TINDAK TUTUR DALAM DIALOG FILM ANIMASI ADIT & SOPO JARWONurulbanjar1996
Film yang di Sutradarai oleh Dana Riza ini menampilkan beberapa tokoh Animasi 3D yang menakjubkan, detail gambar serta penggunaan gerakan-gerakan tubuh yang benar-benar mirip meyerupai gerakan tubuh manusia pada umumnya.
Di film ini menampilkan latar belakang kehidupan di Indonesia seperti perkampungan, perumahan khas Indonesia serta nuansa alam yang di desain secara 3D. mengenai jalan cerita film ini pun bisa dibilang simpel, karena sesuai untuk di tonton oleh anak-anak yang di dalam film ini terdapat motivasi serta pembelajaran yang dapat diambil.
Karakter dalam film ini pun beragam dan tidak jauh dari ciri khas orang Indonesia, Sopo dan Jarwo yang menggambarkan 2 pemuda kerjanya serabutan yang selalu bertingkah laku konyol, kemudian kisah persahabatan antara Adit, Dennis, dan lain-lain yang diwarnai dengan petualangan tak terduga. Pada pengisi suara di film ini bekerja sama dengan Eltra Studio menggunakan logat daerah seperti jawa, betawi dan lainnya.
Tindak tutur dapat dikatakan sebagai satuan terkecil dari komunikasi bahasa yang memiliki fungsi dengan memperlihatkan gejala individual, bersifat psikologis, dan keberlangsungannya tergantung pada kemampuan penutur dalam menghasilkan suatu kalimat dengan kondisi tertentu.
Makalah ini membahas tentang struktur percakapan dan preferensi. Terdapat beberapa poin penting yang dijelaskan, yaitu: (1) pengertian percakapan sebagai interaksi oral antara dua pihak atau lebih, (2) hal-hal yang harus diperhatikan dalam percakapan seperti cara memulai, mengakhiri, dan memilih topik pembicaraan, (3) struktur percakapan meliputi giliran bicara, jeda, dan t
Dokumen tersebut membahas tentang situasi tutur dalam analisis pragmatik dan linguistik struktural, termasuk aspek-aspek situasi tutur menurut Leech, peristiwa tutur, syarat-syarat peristiwa tutur menurut Hymes, dan perbedaan antara analisis linguistik struktural dan analisis pragmatik pada contoh wacana iklan.
PENERAPAN PRINSIP KERJA SAMA PADA PERCAKAPAN LISAN TIDAK RESMI MAHASISWANurulbanjar1996
Prinsip kerja sama adalah prinsip yang mengatur apa yang harus dilakukan oleh peserta tutur agar percakapannya terdengar koheren. Menurut Rustono (1999:53) penutur yang tidak memberikan kontribusi terhadap koherensi percakapan sama dengan tidak mengikuti prinsip kerja sama.
Dokumen tersebut membahas tentang kalimat efektif, yaitu kalimat yang dapat menyampaikan maksud penulis secara tepat dan mudah dipahami pembaca. Dibahas pula pengertian, ciri-ciri, dan syarat kalimat efektif seperti sesuai kaidah bahasa, jelas, dan mudah dipahami."
Peristiwa tutur adalah terjadinya atau berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak yaitu penutur dan lawan tutur, dengan satu pokok tuturan,di dalam, tempat, dan situasi tertentu. Jadi interaksi yang berlangsung antara seorang pedagang dan pembeli di pasar pada waktu tertentu mengunakan bahasa sebagai alat komunikasinya adalah sebuah peristiwa tutur. Peristiwa serupa kita dapati juga dalam acara diskusi di ruang kuliah, rapat dinas di kantor, sidang di pengadilan, dan sebagainya.
Bagaimana percakapan di bus kota atau sedang di kereta api yang terjadi di antara penumpang yang tidak saling kenal (pada mulanya) dengan topik pembicaraan tidak menentu, tanpa tujuan, dengan ragam bahasa yang berganti-ganti, apakah dapat juga di sebut sebagai peristiwa tutur? Secara sosiolinguistik percakapan tersebut tidak dapat dikatakan sebagai peristiwa tutur, sebab pokok percakapan tidak menentu (berganti-ganti menurut situasi), tanpa tujuan dilakukan oleh orang-orang yang tidak segaja untuk bercakap-cakap, dan mengunakan ragam bahasa yang berganti-ganti. Sebuah percakapan baru dapat di sebut sebagai sebuah peristiwa tutur kalau memenuhi syarat.
Menurut Dell Hymes (1972) seorang pakar sosiolinguistik terkenal, bahwa suatu peristiwa tutur mempunyai delapan komponen, dan dibentuk menjadi akronim SPEAKING (diangkat dari Wadhaugh 1990):
Makalah ini membahas tentang kalimat efektif, yang didefinisikan sebagai kalimat yang dapat mengungkapkan gagasan secara tepat dan dapat dipahami oleh pembaca. Makalah ini menjelaskan pengertian, ciri-ciri, dan contoh kalimat efektif serta faktor yang dapat menyebabkan kalimat menjadi kurang efektif.
TINDAK TUTUR DALAM DIALOG FILM ANIMASI ADIT & SOPO JARWONurulbanjar1996
Film yang di Sutradarai oleh Dana Riza ini menampilkan beberapa tokoh Animasi 3D yang menakjubkan, detail gambar serta penggunaan gerakan-gerakan tubuh yang benar-benar mirip meyerupai gerakan tubuh manusia pada umumnya.
Di film ini menampilkan latar belakang kehidupan di Indonesia seperti perkampungan, perumahan khas Indonesia serta nuansa alam yang di desain secara 3D. mengenai jalan cerita film ini pun bisa dibilang simpel, karena sesuai untuk di tonton oleh anak-anak yang di dalam film ini terdapat motivasi serta pembelajaran yang dapat diambil.
Karakter dalam film ini pun beragam dan tidak jauh dari ciri khas orang Indonesia, Sopo dan Jarwo yang menggambarkan 2 pemuda kerjanya serabutan yang selalu bertingkah laku konyol, kemudian kisah persahabatan antara Adit, Dennis, dan lain-lain yang diwarnai dengan petualangan tak terduga. Pada pengisi suara di film ini bekerja sama dengan Eltra Studio menggunakan logat daerah seperti jawa, betawi dan lainnya.
Tindak tutur dapat dikatakan sebagai satuan terkecil dari komunikasi bahasa yang memiliki fungsi dengan memperlihatkan gejala individual, bersifat psikologis, dan keberlangsungannya tergantung pada kemampuan penutur dalam menghasilkan suatu kalimat dengan kondisi tertentu.
Makalah ini membahas tentang struktur percakapan dan preferensi. Terdapat beberapa poin penting yang dijelaskan, yaitu: (1) pengertian percakapan sebagai interaksi oral antara dua pihak atau lebih, (2) hal-hal yang harus diperhatikan dalam percakapan seperti cara memulai, mengakhiri, dan memilih topik pembicaraan, (3) struktur percakapan meliputi giliran bicara, jeda, dan t
Dokumen tersebut membahas tentang situasi tutur dalam analisis pragmatik dan linguistik struktural, termasuk aspek-aspek situasi tutur menurut Leech, peristiwa tutur, syarat-syarat peristiwa tutur menurut Hymes, dan perbedaan antara analisis linguistik struktural dan analisis pragmatik pada contoh wacana iklan.
PENERAPAN PRINSIP KERJA SAMA PADA PERCAKAPAN LISAN TIDAK RESMI MAHASISWANurulbanjar1996
Prinsip kerja sama adalah prinsip yang mengatur apa yang harus dilakukan oleh peserta tutur agar percakapannya terdengar koheren. Menurut Rustono (1999:53) penutur yang tidak memberikan kontribusi terhadap koherensi percakapan sama dengan tidak mengikuti prinsip kerja sama.
Dokumen tersebut membahas tentang kalimat efektif, yaitu kalimat yang dapat menyampaikan maksud penulis secara tepat dan mudah dipahami pembaca. Dibahas pula pengertian, ciri-ciri, dan syarat kalimat efektif seperti sesuai kaidah bahasa, jelas, dan mudah dipahami."
Peristiwa tutur adalah terjadinya atau berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak yaitu penutur dan lawan tutur, dengan satu pokok tuturan,di dalam, tempat, dan situasi tertentu. Jadi interaksi yang berlangsung antara seorang pedagang dan pembeli di pasar pada waktu tertentu mengunakan bahasa sebagai alat komunikasinya adalah sebuah peristiwa tutur. Peristiwa serupa kita dapati juga dalam acara diskusi di ruang kuliah, rapat dinas di kantor, sidang di pengadilan, dan sebagainya.
Bagaimana percakapan di bus kota atau sedang di kereta api yang terjadi di antara penumpang yang tidak saling kenal (pada mulanya) dengan topik pembicaraan tidak menentu, tanpa tujuan, dengan ragam bahasa yang berganti-ganti, apakah dapat juga di sebut sebagai peristiwa tutur? Secara sosiolinguistik percakapan tersebut tidak dapat dikatakan sebagai peristiwa tutur, sebab pokok percakapan tidak menentu (berganti-ganti menurut situasi), tanpa tujuan dilakukan oleh orang-orang yang tidak segaja untuk bercakap-cakap, dan mengunakan ragam bahasa yang berganti-ganti. Sebuah percakapan baru dapat di sebut sebagai sebuah peristiwa tutur kalau memenuhi syarat.
Menurut Dell Hymes (1972) seorang pakar sosiolinguistik terkenal, bahwa suatu peristiwa tutur mempunyai delapan komponen, dan dibentuk menjadi akronim SPEAKING (diangkat dari Wadhaugh 1990):
Makalah ini membahas tentang kalimat efektif, yang didefinisikan sebagai kalimat yang dapat mengungkapkan gagasan secara tepat dan dapat dipahami oleh pembaca. Makalah ini menjelaskan pengertian, ciri-ciri, dan contoh kalimat efektif serta faktor yang dapat menyebabkan kalimat menjadi kurang efektif.
Kalimat efektif adalah kalimat yang dapat mewakili pikiran penulis secara tepat dan mudah dipahami oleh pembaca. Kalimat efektif memiliki ciri-ciri seperti kesejajaran, kehematan, penekanan, kelogisan, kesepadanan, keparalelan, dan penggunaan kata yang tepat. Struktur kalimat efektif harus jelas dan kata-katanya diurutkan sesuai aturan bahasa.
Analisis wacana mencakup sejumlah aktivitas yang sangat luas, mulai dari penyelidikan yang sempit fokusnya tentang bagaimana kata-kata seperti ‘oh’ atau ‘well’ digunakan dalam membicarakan sambil lalu, hingga kajian terhadap ideologi yang dominan dalam suatu kebudayaan sebagaimana direpresentasikan, misalnya dalam praktik-praktik pendidikan atau politiknya. Bila dibatasi pada masalah-masdalah linguistik, analisis wacana terfokus pada rekaman/catatan (lisan atau tulis proses untuk menggunakan bahasa dalam suatu konteks tertentu untuk mengekspresikan maksud. Biasanya ada banyak sekali kepentingan yang dicurahkan terhadap struktur wacana, dengan perhatian khusus yang dicurahkan pada apa yang membuat teks terbentuk dengan baik. Dalam prespektif kultural ini, fokusnya adalah pada topik-topik semacam ini, seperti hubungan eksplisit antara kalimat-kalimat dalam suatu teks yang menciptakan kohesi, atau pada unsur-unsur pengorganisasian teks yang merupakan ciri khas pengisahan cerita, misalnya sebagai ciri yang berbeda dari pengekspresian opini dan tipe-tipe teks lainnya.
Namun, dalam kajian wacana ini, perspektif pragmatik lebih dikhususkan. Prespektif ini cenderung memiliki fokus yang khusus pada aspek-aspek apa yang tidak dikatakan atau tidak ditulis (namun dikomunikasikan) dalam wacana yang sedang dianalisis. Agar dapat menyelidiki pragmatik wacana, kita terutama harus menguasai masalah-masalah interaksi sosial dan analisis percakapan, menatap kembali bentuk-bentuk dan struktur-struktur yang ada dalam teks, dan jauh lebih banyak memperhatikan konsep-konsep psikologis, seperti pengetahuan latar belakang keyakinan-keyakinan, dan harapan-harapan. Dalam pragmatik wacana, kita selalu mengenali apa yang ada dalam benak penutur atau penulis.
Makalah bahasa indonesia kalimat efektifwahyu islami
Makalah ini membahas tentang kalimat efektif dengan menjelaskan pengertian, ciri-ciri, dan contoh kalimat efektif dan tidak efektif. Beberapa ciri kalimat efektif yang dijelaskan adalah kesepadanan subjek dan predikat, ide pokok, penggunaan partikel, dan kesejajaran struktur kalimat."
Diksi adalah pemilihan kata yang tepat untuk menyampaikan gagasan dengan efek tertentu. Diksi melibatkan penguasaan kosakata yang luas dan kemampuan membedakan nuansa makna kata sesuai konteks. Syarat pemilihan kata meliputi makna, tingkat khusus/umum, konkrit/abstrak, sinonim, ilmiah/populer.
Ciri Kebahasaan Bahasa Indonesia Keilmuan Ragam FormalYunita Siswanti
Dokumen tersebut membahas tentang ciri kebahasaan ragam formal dalam bahasa Indonesia keilmuan. Terdapat beberapa ciri ragam formal seperti penggunaan kosakata, bentukan kata, dan kalimat yang formal. Ragam formal memiliki kosakata yang resmi dan bentukan kata serta kalimat yang lengkap dan sesuai dengan aturan bahasa Indonesia.
Makalah ini membahas tentang pengertian, ciri-ciri, syarat, dan struktur kalimat efektif. Kalimat efektif didefinisikan sebagai kalimat yang dapat menyampaikan gagasan penutur secara tepat sehingga mudah dipahami oleh pendengar. Ciri-ciri kalimat efektif antara lain kesejajaran, kehematan, penekanan, kelogisan, kesepadanan, keparalelan, dan ketegasan. Syarat kalimat
This document provides a final project proposal for a study on the formation of new words in English through shortening and compounding. The proposal includes background on changes in the English language over time. It states that the purpose is to document new word formation through morphological processes like compounding. The proposal outlines the research questions, data sources, methodology, and anticipated structure of the final paper. The research will analyze new word formation in English and contribute to the field of morphological analysis.
Dokumen tersebut membahas tentang pengertian kebakaran hutan, faktor penyebabnya, bentuk-bentuk kebakaran hutan, kebijakan pemerintah dalam pengelolaan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan sesuai dengan peraturan perundang-undangan lingkungan hidup dan kehutanan. Dokumen juga menjelaskan struktur organisasi penanggulangan kebakaran hutan di Kabupaten Rokan Hilir.
Pedoman penyusunan penulisan proposal penelitian dan skripsiMelwin Syafrizal
Buku pedoman ini membahas tentang pedoman penyusunan proposal penelitian dan skripsi bagi mahasiswa program studi S1 Sistem Informasi dan Teknik Informatika di STMIK AMIKOM Yogyakarta. Buku ini memberikan panduan mengenai definisi skripsi, tujuan, sasaran penilaian, syarat-syarat, topik, alur penyusunan, dan tahapan penyusunan proposal hingga penulisan skripsi mulai dari bagian awal, bagian utama, hingga bagian akhir
Format prosposal teknis dak kebakaran (1)MazRio Sekayu
Dokumen tersebut memberikan data teknis mengenai sarana prasarana pemadam kebakaran di suatu daerah. Terdapat informasi mengenai kondisi daerah, intensitas kebakaran, kondisi prasarana dan sarana, struktur organisasi, serta pegawai pemadam kebakaran di daerah tersebut.
Kalimat efektif adalah kalimat yang dapat mewakili pikiran penulis secara tepat dan mudah dipahami oleh pembaca. Kalimat efektif memiliki ciri-ciri seperti kesejajaran, kehematan, penekanan, kelogisan, kesepadanan, keparalelan, dan penggunaan kata yang tepat. Struktur kalimat efektif harus jelas dan kata-katanya diurutkan sesuai aturan bahasa.
Analisis wacana mencakup sejumlah aktivitas yang sangat luas, mulai dari penyelidikan yang sempit fokusnya tentang bagaimana kata-kata seperti ‘oh’ atau ‘well’ digunakan dalam membicarakan sambil lalu, hingga kajian terhadap ideologi yang dominan dalam suatu kebudayaan sebagaimana direpresentasikan, misalnya dalam praktik-praktik pendidikan atau politiknya. Bila dibatasi pada masalah-masdalah linguistik, analisis wacana terfokus pada rekaman/catatan (lisan atau tulis proses untuk menggunakan bahasa dalam suatu konteks tertentu untuk mengekspresikan maksud. Biasanya ada banyak sekali kepentingan yang dicurahkan terhadap struktur wacana, dengan perhatian khusus yang dicurahkan pada apa yang membuat teks terbentuk dengan baik. Dalam prespektif kultural ini, fokusnya adalah pada topik-topik semacam ini, seperti hubungan eksplisit antara kalimat-kalimat dalam suatu teks yang menciptakan kohesi, atau pada unsur-unsur pengorganisasian teks yang merupakan ciri khas pengisahan cerita, misalnya sebagai ciri yang berbeda dari pengekspresian opini dan tipe-tipe teks lainnya.
Namun, dalam kajian wacana ini, perspektif pragmatik lebih dikhususkan. Prespektif ini cenderung memiliki fokus yang khusus pada aspek-aspek apa yang tidak dikatakan atau tidak ditulis (namun dikomunikasikan) dalam wacana yang sedang dianalisis. Agar dapat menyelidiki pragmatik wacana, kita terutama harus menguasai masalah-masalah interaksi sosial dan analisis percakapan, menatap kembali bentuk-bentuk dan struktur-struktur yang ada dalam teks, dan jauh lebih banyak memperhatikan konsep-konsep psikologis, seperti pengetahuan latar belakang keyakinan-keyakinan, dan harapan-harapan. Dalam pragmatik wacana, kita selalu mengenali apa yang ada dalam benak penutur atau penulis.
Makalah bahasa indonesia kalimat efektifwahyu islami
Makalah ini membahas tentang kalimat efektif dengan menjelaskan pengertian, ciri-ciri, dan contoh kalimat efektif dan tidak efektif. Beberapa ciri kalimat efektif yang dijelaskan adalah kesepadanan subjek dan predikat, ide pokok, penggunaan partikel, dan kesejajaran struktur kalimat."
Diksi adalah pemilihan kata yang tepat untuk menyampaikan gagasan dengan efek tertentu. Diksi melibatkan penguasaan kosakata yang luas dan kemampuan membedakan nuansa makna kata sesuai konteks. Syarat pemilihan kata meliputi makna, tingkat khusus/umum, konkrit/abstrak, sinonim, ilmiah/populer.
Ciri Kebahasaan Bahasa Indonesia Keilmuan Ragam FormalYunita Siswanti
Dokumen tersebut membahas tentang ciri kebahasaan ragam formal dalam bahasa Indonesia keilmuan. Terdapat beberapa ciri ragam formal seperti penggunaan kosakata, bentukan kata, dan kalimat yang formal. Ragam formal memiliki kosakata yang resmi dan bentukan kata serta kalimat yang lengkap dan sesuai dengan aturan bahasa Indonesia.
Makalah ini membahas tentang pengertian, ciri-ciri, syarat, dan struktur kalimat efektif. Kalimat efektif didefinisikan sebagai kalimat yang dapat menyampaikan gagasan penutur secara tepat sehingga mudah dipahami oleh pendengar. Ciri-ciri kalimat efektif antara lain kesejajaran, kehematan, penekanan, kelogisan, kesepadanan, keparalelan, dan ketegasan. Syarat kalimat
This document provides a final project proposal for a study on the formation of new words in English through shortening and compounding. The proposal includes background on changes in the English language over time. It states that the purpose is to document new word formation through morphological processes like compounding. The proposal outlines the research questions, data sources, methodology, and anticipated structure of the final paper. The research will analyze new word formation in English and contribute to the field of morphological analysis.
Dokumen tersebut membahas tentang pengertian kebakaran hutan, faktor penyebabnya, bentuk-bentuk kebakaran hutan, kebijakan pemerintah dalam pengelolaan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan sesuai dengan peraturan perundang-undangan lingkungan hidup dan kehutanan. Dokumen juga menjelaskan struktur organisasi penanggulangan kebakaran hutan di Kabupaten Rokan Hilir.
Pedoman penyusunan penulisan proposal penelitian dan skripsiMelwin Syafrizal
Buku pedoman ini membahas tentang pedoman penyusunan proposal penelitian dan skripsi bagi mahasiswa program studi S1 Sistem Informasi dan Teknik Informatika di STMIK AMIKOM Yogyakarta. Buku ini memberikan panduan mengenai definisi skripsi, tujuan, sasaran penilaian, syarat-syarat, topik, alur penyusunan, dan tahapan penyusunan proposal hingga penulisan skripsi mulai dari bagian awal, bagian utama, hingga bagian akhir
Format prosposal teknis dak kebakaran (1)MazRio Sekayu
Dokumen tersebut memberikan data teknis mengenai sarana prasarana pemadam kebakaran di suatu daerah. Terdapat informasi mengenai kondisi daerah, intensitas kebakaran, kondisi prasarana dan sarana, struktur organisasi, serta pegawai pemadam kebakaran di daerah tersebut.
This document discusses implicature and entailment. It defines implicature as what is suggested in an utterance, even if not directly expressed or implied. There are two types of implicature: conversational and conventional. Conversational implicature relies on conversational principles while conventional implicature is part of a lexical item's meaning. Entailment is the relationship between sentences where the truth of one requires the truth of the other due to word meanings. There are also different types and classifications of entailment.
Bahasa Indonesia ragam ilmiah memiliki beberapa karakteristik seperti cendekia, lugas dan jelas, menghindari kalimat fragmentaris, bertolak dari gagasan, formal dan objektif, ringkas dan padat, serta konsisten. Karakteristik tersebut mencakup penggunaan kata dan kalimat yang tepat, jelas, dan menghindari unsur subjektivitas untuk dapat menyampaikan informasi secara ilmiah.
Makalah ini membahas tentang diksi dan penerapannya dalam karya ilmiah. Terdapat beberapa poin pembahasan seperti pengertian diksi, jenis-jenis makna kata, perbedaan kata umum dan khusus, serta penerapan diksi dalam kalimat. Makalah ini bertujuan agar mahasiswa dapat menggunakan bahasa dan kata yang tepat dalam menulis karya ilmiah.
Makalah ini membahas tentang kalimat efektif dengan 3 poin utama:
1. Mengdefinisikan kalimat efektif dan tidak efektif
2. Menguraikan ciri-ciri kalimat efektif seperti kesepadanan, subjek dan predikat, ide pokok, dan penggabungan kalimat
3. Memberikan contoh kalimat efektif dan tidak efektif
Makalah ini membahas tentang hakikat, jenis, dan relasi makna. Beberapa jenis makna yang dijelaskan adalah makna leksikal, gramatikal, referensial, nonreferensial, denotatif, konotatif, kata, dan istilah. Relasi makna mencakup sinonimi, antonimi, dan oposisi.
Dokumen tersebut membahas tentang hakikat dan jenis-jenis makna, serta relasi antara makna. Secara garis besar, dibahas tentang makna leksikal dan gramatikal, makna referensial dan nonreferensial, makna denotatif dan konotatif, serta berbagai relasi antar makna seperti sinonim, antonim, dan oposisi.
Analisis simantik, lesikal, dan sintaksis Alkitab Perjanjian Lama membantu memahami makna teks dengan lebih mendalam. Metode yang dijelaskan meliputi mengenali bentuk sastra, struktur teks, hubungan antar kata, makna kata secara individu, dan sintaksis. Perikop paralel juga membantu menentukan makna kata yang kabur.
Dokumen tersebut membahas tentang diksi dan makna kata. Diksi diartikan sebagai pilihan kata pengarang untuk menggambarkan cerita dengan memperhatikan dua hal, yakni makna kata dan relasi antar makna. Makna kata terbagi menjadi beberapa kelompok seperti makna leksikal, gramatikal, referensial, dan lainnya. Relasi makna meliputi hubungan antonim, sinonim, hiponim, dan sebagainya.
Makalah ini membahas tentang kalimat efektif dengan merangkum beberapa poin penting sebagai berikut:
1. Mengdefinisikan kalimat efektif sebagai kalimat yang dapat menyampaikan gagasan penulis secara tepat dan mudah dipahami pembaca
2. Menguraikan ciri-ciri kalimat efektif seperti kesejajaran, penekanan, kehematan, kelogisan, kesepadanan, dan keparalelan
3. Menj
1. Contoh Proposal Skripsi
✭✭✭✭✭✭✭✭✭✭✭✭✭✭✭✭✭✭✭✭✭✭✭✭
✭✭✭✭✭
Quote:
Contoh Proposal Skripsi
Analisis Makna Implisit Pada Novel Harry Potter and The Prisoner
Of Azkaban Karya J. K. Rowling Dan Terjemahannya
diajukan untuk dipertahankan dalam Sidang Ujian Sarjana Jurusan Sastra Inggris Fakultas
Sastra Universitas Padjadjaran
Aldo Elam M
H1D96210
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS SASTRA
JURUSAN SASTRA INGGRIS
BANDUNG 2001
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul Analisis Makna Implisit pada Novel Harry Potter and the Prisoner of
Azkaban Karya J. K. Rowling dan Terjemahannya. Objek penelitian ini adalah kalimat-
kalimat yang mengandung makna implisit pada novel tersebut. Kalimat yang mengandung
makna implisit diambil sebagai data dan dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif
komparatif. Novel yang berjudul Harry Potter and the Prisoner of Azkaban ini ditulis oleh J.
K. Rowling dan dialihbahasakan oleh Listiana Srisanti ke bahasa Indonesia dengan judul
Harry Potter Dan Tawanan Azkaban.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari penerjemahan makna implicit dari
bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) makna
implisit harus diterjemahkan secara eksplisit apabila sistem dalam bahasa sasaran
mengharuskannya, namun (2) makna implisit dapat juga diterjemahkan secara eksplisit
2. apabila sistem bahasa sasaran memungkinkannya, yang terakhir adalah (3) makna implicit
harus diterjemahkan eksplisit jika menyebabkan ketaksaan atau ketidakjelasan makna dalam
hasil terjemahannya.
Untuk mempermudah dalam persetujuan dari dosen mengenai skripsi yang akan kita bahas
lebih baik dalam pengajuan proposal skripsi ditunjukan sistematikanya seperti contoh
dibawah ini:
DAFTAR ISI
ABSTRAK
ABSTRACT
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
1.2 Identifikasi Masalah
1.3 Tujuan Penelitian
1.4 Kegunaan Penelitian
1.5 Kerangka Pemikiran
1.6 Metode Penelitian
1.7 Lokasi dan Waktu Penelitian
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Makna
2.1.1 Perubahan Makna
2.1.2 Jenis Makna
2.2 Makna Implisit
2.2.1 Makna Referensial Implisit
2.2.1.1 Referen Persona
3. 2.2.1.2 Referen Demonstratif
2.2.1.3 Referen Komparatif
2.2.2 Makna Organisasional Implisit
2.2.2.1 Kata Substitusi
2.2.2.2 Kalimat Elipsis
2.2.2.3 Kalimat Pasif
2.2.3 Makna Situasional Implisit
2.2.3.1 Makna Situasional Implisit Akibat Faktor Budaya
2.2.3.2 Makna Situasional Implisit karena Gerakan Isyarat saat Ujaran
2.2.3.3 Makna Situasional Implisit yang Disebabkan Waktu dan Tempat Terjadinya
Komunikasi
2.2.3.4 Makna Situasional Implisit Akibat Hubungan Penutur dan Penanggap
2.3 Penerjemahan
2.3.1 Metode Penerjemahan
2.3.2 Penerjemahan Makna Implisit
BAB III OBJEK PENELITIAN
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Makna Referensial Implisit
4.1.1 Referen Persona Implisit Diterjemahkan Secara Eksplisit
4.1.2 Referen Persona Implisit Diterjemahkan Menjadi Referen Persona
4.1.3 Referen Demonstratif Implisit Diterjemahkan Secara Eksplisit
4.1.4 Referen Demonstratif Implisit Diterjemahkan Menjadi Referen Demonstratif
4.1.5 Referen Komparatif Implisit Diterjemahkan Secara Eksplisit
4.1.6 Referen Komparatif Implisit Diterjemahkan Menjadi Referen Komparatif
4.2 Makna Organisasional Implisit
4. 4.2.1 Kalimat Elipsis Diterjemahkan Secara Eksplisit
4.2.2 Kalimat Elipsis Diterjemahkan Menjadi Kalimat Elipsis
4.2.3 Kalimat Pasif Diterjemahkan Secara Eksplisit
4.2.4 Kalimat Pasif Diterjemahkan Menjadi Kalimat Pasif
4.2.5 Kata Substitusi Diterjemahkan Secara Eksplisit
4.2.6 Kata Substitusi Diterjemahkan Menjadi Kata Substitusi
4.3 Makna Situasional Implisit
4.3.1 Makna Situasional Implisit Akibat Faktor Budaya Diterjemahkan Menjadi Makna
tuasional Akibat Faktor Budaya
4.3.2 Makna Situasional Implisit Akibat Faktor Budaya Diterjemahkan Secara Eksplisit 65
4.3.3 Makna Situasional Implisit karena Gerakan Isyarat saat Ujaran Diterjemahkan Menjadi
Makna Situasional karena Gerakan Isyarat saat Ujaran
4.3.4 Makna Situasional Implisit yang Disebabkan Waktu dan Tempat Komunikasi
diterjemahkan Menjadi Makna Situasional yang Disebabkan Waktu dan Tempat Komunikasi
4.3.5 Makna Situasional Implisit yang Disebabkan Waktu dan Tempat Komunikasi
diterjemahkan Secara Ekplisit
4.3.6 Makna Situasional Implisit Akibat Hubungan Penutur dan Penanggap Diterjemahkan
Menjadi Makna Situasional Akibat Hubungan Penutur dan Penanggap
BAB V SIMPULAN
SYNOPSIS
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BIODATA
Pada tahap selanjutnya yaitu penulisan pada bab pertama, penulisan proposal skripsi dalam
bab ini lebih mengutamakan dari garis beras yang tertera dalam skripsi yang akan diajukan
sehingga persetujuan itu akan lebih cepat terealisasi adapun sistematikan penulisannya seperti
contoh dibawah ini yaitu berisikan antara lain:
BAB I
PENDAHULUAN
5. I.1 Latar Belakang Masalah
Penerjemahan sangat mutlak diperlukan dalam era informasi dan komunikasi yang bergerak
cepat seperti saat ini. Proses penerjemahan dan hasil-hasilnya dapat dilihat tersebar dalam
segala bidang, mulai dari bidang pendidikan sampai hiburan. Buku, film dan berbagai media
pembawa informasi lainnya yang dibuat tidak dalam bahasa asli memerlukan suatu proses
penerjemahan. Penerjemahan sendiri merupakan suatu proses penyampaian informasi dari
bahasa sumber ke dalam padanan yang sesuai pada bahasa sasaran.
Suatu hasil penerjemahan dapat dianggap berhasil apabila pesan, pikiran, gagasan, dan
konsep yang ada dalam bahasa sumber dapat disampaikan ke dalam bahasa sasaran secara
utuh. Hal ini akan sulit dilakukan karena adanya perbedaan pada sistem bahasa dan budaya
antara bahasa sumber dan bahasa sasaran. Seorang penerjemah yang baik tidak hanya harus
dapat mengatasi perbedaan sistem bahasa dan budaya, tetapi ia juga harus dapat menangkap
pesan implisit atau amanat yang ada di bahasa sumber dan menyampaikannya kembali ke
dalam bahasa sasaran. Hal ini menjadi penting karena keutuhan suatu teks sedikit banyak
dipengaruhi oleh adanya pesan atau makna implicit yang terdapat didalamnya.
Untuk dapat menangkap pesan implisit dengan baik, diperlukan kemampuan untuk mengenali
berbagai macam makna dan cara-cara menerjemahkannya. Di dalam teks, ada kalanya makna
tidak disampaikan secara eksplisit. Makna-makna yang seperti ini disebut dengan makna
implisit atau tersirat. Berikut adalah contoh makna implisit:
“So when you told her, you were actually face to face with her?”
“Yes”
“In a position to see her reaction to the news?”
“Yes”
Jawaban dari kedua kalimat pertanyaan di atas adalah “Yes”. Kedua kata tersebut persis
sama, tetapi apabila dilakukan pengkajian lebih lanjut lagi ternyata makna implicit yang
terkandung dalam kedua “Yes” tadi berbeda satu dengan lainnya. Penerjemah yang baik
harus terampil dalam menangkap berbagai makna implicit yang terdapat pada sebuah teks.
Kemampuan ini mutlak diperlukan agar tidak terjadi ketaksaan sehingga pembaca yang
membaca hasil terjemahan berupa novel ini tidak mengalami kebingungan dalam memahami
pesan novel tersebut. Penyampaian makna implisit tadi ke dalam bahasa sasaran juga
merupakan hal yang tidak kalah pentingnya. Hal-hal inilah yang telah memotivasi penulis
untuk meneliti lebih dalam lagi mengenai masalah makna implisit dalam terjemahan.
I.2 Identifikasi Masalah
Masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah baik tidaknya penerjemahan makna
implisit pada novel Harry Potter and the Prisoner of Azkaban karya J.K. Rowling. Dalam
analisis akan dibahas penerjemahan makna implisit dari bahasa sumber (bahasa Inggris) ke
terjemahannya dalam bahasa sasaran (bahasa Indonesia). Juga yang akan dilihat adalah
upaya-upaya yang dilakukan penerjemah dalam mengalihbahasakan berbagai bentuk makna
6. implisit sehingga keutuhan teks dan makna yang ingin disampaikan tetap terjaga. Sebagai
landasan penelitian, penulis mengambil teori mengenai makna implicit milik Larson yang
dikutip dari buku Meaning-Based Translation: A Guide to Cross-Language Equivalence.
Dalam buku ini Larson membagi makna implisit menjadi makna implisit referensial, makna
implisit organisasional dan makna implisit situasional. Dalam menerjemahkan ketiga jenis
makna implisit tadi dibutuhkan keterampilan untuk mencari padanannya dan kemampuan
untuk membuat keputusan yang tepat dalam menentukan apakah makna tadi akan
diekplisitkan atau tidak. Sehubungan dengan hal
tersebut ada tiga masalah yang dikaji dalam skripsi ini:
1. Menerjemahkan makna implisit referensial. Dalam menerjemahkan makna implicit
referensial penerjemah harus mengetahui referen yang dimaksud terlebih dahulu sebelum
memutuskan apakah penerjemahan ini harus dieksplisitkan atau tidak.
2. Menerjemahkan makna implisit organisasional. Dalam menerjemahkan makna implisit
organisasional struktur bahasa yang dipakai harus diperhatikan. Apabila struktur bahasa
tersebut mengimplisitkan sesuatu maka harus dipertimbangkan mengenai perlu tidaknya
untuk mengeksplisitkan hal tersebut ke dalam bahasa sasaran.
3. Menerjemahkan makna implisit situasional. Situasi yang terjadi pada saat ujaran
merupakan kunci dalam menerjemahkan makna implisit situasional. Apabila dirasakan situasi
yang dimaksud sudah cukup jelas maka makna implisit tersebut tidak perlu dieksplisitkan.
I.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui makna implisit referensial, makna implisit
organisasional dan makna implisit situasional yang ada di novel Harry Potter and the Prisoner
of Azkaban dan terjemahannya, juga untuk mengetahui bagaimana ketiga makna tersebut
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia serta untuk mengetahui penyesuaian yang
diperlukan oleh penerjemah dalam menyampaikan makna-makna implisit tadi ke dalam
bahasa Indonesia sebagai bahasa sasarannya sehingga dapat ditarik simpulan secara umum
mengenai penerjemahan makna implisit dalam novel tersebut.
I.4 Kegunaan Penelitian
Penelitian ini berguna untuk memahami mengenai penerjemahan makna implicit sehingga
seorang penerjemah dapat belajar lebih banyak mengenai makna implisit dan berbagai teknik
untuk menerjemahkan makna implisit dengan baik tanpa menimbulkan ambiguitas atau
kerancuan. Penelitian ini juga diharapkan dapat membantu terbentuknya penerjemahan yang
lebih baik, khususnya untuk penerjemahan yang berhubungan dengan makna implisit.
I.5 Kerangka Pemikiran
Seorang penerjemah harus dapat menjaga keutuhan teks yang diterjemahkannya. Salah satu
cara untuk tetap menjaga keutuhan teks adalah dengan memperhatikan benar-benar berbagai
penggunaan makna implisit pada teks yang dibuat oleh pengarang. Penerjemah juga harus
dapat memindahkan makna-makna implisit yang ada pada suatu teks dengan piawai sehingga
apa yang dimaksudkan oleh pengarang dapat disampaikan tanpa distorsi kepada pembaca
dalam bahasa sasaran. Larson membagi makna implisit menjadi tiga macam yaitu: makna
referensial implisit, makna organisasional implisit dan makna implisit situasional (1984: 34-
7. 37). Analisis akan dibagi berdasarkan ketiga macam makna implisit ini. Makna referensial
implisit dapat ditemukan dalam kalimat yang memiliki pronomina persona, pronomina
posesif, dan pronomina refleksif terutama yang dalam kata-kata seperti it, he, she, they,. Juga
ditemukan dalam kata demonstratif seperti this atau that. Artikel the juga merupakan salah
satu kata yang memiliki makna implisit, demikian pula halnya dengan kata-kata komparatif
seperti some, most, different, dan more. Kalimat yang mengandung makna implisit
organisasional dapat ditemukan dalam susunan kalimat elipsis dan kalimat pasif sistem
bahasa sumber. Selain itu dapat juga ditemukan dalam kalimat yang memiliki kata substitusi
seperti one, did, so, do, dan not.
Sedangkan makna situasional implisit ditemukan dalam situasi percakapan. Situasi yang
dimaksud adalah hubungan antara penutur dan penanggap, latar belakang budaya, tempat
berlakunya proses komunikasi, waktu terjadinya ujaran, usia dan jenis kelamin, situasi sosial
penutur dan penanggap, praduga yang muncul dalam situasi berkomunikasi dan gerakan
isyarat yang terjadi selama proses komunikasi berlangsung. Dalam skripsi ini faktor-faktor
yang cukup banyak tadi akan dibatasi sehingga analisis makna situasional implisit terdiri dari
empat bagian, yaitu makna implisit yang timbul akibat faktor budaya, gerakan isyarat, waktu
dan tempat komunikasi, serta hubungan penutur dan penanggap. Untuk menganalisis
penerjemahan makna implisit, penulis mengumpulkan berbagai data dan membahasnya
sesuai dengan aturan yang berlaku pada bahasa sasaran sehingga dapat diketahui apakah
penerjemahan tersebut telah sesuai dengan aturan yang berlaku pada bahasa sasaran, timbul
tidaknya kerancuan dan terjaga tidaknya keutuhan teks asli.
I.6 Metode Penelitian
Metode yang diambil dalam peneltian ini adalah metode deskriptif dan komparatif. Masalah
yang terkumpul pada data akan diklasifikasikan untuk kemudian dibahas secara objektif. Lalu
dibandingkan dan dianalisis berdasarkan teori-teori yang diuraikan pada Bab II. Analisis akan
menjelaskan apakah cara penerjemahan makna implisit pada data tidak menimbulkan
kerancuan makna, cukup jelas untuk dipahami, telah sesuai dengan aturan pada bahasa
sasaran dan juga tidak menyimpang dari teori-teori yang berlaku.
1.7 Lokasi dan Waktu Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian studi pustaka, yaitu
dengan membaca dan mempelajari buku-buku yang erat kaitannya dengan pembahasan
masalah sehingga diperoleh berbagai teori dan referensi yang mendukung penganalisisan
data. Penelitian ini banyak dilakukan di perpustakaan yang ada di kota Bandung.
Perpustakaan-perpustakaan tersebut antara lain perpustakaan Jurusan Sastra Inggris Fakultas
Sastra UNPAD, perpustakaan Ekstensi Fakultas Sastra UNPAD dan koleksi umum UPT
perpustakaan ITB. Sedangkan waktu yang diperlukan dalam membuat penelitian ini kurang
lebih empat bulan.
Memasuki pada bab selanjutnya yaitu bab ketiga, penulisan proposal skripsi itu dibuat inti
permasalahan yang akan diangkat saja tidak mengutamakan atau membuat garis berasanya
tetapi hanya berisikan apa saja yang akan dibahas serta hal tersebut akan mempermudah kita
dalam penyususnannya, seperti contoh dibawah ini.
BAB II
8. TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini akan menjelaskan tentang:
1. Pengertian Makna
* Perubahan Makna
* Jenis Makna
2. Makna Implisit
* Makna Referensial Implisit
1. Referen Persona
2. Referen Demonstratif
3. Refere n Komparatif
* Makna Organisasional Implisit
1. Kata Substitusi
2. Kalimat Elipsis
3. Kalimat Pasif
* Makna Situasional Implisit
1. Makna Situasional Implisit Akibat Faktor Budaya
2. Makna Situasional Implisit karena Gerakan Isyarat saat Ujaran
3. Makna Situasional Implisit Akibat Hubungan Penutur dan Penanggap
3. Penerjemahan
* Metode Penerjemahan
* Penerjemahan Makna Implisit
Pada bab ketiga lebih mengedepankan tentang objek penelitian yang akan dilakukan sehingga
bisa diketahui oleh dosen pembimbing yang nantinya akan dilihat lebih jauh lagi. seperti
contoh dibawah ini:
BAB III
OBJEK PENELITIAN
Pada bab ini akan membahas tentang objek penelitian.
Pada bab yang bisa dikatakan merupakan bab isi yang terakhir, disini yang akan dibahas
merupakan hal yang menujuk atau mendukung dari skripsi yang diajukan sehingga penguatan
ataupun referensi dari skripsi itu dapat dipertahankan. Seperti contoh dibawah ini dan sekali
lagi hanya berisikan pada hal – hal yang akan dibahas:
9. BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan diuraikan penelitian dan pembahasan mengenai penerjemahan makna
implisit.
1. Makna Referensial Implisit
* Referen Persona Implisit Diterjemahkan Secara Eksplisit
* Referen Persona Implisit Diterjemahkan Menjadi Referen Persona
* Referen Demonstratif Implisit Diterjemahkan Secara Eksplisit
* Referen Demonstratif Implisit Diterjemahkan Menjadi Referen Demonstratif
* Referen Komparatif Implisit Diterjemahkan Secara Eksplisit
* Referen Komparatif Implisit Diterjemahkan Menjadi Referen Komparatif
2. Makna Organisasional Implisit
* Kalimat Elipsis Diterjemahkan Secara Eksplisit
* Kalimat Elipsis Diterjemahkan Menjadi Kalimat Elipsis
* Kalimat Pasif Diterjemahkan Secara Eksplisit
* Kalimat Pasif Diterjemahkan Menjadi Kalimat Pasif
* Kata Substitusi Diterjemahkan Secara Eksplisit
* Kata Substitusi Diterjemahkan Menjadi Kata Substitusi
3. Makna Situasional Implisit
* Makna Situasional Implisit Akibat Faktor Budaya Diterjemahkan Menjadi Makna
Situasional Akibat Faktor Budaya
* Makna Situasional Implisit akibat Faktor Budaya Diterjemahkan Secara Eksplisit
* Makna Situasional Implisit karena Gerakan Isyarat saat UjaranDiterjemahkan Menjadi
Makna Situasional karena Gerakan Isyarat saatUjaran
* Makna Situasional Implisit yang Disebabkan Waktu dan Tempat
KomunikasiDiterjemahkan Menjadi Makna Siuasional yang Disebabkan Waktu danTempat
Komunikasi
* Makna Situasional Implisit yang Disebabkan Waktu dan Tempat
KomunikasiDiterjemahkan Secara Eksplisit
* Makna Situasional Implisit Akibat Hubungan Penutur dan Penanggap. Diterjemahkan
Menjadi Makna Situasional Akibat Hubungan Penutur dan Penanggap
Yups akhirnya selesai juga, inilah bab terakhir yaitu bab kelima, tentunya berisikan
kesimpulan dari yang sudah dibahas semuannya, disini juga berisikan bagian lainnya seperti
contoh dibawah ini:
BAB V
KESIMPULAN
10. Pada bab ini akan membahas tentang kesimpulan dari bab-bab lainnya
Kesimpulan yang didapat mengenai penerjemahan makna implisit dalam sebuah novel adalah
sebagai berikut :
1. Makna implisit harus diterjemahkan secara eksplisit apabila sistem dari bahasa target
mengharuskannya.
2. Makna implisit dapat diterjemahkan secara eksplisit jika sistem dari bahasa target
memperbolehkannya.
3. Makna implisit harus diterjemahkan secara eksplisit apabila menimbulkan ketaksaan atau
kekaburan makna pada bahasa target.
Selain itu pada bab ini juga berisikan antara lain:
SYNOPSIS
DAFTAR PUSTAKA
KUMPULAN DATA
I. Makna Referensial Implisit
I.1 Referen Persona
I. 2 Referen Demonstratif
I.3 Referen Komparatif
II. Makna Organisasional Implisit
II. 1 Kalimat Elipsis
II. 2 Kalimat Pasif
II. 3 Kata Substitusi
III. Makna Implisit
III.1 Makna Implisit Situasional (Budaya)
III.2 Makna Impilisit Situasional (Gerakan Isyarat)
III.3 Makna Implisit Situasional (Waktu dan Tempat Komunikasi)
III.4 Makna Implisit Situasional (Hubungan Penutur dan Penanggap, Usia dan
Jenis Kelamin)
11. BIODATA
Informasi Umum
Berisikan;
Tempat / Tanggal Lahir :
Jenis Kelamin :
Berat / Tinggi :
Agama :
Kebangsaan / Suku :
Status :
Alamat :
Telp :
Pendidikan
Pendidikan Informal
Quote:
Contoh Proposal Skripsi
KONSTRUKSI PEMBERITAAN MEDIA DALAM MENGEMAS BERITA KEBAKARAN
HUTAN
(Analisis Framing Pemberitaan Kompas Online, Media Indonesia Online dan
Tempointeraktif)
BAB I
PENDAHULUAN
1. A. Latar Belakang Masalah
Kehadiran surat kabar merupakan pengembangan suatu kegiatan yang sudah lama
berlangsung dalam dunia diplomasi dan di lingkungan dunia usaha. Surat kabar pada masa
awal ditandai oleh wujud yang tetap, bersifat komersial (dijual secara bebas), memiliki
beragam tujuan (memberi informasi, mencatat, menyajikan adpertensi, hiburan, dan desas-
desus), bersifat umum dan terbuka.
Sejarah juga mencatat adanya kemajuan yang pesat dan menyeluruh dalam rangka
12. mewujudkan kebebasan mekanisme kerja pers. Kemajuan itu kadangkala menimbulkan
sistem pengendalian yang lebih ketat terhadap pers. Pembatasan hukum menggantikan tindak
kekerasan, termasuk penerapan beban fiskal. Dewasa ini, institusionalisasi pers dalam sistem
pasar berfungsi sebagai alat pengendali sehingga surat kabar modern sebagai badan usaha
besar justru menjadi lebih lemah dalam menghadapi semakin banyak tekanan dan campur
tangan.
Namun demikian sejak diberlakukannya Undang-Undang Pers No. 40 Tahun 1999 pengelola
pers di tanah air mulai merasakan keleluasaan dalam melakukan aktivitas jurnalistiknya.
Terlebih lagi, dengan dikeluarkannya kebijakan pemerintah yang membolehkan penerbitan
pers tanpa memerlukan surat izin, mendorong semakin meningkatnya jumlah penerbitan pers
(Rahayu, 2006: 1).
Dalam proses perkembangan kebudayaan manusia, komunikasi massa menjadi proses dan
bidang ilmu komunikasi yang mempunyai tingkat pengaruh yang cukup penting pada
kehidupan manusia sehari-hari (Wuryanto, 2006, Diakses 15 Januari 2007). Dapat dikatakan
bahwa dalam perkembangan manusia, komunikasi massa memainkan peranan penting bagi
perubahan dan dinamika sosial manusia. Berita, dalam konteks komunikasi massa yang
berkembang sampai sekarang, selalu muncul dalam benak dan pikiran manusia. Berita yang
disusun dalam benak manusia bukan merupakan peristiwa manusia. Berita bukan adalah
peristiwa itu sendiri. Berita merupakan usaha rekonstruksi kerangka peristiwa yang terjadi.
Berita dalam konteks komunikasi massa, lebih merupakan inti yang disesuaikan dengan
kerangka acuan yang dipertimbangkan agar peristiwa itu memiliki makna bagi para
pembacanya
Penyampaian sebuah berita ternyata menyimpan subjektivitas penulis. Bagi masyarakat biasa,
pesan dari sebuah berita akan dinilai apa adanya. Berita akan dipandang sebagai barang suci
yang penuh dengan objektivitas. Namun, berbeda dengan kalangan tertentu yang memahami
betul gerak pers. Mereka akan menilai lebih dalam terhadap pemberitaan, yaitu dalam setiap
penulisan berita menyimpan ideologis/latar belakang seorang penulis. Seorang penulis pasti
akan memasukkan ide-ide mereka dalam analisis terhadap data-data yang diperoleh di
lapangan.
Berita dalam kapasitasnya sebagai pembentuk dan dinamisator pengolahan interpretasi atas
peristiwa manusia, menjadi hal yang sangat penting dalam proses pembentukan konstruk
sosial. Berita, pada titik tertentu, sangat mempengaruhi manusia merumuskan pandangannya
tentang dunia. Pandangan terhadap dunia adalah bingkai yang dibuat oleh manusia untuk
menggambarkan tentang apa dan bagaimana dunia dipahami. Berbagai pengalaman hidup
manusia dimaknai dalam bingkai tersebut. Tanpa adanya bingkai yang jelas, kejadian,
peristiwa dan pengalaman manusia akan terlihat “kacau” dan chaos. Bingkai pengalaman
dapat dilihat sebagai “skenario awal” yang memposisikan setiap pengalaman dan peristiwa
dalam plot cerita yang kurang lebih runtut, rasional dan sistematis.
Berita muncul dalam benak manusia. Berita yang muncul dalam benak manusia itu bukan
suatu peristiwa, ia adalah sesuatu yang dicerap setelah peristiwa. Ia tidak identik dengan
peristiwa, melainkan upaya untuk merekonstruksi kerangka inti peristiwa tersebut. Inti yang
disesuaikan dengan kerangka acuan yang dipertimbangkan agar peristiwa ini memiliki ati
bagi pembaca. Berita adalah sebuah aspek komunikasi dan memiliki karakteritik-karakteristik
yang lazim dari proses itu (Sobur, 2006: v).
13. Peristiwa yang sama dapat diberi bingkai yang berbeda. Karakteristik tidak terbentuk begitu
saja, tetapi melalui proses yang bertahap. Dari proses mengenal masyarakat sebagai
konsumen media merupakan hal yang berpengaruh terhadap penentuan karakteristik media,
yang hasilnya apa yang penting bagi media yang satu belum tentu penting bagi media yang
lain, yang akan menghasilkan pemberitaan yang berbeda dari suatu peristiwa.
Paradigma konstruksionis memandang realitas sosial bukanlah realitas yang natural, tetapi
hasil dari konstruksi. Oleh karena itu, konsentrasi analisis pada paradigma konstruksionis
adalah menemukan bagaimana peristiwa atau realitas itu di konstruksi, dengan cara
paradigma itu dibentuk. Paradigma Peter D. Moss menyatakan bahwa wacana media massa,
berita surat kabar merupakan kerangka tertentu untuk memahami realitas sosial (Eriyanto,
2002: x).
Media menjadi arena sosial, tempat bertemunya pihak-pihak dengan kepentingan, latar
belakang, serta sudut pandang yang beragam. Masing-masing pihak berusaha menonjolkan
pendapat, pemikiran atau klaim tertentu agar diterima oleh khalayak. Media telah menjadi
arena perang simbolik pihak-pihak yang berkepentingan. Isi media adalah hasil para pekerja
mengkonstruksikan berbagai realitas yang dipilihnya (Sobur, 2006: 166).
Misalnya adalah peristiwa kebakaran hutan yang terjadi. Disini yang menjadi kontroversi
menjadi sorotan dan berita hangat di beberapa media nasional, surat kabar nasional yang
menyoroti masalah itu antara lain Kompas, Media Indonesia, dan Tempo ketiganya
merupakan surat kabar yang sudah mempunyai nama di Indonesia. Pemberitaan media
terhadap Kebakaran Hutan. Baik Media Indonesia, Kompas maupun Tempo melihat dan
menyajikan realitas tersebut ke dalam bentuk berita, yang mana ketiganya memiliki
komposisi pemberitaan yang berlainan dan cara tersendiri dalam membingkai dan
mengkonstruksi suatu pemberitaan mengenai Kebakaran Hutan. Karena baik Wartawan
Kompas, Media Indonesia dan Tempo mempunyai konstruksi pemberitaan Kebakaran Hutan
yang berbeda.
Adanya perbedaan dalam pemberitaan tersebut, secara langsung ataupun tidak langsung akan
membentuk karakteristik pada masing-masing media, yang mustahil sama antara media yang
satu dengan yang lain. Dampak perang simbolik ini tidak jarang menghasilkan efek
mendukung atau menentang yang dalam bentuk konkrit berupa penggambaran citra positif
mengenai diri sendiri atau kelompoknya dan negatif pada pihak lawan. Salah satu contoh
perang simbolik yang dapat diamati adalah pemberitaan mengenai kebakaran hutan. Masing-
masing media memberitakan dengan perspektif dan pemaknaan tertentu.
Bencana kebakaran hutan ataupun lahan pertanian merupakan bencana tahunan yang
berdampak pada munculnya bencana kabut asap selalu menggangu hingga ke negara
tetangga. Umumnya proses produksi berita dalam suatu institusi media mempertimbangkan
prinsip-prinsip nilai berita. Bahkan sebagian institusi media memiliki kriteria kelayakan
berita yang menjadi panduan jurnalis dalam mengemas berita. Itulah sebabnya mengapa
muncul adanya variasi content berita dalam sejumlah media massa dan bagaimana pengelola
menerapkan prinsip-prinsip nilai berita tersebut akan berimplikasi pada pada kualitas berita
yang diproduksi dan akan mempengaruhi hasil konstruksi suatu pemberitaan.
Oleh karena itu, diperlukan sebuah analisis tersendiri terhadap isi berita sehingga akan
14. diketahui latar belakang seorang penulis dalam menulis berita. Hal ini akan memberikan
dampak positif terhadap pembaca itu sendiri. Pembaca akan lebih memahami mengapakah
seorang penulis (atau institusi pers: Kompas, Media Indonesia, Pikiran Rakyat dan lain-lain)
menulis berita sehingga seminimal mungkin menghindari terjadinya respon yang reaksional.
1. B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam
penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :
Bagaimana konstruksi Kompas, Media Indonesia, dan Tempo dalam mengemas berita
kebakaran hutan?
1. C. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui bagaimana konstruksi Kompas, Media Indonesia, dan Tempo dalam
mengemas berita kebakaran hutan.
1. D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
1. Hasil dari penelitian ini diharapkan akan memberi manfaat sebagai tambahan pengetahuan
dalam memahami konstruksi media massa dalam mengemas suatu berita.
2. Dengan bekal ilmu yang telah diperoleh dibangku kuliah, peneliti ingin menyumbangkan
dan memperluas pengetahuan yang telah diperoleh, digunakan secara nyata untuk diterapkan
pada masyarakat atau lingkungan.
3. Manfaat Praktis
Quote:
Contoh Proposal Skripsi
IMPLIKASI BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NO.40 TAHUN 1999 TENTANG
PERS TERHADAP KEBEBASAN PERS
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bentuk dari hak publik jumlahnya banyak, salah satu diantaranya adalah hak publik untuk
mendapatkan informasi dimana hak tersebut merupakan hak asasi manusia yang sangat
hakiki, yang diperlukan untuk menegakkan keadilan dan kebenaran, memajukan
kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Salah satu sarana untuk
memperoleh informasi adalah dari pers, oleh karena itu sudah sepatutnya apabila
kemerdekaan pers dijamin melalui suatu undang-undang. Jaminan terhadap kemerdekaan
pers yang merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat dan menjadi unsur yang sangat
penting untuk menciptakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang
demokratis, adalah juga jaminan terhadap kemerdekaan mengeluarkan pikiran dan pendapat
sebagaimana tercantum dalam Pasal 28 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
15. Pertumbuhan dan perkembangan pers nasional korelatif atau memiliki hubungan satu sama
lain, dengan laju pertumbuhan dan perkembangan pembangunan nasional secara keseluruhan.
Di satu pihak, pers merupakan salah satu media pendukung keberhasilan pembangunan, di
lain pihak, pers banyak turut mengambil manfaat dari keberhasilan pembangunan.
Keberhasilan dalam bidang pendidikan, peningkatan pendapatan masyarakat dan perluasan
fasilitas perhubungan darat, laut dan udara, misalnya, sudah jelas besar manfaatnya bagi
pertumbuhan dan perkembangan pers.[1]
Adanya hubungan korelatif antara pers nasional dan pembangunan membawa konsekwensi
bahwa bentuk dan isi pers Indonesia perlu mencerminkan bentuk dan isi pembangunan.
Dengan lain perkataan, kepentingan pers nasional perlu mencerminkan kepentingan
pembangunan nasional.
Pers sebagai media pendukung keberhasilan pembangunan, perlu senantiasa menyadari
tentang tujuan pembangunan nasional, ialah untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan
makmur, yang mementingkan pemerataan materiil dan spirituil, berdasarkan Pancasila, dalam
wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Di samping itu, perlu juga menyadari tentang
landasan pembangunan nasional yang bertumpu pada pokok pikiran untuk membangun
Manusia Indonesia seutuhnya, dan membangun seluruh masyarakat Indonesia.
Pers sebagai sub-sistim dari sistim sosial yang ada, di mana pers itu diterbitkan, perlu
menjaga adanya kesadaran tersebut, untuk memantapkan arah pengabdian pers nasional bagi
kepentingan masyarakatnya. Suatu pengabdian yang akan turut menjamin keberhasilan
pembangunan, yang pada gilirannya akan dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangan
pers itu sendiri.
Sudah barang tentu, pengabdian pers kepada masyarakatnya bukan hanya atas pertimbangan
yang bersifat pragmatik semacam itu, yaitu pertimbangan yang mementingkan hasil-hasil
yang praktis tanpa perlu mengkaitkannya dengan berbagai teori dan alam pemikiran, yang
sebenarnya jauh lebih pokok. Hal ini dapat dipelajari dalam Pedoman Pembinaan Idiil Pers,
yang menyangkut pers pembangunan.
Di dalam Pedoman Pembinaan Idiil Pers dijelaskan, bahwa pers nasional sebagai lembaga
masyarakat yang mempunyai fungsi untuk mendukung kemajuan masyarakat lingkungannya,
mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk menyebar luaskan pesan-pesan kemajuan dan
keberhasilan pembangunan kepada masyarakat pembacanya. Penyebarluasan pesan-pesan
semacam itu sekaligus akan dapat menanamkan kesadaran, kepercayaan dan harapan yang
wajar kepada masyarakat bahwa orang Indonesia itu sebenarnya mampu untuk merencanakan
dan menyelesaikan pembangunan dengan baik; bahwa setiap keberhasilan pembangunan
akan menempatkan kita dalam keadaan yang lebih baik, dan bahwa dengan demikian arah
pembangunan yang kita anut itu dapat di pertanggung-jawabkan.
Pers pembangunan tidak diharapkan untuk menutup mata terhadap kesulitan, kekurangan
ataupun kegagalan dari pembangunan. Tetapi yang penting untuk diperhatikan adalah
perlunya turut menanamkan kepercayaan akan kemampuan sendiri dalam mengatasi segala
macam problema. Kesulitan apapun yang kita alami dalam melaksanakan pembangunan
nasional, perlu diambil hikmahnya dan dimanfaatkan untuk mengadakan koreksi dan
penyempurnaan, tanpa mengganggu stabilitas nasional yang sangat diperlukan bagi
16. kelangsungan pembangunan itu sendiri secara terencana.
Untuk itu, pers pembangunan bertugas turut menciptakan suasana batin masyarakat, agar
dapat diliputi dengan rasa syukur, penuh harapan dan penuh kemauan untuk bekerja giat dan
lebih tekun dalam membantu pelaksanaan pembangunan. Suasana batin semacam itu akan
dapat membantu pengembangan iklim sosial yang menguntungkan bagi suksesnya
pembangunan. Inilah juga yang disebut dengan istilah pembinaan sikap mental dan sikap
hidup manusia pembangunan, ialah suatu sikap yang dalam taraf terakhir bersumber pada tata
dasar dan falsafah hidup Pancasila. Di sinilah terkaitnya pers, sebagai salah satu media
komunikasi massa, sebagai jalur yang diharapkan turut memasyarakatkan Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4).
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999, Tentang Pers, istilah
„pers‟ berarti lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan
jurnalistik meliputi, mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan
menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta
data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media
elektronik, dan segala jenis saluran tersedia.
Akhir-akhir ini, timbul kegamangan dalam dunia pers. Kegamangan itu merupakan akibat
dari pelaksanaan kebebasan pers berupa kritik yang tak berperasaan, menyesatkan, dan sangat
miring. Ada dua kasus utama yang diamati oleh peneliti, yang pertama kasus Djadja
Suparman (DS) versus beberapa harian, antara lain Radar Bali, Sumatra Ekspres, Rakyat
Merdeka, dan Jawa Pos, yang kedua kasus Tommy Winata (TW) versus majalah Tempo.
Korban-korban pemberitaan pers telah berjatuhan, dan hal ini menunjukkan bahwa slogan
selalu yang pertama dalam melansir sesuatu berita, betul-betul merupakan persaingan bebas
dalam kebebasan pers. Persaingan bebas dalam kebebasan pers ternyata juga mengandung
aspek negatif, sehingga diplesetkan menjadi kebablasan pers. Pencegahan kebablasan pers itu
menyebabkan pers terbuka untuk dikontrol masyarakat. Selain itu, Undang-Undang Pers
(UUP) juga sudah menyiapkan mekanisme penyelesaian permasalahan akibat kebebasan pers
dalam pemberitaan, lebih-lebih apabila korbannya para politisi atau konglomerat hitam.
1. B. Perumusan Masalah
Didasarkan atas judul penelitian dan latar belakang masalah di atas, dapat dikatakan bahwa
penelitian ini masuk dalam penelitian hukum yang mengatur bidang kegiatan pers. Masalah
penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:
Bagaimanakah implikasi berlakunya Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers
Terhadap Kebebasan Pers?
1. C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana implikasi berlakunya Undang-
Undang No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers Terhadap Kebebasan Pers.
1. D. Manfaat Penelitian
Penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat mempunyai manfaat sebagai berikut :
17. 1. Memberikan sumbangan pemikiran terhadap pengembangan Hukum Tata Negara,
khususnya yang berhubungan dengan Pers setelah berlakunya Undang-undang No. 40 Tahun
1999 Tentang Pers
2. Memberikan sumbangan pemikiran tentang peran pers dalam pembangunan.
Quote:
Contoh Proposal Skripsi
JUDUL:SENTER DENGAN ISI ULANG DARI SUMBER ENERGI NON LISTRIK
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kebutuhan manusia saat ini cenderung bergeser pada kebutuhan yang bersifat praktis serta
efisien. Pola hidup yang dituntut serba cepat membuat menusia selalu melakukan inovasi
terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi. Begitu juga yang terjadi pada perkembangan
dalam dunia elektronika.
Senter merupakan salah satu hasil teknologi yang banyak dimanfaatkan oleh manusia.
Sebagai alat yang bisa memancarkan cahaya, senter sangat dibutuhkan pada saat kondisi
gelap maupun dalam kondisi cahaya yang kurang. Senter paling sering digunakan oleh
nelayan, petugas poskamling, ataupun rumah tangga saat terjadi mati lampu.
Sebagai salah satu sumber cahaya yang praktis, senter yang biasanya menggunakan sumber
energi dari baterai, baik baterai yang sekali pakai maupun baterai yang rechargable (bisa
dicharge). Kebutuhan akan sumber energi bagi senter sangat tergantung dengan ketersediaan
baterai cadangan dan ketersediaan listrik dari PLN. Jadi bisa dibayangkan bagaimana
repotnya apabila saat senter sangat dibutuhkan dan ternyata tidak tersedia baterai cadangan
maupun jauh dari sumber listrik PLN
Untuk mengatasi kerepotan diatas, dibutuhkan suatu sumber energi alternatif yang tidak
bergantung pada baterai cadangan maupun sumber listrik dari PLN sehingga apabila
diperlukan sewaktu waktu senter dapat digunakan dalam kondisi apapun
B. Perumusan Masalah
Sumber energi senter yang biasanya terdiri dari baterai sekali pakai ataupun baterai yang bisa
di isi ulang yang sangat tergantung dengan listrik PLN. Sehingga terkadang pada saat senter
masih harus digunakan tetapi ternyata baterai cadangan tida tersedia atau listrik PLN sedang
padam maupun jauh dari sumber listrik PLN akan menimbulkan suatu kerepotan. Oleh
karena itu dibutuhkan sebuah senter yang bisa digunakan setiap saat tanpa harus bergantung
pada kedua sumber energi tadi. Masalahnya adalah bagaimana menciptakan sebuah senter
yang bisa digunakan setiap saat dan dimaan saja tanpa harus bergantung pada ketersediaan
listrik PLN
C. Tujuan
18. Menciptakan sebuah senter yang bisa digunakan setiap saat dan kapan saja tanpa harus
tergantung pada ketersediaan listrik PLN
D. Kontribusi
Senter yang dihasilkan dari penelitian ini nanti sangat diharapkan dapat mengatasi masalah
kehabisan ataupun kelangkaan sumber energi pada saat senter benar-benar dibutuhkan sebagi
sumber cahaya.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Berisi tentang hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan dan upaya penyelesaiannya. Bila
diperlukan ada hipotesa bahwa masalah yang ada dapat diselesaikan dengan sistem/alat yang
dibuat.
BAB III METODOLOGI
A. Prosedur Perancangan
Langkah-langkah Tata cara yang akan dilakukan untuk menciptakan senter dengan
menggunakan pengisi baterai dengan induksi elektromagnetika mulai dari awal hingga akhir
adalah seperti yang ditunjukan dalam Gambar 3.1.
Gambar 3.1 Prosedur perancangan
B. Analisis Kebutuhan
Sesuai dengan penyelesaian masalah yang akan dilakukan, kebutuhan pokok yang harus ada
pada senter tersebut yang hendak dibangun adalah:
1. Senter yang diciptakan harus dapat digunakan dalam waktu yang lama dan dapat
menghasilkan intensitas cahaya yang dapat memenuhi kebutuhan.
2. Pengisian baterai harus dapat dilaksanakan sewaktu-waktu, baik pada saat energi baterai
sudah habis atau hanya sekedar untuk menambah cadangan energi pada senter
3. Berat senter tetap harus relatif ringan sehingga mudah dibawa dan mudah pula dalam
pengisian.
C. Spesifikasi dan Desain
Secara umum senter yang dirancang mempunyai spesifikasi sebagai berikut:
* Menggunakan baterai HP
* Lampu yang digunakan adalah LED
* Senter mempunyai ukuran panjang 25 cm dan diameter 4 cm
* Pengisian dapat dilakukan dengan kecepatan kocok 50 kali permenit
Dengan spesifikasi di atas maka komponen-komponen yang dibutuhkan untuk membangun
dan menguji senter ini adalah:
1. Komponen berupa:
19. * Baterai HP Nokia 3,6 volt 600 mAh
* Lampu LED 3,6 volt
* Penyearah, dengan 4 buah diode silikon 1N400
* Mengunakan magnet silinder
* Kumparan dengan kawat 0,2 mm 2000 lilitan
* Saklar dan casing
2. Alat uji yang digunakan untuk menguji adalah:
* Voltmeter DC, Ampermeter DC, Luxmeter dan Stopwatch
* Diagram blok rangkaian senter yanag dirancang adalah seperti terlihat pada gambar 3.2.
Gambar 3.2 Blok diagram rangkaian senter
Keterangan gambar :
1. Induksi : Berfungsi sebagai penyedia tegangan
2. Dioda penyearah : Berfungsi sebagai pengubah tegangan AC menjadi tegangan DC.
3. Baterai : Berfungsi sebagai penyimpan tegangan
4. Sakelar : Berfungsi sebagai pemutus dan penghubung arus listrik dari sumber ke pemakai /
beban
5. LED : Berfungsi sebagai pemancar cahaya.
D. Implementasi dan Verifikasi
Setelah jelas spesifikasi dan desain, selanjutnya dilakukan pembuatan dan perakitan masing-
masing komponen. Untuk mengetahui apakah masing-masing blok sudah dapat bekerja
dengan baik perlu dilakukan verifikasi. Dengan demikian bila ada kesalahan atau kekurangan
dapat diperbaiki terlebih dahulu sebelum dirangkai dengan blok yang lain.
E. Validasi
Pada tahap ini dilakukan pengujian senter secara menyeluruh, peliputi pengujian fungsional
dan pengujian ketahanan sistem. Pengujian fungsional dilakukan untuk mengetahui bahwa
sistem dapat bekerja dengan baik sesuai dengan prinsip kerjanya. Pengujian ketahanan
berkaitan dengan kemampuan senter menyimpan energi, kualitas cahaya yang dihasilkan dan
juga seberapa lama senter dapat digunakan. Dari validasi ini dapat diketahui kesesuaian hasil
perancangan dengan analisis kebutuhan yang diharapkan.