3. Konsep Kemiskinan
Standar Kemiskinan
Badan Pusat Statistika (BPS) menggunakan konsep
kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic
needs) sebagai dasar pengukuran kemiskinan.
Terdiri dari 2 konsep garis kemiskinan:
▪ Garis Kemiskinan Makanan (GKM)
dihitung dengan pendekatan kalori sebesar 2.100
kkal
▪ Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM)
dihitung berdasarkan konsumsi sejumlah
komoditas (desa dan kota beda).
Menurut Shirazi (1994) dan Pramanik (1993, 1998)
Suatu situasi yang dihadapi oleh seorang individu
dimana mereka tidak memiliki kecukupan sumber
daya untuk memenuhi kebutuhan hidup yang
nyaman, baik ditinjau dari sisi ekonomi, sosial,
psikologis, maupun dimensi spiritual.. Definisi ini
memfokuskan kemiskinan pada ketidakmampuan
seseorang dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
1. Kemiskinan Absolut: Todaro dan Smith (2012)
diukur dari ketidakmampuan memenuhi
kebutuhan dasar, di mana kebutuhan ini dihitung
dengan monetery value tertentu sebagai
batasannya.
2. Kemiskinan Relatif: diukur berdasarkan
perbandingan antara kelompok dalam
masyarakat, di mana suatu kelompok dianggap
relatif lebih miskin dibanding kelompok lainnya.
3
4. Faktor Kemiskinan
Individu
di mana seseorang menjadi
miskin karena faktor
pribadinya.
Sosial
di mana kemiskinan terjadi
akibat diskriminasi sosial yang
dilakukan.
Faktor Struktural
di mana kemiskinan terjadi
akibat ketidakadilan sistem
ekonomi
4
Kultural
di mana seseorang menjadi
miskin karena perilaku
buruknya.
5. Perspektif Syariah
Islam tidak pernah berbicara mengenai bagaimana upaya untuk “menghilangkan” kemiskinan, akan
tetapi berbicara bagaimana mereduksi dan meminimalisir kemiskinan ini agar kehidupan yang
lebih sejahtera
5
5 Pilar Penting (Hafiduhuddin, 2013) yang dapat
mendorong keberhasilan pelaksanaan
pembangunan masyarakat islam:
1. ilmu para ulama.
2. pemerintah yang adil.
3. kedermawanan kelompok orang-orang kaya.
4. doanya orang-orang fakir.
5. kejujuran para pegawai.
Orang Miskin (Syafii-Hambali) orang yang tidak mampu
memenuhi kebutuhan hidup diri dan keluarganya
meskipun ia memiliki pekerjaan dan penghasilan. (QS.
18:79)
Orang Fakir (Syafii-Hambali) orang yang tidak memiliki
penghasilan sama sekali sebab ada alasan syar’i seperti tua,
sakit-sakitan atau sibuk dalam berdakwah . (QS. 2:273)
Kebutuhan Pokok dalam Islam ada tiga yaitu; dapat melaksanakan ibadah, terbutuhi
kebutuhan sandang-pangan-papan, hilangnya rasa takut (QS. 20: 118-119 dan QS. Al Quraisy:
3-4)
7. Kuadran CIBEST
7
Pada kuadran pertama, rumah tangga
mampu memenuhi kebutuhan materiil
dan spiritual sehingga tanda keduanya
adalah (+). Inilah kuadran
kesejahteraan. Sejahtera itu adalah
manakala rumah tangga atau keluarga
dianggap mampu baik secara materiil
maupun secara spiritual. Secara
ekonomi produktif, secara ibadah juga
produktif.
kuadran II, mencerminkan kondisi rumah
tangga yang berada e kategori
kemiskinan materiil. rumah tangga
mampu memenuhi kebutuhan spiritual
(+) akan tetapi tidak mampu memenuhi
kebutuhan materiilnya
kuadran III, kondisi yang terjadi
adalah rumah tangga tergolong
mampu secara materiil (+) namun
tergolong tidak mampu secara
spiritual (-), sehingga mereka berada
pada kategori kemiskinan spiritual
kuadran IV rumah tangga atau keluarga
tidak mampu memenuhi kebutuhan
materiil dan spiritualnya secara
sekaligus, Sehingga tanda keduanya
adalah (-). Inilah kelompok yang berada
pada kategori kemiskinan absolut.
8. Kuadran CIBEST
Variabel Kebutuhan materiil dalam CIBEST
didasarkan pada analisis kebutuhan pokok;
makanan, pakaian, perumahan, pendidikan dan
kesehatan, transportasi dan komunikasi.
8
Cara Menanggulangi
•Kuadran II: program pengentasan kemiskinan melalui peningkatan
skill dan kemampuan rumah tangga, serta pemberian
akses permodalan dan pendampingan usaha, dapat
secara efektif
•Kuadran III: program yang perlu dikembangkan adalah bagaimana
mengajak mereka untuk melaksanakan ajaran agama
dengan lebih baik
•Kuadran IV: yang harus dilakukan adalah memperbaiki sisi ruhiyah dan
mentalnya terlebih dahulu, baru kemudian memperbaiki
kondisi kehidupan ekonominya. Membangun karakter
yang berakhlakul karimah adalah modal yang sangat
berharga dalam mentransformasi kaum dhuafa agar
menjadi lebih sejahtera
Variabel kebutuhan spiritual minimal
adalah terkait dengan hal-hal pokok yang
harus dipenuhi oleh masyarakat terkait
dengan kewajiban agama. lima variabel
shalat, puasa, zakat, lingkungan keluarga
dan lingkungan kebijakan pemerintah
Dengan survei ini dapat diperoleh
gambaran secara riil mengenai kondisi
kemiskinan yang terjadi di tengah
masyarakat. Juga dapat dibuat
pemetaan rumah tangga yang ada,
berapa persensentasenya di masing-
masing kuadran
9. Indeks-Indeks
Kesejahteraan
menghitung jumlah keluarga yang kaya atau cukup
secara material dan spiritual lalu dibagi dengan seluruh
populasi.
W= w/𝑁
W= indeks kesejahteraan; 0 ≤ 𝑊 ≤ 1
w= jumlah keluarga sejahtera (kaya secara material dan
spiritual)
N= jumlah populasi (jumlah keluarga yang diobeservasi)
Nilai W berkisar antara 0 dan 1. Apabila nilai W semakin
mendekati nilai 0 maka semakin sedikit rumah
tangga/keluarga yang sejahtera di suatu wilayah. Namun,
apabila nilai W semakin mendekati 1 maka jumlah rumah
tangga/keluarga yang sejahtera semakin banyak di suatu
wilayah.
9
Kemiskinan Spiritual
digunakan untuk melihat rumah tangga yang masuk
dalam kategori kuadran III atau kategori miskin secara
spiritual
Ps= Sp/N
Ps= indeks kemiskinan spiritual, 0 ≤ Ps ≤ 1
Sp= jumlah keluarga yang miskin secara spiritual namun
kaya secara material
N= jumlah populasi (total keluarga yang diamati)
10. Indeks-Indeks
10
Kemiskinan Material
untuk melihat rumah tangga/ keluarga yang berada
pada kuadran II atau miskin secara material
Pm= Mp/N
Pm= indeks kemiskinan material; 0 ≤ Pm ≤ 1
Mp= jumlah keluarga yang miskin secara material
namun kaya secara spiritual
N= jumlah populasi (total keluarga yang diamati)
Formula kebutuhan materi minimal,
MV = Σ Mi.Pi,
MV= standar minimal kebutuhan yang harus
dipenuhi (Rp atau mata uang lain)
Mi = jumlah minimal barang dan jasa yang
dibutuhkan
Pi = harga barang dan jasa.
Atau dari penghitungan Standar kebutuhan materi
didasarkan pada pemenuhan kebutuhan yang bersifat
mendasar
11. Indeks-Indeks
11
Kemiskinan Absolut
digunakan untuk melihat rumah tangga yang berada
pada kuadran IV atau miskin secara absolut
Pa= Ap/N
Pa= indeks kemiskinan absolut; 0 ≤ Pa ≤ 1
Ap= jumlah keluarga yang miskin secara spiritual dan
material
N= jumlah populasi (total keluarga yang diamati)
Selanjutnya persamaan yang harus dipenuhi adalah
W+Pm+Ps+Pa= 1
Dari perhitungan diatas, dapat diketahui jumlah rumah
tangga/keluarga yang ada di masing-masing kuadran CIBEST
dengan mengkombinasikan nilai aktual MV (garis kemisikan
material) dan SV (garis kemiskinan spiritual).
Skor spiritual Individu
dari lima variabel yaitu skor pelaksanaan ibadah shalat,
zakat, puasa, lingkungan keluarga/rumah tangga, dan
kebijakan pemerintah untuk menilai skor masing-
masing variabel digunakan skala likert anatar 1 sampai 5
Hi = 𝑉𝑝+𝑉𝑓+𝑉𝑧+𝑉ℎ+𝑉𝑔
Hi = Skor aktual anggota keluarga ke-i
Vp = Skor shalat
Vf = Skor puasa
Vz = Skor zakat dan infaq
Vh = Skor lingkungan keluarga
Vg = Skor kebijakan pemerintah
12. 12
Kombinasi Nilai Aktual SV dan MV
Skor Aktual ≤ Nilai MV >Nilai MV
>Nilai SV Kaya spiritual, Kaya spiritual
Miskin Materil Kaya material
(kuadran II) (kuadran I)
≤Nilai SV Miskin spiritual Miskin spiritual
Miskin material Kaya material
(kuadran IV) (kuadran III)
MV (garis kemisikan material) dan SV (garis kemiskinan spiritual)
14. Perbedaan Pandangan Fakir Miskin
Para ulama berbeda pandangan
tentang parameter fakir dan
miskin serta perbedaan di antara
keduanya; apakah FM merupakan
satu bentuk atau dua bentuk yang
berbeda. Abu Yusuf (sahabat Abu
Hanifah), Ibn Al-Qashim (sahabat
Malik) mengatakan FM adalah hal
yang satu. (Lihat Hasyiyah Al-
Dasuqiy I/492, Fiqh Zakat
Qardhawiy II/544)
Jumhur mengatakan: FM adalah dua hal akan tetapi
satu jenis, yaitu orang-orang yang lemah lagi papa,
adapun yang mengatakan FM adalah satu hal, maka
ini tidak tepat. Sebab Allah menggandengkan kata
fakir dengan kata miskin merupakan bukti adanya
perbedaan diantara keduanya.
Yang menguatkan hal ini, adalah sabda Rasulullah:
Sesungguhnya Allah memilahnya (zakat) menjadi 8
bagian. Maka, jika kita katakan fakir dan miskin
adalah hal yang satu, maka tentu hanya 7 bagian
bukan delapan, walaupun para ulama berbeda
pandangan tentang batasan makna dari masing-
masing fakir atau miskin, akan tetapi mereka sepakat
bahwa keduanya merupakan satu konteks
14
Sebagian ulama mengatakan:
Fakir adalah orang yang lemah dan
papa, akan tetapi ia menghalangi
dirinya dari meminta-minta. Dan
miskin adalah orang yang lemah
dan papa dan meminta-minta. Ini
adalah ungkapannya Ibn Abbas,
Mujahid, Hasan AlBashri: berbeda
15. Hujjah Imam Syafi’i
dan Ahmad
1. Allah memulai menyebut kata
fuqara. Dan penyebutan ini di awal
tidak lain karena mendahulukan
yang termendesak dan baru yang
berikutnya. Dan Allah hanya
menyebutkan zakat untuk 8 ashnah
tersebut tidak lain untuk memenuhi
kebutuhan mereka dan
mendapatkan kebaikan mereka. Dan
ini menunjukkan bahwa ashnaf yang
pertama kali disebut merupakan
yang terparah, paling membutuhkan
15
2. Kata fakir pada asalnya, secara
bahasa adalah tulang
belakang yang tercerabut dari
punggung. Maka, fakir
bermakna terhalang dari
beraktivitas dan bekerja.
3. Rasulullah pernah berdoa berlindung kepada
Allah dari kefakiran, sebagaimana disebutkan
dalam Shahih Bukhari dan Muslim dari Aisyah.
Beliau berdoa: Ya Allah, hidupkanlah aku dalam
kemiskinan dan wafatkan aku dalam
kemiskinan dan kumpulkanlah aku bersama
orang-orang miskin. (HR. Tirmidzi dari hadits
Anas). Seandainya miskin lebih parah daripada
fakir, maka untuk apa beliau berlindung kepada
Allah dari kefakiran dan meminta kemiskinan.
Dari hal ini, maka jelaslah bahwa miskin masih
lebih bagus daripada fakir
4. Ayat Allah yang berbunyi: Adapun kapal itu, maka itu adalah milik orang-orang miskin, mereka nelayan
(Al-Kahf: 70). Allah menggelaari mereka yang punya kapal dan mencari ikan di laut dengan kata miskin.
Tidak pernah disebutkan dalam AlQur’an kalau orang fakir itu punya sesuatu.. Oleh karena itu, benarlah
bahwa fakir lebih parah kondisinya daripada miskin. (Lihat tafsir Khazin 2/234, Qurthubi: 8/169)
5. Ayat Allah yang berbunyi:
Untuk orang-orang fakir yang
berhijrah yang diusir dari
rumah-rumah dan harta-harta
mereka .... (Al-Hasyr: 8). Maka,
benarlah bahwa fakir adalah
tidak punya harta sama sekali,
karena Allah mengabarkan
bahwa mereka disuri dari rumah
dan harta mereka serta dilarang
dari membawa sebagian harta
mereka. (Lihat: Al-Muhalla:
6/212).
16. Hujjah Malikiyah dan Hanafiyah
▪Nukilan Imam Al-Ashma’iy dan Abu ‘Amr ibn Al-Alla’ dan para ulama lughah yang lainnya, menyatakan miskin lebih
parah kondisinya daripada fakir.
▪Firman Allah: Atau orang miskin yang sangat fakir (Al-Balad: 16) maknanya adalah melumuri kulitnya dengan tanah
untuk menutup aurat tubuhnya dan mengganjal perutnya dengan tanah untuk mengurangi rasa laparnya. Ini
menunjukkan kondisi terendah dan terparah, sedangkan kata fakir tidak diterangkan demikian.
▪Orang miskin adalah orang yang dibuat tidak berdaya oleh kefakiran dan yang tinggal disembarang tempat karena
tidak punya rumah. Dan ini menunjukkan kondisi kejelekan yang terparah.
▪Allah menjadikan kafarat itu untuk orang-orang miskin. Seandainya miskin bukan strata ekonomi terendah
dibandingkan fakir, tentu Allah tidak menjadikan kafarat untuknya.
▪Ucapan pepatah: Adapun fakir adalah yang memiliki halubah, bersama keluarga lagi tidak ditinggalkan tuannya.
Maksudnya fakir itu memiliki susu bersama keluarganya dan tidak barang lainnya, maka dinamakan fakir walaupun
memiliki susu. (Lihat Tafsir Al-Khazin 2/234, Mukhtar AlQamus 287).
16
17. At-Taubah: 60
Orang Fakir merupakan orang
yang tidak memiliki harta
maupun penghasilan sama
sekali, sehingga tidak ada
faktor yang dapat mencukupi
penghidupannya.
17
Orang Miskin merupakan orang
yang memiliki harta maupun
penghasilan, akan tetapi harta
dan penghasilannya tidak
mencukupi seluruh
penghidupannya
19. Tipologi Kaum Dhuafa
▪ Tipologi didasarkan pada KEMAMPUAN dan KEMAUAN berusaha
▪ Dalam program pengentasan kemiskinan, yang perlu diperhatikan selain
faktor modal uang adalah personal capital dan social capital.
o Personal Capital: terkait dengan faktor-faktor yang mepengaruhi
pribadi kaum dhuafa.
o Social Capital : erat kaitannya dengan kondisi hubungan sosial para
dhuafa antara satu dengan lainnya.
▪ Dengan memperhatikan modal-modal tersebut, dibangunlah tipologi
kaum dhuafa menjadi 4 tipe. 19
20. TIPE II
• Mental-spiritual
• Bimbingan teknis usaha
• Bimbingan usaha
bersama
TIPE I
• Kredit pengembangan
usaha
• Bimbingan usaha
Bersama
• Konsultasi dan advokasi
TIPE IV
• Mental-spiritual
• Modal usaha
• Bimbingan teknis usaha
• Kebutuhan pokok
TIPE III
• Modal usaha
• Bimbingan usaha
• Kebutuhan Pokok
K
E
M
A
M
P
U
A
N
B
E
R
U
S
A
H
A
KEMAUAN BERUSAHA
• TIPE I : Karena berbagai
faktor masih di bawah
garis kemiskinan
• TIPE II: Bermental pengemis.
• TIPE III: Ketiadaan sumber
daya.
• TIPE IV: Fatalis.
Tipologi Dhuafa Berdasarkan Kemampuan dan Kemauan
Berusaha
21. “ Rangkuman Jurnal:
Analisis Dampak Pendistribusian Dana
Zakat Terhadap Tingkat Kemiskinan
Mustahik Dengan Model Cibest (Studi
Kasus: Laz Dompet Dhuafa Daerah
Istimewa Yogyakarta)
Eka Fitri Mulyani – UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta (2018)
21
22. JURNAL
Kemiskinan merupakan
permasalahan serius yang
dihadapi bangsa Indonesia,
salah satunya di Daerah
Istimewa Yogyakarta (DIY).
Namun, akhir-akhir ini banyak
Lembaga zakat yang telah
berhasil mengurangi tingkat
kemiskinan masyarakat.
22
Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis dampak
pendistribusian dana zakat yang
dilakukan oleh LAZ Dompet
Dhuafa terhadap tingkat
kemiskinan mustahik dengan
melihat perubahan yang terjadi
sebelum dan sesudah menerima
dana zakat.
Penelitian ini menggunakan
data primer yang diperoleh
dari wawancara dan
pembagian kuisioner di
kabupaten Gunung Kidul
provinsi DIY, serta data
sekunder yang diperoleh
dari Badan Pusat Statistik
(BPS) dan LAZ Dompet
Dhuafa Daerah Istimewa
Yogyakarta (DIY).
Responden dalam
penelitian ini berjumlah 55
rumah tangga mustahik.
Penelitian ini menggunakan
metode analisis data Ceenter of
Islamic Business and Economics
Studies (CIBEST) yang terdiri dari
kuadran CIBEST, indeks
kesejahteraan dan indeks
kemiskinan islami. Metode ini
dikembangkan oleh Irfan Syauqi
Beik dan Laily Dwi Arsyianti pada
tahun 2014. Model CIBEST
menganalisis kemiskinan dari 2
sisi, yaitu sisi material dan
spiritual.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pendistribusian dana zakat dapat
menurukan kemiskinan material, kemiskinan spiritual, dan kemiskinan
absolut masing-masing sebesar 25%, 8%, dan 5%. Selain itu dana zakat
juga dapat meningkatkan kesejahteraan rumah tangga mustahik sebesar
38%.