Dokumen tersebut membahas prinsip-prinsip CSR menurut seorang ahli CSR dari Inggris yang meliputi 16 prinsip seperti prioritas perusahaan, manajemen terpadu, pendidikan karyawan, dan hubungan antara board of director dengan CSR. Dokumen ini juga membahas praktek CSR di Indonesia yang belum menjadi perilaku umum namun semakin penting seiring globalisasi dan akan menjadi strategi bisnis ke depan.
Isu tanggung jawab sosial (social corporate responsibility) adalah suatu topik yang berkenaan dengan etika bisnis. Disini terdapat tanggung jawab moral perusahaan baik terhadap karyawan perusahaan dan masyarakat disekitar perusahaan. CSR berhubungan erat dengan “pembangunan berkelanjutan”, di mana ada argumentasi bahwa suatu perusahaan dalam melaksanakan aktivitasnya harus mendasarkan keputusannya tidak semata berdasarkan faktor keuangan
Corporate social responsibility adalah komitmen perusahaan atau dunia bisnis untuk berkontribusi dalam pengembangan ekonomi yang berkelanjutan dengan memperhatikan tanggung jawab sosial perusahaan dan menitikberatkan pada keseimbangan antara perhatian terhadap aspek ekonomis, social, dan lingkungan.
Terdapat empat hal yang harus diperhatikan dalam menyusun strategi kegiatan CSR marketing, yaitu:
1. Kegiatan CSR harus mempunyai fokus, artinya perusahaan harus memilih satu atau beberapa tema yang menjadi fokus kegiatan CSR-nya, misalnya tema pendidikan, lingkungan hidup, kesehatan, atau kesenjangan sosial. Tidak memiliki tema yang menjadi fokus akan mengaburkan tujuan kegiatan itu dan bisa menghambat dampak yang diharapkan.
2. Kegiatan CSR harus dilakukan secara konsisten. Apabila perusahaan melakukan kegiatan CSR-nya secara konsisten dalam jangka panjang, kemungkinan besar akan mendapat kepercayaan dari stakeholder dan akan menarik mereka untuk ikut berpartisipasi.
3. Kegiatan CSR dihubungkan dengan brand yang dimiliki perusahaan, bertujuan untuk membetuk identitas brand yang baik lewat kegiatan CSR.
4. Perusahaan memerekkan kegiatan CSR itu sendiri, misalnya dengan cara memberi nama, membuat logo atau slogan tentang kegiatan CSR tersebut. Dengan demikian diharapkan perusahaan lebih mudah mengkomunikasikan kegiatan CSR mereka kepada stakeholder-nya.
2.5 Bentuk Marketing CSR
Menurut Kotler dan Lee (2005), kegiatan marketing CSR terdiri dari enam bentuk, antara lain corporate cause promotion, cause-related marketing, corporate social marketing, corporate philanthropy, community volunteering dan socially responsibility business practices. Ketika sebuah perusahaan menyatakan bahwa sebagian dari keuntungan atau penjualan produknya akan disumbangkan untuk kegiatan sosial tertentu, maka perusahaan tersebut sedang melakukan apa yang disebut sebagai cause-related marketing.
BE & GG, Rachmad Hidayat, Hapzi Ali, Ethics and Business - Corporate Social R...Rachmad Hidayat
Judul : IMPLEMENTASI CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DI INDONESIA BERDASARKAN HARAPAN PEMERINTAH DAN MASYARAKAT DI LINGKUNGAN PERUSAHAAN
Tugas : Forum 5 BE & GG
Nama Mahasiswa : Rachmad Hidayat
Nomor Induk Mahasiswa : 55117110127
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Hapzi Ali, CMA
Judul : HUBUNGAN ANTARA BOARD OF DIRECTORS DAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DAN NORMATIF IMPLEMENTASI DI INDONESIA
Tugas : Forum 5 BE & GG
Nama Mahasiswa : Rachmad Hidayat
Nomor Induk Mahasiswa : 55117110127
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Hapzi Ali, CMA
Isu tanggung jawab sosial (social corporate responsibility) adalah suatu topik yang berkenaan dengan etika bisnis. Disini terdapat tanggung jawab moral perusahaan baik terhadap karyawan perusahaan dan masyarakat disekitar perusahaan. CSR berhubungan erat dengan “pembangunan berkelanjutan”, di mana ada argumentasi bahwa suatu perusahaan dalam melaksanakan aktivitasnya harus mendasarkan keputusannya tidak semata berdasarkan faktor keuangan
Corporate social responsibility adalah komitmen perusahaan atau dunia bisnis untuk berkontribusi dalam pengembangan ekonomi yang berkelanjutan dengan memperhatikan tanggung jawab sosial perusahaan dan menitikberatkan pada keseimbangan antara perhatian terhadap aspek ekonomis, social, dan lingkungan.
Terdapat empat hal yang harus diperhatikan dalam menyusun strategi kegiatan CSR marketing, yaitu:
1. Kegiatan CSR harus mempunyai fokus, artinya perusahaan harus memilih satu atau beberapa tema yang menjadi fokus kegiatan CSR-nya, misalnya tema pendidikan, lingkungan hidup, kesehatan, atau kesenjangan sosial. Tidak memiliki tema yang menjadi fokus akan mengaburkan tujuan kegiatan itu dan bisa menghambat dampak yang diharapkan.
2. Kegiatan CSR harus dilakukan secara konsisten. Apabila perusahaan melakukan kegiatan CSR-nya secara konsisten dalam jangka panjang, kemungkinan besar akan mendapat kepercayaan dari stakeholder dan akan menarik mereka untuk ikut berpartisipasi.
3. Kegiatan CSR dihubungkan dengan brand yang dimiliki perusahaan, bertujuan untuk membetuk identitas brand yang baik lewat kegiatan CSR.
4. Perusahaan memerekkan kegiatan CSR itu sendiri, misalnya dengan cara memberi nama, membuat logo atau slogan tentang kegiatan CSR tersebut. Dengan demikian diharapkan perusahaan lebih mudah mengkomunikasikan kegiatan CSR mereka kepada stakeholder-nya.
2.5 Bentuk Marketing CSR
Menurut Kotler dan Lee (2005), kegiatan marketing CSR terdiri dari enam bentuk, antara lain corporate cause promotion, cause-related marketing, corporate social marketing, corporate philanthropy, community volunteering dan socially responsibility business practices. Ketika sebuah perusahaan menyatakan bahwa sebagian dari keuntungan atau penjualan produknya akan disumbangkan untuk kegiatan sosial tertentu, maka perusahaan tersebut sedang melakukan apa yang disebut sebagai cause-related marketing.
BE & GG, Rachmad Hidayat, Hapzi Ali, Ethics and Business - Corporate Social R...Rachmad Hidayat
Judul : IMPLEMENTASI CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DI INDONESIA BERDASARKAN HARAPAN PEMERINTAH DAN MASYARAKAT DI LINGKUNGAN PERUSAHAAN
Tugas : Forum 5 BE & GG
Nama Mahasiswa : Rachmad Hidayat
Nomor Induk Mahasiswa : 55117110127
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Hapzi Ali, CMA
Judul : HUBUNGAN ANTARA BOARD OF DIRECTORS DAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DAN NORMATIF IMPLEMENTASI DI INDONESIA
Tugas : Forum 5 BE & GG
Nama Mahasiswa : Rachmad Hidayat
Nomor Induk Mahasiswa : 55117110127
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Hapzi Ali, CMA
BE & GG, Antoni Butarbutar, Hapzi Ali, Ethics and Business; Corporate Social ...Antoni Butarbutar
Nama : Antoni Butarbutar (51116120011)
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA
BE & GG, Antoni Butarbutar, Hapzi Ali, Ethics and Business; Corporate Social Responsibility (CSR),
Universitas Mercu Buana,
2017
CSR adalah bentuk tanggung jawab sosial perusahaan terhadap masyarakat secara umum. perusahaan harus mengalokasikan dana untuk pemberdayaan masyarakat.
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondelferrydmn1999
Indonesia, negara kepulauan yang kaya akan keragaman budaya, suku, dan tradisi, memiliki Jakarta sebagai pusat kebudayaan yang dinamis dan unik. Salah satu kesenian tradisional yang ikonik dan identik dengan Jakarta adalah ondel-ondel, boneka raksasa yang biasanya tampil berpasangan, terdiri dari laki-laki dan perempuan. Ondel-ondel awalnya dianggap sebagai simbol budaya sakral dan memainkan peran penting dalam ritual budaya masyarakat Betawi untuk menolak bala atau nasib buruk. Namun, seiring dengan bergulirnya waktu dan perubahan zaman, makna sakral ondel-ondel perlahan memudar dan berubah menjadi sesuatu yang kurang bernilai. Kini, ondel-ondel lebih sering digunakan sebagai hiasan atau sebagai sarana untuk mencari penghasilan. Buku foto Lensa Kampung Ondel-Ondel berfokus pada Keluarga Mulyadi, yang menghadapi tantangan untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel warisan leluhur di tengah keterbatasan ekonomi yang ada. Melalui foto cerita, foto feature dan foto jurnalistik buku ini menggambarkan usaha Keluarga Mulyadi untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel sambil menghadapi dilema dalam mempertahankan makna budaya di tengah perubahan makna dan keterbatasan ekonomi keluarganya. Buku foto ini dapat menggambarkan tentang bagaimana keluarga tersebut berjuang untuk menjaga warisan budaya mereka di tengah arus modernisasi.
PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...
BE&GG, Intan Wachyuni, Hapzi Ali, Ethics and Business : Prinsip-Prinsip CSR, Universitas Mercu Buana, 2017.PDF
1. Nama : Intan Wachyuni
NIM : 55117110064
Dosen Pengampu : Hapzi Ali, Prof, Dr, MM
Prinsip – prinsip CSR
Untuk mengimplementasikan CSR tergantung dari pemahaman dan kebutuhan dari
perusahaan yang bersangkutan. Kenapa demikian?. Karena sampai saat ini belum ada
kesatuan pandangan baik dari lembaga maupun para pakar mengenai pengertian maupun
ruang lingkup CSR tersebut. Namun pada tahun 1998, seorang pakar CSR dari University of
Bath Inggris yaitu Alyson Warhurst menjelaskan ada 16 (enam belas) prinsip yang harus
diperhatikan dalam mengimplementasikan CSR (Isa Wahyudi & Busyra Azheri, 2011: 57).
Adapun prinsip – prinsip itu adalah sebagai berikut:
Prioritas perusahaan
Perusahaan harus menjadikan tanggung jawab sosial sebagai prioritas tertinggi
penentu utama dalam pembangunan berkelanjutan.
Manajemen terpadu
Manajer sebagai pengendali dan pengambil keputusan harus mampu
mengintegrasikan setiap kebijakan dan program dalam aktivitas bisnisnya, sebagai salah satu
unsur fungsi manajemen.
Proses perbaikan
Melakukan evaluasi atas setiap kebijakan, program, dan kinerja sosial secara
berkesinambungan.
Pendidikan karyawan
Sebagai stakeholders primer karyawan harus ditingkatkan kemampuan dan
keahliannya, oleh karena itu perusahaan harus memotivasi mereka melalui program
pendidikan dan pelatihan.
Pengkajian
Pengkajian mengenai dampak sosial yang terjadi atas suatu kegiatan harus dilakukan
terlebih dahulu sebelum kegiatan tersebut dilakukan.
Produk dan jasa
Berusaha untuk mengembangkan suatu produk dan jasa yang tidak mempunyai
dampak negatif secara sosial.
2. Informasi publik
Memberikan informasi dan bila perlu mengadakan pendidikan terhadap konsumen,
distributor, dan masyarakat umum tentang penggunaan, penyimpanan, dan pembuangan atas
suatu produk barang atau jasa.
Fasilitas dan operasi
Mengembangkan, merancang, dan mengoperasikan fasilitas serta menjalankan
kegiatan dengan mempertimbangkan temuan yang berkaitan dengan dampak sosial dari suatu
kegiatan perusahaan.
Penelitian
Melakukan dan atau mendukung suatu riset atas dampak sosial dari penggunaan
bahan baku, produk, proses, emisi, dan limbah yang dihasilkan sehubungan dengan kegiatan
usaha.
Prinsip pencegahan
Memodifikasi manufaktur, pemasaran dan atau penggunaan atas produk barang atau
jasa yang sejalan dengan hasil penelitian mutakhir. Kegiatan ini dilakukan sebagai upaya
mencegah dampak sosial yang bersifat negatif.
Kontraktor dan pemasok
Mendorong kontraktor dan pemasok untuk mengimplementasikan dari prinsip –
prinsip tanggung jawab sosial perusahaan, baik yang telah maupun yang akan melakukannya.
Bila perlu menjadikan tanggung jawab sosial sebagai bagian dari suatu persyaratan dalam
kegiatan usahanya.
Siaga menghadapi darurat
Perusahaan harus menyusun dan merumuskan rencana dalam menghadapi keadaan
darurat. Dan bila terjadi keadaan berbahaya perusahaan harus bekerja sama dengan layanan
gawat darurat, instansi berwenang, dan komunitas lokal. Selain itu perusahaan berusaha
mengenali potensi bahaya yang muncul.
Transfer Best Practice
Berkontribusi pada pengembangan dan transfer bisnis praktis sepanjang betanggung
jawab secara sosial pada semua industri dan sektor publik.
Memberikan sumbangan
Sumbangan ini ditujukan untuk pengembangan usaha bersama, kebijakan publik dan
bisnis, lembaga pemerintah dan lintas departemen serta lembaga pendidikan yang akan
membantu meningkatkan kesadaran akan tanggung jawab sosial.
Keterbukaan
3. Menumbuh kembangkan budaya keterbukaan dan dialogis dalam lingkungan
perusahaan dan dengan unsur publik. Selain itu perusahaan harus mampu mengantisipasi dan
memberikan respon terhadap resiko potensial yang mungkin muncul, dan dampak negatif dari
operasi, produk, limbah, dan jasa.
Pencapaian dan pelaporan
Melakukan evaluasi atas hasil kinerja sosial, melaksanakan audit sosial secara
berkala dan mengkaji pencapaian berdasarkan kriteria perusahaan dan ketentuan peraturan
perundang – undangan serta menyampaikan informasi tersebut kepada dewan direksi,
pemegang saham, pekerja, dan publik.
Prinsip – prinsip ini yang dianggap penulis sangat cocok sebagai panduan utama
dalam usaha untuk mengimplementasikan kegiatan – kegiatan CSR. Namun masih banyak
lagi pendapat dari pakar maupun kelompok kerja mengenai prinsip implementasi kegiatan
CSR yang dapat digunakan sebagai panduan dalam menyusun program CSR.
PRAKTEK CSR DI INDONESIA
Pada saat ini di Indonesia, praktek CSR belum menjadi perilaku yang umum, namun
dalam abad informasi dan teknologi serta adanya desakan globalisasi, maka tuntutan terhadap
perusahaan untuk menjalankan CSR semakin besar. Tidak menutup kemungkinan bahwa
CSR menjadi kewajiban baru standar bisnis yang harus dipenuhi seperti layaknya standar
ISO. Dan diperkirakan pada akhir tahun 2009 mendatang akan diluncurkan ISO 26000 on
Social Responsibility, sehingga tuntutan dunia usaha menjadi semakin jelas akan pentingnya
program CSR dijalankan oleh perusahaan apabila menginginkan keberlanjutan dari
perusahaan tersebut.
CSR akan menjadi strategi bisnis yang inheren dalam perusahaan untuk menjaga atau
meningkatkan daya saing melalui reputasi dan kesetiaan merek produk (loyalitas) atau citra
perusahaan. Kedua hal tersebut akan menjadi keunggulan kompetitif perusahaan yang sulit
untuk ditiru oleh para pesaing. Di lain pihak, adanya pertumbuhan keinginan dari konsumen
untuk membeli produk berdasarkan kriteri-kriteria berbasis nilai-nilai dan etika akan merubah
perilaku konsumen di masa mendatang.
Implementasi kebijakan CSR adalah suatu proses yang terus menerus dan
berkelanjutan. Dengan demikian akan tercipta satu ekosistem yang menguntungkan semua
pihak (true win win situation) - konsumen mendapatkan produk unggul yang ramah
lingkungan, produsen pun mendapatkan profit yang sesuai yang pada akhirnya akan
dikembalikan ke tangan masyarakat secara tidak langsung. Pelaksanaan CSR di Indonesia
sangat tergantung pada pimpinan puncak korporasi. Artinya, kebijakan CSR tidak selalu
dijamin selaras dengan visi dan misi korporasi. Jika pimpinan perusahaan memiliki kesadaran
moral yang tinggi, besar kemungkinan korporasi tersebut menerapkan kebijakan CSR yang
benar. Sebaliknya, jika orientasi pimpinannya hanya berkiblat pada kepentingan kepuasan
pemegang saham (produktivitas tinggi, profit besar, nilai saham tinggi) serta pencapaian
prestasi pribadi, boleh jadi kebijakan CSR hanya sekadar kosmetik.
4. Hubungan antara Board of Director dan Corporate Social Responsibility
Hubungan antara Board of Director dan Corporate Social Responsibility
Corporate Social Responbility adalah elemen penting dalam kerangka keberlanjutan
usaha suatu industri yang mencakup aspek ekonomi, lingkungan, dan sosial budaya. Definisi
secara luas yang ditulis sebuah organisasi dunia World Bisnis Council for sustainable
Development (WBCD) menyatakan bahwa CSR merupakan suatu komitmen
berkelanjutan oleh dunia usaha untuk bertindak etis dan memberikan kontribusi kepada
pengembangan ekonomi dari komunitas setempat ataupun masyarakat luas, bersamaan
dengan peningkatan taraf hidup pekerjanya serta seluruh keluarga.
Sedangkan menurut Nuryana CSR adalah sebuah pendekatan dimana perusahaan
mengintegrasikan kepedulian sosial dalam operasi bisnis mereka dan dalam interaksi mereka
dengan para pemangku kepentingan (stakeholders) berdasarkan prinsip kesukarelaan dan
kemitraan.
CSR dapat dikatakan sebagai tabungan masa depan bagi perusahaan untuk
mendapatkan keuntungan. Keuntungan yang diperoleh bukan hanya sekedar
keuntungan secara financial namun lebih pada kepercayaan dari masyarakat sekitar dan para
stakeholders berdasarkan prinsip kesukarelaan dan kemitraan.
Penelitian yang dilakukan Sandra Waddock dan Samuel Graves membuktikan bahwa
perusahaan yang memperlakukan stakeholders mereka dengan baik akan meningkatkan
kelompok mereka sebagai suatu bentuk manajemen yang berkualitas.
Stakeholders bukan hanya masyarakat dalam arti sempit yaitu masyarakat yang
tinggal di sekitar lokasi perusahaan melainkan masyarakat dalam arti luas, misalnya
pemerintah, investor, elit politik, dan lain sebagainya. Bentuk kerjasama yang dibentuk antara
perusahaan dan stakeholders hendaknya juga merupakan kerjasama yang dapat saling
memberikan kesempatan untuk sama-sama maju dan berkembang. Program-
program CSR yang dibuat untuk kesejahteraan masyarakat dan pada akhirnya akan berbalik
arah yaitu memberikan keuntungan kembali bagi perusahaan tersebut. Diharapkan
perusahaan dengan seluruh stakeholders dapat bersama-sama bekerjasama mengembangkan
CSR sehingga keberlanjutan perusahaan baik itu keuntungan ekonomi (keuntungan financial)
keuntungan sosial maupun keuntungan lingkungan dapat terwujud.
CSR diterapkan kepada perusahaan-perusahaan yang beroperasi dalam konteks
ekonomi global, nasional maupun lokal. Komitmen dan aktivitas CSR pada intinya merujuk
pada aspek-aspek perilaku perusahaan (firm’s behaviour), termasuk kebijakan dan program
perusahaan yang menyangkut dua elemen kunci:
1. Good corporate governance: etika bisnis, manajemen sumberdaya manusia, jaminan sosial
bagi pegawai, serta kesehatan dan keselamatan kerja;
2. Good corporate responsibility: pelestarian lingkungan, pengembangan masyarakat
(community development), perlindungan hak azasi manusia,perlindungan konsumen, relasi
dengan pemasok, dan penghormatan terhadap hak-hak pemangku kepentingan lainnya.
5. Dengan demikian, perilaku atau cara perusahaan memerhatikan dan melibatkan shareholder,
pekerja, pelanggan, pemasok, pemerintah, LSM, lembaga internasional dan stakeholder
lainnya merupakan konsep utama CSR. Kepatuhan perusahaan terhadap hukum dan
peraturan-peraturan yang menyangkut aspek ekonomi, lingkungan dan sosial bisa dijadikan
indikator atau perangkat formal dalam mengukur kinerja CSR suatu perusahaan. Namun,
CSR seringkali dimaknai sebagai komitmen dan kegiatan-kegiatan sektor swasta yang lebih
dari sekadar kepatuhan terhadap hukum.
Normatif Implementasinya diIndonesia
Sudah banyak perusahaan – perusahaan di Indonesia yang berkoar – koar telah
melakukan kegiatan – kegiatanCorporate Social Responsibility atau yang biasa di singkat
CSR. Dari berbagai perusahaan Indonesia yang melaksanakan program CSR sering terlihat
hanya sebagai program untuk memenuhi kewajiban mereka dalam melaksanakan Undang –
Undang Nomor 40 Tahun 2007 dan Undang – Undang Nomor 25 Tahun 2007 maupun hanya
karena ingin berbuat baik agar terlihat baik yang biasa disebut upaya “menebar pesona”.
Padahal seharusnya program CSR tersebut benar – benar dilaksanakan atas dasar rasa
kepedulian yang besar untuk berbuat kebaikan demi tercapainya kesejahteraan publik.
Program CSR sudah mulai bermunculan di Indonesia seiring telah disahkannya
Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan Undang – Undang
Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, adapun isi Undang – Undang tersebut,
yaitu:
Pada pasal 74 di Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007, berbunyi:
1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan
sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.
2) Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya
Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kep
3) Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Sedangkan pada pasal 25 (b) Undang – Undang Penanaman Modal menyatakan kepada setiap
penanam modal wajib melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan.
Dari kedua pasal diatas dapat kita lihat bagaimana pemerintah Indonesia berusaha untuk
mengatur kewajiban pelaksanaan CSR oleh perusahaan atau penanam modal. Kondisi
pemaksaan ini menjadi permasalahan bagi kebanyakan perusahaan karena bagi beberapa
perusahaan kegiatan CSR merupakan suatu kesukarelaan bukan suatu kewajiban. Pada
dasarnya, CSR memanglah bukan suatu kewajiban melainkan suatu kesukarelaan perusahaan,
namun sukarela bukan berarti perusahaan boleh tidak melaksanakan CSR ataupun hanya
melaksanakan CSR seperlunya saja.
6. Agar kebijakan perusahaan tersebut sesuai dengan tujuan perusahaan dan selaras
dengan pembangunan masyarakat, dibutuhkan keterlibatan berbagai pihak terutama pihak-
pihak yang terkait secara langsung dengan pelaksanaan kebijakan tersebut, yaitu komunity
dalam fungsinya sebagai “sosial kontrol” dan pemerintah sebagai regulator. Peran pemerintah
dalam hal ini meliputi regulasi yang dapat membingkai pelaksanaannya program ini berupa
aturan-aturan yang mendukung terlaksananya program tersebut, insentif serta perangkat yang
dapat menunjang pelaksanaan CSR yang dapa mengarahkannya pada pemberdayaan dan
kemandirian.
Undang-Undang No. 23 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup telah mengatur
secara normatif ketentuan tentang kepedulian organisasi bisnis terhadap lingkungan.
Ketentuan lain yang mengatur prinsip ini secara sektoral juga terdapat dalam Surat Keputusan
Menteri Badan Usaha Milik Negara KEP. 236/MBU 2003 Tentang Program kemitraan
dengan BUMN dengan usaha kecil dan Program Bina Lingkungan. Dalam ketentuan normatif
tersebut penekanan pelaksanaan CSR dilaksanakan berdasarkan tiga asas, yaitu, asas
tanggung jawab negara, asas keberlanjutan dan asas manfaat. Undang-Undang Pertambangan
mengatur tentang Community Development serta Undang-Undang Perlindungan Konsumen
yang mengatur tentang respon perusahaan terhadap lingkungan sosial dan lingkungan serta
bentuk perlindungan hukum terhadap konsumen yang merupakan stakeholder perusahaan.
Adanya ketentuan CSR pada Pasal 74 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas merupakan langkah konstruktif pemerintah dalam upaya penyatuan legal
basic pelaksanaan CSR dalam Undang-undang yang merupakan Lex Specialis dari KUHD
yang mengatur tentang badan hukum. Eksistensi CSR dalam Undang-undang ini
menekankan asas kepastian hukum dan kemanfaatan tanpa meninggalkan aspek dinamika
masyarakat.
Pada ayat 2 Pasal 74 UUPT No. 40 tahun 2007 menyebutkan bahwa CSR merupakan
kewajiban yang “dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan berdasarkan
kepatutan dan kewajaran”. Dalam kalimat tersebut mengandung makna bahwa dalam
aplikasinya, CSR dilaksanakan berdasarkan asas akuntabilitas, itikad baik serta asas
kemanfaatan.
Pengaturan CSR dalam UUPT diharapkan menjadi simpul yang menghubungkan
peran perusahaan sebagai subjek hukum untuk melaksanakan tanggung jawab sosialnya pada
satu sisi dan pada sisi yang lain pemerintah sebagai regulator untuk menciptakan perangkat
hukum dan kelembagaan yang tidak hanya mewajibkan tetapi juga merangsang pelaksanaan
CSR oleh perusahaan berupa insentif, reward, dan penilaian serta peningkatan pelaksanaan
hukum yang konsekwen dan terpadu.
7. DAFTAR PUSTAKA
1)Huse, M. (2007). Boards, Governance and Value Creation: The Human Side of Corporate
Governance. Cambridge: (1 Oktober 2017, 19.00)
2)anonim. 2011. Implementasi Corporate Social Responsibility diIndonesia Terjebak Budaya
pop.
https://www.google.co.id/amp/s/putradaerahkalbar.wordpress.com/2011/04/18/implementasi-
corporate-social-responsibility-di-indonesia-terjebak-dalam-budaya-pop/amp/(1 Oktober
2017, 19.00)
3) Anonim.2012. implementasi CSR pada Perusahaan.
lughman.blogspot.co.id/2012/11/800x600-normal-0-false-false-false-en.html?m=1(1 Oktober
2017, 19.00)