SlideShare a Scribd company logo
1 of 11
Download to read offline
PENYAKIT ALZHEIMER


                           Dr ISKANDAR JAPARDI
                            Fakultas Kedokteran
                                Bagian Bedah
                         Universitas Sumatera Utara




   I.    PENDAHULUAN


              Penyakit alzheimer ditemukan pertama kali pada tahun 1907 oleh
   seorang ahli Psikiatri dan neuropatologi yang bernama Alois Alzheimer. Ia
   mengobservasi seorang wanita berumur 51 tahun, yang mengalami gangguan
   intelektual dan memori serta tidak mengetahui kembali ketempat tinggalnya,
   sedangkan wanita itu tidak mengalami gangguan anggota gerak,koordinasi dan
   reflek. Pada autopsi tampak bagian otak mengalami atropi yang difus dan
   simetri, dan secara nikroskopik tampak bagian kortikal otak mengalami neuritis
   plaque dan degenerasi neurofibrillary.
              Secara epidemiologi dengan semakin meningkatnya usia harapan
   hidup pada berbagai populasi, maka jumlah orang berusia lanjut akan semakin
   meningkat. Dilain pihak akan menimbulkan masalah serius dalam bidang sosial
   ekonomi dan kesehatan, sehingga aka semakin banyak yang berkonsultasi
   dengan seorang neurolog karena orang tua tersebut yang tadinya sehat, akan
   mulai kehilangan kemampuannya secara efektif sebagai pekerja atau sebagai
   anggota keluarga. Hal ini menunjukkan munculnya penyakit degeneratif otak,
   tumor, multiple stroke, subdural hematoma atau penyakit depresi, yang
   merupakan penyebab utama demensia.
              Istilah demensia digunakan untuk menggambarkan sindroma klinis
   dengan gejala menurunnya daya ingat dan hilangnya fungsi intelek lainnya.
   Defenisi demensia menurut Unit Neurobehavior pada Boston Veterans
   Administration Medical Center (BVAMC) adalah kelainan fungsi intelek yang
   didapat dan bersifat menetap, dengan adanya gangguan paling sedikit 3 dari 5
   komponen fungsi luhur yaitu gangguan bahasa, memori, visuospasial, emosi dan
   kognisi.
              Penyebab pertama penderita demensia adalah penyakit alzheimer (50-
   60%) dan kedua oleh cerebrovaskuler (20%). Diperkirakan penderita demensia
   terutama penderita alzheimer pada abad terakhir ini semakin meningkat jumlah
   kasusnya sehingga akan mungkin menjadi epidemi seperti di Amerika dengan
   insidensi demensia 187 populasi /100.000/tahun dan penderita alzheimer
   123/100.000/tahun serta penyebab kematian keempat atau kelima



   II.   INSIDENSI

             Penyakit alzheimer merupakan penyakit neurodegeneratif yang secara
   epidemiologi terbagi 2 kelompok yaitu kelompok yang menderita pada usia
   kurang 58 tahun disebut sebagai early onset sedangkan kelompok yang
   menderita pada usia lebih dari 58 tahun disebut sebagai late onset.



2002 digitized by USU digital library                                         1
Penyakit alzheimer dapat timbul pada semua umur, 96% kasus
   dijumpai setelah berusia 40 tahun keatas. Schoenburg dan Coleangus (1987)
   melaporkan insidensi berdasarkan umur: 4,4/1000.000 pada usia 30-50 tahun,
   95,8/100.000 pada usia > 80 tahun. Angka prevalensi penyakit ini per 100.000
   populasi sekitar 300 pada kelompok usia 60-69 tahun, 3200 pada kelompok usia
   70-79 tahun, dan 10.800 pada usia 80 tahun. Diperkirakan pada tahun 2000
   terdapat 2 juta penduduk penderita penyakit alzheimer. Sedangkan di Indonesia
   diperkirakan jumlah usia lanjt berkisar, 18,5 juta orang dengan angka insidensi
   dan prevalensi penyakit alzheimer belum diketahui dengan pasti.
              Berdasarkan jenis kelamin, prevalensi wanita lebih banyak tiga kali
   dibandingkan laki-laki. Hal ini mungkin refleksi dari usia harapan hidup wanita
   lebih lama dibandingkan laki-laki. Dari beberapa penelitian tidak ada perbedaan
   terhadap jenis kelamin.




   III.     ETIOLOGI

              Penyebab yang pasti belum diketahui. Beberapa alternatif penyebab
   yang telah dihipotesa adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas, infeksi
   virus, polusi udara/industri, trauma, neurotransmiter, defisit formasi sel-sel
   filament, presdiposisi heriditer. Dasar kelainan patologi penyakit alzheimer terdiri
   dari degenerasi neuronal, kematian daerah spesifik jaringan otak yang
   mengakibatkan gangguan fungsi kognitif dengan penurunan daya ingat secara
   progresif.
              Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat
   berperan dalam kematian selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut
   mengalami degenerasi yang diakibatkan oleh adanya peningkatan calsium
   intraseluler, kegagalan metabolisme energi, adanya formasi radikal bebas atau
   terdapatnya produksi protein abnormal yang non spesifik.
              Penyakit alzheimer adalah penyakit genetika, tetapi beberapa
   penelitian telah membuktikan bahwa peran faktor genetika, tetapi beberapa
   penelitian telah membuktikan bahwa peran faktor non-genetika (lingkungan)
   juga ikut terlibat, dimana faktor lingkungan hanya sebagai pencetus faktor
   genetika.




   IV.      Patogenesa

                Sejumlah patogenesa penyakit alzheimer yaitu:
         1. Faktor genetik
                Beberapa peneliti mengungkapkan 50% prevalensi kasus alzheimer ini
            diturunkan melalui gen autosomal dominant. Individu keturunan garis
            pertama pada keluarga penderita alzheimer mempunyai resiko menderita
            demensia 6 kali lebih besar dibandingkan kelompok kontrol normal
                Pemeriksaan genetika DNA pada penderita alzheimer dengan familial
            early onset terdapat kelainan lokus pada kromosom 21 diregio proximal
            log arm, sedangkan pada familial late onset didapatkan kelainan lokus
            pada kromosom 19. Begitu pula pada penderita down syndrome
            mempunyai kelainan gen kromosom 21, setelah berumur 40 tahun


2002 digitized by USU digital library                                               2
terdapat neurofibrillary tangles (NFT), senile plaque dan penurunan
           Marker kolinergik pada jaringan otaknya yang menggambarkan kelainan
           histopatologi pada penderita alzheimer.
               Hasil penelitian penyakit alzheimer terhadap anak kembar
           menunjukkan 40-50% adalah monozygote dan 50% adalah dizygote.
           Keadaan ini mendukung bahwa faktor genetik berperan dalam penyaki
           alzheimer. Pada sporadik non familial (50-70%), beberapa penderitanya
           ditemukan kelainan lokus kromosom 6, keadaan ini menunjukkan bahwa
           kemungkinan faktor lingkungan menentukan ekspresi genetika pada
           alzheimer.
      2.   Faktor infeksi
               Ada hipotesa menunjukkan penyebab infeksi virus pada keluarga
           penderita alzheimer yang dilakukan secara immuno blot analisis, ternyata
           diketemukan adanya antibodi reaktif. Infeksi virus tersebut menyebabkan
           infeksi pada susunan saraf pusat yang bersipat lambat, kronik dan remisi.
           Beberapa penyakit infeksi seperti Creutzfeldt-Jacob disease dan kuru,
           diduga berhubungan dengan penyakit alzheimer.
               Hipotesa tersebut mempunyai beberapa persamaan antara lain:
           a. manifestasi klinik yang sama
           b. Tidak adanya respon imun yang spesifik
           c. Adanya plak amyloid pada susunan saraf pusat
           d. Timbulnya gejala mioklonus
           e. Adanya gambaran spongioform
      3.   Faktor lingkungan
               Ekmann (1988), mengatakan bahwa faktor lingkungan juga dapat
           berperan dalam patogenesa penyakit alzheimer. Faktor lingkungan antar
           alain, aluminium, silicon, mercury, zinc. Aluminium merupakan
           neurotoksik potensial pada susunan saraf pusat yang ditemukan
           neurofibrillary tangles (NFT) dan senile plaque (SPINALIS). Hal tersebut
           diatas belum dapat dijelaskan secara pasti, apakah keberadaan aluminum
           adalah penyebab degenerasi neurosal primer atau sesuatu hal yang
           tumpang tindih. Pada penderita alzheimer, juga ditemukan keadan ketidak
           seimbangan merkuri, nitrogen, fosfor, sodium, dengan patogenesa yang
           belum jelas.
               Ada dugaan bahwa asam amino glutamat akan menyebabkan
           depolarisasi melalui reseptor N-methy D-aspartat sehingga kalsium akan
           masuk ke intraseluler (Cairan-influks) danmenyebabkan kerusakan
           metabolisma energi seluler dengan akibat kerusakan dan kematian
           neuron.
      4.   Faktor imunologis
               Behan dan Felman (1970) melaporkan 60% pasien yang menderita
           alzheimer didapatkan kelainan serum protein seperti penurunan albumin
           dan peningkatan alpha protein, anti trypsin alphamarcoglobuli dan
           haptoglobuli.
               Heyman (1984), melaporkan terdapat hubungan bermakna dan
           meningkat dari penderita alzheimer dengan penderita tiroid. Tiroid
           Hashimoto merupakan penyakit inflamasi kronik yang sering didapatkan
           pada wanita muda karena peranan faktor immunitas
      5.   Faktor trauma
               Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan penyakit
           alzheimer dengan trauma kepala. Hal ini dihubungkan dengan petinju
           yang menderita demensia pugilistik, dimana pada otopsinya ditemukan
           banyak neurofibrillary tangles.


2002 digitized by USU digital library                                            3
6. Faktor neurotransmiter
            Perubahan neurotransmitter pada jaringan otak penderita alzheimer
         mempunyai peranan yang sangat penting seperti:
         a. Asetilkolin
            Barties et al (1982) mengadakan penelitian terhadap aktivitas spesifik
            neurotransmiter dgncara biopsi sterotaktik dan otopsi jaringan otak
            pada penderita alzheimer didapatkan penurunan aktivitas kolinasetil
            transferase, asetikolinesterase dan transport kolin serta penurunan
            biosintesa asetilkolin. Adanya defisit presinaptik dan postsynaptik
            kolinergik ini bersifat simetris pada korteks frontalis, temporallis
            superior, nukleus basalis, hipokampus.
            Kelainan neurottansmiter asetilkoline merupakan kelainan yang selalu
            ada dibandingkan jenis neurottansmiter lainnyapd penyakit alzheimer,
            dimana pada jaringan otak/biopsinya selalu didapatkan kehilangan
            cholinergik Marker. Pada penelitian dengan pemberian scopolamin
            pada orang normal, akan menyebabkan berkurang atau hilangnya
            daya ingat. Hal ini sangat mendukung hipotesa kolinergik sebagai
            patogenesa penyakit alzheimer
         b. Noradrenalin
            Kadar metabolisma norepinefrin dan dopimin didapatkan menurun
            pada jaringan otak penderita alzheimer. Hilangnya neuron bagian
            dorsal lokus seruleus yang merupakan tempat yang utama
            noradrenalin pada korteks serebri, berkorelasi dengan defisit kortikal
            noradrenergik.
            Bowen et al(1988), melaporkan hasil biopsi dan otopsi jaringan otak
            penderita alzheimer menunjukkan adanya defisit noradrenalin pada
            presinaptik neokorteks. Palmer et al(1987), Reinikanen (1988),
            melaporkan konsentrasi noradrenalin menurun baik pada post dan
            ante-mortem penderita alzheimer.
         c. Dopamin
            Sparks et al (1988), melakukan pengukuran terhadap aktivitas
            neurottansmiter regio hipothalamus, dimana tidak adanya gangguan
            perubahan aktivitas dopamin pada penderita alzheimer. Hasil ini masih
            kontroversial, kemungkinan disebabkan karena potongan histopatologi
            regio hipothalamus setia penelitian berbeda-beda.
         d. Serotonin
            Didapatkan penurunan kadar serotonin dan hasil metabolisme 5
            hidroxi-indolacetil acid pada biopsi korteks serebri penderita alzheimer.
            Penurunan juga didapatkan pada nukleus basalis dari meynert.
            Penurunan serotonin pada subregio hipotalamus sangat bervariasi,
            pengurangan maksimal pada anterior hipotalamus sedangkan pada
            posterior peraventrikuler hipotalamus berkurang sangat minimal.
            Perubahan kortikal serotonergik ini berhubungan dengan hilangnya
            neuron-neuron dan diisi oleh formasi NFT pada nukleus rephe dorsalis
         e. MAO (Monoamine Oksidase)
            Enzim mitokondria MAO akan mengoksidasi transmitter mono amine.
            Aktivitas normal MAO terbagi 2 kelompok yaitu MAO A untuk
            deaminasi serotonin, norepineprin dan sebagian kecil dopamin,
            sedangkan MAO B untuk deaminasi terutama dopamin. Pada penderita
            alzheimer, didapatkan peningkatan MAO A pada hipothalamus dan
            frontais sedangkan MAO B meningkat pada daerah temporal
            danmenurun pada nukleus basalis dari meynert.



2002 digitized by USU digital library                                             4
V.       GEJALA KLNIK

             Awitan dari perubahan mental penderita alzheimer sangat perlahan-
   lahan, sehingga pasien dan keluarganya tidak mengetahui secara pasti kapan
   penyakit ini mulai muncul. Terdapat beberapa stadium perkembangan penyakit
   alzheimer yaitu:

   o     Stadium I (lama penyakit 1-3 tahun)
         o Memory              : new learning defective, remote recall mildly impaired
         o Visuospatial skills : topographic disorientation, poor complex contructions
         o Language            : poor woordlist generation, anomia
         o Personality                 : indifference,occasional irritability
         o Psychiatry feature          : sadness, or delution in some
         o Motor system        : normal
         o EEG                 : normal
         o CT/MRI              : normal
         o PET/SPECT           : bilateral posterior hypometabolism/hyperfusion

   o     Stadium II (lama penyakit 3-10 tahun)
         o Memory              : recent and remote recall more severely impaired
         o Visuospatial skills : spatial disorientation, poor contructions
         o Language            : fluent aphasia
         o Calculation         : acalculation
         o Personality                 : indifference, irritability
         o Psychiatry feature          : delution in some
         o Motor system        : restlessness, pacing
         o EEG                 : slow background rhythm
         o CT/MRI              : normal or ventricular and sulcal enlargeent
         o PET/SPECT           :         bilateral        parietal      and      frontal
            hypometabolism/hyperfusion

   o     Stadium III (lama penyakit 8-12 tahun)
         o Intelectual function : severely deteriorated
         o Motor system       : limb rigidity and flexion poeture
         o Sphincter control : urinary and fecal
         o EEG                : diffusely slow
         o CT/MRI             : ventricular and sulcal enlargeent
         o PET/SPECT          :        bilateral        parietal      and        frontal
               hypometabolism/hyperfusion



   VI.      KRITERIA DIAGNOSA

         Terdapat beberapa kriteria untukdiagnosa klinis penyakit alzheimer yaitu:
   1. Kriteria diagnosis tersangka penyakit alzheimer terdiri dari:
      o Demensia ditegakkan dengan pemeriksaan klinik dan pemeriksaan status
         mini mental atau beberapa pemeriksaan serupa, serta dikonfirmasikan
         dengan test neuropsikologik
      o Didapatkan gangguan defisit fungsi kognisi >2
      o Tidak ada gangguan tingkat kesadaran
      o Awitan antara umur 40-90 tahun, atau sering >65 tahun
      o Tidak ada kelainan sistematik atau penyakit otak lainnya


2002 digitized by USU digital library                                                5
2. Diagnosis tersangka penyakit alzheimer ditunjang oleh:
      o Perburukan progresif fungsi kognisi spesifik seperti berbahasa,
         ketrampilan motorik, dan persepsi
      o ADL terganggu dan perubahan pola tingkah laku
      o Adanya riwayat keluarga, khususnya kalau dikonfirmasikan dengan
         neuropatologi
      o Pada gambaran EEG memberikan gambaran normal atau perubahan non
         spesifik seperti peningkatan aktivitas gelombang lambat
      o Pada pemeriksaan CT Scan didapatkan atropu serebri

   3. Gambaran       lain tersangka diagnosa penyakit alzheimer setelah
      dikeluarkan penyebab demensia lainnya terdiri dari:
      o Gejala yang berhubungan dengan depresi, insomnia, inkontinentia, delusi,
         halusinasi, emosi, kelainan seksual, berat badan menurun
      o Kelainan neurologi lain pada beberapa pasien, khususnya penyakit pada
         stadium lanjut dan termasuk tanda-tanda motorik seperti peningkatan
         tonus otot, mioklonus atau gangguan berjalan
      o Terdapat bangkitan pada stadium lanjut

   4. Gambaran diagnosa tersangka penyakit alzheimer yang tidak jelas
      terdiri dari:
      o Awitan mendadak
      o Diketemukan gejala neurologik fokal seperti hemiparese, hipestesia,
         defisit lapang pandang dan gangguan koordinasi
      o Terdapat bangkitan atau gangguan berjalan pada saat awitan

   5. Diagnosa klinik kemungkinan penyakit alzheimer adalah:
      o Sindroma demensia, tidak ada gejala neurologik lain, gejala psikiatri atau
         kelainan sistemik yang menyebabkan demensia
      o Adanya kelainan sistemik sekunder atau kelainan otak yang menyebabkan
         demensia, defisit kognisi berat secara gradual progresif yang diidentifikasi
         tidak ada penyebab lainnya

   6. Kriteria diagnosa pasti penyakit alzheimer adalah gabungan dri
      kriteria klinik tersangka penyakit alzheimer dab didapatkan
      gambaran histopatologi dari biopsi atau otopsi.




   VII.   PEMERIKSAAN PENUNJANG

   1. Neuropatologi
      Diagnosa definitif tidak dapat ditegakkan tanpa adanya konfirmasi
      neuropatologi. Secara umum didapatkan atropi yang bilateral, simetris, sering
      kali berat otaknya berkisar 1000 gr (850-1250gr).
      Beberapa penelitian mengungkapkan atropi lebih menonjol pada lobus
      temporoparietal, anterior frontal, sedangkan korteks oksipital, korteks
      motorik primer, sistem somatosensorik tetap utuh (Jerins 1937)
      Kelainan-kelainan neuropatologi pada penyakit alzheimer terdiri dari:
      a. Neurofibrillary tangles (NFT)
          Merupakan sitoplasma neuronal yang terbuat dari filamen-filamen
          abnormal yang berisi protein neurofilamen, ubiquine, epitoque. NFT ini


2002 digitized by USU digital library                                             6
juga terdapat pada neokorteks, hipokampus, amigdala, substansia alba,
          lokus seruleus, dorsal raphe dari inti batang otak. NFT selain didapatkan
          pada penyakit alzheimer, juga ditemukan pada otak manula, down
          syndrome, parkinson, SSPE, sindroma ektrapiramidal, supranuklear palsy.
          Densitas NFT berkolerasi dengan beratnya demensia.
      b. Senile plaque (SP)
          Merupakan struktur kompleks yang terjadi akibat degenerasi nerve ending
          yang berisi filamen-filamen abnormal, serat amiloid ektraseluler, astrosit,
          mikroglia. Amloid prekusor protein yang terdapat pada SP             sangat
          berhubungan dengan kromosom 21. Senile plaque ini terutama terdapat
          pada neokorteks, amygdala, hipokampus, korteks piriformis, dan sedikit
          didapatkan pada korteks motorik primer, korteks somatosensorik, korteks
          visual, dan auditorik. Senile plaque ini juga terdapat pada jaringan perifer.
          Perry (1987) mengatakan densitas Senile plaque berhubungan dengan
          penurunan kolinergik.
          Kedua gambaran histopatologi (NFT dan senile plaque) merupakan
          gambaran karakteristik untuk penderita penyakit alzheimer.
      c. Degenerasi neuron
          Pada pemeriksaan mikroskopik perubahan dan kematian neuron pada
          penyakit alzheimer sangat selektif. Kematian neuron pada neokorteks
          terutama didapatkan pada neuron piramidal lobus temporal dan frontalis.
          Juga ditemukan pada hipokampus, amigdala, nukleus batang otak
          termasuk lokus serulues, raphe nukleus dan substanasia nigra.
          Kematian sel neuron kolinergik terutama pada nukleus basalis dari
          meynert, dan sel noradrenergik terutama pada lokus seruleus serta sel
          serotogenik pada nukleus raphe dorsalis, nukleus tegmentum dorsalis.
          Telah ditemukan faktor pertumbuhan saraf pada neuron kolinergik yang
          berdegenerasi pada lesi eksperimental binatang dan ini merupakan
          harapan dalam pengobatan penyakit alzheimer.
      d. Perubahan vakuoler
          Merupakan suatu neuronal sitoplasma yang berbentuk oval dan dapat
          menggeser nukleus. Jumlah vakuoler ini berhubungan secara bermakna
          dengan jumlah NFT dan SP , perubahan ini sering didapatkan pada
          korteks temporomedial, amygdala dan insula. Tidak pernah ditemukan
          pada korteks frontalis, parietal, oksipital, hipokampus, serebelum dan
          batang otak.
      e. Lewy body
          Merupakan bagian sitoplasma intraneuronal yang banyak terdapat pada
          enterhinal, gyrus cingulate, korteks insula, dan amygdala. Sejumlah kecil
          pada korteks frontalis, temporal, parietalis, oksipital. Lewy body kortikal
          ini sama dengan immunoreaktivitas yang terjadi pada lewy body batang
          otak pada gambaran histopatologi penyakit parkinson.
          Hansen et al menyatakan lewy body merupakan variant dari penyakit
          alzheimer.
   2. Pemeriksaan neuropsikologik
      Penyakit alzheimer selalu menimbulkan gejala demensia. Fungsi pemeriksaan
      neuropsikologik ini untuk menentukan ada atau tidak adanya gangguan fungsi
      kognitif umum danmengetahui secara rinci pola defisit yang terjadi. Test
      psikologis ini juga bertujuan untuk menilai fungsi yang ditampilkan oleh
      beberapa bagian otak yang berbeda-beda seperti gangguan memori,
      kehilangan ekspresi, kalkulasi, perhatian dan pengertian berbahasa. Evaluasi
      neuropsikologis yang sistematik mempunyai fungsi diagnostik yang penting
      karena:


2002 digitized by USU digital library                                               7
a. Adanya defisit kognisi yang berhubungan dgndemensia awal yang dapat
          diketahui bila terjadi perubahan ringan yang terjadi akibat penuaan yang
          normal.
      b. Pemeriksaan neuropsikologik secara komprehensif memungkinkan untuk
          membedakan kelainan kognitif pada global demensia dengan defisit
          selektif yang diakibatkan oleh disfungsi fokal, faktor metabolik,
          dangangguan psikiatri
      c. Mengidentifikasi gambaran kelainan neuropsikologik yang diakibatkan oleh
          demensia karena berbagai penyebab.
              The Consortium to establish a Registry for Alzheimer Disease
      (CERALD) menyajikan suatu prosedur penilaian neuropsikologis dengan
      mempergunakan alat batrey yang bermanifestasi gangguan fungsi kognitif,
      dimana pemeriksaannya terdiri dari:
        1. Verbal fluency animal category
        2. Modified boston naming test
        3. mini mental state
        4. Word list memory
        5. Constructional praxis
        6. Word list recall
        7. Word list recognition
      Test ini memakn waktu 30-40 menit dan <20-30 menit pada kontrol

   3. CT Scan dan MRI
      Merupakan metode non invasif yang beresolusi tinggi untuk melihat
      kwantifikasi perubahan volume jaringan otak pada penderita alzheimer
      antemortem. Pemeriksaan ini berperan dalam menyingkirkan kemungkinan
      adanya penyebab demensia lainnya selain alzheimer seperti multiinfark dan
      tumor serebri. Atropi kortikal menyeluruh danpembesaran ventrikel keduanya
      merupakan gambaran marker dominan yang sangat spesifik pada penyakit
      ini. Tetapi gambaran ini juga didapatkan pada demensia lainnya seperti
      multiinfark, parkinson, binswanger sehingga kita sukar untuk membedakan
      dengan penyakit alzheimer.
      Penipisan substansia alba serebri dan pembesaran ventrikel berkorelasi
      dengan beratnya gejala klinik danhasil pemeriksaan status mini mental. Pada
      MRI ditemukan peningkatan intensitas pada daerah kortikal dan
      periventrikuler (Capping anterior horn pada ventrikel lateral). Capping ini
      merupakan predileksi untuk demensia awal. Selain didapatkan kelainan di
      kortikal, gambaran atropi juga terlihat pada daerah subkortikal seperti
      adanya atropi hipokampus, amigdala, serta pembesaran sisterna basalis dan
      fissura sylvii.
      Seab et al, menyatakan MRI lebih sensitif untuk membedakan demensia dari
      penyakit alzheimer dengan penyebab lain, dengan memperhatikan ukuran
      (atropi) dari hipokampus.

   4. EEG
      Berguna untuk mengidentifikasi aktifitas bangkitan yang suklinis. Sedang
      pada penyakit alzheimer didapatkan perubahan gelombang lambat pada lobus
      frontalis yang non spesifik

   5. PET (Positron Emission Tomography)
      Pada penderita alzheimer, hasil PET ditemukan penurunan aliran darah,
      metabolisma O2, dan glukosa didaerah serebral. Up take I.123 sangat
      menurun pada regional parietal, hasil ini sangat berkorelasi dengan kelainan


2002 digitized by USU digital library                                          8
fungsi kognisi danselalu dan sesuai dengan hasil observasi penelitian
      neuropatologi

   6. SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography)
      Aktivitas I. 123 terendah pada refio parieral penderita alzheimer. Kelainan ini
      berkolerasi dengan tingkat kerusakan fungsional dan defisit kogitif. Kedua
      pemeriksaan ini (SPECT dan PET) tidak digunakan secara rutin.

   7. Laboratorium darah
      Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik pada penderita alzheimer.
      Pemeriksaan laboratorium ini hanya untuk menyingkirkan penyebab penyakit
      demensia lainnya seperti pemeriksaan darah rutin, B12, Calsium, Posfor, BSE,
      fungsi renal dan hepar, tiroid, asam folat, serologi sifilis, skreening antibody
      yang dilakukan secara selektif.



   VIII. PENATALAKSANAAN

             Pengobatan penyakit alzheimer masih sangat terbatas oleh karena
   penyebab dan patofisiologis masih belun jelas. Pengobatan simptomatik dan
   suportif seakan hanya memberikan rasa puas pada penderita dankeluarga.
   Pemberian obat stimulan, vitamin B, C, dan E belum mempunyai efek yang
   menguntungkan.

   1. Inhibitor kolinesterase
      Beberapa tahun terakhir ini, banyak peneliti menggunakan inhibitor untuk
      pengobatan simptomatik penyakit alzheimer, dimana penderita alzheimer
      didapatkan penurunan kadar asetilkolin.
      Untuk mencegah penurunan kadar asetilkolin dapat digunakan anti
      kolinesterase yang bekerja secara sentral seperti fisostigmin, THA
      (tetrahydroaminoacridine). Pemberian obat ini dikatakan dapat memperbaiki
      memori danapraksia selama pemberian berlangsung. Beberapa peneliti
      menatakan bahwa obat-obatan anti kolinergik akan memperburuk
      penampilan intelektual pada orang normal dan penderita alzheimer.

   2. Thiamin
      Penelitian telah membuktikan bahwa pada penderita alzheimer didapatkan
      penurunan thiamin pyrophosphatase dependent enzym yaitu 2 ketoglutarate
      (75%) dan transketolase (45%), hal ini disebabkan kerusakan neuronal pada
      nukleus basalis. Pemberian thiamin hydrochlorida dengan dosis 3 gr/hari
      selama 3 bulan peroral, menunjukkan perbaikan bermakna terhadap fungsi
      kognisi dibandingkan placebo selama periode yang sama.

   3. Nootropik
      Nootropik merupakan obat psikotropik, telah dibuktikan dapat memperbaiki
      fungsi kognisi dan proses belajar pada percobaan binatang. Tetapi pemberian
      4000 mg pada penderita alzheimer tidak menunjukkan perbaikan klinis yang
      bermakna.




2002 digitized by USU digital library                                              9
4. Klonidin
      Gangguan fungsi intelektual pada penderita alzheimer dapat disebabkan
      kerusakan noradrenergik kortikal. Pemberian klonidin (catapres) yang
      merupakan noradrenergik alfa 2 reseptor agonis dengan dosis maksimal 1,2
      mg peroral selama 4 minggu, didapatkan hasil yang kurang memuaskan
      untuk memperbaiki fungsi kognitif

   5. Haloperiodol
      Pada penderita alzheimer, sering kali terjadi gangguan psikosis (delusi,
      halusinasi) dan tingkah laku. Pemberian oral Haloperiod 1-5 mg/hari selama 4
      minggu akan memperbaiki gejala tersebut. Bila penderita alzheimer
      menderita depresi sebaiknya diberikan tricyclic anti depresant (amitryptiline
      25-100 mg/hari)

   6. Acetyl L-Carnitine (ALC)
      Merupakan suatu subtrate endogen yang disintesa didalam miktokomdria
      dengan bantuan enzym ALC transferase. Penelitian ini menunjukkan bahwa
      ALC dapat meningkatkan aktivitas asetil kolinesterase, kolin asetiltransferase.
      Pada pemberian dosis 1-2 gr/hari/peroral selama 1 tahun dalam pengobatan,
      disimpulkan bahwa dapat memperbaiki atau menghambat progresifitas
      kerusakan fungsi kognitif.



   IX.    PROGNOSA

              Dari pemeriksaan klinis 42 penderita probable alzheimer menunjukkan
   bahwa nilai prognostik tergantung pada 3 faktor yaitu:
          1. Derajat beratnya penyakit
          2. Variabilitas gambaran klinis
          3. Perbedaan individual seperti usia, keluarga demensia dan jenis
              kelamin
              Ketiga faktor ini diuji secara statistik, ternyata faktor pertama yang
   paling mempengaruhi prognostik penderita alzheimer. Pasien dengan penyakit
   alzheimer mempunyai angka harapan hidup rata-rata 4-10 tahun sesudah
   diagnosis dan biasanya meninggal dunia akibat infeksi sekunder.



   X.     KESIMPULAN

              Penyakit alzheimer sangat sukar di diagnosa hanya berasarkan gejala-
   gejala klinik tanpa dikonfirmasikan pemeriksaan lainnya seperti neuropatologi,
   neuropsikologis, MRI, SPECT, PET. Sampai saat ini penyebab yang pasti belum
   diketahui, tetapi faktor genetik sangat menentukan (riwayat keluarga),
   sedangkan faktor lingkungan hanya sebagai pencetus ekspresi genetik.
   Pengobatan pada saat ini belum mendapatkan hasil yang memuaskan, hanya
   dilakukan secara empiris, simptomatik dan suportif untuk menyenagkan
   penderita atau keluarganya.




2002 digitized by USU digital library                                            10
DAFTAR PUSTAKA




Blass J et al. Thiamin and alzheimer disease. Arch. Neurol. 1988(45): 833-835
BR Reed. Alzheimer disease: age antibodi onset and SPECT pattern of reginal
                cerebral blood flow, Archieves of Neurology, 1990(47):628-633
Cummings, MD Jeffrey L. Dementia a clinical approach.2nd ed. Butter worth: 43-93
DL Spark. Aging and alzheimer disease: alteredd cortical serotogenic binding. Arch.
                Neurology, 1989(46): 138-145.
E.Mohr. Clonidine treatment of alzheimer disease. Archive of Neurology, 1989(46):
                376-378
Fratiglioni L. Clinical diagnosis of alzheimer disease and other dementia in
                population survey. Arc.Neurol. 1992(49):927-932
J.C. Morries. The consortium to establish a registry for alzheimer disease (CERALD)
                part I: clinical and neuropsycologycal assessment of ADALAH.
                Neurology, 1989 (39):1159-1105
Kathleen A. Neuropsycological assessment of alzheimer disease. Neurology 1997
                (49): S11-S13
Katzman RMD. Principle of geriatric neurology. Philadelphia : FA Davis, 1992:207-
                243
McKhan Guy et al. Clinical diagnosis of alzheimer disease. Report of the NINCDS-
                ADRDA Work group neurology, Neurology 1984(34):939-943
Michael Gold. Plasma and red blood a cell thiamin defisiency in patiens with
                dementia of type alzheimer disease. Arc Neurol. 1995(52):1081-
                1086
Morh Gautier. Guide to clinical neurology 1st ed. New York: Churchill, 1995:765-771
Susanne S. Neuropatologic assessment of alzheimer disease. Neurology,
                1977(49)S14-S16
Thomson and McDonald. Alzheimer disease, in diseaseof nervous system clinical
                neurobiology. Vol.II. Philadelphia : WB Sounders, 1992:795-801
William J. Their use in diagnosis dementia. Gerlatrica 1991, 49(2): 28-35




2002 digitized by USU digital library                                          11

More Related Content

What's hot

Penggunaan Plasmapheresis & Immunoglobulin (IVIg) pada GBS
Penggunaan Plasmapheresis & Immunoglobulin (IVIg) pada GBSPenggunaan Plasmapheresis & Immunoglobulin (IVIg) pada GBS
Penggunaan Plasmapheresis & Immunoglobulin (IVIg) pada GBSPangesti Diah Yuli
 
Askep Klien dengan Guillain Barre Syndrome
Askep Klien dengan Guillain Barre SyndromeAskep Klien dengan Guillain Barre Syndrome
Askep Klien dengan Guillain Barre SyndromeAlvita Wijayanti
 
Penyakit pada sistem saraf
Penyakit pada sistem sarafPenyakit pada sistem saraf
Penyakit pada sistem sarafDinagayo
 
53120516 parkinson-disease
53120516 parkinson-disease53120516 parkinson-disease
53120516 parkinson-diseaseindah dian
 
193773755 guillain-barre-syndrome
193773755 guillain-barre-syndrome193773755 guillain-barre-syndrome
193773755 guillain-barre-syndromeS Hidayatullah
 
Ppt tumor otak
Ppt tumor otakPpt tumor otak
Ppt tumor otakiyya ners
 
Kelainan dan penyakit pada sistem saraf
Kelainan dan penyakit pada sistem sarafKelainan dan penyakit pada sistem saraf
Kelainan dan penyakit pada sistem sarafDina Apriliana
 
The art of neuromyelitist optica management (digest ethic)
The art of neuromyelitist optica management (digest ethic)The art of neuromyelitist optica management (digest ethic)
The art of neuromyelitist optica management (digest ethic)Taruna Ikrar
 
Penyakit pada syaraf
Penyakit pada syarafPenyakit pada syaraf
Penyakit pada syaraferdihary
 

What's hot (20)

Penggunaan Plasmapheresis & Immunoglobulin (IVIg) pada GBS
Penggunaan Plasmapheresis & Immunoglobulin (IVIg) pada GBSPenggunaan Plasmapheresis & Immunoglobulin (IVIg) pada GBS
Penggunaan Plasmapheresis & Immunoglobulin (IVIg) pada GBS
 
Askep Klien dengan Guillain Barre Syndrome
Askep Klien dengan Guillain Barre SyndromeAskep Klien dengan Guillain Barre Syndrome
Askep Klien dengan Guillain Barre Syndrome
 
Askep multiple sklerosis
Askep multiple sklerosisAskep multiple sklerosis
Askep multiple sklerosis
 
Penyakit pada sistem saraf
Penyakit pada sistem sarafPenyakit pada sistem saraf
Penyakit pada sistem saraf
 
Multiple sklerosis
Multiple sklerosisMultiple sklerosis
Multiple sklerosis
 
53120516 parkinson-disease
53120516 parkinson-disease53120516 parkinson-disease
53120516 parkinson-disease
 
Gbs makalah
Gbs makalahGbs makalah
Gbs makalah
 
193773755 guillain-barre-syndrome
193773755 guillain-barre-syndrome193773755 guillain-barre-syndrome
193773755 guillain-barre-syndrome
 
Penyakit alzheimer
Penyakit alzheimerPenyakit alzheimer
Penyakit alzheimer
 
Sawan babi
Sawan babiSawan babi
Sawan babi
 
Epilepsi
EpilepsiEpilepsi
Epilepsi
 
Aspek imunologi sle
Aspek imunologi sleAspek imunologi sle
Aspek imunologi sle
 
Epilepsi
EpilepsiEpilepsi
Epilepsi
 
Ppt tumor otak
Ppt tumor otakPpt tumor otak
Ppt tumor otak
 
Tumor otak 3.2
Tumor otak 3.2Tumor otak 3.2
Tumor otak 3.2
 
Systemic Lupus Erythematosus (SLE)
Systemic Lupus Erythematosus (SLE)Systemic Lupus Erythematosus (SLE)
Systemic Lupus Erythematosus (SLE)
 
Kelainan dan penyakit pada sistem saraf
Kelainan dan penyakit pada sistem sarafKelainan dan penyakit pada sistem saraf
Kelainan dan penyakit pada sistem saraf
 
The art of neuromyelitist optica management (digest ethic)
The art of neuromyelitist optica management (digest ethic)The art of neuromyelitist optica management (digest ethic)
The art of neuromyelitist optica management (digest ethic)
 
Lupus Eritematous Discoid
Lupus Eritematous DiscoidLupus Eritematous Discoid
Lupus Eritematous Discoid
 
Penyakit pada syaraf
Penyakit pada syarafPenyakit pada syaraf
Penyakit pada syaraf
 

Similar to Alzaimer

Amyotrophic lateral sclerosi1
Amyotrophic lateral sclerosi1Amyotrophic lateral sclerosi1
Amyotrophic lateral sclerosi1Nhoe Exanisah
 
Bedah iskandar japardi46
Bedah iskandar japardi46Bedah iskandar japardi46
Bedah iskandar japardi46Luhu Tapiheru
 
CRS EPILEPSI ATONIK MARSYA.pdf
CRS EPILEPSI ATONIK MARSYA.pdfCRS EPILEPSI ATONIK MARSYA.pdf
CRS EPILEPSI ATONIK MARSYA.pdfAmiratulhusna1
 
Modul Kesadaran Menurun (word)
Modul Kesadaran Menurun (word)Modul Kesadaran Menurun (word)
Modul Kesadaran Menurun (word)Aulia Amani
 
PPT_State of the Art and Challenges in Epilepsy.pptx
PPT_State of the Art and Challenges in Epilepsy.pptxPPT_State of the Art and Challenges in Epilepsy.pptx
PPT_State of the Art and Challenges in Epilepsy.pptxssuser13bf79
 
MAKALAH IMUNOLOGI "LUPUS"
MAKALAH IMUNOLOGI "LUPUS"MAKALAH IMUNOLOGI "LUPUS"
MAKALAH IMUNOLOGI "LUPUS"DION RANGGA
 
Referat jiwai
Referat jiwaiReferat jiwai
Referat jiwaiicatria
 
Chronic inflamatory demyelinating polyneuropathy
Chronic inflamatory demyelinating polyneuropathyChronic inflamatory demyelinating polyneuropathy
Chronic inflamatory demyelinating polyneuropathyVertilia Desy
 
JOURNAL READING_Bells palsy_Kristy Spica (21-089) [Autosaved].pptx
JOURNAL READING_Bells palsy_Kristy Spica (21-089) [Autosaved].pptxJOURNAL READING_Bells palsy_Kristy Spica (21-089) [Autosaved].pptx
JOURNAL READING_Bells palsy_Kristy Spica (21-089) [Autosaved].pptxkristyagaki
 
epilepsi_HR123bahhsvsy09171626291920292!:
epilepsi_HR123bahhsvsy09171626291920292!:epilepsi_HR123bahhsvsy09171626291920292!:
epilepsi_HR123bahhsvsy09171626291920292!:AndiSorayaSahrafani
 
31829220200520zoominar epilepsi.pdfghhhh
31829220200520zoominar epilepsi.pdfghhhh31829220200520zoominar epilepsi.pdfghhhh
31829220200520zoominar epilepsi.pdfghhhhAndiSorayaSahrafani
 
makalah Penyakit demensia
makalah Penyakit demensiamakalah Penyakit demensia
makalah Penyakit demensiaJinan Bachri
 
LAPORAN PENDAHULUAN MYELITIS
LAPORAN PENDAHULUAN MYELITISLAPORAN PENDAHULUAN MYELITIS
LAPORAN PENDAHULUAN MYELITISnurhalimah rofi
 

Similar to Alzaimer (20)

Amyotrophic lateral sclerosi1
Amyotrophic lateral sclerosi1Amyotrophic lateral sclerosi1
Amyotrophic lateral sclerosi1
 
Referat parkinson
Referat parkinsonReferat parkinson
Referat parkinson
 
Bedah iskandar japardi46
Bedah iskandar japardi46Bedah iskandar japardi46
Bedah iskandar japardi46
 
Makalah Dimentia
Makalah DimentiaMakalah Dimentia
Makalah Dimentia
 
CRS EPILEPSI ATONIK MARSYA.pdf
CRS EPILEPSI ATONIK MARSYA.pdfCRS EPILEPSI ATONIK MARSYA.pdf
CRS EPILEPSI ATONIK MARSYA.pdf
 
Modul Kesadaran Menurun (word)
Modul Kesadaran Menurun (word)Modul Kesadaran Menurun (word)
Modul Kesadaran Menurun (word)
 
PPT_State of the Art and Challenges in Epilepsy.pptx
PPT_State of the Art and Challenges in Epilepsy.pptxPPT_State of the Art and Challenges in Epilepsy.pptx
PPT_State of the Art and Challenges in Epilepsy.pptx
 
Makalah penyakit genetika
Makalah penyakit genetikaMakalah penyakit genetika
Makalah penyakit genetika
 
Askep ckr
Askep ckrAskep ckr
Askep ckr
 
MAKALAH IMUNOLOGI "LUPUS"
MAKALAH IMUNOLOGI "LUPUS"MAKALAH IMUNOLOGI "LUPUS"
MAKALAH IMUNOLOGI "LUPUS"
 
Referat jiwai
Referat jiwaiReferat jiwai
Referat jiwai
 
Chronic inflamatory demyelinating polyneuropathy
Chronic inflamatory demyelinating polyneuropathyChronic inflamatory demyelinating polyneuropathy
Chronic inflamatory demyelinating polyneuropathy
 
Epidemiologi
EpidemiologiEpidemiologi
Epidemiologi
 
SGB
SGBSGB
SGB
 
JOURNAL READING_Bells palsy_Kristy Spica (21-089) [Autosaved].pptx
JOURNAL READING_Bells palsy_Kristy Spica (21-089) [Autosaved].pptxJOURNAL READING_Bells palsy_Kristy Spica (21-089) [Autosaved].pptx
JOURNAL READING_Bells palsy_Kristy Spica (21-089) [Autosaved].pptx
 
epilepsi_HR123bahhsvsy09171626291920292!:
epilepsi_HR123bahhsvsy09171626291920292!:epilepsi_HR123bahhsvsy09171626291920292!:
epilepsi_HR123bahhsvsy09171626291920292!:
 
31829220200520zoominar epilepsi.pdfghhhh
31829220200520zoominar epilepsi.pdfghhhh31829220200520zoominar epilepsi.pdfghhhh
31829220200520zoominar epilepsi.pdfghhhh
 
Penyakit autoimun
Penyakit autoimunPenyakit autoimun
Penyakit autoimun
 
makalah Penyakit demensia
makalah Penyakit demensiamakalah Penyakit demensia
makalah Penyakit demensia
 
LAPORAN PENDAHULUAN MYELITIS
LAPORAN PENDAHULUAN MYELITISLAPORAN PENDAHULUAN MYELITIS
LAPORAN PENDAHULUAN MYELITIS
 

Alzaimer

  • 1. PENYAKIT ALZHEIMER Dr ISKANDAR JAPARDI Fakultas Kedokteran Bagian Bedah Universitas Sumatera Utara I. PENDAHULUAN Penyakit alzheimer ditemukan pertama kali pada tahun 1907 oleh seorang ahli Psikiatri dan neuropatologi yang bernama Alois Alzheimer. Ia mengobservasi seorang wanita berumur 51 tahun, yang mengalami gangguan intelektual dan memori serta tidak mengetahui kembali ketempat tinggalnya, sedangkan wanita itu tidak mengalami gangguan anggota gerak,koordinasi dan reflek. Pada autopsi tampak bagian otak mengalami atropi yang difus dan simetri, dan secara nikroskopik tampak bagian kortikal otak mengalami neuritis plaque dan degenerasi neurofibrillary. Secara epidemiologi dengan semakin meningkatnya usia harapan hidup pada berbagai populasi, maka jumlah orang berusia lanjut akan semakin meningkat. Dilain pihak akan menimbulkan masalah serius dalam bidang sosial ekonomi dan kesehatan, sehingga aka semakin banyak yang berkonsultasi dengan seorang neurolog karena orang tua tersebut yang tadinya sehat, akan mulai kehilangan kemampuannya secara efektif sebagai pekerja atau sebagai anggota keluarga. Hal ini menunjukkan munculnya penyakit degeneratif otak, tumor, multiple stroke, subdural hematoma atau penyakit depresi, yang merupakan penyebab utama demensia. Istilah demensia digunakan untuk menggambarkan sindroma klinis dengan gejala menurunnya daya ingat dan hilangnya fungsi intelek lainnya. Defenisi demensia menurut Unit Neurobehavior pada Boston Veterans Administration Medical Center (BVAMC) adalah kelainan fungsi intelek yang didapat dan bersifat menetap, dengan adanya gangguan paling sedikit 3 dari 5 komponen fungsi luhur yaitu gangguan bahasa, memori, visuospasial, emosi dan kognisi. Penyebab pertama penderita demensia adalah penyakit alzheimer (50- 60%) dan kedua oleh cerebrovaskuler (20%). Diperkirakan penderita demensia terutama penderita alzheimer pada abad terakhir ini semakin meningkat jumlah kasusnya sehingga akan mungkin menjadi epidemi seperti di Amerika dengan insidensi demensia 187 populasi /100.000/tahun dan penderita alzheimer 123/100.000/tahun serta penyebab kematian keempat atau kelima II. INSIDENSI Penyakit alzheimer merupakan penyakit neurodegeneratif yang secara epidemiologi terbagi 2 kelompok yaitu kelompok yang menderita pada usia kurang 58 tahun disebut sebagai early onset sedangkan kelompok yang menderita pada usia lebih dari 58 tahun disebut sebagai late onset. 2002 digitized by USU digital library 1
  • 2. Penyakit alzheimer dapat timbul pada semua umur, 96% kasus dijumpai setelah berusia 40 tahun keatas. Schoenburg dan Coleangus (1987) melaporkan insidensi berdasarkan umur: 4,4/1000.000 pada usia 30-50 tahun, 95,8/100.000 pada usia > 80 tahun. Angka prevalensi penyakit ini per 100.000 populasi sekitar 300 pada kelompok usia 60-69 tahun, 3200 pada kelompok usia 70-79 tahun, dan 10.800 pada usia 80 tahun. Diperkirakan pada tahun 2000 terdapat 2 juta penduduk penderita penyakit alzheimer. Sedangkan di Indonesia diperkirakan jumlah usia lanjt berkisar, 18,5 juta orang dengan angka insidensi dan prevalensi penyakit alzheimer belum diketahui dengan pasti. Berdasarkan jenis kelamin, prevalensi wanita lebih banyak tiga kali dibandingkan laki-laki. Hal ini mungkin refleksi dari usia harapan hidup wanita lebih lama dibandingkan laki-laki. Dari beberapa penelitian tidak ada perbedaan terhadap jenis kelamin. III. ETIOLOGI Penyebab yang pasti belum diketahui. Beberapa alternatif penyebab yang telah dihipotesa adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas, infeksi virus, polusi udara/industri, trauma, neurotransmiter, defisit formasi sel-sel filament, presdiposisi heriditer. Dasar kelainan patologi penyakit alzheimer terdiri dari degenerasi neuronal, kematian daerah spesifik jaringan otak yang mengakibatkan gangguan fungsi kognitif dengan penurunan daya ingat secara progresif. Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat berperan dalam kematian selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut mengalami degenerasi yang diakibatkan oleh adanya peningkatan calsium intraseluler, kegagalan metabolisme energi, adanya formasi radikal bebas atau terdapatnya produksi protein abnormal yang non spesifik. Penyakit alzheimer adalah penyakit genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan bahwa peran faktor genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan bahwa peran faktor non-genetika (lingkungan) juga ikut terlibat, dimana faktor lingkungan hanya sebagai pencetus faktor genetika. IV. Patogenesa Sejumlah patogenesa penyakit alzheimer yaitu: 1. Faktor genetik Beberapa peneliti mengungkapkan 50% prevalensi kasus alzheimer ini diturunkan melalui gen autosomal dominant. Individu keturunan garis pertama pada keluarga penderita alzheimer mempunyai resiko menderita demensia 6 kali lebih besar dibandingkan kelompok kontrol normal Pemeriksaan genetika DNA pada penderita alzheimer dengan familial early onset terdapat kelainan lokus pada kromosom 21 diregio proximal log arm, sedangkan pada familial late onset didapatkan kelainan lokus pada kromosom 19. Begitu pula pada penderita down syndrome mempunyai kelainan gen kromosom 21, setelah berumur 40 tahun 2002 digitized by USU digital library 2
  • 3. terdapat neurofibrillary tangles (NFT), senile plaque dan penurunan Marker kolinergik pada jaringan otaknya yang menggambarkan kelainan histopatologi pada penderita alzheimer. Hasil penelitian penyakit alzheimer terhadap anak kembar menunjukkan 40-50% adalah monozygote dan 50% adalah dizygote. Keadaan ini mendukung bahwa faktor genetik berperan dalam penyaki alzheimer. Pada sporadik non familial (50-70%), beberapa penderitanya ditemukan kelainan lokus kromosom 6, keadaan ini menunjukkan bahwa kemungkinan faktor lingkungan menentukan ekspresi genetika pada alzheimer. 2. Faktor infeksi Ada hipotesa menunjukkan penyebab infeksi virus pada keluarga penderita alzheimer yang dilakukan secara immuno blot analisis, ternyata diketemukan adanya antibodi reaktif. Infeksi virus tersebut menyebabkan infeksi pada susunan saraf pusat yang bersipat lambat, kronik dan remisi. Beberapa penyakit infeksi seperti Creutzfeldt-Jacob disease dan kuru, diduga berhubungan dengan penyakit alzheimer. Hipotesa tersebut mempunyai beberapa persamaan antara lain: a. manifestasi klinik yang sama b. Tidak adanya respon imun yang spesifik c. Adanya plak amyloid pada susunan saraf pusat d. Timbulnya gejala mioklonus e. Adanya gambaran spongioform 3. Faktor lingkungan Ekmann (1988), mengatakan bahwa faktor lingkungan juga dapat berperan dalam patogenesa penyakit alzheimer. Faktor lingkungan antar alain, aluminium, silicon, mercury, zinc. Aluminium merupakan neurotoksik potensial pada susunan saraf pusat yang ditemukan neurofibrillary tangles (NFT) dan senile plaque (SPINALIS). Hal tersebut diatas belum dapat dijelaskan secara pasti, apakah keberadaan aluminum adalah penyebab degenerasi neurosal primer atau sesuatu hal yang tumpang tindih. Pada penderita alzheimer, juga ditemukan keadan ketidak seimbangan merkuri, nitrogen, fosfor, sodium, dengan patogenesa yang belum jelas. Ada dugaan bahwa asam amino glutamat akan menyebabkan depolarisasi melalui reseptor N-methy D-aspartat sehingga kalsium akan masuk ke intraseluler (Cairan-influks) danmenyebabkan kerusakan metabolisma energi seluler dengan akibat kerusakan dan kematian neuron. 4. Faktor imunologis Behan dan Felman (1970) melaporkan 60% pasien yang menderita alzheimer didapatkan kelainan serum protein seperti penurunan albumin dan peningkatan alpha protein, anti trypsin alphamarcoglobuli dan haptoglobuli. Heyman (1984), melaporkan terdapat hubungan bermakna dan meningkat dari penderita alzheimer dengan penderita tiroid. Tiroid Hashimoto merupakan penyakit inflamasi kronik yang sering didapatkan pada wanita muda karena peranan faktor immunitas 5. Faktor trauma Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan penyakit alzheimer dengan trauma kepala. Hal ini dihubungkan dengan petinju yang menderita demensia pugilistik, dimana pada otopsinya ditemukan banyak neurofibrillary tangles. 2002 digitized by USU digital library 3
  • 4. 6. Faktor neurotransmiter Perubahan neurotransmitter pada jaringan otak penderita alzheimer mempunyai peranan yang sangat penting seperti: a. Asetilkolin Barties et al (1982) mengadakan penelitian terhadap aktivitas spesifik neurotransmiter dgncara biopsi sterotaktik dan otopsi jaringan otak pada penderita alzheimer didapatkan penurunan aktivitas kolinasetil transferase, asetikolinesterase dan transport kolin serta penurunan biosintesa asetilkolin. Adanya defisit presinaptik dan postsynaptik kolinergik ini bersifat simetris pada korteks frontalis, temporallis superior, nukleus basalis, hipokampus. Kelainan neurottansmiter asetilkoline merupakan kelainan yang selalu ada dibandingkan jenis neurottansmiter lainnyapd penyakit alzheimer, dimana pada jaringan otak/biopsinya selalu didapatkan kehilangan cholinergik Marker. Pada penelitian dengan pemberian scopolamin pada orang normal, akan menyebabkan berkurang atau hilangnya daya ingat. Hal ini sangat mendukung hipotesa kolinergik sebagai patogenesa penyakit alzheimer b. Noradrenalin Kadar metabolisma norepinefrin dan dopimin didapatkan menurun pada jaringan otak penderita alzheimer. Hilangnya neuron bagian dorsal lokus seruleus yang merupakan tempat yang utama noradrenalin pada korteks serebri, berkorelasi dengan defisit kortikal noradrenergik. Bowen et al(1988), melaporkan hasil biopsi dan otopsi jaringan otak penderita alzheimer menunjukkan adanya defisit noradrenalin pada presinaptik neokorteks. Palmer et al(1987), Reinikanen (1988), melaporkan konsentrasi noradrenalin menurun baik pada post dan ante-mortem penderita alzheimer. c. Dopamin Sparks et al (1988), melakukan pengukuran terhadap aktivitas neurottansmiter regio hipothalamus, dimana tidak adanya gangguan perubahan aktivitas dopamin pada penderita alzheimer. Hasil ini masih kontroversial, kemungkinan disebabkan karena potongan histopatologi regio hipothalamus setia penelitian berbeda-beda. d. Serotonin Didapatkan penurunan kadar serotonin dan hasil metabolisme 5 hidroxi-indolacetil acid pada biopsi korteks serebri penderita alzheimer. Penurunan juga didapatkan pada nukleus basalis dari meynert. Penurunan serotonin pada subregio hipotalamus sangat bervariasi, pengurangan maksimal pada anterior hipotalamus sedangkan pada posterior peraventrikuler hipotalamus berkurang sangat minimal. Perubahan kortikal serotonergik ini berhubungan dengan hilangnya neuron-neuron dan diisi oleh formasi NFT pada nukleus rephe dorsalis e. MAO (Monoamine Oksidase) Enzim mitokondria MAO akan mengoksidasi transmitter mono amine. Aktivitas normal MAO terbagi 2 kelompok yaitu MAO A untuk deaminasi serotonin, norepineprin dan sebagian kecil dopamin, sedangkan MAO B untuk deaminasi terutama dopamin. Pada penderita alzheimer, didapatkan peningkatan MAO A pada hipothalamus dan frontais sedangkan MAO B meningkat pada daerah temporal danmenurun pada nukleus basalis dari meynert. 2002 digitized by USU digital library 4
  • 5. V. GEJALA KLNIK Awitan dari perubahan mental penderita alzheimer sangat perlahan- lahan, sehingga pasien dan keluarganya tidak mengetahui secara pasti kapan penyakit ini mulai muncul. Terdapat beberapa stadium perkembangan penyakit alzheimer yaitu: o Stadium I (lama penyakit 1-3 tahun) o Memory : new learning defective, remote recall mildly impaired o Visuospatial skills : topographic disorientation, poor complex contructions o Language : poor woordlist generation, anomia o Personality : indifference,occasional irritability o Psychiatry feature : sadness, or delution in some o Motor system : normal o EEG : normal o CT/MRI : normal o PET/SPECT : bilateral posterior hypometabolism/hyperfusion o Stadium II (lama penyakit 3-10 tahun) o Memory : recent and remote recall more severely impaired o Visuospatial skills : spatial disorientation, poor contructions o Language : fluent aphasia o Calculation : acalculation o Personality : indifference, irritability o Psychiatry feature : delution in some o Motor system : restlessness, pacing o EEG : slow background rhythm o CT/MRI : normal or ventricular and sulcal enlargeent o PET/SPECT : bilateral parietal and frontal hypometabolism/hyperfusion o Stadium III (lama penyakit 8-12 tahun) o Intelectual function : severely deteriorated o Motor system : limb rigidity and flexion poeture o Sphincter control : urinary and fecal o EEG : diffusely slow o CT/MRI : ventricular and sulcal enlargeent o PET/SPECT : bilateral parietal and frontal hypometabolism/hyperfusion VI. KRITERIA DIAGNOSA Terdapat beberapa kriteria untukdiagnosa klinis penyakit alzheimer yaitu: 1. Kriteria diagnosis tersangka penyakit alzheimer terdiri dari: o Demensia ditegakkan dengan pemeriksaan klinik dan pemeriksaan status mini mental atau beberapa pemeriksaan serupa, serta dikonfirmasikan dengan test neuropsikologik o Didapatkan gangguan defisit fungsi kognisi >2 o Tidak ada gangguan tingkat kesadaran o Awitan antara umur 40-90 tahun, atau sering >65 tahun o Tidak ada kelainan sistematik atau penyakit otak lainnya 2002 digitized by USU digital library 5
  • 6. 2. Diagnosis tersangka penyakit alzheimer ditunjang oleh: o Perburukan progresif fungsi kognisi spesifik seperti berbahasa, ketrampilan motorik, dan persepsi o ADL terganggu dan perubahan pola tingkah laku o Adanya riwayat keluarga, khususnya kalau dikonfirmasikan dengan neuropatologi o Pada gambaran EEG memberikan gambaran normal atau perubahan non spesifik seperti peningkatan aktivitas gelombang lambat o Pada pemeriksaan CT Scan didapatkan atropu serebri 3. Gambaran lain tersangka diagnosa penyakit alzheimer setelah dikeluarkan penyebab demensia lainnya terdiri dari: o Gejala yang berhubungan dengan depresi, insomnia, inkontinentia, delusi, halusinasi, emosi, kelainan seksual, berat badan menurun o Kelainan neurologi lain pada beberapa pasien, khususnya penyakit pada stadium lanjut dan termasuk tanda-tanda motorik seperti peningkatan tonus otot, mioklonus atau gangguan berjalan o Terdapat bangkitan pada stadium lanjut 4. Gambaran diagnosa tersangka penyakit alzheimer yang tidak jelas terdiri dari: o Awitan mendadak o Diketemukan gejala neurologik fokal seperti hemiparese, hipestesia, defisit lapang pandang dan gangguan koordinasi o Terdapat bangkitan atau gangguan berjalan pada saat awitan 5. Diagnosa klinik kemungkinan penyakit alzheimer adalah: o Sindroma demensia, tidak ada gejala neurologik lain, gejala psikiatri atau kelainan sistemik yang menyebabkan demensia o Adanya kelainan sistemik sekunder atau kelainan otak yang menyebabkan demensia, defisit kognisi berat secara gradual progresif yang diidentifikasi tidak ada penyebab lainnya 6. Kriteria diagnosa pasti penyakit alzheimer adalah gabungan dri kriteria klinik tersangka penyakit alzheimer dab didapatkan gambaran histopatologi dari biopsi atau otopsi. VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Neuropatologi Diagnosa definitif tidak dapat ditegakkan tanpa adanya konfirmasi neuropatologi. Secara umum didapatkan atropi yang bilateral, simetris, sering kali berat otaknya berkisar 1000 gr (850-1250gr). Beberapa penelitian mengungkapkan atropi lebih menonjol pada lobus temporoparietal, anterior frontal, sedangkan korteks oksipital, korteks motorik primer, sistem somatosensorik tetap utuh (Jerins 1937) Kelainan-kelainan neuropatologi pada penyakit alzheimer terdiri dari: a. Neurofibrillary tangles (NFT) Merupakan sitoplasma neuronal yang terbuat dari filamen-filamen abnormal yang berisi protein neurofilamen, ubiquine, epitoque. NFT ini 2002 digitized by USU digital library 6
  • 7. juga terdapat pada neokorteks, hipokampus, amigdala, substansia alba, lokus seruleus, dorsal raphe dari inti batang otak. NFT selain didapatkan pada penyakit alzheimer, juga ditemukan pada otak manula, down syndrome, parkinson, SSPE, sindroma ektrapiramidal, supranuklear palsy. Densitas NFT berkolerasi dengan beratnya demensia. b. Senile plaque (SP) Merupakan struktur kompleks yang terjadi akibat degenerasi nerve ending yang berisi filamen-filamen abnormal, serat amiloid ektraseluler, astrosit, mikroglia. Amloid prekusor protein yang terdapat pada SP sangat berhubungan dengan kromosom 21. Senile plaque ini terutama terdapat pada neokorteks, amygdala, hipokampus, korteks piriformis, dan sedikit didapatkan pada korteks motorik primer, korteks somatosensorik, korteks visual, dan auditorik. Senile plaque ini juga terdapat pada jaringan perifer. Perry (1987) mengatakan densitas Senile plaque berhubungan dengan penurunan kolinergik. Kedua gambaran histopatologi (NFT dan senile plaque) merupakan gambaran karakteristik untuk penderita penyakit alzheimer. c. Degenerasi neuron Pada pemeriksaan mikroskopik perubahan dan kematian neuron pada penyakit alzheimer sangat selektif. Kematian neuron pada neokorteks terutama didapatkan pada neuron piramidal lobus temporal dan frontalis. Juga ditemukan pada hipokampus, amigdala, nukleus batang otak termasuk lokus serulues, raphe nukleus dan substanasia nigra. Kematian sel neuron kolinergik terutama pada nukleus basalis dari meynert, dan sel noradrenergik terutama pada lokus seruleus serta sel serotogenik pada nukleus raphe dorsalis, nukleus tegmentum dorsalis. Telah ditemukan faktor pertumbuhan saraf pada neuron kolinergik yang berdegenerasi pada lesi eksperimental binatang dan ini merupakan harapan dalam pengobatan penyakit alzheimer. d. Perubahan vakuoler Merupakan suatu neuronal sitoplasma yang berbentuk oval dan dapat menggeser nukleus. Jumlah vakuoler ini berhubungan secara bermakna dengan jumlah NFT dan SP , perubahan ini sering didapatkan pada korteks temporomedial, amygdala dan insula. Tidak pernah ditemukan pada korteks frontalis, parietal, oksipital, hipokampus, serebelum dan batang otak. e. Lewy body Merupakan bagian sitoplasma intraneuronal yang banyak terdapat pada enterhinal, gyrus cingulate, korteks insula, dan amygdala. Sejumlah kecil pada korteks frontalis, temporal, parietalis, oksipital. Lewy body kortikal ini sama dengan immunoreaktivitas yang terjadi pada lewy body batang otak pada gambaran histopatologi penyakit parkinson. Hansen et al menyatakan lewy body merupakan variant dari penyakit alzheimer. 2. Pemeriksaan neuropsikologik Penyakit alzheimer selalu menimbulkan gejala demensia. Fungsi pemeriksaan neuropsikologik ini untuk menentukan ada atau tidak adanya gangguan fungsi kognitif umum danmengetahui secara rinci pola defisit yang terjadi. Test psikologis ini juga bertujuan untuk menilai fungsi yang ditampilkan oleh beberapa bagian otak yang berbeda-beda seperti gangguan memori, kehilangan ekspresi, kalkulasi, perhatian dan pengertian berbahasa. Evaluasi neuropsikologis yang sistematik mempunyai fungsi diagnostik yang penting karena: 2002 digitized by USU digital library 7
  • 8. a. Adanya defisit kognisi yang berhubungan dgndemensia awal yang dapat diketahui bila terjadi perubahan ringan yang terjadi akibat penuaan yang normal. b. Pemeriksaan neuropsikologik secara komprehensif memungkinkan untuk membedakan kelainan kognitif pada global demensia dengan defisit selektif yang diakibatkan oleh disfungsi fokal, faktor metabolik, dangangguan psikiatri c. Mengidentifikasi gambaran kelainan neuropsikologik yang diakibatkan oleh demensia karena berbagai penyebab. The Consortium to establish a Registry for Alzheimer Disease (CERALD) menyajikan suatu prosedur penilaian neuropsikologis dengan mempergunakan alat batrey yang bermanifestasi gangguan fungsi kognitif, dimana pemeriksaannya terdiri dari: 1. Verbal fluency animal category 2. Modified boston naming test 3. mini mental state 4. Word list memory 5. Constructional praxis 6. Word list recall 7. Word list recognition Test ini memakn waktu 30-40 menit dan <20-30 menit pada kontrol 3. CT Scan dan MRI Merupakan metode non invasif yang beresolusi tinggi untuk melihat kwantifikasi perubahan volume jaringan otak pada penderita alzheimer antemortem. Pemeriksaan ini berperan dalam menyingkirkan kemungkinan adanya penyebab demensia lainnya selain alzheimer seperti multiinfark dan tumor serebri. Atropi kortikal menyeluruh danpembesaran ventrikel keduanya merupakan gambaran marker dominan yang sangat spesifik pada penyakit ini. Tetapi gambaran ini juga didapatkan pada demensia lainnya seperti multiinfark, parkinson, binswanger sehingga kita sukar untuk membedakan dengan penyakit alzheimer. Penipisan substansia alba serebri dan pembesaran ventrikel berkorelasi dengan beratnya gejala klinik danhasil pemeriksaan status mini mental. Pada MRI ditemukan peningkatan intensitas pada daerah kortikal dan periventrikuler (Capping anterior horn pada ventrikel lateral). Capping ini merupakan predileksi untuk demensia awal. Selain didapatkan kelainan di kortikal, gambaran atropi juga terlihat pada daerah subkortikal seperti adanya atropi hipokampus, amigdala, serta pembesaran sisterna basalis dan fissura sylvii. Seab et al, menyatakan MRI lebih sensitif untuk membedakan demensia dari penyakit alzheimer dengan penyebab lain, dengan memperhatikan ukuran (atropi) dari hipokampus. 4. EEG Berguna untuk mengidentifikasi aktifitas bangkitan yang suklinis. Sedang pada penyakit alzheimer didapatkan perubahan gelombang lambat pada lobus frontalis yang non spesifik 5. PET (Positron Emission Tomography) Pada penderita alzheimer, hasil PET ditemukan penurunan aliran darah, metabolisma O2, dan glukosa didaerah serebral. Up take I.123 sangat menurun pada regional parietal, hasil ini sangat berkorelasi dengan kelainan 2002 digitized by USU digital library 8
  • 9. fungsi kognisi danselalu dan sesuai dengan hasil observasi penelitian neuropatologi 6. SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography) Aktivitas I. 123 terendah pada refio parieral penderita alzheimer. Kelainan ini berkolerasi dengan tingkat kerusakan fungsional dan defisit kogitif. Kedua pemeriksaan ini (SPECT dan PET) tidak digunakan secara rutin. 7. Laboratorium darah Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik pada penderita alzheimer. Pemeriksaan laboratorium ini hanya untuk menyingkirkan penyebab penyakit demensia lainnya seperti pemeriksaan darah rutin, B12, Calsium, Posfor, BSE, fungsi renal dan hepar, tiroid, asam folat, serologi sifilis, skreening antibody yang dilakukan secara selektif. VIII. PENATALAKSANAAN Pengobatan penyakit alzheimer masih sangat terbatas oleh karena penyebab dan patofisiologis masih belun jelas. Pengobatan simptomatik dan suportif seakan hanya memberikan rasa puas pada penderita dankeluarga. Pemberian obat stimulan, vitamin B, C, dan E belum mempunyai efek yang menguntungkan. 1. Inhibitor kolinesterase Beberapa tahun terakhir ini, banyak peneliti menggunakan inhibitor untuk pengobatan simptomatik penyakit alzheimer, dimana penderita alzheimer didapatkan penurunan kadar asetilkolin. Untuk mencegah penurunan kadar asetilkolin dapat digunakan anti kolinesterase yang bekerja secara sentral seperti fisostigmin, THA (tetrahydroaminoacridine). Pemberian obat ini dikatakan dapat memperbaiki memori danapraksia selama pemberian berlangsung. Beberapa peneliti menatakan bahwa obat-obatan anti kolinergik akan memperburuk penampilan intelektual pada orang normal dan penderita alzheimer. 2. Thiamin Penelitian telah membuktikan bahwa pada penderita alzheimer didapatkan penurunan thiamin pyrophosphatase dependent enzym yaitu 2 ketoglutarate (75%) dan transketolase (45%), hal ini disebabkan kerusakan neuronal pada nukleus basalis. Pemberian thiamin hydrochlorida dengan dosis 3 gr/hari selama 3 bulan peroral, menunjukkan perbaikan bermakna terhadap fungsi kognisi dibandingkan placebo selama periode yang sama. 3. Nootropik Nootropik merupakan obat psikotropik, telah dibuktikan dapat memperbaiki fungsi kognisi dan proses belajar pada percobaan binatang. Tetapi pemberian 4000 mg pada penderita alzheimer tidak menunjukkan perbaikan klinis yang bermakna. 2002 digitized by USU digital library 9
  • 10. 4. Klonidin Gangguan fungsi intelektual pada penderita alzheimer dapat disebabkan kerusakan noradrenergik kortikal. Pemberian klonidin (catapres) yang merupakan noradrenergik alfa 2 reseptor agonis dengan dosis maksimal 1,2 mg peroral selama 4 minggu, didapatkan hasil yang kurang memuaskan untuk memperbaiki fungsi kognitif 5. Haloperiodol Pada penderita alzheimer, sering kali terjadi gangguan psikosis (delusi, halusinasi) dan tingkah laku. Pemberian oral Haloperiod 1-5 mg/hari selama 4 minggu akan memperbaiki gejala tersebut. Bila penderita alzheimer menderita depresi sebaiknya diberikan tricyclic anti depresant (amitryptiline 25-100 mg/hari) 6. Acetyl L-Carnitine (ALC) Merupakan suatu subtrate endogen yang disintesa didalam miktokomdria dengan bantuan enzym ALC transferase. Penelitian ini menunjukkan bahwa ALC dapat meningkatkan aktivitas asetil kolinesterase, kolin asetiltransferase. Pada pemberian dosis 1-2 gr/hari/peroral selama 1 tahun dalam pengobatan, disimpulkan bahwa dapat memperbaiki atau menghambat progresifitas kerusakan fungsi kognitif. IX. PROGNOSA Dari pemeriksaan klinis 42 penderita probable alzheimer menunjukkan bahwa nilai prognostik tergantung pada 3 faktor yaitu: 1. Derajat beratnya penyakit 2. Variabilitas gambaran klinis 3. Perbedaan individual seperti usia, keluarga demensia dan jenis kelamin Ketiga faktor ini diuji secara statistik, ternyata faktor pertama yang paling mempengaruhi prognostik penderita alzheimer. Pasien dengan penyakit alzheimer mempunyai angka harapan hidup rata-rata 4-10 tahun sesudah diagnosis dan biasanya meninggal dunia akibat infeksi sekunder. X. KESIMPULAN Penyakit alzheimer sangat sukar di diagnosa hanya berasarkan gejala- gejala klinik tanpa dikonfirmasikan pemeriksaan lainnya seperti neuropatologi, neuropsikologis, MRI, SPECT, PET. Sampai saat ini penyebab yang pasti belum diketahui, tetapi faktor genetik sangat menentukan (riwayat keluarga), sedangkan faktor lingkungan hanya sebagai pencetus ekspresi genetik. Pengobatan pada saat ini belum mendapatkan hasil yang memuaskan, hanya dilakukan secara empiris, simptomatik dan suportif untuk menyenagkan penderita atau keluarganya. 2002 digitized by USU digital library 10
  • 11. DAFTAR PUSTAKA Blass J et al. Thiamin and alzheimer disease. Arch. Neurol. 1988(45): 833-835 BR Reed. Alzheimer disease: age antibodi onset and SPECT pattern of reginal cerebral blood flow, Archieves of Neurology, 1990(47):628-633 Cummings, MD Jeffrey L. Dementia a clinical approach.2nd ed. Butter worth: 43-93 DL Spark. Aging and alzheimer disease: alteredd cortical serotogenic binding. Arch. Neurology, 1989(46): 138-145. E.Mohr. Clonidine treatment of alzheimer disease. Archive of Neurology, 1989(46): 376-378 Fratiglioni L. Clinical diagnosis of alzheimer disease and other dementia in population survey. Arc.Neurol. 1992(49):927-932 J.C. Morries. The consortium to establish a registry for alzheimer disease (CERALD) part I: clinical and neuropsycologycal assessment of ADALAH. Neurology, 1989 (39):1159-1105 Kathleen A. Neuropsycological assessment of alzheimer disease. Neurology 1997 (49): S11-S13 Katzman RMD. Principle of geriatric neurology. Philadelphia : FA Davis, 1992:207- 243 McKhan Guy et al. Clinical diagnosis of alzheimer disease. Report of the NINCDS- ADRDA Work group neurology, Neurology 1984(34):939-943 Michael Gold. Plasma and red blood a cell thiamin defisiency in patiens with dementia of type alzheimer disease. Arc Neurol. 1995(52):1081- 1086 Morh Gautier. Guide to clinical neurology 1st ed. New York: Churchill, 1995:765-771 Susanne S. Neuropatologic assessment of alzheimer disease. Neurology, 1977(49)S14-S16 Thomson and McDonald. Alzheimer disease, in diseaseof nervous system clinical neurobiology. Vol.II. Philadelphia : WB Sounders, 1992:795-801 William J. Their use in diagnosis dementia. Gerlatrica 1991, 49(2): 28-35 2002 digitized by USU digital library 11