1. Amanah dan kepemimpinan ;
Amanah
Padahal Allah subhanahu wa
ta’ala berfirman:
واُّد
َ
ؤ
ُ
ت ْ
ن
َ
أ ْم
ُ
كُر ُم
ْ
أَي َ َّ
اَّلل َّ
نِإ
ْمُت ْم
َ
ك َح ا
َ
ذِإَواَهِل ْه
َ
أ ى
َ
لِإ ِ
ات
َ
ان َم
َ
أل
ْ
ا
ِ
ل ْدَع
ْ
الِب وا ُم
ُ
ك ْح
َ
ت ْ
ن
َ
أ ِ
اسَّالن َ
نْيَب
Sungguh Allah menyuruh kalian
memberikan amanah kepada
orang yang berhak menerimanya,
juga (menyuruh kalian) jika
menetapkan hukum di antara
manusia agar kalian berlaku
adil (TQS an-Nisa’ [4]: 58).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam telah memperingatkan
umatnya agar hati-hati terhadap
akibatnya:
2. َّنِإ
ِةَرا َمِاإل ى
َ
لَع
َ
نوُصِر ْحَت َ
س ْم
ُ
ك
َمْ
وَي
ً
ةَر ْ
س َحَو
ً
ة َام َد
َ
ن ُير ِ
صَت َ
سَ
و
ِة َامَيِق
ْ
ال
Sungguh kalian akan berambisi
terhadap kepemimpinan
(kekuasaan), sementara
kepemimpinan (kekuasaan) itu
akan menjadi penyesalan dan
kerugian pada Hari Kiamat
kelak (HR al-Bukhari, an-Nasa’i
dan Ahmad).
Karena itulah Rasul shallallahu
‘alaihi wa sallam memberikan
contoh dengan tidak
memberikan kekuasaan atau
jabatan kepada orang yang
meminta kekuasaan atau
jabatan tersebut. Beliau pernah
bersabda:
3. َ
ل ِ
َّ
اَّللَواَّنِإ
ا
َ
ذ َه ى
َ
لَع ىِل َ
و
ُ
ن
ا ًد َح
َ
أ
َ
لَو ُه
َ
ل
َ
أ َ
س ا ًد َح
َ
أ ِ
ل َمَع
ْ
ال
ِهْي
َ
لَع َ
صَر َح
Kami, demi Allah, tidak akan
mengangkat atas tugas ini
seorang pun yang memintanya
dan yang berambisi
terhadapnya (HR Muslim).
Dalam redaksi lain dinyatakan:
ْ
ن َماَنِل َمَع ى
َ
لَع ُلِمْعَت ْ
س
َ
ن
َ
ل
ُهَادَر
َ
أ
Kami tidak akan mengangkat—
atas tugas kami—orang yang
menginginkannya (HR al-
Bukhari dan Muslim).
4. Abu Bakar ath-Tharthusi
dalam Sirâj al-
Muluk menjelaskan, “Rahasia di
balik semua ini adalah bahwa
kekuasaan (jabatan) adalah
amanah…Berambisi atas amanah
adalah salah satu bukti dari sikap
khianat…Jika seseorang yang
khianat diberi amanah maka itu
seperti meminta serigala untuk
menggembalakan domba.”
penguasa khianat diancam oleh
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam, antara lain melalui
sabdanya:
،
ً
ةَّيِعَر ُهللا ِيهِعْر
َ
ت ْ
سَي ٍدْبَع ْ
نِما َم
َ
و ُ
وت ُمَي َمْ
وَي ُ
وت ُمَي
ٌّ
اش
َ
غ َو ُه
ِهْي
َ
لَع ُهللا َمَّر َح
َّ
لِإ ، ِهِتَّيِعَرِل
َ
ةَّن َج
ْ
ال
5. Tidaklah seorang hamba—yang
Allah beri wewenang untuk
mengatur rakyat—mati pada hari
dia mati, sementara dia dalam
kondisi menipu rakyatnya,
melainkan Allah mengharamkan
surga bagi dirinya (HR al-
Bukhari).
Rasulullah saw. bersabda,
اَيهِنا
َ
ثَ
و،ة َالم َم ِةَرا َمِاإل ُلَّ
و
َ
أ
ِ
َّ
اَّلل َ
نِماب
َ
ذَع اَهُثِال
َ
ثَ
و،ة َام َد
َ
ن
َم ِ
حَر ْ
ن َم لِإ ، ِة َامَيِق
ْ
ال َمْ
وَي
َل َدَعَ
و
“Kepemimpinan itu awalnya
cacian, kedua penyesalan, dan
ketiga azab dari Allah pada hari
kiamat nanti; kecuali orang yang
memimpin dengan kasih sayang
dan adil.” (HR Ath-Thabarani).
[MNews/Rgl]
6. Kiai, apa sebenarnya cita-cita
politik umat Islam?
Cita-cita politik umat Islam itu
intinya ada dua hal yang tidak
dapat dipisahkan:
• Pertama, mewujudkan
pemimpin yang
baik. Pemimpin yang baik
itu yang dimaksud adalah
Khalifah, atau Imam, yaitu
pemimpin tertinggi dalam
Negara Khilafah.
• Kedua, mewujudkan sistem
kehidupan yang baik.
Adapun sistem kehidupan
yang baik maksudnya
adalah segala peraturan
hidup berupa syariah Islam
yang mengatur seluruh
aspek kehidupan tanpa
kecuali, seperti sistem
pemerintahan, sistem
ekonomi, sistem
7. pendidikan, sistem
pergaulan, politik luar
negeri, dan sebagainya.
Sistem kehidupan Islam ini
tidak mungkin ada, kecuali
dalam Negara Khilafah.
Dan para ulama telah merinci
bahwa ada kriteria atau syarat
pemimpin yang baik yaitu :
8. 1. Muslim,
2. Laki-laki,
3. Berakal,
4. Baligh ( dewasa ),
5. Merdeka (bukan
budak),
6. Adil, dan
7. Mampu
Itulah 7 kriteria yang harus dimiliki oleh calon pemimpin yang
wajib memenuhi ke-7 syarat tersebut.
Dasar-dasar Kepemimpinan
• Pertama, tidak mengambil orang kafir atau orang yang tidak
beriman sebagai pemimpin bagi orang-orang muslim karena
bagaimanapun akan mempengaruhi kualitas keberagamaan
rakyat yang dipimpinnya, sebagaimana firman Allah dalam Al-
Qur’an; Surat An-Nisaa: 144 :
اَي
اَهُّي
َ
أ
َ
ين ِذ
َّ
ال
واُن َآم
َ
ل
وا
ُ
ذ ِ
خَّت
َ
ت
ِرِفا
َ
ك
ْ
ال
َ
ين
َاءَيِلْو
َ
أ
ْ
نِم
ِ
نوُد
َ
ينِنِم
ْ
ؤ
ُ ْ
اْل
َ
نو ُيدِر
ُ
ت
َ
أ
ْ
ن
َ
أ
وا
ُ
لَع ْج
َ
ت
ِ
َّ
ِ
َّلل
ْم
ُ
كْي
َ
لَع
اًان
َ
ط
ْ
ل ُ
س
اًينِب ُم
[
النساء
/
144
]
• Kedua, tidak mengangkat pemimpin dari orang-orang yang
mempermainkan Agama Islam, sebagaimana firman Allah dalam
Surat Al-Maidah: 57.
اَي
اَهُّي
َ
أ
َ
ين ِذ
َّ
ال
واُن َآم
َ
ل
وا
ُ
ذ ِ
خَّت
َ
ت
َ
ين ِذ
َّ
ال
وا
ُ
ذ
َ
خَّات
ْم
ُ
كَين ِد
ا ًوُز ُه
اًبِع
َ
لَو
َ
نِم
َ
ين ِذ
َّ
ال
وا
ُ
وت
ُ
أ
َ
ابَت ِك
ْ
ال
ْ
نِم
ْم
ُ
كِلْب
َ
ق
َار َّف
ُ
ك
ْ
الَو
َاءَيِلْو
َ
أ
وا ُقَّاتَو
َ َّ
اَّلل
ْ
نِإ
ْمُتْن
ُ
ك
َ
ينِنِم
ْ
ؤ ُم
[
اْلائدة
/
57
]
• Ketiga, pemimpin harus mempunyai keahlian di bidangnya,
pemberian tugas atau wewenang kepada yang tidak berkompeten
akan mengakibatkan rusaknya pekerjaan bahkan organisasi yang
menaunginya. Sebagaimana Sabda Rasulullah sa. “Apabila suatu
9. urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah
masa kehancurannya”. (HR Bukhori dan Muslim).
• Keempat, pemimpin harus bisa diterima (acceptable), mencintai
dan dicintai umatnya, mendoakan dan didoakan oleh umatnya.
Sebagaimana Sabda Rasulullah saw. “Sebaik-baiknya pemimpin
adalah mereka yang kamu cintai dan mencintai kamu, kamu
berdoa untuk mereka dan mereka berdoa untuk kamu. Seburuk-
buruk pemimpin adalah mereka yang kamu benci dan mereka
membenci kamu, kamu melaknati mereka dan mereka melaknati
kamu.” (HR Muslim).
• Kelima, pemimpin harus mengutamakan, membela dan
mendahulukan kepentingan umat, menegakkan keadilan,
melaksanakan syari’at, berjuang menghilangkan segala bentuk
kemunkaran, kekufuran, kekacauan, dan fitnah, sebagaimana
Firman Allah SWT. Dalam Alquran, Surat Al-Maidah: 8. Keenam,
pemimpin harus memiliki bayangan sifat-sifat Allah swt yang
terkumpul dalam Asmaul Husna dan sifat-sifat Rasul-rasul-Nya.