SlideShare a Scribd company logo
1 of 11
ALEXANDER THE GREAT 
A. Sinopsis Film 
Alexander The Great menceritakan kekuatan dari Alexander seorang raja dari 
Macedonia yang pada usia 20 tahun sudah menjadi raja karena ayahnya dibunuh. Alexander 
kemudian 
B. Teori 
Kepemimpinan 
 Kepemimpinan (leading) adalah merangsang orang-orang dalam organisasi agar 
berkinerja tinggi. Kepemimpinan meliputi memotivasi dan berkomunikasi dengan para 
pekerja, baik secara perorangan maupun kelompok. Kepemimpinan mencakup membina 
hubungan yang erat hari demi hari dengan orang-orang, membantu membimbing dan 
menginspirasi mereka kearah pencapaian tujuan-tujuan tim dan organisasi. 
Kepemimpinan dijalankan dalam tim, departemen dan divisi, begitu pula pada tingkat 
atas dari organisasi-organisasi yang besar. 
Bateman, Thomas S. 2009. Manajemen Kepemimpinan dan Kolaborasi dalam Dunia 
yang Kompetitif. Jakarta: Salemba Empat. 
 Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi kebiasaan individu atau kelompok terhadap 
prestasi dari tujuan organisasi. 
 Hodson, Christine. 2001. Psychology and Work. New York: Routledge. 
 Kepemimpinan (leadership) adalah kemauan memengaruhi orang-orang untuk mencapai 
tujuan organisasional.
Daft. Richard L. 2008. Manajemen. Jakarta: Salemba Empat. 
Pendekatan Psikodinamik 
Pendekatan psikodinamik dalam kepemimpinan dibangun berdasarkan dua asumsi dasar. 
Pertama, karakteristik personal individu sesungguhnya telah tertanam jauh di dalam 
kepribadiannya sehingga sulit untuk diubah walaupun dengan aneka cara. Kuncinya adalah 
pengikut harus menerima secara legowo karakteristik seorang pemimpin, memahami dampak 
kepribadiannya tersebut diri mereka, dan menerima keistimewaan dan faktor ideosinkretik yang 
melekat pada seorang pemimpin. Kedua, invididu memiliki sejumlah motif dan perasaan yang 
berada di bawah alam sadarnya. Motif dan perasaan ini tidak mereka sadari. Sebab itu, perilaku 
individu tidak hanya merupakan hasil dari tindakan dan respon yang bisa diamati, melainkan 
juga residu emosi dari pengalaman sebelumnya yang telah mengendap sekian lama di alam 
bawah sadarnya. 
Pendekatan psikodinamik berakar dari karya psikoanalisis Sigmund tahun 1938. Freud berusaha 
membantu masalah para pasiennya yang tidak berhasil ditangani oleh metode-metode 
konvensional. Metode yang ia gunakan adalah menghipnotis pasien guna menyingkap alam 
bawah sadanya. Kajian Freud lalu dilanjutkan muridnya, Carl Gustave Jung. Kajian psikoanalitis 
Frued dan Jung inilah yang kemudian mendasari pendekatan psikodinamika dalam 
kepemimpinan. 
Carl Gustav Jung kemudian mengembangkan alat ukur yang menjadi dasar pengukuran 
Kepemimpinan Psikodinamik. Alat ukur tersebut dikembangkan berdasarkan 4 dimensi. 
Pertama, menekankan pada kemana individu mencurahkan energinya (internal ataupun 
eksternal). Kedua, melibatkan cara orang mengumpulkan informasi (secara zakelijk ataupun 
lebih intuitif dan acak). Ketiga, cara individu membuat keputusan (apakah rasional-faktual 
ataukah subyektif-personal). Keempat, menekankan pada perbedaan antarindividu, antara yang 
terencana dengan yang spontan. 
Berdasarkan keempat dimensi tersebut, Jung kemudian membuat empat klasifikasi yang menjadi 
dasar kategorisasi kepemimpinan psikodinamik yaitu: (1) Ekstraversi versus introversi, meliputi
kemana individu cenderung mencurahkan energinya, kepada aspek internal ataukah eksternal; 
(2) Sensing versus intuiting, meliputi apakah individu cenderung mengumpulkan informasi 
secara empirik ataukah intuitif; (3) Thinking versus feeling, yang meliputi kecenderungan 
individu untuk membuat keputusan secara rasional atau subyektif; (4) Judging versus perceiving, 
meliputi kecenderungan individu untuk hidup secara tertata/terencana ataukan spontan. 
Berdasarkan keempat modelnya ini, Jung mampu membuat 16 kombinasi. 
EKSTRAVERSI DAN INTROVERSI. Ektraversi adalah kecenderungan individu untuk mengumpulkan 
informasi, inspirasi, dan energi dari luar dirinya. Salah satu ciri individu ekstrovert adalah 
mereka bicara banyak hal. Orang seperti ini suka berhubungan dengan orang lain dan memiliki 
kecenderungan bertindak. Mereka terkesan bersemangat dan disukai dalam pergaulan sosial. 
Sebaliknya, individiu introvert cenderung menggunakan gagasan dan pemikirannya sendiri 
dalam mengumpulkan informasi tanpa terlalu membutuhkan rangsangan eksternal. Individu 
seperti pun cenderung mendengar ketimbang berbicara. Mereka mampu mengumpulkan 
informasi baik melalui kegiatan membaca ataupun menonton televisi. Ciri utama introversi 
adalah kebutuhannya untuk menyendiri agar mampu berpikir serta memulihkan diri. 
SENSING DAN INTUITION. Dimensi sensing dan intuition berkait dengan kegiatan invididu dalam 
memperoleh informasi. Sensor mengumpulkan data lewat perasa (sensing), dan pemikiran 
mereka berkisar di sekitar masalah praktis dan faktual. Individu kategori sensing cenderung 
menyukai rincian serta melibatkan diri di dalam dunia praktis. Mereka lebih memperhatikan 
segala apa yang bisa mereka lihat, dengar, sentuh, bau, dan rasakan. Ketepatan dan akurasi 
adalah kesukaan utama orang yang berdimensi sensing. 
Tipe Intuition adalah orang yang intuitif. Mereka cenderung konseptual dan teoretis. Pengalaman 
praktis dalam kehidupan sehari-hari justru membosankan mereka. Mereka lebih menyukai 
kegiatan pemikiran yang kreatif, berpikir tentang masa depan, serta melakukan hal-hal yang 
tidak umum saat menyelesaikan suatu masalah. Dalam mengumpulkan informasi, tipe intuition 
mencari segala keterhubungan dan mengkaji hipotesis-hipotesis; mereka cenderung 
menggunakan kerangka teoretis dalam memahami dan memperoleh data. 
THINKING DAN FEELING. Setelah memperoleh informasi, individu perlu membuat keputusan 
berdasarkan data dan fakta yang mereka miliki. Terdapat dua cara dalam membuat keputusan,
yaitu dengan thinking dan feeling. Individu yang masuk kategori thinking cenderung 
menggunakan logika, menjaga obyektivitas, dan berpikir secara analitis. Dalam melakukan 
kegiatan ini, mereka cenderung tidak melibatkan diri ataupun terkesan terpisah dengan orang 
lain. Mereka lebih suka membuat keputusan secara terukur. 
Kebalikan dari thingking adalah feeling. Tipe ini cenderung subyektif, mencari harmoni dengan 
orang lain, serta lebih memperhatikan perasaan orang lain. Individu tipe ini pun cenderung lebih 
terlibat dengan orang lain baik di dalam lingkup pekerjaan, serta umumnya dianggap sebagai 
individu yang bijaksana atau manusiawi. 
JUDGING DAN PERCEIVING. Tipe judger cenderung menyukai sesuatu yang terstruktur, terencana, 
terjadual, dan hal-hal yang solutif (menyelesaikan permasalahan). Mereka lebih menyukai 
kepastian dan cenderung bertindak secara step-by-step. Sebab itu, tipe ini merasa yakin pada 
metodenya ketika bertindak. Sebaliknya, perceiver cenderung lebih fleksibel, adaptif, tentatif, 
dan terbuka. Mereka ini lebih spontan. Perceiver menghindari deadline yang serius dan bisa 
mengubah pikiran ataupun keputusannya sendiri hampir tanpa kesulitan. Tabel kelebihan dan 
kekurangan dari dimensi Jung sebagai berikut: 
Tabel 10 Pilihan Psikologis dan Kepemimpinan versi Stech 2010 
Tipe 
Pemimpin 
Kelebihan 
Pemimpin 
Kekurangan 
Kekurangan 
Thinker Obyektif 
Rasional 
Penuntas masalah 
Kritis 
Penuntut 
Tidak sensitif 
Feeler Empatik 
Kooperatif 
Loyal/Setia 
Tidak tegas 
Berubah-ubah 
Ekstravert Bersemangat 
Komunikatif 
Terbuka 
Kebanyakan 
ngomong 
Ceroboh 
Introvert Pendiam Lambat
Reflektif 
Pemikir 
memutuskan 
Ragu-ragu 
Intuitor Pemikir strategis 
Berorientasi masa 
depan 
Samar-samar 
Tidak rinci 
Sensor Praktis 
Berorientasi 
tindakan 
Tidak imajinatif 
Cenderung rincian 
Judger Tegas 
Ketat pada rencana 
Kaku 
Tidak fleksibel 
Perceiver Fleksibel 
Penasaran 
Informal 
Berantakan 
Tidak fokus 
C. Analisis 
Paradigma 
1. Kaitanya paradigma Kepemimpinan dengan Teori Management – Administration – 
Leadership – Problem Solving – Human Relations :Paradigma kepemimpinan meliputi gaya 
kepemimpinan, tipologi kepemimpinan, model-model kepemimpinan, dan teori-teori 
kepemimpinan.a) Paradigma kepemimpinan dengan teori Management 
Sebelum menjawab kaitannya paradigma Kepemimpinan dengan Teori Management , terlebih 
dahulu akan diuraikan tentang pengertian dan batasan di dalam Management ; 
- Management adalah suatu proses yang dilakukan oleh satu orang atau lebih untuk 
mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan orang lain guna mencapai hasil (tujuan) yang tidak dapat 
dicapai oleh hanya 1 orang saja. (Evancovich, 1989) 
- Manajemen adalah penyelesaian pekerjaan melalui orang lain. (Harold Koontz dan Ceryill O 
Donell) 
- Management berhubungan dengan pengarahan orang dan fungsi-fungsinya untuk mencapai 
tujuan yang telah ditetapkan. (John M. Pfiffne)- Management mempunyai fungsi-fungsi sebagai 
berikut :a. Perencanaan (planning) 
b. Pengorganisasian (organizing)
c. Penyusunan personalia (staffing) 
d. Pengkoordinasian (coordinating) 
e. Penyusunan anggaran (budgeting) 
Dari batasan-batasan tersebut di atas maka jelas paradigma kepemimpinan sangat dibutuhkan di 
dalam management. Hal ini dapat dijelaskan dari fungsi dan pengertian kepemimpinan, yaitu : 
Kepemimpinan adalah suatu proses yang mempengaruhi aktifitas kelompok yang diatur untuk 
mencapai tujuan bersama (Rauch & Behling, 1984, 46) 
b) Paradigma kepemimpinan dengan teori Administration 
Administrasi berasal dari bahasa Latin : Ad = intensif, dan ministrare = melayani, membantu, 
memenuhi. Pengertian Administrasi dalam bahasa Indonesia ada 2 (dua) : 
Administrasi berasal dari bahasa Belanda : “Administratie” yang merupakan pengertian 
Administrasi dalam arti sempit, yaitu sebagai kegiatan tata usaha kantor (catat-mencatat, 
mengetik, menggandakan, dan sebagainya). Kegiatan ini dalam bahasa Inggris disebut : Clerical 
works (FX.Soedjadi, 1989). 
Administration adalah proses kerjasama antara dua orang atau lebih berdasarkan rasionalitas 
tertentu untuk mencapai tujuan bersama yang telah ditentukan (S.P. Siagian, 1973). 
Dari pengertian Administration di atas adalah juga merupakan bagian dari kepemimpinan seperti 
yang ungkapan oleh Koontz & O’donnel, yang mendefinisikan kepemimpinan sebagai proses 
mempengaruhi sekelompok orang sehingga mau bekerja dengan sungguh-sungguh untuk meraih 
tujuan kelompoknya. 
Seperti halnya ciri-ciri teori kepemimpinan baik itu Trait Theory, Behavioral Theory, ataupun 
Contigensy Theory yang menekankan kepada pengetahuan yang luas, kemampuan 
analitik,perhatian dll, maka paradigma kepemimpinan dengan teori administration adalah bagian 
tak terpisahkan dimana keduanya mengandung unsur kerjasama dalam mencapai tujuan. 
c) Paradigma kepemimpinan dengan teori Leadership 
Leadership (Kepemimpinan) terbentuk dari empat variabel : 
- Pemimpin 
- Pengikut 
- organisasi 
- sosial ekonomi politik
Togdill (1974) menyimpulkan bahwa banyak sekali definisi mengenai kepemimpinan. Hal ini 
dikarenakan banyak sekali orang yang telah mencoba mendefinisikan konsep kepemimpinan 
tersebut. Namun demikian, semua definisi kepemimpinan yang ada mempunyai beberapa unsure 
yang sama. Menurut Sarros dan Butchatsky (1996), “leadership is defined as the purposeful 
behaviour of influencing others to contribute to a commonly agreed goal for the benefit of 
individual as well as the organization or common good”. Menurut definisi tersebut, 
kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai suatu perilaku dengan tujuan tertentu untuk 
mempengaruhi aktivitas para anggota kelompok untuk mencapai tujuan bersama yang dirancang 
untuk memberikan manfaat individu dan organisasi. Sedangkan menurut Anderson (1988), 
“leadership means using power to influence the thoughts and actions of others in such a way that 
achieve high performance”. 
Berdasarkan definisi-definisi di atas, kepemimpinan memiliki beberapa implikasi. Antara lain: 
Pertama: kepemimpinan berarti melibatkan orang atau pihak lain, yaitu para karyawan atau 
bawahan (followers). Para karyawan atau bawahan harus memiliki kemauan untuk menerima 
arahan dari pemimpin. Walaupun demikian, tanpa adanya karyawan atau bawahan, 
kepemimpinan tidak 
akan ada juga. 
Kedua: seorang pemimpin yang efektif adalah seseorang yang dengan kekuasaannya (his or 
herpower) mampu menggugah pengikutnya untuk mencapai kinerja yang memuaskan. Menurut 
French dan Raven (1968), kekuasaan yang dimiliki oleh para pemimpin dapat bersumber dari: 
Reward power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpin• mempunyai 
kemampuan dan sumberdaya untuk memberikan penghargaan kepada bawahan yang mengikuti 
arahan-arahan pemimpinnya. 
• Coercive power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpin mempunyai 
kemampuan memberikan hukuman bagi bawahan yang tidak mengikuti arahan-arahan 
pemimpinnya 
Legitimate power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpin mempunyai• 
hak untuk menggunakan pengaruh dan otoritas yang dimilikinya. 
Referent power, yang didasarkan atas identifikasi (pengenalan) bawahan terhadap sosok• 
pemimpin. Para pemimpin dapat menggunakan pengaruhnya karena karakteristik pribadinya, 
reputasinya atau karismanya. 
Expert power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpin• adalah seeorang yang 
memiliki kompetensi dan mempunyai keahlian dalam bidangnya.
Para pemimpin dapat menggunakan bentuk-bentuk kekuasaan atau kekuatan yang berbeda untuk 
mempengaruhi perilaku bawahan dalam berbagai situasi. 
Ketiga: kepemimpinan harus memiliki kejujuran terhadap diri sendiri (integrity), sikap 
bertanggungjawab yang tulus (compassion), pengetahuan (cognizance), keberanian bertindak 
sesuai dengan keyakinan (commitment), kepercayaan pada diri sendiri dan orang lain 
(confidence) dan kemampuan untuk meyakinkan orang lain (communication) dalam membangun 
organisasi. Walaupun kepemimpinan (leadership) seringkali disamakan dengan manajemen 
(management), kedua konsep tersebut berbeda. Perbedaan antara pemimpin dan manajer 
dinyatakan secara jelas oleh Bennis and Nanus (1995). Pemimpin berfokus pada mengerjakan 
yang benar sedangkan manajer memusatkan perhatian pada mengerjakan secara tepat (“managers 
are people who do things right and leaders are people who do the right thing, “). Kepemimpinan 
memastikan tangga yang kita daki bersandar pada tembok secara tepat, sedangkan manajemen 
mengusahakan agar kita mendaki tangga seefisien mungkin. 
d) Paradigma kepemimpinan dengan teori Problem Solving 
Secara bahasa, problem dan solving berasal dari bahasa Inggris. Problem artinya masalah, 
sementara solving (kata dasarnya to solve) bermakna pemecahan. Dengan demikian, problem 
solving dapat kita artikan dengan ‘pemecahan masalah.’ 
Problem Solving adalah suatu ilmu dalam manajemen organisasi yang dipergunakan oleh para 
pemimpin dalam memecahkan permasalahan-permasalahan yang ada dalam organisasi yang 
dipimpinnya. 
Dalam memecahkan masalah (to solve the problem), seorang pimpinan yang bijaksana, biasanya 
akan merujuk kepada teori kepemimpinan dengan menggunakan langkah-langkah sebagai 
berikut: 
- Memahami masalah dan menentukan tujuan 
- Mengumpulkan informasi yang relevan 
- Mengidentifikasi alternatif-alternatif solusi yang layak dan membuat estimaasi yang realistis 
- Merumuskan kegiatan-kegiatan yang akan ditempuh dalam menyelesai-kan masalah 
- Mengevaluasi setiap alternatif dengan menggunakan analisis sensitivitas untuk meningkatkan 
akurasi 
- Memilih alternatif terbaik 
- Mengimplementasikan solusi dan memonitor hasilnya. 
Dalam mendefinisikan masalah, pimpinan suatu organisasi bergerak dari tingkat sistem ke 
subsistem dan menganalisis bagian-bagian sistem menurut suatu urutan tertentu. Dalam
memecahkan masalah manajer mengidentifikasi berbagai solusi altenatif, mengevaluasinya, 
memilih yang terbaik, menerapkannya, dan membuat tindak lanjut untuk memastikan bahwa 
solusi itu berjalan sebagai mana mestinya. 
Yang jadi persoalan utama di sini bukanlah bagaimana teori memecah-kan masalah itu sendiri. 
Akan tetapi, adalah memahami apa sih sesungguh-nya yang dinamakan dengan problem 
(masalah). What’s the problem? Secara sederhana dapat kita pahami, masalah adalah jarak yang 
memben-tang antara keadaan sekarang dengan tujuan yang hendak dicapai. 
e) Paradigma kepemimpinan dengan teori Human Relations 
Lingkungan terbaik bagi tumbuhnya kepemimpinan yang baik adalah : 
- Lingkungan yang hubungan interpersonalnya berlangsung baik. 
- Hubungan pimpinan yang baik dengan para anggota/karyawannya akan memberikan pengaruh 
positif pada hubungan di antara karyawan/anggota itu sendiri. 
- Hubungan yang baik dengan manajemen atasan, manajemen satu level, dengan pelanggan, para 
kolega, hubungan dengan tetangga, dll. 
Hubungan Antar Manusia : 
Adalah melihat hal-hal dari sudut pandang orang lain, berpikir menurut pola perasaan orang lain. 
Melakukan komunikasi secara berkala dan jelas, pujian yang wajar, serius dengan yang Anda 
ucapkan, sikap loyal, sopan santun kepada setiap orang, pengakuan bila bersalah, pemberian rasa 
hormat kepada orang lain, ucapan TERIMA KASIH. Jangan memotong pembicaraan orang lain, 
kehilangan kendali/emosi, bersikap tidak sabar, sulit diduga dalam reaksi-reaksi Anda. 
2. Seorang pemimpin dengan Trait Theory (Teori Sifat) 
Teori ini menyatakan bahwa efektivitas kepemimpinan tergantung pada karakter pemimpinnya. 
Sifat-sifat yang dimiliki antara lain kepribadian, keunggulan fisik, dan kemampuan sosial. 
Karakter yang harus dimiliki seseorang manurut Judith R. Gordon mencakup kemampuan 
istimewa dalam: 
- Kemampuan Intelektual 
- Kematangan Pribadi 
- Pendidikan 
- Statuts Sosial Ekonomi 
- Human Relation
- Motivasi Intrinsik 
- Dorongan untuk maju 
3. Teori Kontingensi dalam menyelesaikan suatu kesenjangan : 
Kepemimpinan kontingensi memfokuskan perhatian yang lebih luas, yakni pada aspek-aspek 
keterkaitan antara kondisi atau variabel situasional dengan watak atau tingkah laku dan kriteria 
kinerja pemimpin (Hoy and Miskel 1987). 
Menurut Fiedler, ada tiga faktor utama yang mempengaruhi kesesuaian situasi dan ketiga faktor 
ini selanjutnya mempengaruhi keefektifan pemimpin. Ketiga faktor tersebut adalah Task 
structure (keadaan tugas yang dihadapi apakah structured task atau unstructured task), Leader-member 
relationship (hubungan antara pimpinan dengan bawahan, apakah kuat (saling percaya, 
saling menghargai) atau lemah), Position power (ukuran aktual seorang pemimpin) 
Teori-teori kontingensi berasumsi bahwa berbagai pola perilaku pemimpin atau ciri dibutuhkan 
dalam berbagai situasi bagi efektivitas kepemimpinan. 
Didalam proses kepemimpinan tentunya ada kesenjangan antara hal-hal yang diharapkan dengan 
kenyataan yang ada sehingga tujuan yang sudah ditentukan tidak bisa tercapai. Dari kenyataan 
tersebut perlunya diadakan pendekatan-pendekatan terhadap penyelesaian kesenjangan, 
diantaranya: 
- Meminta bawahan untuk mengikuti peraturan, prosedur, mengatur waktu dan 
mengkoordinasikan pekerjaan. 
- Hadapi ketidak sepahaman dgn jiwa besar. 
- Memberi perhatian kepada kebutuhan bawahan, kesejahteraan menciptakan suasana bersahabat 
Ketiga pendekatan di atas diperlukan jika kesenjangan tersebut akibat dari kedisipilan. 
- Identifikasi orang-orang yang mempunyai pengetahuan atau keahlian yang relevan. 
- Berkonsultasi dengan bawahan dan mempertimbangkan opini dan saran bawahan. 
Pendekatan ini diperlukan untuk memotivasi karyawan sehingga merasa dihargai dan untuk 
mengetahui kemampuan setiap karyawan, sehingga kesenjangan yang ada dapat di diskusikan 
dengan karyawan yang mempunyai keahlian sesuai dengan bentuk kesenjangan yang terjadi. 
4. Kemampuan IQ, EQ dan SQ seorang pemimpin : 
Ada lima langkah dengan IQ dan EQ untuk seseorang dapat maju menjadi pemimpin yang lebih 
baik. Pertama dia harus mempelajari impian ideal tentang dirinya sendiri. Ini dapat dilakukan 
dengan misalnya mencoba secara serius berpikir apa yang ingin dicapai lima belas tahun yang
akan datang. Memikirkan segala aspek secara detail, terutama tentang kwalitas 
kepemimpinannya. Kedua, melihat dirinya sendiri saat ini secara jujur dan terbuka. Bercermin 
dan menganalisa secara kritis akan dirinya. Dan mulai menulis kwalitas apa saja yang belum 
dipunyai dengan membandingkan keadaan impian dengan kenyataan sekarang. Ketiga mulai 
membuat agenda kerja tentang apa yang harus dipelajari dan dilatih untuk mencapai idealnya. 
Keempat mulai melangkah dan melakukan langkah langkah tersebut baik melalui pelatihan, 
pemikiran, penajaman perasaan dan penyempurnakan diri. Kelima mencari orang yang dapat 
diajak untuk membantu memperlancar dan mengawasi perubahan dirinya menuju perbaikan 
tersebut. 
Motivasi untuk mau berubah adalah sebuah kunci yang perlu ada. Orang tidak akan bisa berubah 
kalau tidak ada kemauan keras untuk itu. Untuk dapat memiliki kompetensi dalam 
Kepemimpinan Emotional Intelligence, kita perlu memulai dengan penyadaran diri kita dan 
melakukan managemen diri sendiri secara sadar. Menyadari akan emosi emosi kita, dan secara 
tepat menilai emosi diri kita serta memiliki kepercayaan diri untuk melakukan perbaikan. Mulai 
dari kontrol diri sendiri, bersikap tenang dalam situasi apapun, memiliki keterbukaan dan 
kejernihan emosi, serta kemampuan adaptasi terhadap lingkungan dan tetap fokus pada hal hal 
yang positip. 
Dan terakhir dengan pendekatan SQ (Spiritual Quotient), yaitu memimpin dengan melakukan 
pendekatan dan dasar-dasar religi dan konsep amanah. Konsep amanah yang diberikan kepada 
manusia sebagai khalifal fil ardli menempati posisi senteral dalam kepemimpinan Islam. 
Logislah bila konsep amanah kekhalifahan yang diberikan kepada manusia menuntut 
terjalinannya hubungan atau interaksi yang sebaik-baiknya antara manusia dengan pemberi 
amanah [Allah], yaitu: [1] mengerjakan semua perintah Allah, [2] menjauhi semua larangan- 
Nya, [3] ridha [ikhlas] menerima semua hukum-hukum atau ketentuan-Nya. Selain hubungan 
dengan pemberi amanah [Allah], juga membangun hubungan baik dengan sesama manusia serta 
lingkungan yang diamanahkan kepadanya [Q.S.Ali Imran:112]. Tuntutannya, diperlukan 
kemampuan memimpin atau mengatur hubungan vertical manusia dengan Sang Pemberi [Allah] 
amanah dan interaksi horizontal dengan sesamanya. Menurut Ary Ginanjar Agustian 
(2001)konsep Kecerdasan Spiritual (SQ) berisi suara hati Ilahiah (Fitrah) bersumber dari 
percikan Asmaa’ul-Husna yang bersifat Universal. Seluruh gerakan ber-Thawaf mengelilingi 
titik Tuhan (God Spot) seperti gerakan alam semesta (Ihsan).

More Related Content

What's hot (19)

Psikologi Umum
Psikologi UmumPsikologi Umum
Psikologi Umum
 
Teori Sigmund Freud
Teori Sigmund FreudTeori Sigmund Freud
Teori Sigmund Freud
 
Teori keperibadian sosial kognitif
Teori keperibadian sosial kognitifTeori keperibadian sosial kognitif
Teori keperibadian sosial kognitif
 
Pendekatan konseling psikoanalisis
Pendekatan konseling psikoanalisisPendekatan konseling psikoanalisis
Pendekatan konseling psikoanalisis
 
Psikoterapi (asosiasi bebas)
Psikoterapi (asosiasi bebas)Psikoterapi (asosiasi bebas)
Psikoterapi (asosiasi bebas)
 
Teori Psikoanalisa (sigmund freud)
Teori Psikoanalisa (sigmund freud)Teori Psikoanalisa (sigmund freud)
Teori Psikoanalisa (sigmund freud)
 
Teori psikoanalisis
Teori psikoanalisisTeori psikoanalisis
Teori psikoanalisis
 
Topik 1 Konsep Asas Psikologi
Topik 1 Konsep Asas PsikologiTopik 1 Konsep Asas Psikologi
Topik 1 Konsep Asas Psikologi
 
Teori perkembangan kendiri personaliti
Teori perkembangan kendiri personalitiTeori perkembangan kendiri personaliti
Teori perkembangan kendiri personaliti
 
Psikoanalisa
PsikoanalisaPsikoanalisa
Psikoanalisa
 
Pengantar Psikologi
Pengantar PsikologiPengantar Psikologi
Pengantar Psikologi
 
Pendekatan Konseling Psikoanalisis
Pendekatan Konseling PsikoanalisisPendekatan Konseling Psikoanalisis
Pendekatan Konseling Psikoanalisis
 
TUGAS ARTIKEL INDIVIDU
TUGAS ARTIKEL INDIVIDUTUGAS ARTIKEL INDIVIDU
TUGAS ARTIKEL INDIVIDU
 
2 teori pemusatan insan
2 teori pemusatan insan2 teori pemusatan insan
2 teori pemusatan insan
 
Pendekatan Psikoanalisis
Pendekatan PsikoanalisisPendekatan Psikoanalisis
Pendekatan Psikoanalisis
 
Terapi gestalt oum
Terapi gestalt oumTerapi gestalt oum
Terapi gestalt oum
 
Teori Konseling PPK
Teori Konseling PPKTeori Konseling PPK
Teori Konseling PPK
 
Ppt pak chamid
Ppt pak chamidPpt pak chamid
Ppt pak chamid
 
Teori gestalt (selesai) 2
Teori gestalt (selesai) 2Teori gestalt (selesai) 2
Teori gestalt (selesai) 2
 

Similar to Alexander the great

Similar to Alexander the great (20)

Kepemimpinan dan perilaku organisasi
Kepemimpinan dan perilaku organisasiKepemimpinan dan perilaku organisasi
Kepemimpinan dan perilaku organisasi
 
Konsep Kepeminpinan
Konsep KepeminpinanKonsep Kepeminpinan
Konsep Kepeminpinan
 
Actuating
ActuatingActuating
Actuating
 
Handout Perilaku Organisasi & Kepemimpinan
Handout Perilaku Organisasi & KepemimpinanHandout Perilaku Organisasi & Kepemimpinan
Handout Perilaku Organisasi & Kepemimpinan
 
Kepemimpinan
KepemimpinanKepemimpinan
Kepemimpinan
 
Teori sifat
Teori sifatTeori sifat
Teori sifat
 
Komunikasi antarpersona dalam lingkungan bisnis
Komunikasi antarpersona dalam lingkungan bisnisKomunikasi antarpersona dalam lingkungan bisnis
Komunikasi antarpersona dalam lingkungan bisnis
 
Teori Kepemimpinan dan Karakteristik Pemimpin yang Efektif
Teori Kepemimpinan dan Karakteristik Pemimpin yang EfektifTeori Kepemimpinan dan Karakteristik Pemimpin yang Efektif
Teori Kepemimpinan dan Karakteristik Pemimpin yang Efektif
 
TUGAS 4
TUGAS 4TUGAS 4
TUGAS 4
 
TUGAS 4
TUGAS 4TUGAS 4
TUGAS 4
 
Login.hospot.bsi
Login.hospot.bsiLogin.hospot.bsi
Login.hospot.bsi
 
Kepemimpinan Efektif
Kepemimpinan EfektifKepemimpinan Efektif
Kepemimpinan Efektif
 
Power poin kelompok 5
Power poin kelompok 5Power poin kelompok 5
Power poin kelompok 5
 
Tugas sip 1
Tugas sip 1Tugas sip 1
Tugas sip 1
 
Tugas sip 1
Tugas sip 1Tugas sip 1
Tugas sip 1
 
Tugas sip 1
Tugas sip 1Tugas sip 1
Tugas sip 1
 
Tugas sip 1
Tugas sip 1Tugas sip 1
Tugas sip 1
 
defenisi kepemimpinan dari pendekatan
defenisi kepemimpinan dari pendekatandefenisi kepemimpinan dari pendekatan
defenisi kepemimpinan dari pendekatan
 
12.b. KEPEMIMPINAN.pptx
12.b. KEPEMIMPINAN.pptx12.b. KEPEMIMPINAN.pptx
12.b. KEPEMIMPINAN.pptx
 
Kep Warna(C)
Kep Warna(C)Kep Warna(C)
Kep Warna(C)
 

Alexander the great

  • 1. ALEXANDER THE GREAT A. Sinopsis Film Alexander The Great menceritakan kekuatan dari Alexander seorang raja dari Macedonia yang pada usia 20 tahun sudah menjadi raja karena ayahnya dibunuh. Alexander kemudian B. Teori Kepemimpinan  Kepemimpinan (leading) adalah merangsang orang-orang dalam organisasi agar berkinerja tinggi. Kepemimpinan meliputi memotivasi dan berkomunikasi dengan para pekerja, baik secara perorangan maupun kelompok. Kepemimpinan mencakup membina hubungan yang erat hari demi hari dengan orang-orang, membantu membimbing dan menginspirasi mereka kearah pencapaian tujuan-tujuan tim dan organisasi. Kepemimpinan dijalankan dalam tim, departemen dan divisi, begitu pula pada tingkat atas dari organisasi-organisasi yang besar. Bateman, Thomas S. 2009. Manajemen Kepemimpinan dan Kolaborasi dalam Dunia yang Kompetitif. Jakarta: Salemba Empat.  Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi kebiasaan individu atau kelompok terhadap prestasi dari tujuan organisasi.  Hodson, Christine. 2001. Psychology and Work. New York: Routledge.  Kepemimpinan (leadership) adalah kemauan memengaruhi orang-orang untuk mencapai tujuan organisasional.
  • 2. Daft. Richard L. 2008. Manajemen. Jakarta: Salemba Empat. Pendekatan Psikodinamik Pendekatan psikodinamik dalam kepemimpinan dibangun berdasarkan dua asumsi dasar. Pertama, karakteristik personal individu sesungguhnya telah tertanam jauh di dalam kepribadiannya sehingga sulit untuk diubah walaupun dengan aneka cara. Kuncinya adalah pengikut harus menerima secara legowo karakteristik seorang pemimpin, memahami dampak kepribadiannya tersebut diri mereka, dan menerima keistimewaan dan faktor ideosinkretik yang melekat pada seorang pemimpin. Kedua, invididu memiliki sejumlah motif dan perasaan yang berada di bawah alam sadarnya. Motif dan perasaan ini tidak mereka sadari. Sebab itu, perilaku individu tidak hanya merupakan hasil dari tindakan dan respon yang bisa diamati, melainkan juga residu emosi dari pengalaman sebelumnya yang telah mengendap sekian lama di alam bawah sadarnya. Pendekatan psikodinamik berakar dari karya psikoanalisis Sigmund tahun 1938. Freud berusaha membantu masalah para pasiennya yang tidak berhasil ditangani oleh metode-metode konvensional. Metode yang ia gunakan adalah menghipnotis pasien guna menyingkap alam bawah sadanya. Kajian Freud lalu dilanjutkan muridnya, Carl Gustave Jung. Kajian psikoanalitis Frued dan Jung inilah yang kemudian mendasari pendekatan psikodinamika dalam kepemimpinan. Carl Gustav Jung kemudian mengembangkan alat ukur yang menjadi dasar pengukuran Kepemimpinan Psikodinamik. Alat ukur tersebut dikembangkan berdasarkan 4 dimensi. Pertama, menekankan pada kemana individu mencurahkan energinya (internal ataupun eksternal). Kedua, melibatkan cara orang mengumpulkan informasi (secara zakelijk ataupun lebih intuitif dan acak). Ketiga, cara individu membuat keputusan (apakah rasional-faktual ataukah subyektif-personal). Keempat, menekankan pada perbedaan antarindividu, antara yang terencana dengan yang spontan. Berdasarkan keempat dimensi tersebut, Jung kemudian membuat empat klasifikasi yang menjadi dasar kategorisasi kepemimpinan psikodinamik yaitu: (1) Ekstraversi versus introversi, meliputi
  • 3. kemana individu cenderung mencurahkan energinya, kepada aspek internal ataukah eksternal; (2) Sensing versus intuiting, meliputi apakah individu cenderung mengumpulkan informasi secara empirik ataukah intuitif; (3) Thinking versus feeling, yang meliputi kecenderungan individu untuk membuat keputusan secara rasional atau subyektif; (4) Judging versus perceiving, meliputi kecenderungan individu untuk hidup secara tertata/terencana ataukan spontan. Berdasarkan keempat modelnya ini, Jung mampu membuat 16 kombinasi. EKSTRAVERSI DAN INTROVERSI. Ektraversi adalah kecenderungan individu untuk mengumpulkan informasi, inspirasi, dan energi dari luar dirinya. Salah satu ciri individu ekstrovert adalah mereka bicara banyak hal. Orang seperti ini suka berhubungan dengan orang lain dan memiliki kecenderungan bertindak. Mereka terkesan bersemangat dan disukai dalam pergaulan sosial. Sebaliknya, individiu introvert cenderung menggunakan gagasan dan pemikirannya sendiri dalam mengumpulkan informasi tanpa terlalu membutuhkan rangsangan eksternal. Individu seperti pun cenderung mendengar ketimbang berbicara. Mereka mampu mengumpulkan informasi baik melalui kegiatan membaca ataupun menonton televisi. Ciri utama introversi adalah kebutuhannya untuk menyendiri agar mampu berpikir serta memulihkan diri. SENSING DAN INTUITION. Dimensi sensing dan intuition berkait dengan kegiatan invididu dalam memperoleh informasi. Sensor mengumpulkan data lewat perasa (sensing), dan pemikiran mereka berkisar di sekitar masalah praktis dan faktual. Individu kategori sensing cenderung menyukai rincian serta melibatkan diri di dalam dunia praktis. Mereka lebih memperhatikan segala apa yang bisa mereka lihat, dengar, sentuh, bau, dan rasakan. Ketepatan dan akurasi adalah kesukaan utama orang yang berdimensi sensing. Tipe Intuition adalah orang yang intuitif. Mereka cenderung konseptual dan teoretis. Pengalaman praktis dalam kehidupan sehari-hari justru membosankan mereka. Mereka lebih menyukai kegiatan pemikiran yang kreatif, berpikir tentang masa depan, serta melakukan hal-hal yang tidak umum saat menyelesaikan suatu masalah. Dalam mengumpulkan informasi, tipe intuition mencari segala keterhubungan dan mengkaji hipotesis-hipotesis; mereka cenderung menggunakan kerangka teoretis dalam memahami dan memperoleh data. THINKING DAN FEELING. Setelah memperoleh informasi, individu perlu membuat keputusan berdasarkan data dan fakta yang mereka miliki. Terdapat dua cara dalam membuat keputusan,
  • 4. yaitu dengan thinking dan feeling. Individu yang masuk kategori thinking cenderung menggunakan logika, menjaga obyektivitas, dan berpikir secara analitis. Dalam melakukan kegiatan ini, mereka cenderung tidak melibatkan diri ataupun terkesan terpisah dengan orang lain. Mereka lebih suka membuat keputusan secara terukur. Kebalikan dari thingking adalah feeling. Tipe ini cenderung subyektif, mencari harmoni dengan orang lain, serta lebih memperhatikan perasaan orang lain. Individu tipe ini pun cenderung lebih terlibat dengan orang lain baik di dalam lingkup pekerjaan, serta umumnya dianggap sebagai individu yang bijaksana atau manusiawi. JUDGING DAN PERCEIVING. Tipe judger cenderung menyukai sesuatu yang terstruktur, terencana, terjadual, dan hal-hal yang solutif (menyelesaikan permasalahan). Mereka lebih menyukai kepastian dan cenderung bertindak secara step-by-step. Sebab itu, tipe ini merasa yakin pada metodenya ketika bertindak. Sebaliknya, perceiver cenderung lebih fleksibel, adaptif, tentatif, dan terbuka. Mereka ini lebih spontan. Perceiver menghindari deadline yang serius dan bisa mengubah pikiran ataupun keputusannya sendiri hampir tanpa kesulitan. Tabel kelebihan dan kekurangan dari dimensi Jung sebagai berikut: Tabel 10 Pilihan Psikologis dan Kepemimpinan versi Stech 2010 Tipe Pemimpin Kelebihan Pemimpin Kekurangan Kekurangan Thinker Obyektif Rasional Penuntas masalah Kritis Penuntut Tidak sensitif Feeler Empatik Kooperatif Loyal/Setia Tidak tegas Berubah-ubah Ekstravert Bersemangat Komunikatif Terbuka Kebanyakan ngomong Ceroboh Introvert Pendiam Lambat
  • 5. Reflektif Pemikir memutuskan Ragu-ragu Intuitor Pemikir strategis Berorientasi masa depan Samar-samar Tidak rinci Sensor Praktis Berorientasi tindakan Tidak imajinatif Cenderung rincian Judger Tegas Ketat pada rencana Kaku Tidak fleksibel Perceiver Fleksibel Penasaran Informal Berantakan Tidak fokus C. Analisis Paradigma 1. Kaitanya paradigma Kepemimpinan dengan Teori Management – Administration – Leadership – Problem Solving – Human Relations :Paradigma kepemimpinan meliputi gaya kepemimpinan, tipologi kepemimpinan, model-model kepemimpinan, dan teori-teori kepemimpinan.a) Paradigma kepemimpinan dengan teori Management Sebelum menjawab kaitannya paradigma Kepemimpinan dengan Teori Management , terlebih dahulu akan diuraikan tentang pengertian dan batasan di dalam Management ; - Management adalah suatu proses yang dilakukan oleh satu orang atau lebih untuk mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan orang lain guna mencapai hasil (tujuan) yang tidak dapat dicapai oleh hanya 1 orang saja. (Evancovich, 1989) - Manajemen adalah penyelesaian pekerjaan melalui orang lain. (Harold Koontz dan Ceryill O Donell) - Management berhubungan dengan pengarahan orang dan fungsi-fungsinya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. (John M. Pfiffne)- Management mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut :a. Perencanaan (planning) b. Pengorganisasian (organizing)
  • 6. c. Penyusunan personalia (staffing) d. Pengkoordinasian (coordinating) e. Penyusunan anggaran (budgeting) Dari batasan-batasan tersebut di atas maka jelas paradigma kepemimpinan sangat dibutuhkan di dalam management. Hal ini dapat dijelaskan dari fungsi dan pengertian kepemimpinan, yaitu : Kepemimpinan adalah suatu proses yang mempengaruhi aktifitas kelompok yang diatur untuk mencapai tujuan bersama (Rauch & Behling, 1984, 46) b) Paradigma kepemimpinan dengan teori Administration Administrasi berasal dari bahasa Latin : Ad = intensif, dan ministrare = melayani, membantu, memenuhi. Pengertian Administrasi dalam bahasa Indonesia ada 2 (dua) : Administrasi berasal dari bahasa Belanda : “Administratie” yang merupakan pengertian Administrasi dalam arti sempit, yaitu sebagai kegiatan tata usaha kantor (catat-mencatat, mengetik, menggandakan, dan sebagainya). Kegiatan ini dalam bahasa Inggris disebut : Clerical works (FX.Soedjadi, 1989). Administration adalah proses kerjasama antara dua orang atau lebih berdasarkan rasionalitas tertentu untuk mencapai tujuan bersama yang telah ditentukan (S.P. Siagian, 1973). Dari pengertian Administration di atas adalah juga merupakan bagian dari kepemimpinan seperti yang ungkapan oleh Koontz & O’donnel, yang mendefinisikan kepemimpinan sebagai proses mempengaruhi sekelompok orang sehingga mau bekerja dengan sungguh-sungguh untuk meraih tujuan kelompoknya. Seperti halnya ciri-ciri teori kepemimpinan baik itu Trait Theory, Behavioral Theory, ataupun Contigensy Theory yang menekankan kepada pengetahuan yang luas, kemampuan analitik,perhatian dll, maka paradigma kepemimpinan dengan teori administration adalah bagian tak terpisahkan dimana keduanya mengandung unsur kerjasama dalam mencapai tujuan. c) Paradigma kepemimpinan dengan teori Leadership Leadership (Kepemimpinan) terbentuk dari empat variabel : - Pemimpin - Pengikut - organisasi - sosial ekonomi politik
  • 7. Togdill (1974) menyimpulkan bahwa banyak sekali definisi mengenai kepemimpinan. Hal ini dikarenakan banyak sekali orang yang telah mencoba mendefinisikan konsep kepemimpinan tersebut. Namun demikian, semua definisi kepemimpinan yang ada mempunyai beberapa unsure yang sama. Menurut Sarros dan Butchatsky (1996), “leadership is defined as the purposeful behaviour of influencing others to contribute to a commonly agreed goal for the benefit of individual as well as the organization or common good”. Menurut definisi tersebut, kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai suatu perilaku dengan tujuan tertentu untuk mempengaruhi aktivitas para anggota kelompok untuk mencapai tujuan bersama yang dirancang untuk memberikan manfaat individu dan organisasi. Sedangkan menurut Anderson (1988), “leadership means using power to influence the thoughts and actions of others in such a way that achieve high performance”. Berdasarkan definisi-definisi di atas, kepemimpinan memiliki beberapa implikasi. Antara lain: Pertama: kepemimpinan berarti melibatkan orang atau pihak lain, yaitu para karyawan atau bawahan (followers). Para karyawan atau bawahan harus memiliki kemauan untuk menerima arahan dari pemimpin. Walaupun demikian, tanpa adanya karyawan atau bawahan, kepemimpinan tidak akan ada juga. Kedua: seorang pemimpin yang efektif adalah seseorang yang dengan kekuasaannya (his or herpower) mampu menggugah pengikutnya untuk mencapai kinerja yang memuaskan. Menurut French dan Raven (1968), kekuasaan yang dimiliki oleh para pemimpin dapat bersumber dari: Reward power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpin• mempunyai kemampuan dan sumberdaya untuk memberikan penghargaan kepada bawahan yang mengikuti arahan-arahan pemimpinnya. • Coercive power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpin mempunyai kemampuan memberikan hukuman bagi bawahan yang tidak mengikuti arahan-arahan pemimpinnya Legitimate power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpin mempunyai• hak untuk menggunakan pengaruh dan otoritas yang dimilikinya. Referent power, yang didasarkan atas identifikasi (pengenalan) bawahan terhadap sosok• pemimpin. Para pemimpin dapat menggunakan pengaruhnya karena karakteristik pribadinya, reputasinya atau karismanya. Expert power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpin• adalah seeorang yang memiliki kompetensi dan mempunyai keahlian dalam bidangnya.
  • 8. Para pemimpin dapat menggunakan bentuk-bentuk kekuasaan atau kekuatan yang berbeda untuk mempengaruhi perilaku bawahan dalam berbagai situasi. Ketiga: kepemimpinan harus memiliki kejujuran terhadap diri sendiri (integrity), sikap bertanggungjawab yang tulus (compassion), pengetahuan (cognizance), keberanian bertindak sesuai dengan keyakinan (commitment), kepercayaan pada diri sendiri dan orang lain (confidence) dan kemampuan untuk meyakinkan orang lain (communication) dalam membangun organisasi. Walaupun kepemimpinan (leadership) seringkali disamakan dengan manajemen (management), kedua konsep tersebut berbeda. Perbedaan antara pemimpin dan manajer dinyatakan secara jelas oleh Bennis and Nanus (1995). Pemimpin berfokus pada mengerjakan yang benar sedangkan manajer memusatkan perhatian pada mengerjakan secara tepat (“managers are people who do things right and leaders are people who do the right thing, “). Kepemimpinan memastikan tangga yang kita daki bersandar pada tembok secara tepat, sedangkan manajemen mengusahakan agar kita mendaki tangga seefisien mungkin. d) Paradigma kepemimpinan dengan teori Problem Solving Secara bahasa, problem dan solving berasal dari bahasa Inggris. Problem artinya masalah, sementara solving (kata dasarnya to solve) bermakna pemecahan. Dengan demikian, problem solving dapat kita artikan dengan ‘pemecahan masalah.’ Problem Solving adalah suatu ilmu dalam manajemen organisasi yang dipergunakan oleh para pemimpin dalam memecahkan permasalahan-permasalahan yang ada dalam organisasi yang dipimpinnya. Dalam memecahkan masalah (to solve the problem), seorang pimpinan yang bijaksana, biasanya akan merujuk kepada teori kepemimpinan dengan menggunakan langkah-langkah sebagai berikut: - Memahami masalah dan menentukan tujuan - Mengumpulkan informasi yang relevan - Mengidentifikasi alternatif-alternatif solusi yang layak dan membuat estimaasi yang realistis - Merumuskan kegiatan-kegiatan yang akan ditempuh dalam menyelesai-kan masalah - Mengevaluasi setiap alternatif dengan menggunakan analisis sensitivitas untuk meningkatkan akurasi - Memilih alternatif terbaik - Mengimplementasikan solusi dan memonitor hasilnya. Dalam mendefinisikan masalah, pimpinan suatu organisasi bergerak dari tingkat sistem ke subsistem dan menganalisis bagian-bagian sistem menurut suatu urutan tertentu. Dalam
  • 9. memecahkan masalah manajer mengidentifikasi berbagai solusi altenatif, mengevaluasinya, memilih yang terbaik, menerapkannya, dan membuat tindak lanjut untuk memastikan bahwa solusi itu berjalan sebagai mana mestinya. Yang jadi persoalan utama di sini bukanlah bagaimana teori memecah-kan masalah itu sendiri. Akan tetapi, adalah memahami apa sih sesungguh-nya yang dinamakan dengan problem (masalah). What’s the problem? Secara sederhana dapat kita pahami, masalah adalah jarak yang memben-tang antara keadaan sekarang dengan tujuan yang hendak dicapai. e) Paradigma kepemimpinan dengan teori Human Relations Lingkungan terbaik bagi tumbuhnya kepemimpinan yang baik adalah : - Lingkungan yang hubungan interpersonalnya berlangsung baik. - Hubungan pimpinan yang baik dengan para anggota/karyawannya akan memberikan pengaruh positif pada hubungan di antara karyawan/anggota itu sendiri. - Hubungan yang baik dengan manajemen atasan, manajemen satu level, dengan pelanggan, para kolega, hubungan dengan tetangga, dll. Hubungan Antar Manusia : Adalah melihat hal-hal dari sudut pandang orang lain, berpikir menurut pola perasaan orang lain. Melakukan komunikasi secara berkala dan jelas, pujian yang wajar, serius dengan yang Anda ucapkan, sikap loyal, sopan santun kepada setiap orang, pengakuan bila bersalah, pemberian rasa hormat kepada orang lain, ucapan TERIMA KASIH. Jangan memotong pembicaraan orang lain, kehilangan kendali/emosi, bersikap tidak sabar, sulit diduga dalam reaksi-reaksi Anda. 2. Seorang pemimpin dengan Trait Theory (Teori Sifat) Teori ini menyatakan bahwa efektivitas kepemimpinan tergantung pada karakter pemimpinnya. Sifat-sifat yang dimiliki antara lain kepribadian, keunggulan fisik, dan kemampuan sosial. Karakter yang harus dimiliki seseorang manurut Judith R. Gordon mencakup kemampuan istimewa dalam: - Kemampuan Intelektual - Kematangan Pribadi - Pendidikan - Statuts Sosial Ekonomi - Human Relation
  • 10. - Motivasi Intrinsik - Dorongan untuk maju 3. Teori Kontingensi dalam menyelesaikan suatu kesenjangan : Kepemimpinan kontingensi memfokuskan perhatian yang lebih luas, yakni pada aspek-aspek keterkaitan antara kondisi atau variabel situasional dengan watak atau tingkah laku dan kriteria kinerja pemimpin (Hoy and Miskel 1987). Menurut Fiedler, ada tiga faktor utama yang mempengaruhi kesesuaian situasi dan ketiga faktor ini selanjutnya mempengaruhi keefektifan pemimpin. Ketiga faktor tersebut adalah Task structure (keadaan tugas yang dihadapi apakah structured task atau unstructured task), Leader-member relationship (hubungan antara pimpinan dengan bawahan, apakah kuat (saling percaya, saling menghargai) atau lemah), Position power (ukuran aktual seorang pemimpin) Teori-teori kontingensi berasumsi bahwa berbagai pola perilaku pemimpin atau ciri dibutuhkan dalam berbagai situasi bagi efektivitas kepemimpinan. Didalam proses kepemimpinan tentunya ada kesenjangan antara hal-hal yang diharapkan dengan kenyataan yang ada sehingga tujuan yang sudah ditentukan tidak bisa tercapai. Dari kenyataan tersebut perlunya diadakan pendekatan-pendekatan terhadap penyelesaian kesenjangan, diantaranya: - Meminta bawahan untuk mengikuti peraturan, prosedur, mengatur waktu dan mengkoordinasikan pekerjaan. - Hadapi ketidak sepahaman dgn jiwa besar. - Memberi perhatian kepada kebutuhan bawahan, kesejahteraan menciptakan suasana bersahabat Ketiga pendekatan di atas diperlukan jika kesenjangan tersebut akibat dari kedisipilan. - Identifikasi orang-orang yang mempunyai pengetahuan atau keahlian yang relevan. - Berkonsultasi dengan bawahan dan mempertimbangkan opini dan saran bawahan. Pendekatan ini diperlukan untuk memotivasi karyawan sehingga merasa dihargai dan untuk mengetahui kemampuan setiap karyawan, sehingga kesenjangan yang ada dapat di diskusikan dengan karyawan yang mempunyai keahlian sesuai dengan bentuk kesenjangan yang terjadi. 4. Kemampuan IQ, EQ dan SQ seorang pemimpin : Ada lima langkah dengan IQ dan EQ untuk seseorang dapat maju menjadi pemimpin yang lebih baik. Pertama dia harus mempelajari impian ideal tentang dirinya sendiri. Ini dapat dilakukan dengan misalnya mencoba secara serius berpikir apa yang ingin dicapai lima belas tahun yang
  • 11. akan datang. Memikirkan segala aspek secara detail, terutama tentang kwalitas kepemimpinannya. Kedua, melihat dirinya sendiri saat ini secara jujur dan terbuka. Bercermin dan menganalisa secara kritis akan dirinya. Dan mulai menulis kwalitas apa saja yang belum dipunyai dengan membandingkan keadaan impian dengan kenyataan sekarang. Ketiga mulai membuat agenda kerja tentang apa yang harus dipelajari dan dilatih untuk mencapai idealnya. Keempat mulai melangkah dan melakukan langkah langkah tersebut baik melalui pelatihan, pemikiran, penajaman perasaan dan penyempurnakan diri. Kelima mencari orang yang dapat diajak untuk membantu memperlancar dan mengawasi perubahan dirinya menuju perbaikan tersebut. Motivasi untuk mau berubah adalah sebuah kunci yang perlu ada. Orang tidak akan bisa berubah kalau tidak ada kemauan keras untuk itu. Untuk dapat memiliki kompetensi dalam Kepemimpinan Emotional Intelligence, kita perlu memulai dengan penyadaran diri kita dan melakukan managemen diri sendiri secara sadar. Menyadari akan emosi emosi kita, dan secara tepat menilai emosi diri kita serta memiliki kepercayaan diri untuk melakukan perbaikan. Mulai dari kontrol diri sendiri, bersikap tenang dalam situasi apapun, memiliki keterbukaan dan kejernihan emosi, serta kemampuan adaptasi terhadap lingkungan dan tetap fokus pada hal hal yang positip. Dan terakhir dengan pendekatan SQ (Spiritual Quotient), yaitu memimpin dengan melakukan pendekatan dan dasar-dasar religi dan konsep amanah. Konsep amanah yang diberikan kepada manusia sebagai khalifal fil ardli menempati posisi senteral dalam kepemimpinan Islam. Logislah bila konsep amanah kekhalifahan yang diberikan kepada manusia menuntut terjalinannya hubungan atau interaksi yang sebaik-baiknya antara manusia dengan pemberi amanah [Allah], yaitu: [1] mengerjakan semua perintah Allah, [2] menjauhi semua larangan- Nya, [3] ridha [ikhlas] menerima semua hukum-hukum atau ketentuan-Nya. Selain hubungan dengan pemberi amanah [Allah], juga membangun hubungan baik dengan sesama manusia serta lingkungan yang diamanahkan kepadanya [Q.S.Ali Imran:112]. Tuntutannya, diperlukan kemampuan memimpin atau mengatur hubungan vertical manusia dengan Sang Pemberi [Allah] amanah dan interaksi horizontal dengan sesamanya. Menurut Ary Ginanjar Agustian (2001)konsep Kecerdasan Spiritual (SQ) berisi suara hati Ilahiah (Fitrah) bersumber dari percikan Asmaa’ul-Husna yang bersifat Universal. Seluruh gerakan ber-Thawaf mengelilingi titik Tuhan (God Spot) seperti gerakan alam semesta (Ihsan).