Praktikum Osborne Reynolds bertujuan untuk mengamati karakteristik aliran fluida dalam pipa, yang dapat berupa aliran laminar atau turbulen dengan mengukur bilangan Reynolds dan melihat perilaku aliran secara visual menggunakan zat pewarna."
2. BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Aerodinamika berasal dari dua buah kata yaitu aero yang berarti bagian dari udara atau
ilmu keudaraan dan dinamika yang berarti cabang ilmu alam yang menyelidiki benda-benda
bergerak serta gaya yang menyebabkan gerakan-gerakan tersebut. Aero berasal dari bahasa
Yunani yang berarti udara, dan dinamika yang diartikan kekuatan atau tenaga. Jadi
aerodinamika dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan mengenai akibat-akibat yang
ditimbulkan udara atau gas-gas lain yang bergerak seperti yang dikemukakan oleh Djoeli
Satrijo (1999;53)
Pada tahun 1810 Sir George Canley berpendapat bahwa udara dipaksa meniup berlawanan
dengan arah gerak dari sayap dalam udara atau fluida tersebut. Kemudian pada tahun 1871
Pranoim Wenham merencanakan airfoil yang melengkung seperti bentuk dari sayap burung.
Juga pada tahun ini Wenham yang pertama-tama membuat terowongan angin yang
digerakkan dengan tenaga uap. Penyelidikan airfoil ini dilanjutkan oleh Wreight bersaudara
dengan mengadakan percobaan-percobaan kurang lebih 150 buah air foil disamping
melengkapi alat-alat kemudi untuk mengemudikan pesawat yang sedang terbang.dalam
penyelidikan Iaanc Newton telah menemukan gaya-gaya udara yang melalui benda yang
bergerak yaitu gaya angkat (lift dan hambatan/drag). Pada tahun 1902-1907 N Wilhelm Kutti
(jerman), N.E. Janhowaki (rusia), Frederiek W. Launohoster (Inggris) menemukan teori
bagaimana terjadinya gaya angkat (lift) pada airfoil.
1.2 Tujuan
1. Mengetahui dasar karakteristik aliran khususnya gaya-gaya aerodinamika melalui
fluida gas.
3. BAB II
DASAR TEORI
2.1 Pengertian Aerodinamika
Aerodinamika diambil dari kata aero dan dinamika yang bisa diartikan udara dan
perubahan gerak dan bisa juga ditarik sebuah pengertian yaitu suatu perubahan gerak dari
suatu benda akibat dari hambatan udara ketika benda tersebut melaju dengan kencang. Benda
yang dimaksud diatas dapat berupa kendaran bermotor (mobil, truk, bis maupun motor) yang
sangat terkait hubungannya dengan perkembangan aerodinamika sekarang ini. Adapun hal-hal
yang berkaitan dengan aerodinamika adalah kecepatan kendaraan dan hambatan udara ketika
kendaraan itu melaju.
Aerodinamika berasal dari dua buah kata yaitu aero yang berarti bagian dari udara
atau ilmu keudaraan dan dinamika yang berarti cabang ilmu alam yang menyelidiki benda-
benda bergerak serta gaya yang menyebabkan gerakan gerakan tersebut. Aero berasal dari
bahasa Yunani yang berarti udara, dan Dinamika yang diartikan kekuatan atau tenaga. Jadi
Aerodinamika dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan mengenai akibat-akibat yang
ditimbulkan udara atau gas-gas lain yang bergerak.
Dalam aerodinamika dikenal beberapa gaya yang bekerja pada sebuah benda dan lebih
spesifik lagi pada mobil seperti dikemukakan oleh Djoeli Satrijo (1999;53). “Tahanan
aerodinamika, gaya angkat aerodinamik, dan momen angguk aerodinamik memiliki pengaruh
yang bermakna pada unjuk kendaraan pada kecepatan sedang dan tinggi. Peningkatan
penekanan pada penghematan bahan bakar dan pada penghematan energi telah memacu
keterkaitan baru dalam memperbaiki unjuk kerja aero dinamika pada jalan raya”.
Aerodinamika hanya berlaku pada kendaraan-kendaraan yang mencapai kecepatan diatas 80
km/jam saja, seperti yang diterapkan pada mobil sedan, formula 1, moto gp. Untuk
kendaraan-kendaraan yang kecepatannya dibawah 80 km/jam aerodinamis tidak begitu
diperhatikan, seperti pada mobil-mobil keluarga, mobil land rover dan sejenisnya. Pada
kendaraan yang mempunyai kecepatan diatas 80 km/jam faktor aerodinamis digunakan untuk
mengoptimalkan kecepatannya disamping unjuk performa mesin juga berpengaruh.
4. 2.1.1 Gaya – Gaya Aerodinamika
1. Thrust
Thrust adalah gaya dorong yang diciptakan oleh kerja mesin yang mendorong udara
kebelakang agar pesawat dapat melaju kedepan. Gaya tersebut tercipta oleh kinerja mesin
pesawat yang menciptakan propulsi dan mendorong pesawat. Gaya dorong ini dipengaruhi
oleh hukum Newton 2 & 3 yang mengatakan bahwa Percepatan yang ditimbulkan oleh gaya
yang bekerja pada benda berbanding lurus dengan besar gayanya dan berbanding terbalik
dengan masa benda dan Jika benda pertama mengerjakan gaya terhadap benda kedua, maka
benda kedua akan mengerjakan gaya terhadap benda pertama yang besarnya sama, tetapi
arahnya berlawanan.
Gambar 2.1 Gaya Thrust pada pesawat
2. Drag
Saat pesawat mulai terdorong oleh kerja mesin, ada gaya yang bekerja berlawanan
atau menghambat geraknya pesawat dengan menghasilkan gaya gesek sehingga menahan laju
pesawat.Drag biasa juga disebut resistansi atau berlawanan. Hal yang mempengaruhi drag
dalam dunia penerbangan adalah fuselage atau bodi pesawat itu sendiri, tetapi drag juga bisa
dihasilkan oleh spoiler, flap, dan slat. Drag dapat sangat merugikan karena dapat menghambat
laju pesawat tetapi juga dapat sangat bermanfaat apabila pesawat sedang melakukan proses
pengereman. perancang pesawat berupaya untuk memilimalisir gaya ini dengan merancang
jalannya udara agar tidak terlalu terhambat dengan bodi pesawat itu sendiri. Ilmu yang
mempelajari tentang pergerakan udara disebut aerodinamika.
5. Gambar 2.2 Gaya Drag pada pesawat
3. Lift
Lift adalah gaya yang mempengaruhi tentang bagaimana pesawat tersebut dapat
terangkat ke udara. Dengan memanfaatkan gaya drag yang dihasilkan oleh sayap dan
mengalirkan udara kebagian bawah sayap sehingga menghasilkan gaya angkat dan
menerbangkan pesawat tersebut. Dengan bentuk sayap yang telah dirancang tersebut
membuat kecepatan udara diatas sayap lebih tinggi daripada kecepatan udara dibagian bawah
sayap sehingga tekanan udara di bagian atas sayap lebih rendah dibandingkan dengan
dibagian bawah sayap hal tersebut mengakibatkan udara akan mengangkat pesawat keatas, hal
tersebut sedikit menyinggung hukum bernoulli yang memang menjadi dasar acuan gaya
angkat pesawat.
Gambar 2.3 Gaya Lift pada pesawat
6. 4. Weight
Setelah pesawat berhasil berada di udara, ada lagi satu gaya terakhir yang menjadi
resistansi bagi lift yaitu adalah weight yang mempengaruhi beban pesawat itu sendiri
ditambah dengan gaya gravitasi yang menarik badan pesawat untuk kembali ke tanah. Hal
ini berkaitan dengan hukum relativitas umum einstein mengenai gravitasi. Semakin berat
pesawat maka akan memaksa gaya sebaliknya untuk bekerja lebih keras yaitu dengan
menambah lift yang dengan kata lain menambah thrust. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa semakin berat pesawat atau semakin besar weight nya maka akan semakin besar
pula gaya dorong dan gaya angkat yang diperlukan oleh pesawat tersebut agar dapat tetap
terbang.
Gambar 2.4 Gaya Weight pada pesawat
7. BAB III
METODOLOGI
3.1 Praktikum Aerodinamika
3.1.1 Skema instalasi
Gambar 3.1 Skema instalasi alat
Keterangan : 1.Wind tunnel
2. Test section
3. Pitot tube
4. Honey comb
3.1.2. Alat dan bahan
1. Terowongan Angin (WindTunnel)
2. Tabung Pitot (Pitot Tube)
3. Manometer U
4. Hygrometer
5. Barometer
6. Thermometer
7. Model airfoil
1
2
4
3
8. 3.1.3. Prosedur Eksperimen
1. Membaca temperatur, mencari tekanan, viskositas dan kelembaban ruang
seksi uji.
2. Memasang model airfoil pada test section dengan sudut serang nol.
3. Kalibrasi timbangan uji.
4. Menjalankan wind tunnel dengan frekuensi yang sudah ditentukan.
5. Mengukur ketinggian (Δh) untuk memperoleh kecepatan aliran bebas.
3.1.4. Data Praktikum
NO Z (cm) ∆H (m)
1. 1 1,27
2. 2 1,24
3. 3 1,2
4. 4 1,17
5. 5 1,15
6. 6 1,14
7. 7 1,14
8 8 1,13
9 9 1,12
10 10 1,11
11 11 1,10
12 12 1
9. BAB V
KESIMPULAN
Dari percobaan Aerodinamika terdapat data dimana pengaruh ketinggian Z sangat
berpengaruh terhadap karakteristik tekanan atau pressure dan juga kecepatan fluida udara
dimana semakin tinggi posisi pitot tube maka tekanan dan kecepatan nya akan semakin
menurun, di sertai dengan data sebagai berikut
Tabel Aerodinamika pengaruh ketinggian Z terhadap tekanan dan kecepatan aliran
Ketinggian (Z) Cm Kecepatan m/s Tekanan Pascal
Z 1 15,47 101465,32
Z 2 15,29 101462
Z 3 15,04 101457,58
Z 4 14,85 101454,27
Z 5 14,72 101452,06
Z 6 14,66 101450,95
Z 7 14,66 101450,95
Z 8 14,59 101449,85
Z 9 14,53 101448,74
Z 10 14,46 101447,64
Z 11 14,4 101446,53
Z 12 14,33 101445,43
10.
11. PRAKTIKUM OSBORNE REYNOLD
JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
LABORATORIUM FENOMENA DASAR
INSTITUT TEKNOLOGI ADHI TAMA SURABAYA
12. BAB I
PENDAHULUAN
2.1 Latar Belakang
Osborne Reynolds (1842-1912) adalah orang pertama yang membedakan antara aliran
laminar dan aliran turbulen dan mengukur ketika aliran beralih ke salah satu aliran yang lain.
Perlatan yang digunakan terdiri dari reservoir yang dimasukkan di dalamnya pipa transparan
dengan panjang tertentu. Laju aliran melalui pipa dikendalikan oleh katup di pintu keluaran
dari pipa. Sebuah pewarna yang dimasukan dengan menggunakan jarum suntik terletak di
pintu masuk pipa, kemudian pewarna yang mengalir ke dalam aliran akan terlihat jenis
alirannya.
Ada aliran laminar dan aliran turbulen. Aliran laminar didefinisikan sebagai aliran fluida
yang bergerak dalam lapisan-lapisan atau lamina-lamina dengan satu lapisan meluncur secara
lancar pada lapisan yang bersebelahan dengan saling bertukar momentum secara molekuler
saja. Kecenderungan ke arah ketidakstabilan dan turbulensi diredam habis oleh gaya-gaya
geser viskos yang memberikan tahanan terhadap gerakan relatif lapisan-lapisan fluida yang
bersebelahan.
2.2 Tujuan
1. Untuk mengamati karakteristik aliran fluida dalam pipa, yang mungkin aliran
laminar atau aliran turbulen dengan mengukur jumlah bilangan Reynolds dan
perilaku alirannya.
13. BAB II
DASAR TEORI
2.2 Pengertian Osborne Reynolds
Osborne Reynold digunakan untuk mengamati aliran fluida pada pengaliran dalam
pipa / aliran tertekan, sifat aliran fluida di dalam pipa dapat dibedakan menjadi :
1. Aliran Laminer, yaitu kondisi aliran dengan garis-garis aliran mengikuti jalur
yang sejajar sehingga tidak terjadi percampuran antar bidang-bidang geser fluida.
2. Aliran turbulen, yaitu kondisi aliran dengan garis-garis aliran yang saling
bersilangan sehingga terjadi percampuran antara bidang-bidang geser di dalam fluida.
Lintasan gerak partikel
Zat pewarna (tinta)
Lintasan gerak partikel
Zat pewarna (tinta)
14. 3. Aliran transisi, yaitu kondisi aliran peralihan dari aliran laminer menjadi aliran
turbulen, atau dari turbulen menjadi laminer.
Bilangan Reynolds adalah suatu bilangan yang dipakai untuk menentukan jenis
aliran: laminar, transisi, atau turbulen. Pada percobaan ini aliran yang diamati terdiri atas dua
komponen yaitu air dan tinta hitam. Sifat-sifat aliran diatas akan diamati secara visual untuk
kemudian diselidiki besaran-besaran yang berhubungan dengan itu. Pesawat Osborne
Reynolds digunakan untuk mengamati aliran fluida pada pengaliran dalam pipa.
Pada percobaan ini aliran yang diamati terdiri atas dua komponen yaitu air dan tinta
hitam. Sifat-sifat aliran akan diamati secara visual untuk kemudian diselidiki besaran-besaran
yang berhubungan. Dari percobaan ini diharapkan dengan melihat indikasi dengan zat
pewarna tinta kita bisa melihat model aliran yang disebabkan oleh besarnya pengaruh arus
terhadap keadaan zat tersebut.Pada dasarnya peristiwa yang teramati dalam percobaan ini
adalah merupakan efek dari besar arus dalam debit tertentu dan waktu tertentu.
Bilangan Reynolds menetapkan bahwa transisi dari laminar ke trubulen terjadi pada nilai
tertentu dari property dimensi, yang disebut bilangan Reynolds :
Re = ρ.V.D
µ
Dimana : V = Q / A
ρ = densitas dari fluida (kg/m³)
d = diameter pipa ( m )
µ = viskositas (Ns/m² atau kg.s/m)
V= laju aliran kecepatan rata-rata (m/s)
Q= debit aliran (m³/s)
Zat pewarna (tinta)
Lintasan gerak partikel
15. A= luas pipa (cross sectional ) (m²)
Bilangan Reynolds dapat digunakan untuk menentukan apakah aliran tersebut
laminar,transisi atau turbulen.
• Laminar ketika Re <2300
• Transisi ketika 2300 <Re <4000
• Turbulen. Re>4000
Dengan transportasi fluida seperti minya dan air jarak jauh, pemahaman yang
menyeluruh tentang aliran dalam pipa diperlukan. Dalam aliran pipa, efek viskos menjadi
penting dan perilaku lapisan batsa harus diperhitungkan. konsep aliran laminar adalah suatu
aliran dimana lapisan fluida meluncur di atas satu sama lain dalam sebuah pola garis berlapis
lapis, lapisan yang satu tidak menabrak lapisan yang lain. Stabilitas aliran laminar dapat
dengan mudah dilihat dalam percobaan klasik Reynolds pada aliran viskos dimana pewarna
disuntikan kedalam alira air yang melalui pipa transparan. Bentuk seperti benang dari
pewarna bergerak mwujukkan perilaku laminar. Setelah meningkatkan kecepatan air, gerakan
berfluktuasi pewarna akan terlihat, menunjukan transisi ke aliran tidak stabil. Pada kecepatan
yang lebih tinggi benang pewarna menjadi bercampur dengan cairan, fluida kecepatan radial
menjadi tidak beraturan ditambah di atas gerakan aksialnya dan aliran ini dikatakan menjadi
turbulen.
16. BAB III
METODOLOGI
3.2 Praktikum Osborne Reynolds
3.2.2 Skema Instalasi
Gambar 3.2 Skema instalasi alat
Keterangan : 1. Bak penampung air.
2.Katup pengontrol.
3.Nosel.
3.2.2 Alat Dan bahan
1. Bell mounted glass tube (length ~ 790mm, diameter ~ 16mm)/ Gelas ukur
2. Syiringe (Jarum Suntik)
3. Rubber hose (bantalan Karet)
4. Nosel
1
2
3
17. 5. Valve Controller (katup Pengontrol)
6. Rubber Sealant (Seal Karet)
7. Glass Rod (Selang Plastik)
8. Drain Flow (Saluran Air)
9. Red Eye (Pewarna)
10. Water Flow (Air yang mengalir)
11.Reservoir (Bak Penampung Air)
12. Stopwatch
3.2.3 Prosedur Percobaan
• Pastikan katup pengontrol tertutup
• Isi bak penampung sampai teisi penuh
• Setelah air sepenuhnya terisi, pewarna dituang didalam tabung suntikan
• Siapkan gelas ukur pada bagian luar selang untuk mendapatkan debit
alirannya
• Suntikan pewarna ke selang dibagian depan katup pengontrol untuk
melihat visualisai alirannya
• Air yang mengalir keluar dari bak menampung menuju selang dihitung
selama 10 detik
• Volume aliran air yang ditampung di gelas ukur stiap 10 detik diambil dan
data direkam dalam tabel
• Langkah 5 sampai 8 diulang sampai data dari tiga jenis alian yang laminar,
transisi dan turbulen sudah muncul
• Katup pengontrol sepenuhnya dibuka setelah percobaan selesai agar
pewarna yang melewati selang keluar semuanya
• Katup pengontrol ditutup sepenuhnya
20. BAB V
KESIMPULAN
Dari percobaan Osborne Reynold terdapat data dimana pengaruh Derajat/Sudut Bukaan katup
sangat berpengaruh terhadap karakteristik aliran fluida air dimana semakin tinggi nilai sudut
maka nilai reynold nya semakin besar, artinya karakteristik nya semakin turbulen, di sertai
dengan data sebagai berikut
NO Sudut Bukaan (º) Reynold
Number
Karakteristik Diameter
1 0º
18º
36º
54º
72º
90º
0 -
6 mm
2 420 Laminar
3 4878 Turbulen
4 9978 Turbulen
5 10614 Turbulen
6 12096 Turbulen
1 0º
18º
36º
54º
72º
90º
0 -
8 mm
2 456 Laminar
3 7160 Turbulen
4 12736 Turbulen
5 15920 Turbulen
6 25472 Turbulen
1 0º
18º
36º
54º
72º
90º
0 -
10 mm
2 430 Laminar
3 610 Laminar
4 12730 Turbulen
5 15280 Turbulen
6 22920 Turbulen
21.
22. PRAKTIKUM PERPINDAHAN PANAS
JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
LABORATORIUM FENOMENA DASAR
INSTITUT TEKNOLOGI ADHI TAMA SURABAYA
23. BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Latar Belakang
Perpindahan panas konduksi merupakan salah satu bentuk energi yang dapat dipindahkan
dari suatu sistem ke sistem yang lain karena adanya perbedaan temperatur. Panas mengalir
dari bertemperatur tinggi ke bertemperatur rendah. Didalam suatu proses panas dapat
mengakibatkan perubahan temperature. Perpindahan panas sangat penting dibidang rekayasa
teknik dan aspek-aspek kehidupan. Sebagai contoh, tubuh selalu mengeluarkan panas ke
lingkungan dan kenyamanan tubuh kita terkait dengan proses pembuangan panas didalam
tubuh.
1.2 Tujuan
1. Mengetahui konduktivitas linier (k) dari material logam baja, aluminium dan
tembaga.
24. BAB II
DASAR TEORI
2.3 Pengertian Perpindahan Panas Konduksi
Kalor adalah salah satu bentuk energi yang terjadi karena adanya perbedaan
temperatur. Jika pada suatu benda terdapat gradien suhu, akan terjadi perpindahan energi
berupa kalor dari bagian yang bersuhu tinggi ke bagian yang bersuhu rendah. Salah satu cara
perpindahan energi ini melalui mekanisme yang disebut konduksi atau hantaran. Konduksi
dapat diartikan sebagai transmisi energi (panas) dari satu bagian padatan yang bersuhu tinggi
ke bagian padatan lain yang kontak dengannya dan memiliki suhu lebih rendah.
Proses perpindahan kalor secara konduksi bila dilihat secara atomik merupakan
pertukaran energi kinetik antar molekul (atom), dimana partikel yang energinya rendah dapat
meningkat dengan menumbuk partikel dengan energi yang lebih tinggi. Konduksi terjadi
melalui getaran dan gerakan elektron bebas. Berdasarkan perubahan suhu menurut waktu,
konduksi dapat dibagi menjadi dua, yaitu konduksi tunak dan konduksi tidak tunak.
Pada zat padat, energi kalor tersebut dipindahkan hanya akibat adanya vibrasi dari
atom-atom zat padat yang saling berdekatan. Hal ini disebabkan karena zat padat merupakan
zat dengan gaya intermolekular yang sangat kuat, sehingga atom-atomnya tidak dapat bebas
bergerak, oleh sebab itu perpindahan kalor hanya dapat terjadi melalui proses vibrasi.
Sedangkan proses konduksi pada fluida disebabkan karena pengaruh secara langsung karena
atom-atomnya dapat lebih bebas bergerak dibandingkan dengan zat padat.
Konduksi merupakan suatu proses perpindahan kalor secara spontan tanpa disertai
perpindahan partikel media karena adanya perbedaan suhu, yaitu dari suhu yang tinggi ke
suhu yang rendah.
Konduksi atau hantaran kalor pada banyak materi dapat digambarkan sebagai hasil
tumbukan molekul-molekul. Sementara satu ujung benda dipanaskan, molekul-molekul di
tempat itu bergerak lebih cepat. Sementara itu, tumbukan dengan molekul-molekul yang
langsung berdekatan lebih lambat, mereka mentransfer sebagian energi ke molekul-molekul
lain, yang lajunya kemudian bertambah. Molekul-molekul ini kemudian juga mentransfer
sebagian energi mereka dengan molekul-molekul lain sepanjang benda tersebut. Dengan
demikian, energi gerak termal ditransfer oleh tumbukan molekul sepanjang benda. Hal inilah
yang mengakibatkan terjadinya konduksi.
25. Konduksi atau hantaran kalor hanya terjadi bila ada perbedaan suhu. Berdasarkan
eksperimen, menunjukkan bahwa kecepatan hantaran kalor melalui benda yang sebanding
dengan perbedaan suhu antara ujung-ujungnya. Kecepatan hantaran kalor juga bergantung
pada ukuran dan bentuk benda. Untuk mengetahui secara kuantitatif, perhatikan penghantar
kalor melalui sebuah benda uniform tampak seperti pada gambar berikut.
Gambar 2.5 Mekanisme konduksi
sumber: faculty.petra.ac.id/herisw/Fisika1/13-kalor.doc
Konduksi dapat dibagi menjadi dua berdasarkan berubah atau tidaknya suhu terhadap
waktu, yaitu konduksi tunak (steady) dan konduksi tak tunak (unsteady). Konduksi tunak
dapat dijelaskan sebagai konduksi ketika suhu yang dihantarkan tidak berubah atau distribusi
suhu konstan terhadap waktu. Sebaliknya, konduksi tak tunak jika suhu berubah terhadap
waktu.
Seorang ahli matematika fisika berkebangsaan Perancis, Joseph Fourier, menunjukan
bahwa waktu rata-rata perpindahan kalor melalui media sebanding dengan gradien suhu dan
daerah yang dilalui kalor tersebut. Hukum Fourier menyatakan bahwa laju perpindahan kalor
(dQ/dt atau q) berbanding lurus dengan luas area (A) yang dilalui aliran kalor dan perubahan
suhu selama terjadi aliran kalor (∂T/∂x).
x
T
kAq
∂
∂
−="
dengan nilai k merupakan konduktivitas termal bahan. Tanda minus menyatakan bahwa kalor
mengalir ke tempat yang lebih rendah dalam skala suhu (T lebih kecil).
Dimana :
"q : jumlah panas yang dihantarkan per luasan ( Watt/m² )
K : Kondukvitias termal ( W/mk )
26. dT : Perpindahan temperature ( Kelvin )
dx : Panjang material ( meter )
q merupakan laju perpindahan panas dan merupakan gradient temperatur
kearaperpindahan panas. Tanda minus yang diselipkan pada persamaan tersebut bertujuan
untuk memenuhi hokum kedua termodinamika yang merupaka bahwa panas mengalir ke
system yang lebih rendah temperatur nya.
P = VI
Dimana :
P : Besarnya daya listrik pada electric heater (Watt )
V : Tenggangan
I : Arus listrik (Ampere )
28. Gambar 3.4 Skema Instalasi alat (b)
Gambar 3.3 Skema Instalasi alat (c)
Keterangan gambar
1. Tabung Akrilik
29. 2. Penutup tabung Teflon
3. Bak Penampung air
4. Akrilik
5. Air
6. Lubang pengukur temperature
7. Saklar
8. Dimmer
9. Steker
10. Soket
11. Heater
12. Glass wool
13. Material Uji
3.3.2 Alat dan Bahan
1. Material A (Logam Baja)
2. Material B (Logam Alumunium)
3. Material C (Logam Tembaga)
4. Bak Plastik
5. Bongkahan Es
6. Modul alat WL 374 Heat Conduction in Solids
7. Timbangan
8. Termokopel
9. Pasta Konduktor
10. Stopwatch
11. Mistar/ Jangka sorong
3.3.3 Prosedur Percobaan
30. 1. Alat dan bahan dirangkai seperti pada contoh gambar.
2. Ukur dimensi material uji.
3. Ukur jarak setiap titik ukur pada material. Tiap posisi berjarak 1 cm.
4. Permukan atas dan bawah masing-masing material dilapisi dengan pasta
konduktor.
5. Material A dipasang dibagian bawah heater pada alat praktiku.
6. Air pendingin dialirkan agar terjadi perbedaan temperature di antara pemukaan
bendakerja sehingga panas akan mengalir lebih baik dari bagian atas dan bagian
bawah benda kerja.
7. Aktifkan heater dengan skala tertentu sesuai kebutuhan. ( tunggu 5 menit sampai
kondisi stabil ).
8. Catat temperature pada tiap posisi ( 1,2,3,4,5 ) dan besarnya tegangan, arus,
temperature sisi atas dan bawah material setelah ditunggu selama 5 menit.
9. Pencatatan data dilakukan setiap 5 menit sekalidan diulang 3 kali.
10. Jika sudah selesai, ulangi langkah 6-10 untuk material B dan C.
11. Jika sudah selesai, matikan alat praktikum.
12. Bersihkan dan kembalikan material pada tempatnya tang tersedia.
32. BAB V
KESIMPULAN
Dari percobaan Perpindahan Panas terdapat data dimana pengaruh Material sangat
berpengaruh terhadap karakteristik Hantaran panas setiap material tersebut, serta
konduktivitas nya tiap individu material dimana di berikan kerja atau kalor yang sama untuk
tiap material nya dengan diameter yang sama yaitu 14 mm, di sertai dengan data sebagai
berikut
NO Material Konduktivitas Thermal
W/m.ºK
Q (Watt) Temperature
(ºC)
1
Aluminium
42,24 6,4666 67,4 ºC
2 40,39 6,4671 53,7 ºC
3 40,003 6,4667 50,7 ºC
4 39,55 6,3935 47,1 ºC
5 40,88 6,4659 57,5 ºC
1
Tembaga
43,78 6,4665 54,7 ºC
2 42,89 6,4671 48,7 ºC
3 42,48 6,4663 45,9 ºC
4 42,33 6,4673 44,8 ºC
5 43,28 6,4659 51,4 ºC
1
Besi
45,73 6,4661 70,4 ºC
2 42,07 6,4664 46,4 ºC
3 41,83 6,4659 44,7 ºC
4 40,83 6,4663 37,3 ºC
5 40,59 6,4658 35,5 ºC