1. ALEXANDER THE GREAT
A. Sinopsis Film
Alexander The Great menceritakan kekuatan dari Alexander seorang raja dari
Macedonia yang pada usia 20 tahun sudah menjadi raja karena ayahnya dibunuh. Alexander
kemudian
B. Teori
Kepemimpinan
Kepemimpinan (leading) adalah merangsang orang-orang dalam organisasi agar
berkinerja tinggi. Kepemimpinan meliputi memotivasi dan berkomunikasi dengan para
pekerja, baik secara perorangan maupun kelompok. Kepemimpinan mencakup membina
hubungan yang erat hari demi hari dengan orang-orang, membantu membimbing dan
menginspirasi mereka kearah pencapaian tujuan-tujuan tim dan organisasi.
Kepemimpinan dijalankan dalam tim, departemen dan divisi, begitu pula pada tingkat
atas dari organisasi-organisasi yang besar.
Bateman, Thomas S. 2009. Manajemen Kepemimpinan dan Kolaborasi dalam Dunia
yang Kompetitif. Jakarta: Salemba Empat.
Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi kebiasaan individu atau kelompok terhadap
prestasi dari tujuan organisasi.
Hodson, Christine. 2001. Psychology and Work. New York: Routledge.
Kepemimpinan (leadership) adalah kemauan memengaruhi orang-orang untuk mencapai
tujuan organisasional.
2. Daft. Richard L. 2008. Manajemen. Jakarta: Salemba Empat.
Pendekatan Psikodinamik
Pendekatan psikodinamik dalam kepemimpinan dibangun berdasarkan dua asumsi dasar.
Pertama, karakteristik personal individu sesungguhnya telah tertanam jauh di dalam
kepribadiannya sehingga sulit untuk diubah walaupun dengan aneka cara. Kuncinya adalah
pengikut harus menerima secara legowo karakteristik seorang pemimpin, memahami dampak
kepribadiannya tersebut diri mereka, dan menerima keistimewaan dan faktor ideosinkretik yang
melekat pada seorang pemimpin. Kedua, invididu memiliki sejumlah motif dan perasaan yang
berada di bawah alam sadarnya. Motif dan perasaan ini tidak mereka sadari. Sebab itu, perilaku
individu tidak hanya merupakan hasil dari tindakan dan respon yang bisa diamati, melainkan
juga residu emosi dari pengalaman sebelumnya yang telah mengendap sekian lama di alam
bawah sadarnya.
Pendekatan psikodinamik berakar dari karya psikoanalisis Sigmund tahun 1938. Freud berusaha
membantu masalah para pasiennya yang tidak berhasil ditangani oleh metode-metode
konvensional. Metode yang ia gunakan adalah menghipnotis pasien guna menyingkap alam
bawah sadanya. Kajian Freud lalu dilanjutkan muridnya, Carl Gustave Jung. Kajian psikoanalitis
Frued dan Jung inilah yang kemudian mendasari pendekatan psikodinamika dalam
kepemimpinan.
Carl Gustav Jung kemudian mengembangkan alat ukur yang menjadi dasar pengukuran
Kepemimpinan Psikodinamik. Alat ukur tersebut dikembangkan berdasarkan 4 dimensi.
Pertama, menekankan pada kemana individu mencurahkan energinya (internal ataupun
eksternal). Kedua, melibatkan cara orang mengumpulkan informasi (secara zakelijk ataupun
lebih intuitif dan acak). Ketiga, cara individu membuat keputusan (apakah rasional-faktual
ataukah subyektif-personal). Keempat, menekankan pada perbedaan antarindividu, antara yang
terencana dengan yang spontan.
Berdasarkan keempat dimensi tersebut, Jung kemudian membuat empat klasifikasi yang menjadi
dasar kategorisasi kepemimpinan psikodinamik yaitu: (1) Ekstraversi versus introversi, meliputi
3. kemana individu cenderung mencurahkan energinya, kepada aspek internal ataukah eksternal;
(2) Sensing versus intuiting, meliputi apakah individu cenderung mengumpulkan informasi
secara empirik ataukah intuitif; (3) Thinking versus feeling, yang meliputi kecenderungan
individu untuk membuat keputusan secara rasional atau subyektif; (4) Judging versus perceiving,
meliputi kecenderungan individu untuk hidup secara tertata/terencana ataukan spontan.
Berdasarkan keempat modelnya ini, Jung mampu membuat 16 kombinasi.
EKSTRAVERSI DAN INTROVERSI. Ektraversi adalah kecenderungan individu untuk mengumpulkan
informasi, inspirasi, dan energi dari luar dirinya. Salah satu ciri individu ekstrovert adalah
mereka bicara banyak hal. Orang seperti ini suka berhubungan dengan orang lain dan memiliki
kecenderungan bertindak. Mereka terkesan bersemangat dan disukai dalam pergaulan sosial.
Sebaliknya, individiu introvert cenderung menggunakan gagasan dan pemikirannya sendiri
dalam mengumpulkan informasi tanpa terlalu membutuhkan rangsangan eksternal. Individu
seperti pun cenderung mendengar ketimbang berbicara. Mereka mampu mengumpulkan
informasi baik melalui kegiatan membaca ataupun menonton televisi. Ciri utama introversi
adalah kebutuhannya untuk menyendiri agar mampu berpikir serta memulihkan diri.
SENSING DAN INTUITION. Dimensi sensing dan intuition berkait dengan kegiatan invididu dalam
memperoleh informasi. Sensor mengumpulkan data lewat perasa (sensing), dan pemikiran
mereka berkisar di sekitar masalah praktis dan faktual. Individu kategori sensing cenderung
menyukai rincian serta melibatkan diri di dalam dunia praktis. Mereka lebih memperhatikan
segala apa yang bisa mereka lihat, dengar, sentuh, bau, dan rasakan. Ketepatan dan akurasi
adalah kesukaan utama orang yang berdimensi sensing.
Tipe Intuition adalah orang yang intuitif. Mereka cenderung konseptual dan teoretis. Pengalaman
praktis dalam kehidupan sehari-hari justru membosankan mereka. Mereka lebih menyukai
kegiatan pemikiran yang kreatif, berpikir tentang masa depan, serta melakukan hal-hal yang
tidak umum saat menyelesaikan suatu masalah. Dalam mengumpulkan informasi, tipe intuition
mencari segala keterhubungan dan mengkaji hipotesis-hipotesis; mereka cenderung
menggunakan kerangka teoretis dalam memahami dan memperoleh data.
THINKING DAN FEELING. Setelah memperoleh informasi, individu perlu membuat keputusan
berdasarkan data dan fakta yang mereka miliki. Terdapat dua cara dalam membuat keputusan,
4. yaitu dengan thinking dan feeling. Individu yang masuk kategori thinking cenderung
menggunakan logika, menjaga obyektivitas, dan berpikir secara analitis. Dalam melakukan
kegiatan ini, mereka cenderung tidak melibatkan diri ataupun terkesan terpisah dengan orang
lain. Mereka lebih suka membuat keputusan secara terukur.
Kebalikan dari thingking adalah feeling. Tipe ini cenderung subyektif, mencari harmoni dengan
orang lain, serta lebih memperhatikan perasaan orang lain. Individu tipe ini pun cenderung lebih
terlibat dengan orang lain baik di dalam lingkup pekerjaan, serta umumnya dianggap sebagai
individu yang bijaksana atau manusiawi.
JUDGING DAN PERCEIVING. Tipe judger cenderung menyukai sesuatu yang terstruktur, terencana,
terjadual, dan hal-hal yang solutif (menyelesaikan permasalahan). Mereka lebih menyukai
kepastian dan cenderung bertindak secara step-by-step. Sebab itu, tipe ini merasa yakin pada
metodenya ketika bertindak. Sebaliknya, perceiver cenderung lebih fleksibel, adaptif, tentatif,
dan terbuka. Mereka ini lebih spontan. Perceiver menghindari deadline yang serius dan bisa
mengubah pikiran ataupun keputusannya sendiri hampir tanpa kesulitan. Tabel kelebihan dan
kekurangan dari dimensi Jung sebagai berikut:
Tabel 10 Pilihan Psikologis dan Kepemimpinan versi Stech 2010
Tipe
Pemimpin
Kelebihan
Pemimpin
Kekurangan
Kekurangan
Thinker Obyektif
Rasional
Penuntas masalah
Kritis
Penuntut
Tidak sensitif
Feeler Empatik
Kooperatif
Loyal/Setia
Tidak tegas
Berubah-ubah
Ekstravert Bersemangat
Komunikatif
Terbuka
Kebanyakan
ngomong
Ceroboh
Introvert Pendiam Lambat
5. Reflektif
Pemikir
memutuskan
Ragu-ragu
Intuitor Pemikir strategis
Berorientasi masa
depan
Samar-samar
Tidak rinci
Sensor Praktis
Berorientasi
tindakan
Tidak imajinatif
Cenderung rincian
Judger Tegas
Ketat pada rencana
Kaku
Tidak fleksibel
Perceiver Fleksibel
Penasaran
Informal
Berantakan
Tidak fokus
C. Analisis
Paradigma
1. Kaitanya paradigma Kepemimpinan dengan Teori Management – Administration –
Leadership – Problem Solving – Human Relations :Paradigma kepemimpinan meliputi gaya
kepemimpinan, tipologi kepemimpinan, model-model kepemimpinan, dan teori-teori
kepemimpinan.a) Paradigma kepemimpinan dengan teori Management
Sebelum menjawab kaitannya paradigma Kepemimpinan dengan Teori Management , terlebih
dahulu akan diuraikan tentang pengertian dan batasan di dalam Management ;
- Management adalah suatu proses yang dilakukan oleh satu orang atau lebih untuk
mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan orang lain guna mencapai hasil (tujuan) yang tidak dapat
dicapai oleh hanya 1 orang saja. (Evancovich, 1989)
- Manajemen adalah penyelesaian pekerjaan melalui orang lain. (Harold Koontz dan Ceryill O
Donell)
- Management berhubungan dengan pengarahan orang dan fungsi-fungsinya untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. (John M. Pfiffne)- Management mempunyai fungsi-fungsi sebagai
berikut :a. Perencanaan (planning)
b. Pengorganisasian (organizing)
6. c. Penyusunan personalia (staffing)
d. Pengkoordinasian (coordinating)
e. Penyusunan anggaran (budgeting)
Dari batasan-batasan tersebut di atas maka jelas paradigma kepemimpinan sangat dibutuhkan di
dalam management. Hal ini dapat dijelaskan dari fungsi dan pengertian kepemimpinan, yaitu :
Kepemimpinan adalah suatu proses yang mempengaruhi aktifitas kelompok yang diatur untuk
mencapai tujuan bersama (Rauch & Behling, 1984, 46)
b) Paradigma kepemimpinan dengan teori Administration
Administrasi berasal dari bahasa Latin : Ad = intensif, dan ministrare = melayani, membantu,
memenuhi. Pengertian Administrasi dalam bahasa Indonesia ada 2 (dua) :
Administrasi berasal dari bahasa Belanda : “Administratie” yang merupakan pengertian
Administrasi dalam arti sempit, yaitu sebagai kegiatan tata usaha kantor (catat-mencatat,
mengetik, menggandakan, dan sebagainya). Kegiatan ini dalam bahasa Inggris disebut : Clerical
works (FX.Soedjadi, 1989).
Administration adalah proses kerjasama antara dua orang atau lebih berdasarkan rasionalitas
tertentu untuk mencapai tujuan bersama yang telah ditentukan (S.P. Siagian, 1973).
Dari pengertian Administration di atas adalah juga merupakan bagian dari kepemimpinan seperti
yang ungkapan oleh Koontz & O’donnel, yang mendefinisikan kepemimpinan sebagai proses
mempengaruhi sekelompok orang sehingga mau bekerja dengan sungguh-sungguh untuk meraih
tujuan kelompoknya.
Seperti halnya ciri-ciri teori kepemimpinan baik itu Trait Theory, Behavioral Theory, ataupun
Contigensy Theory yang menekankan kepada pengetahuan yang luas, kemampuan
analitik,perhatian dll, maka paradigma kepemimpinan dengan teori administration adalah bagian
tak terpisahkan dimana keduanya mengandung unsur kerjasama dalam mencapai tujuan.
c) Paradigma kepemimpinan dengan teori Leadership
Leadership (Kepemimpinan) terbentuk dari empat variabel :
- Pemimpin
- Pengikut
- organisasi
- sosial ekonomi politik
7. Togdill (1974) menyimpulkan bahwa banyak sekali definisi mengenai kepemimpinan. Hal ini
dikarenakan banyak sekali orang yang telah mencoba mendefinisikan konsep kepemimpinan
tersebut. Namun demikian, semua definisi kepemimpinan yang ada mempunyai beberapa unsure
yang sama. Menurut Sarros dan Butchatsky (1996), “leadership is defined as the purposeful
behaviour of influencing others to contribute to a commonly agreed goal for the benefit of
individual as well as the organization or common good”. Menurut definisi tersebut,
kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai suatu perilaku dengan tujuan tertentu untuk
mempengaruhi aktivitas para anggota kelompok untuk mencapai tujuan bersama yang dirancang
untuk memberikan manfaat individu dan organisasi. Sedangkan menurut Anderson (1988),
“leadership means using power to influence the thoughts and actions of others in such a way that
achieve high performance”.
Berdasarkan definisi-definisi di atas, kepemimpinan memiliki beberapa implikasi. Antara lain:
Pertama: kepemimpinan berarti melibatkan orang atau pihak lain, yaitu para karyawan atau
bawahan (followers). Para karyawan atau bawahan harus memiliki kemauan untuk menerima
arahan dari pemimpin. Walaupun demikian, tanpa adanya karyawan atau bawahan,
kepemimpinan tidak
akan ada juga.
Kedua: seorang pemimpin yang efektif adalah seseorang yang dengan kekuasaannya (his or
herpower) mampu menggugah pengikutnya untuk mencapai kinerja yang memuaskan. Menurut
French dan Raven (1968), kekuasaan yang dimiliki oleh para pemimpin dapat bersumber dari:
Reward power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpin• mempunyai
kemampuan dan sumberdaya untuk memberikan penghargaan kepada bawahan yang mengikuti
arahan-arahan pemimpinnya.
• Coercive power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpin mempunyai
kemampuan memberikan hukuman bagi bawahan yang tidak mengikuti arahan-arahan
pemimpinnya
Legitimate power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpin mempunyai•
hak untuk menggunakan pengaruh dan otoritas yang dimilikinya.
Referent power, yang didasarkan atas identifikasi (pengenalan) bawahan terhadap sosok•
pemimpin. Para pemimpin dapat menggunakan pengaruhnya karena karakteristik pribadinya,
reputasinya atau karismanya.
Expert power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpin• adalah seeorang yang
memiliki kompetensi dan mempunyai keahlian dalam bidangnya.
8. Para pemimpin dapat menggunakan bentuk-bentuk kekuasaan atau kekuatan yang berbeda untuk
mempengaruhi perilaku bawahan dalam berbagai situasi.
Ketiga: kepemimpinan harus memiliki kejujuran terhadap diri sendiri (integrity), sikap
bertanggungjawab yang tulus (compassion), pengetahuan (cognizance), keberanian bertindak
sesuai dengan keyakinan (commitment), kepercayaan pada diri sendiri dan orang lain
(confidence) dan kemampuan untuk meyakinkan orang lain (communication) dalam membangun
organisasi. Walaupun kepemimpinan (leadership) seringkali disamakan dengan manajemen
(management), kedua konsep tersebut berbeda. Perbedaan antara pemimpin dan manajer
dinyatakan secara jelas oleh Bennis and Nanus (1995). Pemimpin berfokus pada mengerjakan
yang benar sedangkan manajer memusatkan perhatian pada mengerjakan secara tepat (“managers
are people who do things right and leaders are people who do the right thing, “). Kepemimpinan
memastikan tangga yang kita daki bersandar pada tembok secara tepat, sedangkan manajemen
mengusahakan agar kita mendaki tangga seefisien mungkin.
d) Paradigma kepemimpinan dengan teori Problem Solving
Secara bahasa, problem dan solving berasal dari bahasa Inggris. Problem artinya masalah,
sementara solving (kata dasarnya to solve) bermakna pemecahan. Dengan demikian, problem
solving dapat kita artikan dengan ‘pemecahan masalah.’
Problem Solving adalah suatu ilmu dalam manajemen organisasi yang dipergunakan oleh para
pemimpin dalam memecahkan permasalahan-permasalahan yang ada dalam organisasi yang
dipimpinnya.
Dalam memecahkan masalah (to solve the problem), seorang pimpinan yang bijaksana, biasanya
akan merujuk kepada teori kepemimpinan dengan menggunakan langkah-langkah sebagai
berikut:
- Memahami masalah dan menentukan tujuan
- Mengumpulkan informasi yang relevan
- Mengidentifikasi alternatif-alternatif solusi yang layak dan membuat estimaasi yang realistis
- Merumuskan kegiatan-kegiatan yang akan ditempuh dalam menyelesai-kan masalah
- Mengevaluasi setiap alternatif dengan menggunakan analisis sensitivitas untuk meningkatkan
akurasi
- Memilih alternatif terbaik
- Mengimplementasikan solusi dan memonitor hasilnya.
Dalam mendefinisikan masalah, pimpinan suatu organisasi bergerak dari tingkat sistem ke
subsistem dan menganalisis bagian-bagian sistem menurut suatu urutan tertentu. Dalam
9. memecahkan masalah manajer mengidentifikasi berbagai solusi altenatif, mengevaluasinya,
memilih yang terbaik, menerapkannya, dan membuat tindak lanjut untuk memastikan bahwa
solusi itu berjalan sebagai mana mestinya.
Yang jadi persoalan utama di sini bukanlah bagaimana teori memecah-kan masalah itu sendiri.
Akan tetapi, adalah memahami apa sih sesungguh-nya yang dinamakan dengan problem
(masalah). What’s the problem? Secara sederhana dapat kita pahami, masalah adalah jarak yang
memben-tang antara keadaan sekarang dengan tujuan yang hendak dicapai.
e) Paradigma kepemimpinan dengan teori Human Relations
Lingkungan terbaik bagi tumbuhnya kepemimpinan yang baik adalah :
- Lingkungan yang hubungan interpersonalnya berlangsung baik.
- Hubungan pimpinan yang baik dengan para anggota/karyawannya akan memberikan pengaruh
positif pada hubungan di antara karyawan/anggota itu sendiri.
- Hubungan yang baik dengan manajemen atasan, manajemen satu level, dengan pelanggan, para
kolega, hubungan dengan tetangga, dll.
Hubungan Antar Manusia :
Adalah melihat hal-hal dari sudut pandang orang lain, berpikir menurut pola perasaan orang lain.
Melakukan komunikasi secara berkala dan jelas, pujian yang wajar, serius dengan yang Anda
ucapkan, sikap loyal, sopan santun kepada setiap orang, pengakuan bila bersalah, pemberian rasa
hormat kepada orang lain, ucapan TERIMA KASIH. Jangan memotong pembicaraan orang lain,
kehilangan kendali/emosi, bersikap tidak sabar, sulit diduga dalam reaksi-reaksi Anda.
2. Seorang pemimpin dengan Trait Theory (Teori Sifat)
Teori ini menyatakan bahwa efektivitas kepemimpinan tergantung pada karakter pemimpinnya.
Sifat-sifat yang dimiliki antara lain kepribadian, keunggulan fisik, dan kemampuan sosial.
Karakter yang harus dimiliki seseorang manurut Judith R. Gordon mencakup kemampuan
istimewa dalam:
- Kemampuan Intelektual
- Kematangan Pribadi
- Pendidikan
- Statuts Sosial Ekonomi
- Human Relation
10. - Motivasi Intrinsik
- Dorongan untuk maju
3. Teori Kontingensi dalam menyelesaikan suatu kesenjangan :
Kepemimpinan kontingensi memfokuskan perhatian yang lebih luas, yakni pada aspek-aspek
keterkaitan antara kondisi atau variabel situasional dengan watak atau tingkah laku dan kriteria
kinerja pemimpin (Hoy and Miskel 1987).
Menurut Fiedler, ada tiga faktor utama yang mempengaruhi kesesuaian situasi dan ketiga faktor
ini selanjutnya mempengaruhi keefektifan pemimpin. Ketiga faktor tersebut adalah Task
structure (keadaan tugas yang dihadapi apakah structured task atau unstructured task), Leader-member
relationship (hubungan antara pimpinan dengan bawahan, apakah kuat (saling percaya,
saling menghargai) atau lemah), Position power (ukuran aktual seorang pemimpin)
Teori-teori kontingensi berasumsi bahwa berbagai pola perilaku pemimpin atau ciri dibutuhkan
dalam berbagai situasi bagi efektivitas kepemimpinan.
Didalam proses kepemimpinan tentunya ada kesenjangan antara hal-hal yang diharapkan dengan
kenyataan yang ada sehingga tujuan yang sudah ditentukan tidak bisa tercapai. Dari kenyataan
tersebut perlunya diadakan pendekatan-pendekatan terhadap penyelesaian kesenjangan,
diantaranya:
- Meminta bawahan untuk mengikuti peraturan, prosedur, mengatur waktu dan
mengkoordinasikan pekerjaan.
- Hadapi ketidak sepahaman dgn jiwa besar.
- Memberi perhatian kepada kebutuhan bawahan, kesejahteraan menciptakan suasana bersahabat
Ketiga pendekatan di atas diperlukan jika kesenjangan tersebut akibat dari kedisipilan.
- Identifikasi orang-orang yang mempunyai pengetahuan atau keahlian yang relevan.
- Berkonsultasi dengan bawahan dan mempertimbangkan opini dan saran bawahan.
Pendekatan ini diperlukan untuk memotivasi karyawan sehingga merasa dihargai dan untuk
mengetahui kemampuan setiap karyawan, sehingga kesenjangan yang ada dapat di diskusikan
dengan karyawan yang mempunyai keahlian sesuai dengan bentuk kesenjangan yang terjadi.
4. Kemampuan IQ, EQ dan SQ seorang pemimpin :
Ada lima langkah dengan IQ dan EQ untuk seseorang dapat maju menjadi pemimpin yang lebih
baik. Pertama dia harus mempelajari impian ideal tentang dirinya sendiri. Ini dapat dilakukan
dengan misalnya mencoba secara serius berpikir apa yang ingin dicapai lima belas tahun yang
11. akan datang. Memikirkan segala aspek secara detail, terutama tentang kwalitas
kepemimpinannya. Kedua, melihat dirinya sendiri saat ini secara jujur dan terbuka. Bercermin
dan menganalisa secara kritis akan dirinya. Dan mulai menulis kwalitas apa saja yang belum
dipunyai dengan membandingkan keadaan impian dengan kenyataan sekarang. Ketiga mulai
membuat agenda kerja tentang apa yang harus dipelajari dan dilatih untuk mencapai idealnya.
Keempat mulai melangkah dan melakukan langkah langkah tersebut baik melalui pelatihan,
pemikiran, penajaman perasaan dan penyempurnakan diri. Kelima mencari orang yang dapat
diajak untuk membantu memperlancar dan mengawasi perubahan dirinya menuju perbaikan
tersebut.
Motivasi untuk mau berubah adalah sebuah kunci yang perlu ada. Orang tidak akan bisa berubah
kalau tidak ada kemauan keras untuk itu. Untuk dapat memiliki kompetensi dalam
Kepemimpinan Emotional Intelligence, kita perlu memulai dengan penyadaran diri kita dan
melakukan managemen diri sendiri secara sadar. Menyadari akan emosi emosi kita, dan secara
tepat menilai emosi diri kita serta memiliki kepercayaan diri untuk melakukan perbaikan. Mulai
dari kontrol diri sendiri, bersikap tenang dalam situasi apapun, memiliki keterbukaan dan
kejernihan emosi, serta kemampuan adaptasi terhadap lingkungan dan tetap fokus pada hal hal
yang positip.
Dan terakhir dengan pendekatan SQ (Spiritual Quotient), yaitu memimpin dengan melakukan
pendekatan dan dasar-dasar religi dan konsep amanah. Konsep amanah yang diberikan kepada
manusia sebagai khalifal fil ardli menempati posisi senteral dalam kepemimpinan Islam.
Logislah bila konsep amanah kekhalifahan yang diberikan kepada manusia menuntut
terjalinannya hubungan atau interaksi yang sebaik-baiknya antara manusia dengan pemberi
amanah [Allah], yaitu: [1] mengerjakan semua perintah Allah, [2] menjauhi semua larangan-
Nya, [3] ridha [ikhlas] menerima semua hukum-hukum atau ketentuan-Nya. Selain hubungan
dengan pemberi amanah [Allah], juga membangun hubungan baik dengan sesama manusia serta
lingkungan yang diamanahkan kepadanya [Q.S.Ali Imran:112]. Tuntutannya, diperlukan
kemampuan memimpin atau mengatur hubungan vertical manusia dengan Sang Pemberi [Allah]
amanah dan interaksi horizontal dengan sesamanya. Menurut Ary Ginanjar Agustian
(2001)konsep Kecerdasan Spiritual (SQ) berisi suara hati Ilahiah (Fitrah) bersumber dari
percikan Asmaa’ul-Husna yang bersifat Universal. Seluruh gerakan ber-Thawaf mengelilingi
titik Tuhan (God Spot) seperti gerakan alam semesta (Ihsan).