakranialTekanan Intrakranial
Tekanan Intrakranial
Aris Rahmanda
 
Patofisiologi demam
Patofisiologi demamPatofisiologi demam
Patofisiologi demam
Tmb Odhian
 
Lapkas onkologi
Lapkas onkologiLapkas onkologi
Lapkas onkologi
randy saputra
 
Faktor faktor empisema
Faktor faktor empisemaFaktor faktor empisema
Faktor faktor empisema
ssuser4c22ca
 
Abses paru by dr.Yanuarman
Abses paru by dr.Yanuarman Abses paru by dr.Yanuarman
Abses paru by dr.Yanuarman
Ajo Yayan
 
Anatomi fisiologi kelenjar parotis
Anatomi fisiologi kelenjar parotis Anatomi fisiologi kelenjar parotis
Anatomi fisiologi kelenjar parotis
dr. Denny Rizaldi Arianto
 
SISTEM PERNAFASAN "LARINGITIS"
SISTEM PERNAFASAN "LARINGITIS"SISTEM PERNAFASAN "LARINGITIS"
SISTEM PERNAFASAN "LARINGITIS"
ChaCha Rosalena
 
Fisiologi sistem kardiovaskular
Fisiologi sistem kardiovaskularFisiologi sistem kardiovaskular
Fisiologi sistem kardiovaskularShiAddung
 
Peritonitis generalisata
Peritonitis generalisataPeritonitis generalisata
Peritonitis generalisata
Abdul Mughni Rozy
 
Blok 24 (limfoma hodgkin)
Blok 24 (limfoma hodgkin)Blok 24 (limfoma hodgkin)
Blok 24 (limfoma hodgkin)
novaliakhoe
 
BRONKIEKTASIS - angkatan 5.pptx imunologi
BRONKIEKTASIS - angkatan 5.pptx imunologiBRONKIEKTASIS - angkatan 5.pptx imunologi
BRONKIEKTASIS - angkatan 5.pptx imunologi
PradilaDesty
 
Polip nasal
Polip nasalPolip nasal
Polip nasal
Irna Wati
 

What's hot (20)

Mioma Uteri
Mioma UteriMioma Uteri
Mioma Uteri
 
147325776 case-report-omsk
147325776 case-report-omsk147325776 case-report-omsk
147325776 case-report-omsk
 
8.thorax
8.thorax8.thorax
8.thorax
 
Faringitis
FaringitisFaringitis
Faringitis
 
Referat pneumothorax
Referat pneumothoraxReferat pneumothorax
Referat pneumothorax
 
Tekanan Intrakranial
Tekanan IntrakranialTekanan Intrakranial
Tekanan Intrakranial
 
Patofisiologi demam
Patofisiologi demamPatofisiologi demam
Patofisiologi demam
 
Lapkas onkologi
Lapkas onkologiLapkas onkologi
Lapkas onkologi
 
Atls
AtlsAtls
Atls
 
Faktor faktor empisema
Faktor faktor empisemaFaktor faktor empisema
Faktor faktor empisema
 
Abses paru by dr.Yanuarman
Abses paru by dr.Yanuarman Abses paru by dr.Yanuarman
Abses paru by dr.Yanuarman
 
Gonorrhea
GonorrheaGonorrhea
Gonorrhea
 
Anatomi fisiologi kelenjar parotis
Anatomi fisiologi kelenjar parotis Anatomi fisiologi kelenjar parotis
Anatomi fisiologi kelenjar parotis
 
SISTEM PERNAFASAN "LARINGITIS"
SISTEM PERNAFASAN "LARINGITIS"SISTEM PERNAFASAN "LARINGITIS"
SISTEM PERNAFASAN "LARINGITIS"
 
Fisiologi sistem kardiovaskular
Fisiologi sistem kardiovaskularFisiologi sistem kardiovaskular
Fisiologi sistem kardiovaskular
 
Peritonitis generalisata
Peritonitis generalisataPeritonitis generalisata
Peritonitis generalisata
 
Blok 24 (limfoma hodgkin)
Blok 24 (limfoma hodgkin)Blok 24 (limfoma hodgkin)
Blok 24 (limfoma hodgkin)
 
BRONKIEKTASIS - angkatan 5.pptx imunologi
BRONKIEKTASIS - angkatan 5.pptx imunologiBRONKIEKTASIS - angkatan 5.pptx imunologi
BRONKIEKTASIS - angkatan 5.pptx imunologi
 
Polip nasal
Polip nasalPolip nasal
Polip nasal
 
Idiopathic trombocytopenic purpura ( itp )
Idiopathic trombocytopenic purpura ( itp )Idiopathic trombocytopenic purpura ( itp )
Idiopathic trombocytopenic purpura ( itp )
 

Similar to Emfisema subkutis.pdf

Trauma Dada
Trauma DadaTrauma Dada
Bahan pbl 3.2 dev
Bahan pbl 3.2 devBahan pbl 3.2 dev
Bahan pbl 3.2 dev
Devina Ciayadi
 
Atelektasis
AtelektasisAtelektasis
Atelektasis
Anhar Wiyatama
 
pneumothoraxpowerpoint-120920104344-phpapp01.pdf
pneumothoraxpowerpoint-120920104344-phpapp01.pdfpneumothoraxpowerpoint-120920104344-phpapp01.pdf
pneumothoraxpowerpoint-120920104344-phpapp01.pdf
PanduAkbar6
 
Leaflet pneumotoraks
Leaflet pneumotoraksLeaflet pneumotoraks
Leaflet pneumotoraks
Operator Warnet Vast Raha
 
Atelektasis
AtelektasisAtelektasis
Atelektasis
harlen_noorfansi
 
SLIDE lapkas Sindrom Down.ppt
SLIDE lapkas Sindrom Down.pptSLIDE lapkas Sindrom Down.ppt
SLIDE lapkas Sindrom Down.ppt
DedeMaulana23
 
Jurding Blunt Trauma salinan 2.pptx
Jurding Blunt Trauma salinan 2.pptxJurding Blunt Trauma salinan 2.pptx
Jurding Blunt Trauma salinan 2.pptx
MuhammadYunus728432
 
Pneumothoraks
PneumothoraksPneumothoraks
Pneumothoraks
tya tia
 
Efusi pleura AKPER PEMDA MUNA
Efusi pleura AKPER PEMDA MUNA Efusi pleura AKPER PEMDA MUNA
Efusi pleura AKPER PEMDA MUNA
Operator Warnet Vast Raha
 
asuhan_keperawatan_pada_pasien_dengan_trauma thorax.docx
asuhan_keperawatan_pada_pasien_dengan_trauma thorax.docxasuhan_keperawatan_pada_pasien_dengan_trauma thorax.docx
asuhan_keperawatan_pada_pasien_dengan_trauma thorax.docx
ErinRika2
 
Asuhan keperawatan ps dg pneumothorax
Asuhan keperawatan ps dg pneumothoraxAsuhan keperawatan ps dg pneumothorax
Asuhan keperawatan ps dg pneumothoraxMarito Simanungkalit
 
tatalaksana sternotomi.pdf
tatalaksana sternotomi.pdftatalaksana sternotomi.pdf
tatalaksana sternotomi.pdf
CitraRahmad1
 
KONTSIO PARU TUGAS.docx
KONTSIO PARU TUGAS.docxKONTSIO PARU TUGAS.docx
KONTSIO PARU TUGAS.docx
IccaPinzen
 

Similar to Emfisema subkutis.pdf (20)

Trauma Dada
Trauma DadaTrauma Dada
Trauma Dada
 
Bahan pbl 3.2 dev
Bahan pbl 3.2 devBahan pbl 3.2 dev
Bahan pbl 3.2 dev
 
Atelektasis
AtelektasisAtelektasis
Atelektasis
 
pneumothoraxpowerpoint-120920104344-phpapp01.pdf
pneumothoraxpowerpoint-120920104344-phpapp01.pdfpneumothoraxpowerpoint-120920104344-phpapp01.pdf
pneumothoraxpowerpoint-120920104344-phpapp01.pdf
 
Leaflet pneumotoraks
Leaflet pneumotoraksLeaflet pneumotoraks
Leaflet pneumotoraks
 
Atelektasis
AtelektasisAtelektasis
Atelektasis
 
Kolaps paru
Kolaps paruKolaps paru
Kolaps paru
 
Pneumotoraks AKPER PEMKAB MUNA
Pneumotoraks AKPER PEMKAB MUNAPneumotoraks AKPER PEMKAB MUNA
Pneumotoraks AKPER PEMKAB MUNA
 
SLIDE lapkas Sindrom Down.ppt
SLIDE lapkas Sindrom Down.pptSLIDE lapkas Sindrom Down.ppt
SLIDE lapkas Sindrom Down.ppt
 
Materi abses paru
Materi abses paruMateri abses paru
Materi abses paru
 
Jurding Blunt Trauma salinan 2.pptx
Jurding Blunt Trauma salinan 2.pptxJurding Blunt Trauma salinan 2.pptx
Jurding Blunt Trauma salinan 2.pptx
 
Pneumothoraks
PneumothoraksPneumothoraks
Pneumothoraks
 
Efusi pleura AKPER PEMKAB MUNA
Efusi pleura AKPER PEMKAB MUNAEfusi pleura AKPER PEMKAB MUNA
Efusi pleura AKPER PEMKAB MUNA
 
Efusi pleura AKPER PEMDA MUNA
Efusi pleura AKPER PEMDA MUNA Efusi pleura AKPER PEMDA MUNA
Efusi pleura AKPER PEMDA MUNA
 
asuhan_keperawatan_pada_pasien_dengan_trauma thorax.docx
asuhan_keperawatan_pada_pasien_dengan_trauma thorax.docxasuhan_keperawatan_pada_pasien_dengan_trauma thorax.docx
asuhan_keperawatan_pada_pasien_dengan_trauma thorax.docx
 
Askep pneumotoraks
Askep pneumotoraksAskep pneumotoraks
Askep pneumotoraks
 
Asuhan keperawatan ps dg pneumothorax
Asuhan keperawatan ps dg pneumothoraxAsuhan keperawatan ps dg pneumothorax
Asuhan keperawatan ps dg pneumothorax
 
tatalaksana sternotomi.pdf
tatalaksana sternotomi.pdftatalaksana sternotomi.pdf
tatalaksana sternotomi.pdf
 
Askepefusipleura
AskepefusipleuraAskepefusipleura
Askepefusipleura
 
KONTSIO PARU TUGAS.docx
KONTSIO PARU TUGAS.docxKONTSIO PARU TUGAS.docx
KONTSIO PARU TUGAS.docx
 

Recently uploaded

PENYULUHAN SKRINING KESEHATAN USIA PRODUKTIF
PENYULUHAN SKRINING KESEHATAN USIA PRODUKTIFPENYULUHAN SKRINING KESEHATAN USIA PRODUKTIF
PENYULUHAN SKRINING KESEHATAN USIA PRODUKTIF
FredyMaringga1
 
DEFENISI OPERASIONAL (SINDROM) PENYAKIT SKDR.pptx
DEFENISI OPERASIONAL (SINDROM) PENYAKIT SKDR.pptxDEFENISI OPERASIONAL (SINDROM) PENYAKIT SKDR.pptx
DEFENISI OPERASIONAL (SINDROM) PENYAKIT SKDR.pptx
DamianLoveChannel
 
PENJAGAAN PESAKIT DENGAN VENTILATOR Kursus Basic Resus Nursing HTJS.pptx
PENJAGAAN PESAKIT DENGAN VENTILATOR  Kursus Basic Resus Nursing HTJS.pptxPENJAGAAN PESAKIT DENGAN VENTILATOR  Kursus Basic Resus Nursing HTJS.pptx
PENJAGAAN PESAKIT DENGAN VENTILATOR Kursus Basic Resus Nursing HTJS.pptx
Hamzi Hadi
 
PPT RAKOR POKJANAL POSYANDU DALAM PENGUATAN INTEGRASI LAYANAN PRIMER
PPT  RAKOR POKJANAL POSYANDU DALAM PENGUATAN INTEGRASI LAYANAN PRIMERPPT  RAKOR POKJANAL POSYANDU DALAM PENGUATAN INTEGRASI LAYANAN PRIMER
PPT RAKOR POKJANAL POSYANDU DALAM PENGUATAN INTEGRASI LAYANAN PRIMER
sulastri822782
 
Materi 5. Penjaminan Mutu Labkesmas.pptx
Materi 5. Penjaminan Mutu Labkesmas.pptxMateri 5. Penjaminan Mutu Labkesmas.pptx
Materi 5. Penjaminan Mutu Labkesmas.pptx
syam586213
 
v2 Intervensi serentak pencegahan stunting.pdf
v2 Intervensi serentak pencegahan stunting.pdfv2 Intervensi serentak pencegahan stunting.pdf
v2 Intervensi serentak pencegahan stunting.pdf
fritshenukh
 
pemaparan PPT pneumonia untuk fakultas kedokteran
pemaparan PPT pneumonia untuk fakultas kedokteranpemaparan PPT pneumonia untuk fakultas kedokteran
pemaparan PPT pneumonia untuk fakultas kedokteran
hadijaul
 
1.Kebutuhan Dasar Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Pra Sekolah.pptx
1.Kebutuhan Dasar Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Pra Sekolah.pptx1.Kebutuhan Dasar Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Pra Sekolah.pptx
1.Kebutuhan Dasar Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Pra Sekolah.pptx
LisnaKhairaniNasutio
 
Pengendalian Proses.pptx Mata kuliah manajemen mutu laboratorium
Pengendalian Proses.pptx Mata kuliah manajemen mutu laboratoriumPengendalian Proses.pptx Mata kuliah manajemen mutu laboratorium
Pengendalian Proses.pptx Mata kuliah manajemen mutu laboratorium
SyailaNandaSofiaWell
 
Desain Deskriptif Desain studi pada epidemiology bencana .pdf
Desain Deskriptif Desain studi pada epidemiology bencana .pdfDesain Deskriptif Desain studi pada epidemiology bencana .pdf
Desain Deskriptif Desain studi pada epidemiology bencana .pdf
arikiskandar
 
jejaring dan jaringan pkm 2019 presentasi
jejaring dan jaringan pkm 2019 presentasijejaring dan jaringan pkm 2019 presentasi
jejaring dan jaringan pkm 2019 presentasi
lala263132
 
428375104-Ppt-Pemberian-Obat-Topikal.pptx
428375104-Ppt-Pemberian-Obat-Topikal.pptx428375104-Ppt-Pemberian-Obat-Topikal.pptx
428375104-Ppt-Pemberian-Obat-Topikal.pptx
ImanChimonxNurjaman
 
ASKEP pada pasien dengan diagnosa CAD CICU.docx
ASKEP pada pasien dengan diagnosa  CAD CICU.docxASKEP pada pasien dengan diagnosa  CAD CICU.docx
ASKEP pada pasien dengan diagnosa CAD CICU.docx
zalfazulfa174
 
Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik_New.ppt
Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik_New.pptCara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik_New.ppt
Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik_New.ppt
andiulfahmagefirahra1
 
441766795-PERSONAL-HYGIENE-ppt kebersihan diri sendiri.ppt
441766795-PERSONAL-HYGIENE-ppt kebersihan diri sendiri.ppt441766795-PERSONAL-HYGIENE-ppt kebersihan diri sendiri.ppt
441766795-PERSONAL-HYGIENE-ppt kebersihan diri sendiri.ppt
Datalablokakalianda
 
Pengertian dan jenis obat antiparasit.pdf
Pengertian dan jenis obat antiparasit.pdfPengertian dan jenis obat antiparasit.pdf
Pengertian dan jenis obat antiparasit.pdf
ryskilahmudin
 
ANTIBIOTIK TOPIKAL Farmakologi Basic Dasar
ANTIBIOTIK TOPIKAL Farmakologi Basic DasarANTIBIOTIK TOPIKAL Farmakologi Basic Dasar
ANTIBIOTIK TOPIKAL Farmakologi Basic Dasar
MFCorp
 
keterampilan kader dan teknis penilaian tingkat kecakapan kader posyandu.pptx
keterampilan kader dan teknis penilaian tingkat kecakapan kader posyandu.pptxketerampilan kader dan teknis penilaian tingkat kecakapan kader posyandu.pptx
keterampilan kader dan teknis penilaian tingkat kecakapan kader posyandu.pptx
pkmcinagara
 
Gambaran Umum asuhan persalinan normal.ppt
Gambaran Umum asuhan persalinan normal.pptGambaran Umum asuhan persalinan normal.ppt
Gambaran Umum asuhan persalinan normal.ppt
ssusera85899
 
PRESENTASI LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF
PRESENTASI LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIFPRESENTASI LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF
PRESENTASI LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF
ratnawulokt
 

Recently uploaded (20)

PENYULUHAN SKRINING KESEHATAN USIA PRODUKTIF
PENYULUHAN SKRINING KESEHATAN USIA PRODUKTIFPENYULUHAN SKRINING KESEHATAN USIA PRODUKTIF
PENYULUHAN SKRINING KESEHATAN USIA PRODUKTIF
 
DEFENISI OPERASIONAL (SINDROM) PENYAKIT SKDR.pptx
DEFENISI OPERASIONAL (SINDROM) PENYAKIT SKDR.pptxDEFENISI OPERASIONAL (SINDROM) PENYAKIT SKDR.pptx
DEFENISI OPERASIONAL (SINDROM) PENYAKIT SKDR.pptx
 
PENJAGAAN PESAKIT DENGAN VENTILATOR Kursus Basic Resus Nursing HTJS.pptx
PENJAGAAN PESAKIT DENGAN VENTILATOR  Kursus Basic Resus Nursing HTJS.pptxPENJAGAAN PESAKIT DENGAN VENTILATOR  Kursus Basic Resus Nursing HTJS.pptx
PENJAGAAN PESAKIT DENGAN VENTILATOR Kursus Basic Resus Nursing HTJS.pptx
 
PPT RAKOR POKJANAL POSYANDU DALAM PENGUATAN INTEGRASI LAYANAN PRIMER
PPT  RAKOR POKJANAL POSYANDU DALAM PENGUATAN INTEGRASI LAYANAN PRIMERPPT  RAKOR POKJANAL POSYANDU DALAM PENGUATAN INTEGRASI LAYANAN PRIMER
PPT RAKOR POKJANAL POSYANDU DALAM PENGUATAN INTEGRASI LAYANAN PRIMER
 
Materi 5. Penjaminan Mutu Labkesmas.pptx
Materi 5. Penjaminan Mutu Labkesmas.pptxMateri 5. Penjaminan Mutu Labkesmas.pptx
Materi 5. Penjaminan Mutu Labkesmas.pptx
 
v2 Intervensi serentak pencegahan stunting.pdf
v2 Intervensi serentak pencegahan stunting.pdfv2 Intervensi serentak pencegahan stunting.pdf
v2 Intervensi serentak pencegahan stunting.pdf
 
pemaparan PPT pneumonia untuk fakultas kedokteran
pemaparan PPT pneumonia untuk fakultas kedokteranpemaparan PPT pneumonia untuk fakultas kedokteran
pemaparan PPT pneumonia untuk fakultas kedokteran
 
1.Kebutuhan Dasar Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Pra Sekolah.pptx
1.Kebutuhan Dasar Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Pra Sekolah.pptx1.Kebutuhan Dasar Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Pra Sekolah.pptx
1.Kebutuhan Dasar Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Pra Sekolah.pptx
 
Pengendalian Proses.pptx Mata kuliah manajemen mutu laboratorium
Pengendalian Proses.pptx Mata kuliah manajemen mutu laboratoriumPengendalian Proses.pptx Mata kuliah manajemen mutu laboratorium
Pengendalian Proses.pptx Mata kuliah manajemen mutu laboratorium
 
Desain Deskriptif Desain studi pada epidemiology bencana .pdf
Desain Deskriptif Desain studi pada epidemiology bencana .pdfDesain Deskriptif Desain studi pada epidemiology bencana .pdf
Desain Deskriptif Desain studi pada epidemiology bencana .pdf
 
jejaring dan jaringan pkm 2019 presentasi
jejaring dan jaringan pkm 2019 presentasijejaring dan jaringan pkm 2019 presentasi
jejaring dan jaringan pkm 2019 presentasi
 
428375104-Ppt-Pemberian-Obat-Topikal.pptx
428375104-Ppt-Pemberian-Obat-Topikal.pptx428375104-Ppt-Pemberian-Obat-Topikal.pptx
428375104-Ppt-Pemberian-Obat-Topikal.pptx
 
ASKEP pada pasien dengan diagnosa CAD CICU.docx
ASKEP pada pasien dengan diagnosa  CAD CICU.docxASKEP pada pasien dengan diagnosa  CAD CICU.docx
ASKEP pada pasien dengan diagnosa CAD CICU.docx
 
Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik_New.ppt
Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik_New.pptCara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik_New.ppt
Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik_New.ppt
 
441766795-PERSONAL-HYGIENE-ppt kebersihan diri sendiri.ppt
441766795-PERSONAL-HYGIENE-ppt kebersihan diri sendiri.ppt441766795-PERSONAL-HYGIENE-ppt kebersihan diri sendiri.ppt
441766795-PERSONAL-HYGIENE-ppt kebersihan diri sendiri.ppt
 
Pengertian dan jenis obat antiparasit.pdf
Pengertian dan jenis obat antiparasit.pdfPengertian dan jenis obat antiparasit.pdf
Pengertian dan jenis obat antiparasit.pdf
 
ANTIBIOTIK TOPIKAL Farmakologi Basic Dasar
ANTIBIOTIK TOPIKAL Farmakologi Basic DasarANTIBIOTIK TOPIKAL Farmakologi Basic Dasar
ANTIBIOTIK TOPIKAL Farmakologi Basic Dasar
 
keterampilan kader dan teknis penilaian tingkat kecakapan kader posyandu.pptx
keterampilan kader dan teknis penilaian tingkat kecakapan kader posyandu.pptxketerampilan kader dan teknis penilaian tingkat kecakapan kader posyandu.pptx
keterampilan kader dan teknis penilaian tingkat kecakapan kader posyandu.pptx
 
Gambaran Umum asuhan persalinan normal.ppt
Gambaran Umum asuhan persalinan normal.pptGambaran Umum asuhan persalinan normal.ppt
Gambaran Umum asuhan persalinan normal.ppt
 
PRESENTASI LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF
PRESENTASI LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIFPRESENTASI LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF
PRESENTASI LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF
 

Emfisema subkutis.pdf

  • 1. 140 ISSN : 2721-2882 TATALAKSANA EMFISEMA SUBKUTIS PADA PNEUMOTHORAX: REVIEW LITERATUR THE MANAGEMENT OF SUBCUTANEOUS EMPHYSEMA IN PNEUMOTHORAX: A LITERATURE REVIEW Fitri Pranita Milyarona1 , Saut Idoan Sijabat2 'Program Studi Profesi Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Muhammadiyah Surakarta 2 Departemen Ilmu Bedah, RSUD dr. Hardjono S. Ponorogo Korespondensi: author 1. Alamat email: j500160122@student.ums.ac.id ABSTRAK Emfisema subkutis merupakan suatu kondisi dimana terdapat udara bebas pada jaringan subkutis. Emfisema subkutis adalah komplikasi yang sering dan sering sembuh spontan dari tindakan thorakostomi atau tindakan kardiothoraks lainnya. Pada kondisi yang jarang, emfisema subkutis yang parah dan luas ditandai dengan adanya krepitasi, disfagia, disfonia, penutupan palpebra atau terkait dengan pneumoperitoneum, dan kegagalan pernapasan. Emfisema subkutis sering terjadi bersamaan dengan pneumothoraks. Biasanya kondisi tersebut tidak signifikan secara klinis, tetapi dalam beberapa kasus dapat mengancam gangguan napas pasien. Tidak ada uji coba terkontrol dan tidak ada pedoman manajemen, selain itu penyebabnya harus diidentifikasi dan diobati sedapat mungkin. Tujuan artikel ini adalah untuk meninjau pendekatan yang dijelaskan untuk emfisema subkutis pada pneumothoraks dan memberikan referensi kepada dokter. Pengobatan dapat diarahkan terutama untuk mengobati pneumothoraks yang mendasari dan/atau emfisema subkutis. Penatalaksanaan pneumothoraks yang mendasari meliputi tatalaksana konservatif; penggunaan negative suction; dan manajemen definitif bedah. Penatalaksanaan emfisema subkutis dapat mencakup teknik dekompresi seperti: insisi blow hole atau angio-kateter subkutis atau drainase. Kata Kunci: Emfisema subkutis, surgical emphysema, pneumothoraks, suction drain dada, drainase interkostal ABSTRACT Subcutaneous emphysema (SE) is a clinical condition that occurs when air gets into soft tissues under the skin. Subcutaneous emphysema is a frequent and often self-limiting complication of tube thoracostomy or other cardiothoracic procedures. On rare occasions, severe and extensive surgical emphysema marked by palpable cutaneous tension, dysphagia, dysphonia, palpebral closure or associated with pneumoperitoneum and respiratory failure. Subcutaneous emphysema is often observed by clinicians in the context of pneumothorax. There are no controlled trials and no guidelines on management, other than that the cause should be identified and treated wherever possible. The goal of this article is to review the described approaches to subcutaneous emphysema in pneumothorax and provide a reference to the clinician. Summary Treatment can be directed primarily towards treating an underlying pneumothorax and or towards the subcutaneous emphysema. Management of the underlying pneumothorax includes conservative management; use of the negative suction; siting of wider bore intercostal drains and definitive surgical management. Management of subcutaneous emphysema may include decompression techniques such as: ‘blow hole’ incisions or subcutaneous angio-catheters or tunnelled drains. Keywords: Subcutaneous emphysema, surgical emphysema, pneumothorax, chest drain suction, intercostal drainage PENDAHULUAN Emfisema subkutis adalah suatu kondisi dimana terdapat udara atau gas di bawah kulit. Secara klinis, emfisema subkutis ditandai dengan adanya krepitus yang memiliki sensasi taktil patognomonik seperti “berjalan di atas salju”'. Secara radiografi, emfisema subkutis tampak
  • 2. 141 ISSN : 2721-2882 sebagai gambaran radiolusen yang melintasi jaringan subkutis dan otot (Ahmed Z, 2017). Emfisema subkutis adalah salah satu komplikasi dari pneumothoraks dan lebih sering berhubungan dengan pneumothoraks dibandingkan kondisi patologi lainnya. Belum terapat dada yang jelas terkait kejadian emfisema subkutis dengan pneumothoraks, namun telah dilaporkan 27% diakibatkan pasien trauma dan fraktur costae, sedangkan pada 15- 20% pasien yang menjalani perawatan drainase interkostal dari pneumothoraks. Selebihnya sekitar 7% pasien mengalami emfisema subkutis setelah tindakan medis thoracoscopy (Aghajanzadeh et al, 2017). Tidak ada panduan pedoman tentang pengelolaan emfisema subkutis. Namun, terdapat beberapa rekomendasi berbasis kasus dalam literatur, tetapi tidak ada uji coba terkontrol yang dilakukan sampai saat ini. Artikel ini bertujuan untuk meninjau teknik yang dijelaskan dalam keberhasilan manajemen emfisema subkutis (Bong S, 2017). DEFINISI Emfisema diartikan sebagai terkumpulnya udara secara patologik dalam jaringan atau organ. Subkutis merupakan suatu lapisan kulit setelah dermis. Sehingga definisi emfisema subkutis adalah emfisema intertisial yang ditandai dengan adanya udara bebas dalam jaringan subkutis, yang biasanya disebabkan oleh cedera intra-thoraks, dan pada kebanyakan kasus disertai dengan adanya pneumothoraks dan pneumomediastinum sehingga disebut juga pneumoderma (Bayu I, 2021). Emfisema subkutis merupakan suatu kondisi yang sebenarnya relatif tidak mengancam nyawa, namun menimbulkan ketidaknyamanan pada pasien. Hal ini disebabkan karena terdapatnya sekumpulan udara di dalam rongga subkutis pada dinding dada yang menjalar ke jaringan lunak di wajah, leher, dada atas, dan bahu. Terkumpulnya udara di wajah menimbulkan pembengkakan pada kelopak mata yang menyebabkan pasien tidak dapat membuka mata, selain itu juga disertai adanya perubahan suara yang menjadi lebih tinggi akibat dari pengumpulan udara di dalam laring. Udara pada jaringan subkutis yang terkumpul dapat menyebar secara langsung ke daerah sekitar, sehingga bagian tubuh atas lebih sering terkena daripada bagian tubuh bawah (James & Helen, 2021). Keadaan yang tampak pada emfisema subkutis adalah pembengkakan pada kulit yang
  • 3. 142 ISSN : 2721-2882 jika dipalpasi teraba seperti crunchy. Pada gambaran radiologi akan tampak pengumpulan udara pada permukaan kulit yang biasanya meliputi sebagian besar dari tubuh (Kamaran AK et al, 2022). ETIOLOGI Emfisema subkutis dihipotesiskan terjadi pada pneumothoraks spontan melalui Macklin effect. Kondisi ini dikarenakan pecahnya alveoli pada pneumothoraks spontan yang diikuti kebocoran udara ke dalam jaringan ikat longgar yang mengelilingi pembuluh darah paru. Udara ini mengalir di sepanjang selubung bronkovaskular ke mediastinum. Pada pneumothoraks traumatik dan pada pasien yang dilakukan drainase interkostal, emfisema subkutis terjadi ketika terdapat trauma atau robekan pleura parietalis. Kondisi ini menyebabkan udara masuk ke dalam jaringan subkutis secara langsung (Peter, 2018). Dalam kasus pasien dengan drainase interkostal in-situ yang berkembang menjadi emfisema subkutis, dihipotesiskan bahwa volume udara yang melewati pleura parietalis dari rongga pleura ke jaringan subkutis melebihi volume udara yang dikeluarkan dari rongga pleura. Hal ini diakibatkan oleh ketidakseimbangan laju aliran antara robekan pada pleura parietalis dan drainase interkostal yang relatif kecil. Penyumbatan saluran interkostal adalah contoh dari ketidakseimbangan tersebut, dan dalam suatu penelitian dari 25 pasien yang mengalami emfisema subkutis setelah pemasangan drainase interkostal, penyumbatan drainase interkostal adalah penyebab utama dalam 6 kasus. Selain itu, emfisema subkutis telah dilaporkan terjadi pada fistula bronkopleural yang sering mengakibatkan pneumothoraks refrakter yang persisten. Penempatan drainase interkostal multipel juga meningkatkan risiko emfisema subkutis (Wang, 2018). Emfisema subkutis dapat disebabkan oleh trauma pada sistem respirasi ataupun sistem gastrointestinal. Umumnya trauma yang terjadi pada dada dan leher, dimana udara dapat terperangkap sebagai hasil dari trauma tajam seperti luka tembak atau luka tikam, maupun luka tumpul. Emfisema subkutis juga dapat disebabkan oleh prosedur dan tindakan medis, yang menyebabkan tekanan pada alveoli, sehingga alveoli menjadi ruptur (Bong S et al, 2017). Hal ini biasanya disebabkan oleh pneumothoraks dan chest tube. Keadaan ini
  • 4. 143 ISSN : 2721-2882 disebut sebagai surgical emphysema. Beberapa kondisi yang menyebabkan terjadinya emfisema subkutis dijelaskan pada bagian dibawah ini: • Trauma Trauma tumpul maupun trauma penetrasi merupakan kondisi yang dapat menyebabkan terjadinya emfisema subkutis. Trauma pada bagian dada merupakan penyebab umum terjadinya emfisema subkutis, dimana udara yang berasal dari dada dan paru dapat masuk ke kulit dinding dada. Sebagai contoh terjadinya luka tusuk atau luka tembak pada dada yang menyebabkan robeknya pleura, sehingga udara yang berasal dari paru menyebar ke otot-otot dan lapisan subkutis. Emfisema subkutis juga dapat terjadi pada pasien dengan patah tulang iga, dimana iga melukai parenkim paru yang menyebabkan rupturnya alveolus (Kamaran AK et al, 2022). • Tindakan Medis Emfisema subkutis merupakan suatu komplikasi yang umum disebabkan pada berbagai tindakan operasi, seperti operasi dada, operasi daerah sekitar esofagus, operasi gigi, tindakan laparoscopy, cricothyrotomy, dan sebagainya (Kamaran AK et al, 2022). • Infeksi Udara dapat terperangkap di bawah kulit yang mengalami infeksi nekrosis seperti pada gangren. Gejala emfisema subkutis terjadi ketika organisme infeksius memproduksi gas sebagai hasil dari fermentasi. Kemudian gas ini menyebar ke sekitar lokasi awal pembentukan infeksi, maka terbentuklah emfisema subkutis(Kamaran AK et al, 2022). PATOGENESIS Emfisema subkutis terjadi karena peningkatan tekanan di dalam paru dikarenakan rupturnya alveoli. Udara dapat masuk ke jaringan lunak pada leher dari mediastinum dan retroperitoneum. Pada emfisema subkutis, udara menyebar dari alveoli yang ruptur ke interstitial space dan sepanjang pembuluh darah paru, masuk ke mediastinum dan berlanjut ke jaringan lunak pada leher dan kepala (Bayu, 2018). Emfisema pada daerah subkutis, servikofasial, mediastinum terjadi karena udara yang masuk ke jaringan fasial kepala dan daerah leher. Daerah ini mempunyai suatu rongga yang memungkinkan untuk terisi dengan udara. Daerah ini dibatasi oleh fasia otot, organ, dan struktur lainnya. Udara yang masuk ke daerah
  • 5. 144 ISSN : 2721-2882 leher dapat masuk ke retrofaringeal yang terletak antara dinding posterior dan kolumna vertebra, dari sini akan diteruskan ke posterior fasial kemudian ke Grodinsky and Holyoke’s area yang disebut sebagai daerah yang berbahaya karena berhubungan langsung ke posterior mediastinum. Jika udara mengalir pada daerah ini akan menekan vena trunkus dan menyebabkan gagal jantung atau asfiksia karena adanya tekanan di trakea (Ghosh I, 2018). MANIFESTASI KLINIS Tanda dan gejala emfisema subkutis bervariasi tergantung dari penyebab dan lokasi terjadinya. Terdapat dua gejala dan tanda khas emfisema subkutis yaitu painless swelling of the tissue dan crackling sensation (krepitasi). Pada hasil inspeksi tampak jaringan di sekitar emfisema subkutis biasanya membengkak. Pembengkakan dapat melibatkan jaringan sekitar tetapi sering berhubungan dengan pembengkakan pada leher, nyeri dada, terkadang juga terjadi nyeri tenggorokan, nyeri leher, wheezing (mengi) dan kesulitan bernafas. Jika kebocoran udara sangat banyak, wajah dapat menjadi bengkak sehingga kelopak mata tidak dapat dibuka (Wang et al, 2018). Kasus emfisema subkutis mudah dideteksi dengan melakukan palpasi pada permukaan kulit. Hasil palpasi akan teraba seperti kertas atau crispies. Jika disentuh maka teraba seperti balon yang berpindah dan kadang- kadang timbul bunyi retakan crack. Gejala klinis emfisema subkutis tahap lanjut meliputi pembengkakan lokal, krepitus, ketidaknyamanan lokal, pembengkakan difus, eritema lokal, nyeri dan ditemukan kelainan pada radiografi. Emfisema subkutis seringnya hanya menimbulkan gejala minimal, tidak berbahaya bila terjadi spontan, dan tidak memerlukan penanganan yang spesifik. Namun, apabila meluas melibatkan jaringan pada dada, maupun perut, maka hal ini akan berubah menjadi suatu kondisi yang berat, mengkhawatirkan, dan mengancam nyawa. Hal ini dapat dipersulit oleh terjadinya restriksi dari reekspansi paru secara menyeluruh dan dapat mengakibatkan tekanan jalan napas yang tinggi, asidosis respirasi berat, kegagalan ventilasi, kegagalan pacemaker, kegagalan jalan napas, dan juga tension phenomenon (Aghajanzadeh et al, 2017).
  • 6. 145 ISSN : 2721-2882 Gambar 1. Emfisema subkutis melibatkan dinding dada, wajah, leher, dan kelopak mata (Kesiema et al, 2016). Gambar 2. Klasifikasi emfisema subkutis berdasarkan tingkat keparahan (Manouchehr A, 2017). PEMERIKSAAN PENUNJANG Pencitraan diperlukan untuk mendiagnosa emfisema subkutis atau untuk mengkonfirmasi diagnosa berdasarkan temuan klinis. Pada radiologi dada, emfisema subkutis mungkin terlihat sebagai gambaran radiolusen pada jaringan lunak atau jika sudah masif dapat memberikan gambaran ginkgo leaf sign yakni gambaran radiolusen pada otot pektoralis mayor (N-C Huan et al., 2020). Emfisema subkutis lebih baik dikonfirmasi dengan pemeriksaan CT-scan dada, dimana tampak kantung udara yang berwarna hitam (hipodens) pada daerah subkutis yang merupakan air-trapping pada subkutis. Gambar 3. Emfisema subkutis massif yang melibatkan seluruh dada dan meluas ke leher (Peter, 2018). Gambar 4a & 4b. Potongan aksial dan koronal dari ct-scan thorax menunjukkan massif emfisema subkutis. Penelitian ini dari pasien yang dirawat di pusat medis kami yang memiliki pneumothoraks dan pneumomediastinum dalam konteks karsinoma sel ginjal metastatik. Panah menunjukkan erosi metastatik melalui dinding dada yang mengarah ke pneumothoraks (Ghosh I, 2018).
  • 7. 146 ISSN : 2721-2882 Gambar 5. Lima klasifikasi emfisema subkutis ditunjukkan masing-masing: a grade 1, b grade 2, c grade 3, d grade 4, dan e grade 5 (Manouchehr A, 2017). TATALAKSANA Emfisema subkutis biasanya ringan, sehingga tidak membutuhkan penanganan karena dalam 3 atau 4 hari bahkan sampai satu minggu pembengkakan akan berkurang secara menyeluruh karena udara diserap secara spontan dan terjadi penyembuhan. Namun pada kasus emfisema subkutis massif yang meluas di luar batang tubuh ke kepala dan leher, harus segera ditangani untuk mencegah komplikasi lebih lanjut (N-C Huan et al., 2020). Penatalaksanaan awal harus dimulai dengan penilaian pasien: setiap gangguan jalan napas (disfonia progresif, stridor) harus ditangani terlebih dahulu. Pasien mungkin memerlukan oksigenasi tambahan. Telah dihipotesiskan bahwa pemberian oksigen bermanfaat dalam resorpsi udara secara spontan. Hal ini memungkinkan terjadinya pengurangan tekanan parsial nitrogen dalam rongga pleura relatif terhadap oksigen, sehingga lebih mudah diserap (Aghajanzadeh M, 2017). Pengelolaan emfisema subkutis harus dimulai dengan upaya untuk mengidentifikasi penyebabnya. Pemeriksaan yang paling akurat untuk melihat komplikasi pneumothoraks (termasuk emfisema subkutis) adalah ct-scan thoraks (Manouchehr, 2017). Jika pasien memiliki emfisema subkutis karena pneumothoraks, maka pneumothoraks penyebab harus ditangani dengan pemasangan WSD interkostal jika memungkinkan. Dalam kasus pneumothoraks spontan rekomendasi konsensus adalah penggunaan drainase intercostal dengan ukuranyang lebih kecil (≤14F). Pada pasien yang sudah terpasang drainase interkostal, penting untuk memastikan bahwa drainase ditempatkan dengan tepat dengan semua port samping di rongga dada, tidak tertekuk, tersumbat ataupun terjepit. Jika terdapat keraguan tentang patensi drainase interkostal, dapat dinilai dengan membilasnya dengan sejumlah kecil normal saline steril (Wang et al, 2018). Jika pasien terpasang drainase interkostal dan emfisema subkutis tidak membaik atau malah semakin parah, terdapat sejumlah pilihan yang tersedia bagi dokter. Pilihan ini ditujukan untuk menangani pneumothoraks yang mendasari atau emfisema subkutis itu sendiri. Mengatasi emfisema subkutis saja mungkin satu-satunya
  • 8. 147 ISSN : 2721-2882 pilihan bagi dokter yang merawat pasien dengan emfisema subkutis oleh karena pneumothoraks yang tidak dapat dilakukan drainase dengan aman (misalnya, karena ukurannya yang sangat kecil) atau jika pasien menolak drainase interkostal atau jika tujuan akhir pengobatan hanya untuk menghilangkan gejala. Pilihan pengobatan berikut diarahkan terutama pada emfisema subkutis terkait dengan pneumothoraks yang mendasari (Kamaran AK et al, 2022). Drainase Emfisema Subkutis Melalui Blow Holes Incision Emfisema subkutis dapat didekompresi secara langsung melalui insisi kulit yang dinamakan blow holes incision. Terdapat berbagai laporan bahwa emfisema subkutis massif berhasil diatasi melalui drainase ini dan dapat mengalami perbaikan dalam waktu <24 jam. Dibuat insisi unilateral atau bilateral dengan panjang 2-4 cm ke fascia thoracic eksterna sampai bagian subkutis. Insisi ini dibuat bisa di atas klavikula atau di bawah klavikula. Namun biasanya sayatan dibuat segaris pada linea midclavicular. Pada saat dilakukan sayatan akan Nampak adanya air bubble yang menandakan keluarnya udara yang terjebak pada jaringan subkutis (N-C Huan et al., 2020). Gambar 6. (A) Foto yang menunjukkan emfisema subkutis yang luas dari dada ke badan bagian atas, leher, dan wajah, yang menyebabkan gangguan jalan napas setelah pemasangan selang dada (WSD). Pasien diintubasi untuk perlindungan jalan napas. (B) Foto menunjukkan perbaikan paska pembalutan luka tekanan negatif yang dimasukkan secara subkutan melalui sayatan yang dibuat di dinding dada anterior kiri dan kanan. Foto diambil sekitar 24 jam setelah pemasangan (N-C Huan et al., 2020). Drainase Emfisema Subkutis Melalui Drainase Subkutis Tindakan ini harus diposisikan di daerah subkutis. Dilakukan diseksi terlebih dahulu pada bagian dada yang terkena (diseksi tumpul sampai fascia superficialis pectoralis). Selanjutnya dilakukan insisi sepanjang 2 cm pada linea axillaris anterior yang kemudian disisipkan kateter intercostal ukuran 26 Fr dan dihubungkan pada WSD pada alat vaccum dengan pengisapan
  • 9. 148 ISSN : 2721-2882 rendah tekanan -5cmH2O. Gambar 7. Hasil dari blow holes incision yang dimodifikasi menggunakan negative pressure wound therapy. (A dan C) Radiografi menunjukkan perkembangan emfisema subkutis massif pada pasien yang dipasang ventilator. (B dan D) Setelah 3 hari negative pressure wound therapy, emfisema subkutis teratasi (Bong S et al, 2017). Terapi Operatif Pembedahan adalah solusi definitif potensial untuk emfisema subkutis akibat pneumothoraks spontan berulang misalnya, dalam kasus fistula bronkopleural, bagaimanapun, ini merupakan tindakan invasif dan terbatas pada pasien dengan kondisi stabil untuk dilakukan anestesi umum (James & Helen, 2021). MORBIDITAS DAN MORTALITAS Dalam kebanyakan kasus, emfisema subkutis dapat sembuh sendiri. Namun kondisi tersebut bisa menjadi sumber ketidaknyamanan dan penderitaan bagi pasien untuk sementara. Pada sebagian kecil pasien, emfisema subkutis dapat menjadi luas dengan tension phenomenon yang mengarah ke disfagia, disfonia, pembengkakan pada kelopak mata yang menyebabkan pasien tidak dapat membuka mata, dan bahkan penutupan jalan nafas yang sampai membutuhkan intubasi (O’Reilly et al, 2018). Terdapat laporan kasus kematian akibat emfisema subkutis sebagai akibat dari kegagalan ventilasi. Dalam rangkaian penelitian oleh Jones dkk pada pasien emfisema subkutis karena pneumotoraks dengan pemasangan WSD, didapatkan peningkatan mortalitas pada pasien dengan emfisema subkutis (16% berbanding 5% dalam kasus di mana emfisema subkutis tidak ada). Dalam seri yang sama juga dicatat bahwa emfisema subkutis dikaitkan dengan peningkatan lama rawat inap pasien (rata-rata 17,5 hari versus 11,8 hari di mana tidak disertai emfisema subkutis). Morbiditas pasien terkait emfisema subkutis signifikan akibat sekuele merugikan yang serius yang dijelaskan dalam literatur termasuk kebutaan, sindroma kompartemen, malfungsi pacemaker dan hipertensi intracranial (Bong S, 2017). PROGNOSIS
  • 10. 149 ISSN : 2721-2882 Udara di jaringan subkutis biasanya tidak menimbulkan kematian, sejumlah kecil udara dapat di reabsorbsi oleh tubuh. Terkadang pneumothoraks atau pneumomediastinum yang menyebabkan emfisema subkutis, dengan atau tanpa tindakan medis emfisema subkutis ini biasanya akan hilang sendiri. Meskipun jarang, emfisema subkutis dapat menjadi suatu kondisi yang bersifat emergensi, seperti terjadinya gagal nafas dan henti jantung, sehingga diperlukan tindakan medis (Ahmed et al, 2017). Strategi manajemen definitif lainnya untuk pneumotoraks dengan kebocoran udara persisten (dengan atau tanpa emfisema subkutis) dapat dilakukan pleurodesis (Bayu I, 2022). KESIMPULAN Sebagian besar kasus emfisema subkutis pada pneumothoraks ringan dan dapat sembuh spontan. Manajemen emfisema subkutis meliputi manajemen expectant (kontrol etiologi yang mendasari). Penatalaksanaan pneumothoraks yang mendasari meliputi tatalaksana konservatif, negative pressure wound therapy, penempatan drainase interkostal yang lebih lebar dan manajemen bedah definitif. Penatalaksanaan emfisema subkutis dapat mencakup teknik dekompresi seperti: blow holes incision atau drainase subkutis. Pendekatan ini dapat digunakan secara bersamaan. Tidak ada rekomendasi definitif untuk menentukan manajemen yang tepat dari pasien dengan emfisema subkutis. DAFTAR PUSTAKA Aghajanzadeh M, Dehnadi A, Ebrahimi H, Fallah KM, Khajeh JS, Amir MA (2017). Classification and Management of Subcutaneous Emphysema: a 10-Year Experience. Indian J Surg, 77 (2):673-677. Ahmed Z, Patel P, Singh S, Sharma RG, Somani P, Gouri AR, Singh S. (2017). High negative pressure subcutaneous suction drain for managing debilitating subcutaneous emphysema secondary to tube thoracostomy for an iatrogenic post computed tomography guided transthoracic needle biopsy pneumothorax: Case report and review of literature. Int J Surg Case Rep, 26:138-141. Bayu I, Oea K, Russilawati (2021). Pneumothorax and Subcutaneous Emphysema Related to Use Of HFNC in Critically ILLCovid-19 Patient. Jurnal Human Care, 6 (2): 484-490. Bong S, Sungsoo L, Woo HC, Jung JH, Kil DK, Do HK (2017). Modified Blowhole Skin Incision Using Negative Pressure Wound Therapy in The Treatment of Ventilator- Related Severe Subcutaneous Emphysema. Interactive CardioVascular and Thoracic Surgery, 19 (1): 904–90. James M, Helen ED (2021). The Diagnosis and Management of Subcutaneous Emphysema: A Literature Review. Current Pulmonology Reports,10: 92-97. Ghosh I, Behera P, Das B, Gerber CJ. (2018). Subcutaneous emphysema after endotracheal intubation: A case report. Saudi J Anaesth, 12(2):348-349. Kamaran AK, et al (2022). Recurrent
  • 11. 150 ISSN : 2721-2882 Spontaneous Subcutaneous Emphysema Of Unknown Origin: A Case Report With Literature Review. Annals of Medicine and Surgery, 76: 1-4. Manouchehr A, Anosh D, Hannan E, Morteza FK, Sina KJ, Alireza AM, Gilda A (2017). Classification and Management of Subcutaneous Emphysema: a 10-Year Experience. Indian Journal Surgery, 1 (1): 177–182. Nai-Chien H, Noorasyikin MA, Teng-Shin K, Yean-Chen LA (2020). Management of Extensive Subcutaneous Emphysema Using Negative Pressure Wound Therapy Dressings. Journal of the Asian Pacific Society of Respirology, 8 (3): 1-4. Peter O, Hua KC, Rachel W (2018). Management of Extensive Subcutaneous Emphysema With A Subcutaneous Drain. Journal of The Asian Pacific Society of Respirology, 2 (5): 28-30. Wang HS, Lin J, Wang F, Miao L. (2018). Tracheal injury characterized by subcutaneous emphysema and dyspnea after improper placement of a Sengstaken-Blakemore tube: A case report. Medicine (Baltimore), 97(30): 1128-1133.