melihat kondisi ekonomi kabupaten banjarnegara secara agregat (keseluruhan) dan secara intra. secara agregat artinya dari sudut pandang jawa tengah, secara intra artinya dari sudut pandang per kecamatan dalam kabupaten itu.
*by: Hanifah Cindy Pratiwi dari Kuningan + Novi Yanti dari Kebumen (tapi punya darah sunda juga) + Tegar Satriani dari Purwodadi) + me
Tentang Statistik Kependudukan diantaranya adalah :
- Pengertian Demografi
- Komposisi Jenis Kelamin
- Analisa Rasio Jenis Kelamin
- Mortalitas
- Angka Harapan Hidup
- Fertilitas
- Migrasi
- Migrasi Semasa Hidup
- Migrasi Risen
- Migrasi Total
- Estimasi Penduduk
- Metode Matematik Analisis Kependudukan
- Geometrik dan Eksponensial
- Metode Komponen
- Proyeksi Penduduk
- Tahapan Perhitungan proyeksi penduduk
- Whipple Index
- Myers Index
-
melihat kondisi ekonomi kabupaten banjarnegara secara agregat (keseluruhan) dan secara intra. secara agregat artinya dari sudut pandang jawa tengah, secara intra artinya dari sudut pandang per kecamatan dalam kabupaten itu.
*by: Hanifah Cindy Pratiwi dari Kuningan + Novi Yanti dari Kebumen (tapi punya darah sunda juga) + Tegar Satriani dari Purwodadi) + me
Tentang Statistik Kependudukan diantaranya adalah :
- Pengertian Demografi
- Komposisi Jenis Kelamin
- Analisa Rasio Jenis Kelamin
- Mortalitas
- Angka Harapan Hidup
- Fertilitas
- Migrasi
- Migrasi Semasa Hidup
- Migrasi Risen
- Migrasi Total
- Estimasi Penduduk
- Metode Matematik Analisis Kependudukan
- Geometrik dan Eksponensial
- Metode Komponen
- Proyeksi Penduduk
- Tahapan Perhitungan proyeksi penduduk
- Whipple Index
- Myers Index
-
Landasan dari teori lokasi adalah ruang. Tanpa ruang maka tidak mungkin ada lokasi. Dalam studi tentang wilayah, yang dimaksud dengan ruang adalah permukaan baik yang berada diatasnya maupun dibawahnya. Lokasi menggambarkan posisi dalam ruang tersebut (dapat ditentukan bujur dan lintangnya).
Teori lokasi mempelajari analisa keruangan dan aplikasinya yang dapat dipahami melalui hubungan politis dan ekonomis antara satu daerah dengan daerah yang lain, bentuk hubungan sosial ekonomi serta dapat memahami bagaimana bagaimana suatu daerah-daerah berkembang berhubungan dengan daerah yang lain. Analisis pola keruangan yang ada dalam suatu regional wilayah.
Teori lokasi adalah ilmu yang yang menyelidiki tata ruang (spatial order) dengan kegitan ekonomi, atau ilmu yang menyelidiki alokasi geografis dari sumber-sumber yang langka, serta hubungannya dengan atau pengaruhnya terhadap lokasi berbagai macam usaha atau kegiatan lain baik ekonomi maupun sosial. Dalam mempelajari lokasi berbagai kegitan, ahli ekonomi regional atau geografi terlebih dahulu membuat asumsi bahwa ruang yang dianalisis adalah datar dan kondisinya disemua arah adalah sama. Salah satu unsur ruang adalah jarak. Jarak menciptakan ‘gangguan’ ketika manusia berhubungan atau berpegian dari satu tempat ke tempat lainnya. Salah satu hal yang banyak dibahas dalam teori lokasi adalah pengaruh jarak terhadap intensitas orang bepergian dari satu lokasi kelokasi lainnya.
Dalam penentuan lokasi permukiman, dibutuhkan analisis dengan metode yang tepat agar lokasi tersebut optimal. Penentuan lokasi permukiman ini perlu memperhatikan aspek-aspek yang terdapat di dalamnya. Aspek tersebut dapat disebut sebagai satuan permukiman. Adapun syarat dari satuan permukiman antara lain adanya lokasi (lahan) dengan lingkungan dan sumber daya yang mendukung, adanya kelompok manusia (masyarakat), sumber daya buatan, dan terdapat fungsi kegiatan ekonomi, sosial, dan budaya. Teori Christaller (1993) menjelaskan bagaimana susunan dari besaran kota, jumlah kota, dan distribusinya dalam satu wilayah. Bunyi teori Cristaller adalah jika persebaran penduduk dan daya beli sama baiknya dengan bentang alam, sumber daya, dan fasilitas transportasinya semuanya berjalan seragam, lalu pusat-pusat permukiman menyediakan layanan yang sama besar, maka hal tersebut akan membentuk kesamaan jarak antara satu pusat permukiman lainnya.
EKONOMETRIKA
Rifatin aprilia (fafa Apriel)
Adanya korelasi antara anggota serangkaian data observasi baik itu data time series atau data cross section.
Ada korelasi antara satu variabel gangguan dengan variabel gangguan lain.
Pada data runtut waktu (time-series) seringkali terjadi saling pengaruh antara variabel independen. Jadi data runtut waktu mengandung autokrelasi.
Autokorelasi bisa positif bisa juga negatif.
Konsekuen
Penaksir (estimator) tidak lagi efisien
Nilai hitung δ2 (degree of freedom) akan bias
Nilai R2 yang dihasilkan akan lebih tinggi daripada yang seharusnya
Nilai variance dan kesalahan baku yang akan digunakan tidak akan efisien
Penyebab
Adanya Inertia
Bias Spesifikasi Model kasus variabel yang tidak dimasukkan
Adanya Fenomena Laba-Laba
Manipulasi data
Adanya Kelembaman Waktu
U
j
i
A
u
t
o
k
o
r
e
l
a
s
i
Durbin - Watson
Hal-hal yang harus dipenuhi:
Model regresi yang dilakukan harus menggunakan konstanta
Variabel bebas adalah non-stokastik
Kesalahan pengganggu (residual) diperoleh dengan otoregresif order pertama
Model regresi tidak meliputi nilai kelembaman dari var. Terikat sebagai var. Penjelas
Dalam melakukan regresi, tidak boleh ada
data yang hilang
Durbin - Watson
Rumus Uji DW
DW = Σ (e – et-1)2
Σ et2
Ket:
DW = Nilai Derbin-Watson test
e = Nilai Residual
et-1 = Nilai Residual satu periode sebelumnya
Durbin - Watson
Langkah-Langkah uji DW
Membuat persamaan regresi
Hitung nilai prediksinya (Ŷ)
Hitung nilai residualnya (Y - Ŷ) atau e
Kuadratkan nilai residualnya (Y - Ŷ)2 atau e2
Lag-kan satu nilai residualnya (Y - Ŷ)t-1 atau et-1
Kurangkan nilai residual dengan nilai residual
yang telah di Lag-kan satu à e – et-1
Durbin - Watson
Kuadratkan nilai e – et-1 à (e – et-1)2
Masukkan hasil perhitungan diatas kedalam rumus DW
Menarik Kesimpulan uji korelasi dengan kriteria
Lagrange-Multipler
Langkah-Langkah uji LM
Membuat persamaan regresi
Hitung nilai prediksinya (Ŷ)
Hitung nilai residualnya (Y - Ŷ) atau µ
Kuadratkan nilai residualnya (Y - Ŷ)2 atau µ2
Cari nilai rata-rata Y
Kurangkan nilai Y dengan Y rata-rata
Kuadratkan nilai Y yang telah dikurangi
Menghitung nilai X2 hitung dengan rumus
X2 = (n-1)*R2
Menarik Kesimpulan
Jika X2hitung > X2tabel maka adanya masalah otokorelasi dan
Jika X2hitung <= X2tabel maka tidak terjadi masalah otokorelasi.
Dengan X2tabel = X2df(α, n-1)
T
r
e
a
t
m
e
n
t
Generalized Difference Equation
Metode ini dilakukan dengan melakukan transformasi dari persamaan regresi linier biasa dengan memasukkan unsur ρ dalam model persamaan.
Generalized Difference Equation
Persamaan awal
Yt = β0 + β1Xt + e
Persamaan setelah transformasi
Yt – ρYt-1 =β0 (1-ρ) + β1 (Xt – ρ Xt-1) + e
Dengan ρ = Σ et et-1
Σ e2
... Trims ...
EKONOMETRIKA
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/KotaPenataan Ruang
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No : 20/PRT/M/2011 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota - Batang Tubuh RDTR
Pusat Pelayanan dan Interaksi Keruangan Kawasan Perkotaan Yogyakartabramantiyo marjuki
Kombinasi kalkulasi hirarki pusat pertumbuhan dan pelayanan wilayah, interaksi keruangan di dalam wilayah dan analisis ekonomi wilayah. Menggunakan Teori pusat pertumbuhan, pusat pelayanan skalogram guttman dan indeks sentralitas marshall, interaksi keruangan teori grafik kansky dan analisis ekonomi Location Quotient dan Shift Share
Di masa mendatang, fungsi kota sebagai pusat pertumbuhan, titik kontak hubungan
dan perdagangan internasional, nodal informasi dan inovasi teknologi menjadi
semakin stategis. Selain itu, tetap saja kota akan menjadi ruang yang paling ideal
bagi pertumbuhan dan diversifikasi kegiatan ekonomi berbasis sektor industri, jasa
dan perdagangan. Wajarlah, dalam menghadapi tantangan global kelak, peran
stategis ini harus ditingkatkan.
Pertumbuhan penduduk yang terlalu pesat dan tersentralisasi di Pusat-pusat kota
secara simultan telah memberikan beban masalah pengelolaan kota yang muskil
dan bahkan "counter productive" terhadap manfaat "aglomerasi" dan "economic of
scale". Karena tekanan masalah yang demikian berat maka kebijakan pengelolaan
perkotaan seringkali tidak mampu efisien dan cenderung mengikuti mekanisme
pasar yang lebih mengejar maksimalisasi ekonomi dalam pemanfaatan tanah-tanah
kota. Proses ini dapat saja menyebarkan kepadatan penduduk dalam kota dan
mendistribusikannya ke wilayah pinggiran, namun sekaligus menciptakan pemekaran
fisik kota yang tidak tertata yang justru pada gilirannya menambah beban
permasalahan pengelolaan kota itu sendiri.
Landasan dari teori lokasi adalah ruang. Tanpa ruang maka tidak mungkin ada lokasi. Dalam studi tentang wilayah, yang dimaksud dengan ruang adalah permukaan baik yang berada diatasnya maupun dibawahnya. Lokasi menggambarkan posisi dalam ruang tersebut (dapat ditentukan bujur dan lintangnya).
Teori lokasi mempelajari analisa keruangan dan aplikasinya yang dapat dipahami melalui hubungan politis dan ekonomis antara satu daerah dengan daerah yang lain, bentuk hubungan sosial ekonomi serta dapat memahami bagaimana bagaimana suatu daerah-daerah berkembang berhubungan dengan daerah yang lain. Analisis pola keruangan yang ada dalam suatu regional wilayah.
Teori lokasi adalah ilmu yang yang menyelidiki tata ruang (spatial order) dengan kegitan ekonomi, atau ilmu yang menyelidiki alokasi geografis dari sumber-sumber yang langka, serta hubungannya dengan atau pengaruhnya terhadap lokasi berbagai macam usaha atau kegiatan lain baik ekonomi maupun sosial. Dalam mempelajari lokasi berbagai kegitan, ahli ekonomi regional atau geografi terlebih dahulu membuat asumsi bahwa ruang yang dianalisis adalah datar dan kondisinya disemua arah adalah sama. Salah satu unsur ruang adalah jarak. Jarak menciptakan ‘gangguan’ ketika manusia berhubungan atau berpegian dari satu tempat ke tempat lainnya. Salah satu hal yang banyak dibahas dalam teori lokasi adalah pengaruh jarak terhadap intensitas orang bepergian dari satu lokasi kelokasi lainnya.
Dalam penentuan lokasi permukiman, dibutuhkan analisis dengan metode yang tepat agar lokasi tersebut optimal. Penentuan lokasi permukiman ini perlu memperhatikan aspek-aspek yang terdapat di dalamnya. Aspek tersebut dapat disebut sebagai satuan permukiman. Adapun syarat dari satuan permukiman antara lain adanya lokasi (lahan) dengan lingkungan dan sumber daya yang mendukung, adanya kelompok manusia (masyarakat), sumber daya buatan, dan terdapat fungsi kegiatan ekonomi, sosial, dan budaya. Teori Christaller (1993) menjelaskan bagaimana susunan dari besaran kota, jumlah kota, dan distribusinya dalam satu wilayah. Bunyi teori Cristaller adalah jika persebaran penduduk dan daya beli sama baiknya dengan bentang alam, sumber daya, dan fasilitas transportasinya semuanya berjalan seragam, lalu pusat-pusat permukiman menyediakan layanan yang sama besar, maka hal tersebut akan membentuk kesamaan jarak antara satu pusat permukiman lainnya.
EKONOMETRIKA
Rifatin aprilia (fafa Apriel)
Adanya korelasi antara anggota serangkaian data observasi baik itu data time series atau data cross section.
Ada korelasi antara satu variabel gangguan dengan variabel gangguan lain.
Pada data runtut waktu (time-series) seringkali terjadi saling pengaruh antara variabel independen. Jadi data runtut waktu mengandung autokrelasi.
Autokorelasi bisa positif bisa juga negatif.
Konsekuen
Penaksir (estimator) tidak lagi efisien
Nilai hitung δ2 (degree of freedom) akan bias
Nilai R2 yang dihasilkan akan lebih tinggi daripada yang seharusnya
Nilai variance dan kesalahan baku yang akan digunakan tidak akan efisien
Penyebab
Adanya Inertia
Bias Spesifikasi Model kasus variabel yang tidak dimasukkan
Adanya Fenomena Laba-Laba
Manipulasi data
Adanya Kelembaman Waktu
U
j
i
A
u
t
o
k
o
r
e
l
a
s
i
Durbin - Watson
Hal-hal yang harus dipenuhi:
Model regresi yang dilakukan harus menggunakan konstanta
Variabel bebas adalah non-stokastik
Kesalahan pengganggu (residual) diperoleh dengan otoregresif order pertama
Model regresi tidak meliputi nilai kelembaman dari var. Terikat sebagai var. Penjelas
Dalam melakukan regresi, tidak boleh ada
data yang hilang
Durbin - Watson
Rumus Uji DW
DW = Σ (e – et-1)2
Σ et2
Ket:
DW = Nilai Derbin-Watson test
e = Nilai Residual
et-1 = Nilai Residual satu periode sebelumnya
Durbin - Watson
Langkah-Langkah uji DW
Membuat persamaan regresi
Hitung nilai prediksinya (Ŷ)
Hitung nilai residualnya (Y - Ŷ) atau e
Kuadratkan nilai residualnya (Y - Ŷ)2 atau e2
Lag-kan satu nilai residualnya (Y - Ŷ)t-1 atau et-1
Kurangkan nilai residual dengan nilai residual
yang telah di Lag-kan satu à e – et-1
Durbin - Watson
Kuadratkan nilai e – et-1 à (e – et-1)2
Masukkan hasil perhitungan diatas kedalam rumus DW
Menarik Kesimpulan uji korelasi dengan kriteria
Lagrange-Multipler
Langkah-Langkah uji LM
Membuat persamaan regresi
Hitung nilai prediksinya (Ŷ)
Hitung nilai residualnya (Y - Ŷ) atau µ
Kuadratkan nilai residualnya (Y - Ŷ)2 atau µ2
Cari nilai rata-rata Y
Kurangkan nilai Y dengan Y rata-rata
Kuadratkan nilai Y yang telah dikurangi
Menghitung nilai X2 hitung dengan rumus
X2 = (n-1)*R2
Menarik Kesimpulan
Jika X2hitung > X2tabel maka adanya masalah otokorelasi dan
Jika X2hitung <= X2tabel maka tidak terjadi masalah otokorelasi.
Dengan X2tabel = X2df(α, n-1)
T
r
e
a
t
m
e
n
t
Generalized Difference Equation
Metode ini dilakukan dengan melakukan transformasi dari persamaan regresi linier biasa dengan memasukkan unsur ρ dalam model persamaan.
Generalized Difference Equation
Persamaan awal
Yt = β0 + β1Xt + e
Persamaan setelah transformasi
Yt – ρYt-1 =β0 (1-ρ) + β1 (Xt – ρ Xt-1) + e
Dengan ρ = Σ et et-1
Σ e2
... Trims ...
EKONOMETRIKA
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/KotaPenataan Ruang
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No : 20/PRT/M/2011 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota - Batang Tubuh RDTR
Pusat Pelayanan dan Interaksi Keruangan Kawasan Perkotaan Yogyakartabramantiyo marjuki
Kombinasi kalkulasi hirarki pusat pertumbuhan dan pelayanan wilayah, interaksi keruangan di dalam wilayah dan analisis ekonomi wilayah. Menggunakan Teori pusat pertumbuhan, pusat pelayanan skalogram guttman dan indeks sentralitas marshall, interaksi keruangan teori grafik kansky dan analisis ekonomi Location Quotient dan Shift Share
Di masa mendatang, fungsi kota sebagai pusat pertumbuhan, titik kontak hubungan
dan perdagangan internasional, nodal informasi dan inovasi teknologi menjadi
semakin stategis. Selain itu, tetap saja kota akan menjadi ruang yang paling ideal
bagi pertumbuhan dan diversifikasi kegiatan ekonomi berbasis sektor industri, jasa
dan perdagangan. Wajarlah, dalam menghadapi tantangan global kelak, peran
stategis ini harus ditingkatkan.
Pertumbuhan penduduk yang terlalu pesat dan tersentralisasi di Pusat-pusat kota
secara simultan telah memberikan beban masalah pengelolaan kota yang muskil
dan bahkan "counter productive" terhadap manfaat "aglomerasi" dan "economic of
scale". Karena tekanan masalah yang demikian berat maka kebijakan pengelolaan
perkotaan seringkali tidak mampu efisien dan cenderung mengikuti mekanisme
pasar yang lebih mengejar maksimalisasi ekonomi dalam pemanfaatan tanah-tanah
kota. Proses ini dapat saja menyebarkan kepadatan penduduk dalam kota dan
mendistribusikannya ke wilayah pinggiran, namun sekaligus menciptakan pemekaran
fisik kota yang tidak tertata yang justru pada gilirannya menambah beban
permasalahan pengelolaan kota itu sendiri.
Elaich module 6 topic 6.3 - Preservation of Historic Citieselaich
ELAICH - Educational Linkage Approach in Cultural Heritage.
For more information and presentations, please visit: http://elaich.technion.ac.il/
Preservation of Historic Cities
ABSTRAK
Pendidikan merupakan faktor utama yang menentukan keberhasilan pembangunan.
Otonomi daerah telah menyerahkan kewenangan bidang pendidikan dasar kepada pemerintah
daerah kabupaten/kota. Pemerataan dan perluasan akses pendidikan merupakan salah satu
indikator keberhasilan pembangunan bidang pendidikan. Bagaimana tingkat keberhasilan
pendidikan dasar menurut kecamatan di Kabupaten Banyuasin ? Kajian ini menggunakan methode
deskriptif dengan studi kepustakaan. Alat analisis yang digunakan adalah The Analytical Hierarchy
Process (AHP). Hasil analisis menunjukan bahwa Kecamatan Banyuasin III, Kecamatan Banyuasin
I dan Kecamatan Talang Kelapa adalah yang terbaik dalam pendidikan dasar.
Evaluasi pelaksanaan Piloting 74 + 5 Kab/Kota yang dibiayai oleh SSQ-AusAID. Hasil evaluasi ini menghasilkan sejumlah rekomendasi perbaikan Sistem PPCKS dan sudah ditindaklanjuti dengan merevisi Juklak dan Juknis PPCKS
Similar to Analisis Diskriminan: Tipologi Kemajuan Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015 (20)
Spatial Analyst dalam Sistem Informasi Geografis: Surface AnalystSally Indah N
Pada laporan ini diambil contoh wilayah studi, yakni Kabupaten Bandung. Data yang digunakan adalah data ketinggian DEM yang didapat secara sekunder dan kemudian diolah sebagai data dasar pada analisis permukaan (Surface Analyst). Dengan bantuan software ArcGIS versi 9.3, maka dilakukan analisis permukaan yang meliputi pembuatan kontur, slope, aspect, dan hillshade. Adapun tujuan dari analisis ini adalah untuk mengetahui bentuk permukaan bumi di Kabupaten Bandung sehingga diperoleh suatu informasi pola permukaan bumi dan dapat digunakan untuk kebutuhan perencanaan yang mempertimbangkan kondisi fisik lingkungan.
Network Analyst dalam Sistem Informasi GeografisSally Indah N
Pada laporan ini, diambil contoh fasilitas berupa kantor pos yang tersebar di seluruh bagian Kota Semarang. Dari data tersebut, maka dilakukan Network Analysis dengan bantuan software ArcGIS versi 9.3. Analisis ini menghasilkan peta rute perjalanan, peta rute ke fasilitas kantor pos terdekat, peta service area kantor pos, dan peta Matrix OD.
ANALISIS PENGARUH INDUSTRI BATU BARA TERHADAP PENCEMARAN UDARA.pdfnarayafiryal8
Industri batu bara telah menjadi salah satu penyumbang utama pencemaran udara global. Proses ekstraksi batu bara, baik melalui penambangan terbuka maupun penambangan bawah tanah, menghasilkan debu dan gas beracun yang dilepaskan ke atmosfer. Gas-gas tersebut termasuk sulfur dioksida (SO2), nitrogen oksida (NOx), dan partikel-partikel halus (PM2.5) yang berbahaya bagi kesehatan manusia dan lingkungan. Selain itu, pembakaran batu bara di pembangkit listrik dan industri menyebabkan emisi karbon dioksida (CO2), yang merupakan penyebab utama perubahan iklim global dan pemanasan global.
Pencemaran udara yang disebabkan oleh industri batu bara juga memiliki dampak lokal yang signifikan. Di sekitar area penambangan, debu batu bara yang dihasilkan dapat mengganggu kesehatan masyarakat dan ekosistem lokal. Paparan terus-menerus terhadap debu batu bara dapat menyebabkan masalah pernapasan seperti asma dan bronkitis, serta berkontribusi pada penyakit paru-paru yang lebih serius. Selain itu, hujan asam yang disebabkan oleh emisi sulfur dioksida dapat merusak tanaman, air tanah, dan ekosistem sungai, mengancam keberlanjutan lingkungan di sekitar lokasi industri batu bara.
elemen mesin mengenai ulir (mechanical engineering)
Analisis Diskriminan: Tipologi Kemajuan Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015
1. ANALISIS DISKRIMINAN:
TIPOLOGI KEMAJUAN KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN
2015
Disusun untuk memenuhi Tugas Metode Analisis Perencanaan (TKP 342)
Oleh :
KELOMPOK 3 B
Dhita Mey Diana K 21040113130038
Bayu Rizqi 21040113120050
Septi Ayuning Tyas 21040113130088
Sally Indah N 21040113130096
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2015
1
2. I. PENDAHULUAN
Perbedaan karakteristik antar wilayah menjadi salah satu pendorong adanya
klasifikasi wilayah khususnya di Jawa Tengah, yakni wilayah maju, berkembang, dan
terbelakang. Dalam pengklasifikasiannya, erdapat variabel-variabel yang mendukung,
seperti sarana ekonoi, pendapatan daerah, serta tingkat pendidikan masyarakat yang ada.
Agar pengklasifikasian berjalan sesuai dengan apa yang seharusnya, maka karakteristik
yang menjadi pembeda antara satu daerah dan yang lain. Salah satu contoh analisisnya
adalah analisis diskriminan. Analisis diskriminan adalah salah satu teknik statistik yang bisa
digunakan pada hubungan dependensi (hubungan antarvariabel dimana sudah bisa
dibedakan mana variabel respon dan mana variabel penjelas). Pada laporan ini akan
dibahas aspek yang menjadi pembeda dan menjelaskan mengenai karakteristik pembeda.
II. METODOLOGI ANALISIS
Analisis diskriminan adalah salah satu teknik statistik yang bisa digunakan pada
hubungan dependensi (hubungan antarvariabel dimana sudah bisa dibedakan mana
variabel respon dan mana variabel penjelas). Analisis diskriminan digunakan pada kasus
dimana variabel respon berupa data kualitatif dan variabel penjelas berupa data kuantitatif
(BPS Indonesia, Tanpa Angka Tahun). Model analisis diskriminan ditandai dengan ciri
khusus yaitu data variabel dependen yang harus berupa data kategori, sedangkan data
independen berupa data non kategori. Analisis diskriminan bertujuan untuk
mengklasifikasikan suatu individu atau observasi ke dalam kelompok yang saling bebas
(mutually exclusive/disjoint) dan menyeluruh (exhaustive) berdasarkan sejumlah variabel
penjelas. Berikut ini adalah persamaan model diskriminan:
Y1 = X1 + X2 + X3 + … + Xn
Non-Metrik Metrik
Dimana :
• Variabel Independen (X1 dan seterusnya) adalah data metrik, yaitu data berskala
interval atau rasio.
• Variabel Dependen (Y1) adalah data kategorikal atau nominal.
Jika data kategorikal tersebut hanya terdiri dari 2 kode saja disebut Two-Groups
Discriminant Analysis. Namun apabila lebih dari 2 kategori disebut Multiple Discriminant
Analysis. Asumsi penting yang harus dipenuhi agar model diskriminan dapat digunakan
antara lain:
• Variabel bebas harus terdistribusi normal (adanya normalitas).
• Matriks kovarians semua variabel bebas harus sama (equal).
2
3. • Tidak terjadi multikolinearitas (tidak berkorelasi) antar variabel bebas.
• Tidak terdapat data yang ekstrim (outlier).
Adapun kegunaan dari analisis diskriminan antara lain mengetahui perbedaan yang
jelas antar grup pada variabel dependen. Kedua, jika ada perbedaan, untuk mengetahui
variabel independen manakah pada fungsi diskriminan yang membuat perbedaan tersebut.
Ketiga, membuat fungsi atau model diskriminan (yang mirip dengan persamaan regresi).
Keempat, melakukan klasifikasi terhadap obyek ke dalam kelompok (Anonim, Tanpa Angka
Tahun).
III. DATA
Data awal yang digunakan dalam analisis diskriminan ini berupa data tipologi
klasifikasi perkotaan tiap Kabupaten di Jawa Tengah menurut BPS. BPS telah melakukan
pengelompokkan desa/kelurahan di Indonesia menjadi dua yaitu, desa/kelurahan dengan
sifat perkotaan dan desa/kelurahan dengan sifat perdesaan. Selanjutnya, penyusun
menggunakan asumsi bahwa :
a. Jika Kabupaten/Kota mempunyai >20% desa dengan sifat perdesaan, maka
Kabupaten tersebut dianggap maju.
b. Jika Kabupaten/Kota mempunyai 20%-50% desa dengan sifat perdesaan, maka
Kabupaten tersebut dianggap berkembang.
c. Jika Kabupaten/Kota mempunyai >50% desa dengan sifat perdesaan, maka
Kabupaten tersebut dianggap tertinggal.
Berikut adalah rekap data klasifikasi perkotaan tiap Kabupaten menurut BPS :
Tabel III.1
Klasifikasi Perkotaan Tiap Kabupaten Jawa Tengah Menurut BPS
No Kabupaten Perdesaan Perkotaan Jumlah Desa Persentase Klasifikasi Kode
1 Kab. Cilacap 221 61 282 78,36879433 Tertinggal 1
2 Kab. Banyumas 189 146 335 56,41791045 Tertinggal 1
3 Kab. Purbalingga 173 66 239 72,38493724 Tertinggal 1
4 Kab. Banjarnegara 236 42 278 84,89208633 Tertinggal 1
5 Kab. Kebumen 372 88 460 80,86956522 Tertinggal 1
6 Kab. Purworejo 420 74 494 85,02024291 Tertinggal 1
7 Kab. Wonosobo 222 43 265 83,77358491 Tertinggal 1
8 Kab. Magelang 319 53 372 85,75268817 Tertinggal 1
9 Kab. Boyolali 204 63 267 76,40449438 Tertinggal 1
10 Kab. Klaten 148 253 401 36,90773067 Berkembang 2
11 Kab. Sukoharjo 62 107 169 36,68639053 Berkembang 2
12 Kab. Wonogiri 58 103 161 36,02484472 Berkembang 2
13 Kab. Karanganyar 114 63 177 64,40677966 Tertinggal 1
14 Kab. Sragen 150 49 199 75,37688442 Tertinggal 1
3
4. No Kabupaten Perdesaan Perkotaan Jumlah Desa Persentase Klasifikasi Kode
15 Kab. Grobogan 252 28 280 90 Tertinggal 1
16 Kab. Blora 261 34 295 88,47457627 Tertinggal 1
17 Kab. Rembang 240 54 294 81,63265306 Tertinggal 1
18 Kab. Pati 305 97 402 75,87064677 Tertinggal 1
19 Kab. Kudus 37 95 132 28,03030303 Berkembang 2
20 Kab. Jepara 94 99 193 48,70466321 Berkembang 2
21 Kab. Demak 181 68 249 72,69076305 Tertinggal 1
22 Kab. Semarang 173 62 235 73,61702128 Tertinggal 1
23 Kab. Temanggung 59 230 289 20,41522491 Berkembang 2
24 kab. Kendal 175 110 285 61,40350877 Tertinggal 1
25 Kab. Batang 176 72 248 70,96774194 Tertinggal 1
26 Kab. Pekalongan 174 111 285 61,05263158 Tertinggal 1
27 Kab. Pemalang 134 88 222 60,36036036 Tertinggal 1
28 Kab. Tegal 145 142 287 50,52264808 Tertinggal 1
29 Kab. Brebes 192 103 295 65,08474576 Tertinggal 1
30 Kota Magelang 0 17 17 0 Maju 3
31 Kota Surakarta 0 51 51 0 Maju 3
32 Kota Salatiga 0 22 22 0 Maju 3
33 Kota Semarang 11 166 177 6,214689266 Maju 3
34 Kota Pekalongan 1 46 47 2,127659574 Maju 3
35 Kota Tegal 0 27 27 0 Maju 3
Sumber : BPS, 2014
Berikutnya, penyusun melakukan pengkajian ulang terhadap pengelompokan tipologi
Kabupaten/Kota di Jawa Tengah menurut BPS di atas dengan beberapa variabel, yaitu :
1. SDA, melalui ketersediaan ragam tambang mineral tiap Kabupaten
4
5. 2. SDM, melalui dominasi penduduk yang menamatkan jenjang pendidikan
3. Infrastruktur Perekonomian, melalui jumlah pasar tradisional, swalayan dan bank.
4. Keuangan Daerah, melalui PDRB dan Income (selisih pendapatan dengan belanja
daerah).
Berikut adalah data dari variabel-variabel di atas :
Tabel III.2
Ketersediaan Tambang Mineral Tiap Kabupaten di Jawa Tengah
No Kabupaten Ketersediaan Ragam Mineral
1 Kab. Cilacap 7
2 Kab. Banyumas 7
3 Kab. Purbalingga 5
4 Kab. Banjarnegara 9
5 Kab. Kebumen 12
6 Kab. Purworejo 8
7 Kab. Wonosobo 7
8 Kab. Magelang 7
9 Kab. Boyolali 5
10 Kab. Klaten 4
11 Kab. Sukoharjo 4
12 Kab. Wonogiri 14
13 Kab. Karanganyar 5
14 Kab. Sragen 6
15 Kab. Grobogan 5
16 Kab. Blora 6
17 Kab. Rembang 8
18 Kab. Pati 6
19 Kab. Kudus 5
20 Kab. Jepara 9
21 Kab. Demak 2
22 Kab. Semarang 6
23 Kab. Temanggung 6
24 kab. Kendal 5
25 Kab. Batang 5
26 Kab. Pekalongan 7
27 Kab. Pemalang 7
28 Kab. Tegal 7
29 Kab. Brebes 7
30 Kota Magelang 2
31 Kota Surakarta 1
32 Kota Salatiga 2
33 Kota Semarang 4
34 Kota Pekalongan 1
35 Kota Tegal 1
Sumber : Prodeskel Kemendagri, 2014
5
6. Tabel III.3
Kualitas SDM Tiap Kabupaten di Jawa Tengah
No Kabupaten SD SMP SMA+ Dominasi
1 Kab. Cilacap 486242 125453 117364 Tamat SD 1
2 Kab. Banyumas 398405 141407 160464 Tamat SD 1
3 Kab. Purbalingga 264828 85321 81784 Tamat SD 1
4 Kab. Banjarnegara 303722 70660 73618 Tamat SD 1
5 Kab. Kebumen 397418 84986 89355 Tamat SD 1
6 Kab. Purworejo 135845 95258 118329 Tamat SD 1
7 Kab. Wonosobo 252084 62928 39955 Tamat SD 1
8 Kab. Magelang 331914 106347 145992 Tamat SD 1
9 Kab. Boyolali 205332 103077 191632 Tamat SD 1
10 Kab. Klaten 215575 123745 253568 Tamat SMA++ 3
11 Kab. Sukoharjo 133054 92608 179614 Tamat SMA++ 3
12 Kab. Wonogiri 318548 99531 78153 Tamat SD 1
13 Kab. Karanganyar 156793 99863 166489 Tamat SMA++ 3
14 Kab. Sragen 231791 97549 118035 Tamat SD 1
15 Kab. Grobogan 418039 131831 113168 Tamat SD 1
16 Kab. Blora 254999 76044 110333 Tamat SD 1
17 Kab. Rembang 162274 74903 73616 Tamat SD 1
18 Kab. Pati 303173 118671 172892 Tamat SD 1
19 Kab. Kudus 156511 107908 137672 Tamat SD 1
20 Kab. Jepara 267086 138002 136984 Tamat SD 1
21 Kab. Demak 230371 112127 150671 Tamat SD 1
22 Kab. Semarang 257802 121450 132705 Tamat SD 1
23 Kab. Temanggung 243998 84309 62093 Tamat SD 1
24 kab. Kendal 264040 91646 96483 Tamat SD 1
25 Kab. Batang 222591 69883 55785 Tamat SD 1
26 Kab. Pekalongan 248494 75562 73421 Tamat SD 1
27 Kab. Pemalang 398161 74121 82081 Tamat SD 1
28 Kab. Tegal 335401 115438 122098 Tamat SD 1
29 Kab. Brebes 580007 122978 117679 Tamat SD 1
30 Kota Magelang 13834 11876 32400 Tamat SMA++ 3
31 Kota Surakarta 59329 63591 136944 Tamat SMA++ 3
32 Kota Salatiga 26421 15990 43550 Tamat SMA++ 3
33 Kota Semarang 193541 134104 456561 Tamat SMA++ 3
34 Kota Pekalongan 55796 27817 47975 Tamat SD 1
35 Kota Tegal 51053 25219 37910 Tamat SD 1
Pengelompokan kualitas SDM di tiap kabupaten Jawa Tengah ini berdasarkan
dominasi penduduk yang menamatkan pendidikan di tiap jenjang, kode 1 untuk tamatan SD,
kode 2 untuk tamatan SMP, dan kode 3 untuk tamatan SMA++.
Tabel III.4
Jumlah Pasar dan Swalayan Tiap Kabupaten di Jawa Tengah
6
7. No Kabupaten Swalayan Pasar Tradisional Jumlah
1 Kab. Cilacap 173 34 207
2 Kab. Banyumas 106 31 137
3 Kab. Purbalingga 59 18 77
4 Kab. Banjarnegara 5 27 32
5 Kab. Kebumen 43 35 78
6 Kab. Purworejo 28 29 57
7 Kab. Wonosobo 9 13 22
8 Kab. Magelang 4 17 21
9 Kab. Boyolali 70 38 108
10 Kab. Klaten 110 67 177
11 Kab. Sukoharjo 116 43 159
12 Kab. Wonogiri 5 35 40
13 Kab. Karanganyar 56 56 112
14 Kab. Sragen 32 51 83
15 Kab. Grobogan 1 16 17
16 Kab. Blora 29 20 49
17 Kab. Rembang 0 16 16
18 Kab. Pati 5 87 92
19 Kab. Kudus 83 23 106
20 Kab. Jepara 4 23 27
21 Kab. Demak 18 19 37
22 Kab. Semarang 4 34 38
23 Kab. Temanggung 0 39 39
24 kab. Kendal 21 15 36
25 Kab. Batang 0 10 10
26 Kab. Pekalongan 21 14 35
27 Kab. Pemalang 36 43 79
28 Kab. Tegal 4 26 30
29 Kab. Brebes 4 25 29
30 Kota Magelang 18 1 19
31 Kota Surakarta 0 29 29
32 Kota Salatiga 22 12 34
33 Kota Semarang 65 48 113
34 Kota Pekalongan 17 11 28
35 Kota Tegal 19 13 32
Sumber : Prodeskel Kemendagri, 2014
Tabel III.5
Jumlah Bank tiap Kabupaten di Jawa Tengah
No Kabupaten Jumlah Bank
1 Kab. Cilacap 10
2 Kab. Banyumas 16
3 Kab. Purbalingga 6
4 Kab. Banjarnegara 3
5 Kab. Kebumen 8
6 Kab. Purworejo 4
7
8. No Kabupaten Jumlah Bank
7 Kab. Wonosobo 6
8 Kab. Magelang 1
9 Kab. Boyolali 6
10 Kab. Klaten 5
11 Kab. Sukoharjo 4
12 Kab. Wonogiri 6
13 Kab. Karanganyar 4
14 Kab. Sragen 6
15 Kab. Grobogan 10
16 Kab. Blora 5
17 Kab. Rembang 3
18 Kab. Pati 8
19 Kab. Kudus 7
20 Kab. Jepara 6
21 Kab. Demak 3
22 Kab. Semarang 50
23 Kab. Temanggung 6
24 kab. Kendal 5
25 Kab. Batang 2
26 Kab. Pekalongan 5
27 Kab. Pemalang 4
28 Kab. Tegal 18
29 Kab. Brebes 8
30 Kota Magelang 18
31 Kota Surakarta 16
32 Kota Salatiga 19
33 Kota Semarang 37
34 Kota Pekalongan 15
35 Kota Tegal 24
Sumber : Prodeskel Kemendagri, 2014
Tabel III.6
PDRB ADHK Tiap Kabupaten di Jawa Tengah Tahun 2013
(Juta Rupiah)
No Kabupaten PDRB
1 Kab. Cilacap 15352291
2 Kab. Banyumas 5571941
3 Kab. Purbalingga 3006627
4 Kab. Banjarnegara 3357960
5 Kab. Kebumen 3378160
6 Kab. Purworejo 3493601
7 Kab. Wonosobo 2179015
8 Kab. Magelang 4797319
9 Kab. Boyolali 4982066
10 Kab. Klaten 5513308
11 Kab. Sukoharjo 5742877
8
11. 22 Kab. Semarang 1 6 1 38 50 6573208 39845000000
23 Kab. Temanggung 2 6 1 39 6 2781320 52977653496
24 kab. Kendal 1 5 1 36 5 6350000 -127393296391
25 Kab. Batang 1 5 1 10 2 2746480 19214707875
26 Kab. Pekalongan 1 7 1 35 5 3758933 -37590167594
27 Kab. Pemalang 1 7 1 79 4 4020038 9667752030
28 Kab. Tegal 1 7 1 30 18 4233513 -52949948000
29 Kab. Brebes 1 7 1 29 8 6390184 -108223485000
30 Kota Magelang 3 2 3 19 18 1318707 3809267783
31 Kota Surakarta 3 1 3 29 16 6080954 9700249208
32 Kota Salatiga 3 2 3 34 19 1080656 73966567430
33 Kota Semarang 3 4 3 113 37 25697338 319304369717
34 Kota Pekalongan 3 1 1 28 15 2460946 -20843475444
35 Kota Tegal 3 1 1 32 24 1477505 50928716630
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Analysis Case Processing Summary
Unweighted Cases N Percent
Valid 35 100.0
Excluded Missing or out-of-range group
codes
0 .0
At least one missing
discriminating variable
0 .0
Both missing or out-of-range
group codes and at least one
missing discriminating variable
0 .0
Total 0 .0
Total 35 100.0
Dari tabel diatas dapat dilihat semua data telah di eksekusi sebanyak 35 dan 100 persen
tidak terdapat data yang missing.
11
12. Tabel Group Satistics menunjukkan bahwa terdapat pengelompokkan antara
kabupaten tertinggal sebanyak 23 kabupaten, berkembang 6 kabupaten dan maju juga 6
kabupaten. Variabel-variabel tersebut mempunyai kriteria tertinggal, berkembang dan maju
dengan memiliki nilai mean dan standar deviasi yang berbeda. Total dari semuanya adalah
35 kabupaten.
• Untuk variabel SDA, dapat terlihat nilai mean pada klasifikasi daerah tertinggal
adalah 6,48, sedangkan pada klasifikasi daerah berkembang adalah 7,00 serta
12
Group Statistics
Klasifikasi Mean Std. Deviation
Valid N (listwise)
Unweighted Weighted
Tertinggal SDA 6.48 1.880 23 23.000
Pendidikan 1.09 .417 23 23.000
Pasar_swalayan 60.96 47.334 23 23.000
Bank 8.30 9.966 23 23.000
PDRB 4693273.35 2692747.707 23 23.000
Income -3.37E10 1.251E11 23 23.000
Berkembang SDA 7.00 3.899 6 6.000
Pendidikan 1.67 1.033 6 6.000
Pasar_swalayan 91.33 65.796 6 6.000
Bank 5.67 1.033 6 6.000
PDRB 5824050.83 4386068.050 6 6.000
Income 3.92E9 7.945E10 6 6.000
Maju SDA 1.83 1.169 6 6.000
Pendidikan 2.33 1.033 6 6.000
Pasar_swalayan 42.50 34.921 6 6.000
Bank 21.50 8.216 6 6.000
PDRB 6352684.33 9657511.835 6 6.000
Income 7.28E10 1.255E11 6 6.000
Total SDA 5.77 2.840 35 35.000
Pendidikan 1.40 .812 35 35.000
Pasar_swalayan 63.00 49.843 35 35.000
Bank 10.11 10.145 35 35.000
PDRB 5171591.37 4659687.739 35 35.000
Income -8.97E9 1.224E11 35 35.000
13. untuk klasifikasi daerah maju adalah 1,83. Artinya rata-rata Ketersediaan Sumber
Daya alam terhadap klasifikasi daerah berkembang lebih tinggi dibanding yang
lainnya.
• Untuk variabel Pendidikan, dapat terlihat nilai mean pada klasifikasi daerah
tertinggal adalah 1,09, sedangkan pada klasifikasi daerah berkembang adalah
1,67 serta untuk klasifikasi daerah maju adalah 2,33. Artinya rata-rata kapasitas
SDM dari tipologi pendidikan terhadap klasifikasi daerah maju lebih tinggi
dibanding yang lainnya.
• Untuk variabel ketersediaan pasar swalayan, dapat terlihat nilai mean pada
klasifikasi daerah tertinggal adalah 60,96, sedangkan pada klasifikasi daerah
berkembang adalah 91,33 serta untuk klasifikasi daerah maju adalah 42,50.
Artinya rata-rata ketersediaan pasar swalayan terhadap klasifikasi daerah
berkembang lebih tinggi dibanding yang lainnya.
• Untuk variabel ketersediaan bank, dapat terlihat nilai mean pada klasifikasi daerah
tertinggal adalah 8,30, sedangkan pada klasifikasi daerah berkembang adalah
5,67 serta untuk klasifikasi daerah maju adalah 21,50. Artinya rata-rata
ketersediaan bank terhadap klasifikasi daerah maju lebih tinggi dibanding yang
lainnya.
• Untuk variabel PDRB, rata-rata PDRB terhadap klasifikasi daerah maju lebih
tinggi dibanding yang lainnya.
Tabel diatas juga menunjukkan mean/rata-rata dan standar deviasi dari
pengelompokkan berdasarkan tingkat kemajuan daerah. Untuk mean total SDA adalah 5,77
sedangkan mean SDA daerah tertinggal adalah 6,48 yang berarti nilai rata-rata variabel
SDA tidak lebih rendah dari mean total SDA. Hal ini berarti variabel SDA daerah tertinggal
adalah signifikan. Untuk total SDA pada kolom rata-rata adalah 2,840, sedangkan standar
deviasi SDA pada daerah tertinggal adalah 1,880 yang berarti standar deviasi variabel SDA
daerah tertinggal lebih kecil daripada standar deviasi total SDA. Hal ini berarti variabel SDA
daerah tertinggal signifikan. Begitu juga dengan variabel lainnya.
Selain terdapat rata-rata, tabel di atas juga terdapat standar deviasi. Untuk standar
deviasi SDA daerah tertinggal adalah 1,880. Sedangkan nilai standar deviasi total SDA
adalah 2,840. Hal ini berarti nilai standar deviasi SDA daerah tertinggal lebih kecil daripada
nilai standar deviasi total yang berarti varabel SDA masih dapat digunakan dalam analisis ini
karena nilainya tidak melebihi standar deviasi total variabelnya. Sehingga jika terdapat nilai
standar deviasi sebuah variabel yang melebihi nilai standar deviasi total variabel maka
dianggap tidak dapat digunakan dalam analisis.
Pooled Within-Groups Matrices
13
14. SDA Pendidikan Pasar_swalayan Bank PDRB Income
Correlation SDA 1.000 -.241 -.186 .079 .026 -.057
Pendidikan -.241 1.000 .434 -.028 .197 -.009
Pasar_swalayan -.186 .434 1.000 .113 .561 -.013
Bank .079 -.028 .113 1.000 .373 .175
PDRB .026 .197 .561 .373 1.000 .215
Pada tabel tersebut terdapat nilai korelasi dimana apabila nilai nya > 0,5 maka dicurigai ada
gejala multikolinearitas. Termasuk di dalam yang dicurigai ada gejala multikolinearitas
adalah SDA, sedangkan variabel lainnya <0,5 sehingga tidak ada multikolinearitas.
Analysis 1
Standardized Canonical Discriminant Function
Coefficients
Function
1 2
SDA -.624 .428
Pendidikan .585 .759
Pasar_swalayan -.658 .382
Bank .514 -.273
PDRB .145 -.148
Income .071 .414
Tabel di atas untuk membentuk fungsi diskriminan. Persamaan ini nantinya dapat
digunakan untuk mengetahui apakah Kabupaten di Provinsi Jawa Tengah masuk dalam
kategori tertinggal, berkembang maupun maju. Fungsi diskriminannya adalah sebagai
berikut:
1. Z score = -0.624 SDA+ 0.585 Pendidikan – 0.658 pasar swalayan + 0.514 Bank +
0.145 PDRB + 0.071 income
2. Z score = = -0.425 SDA+ 0.759 Pendidikan + 0.382 pasar swalayan – 0.273
Bank - 0.148 PDRB + 0.414 income.
14
15. Structure Matrix
Function
1 2
SDA -.602*
.125
Bank .440*
-.200
Pendidikan .464 .796*
Pasar_swalayan -.149 .512*
Income .231 .299*
PDRB .082 .214*
Pooled within-groups correlations between
discriminating variables and standardized canonical
discriminant functions
Variables ordered by absolute size of correlation
within function.
*. Largest absolute correlation between each
variable and any discriminant function
Functions at Group Centroids
Klasifikasi
Function
1 2
Tertinggal -.576 -.249
Berkembang -.720 .917
Maju 2.926 .038
Unstandardized canonical discriminant
functions evaluated at group means
Classification Statistics
Classification Processing Summary
Processed 35
Excluded Missing or out-of-range group
codes
0
At least one missing
discriminating variable
0
Used in Output 35
15
16. Prior Probabilities for Groups
Klasifikasi Prior
Cases Used in Analysis
Unweighted Weighted
Tertinggal .333 23 23.000
Berkembang .333 6 6.000
Maju .333 6 6.000
Total 1.000 35 35.000
Classification Function Coefficients
Klasifikasi
Tertinggal Berkembang Maju
SDA 1.586 1.849 .666
Pendidikan 3.082 4.271 6.451
Pasar_swalayan .024 .035 -.021
Bank .085 .041 .278
PDRB -8.959E-8 -1.303E-7 8.693E-9
Income -7.288E-13 3.239E-12 2.345E-12
(Constant) -8.783 -12.450 -11.890
Fisher's linear discriminant functions
16
18. Tabel ini berisi rincian tiap kasus, penempatannya dalam model diskriminan, serta
perbandingan apakah penempatan ( predict ) telah sesuai dengan kenyataan.
• Responden 2 termasuk pada group responden daerah tertinggal ( kode 1 ). Hal ini
ditampakkan pada bagian actual Group di tabel Case Wise statistics. Pada bagian
Predict Group, terlihat angka 1 juga. Berarti prediksi responden 1 dengan model
diskriminan telah tepat, yaitu sesuai kenyataan (actual). Begitu juga untuk
keserasian data yang lain.
• Responden 1, 4, 5, 6, 13, termasuk grup responden daerah tertinggal ( kode 1 ).
Pada bagian Predict Group, ternyata angka adalah 2. Berarti prediksi posisi
responden 1, 4, 5, 6, 13 model diskriminan tidakk tepat, yaitu tidak sesuai
kenyataan (actual). Maka harusnya responden 1, 4, 5, 6, 13 tergolong ke kategori
2 yaitu daerah berkembang. Ketidakserasian (misclassified) antara actual dan
predict group ditunjukkan dengan tanda ** pada kasus yang bersangkutan.
• Responden 19, 20, 23 termasuk grup responden daerah berkembang (kode 2).
Pada bagian Predict Group, ternyata angka adalah 1. Berarti prediksi posisi
responden 1, 4, 5, 6, 13 model diskriminan tidakk tepat, yaitu tidak sesuai
kenyataan (actual). Maka harusnya responden 1, 4, 5, 6, 13 tergolong ke kategori
1 yaitu daerah tertinggal. Ketidakserasian (misclassified) antara actual dan predict
group ditunjukkan dengan tanda ** pada kasus yang bersangkutan.
• Responden 22 termasuk grup responden daerah tertinggal (kode 1). Pada bagian
Predict Group, ternyata angka adalah 3. Berarti prediksi posisi responden 22
model diskriminan tidak tepat, yaitu tidak sesuai kenyataan (actual). Maka
harusnya responden 22 tergolong ke kategori 3 yaitu daerah maju.
Ketidakserasian (misclassified) antara actual dan predict group ditunjukkan
dengan tanda ** pada kasus yang bersangkutan.
Analysis 1
Stepwise Statistics
18
19. Variables Entered/Removeda,b,c,d
Step
Wilks' Lambda
Exact F
Entered Statistic df1 df2 df3 Statistic df1 df2 Sig.
1 SDA .586 1 2 32.000 11.319 2 32.000 .000
2 Pendidikan .458 2 2 32.000 7.406 4 62.000 .000
3 Bank .363 3 2 32.000 6.603 6 60.000 .000
At each step, the variable that minimizes the overall Wilks' Lambda is entered.
a. Maximum number of steps is 12.
b. Minimum partial F to enter is 3.84.
c. Maximum partial F to remove is 2.71.
d. F level, tolerance, or VIN insufficient for further computation.
Tabel tersebut menunjukkan variabel yang dimasukkan dalam tiap tahap. Ada 3
tahapan, maka ada 3 variabel yang masuk model yaitu variabel SDA, Pendidikan, dan
ketersediaan bank. Variabel yang masuk model adalah variabel yang mempunyai pengaruh
bermakna pada klasifikasi daerah dan tidak menyebabkan nilai F tidak signifikan. Variabel
SDA memiliki nilai Sig 0,000 < 0,05 dengan tingkat kepercayaan df1 adalah 2 yang bernilai
2,920, maka berarti variabel SDA memiliki tingkat kepercayaan sebesar 2,920 pada t tabel.
Kemudian untuk variabel Pendidikan memiliki tingkat kepercayaan sebesar 2,312 pada
tabel, sedangkan variabel Bank memiliki tingkat kepercayaan sebesar 1,943 pada t tabel.
Variables in the Analysis
Step Tolerance F to Remove Wilks' Lambda
1 SDA 1.000 11.319
2 SDA .942 6.401 .647
Pendidikan .942 4.325 .586
3 SDA .937 5.388 .493
Pendidikan .942 3.944 .458
Bank .994 3.934 .458
Tabel diatas menunjukkan variabel yang tetap tinggal di dalam model, yaitu ada 3 variabel.
19
20. Variables Not in the Analysis
Step Tolerance Min. Tolerance F to Enter Wilks' Lambda
0 SDA 1.000 1.000 11.319 .586
Pendidikan 1.000 1.000 8.730 .647
Pasar_swalayan 1.000 1.000 1.544 .912
Bank 1.000 1.000 6.152 .722
PDRB 1.000 1.000 .359 .978
Income 1.000 1.000 1.941 .892
1 Pendidikan .942 .942 4.325 .458
Pasar_swalayan .965 .965 2.105 .516
Bank .994 .994 4.315 .458
PDRB .999 .999 .321 .574
Income .997 .997 1.009 .550
2 Pasar_swalayan .804 .785 3.174 .378
Bank .994 .937 3.934 .363
PDRB .955 .900 .015 .457
Income .996 .938 .848 .433
3 Pasar_swalayan .787 .781 3.365 .294
PDRB .815 .815 .394 .353
Income .964 .931 .490 .351
Tabel di atas menunjukkan variabel yang keluar dari dalam model dalam tiap tahap,
sampai tahap 3 hanya ada 3 variabel yaitu Pasar swalayan, PDRB dan income
Wilks' Lambda
Step
Number of
Variables Lambda df1 df2 df3
Exact F
Statistic df1 df2 Sig.
1 1 .586 1 2 32 11.319 2 32.000 .000
2 2 .458 2 2 32 7.406 4 62.000 .000
3 3 .363 3 2 32 6.603 6 60.000 .000
Tabel di atas memperlihatkan bahwa perubahan nilai lambda dan nilai uji F dalam tiap
tahap. sampai tahap nilai Sig tetap < 0,05 maka sampai tahap 3 variabel bebas masuk
semua model. Angka signifikansi untuk 3 variabel sebesar 0,000 dengan nilai F 11.319.
20
21. karena nilai signifikansi 0,000 ( <0,05) maka variabel masing-masing kelompok mempunyai
perbedaan yang signifikan.
Summary of Canonical Discriminant Functions
Eigenvalues
Function Eigenvalue % of Variance Cumulative %
Canonical
Correlation
1 1.387a
90.0 90.0 .762
2 .155a
10.0 100.0 .366
a. First 2 canonical discriminant functions were used in the analysis.
Pada tabel Eigenvalues terdapat nilai canonical correlation. Nilai canonical correlation
digunakan untuk mengukur derajat hubungan antara hasil diskriminan atau besarnya
variabilitas yang mampu diteragkan oleh variabel independen terhadap variabel dependen.
Dari tabel di atas diperoleh nilai canonical correlation sebesar 0, 762 bila di kuadratkan
( 0,762 x 0,762)= 0.580644, artinya 58 % varians dari variabel independen (kelompok) dapat
dijelaskan dari model diskriminan yang terbentuk. Nilai koreksi kanonikal menunjukkan
hubungan antara nilai diskriminan dengan kelompok. Nilai sebesar 0,762 berarti
hubungannya sangat tinggi karena mendekati angka 1 (besarnya korelasi antara 0-1)
Wilks' Lambda
Test of
Function(s) Wilks' Lambda Chi-square Df Sig.
1 through 2 .363 31.435 6 .000
2 .866 4.463 2 .107
Tabel di atas menunjukkan perubahan nilai lambda dan nilai uji F dalam tiap tahap .
Sampai tahap nilai Sig tetap < 0,05 maka sampai tahap 3 variabel bebas masuk semua
model. Angka signifikansi untuk 3 variabel sebesar 0,000 dengan nilai F 11.319. karena nilai
signifikansi 0,000 ( <0,05) maka variabel masing-masing kelompok mempunyai perbedaan
yang signifikan. Kemudian pada baris kedua nilai Sig nya adalah 0,107 yang berarti tidak
memiliki perbedaan yang signifikan.
21
22. Standardized Canonical Discriminant
Function Coefficients
Function
1 2
SDA -.653 .507
Pendidikan .422 .935
Bank .579 -.325
Tabel di atas untuk membentuk fungsi diskriminan. Persamaan ini nantinya dapat
digunakan untuk mengetahui apakah Kabupaten di Provinsi Jawa Tengah masuk dalam
kategori tertinggal, berkembang maupun maju. Fungsi diskriminannya adalah sebagai
berikut:
1. Z score = - 0.653 SDA+ 0.422 Pendidikan + 0.579 Bank
2. Z score = 0.507SDA + 0.935 Pendidikan – 0.325 Bank
Structure Matrix
Function
1 2
SDA -.709*
.256
Bank .516*
-.311
Pasar_swalayana
.370*
.275
PDRBa
.282*
.077
Incomea
.135*
-.094
Pendidikan .564 .822*
Pooled within-groups correlations between
discriminating variables and standardized canonical
discriminant functions
Variables ordered by absolute size of correlation
within function.
*. Largest absolute correlation between each
variable and any discriminant function
a. This variable not used in the analysis.
22
23. Functions at Group Centroids
Klasifikasi
Function
1 2
Tertinggal -.520 -.209
Berkembang -.480 .811
Maju 2.476 -.011
Unstandardized canonical discriminant
functions evaluated at group means
Group Centroid merupakan rata-rata nilai diskriminan dari tiap-tiap observasi di dalam
masing-masing kelompok. Group Centroid untuk klasifikasi daerah tertinggal adalah sebesar
-0.520, sedangkan untuk kelompok berkembang adalah sebesar -0.480. serta untuk
klasifikasi daerah maju adalah 2.476. Ini berarti bahwa secara rata - rata skor diskriminal
ketiga kelompok berbeda cukup besar. Sehingga fungsi diskriminan yang diperoleh dapat
membedakan secara baik kelompok yang ada.
Classification Processing Summary
Processed 35
Excluded Missing or out-of-range group
codes
0
At least one missing
discriminating variable
0
Used in Output 35
Tabel ini menyatakan ada 35 data yang diikutkan dalam analisis dan dari kesemuanya tidak
ada data yang missing.
Prior Probabilities for Groups
Klasifikasi Prior
Cases Used in Analysis
Unweighted Weighted
Tertinggal .333 23 23.000
Berkembang .333 6 6.000
Maju .333 6 6.000
Total 1.000 35 35.000
23
24. Classification Function Coefficients
Klasifikasi
Tertinggal Berkembang Maju
SDA 1.530 1.749 .702
Pendidikan 3.657 5.100 5.813
Bank .082 .048 .270
(Constant) -8.384 -11.607 -11.431
Fisher's linear discriminant functions
Fungsi diskriminan fisher pada prinsipnya membuat semacam persamaan regresi
dengan pembagian berdasarkan kode group yang dipilih dan digunakan nantinya. Berikut
adalah keterangannya :
1. Untuk klasifikasi kabupaten tertinggal fungsinya adalah berikut:
Z score = 1.530 tertinggal +3.657 berkembang + 0.082 Bank -8.384
2. Untuk klasifikasi kabupaten berkembang fungsinya adalah berikut:
Z score = 1.749 tertinggal + 5.100 berkembang + 0.048 Bank – 11. 607
3. Untuk klasifikasi kabupaten maju fungsinya sebagai berikut:
Z score = 0.702 tertinggal + 5.813 berkembang + 0.270 Bank – 11.431
24
26. Tabel ini berisi rincian tiap kasus, penempatannya dalam model diskriminan, serta perbandingan apakah penempatan ( predict ) telah sesuai
dengan kenyataan.
• Responden 1 termasuk pada group responden daerah tertinggal ( kode 1 ). Hal ini ditampakkan pada bagian actual Group di tabel Case
Wise statistics. Pada bagian Predict Group, terlihat angka 1 juga. Berarti prediksi responden 1 dengan model diskriminan telah tepat,
yaitu sesuai kenyataan (actual). Begitu juga untuk keserasian data yang lain.
• Responden 4 dan 5 termasuk grup responden daerah tertinggal ( kode 1 ). Pada bagian Predict Group, ternyata angka adalah 2. Berarti
prediksi posisi responden 4 dan 5 model diskriminan tidakk tepat, yaitu tidak sesuai kenyataan (actual). Maka harusnya responden 4
dan 5 tergolong ke kategori 2 yaitu daerah berkembang. Ketidakserasian (misclassified) antara actual dan predict group ditunjukkan
dengan tanda ** pada kasus yang bersangkutan.
Ketidakserasian juga terjadi : pada responden nomor 13 yang harusnya tergolong dalam kategori berkembang (kode 2), responden 19 yang
harusnya masuk ke dalam kategori 1 yautu tertinggal, responden 20 yang harusnya tergolong kategori tertinggal (kode 1), responden 22 yang
harusnya ke dalam kategori maju (kode 3) dan responden 23 yang harusnya masuk dalam kategori tertinggal (kode 1). Demikian seterusnya
untuk data yang lain, dengan memperhatikan tanda ** untuk mengetahui terjadinya misclassified dari model dalam memprediksi
pengelompokkan data.
26
27. V. KESIMPULAN
Analisis #1
• Responden 2 termasuk pada group responden daerah tertinggal. Hal ini
ditampakkan pada bagian actual Group di tabel Case Wise statistics.
• Responden 1, 4, 5, 6, 13, termasuk grup responden daerah tertinggal.
• Responden 19, 20, 23 termasuk grup responden daerah berkembang
• Responden 22 termasuk grup responden daerah tertinggal.
Analsis #2
• Responden 1 termasuk pada group responden daerah tertinggal ( kode 1 ). Hal ini
ditampakkan pada bagian actual Group di tabel Case Wise statistics. Pada bagian
Predict Group, terlihat angka 1 juga. Berarti prediksi responden 1 dengan model
diskriminan telah tepat, yaitu sesuai kenyataan (actual). Begitu juga untuk
keserasian data yang lain.
• Responden 4 dan 5 termasuk grup responden daerah tertinggal ( kode 1 ). Pada
bagian Predict Group, ternyata angka adalah 2. Berarti prediksi posisi responden
4 dan 5 model diskriminan tidakk tepat, yaitu tidak sesuai kenyataan (actual).
Maka harusnya responden 4 dan 5 tergolong ke kategori 2 yaitu daerah
berkembang. Ketidakserasian (misclassified) antara actual dan predict group
ditunjukkan dengan tanda ** pada kasus yang bersangkutan.
VI. DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, Anwar. “Analisis Diskriminan” dalam www.statistikan.com Diunduh pada 1
April 2015
Moeleong, Lexy J. 2008. “Metodologi Penelitian Kualitatif”. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya dalam www.scribd.com Diunduh pada 1 April 2015
___. 2011. “Prosedur Penggunaan SPSS,” dalam www.scribd.com Diunduh pada
pada 1 April 2015