SlideShare a Scribd company logo
Bab 10_Pemampatan Citra 153
Bab 10
Pemampatan Citra
ada umumnya, representasi citra digital membutuhkan memori yang besar.
Sebagai contoh, citra Lena dalam format bitmap yang berukuran 512 × 512
pixel membutuhkan memori sebesar 32 KB (1 pixel = 1 byte) untuk
representasinya. Semakin besar ukuran citra tentu semakin besar pula memori
yang dibutuhkannya. Pada sisi lain, kebanyakan citra mengandung duplikasi
data. Duplikasi data pada citra dapat berarti dua hal. Pertama, besar kemungkinan
suatu pixel dengan pixel tetanggganya memiliki initensitas yang sama, sehingga
penyimpanan setiap pixel memboroskan tempat. Kedua, citra banyak
mengandung bagian (region) yang sama, sehingga bagian yang sama ini tidak
perlu dikodekan berulang kali karena mubazir atau redundan.
Saat ini, kebanyakan aplikasi menginginkan representasi citra dengan kebutuhan
memori yang sesedikit mungkin. Pemampatan citra atau kompresi citra (image
compression) bertujuan meminimalkan kebutuhan memori untuk merepresentasikan
citra digital. Prinsip umum yang digunakan pada proses pemampatan citra adalah
mengurangi duplikasi data di dalam citra sehingga memori yang dibutuhkan
untuk merepresentasikan citra menjadi lebih sedikit daripada representasi citra
semula.
10.1 Pemampatan Citra versus Pengkodean Citra
Pemampatan citra kadang-kadang disalahmengertikan dengan pengkodean citra
(image encoding), yaitu persoalan bagaimana pixel-pixel di dalam citra dikodekan
dengan representasi tertentu. Pengkodean citra tidak selalu menghasilkan
representasi memori yang minimal. Pengkodean citra yang menghasilkan
P
154 Pengolahan Citra Digital
representasi memori yang lebih sedikit daripada representasi aslinya itulah yang
dinamakan pemampatan citra.
Ada dua proses utama dalam persoalan pemampatan citra:
1. Pemampatan citra (image compression).
Pada proses ini, citra dalam representasi tidak mampat dikodekan dengan
representasi yang meminimumkan kebutuhan memori. Citra dengan format
bitmap pada umumnya tidak dalam bentuk mampat. Citra yang sudah
dimampatkan disimpan ke dalam arsip dengan format tertentu. Kita mengenal
format JPG dan GIF sebagai format citra yang sudah dimampatkan.
2. Penirmampatkan citra (image decompression).
Pada proses ini, citra yang sudah dimampatkan harus dapat dikembalikan
lagi (decoding) menjadi representasi yang tidak mampat. Proses ini
diperlukan jika citra tersebut ditampilkan ke layar atau disimpan ke dalam
arsip dengan format tidak mampat. Dengan kata lain, penirmampatan citra
mengembalikan citra yang termampatkan menjadi data bitmap.
10.2 Aplikasi Pemampatan Citra
Pemampatan citra memberikan sumbangsih manfaat yang besar dalam industri
multimedia saat ini. Pemampatan citra bermanfaat untuk aplikasi yang
melakukan:
1. Pengiriman data (data transmission) pada saluran komunikasi data
Citra yang telah dimampatkan membutuhkan waktu pengiriman yang lebih
singkat dibandingkan dengan citra yang tidak dimampatkan. Contohnya
aplikasi pengiriman gambar lewat fax, videoconferencing, pengiriman data
medis, pengiriman gambar dari satelit luar angkasa, pengiriman gambar via
telepon genggam. download gambar dari internet, dan sebagainya.
2. Penyimpanan data (data storing) di dalam media sekunder (storage)
Citra yang telah dimampatkan membutuhkan ruang memori di dalam media
storage yang lebih sedikit dibandingkan dengan citra yang tidak
dimampatkan. Contoh aplikasi nya antara lain aplikasi basisdata gambar,
office automation, video storage (seperti Video Compact Disc), dll.
10.3 Kriteria Pemampatan Citra
Saat ini sudah banyak ditemukan metode-metode pemampatan citra. Kriteria
yang digunakan dalam mengukur metode pemampatan citra adalah [LOW91]:
Bab 10_Pemampatan Citra 155
1. Waktu pemampatan dan penirmampatan (decompression).
Waktu pemampatan citra dan penirmampatannya sebaiknya cepat. Ada
metode pemampatan yang waktu pemampatannya lama, namun waktu
penirmampatannya cepat. Ada pula metode yang waktu pemampatannya
cepat tetapi waktu penirmampatannya lambat. Tetapi ada pula metode yang
waktu pemampatan dan penirmampatannya cepat atau keduanya lambat.
2. Kebutuhan memori.
Memori yang dibutuhkan untuk merepresentasikan citra seharusnya berkurang
secara berarti. Ada metode yang berhasil memampatkan dengan persentase
yang besar, ada pula yang kecil. Pada beberapa metode, ukuran memori hasil
pemampatan bergantung pada citra itu sendiri. Cira yang mengandung
banyak elemen duplikasi (misalnya citra langit cerah tanpa awan, citra lantai
keramik) umumnya berhasil dimampatkan dengan memori yang lebih sedikit
dibandingkan dengan memampatkan citra yang mengandung banyak objek
(misalnya citra pemandangan alam).
3. Kualitas pemampatan (fidelity)
Informasi yang hilang akibat pemampatan seharusnya seminimal mungkin
sehingga kualitas hasil pemampatan tetap dipertahankan. Kualitas pemampatan
dengan kebutuhan memori biasanya berbanding terbalik. Kualitas pemampatan
yang bagus umumnya dicapai pada proses pemampatan yang menghasilkan
pengurangan memori yang tidak begitu besar, demikian pula sebaiknya.
Dengan kata lain, ada timbal balik (trade off) antara kualitas citra dengan
ukuran hasil pemampatan.
Kualitas sebuah citra bersifat subyektif dan relatif, bergantung pada
pengamatan orang yang menilainya. Seseorang dapat saja mengatakan
kualitas suatu citra bagus, tetapi orang lain mungkin mengatakan kurang
bagus, jelek, dan sebagainya.
Kita dapat membuat ukuran kualitas hasil pemampatan citra menjadi ukuran
kuantitatif dengan menggunakan besaran PSNR (peak signal-to-noise ratio).
PSNR dihitung untuk mengukur perbedaan antara citra semula dengan citra
hasil pemampatan (tentu saja citra hasil pemampatan harus dinirmampatkan
terlebih dahulu) dengan citra semula, dengan rumus:






×=
rms
b
PSNR 10log20 (10.1)
dengan b adalah nilai sinyal terbesar (pada citra hitam-putih, b = 255) dan
rms adalah akar pangkat dua dari selisih antara citra semula dengan citra hasil
pemampatan. Nila rms dihitung dengan rumus:
156 Pengolahan Citra Digital
∑∑= =
−
×
=
N
i
M
j
ijij ffrms
1 1
2
)'(
TinggiLebar
1
(10.2)
yang dalam hal ini, f dan 'f masing-masing menyatakan nilai pixel citra
semula dan nilai pixel citra hasil pemampatan. PSNR memiliki satuan decibel
(dB). Persamaan (10.2) menyatakan bahwa PSNR hanya dapa dihitung
setelah proses pernirmapatan citra. Dari persamaan (10.2) terlihat abhwa
PSNR berbanding terbalik dengan rms. Nilai rms yang rendah yang
menyiratkan bahwa citra hasil pemampatan tidak jauh berbeda dengan citra
semula akan menghasilkan PSNR yang tinggi, yang berarti kualitas
pemampatannya bagus. Semakin besar nilai PSNR, semakin bagus kualitas
pemampatannya. Seberapa besar nilai PSNR yang bagus tidak dapat
dinyatakan secara eksplisit, bergantung pada citra yang dimampatkan. Namun
kita dapat mengetahui hal ini jika kita melakukan pengujian dengan mencoba
berbagai kombinasi parameter pemampatan yang digunakan. Jika nilai PSNR
semakin membesar, itu berarti parameter pemampatan yang digunakan sudah
menuju nilai yang baik. Parameter pemampatan citra bergantung pada metode
pemamapatan yang digunakan.
4. Format keluaran
Format citra hasil pemampatan sebaiknya cocok untuk pengiriman dan
penyimpanan data. Pembacaan citra bergantung pada bagaimana citra
tersebut direpresentasikan (atau disimpan).
Pemilihan kriteria yang tepat bergantung pada pengguna dan aplikasi. Misalnya,
apakah pengguna menginginkan pemampatan yang menghasilkan kualitas yang
bagus, namun pengurangan memori yang dibutuhkan tidak terlalu besar, atau
sebaliknya. Atau jika waktu pemampatan dapat diabaikan dari pertimbangan
(dengan asumsi bahwa pemampatan hanya sekali saja dilakukan, namun
pernirmampatan dapat berkali-kali), maka metode yang menghasilkan waktu
penirmampatan yang cepat yang perlu dipertimbangkan.
10.4 Jenis Pemampatan Citra
Ada empat pendekatan yang digunakan dalam pemampatan citra [LOW91]:
1. Pendekatan statistik.
Pemampatan citra didasarkan pada frekuensi kemunculan derajat keabuan
pixel di dalam seluruh bagian gambar.
Contoh metode: Huffman Coding.
Bab 10_Pemampatan Citra 157
2. Pendekatan ruang
Pemampatan citra didasarkan pada hubungan spasial antara pixel-pixel di
dalam suatu kelompok yang memiliki derajat keabuan yang sama di dalam
suatu daerah di dalam gambar.
Contoh metode: Run-Length Encoding.
3. Pendekatan kuantisasi
Pemampatan citra dilakukan dengan mengurangi jumlah derajat keabuan
yang tersedia.
Contoh metode: metode pemampatan kuantisasi.
4. Pendekatan fraktal
Pemampatan citra didasarkan pada kenyataan bahwa kemiripan bagian-
bagian di dalam citra dapat dieksploitasi dengan suatu matriks transformasi.
Contoh metode: Fractal Image Compression.
10.5 Klasifikasi Metode Pemampatan
Metode pemampatan citra dapat diklasifiksikan ke dalam dua kelompok besar:
1. Metode lossless
Metode lossless selalu menghasilkan citra hasil penirmampatan yang tepat
sama dengan citra semula, pixel per pixel. Tidak ada informasi yang hilang
akibat pemampatan. Sayangnya nisbah (ratio) pemampatan citra metode
lossless sangat rendah.
Contoh metode lossless adalah metode Huffman.
Nisbah pemampatan citra dihitung dengan rumus
Nisbah = %)100
semulacitraukuran
pempatatanhasilcitraukuran
(%100 ×− (10.3)
Metode lossless cocok untuk memampatkan citra yang mengandung
informasi penting yang tidak boleh rusak akibat pemampatan. Misalnya
memampatkan gambar hasil diagnosa medis.
2. Metode lossy
Metode lossy menghasilkan citra hasil pemampatan yang hampir sama
dengan citra semula. Ada informasi yang hilang akibat pemampatan, tetapi
dapat ditolerir oleh persepsi mata. Mata tidak dapat membedakan perubahan
kecil pada gambar. Metode pemampatan lossy menghasilkan nisbah
pemampatan yang tinggi daripada metode lossless. Gambar 10.1 adalah citra
sebelum dimampatkan, dan Gambar 10.2 adalah hasil pemampatan citra
kapal dengan metode lossy.
Contoh metode lossy adalah metode JPEG dan metode fraktal.
158 Pengolahan Citra Digital
Gambar 10.1 Citra kapal sebelum dimampatkan
Gambar 10.2 Citra kapal setelah dimampatkan dengan sebuah metode lossy
Bab 10_Pemampatan Citra 159
10.6 Metode Pemampatan Huffman
Metode pemampatan Huffman menggunakan prinsip bahwa nilai (atau derajat)
keabuan yang sering muncul di dalam citra akan dikodekan dengan jumlah bit
yang lebih sedikit sedangkan nilai keabuan yang frekuensi kemunculannya
sedikit dikodekan dengan jumlah bit yang lebih panjang.
Algoritma metode Huffman:
1. Urutkan secara menaik (ascending order) nilai-nilai keabuan berdasarkan
frekuensi kemunculannya (atau berdasarkan peluang kemunculan, pk, yaitu
frekuensi kemunculan (nk) dibagi dengan jumlah pixel di dalam gambar (n)).
Setiap nilai keabuan dinyatakan sebagai pohon bersimpul tunggal. Setiap
simpul di-assign dengan frekuensi kemunculan nilai keabuan tersebut.
2. Gabung dua buah pohon yang mempunyai frekuensi kemunculan paling kecil
pada sebuah akar. Akar mempunyai frekuensi yang merupakan jumlah dari
frekuensi dua buah pohon penyusunnya.
3. Ulangi langkah 2 sampai tersisa hanya satu buah pohon biner.
Agar pemilihan dua pohon yang akan digabungkan berlangsung cepat, maka
semua pohon yang ada selalu terurut menaik berdasarkan frekuensi.
4. Beri label setiap sisi pada pohon biner. Sisi kiri dilabeli dengan 0 dan sisi
kanan dilabeli dengan 1.
Simpul-simpul daun pada pohon biner menyatakan nilai keabuan yang terdapat di
dalam citra semula. Untuk mengkodekan setiap pixel di dalam di dalam citra,
lakukan langkah kelima berikut:
5. Telusuri pohon biner dari akar ke daun. Barisan label-label sisi dari akar ke
daun menyatakan kode Huffman untuk derajat keabuan yang bersesuaian.
Setiap kode Huffman merupakan kode prefiks, yang artinya tidak ada kode biner
suatu nilai keabuan yang merupakan awalan bagi kode biner derajat keabuan
yang lain. Dengan cara ini, tidak ada ambiguitas pada proses penirmampatan
citra.
160 Pengolahan Citra Digital
Contoh 10.1. Misalkan terdapat citra yang berukuran 64 × 64 dengan 8 derajat
keabuan (k) dan jumlah seluruh pixel (n) = 64 × 64 = 4096
k nk p(k) = nk/n
0 790 0.19
1 1023 0.25
2 850 0.21
3 656 0.16
4 329 0.08
5 245 0.06
6 122 0.03
7 81 0.02
Proses pembentukan pohon Huffman yang terbentuk dapat dilihat pada Gambar
10.3. Setiap simpul di dalam pohon berisi pasangan nilai a:b, yang dalam hal ini
a menyatakan nilai keabuan dan b menyatakan peluang kemunculan nilai
keabuan tersebut di dalam citra. Dari pohon Huffman tersebut kita memperoleh
kode untuk setiap derajat keabuan sebagai berikut:
0 = 00 2 = 01 4 = 1110 6 = 111101
1 = 10 3 = 110 5 = 11111 7 = 111100
Ukuran citra sebelum pemampatan (1 derajat keabuan = 3 bit) adalah 4096 × 3 bit
= 12288 bit, sedangkan Ukuran citra setelah pemampatan:
(790 × 2 bit) + (1023 × 2 bit) + (850 × 2 bit) +
(656 × 3 bit) + (329 × 4 bit) + (245 × 5 bit) +
(122 × 6 bit) + (81 × 6 bit) = 11053 bit
Jadi, kebutuhan memori telah dikurangi dari 12288 bit menjadi 11053 bit. Jelas
ini tidak banyak menghemat, tetapi jika 256 nilai keabuan yang digunakan
(dibanding dengan 8 derajat keabuan deperti pada contoh di atas) , penghematan
memori dapat bertambah besar.
Nisbah pemampatan = %10%)100
12288
11053
%100( =×− , yang artinya 10% dari
citra semula telah dimampatkan.
Bab 10_Pemampatan Citra 161
7:0.02 6:0.03
2. 76:0.05
3.
7:0.02 6:0.03 5:0.06 4:0.08 3:0.16 0:0.191. 2:0.21 1:0.25
5:0.06 4:0.08 3:0.16 0:0.19 2:0.21 1:0.25
4:0.08
7:0.02 6:0.03
76:0.05 5:0.06
765:0.11 3:0.16 0:0.19 2:0.21 1:0.25
4:0.08
7:0.02 6:0.03
76:0.05 5:0.06
765:0.11
3:0.16 0:0.19 2:0.21 1:0.254765:0.194.
0:0.19 2:0.21 1:0.255.
4:0.08
7:0.02 6:0.03
76:0.05 5:0.06
765:0.11
4765:0.193:0.16
34765:0.35
Gambar 10.3 Tahapan pembentukan pohon Huffman untuk Contoh 10.1 di atas
162 Pengolahan Citra Digital
1:0.256.
0:0.19 2:0.21
4:0.08
7:0.02 6:0.03
76:0.05 5:0.06
765:0.11
4765:0.193:0.16
34765:0.35 02:0.40
7.
1:0.25
4:0.08
7:0.02 6:0.03
76:0.05 5:0.06
765:0.11
4765:0.193:0.16
34765:0.35
134765:0.60
0:0.19 2:0.21
02:0.40
1:0.25
4:0.08
7:0.02 6:0.03
76:0.05 5:0.06
765:0.11
4765:0.193:0.16
34765:0.35
134765:0.60
0:0.19 2:0.21
02:0.40
02134765:
1.00
8.
Gambar 10.3 (lanjutan)
Bab 10_Pemampatan Citra 163
10.7 Metode Pemampatan Run-Length Encoding
(RLE)
Metode RLE cocok digunakan untuk memampatkan citra yang memiliki
kelompok-kelompok pixel berderajat keabuan sama. Pemampatan citra dengan
metode RLE dilakukan dengan membuat rangkaian pasangan nilai (p, q) untuk
setiap baris pixel, nilai pertama (p) menyatakan derajat keabuan, sedangkan nilai
kedua (q) menyatakan jumlah pixel berurutan yang memiliki derajat keabuan
tersebut (dinamakan run length).
Contoh 10.2. [LOW91] Tinjau citra 10 × 10 pixel dengan 8 derajat keabuan yang
dinyatakan sebagai matriks derajat keabuan sebagai berikut
0 0 0 0 0 2 2 2 2 2
0 0 0 1 1 1 1 2 2 2
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
4 4 4 4 3 3 3 3 2 2
3 3 3 5 5 7 7 7 7 6
2 2 6 0 0 0 0 1 1 0
3 3 4 4 3 2 2 2 1 1
0 0 0 0 0 0 0 0 1 1
1 1 1 1 0 0 0 2 2 2
3 3 3 2 2 2 1 1 1 1
semuanya ada 100 buah nilai.
Pasangan nilai untuk setiap baris run yang dihasilkan dengan metode pemampatan
RLE:
(0, 5), (2, 5)
(0, 3), (1, 4), (2, 3)
(1, 10)
(4, 4), (3, 4), (2 2)
(3, 3), (5, 2), (7, 4), (6, 1)
(2, 2), (6, 1), (0, 4), (1, 2), (0, 1)
(3, 2), (4, 2), (3, 1), (2, 2), (1, 2)
(0, 8), (1, 2)
(1, 4), (0, 3), (2, 3)
(3, 3), (2, 3), (1, 4)
semuanya ada 31 pasangan nilai atau 31 × 2 = 62 nilai.
Ukuran citra sebelum pemampatan (1 derajat keabuan = 3 bit) adalah 100 × 3 bit
= 300 bit, sedangkan ukuran citra setelah pemampatan (derajatk keabuan = 3 bit,
run length = = 4 bit):
(31 × 3) + (31 × 4) bit = 217 bit
164 Pengolahan Citra Digital
Nisbah pemampatan = %67.27%)100
300
217
%100( =×− , yang artinya 27.67%
dari citra semula telah dimampatkan.
Versi lain dari metode RLE adalah dengan menyatakan seluruh baris citra
menjadi sebuah baris run, lalu menghitung run-length untuk setiap derajat
keabuan yang berurutan. Sebagai contoh, tinjau sebuah citra sebagai berikut:
1 2 1 1 1 1
1 3 4 4 4 4
1 1 3 3 3 5
1 1 1 1 3 3
Nyatakan sebagai barisan nilai derajat keabuan:
1 2 1 1 1 1 1 3 4 4 4 4 1 1 3 3 3 5 1 1 1 1 3 3
semuanya ada 24 nilai.
Pasangan nilai dari run yang dihasilkan dengan metode pemampatan RLE:
(1, 1) (2, 1) (1, 5) (3, 1) (4, 4) (1, 2) (3, 3) (5, 1) (1, 4) (3, 2)
Hasil pengkodean:
1 1 2 1 1 5 3 1 4 4 1 2 3 3 5 1 1 4 3 2
semuanya ada 20 nilai. Jadi, kita sudah menghemat 4 buah nilai.
Metode RLE dapat dikombinasikan dengan metode Huffman untuk mengkodekan
nilai-nilai hasil pemampatan RLE guna meningkatkan nisbah pemampatan. Mula-
mula lakukan pemampatan RLE, lalu hasilnya dimampatkan lagi dengan metode
Huffman.
10.8 Metode Pemampatan Kuantisasi (Quantizing
Compression)
Metode ini mengurangi jumlah derajat keabuan, misalnya dari 256 menjadi 16,
yang tentu saja mengurangi jumlah bit yang dibutuhkan untuk merepresentasikan citra.
Misalkan P adalah jumlah pixel di dalam citra semula, akan dimampatkan
menjadi n derajat keabuan. Algoritmanya adalah sebagai berikut:
Algoritma metode kuantisasi:
1. Buat histogram citra semula (citra yang akan dimampatkan).
2. Identifikasi n buah kelompok di dalam histogram sedemikian sehingga setiap
kelompok mempunyai kira-kira P/n buah pixel.
Bab 10_Pemampatan Citra 165
3. Nyatakan setiap kelompok dengan derajat keabuan 0 sampai n –1. Setiap
pixel di dalam kelompok dikodekan kembali dengan nilai derajat keabuan
yang baru.
Contoh 10.3. [LOW91] Tinjau citra yang berukuran 5 × 13 pixel:
2 9 6 4 8 2 6 3 8 5 9 3 7
3 8 5 4 7 6 3 8 2 8 4 7 3
3 8 4 7 4 9 2 3 8 2 7 4 9
3 9 4 7 2 7 6 2 1 6 5 3 0
2 0 4 3 8 9 5 4 7 1 2 8 3
yang akan dimampatkan menjadi citra dengan 4 derajat keabuan (0 s/d 3), jadi
setiap derajat keabuan direpresentasikan dengan 2 bit.
Histogram citra semula:
0 **
1 **
2 *********
3 ***********
4 *********
5 ****
6 *****
7 ********
8 *********
9 ******
Ada 65 pixel, dikelompokkan menjadi 4 kelompok derajat keabuan. Tiap
kelompok ada sebanyak rata-rata 65/4 = 16.25 pixel per kelompok:
------------------------------------------------------
0 **
13 1 ** 0
2 *********
------------------------------------------------------
20 3 ***********
4 ********* 1
-----------------------------------------------------
5 ****
17 6 ***** 2
7 ********
-----------------------------------------------------
15 8 ********* 3
9 ******
-----------------------------------------------------
166 Pengolahan Citra Digital
Citra setelah dimampatkan menjadi:
0 3 2 1 3 0 2 1 3 2 3 1 2
1 3 2 1 2 2 1 3 0 3 1 2 1
1 3 1 2 1 3 0 1 3 0 2 1 3
1 3 1 2 0 2 2 0 0 2 2 1 0
0 0 1 1 3 3 2 1 2 0 0 3 0
Ukuran citra sebelum pemampatan (1 derajat keabuan = 4 bit):
65 × 4 bit = 260 bit
Ukuran citra setelah pemampatan (1 derajat keabuan = 2 bit):
65 × 2 bit = 130 bit
Nisbah pemampatan = %50%)100
260
130
%100( =×− , yang artinya 50% dari citra
semula telah dimampatkan.
Kelemahan metode pemampatan kuantisasi adalah banyaknya informasi yang
hilang, tapi kehilangan informasi ini dapat diminimalkan dengan menjamin
bahwa tiap kelompok mempunyai jumlah pixel yang hampir sama.
10.9 Metode Pemampatan Fraktal
Metode pemampatan fraktal adalah metode yang relatif baru. Prinsipnya adalah
mencari bagian di dalam citra yang memiliki kemiripan dengan bagian lainya
namun ukurannya lebih besar (self similarity). Kemudian dicari matriks yang
mentransformasikan bagian yang lebih besar tersebut dengan bagian yang lebih
kecil. Kita cukup hanya menyimpan elemen-elemen dari sekumpulan matriks
transformasi tersebut (yang disebut matriks transformasi affine). Pada proses
penirmampatan, matriks ransformasi affine di-iterasi sejumlah kali terhadap
sembarang citra awal. Hasil iterasi akan konvergen ke citra semula. Metode ini
menghasilkan nisbah pemampatan yang tinggi namun waktu pemampatannya
relatif lama, sedangkan waktu penirmamoatannya berlangsung cepat. Metode
pemampatan fraktal akan dijelaskan secara panjang lebar di dalam Bab tersendiri
(Bab 14).

More Related Content

What's hot

Chap 3 - Dasar Pengolahan Citra
Chap 3 - Dasar Pengolahan CitraChap 3 - Dasar Pengolahan Citra
Chap 3 - Dasar Pengolahan Citra
Dhanar Intan Surya Saputra
 
pembentukan citra (pengolahan citra digital)
pembentukan citra (pengolahan citra digital)pembentukan citra (pengolahan citra digital)
pembentukan citra (pengolahan citra digital)khaerul azmi
 
Pcd 05 - transformasi citra
Pcd   05 - transformasi citraPcd   05 - transformasi citra
Pcd 05 - transformasi citra
Febriyani Syafri
 
Slide minggu 6 (citra digital)
Slide minggu 6 (citra digital)Slide minggu 6 (citra digital)
Slide minggu 6 (citra digital)
Setia Juli Irzal Ismail
 
Tugas mandiri pengolahan citra digital
Tugas mandiri pengolahan citra digitalTugas mandiri pengolahan citra digital
Tugas mandiri pengolahan citra digital
Fauji Gabe
 
Pcd 5 - untuk spada
Pcd 5 - untuk spadaPcd 5 - untuk spada
Pcd 5 - untuk spada
dedidarwis
 
Pengolahan Citra 2 - Pembentukan Citra Digital
Pengolahan Citra 2 - Pembentukan Citra DigitalPengolahan Citra 2 - Pembentukan Citra Digital
Pengolahan Citra 2 - Pembentukan Citra Digital
Nur Fadli Utomo
 
Chap 8 pemfilteran citra
Chap 8 pemfilteran citraChap 8 pemfilteran citra
Chap 8 pemfilteran citra
Dhanar Intan Surya Saputra
 
Pertemuan 2 - Digital Image Processing - Image Enhancement - Citra Digital
Pertemuan 2 - Digital Image Processing - Image Enhancement - Citra DigitalPertemuan 2 - Digital Image Processing - Image Enhancement - Citra Digital
Pertemuan 2 - Digital Image Processing - Image Enhancement - Citra Digital
ahmad haidaroh
 
Histogram - Citra Digital
Histogram - Citra DigitalHistogram - Citra Digital
Histogram - Citra Digital
ahmad haidaroh
 
Pengolahan Citra digital
Pengolahan Citra digitalPengolahan Citra digital
Chap 5 peningkatan kualitas citra
Chap 5 peningkatan kualitas citraChap 5 peningkatan kualitas citra
Chap 5 peningkatan kualitas citra
Dhanar Intan Surya Saputra
 
Bab 9 kontur dan representasinya
Bab 9 kontur dan representasinyaBab 9 kontur dan representasinya
Bab 9 kontur dan representasinya
dedidarwis
 
Pengolahan Citra Digital Dengan Menggunakan MATLAB
Pengolahan Citra Digital Dengan Menggunakan MATLABPengolahan Citra Digital Dengan Menggunakan MATLAB
Pengolahan Citra Digital Dengan Menggunakan MATLAB
Simesterious TheMaster
 
Bab 11 citra biner
Bab 11 citra binerBab 11 citra biner
Bab 11 citra biner
Syafrizal
 
Digital image processing
Digital image processingDigital image processing
Digital image processingDefri Tan
 
Bab 13 steganografi dan watermarking
Bab 13 steganografi dan watermarkingBab 13 steganografi dan watermarking
Bab 13 steganografi dan watermarking
Syafrizal
 
Pcd 04 - jenis dan format citra
Pcd   04 - jenis dan format citraPcd   04 - jenis dan format citra
Pcd 04 - jenis dan format citra
Febriyani Syafri
 

What's hot (20)

Chap 3 - Dasar Pengolahan Citra
Chap 3 - Dasar Pengolahan CitraChap 3 - Dasar Pengolahan Citra
Chap 3 - Dasar Pengolahan Citra
 
pembentukan citra (pengolahan citra digital)
pembentukan citra (pengolahan citra digital)pembentukan citra (pengolahan citra digital)
pembentukan citra (pengolahan citra digital)
 
Jenis-Jenis Format Citra
Jenis-Jenis Format CitraJenis-Jenis Format Citra
Jenis-Jenis Format Citra
 
Pcd 05 - transformasi citra
Pcd   05 - transformasi citraPcd   05 - transformasi citra
Pcd 05 - transformasi citra
 
Slide minggu 6 (citra digital)
Slide minggu 6 (citra digital)Slide minggu 6 (citra digital)
Slide minggu 6 (citra digital)
 
Tugas mandiri pengolahan citra digital
Tugas mandiri pengolahan citra digitalTugas mandiri pengolahan citra digital
Tugas mandiri pengolahan citra digital
 
Pcd 5 - untuk spada
Pcd 5 - untuk spadaPcd 5 - untuk spada
Pcd 5 - untuk spada
 
Pengolahan Citra 2 - Pembentukan Citra Digital
Pengolahan Citra 2 - Pembentukan Citra DigitalPengolahan Citra 2 - Pembentukan Citra Digital
Pengolahan Citra 2 - Pembentukan Citra Digital
 
Chap 8 pemfilteran citra
Chap 8 pemfilteran citraChap 8 pemfilteran citra
Chap 8 pemfilteran citra
 
Pertemuan 2 - Digital Image Processing - Image Enhancement - Citra Digital
Pertemuan 2 - Digital Image Processing - Image Enhancement - Citra DigitalPertemuan 2 - Digital Image Processing - Image Enhancement - Citra Digital
Pertemuan 2 - Digital Image Processing - Image Enhancement - Citra Digital
 
Histogram - Citra Digital
Histogram - Citra DigitalHistogram - Citra Digital
Histogram - Citra Digital
 
Pengolahan Citra digital
Pengolahan Citra digitalPengolahan Citra digital
Pengolahan Citra digital
 
Chap 5 peningkatan kualitas citra
Chap 5 peningkatan kualitas citraChap 5 peningkatan kualitas citra
Chap 5 peningkatan kualitas citra
 
Bab 9 kontur dan representasinya
Bab 9 kontur dan representasinyaBab 9 kontur dan representasinya
Bab 9 kontur dan representasinya
 
Pengolahan Citra Digital Dengan Menggunakan MATLAB
Pengolahan Citra Digital Dengan Menggunakan MATLABPengolahan Citra Digital Dengan Menggunakan MATLAB
Pengolahan Citra Digital Dengan Menggunakan MATLAB
 
Bab 11 citra biner
Bab 11 citra binerBab 11 citra biner
Bab 11 citra biner
 
Digital image processing
Digital image processingDigital image processing
Digital image processing
 
Image processing
Image processingImage processing
Image processing
 
Bab 13 steganografi dan watermarking
Bab 13 steganografi dan watermarkingBab 13 steganografi dan watermarking
Bab 13 steganografi dan watermarking
 
Pcd 04 - jenis dan format citra
Pcd   04 - jenis dan format citraPcd   04 - jenis dan format citra
Pcd 04 - jenis dan format citra
 

Similar to Bab 10 pemampatan citra

Pcd 07 - kompresi data citra
Pcd   07 - kompresi data citraPcd   07 - kompresi data citra
Pcd 07 - kompresi data citra
Febriyani Syafri
 
Jurnal Article <search>
Jurnal Article <search>Jurnal Article <search>
Jurnal Article <search>
Deprilana Ego Prakasa
 
PERT 1 - Citra.ppt
PERT 1 - Citra.pptPERT 1 - Citra.ppt
PERT 1 - Citra.ppt
ssuserbcb591
 
52011004 Perbandingan Kompresi PNG dan JPEG
52011004   Perbandingan Kompresi PNG dan JPEG52011004   Perbandingan Kompresi PNG dan JPEG
52011004 Perbandingan Kompresi PNG dan JPEG
STMIK Kharisma Makassar
 
2. jurnal dessy purwandani implementasi metode gaussian smoothing untuk peng...
2. jurnal dessy purwandani  implementasi metode gaussian smoothing untuk peng...2. jurnal dessy purwandani  implementasi metode gaussian smoothing untuk peng...
2. jurnal dessy purwandani implementasi metode gaussian smoothing untuk peng...
ym.ygrex@comp
 
Kriptografi pertemuan ke-15-steganografi dan watermarking
Kriptografi pertemuan ke-15-steganografi dan watermarkingKriptografi pertemuan ke-15-steganografi dan watermarking
Kriptografi pertemuan ke-15-steganografi dan watermarking
YayaCgy
 
Materi Pengantar Pengolahan Citra
Materi Pengantar Pengolahan CitraMateri Pengantar Pengolahan Citra
Materi Pengantar Pengolahan Citra
Nur Fadli Utomo
 
ppt Pengolahan citra digital pada modalitas MRI
ppt Pengolahan citra digital pada modalitas MRIppt Pengolahan citra digital pada modalitas MRI
ppt Pengolahan citra digital pada modalitas MRI
Nona Zesifa
 
pengantar pengolahan citra
pengantar pengolahan citrapengantar pengolahan citra
pengantar pengolahan citrakhaerul azmi
 
Pcd 09 - model kompresi citra
Pcd   09 - model kompresi citraPcd   09 - model kompresi citra
Pcd 09 - model kompresi citra
Febriyani Syafri
 
Content based image retrieval tugas softskill kelompok 1 2 ia15
Content based image retrieval tugas softskill kelompok 1 2 ia15Content based image retrieval tugas softskill kelompok 1 2 ia15
Content based image retrieval tugas softskill kelompok 1 2 ia15
Fazar Hidayat
 
Modul 7 kompresi citra
Modul 7 kompresi citraModul 7 kompresi citra
Modul 7 kompresi citraEkky Patria
 
ppt Aplikasi pengolahan citra digital pada modalitas digital radiography (DR)
ppt Aplikasi pengolahan citra digital pada modalitas digital radiography (DR)ppt Aplikasi pengolahan citra digital pada modalitas digital radiography (DR)
ppt Aplikasi pengolahan citra digital pada modalitas digital radiography (DR)
Nona Zesifa
 
5. jurnal jones pandiangan perancangan aplikasi segmentasi citra dengan metod...
5. jurnal jones pandiangan perancangan aplikasi segmentasi citra dengan metod...5. jurnal jones pandiangan perancangan aplikasi segmentasi citra dengan metod...
5. jurnal jones pandiangan perancangan aplikasi segmentasi citra dengan metod...
ym.ygrex@comp
 
Materi Pelatihan_Steganografi Metode LSB
Materi Pelatihan_Steganografi Metode LSBMateri Pelatihan_Steganografi Metode LSB
Materi Pelatihan_Steganografi Metode LSB
Agung Sulistyanto
 
Philosophy and Post Processing Digital Photography
Philosophy and Post Processing Digital PhotographyPhilosophy and Post Processing Digital Photography
Philosophy and Post Processing Digital Photography
Daniel Oscar Baskoro
 
Bab 1 pengantar pengolahan citra
Bab 1 pengantar pengolahan citraBab 1 pengantar pengolahan citra
Bab 1 pengantar pengolahan citra
Syafrizal
 
GRAVIS BERBASIS BITMAP
GRAVIS BERBASIS BITMAPGRAVIS BERBASIS BITMAP
GRAVIS BERBASIS BITMAP
Erviana Prabandari
 
Pertemuan 09 Penglihatan (Vision)
Pertemuan 09 Penglihatan (Vision)Pertemuan 09 Penglihatan (Vision)
Pertemuan 09 Penglihatan (Vision)
Endang Retnoningsih
 

Similar to Bab 10 pemampatan citra (20)

Pcd 07 - kompresi data citra
Pcd   07 - kompresi data citraPcd   07 - kompresi data citra
Pcd 07 - kompresi data citra
 
Jurnal Article <search>
Jurnal Article <search>Jurnal Article <search>
Jurnal Article <search>
 
PERT 1 - Citra.ppt
PERT 1 - Citra.pptPERT 1 - Citra.ppt
PERT 1 - Citra.ppt
 
52011004 Perbandingan Kompresi PNG dan JPEG
52011004   Perbandingan Kompresi PNG dan JPEG52011004   Perbandingan Kompresi PNG dan JPEG
52011004 Perbandingan Kompresi PNG dan JPEG
 
2. jurnal dessy purwandani implementasi metode gaussian smoothing untuk peng...
2. jurnal dessy purwandani  implementasi metode gaussian smoothing untuk peng...2. jurnal dessy purwandani  implementasi metode gaussian smoothing untuk peng...
2. jurnal dessy purwandani implementasi metode gaussian smoothing untuk peng...
 
Kriptografi pertemuan ke-15-steganografi dan watermarking
Kriptografi pertemuan ke-15-steganografi dan watermarkingKriptografi pertemuan ke-15-steganografi dan watermarking
Kriptografi pertemuan ke-15-steganografi dan watermarking
 
Materi Pengantar Pengolahan Citra
Materi Pengantar Pengolahan CitraMateri Pengantar Pengolahan Citra
Materi Pengantar Pengolahan Citra
 
9 f43e4d cd01
9 f43e4d cd019 f43e4d cd01
9 f43e4d cd01
 
ppt Pengolahan citra digital pada modalitas MRI
ppt Pengolahan citra digital pada modalitas MRIppt Pengolahan citra digital pada modalitas MRI
ppt Pengolahan citra digital pada modalitas MRI
 
pengantar pengolahan citra
pengantar pengolahan citrapengantar pengolahan citra
pengantar pengolahan citra
 
Pcd 09 - model kompresi citra
Pcd   09 - model kompresi citraPcd   09 - model kompresi citra
Pcd 09 - model kompresi citra
 
Content based image retrieval tugas softskill kelompok 1 2 ia15
Content based image retrieval tugas softskill kelompok 1 2 ia15Content based image retrieval tugas softskill kelompok 1 2 ia15
Content based image retrieval tugas softskill kelompok 1 2 ia15
 
Modul 7 kompresi citra
Modul 7 kompresi citraModul 7 kompresi citra
Modul 7 kompresi citra
 
ppt Aplikasi pengolahan citra digital pada modalitas digital radiography (DR)
ppt Aplikasi pengolahan citra digital pada modalitas digital radiography (DR)ppt Aplikasi pengolahan citra digital pada modalitas digital radiography (DR)
ppt Aplikasi pengolahan citra digital pada modalitas digital radiography (DR)
 
5. jurnal jones pandiangan perancangan aplikasi segmentasi citra dengan metod...
5. jurnal jones pandiangan perancangan aplikasi segmentasi citra dengan metod...5. jurnal jones pandiangan perancangan aplikasi segmentasi citra dengan metod...
5. jurnal jones pandiangan perancangan aplikasi segmentasi citra dengan metod...
 
Materi Pelatihan_Steganografi Metode LSB
Materi Pelatihan_Steganografi Metode LSBMateri Pelatihan_Steganografi Metode LSB
Materi Pelatihan_Steganografi Metode LSB
 
Philosophy and Post Processing Digital Photography
Philosophy and Post Processing Digital PhotographyPhilosophy and Post Processing Digital Photography
Philosophy and Post Processing Digital Photography
 
Bab 1 pengantar pengolahan citra
Bab 1 pengantar pengolahan citraBab 1 pengantar pengolahan citra
Bab 1 pengantar pengolahan citra
 
GRAVIS BERBASIS BITMAP
GRAVIS BERBASIS BITMAPGRAVIS BERBASIS BITMAP
GRAVIS BERBASIS BITMAP
 
Pertemuan 09 Penglihatan (Vision)
Pertemuan 09 Penglihatan (Vision)Pertemuan 09 Penglihatan (Vision)
Pertemuan 09 Penglihatan (Vision)
 

More from Syafrizal

Tugas praktik elektronika dasar
Tugas praktik elektronika dasarTugas praktik elektronika dasar
Tugas praktik elektronika dasar
Syafrizal
 
Pertemuan 4
Pertemuan  4Pertemuan  4
Pertemuan 4
Syafrizal
 
Pertemuan 3
Pertemuan  3Pertemuan  3
Pertemuan 3
Syafrizal
 
Pertemuan 2
Pertemuan  2Pertemuan  2
Pertemuan 2
Syafrizal
 
Pertemuan 1
Pertemuan  1Pertemuan  1
Pertemuan 1
Syafrizal
 
Praktik matlab
Praktik matlabPraktik matlab
Praktik matlab
Syafrizal
 
Pcd topik4 - image restoration01
Pcd   topik4 - image restoration01Pcd   topik4 - image restoration01
Pcd topik4 - image restoration01
Syafrizal
 
Pcd topik1 - fundamental
Pcd   topik1 - fundamentalPcd   topik1 - fundamental
Pcd topik1 - fundamental
Syafrizal
 
Praktik dengan matlab
Praktik dengan matlabPraktik dengan matlab
Praktik dengan matlab
Syafrizal
 
Bab 15 pengenalan pola
Bab 15 pengenalan polaBab 15 pengenalan pola
Bab 15 pengenalan pola
Syafrizal
 
Bab 8 pendeteksian tepi
Bab 8 pendeteksian tepiBab 8 pendeteksian tepi
Bab 8 pendeteksian tepi
Syafrizal
 
Bab 07b
Bab 07bBab 07b
Bab 07b
Syafrizal
 
Bab 07a
Bab 07aBab 07a
Bab 07a
Syafrizal
 
Bab 05
Bab 05Bab 05
Bab 05
Syafrizal
 
Bab 2 pembentukan citra
Bab 2 pembentukan citraBab 2 pembentukan citra
Bab 2 pembentukan citra
Syafrizal
 
Pertemuan 4
Pertemuan  4Pertemuan  4
Pertemuan 4
Syafrizal
 
Pertemuan 3
Pertemuan  3Pertemuan  3
Pertemuan 3
Syafrizal
 
Pertemuan 2
Pertemuan  2Pertemuan  2
Pertemuan 2
Syafrizal
 
Pertemuan 1
Pertemuan  1Pertemuan  1
Pertemuan 1
Syafrizal
 
Metafisika 3.a
Metafisika 3.aMetafisika 3.a
Metafisika 3.a
Syafrizal
 

More from Syafrizal (20)

Tugas praktik elektronika dasar
Tugas praktik elektronika dasarTugas praktik elektronika dasar
Tugas praktik elektronika dasar
 
Pertemuan 4
Pertemuan  4Pertemuan  4
Pertemuan 4
 
Pertemuan 3
Pertemuan  3Pertemuan  3
Pertemuan 3
 
Pertemuan 2
Pertemuan  2Pertemuan  2
Pertemuan 2
 
Pertemuan 1
Pertemuan  1Pertemuan  1
Pertemuan 1
 
Praktik matlab
Praktik matlabPraktik matlab
Praktik matlab
 
Pcd topik4 - image restoration01
Pcd   topik4 - image restoration01Pcd   topik4 - image restoration01
Pcd topik4 - image restoration01
 
Pcd topik1 - fundamental
Pcd   topik1 - fundamentalPcd   topik1 - fundamental
Pcd topik1 - fundamental
 
Praktik dengan matlab
Praktik dengan matlabPraktik dengan matlab
Praktik dengan matlab
 
Bab 15 pengenalan pola
Bab 15 pengenalan polaBab 15 pengenalan pola
Bab 15 pengenalan pola
 
Bab 8 pendeteksian tepi
Bab 8 pendeteksian tepiBab 8 pendeteksian tepi
Bab 8 pendeteksian tepi
 
Bab 07b
Bab 07bBab 07b
Bab 07b
 
Bab 07a
Bab 07aBab 07a
Bab 07a
 
Bab 05
Bab 05Bab 05
Bab 05
 
Bab 2 pembentukan citra
Bab 2 pembentukan citraBab 2 pembentukan citra
Bab 2 pembentukan citra
 
Pertemuan 4
Pertemuan  4Pertemuan  4
Pertemuan 4
 
Pertemuan 3
Pertemuan  3Pertemuan  3
Pertemuan 3
 
Pertemuan 2
Pertemuan  2Pertemuan  2
Pertemuan 2
 
Pertemuan 1
Pertemuan  1Pertemuan  1
Pertemuan 1
 
Metafisika 3.a
Metafisika 3.aMetafisika 3.a
Metafisika 3.a
 

Recently uploaded

INDIKATOR KINERJA DAN FOKUS PERILAKU KS.pdf
INDIKATOR KINERJA DAN FOKUS PERILAKU KS.pdfINDIKATOR KINERJA DAN FOKUS PERILAKU KS.pdf
INDIKATOR KINERJA DAN FOKUS PERILAKU KS.pdf
NurSriWidyastuti1
 
SOSIALISASI PPDB TAHUN AJARAN 2024-2025.pptx
SOSIALISASI PPDB TAHUN AJARAN 2024-2025.pptxSOSIALISASI PPDB TAHUN AJARAN 2024-2025.pptx
SOSIALISASI PPDB TAHUN AJARAN 2024-2025.pptx
astridamalia20
 
ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_
ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_
ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_
setiatinambunan
 
VISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBI
VISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBIVISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBI
VISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBI
gloriosaesy
 
Pi-2 AGUS MULYADI. S.Pd (3).pptx visi giru penggerak dan prakrsa perubahan bagja
Pi-2 AGUS MULYADI. S.Pd (3).pptx visi giru penggerak dan prakrsa perubahan bagjaPi-2 AGUS MULYADI. S.Pd (3).pptx visi giru penggerak dan prakrsa perubahan bagja
Pi-2 AGUS MULYADI. S.Pd (3).pptx visi giru penggerak dan prakrsa perubahan bagja
agusmulyadi08
 
Patofisiologi Sistem Endokrin hormon pada sistem endokrin
Patofisiologi Sistem Endokrin hormon pada sistem endokrinPatofisiologi Sistem Endokrin hormon pada sistem endokrin
Patofisiologi Sistem Endokrin hormon pada sistem endokrin
rohman85
 
Program Kerja Kepala Sekolah 2023-2024.pdf
Program Kerja Kepala Sekolah 2023-2024.pdfProgram Kerja Kepala Sekolah 2023-2024.pdf
Program Kerja Kepala Sekolah 2023-2024.pdf
erlita3
 
Laporan pembina seni tari - www.kherysuryawan.id.pdf
Laporan pembina seni tari - www.kherysuryawan.id.pdfLaporan pembina seni tari - www.kherysuryawan.id.pdf
Laporan pembina seni tari - www.kherysuryawan.id.pdf
heridawesty4
 
Laporan wakil kepala sekolah bagian Kurikulum.pdf
Laporan wakil kepala sekolah bagian Kurikulum.pdfLaporan wakil kepala sekolah bagian Kurikulum.pdf
Laporan wakil kepala sekolah bagian Kurikulum.pdf
yuniarmadyawati361
 
RUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docx
RUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docxRUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docx
RUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docx
kinayaptr30
 
RUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docx
RUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docxRUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docx
RUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docx
lastri261
 
Form B8 Rubrik Refleksi Program Pengembangan Kompetensi Guru -1.docx
Form B8 Rubrik Refleksi Program Pengembangan Kompetensi Guru -1.docxForm B8 Rubrik Refleksi Program Pengembangan Kompetensi Guru -1.docx
Form B8 Rubrik Refleksi Program Pengembangan Kompetensi Guru -1.docx
EkoPutuKromo
 
LAPORAN EKSTRAKURIKULER SEKOLAH DASAR NEGERI
LAPORAN EKSTRAKURIKULER SEKOLAH DASAR NEGERILAPORAN EKSTRAKURIKULER SEKOLAH DASAR NEGERI
LAPORAN EKSTRAKURIKULER SEKOLAH DASAR NEGERI
PURWANTOSDNWATES2
 
Bab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptx
Bab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptxBab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptx
Bab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptx
nawasenamerta
 
PPT Aksi Nyata Diseminasi Modul 1.4.pptx
PPT Aksi Nyata Diseminasi Modul 1.4.pptxPPT Aksi Nyata Diseminasi Modul 1.4.pptx
PPT Aksi Nyata Diseminasi Modul 1.4.pptx
Kurnia Fajar
 
Laporan Piket Guru untuk bukti dukung PMM.pdf
Laporan Piket Guru untuk bukti dukung PMM.pdfLaporan Piket Guru untuk bukti dukung PMM.pdf
Laporan Piket Guru untuk bukti dukung PMM.pdf
gloriosaesy
 
Koneksi Antar Materi Modul 1.4.ppt x
Koneksi Antar Materi Modul 1.4.ppt           xKoneksi Antar Materi Modul 1.4.ppt           x
Koneksi Antar Materi Modul 1.4.ppt x
johan199969
 
INSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docx
INSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docxINSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docx
INSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docx
lindaagina84
 
Sapawarga - Manual Guide PPDB Tahun 2024.pdf
Sapawarga - Manual Guide PPDB Tahun 2024.pdfSapawarga - Manual Guide PPDB Tahun 2024.pdf
Sapawarga - Manual Guide PPDB Tahun 2024.pdf
TarkaTarka
 
Bahan Sosialisasi PPDB_1 2024/2025 Bandung
Bahan Sosialisasi PPDB_1 2024/2025 BandungBahan Sosialisasi PPDB_1 2024/2025 Bandung
Bahan Sosialisasi PPDB_1 2024/2025 Bandung
Galang Adi Kuncoro
 

Recently uploaded (20)

INDIKATOR KINERJA DAN FOKUS PERILAKU KS.pdf
INDIKATOR KINERJA DAN FOKUS PERILAKU KS.pdfINDIKATOR KINERJA DAN FOKUS PERILAKU KS.pdf
INDIKATOR KINERJA DAN FOKUS PERILAKU KS.pdf
 
SOSIALISASI PPDB TAHUN AJARAN 2024-2025.pptx
SOSIALISASI PPDB TAHUN AJARAN 2024-2025.pptxSOSIALISASI PPDB TAHUN AJARAN 2024-2025.pptx
SOSIALISASI PPDB TAHUN AJARAN 2024-2025.pptx
 
ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_
ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_
ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_
 
VISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBI
VISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBIVISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBI
VISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBI
 
Pi-2 AGUS MULYADI. S.Pd (3).pptx visi giru penggerak dan prakrsa perubahan bagja
Pi-2 AGUS MULYADI. S.Pd (3).pptx visi giru penggerak dan prakrsa perubahan bagjaPi-2 AGUS MULYADI. S.Pd (3).pptx visi giru penggerak dan prakrsa perubahan bagja
Pi-2 AGUS MULYADI. S.Pd (3).pptx visi giru penggerak dan prakrsa perubahan bagja
 
Patofisiologi Sistem Endokrin hormon pada sistem endokrin
Patofisiologi Sistem Endokrin hormon pada sistem endokrinPatofisiologi Sistem Endokrin hormon pada sistem endokrin
Patofisiologi Sistem Endokrin hormon pada sistem endokrin
 
Program Kerja Kepala Sekolah 2023-2024.pdf
Program Kerja Kepala Sekolah 2023-2024.pdfProgram Kerja Kepala Sekolah 2023-2024.pdf
Program Kerja Kepala Sekolah 2023-2024.pdf
 
Laporan pembina seni tari - www.kherysuryawan.id.pdf
Laporan pembina seni tari - www.kherysuryawan.id.pdfLaporan pembina seni tari - www.kherysuryawan.id.pdf
Laporan pembina seni tari - www.kherysuryawan.id.pdf
 
Laporan wakil kepala sekolah bagian Kurikulum.pdf
Laporan wakil kepala sekolah bagian Kurikulum.pdfLaporan wakil kepala sekolah bagian Kurikulum.pdf
Laporan wakil kepala sekolah bagian Kurikulum.pdf
 
RUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docx
RUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docxRUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docx
RUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docx
 
RUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docx
RUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docxRUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docx
RUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docx
 
Form B8 Rubrik Refleksi Program Pengembangan Kompetensi Guru -1.docx
Form B8 Rubrik Refleksi Program Pengembangan Kompetensi Guru -1.docxForm B8 Rubrik Refleksi Program Pengembangan Kompetensi Guru -1.docx
Form B8 Rubrik Refleksi Program Pengembangan Kompetensi Guru -1.docx
 
LAPORAN EKSTRAKURIKULER SEKOLAH DASAR NEGERI
LAPORAN EKSTRAKURIKULER SEKOLAH DASAR NEGERILAPORAN EKSTRAKURIKULER SEKOLAH DASAR NEGERI
LAPORAN EKSTRAKURIKULER SEKOLAH DASAR NEGERI
 
Bab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptx
Bab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptxBab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptx
Bab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptx
 
PPT Aksi Nyata Diseminasi Modul 1.4.pptx
PPT Aksi Nyata Diseminasi Modul 1.4.pptxPPT Aksi Nyata Diseminasi Modul 1.4.pptx
PPT Aksi Nyata Diseminasi Modul 1.4.pptx
 
Laporan Piket Guru untuk bukti dukung PMM.pdf
Laporan Piket Guru untuk bukti dukung PMM.pdfLaporan Piket Guru untuk bukti dukung PMM.pdf
Laporan Piket Guru untuk bukti dukung PMM.pdf
 
Koneksi Antar Materi Modul 1.4.ppt x
Koneksi Antar Materi Modul 1.4.ppt           xKoneksi Antar Materi Modul 1.4.ppt           x
Koneksi Antar Materi Modul 1.4.ppt x
 
INSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docx
INSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docxINSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docx
INSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docx
 
Sapawarga - Manual Guide PPDB Tahun 2024.pdf
Sapawarga - Manual Guide PPDB Tahun 2024.pdfSapawarga - Manual Guide PPDB Tahun 2024.pdf
Sapawarga - Manual Guide PPDB Tahun 2024.pdf
 
Bahan Sosialisasi PPDB_1 2024/2025 Bandung
Bahan Sosialisasi PPDB_1 2024/2025 BandungBahan Sosialisasi PPDB_1 2024/2025 Bandung
Bahan Sosialisasi PPDB_1 2024/2025 Bandung
 

Bab 10 pemampatan citra

  • 1. Bab 10_Pemampatan Citra 153 Bab 10 Pemampatan Citra ada umumnya, representasi citra digital membutuhkan memori yang besar. Sebagai contoh, citra Lena dalam format bitmap yang berukuran 512 × 512 pixel membutuhkan memori sebesar 32 KB (1 pixel = 1 byte) untuk representasinya. Semakin besar ukuran citra tentu semakin besar pula memori yang dibutuhkannya. Pada sisi lain, kebanyakan citra mengandung duplikasi data. Duplikasi data pada citra dapat berarti dua hal. Pertama, besar kemungkinan suatu pixel dengan pixel tetanggganya memiliki initensitas yang sama, sehingga penyimpanan setiap pixel memboroskan tempat. Kedua, citra banyak mengandung bagian (region) yang sama, sehingga bagian yang sama ini tidak perlu dikodekan berulang kali karena mubazir atau redundan. Saat ini, kebanyakan aplikasi menginginkan representasi citra dengan kebutuhan memori yang sesedikit mungkin. Pemampatan citra atau kompresi citra (image compression) bertujuan meminimalkan kebutuhan memori untuk merepresentasikan citra digital. Prinsip umum yang digunakan pada proses pemampatan citra adalah mengurangi duplikasi data di dalam citra sehingga memori yang dibutuhkan untuk merepresentasikan citra menjadi lebih sedikit daripada representasi citra semula. 10.1 Pemampatan Citra versus Pengkodean Citra Pemampatan citra kadang-kadang disalahmengertikan dengan pengkodean citra (image encoding), yaitu persoalan bagaimana pixel-pixel di dalam citra dikodekan dengan representasi tertentu. Pengkodean citra tidak selalu menghasilkan representasi memori yang minimal. Pengkodean citra yang menghasilkan P
  • 2. 154 Pengolahan Citra Digital representasi memori yang lebih sedikit daripada representasi aslinya itulah yang dinamakan pemampatan citra. Ada dua proses utama dalam persoalan pemampatan citra: 1. Pemampatan citra (image compression). Pada proses ini, citra dalam representasi tidak mampat dikodekan dengan representasi yang meminimumkan kebutuhan memori. Citra dengan format bitmap pada umumnya tidak dalam bentuk mampat. Citra yang sudah dimampatkan disimpan ke dalam arsip dengan format tertentu. Kita mengenal format JPG dan GIF sebagai format citra yang sudah dimampatkan. 2. Penirmampatkan citra (image decompression). Pada proses ini, citra yang sudah dimampatkan harus dapat dikembalikan lagi (decoding) menjadi representasi yang tidak mampat. Proses ini diperlukan jika citra tersebut ditampilkan ke layar atau disimpan ke dalam arsip dengan format tidak mampat. Dengan kata lain, penirmampatan citra mengembalikan citra yang termampatkan menjadi data bitmap. 10.2 Aplikasi Pemampatan Citra Pemampatan citra memberikan sumbangsih manfaat yang besar dalam industri multimedia saat ini. Pemampatan citra bermanfaat untuk aplikasi yang melakukan: 1. Pengiriman data (data transmission) pada saluran komunikasi data Citra yang telah dimampatkan membutuhkan waktu pengiriman yang lebih singkat dibandingkan dengan citra yang tidak dimampatkan. Contohnya aplikasi pengiriman gambar lewat fax, videoconferencing, pengiriman data medis, pengiriman gambar dari satelit luar angkasa, pengiriman gambar via telepon genggam. download gambar dari internet, dan sebagainya. 2. Penyimpanan data (data storing) di dalam media sekunder (storage) Citra yang telah dimampatkan membutuhkan ruang memori di dalam media storage yang lebih sedikit dibandingkan dengan citra yang tidak dimampatkan. Contoh aplikasi nya antara lain aplikasi basisdata gambar, office automation, video storage (seperti Video Compact Disc), dll. 10.3 Kriteria Pemampatan Citra Saat ini sudah banyak ditemukan metode-metode pemampatan citra. Kriteria yang digunakan dalam mengukur metode pemampatan citra adalah [LOW91]:
  • 3. Bab 10_Pemampatan Citra 155 1. Waktu pemampatan dan penirmampatan (decompression). Waktu pemampatan citra dan penirmampatannya sebaiknya cepat. Ada metode pemampatan yang waktu pemampatannya lama, namun waktu penirmampatannya cepat. Ada pula metode yang waktu pemampatannya cepat tetapi waktu penirmampatannya lambat. Tetapi ada pula metode yang waktu pemampatan dan penirmampatannya cepat atau keduanya lambat. 2. Kebutuhan memori. Memori yang dibutuhkan untuk merepresentasikan citra seharusnya berkurang secara berarti. Ada metode yang berhasil memampatkan dengan persentase yang besar, ada pula yang kecil. Pada beberapa metode, ukuran memori hasil pemampatan bergantung pada citra itu sendiri. Cira yang mengandung banyak elemen duplikasi (misalnya citra langit cerah tanpa awan, citra lantai keramik) umumnya berhasil dimampatkan dengan memori yang lebih sedikit dibandingkan dengan memampatkan citra yang mengandung banyak objek (misalnya citra pemandangan alam). 3. Kualitas pemampatan (fidelity) Informasi yang hilang akibat pemampatan seharusnya seminimal mungkin sehingga kualitas hasil pemampatan tetap dipertahankan. Kualitas pemampatan dengan kebutuhan memori biasanya berbanding terbalik. Kualitas pemampatan yang bagus umumnya dicapai pada proses pemampatan yang menghasilkan pengurangan memori yang tidak begitu besar, demikian pula sebaiknya. Dengan kata lain, ada timbal balik (trade off) antara kualitas citra dengan ukuran hasil pemampatan. Kualitas sebuah citra bersifat subyektif dan relatif, bergantung pada pengamatan orang yang menilainya. Seseorang dapat saja mengatakan kualitas suatu citra bagus, tetapi orang lain mungkin mengatakan kurang bagus, jelek, dan sebagainya. Kita dapat membuat ukuran kualitas hasil pemampatan citra menjadi ukuran kuantitatif dengan menggunakan besaran PSNR (peak signal-to-noise ratio). PSNR dihitung untuk mengukur perbedaan antara citra semula dengan citra hasil pemampatan (tentu saja citra hasil pemampatan harus dinirmampatkan terlebih dahulu) dengan citra semula, dengan rumus:       ×= rms b PSNR 10log20 (10.1) dengan b adalah nilai sinyal terbesar (pada citra hitam-putih, b = 255) dan rms adalah akar pangkat dua dari selisih antara citra semula dengan citra hasil pemampatan. Nila rms dihitung dengan rumus:
  • 4. 156 Pengolahan Citra Digital ∑∑= = − × = N i M j ijij ffrms 1 1 2 )'( TinggiLebar 1 (10.2) yang dalam hal ini, f dan 'f masing-masing menyatakan nilai pixel citra semula dan nilai pixel citra hasil pemampatan. PSNR memiliki satuan decibel (dB). Persamaan (10.2) menyatakan bahwa PSNR hanya dapa dihitung setelah proses pernirmapatan citra. Dari persamaan (10.2) terlihat abhwa PSNR berbanding terbalik dengan rms. Nilai rms yang rendah yang menyiratkan bahwa citra hasil pemampatan tidak jauh berbeda dengan citra semula akan menghasilkan PSNR yang tinggi, yang berarti kualitas pemampatannya bagus. Semakin besar nilai PSNR, semakin bagus kualitas pemampatannya. Seberapa besar nilai PSNR yang bagus tidak dapat dinyatakan secara eksplisit, bergantung pada citra yang dimampatkan. Namun kita dapat mengetahui hal ini jika kita melakukan pengujian dengan mencoba berbagai kombinasi parameter pemampatan yang digunakan. Jika nilai PSNR semakin membesar, itu berarti parameter pemampatan yang digunakan sudah menuju nilai yang baik. Parameter pemampatan citra bergantung pada metode pemamapatan yang digunakan. 4. Format keluaran Format citra hasil pemampatan sebaiknya cocok untuk pengiriman dan penyimpanan data. Pembacaan citra bergantung pada bagaimana citra tersebut direpresentasikan (atau disimpan). Pemilihan kriteria yang tepat bergantung pada pengguna dan aplikasi. Misalnya, apakah pengguna menginginkan pemampatan yang menghasilkan kualitas yang bagus, namun pengurangan memori yang dibutuhkan tidak terlalu besar, atau sebaliknya. Atau jika waktu pemampatan dapat diabaikan dari pertimbangan (dengan asumsi bahwa pemampatan hanya sekali saja dilakukan, namun pernirmampatan dapat berkali-kali), maka metode yang menghasilkan waktu penirmampatan yang cepat yang perlu dipertimbangkan. 10.4 Jenis Pemampatan Citra Ada empat pendekatan yang digunakan dalam pemampatan citra [LOW91]: 1. Pendekatan statistik. Pemampatan citra didasarkan pada frekuensi kemunculan derajat keabuan pixel di dalam seluruh bagian gambar. Contoh metode: Huffman Coding.
  • 5. Bab 10_Pemampatan Citra 157 2. Pendekatan ruang Pemampatan citra didasarkan pada hubungan spasial antara pixel-pixel di dalam suatu kelompok yang memiliki derajat keabuan yang sama di dalam suatu daerah di dalam gambar. Contoh metode: Run-Length Encoding. 3. Pendekatan kuantisasi Pemampatan citra dilakukan dengan mengurangi jumlah derajat keabuan yang tersedia. Contoh metode: metode pemampatan kuantisasi. 4. Pendekatan fraktal Pemampatan citra didasarkan pada kenyataan bahwa kemiripan bagian- bagian di dalam citra dapat dieksploitasi dengan suatu matriks transformasi. Contoh metode: Fractal Image Compression. 10.5 Klasifikasi Metode Pemampatan Metode pemampatan citra dapat diklasifiksikan ke dalam dua kelompok besar: 1. Metode lossless Metode lossless selalu menghasilkan citra hasil penirmampatan yang tepat sama dengan citra semula, pixel per pixel. Tidak ada informasi yang hilang akibat pemampatan. Sayangnya nisbah (ratio) pemampatan citra metode lossless sangat rendah. Contoh metode lossless adalah metode Huffman. Nisbah pemampatan citra dihitung dengan rumus Nisbah = %)100 semulacitraukuran pempatatanhasilcitraukuran (%100 ×− (10.3) Metode lossless cocok untuk memampatkan citra yang mengandung informasi penting yang tidak boleh rusak akibat pemampatan. Misalnya memampatkan gambar hasil diagnosa medis. 2. Metode lossy Metode lossy menghasilkan citra hasil pemampatan yang hampir sama dengan citra semula. Ada informasi yang hilang akibat pemampatan, tetapi dapat ditolerir oleh persepsi mata. Mata tidak dapat membedakan perubahan kecil pada gambar. Metode pemampatan lossy menghasilkan nisbah pemampatan yang tinggi daripada metode lossless. Gambar 10.1 adalah citra sebelum dimampatkan, dan Gambar 10.2 adalah hasil pemampatan citra kapal dengan metode lossy. Contoh metode lossy adalah metode JPEG dan metode fraktal.
  • 6. 158 Pengolahan Citra Digital Gambar 10.1 Citra kapal sebelum dimampatkan Gambar 10.2 Citra kapal setelah dimampatkan dengan sebuah metode lossy
  • 7. Bab 10_Pemampatan Citra 159 10.6 Metode Pemampatan Huffman Metode pemampatan Huffman menggunakan prinsip bahwa nilai (atau derajat) keabuan yang sering muncul di dalam citra akan dikodekan dengan jumlah bit yang lebih sedikit sedangkan nilai keabuan yang frekuensi kemunculannya sedikit dikodekan dengan jumlah bit yang lebih panjang. Algoritma metode Huffman: 1. Urutkan secara menaik (ascending order) nilai-nilai keabuan berdasarkan frekuensi kemunculannya (atau berdasarkan peluang kemunculan, pk, yaitu frekuensi kemunculan (nk) dibagi dengan jumlah pixel di dalam gambar (n)). Setiap nilai keabuan dinyatakan sebagai pohon bersimpul tunggal. Setiap simpul di-assign dengan frekuensi kemunculan nilai keabuan tersebut. 2. Gabung dua buah pohon yang mempunyai frekuensi kemunculan paling kecil pada sebuah akar. Akar mempunyai frekuensi yang merupakan jumlah dari frekuensi dua buah pohon penyusunnya. 3. Ulangi langkah 2 sampai tersisa hanya satu buah pohon biner. Agar pemilihan dua pohon yang akan digabungkan berlangsung cepat, maka semua pohon yang ada selalu terurut menaik berdasarkan frekuensi. 4. Beri label setiap sisi pada pohon biner. Sisi kiri dilabeli dengan 0 dan sisi kanan dilabeli dengan 1. Simpul-simpul daun pada pohon biner menyatakan nilai keabuan yang terdapat di dalam citra semula. Untuk mengkodekan setiap pixel di dalam di dalam citra, lakukan langkah kelima berikut: 5. Telusuri pohon biner dari akar ke daun. Barisan label-label sisi dari akar ke daun menyatakan kode Huffman untuk derajat keabuan yang bersesuaian. Setiap kode Huffman merupakan kode prefiks, yang artinya tidak ada kode biner suatu nilai keabuan yang merupakan awalan bagi kode biner derajat keabuan yang lain. Dengan cara ini, tidak ada ambiguitas pada proses penirmampatan citra.
  • 8. 160 Pengolahan Citra Digital Contoh 10.1. Misalkan terdapat citra yang berukuran 64 × 64 dengan 8 derajat keabuan (k) dan jumlah seluruh pixel (n) = 64 × 64 = 4096 k nk p(k) = nk/n 0 790 0.19 1 1023 0.25 2 850 0.21 3 656 0.16 4 329 0.08 5 245 0.06 6 122 0.03 7 81 0.02 Proses pembentukan pohon Huffman yang terbentuk dapat dilihat pada Gambar 10.3. Setiap simpul di dalam pohon berisi pasangan nilai a:b, yang dalam hal ini a menyatakan nilai keabuan dan b menyatakan peluang kemunculan nilai keabuan tersebut di dalam citra. Dari pohon Huffman tersebut kita memperoleh kode untuk setiap derajat keabuan sebagai berikut: 0 = 00 2 = 01 4 = 1110 6 = 111101 1 = 10 3 = 110 5 = 11111 7 = 111100 Ukuran citra sebelum pemampatan (1 derajat keabuan = 3 bit) adalah 4096 × 3 bit = 12288 bit, sedangkan Ukuran citra setelah pemampatan: (790 × 2 bit) + (1023 × 2 bit) + (850 × 2 bit) + (656 × 3 bit) + (329 × 4 bit) + (245 × 5 bit) + (122 × 6 bit) + (81 × 6 bit) = 11053 bit Jadi, kebutuhan memori telah dikurangi dari 12288 bit menjadi 11053 bit. Jelas ini tidak banyak menghemat, tetapi jika 256 nilai keabuan yang digunakan (dibanding dengan 8 derajat keabuan deperti pada contoh di atas) , penghematan memori dapat bertambah besar. Nisbah pemampatan = %10%)100 12288 11053 %100( =×− , yang artinya 10% dari citra semula telah dimampatkan.
  • 9. Bab 10_Pemampatan Citra 161 7:0.02 6:0.03 2. 76:0.05 3. 7:0.02 6:0.03 5:0.06 4:0.08 3:0.16 0:0.191. 2:0.21 1:0.25 5:0.06 4:0.08 3:0.16 0:0.19 2:0.21 1:0.25 4:0.08 7:0.02 6:0.03 76:0.05 5:0.06 765:0.11 3:0.16 0:0.19 2:0.21 1:0.25 4:0.08 7:0.02 6:0.03 76:0.05 5:0.06 765:0.11 3:0.16 0:0.19 2:0.21 1:0.254765:0.194. 0:0.19 2:0.21 1:0.255. 4:0.08 7:0.02 6:0.03 76:0.05 5:0.06 765:0.11 4765:0.193:0.16 34765:0.35 Gambar 10.3 Tahapan pembentukan pohon Huffman untuk Contoh 10.1 di atas
  • 10. 162 Pengolahan Citra Digital 1:0.256. 0:0.19 2:0.21 4:0.08 7:0.02 6:0.03 76:0.05 5:0.06 765:0.11 4765:0.193:0.16 34765:0.35 02:0.40 7. 1:0.25 4:0.08 7:0.02 6:0.03 76:0.05 5:0.06 765:0.11 4765:0.193:0.16 34765:0.35 134765:0.60 0:0.19 2:0.21 02:0.40 1:0.25 4:0.08 7:0.02 6:0.03 76:0.05 5:0.06 765:0.11 4765:0.193:0.16 34765:0.35 134765:0.60 0:0.19 2:0.21 02:0.40 02134765: 1.00 8. Gambar 10.3 (lanjutan)
  • 11. Bab 10_Pemampatan Citra 163 10.7 Metode Pemampatan Run-Length Encoding (RLE) Metode RLE cocok digunakan untuk memampatkan citra yang memiliki kelompok-kelompok pixel berderajat keabuan sama. Pemampatan citra dengan metode RLE dilakukan dengan membuat rangkaian pasangan nilai (p, q) untuk setiap baris pixel, nilai pertama (p) menyatakan derajat keabuan, sedangkan nilai kedua (q) menyatakan jumlah pixel berurutan yang memiliki derajat keabuan tersebut (dinamakan run length). Contoh 10.2. [LOW91] Tinjau citra 10 × 10 pixel dengan 8 derajat keabuan yang dinyatakan sebagai matriks derajat keabuan sebagai berikut 0 0 0 0 0 2 2 2 2 2 0 0 0 1 1 1 1 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 4 4 4 4 3 3 3 3 2 2 3 3 3 5 5 7 7 7 7 6 2 2 6 0 0 0 0 1 1 0 3 3 4 4 3 2 2 2 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 0 0 0 2 2 2 3 3 3 2 2 2 1 1 1 1 semuanya ada 100 buah nilai. Pasangan nilai untuk setiap baris run yang dihasilkan dengan metode pemampatan RLE: (0, 5), (2, 5) (0, 3), (1, 4), (2, 3) (1, 10) (4, 4), (3, 4), (2 2) (3, 3), (5, 2), (7, 4), (6, 1) (2, 2), (6, 1), (0, 4), (1, 2), (0, 1) (3, 2), (4, 2), (3, 1), (2, 2), (1, 2) (0, 8), (1, 2) (1, 4), (0, 3), (2, 3) (3, 3), (2, 3), (1, 4) semuanya ada 31 pasangan nilai atau 31 × 2 = 62 nilai. Ukuran citra sebelum pemampatan (1 derajat keabuan = 3 bit) adalah 100 × 3 bit = 300 bit, sedangkan ukuran citra setelah pemampatan (derajatk keabuan = 3 bit, run length = = 4 bit): (31 × 3) + (31 × 4) bit = 217 bit
  • 12. 164 Pengolahan Citra Digital Nisbah pemampatan = %67.27%)100 300 217 %100( =×− , yang artinya 27.67% dari citra semula telah dimampatkan. Versi lain dari metode RLE adalah dengan menyatakan seluruh baris citra menjadi sebuah baris run, lalu menghitung run-length untuk setiap derajat keabuan yang berurutan. Sebagai contoh, tinjau sebuah citra sebagai berikut: 1 2 1 1 1 1 1 3 4 4 4 4 1 1 3 3 3 5 1 1 1 1 3 3 Nyatakan sebagai barisan nilai derajat keabuan: 1 2 1 1 1 1 1 3 4 4 4 4 1 1 3 3 3 5 1 1 1 1 3 3 semuanya ada 24 nilai. Pasangan nilai dari run yang dihasilkan dengan metode pemampatan RLE: (1, 1) (2, 1) (1, 5) (3, 1) (4, 4) (1, 2) (3, 3) (5, 1) (1, 4) (3, 2) Hasil pengkodean: 1 1 2 1 1 5 3 1 4 4 1 2 3 3 5 1 1 4 3 2 semuanya ada 20 nilai. Jadi, kita sudah menghemat 4 buah nilai. Metode RLE dapat dikombinasikan dengan metode Huffman untuk mengkodekan nilai-nilai hasil pemampatan RLE guna meningkatkan nisbah pemampatan. Mula- mula lakukan pemampatan RLE, lalu hasilnya dimampatkan lagi dengan metode Huffman. 10.8 Metode Pemampatan Kuantisasi (Quantizing Compression) Metode ini mengurangi jumlah derajat keabuan, misalnya dari 256 menjadi 16, yang tentu saja mengurangi jumlah bit yang dibutuhkan untuk merepresentasikan citra. Misalkan P adalah jumlah pixel di dalam citra semula, akan dimampatkan menjadi n derajat keabuan. Algoritmanya adalah sebagai berikut: Algoritma metode kuantisasi: 1. Buat histogram citra semula (citra yang akan dimampatkan). 2. Identifikasi n buah kelompok di dalam histogram sedemikian sehingga setiap kelompok mempunyai kira-kira P/n buah pixel.
  • 13. Bab 10_Pemampatan Citra 165 3. Nyatakan setiap kelompok dengan derajat keabuan 0 sampai n –1. Setiap pixel di dalam kelompok dikodekan kembali dengan nilai derajat keabuan yang baru. Contoh 10.3. [LOW91] Tinjau citra yang berukuran 5 × 13 pixel: 2 9 6 4 8 2 6 3 8 5 9 3 7 3 8 5 4 7 6 3 8 2 8 4 7 3 3 8 4 7 4 9 2 3 8 2 7 4 9 3 9 4 7 2 7 6 2 1 6 5 3 0 2 0 4 3 8 9 5 4 7 1 2 8 3 yang akan dimampatkan menjadi citra dengan 4 derajat keabuan (0 s/d 3), jadi setiap derajat keabuan direpresentasikan dengan 2 bit. Histogram citra semula: 0 ** 1 ** 2 ********* 3 *********** 4 ********* 5 **** 6 ***** 7 ******** 8 ********* 9 ****** Ada 65 pixel, dikelompokkan menjadi 4 kelompok derajat keabuan. Tiap kelompok ada sebanyak rata-rata 65/4 = 16.25 pixel per kelompok: ------------------------------------------------------ 0 ** 13 1 ** 0 2 ********* ------------------------------------------------------ 20 3 *********** 4 ********* 1 ----------------------------------------------------- 5 **** 17 6 ***** 2 7 ******** ----------------------------------------------------- 15 8 ********* 3 9 ****** -----------------------------------------------------
  • 14. 166 Pengolahan Citra Digital Citra setelah dimampatkan menjadi: 0 3 2 1 3 0 2 1 3 2 3 1 2 1 3 2 1 2 2 1 3 0 3 1 2 1 1 3 1 2 1 3 0 1 3 0 2 1 3 1 3 1 2 0 2 2 0 0 2 2 1 0 0 0 1 1 3 3 2 1 2 0 0 3 0 Ukuran citra sebelum pemampatan (1 derajat keabuan = 4 bit): 65 × 4 bit = 260 bit Ukuran citra setelah pemampatan (1 derajat keabuan = 2 bit): 65 × 2 bit = 130 bit Nisbah pemampatan = %50%)100 260 130 %100( =×− , yang artinya 50% dari citra semula telah dimampatkan. Kelemahan metode pemampatan kuantisasi adalah banyaknya informasi yang hilang, tapi kehilangan informasi ini dapat diminimalkan dengan menjamin bahwa tiap kelompok mempunyai jumlah pixel yang hampir sama. 10.9 Metode Pemampatan Fraktal Metode pemampatan fraktal adalah metode yang relatif baru. Prinsipnya adalah mencari bagian di dalam citra yang memiliki kemiripan dengan bagian lainya namun ukurannya lebih besar (self similarity). Kemudian dicari matriks yang mentransformasikan bagian yang lebih besar tersebut dengan bagian yang lebih kecil. Kita cukup hanya menyimpan elemen-elemen dari sekumpulan matriks transformasi tersebut (yang disebut matriks transformasi affine). Pada proses penirmampatan, matriks ransformasi affine di-iterasi sejumlah kali terhadap sembarang citra awal. Hasil iterasi akan konvergen ke citra semula. Metode ini menghasilkan nisbah pemampatan yang tinggi namun waktu pemampatannya relatif lama, sedangkan waktu penirmamoatannya berlangsung cepat. Metode pemampatan fraktal akan dijelaskan secara panjang lebar di dalam Bab tersendiri (Bab 14).