Pendidikan Keluarga
Gilbert Highest menyatakan bahwa kebiasaan yang dimiliki anak-anak sebagian besar terbentuk oleh pendidikan keluarga. Sejak dari bangun tidur hingga ke saat akan tidur kembali, anak-anak menerima pengaruh dan pendidikan dari keluarga. Hal ini mengandung pengertian, bahwa dalam usia bayi sampai usia sekolah keluarga mempunyai peran yang dominan dalam menumbuh kembangkan rasa keagamaan dalam seorang anak.
Menurut Walter Houston Clark, perkembangan bayi tak mungkin berlangsung secara normal tanpa adanya intervensi dari luar, walaupun secara alami ia memiliki potensi bawaan. Pendapat ini menunjukkan bahwa tanpa bimbingan dan pengawasan yang teratur, bayi akan kehilangan kemampuan berkembang secara normal, walaupun ia memiliki potensi untuk bertumbuh dan berkembang serta potensi-potensi lainnya.
Pendidikan Keluarga
Gilbert Highest menyatakan bahwa kebiasaan yang dimiliki anak-anak sebagian besar terbentuk oleh pendidikan keluarga. Sejak dari bangun tidur hingga ke saat akan tidur kembali, anak-anak menerima pengaruh dan pendidikan dari keluarga. Hal ini mengandung pengertian, bahwa dalam usia bayi sampai usia sekolah keluarga mempunyai peran yang dominan dalam menumbuh kembangkan rasa keagamaan dalam seorang anak.
Menurut Walter Houston Clark, perkembangan bayi tak mungkin berlangsung secara normal tanpa adanya intervensi dari luar, walaupun secara alami ia memiliki potensi bawaan. Pendapat ini menunjukkan bahwa tanpa bimbingan dan pengawasan yang teratur, bayi akan kehilangan kemampuan berkembang secara normal, walaupun ia memiliki potensi untuk bertumbuh dan berkembang serta potensi-potensi lainnya.
Analisis Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 Tentang Perubahan Atas Undang-Unda...Alorka 114114
“Analisis Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia Terhadap Kedudukan dan Peran Kejaksaan Pada Sistem Ketatanegaraan Indonesia di Kejaksaan Negeri Singkawang
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondelferrydmn1999
Indonesia, negara kepulauan yang kaya akan keragaman budaya, suku, dan tradisi, memiliki Jakarta sebagai pusat kebudayaan yang dinamis dan unik. Salah satu kesenian tradisional yang ikonik dan identik dengan Jakarta adalah ondel-ondel, boneka raksasa yang biasanya tampil berpasangan, terdiri dari laki-laki dan perempuan. Ondel-ondel awalnya dianggap sebagai simbol budaya sakral dan memainkan peran penting dalam ritual budaya masyarakat Betawi untuk menolak bala atau nasib buruk. Namun, seiring dengan bergulirnya waktu dan perubahan zaman, makna sakral ondel-ondel perlahan memudar dan berubah menjadi sesuatu yang kurang bernilai. Kini, ondel-ondel lebih sering digunakan sebagai hiasan atau sebagai sarana untuk mencari penghasilan. Buku foto Lensa Kampung Ondel-Ondel berfokus pada Keluarga Mulyadi, yang menghadapi tantangan untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel warisan leluhur di tengah keterbatasan ekonomi yang ada. Melalui foto cerita, foto feature dan foto jurnalistik buku ini menggambarkan usaha Keluarga Mulyadi untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel sambil menghadapi dilema dalam mempertahankan makna budaya di tengah perubahan makna dan keterbatasan ekonomi keluarganya. Buku foto ini dapat menggambarkan tentang bagaimana keluarga tersebut berjuang untuk menjaga warisan budaya mereka di tengah arus modernisasi.
EFEKTIVITAS KEGIATAN KEGAMAAN DALAM MENANGANI KENAKALAN REMAJA DI DESA MUNTE.docx
1. EFEKTIVITAS KEGIATAN KEGAMAAN DALAM
MENANGANI KENAKALAN REMAJA DI DESA MUNTE
Proposal
Penelitian
Diajukan Kepada Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Palopo
Untuk Melakukan penelitian Proposal
Dalam Rangka Penyelesaian Tugas Metodologi Penelitian
Pada Program Studi Pendidikan Agama Islam
Diajukan Oleh:
=====
Pembimbing:
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN PALOPO)
2022
2. BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Agama merupakan Rahmatanlil’alamin terlebih dahulu bagi kehidupan
manusia dibumi, agama dengan ikhtiar manusia selalu mengukur kedalaman makna
tentang presensi dirinya dan presensi jagat raya. Meskipun perhatian berfokus pada
keberadaan satu alam yang tidak dapat dilihat (akherat), namun agama mencampuri
diri pada urusan sehari-hari di dunia, karena agama adalah suatu keyakinan yang
dapat menuntun para penganutnya mendapatkan ketentraman jiwa dan sebagai
penuntun hidup manusia. Oleh sebab itu, agama akan menjadi pedoman dalam
setiap kehidupan manusia mulai dari keyakinannya kepada Tuhan sampai kepada
kepribadiannya sehingga dapat mencapai kebahagiaan dunia akhirat. Yang mana
dijelaskan pada Qur’an surah Al-An’am Ayat 161:
لُق
ِ
نَّنِإ
ِ
نٰىَ
دَ
ه
َٰ
لِإيِبَ
ر
طَٰ
رِ
ص
يناِ
يمدِ
قَستُّ
م
ماَيِق
َةَّلِ
م
يِ
هَٰ
برِإ
َ
م
يفِنَ
ح
ُ
ٱل َ
نِ
م َ
ناَ
ك اَ
مَ
و
َ
َِك
ِ
رِرش
١٦١
Artinya:
Katakanlah: "Sesungguhnya aku telah ditunjuki oleh Tuhanku kepada jalan
yang lurus, (yaitu) agama yang benar, agama Ibrahim yang lurus, dan Ibrahim
itu bukanlah termasuk orang-orang musyrik".1
Agama sebagai tumpuan memiliki peranan yang sangat penting dalam
kehidupan manusia, agama telah mengatur pola kehidupan makhluk, seperti
1 Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemannya, (Jakarta: CV Penerbit Lajnah Pentashihan
MushafAl-Qur’an 2019) h. 211.
3. hubungan dengan Tuhan maupun interaksinya kepada sesame makhluk. Agama
selalu meberikan ajaran yang baik tidak menyesatkan pemeluknya. Agama itu
sebagai benteng bagi generasi muda khususnya para remaja saat menghadapi
berbagai tantangan, sehingga sangatlah penting menanamkan nilai-nilai agama
yang kuat pada diri remaja, sehingga dengan nilai-nilai agama tersebut gaya hidup
remaja akan terkendalikan oleh peraturan-peraturan yang telah diatur oleh agama
dan dapat menyelematkan remaja dari keterjerumusan dalam keterbelakangan
mental dan kriminalitas kenakalan anak di bawah umur/remaja.
Zakiah Darajat mengemukakan nahwa, seseorang yang sejak kecilnya tidak
pernah menerima pendidikan agama, maka pada dewasanya nanti dia tidak akan
merasakan bahwa agama begitu penting dalam kehidupannya. Berbeda halnya
dengan orang yang sejak kecilnya mempunyai menerima pendidikan agama,
misalnya anak yang menerima pendidikan gama dari orang tuanya karena orang
tuanya tahu tentang agama atau rajin dalam melaksanakan kegiatan agama,
menerima pendidikan agama dari lingkunga tempat dia berada, bahkan teman-
temannya juga hidup menjalankan agama. Maka tentu saja orang-orang itu akan
dengan sendirinya memiliki kecenderungan untuk hidup dengan aturan-aturan
agama, terbiasa melaksanakan ibadah, takut melakukan perbuatan tercela dan
merasakan bagaimana nikmatnya kehidupan beragama.2 Ketika pengalaman hidup
pada masa kanak-kanak itu banyak mengandung nilai agama, maka di dalam
kepribadiannya akan tertanam sifat-sifat yang baik, namun jika pengalaman yang
diperolehnya pada masa kecil jauh dari ajaran agama maka unsur-unsur
2 Zakiah Darajat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), cet. Ke-IV, h. 43
4. kepribadiannya pun menjadi kurang baik, sehingga dia akan mudah goyah dan
mudah terpengaruh oleh lingkungan asosiasi yang tak terbatas.
Agama lebih mudah dipahami bila dilakukam melalui gejala atau aktivitas
dalam kehidupan sehari-hari pada masyarakat. Keberagaman kehidupan beragama
dapat dihidupkan dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Aktivitas beragama
bukan hanya terjadi ketika seseorang terlibat dalam kegiatan beribadah, akan tetapi
ketika seseorang juga terlibat dalam kegiatan lain yang bersifat keagamaan, dan
agama apapun tentunya memiliki kegiata-kegiatan atau upacara dalam
melaksanakan ajaran agama yang dianutnya. Sebagai seorang muslim haruslah
mengamalkan ajaran agama Islam yang telah diperintahkan, dan sesuai dengan
sumber ajaran yang telah ditentukan yaitu Al-Qur’an dan al-Hadist. Dijelaskan
dalam Qur’an surah an-Nahl ayat 125:
َعأ
ُ
مَل
ه
ُ
ٱلِب
ٱد
ُ
ع
َٰ
لِإ
ِ
يلِبَ
س
َ
كِبَ
ر
ِةَ
كمِٱحلِب
ِةَظِوع
َ
ٱلَ
و
ِ
ٰدَ
جَ
وِةَنَ
سَٱحل
ُل
َحأ َ
يِ
ه ِ
ِتَّلٱِب م
َّ
نِ
ُِ
نَ
س
َ
كَّبَ
ر
َ
وُ
ه
ُ
مَلَعأ
نَِ
ِب
َّ
لَ
ض
نَع
ِهِيلِبَ
س
ۦ
َ
وُ
هَ
و
َ
ينِ
دَت
١٢٥
Artinya: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran
yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya
Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah
yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.3
. Kegiatan yang berhubungan dengan praktik agama biasanya disebut
dengan kegiatan keagamaan. Kegiatan merupakan sebuah perbuatan yang
dilakukan oleh seseorang dalam kehidupan sehari-hari yag berupa perkataan,
3 Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terejemannya, (Bandung: CV Penerbit Diponegoro
2010), h.281.
5. perbuatan ataupun kreativitas di tengah-tengah lingkungannya. Sedangkan
keagamaan adalah segala sesuatu yang memiliki fitrah yang ada dalam agama dan
segala sesuatu yang berhubungan dengan agama. Dalam kitab Ilmu Jiwa Agama,
dijelaskan bahwa kegiatan keagamaan adalah kegiatan yang berhubungan dengan
situs keagamaan yang ada dalam kehidupan masyarakat dalam mengamalkan dan
menerapkan ajaran Agama Islam dalam kehidupan sehari-hari.
Bentuk-bentuk kegiatan keagamaan sangat beragam, mulai dari pelatihan
ibadah, pelatihan tajwid, peringatan hari besar Islam, pesantren kilat, kajian
keagamaan dan sebagainya. Kegiatan-kegiatan seperti ini tentunya bisa sangat
membantu dalam meningkatkan kepercayaan kepada sang pencipta. Karena seperti
yang dijelaskan dalam Al-Qur’an Surah Al-Imran ayat 10:
غُت نَل ْاوُ
رَ
فَ
ك َ
ينِ
ذَّلٱ َّ
نِإ
َ
ِ
ن
مُ
هُ
دَٰلوَأ َ
َلَ
موُُ
لَٰ
َموأمُ
نهَع
َ
نِ
م
َِّ
ٱّلل
َ
ش
ي
َلْ
ُوأَ
و
َ
كِئ
ُ
ودُقَ
وُ
ُه
ِ
رَّانٱل
١٠
Artinya: Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia,
(karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar,
dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik
bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman, namun kebanyakan mereka
adalah orang-orang fasik.4
Melalui kegiatan-kegiatan keagamaan tersebut ini tentunya akan
menanamkan karekter dan kepribadian yang baik bagi masyarakat, khususnya bagi
remaja. Karna dalam pergaulan remaja banyak yang melanggar aturan atau standar
yang telah ada, ini dikarenakan dalam kehidupan yang dijalani remaja identik
dengan rasa tertarik untuk mengetahui sesuatu sehingga timbul penasaran yang
4 Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemannya, (Jakarta: CV Penerbit Lajnah Pentashihan
MushafAl-Qur’an 2019) h. 73.
6. besar dan emosional jiwa sehingga mereka lebih mudah terpengaruh oleh kebiasaan
sehari-hari dan lingkungan tempat mereka berkembang.5
Pada umumnya perilaku remaja selalu mengarah pada kecenderungan
negatif terutama ketika memenuhi tuntutan kebutuhan psikologis yang dirasakan
sebagai akibat dari perubahan fase perkembangan. Dan biasanya sesuatu yang
mempengaruhi perkembangan remaja dapat berasal dalam dirinya yang biasa kita
sebut dengan karakter dasar dan sekitaran remaja yang kita sebut sebagai
lingkungan, baik lingkungan keluarga, lingkungan teman sebaya, dan lingkungan
sekolah. Dalam pergaulan remaja pengaruh orang tua, sekolah, dan agama semakin
terabaikan dan hal ini diakibatkan karena adanya perubahan dalam lingkungan
sosial sebagai dampak arus era globalisasi saat ini, sehingga pengaruh teman sebaya
lebih berpengaruh dalam kehidupan remaja. Kecenderungan remaja mengikuti
pendapat dari rekan-rekan sebayanya yang mengakibatkan munculnya budaya
coba-coba yang pada akhirnya akan ketagihan begitu banyak terjadi pelenggaran
norma yang ada pada masyarakat. Hal ini juga tercermin pada perilaku remaja di
daerah pedesaan karena telah banyak diketahui remaja yang telah ketagihan obat-
obatan, minuman beralkohol, serta banyak terjadi tindakan seks bebas yang
menyebabkan maraknya pernikahan usia muda di kalangan remaja. Sikap amoral
remaja bermula dari kurangnya bimbingan ilmu pengetahuan agama dalam
lingkungan sosialnya terutama di lingkungan keluarga sehingga remaja tidak
memahami nilai-nilai agama dalam kehidupannya.6
5 Umi Istiqomah, Upaya Menuju Generasi Tanpa Merokok, (Surakarta: Seti-Aji, 2003), h. 1.
6 Umi Istiqomah, Upaya Menuju Generasi Tanpa Merokok, (Surakarta: Seti-Aji, 2003), h. 5.
7. Upaya mendidik remaja agar dapat membentuk kepribadian yang baik maka
yang perlu dilakukan adalah memberikan bimbingan dengan membentuk kerja
sama antara lingkungan keluarga dengan sekolah dan masyarakat sebagai
penanggung jawab atas perkembangan perilaku remaja. Kurangnya perhatian orang
tua mempengaruhi perkembangan mental remaja sehingga motivasi untuk
melakukan kegiatan positif tidak terbentuk dengan baik karena motivasi merupakan
kekuatan pendorong atau dorongan yang dapat berasal dalam ataupun dari luar diri
seseorang, dengan adanya motivasi dalam diri remaja itu akan menjadi pedoman
dalam melakukan sesuatu yang bermanfaat.Tapi, motivasi remaja untuk belajar
ilmu agama di era globalisasi semakin menurun sehingga dalam perkembangan
pergaulan remaja lebih cenderung melakukan pebuatan-perbuatan yang
menyimpang dari nilai-nilai dan norma yang ada dalam masyarakat.
Remaja yang taat beragama akan terbiasa melaksanakan ajaran agama dan
terhindar dari perbuatan-perbuatan negatif, seperti perkelahian dan penggunaan
obat-obatan terlarang. Dan tidak dapat dipungkiri bahwa sebenarnya remaja
mempunyai minat yang kuat terhadap kegiatan keagamaan, hanya saja perlu usaha
untuk menumbuhkan dan membina potensinya, dan hal tersebut dapat dilakukan
melalui beberapa cara, misalnya melalui pendidikan, keluarga, dan ligkungan
sekitar. Sehingga dengan begitu mereka dapat tumbuh dan berkembang sesuai
dengan harapan orang tuanya.
Paradigma kenakalan remaja lebih luas cakupannya dan lebih dalam bobot
isinya. Kenakalan remaja tersebut meliputi perbuatan-perbuatan yang sering
menimbulkan keresahan di lingkungan masyarakat, sekolah maupun keluarga.
8. Contoh sederhananya yaitu pencurian oleh remaja, tawuran di kalangan peserta
didik yang kerap kali berkembang menjadi perkelahian antar sekolah, mengganggu
wanita di jalan yang pelakunya anak remaj, sikap anak yang memusuhi orang tua
dan sanak saudaranya, atau bahkan sikap tercela lainnya, misalnya menghisap zabu-
zabu7
Berbagai macam bentuk kenakalan remaja akan lebih mudah menjalar pada
remaja ini, terutama di kota-kota besar yang penuh dengan berbagai gemerlap
kehidupan. Dan hal ini dikarenakan oleh berbagai macam budaya dan media, yang
turut mempengaruhi gaya dan pola pikir anak, mengingat anak memiliki
kecenderungan untuk mengikiut pola hidup serta gaya tokoh pujaannya yang
biasanya mereka lihat di internet dan televisi, dan bahkan sekarang ini sering kita
lihat berbagai bentuk kenakalan remaja dalam penayangan televisi. Padahal Allah
SWT berfirman dalam Al-Qur’an surah Yusuf ayat 30:
سِن َ
الَقَ
و
ةَ
و
ِ
ف
ِةَينِ
د
َ
ٱل
ُ
َتأَ
ٱمر
ِ
زيِ
زَٱلع
ُ
دِ
وَٰ
رُت
فَّن نَع اَ
هٰىَتَف
ِهِ
س
ۖۦ
اَ
هَ
فَغَ
دشَق
َّ
ّنِإاًّبُ
ح
اَ
هٰىَ
رَنَل
ِ
ف
َِبُّ
لمَٰلَ
ض
٣٠
“Yusuf berkata, “Wahai Tuhanku! Penjara lebih aku sukai daripada memenuhi
ajakan mereka. Jika aku tidak Engkau hindarkan dari tipu daya mereka, niscaya aku
akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentu aku termasuk orang
yang bodoh.”8
7 TB. Aat Syafaat, et.al., Peranan Pendidikan Agama Islam dalam Mencegah Kenakalan Remaja
(Juvenile Delinquency), (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008), h. 1-2.
8 Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terejemannya, (Bandung: CV Penerbit Diponegoro
2010), h. 238.
9. Sebagai bentuk kenakalan remaja ini, maka tentunya dibutuhkan suatu
sistem yang dapat mengimbangi dari berbagai macam usaha yang dapat
menjerumuskan anak-anak ke dalam kenakalan remaja, karena meskipun tidak akan
menghilangkan bentuk dari kenakalan remaja itu sendiri, tapi setidaknya akan
mengurangi dari bentuk kenakalan tersebut. Karena tentunya setiap orang tua selalu
menginginkan anaknya menjadi anak yang beriman, berpekepribadian yang santun,
memiliki mental yang sehat dan berakhlak mulia. Dengan demikian dengan usaha
dan kerja sama yang baik maka diharapkan adanya perubahan yang bersifat positif
pada diri anak.
Desa Munte merupakan daerah yang terletak di kabupaten Luwu Utara,
Kecematan Tanalili. Di desa Munte terdapat empat dusun yakni: dusun libukang,
dusun lengkong topao, dusun temboe dan dusun masollo. Total penduduk Desa
Munte pada tahun 2022 tercatat 2.692 ribu jiwa. Dan diantaranya tercatat 480 jiwa
merupakan usia remaja.
Berdasarkan kondisi yang ada di Desa Munte, ada beberapa kegiatan
keagamaan yang rutin dilaksanakan, yaitu seperti kajian pekanan yang
dilaksanakan setiap hari sabtu sore, perayaan hari-hari besar Islam, Majlis Ta’lim,
kegiatan Jama’ah tabligh yang biasanya keluar ke daerah-daerah untuk
bersilaturahmi sekaligus menyebar dakwah, selama sekurang-kurangnya tiga hari
tiap bulannya. Namun banyaknya kegiatan keagamaan tersebut bertentangan
dengan sikap anak-anak remaja di Desa tersebut, terlihat dari masih banyaknya
anak-anak remaja Desa Munte yang melakukan perilaku-perilaku yang
menyimpang dan cenderung banyak menghabiskan waktunya dengan hal-hal yang
10. merugikan dirinya sendiri dan masyarakat, seperti mabuk-mabukan, mencuri,
tawuran, kasus penggunaan narkoba, dan sebagainya.
Oleh karena itu hal di atas menarik untuk diteliti lebih lanjut dan penulis
lebih menekankan penelitian ini pada anak remaja, karena pada usia ini terjadi
transisi antara anak-anak ke masa dewasa, atau masa usia belasan tahun, dan anak
pada usia ini sangat memerlukan bimbingan untuk dapat membentuk jati dirinya.
Dengan demikian penulis merasa tertarik untuk meneliti tentang “Efektivitas
Kegiatan Keagamaan Dalam Menangani Kenakalan Remaja Di Desa Munte”.
B. Batasan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka dalam hal ini permasalahan yang dikaji
perlu dibatasi pembatasan masalah, bertujuan untuk memfokuskan perhatian
penelitian ini, agar dapat menghasilkan data yang benar dan mendalam tentang
Efektivitas Kegiatan Keagamaan Dalam Mengatasi Kenakalan Remaja di Desa
Munte.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah di atas, maka yang menjadi rumusan
masalah pada penelitian ini adalah:
1. Bagaimana Efektivitas Pelaksanaan Kegiatan Keagamaan dalam mengatasi
kenakalan remaja di Desa Munte?
2. Apa yang menjadi kelemahan dari kegiatan keagamaan, sehingga membuat
anak remaja desa Munte tidak terlalu tertarik untuk mengikutinya?
11. D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka tujuan yang hendak dicapai
antara lain:
1. Untuk mengetahui efektivitas pelaksanaan kegiatan keagamaan dalam
menangani kenakalan remaja di Desa Munte
2. Untuk mengetahui kelemahan dari kegiatan keagamaan tersebut, sehingga
membuat anak remmaja desa munte tidak terlalu tertarik untuk ikut serta
dalam kegiatan tersebut.
E. Manfaat Penelitian
a. Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan
mengenai bagaimana efekivitas kegiatan keagamaan dalan menangani
kenalan remaja, dan diharapkan dapat dijadikan sebagai rujukan untuk
mengembangkan ilmu pengetahan tentang efektivitas kegitan kegamaan
dalam menangani kenakalan remaja, serta diharapkan dapat menjadi bahan
acuan bagi peneliti selanjutnya di masa yang akan dating.
b. Praktis
1. Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan,
pemahaman dan pengetahuan untuk melakukan upaya terkait kenakalan
remaja.
2. Bagi remaja, dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan
pengetahuan dalam upaya menangani kenakalan remaja dan dapat menjadi
12. kontrol sosial dalam rangka membantu mencegah dan mengatasi kenakalan
remaja.
BAB II
KAJIAN PEORI
A. Penelitian Terdahulu Yang Relevan
Penelitian terdahulu yaitu penelitian yang dapat dikaitkan dengan penelitian
yang sejenis yang sudah pernah dilakukan sebelumnya, hal inilah yang dapat
menentukan perbedaan dan persamaan dengan penilaian yang pernah ada.
13. 1. Sambas Sugiarto, dalam penelitiannya pada tahun 2019 dengan judul
“Efektivitas Penyuluhan Keagamaan Bagi Remaja Di Desa Talang Durian
Kabupaten Seluma”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efekivitas
penyuluhan keagamaan bagi remaja di desa Talang Durian Kabupaten
Seluma. Dengan hasil penelitian di Kantor Urusan Agama Kecematan
Semidang Alas Kabupaten Seluma tidak penyuluhan agama PNS, dan
penyuluhan agama langsung dirangkap oleh kepala KUA, sehingga
penyuluhan keagamaan ini dirasa kurang efektif dalam pelaksanaannya
terhadap masyarakat.9
2. Herman Pelani, dalam penelitinannya pada tahun 2018 dengan judul
“Kegiatan Keagamaan Sebagai Pilar Perbaikan Perilaku Narapidan Di
Lembaga Permasyarakatan Wanita Kelas IIA Sungguminasa Gowa”.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kegiatan keagamaan di Lembaga
Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Sungguminasa Gowa, mengetahui faktor
pendukung dan penghambat kegiatan keagamaan serta bagaimana hasil
kegiatan keagamaan terhadap perilaku narapidana, wawasan pengetahuan
tentang ilmu agama dan perilaku kesehariannya baik sikapnya kepada
sesamanya dan ibadahnya selama di lapas. Dengan hasil penelitian bahwa
pelaksanaan kegiatan keagamaan sebagai pilar kebaikan perilaku
9 Sugiarto Sambas, “Efektivitas Penyuluhan Keagamaan Bagi Remaja di DesaTalang
Durian Kabupaten Seluma”. Februari 2019
14. narapidana di Lembaga pemasyarakatan wanita kelas IIA Sungguminasa
Gowa, berjalan dengan cukup baik.10
3. Rara Fransiska Novearti dalam penelitiannya pada tahun 2019 dengan judul
“Efektivitas Pelaksanaan Kegiatan Keagamaan Pada Siswa di Sekolah
Menengah Pertama (SMP) Negeri 21 Kota Bengkulu”. Penelitian ini
bertujuan untuk mengindentifikasi secara mandalam tentang efektifitas
pelaksanaan kegiatan keagamaan pada siswa di SMP Negeri 21 kota
Bengkulu. Dengan hasil penelitian bahwa pelaksanaan kegiatan keagamaan
pada siswa di SMP Negeri 21 kota Bengkulu adalah efektif.11
Tabel 2.1
Persamaan dan Perbedaan
No Peneliti Judul Persamaan Perbedaa
n
1. Sambas
Sugiarto
2019
Efektivitas
Penyuluhan
Keagamaan Bagi
Remaja di Desa
Talang Durian
Kabupaten Seluma
Fokus
Penelitian
Berfokus
Pada anak
Remaja di
Lingkungan
Masyarakat
Pada
Penelitian
Sambas
Sugiarto
Mengguna
kan Jenis
Penelitian
Lapangan,
Sedangkan
Pada
Penelitian
Peneliti
Mengguna
10 Pelani, Herman, “Kegiatan Keagamaan Sebagai Pilar Perbaikan Perilaku Narapidan
di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Sungguminasa Gowa”. Jurnal Diskursus Islam
Volume 06 No 3, Desember 2018
11 Novearti, Fransisika, Rara, “Efektivitas Pelaksanaan Kegiatan Keagamaan Pada Siswa
di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 21 Kota Bengkulu”. Jurnal ilmiah Vol 2, No 2,
Agustus 2019
15. kan Jenis
Penelitian
Kualitatif
2. Herman
Pelani
2018
Kegiatan
Keagamaan
Sebagai Pilar
Perbaikan Perilaku
Narapidana Di
Lembaga
Pemasyarakatan
Wanita Kelas IIA
Sungguminasa
Gowa
Menggunakan
Jenis
Penelitian
Kualitatif
Pada
Penelitian
Herman
Pelani
Mengguna
kan
Pendekata
n Ilmiah
dan
Pendekata
n Studi
Keilmuwa
n,
Sedangkan
Pada
Penelitian
Peneliti
Mengguna
kan
Pendekata
n
Fenomenal
ogi
3. Rara
Fransiska
Novearti
2019
Efektivitas
Pelaksanaan
Kegiatan
Keagamaan Pada
Siswa Di Sekolah
Menengah Pertama
(SMP) Negeri 21
Kota Bengkulu
Menggunakan
Jenis
Penelitian
Kualitatif
Fokus
Penelitian
yang
dilakukan
Rara
Fransiska
Berfokus
Pada Siwa
SMP,
Sedangkan
Pada
Penelitian
ini
Berfokus
16. Pada anak
Remaja di
Lingkunga
n
Masyaraka
t
B. Kajian Teori
1. Tinjauan Tentan Konsep Efektivitas
a. Pengertian Efektivitas
Istilah efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti mempunyai pengaruh
(memiliki akibat, efek dan kesan), dapat membuahkan hasil, efektif (tentang usaha)
tindakan.12 Zakia Drajat mengemukakan bahwa, efektivitas adalah suatu kegiatan
dalam kaitanyya dengan sejauh mana hal itu direncanakan atau mungkin
diinginkan.13 Efektifitas maksudnya ialah bagaiman sebuah organisas berhasil
memperoleh dan menggunakan sumber daya usaha untuk mencapai tujuan
operasional. Supardi mengemukakan efektivitas sebagai ukuran sejauh mana
sasaran berupa (kuantitas, kualitas, dan waktu).14 Berdasarkan pengertian tersebut,
dapat dinyatakan bahwa efektivitas berhubungan dengan kinerja semua tugas
penting, kinerja tujuan, waktu dan partisipasi aktif anggota. Jadi bisa disimpulkan
bahwa suatu pekerjaan dianggap efektif jika pekerjaan memberikan hasil yang tepat
dengan kriteria yang telah ditentukan. Efektivitas adalah dasar untuk kinerja
12 Suharso dan Ana Retno Ningsih, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Semarang: Widya
Karya, 2011), h.127
13 Zakia Drajat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), h.20
14 Supardi, Sekolah Efektif:Konsep Dasar dan Praktiknya, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada), Hal.2
17. semoga berhasil. Dengan demikian efektifitas terkait dengan skala mencapai tujuan,
baik eksplisit maupun tersirat, yaitu seberapa jauh targetnya untuk mencapai tujuan
yang diinginkan. Efektitivitas adalah kondisi yang menunjukkan tingkat pencapaian
tujuan yang direnacanakan sebelumnya.
b. Pendekatan Pengukuran Efekivitas
Untuk mengukur suatu efektivitas organisasi dapat dilakukan dengan
berbagai pendekatan. Bebrapa didasarkan pada akses yang ditargetkan, akses ke
sumber daya sistem atau kases proses interna. Selain itu, pendekatan yang lebih
terintegrasi da diterima serta dikembangnkan secara luas. Pendekatan tersebut
adalah pendekatan stakeholder dan pendekatan nilai kompetitif. Pendekatan
sistemik didasarkan pada asumsi bahwa organisasi dipandang sebagai suatu sistem.
Sistem adalah kumpulan dari bagian-bagian yang saling berhubungan dan
bergantung satu sama lain, yang tersusun membentuk satu kesatuan. Pendekatan
untuk sistem manajemen menyajikan suatu pendekatan pemecahan masalah melalui
diagnostic dalam kerangka kerja dari sistem organisasi.15
Pada sebuah sistem, jika salah satu komponen mengalami gannguan maka
akan mengganggu komponen lainnya. Misalnya saja sepeda, sepeda adalah suatu
sistem yang terdiri dari rangka sepeda, seperti rantai, roda, pedal, rem, sadel dan
sebagainya. Jika rantai putus, sepeda tidak akan berfungsi dengan bak. Begitu juga
ketika ban terbentur, bisa jadi sepeda tidak akan berfungsi. Ini adalah sebuah sistem.
Begitu juga dalam sebuah sistem semuanya merupakanmerupakan satu kesatuan
organisasi yang satu sama lain saling mendukung, jika ada masalah pada satu
15 Amka, EfektivitasSekolah Inklusif, (Palembang: Anugrah Jaya, 2020), h. 16.
18. bagian, maka akan mengganggu bagian yang lain. Keluar dan beradaptasi dengan
lingkungan yang lebih luas yang mendukung organisasi. Teori ini menggambarkan
hubungan organisasi dengan sistem yang lebih besar daiman organisasi tersebut
menjadi bagiannya. Konsep organisasi persial dari suatu sistem yang terkait dengan
sistem yang lebih besar memperkenalkan pentingnya umpan balik yang
dimaksudkan sebagai informasi yang mencerminkan hasil dari suatu tindakan atau
serangkaian tindakan oleh seseorang, kelompok atau organisasi.
Teori sistem juga menekankan pentingnya respon informasi, inti dari teori
sistem adalah:16
1) Kriteria efektivitas harus mencerminkan siklus proses input-output, bukan
keluaran yang sederhana
2) Kriteria efektivitas harus mencerminkan hubungan antara organisasi dan
lingkungan yang lebih besar di mana organisasi itu berada
Jadi efektivitas organisasi merupakan konsep yang luas cakupannya,
termasuk seperangkat konsep komponen dan tujuan manajemen adalah menjaga
keseimbangan. Untuk mengukur kejelasan efektivitas, diperlukan langkah-langkah
sebagai berikut:
1) Kejelasan tentang tujuan yang ingin dicapai, yaitu tujuan bagi karyawan
untuk mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan organisasi dalam
pelaksanaan organisasinya.
2) Kejelasan strategi pencapaian tujuan, diketahui bahwa strategi bersifat on
the road yang diikuti apabila berbagai upaya dilakukan untuk mencapai
16 Amka, EfektivitasSekolah Inklusif,(Palembang: Anugrah Jaya, 2020), h. 17.
19. tujuan yang telah ditetapkan agar para pelaksana tidak kalah dalam mencapa
tujuan organisasi
3) Proses analisis dan perumusan kebijakan yang sehat, dengan
mempertimbangkan tujuan yang ingin dicapai dan strategi yang digunakan,
berarti kebijakan tersebut harus mampu menjembatani kesenjangan antara
tujuan dan pelaksanaan kegiatan operasional
4) Perencanaan yang cermat pada dasarnya berarti memutuskan sekarang apa
yang akan dilakukan organisasi di masa depan
5) Pengaturan program yang tepat, perencanaan yang baik, belum tercermin
dalam pelaksanaan program yang baik, jika tidak pelaksan tidak akan
memiliki petunjuk untuk bertindak dan bekerja
6) Tersedianya sarana dan prasarana kerja, indikator efektivitas organisasi
adalah kemampuan bekerja secara produktif. Dengan sarana dan prasarana
yang tersedia dan dapat disediakan oleh organisasi
7) Pelaksanaan yang efektif dan efesien betapapun bagusnya suatu program
jika tidak dilaksanakan secara efektif dan efesien, organisasi tidak akan
mencapai tujuannya karena pelaksanaan organisasi mendekati tujuannya.
8) Suatu sistem Pendidikan pengawasan dan pengendalian, dengan
mempertimbangkan sifat manusia belum sempurna, efesiensi organisasi
memerlukan sistem pengawasan dan pengendalian.
Kriteria untuk mengukur efektivitas yaitu sebagai berikut:
1) Produktivitas
2) Kemudahan kerja
20. 3) Kepuasan kerja
4) Profitabilitas
5) Temukan sumber
Richard M. Steers tentang ukuran efektivitas yaitu antara lain:17
1) Pencapaian tujuan adalah keseluruhan usaha untuk mencapai tujuan dilihat
sebagai sebuah proses. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan akhir lebih
aman, pentahapan diperlukan, seperti dalam arti pentahapan mencapai
bagian-bagiannya serta dalam fasenya dalam hal periodisasinya. Pencapaian
tujuan terdiri dari beberapa faktor, yaitu: jangka waktu dan tujuan yang
merupakan tujuan konkret.
2) Integrase adalah ukuran tingkat keterampilan organisasi melakukan
sosialisasi, musyawarah mufakat dan komunikasi dengan beberapa
organisasi lain. Integrase terkait dengan proses sosialisasi.
3) Adaptasi adalah kemampuan organisasi untuk beradaptasi dengan
lingkungan.
c. Pendekatan Efektivitas
Pendekatan efektivitas digunakan untuk mengukur sejauh mana kegiatan
tersebut efektif. Beberapa pendekatan untuk mengukur efektivitas organisasi,
antara lain adalah:
1) Pendekatan Sasaran
17 Richard M. Steers, Efektivitas Organisasi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), h.53.
21. Efektivitas organisasi ditentukan oleh keberhasilan dalam mencapai tujuan,
bukan pada cara pencapaiannya. Tujuan organisasi didefenisikan sebagai jumlah
keuntungan, memenangkan persaingan, survei kepuasan, dan sebagainya.
2) Pendekatan Sistemik
Efektivitas organisasi diukur dengan kemampuan organisasi untuk
memperoleh data dan mengolahnya menjadi hasil yang diinginkan.
3) Pendekatan Strategi terhadap Konstitusi
Efektivitas organisasi diukur dari kemampuan organisasi untuk memenuhi
konstituen (pelanggan) yang dianggap prioritas oleh organisasi.
Jones mengemukakan efektivitas organisasi, diukur dari kemampuan organisasi
memenuhi 3 pendekatan, yaitu Pendekatan sumber-sumber eksternal, Pendekatan
sistem internal, Pendekatan teknikal.18
2. Tinjauan Tentang kegiatan Keagamaan
a. Pengertian Kegiatan Keagamaan
Kegiatan berasal dari akar kata “giat” yang memiliki awalan “ke” dan
akhiran “an” giat itu sendiri berarti aktif, antusias dan rajin. Kegiatan berarti
aktivitas atau kerja atau usaha yang dilakukan seseorang untuk melakukan
kegiatannya, maka kegiatan berarti aktivitas, usaha atau pekerjaan yang dilakukan
seseorang guna memenuhi kegiatannya.19 Keagamaan sendiri berasal dari akar kata
“agama” yang memiliki awalan “ke” dan akhiran “an”, agama itu sendiri berarti
kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan aturan dan Syariah.20 Sehinga
18 Eliana Sari, Pertumbuhan dan Efeketivitas Organisasi, (Jakarta: Jayabaya University
Press, 2007), h. 97.
19 Alexma, kamus Saku Bahasa Indonesia, (Jakarta: Tamer press,2013), h. 163.
20 Alexma, kamus Saku Bahasa Indonesia, (Jakarta: Tamer press,2013), h. 12.
22. dapat disimpulkam bahwa kegiatan keagamaan adalah kegiatan yang berkaitan
dengan kepercayaan kepada sang pencipta, untuk meningkatkan ketaqwaan kepada
sang pencipta, dalam hal ini yang dimaksud dengan kegiatan keagamaan adalah
kegiatan keagamaan dalam islam. Kegiatan keagamaan mempunyai arti yang
sangat penting dan berperan penting dalam pembentukan manusia yang shaleh dan
taat, agar manusia dapat berakhlak mulia sesuai dengan apa yang telah Allah
perintahkan.
Kegiatan keagamaan sangat penting bagi setiap orang, agar manusia tidak
menjadi makhluk primitif dalam arti manusia yang belum berkembang mengenai
ilmu-ilmu agama yang jauh dari nilai-nilai moral dan tentunya kegiatan keagamaan
ini sebagai wadah untuk mengisi kehidupan ini agar segala kegiatan dalam
kehidupan sehari-hari bermanfaat dan tentunya kegiatan keagamaan dapat
memberikan wawasan tentang masalah-masalah yang berkaitan dengan agama,
sehingga kita dapat terhindar dari perbuatan maksiat, karena tujuan penciptaan
manusia di dunia ini adalah untuk beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT. Allah
SWT memerintahkan manusia untuk bertaqwa dan selalu memperhatikan
perbuatannya dalam apaa yang dikerjakannya, atau perbuatannya tidak
menimbulkan dosa yang dapat membawa kita jauh dari jalan Allah SWT.
Kegiatan keagamaan adalah sesuatu yang harus ada dalam aspek kehidupan
dan pada setiap tahap kehidupan, tidak hanya di masjid, sekolah agama dan sekolah
umum saja sebagai tempat utama untuk merealisasikan kegiatan keagamaan, tetapi
harus disajikan di setiap lembaga seperti lembaga pemasyarakatan yang secara
tidak sengaja mengunci orang di dalam lapas yang dapat dikatakan masih dini
23. dalam mengenali keimanannya. Dan juga harus diterapkan dalam lingkungan
masyarakat, karena tentunya masih banyak masyarakat yang awam tentang
pemahaman agama. Kegiatan keagamaan merupakan salah satu upaya terencana
dan sistematis untuk perwujudan dan pengembangan potensi manusia agar
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang dibutuhkan dirinya, masyarakat,
bangsa, dan negara.21
Melalui kegiatan keagamaan, masyarakat akan belajar konsep hidup yang
baik, melalui kegiatan keagamaan masyarakat akan dilatih dengan berbagai cara,
dan melalui kegiatan keagamaan, masyarakat akan mampu mengendalikan diri dari
perbuatan yang dapat merugikan diri sendiri dan agamanya. Kegiatan keagamaan
merupakan kegiatan yang dapat memperbaiki perilaku manusia, dari yang dulunya
sering berprilaku jahat, maka akan berubah menjadi baik, dan dapat membina
akhlah seperti keihklasan, kebenaran, keadilan, kejujuran, kasih sayang, dan
mendorong hati nuran manusia untuk memperhatikan Allah.22
Jadi dapat disimpulkan bahwa kegiatan keagamaan dapat memperbaiki
perilaku manusia, dari perilaku yang buruk menjadi perilaku yang baik, karena
dalam kegiatan keagamaan tentunya terdapat pelajaran untuk hidup yang baik
menurut pedoman Islam, yang didasarkan pada Al-Qur’an dan sunnah Nabi
Muhammad SAW. Orang-orang yang semasa hidupnya sering melakukan hal-hal
negative yang dilarang oleh agama, maka semua itu akan tidak dilakukan lagi jika
21 Undang-undang RI Nomor 20 tahun 2013, Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1, ayat (1)
22 Muhamad AbdulQadir, Metodoli Pengajaran Islam, (Jakarta: Bhineka Cipta, 2008),
h.7.
24. sudah banyak mengetahui tentan pemahaman agam dan merealisasikan dalam
kehidupannya, karena ketika seseorang sudah banyak paham tentang agama maka
akan menumbuhkan rasa keimanan yang kuat dan tidak akan mudah untuk
melakukan tindakan yang menyimpang. Firman Allah SWT dalam Qur’an Surah
Al-Ahzab ayat 70:
ََ
ي
اَ
هُّي
َ
ينِ
ذَّلٱ
ْاوُنَ
امَء
ْاوُ
قَّٱت
ََّ
ٱّلل
ْاوُلوُقَ
و
وَلَق
يداِ
دَ
س
(
٧٠
)
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kamu kepada Allah dan
ucapkanlah perkataan yang benar.23
Dalam hal ini sudah jelas bahwa Allah SWT menyeruh manusia untuk bertaqwa
kepadanya dalam artian dengan melakukan semua perintahnya dan meninggalkan
segala larangannya.
b. Macam-Macam Kegiatan Keagamaan
Kegiatan ekstrakulikukrel, khususnya kegiatan keagamaan yang dapat
meningkatkatkan keimanan dan ketaqwaan kepadaTuhan Yang Maha Esa, dapat
dibagi menjadi empat bagian yaitu kegiatan harian, mingguan, bulanan, dan
tahunan.
1) Kegiatan keagamaan sehari-hari, seperti sholat berjama’ah, berdoa,
membaca ayat-ayat Al-Qur’an, melaksanakan sholat sunnah.
2) Kegiatan keagamaan mingguan, seperti kajian pekanan, pengajian/ majlis
ta’lim, sholat juma’at berjama’ah, pelatihan tajwid/tilawah.
23 Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Teremahannya, (Bnadung: CV Penerbit
Diponegoro 2010), h. 427.
25. 3) Kegiatan keagamaan bulanan seperti, kegiata parajama’ah tabligh yang
biasanya keluar ke daerah-daerah untuk menyebar dakwah sekaligs
menyambung silaturahim.
4) Kegiatan keagamaan tahunan, seperti amalia ramadhan yang dilanjutkan
dengan idul fitri, peringatan hari besar Islam, misalnya peringatan 1
Muharram, Isra’ Mi’raj, dan peringatan Maulid Nabi.
Dari semua kegiatan keagamaan tersebut semata-mata hanya untuk
meningkatkan rasa cinta kita kepada Allah SWT dan Rasulnya yaitu Nabi
Muhammad SAW. Sehingga jika seseorang rutin mengikuti kegiatan-kegiatan
keagamaan tersebut, maka seseorang akan terhindar dari segala perbuatan-
perbuatan yang tidak terpuji, apalagi jika hal ini rutin dilakukan oleh para remaja
maka ia akan cenderung terhindar dari perilaku yang bersifat menyimpang seperti
kenakalan remaja, yang saat ini sangat marak terjadi khususnya di kalangan para
remaja. Karena dengan adanya iman di dalam hati seseorang maka dirinya akan
selalu merasa terawasi sehingga sulit bagi dirinya untuk berperilaku yang dilarang
oleh agama. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an surah Al-Qashash:77
ٱبَ
و
ِ
غَت
اَ
يمِف
َ
كٰىَاتَء
َُّ
ٱّلل
َ
َّار
ٱلد
َةَ
رِٱخل
َ
َلَ
و
َ
نسَت
ِ
صَن
ُّن
ٱلد َ
نِ
م َ
كَيب
َي
نِ
َحسأَ
او
َ
نَ
َحسأاَ
مَ
ك
َُّ
ٱّلل
َ
َلَ
وَ
كيَلِإ
ِ
غبَت
َادَ
سَ
فٱل
ِ
ف
َّ
نِإِ
َرضألٱ
ََّ
ٱّلل
َ
َل
ُّ
بُِ
ُي
َ
ينِ
دِ
فس
ُ
ٱل
(
٧٧
)
Artinya: Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan
Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bahagiamu di dunia dan berbuat
baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan
janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh Allah tidak menyukai orang-
orang yang berbuat kerusakan.24
24 Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Teremahannya, (Bnadung: CV Penerbit
Diponegoro 2010), h. 394.
26. c. Landasan Keagamaan Islam
1) Mengenal Allah
Ada beberapa alasan yang membut seseorang mengenal Allah, antar lain:
a) Memperhatikan dan memikirkan makhluka Allah azza Wajalla, dan hal
tersebut bisa membuat seseorang mengenalnya dan mengenal keagungan
kekuasannya, kesempurnaan kekuasaannya, hikmah dan rahmatnya. Allah
SWT berfirman dalam Al-Qur’an surah Al-A’raaf:185
مَلَ
َوأ
ْاوُ
رُظنَي
ِ
ف
ِ
وتُ
كَلَ
م
ِ
تَٰ
وَٰ
مَّ
ٱلس
ِ
َرضألٱَ
و
اَ
مَ
و
َ
قَلَ
خ
َّ
ٱّلل
يَ
ش نِ
م
ء
َنأَ
و
ىأَ
سَع
َ
ِ
دَق َ
نوُ
كَي ن
ٱق
َ
بَ
رَت
ِ
َيأِبَ
فمُ
هُلَ
َجأ
َ
ح
ِيثِ
د
ُ
هَ
عدَب
ۥ
َ
نوُنِ
ؤمُي
(
١٨٥
)
Artinya: dan apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi
dan segala apa yang diciptakan Allah, dan kemungkinan telah dekatnya
waktu (kebinasaan) mereka? Lalu berita mana lagi setelah ini yang mereka
percayai?25
b) Memperhatikan ayat-ayat syar’iyyah, yaitu wahyu yang dibawa oleh Nabi
Muhammad SAW, memperhatikan ayat-ayat ini juga dapat menyebabkan
seorang hamba mengenal Tuhannya. Dia memperhatikan ayat-ayatnya
beserta manfaat yang dibawanya di dalam, yang merupakan alat penting
untuk kesempurnaan hidup manusia di dunia dan akhirat. Jika dia memiliki
perhatian dan memikirkan ayat-ayat ini, dan mengetahui pengetahuan yang
dikandungnya serta mengetahui keberadaan ayat-ayat tersebut dan
25 Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Teremahannya, (Bnadung: CV Penerbit
Diponegoro 2010), h. 174.
27. penesuaiannya dengan kemashlatan manusia, maka dia akan mengenal
Tuhannya.
2) Mengenal Agamanya
Maksudnya mengenal prinsip kedua yaitu agamanya, bahwa semua hamba
bertugas untuk mempraktikannya dan mengakui kandungan agamanya berupa
hikmah, rahmat, kemanfaatan bagi kemaslahatan umat manusia, dan pencegahan
berbagai mara bahaya. Siapa pun yang meneliti Islam dengan seksama, berdasarkan
Qur’an dan Sunnah, akan mengetahui bahwa itu adalah agama yang benar dan satu-
satunya yang dapat menyempurnakan kesehjateraan manusia. Tapi kita tidak boleh
mengukur Islam dengan kondisi orang-orangnya Muslim hari ini, karena kaum
Muslim hari ini banyak yang mengabaikan dan melanggar aturan-aturan agama
yang besar, sehingga mereka yang tinggal di tengah orang-orang yang sebagian
Islam merasa seperti hidup di lingkungan non-Muslim. Islam mengandung semua
manfaat yang ditawarkan oleh agama-agama sebelumnya, yang dicirikan oleh fakta
bahwa agama Islam cocok untuk semua waktu, tempat, dan bangsa yang berarti
menjaga. Islam tidak akan menghilangkan kemaslahatan bangsa di zaman ini,
tempat dan bangsa. Islam memerintahkan setiap kebaikan dan melarang semua
kejahatan, memerintahkan semua akhlak mulia dan mengharamkan akhlah tercela.
3) Mengenal Nabi yang diutus kepada kita
Nabi yang diutus kepada kita adalah Nabi Muhammad SAW. Seseorang
bisa mengenal Nabi Muhammad SAW dengan cara mempelajari kehidupannya,
ibadahnya, akhlaknya, dakwahnya, dan jihad fisabilillah yang dilakukan oleh
dirinya aspek-aspek lain dari kehidupannya. Inilah sebabnya mengapa setiap orang
28. yang ingin menambah pengetahuan dan iman kepada Nabi, harus mengkaji sejarah
hidupnya sesuai dengan kemampuannya. Bagaiman dia dalam kondisi perangdan
damai, di saat kesulitan dan senang, dan di seluruh situasi dimana beliau
menemukan dirinya.
3. Tinjauan Tentang Kenakalan Remaja
a. Defenisi Remaja
Banyak orang menggambarkan masa remaja sebagai masa transisi dari masa
kanak-kanak ke masa dewasa, atau bisa juga dengan pemahaman seseorang yang
menunjukkan perilaku tertentu, seperti muda mengatur atau orang yang muda
dirangasang oleh emosi. Masa remaja merupakan masa untuk tumbuh dan
berkembang serta beranjak dari ketidak dewasaan menjadi lebi dewasa. Masa
remaja merupakan masa transisi biologis, psikologis, sosiologis dan ekonomi bagi
individu. Ini adalah waktu yang menyenangkan dalam hidup yang Panjang. 26
Istilah remaja berasal dari bahasa latin adolescence, yang berarti tumbuh
dewasa atau menjadi dewasa.27 Banyak tokoh yang mendefenisikan tentang masa
remaja, ada yang beranggapan bawa masa remaja sebagai periode pertumbuhan
antara masa kanak-kanak dan dewasa. Sedangkan pendapat lain mengatakan bahwa
masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan
dewas yang biasanya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada masa
26 Zahrotun Nihayah, dkk., Psikologi Perkembangan:Tinjauan Psikologi Barat dan
Islam, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta dengan UIN Jakarta Press, 2006), Cet I, h. 105-
106.
27 Zahrotun Nihayah, dkk., Psikologi Perkembangan:Tinjauan Psikologi Barat dan Islam,
(Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta dengan UIN Jakarta Press, 2006), Cet I, h. 106.
29. remaja akhir atau awal dua puluhan tahun.28 Pada ,asa remaja tterjadi perubahan
yang berkaitan dengan perekembangan psikoseksual, serta perubahan hubungan
dengan orang tua dan cita-cita mereka, dimana pembentukan cita-cita adalah proses
pembentukan orientasi masa depan.
Masa remaja identik dengan pubertas, pubertas adalah periode kematangan
kerangka dan seksual yang cepat, terutama selama masa remaja awal. Pertumbuhan
pesat pada anak laki-laki terjadi sekitar 12 tahun, dan pertumbuhan pesat pada anak
perempuan terjadi sekitar 10 tahun, jadi perbandingannya adalah selisih dua tahun,
perempuan dominan lebih cepat mengalami masa pubertas dibanding dengan laki-
laki. Pada umumnya masa remaja ditandai dengan perubahan fisik yang relative
cepat, organ fisik mencapai tingkat kedewasaan yang memungkinkan berfungsinya
sistem reproduksi dengan sempurna. Akibatnya jika mereka berhubungan seks, itu
akan mengakibatkan kehamilan. Karena alasan ini orang tua mulai khawatir bahwa
anak-anak mereka akan mencapai usia remaja. Sementara itu remaja mulai merasa
tidak ingin dibatasi atau sangat dibatasi oleh aturan keluarga. Mereka ingin
memiliki kesempatan untuk mengembangkan diri dalam rangka mewujudkan jati
diri (identitas itu sendiri). Cara berpikir meraka hanya egosentris dan sulit untuk
memahami pola pikir orang lain. Oleh karena itu, terjadi perbedaan pendapat dan
konflik antara orang tua dan remaja. Jika tidak diselesaikan dengan baik, seringkali
menimbulkan masalah keluarga. Pada umumnya yang tergolong remaja adalah
mereka yang berusia antara 13-21 tahun.29
28 Yudrik Jahja, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Kencana Prenamedia Group, 2011),
h. 220.
29 Agoes Dariyo, Psikologi Perkembangan Anak Tiga Tahun Pertama, (Bandung: Refika
Aditama, 2007), h. 40.
30. Batasan usia remaja yang paling umum digunakan ole para ahli adalah
antara usia 12 hingga 21 tahun. Kelompok usia remaja biasanya dibagi menjadi tiga,
yaitu 12-15 tahun (remaja awal), 15-18 tahun (remaja pertengahan) dan 18-21 tahun
(remaja akhir). Namun ada sebagian ilmuwan lain yang membedakan masa remaja
menjadi empat bagian, yaitu praremaja (10-12 tahun), remaja awal atau pubertas
(12-15 tahun), remaja pertengahan (15-18 tahun) dan remaja akhir (18-21 tahun).30
Salah satu defenisi pemuda berdasarkan tujuan praktis adalah defenisi dari
Organisasi Dunia atau WHO memberikan defenisi yang lebih konseptual tentang
remaja. Dalam defenisi itu ditetapkan tiga kriteria yaitu biologis, psikologis, dan
sosial ekonomi. Defenisi lengkapnya adalah yaitu remaja adalah masa dimana:
1) Individu berkembang dari saat ia menunjukkan tanda-tanda seksualitas
sekunder sampai ia mencapai kematangan seksual.
2) Individu mengalami pola perkembangan dan identifikasi psikologis dari
masa kanak-kanak hingga dewasa.
3) Terjadi peregeseran dari ketergantungan sosial-ekonomi sepenuhnya ke
keadaan yang lebih relative mandiri.
WHO menetapkan batas usia 10-20 sebagai batas usia remaja. Defenisinya
didasarkan pada usia fertilitas, baik untuk laki-laki maupun perempuan. WHO
membagi kelompok usia remaja 10-20 tahun ke dalam dua fase, yaitu masa remaja
awal pada usia 10-14 tahun dan remaja akhir pada usia 15-20.31 Dari pernyataan-
pernyataan tersebut dapat kita simpulkan bahwa masa remaja adalah masa transisi
30 Desmita, Psikologi Perkembangan, (Bandung:Remaja Rosdakarya, 2005), h.190.
31 Sarlito W. Sarwono, Psikologi Remaja, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2016) h. 12.
31. dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang menyesuaikan dengan perubahan fisik
dan psikologis.
b. Ciri-Ciri Remaja
Setiap periode perkembangan manusia memiliki ciri khasnya masing-
masing, begitu pula masa remaja. Berikut adalah penjelasan dari ciri-ciri remaja
menurut Yudrik Jahja:32
1) Pergolakan emosi yang cepat pada masa remaja dikenal sebagai periode
badai dan stress. Perubahan emosional ini disebabkan oleh perubahan fisik
hormon yang muncul pada masa remaja. Dari segi sosial peningkatan emosi
ini adalah tanda bahwa remaja dalam kondisi baru yang berbeda dari periode
sebelumnya. Pada masa ini banyak tuntutan dan tekanan remaja, misalnya
diharapkan berhenti bersikap seperti anak-anak, mereka harus lebih mandiri
dan bertanggung jawab. Kemandirian dan tanggung jawab ini akan
terbentuk dari waktu ke waktu dan akan menjadi jelas pada masa remaja
akhir yaitu pada hari-hari awal kuliah.
2) Perubahan fisik yang cepat mengiringi masa dewasa seksual. Terkadang
perubahan ini membuat remaja tidak nyaman akan diri dan kemampuan
mereka. Perubahan fisik yang terjadi dengan cepat, seperti perubahan
internal seperti sistem peredaran darah, pencernaan dan sistem pernapasan,
serta perubahan dalam faktor eksternal seperti tinggi badan, berat badan dan
ukuran tubuh sangat berpengaruh terhadapa harga diri remaja.
32 Yudrik Jahja, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Kencana, 2011), h. 235-236.
32. 3) Perubahan apa yang menarik minatnya dan hubungannya dengan orang lain.
Banyak hal selama masa remaja menarik untuk dirinya dibawa pada usia
dini dengan sesuatu yang baru dan lebih dewasa. Ini dikarenakan pada saat
itu ada tanggung jawab yang lebih besar pada masa remaja, maka remaja
diharapkan mampu memimpin minat mereka pada hal-hal yang lebih
penting. Hal ini juga terjadi dalam hubungannnya dengan orang lain. Tidak
ada lagi remaja yang berhubungan dengan orang-orang yang berjenis
kelamin yang sama, tetapi juga dengan lawan jenis, dan dengan orang
dewasa.
4) Perubahan nilai, dimana yang mereka lihat itu penting pada masa kecil,
menjadi kurang penting karena semakin dekat dewasa.
5) Sebagian besar remaja bersikap ambivalen tentang perubahan yang terjadi.
Di satu sisi, mereka menginginkan kebebasan, tetapi disisi lain mereka takut
akan tanggung jawab yang menyertai kebebasan ini, dan meragukan
kemampuan mereka untuk bertanggung jawab atas diri mereka sendiri.
c. Masa Remaja Awal dan Remaja Akhir
Menurut beberapa ahli perkembangan, masa remaja dibagi menjadi dua
periode, yang masing-masing adalah masa remaja awal dan remaja akhir. Masa
remaja awal merupakan masa perkembangan yang biasanya digambarkan dengan
usia siswa sekolah menengah pertama (SMP), dan masa remaja akhir mendekati
usia sekolah menengah atas (SMA) ke atas.
1) Masa remaja awal
a) Pertumbuhan fisik
33. Pubertas adalah masa remaja awal yang ditandai dengan perubahan
penampilan fisik dan fungsi fisiologis. Kondisi ini memungkinkan setiap
remaja memiliki bentuk dan fungsi tubuh sesuai dengan jenis kelamin.
Dalam bentuk fisik biasanya meliputi ukuran wajah, tubuh dan penampilan
berdasarkan jenis kelamin. Dengan kata lain pada masa ini memiliki
perbedaan gender sekunder di periode awal ini. Biasanya ciri-ciri gender
sekunder yang paling umum pada remaja putri ditandai dengan pembesaran
payudara, pinggul, perubahan bentuk tangan dan kaki, suara lebih keras
terdengar lebih lembut, bulu ketiak mulai tumbuh dan rambut kemaluan.
Sedangkan ciri-ciri gender sekunder pada remaja putra ditandai dengan
pembesaran suara, pertumbuhan rambut di ketiak, kaki, daerah kemaluan,
dada dan kumis.
b) Perkembangan kognitif
Munculnya kemampuan untuk menunjukksan keterampilan berpikir yang
paling maju. Keterampilan ini mempengaruhi cara remaja berpikir tentang
hubungan antara mereka dan dunia di sekitar mereka. Selama periode ini
remaja dapat berpikir logis tentang orientasi masa depan mereka.
c) Perkembangan psikososial
Masa ini merupakan fase perkembangan psikososial, remaja berada pada
fase eksplorisasi identitas dan kebalikannya adalah kebingunan identitas.
Fokus perkembangan psikososial remaja adalah bagaimana cara mereka
menemukan jati dirinya baik di rumah maupun di sekolah. Selama periode
ini, mereka lebih dekat dengan teman sebayanya. Remaja mengamati
34. hubungan denga teman sebayanya dan percaya bahwa hubungan dengan
teman sebaya lebih penting dan akan berdampak pada berbagai aspek
kehidupannya.
d) Perkembangan moral
Pada masa ini, akuisisi adalah perantara. Individu menghormati beberapa
norma tertentu, tetapi norma tersebut merupakan norma orang lain,
misalnya orang tua atau hukum yang terjadi dalam masyarakat.
2) Remaja Akhir
a) Pertumbuhan fisik
Selama periode ini sepertinya tidak lagi perubahan bentuk tubuh yang
berkembang pesat. Tumbuh remaja secara fisik lebih dilihat dari hubungan
atau keseimbangan antara anggota tubuh satu demi satu. Bentuk tubuh
proporsional adalah dambaan bagi para remaja yang berada pada masa ini.
Karena pada masa sebelumnya proporsi bentuk tubuhnya belum seimbang.
b) Perkembangan kognitif
Awalnya pada tahap ini, remaja dapat berpikir berlaku untuk pembangunan
fisik dan sosial. Remaja mampu mengungkapkan argument berdasarkan diri
sendiri atau berdasarkan pada penilaian orang lain. Sebagai individu jika
dapat melampaui tahap operasi formal ini menyiratkan struktur kognitif
individu itu lengkap. Skema tidak lagi menambah dan berhenti sampai
disini. Dengan demikian, perkembangan kognitif selesai sampai disini.
c) Perkembangan psikososial
35. Selama periode ini, masa remaja akhir adalah sekitar tahap kebingunan
identitas. Pada tahap ini tidak jauh berbeda dengan tahapan perkembangan
psikososial masa remaja awal. Perbedaannya hanyalah pada masa ini remaja
diharapkan sanpai pada pencapaian identitas tertentu. Diharapkan semoga
tidak ada lagi kebingunan untuk mencapai sesuatu identitas yang mereka
miliki.
d) Perkembangan moral
Sekitar usia 15 tahun ke atas, pada tahap perkembangan ini seseorang sudah
mulai mengenal moralitas tidak lagi berdasrkan kepentingan diri sendiri
atau kepentingan kelompok. Namun, pertimbangan bahwa yang timbul dari
pemikiran mereka didasarkan pada aturan-aturan sosial masyarakat. Mereka
seharusnya tahu dan memahami kewajiban yang harus dipenuhi berdasarkan
harapan dan tuntutan aturan dan hukum sosial, dan agama yang mereka anut.
d. Kenakalan Remaja
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, kenakalan pada akar kata nakal
adalah sama dengan berbuat yang tidak baik, suka mengganggu, dan keras kepala.
Sedangkan kenakalan adalah perbuatan nakal, perbuatan yang tidak baik dan
mengganggu ketentraman orang lain, perbuatan yang bertentangan dengan norma-
norma agama.33 Pada masa remaja banyak terjadi pertumbuhan fisik, karena disini
sering terjadi kesalah pahaman antara orang dewasa dan remaja, ia merasa bahwa
sudah dewasa dan mampu untuk bertanggung jawab. Menurut pendapat lain
33 Desi, Anwar, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Surabaya: Amelia. 2003) Hal. 98.
36. kenakalan remaja adalah perbuatan yang melanggar norma-norma yang ada di
masyrakat tempat ia tinggal, suatu perbuatan yang antisosial dan mengandung unsur
antinormative.
Secara tidak langsung kenakalan remaja juga merupakan kejahatan yang
dilakukan oleh remaja atau gangguan yang disebabkan oleh remaja. Remaja yang
baru beranjak dewasa cenderung menjauhkan jiwa dan pikirannya dari pengawasan
orang tua dan keluarga sehingga memiliki kepercayaan diri untuk melepaskan diri
dan merasa mandiri tanpa orang tua dan keluarganya. Kenakalan remaja lebih luas
dan lebih dalam cakupannya, kenakalan remaja meliputi perbuatan-perbuatan yang
sering menimbulkan keresahan di lingkungan sekolah dan lingkungan keluarga.
Kenakalam remaja adalah suatu kelainan tangkah laku, atau perbuatan remaja yang
bersifat sosial atau bahkan antisosial yang bertentangan dengan norma sosial agama
dan ketentuan hukum yang berlaku di masyarakat. Berdasarkan pengertian tersebut
dapat disimpulkan bahwa kenakalan remaja adalah perbuatan sebagian remaja yang
bertentangan dengan agama dan norma sosial yang berlaku dalam masyarakat yang
dapat merugikan diri sendiri, merugikan orang lain dan mengganggu ketertiban
umum.
e. Bentuk Kenakalan Remaja
Kenakalan remaja yang dilakukan oleh remaja di bawah usia 17 tahun
sangat beragam, mulai dari tindakan yang bersifat moral atau antisosial. Tindakan
tersebut dapat berupa pencurian, perusakan, kabur dari rumah, tidak disiplin di
sekolah, sering bolos, membawa senjata tajam, merokok, bertengkar, dan kebut-
kebutan di jalan sampai pada tindakan yang mengarah pada pencurian,
37. pemerkosaan, pergaulan bebas, penggunaan obat-obatan terlarang dan tindak
kekerasan lainnya yang sering diberitakan di media.34 Eny Purwandardi
menjelaskan dalam bukunya Adon Nasarullah Jamaluddin yang berjudul (Basics of
social Pathology), bahwa kenakalan remaja dibagi menjadi tiga kategori: Pertama,
sifat buruk yang umum seperti berdebat, putus sekolah, meninggalkan rumah tanpa
pamit. Kedua, kenakalan yang mengarah pada pelanggaran dan kejahatan, seperti
mengemudi tanpa SIM, mengambil barang orang tua tanpa izin. Ketiga, kenakalan
khusus, seperti penyalahgunaan narkoba, persetubuhan, perzinahan, pemerkosahan,
dan lain-lain.35 Kenakalan juga dikategorikan menjadi empat jenis, yaitu:
1) Kenakalan yang menyebabkan kerusakan fisik orang lain, seperti
perkelahian, menyakiti teman melalui pelecehan
2) Kenakalan yang menyebabkan korban materil, seperti perusakan,
pencurian, pemerasan, dan penggunaan uang sekolah (SPP)
3) Kenakalan sosial yang tidak merugikan orang lain, misalnya menikmati
tindakan pornografi, penyalahgunaan narkoba, dan seks bebas
4) Kenakalan status, misalnya penolakan anak sebagai siswa dengan cara
datang terlambat ke sekolah, tidak hadir/bolos, tidak memakai atribut
sekolah, tidak berpakaian sesuai aturan sekolah, berperilaku tidak pantas
dengan orang tua dan guru, menyontek, berbohong, menggunakan
34 Adon Nasurullah Jamaluddin, Dasar-Dasar Patologi Sosial, (Bandung: CV. Pustaka
Setia, 2016), h. 123.
35 Adon Nasurullah Jamaluddin, Dasar-Dasar Patologi Sosial, (Bandung: CV. Pustaka
Setia, 2016), h. 124.
38. kendaraan bermotor tanpa surat izin mengemudi (SIM), penolakan status
orang tua dengan meninggalkan rumah atau mengabaikan orang tua.36
Kenakalan terisolasi itu terjadi karena tekanan lingkungan sosial. Mereka
mencari panutan dan rasa aman dalam kelompok. Namun pada masa dewasa,
sebagian besar remaja nakal ini meninggalkan perilaku kriminalnya, sehingga
setidaknya 60% dari mereka berhenti berperilaku yang kurang baik pada usia 21-
23 tahun. Hal ini disebabkan oleh proses pematangan itu sendiri, sehingga remaja
memahami tanggung jawabnya sebagai orang dewasa yang mulai memainkan peran
sosial baru.
f. Faktor Penyebab Terjadinya Kenakalan Remaja
Alasan yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu didasarkan
pada motivasi yang salah. Sebuah perilaku tidak disebabkan oleh satu motivasi saja,
tetapi karena berbagai alasan, misalnya anak nakal mungkin disebabkan oleh
dendam pada orang tua, karena biasanya orang tua terlalu kejam dan otoriter, atau
orang tua yang tidak pernah memberikan kasih sayang dan peratian kepada anaknya
atau orang tuanya yang berlaku tidak adil kepada sesame anaknya. Sehingga remaja
dapat melakukan kejahatan karena kurangnya pendidikan dari orang tua. Ada
beberapa faktor yang menyebabkan tindakan tertentu terhadap perilaku remaja
antar lain:
1) Faktor yang dibawa sejak lahir
36 Adon Nasurullah Jamaluddin, Dasar-Dasar Patologi Sosial, (Bandung: CV. Pustaka
Setia, 2016), h. 122-124.
39. Peristiwa lahirnya anak yang disebut cacat lahir, yaitu luka di kepala bayi
saat bayi dikeluarkan dari rahim ibu. Faktor predisposisi lainnya termasuk
gangguan jiwa seperti skizofrenia. Penyakit mental juga dapat dipengaruhi
oleh lingkungan keluarga yang keras atau penuh tekanan terhadap anak-
anak.
2) Faktor keluarga
Anak tidak mendapatkan kasih sayang dan perhatian dari orang tuanya.
Kelemahan situasi ekonomi orang tua di desa tidak memungkinkan mereka
untuk memenuhi kebutuhan anak-anaknya, sehingga kehidupan keluarga
tidak lagi harmonis dan juga sering terjadi broken home karena kurangnya
perhatian dari kedua orang tuanya, sehingga remaja tersebut melakukan
tindak pidana karena tidak mendapatkan pendidikan yang layak bagi remaja.
3) Faktor-faktor dalam masyarakat
Penyebab kenakalan remaja yang timbul dari lingkungan masyarakat, yaitu
kurangnya penerapan ajaran agama secara berkelanjutan.37
Dalam ajaran agama banyak hal yang bisa membantu perkembangan anak
pada umumnya, dan remaja pada khususnya. Misalnya belajar berbuat baik pada
orang tua, berbuat baik untuk masyarakat, senang membantu, tidak memfitnah.
Namun, tindakan masyarakat terkadang benar-benar melupakan ajaran agama
dalam keidupan sehari-hari karena mereka begitu terpesona oleh kehidupan
material sehingga tidak jarang hanya dipermainkan oleh harta semata. Tentang
37 Adon Nasurullah Jamaluddin, Dasar-Dasar Patologi Sosial, (Bandung: CV. Pustaka
Setia, 2016), h. 128-129.
40. hubungan antara kepercayaan pada Tuhan dan pengalaman pendidikan agama
dengan kesehatan jiwa, banyak dijelaskan dalam Al-Qur’an, sebagaimana firman
Allah SWT dalam Q.S At-Tin :4-6
دَ
قَل
اَقنَلَ
خ
َ
نَٰ
نسِ
إلٱ
ِ
نَ
َحسأيِف
ميِ
وقَت
(
٤
)
َُّ
ث
ُ
هَٰندَدَ
ر
َلَ
فَسأ
َ
َِلِ
ٰفَ
س
(
٥
ْاوُنَ
امَء َ
ينِ
ذَّلٱ َّ
َلِإ )
ُلِ
مَعَ
و
ْاو
مُ
هَلَف ِ
ٰتَ
حِلَّٰ
ٱلص
َجرأ
ُ
يَغ
َ
م
ونُن
(
٦
)
Artinya: Sungguh, kami telah menciptakan manusia dalam bentuk sebaik-baiknya,
kemudian kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya, kecuali orang-
orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan; maka mereka akan mendapat
pahala yang tidak ada putus-putusnya.38
Banyak faktor yang menyebabkan terbentuknya kenakalan remaja, berikut
adalah beberapa pendapat ahli tentang faktor-faktor yang mendorong kenakalan
remaja, diantaranya adalah:
1) Faktor internal
Penyebab faktor internal adalah cacat bawaan yang secara biologis,
psikologis, sifat-sifat negative yang mengarah pada kesalahan,
ketidakseimbangan pemenuhan kebutuhan dasar dengan keinginan. Itu
menyebabkan kekecewaan dan stres, kontrol diri yang buruk dan persepsi
sosial, dan ketidakmampuan untuk beradaptasi dengan perubahan
lingkungan yang baik dan kreatif tanpa hobi yang sehat.39
2) Faktor eksternal
38 Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Teremahannya, (Bnadung: CV Penerbit
Diponegoro 2010), h. 597.
39 Adon Nasurullah Jamaluddin, Dasar-Dasar Patologi Sosial, (Bandung: CV. Pustaka
Setia, 2016), h. 126.
41. Penyebab dari faktor eksternal adalah cinta orang tua dan lingkungan,
pendidikan yang tidak membawa perilaku selaras dengan alam sekitar yang
diharapkan orang tua, guru dan tokok masyarakat, pengawasan yang tidak
efektif dalam pembinaan yang berpengaruh dalam domain efektif, kondisi
dari orang tua, masyarakat dan guru. Kurangnya pemahaman generasi muda
terhadap lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat, kurangnya fasilitas
distribusi relaksasi, serta ketidaktahuan keluarga tentang masala remaja,
baik secara sosiologis, psikologis maupun pedagogis.40
C. Kerangka Berpikir
Fokus utama pada penelitian ini adalah efektivitas kegiatan keagamaan
dalam menangani kenakalan remaja di Desa Munte, secara teoritis pendekatan
efektivitas digunakan untuk mengukur sejauh mana kegiatan tersebut berjalan
secara efektif, dan untuk itu ada beberapa pendekatan efektivitas, diantaranya ialah
pendekatan sasaran, pendekatan sumber daya dan pendekatan proses. Keberadaan
kegiatan keagamaan dianggap sebagai salah satu kegiatan yang perlu
keefektivannya, untuk melihat sejauh mana kegiatan tersebut membawa pengaruh
terhadap seseorang. Kegiatan keagamaan merupakan kegiatan yang dapat
membantu seseorang dalam meningkatkan keimanan
dan ketaqwaannya kepada Allah SWT dan juga dapat membuat seseorang
terhindar dari segala perilaku-perilaku yang menyimpang. Akan tetapi kebanyakan
40 Adon Nasurullah Jamaluddin, Dasar-Dasar Patologi Sosial,(Bandung: CV. Pustaka
Setia, 2016), h. 128.
42. remaja merasa sulit untuk mengikuti kegiatan-kegiatan keagamaan yang ada di
lingkungan masyarakat maupun sekolah, padahal kegiatan keagamaan ini dapat
memotivasi dirinya dalam mengubah perilakunya. Dan hal ini biasanya
dikarenakan ketidakpahaman remaja terhadap konsep kegiatan keagamaan. Konsep
kegiatan keagamaan lebih mudahnya dapat dilihat melalui kerangka pikir, dimana
kerangka pikir adalah suatu diagram yang digunakan untuk menjelaskan secara
garis besar alur logika berjalannya suatu penelitian. Adapun kerangka pikir
penelitian ini adalah sebagai berikut:
Kegiatan
Keagamaan
Kenakalan
Remaja
43. Gambar 2.1
Bagan Kerangka Berpikir
BAB III
METODE PENELITIAN
PenyebabKenakalan
1. Kurangnya
pengaruhdari
orang tua
2. Kurangnya
pembelajaran
agama dan etika
3. Longgarnyanorma
dan adat di
masyarakat
1.
2. Diri Sendiri
3. Lingkungan
4. Masyarakat
5. Sekolah
Penanggulangan
Kenakalan Remaja
1. Preventif
2. Kuratif
3. Pembinaan
Bagaimana Manfaat
Kegiatan Keagamaan
1. Meningkatkan
keimanan
2. Mengubah
Kepribadian
Menjadi lebih
Baik
44. A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
fenomenalogi, yaitu tekhnik yang dimaksud dengan pendekatan fenomenalogi
merupakan tekhnik pendekatan yang disesuaikan dengan melihat kenyataan di
lapangan. Dalam penelitian ini, tekhnik pendekatannya telah disesuaikan dengan
melihat permasalahan, dengan memperhatikan kaidah dan aturan yang dibuat dalam
Islam.
Jenis penelitian yang dilakukan pada penelitian ini adalah jenis penelitian
kualitatif, karena beberapa kasus dari penelitian kualitatif serupa dengan apa yang
telah dilakukan dalam penelitian ini, yaitu bertujuan untuk melihat dan
mendeskripsikan kegiatan keagamaan terhadap kenakalan remaja. Jenis penelitian
ini digunakan berdasarkan prosedur penelitian yang menhasilkan data berupa kata-
kata tertulis maupun lisan tentang situasi maupun perilaku individu yang telah
terkumpul. Suatu penelitian dikatakan baik jika memiliki tujuan yang jelas, pada
dasarnya penelitian kualitatif memiliki dua tujuan, yang pertama mendeskripsikan
dan mengungkapkan, yang kedua mendeskripsikan dan menjelaskan.41
Penelitian ini juga dapat diartikan sebagai proses menilai pendapat sebagian
remaja tentang kegiatan keagamaan dalam memecahkan masalah yang sering
dihadapi oleh remaja, serta menganalisis setiap pengaruh dari pendapat tersebut.
Oleh karena itu, penelitian ini merupakan suatu tindakan yang dilakukan di
lingkungan masyarakat dengan merancang, melaksanakan, dan mendeskripsikan
41 Albi Anggito & John Setiawan, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jawa Barat: CV
Jejak, 2018), h. 14
45. hasil penelitian untuk mengetahui seberapa efektivitas kegiatan keagamaan dalam
menangani kenakalan remaja di Desa Munte.
B. Fokus Penelitian
Fokus penelitian ini dilakukan untuk membatasi penelitian guna memilih
data mana yang relevan dan mana data yang tidak relevan. Keterbatasan dalam
penelitian ini didasarkan pada pentingnya masalah yang dihadapi dalam penelitian
ini. Penelitian ini berfokus pada efetivitas kegiatan keagamaan dalam menangani
kenakalan remaja di Desa Munte.
C. Defenisi Istilah
1. Efektivitas
Efektivitas yang berasal kata efektif yang artinya tujuan harus sesuai dengan
hal yang diinginkan, tepat dan berhasil. Efektivitas berarti hal-hal yang
menunjukkan tingkat pencapaian tujuan. Menurut peneliti efektivitas dalam
penelitian ini adalah seberapa besar pengaruh atau keefektifan kegiatan keagamaan
terhadap permasalahan kenakalan remaja, apakah kegiatan keagamaan tersebut
tergolong efektif dalam menangani kenakalan remaja.
2. Kegiatan Keagamaan
Secara umum kegiatan keagamaan adalah aktivitas-aktivitas yang dilakukan
yang berkaitan dengan agama, yang dimaksu disini adalah kegiatan keagamaan
dalam islam. Berbagai macam kegiatan keagamaan yang ada di Desa Munte
diantaranya ialah:
a. Kegiatan sehari-hari, seperti sholat berjama’ah
46. b. Kegiatan mingguan, seperti kajian pekanan, kegiatan majlis ta’lim, sholat
jum’at berjama’ah, pelatihan tajwid
c. Kegiatan bulanan, seperti kegiatan para jama’ah tabligh yang keluar ke
daerah-daerah untuk bersilaturahim dan menyebar dakwah
d. Kegiatan tahunan seperti peringatan hari-hari besar Islam, misalnya
peringatan 1 Muharram, Maulid Nabi, Isra’ Mi’raj.
3. Kenakalan Remaja
Kenakalan remaja yang dalam artian adalah segala tindakan-tindakan
remaja yang bersifat menyimpang dan merugikan orang lain. Berbagai macam
kenakalan remaja, khususnya di Desa Munte diantaranya ialah:
a. Penggunaan obat-obat terlarang atau narkoba
b. Minum-minuman keras
c. Mencuri
d. Tawuran
e. Melakukan zina
Perilaku-perilaku tersebut timbul karena beberapa faktor, misalnya karena
putus sekolah, terjerumus ke dalam pergaulan bebas, kurangnya bimbingan dari
orang tua dan tokoh masyarakat, dalam hal ini adalah pemerintah setempat, serta
kurangnya pengajaran agama yang diberikan kepada anak-anak remaja.
D. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakana dalam penelitian ini adalah penelitian
deskriptif, dimana penelitian ini merupakan penelitian yang digunakan untuk
47. memaparkan dan menggambarkan keadaan serta fenomena secara lebih jelas
mengenai situasi yang terjadi. Penelitian ini dilakukan dengan melihat kondisi, dan
peristiwa yang terjadi. Penggunaan penelitian deskriptif ini diharapkan dapat
memberikan analisis secara mendalam tentang pendapat, catatan, perilaku yang
dirasakan individu, kelompok, masyarakat, maupun suatu kegiatan tertentu.
Dengan demikian, penggunaan desain penelitian deskriptif kualitatif dalam
penelitian ini untuk mendeskripsikan dan menganalisis kegiatan keagamaan dalam
menangani kenakalan remaja di Desa Munte.
E. Data dan Sumber Data
1. Data
Data dalam penelitian ini diperoleh dari dua data sebagai berikut.
a. Data primer
Data primer adalah data yang dikumpulkan langsung oleh peneliti tanpa
perantara. Data tersebut diperoleh melalui wawancara dan observasi. Sumber data
dalam penelitian ini diperoleh dari hasil observasi dan wawancara, Untuk
mengetahui efektivitas kegiatan keagamaan dalam menangani kenakalan remaja di
Desa Munte.
b. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang tersedia dengan berbagai bentuk, dapat
berupa catatan maupun bukti. Dalam penelitian ini, data sekunder diperoleh dari
berbagai pihak yang berhubungan dengan penelitian. Data ini juga diperoleh
melalui dokumentasi, surat-surat yang tersedia di kantor Desa Munte.
2. Sumber Data
48. Sumber data dalam penelitian ini diperoleh jika penelitian menggunakan
kuesioner atau wawancara dalam pengumpulan datanya, maka sumber data tersebut
berasal dari responden, dimana orang yang merespon dan menjawab pertanyaan-
pertanyaan dari peneliti secara lisan dan tertulis. Adapun sumber data dalam
penelitian ini adalah para responden, yang meliputi tokoh masyarakat (pemerintah
setempat), orang tua remaja, remaja, dan tokoh agama.
F. Intsrumen Penelitian
Sudah menjadi syarat wajib dalam suatu penelitian untuk memperoleh hasil
penelitian yang akurat. Instrumen penelitian merupakan salah satu alat yang
mendukung dalam pengumpulan data maupun informasi yang dituangkan dalam
laporan penelitian. Untuk itu instrument penelitian yang digunakan harus tepat.
Dalam penelitian kualitatif instrument utamanya adalah peneliti sendiri, namun
selanjutnya setelah fokus penelitian menjadi jelas, maka kemungkinan akan
dikembalikan instrument penelitian sederhana, yang diharapkan dapat melengkapi
data dan membandingkan dengan data yang telah ditemukan melalui observasi dan
wawancara. Dengan itu, pada penelitian peneliti menggunakan lembar observasi,
dokumentasi, dan wawancara sebagai instrument penelitian.
G. Tekhnik Pengumpulan Data
Dalam proses pengumpulan data, peneliti menggunakan beberapa teknik
pengumpulan data sebagai berikut:
1. Observasi
Observasi didefenisikan sebagai proses melihat, mengamati, dan
mencermati seta merekam perilaku secara sistematis untuk tujuan tertentu. Data
49. yang diperoleh dari metode observasi dari penelitian Efektivitas Kegiatan
Keagamaan Dalam Menangani Kenakalan Remaja di Desa Munte adalah peneliti
melihat secara langsung mengenai kehidupan sehari-hari yang terjadi pada seorang
remaja yang melakukan perbuatan menyimpang dan terjerumus ke dalam kenakalan
remaja. Observasi adalah kegiatan mencari data yang dapat digunakan untuk
menarik suatu kesimpulan. Seperti penelitian yang akan dilakukan tentang
Efektivitas Kegiatan Keagamaan Dalam Menangani Kenakalan Remaja di Desa
Munte.
2. Wawancara
Wawancara yang dilakukan peneliti adalah wawancara tertulis, dimana
peneliti berhadapan secara langsung dengan orang yang diwawancarai. Dalam
penelitian ini peneliti akan mewawancarai beberapa orang yang masing-masing
memiliki peran dalam penelitian Efektivitas Kegiatan Keagamaan Dalam
Menangani Kenakalan Remaja di Desa Munte yaitu Kepala Desa Munte selaku
pemerintah setempat yang bertanggung jawab atas wilayah tersebut dan bertugas
mengayomi rakyatnya, tokoh agama yang juga merupakan tokoh masyarakat, orang
tua remaja yang merupakan tokoh yang paling bertanggung jawab terhadap
anaknya, serta para remaja di desa Munte.
3. Dokumentasi
Dokumentasi adalah fakta besar dan data tersimpan dalam bahan berupa
dokumentasi. Sebagian besar data yang tersedia berupa surat, catatan lapangan,
dokumen pemerintah, laporan dan foto. Dokumentasi yang dimaksud disini adalah
data yang sudah ada seperti jumlah program kerja kegiatan keagamaan, jumlah
50. remaja, jumlah penduduk, jumlah kasus remaja. Tekhnik ini digunakan untuk
menemukan data dokumentasi yang berkaitan dengan hal-hal yang akan penulis
teliti.
H. Pemeriksaan Keabsahan Data
Pemeriksaan keabsahan data dilakukan untuk memverifikasi apakah
penelitian yang dilakukan memang merupakan penelitian ilmiah sekaligus untuk
menguji data yang diperoleh. Uji penelitian kualitatif meliputi:
1. Uji Kepercayaan (Kreadibilitas)
Kepercayaan data dimaksudkan untuk membuktikan data yang
dikumpulkan sesuai dengan kebenaran. Ada beberapa Teknik untuk untuk
mencapai kreadibilitas data ialah teknik perpanjangan pengamatan, peningkatan
ketekunan dalam penelitian, triangulasi.42
2. Uji Keteralihan (Transferability)
Keteralihan adalah validitas eksternal dalam penelitian kualitatif, agar orang
lain dapat memahami hasil peneltian kualitatif sehingga ada kemungkinan untuk
menerapkan hasil penelitian yang telah diperoleh, maka peneliti dalam membuat
laporannya harus memberikan gambaran yang rinci, jelas, sistematis, dan dapat
dipercaya.
3. Uji Kepastian (Conpirmability)
Dalam penelitian kualitatif kepastian ini disebut uji objektivitas penelitian.
penelitian dikatakan objektif jika hasil penelitian diakui oleh banyak orang.
42 Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatifdan R & D, (Bandung: Alfabeta, 2011), h.294.
51. 4. Uji Keteguhan (Depandibilty)
Dalam penelitian kualitatif keteguhan ini dusebut reabilitas. Uji keteguhan
ini dilakukan dengan melakukan audit terhadap seluruh proses penelitian oleh
auditor yang independent atau pembimbing untuk mengaudit seluruh kegiatan
peneliti dalam melakukan penelitian.
Adapun dalam penelitian ini menggunakan uji kepercayaan dan uji
kepastian dengan teknik triangulasi (pemeriksaan data dari berbagai sumber dengan
berbagai cara dan berbagai waktu). Triangulasi adalah teknik pemeriksaan
keabsahan data dengan memanfaatkan berbagai sumber diluar data sebagai bahan
alat pembanding terhadap data yang diperoleh. Kemudian dilakukan pemeriksaan
silang agar hasil penelitian dapat dipertanggung jawabkan.43
I. Teknik Analisis Data
Setelah peneliti mengumpulkan data, baik yang diperoleh melalui penelitian
kepustakaan maupun penelitian secara langsung. Dalam penelitian kualitatif ini
dilakukan sebelum penelitian di lapangan selesai. Hasil penelitian tersebut
kemudian diolah dan dianalisis untuk dirangkum atau dijadikan data yang lebih
spesifik, sehingga permasalahan yang ada dapat dipecahkan. Data ini menggunakan
metode analisis deskriptif kualitatif, dan diolah dengan kata-kata dan argumentasi
yang sesuai dengan fakta. Teknik deduktif, yaitu suatu cara untuk menganalisis
sesuatu secara umum dengan benar dan kemudian menarik sebuah kesimpulan yang
43 Arnild Augina Makarisce, “Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data pada Penelitian
Kualitatifdi Bidang Kesehatan Masyarakat”, Jurnal Kesehatan Masyarakat Vol. 12 Edisi 3, 2020:
h.151, https://jikm.upnvj.ac.id/index.php/home/article/download/102/71/102-Article
52. bersifat khusus. Adapun langkah-langkah analisis data dalam penelitian ini dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1. Reduksi data. Reduksi data dalam penelitian Efektivitas Kegiatan
Keagamaan
Dalam Menangani Kenakalan Remaja di Desa Munte dilakukan dengan
memilih dan menyeleksi semua data yang masuk berdasarkan hasil
observasi, wawancara dan dokumentasi.
2. Penyajian data. Setelah reduksi data dilakukan, peneliti menyajikan data
dengan mengumpulkan informasi secara sistematis dari hasil reduksi data
agar dapat memperoleh kesimpulan sebagai temuan penelitian, untuk
memudahkan peneliti dalam melihat gambaran besar atau bagian-bagian
tertentu dari penelitian.
3. Penarikan kesimpulan
53. DAFTAR PUSTAKA
Agoes Dariyo, Psikologi Perkembangan Anak Tiga Tahun Pertama, (Bandung:
Refika Aditama). 2007
Albi Anggito & John Setiawan, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jawa
Barat: CV Jejak). 2018
Alexma, kamus Saku Bahasa Indonesia, (Jakarta: Tamer press). 2013
Amka, Efektivitas Sekolah Inklusif, (Palembang: Anugrah Jaya). 2020
Arnild Augina Makarisce, “Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data pada
Penelitian Kualitatif di Bidang Kesehatan Masyarakat”, Jurnal Kesehatan
Masyarakat Vol. 12 Edisi 3, 2020: h.151,
Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terejemannya, (Bandung: CV Penerbit
Diponegoro). 2010
Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemannya, (Jakarta: CV
Penerbit Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an). 2019
Desi, Anwar, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Surabaya: Amelia). 2003
Desmita, Psikologi Perkembangan, (Bandung: Remaja Rosdakarya). 2005
Dimianus Ding, “Efektivitas Pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat Mandiri Pedesaan”. Jurnal Imu Pemerintah, Vol. 02 No. 02 (Februari,
2014)
54. Eliana Sari, Pertumbuhan dan Efeketivitas Organisasi, (Jakarta: Jayabaya
University Press). 2007
Novearti, Fransisika, Rara, “Efektivitas Pelaksanaan Kegiatan Keagamaan
Pada Siswa di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 21 Kota Bengkulu”.
Jurnal ilmiah Vol 2, No 2 (Agustus, 2019)
Pelani, Herman, “Kegiatan Keagamaan Sebagai Pilar Perbaikan Perilaku
Narapidan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Sungguminasa Gowa”.
Jurnal Diskursus Islam Volume 06 No 3 (Desember 2018)
Richard M. Steers, Efektivitas Organisasi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar).
1999
Sambas, Sugiarto “Efektivitas Penyuluhan Keagamaan Bagi Remaja di
DesaTalang Durian Kabupaten Seluma”. Februari 2019
Sarlito W. Sarwono, Psikologi Remaja, (Jakarta: Raja Grafindo Persada). 2016)
Sri Rahayu, “Konflik Sosial Remaja di Tinjau Dari Segi Pendidikan”,
Skripsi sarnaja Pendidikan Islam. (Palembang: Perpustakaan Fai UMP, 2005)
Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif dan R & D, (Bandung: Alfabeta, 2011)
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), h. 112.
Suharso dan Ana Retno Ningsih, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(Semarang: Widya Karya). 2011
Zakia Drajat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), h.20
Supardi, Sekolah Efektif: Konsep Dasar dan Praktiknya, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada)