BARUU REFisi PROPOSAL TA _IBNU NAFIS AL K. 2011110043 _PENGUKURAN KINERJA.docx
1. i
PROPOSAL TUGAS AKHIR
MERANCANG MODEL PENGUKURAN DAN MENGUKUR KINERJA
SUPPLY CHAIN MANAGEMENT (SCM) DENGAN METODE
INTEGRATED PERFORMANCE MEASUREMENT SYSTEMS (IPMS)
DAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP)
(STUDI KASUS : PT. CIRCLE PRO GROUP
KLATEN – JAWA TENGAH )
3. vi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL…………………………………………………………………….i
PERMOHONAN PERSETUJUAN SIDANG………………………………………....ii
LEMBAR PENGESAHAN.............................................................................................iii
KATA PENGANTAR………………………………………………………..………...iv
DAFTAR ISI....................................................................................................................vi
DAFTAR TABEL……………………………………………………………………..viii
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………………...xi
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………….1
1.1 Latar Belakang Masalah……………………………………………………………..1
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………………………1
1.3 Batasan Masalah……………………………………………………………………..7
1.4 Tujuan Penelitian…………………………………………………………………….7
1.5 Manfaat Penelitian…………………………………………………………………...7
1.6 Sistematika Penulisan………………………………………………………………..8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………………….9
2.1 Supply Chain………………………………………………………………………...9
2.2 Mineral dan Logam Supply Chain………………………………………………….11
2.3 Supply Chain Management………………………………………………………...,12
2.4 Green Supply Chain Managemet…………………………………………………...13
BAB III METODELOGI PENELITIAN……………………………………………14
3.1 Metodelogi Penelitian………………………………………………………………16
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian……………………………………………………….16
3.3 Tahapan Penelitian………………………………………………………………….17
3.3.1 Perancangan kinerja Supply Chain Management Model Score……...………..18
3.3.2 Validasi Indikator kinerja SCM...………………………………………….....20
3.3.3 Pembobotan AHP Indikator kinerja SCM...…………………………………..21
3.3.4 Pengukuran Kinerja SCM..……………………………………………………24
3.3.5 Perancangan Arah Perbaikan………………………………………………….26
4. vi
3.3.6 Analisis dan Perbaikan……………………………………………………….28
3.3.7 Kesimpulan dan Saran………………………………………………………..29
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………..30
LAMPIRAN…………………………………………………………………………..34
5. 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Dalam dunia usaha persaingan adalah suatu hal yang tidak dapat dihindari. Setiap
perusahaan dituntut untuk berbenah dalam setiap aspek-aspek kinerja perusahaannya,
sehingga perusahaan dapat tetap bersaing dengan perusahaan lain. Pada saat ini, perusahaan
dihadapkan pada kompleksitas dan turbulensi dalam lingkungan bisnisnya, dengan
lingkungan yang demikian menuntut suatu manajemen yang fleksibel dan dinamis dalam
menghadapi setiap perubahan yang terjadi. Untuk dapat tetap eksis dalam dunia bisnis
dengan persaingan yang begitu keras, perusahaan harus dapat mengikuti perkembangan yang
ada dengan sebaik-baiknya, baik dari segi internal perusahaan, maupun dari segi eksternal.
Pengetahuan dan wawasan akan dunia kerja yang berkaitan dengan dunia industri daan jasa
sangat diperlukan sehubungan dengan kondisi negara Indonesia yang merupakan salah satu
negara berkembang, dimana ilmu pengetahuan dan teknologi akan diaplikasikan oleh industri
terlebih dulu. Struktur supply chain yang kompleks dan melibatkan banyak pihak baik
internal maupun eksternal perusahaan dapat menimbulkan permasalahan apabila pihak
perusahaan tidak mengetahui sejauh mana performansi supply chain telah tercapai. Supply
chain yang dikelola dengan baik dapat menghasilkan produk yang murah, berkualitas, dan
tepat waktu sehingga target pasar terpenuhi dan dapat menghasilkan keuntungan bagi
perusahaan. Menurut Indrajit dan Djokopranoto (2005), manfaat dari penerapan supply chain
adalah mengurangi inventory barang, menjamin kelancaran penyediaan barang, menjamin
mutu, mengurangi jumlah supplier, dan mengembangkan supplier partnership atau strategic
alliance. Menurut Pujawan (2005), Supply Chain Management merupakan suatu kesatuan
proses dan aktivitas produksi mulai bahan baku diperoleh dari supplier, proses penambahan
nilai yang merubah bahan baku menjadi barang jadi, proses penyimpanan persediaan barang
sampai proses pengiriman barang jadi tersebut ke retailer dan konsumen. Pengukuran kinerja
supply chain bagi perusahaan perlu dilakukan karena bertujuan untuk mengurangi
biayabiaya, memenuhi kepuasan pelanggan dan meningkatkan keuntungan perusahaan serta
untuk mengetahui sejauh mana performansi supply
6. 2
chain perusahaan tersebut telah tercapai. Pengukuran kinerja menurut Yuwono,
Sukarno, dan Ichsan (2002) merupakan bagian dari sistem pengendalian manajemen yang
mencakup baik tindakan yang mengimplikasikan keputusan perencanaan maupun penilaian
kinerja pegawai serta operasinya (dalam Hanungrani, 2013). Menurut Rakhman (2006)
pengukuran kinerja Supply Chain Management merupakan sesuatu yang penting disebabkan
oleh beberapa alasan yaitu (dalam Iriani, 2008) Media untuk hal tersebut adalah dengan
mengetahui tingkat perfomasi perusahaan dengan melakukan pengukuran kinerja. Setiap
perusahaan harus melakukan pengukuran kinerja perusahaan agar perusahaan dapat
mengetahui tingkat performansi kerja Supply Chain Management yang baik. Pengukuran
kinerja Supply Chain Management dilakukan karena pada dasarnya perusahaan perlu
mengevaluasi dan merencanakan kinerja sehingga terjadi peningkatan proses kinerja, yang
ditandai dengan pencapaian laba yang berkesinambungan untuk mencapai kesejahteraan
bersama bagi pemilik usaha, karyawan, dan stakeholder lainnya. Perkembangan industri Jasa
Digital memunculkan persaingan yang sangat ketat diantaranya Multimedia khususnya di
wilayah Klaten Jawa Tengah seperti Nakowara Studio, Bagong Studio, CV. Multimedia
Bekarya, PT. Circle Pro Group dan lain sebagainya. Stakeholder adalah sekelompok orang
yang berperan penting dalam suatu perusahaan disamping pihak yang menerima dan
menggunakan barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu perusahaan. Dengan diketahuinya
keinginan dan kebutuhan dari stakeholder sehingga dapat membuat kinerja suatu perusahaan
menjadi meningkat dikarenakan stakeholder merupakan faktor penting dan mempunyai
hubungan baik secara langsung maupun tidak langsung pada Perusahaan.
7. 3
PT. Circle Pro Group adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang pelayanan atau
jasa dalam bidang multimedia, pengadaan alat broadcasting, helper cleaning , dan
pengurusan izin legalitas. PT. Circle Pro Group belum perna melakukan pengukuran kinerja
supply chain management sementara banyaknya permintaan dan kebutuhan pelanggan akan
bidang digital maka perusahaan dituntut untuk mampu memberikan pelayanan yang
berkualitas. Agar mampu bertahan dengan banyaknya persaingan perusahaan memerlukan
pengukuran kinerja Supply Chain Management yang terorganisir dan terintegrasi. PT. Circle
Pro Group melakukan proses pelayanan setiap hari untuk memenuhi targetnya, tetapi
perusahaan belum bisa memenuhi target pelayanan yang telah ditetapkan. Target pelayanan
di PT. Circle Pro Group belum perna melakukan pengukuran kinerja supply chain
mangemant sehingga belum mempunyai model pengukuran kinerjanya yang dapat dijadikan
sebagai tolok ukur dalam mengukur kinerja supply chain mangemant nya agar produksi
yang dilakukan tidak kurang dan tidak lebih sehingga dapat memberikan pelayanan yang
tepat sesuai keinginan customer. Berikut ini merupakan data pelayanan dan target perusahaan
di PT. Circle Pro Group Klaten Jawa Tengah.
Tabel 1.1 DATA PELAYANAN MULTIMEDIA PT. CIRCLE PRO GROUP 2021 – 2023
TAHUN BULAN
TARGET
PELAYANAN/BULAN
JUMLAH
PELAYANAN
KETERANGAN
2021-2023
Januari 200 35 Belum Tercapai
Februari 200 40 Belum Tercapai
Maret 200 39 Belum Tercapai
April 200 200 Tercapai
Mei 200 200 Tercapai
Juni 200 59 Belum Tercapai
Juli 200 200 Tercapai
Agustus 200 50 Belum Tercapai
September 200 30 Belum Tercapai
Oktober 200 39 Belum Tercapai
November 200 45 Belum Tercapai
Desember 200 50 Belum Tercapai
Sumber : Data Perusahaan, 2023
Kesulitan PT. Circle Pro Group dalam mencapai target pelayanan dapat disebabkan oleh
beberapa faktor yaittu salah satunya disebabkan oleh kondisi manajemen yan kurang baik.
Terlihat pada Tabel 1.1 tidak tercapainya pemenuhan target produksi multimedia disebabkan
ketidak sanggupan karyawan dalam mencapai target pelayanan diakibatkan oleh
keterlambatan karyawan dalam memulai pekerjaan. Karyawan yang kurang disiplin,
8. 3
seharusnya jam kerja dimulai dari jam 08.00 – 16.00 WIB tetapi karyawan mulai bekerja
tidak tepat waktu, karyawan
9. 4
lebih sering memulaipekerjaan pada jam 09.00 WIB. Tidak mematuhi peraturan yang telah
ditetapkan menyebabkan tidak efektifnya jam kerja yang dimiliki oleh karyawan. Jumlah
pelayanan multimedia di PT. Circle Pro Grouup dapat dilihat lebih jelas pada Gambar 1.1
Grafik
Gambar 1.1 Grafik Pelayanan PT. Circle Pro Group 2021-2023
Dari Gambar 1.1, terlihat bahwa produksi pelayanan oleh PT. Circle Pro Group banyak tidak
mencapai target sehingga dapat dihitung pada Tahun 2021, 2022 dan tahun 2023 hanya
tercapai 6 kali. Yaitu pada Tahun 2021 pada bulan April, Mei dan Juli. Tahun 2022 pada
bulan April mei dan Juli dan Tahun 2023 pada bulan Mei dan bulan Juni. Target pelayanan
untuk setiap tahunnya selalu berjumlah 200 plyn/bulan. Berdasarkan Gambar 1.1 Grafik
pelayanan dapat dilihat turun naik (berfluktuasi) bahkan terjadi penurunan yang sangat
drastis. Penurunan target pelayanan ini terjadi karena beberapa hal, diantaranya hasil desain
yang sudah selesai dikerjakan masih ada yang belum disetujui langsung oleh distributor
(pelanggan). Bahkan keterlambatan dalam menyetujui yang telah selesai ini molor dalam 1
(satu) hingga 3 (tiga) bulan. Molor ini menyebabkan tidak semua pelayanan yang digunakan
pelanggan datang kembali. 2 hal yang menyebabkan hasil desain yang sudah selesai
dikerjakan belum di setujui oleh pelanggan yaitu, pertama pelanggan belum memastikan yang
ada ditempatnya akan kebutuhannya. Permintaan desain milik pelanggan yang belum Sesuai,
sehingga pelanggan belum bisa menyetujui Desain baru yang ada di multimedia service.
Kedua, adanya hutang pelanggan kepada perusahaan yang menyebabkan perusahaan belum
mau memberikan pelayanan yang sudah selesai mereka kerjakan kepada pelanggan. Hasil
akan di berikan kepada pelanggan apabila pelanggan sudah melunasi hutangnya dahulu
10. 4
kepada perusahaan. Kejadian ini menyebabkan perusahaan sulit untuk mencapai pendapatan
yang telah perusahaan tetapkan.
11. 5
Hal ini menyebabkan pendapatan perusahaan juga tidak tercapai . Hal ini dapat dilihat pada
Tabel 1.2 dibawah ini:
Tabel 1.2 DATA PENDAPATAN PT. CIRCLE PRO GROUP 2021 – 2023
TAHUN BULAN
TARGET
PENDAPATAN
JUMLAH
PENDAPATAN
KETERANGAN
2021-2023
Januari Rp. 100.000.000 Rp. 17.500.000 Belum Tercapai
Februari Rp. 100.000.000 Rp. 20.000.000 Belum Tercapai
Maret Rp. 100.000.000 Rp. 19.500.000 Belum Tercapai
April Rp. 100.000.000 Rp. 100.000.000 Tercapai
Mei Rp. 100.000.000 Rp. 100.000.000 Tercapai
Juni Rp. 100.000.000 Rp. 29.500.000 Belum Tercapai
Juli Rp. 100.000.000 Rp. 100.000.000 Tercapai
Agustus Rp. 100.000.000 Rp. 25.000.000 Belum Tercapai
September Rp. 100.000.000 Rp. 15.000.000 Belum Tercapai
Oktober Rp. 100.000.000 Rp. 19.500.000 Belum Tercapai
November Rp. 100.000.000 Rp. 22.500.000 Belum Tercapai
Desember Rp. 100.000.000 Rp. 25.000.000 Belum Tercapai
Sumber : Data Perusahaan 2023
Berdasarkan data pada Tabel 1.2 terlihat bahwa perusahaan tidak dapat memenuhi
target pendapatan yang telah ditetapkan oleh perusahaan, dengan target pendapatan
perusahaan adalah sebesar Rp. 100.000.000,-/bulan. Tercapainya target penjualan suatu
produk adalah tujuan utama dalam menjalankan suatu bisnis. Seperti halnya dengan PT.
Circle Pro Group, perusahaan selalu berusaha dalam mencapai targetnya namun yang terjadi
adalah sebaliknya. Minimnya pencapaian target produksi menyebabkan pendapatan
perusahaan juga ikut menurun. Penyebab dari tidak tercapainya target penjualan salah
satunya adalah kurang matangnya perencanaan dalam hal finansial, hal ini terlihat pada
perusahaan selaku produsen yang tidak mampu menjalankan proses atau prosedur perjanjian
penjemputan barang yang telah selesai diproduksi. Desain yang seharusnya selesai produksi
harus langsung diambil dan dibayar oleh pelanggan, tetapi terdapat temuan adanya tumpukan
desain yang sudah lama belum dibayar oleh pelanggan. Desain yang telah selesai dikerjakan
malah menumpuk di perusahaan,. Efek dari banyaknya tumpukan yang disimpan di
perusahaan ini adalah modal operasional dan bahan baku yang sudah dipakai.
Dari permasalahan diatas menunjukkan kinerja supply chain management nya kurang
baik , maka perlu dilakukan pengukuran kinerja supply chain management dengan
13. 7
terintegrasi untuk semua unit dan aktivitas di PT. Circle Pro Group, serta mencakup semua
kebutuhan stakeholders. Jika penilaian kinerja supply chain management tidak dilakukan
secara terintegrasi untuk semua unit dan aktivitas, maka akan sulit untuk menentukan faktor-
faktor penentu keberhasilan dalam peningkatan kinerja. Metode IPMS adalah salah satu
metode pengukuran kinerja yang mendasarkan pada kebutuhan stakeholder. Salah satu
tahapan dalam IPMS adalah membobotkan indikator yang berpengaruh terhadap capaian
kinerja. IPMS merupakan suatu metode yang mengukur kinerja secara terintegrasi dan
berbasis pada keinginan skateholders.(Maulidia et al., n.d.) Objectives ditentukan untuk
memenuhi keinginan stakeholdes, sehingga akan dapat ditentukan key performance
indicators yang akan digunakan untuk mengukur keberhasilannya. (Maulidia et al., n.d.)
Dalam sistem pengukuran kinerja yang dirancang setiap KPI memiliki bobot yang berbeda
terhadap kinerja. Oleh karena itu, di dalam melakukan pembobotan untuk masing-masing
KPI dalam sistem pengukuran kinerja digunakan konsep Analytical Hierarchy Process
(AHP). AHP adalah prosedur yang berbasis matematis yang sangat baik dan sesuai untuk
kondisi evaluasi atribut-atribut kualitatif.
Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk mengajukan
judul Tugas Akhir “ MERANCANG MODEL PENGUKURAN DAN MENGUKUR
KINERJA SUPPLY CHAIN MANAGEMENT (SCM) DENGAN METODE
INTEGRATED PERFORMANCE MEASUREMENT SYSTEMS (IPMS) DAN
ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) (STUDI KASUS : PT. CIRCLE PRO
GROUP KLATEN – JAWA TENGAH)”
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang terdapat di latar belakang, maka rumusan
masalah yang diperoleh adalah :
1. Bagaimana merancang model pengukuran kinerja kinerja Supply Chain
Management SCM pada perusahaan multimedia di PT. Circle Pro Group ?
2. Bagaimana mengukur kinerja Supply Chain Management SCM dengan
menggunakan metode Integrated Performance Measurement Systems (IPMS) dan
Analytical hierarchy Process AHP di PT. Circle Pro Group ?
14. 7
3. Bagaimana Merekomendasikan usulan perbaikan kinerja berdasarkan hasil
sistem pengukuran kinerja Supply Chain Management SCM. di PT. Circle Pro
Group ?
1.3.Tujuan
1. Merancang model pengukuran kinerja Supply Chain Management SCM pada
perusahaan multimedia di PT. Circle Pro Group
2. Mengukur kinerja perusahaan dengan metode Integrated Performance
Measurement Systems dan Analytical Hierarchy Process (AHP)
3. Memberikan usulan kinerja Supply Chain Management di PT. Circle Pro Group
1.4. Batasan Masalah
Agar permasalahan tidak meluas pada penelitian ini, maka dibutuhkan batasan
masalah untuk dapat membuat pembahasan yang dilakukan tidak melebar pada permasalahan
yang lainnya. Adapaun batasan permasalahannya adalah sebagai berikut:
1. Stakeholder perusahaan adalah pemilik, karyawan, pemasok dan pelanggan.
2. Penelitian dilakukan dengan menggunakan data Tahun 2021 - 2023.
3. Dalam penelitian ini penulis tidak membahas tentang biaya dan keuangan lebih detail
perusahaan untuk menghindari kerahasiaan perusahaan.
1.5. Manfaat Penelitian
1. Bagi Kepentingan Akademis
Sebagai bahan dasar untuk melakukan penelitian lebih lanjut, tentunya
dengan disiplin ilmu lain sebagai penunjang.
2. Bagi Kepentingan Perusahaan
Membantu pihak perusahaan PT. Circle Pro Group Klaten Jawa Tengah
untuk membuat alat ukur kinerja supply chain management mengetahui
kemampuan dan kelemahan perusahaan serta prioritas perbaikan di masa
yang akan datang melalui pengukuran performansi indicator kinerja supply
chain management.
15. 8
Model perancangan kinerja ini bisa dipakai sebagai acuan untuk mengukur
kinerja supply chain management setiap tahunnya untuk semua perusahaan
multimedia.utamanya PT. Circle Pro Group dan hasil pengukurannya bisa
dipakai untuk mengevaluasi serta meperbaiki kinerja supply chain
management.
1.6. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan pada penelitian ini pada dasar nya di bagi terdiri dari Tiga bab,
pada setiap bab terdiri dari sub bab, secara singkat dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. BAB I : PENDAHULUAN
Pada bab ini berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah dan sistematika penulisan.
b. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini membahas tentang definisi para ahli mengenai materi yang relevan
dengan topik penelitian, dasar teori, serta kajian penelitian terdahulu.
c. BAB III : METODELOGI PENELITIAN
Bab ini berisi tentang Jadwal kegiatan, Alat dan bahan, waktu dan
tempat penelitian, teknik pengumpulan data, tahapan kerja.
16. BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Penelitian Terdahulu
Hasil Penelitian terdahulu merupakan refrensi bagi peneliti untuk melakukan
penelitian ini. Dalam penelitian tersebut terdapat perbedaan permasalahan penelitian.
Perbedaan antara penelitian yang dilakukan dengan peneiti sebelumnya terletak pada
permasalahannya. Dalam penelitian ini peneliti meneliti bagaimana pengendalian
pelayanan jasa di PT. Circle Pro Group dengan mwnggunakan metode Integreted
performance measurement system (IPMS) dan Anaylytical hierarchy process (AHP),
sehingga dapat tercapainya pelayananan yang tepat memenuhi target dengan biaya
persediaan yang lebih efisien.
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
No. Penulis Judul Metode Hasil Penelitian
1.
A.
Madinnsyah,
D Hidayat dan
J Juhaeri, 2020
Desain Formulasi dan
Implementasi Bisnis
strategic dengan
pendekatan Busniess model
Canvas (BMC)
Terintegrasi kerangka
Integreted Performance
management system IPMS
Pada Koperasi ASpirindi
IPMS Hasil analisis
redesain BMC
Koperasi Asperindo
didapat 5 komponen
yang harus
dioptimalisasi
diantaranya : Value
Propotions. Customer
Relations Channels,
Key Resource dan
Key Partners. Setelah
itu mengintegrasikan
BMC dengan
perancangan kinerja
Koperasi Asperindo
dengan metode IPMS
Framework. Sistem
manajemen kinerja
dibuat agar sesuai
dengan visi, misi dan
strategi koperasi.
Karena itu, Analisis
SWOT dan BMC
9
17. serta peta strategi
digunakan untuk
mendapatkan kinerja
variabel yang sesuai
untuk keberhasilan
usaha Koperasi
Asperindo.
2.
PL Fornier, L
Moisan , D
Lagace, 2021
Seizing the opportunity:
the emergence of shared
leadership during the
deployment of an
integrated performance
management system
IPMS memahami
bagaimana gaya
kepemimpinan yang
berbeda muncul
melalui penerapan
sistem manajemen
kinerja dan perangkat
terkait, serta
bagaimana hal
tersebut dapat
mendorong
kepemimpinan yang
terdistribusi.
3.
A Prisyanti,
2020
Evaluation university
ranking system using
quacquarelli Symonds and
integrated performance
measurement system
approach
IPMS Bahwa indikator yang
mempengaruhi
kinerja Undip
sebanyak 26 indikator
yang terbagi dalam 6
perspektif. Bobot
kepentingan untuk
kriteria penilaian QS
World University
Ranking yang
memiliki bobot paling
tinggi adalah reputasi
akademik
4.
MD
Yudhistira, P.
Ricardianto,
ZA Nofrisel,
L. Lesmini,
2022
PERFORMANCE
MEASUREMENT USING
PERFORMANCE PRISM
METHOD: EMPIRICAL
EVIDENCE OF A
NATIONAL LOGISTIC
COMPANY IN
INDONESIA
IPMS Dari penelitian ini
dengan bantuan
metode Analytical
Hierarchy Process
adalah bahwa secara
umum gudang
perusahaan Dinamika
Muda Mandiri dapat
melakukan pekerjaan
dengan baik sesuai
dengan keinginan
stakeholder,seperti
manajemen dan
investor, namun perlu
10
18. ditingkatkan di sisi
pelanggan.
5.
I Purnawati,
N. Andnyani,
2020
Performance evaluation of
microfinance institutions
and local wisdom-based
management concept
KPI and
AHP
Berdasarkan hasil
penelitian, dapat
disimpulkan bahwa
tidak hanya strategi,
proses, dan
kapabilitas yang
dapat mempengaruhi
LPD Desa Depeha,
tetapi kepuasan
pemangku
kepentingan dan
kontribusi pemangku
kepentingan juga
berpengaruh terhadap
LPD.
6.
R. Astuti, M.
Marimin, M.
Machfud, R.
Poerwanto,
2017
KEY PERFORMANCE
INDICATORS
IN EMERGING SUPPLY
CHAIN OF
MANGOSTEEN
IN BOGOR DISTRICT,
WEST JAVA PROVINCE,
INDONESIA
KPI,
SCOR
Model
Hasil identifikasi
indikator kinerja
kunci membantu
memandu anggota
rantai pasok manggis
di Kabupaten Bogor
dalam melakukan
trade-off antar
komponen kinerja
untuk meningkatkan
kinerja rantai pasok
secara keseluruhan
berdasarkan tingkat
kepentingan indikator
kinerja dari sudut
pandang anggota.
7.
VV Rao, 2020 A INDUSTRIAL
REVOLUTION 4.0 - ITS
IMPACT ON BUSINESS
DECISION MAKING
MODELS IN SUPPLY
CHAIN MANAGEMENT
- A STUDY
SCOR,
AHP
Diketahui Industri 4.0
mengantarkan
revolusi berikutnya,
di mana tenaga kerja
manusia dan
manusia dan mesin
dapat disatukan
dalam platform tanpa
gesekan,
untuk menciptakan
Model Bisnis baru
terutama di sektor
rantai pasokan dan
membuka batas-batas
11
19. baru dalam hal
efisiensi.
8.
A. Tegegne, B.
Gebremedhin,
D . Hoekstra,
2013
Smallholder dairy
production and marketing
systems in Ethiopia: IPMS
experiences and
opportunities for market-
oriented development
IPMS Menemukan cara-
cara ke depan untuk
pengembangan
produk susu petani
kecil yang
berkelanjutan di
Negara Ethopia.
9.
Y.Yin, L. Xia,
L. Song, R.
Zen, 2013
The ship IPMS networked
control system modelling
and design
IPMS Akhirnya, dengan
variabel waktu tunda
tertentu, hasil
simulasi
menggambarkan
bahwa kontroler
berjejaring yang
diusulkan efektif.
10.
IN Pujawan,
Ys. Rica, M.
ENg, 2016
Pengukuran Kinerja Supply
Chain Berbasis SNI ISO
9001:2008 dengan
Pendekatan SCOR (Studi
Kasus : Baristand Industri
Surabaya)
IPMS,
TQM
Model
SCOR
Berdasarkan hasil
penelitian dan
perhitungan pada
pembahasan
sebelumnya dapat
ditarik kesimpulan
sebagai
berikut Variabel
Proses SCOR yang
memiliki indikator
paling banyak
berturut-turut adalah
proses plan dan
source,
hal ini dikarenakan
pengujian merupakan
industri bidang
jasa yang memiliki
karakteristik tidak
dapat menyimpan
persediaan terhadap
pelayanan,
perusahaan jasa harus
memenuhi
permintaan saat ada
permintaan.
Sumber: data diolah (2023)
12
20. 13
2.2 Supply Chain
Supply chain adalah semua aktivitas perusahaan dalam memenuhi kebutuhan
konsumen yang di dalamnya terdapat aliran dan transformasi barang mulai dari bahan
baku sampai ke konsumen akhir dan disertai dengan aliran informasi dan uang.
Menurut (Hervani et al., 2005), struktur rantai pasokan perusahaan terdiri dari
pemasok eksternal, internal fungsi perusahaan, distributor eksternal, serta pelanggan
(komersial atau pengguna akhir). Tujuan dari pengelolaan rantai pasok yang hendak
dicapai perusahaan adalah untuk memaksimalkan nilai yang dihasilkan secara
keseluruhan (Doan, 2020) Oleh karena itu rantai pasok memerlukan manajemen yang
terintegrasi agar dapat berjalan efektif dan efisien sehingga dapat meningkatkan
keseluruhan nilai yang dihasilkan oleh perusahaan. Menurut (Mounkes, 2004) rantai
pasok melibatkan tahapan-tahapan berikut:
1. Rantai 1 : Pemasok
Rantai pertama merupakan sumber penyedia bahan awal dimana mata
rantai penyaluran barang dimulai. Bahan pertama ini dapat berupa bahan
baku, bahan mentah, bahan penolong, bahan dagangan, penggabungan dan
sebagainya.
2. Rantai 2 : Manufaktur
Rantai pertama dihubungkan dengan rantai kedua, yaitu manufaktur yang
memiliki tugas melakukan pekerjaan pabrik, merakit dan menyelesaikan
barang hingga menjadi produk jadi.
21. 14
3. Rantai 3 : Distributor
Barang yang sudah selesai difabrikasi akan didistribusikan ke gudang atau
disalurkan ke gudang milik distributor atau pedagang besar dalam jumlah
besar dan pada waktunya nanti pedagang besar menyalurkan dalam jumlah
yang lebih kecil kepada retailer (pengecer).
4. Rantai 4: Retailer
Pengecer berfungsi sebagai rantai pasok yang ada diantara distributor-
distributor yang pada umumnya pedagang besar ke pedagang kecil
(pengecer). Pengecer berupa gerai seperti toko, warung, departement store,
koperasi, club stores, dan sebagainya.
5. Rantai 5: Pelanggan
Dari distributor, barang ditawarkan langsung kepada pelanggan sebagai
pengguna barang tersebut. Saat pelanggan atau konsumen menggunakan
produk tersebut maka dapat dikatakan bahwa ini merupakan akhir dari
mata rantai pasok.
Dari kelima tahapan rantai dalam aktivitas rantai pasok, di dalamnya terdapat
tiga macam komponen penyusunnya. (Turban et al., 2015) mengklasifikasikan tiga
macam komponen seperti berikut.
1. Rantai Suplai Hulu (Upstream supply chain)
Bagian upstream (hulu) supply chain meliputi aktivitas dari suatu
perusahaan manufaktur dengan para penyalurnya dan koneksi mereka
kepada para penyalur mereka (para penyalur kedua). Hubungan para
penyalur dapat diperluas ke beberapa strata, semua jalan dari asal material.
Di dalam upstream supply chain, aktivitas yang utama adalah pengadaan.
2. Rantai Suplai Internal (Internal supply chain)
Bagian dari internal supply chain meliputi semua proses pemasukan
barang ke gudang yang digunakan dalam mentransformasikan input dari
para penyalur ke dalam keluaran organisasi itu. Hal ini meluas pada saat
input masuk ke dalam organisasi. Di dalam rantai suplai internal, perhatian
yang utama adalah manajemen produksi, fabrikasi, dan pengendalian
persediaan.
22. 15
3. Segmen Rantai Suplai Hilir (Downstream supply chain segment)
Downstream (arah muara) supply chain meliputi semua aktivitas yang
melibatkan pengiriman produk kepada pelanggan akhir. Di dalam downstream
supply chain, perhatian diarahkan pada distribusi, pergudangan, transportasi, dan
after-sales-service.
Dari penjelasan komponen rantai supply di atas, (Setyadi et al., 2019)
menyimpulkan bahwa struktur di dalam rantai pasok terdiri dari beberapa aktivitas
dasar seperti pembelian dan pengelolaan bahan baku, produksi, distribusi,
pemasaran dan penjualan, yang bermula dari hulu hingga ke hilir.
2.3 Pengertian Kinerja Perusahaan
Kinerja perusahaan adalah suatu tampilan keadaan secara utuh atas
perusahaan selama periode waktu tertentu, merupakan hasil atau prestasi yang
dipengaruhi oleh kegiatan operasional perusahaan dalam memanfaatkan sumber daya
– sumber daya yang dimiliki (Widodo,2011). Kinerja perusahaan adalah ukuran
tingkat keberhasilan manajemen dalam mengelola sumberdaya keuangan perusahaan,
terutama pada pengelolaan investasi sebagai upaya untuk menciptakan nilai bagi
pemegang saham. Artinya, kinerja perusahaan merupakan indikator tingkatan prestasi
yang dicapai dan mencerminkan keberhasilan manajer atau pengusaha (Simbolon,
2015). Pengukuran kinerja dilakukan untuk mengetahui tingkat kinerja perusahaan,
apakah perusahaan tersebut telah berjalan dengan baik, yaitu dengan tercapainya
tujuan perusahaan yang telah ditetapkan atau justru mengalami kemunduran. Hasil
pengukuran kinerja dapat dijadikan landasan bagi perusahaan dan melakukan
perbaikan-perbaikan untuk meningkatkan kinerja, sehingga pada akhirnya perusahaan
dapat meningkatkan daya saingnya (Susetyo, 2013)
23. 16
3.2.1 Pengertian Pengukuran Kinerja dan Penilaian Kinerja SCM
Adapun pengertian dari pengukuran kinerja dan penilaian kinerja adalah
sebagai berikut:
1. Pengukuran Kinerja
Perbaikan kinerja dapat diukur berasarkan:
a. Kecepatan, kecepatan dalam sebuah proses akan dapat
meningkatkan efisiensi
b. Kualitas, kecepatan tanpa kualitas merupakan hal yang sia-sia,
maka kualitas merupakan suatu keharusan dalam pengukuran
kinerja
c. Layanan, sebuah pelayanan yang buruk akan menghapuskan
manfaat apapun yang dicapai dalam kecepatan dan kualitas
d. Nilai, nilai adalah kombinasi dari kecepatan, kualitas dan harga
yang memungkinkan pelanggan untuk merasakan bahwa mereka
mendapatkan sesuatu yang lebih daripada yang mereka bayangkan.
2. Penilaian Kinerja
Segmen proses penilaian kinerja ini berhubungan dengan keahlian
karyawan. Tugas utama dalam sebuah kepemimpinan adalah untuk
mengembangkan kemampuan karyawan sehingga menciptakan
karyawan yang berkualitas yang menghargai kepemimpinan itu.
3. Kepuasan Karyawan
Kepuasan karyawan merupakan elemen kunci dalam perbaikan kinerja.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan karyawan adalah sebagai
berikut:
a. Keanekaragaman
b. Perkembangan
c. Pembelajaran
d. Partisipasi
e. Pengakuan
f. Keamanan
24. 17
4. Keputusan Kopensasi
Dengan selalu mengaitkan kompensasi karyawan dengan hasil-hasil
yang dikuantifikasikan dan dengan memastikan bahwa para karyawan
dapat menelusuri kemajuan mereka akan dapat memacu motivasi. Hal
ini dikarenakan sangat sulit untuk tetap bermotivasi jika
penghargaannya tidak jelas.
5. Komunikasi
Dengan adanya komunikasi yang jelas antara karyawan dan pimpinan
maka akan memungkinkan melakukan evaluasi kinerja secara
bersama-sama. Dan hal ini merupakan jaring pengaman baik pimpinan
maupun karyawan tidak akan terkejut dalam penilaian kinerja
selanjutnya.
3.2.2 Pengendalian dan Kinerja
Pengendalian adalah proses mengarahkan sekumpulan variabel yang
meliputi manusia, benda, situasi dan organisasi untuk mencapai tujuan atau
sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Sedangkan kinerja adalah suatu
tampilan keadaan secara utuh atas perusahaan selama periode waktu tertentu,
merupakan hasil atau prestasi yang dipengaruhi oleh kegiatan operasional
perusahaan dalam memanfaatkan sumber daya – sumber daya yang dimiliki.
3.2.3 Tujuan Pengukuran Kinerja SCM
Tujuan dari pengukuran kinerja adalah untuk menghasilkan data, yang
kemudian apabila data tersebut dianalisis secara tepat akan memberikan
informasi yang akurat bagi pengguna data tersebut. Berdasarkan tujuan
pengukuran kinerja, maka suatu metode pengukuran kinerja harus dapat
menyelaraskan tujuan organisasi perusahaan secara keseluruhan (goal
congruence).
3.2.4 Tujuan Penilaian Kinerja SCM
Tujuan utama penilaian kinerja adalah untuk memotivasi personel
dalam mencapai sasaran organisasi dan dalam mematuhi standar perilaku
26. 18
organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya, agar membuahkan tindakan dan
hasil yang diinginkan oleh organisasi.
3.2.5 Langkah-langkah Pengukuran Kinerja SCM
Terdapat beberapa tahap mengenai pengukuran kinerja perusahaan:
1. Mendesain
Proses mendesain meliputi beberapa aktivitas, antara lain seperti
menentukan model apa yang dipilih termasuk kerangka kinerjanya
sampai penentuan indikator kinerja utama. Indikator tersebut harus
dalam bentuk metrik yang dapat diukur dan dapat merepresentasikan
tujuan strategis dari organisasi.
2. Mengukur
Indikator-indikator yang telah ditentukan dalam tahap desain kemudian
diterapkan untuk mengukur kinerja perusahaan menggunakan data-data
aktual perusahaan.
3. Mengevaluasi
Tahap selanjutnya adalah mengevaluasi hasil pengukuran yang telah
dilakukan.
4. Menindaklajuti
Hasil yang diperoleh pada tahap evaluasi kemudian ditindaklanjuti
dengan menentukan indikator-indikator mana saja yang menunjukkan
kinerja yang sudah baik dan indikator-indikator mana saja yang masih
menunjukkan kinerja yang buruk.
5. Mengevluasi Kembali
Tahap selanjutnya adalah mengevaluasi kembali apakah sistem
pengukuran kinerja yang telah disusun dan diterapkan tersebut telah
sesuai atau belum dengan kebutuhan perusahaan. Sistem tersebut juga
dievaluasi kembali apakah sudah dapat mencerminkan kinerja
perusahaan yang sesungguhnya atau belum.
3.2.6 Manfaat Pengukuran Kinerja
Manfaat sistem pengukuran kinerja yang baik adalah:
1. Menelusuri kinerja terhadap harapan pelanggan sehingga akan membawa
27. 19
perusahaan lebih dekat pada pelangganya dan membuat seluruh orang
dalam organisasi terlibat dalam upaya memberi kepuasan kepada
pelanggan.
2. Memotivasi pegawai untuk melakukan pelayanan sebagai bagian dari mata
rantai pelanggan dan pemasok internal.
3. Mengidentifikasi berbagai pemborosan sekaligus mendorong upaya-upaya
pengurangan terhadap pemborosan tersebut (reduction of waste)
4. Membuat suatu tujuan strategis yang biasanya masih kabur menjadi lebih
konkrit sehingga mempercepat proses pembelajaran organisasi
5. Membangun consensus untuk melakykan suatu perubahan dengan memberi
reward atas perilaku yang diharapkan itu.
3.2.7 Manfaat Penilaian Kinerja
Manfaat dari penilaian kinerja bagi manajemen perusahaan adalah sebagai
berikut:
1. Mengelola operasi secar efektif dan efisien melalui pemotivasian karyawan
secara maksimum
2. Membantu pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan karyawan,
seperti: promosi, transfer dan permberhentian.
3. Mengidentifikasikan kebuthan pelatihan dan pengembangan karyawan dan
untuk menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan
karyawan.
4. Menyediakan umpan balik bagi karyawan mengenai bagaimana atasan
mereka menilai kinerja mereka
5. Menyediakan suatu dasar bagi distribusi penghargaan.
6. Penghargaan digolongkan dalam dua (2) kelompok, yaitu: penghargaan
intrinsik dan penghargaan ekstrinsik.
2.4 Supply Chain Management
Supply Chain Management (SCM) pertama kali dikemukakan oleh (Oliver,
1982) dengan mendefinisikan bahwa SCM adalah sebuah metode, alat, atau
28. 19
pendekatan dalam mengelola rantai pasok. Pernyataan tersebut ditambahkan oleh
(Mentzer et al., 2001) bahwa SCM merupakan kordinasi strategis dan sistematis dari
29. 20
fungsi bisnis tradisional di dalam perusahaan tertentu dan bisnis dalam rantai
pasokan untuk tujuan meningkatkan kinerja jangka panjang individu perusahaan dan
rantai pasokan secara keseluruhan. Fungsi dari manajemen rantai pasok sendiri yaitu
merencanakan, mengatur, mengkoordinasi dan mengontrol semua aktivitas rantai
pasok/supply chain (Nyoman Pujawan, 2014)
Dalam praktiknya pengelolaan rantai pasok (SCM) yang sukses membutuhkan
sistem yang terintegrasi. Menurut (Nyoman Pujawan, 2010) untuk menciptakan
SCM yang terintegrasi pada industri terdapat enam klasifikasi kegiatan utama yang
perlu dipahami yaitu Pengembangan Produk (Product Development), Pembelian
(Procurement), Perencanaan dan Pengendalian (Planning and Controlling), Produksi
(Production), Distribusi (Distribution), dan Pengembalian (Return).
6. Pengembangan Produk (Product Development)
Dalam merancang produk baru, perusahaan harus mempertimbangkan
aspirasi keinginan pelanggan, ketersediaan dan sifat- sifat bahan baku, dapat
diproduksi secara ekonomis (manufacturability), mudah dalam pengiriman dan
memperhatikan aspek lingkungan. Cakupan aktivitas antara lain melakukan riset
pasar, merancang produk baru, melibatkan supplier dalam perancangan produk.
30. 21
7. Perencanaan dan Pengendalian (Planning and Controlling)
Kegiatan ini memainkan peran yang sangat vital karena banyak
bertugas untuk menciptakan kordinasi taktis maupun operasional sehingga
kegiatan lainnya bisa di lakukan dengan efesien dan tepat waktu. Cakupan
aktivitas pada kegiatan ini adalah demand planning, peramalan permintaan,
perencanaan kapasitas, perencanaan produksi dan persediaan
8. Pembelian (Procurement)
Kegiatan ini memiliki potensi untuk menciptakan daya saing
perusahaan melewati rantai pasok dengan upaya mendapatkan harga yang
murah, meningkatkan time to market, peningkatan kualitas produk, dan
peningkatan responsiveness. Cakupan aktivitas pada kegiatan ini antara
lain memilih supplier, mengevaluasi kinerja supplier, melakukan
pembelian bahan baku dan komponen, memonitor supply risk, membina
dan memelihara hubungan dengan supplier.
9. Produksi (Production)
Kegiatan ini bertugas secara fisik melakukan transformasi dari
bahan baku, bahan setengah jadi, atau komponen menjadi produk jadi.
Dalam kegiatan ini banyak hal yang harus diperhatikan yaitu konsep
efesiensi dan fleksibilitas yang merupakan dua hal yang penting dalam
mengelola sistem produksi. Cakupan aktivitas pada kegiatan ini antara lain
eksekusi produksi, dan pengendalian kualitas.
10. Distribusi (Distribution)
Dalam kegiatan ini perusahaan harus bisa merancang jaringan
distribusi yang tepat dengan mempertimbangkan tradeoff antara aspek
biaya, fleksibilitas, dan kecepatan respon terhadap pelanggan. Cakupan
aktivitas pada kegiatan ini antara lain perencanaan jaringan distribusi,
penjadwalan pengiriman, mencari dan memelihara hubungan dengan
perusahaan jasa pengiriman, memonitor service level di tiap pusat
distribusi.
11. Pengembalian (Return)
Produk kembali dari hilir ke hulu bisa di akibatkan karena produk
mengalami kecacatan/ tidak memenuhi standar kualitas sehingga harus
31. 22
diganti atau proses ulang (rework), proses bisnis perusahaan yang
mengharuskan kemasan produk atau sisa produk untuk kembali ke hulu untuk
digunakan pada produksi selanjutnya, dan karena tekanan regulasi lingkungan.
Dalam mendukung terciptanya SCM yang terintegrasi, Anderson et al
(1997) memberikan 7 prinsip SCM untuk membantu para manajer dalam
merumuskan strategi pelaksanaan SCM, yaitu:
1. Segmentasi pelanggan berdasarkan kebutuhannya.
2. Sesuaikan jaringan logistik untuk melayani kebutuhan pelanggan yang
berbeda.
3. Dengarkan signal pasar dan jadikan signal tersebut sebagai dasar dalam
perencanaan kebutuhan (demand planning) sehingga bisa menghasilkan
ramalan yang konsisten dan alokasi sumber daya yang optimal.
4. Diferensiasi produk pada titik yang lebih dekat dengan konsumen dan
percepat konversinya di sepanjang rantai supply.
5. Kelola sumber-sumber supply secara strategis untuk mengurangi ongkos
kepemilikan dari material maupun jasa.
6. Kembangkan strategi teknologi untuk keseluruhan rantai pasok yang
mendukung pengambilan keputusan berhierarki serta berikan gambaran
yang jelas dari aliran produk, jasa, maupun informasi.
7. Adopsi pengukuran kinerja untuk sebuah supply chain secara keseluruhan
dengan maksud untuk meningkatkan pelayanan kepada konsumen akhir.
Menurut Pujawan (2005), sistem pengukuran kinerja diperlukan
untuk melakukan monitoring dan pengendalian, mengkomunikasikan tujuan
organisasi ke fungsi-fungsi pada supply chain, mengetahui dimana posisi
suatu organisasi reaktif terhadap pesaing maupun terhadap tujuan yang
hendak dicapai dan menentukan arah perbaikan untuk menciptakan
keunggulan dalam bersaing
32. 23
2.5 Key Performance Indicators (KPI)
KPI (Key Performance Indicators) atau indikator kinerja kunci dalam bahasa
Indonesia, adalah matriks finansial ataupun non-finansial yang digunakan untuk membantu
suatu organisasi menentukan dan mengukur kemajuan terhadap sasaran organisasi. Pada
organisasi bisnis, KPI digunakan dalam intelijen bisnis untuk menilai keadaan saat ini
suatu bisnis dan menentukan suatu kebijakan tindakan terhadap keadaan tersebut. KPI pada
umumnya digunakan untuk menilai aktivitas-aktivitas yang sulit diukur seperti keuntungan
pengembangan, kepemimpinan, perjanjian, layanan dan kepuasan. KPI umumnya dikaitkan
dengan strategi organisasi. Komponen KPI akan berbeda tergantung sifat dan strategi
organisasi. KPI merupakan bagian dari kunci suatu sasaran terukur yang terdiri dari arahan,
indikator kinerja, tolak ukur, target dan kerangka waktu (Papilo, 2012). Key Performance
Indicators (KPI) dapat diartikan sebagai indikator yang akan memberikan informasi sejauh
mana kita telah berhasil mewujudkan sasaran strategis yang telah kita tetapkan. Dalam
menyusun KPI baiknya harus menetapkan indikator kinerja yang jelas, spesifik dan terukur
(Rosmiati, 2015). Penilaian kinerja berdasarkan KPI bertujuan untuk:
1) Mengukur kesehatan dan kesejahteraan organisasi secara keseluruhan
2) Memfokuskan pada aspek atau area dari suatu kinerja oraganisasi yang kritikal dan vital
secara berkelanjutan dan mengacu pada kesuksesan di masa yang akan datang.
3) Mengukur suatu kesuksesan dalam area yang dianggap penting dan proses yang
mempengaruhi customer, pekerja, shareholder dan stakeholder.
4) Membangun total organisasi, individu departemen dan individual team
Sangat penting bagi perusahaan atau organisasi untuk paling tidak mengidentifikasi KPI
Kunci untuk mengidentifikasi suatu KPI adalah:
a. Menganalisa atau mendefinisikan proses bisnis
b. Mengetahui dengan jelas goals (tujuan-tujuan) atau performansi
yang diharapkan untuk proses bisnisnya.
c. Memiliki pengukuran kuantitatif dan kualitatif
d. Menginvestigasikan variasi dan mengambil proses-proses atau
sumber daya untuk memperoleh tujuan-tujuan pendek.
33. 24
2.6 Pengertian Integrated Performance Measurement Syistem (IPMS)
Menurut Neely et al. dalam Sriwandi (2012) IPMS adalah sistem yang dinamis dan
seimbang, yang memberikan pandangan holistik dari penggunaan berbagai perspektif dan
pengukuran. Pada dasarnya, model dan kerangka kerja IPMS dirancang untuk mendukung
manajemen dalam meningkatkan kinerja melalui pengambilan keputusan yang lebih baik.
Model ini mengusulkan bahwa pengukuran IPMS harus dikaitkan dengan strategi, misi,
visi, dan kontrol. Manajemen harus secara teratur memantau dan meninjau hasil kinerja dan
mengevaluasi perubahan di pasar melalui sistem kontrol diagnostik dan interaktif. Melalui
umpan balik dan sistem kontrol umpan-maju dapat membantu meningkatkan efisiensi
perusahaan dan juga mengidentifikasi peluang baru. Komitmen berarti kepercayaan pada
nilai-nilai organisasi dan akan berusaha untuk mencapainya tujuan perusahaan. Oleh karena
itu, komitmen terhadap tujuan dapat meningkatkan peningkatan kinerja perusahaan.
Tambahan, sistem kontrol perbatasan dapat memotivasi karyawan untuk mencari ide-ide
baru
dalam lingkup yang dapat diterima dan telah ditentukan. Sehingga, jika diterapkan dengan
benar, sistem ini dapat menghindari potensi risiko, yang dalam giliran meningkatkan kinerja
organisasi (Sriwandi, 2012). Pengukuran kinerja sebuah perusahaan merupakan kunci
untuk menjadi efektif dan efisien. Jika tidak ada pengukuran berarti tidak bisa dikelola.
Persoalan
yang sering dihadapi berkaitan dengan implementasi sebuah sistem pengukuran kinerja
adalah adnya kesalahpahaman perancang maupun praktisi dalam menerjemahkan beberapa
komponen dasar yang meliputi ukuran kinerja, pengukuran kinerja dan sistem pengukuran
kinerja. Ketidaktepatan ini dapat menimbulkan ketidak-optimalan bahkan kesalahan dalam
pengambilan keputusan (Hendrastuti, 2011). Integrated Performance Measurement Syistem
(IPMS) merupakan metode pengukuran kinerja yang terintegrasi yaitu mengukur kinerja
suatu perusahaan yang dilakukan secara top-down dengan memperhatikan kebutuhan dari
setiap stakeholdernya dan tetap memonitor posisi perusahaan terhadap pesaingnya. IPMS
merupakan sistem pengukuran kinerja yang dibuat di Centre for Statistic Manufacturing
University of Stratchlcle, Glasgow. Tujuannya yaitu untuk mendeskripsikan bentuk
34. 24
pengukuran kinerja dalam arti yang tepat, untegrasi, efektif dan efisien. Untuk mencapai
tujuan tersebut, secara garis besar dideskripsikan menjadi dua (2) kegiatan utama, yakni:
35. 25
1) Pendeskripsian komponen pokok dari sistem pengukuran kinerja
2) Membuat garis arahan pengukuran kinerja terbaik yang sebaiknya digunakan. Sebagai
salah satu metode yang digunakan dalam pengukuran kinerja, IPMS memiliki ciri-ciri
sebagai berikut (Winarni, 2012):
1) Menyusun seluruh tugas dan aktivitas perusahaan sesuai dengan tujuan kritis level
atas.
2) Memberikan kendali bisnis pada semua bagian dalam perusahaan, searah dengan
strategi bisnis yang dimiliki.
3) Melakukan program perbaikan yang searah dengan strategi bisnis perusahaan.
Model IPMS membagi level bisnis suatu oragnisasi menjadi empat (4) level, yaitu
bisnis induk, Unit bisnis, Proses bisnis dan aktivitas bisnis. Sehingga perancangan sistem
penilaian kinerja dengan model IPMS harus mengikuti tahapan-tahapan. Performance
Measurement Systems:
Gambar 2.1 Pembagian Level Organisasi
(Winarni,2012)
Level bisnis menjabarkan seluruh bisnis perusahaan dengan beberapa unit bisnis yang ada
di dalamnya. Unit bisnis adalah bagian dariperusahaan yang memiliki fungsi dan proses
bisnis tertentu yang bertujuan untuk melayani sebagian segmen pasar sesuai dengan
tuntutan pasar yang semakin ketat. Setiap unit bisnis terdiri dari sejumlah proses bisnis yang
terbagi dalam dua kelompok, yaitu:
36. 26
1. Proses bisnis inti merupakan alasan dasar bagi keberadaan suatu perusahaan
2. Proses bisnis pendukung, yang mendukung proses bisnis inti. Proses bisnis inti
merupakan
stakeholder dari proses bisnis pendukung.
Keempat level bisnis dalam IPMS kemudian diidentifikasi Key Performance
Indicator-nya, berdasarkan stakeholder requirement, eternal monitor dan objectives. Proses
perancangan sistem pengukuran kinerja berdasarkan Integrated Performance Measurement
System berlansung secara top-down dari level bisnis ke aktivitas.
Model referensi menggunakan struktur dasar ini untuk mengintegrasikan
konsep-konsep berikut ke dalam kerangka kerja tunggal (Bititc, Carrie dan Liam,
2016):
Penerapan Kebijakan. Penempatan tujuan perusahaan dan pemangku kepentingan di
seluruh organisasi.
Kriteria Kompetitif dan Pembandingan. Definisi kunci kompetitif faktor dan posisi
Bisnis dan Unit Bisnis dalam daya saingnya lingkungan Hidup.
Orientasi Proses. Berfokus pada proses bisnis utama untuk mengelola bisnis kinerja.
Perencanaan Normatif. Metodologi pengukuran yang membedakan antara Aktualitas,
Kemampuan dan Potensi.
38. 27
Gambar 2.3 Integrated Performance
Measurement Systems
(Winarni, 2012)
Penjelasan dari setiap elemen-elemennya dapat dilihat di bawah ini.
1. Stakeholders
Stakeholders adalah pihak-pihak yang berkepentingan pada suatu perusahaan, antara lain
pemegang saham, pemilik bisnis, pegawai atau karyawan, pelanggan, pemasok dan
masyarakat. Dalam Integrated Performance Measurement Systems, dilakukan
identifikasi stakeholder, kemudian diidentifikasi juga apa yang menjadi keinginan dari
tiap-tiap
stakeholder terhadap bisnis perusahaan.
2. Eternal Monitor
Perusahaan harus mengetahui posisinya terhadap pesaingnya untuk mengetahui
perkembangan kebutuhan dari bisnis. Posisi persaingan dapat ditunjukkan dengan
penjelasan dari stakeholder requirement.
3. Objectives
Objectives atau tujuan dalam penyusunannya didasarkan atas kebutuhan dengan target
dan skala waktu yang tepat. Tujuan didasarkan pada kebutuhan stakeholder.
4. Performance Measure
Pengukuran kinerja dalam suatu perusahaan adalah suatu hal penting yang harus
dilakukan, sehingga perusahaan dapat mengetahui sejauh mana pencapaian tujuannya.
39. 28
Berikut adalah tahapan-tahapan pengukuran kinerja dengan menggunakan Integrated
Performance Measurement Syistem (IPMS) (Simbolon, 2015):
1. Mengidentifikasikan stakeholder dan membuat daftar kebutuhan dari setiap
stakeholder yang ada.
2. Melakukan identifikasi dan membandingkan perusahaan dengan eksternal monitor atau
pesaing perusahaan yang bergerak dalam bidang yang sama (melakukan benchmarking)
3. Menetapkan objective dari bisnis
4. Mendefinisikan Key Performance Indicator (KPI) yang digunakan untuk mengukur
tingkat pencapaian objective bisnis
5. Melakukan validasi
6. Melakukan spesifikasi masing-masing KPI
7. Pembobotan KPI.
Tujuan dari model IPMS, agar sistem pengukuran kinerja lebih akurat, terintegrasi,
efektif dan efisien. Berbeda dengan model lainnya, model ini menjadikan keinginan
stakeholder menjadi titik awal dalam melakukan perancangan sistem pengukuran
kinerjanya. Peranan stakeholder tidak hanya pemegang saham, melainkan beberapa
pihak yang memilki kepentingan atau dipentingkan oleh organisasi seperti konsumen,
karyawan, pemasok dan lain-lain. Faktor orientasi organisasi yang utama adalah ada atau
tidaknya visi, misi, strategi, jumlah stakeholder yang mempengaruhi dan jumlah bahkan
jenis produk yang dimiliki yaitu faktor yang menjadi landasan untuk mengkomparasikan
faktor kondisi objektif dengan model IPMS.
2.6 Stakeholder
Stakeholder adalah sekelompok orang yang berperan penting dalam suatu
perushaan disamping merupakan pihak yang menerima dan menggunakan barang dan
jasa yang diproduksi oleh sebuah perusahaan. Stakeholder merupakan pihak-pihak
yang mempunyai kepentingan dan hubungan, baik secara langsung maupun tidak
langsung terhadap suatu organisasi.Pada tiap-tiap level bisnis harus diketahui siapa saja
Stakeholder-nya atau pemangku kepentingan pada bisni tersebut. Selanjutnya
diidentifikasikan permintaan atau keinginan mereka terhadap bisnis yang diistilahkan
dengan kebutuhan stakeholder (Hendrastuti, 2011)
40. 29
Tabel 2.2 Stakeholder wants and needs
Stakeholder Satisfication
(Stakeholder wants and
needs)
Stakeholder
Satisfication
Stakeholder Contribustion
Murah, Cepat , Tepat
Murah
Konsumen
Kepercayaan, loyalitas, profit ,
keuntungan
Kesejahteraan, penggajian,
jenjang karir, peningkatan
keterampilan, budaya kerja
yang kondusif
Karyawan
Semangat, pemikiran,
pendapat,motivasi,Kemampuan,
peningkatan kerja
Pengembalian,kepercayaan,
keuntungan
Shareholder Modal, kepercayaan , Network
Keuntungan, kesatuan,
kepercayaan
Pemasok Murah, Cepat , Tepat mudah
Bantuan sosial, lowongan
kerja, ramah lingkungan
Masyarakat Memperkuat citra baik
dan brand, kepercayaan
Legal, Kontribusi Pajak Pemerintah Kebijakan,Kejelasan, Pertimbangan
dan Nasihat
(Sumber: Hendrastuti, 2011)
Biasanya Perusahaan yang memiliki Stakeholder antara lain :
1. Konsumen
Konsumen berperan penting sebagai pengguna atau pembeli barang-barang yang
diproduksi oleh produsen. Pelanggan ini biasanya menuntut perusahaan
untukmemenuhi suatu standar kualitas tertentu. Dengan demikian pelanggan
berperan penting dalam meningkatkan performansi suatu perusahaan..
2. Karyawan
Karyawan adalah sumber daya manusia yang terlibat dalam proses kerja sebuah
organisasi atau perusahaan. Sumber daya manusia merupakan aspek yang sangat
penting di dalam perusahaan. Sumber Daya Manusia merupakan aspek yang sangat
penting bagi perusahaan, karena pencapaian performansi perusahaan yang baik
dapat tercapai dengan adanya peningkatan Produktifitas karyawan. Oleh karena itu
masalah kinerja karyawan harus menjadi perhatian utama
41. 30
3. Investor
Investor merupakan pihak penyelenggara sumber Daya Finansial yang memiliki
tanggung jawab secara keseluruhan terhadap proses yang terdapat di perusahaan.
4. Pemasok
Pemasok merupakan penyedia bahan baku yang dibutuhkan oleh suatu perusahaan
untuk dapat beroperasi dengan baik. Jadi dapat dikatakan bahwa pemasok sangat
berperan penting dalam kelangsungan Hidup perusahaan dalam hal peningkatan
kualitas bahan baku produksi.
5. Masyarakat
Masyarkat adalah lingkungan kerja suatu perusahaan dimana meliputi pihak-pihak
yang berhubungan secara langsung maupun tidak langsung dari perusahaan.
Stakeholders adalah pihak-pihak yang memiliki kepentingan pada perusahaan.
Kelangsungan hidup perusahaan bergantung pada stakeholders dan dukungan tersebut harus
dicari sehingga aktifitas perusahaan adalah mencari dukungan tersebut. Makin powerfull
stakeholders, makin besar usaha perusahaan untuk beradaptasi.
Pembagian Stakeholder terdiri dari :
1. Stakeholders internal dan Stakeholders Eksternal
Stakeholders internal adalah stakeholders yang berada didalam lingkungan
organisasi. Misalnya karyawan , manajer dan pemegang saham (Shareholder).
Sedangkan stakeholders eksternal adalah stakeholders yang berada diluar
lingkungan organisasi, seperti penyalur atau pemasok, konsumen atau pelanggan,
masyarakat dan pemerintah.
2. Stakeholders Primer, sekunder dan marjinal
Tidak semua elemen dalam stakeholders perlu diperhatikan Perusahaan perlu
menyusun skala prioritas. Stakeholders yang paling penting disebut Stakeholders
sekunder dan yang biasa diabaikan disebut Stakeholders marjinal.
3. Stakeholders tradisional dan Stakeholders modern
Karyawan dan konsumen dapat disebut sebagai stakeholders tradisional, karena saat
ini sudah berhubungan dengan organisasi. Sedangkan Stakeholders pada masa yang
akan datang diperkirakan akan memberikan pengaruhnya pada organisasi seperti
mahasiswa, peneliti dan konsumen potensial
42. 31
4. Proponents, Opponents, dan Uncommited
Di antara stakeholders ada kelompok yang memihak organisasi, menentang
organisasi dan ada yang tidak peduli atau abai. Organisasi perlu mengenal
stakeholders yang berbeda-beda ini agar dapat melihat permasalahan, menyusun
perencanaan dan strategi untuk melakukan sebuah tindakan yang proposional.
5. Silent majority dan Vokal minority
Dilihat dari aktivitas stakeholders dalam melakukan complain atau mendukung
perusahaan, tentu ada yang menyatakan pertentangan atau dukungannya secara aktif
namun adapula yang menyatakan secara pasif.
Terdapat beberapa alasan yang mendorong perusahaan untuk memperhatikan stakeholders,
yaitu :
1. Isu Lingkungan yang melibatkan kepentingan kelompok dalam masyarakat yang
dapat mengganggu kualitas hidup mereka.
2. Dalam era globalisasi telah mendorong produk-produk diperdangkan harus
bersahabat dengan lingkungan.
3. Para Investor yang menanamkan modal nya cenderung untuk memilih perusahaan
yang memiliki dan mengembangkan kebijakan dan program lingkungan.
Secara garis besar kriteria kepuasan masing-masing stakeholders dapat dilihat pada
Tabel 2.3 dibawah ini.
Tabel 2.3 Interest dan kepentingan masing-masing Stakeholders
No STAKEHOLDERS KRITERIA
1. Pemegang Saham Prestasi keuangan
2. Karyawan Kepuasan kerja, gaji, Supervise
3. Konsumen Kualitas, pelayanan, lokasi, harga
4. Kreditor Creditworthiness
5 Komunitas Kontribusi terhadap komunitas
.6. Pemasok Transaksi yang memuaskan
7. Pemerintah Kepatuhan Terhadap hukum
(Sumber : Wibisono, 2007 )
43. 32
2.7 Analytical Hierarchy Process (AHP)
Pembobotan KPI dapat dilakukan dengan beberapa metode, diantaranya adalah
dengan Analytical Hierarchy Process (AHP). Peralatan utama proses Analisis Hierarki
adalah sebuah hirarki fungsional dengan input utamanya persepsi manusia. Dalam
penjabaran hirarki tujuan, tidak ada pedoman yang pasti seberapa jauh pengambilan
keputusan menjabarkan tujuan menjadi tujuan yang lebih rendah. Pegambil keputusanlah
yang menentukan saat penjabaran ini berhenti dengan memperhatikan keuntungan atau
kekurangan yang diperoleh bila tujuan tersebut diperinci lebih lanjut. (N.Heri
Cahyana,2010).
Proses analitik hierarki (AHP) pertama kali dikembangkan oleh Dr. Thomas L.Saaty. dari
whartoon school of Business pada tahun 1970-an untuk mengorganisasikan informasi dan
judgment dalam memilih alternative yang paling disukai. Dengan AHP, suatu persoalan
yang akan dipecahkan dalam satu kerangka berpikir yang terorganisir, sehingga dapat
memungkinkan Dapat diekspresikan untuk mengambil keputusan yang efektif atas
persoalan tersebut ( Marimin , 2015).
AHP bekerja dengan melakukan penyederhanaan terhadap permasalahan yang rumit
dan tidak terstruktur, stratejik, dan dinamik menjadi bagian-bagiannya, serta menata dalam
satu struktur. Kemudian tingkat kepentingan setiap variable diberikan nilai numerik yang
subjektif tentang arti penting variable tersebut secara relative dibandingkan dengan variable
yang lain. Dari berbagai pertimbangan tersebut kemudian dilakukan sintesa untuk
menetapkan variable yang memiliki prioritas tinggi dan berperan untuk mempengaruhi hasil
pada sistem tersebut ( marimin , 2015).
Beberapa keuntungan yang diperoleh dalam penerapan AHP, antara lain adalah
Sebagai berikut :
1. Sifatnya fleksibel, menyebabkan penambahan dan pengurangan kriteria pada suatu
hirarki dapat dilakukan dengan mudah dan tidak mengacaukan atau merusak hirarki.
2. Dapat memasukan prefrensi pribadi sekaligus mengakomodasi berbagai kepentingan
pihak lain sehingga diperoleh penilaian yang objektif dan tidak sectoral.
3. Poses perhitungan relative mudah karena hanya membutuhkan operasi dan logika
sederhana
44. 36
4. Dengan cepat dapat menemukan prioritas, dominasi tingkat kepentingan ataupun
pengaruh dari setiap elemen terhadap elemen lainnya.
AHP juga memiliki beberapa kelemahan, antara lain (Febriarso, 2008):
1. Partisipan yang dipilih harus memiliki kompetensi pengetahuan dan pengalaman
mendalam terhadap segenap aspek permasalahan serta mengenai metode AHP itu
sendiri.
2. Bila ada partisipan yang kuat maka akan mempengaruhi partisipan yang lainnya.
3. Penilaian cenderung subjektif karena sangat dipengaruhi oleh situasi serta perfrensi,
persepsi, konsep dasar dan sudut pandang partisipan.
4. Jawaban atau pilihan responden yang konsisten tidak selalu logis dalam arti sesuai
dalam permasalahan yang ada.
Dalam penggunaan metode AHP, langkah dan prosedur yang harus dilakukan, antara lain
sebagai berikut (Salomon, 2017): a. Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan
utama dilanjutkan dengan sub tujuan-sub tujuan, kriteria, dan kemungkinan alternatif-
alternatif pada tingkatan kriteria paling bawah, yang dapat dilihat pada Gambar 2.4 berikut
ini:
Gambar 2.4 Contoh Struktur Hirarki
(Sumber: Salomon, 2017)
TUJUAN
Kriteria
4
Kriteria
2
Kriteria
3
Kriteria
1
A B C A B C A B C A B C
45. 36
BAB III
METODE PENELITIAN
1.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian studi kasus. Melihat pada pertanyaan
penelitian yang memberikan penekanan mencari penjelasan dengan sedikit kontrol
dari peneliti, dan menggunakan sumber data bervariasi, maka penelitian ini
termasuk jenis penelitian studi kasus. Hal tersebut sesuai dengan (Yin (1994) dan
Lee (1989). Nahar (2001), n.d.) menambahkan bahwa penelitian yang memiliki
basis pengetahuan terbatas, melakukan eksplorasi secara mendalam, dan obyek
penelitiannya berupa proses, maka penelitian termasuk jenis studi kasus. Menurut
(Yin (1994) dan Lee (1989). Nahar (2001), n.d.) penelitian studi kasus merupakan
sebuah penyelidikan empiris yang menginvestigasi fenomena kontemporer dalam
konteks kehidupan nyata, khususnya ketika batas antara fenomena dan konteks
tidak begitu jelas. Penelitian Studi kasus dapat diartikan bertujuan untuk
mendapatkan gambaran tentang keadaan yang ada (Yin (1994) dan Lee (1989).
Nahar (2001), n.d.). Penelitian ini memberikan penjelasan objektif terhadap kinerja
supply chain management terkini perusahaan melewati sistem pengukuran kinerja
yang sudah di rancang sebelumnya, lalu melakukan komparasi dan evaluasi sebagai
bahan perbaikan kinerja g supply chain management yang sesuai dengan
kemampuan PT. Circle Pro Group
1.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Jl. Kranganom , Ds. Karanganom, Kec.
Karanganom Kab. Klaten Jawa Tengah, mulai dari bulan Oktober hingga Desember
2023 pada PT. Circle Pro Group Klaten Jawa Tengah, Penelitian ini mengenai
pelayanan produksi multimedia di PT. Circle Pro Group.
48. 38
3.3.1 Perancangan Sistem Pengukuran kinerja Integreted performance measurement
system
Pada tahap awal peneliti melakukan Studi Literatur mengenai kajian teori
supply chain management, serta mengidentifikasi proses bisnis yang sudah pernah
digunakan pada penelitian sebelumnya. Studi Literatur menurut (Nyoman Pujawan,
2010) melakukan peninjauan secara tidak langsung pada objek penelitian melainkan
melewati kajian teoritis, serta literature ilmiah untuk mengumpulkan data yang
berkaitan dengan penelitian. Tahap ini juga disertai Studi lapangan dengan
melakukan wawancara kepada supervisor bagian SCM untuk mengidentifikasi
kondisi eksisting proses bisnis rantai pasok perusahaan terkini yang berhubungan
dengan aspek lingkungan.
Tujuan dari studi literatur dan lapangan ini merumuskan indikator kinerja
dari kajian teori supply chain management yang sesuai atau mendekati dari
karakteristik proses bisnis rantai pasok PT. Circle Pro Group Jawa Tengah. Tabel
3.1 menunjukkan matriks kinerja untuk mengatasi dampak lingkungan dari proses
model SCOR Level 1 yang merupakan tingkatan analisis secara umum. Proses ini
meliputi peninjauan rinci tentang definisi proses terhadap tahapan rantai pasok yang
memberikan dampak lingkungan.
Tabel 3. 1 Matriks Proses IPMS SCOR
Proses SCOR Dampak Potensial
Plan Merencanakan untuk Identifikasi para pemangku
kepentingan yang terlibat dalam perusahaan layanan
multimedia, seperti pelanggan, karyawan, pemegang
saham, dan pemasok.
Rencanakan penanganan dan peningkatan produktivitas layanan
Merencanakan perbaikan management layanan
Rencanakan ketaatan terhadap semua aktivitas rantai pasokan
Source Memilih stakeholder dengan catatan lingkungan yang positif
Pilih bahan dengan konten ramah lingkungan
Tentukan persyaratan kemasan
Tentukan persyaratan pengiriman untuk meminimalkan transportasi
dan penanganan persyaratan
49. 39
Make Jadwalkan produksi untuk meminimalkan konsumsi energi
Mengelola limbah yang dihasilkan selama proses Make
Mengelola media promosi dari proses Make
Deliver Minimalkan penggunaan bahan kemasan
Jadwalkan pengiriman untuk meminimalkan konsumsi bahan bakar
Return Jadwalkan transportasi dan pengiriman agregat untuk meminimalkan
konsumsi bahan bakar;
Mempersiapkan Pengembalian untuk mencegah tumpahan bahan
berbahaya (minyak, bahan bakar, dll.) dari produk yang rusak.
Sumber: Cash dan Wikerson (2003)
Pada level 2 Penyusunan matrik kinerja supply chain management
menurut (Nyoman Pujawan, 2014) diklasifikasikan kedalam lima atribut kinerja
yang ada pada model SCOR. Tabel 3.2 menunjukkan definisi atribut kinerja SCOR
dengan lingkungan yang sesuai. Definisi lingkungan hanya berfungsi sebagai
panduan untuk melakukan pengembangan matrik indikator kinerja Green SCOR.
Tabel 3. 2 Matriks Kinerja SCOR terkait Lingkungan
Atribut Kinerja Definisi SCOR Definisi Lingkungan
Reliability Kinerja rantai pasokan
dalam mengantarkan: produk
yang benar, ke
tempat yang tepat, pada saat
yang tepat,
dalam kondisi dan kemasan
yang benar,
dalam jumlah yang benar,
dengan dokumentasi yang
benar, kepada pelanggan yang
tepat
Kemampuan untuk
mengirimkan produk yang
benar mengurangi limbah
dari pembuangan produk,
mengurangi pencemaran
udara dan penggunaan bahan
bakar dari transportasi
tambahan untuk produk yang
dikembalikan. Dokumentasi
yang tepat memungkinkan
semua pemain rantai
pasokan untuk menjaga lebih
baik materi berbahaya atau
racun yang disematkan pada
produk tertentu, sehingga
memungkinkan mereka
mengatur penyimpanan,
penanganan, dan
pembuangan yang tepat.
50. 40
Responsiveness Kecepatan di mana rantai
pasokan menyediakan produk
kepada pelanggan.
Dampak lingkungan yang
mempengaruhi kecepatan
pergerakan material,
termasuk langkah
pengendalian pencemaran
atau peraturan dalam suatu
proses.
Flexibility Kelincahan rantai pasokan
dalam merespons perubahan
pasar untuk mendapatkan atau
mempertahankan keunggulan
kompetitif.
Tingkat dimana perusahaan
dapat memenuhi tuntutan
lingkungan dari
pelanggannya. Hal ini
berkaitan dengan produk,
produksi, transportasi dan
daur ulang mereka.
Costs Biaya yang terkait dengan
operasi rantai pasokan.
Biaya pemenuhan
lingkungan dan pembersihan
serta biaya energi.
Asset
management
efficiency
Efektivitas sebuah organisasi
dalam mengelola aset untuk
mendukung kepuasan
permintaan. Ini termasuk
pengelolaan semua asset
modal tetap dan modal kerja
Mengelola aset dengan cara
yang mengurangi dampak
lingkungan dan mengurangi
biaya internal
Sumber: Cash dan Wikerson (2003)
Pada Level 3 merumuskan Indikator kinerja dari setiap proses SCOR (plan, source, make,
deliver, dan return) dengan menurunkan dari kelima matriks kinerja supply chain
management yang sudah didefinisikan sebelumnya (reliability, responsiveness, flexibility,
cost, dan asset) dari beberapa penelitian sebelumnya yang membahas topik serupa.
3.3.2 Validasi indikator Kinerja IPMS
Selanjutnya, tahapan ini merupakan proses inti yang dilakukan untuk penetapan
sistem pengukuran kinerja IPMS yang sesuai untuk diterapkan pada perusahaan.
Penentuan sistem pengukuran ini akan melewati tahapan validasi model pengukuran
kinerja yang dilakukan dengan memeriksa mengenai informasi indikator kinerja yang
telah didapatkan dari review studi literatur untuk dilakukan verifikasi dan menentukan
target dari setiap indikator kerja yang berasal dari internal perusahaan dan benchmarking.
Validasi indikator kinerja menggunakan pendapat dari expert melalui kuisioner offline
yang akan dibagikan kepada PSCM Supervisor, Material & Logistic Supervisor,
Environmental Supervisor, dan Production Supervisor karena dianggap memiliki
pemahaman dan pengetahuan tentang indikator-indikator pada model pengukuran kinerja
supply chain management, sehingga model pengukuran kinerja IPMS dapat sesuai dengan
karakter industri Jasa Multimedia sesuai kondisi eksisting proses bisnis rantai pasok
51. 41
perusahaan. Adapun rancangan kuesioner validasi pada penelitian ini terdiri dari
beberapa bagian, antara lain:
a. Pendahuluan, pada bagian ini berisikan mengenai perkenalan diri dari peneliti dan
penjelasan mengenai penelitian yang dilakukan.
b. Profil responden, pada bagian ini berisikan profil responden yang terdiri dari nama,
pekerjaan, jabatan, instansi, dan lama bekerja.
c. Petunjuk pengisian kuesioner, tabel daftar indikator dan target/benchmarking dari
tiap indikator, pada bagian ini berisikan mengenai petunjuk pengisian kuesioner,
daftar indikator yang akan divalidasi, kolom rekomendasi indikator, dan kolom
target dari setiap indikator.
3.3.3 Pembobotan AHP Indikator Kinerja SCM
Dalam menentukan pembobotan tingkat kepentingan indikator kinerja pada sistem
pengukuran kinerja yang telah tervalidasi akan menggunakan metode AHP. Metode AHP
dipilih karena memiliki skala penilaian yang khas yaitu 1 hingga 9 yang dapat
menyelesaikan masalah terukur (kuantitatif) maupun pendapat (judgement). Selain itu,
metode AHP dapat membantu untuk menentukan prioritas indikator untuk mengetahui
elemen terpenting yang harus diperhatikan dalam Pengukuran kinerja SCM. Pembobotan
AHP pada masing-masing indikatro kinerja dilakukan dengan menggunakan kuisioner
pembobotan yang dibagikan kepada expert judgement untuk menentukan bobot masing-
masing indikator kinerja yang ada pada sistem pengukuran kinerjaSupply Chain
Management. Tahapan pembobotan adalah sebagai berikut:
1. Membuat hierarki: sistem yang kompleks bisa dipahami dengan memecahnya
menjadi bagian yang lebih kecil, menyusun elemen secara hierarki, lalu
menggabungkannya. Pada hierarki tersebut terdiri dari 3 tingkatan, pada tingkatan
pertama adalah tujuan dari pemecahan masalah, tingkatan kedua adalah atribut dan
tingkatan ketiga adalah indikator kinerja yang dijadikan pilihan.
2. Penilaian indikator: Pada tahap ini dilakukan dengan perbandingan berpasangan.
Pengumpulan data perbandingan berpasangan dengan menyebarkan kuesioner.
Kuesioner diisi berdasarkan judgement atau pendapat dari para responden yang
dianggap sebagai expert yaitu orang yang terlibat dan memahami permasalahan
53. 42
3. Material & Logistic Supervisor, Environmental Supervisor, dan Production
Supervisor Adapun penyusunan kuesioner pada tahapan ini terdiri dari beberapa
bagian, antara lain:
a. Pendahuluan, pada bagian ini berisikan mengenai perkenalan diri dari
peneliti dan penjelasan mengenai penelitian yang dilakukan
b. Profil responden, pada bagian ini berisikan profil responden yang terdiri
dari nama, pekerjaan, jabatan, instansi, dan lama bekerja.
c. Hierarki keputusan, pada bagian ini berisikan mengenai susunan struktur
AHP yang digunakan dalam penelitian ini.
d. Petunjuk pengisian kuesioner dan tabel skala perbandingan, pada bagian ini
berisikan mengenai petunjuk atau contoh pengisian kusioner beserta
penjelasan mengenai arti dari nilai skala pembobotan yang akan digunakan
responden dalam melakukan perbandingan.
e. Tabel perbandingan berpasangan, pada bagian ini berisikan tabel
perbandingan berpasangan yang digunakan responden dalam melakukan
pengisian kuesioner.
(Setiawan, 2016) sebagai pendekatan untuk mengekspresikan pendapat terhadap
berbagai persoalan skala 1 sampai 9 adalah skala terbaik. Pada tabel 3.3 diperlihatkan tabel
analisis nilai dan definisi pendapat dari skala perbandingan Saaty di bawah ini :
Tabel 3. 3 Skala Penilaian Perbandingan Berpasangan
Skala Definisi Keterangan
1 Sama penting Bobot kepentingan elemen matriks yang satu
dinilai sama penting dibandingkan elemen yang
Lain
3 Sedikit lebih penting Bobot kepentingan elemen matriks yang satu
dinilai sedikit lebih penting dibandingkan elemen
yangn
Lain
5 Lebih penting Bobot kepentingan elemen matriks yang satu
dinilai lebih penting dibandingkan elemen yang
lain
7 Sangat lebih penting Bobot kepentingan elemen matriks yang satu
dinilai sangat lebih penting dibandingkan elemen
yang lain
54. 43
9 Mutlak lebih penting Bobot kepentingan elemen matriks yang satu
dinilai mutlak lebih penting dibandingkan
elemen yang lain
2,4,6,8, Nilai tingkat kepentingan
yang mencerminkan suatu
kompromi
Nilai kompromi diantara dua nilai perbandingan
terdekat
Sumber: Saaty (2008)
4. Menentukan Prioritas: Pada tahap ini, akan ditentukan prioritas dan bobot
kepentingan setiap elemen keputusan (kriteria) dari data matriks berpasangan pada
setiap level hierarki.
5. Rasio konsistensi: Tahap ini menunjukkan tingkat akurasi dari pendapat ahli
terhadap elemen pada tingkat hierarki. Tingkat konsistensi juga menunjukkan
bahwa suatu pendapat mempunyai nilai yang sesuai dengan pengelompokkan
elemen pada hierarki. Consistency Index (CI) dari suatu pendapat dapat diketahui
dengan formulasi sebagai berikut:
L max - n
CI =
n-1
Keterangan : CI : Consistency Index
L max = Eign Value max;
n = Jumlah yang dibandingkan / orde matriks
Nilai rasio konsistensi merupakan perbandingan antara Consistency Index (CI) dengan
Random Index (RI) yang telah ditentukan seperti pada Tabel 3.4.
Tabel 3. 4 Nilai Random Index (RI)
Rasio konsistensi mengindikasikan tingkat konsistensi pengambil keputusan dalam
melakukan perbandingan berpasangan yang juga mengindikasikan kualitas keputusan atau
pilihan responden Rasio konsistensi dapat dirumuskan sebagai berikut:
CR = CI
R
Keterangan : CI : Cosistency Index
55. 44
RI : Random Index
CR : Cosistency Ratio
Jika nilai CR kurang dari sama dengan 0.10 maka perbandingan yang berpasangan
yang dilakukan oleh pengambil keputusan dapat dikatakan konsisten dan dapat diterima.
Akan tetapi, jika nilai CR lebih besar dari 0.10 maka pengambil keputusan harus
mempertimbangkan kembali penilaian yang telah dilakukan (Saaty., 1994)
3.3.4 Pengukuran kinerja SCM dengan IPMS
Setelah model sistem pengukuran kinerja SCM dengan Integreted
performance measurement syestem sudah tervalidasi dan memiliki bobot pada
proses dan indikator kinerja, maka akan dilakukan penilaian kinerja dengan
pengumpulan data dari kinerja supply chain management perusahaan pada tahun
2017 melewati studi dokumen pada setiap aktivitas indikator kinerja,
Selanjutnya melakukan proses normalisasi pada setiap indikator kinerja yang
sudah dinilai. (Nyoman Pujawan, 2014) tingkat pemenuhan performansi
didefinisikan oleh normalisasi dari indikator performansi tersebut. Setiap indikator
memiliki bobot yang berbeda-beda dengan skala ukuran yang berbeda-beda pula.
Oleh karena itu, diperlukan proses penyamaan parameter yaitu dengan cara
normalisasi tersebut. Di sini normalisasi memegang peranan cukup penting demi
tercapainya nilai akhir dari pengukuran kinerja. Proses normalisasi dilakukan
dengan rumus normalisasi Snorm De Boer, yaitu:
Snorm (skor)=
(𝑆𝑖−𝑆𝑚𝑖𝑛)
(𝑆𝑚𝑎𝑥−𝑆𝑚𝑖𝑛)
× 100
56. 45
Keterangan : Si = Nilai indikator aktual yang berhasil dicapai
Smin = Nilai pencapaian performansi terburuk dari
indikator kinerja
Smax = Nilai pencapaian performansi terbaik dari indikator
kinerja
Pada pengukuran ini, setiap bobot indikator dikonversikan ke
dalam interval nilai tertentu yaitu 0 sampai 100. Nol (0) diartikan paling
buruk dan seratus (100) diartikan paling baik. Dengan demikian
parameter dari setiap indikator adalah sama, setelah itu didapatkan suatu
hasil yang dapat dianalisa. Tabel di bawah ini menunjukkan sistem
monitoring indikator kinerja.
Tabel 3. 5 Sistem Monitoring Indikator Kinerja
Selanjutnya pengukuran dilakukan dengan mengkalikan skor
normalisasi indikator kinerja dengan bobot masing-masing indikator, lalu
diidentifikasi sistem monitoring indikator kinerja dari hasil pengukuran. Hasil
pengukuran kinerja supply chain management dari setiap indikator kinerja,
selanjutnya dilakukan analisa deskriptif mengenai pencapaian target
internal perusahaan maupun
Pembandingan (Benchmarking) dengan standar regulasi sejenisnya dari setiap
indikator kinerja pada sistem pengukuran kinerja IPMS model SCOR. Dimana hasil
yang didapatkan dari pengukuran kinerja tersebut akan menggambarkan kondisi
terkini dari setiap aktivitas proses supply chain management perusahaan yang
58. 46
dilakukan analisa lebih lanjut menggunakan Modified House of Quality (HoQ)
untuk menentukan arah perbaikan kinerja SCM di Div. Pengembangan Desain.
3.3.5 Perumusan Arah Perbaikan
Nilai hasil pencapaian pengukuran kinerja SCM perusahaan akan
menjadi dasar dilakukannya evaluasi dalam menentukan arah perbaikan
aktivitas supply chain management dengan menggunakan metode
Modified House of Quality. Pengambilan data pada tahap ini
menggunakan teknik wawancara kepada Supervisor bagian yang
memiliki nilai indikator kinerja dibawah rata-rata sehingga dihasilkan
prioritas penanganan perbaikan kinerja SCM yang bisa dilakukan
perusahaan.
Selanjutnya, Berikut tahapan perumusan arah perbaikan matriks House of
Quality:
1. Memasukkan daftar indikator kinerja yang ada pada proses
supply chain management yang dianggap masih memiliki
nilai kurang dari hasil pengukuran kinerja pada matriks
Whats sebagai stakeholder requirements.
2. Selanjutnya mencatat seberapa penting/prioritas masing-
masing kebutuhan stakeholder atau solusi yang ditawarkan
berdasarkan interpretasi perusahaan. Kondisi ini
mempengaruhi keseimbangan antara prioritas perusahaan dan
kebutuhan stakeholder. Matriks perencanaan atau whys
terdiri dari tiga jenis data yaitu:
a) Tingkat kepuasan dari tiap kebutuhan stakeholder:
merupakan persepsi perusahaan mengenai seberapa
baik suatu tindakan/solusi dapat memenuhi kebutuhan
stakeholder.
b) Tingkat kepuasan stakeholder terhadap
tindakan/solusi yang dikomparasi: merupakan
persepsi perusahaan mengenai seberapa baik suatu
solusi/tindakan competitor dapat memenuhi
60. 47
c) Tujuan strategis solusi/tindakan yang akan
dikembangkan: merupakan target kepuasan stakeholder
yang ingin dikembangkan atau dicapai perusahaan
berdasarkan kondisi tingkat kepuasan yang sebenarnya.
Merumuskan rasio kenaikan perbaikan yaitu dengan
perkalian faktor tujuan dengan tingkat kepuasan
stakeholder.
3. Lalu mengidentifikasikan karakteristik upaya tanggapan
perbaikan teknis yang merupakan bagian dimana perusahaan
melakukan penerapan tindakan/solusi yang mungkin dapat
direalisasikan dalam usaha memenuhi kebutuhan stakeholder
dalam hal ini tindakan perbaikan indikator kinerja oleh
perusahaan. Pada matriks respon teknis/ Hows, perusahaan
menerjemahkan kebutuhan stakeholder menjadi karakteristik
teknis. Karakteristik teknis ini diturunkan berdasarkan
indikator kinerja yang diperoleh dari pengukuran kinerja
sebelumnya serta memiliki nilai kinerja kurang dan dijadikan
sebagai kebutuhan stakeholder.
4. Selanjutnya mengidentifikasi hubungan antara kebutuhan
stakeholder dengan matriks karakteristik teknis pada
relationship matrix dan kemudian menerjemahkannya
menjadi suatu nilai yang menyatakan kekuatan hubungan
tersebut. Dari hubungan didapat empat kemungkinan yang
terjadi seperti pada tabel 2.3
5. Menggambarkan korelasi atau saling ketergantungan antara
matriks karakteristik teknis dengan simbol pada Correlation
Matrix yang di jelaskan seperti pada tabel 2.4
6. Pada tahap terakhir matriks How Muchs ini, merumuskan
technical matrix yaitu spesifikasi teknis yang akan menjawab
perbaikan indikator kinerja sebagai kebutuhan stakeholder .
Matriks ini berisi informasi tingkat kepentingan (peringkat)
62. 48
peringkat atau prioritas, maka tahapan yang dilakukan adalah
menentukan absolute score, yang merupakan total dari nilai
weighted relationship untuk setiap respon teknis, yang
mewakili pentingnya masing-masing respon teknis dalam
hubungannya dengan kebutuhan konsumen. Rumus yang
digunakan adalah:
AI = Σ Ri W
Dimana:
AI = Bobot absolut untuk respon teknis
Ri = Nilai relationship matrix
W = Tingkat kepentingan pada kebutuhan konsumen
Selanjutnya menentukan relative score, dimana nilai ini
mencerminkan peringkat dari masing-masing respon teknis,
dimana nilai tertinggi menjadi prioritas utama. Rumus yang
digunakan adalah :
RI = AI
Σ 𝐴𝐼𝑘
Dimana :
RI = Bobot Relatif untuk respon teknis
AI = Bobot Absolut untuk respon teknis
AIk = Bobot Absolut Kumulatif
3.3.6 Analisis dan Perbaikan
Setelah melakukan pengolahan data dan pengukuran kinerja
Integreted performance measurement IPMS SCOR sehingga
mendapatkan kondisi eksisting SCM perusahaan, di lanjutkan dengan
melakukan analisis terhadap indikator kinerja yang mendapatkan nilai
kurang baik. Dari hasil yang di dapatkan lalu akan melewati penentuan
arah perbaikan kinerja dengan menggunakan AHP
63. 49
yang mempertimbangkan kemampuan dari perusahan dalam
meningkatkan indikator kinerja yang dianggap masih kurang. Setelah itu
dapat ditarik sebuah rekomendasi berupa strategi arah perbaikan kinerja
yang sesuai dengan kemampuan PT. Circle Pro Group Jawa Tengah.
3.3.7 Kesimpulan dan Saran
Berdasarkan serangkaian tahapan penelitian yang telah
dilakukan, selanjutnya dapat ditarik kesimpulan dari hasil penelitian
yaitu kondisi kinerja terkini supply chain management dan prioritas
penanganan yang bisa dilakukan perusahaan dalam memperbaiki kinerja
SCM serta rumusan strategi perbaikan yang sesuai dengan disertai saran-
saran yang berguna untuk peningkatan perusahaan serta untuk penelitian
berikutnya.
3.4 Jadwal Penelitian
Tabel 3.6 Jadwal Penelitian 1
N
O
Jenis Uraian Tahun 2023
Juli Agustus Sept Oktober Nov
Minggu Ke
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Perencanaan
Penelitian
2. Persiapan
3. Pelaksanaan
penelitian
4. Pembentukan
Data
5. Penyususnan
64. 49
BAB 1
6. Penyusunan BAB
2
7. Penyusunan BAB
3
8. Seminar Proposal
TA
Tabel 3.7 Jadwal Penelitian 2
N
O
Jenis Uraian Tahun 2023
Desember Januari Februari Maret April
Minggu Ke
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Revisi Proposal
2. Pengolahan Data
3. Analisis Data
4. Penyususunan
BAB 4
5. Penyususnan
BAB 5
6. Seminar TA
65. 52
DAFTAR PUSTAKA
Doan, T. T. T. (2020). Supply chain management drivers and competitive
advantage in manufacturing industry. Uncertain Supply Chain Management,
8(3), 473–800. https://doi.org/10.5267/j.uscm.2020.5.001
Hervani, A. A., Helms, M. M., & Sarkis, J. (2005). Performance measurement for
green supply chain management. Benchmarking, 12(4), 330–353.
https://doi.org/10.1108/14635770510609015
Maulidia, F. R., Setyanto, N. W., & Rahman, A. (n.d.). PERANCANGAN SISTEM
PENGUKURAN KINERJA DENGAN METODE INTEGRATED
PERFORMANCE MEASUREMENT SYSTEM ( IPMS ) ( Studi Kasus : KPRI
Universitas Brawijaya ) PERFORMANCE MEASUREMENT USING
INTEGRATED PERFORMANCE MEASUREMENT SYSTEM ( IPMS )
METHOD ( Case Study : KPRI. 1–10.
Mentzer, J. T., DeWitt, W., Keebler, J. S., Min, S., Nix, N. W., Smith, C. D., &
Zacharia, Z. G. (2001). Defining Supply Chain Management. Journal of
Business Logistics, 22(2), 1–25. https://doi.org/10.1002/j.2158-
1592.2001.tb00001.x
Mounkes, P. (2004). Supply chain collaboration. Circuits Assembly, 15(7), 30–35.
https://doi.org/10.1108/09600030310492788
Nyoman Pujawan. (2014). Logistics & Supply Chain Management-Sesi 1 by :
Nyoman Pujawan. 031.
Oliver, W. (1982). Supply Chain Management : theory and practices. The
Emerging Science of Chains and Networks: Bridging Theory and Practice,
1–19.
Setiawan, S. (2016). Metode Analytical Hierarchy Process Pada Sistem
Pendukung Keputusan Penentuan Program Jaminan Sosial. 1(1), 32–41.
Setyadi, A., Ogunmakinde, O. E., Irhoma, A., Strauss, N., Ngan, S. L., How, B.
S., Teng, S. Y., Promentilla, M. A. B., Yatim, P., Er, A. C., Lam, H. L.,
Ozili, P. K., Valeria, S., Petersburg, S., UNDP, IFC, IPIECA, CCSI,
Cervigni, R., … Terpou, A. (2019). Developing a circular-economy-based
construction waste minimisation framework for Nigeria. Renewable and
Sustainable Energy Reviews, 111(May), 314–331.
https://doi.org/10.1016/B978-0-12-819534-5.00012-
X%0Ahttp://dx.doi.org/10.1016/j.rser.2016.09.067%0Ahttp://www.ipieca.or
g/resources/awareness-briefing/mapping-the-oil-and-gas-industry-to-the-
sustainable-development-goals-an-atlas/%0Ahttps://nova.newcastle
Turban, E., Volonino, L., & Wood, G. R. (2015). Information Technology for
Management: Digital Strategies for Insight, Action, and Sustainable
Performance.
Yin (1994) dan Lee (1989). Nahar (2001). (n.d.). No 主観的健康感を中心とし
た在宅高齢者における 健康関連指標に関する共分散構造分析Title.