SlideShare a Scribd company logo
1 of 31
Download to read offline
©2005 S.W. Adji – Engine Propeller Matching 1
ENGINE-PROPELLER MATCHING
Oleh :
Ir. Surjo W. Adji, M.Sc CEng. FIMarEST
I. REVIEW TENTANG DAYA MOTOR PENGGERAK
KAPAL
1. DEFINISI & FORMULA
Secara umum kapal yang bergerak di media air dengan kecepatan tertentu, maka akan
mengalami gaya hambat (resistance) yang berlawanan dengan arah gerak kapal
tersebut. Besarnya gaya hambat yang terjadi harus mampu diatasi oleh gaya dorong
kapal (thrust) yang dihasilkan dari kerja alat gerak kapal (propulsor). Daya yang
disalurkan (PD ) ke alat gerak kapal adalah berasal dari Daya Poros (PS), sedangkan
Daya Poros sendiri bersumber dari Daya Rem (PB) yang merupakan daya luaran motor
penggerak kapal.
Ada beberapa pengertian mengenai daya yang sering digunakan didalam melakukan
estimasi terhadap kebutuhan daya pada sistem penggerak kapal, antara lain : (i) Daya
Efektif (Effective Power-PE); (ii) Daya Dorong (Thrust Power-PT); (iii) Daya yang
disalurkan (Delivered Power-PD); (iv) Daya Poros (Shaft Power-PS); (v) Daya Rem
(Brake Power-PB); dan (vi) Daya yang diindikasi (Indicated Power-PI).
Daya Efektif (PE) adalah besarnya daya yang dibutuhkan untuk mengatasi gaya
hambat dari badan kapal (hull), agar kapal dapat bergerak dari satu tempat ke tempat
yang lain dengan kecepatan servis sebesar VS. Daya Efektif ini merupakan fungsi dari
besarnya gaya hambat total dan kecepatan kapal. Untuk mendapatkan besarnya Daya
Efektif kapal, dapat digunakan persamaan sebagai berikut ;
VsRP TE *= (1)
, dimana :
PE = Daya Efektif, dlm. satuan kWatt
RT = Gaya Hambat Total, dlm. satuan kN
VS = Kecepatan Servis kapal [{Kec. dlm Knots} * 0.5144 = {Kec. dlm m/det}]
Daya Dorong (PT) adalah besarnya daya yang dihasilkan oleh kerja dari alat gerak
kapal (propulsor) untuk mendorong badan kapal. Daya Dorong merupakan fungsi dari
gaya dorong dan laju aliran fluida yang terjadi saat alat gerak kapal bekerja. Adapun
persamaan Daya Dorong dapat dituliskan sebagai berikut ;
©2005 S.W. Adji – Engine Propeller Matching 2
VaTPT *= (2)
, dimana :
PT = Daya Dorong, dlm. satuan kWatt
T = Gaya Dorong, dlm. satuan kN
Va = Kecepatan advanced aliran fluida di bagian Buritan kapal [m/det]
= Vs ( 1 – w ); yangmana w adalah wake fraction (fraksi arus ikut)
Daya Yang Disalurkan ( PD ) adalah daya yang diserap oleh baling-baling kapal guna
menghasilkan Daya Dorong sebesar PT, atau dengan kata lain, PD merupakan daya yang
disalurkan oleh motor penggerak ke baling-baling kapal (propeller) yang kemudian
dirubahnya menjadi Daya Dorong kapal (PT). Variabel yang berpengaruh pada daya ini
adalah Torsi Yang Disalurkan dan Putaran baling-baling, sehingga persamaan untuk
menghitung PD adalah sebagai berikut ;
PDD nQP π2= (3)
, dimana :
PD = Daya Yang Disalurkan, dlm. satuan kWatt
QD = Torsi Baling-baling kondisi dibelakang badan kapal, dlm. satuan kNm
nP = Putaran Baling-balin, dlm. satuan rps
Daya Poros (PS) adalah daya yang terukur hingga daerah di depan bantalan tabung
poros (stern tube) dari sistem perporosan penggerak kapal. Untuk kapal-kapal yang
berpenggerak dengan Turbin Gas, pada umumnya, daya yang digunakan adalah PS.
Sementara itu, istilah Daya Rem (Brake Power, PB ) adalah daya yang dihasilkan oleh
motor penggerak utama (main engine) dengan tipe marine diesel engines.
Gambar 1 – Gaya-gaya Yang Bekerja Pada Sistem Penggerak Kapal
Pada sistem penggerak kapal yang menggunakan Marine Diesel Engines ( type of
medium to high speed ), maka pengaruh rancangan sistem transmisi perporosan adalah
©2005 S.W. Adji – Engine Propeller Matching 3
sangat besar didalam menentukan besarnya daya PS. Jika kamar mesin terletak
dibelakang dari badan kapal, maka besarnya losses akibat sistem transmisi perporosan
tersebut adalah berkisar 2 - 3 %. Namun bila kamar mesin terletak agak ke tengah atau
jauh di depan, maka besarnya losses akan semakin bertambah.
2. EFISIENSI PADA SISTEM PENGGERAK KAPAL
Sistem penggerak kapal memiliki beberapa definisi tentang daya yang ditransmisikan
mulai dari daya yang dikeluarkan oleh motor penggerak hingga daya yang diberikan
oleh alat gerak kapal ke fluida sekitarnya. Rasio dari daya-daya tersebut sering
dinyatakan dengan istilah efisiensi, meskipun untuk beberapa hal sesungguhnya
bukanlah suatu nilai konversi daya secara langsung.
Efisiensi Lambung, 0HULL, adalah rasio antara daya efektif (PE) dan daya dorong (PT).
Efisiensi Lambung ini merupakan suatu bentuk ukuran kesesuaian rancangan lambung
(stern) terhadap propulsor arrangement-nya, sehingga efisiensi ini bukanlah bentuk
power conversion yang sebenarnya. Maka nilai Efisiensi Lambung inipun dapat lebih
dari satu, pada umumnya diambil angka sekitar 1,05.
Perhitungan-perhitungan yang sering digunakan dalam mendapatkan efisiensi lambung
adalah sebagai berikut :
T
E
HULL P
P
=η (4)
a
S
HULL VT
VR
×
×
=η
)1(
)1(
wVT
VtT
S
S
HULL −×
×−
=η
)1(
)1(
w
t
HULL −
−=η (5)
t dan w merupakan propulsion parameters, dimana t adalah Thrust Deduction Factor
yang dapat diperoleh dengan persamaan sebagai berikut ;
T
R
t −= 1 (6)
tstandar 12,05,0 −×= PC ; utk. Kapal dng Baling-baling Tunggal
19,05,0 −×= PC ; utk. Kapal dng Baling-baling Kembar
©2005 S.W. Adji – Engine Propeller Matching 4
, dimana CP = Koefisien Prismatik =
mm ALCTBL •
∀
=
•••
∀
(7)
Sedangkan, w adalah wake fraction yang dapat dicari dengan menggunakan persamaan
sebagai berikut,
S
A
V
V
w −= 1 (8)
wstandar PC•= 70,0 ; Single screw ship with normal
stern
PC•= 50,0 ; Single screw ship with stern-
bulb
wstandar
)4,0(3,03,070,0
B
a
CP −•+−•=
; Twin screw ships.
a = Jarak antara 2 poros [m]
B = Lebar Kapal [m]
Efisiensi Baling-baling (Propeller Efficiency), 0PROP, adalah rasio antara daya dorong
(PT) dengan daya yang disalurkan (PD). Efisiensi ini merupakan power conversion, dan
perbedaan nilai yang terjadi adalah terletak pada dimana pengukuran Torsi Baling-
baling (Propeller Torque) tersebut dilakukan. Yakni, apakah pada kondisi open water
(QO) atau pada kondisi behind the ship (QD). Persamaan berikut ini menunjukkan
kedua kondisi dari Efisiensi Baling-baling, sebagai berikut ;
Efisiensi Baling-baling (Open water) :
nQ
VT
O
a
O
π
η
2
×
= (9)
Efisiensi Baling-baling (Behind the Ship) :
nQ
VT
P
P
D
a
D
T
B
π
η
2
×
== (10)
Karena ada dua kondisi tersebut, maka muncul suatu rasio efisiensi yaitu yang dikenal
dengan sebutan Efisiensi Relative-Rotative, 0RR ; yang merupakan perbandingan
antara Efisiensi Baling-baling pada kondisi di belakang kapal dengan Efisiensi Baling-
baling pada kondisi di air terbuka, sebagai berikut ;
D
O
O
a
D
a
O
B
RR
Q
Q
nQ
VT
nQ
VT
=
×
×
==
π
π
η
η
η
2
2
(11)
, sehingga 0RR sesungguhnya bukanlah merupakan suatu sifat besaran efisiensi yang
sebenarnya (bukan merupakan power conversion). Efisiensi ini hanya perbandingan
dari besaran nilai efisiensi yang berbeda. Maka besarnya efisiensi relative-rotative
©2005 S.W. Adji – Engine Propeller Matching 5
dapat pula lebih besar dari satu, namun pada umumnya diambil nilainya adalah berkisar
satu.
Efisiensi Transmisi Poros (Shaft Transmission Efficiency), 0S , secara mekanis
umumnya dapat didefinisikan dengan lebih dari satu macam tipe efisiensi, yangmana
sangat tergantung dari bentuk konfigurasi pada stern arrangement-nya. Efisiensi ini
merupakan product dari keseluruhan efisiensi masing-masing individual komponen
terpasang. Efisiensi ini dapat dinyatakan seperti persamaan, sebagai berikut ;
S
D
S
P
P
=η (12)
Berikut ini adalah beberapa arrangement dari transmisi daya yang sering digunakan
pada sistem penggerak kapal,
Gambar 2 – Efisiensi pada Komponen Transmisi dari Sistem Propulsi Kapal
Efisiensi Keseluruhan (Overall Efficiency, 0P ), yang dikenal juga dengan sebutan
Propulsive Efficiency, atau ada juga yang menyebutnya Propulsive Coefficient
adalah merupakan hasil dari keseluruhan efisiensi di masing-masing phrase daya yang
terjadi pada sistem propulsi kapal (sistem penggerak kapal). Efisiensi Keseluruhan
dapat diperoleh dengan persamaan, sebagai berikut ;
SRROHULLSBHULL
S
D
D
T
T
E
P
P
P
P
P
P
P
ηηηηηηηη ×××=××=××= (13)
©2005 S.W. Adji – Engine Propeller Matching 6
0HULL, 0O, dan 0RR adalah tergantung pada karakteristik hydrodynamics, sedangkan 0S
adalah tergantung pada karakteristik mekanis dari sistem propulsi kapal. Namun
demikian, peranan yang terpenting adalah upaya-upaya guna mengoptimalkan 0P.
3. DAYA MOTOR YANG DI-INSTAL
Daya motor penggerak kapal (PB) yang dimaksud adalah Daya Rem (Brake Power)
atau daya yang diterima oleh poros transmisi sistem penggerak kapal (PS), yang
selanjutnya dioperasikan secara kontinyu untuk menggerakkan kapal pada kecepatan
servisnya (VS). Jika besarnya efisiensi mekanis pada susunan gearbox, yang berfungsi
untuk me-reduce dan me-reverse putaran motor penggerak, adalah 98 persen (seperti
ditunjukkan pada Gambar 2). Maka daya motor penggerak kapal dapat dihitung, seperti
persamaan dibawah ini ;
98,0
S
CSRB
P
P =− (14)
Yangmana PB-CSR adalah daya output dari motor penggerak pada kondisi Continues
Service Rating (CSR), yaitu daya motor pada kondisi 80 - 85% dari Maximum
Continues Rating (MCR)-nya. Arti phisiknya, daya yang dibutuhkan oleh kapal agar
mampu beroperasi dengan kecepatan servis VS adalah cukup diatasi oleh 80 - 85% daya
motor (engine rated power) dan pada kisaran 100% putaran motor (engine rated
speed).
Sehingga untuk menentukan besarnya daya motor yang harus di-instal di kapal, adalah
seperti yang ditunjukkan oleh persamaan sebagai berikut ;
85,0
CSRB
MCRB
P
P −
− = (15)
Daya pada PB-MCR inilah yang selanjutnya dapat digunakan sebagai ‘ancer-ancer’
(acuan) dalam melaksanakan proses pemilihan motor penggerak (Engine Selection
Process).
©2005 S.W. Adji – Engine Propeller Matching 7
II. KARAKTERISTIK LAMBUNG & BALING-BALING
(HULL & PROPELLER CHARACTERISTICS)
Salah satu tahapan yang sangat berpengaruh didalam melaksanakan proses Analisa
Engine - Propeller Matching adalah tahap pemodelan dari karakteristik badan kapal
yang dirancang/diamati. Hal ini disebabkan karena Karakteristik Badan Kapal
mempunyai efek langsung terhadap karakteristik baling-baling (propeller). Pada
Persamaan (9) dan (10), terlihat bahwa karakteristik badan kapal secara hidrodinamis
akan mempengaruhi terhadap kinerja propeller.
1. TAHANAN KAPAL & KECEPATAN SERVIS
Tahanan kapal ini merupakan gaya hambat dari media fluida yang dilalui oleh kapal
saat beroperasi dengan kecepatan tertentu. Besarnya gaya hambat total ini merupakan
jumlah dari semua komponen gaya hambat (tahanan) yang bekerja di kapal, meliputi
Tahanan Gesek, Tahanan Gelombang, Tahanan Appendages, Tahanan Udara, dsb.
Secara sederhana Tahanan Total Kapal dapat diperoleh dengan persamaan, sebagai
berikut ;
2
5,0 STT VSCR ××××= ρ (16)
, dimana D adalah massa jenis fluida (Kg/m3
); CT adalah koefisien tahanan total kapal;
S merupakan luasan permukaan basah dari badan kapal (m2
). Dan jika variabel-variabel
tersebut adalah constant ( " ), maka Persamaan 16 dapat dituliskan sebagai berikut ;
2
ST VR ×= α (17)
Gambar 3 – Karakteristik Tahanan Kapal
R
VS
Karakteristik Tahanan
Kapal, f (VS
2
)
©2005 S.W. Adji – Engine Propeller Matching 8
2. GAYA DORONG KAPAL ( TSHIP )
Gaya Dorong (Thrust) kapal merupakan komponen yang sangat penting, yangmana
digunakan untuk mengatasi Tahanan (Resistance) atau Gaya Hambat kapal. Pada
kondisi yang sangat-sangat ideal, besarnya gaya dorong yang dibutuhkan mungkin
sama besar dengan gaya hambat yang terjadi dikapal. Namun kondisi tersebut sangat-
sangat tidak realistis, karena pada faktanya di badan kapal tersebut terjadi phenomena
hidrodinamis yang menimbulkan degradasi terhadap nilai besaran gaya dorong kapal.
Sehingga untuk gaya dorong kapal dapat ditulis seperti model persamaan, sebagai
berikut ;
)1( t
R
T
−
= (18)
, dimana t adalah thrust deduction factor.
Kemudian dengan mensubstitusi R di Pers. (18) dengan yang tertulis di Pers. (17),
maka diperoleh hubungan persamaan sebagai berikut ;
)1(
2
t
V
T S
−
=
α
(19)
Selanjutnya, jika unsur VS pada Pers. (19) ini juga disubstitusikan dengan Pers. (8),
diperoleh model persamaan gaya dorong kapal (TSHIP) adalah sebagai berikut ;
2
2
)1)(1( wt
V
T A
SHIP
−−
=
α
(20)
3. KARAKTERISTIK BALING-BALING KAPAL
Secara umum karakteristik dari baling-baling kapal pada kondisi open water test adalah
seperti yang direpresentasikan pada Diagram KT – KQ – J (lihat Gambar 4). Setiap tipe
dari masing-masing baling-baling kapal, memiliki karakteristik kurva kinerja yang
berbeda-beda. Sehingga kajian terhadap karakteristik baling-baling kapal tidak dapat
di-generalised untuk keseluruhan bentuk atau tipe dari baling-baling.
Model persamaan untuk karakteristik kinerja baling-baling kapal adalah sebagai
berikut,
42
Pr
Dn
T
K op
T
××
=
ρ
(21)
©2005 S.W. Adji – Engine Propeller Matching 9
52
Pr
Dn
Q
K op
Q
××
=
ρ
(22)
Dn
V
J A
×
= (23)
Q
T
O
K
KJ
×
×
=
π
η
2
(24)
, dimana :
KT = Koefisien Gaya Dorong (Thrust) Baling-baling
KQ = Koefisien Torsi Baling-baling
J = Koefisien Advanced Baling-baling
VA = Kec. Advanced dari fluida yg melintasi propeller disk
0O = Efisiensi Baling-baling pd kondisi open water
n = Putaran Baling-baling
D = Diameter Baling-baling
TProp = Gaya Dorong Baling-baling (Propeller Thrust)
QProp = Torsi Baling-baling (Propeller Torque)
D = Massa Jenis Fluida (Fluid Density)
Gambar 4 – Diagram Kt – Kq – J (Openwater Test )
0O
KT
10 KQ
J
KT
KQ
0O
©2005 S.W. Adji – Engine Propeller Matching 10
4. INTERAKSI LAMBUNG KAPAL & BALING-BALING
Interaksi lambung kapal dan baling-baling (Hull & Propeller Interaction) merupakan
upaya-upaya pendekatan diatas kertas untuk mendapatkan karakteristik kinerja baling-
baling saat beroperasi untuk kondisi behind the ship. Metodenya adalah dengan
mengolah Pers. (20) dan Pers. (21), sebagai berikut ;
2
2
)1)(1( wt
V
T A
SHIP
−−
=
α
42
Pr DnKT Top ×××= ρ
opShip TT Pr=
422
2
)1)(1( Dnwt
V
K A
T
ρ
α
−−
×
= (25)
, jika 22
)1)(1( Dwt ρ
αβ
−−
=
Maka Pers. (25) menjadi,
22
2
Dn
V
K A
T ×= β (26)
Sehingga diperoleh hubungan persamaan, sebagai berikut ;
2
JKT ×= β (27)
Jika ditambahkan untuk kebutuhan Hull Service Margin; yaitu kebutuhan yang
dikarenakan dalam perhitungan perencanaan, yangmana analisanya dikondisikan untuk
ideal conditions, antara lain : “perfect surfaces” pada lambung dan baling-baling
kapal, calm wind & seas, maka perlu ditambahkan allowances sebesar ± 20% dari
nilai KT tersebut. Dan notasinya pun ditambahkan sub-script “SM”, yang artinya adalah
service-margins.
2
%120 JK SMT ××=− β (28)
©2005 S.W. Adji – Engine Propeller Matching 11
Langkah berikutnya adalah dengan membuat ‘tabulasi’ dari Pers. (27) dan Pers. (28).
Harga “J” diambil dari Diagram Openwater Test baling-baling yang akan digunakan
pada kapal, yaitu dari angka terendah bergerak secara gradual ke angka tertingginya.
Kemudian, hasil tabulasi tersebut di-plot-kan pada Diagram Openwater Test baling-
baling tersebut seperti yang di-ilustrasi-kan pada gambar-gambar berikut ini,
Tabel – Perhitungan KT & KT-SM
J J2 KT KT-SM
Min
…….
…….
…….
…….
Max
Gambar 5 – Contoh Tabel Perhitungan KT & KT-SM
Gambar 6 – Contoh Plotting KT & KT-SM pada Kurva Openwater Test Propeller
Pada Gambar 6 terlihat bentuk interaksi dari kinerja propeller pada kondisi di belakang
badan kapal, yangmana pada Kurva merupakan trendline koefisien propeller thrust
untuk trial conditions. Dan dengan melihat keadaan kurva J [ ], diperoleh harga
koefisien propeller torque, KQ pada kondisi trial. Sedangkan, Kurva adalah trendline
dari propeller thrust coefficient pada kondisi hull service margin dan dengan menarik
kurva J [ ] sedemikian hingga melewati titik KT-SM, maka diperoleh koefisien torsi
0OKT
10 KQ
J
KT
KQ
0O
KT
KT-SM
Ttk. Interseksi KT
Ttk. Interseksi KT-SM
KQ-SM
KQ
©2005 S.W. Adji – Engine Propeller Matching 12
baling-baling, KQ-SM, pada kondisi hull service margin. Selanjutnya, kedua angka KQ
dan KQ-SM inilah yang digunakan untuk menentukan karakteristik beban propeller
(propeller load characteristics).
5. KARAKTERISTIK BEBAN BALING-BALING (PROPELLER
LOAD CHARACTERISTICS)
Didalam mengembangkan ‘trend’ karakteristik beban propeller, variabel yang terlibat
adalah propeller torque dan propeller speed. Untuk propeller torque merupakan hasil
pengolahan secara grafis dari hull & propeller interaction, yaitu KQ dan KQ – SM ; yang
kemudian dikembangkan seperti persamaan dibawah ini,
52
Pr DnKQ Qop ×××= ρ (29)
, dan
52
Pr DnKQ SMQop ×××= −
∗
ρ (30)
Jika KQ ; KQ-SM ; D ; D adalah konstan, maka Pers. (29) dan Pers. (30) dapat ditulis
kembali sebagai berikut,
)( 2
1
2
Pr nfnQ op =×= γ (31)
)( 2
2
2
Pr nfnQ op =×= ∗∗
γ (32)
Dari kedua Pers. (31) dan Pers. (32) tersebut diatas, maka trend karakteristik propeller
power ( ∞ Propeller Load ) dapat diperoleh sebagai berikut ;
[Power] = [Torque] * [Speed]
)( 3
1
3
PrPr nfnnQP opop =×=×= γ (33)
, dan
)( 3
2
3
PrPr nfnnQP opop =×=×= ∗∗∗
γ (34)
Tahap berikutnya adalah mentabulasikan Persamaan (33) dan Persamaan (34) dengan
inputan “propeller speed”, yang diperoleh dari “engine speed” setelah diturunkan oleh
mechanical gears (perhatikan gears ratio-nya). Gambar 7 dan 8 mengilustrasikan
tentang tabulasi dan trend dari propeller power yang dikembangkan.
©2005 S.W. Adji – Engine Propeller Matching 13
Tabel – Perhitungan PProp = f(n3)
nP (nP)3 PProp P*Prop
Min
…….
…….
…….
…….
Max
Gambar 7 – Contoh Tabel Perhitungan PProp = f(n3)
Gambar 8 – Karakteristik Beban Propeller
max
PProp
[kW]
nProp
max
Propeller Load
makin besar !!!
Karakteristik
Beban Propeller at
Trial
Karakteristik
Beban Propeller at
Service
©2005 S.W. Adji – Engine Propeller Matching 14
III. KARAKTERISTIK MOTOR PENGGERAK KAPAL
1. POWER & ENERGY LOSS
Seperti diketahui bahwa energy pada motor penggerak ini adalah berasal dari bahan
bakar (fuel), yangmana energy tersebut hilang ke atmosphere dalam bentuk panas
adalah ± 35 % ; lalu ± 25 % hilang melalui air pendingin dan getaran ; serta sekitar 2 %
hilang pada poros propeller. Sehingga hanya sekitar 38 % dari energy dari fuel yang
tertinggal untuk propulsion.
Dari sisa sekitar 38 % tersebut, secara kasar dapat dibagi-bagi lagi, yaitu : ± 3 %
digunakan untuk mengatasi air resistance, ± 27 % terpakai untuk mengatasi wave
resistance, ± 17 % digunakan untuk mengatasi resistance akibat wake & propeller
wash, ± 18 % untuk mengatasi skin friction, dan sekitar 35 % dipakai untuk memutar
propeller (baling-baling).
2. ENGINE PERFORMANCE CURVES
Kurva engine performance pada umumnya oleh engine manufacturers dinyatakan
dalam bentuk plotting hubungan antara Brake Horse Power (BHP), Engine Torque,
Fuel Consumption sebagai fungsi dari engine speed. Dan jarang ada dari engine
manufacturer yang juga menyediakan kurva Shaft Horse Power (SHP), yangmana
trend-nya dibawah dari kurva BHP (lost akibat gearbox).
Proses terhadap engine performance dikapal sendiri melibatkan beberapa tahapan
adalah seperti ditunjukkan pada Gambar 9,
Gambar 9 – Aliran Energy pada Motor Penggerak
FUEL MAIN ENGINE FLY WHEEL
CHEMICAL
ENERGY
COMBUSTION
PROCESS
MECHANICAL
ENERGY
©2005 S.W. Adji – Engine Propeller Matching 15
Tahap yang pertama adalah energy dari fuel (bahan bakar), seperti yang ditunjukkan
pada Pers. (35) sebagai berikut ;
ffuelENG CmP ×=
•
(35)
, dimana :
PENG = Engine Power (Daya Motor Penggerak)
fuelm
•
= mass fuel rate (Laju Aliran Bahan Bakar)
Cf = Calorific Value of Fuel (Nilai Kalor Bahan Bakar)
Pers. (35) merepresentasikan bahwa besarnya engine power adalah proporsional
dengan banyaknya jumlah bahan bakar yang disuplai ke engine. Sedangkan, jumlah
dari bahan bakar yang disuplai adalah tergantung pada pengaturan di- engine fuel
setting (fuel stroke position).
Di tahap yang kedua (Combustion Process), engine power dapat dinyatakan sebagai
berikut,
nALbmepPENG ×××= (36)
, dimana :
bmep = Brake mean effective pressure
L = Langkah Torak (Length of stroke)
A = Area of piston-bore (Luasan torak)
n = Rate of power strokes
Dari Pers. (36) terlihat bahwa besarnya engine power sangat tergantung dari besarnya
bmep yang terjadi pada engine, karena harga L, A, dan n pada suatu engine adalah
sudah tetap. Sehingga dengan kata lain, besarnya engine power adalah proporsional
dengan nilai dari bmep yang terjadi.
Tahap yang ketiga adalah engine power yang diukur dengan metode pengereman di
engine test bed, yangmana merupakan power output dari engine seperti yang
ditunjukkan pada Pers. (37) sebagai berikut ;
ENGENGENG nQP ×= (37)
, dimana :
QEng = Engine Torque
nEng = Engine Speed
Berdasarkan Pers. (37) tampak bahwa perubahan yang signifikan dari engine power
hanya dapat dilakukan dengan merubah nilai dari engine torque-nya. Masing-masing
variabel potensial pada Pers. (35), Pers. (36), dan Pers. (37) memiliki keterikatan dan
©2005 S.W. Adji – Engine Propeller Matching 16
pengaruh secara proporsional, sehingga kondisi tersebut dapat disederhanakan sebagai
berikut ;
fuelm
•
∞ bmep ∞ QEng
Artinya “Nilai Engine Torque (QEng) akan secara signifikan berubah, apabila pada
proses pembakaran didalam silinder terjadi perubahan harga Brake Mean Effective
Pressure (bmep). Dan perubahan harga bmep tergantung pada jumlah Mass Fuel
Rate ( fuelm
•
) yang disuplai ke engine”.
Hubungan engine torque dan engine speed dapat diilustrasikan seperti gambar berikut
ini,
Gambar 10 – Grafik Hubungan Engine Torque & Engine Speed
Gambar 11 – Grafik Hubungan Engine Power & Engine Speed
Sementara itu, Gambar 11 me-representasikan hubungan antara engine power dan
engine speed. Perubahan pada engine power tergantung pada fraction engine torque,
atau, bmep.
Engine
Torque
Engine
Speed
Different
Fuel
Setting
Engine
Power
Engine
Speed
Different
Fuel
Setting
Kurva-kurva ini
menunjukkan kondisi
Constant Torque,
atau, Constant bmep
©2005 S.W. Adji – Engine Propeller Matching 17
IV. KOMBINASI KARAKTERISTIK ENGINE &
PROPELLER
1. MATCHING POINT
Matching point merupakan suatu titik operasi dari putaran motor penggerak kapal
(engine speed) yang sedemikian hingga tepat (match) dengan karakter beban baling-
baling, yaitu titik operasi putaran motor dimana power yang di-absorb oleh propeller
sama dengan power produced oleh engine dan menghasilkan kecepatan kapal yang
mendekati (sama persis) dengan kecepatan servis kapal yang direncanakan.
Karakteristik Propeller adalah seperti yang telah ditunjukkan pada Gambar 8,
sedangkan Karakteristik engine telah direpresentasikan pada Gambar 11. Untuk dapat
menyamakan kedua trendline tersebut ke dalam satu sarana plotting yang sama, maka
terlebih dahulu harga kedua trendline dijadikan dalam persen (%) seperti yang
digambarkan pada kurva berikut ini;
Gambar 12 – Matching Point Engine & Propeller
Pada engine speed, n, adalah merupakan titik operasi putaran motor penggerak yang
sesuai dengan kondisi beban propeller, sebab, daya yang dihasilkan oleh motor
penggerak adalah sama dengan daya yang diabsorb oleh propeller, P. Hal ini tentunya
akan memberikan konsekuensi yang optimal terhadap pemakaian konsumsi bahan
bakar dari motor penggerak kapal terhadap kecepatan servis kapal yang diinginkan.
Seperti diketahui bersama bahwa di kapal yang dapat dilihat adalah indikator engine
speed (rpm, atau rps) dan kecepatan kapal (knots, atau Nmile/hour). Sehingga
penetapan putaran operasi dari motor penggerak, merupakan “kunci” kesuksesan
dalam operasional sistem propulsi kapal secara keseluruhan.
Engine
Characteristic
Propeller Load
Characteristic; f(n3)
PProp &
PEng [%]
nProp &
nEng [%]
Matching Point
n
P
©2005 S.W. Adji – Engine Propeller Matching 18
(a) REDUCING FUEL SUPPLIED TO ENGINE
Penurunan bahan bakar (fuel) yang disuplai ke engine akan menyebabkan turunnya
bmep, dan tentunya akan menurunkan engine torque. Perubahan pada engine torque
inilah yang selanjutnya dipakai untuk menentukan besaran putaran engine dengan cara
men- set posisi engine throttles (fuel stroke position) untuk kebutuhan operasional
kapal, sebagai berikut ;
- S (Slow Ahead)
- H (Half Ahead)
- F (Full Ahead)
Gambar 13 memberikan ilustrasi beberapa kondisi matching points antara kurva-kurva
torsi motor penggerak terhadap kurva beban propeller. Terlihat titik perpotongan antara
kurva engine torque [ ] dan kurva propeller load yangmana menghasilkan titik
operasi {P1 & N1}; Yaitu bilamana kapal diinginkan bergerak dengan kecepatan yang
relatif rendah (slow ahead), seperti misalnya kondisi daerah perairan terbatas.
Gambar 13 – Engine Torques vs Propeller Load
Sedangkan pada matching points {P2 & N2} dan {P3 & N3} adalah dibutuhkan untuk
mendukung dan memenuhi tingkat operasional kapal, bilamana dikehendaki
peningkatan kecepatan servis kapal.
N3N2N1
Propeller Load
Characteristic; f(n3)
Engine
Characteristic
PProp &
PEng [%]
nProp &
nEng [%]
Matching
Points
P3
P2
P1
Fuel Reducing
©2005 S.W. Adji – Engine Propeller Matching 19
(b) EFFECT OF INCORRECT PITCH
Pada keadaan dimana terjadi kesalahan dalam penentuan Pitch dari propeller pada
sistem propulsi kapal, maka hal ini juga akan memberikan dampak pada operasional
motor penggerak kapal. Salah satu indikasi yang sangat tampak, adalah pada harga
engine speed yang dicapai oleh motor penggerak kapal saat dioperasikan. Hal ini
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 14.
Gambar 14 – Engine Torque vs Propeller Loads (Incorrect Pitch)
Jika matching point untuk pitch yang tepat adalah pada titik operasi {P1 & N1}, maka
kondisi pitch yang tidak tepat untuk kurva beban propeller terjadi seperti kurva dan
kurva . Kurva menunjukkan karakteristik beban propeller untuk kondisi pitch yang
terlalu rendah (light propeller load), sedangkan kurva menunjukkan karakteristik
beban propeller untuk kondisi pitch yang terlalu tinggi (heavy propeller).
Dari Gambar 14 terlihat bahwa ketika beban propeller bertambah (heavy propeller)
akibat pitch yang terlalu tinggi, maka trend beban cenderung bergeser naik. Kemudian
titik potong kurva beban propeller tersebut dengan kurva maximum engine torque,
cenderung bergeser sedemikian hingga putaran engine turun hingga titik N3. Kondisi
seperti ini adalah sangat tidak menguntungkan untuk operasi engine, seakan-akan
engine beroperasi dalam kondisi over load.
Demikian juga sebaliknya, ketika beban propeller lebih ringan akibat pengambilan
pitch yang terlalu rendah. Maka beban propeller yang terjadi akan bergeser turun,
sehingga putaran engine akan naik hingga N2. Kondisi ini pun tentunya akan merusak
engine, karena engine seakan-akan beroperasi dalam kondisi over speed.
Max. Engine Torque
PProp &
PEng [%]
nProp &
nEng [%]
Matching
Points
P3
P2
P1
Pitch too high
(Heavy Propeller)
N3 N2N1
Pitch too low
(Light Propeller)
©2005 S.W. Adji – Engine Propeller Matching 20
(c) DESIGN FOR RESISTANCE CHANGE
Dalam operasional kapal hingga kurun waktu tertentu, maka tentunya lambung kapal
akan mengalami kekasaran permukaan akibat adanya binatang laut (tirem, kerang, dll)
yang menempel pada dinding-dinding lambung tersebut. Hal ini secara umum akan
menambah nilai dari tahanan kapal, seperti direpresentasikan pada Gambar 15.
Gambar 15 – Engine Torques vs Propeller Loads change
Ketika kapal masih dalam kondisi baru (clean hull, smooth, etc), kondisi kurva beban
propeller seperti yang digambarkan pada kurva . Dan saat itu jika engine di-running
dengan engine torque seperti digambarkan oleh kurva , maka design speed untuk
kapal sudah dapat dicapai pada kondisi engine speed, N1.
Namun, saat lambung kapal sudah banyak ditempeli oleh binatang-binatang laut maka
tahanan kapal akan berubah seperti yang ditunjukkan oleh kurva . Bila engine di-
running tetap seperti yang ditunjukkan oleh kurva , maka engine speed akan turun
dari N1 ke N2. Dan tentu sebagai konsekuensi adalah kecepatan servis kapal akan
mengalami penurunan juga. Akan tetapi, bila engine masih memiliki ‘margin’ yang
cukup sedemikian hingga kurva engine torque dapat dinaikkan seperti yang
digambarkan oleh kurva , maka engine speed dapat dipertahankan pada N1. Sehingga
kondisi operasional kapal tidak ‘terganggu’ (kecepatan servis kapal masih mampu
dipertahankan). Sebagai catatan bahwa kondisi operasi kurva adalah masih berada
pada ± 90% rated bmep (atau, pada 85-90% rated power at 100% rated speed).
PProp &
PEng [%]
nProp &
nEng [%]
P3
P1
Beban Propeller bertambah
(foulings, etc)
N2 N1
Beban Propeller saat
kondisi kapal masih baru
P2
©2005 S.W. Adji – Engine Propeller Matching 21
2. ENGINE RATING
Apabila engine di-rated pada 10.000 kW, artinya adalah, Daya sebesar 10.000 kW
disuplai oleh engine ke propeller. Walaupun demikian, perlu diketahui juga bahwa
pada kondisi yang bagaimana engine tersebut mampu memproduksi daya sebesar
10.000 kW tersebut. Misalnya, bagaimana keadaan dari lingkungan ruangan saat engine
di-rated, dan bagaimana pula harga dari putaran poros.
Kemudian, bagaimana seorang marine engineer ini menentukan service rating power.
Ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan didalam penentuan engine rating
tersebut, antara lain :
• Rated Power
• Rated Torque
• Rated Speed
• Rated Brake Mean Effective Pressure
Dimana seperti telah ditulis pada persamaan sebelumnya, bahwa ;
{Rated Power} = {Rated Torque} x {Rated Speed}
Rated Torque [Qeng] ∞ Rated Brake Mean Effective Pressure [bmep]
Lalu bagaimana mendapatkan maximum rated engine speed ?
Hampir keseluruhan motor penggerak kapal sebenarnya memiliki sedikit ‘tambahan’
untuk maximum rated engine speed, yang mungkin hanya dapat digunakan untuk
periode yang relatif singkat.
Dengan mengambil asumsi bahwa kondisi overload power adalah 10% , maka P ∞ n3
dapat diuraikan sebagai berikut ;
3
1
2
1
2
⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜
⎝
⎛
=
n
n
P
P
03.11.13
2 ==n
Sehingga engine speed masih dapat dinaikkan hingga 3 % untuk waktu yang relatif
pendek (singkat). Kecepatan motor hingga 103% ini hanya dapat diharapkan jika kapal
beroperasi dalam kondisi beban yang relatif rendah.
©2005 S.W. Adji – Engine Propeller Matching 22
Bagaimana dengan rated bmep- nya ????
Secara garis besar rated brake mean effective pressure (rated bmep) dibatasi oleh fuel
system dan Turbocharger. Engine manufacturer telah men-set kondisi dari Continues
bmep rating, yaitu kondisi dimana terjadi maximum rated torque dan maximum rated
speed. Besarnya maximum rated torque adalah proporsional terhadap besarnya
maximum rated bmep.
{ Max. Continues Power Rating } = { Max. Rated Torque } x { Max Rated Speed }
{Max. Rated Torque} ∞ {Max. Rated BMEP}
Maka arti phisiknya, Maximum Continues Power Rating adalah kondisi rating dari
engine power pada 100 % bmep dan 100 % rpm, yang telah ditetapkan oleh engine
builder. Ini merupakan nilai rating yang disajikan oleh engine builder untuk pemakian
operasi secara kontinyu pada kondisi yang standar.
Apa itu yang dimaksud dengan kondisi standar ???
KOREKSI RATING
Haruslah dipahami bahwasannya rating yang ditetapkan oleh engine builder,
sesungguhnya masih belum mempertimbangkan kondisi lingkungan engine saat
terpasang di kapal (ship environment). Ambient conditions sangat berpengaruh pada
engine performance. Rating yang dikembangkan oleh engine builder adalah specified
under standard conditions.
Jika engine dioperasikan pada ambient conditions yang tidak standar, maka engine
rating harus dimodifikasi (misalnya dioperasikan pada daerah tropis). Ada beberapa
standar yang diikuti (lihat Tabel 1), dan langkah-langkah yang diambil guna
pemodifikasian dari engine rating dengan mempertimbangkan ambient operating
conditions saat service adalah dikenal dengan istilah DE-RATING.
3. RUMUSAN EMPIRIS YANG SERING DIGUNAKAN UNTUK
PERTIMBANGAN TEKNIS TERHADAP PERBEDAAN
ANTARA KONDISI OPERASI YANG SEBENARNYA
DENGAN KONDISI YANG STANDAR
(a) De-rate motor penggerak kapal, sebesar 10% ; untuk setiap penurunan tekanan
barometrik sebesar 4 inch-Hg.
(b) De-rate motor penggerak kapal, sebesar 2,5% ; untuk setiap kenaikan
temperatur kondisi udara sekitar (ambient air condition) sebesar 10 0
F.
(c) De-rate motor penggerak kapal, sebesar 1% ; untuk setiap kenaikan kelembaban
relatif (relative humidity) dari kondisi udara sekitar (ambient air condition)
sebesar 10 %.
©2005 S.W. Adji – Engine Propeller Matching 23
(d) Untuk motor penggerak kapal dengan sistem pendingin “intercooled” dan
menggunakan ‘air laut’; maka De-rate motor penggerak kapal, sebesar 2 % ;
untuk setiap kenaikan temperatur air laut (ambient air condition) sebesar 10 0
F.
(e) De-rate motor penggerak kapal, sebesar 1% ; untuk setiap kenaikan ‘exhaust
back pressure’ (ambient air condition) sebesar 4 inch-Hg.
(1) ENGINE OPERATING MARGINS
Nilai BMEP diturunkan hingga dibawah dari maximum rated bmep yang telah di-set
oleh engine-builder. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi maintenance, sebab engine
di-running pada kondisi beban mekanis dan beban thermal yang lebih rendah.
Berikutnya adalah seberapa jauh nilai bmep tersebut diturunkan ? dan ternyata tidak
mudah untuk menjawabnya. Pada umumnya diambil allowance sebesar 10 %.
(2) HULL SERVICE MARGIN
Analisis tentang Resistance dan Powering adalah dibuat untuk kondisi-kondisi yang
ideal, misalnya : perfect surfaces on hull & propeller, calm wind & seas, etc.
Yangmana pada kenyataannya bahwa kondisi servis adalah sangat berbeda. Kemudian,
bagaimana besarnya allowances yang harus diambil untuk kondisi tersebut ?, dan
inipun juga tidak mudah dijawab. Secara umum, allowance yang diambil adalah
berkisar 20 %.
Gambar 16 – Operating Margins
Nilai margin sebesar 30% tersebut mungkin agak berlebihan, dalam prakteknya nilai
dari margins tersebut biasanya merupakan nilai gabungan yang diambil secara empiris.
OPERATING MARGINS
% Engine Max Cont. Rating
% Engine Speed
Engine Operating Margin
100%
100%
90% bmep
70% bmep
100% bmep Hull Service Margin
(for Hull Fouling, etc)
- Trial Condition
- Classification Soc.
©2005 S.W. Adji – Engine Propeller Matching 24
Di dalam proses mengestimasi service speed dan engine power yang dibutuhkan di
kapal, biasanya calon pemilik kapal akan melakukan pendekatan kepada pihak
galangan serta meminta quatation untuk kapal bangunan baru. Margins mungkin juga
dapat didefinisikan sebagai ‘Ketentuan Kontrak’ ( atau juga ‘Kecepatan Servis’ untuk
operasional kapal ).
Selain itu, Calon pemilik kapal biasanya juga mensyaratkan khusus terhadap ukuran
tonase bobot mati kapal yang dibutuhkan, jenis muatan, kecepatan servis kapal,
yangmana keinginannya untuk sea margin dan route-route perdagangan yang
diproyeksikan tersebut terkait dengan Beaufort Number. Kebutuhan daya tersebut
kemudian akan diestimasi, serta titik operasi baling-baling yang direncanakan akan
ditetapkan oleh calon pemilik kapal, galangan dan engine builder.
(3) HULL & PROPULSION SERVICE MARGIN PRACTICES
Di dalam prakteknya, hal tersebut adalah dapat diterima guna merancang baling-baling
yang mampu menyerap 85 s.d. 90 % dari rated power pada rated speed yang benar.
Perolehan 10 s.d. 15 % tersebut adalah dapat dimanfaatkan guna mempertahankan
kecepatan servis seiring dengan penambahan beban kapal akibat foulings.
Kapal sebaiknya dijadwalkan secara tertentu untuk kegiatan ‘dry docking’,
sebagaimana MCP rating ketika sudah mendekati 100% (indikator beban di Engine
sudah memberikan ‘warning’). Umumnya, masing-masing engine manufacturers
memiliki bentuk diagram operasi engine (seperti yang ditunjukkan pada Gambar 17),
yangmana me-representasi-kan area operasi engine yang diperbolehkan. Selain itu,
Engine manufacturers juga menyediakan speed power maps (lihat Gambar 18), dan
biasanya engine manufacturers membatasi beban pengoperasian engine diluar
continues operation envelopes hingga ± 8,3% dari waktu antara periode overhoul
pemeliharaan major. Jika tidak ada kasus, nilai 100% Torque (bmep) sebaiknya
dilebihkan. Putaran engine dinaikkan hingga lebih 103% dari rated yang diijinkan
dalam servis.
Berdasarkan Gambar 18, diperoleh bahwa untuk masing-masing kurva beban propeller
memiliki batasan tersendiri terhadap available power (sbg output power) yang
dikeluarkan oleh engine. Jika margin bertambah maka kurva beban propeller (initial)
akan bergerak turun dan bergeser ke kanan. Artinya, Jumlah kebutuhan daya untuk
mendapatkan kecepatan design menjadi lebih kecil prosentasenya terhadap rated
power-nya. Namun sebaliknya bila usia kapal bertambah dan lambung kapal mulai
kasar (foulings), maka kurva beban propeller akan bergeser ke kiri pada Gambar
Speed-Power Map tersebut.
Selanjutnya, Engine speed menjadi batasan yang perlu mendapat perhatian. Karena
pengambilan prosentase margin yang proporsional akan berpengaruh pada
kelangsungan operasional kapal. Untuk penyempurnaan terhadap situasi yang
demikian, maka biasanya diambil langkah-langkah sebagai berikut : Dipilih CPP
(Controllable Pitch Propeller) untuk propulsor kapal, atau Mengganti propeller
dengan yang baru saat dilaksanakan mid-life dry docking.
©2005 S.W. Adji – Engine Propeller Matching 25
Gambar 17 – Hubungan Engine - Propeller
80 90
70
80
90
100
% MEP
110
100
110 %
BOUNDARY
OF
EXPECTED
OPERATING
AREA
100 % MEP
90 %
MEP
80 %
MEP
70 %
MEP
TYPICAL MAX
CONTINUES RPM
MAX CONTINUES
PROPELLER
CHARACTERISTICS
TRIAL
CONDITIONS
©2005 S.W. Adji – Engine Propeller Matching 26
Gambar 18 – Speed-Power Map dari suatu Marine Diesel Engine
Keterangan :
Optimum range untuk operasi yang kontinyu
Range Kerja yang hanya dibolehkan untuk waktu yang sangat terbatas saja
“Upper speed range”, dicoba saat sea trial saja
Range dari ‘Karakteristik Engine’ pada saat sea trial dengan kondisi cuaca yang
cerah, dan keadaan lambung kapal (hull) masih bersih
Kurva beban propeller hampir mendekati titik MCR, meskipun Engine masih
mampu kerja didalam range untuk waktu yang terbatas. Maksud dari kurva
ini adalah untuk menunjukkan beban propeller yang seharusnya dicapai
(dalam tahapan ‘perancangan propeller’)
Batas dari Range
% MEP
% RPM
110 %
110 %
100 %
90 %
Power Limit
Torque Limit
RPM Limit
10810390 100
100% MEP
90% MEP
85% MEP
©2005 S.W. Adji – Engine Propeller Matching 27
Tabel 1 : Diesel Engine Environmental Standard Reference Conditions
Ambient Air
Temperature
Barometric
Pressure
Relative
Humidity
Charge
Coolant
( 0
C ) ( kpa ) ( % ) ( 0
C )
ISO 3046 / I 27.0 100.0 60.0 27.0
CIMAC 27.0 100.0 60.0 27.0
DIN 6271 27.0 100.0 60.0 27.0
SAE J816b 29.4 99.2 31.0 88.0(3)
SAE J270 29.4 99.2 31.0 88.0(3)
DEMA 32.2(1)
95.4(2)
60.0 68.0(3)
SNAME T&R 3-27
Mach. Space Air 32.2 101.0 53.31 ---
Outside Air 24.0 101.0 85.0 ---
Det Norske Veritas 45.0 --- 70.0 30.0
JIS 20.0 101.3 65.0 ---
DIN 70020 20.0 101.3 --- ---
DIN 6270 A 30.0 101.3 --- 25.0
DIN 6270 B 20.0 98.0 60.0 ---
British Std. 649 29.4 99.6 --- ---
British Std. Au141a 30.0 101.3 --- 25.0
Keterangan :
(1) Maximum
(2) Minimum
(3) Temperature at Outlet
Tabel 2 : Diesel Manufacturer’s Standards For Four-Stroke Engines
Engine Manufacturer Environmental Reference Conditions
STORK-WERKSPOOR ISO 3046/I, DIN 6271, DIN 6270 A, BS 649
M.A.N. ISO 3046/I, DNV, Tropical
SULZER ISO 3046/I, Tropical
MTU ISO 3046/I, Tropical
S.E.M.T. PIELSTICK ISO 3046/I, Tropical
B & W ISO 3046/I, DNV, Tropical
GMT ISO 3046/I, Tropical
MIRRLEES BLACKSTONE Tropical
GEC (RUSTON) ISO 3046/I, Tropical
MWM Tropical
CATERPILLAR SAE J270, SAE J816b, DIN 6270B
DETROIT DIESEL ---
DOXFORD ISO 3046/I
©2005 S.W. Adji – Engine Propeller Matching 28
Pada perancangan baling-baling kapal, besarnya daya yang di-absorb oleh baling-
baling adalah umumnya berkisar 85 – 90% dari nominal power pada nominal speed
(rated power, rated speed). Sehingga, besarnya selisih (10 – 15%) yang dipilih tersebut,
didasari pada ‘permintaan’ Owner serta pertimbangan teknis dari kekhususan bentuk
lambung kapal itu sendiri. Maka daya yang tersedia masih mencukupi kebutuhan untuk
mempertahankan kondisi servis kapal, seiring dengan kenyataan adanya binatang-
binatang laut yang tumbuh menempel di lambung kapal. Kapal sebaiknya dijadwalkan
untuk melaksanakan dry docking, ketika kapal dalam operasi servisnya harus me-
running engine pada kondisi 100% nominal dari maximum continuous power rating.
SERVICE RATING = 85 – 90 %
= {Brake Power Trials} / {Brake Power Manufacturer Rating}
Ratio ini harus dihitung dengan seluruh pertimbangan teknis, meliputi kondisi
lingkungan, tipe bahan bakar, dan koreksi-koreksi yang digunakan. Dan jika terjadi
kondisi engine & Propeller match yang seperti ditunjukkan pada region dalam
Gambar 18, maka salah satu langkah yang harus diambil adalah sebagai berikut :
• Propeller replaced (diganti),
• Re-pitched,
• Tips cropped (potong bagian tip dari daun propeller).
Engine & Propeller Matching adalah sangat esensial, tidak hanya pertimbangan
terhadap alasan ekonomisnya saja. Akan tetapi juga untuk menghindari kerusakan dari
Engine. Beban thermal dari engine tergantung pada bmep dan posisi titik operasi pada
kurva dari Gambar 18 tentang Speed Power Map, yangmana menyajikan
kemungkinan kecepatan terendah untuk suatu nilai bmep yang diberikan. Untuk
memperoleh kondisi kerja yang optimum, maka titik-titik operasi engine untuk
continuous service sebaiknya berada dalam “Range ” (Gambar 18). Engine boleh
dioperasikan dalam “Range ”, namun hanya untuk periode yang terbatas.
Jika Engine di-set pada kondisi CSR adalah 85% power pada nominal speed. Dan
ketika kelebihan daya tersebut kemudian dibutuhkan, maka putaran engine dapat
dinaikkan hingga;
• 103% dari nominal speed-nya, selama continuous operation.
• 108% dari nominal speed-nya, untuk periode sekitar 1 jam selama trials
run. Dan ini hanya dapat dilakukan jika shafting bukan menjadi sumber
getaran torsional yang tidak dapat diijinkan.
(4) ENGINE DE-RATING METHODS
Untuk memperoleh nilai specific fuel oil consumption yang lebih rendah dari engine
yang diberikan dalam kondisi servis, dimana mungkin engine yang relatif lebih besar,
yang dipilih untuk diinstal di kapal. Sehingga perlu adjustments yang optimal terhadap
©2005 S.W. Adji – Engine Propeller Matching 29
propeller dan engine agar specific fuel oil consumption yang paling rendah dapat
diperoleh.
Engine di-adjust untuk mendapatkan bmep yang maksimum pada derated RPM dan
Power. Metode yang diterapkan adalah untuk meng-encourage operasi engine speed
yang terendah, sehingga secara teoritis efisiensi propeller yang lebih tinggi dapat
ditemukan.
☺ POWER / SPEED PERFORMANCE ENVELOPE
Diagram ini untuk menunjukkan kinerja engine melalui prosentase, ataupun nilai
absolut, dari ratio power dan speed yang terjadi saat operasi engine. Pada umumnya,
cakupan range operasi engine dibatasi oleh beberapa hal seperti yang ditunjukkan pada
Tabel 3.
Tabel 3 : Operating Range Bounded By Various Constraints
OPERATING RANGES CONSTRAINTS
Idle Speed Smooth Running; Number of Cylinders; Inertia;
Friction, etc
Smoke Limit Poor Scavenge & Combustion
Surge Limit Turbo Unstable
Exhaust Gas Temperature Valve Deposits, Burning, etc
Peak Cylinder Pressure Mechanical Stresses
Turbo RPM Limiting Inertia Stress
Max. Engine RPM Wear rates; Inertia Forces
Motoring Friction & Pumping; Losses (Mech. Efficiency)
Minimum BMEP Poor Combustion
©2005 S.W. Adji – Engine Propeller Matching 30
PERMASALAHAN – PERMASALAHAN YANG SERING TERJADI
DILAPANGAN
Question1:
Bung, kenapa Engine saya gak bisa mencapai titik teratas dari
rated speed (RPM) saat trials ? Dan mengapa kapal saya
tidak dapat mencapai kecepatan servis seperti yang
direncanakan oleh ship designer ? Apakah dengan menambah
atau menurunkan Pitch Propeller akan menyempurnakan kinerja dari kapal saya ?
Answer1:
Sebelum kita menjawab keseluruhan pertanyaan Q1 tersebut, kita harus meng-
investigate secara detail pada power, engine performance dan kecepatan kapal
yang terjadi.
Secara umum kebutuhan power kapal itu, tentu sudah dihitung pada saat kapal
direncanakan. Sehingga melalui perhitungan tahanan kapal yang tepat/sesuai,
maka kebutuhan power kapal tersebut juga akan dapat diperoleh dengan tepat.
Kemudian, dilakukan pemilihan engine dengan memperhatikan parameter-
parameter, antara lain : Power per-shaft; Speed (RPM); Weight (dry & wet);
Space required; Fuel oil consumption; dsb. Dan jika hanya dari aspek Engine &
Hull saja yang diperhatikan, maka Propeller pun akan muncul sebagai persoalan
baru (seperti pertanyaan Q1).
Seperti misalnya terjadi kesalahan dalam penetapan harga Pitch Propeller, sebut
saja bahwa nilainya terlalu tinggi (heavy propeller). Maka propeller load (beban
propeller) akan bergeser naik (ke arah sebelah kiri) pada diagram Power-Speed
Map, sehingga titik perpotongan antara kurva rated engine torque dan propeller
load akan berada dibawah (lebih rendah) dari nominal rated speed (RPM)-nya.
Lebih buruk lagi bahwa power yang diabsorb oleh propeller menjadi lebih rendah
juga, sehingga engine power yang dihasilkan seolah-olah menjadi tidak mencukupi
untuk mengoperasikan kapal pada kecepatan servis yang direncanakan.
Perubahan Pitch Propeller juga bukan merupakan satu-satunya solusi mengingat
jika besarnya perubahan tersebut tidak diperhatikan maka dapat menyebabkan
kondisi propeller menjadi Light Propeller (Pitch too low), sehingga juga dapat
menimbulkan masalah baru lagi (mis-match). Perhatikan optimasi dari Rasio Pitch
dan Diameter propeller (P/D) terhadap propeller torque pada kondisi behind the
ship. Langkah lainnya yang mungkin dapat dikerjakan adalah memotong (cropped)
ujung daun propeller (bagian ‘tip blades’), pastikan dengan hitungan yang tepat
mengenai besarnya ‘prosentase’ tip propeller yang harus dipotong tersebut.
©2005 S.W. Adji – Engine Propeller Matching 31
Question 2 :
Bung, kenapa engine speed ini perlu diturunkan pada propeller speed ? kalau
tidak diturunkan bagaimana ?
Answer 2 :
Begini untuk internal combustion engines, TORQUE secara definisi adalah 5.252
dikalikan dengan dayanya, kemudian dibagi dengan putarannya (RPM). Sehingga,
jika karakter engine adalah putaran rendah dan memiliki daya yang besar, sudah
dapat dipastikan bahwa engine akan mempunyai nilai Torque yang besar. Inilah
yang menyebabkan bahwa tipikal slower turning propeller akan memberikan Thrust
yang lebih besar, karena mereka menerima Torque yang besar pada nilai engine
power yang sama.
Sebagai contoh; Sebuah engine mempunyai kapasitas daya 500 HP pada
putaran 2.000 RPM, sehingga engine tersebut akan men-deliver torque sebesar
1.313 lb-ft ke propeller. Dan jika pada sistem transmisi tersebut dipasang
reduction gear (gearbox) dengan rasio 3:1, maka kapasitas daya akan berkurang
berkisar 3% (friction losses di gearbox) menjadi 485 HP. Pada waktu yang sama
juga, putaran propeller turun menjadi 667 RPM. Maka besarnya torque yang di-
deliver menjadi bertambah hingga 3.819 lb-ft.
Question 3 :
Bung, biasanya ship operator untuk menghemat pemakaian bahan bakar, maka
operasional engine umumnya pada putaran yang mendekati lower limit sehingga
kecepatan kapal pun menjadi lebih rendah. Bagaimana itu bisa terjadi ?
Answer 3 :
Pada marine diesel engines, trendline dari rated engine torque adalah
proporsional dengan rated bmep yang terjadi. Dan rated bmep adalah juga
proporsional dengan rated fuel consumption-nya. Dengan menurunkan putaran
engine, katakanlah dari 2.200 RPM menjadi 1.600 RPM, maka sesungguhnya
terjadi penurunan rated bmep sekaligus penurunan rated fuel consumption
(katakanlah dari 180 gr/HP-hr menjadi 155 gr/HP-hr). Jika besarnya engine
power adalah 4.000 HP dan kapal berlayar selama 10 hari, maka penghematan
bahan bakar dapat mencapai ± 24 ton. Konsekuensinya adalah kecepatan servis
kapal akan turun, sebab output power dari engine juga turun.

More Related Content

What's hot

[6] momen stabilitas statis & final kg
[6] momen stabilitas statis & final kg[6] momen stabilitas statis & final kg
[6] momen stabilitas statis & final kgimamfaizin212
 
Tugas merancang kapal ii rencana umum
Tugas merancang kapal ii   rencana umumTugas merancang kapal ii   rencana umum
Tugas merancang kapal ii rencana umumYogga Haw
 
Slide Presentasi Tugas Besar KL-4221 Perancangan Dermaga Pelabuhan
Slide Presentasi Tugas Besar KL-4221 Perancangan Dermaga PelabuhanSlide Presentasi Tugas Besar KL-4221 Perancangan Dermaga Pelabuhan
Slide Presentasi Tugas Besar KL-4221 Perancangan Dermaga PelabuhanFaisal Purnawarman
 
Floodable length
Floodable lengthFloodable length
Floodable lengthYogga Haw
 
Propulsion Systems Of Ships
Propulsion Systems Of ShipsPropulsion Systems Of Ships
Propulsion Systems Of ShipsVipin Devaraj
 
Perhitungan Plat Kulit Kapal
Perhitungan Plat Kulit KapalPerhitungan Plat Kulit Kapal
Perhitungan Plat Kulit Kapaltanalialayubi
 
TBK 1 Satuan-satuan Perkapalan
TBK 1 Satuan-satuan PerkapalanTBK 1 Satuan-satuan Perkapalan
TBK 1 Satuan-satuan Perkapalantanalialayubi
 
Dasar – dasar konstruksi kapal
Dasar – dasar konstruksi kapalDasar – dasar konstruksi kapal
Dasar – dasar konstruksi kapaltanalialayubi
 
Perhitungan Beban Kapal
Perhitungan Beban KapalPerhitungan Beban Kapal
Perhitungan Beban Kapaltanalialayubi
 
4 195-suryo-adji-engine propeller matching
4 195-suryo-adji-engine propeller matching4 195-suryo-adji-engine propeller matching
4 195-suryo-adji-engine propeller matchingJojo Han
 
Tugas Merancang Kapal I (Container 7000 DWT)
Tugas Merancang Kapal I (Container 7000 DWT)Tugas Merancang Kapal I (Container 7000 DWT)
Tugas Merancang Kapal I (Container 7000 DWT)Yogga Haw
 
1 hardjanto pengaruh kelebihan dan pergeseran muatan di atas kapal terhadap...
1 hardjanto   pengaruh kelebihan dan pergeseran muatan di atas kapal terhadap...1 hardjanto   pengaruh kelebihan dan pergeseran muatan di atas kapal terhadap...
1 hardjanto pengaruh kelebihan dan pergeseran muatan di atas kapal terhadap...Didik Purwiyanto Vay
 
TUGAS MERANCANG KAPAL III - PERHITUNGAN KEKUATAN KAPAL
TUGAS MERANCANG KAPAL III - PERHITUNGAN KEKUATAN KAPALTUGAS MERANCANG KAPAL III - PERHITUNGAN KEKUATAN KAPAL
TUGAS MERANCANG KAPAL III - PERHITUNGAN KEKUATAN KAPALYogga Haw
 
Kd2 menguraikan ukuran pokok kapal
Kd2 menguraikan ukuran pokok kapalKd2 menguraikan ukuran pokok kapal
Kd2 menguraikan ukuran pokok kapalrobert hokoyoku
 
MAKALAH TURBIN AIR. UTILITAS 1 TEKNIK KIMIA
MAKALAH TURBIN AIR. UTILITAS 1 TEKNIK KIMIAMAKALAH TURBIN AIR. UTILITAS 1 TEKNIK KIMIA
MAKALAH TURBIN AIR. UTILITAS 1 TEKNIK KIMIARidha Faturachmi
 

What's hot (20)

[6] momen stabilitas statis & final kg
[6] momen stabilitas statis & final kg[6] momen stabilitas statis & final kg
[6] momen stabilitas statis & final kg
 
Tugas merancang kapal ii rencana umum
Tugas merancang kapal ii   rencana umumTugas merancang kapal ii   rencana umum
Tugas merancang kapal ii rencana umum
 
dasar2 forklift
 dasar2 forklift dasar2 forklift
dasar2 forklift
 
Slide Presentasi Tugas Besar KL-4221 Perancangan Dermaga Pelabuhan
Slide Presentasi Tugas Besar KL-4221 Perancangan Dermaga PelabuhanSlide Presentasi Tugas Besar KL-4221 Perancangan Dermaga Pelabuhan
Slide Presentasi Tugas Besar KL-4221 Perancangan Dermaga Pelabuhan
 
Floodable length
Floodable lengthFloodable length
Floodable length
 
Propulsion Systems Of Ships
Propulsion Systems Of ShipsPropulsion Systems Of Ships
Propulsion Systems Of Ships
 
Basics of-ship-resistance
Basics of-ship-resistanceBasics of-ship-resistance
Basics of-ship-resistance
 
Perhitungan Plat Kulit Kapal
Perhitungan Plat Kulit KapalPerhitungan Plat Kulit Kapal
Perhitungan Plat Kulit Kapal
 
TBK 1 Satuan-satuan Perkapalan
TBK 1 Satuan-satuan PerkapalanTBK 1 Satuan-satuan Perkapalan
TBK 1 Satuan-satuan Perkapalan
 
Dasar – dasar konstruksi kapal
Dasar – dasar konstruksi kapalDasar – dasar konstruksi kapal
Dasar – dasar konstruksi kapal
 
Perhitungan Beban Kapal
Perhitungan Beban KapalPerhitungan Beban Kapal
Perhitungan Beban Kapal
 
Tugas Perencanaan Pelabuhan Kelompok 2
Tugas Perencanaan Pelabuhan Kelompok 2Tugas Perencanaan Pelabuhan Kelompok 2
Tugas Perencanaan Pelabuhan Kelompok 2
 
4 195-suryo-adji-engine propeller matching
4 195-suryo-adji-engine propeller matching4 195-suryo-adji-engine propeller matching
4 195-suryo-adji-engine propeller matching
 
Tugas Merancang Kapal I (Container 7000 DWT)
Tugas Merancang Kapal I (Container 7000 DWT)Tugas Merancang Kapal I (Container 7000 DWT)
Tugas Merancang Kapal I (Container 7000 DWT)
 
1 hardjanto pengaruh kelebihan dan pergeseran muatan di atas kapal terhadap...
1 hardjanto   pengaruh kelebihan dan pergeseran muatan di atas kapal terhadap...1 hardjanto   pengaruh kelebihan dan pergeseran muatan di atas kapal terhadap...
1 hardjanto pengaruh kelebihan dan pergeseran muatan di atas kapal terhadap...
 
1. Ship Stability.pdf
1. Ship Stability.pdf1. Ship Stability.pdf
1. Ship Stability.pdf
 
TUGAS MERANCANG KAPAL III - PERHITUNGAN KEKUATAN KAPAL
TUGAS MERANCANG KAPAL III - PERHITUNGAN KEKUATAN KAPALTUGAS MERANCANG KAPAL III - PERHITUNGAN KEKUATAN KAPAL
TUGAS MERANCANG KAPAL III - PERHITUNGAN KEKUATAN KAPAL
 
Kd2 menguraikan ukuran pokok kapal
Kd2 menguraikan ukuran pokok kapalKd2 menguraikan ukuran pokok kapal
Kd2 menguraikan ukuran pokok kapal
 
MAKALAH TURBIN AIR. UTILITAS 1 TEKNIK KIMIA
MAKALAH TURBIN AIR. UTILITAS 1 TEKNIK KIMIAMAKALAH TURBIN AIR. UTILITAS 1 TEKNIK KIMIA
MAKALAH TURBIN AIR. UTILITAS 1 TEKNIK KIMIA
 
Koefisien bentuk kapal
Koefisien bentuk kapalKoefisien bentuk kapal
Koefisien bentuk kapal
 

Viewers also liked

Teknik Konstruksi kapal
Teknik Konstruksi kapalTeknik Konstruksi kapal
Teknik Konstruksi kapaltanalialayubi
 
Fixed pitchpropellers 2011_04
Fixed pitchpropellers 2011_04Fixed pitchpropellers 2011_04
Fixed pitchpropellers 2011_04Phuong Dx
 
Laporan monohibrida
Laporan monohibridaLaporan monohibrida
Laporan monohibridaRizki Putrii
 
Geometri Kapal oleh Gaguk Suhardjito
Geometri Kapal oleh Gaguk SuhardjitoGeometri Kapal oleh Gaguk Suhardjito
Geometri Kapal oleh Gaguk Suhardjitodiko18788
 
Final Project - Design and Implementation EDF Rocket
Final Project - Design and Implementation EDF RocketFinal Project - Design and Implementation EDF Rocket
Final Project - Design and Implementation EDF RocketWandi Wijaya
 
A wave piercing catamaran ferry
A wave piercing catamaran ferryA wave piercing catamaran ferry
A wave piercing catamaran ferryKARIM KOTB
 
Sejarah kapal
Sejarah kapalSejarah kapal
Sejarah kapalalmuiz07
 
Rudders and propellers
Rudders and propellersRudders and propellers
Rudders and propellersRishi Vrmn
 
Gaguk suhardjito desain rencana garis
Gaguk suhardjito   desain rencana garisGaguk suhardjito   desain rencana garis
Gaguk suhardjito desain rencana garisGaguk Suhardjito
 
Marine Propulsion History and Electric Propulsion & Future Technology
Marine Propulsion History and Electric Propulsion & Future TechnologyMarine Propulsion History and Electric Propulsion & Future Technology
Marine Propulsion History and Electric Propulsion & Future TechnologyMohammud Hanif Dewan M.Phil.
 
Buku Teknik Kapal Penangkapan Ikan SMK
Buku Teknik Kapal Penangkapan Ikan SMKBuku Teknik Kapal Penangkapan Ikan SMK
Buku Teknik Kapal Penangkapan Ikan SMKAndry Dy
 
Sneak preview - SMM presentation
Sneak preview - SMM presentationSneak preview - SMM presentation
Sneak preview - SMM presentationdkane27
 

Viewers also liked (20)

Teknik Konstruksi kapal
Teknik Konstruksi kapalTeknik Konstruksi kapal
Teknik Konstruksi kapal
 
Fixed pitchpropellers 2011_04
Fixed pitchpropellers 2011_04Fixed pitchpropellers 2011_04
Fixed pitchpropellers 2011_04
 
Laporan monohibrida
Laporan monohibridaLaporan monohibrida
Laporan monohibrida
 
Geometri Kapal oleh Gaguk Suhardjito
Geometri Kapal oleh Gaguk SuhardjitoGeometri Kapal oleh Gaguk Suhardjito
Geometri Kapal oleh Gaguk Suhardjito
 
Final Project - Design and Implementation EDF Rocket
Final Project - Design and Implementation EDF RocketFinal Project - Design and Implementation EDF Rocket
Final Project - Design and Implementation EDF Rocket
 
Kd1. jenis jenis kapal
Kd1. jenis jenis kapalKd1. jenis jenis kapal
Kd1. jenis jenis kapal
 
App1(1)
App1(1)App1(1)
App1(1)
 
A wave piercing catamaran ferry
A wave piercing catamaran ferryA wave piercing catamaran ferry
A wave piercing catamaran ferry
 
Sejarah kapal
Sejarah kapalSejarah kapal
Sejarah kapal
 
Rules for hull 2014
Rules for hull 2014Rules for hull 2014
Rules for hull 2014
 
Rudders and propellers
Rudders and propellersRudders and propellers
Rudders and propellers
 
Kontruksi piston engine
Kontruksi piston engineKontruksi piston engine
Kontruksi piston engine
 
Propeller
PropellerPropeller
Propeller
 
Marine polution annex v
Marine polution annex vMarine polution annex v
Marine polution annex v
 
Gaguk suhardjito desain rencana garis
Gaguk suhardjito   desain rencana garisGaguk suhardjito   desain rencana garis
Gaguk suhardjito desain rencana garis
 
Marine Propulsion History and Electric Propulsion & Future Technology
Marine Propulsion History and Electric Propulsion & Future TechnologyMarine Propulsion History and Electric Propulsion & Future Technology
Marine Propulsion History and Electric Propulsion & Future Technology
 
Buku Teknik Kapal Penangkapan Ikan SMK
Buku Teknik Kapal Penangkapan Ikan SMKBuku Teknik Kapal Penangkapan Ikan SMK
Buku Teknik Kapal Penangkapan Ikan SMK
 
Propeller
PropellerPropeller
Propeller
 
Sneak preview - SMM presentation
Sneak preview - SMM presentationSneak preview - SMM presentation
Sneak preview - SMM presentation
 
LSA
LSALSA
LSA
 

Similar to Karakteristik Lambung dan Baling-baling

5822-16327-1-PB.pdf
5822-16327-1-PB.pdf5822-16327-1-PB.pdf
5822-16327-1-PB.pdfsuryaman10
 
120882-ID-kajian-penggunaan-motor-listrik-dc-sebag.pdf
120882-ID-kajian-penggunaan-motor-listrik-dc-sebag.pdf120882-ID-kajian-penggunaan-motor-listrik-dc-sebag.pdf
120882-ID-kajian-penggunaan-motor-listrik-dc-sebag.pdfArisman Candra
 
Flight Dynamic by Robbi H
Flight Dynamic by Robbi HFlight Dynamic by Robbi H
Flight Dynamic by Robbi HRobbi Hamdika
 
Mesin penggerak kapal
Mesin penggerak kapalMesin penggerak kapal
Mesin penggerak kapalArly Hidayat
 
Mesin penggerak kapal
Mesin penggerak kapalMesin penggerak kapal
Mesin penggerak kapalArly Hidayat
 
Analisis generator pembangkit listrik
Analisis  generator pembangkit listrikAnalisis  generator pembangkit listrik
Analisis generator pembangkit listrikYogi Simamora
 
Teori dasar-pompa-sentrifugal
Teori dasar-pompa-sentrifugalTeori dasar-pompa-sentrifugal
Teori dasar-pompa-sentrifugal'Purwanto' Magl
 

Similar to Karakteristik Lambung dan Baling-baling (10)

Mesin Roket dan Propulsi
Mesin Roket dan PropulsiMesin Roket dan Propulsi
Mesin Roket dan Propulsi
 
5822-16327-1-PB.pdf
5822-16327-1-PB.pdf5822-16327-1-PB.pdf
5822-16327-1-PB.pdf
 
120882-ID-kajian-penggunaan-motor-listrik-dc-sebag.pdf
120882-ID-kajian-penggunaan-motor-listrik-dc-sebag.pdf120882-ID-kajian-penggunaan-motor-listrik-dc-sebag.pdf
120882-ID-kajian-penggunaan-motor-listrik-dc-sebag.pdf
 
Flight Dynamic by Robbi H
Flight Dynamic by Robbi HFlight Dynamic by Robbi H
Flight Dynamic by Robbi H
 
Ret02n wind
Ret02n windRet02n wind
Ret02n wind
 
Sistem Propulsi pada Turbin Gas
Sistem Propulsi pada Turbin GasSistem Propulsi pada Turbin Gas
Sistem Propulsi pada Turbin Gas
 
Mesin penggerak kapal
Mesin penggerak kapalMesin penggerak kapal
Mesin penggerak kapal
 
Mesin penggerak kapal
Mesin penggerak kapalMesin penggerak kapal
Mesin penggerak kapal
 
Analisis generator pembangkit listrik
Analisis  generator pembangkit listrikAnalisis  generator pembangkit listrik
Analisis generator pembangkit listrik
 
Teori dasar-pompa-sentrifugal
Teori dasar-pompa-sentrifugalTeori dasar-pompa-sentrifugal
Teori dasar-pompa-sentrifugal
 

Karakteristik Lambung dan Baling-baling

  • 1. ©2005 S.W. Adji – Engine Propeller Matching 1 ENGINE-PROPELLER MATCHING Oleh : Ir. Surjo W. Adji, M.Sc CEng. FIMarEST I. REVIEW TENTANG DAYA MOTOR PENGGERAK KAPAL 1. DEFINISI & FORMULA Secara umum kapal yang bergerak di media air dengan kecepatan tertentu, maka akan mengalami gaya hambat (resistance) yang berlawanan dengan arah gerak kapal tersebut. Besarnya gaya hambat yang terjadi harus mampu diatasi oleh gaya dorong kapal (thrust) yang dihasilkan dari kerja alat gerak kapal (propulsor). Daya yang disalurkan (PD ) ke alat gerak kapal adalah berasal dari Daya Poros (PS), sedangkan Daya Poros sendiri bersumber dari Daya Rem (PB) yang merupakan daya luaran motor penggerak kapal. Ada beberapa pengertian mengenai daya yang sering digunakan didalam melakukan estimasi terhadap kebutuhan daya pada sistem penggerak kapal, antara lain : (i) Daya Efektif (Effective Power-PE); (ii) Daya Dorong (Thrust Power-PT); (iii) Daya yang disalurkan (Delivered Power-PD); (iv) Daya Poros (Shaft Power-PS); (v) Daya Rem (Brake Power-PB); dan (vi) Daya yang diindikasi (Indicated Power-PI). Daya Efektif (PE) adalah besarnya daya yang dibutuhkan untuk mengatasi gaya hambat dari badan kapal (hull), agar kapal dapat bergerak dari satu tempat ke tempat yang lain dengan kecepatan servis sebesar VS. Daya Efektif ini merupakan fungsi dari besarnya gaya hambat total dan kecepatan kapal. Untuk mendapatkan besarnya Daya Efektif kapal, dapat digunakan persamaan sebagai berikut ; VsRP TE *= (1) , dimana : PE = Daya Efektif, dlm. satuan kWatt RT = Gaya Hambat Total, dlm. satuan kN VS = Kecepatan Servis kapal [{Kec. dlm Knots} * 0.5144 = {Kec. dlm m/det}] Daya Dorong (PT) adalah besarnya daya yang dihasilkan oleh kerja dari alat gerak kapal (propulsor) untuk mendorong badan kapal. Daya Dorong merupakan fungsi dari gaya dorong dan laju aliran fluida yang terjadi saat alat gerak kapal bekerja. Adapun persamaan Daya Dorong dapat dituliskan sebagai berikut ;
  • 2. ©2005 S.W. Adji – Engine Propeller Matching 2 VaTPT *= (2) , dimana : PT = Daya Dorong, dlm. satuan kWatt T = Gaya Dorong, dlm. satuan kN Va = Kecepatan advanced aliran fluida di bagian Buritan kapal [m/det] = Vs ( 1 – w ); yangmana w adalah wake fraction (fraksi arus ikut) Daya Yang Disalurkan ( PD ) adalah daya yang diserap oleh baling-baling kapal guna menghasilkan Daya Dorong sebesar PT, atau dengan kata lain, PD merupakan daya yang disalurkan oleh motor penggerak ke baling-baling kapal (propeller) yang kemudian dirubahnya menjadi Daya Dorong kapal (PT). Variabel yang berpengaruh pada daya ini adalah Torsi Yang Disalurkan dan Putaran baling-baling, sehingga persamaan untuk menghitung PD adalah sebagai berikut ; PDD nQP π2= (3) , dimana : PD = Daya Yang Disalurkan, dlm. satuan kWatt QD = Torsi Baling-baling kondisi dibelakang badan kapal, dlm. satuan kNm nP = Putaran Baling-balin, dlm. satuan rps Daya Poros (PS) adalah daya yang terukur hingga daerah di depan bantalan tabung poros (stern tube) dari sistem perporosan penggerak kapal. Untuk kapal-kapal yang berpenggerak dengan Turbin Gas, pada umumnya, daya yang digunakan adalah PS. Sementara itu, istilah Daya Rem (Brake Power, PB ) adalah daya yang dihasilkan oleh motor penggerak utama (main engine) dengan tipe marine diesel engines. Gambar 1 – Gaya-gaya Yang Bekerja Pada Sistem Penggerak Kapal Pada sistem penggerak kapal yang menggunakan Marine Diesel Engines ( type of medium to high speed ), maka pengaruh rancangan sistem transmisi perporosan adalah
  • 3. ©2005 S.W. Adji – Engine Propeller Matching 3 sangat besar didalam menentukan besarnya daya PS. Jika kamar mesin terletak dibelakang dari badan kapal, maka besarnya losses akibat sistem transmisi perporosan tersebut adalah berkisar 2 - 3 %. Namun bila kamar mesin terletak agak ke tengah atau jauh di depan, maka besarnya losses akan semakin bertambah. 2. EFISIENSI PADA SISTEM PENGGERAK KAPAL Sistem penggerak kapal memiliki beberapa definisi tentang daya yang ditransmisikan mulai dari daya yang dikeluarkan oleh motor penggerak hingga daya yang diberikan oleh alat gerak kapal ke fluida sekitarnya. Rasio dari daya-daya tersebut sering dinyatakan dengan istilah efisiensi, meskipun untuk beberapa hal sesungguhnya bukanlah suatu nilai konversi daya secara langsung. Efisiensi Lambung, 0HULL, adalah rasio antara daya efektif (PE) dan daya dorong (PT). Efisiensi Lambung ini merupakan suatu bentuk ukuran kesesuaian rancangan lambung (stern) terhadap propulsor arrangement-nya, sehingga efisiensi ini bukanlah bentuk power conversion yang sebenarnya. Maka nilai Efisiensi Lambung inipun dapat lebih dari satu, pada umumnya diambil angka sekitar 1,05. Perhitungan-perhitungan yang sering digunakan dalam mendapatkan efisiensi lambung adalah sebagai berikut : T E HULL P P =η (4) a S HULL VT VR × × =η )1( )1( wVT VtT S S HULL −× ×− =η )1( )1( w t HULL − −=η (5) t dan w merupakan propulsion parameters, dimana t adalah Thrust Deduction Factor yang dapat diperoleh dengan persamaan sebagai berikut ; T R t −= 1 (6) tstandar 12,05,0 −×= PC ; utk. Kapal dng Baling-baling Tunggal 19,05,0 −×= PC ; utk. Kapal dng Baling-baling Kembar
  • 4. ©2005 S.W. Adji – Engine Propeller Matching 4 , dimana CP = Koefisien Prismatik = mm ALCTBL • ∀ = ••• ∀ (7) Sedangkan, w adalah wake fraction yang dapat dicari dengan menggunakan persamaan sebagai berikut, S A V V w −= 1 (8) wstandar PC•= 70,0 ; Single screw ship with normal stern PC•= 50,0 ; Single screw ship with stern- bulb wstandar )4,0(3,03,070,0 B a CP −•+−•= ; Twin screw ships. a = Jarak antara 2 poros [m] B = Lebar Kapal [m] Efisiensi Baling-baling (Propeller Efficiency), 0PROP, adalah rasio antara daya dorong (PT) dengan daya yang disalurkan (PD). Efisiensi ini merupakan power conversion, dan perbedaan nilai yang terjadi adalah terletak pada dimana pengukuran Torsi Baling- baling (Propeller Torque) tersebut dilakukan. Yakni, apakah pada kondisi open water (QO) atau pada kondisi behind the ship (QD). Persamaan berikut ini menunjukkan kedua kondisi dari Efisiensi Baling-baling, sebagai berikut ; Efisiensi Baling-baling (Open water) : nQ VT O a O π η 2 × = (9) Efisiensi Baling-baling (Behind the Ship) : nQ VT P P D a D T B π η 2 × == (10) Karena ada dua kondisi tersebut, maka muncul suatu rasio efisiensi yaitu yang dikenal dengan sebutan Efisiensi Relative-Rotative, 0RR ; yang merupakan perbandingan antara Efisiensi Baling-baling pada kondisi di belakang kapal dengan Efisiensi Baling- baling pada kondisi di air terbuka, sebagai berikut ; D O O a D a O B RR Q Q nQ VT nQ VT = × × == π π η η η 2 2 (11) , sehingga 0RR sesungguhnya bukanlah merupakan suatu sifat besaran efisiensi yang sebenarnya (bukan merupakan power conversion). Efisiensi ini hanya perbandingan dari besaran nilai efisiensi yang berbeda. Maka besarnya efisiensi relative-rotative
  • 5. ©2005 S.W. Adji – Engine Propeller Matching 5 dapat pula lebih besar dari satu, namun pada umumnya diambil nilainya adalah berkisar satu. Efisiensi Transmisi Poros (Shaft Transmission Efficiency), 0S , secara mekanis umumnya dapat didefinisikan dengan lebih dari satu macam tipe efisiensi, yangmana sangat tergantung dari bentuk konfigurasi pada stern arrangement-nya. Efisiensi ini merupakan product dari keseluruhan efisiensi masing-masing individual komponen terpasang. Efisiensi ini dapat dinyatakan seperti persamaan, sebagai berikut ; S D S P P =η (12) Berikut ini adalah beberapa arrangement dari transmisi daya yang sering digunakan pada sistem penggerak kapal, Gambar 2 – Efisiensi pada Komponen Transmisi dari Sistem Propulsi Kapal Efisiensi Keseluruhan (Overall Efficiency, 0P ), yang dikenal juga dengan sebutan Propulsive Efficiency, atau ada juga yang menyebutnya Propulsive Coefficient adalah merupakan hasil dari keseluruhan efisiensi di masing-masing phrase daya yang terjadi pada sistem propulsi kapal (sistem penggerak kapal). Efisiensi Keseluruhan dapat diperoleh dengan persamaan, sebagai berikut ; SRROHULLSBHULL S D D T T E P P P P P P P ηηηηηηηη ×××=××=××= (13)
  • 6. ©2005 S.W. Adji – Engine Propeller Matching 6 0HULL, 0O, dan 0RR adalah tergantung pada karakteristik hydrodynamics, sedangkan 0S adalah tergantung pada karakteristik mekanis dari sistem propulsi kapal. Namun demikian, peranan yang terpenting adalah upaya-upaya guna mengoptimalkan 0P. 3. DAYA MOTOR YANG DI-INSTAL Daya motor penggerak kapal (PB) yang dimaksud adalah Daya Rem (Brake Power) atau daya yang diterima oleh poros transmisi sistem penggerak kapal (PS), yang selanjutnya dioperasikan secara kontinyu untuk menggerakkan kapal pada kecepatan servisnya (VS). Jika besarnya efisiensi mekanis pada susunan gearbox, yang berfungsi untuk me-reduce dan me-reverse putaran motor penggerak, adalah 98 persen (seperti ditunjukkan pada Gambar 2). Maka daya motor penggerak kapal dapat dihitung, seperti persamaan dibawah ini ; 98,0 S CSRB P P =− (14) Yangmana PB-CSR adalah daya output dari motor penggerak pada kondisi Continues Service Rating (CSR), yaitu daya motor pada kondisi 80 - 85% dari Maximum Continues Rating (MCR)-nya. Arti phisiknya, daya yang dibutuhkan oleh kapal agar mampu beroperasi dengan kecepatan servis VS adalah cukup diatasi oleh 80 - 85% daya motor (engine rated power) dan pada kisaran 100% putaran motor (engine rated speed). Sehingga untuk menentukan besarnya daya motor yang harus di-instal di kapal, adalah seperti yang ditunjukkan oleh persamaan sebagai berikut ; 85,0 CSRB MCRB P P − − = (15) Daya pada PB-MCR inilah yang selanjutnya dapat digunakan sebagai ‘ancer-ancer’ (acuan) dalam melaksanakan proses pemilihan motor penggerak (Engine Selection Process).
  • 7. ©2005 S.W. Adji – Engine Propeller Matching 7 II. KARAKTERISTIK LAMBUNG & BALING-BALING (HULL & PROPELLER CHARACTERISTICS) Salah satu tahapan yang sangat berpengaruh didalam melaksanakan proses Analisa Engine - Propeller Matching adalah tahap pemodelan dari karakteristik badan kapal yang dirancang/diamati. Hal ini disebabkan karena Karakteristik Badan Kapal mempunyai efek langsung terhadap karakteristik baling-baling (propeller). Pada Persamaan (9) dan (10), terlihat bahwa karakteristik badan kapal secara hidrodinamis akan mempengaruhi terhadap kinerja propeller. 1. TAHANAN KAPAL & KECEPATAN SERVIS Tahanan kapal ini merupakan gaya hambat dari media fluida yang dilalui oleh kapal saat beroperasi dengan kecepatan tertentu. Besarnya gaya hambat total ini merupakan jumlah dari semua komponen gaya hambat (tahanan) yang bekerja di kapal, meliputi Tahanan Gesek, Tahanan Gelombang, Tahanan Appendages, Tahanan Udara, dsb. Secara sederhana Tahanan Total Kapal dapat diperoleh dengan persamaan, sebagai berikut ; 2 5,0 STT VSCR ××××= ρ (16) , dimana D adalah massa jenis fluida (Kg/m3 ); CT adalah koefisien tahanan total kapal; S merupakan luasan permukaan basah dari badan kapal (m2 ). Dan jika variabel-variabel tersebut adalah constant ( " ), maka Persamaan 16 dapat dituliskan sebagai berikut ; 2 ST VR ×= α (17) Gambar 3 – Karakteristik Tahanan Kapal R VS Karakteristik Tahanan Kapal, f (VS 2 )
  • 8. ©2005 S.W. Adji – Engine Propeller Matching 8 2. GAYA DORONG KAPAL ( TSHIP ) Gaya Dorong (Thrust) kapal merupakan komponen yang sangat penting, yangmana digunakan untuk mengatasi Tahanan (Resistance) atau Gaya Hambat kapal. Pada kondisi yang sangat-sangat ideal, besarnya gaya dorong yang dibutuhkan mungkin sama besar dengan gaya hambat yang terjadi dikapal. Namun kondisi tersebut sangat- sangat tidak realistis, karena pada faktanya di badan kapal tersebut terjadi phenomena hidrodinamis yang menimbulkan degradasi terhadap nilai besaran gaya dorong kapal. Sehingga untuk gaya dorong kapal dapat ditulis seperti model persamaan, sebagai berikut ; )1( t R T − = (18) , dimana t adalah thrust deduction factor. Kemudian dengan mensubstitusi R di Pers. (18) dengan yang tertulis di Pers. (17), maka diperoleh hubungan persamaan sebagai berikut ; )1( 2 t V T S − = α (19) Selanjutnya, jika unsur VS pada Pers. (19) ini juga disubstitusikan dengan Pers. (8), diperoleh model persamaan gaya dorong kapal (TSHIP) adalah sebagai berikut ; 2 2 )1)(1( wt V T A SHIP −− = α (20) 3. KARAKTERISTIK BALING-BALING KAPAL Secara umum karakteristik dari baling-baling kapal pada kondisi open water test adalah seperti yang direpresentasikan pada Diagram KT – KQ – J (lihat Gambar 4). Setiap tipe dari masing-masing baling-baling kapal, memiliki karakteristik kurva kinerja yang berbeda-beda. Sehingga kajian terhadap karakteristik baling-baling kapal tidak dapat di-generalised untuk keseluruhan bentuk atau tipe dari baling-baling. Model persamaan untuk karakteristik kinerja baling-baling kapal adalah sebagai berikut, 42 Pr Dn T K op T ×× = ρ (21)
  • 9. ©2005 S.W. Adji – Engine Propeller Matching 9 52 Pr Dn Q K op Q ×× = ρ (22) Dn V J A × = (23) Q T O K KJ × × = π η 2 (24) , dimana : KT = Koefisien Gaya Dorong (Thrust) Baling-baling KQ = Koefisien Torsi Baling-baling J = Koefisien Advanced Baling-baling VA = Kec. Advanced dari fluida yg melintasi propeller disk 0O = Efisiensi Baling-baling pd kondisi open water n = Putaran Baling-baling D = Diameter Baling-baling TProp = Gaya Dorong Baling-baling (Propeller Thrust) QProp = Torsi Baling-baling (Propeller Torque) D = Massa Jenis Fluida (Fluid Density) Gambar 4 – Diagram Kt – Kq – J (Openwater Test ) 0O KT 10 KQ J KT KQ 0O
  • 10. ©2005 S.W. Adji – Engine Propeller Matching 10 4. INTERAKSI LAMBUNG KAPAL & BALING-BALING Interaksi lambung kapal dan baling-baling (Hull & Propeller Interaction) merupakan upaya-upaya pendekatan diatas kertas untuk mendapatkan karakteristik kinerja baling- baling saat beroperasi untuk kondisi behind the ship. Metodenya adalah dengan mengolah Pers. (20) dan Pers. (21), sebagai berikut ; 2 2 )1)(1( wt V T A SHIP −− = α 42 Pr DnKT Top ×××= ρ opShip TT Pr= 422 2 )1)(1( Dnwt V K A T ρ α −− × = (25) , jika 22 )1)(1( Dwt ρ αβ −− = Maka Pers. (25) menjadi, 22 2 Dn V K A T ×= β (26) Sehingga diperoleh hubungan persamaan, sebagai berikut ; 2 JKT ×= β (27) Jika ditambahkan untuk kebutuhan Hull Service Margin; yaitu kebutuhan yang dikarenakan dalam perhitungan perencanaan, yangmana analisanya dikondisikan untuk ideal conditions, antara lain : “perfect surfaces” pada lambung dan baling-baling kapal, calm wind & seas, maka perlu ditambahkan allowances sebesar ± 20% dari nilai KT tersebut. Dan notasinya pun ditambahkan sub-script “SM”, yang artinya adalah service-margins. 2 %120 JK SMT ××=− β (28)
  • 11. ©2005 S.W. Adji – Engine Propeller Matching 11 Langkah berikutnya adalah dengan membuat ‘tabulasi’ dari Pers. (27) dan Pers. (28). Harga “J” diambil dari Diagram Openwater Test baling-baling yang akan digunakan pada kapal, yaitu dari angka terendah bergerak secara gradual ke angka tertingginya. Kemudian, hasil tabulasi tersebut di-plot-kan pada Diagram Openwater Test baling- baling tersebut seperti yang di-ilustrasi-kan pada gambar-gambar berikut ini, Tabel – Perhitungan KT & KT-SM J J2 KT KT-SM Min ……. ……. ……. ……. Max Gambar 5 – Contoh Tabel Perhitungan KT & KT-SM Gambar 6 – Contoh Plotting KT & KT-SM pada Kurva Openwater Test Propeller Pada Gambar 6 terlihat bentuk interaksi dari kinerja propeller pada kondisi di belakang badan kapal, yangmana pada Kurva merupakan trendline koefisien propeller thrust untuk trial conditions. Dan dengan melihat keadaan kurva J [ ], diperoleh harga koefisien propeller torque, KQ pada kondisi trial. Sedangkan, Kurva adalah trendline dari propeller thrust coefficient pada kondisi hull service margin dan dengan menarik kurva J [ ] sedemikian hingga melewati titik KT-SM, maka diperoleh koefisien torsi 0OKT 10 KQ J KT KQ 0O KT KT-SM Ttk. Interseksi KT Ttk. Interseksi KT-SM KQ-SM KQ
  • 12. ©2005 S.W. Adji – Engine Propeller Matching 12 baling-baling, KQ-SM, pada kondisi hull service margin. Selanjutnya, kedua angka KQ dan KQ-SM inilah yang digunakan untuk menentukan karakteristik beban propeller (propeller load characteristics). 5. KARAKTERISTIK BEBAN BALING-BALING (PROPELLER LOAD CHARACTERISTICS) Didalam mengembangkan ‘trend’ karakteristik beban propeller, variabel yang terlibat adalah propeller torque dan propeller speed. Untuk propeller torque merupakan hasil pengolahan secara grafis dari hull & propeller interaction, yaitu KQ dan KQ – SM ; yang kemudian dikembangkan seperti persamaan dibawah ini, 52 Pr DnKQ Qop ×××= ρ (29) , dan 52 Pr DnKQ SMQop ×××= − ∗ ρ (30) Jika KQ ; KQ-SM ; D ; D adalah konstan, maka Pers. (29) dan Pers. (30) dapat ditulis kembali sebagai berikut, )( 2 1 2 Pr nfnQ op =×= γ (31) )( 2 2 2 Pr nfnQ op =×= ∗∗ γ (32) Dari kedua Pers. (31) dan Pers. (32) tersebut diatas, maka trend karakteristik propeller power ( ∞ Propeller Load ) dapat diperoleh sebagai berikut ; [Power] = [Torque] * [Speed] )( 3 1 3 PrPr nfnnQP opop =×=×= γ (33) , dan )( 3 2 3 PrPr nfnnQP opop =×=×= ∗∗∗ γ (34) Tahap berikutnya adalah mentabulasikan Persamaan (33) dan Persamaan (34) dengan inputan “propeller speed”, yang diperoleh dari “engine speed” setelah diturunkan oleh mechanical gears (perhatikan gears ratio-nya). Gambar 7 dan 8 mengilustrasikan tentang tabulasi dan trend dari propeller power yang dikembangkan.
  • 13. ©2005 S.W. Adji – Engine Propeller Matching 13 Tabel – Perhitungan PProp = f(n3) nP (nP)3 PProp P*Prop Min ……. ……. ……. ……. Max Gambar 7 – Contoh Tabel Perhitungan PProp = f(n3) Gambar 8 – Karakteristik Beban Propeller max PProp [kW] nProp max Propeller Load makin besar !!! Karakteristik Beban Propeller at Trial Karakteristik Beban Propeller at Service
  • 14. ©2005 S.W. Adji – Engine Propeller Matching 14 III. KARAKTERISTIK MOTOR PENGGERAK KAPAL 1. POWER & ENERGY LOSS Seperti diketahui bahwa energy pada motor penggerak ini adalah berasal dari bahan bakar (fuel), yangmana energy tersebut hilang ke atmosphere dalam bentuk panas adalah ± 35 % ; lalu ± 25 % hilang melalui air pendingin dan getaran ; serta sekitar 2 % hilang pada poros propeller. Sehingga hanya sekitar 38 % dari energy dari fuel yang tertinggal untuk propulsion. Dari sisa sekitar 38 % tersebut, secara kasar dapat dibagi-bagi lagi, yaitu : ± 3 % digunakan untuk mengatasi air resistance, ± 27 % terpakai untuk mengatasi wave resistance, ± 17 % digunakan untuk mengatasi resistance akibat wake & propeller wash, ± 18 % untuk mengatasi skin friction, dan sekitar 35 % dipakai untuk memutar propeller (baling-baling). 2. ENGINE PERFORMANCE CURVES Kurva engine performance pada umumnya oleh engine manufacturers dinyatakan dalam bentuk plotting hubungan antara Brake Horse Power (BHP), Engine Torque, Fuel Consumption sebagai fungsi dari engine speed. Dan jarang ada dari engine manufacturer yang juga menyediakan kurva Shaft Horse Power (SHP), yangmana trend-nya dibawah dari kurva BHP (lost akibat gearbox). Proses terhadap engine performance dikapal sendiri melibatkan beberapa tahapan adalah seperti ditunjukkan pada Gambar 9, Gambar 9 – Aliran Energy pada Motor Penggerak FUEL MAIN ENGINE FLY WHEEL CHEMICAL ENERGY COMBUSTION PROCESS MECHANICAL ENERGY
  • 15. ©2005 S.W. Adji – Engine Propeller Matching 15 Tahap yang pertama adalah energy dari fuel (bahan bakar), seperti yang ditunjukkan pada Pers. (35) sebagai berikut ; ffuelENG CmP ×= • (35) , dimana : PENG = Engine Power (Daya Motor Penggerak) fuelm • = mass fuel rate (Laju Aliran Bahan Bakar) Cf = Calorific Value of Fuel (Nilai Kalor Bahan Bakar) Pers. (35) merepresentasikan bahwa besarnya engine power adalah proporsional dengan banyaknya jumlah bahan bakar yang disuplai ke engine. Sedangkan, jumlah dari bahan bakar yang disuplai adalah tergantung pada pengaturan di- engine fuel setting (fuel stroke position). Di tahap yang kedua (Combustion Process), engine power dapat dinyatakan sebagai berikut, nALbmepPENG ×××= (36) , dimana : bmep = Brake mean effective pressure L = Langkah Torak (Length of stroke) A = Area of piston-bore (Luasan torak) n = Rate of power strokes Dari Pers. (36) terlihat bahwa besarnya engine power sangat tergantung dari besarnya bmep yang terjadi pada engine, karena harga L, A, dan n pada suatu engine adalah sudah tetap. Sehingga dengan kata lain, besarnya engine power adalah proporsional dengan nilai dari bmep yang terjadi. Tahap yang ketiga adalah engine power yang diukur dengan metode pengereman di engine test bed, yangmana merupakan power output dari engine seperti yang ditunjukkan pada Pers. (37) sebagai berikut ; ENGENGENG nQP ×= (37) , dimana : QEng = Engine Torque nEng = Engine Speed Berdasarkan Pers. (37) tampak bahwa perubahan yang signifikan dari engine power hanya dapat dilakukan dengan merubah nilai dari engine torque-nya. Masing-masing variabel potensial pada Pers. (35), Pers. (36), dan Pers. (37) memiliki keterikatan dan
  • 16. ©2005 S.W. Adji – Engine Propeller Matching 16 pengaruh secara proporsional, sehingga kondisi tersebut dapat disederhanakan sebagai berikut ; fuelm • ∞ bmep ∞ QEng Artinya “Nilai Engine Torque (QEng) akan secara signifikan berubah, apabila pada proses pembakaran didalam silinder terjadi perubahan harga Brake Mean Effective Pressure (bmep). Dan perubahan harga bmep tergantung pada jumlah Mass Fuel Rate ( fuelm • ) yang disuplai ke engine”. Hubungan engine torque dan engine speed dapat diilustrasikan seperti gambar berikut ini, Gambar 10 – Grafik Hubungan Engine Torque & Engine Speed Gambar 11 – Grafik Hubungan Engine Power & Engine Speed Sementara itu, Gambar 11 me-representasikan hubungan antara engine power dan engine speed. Perubahan pada engine power tergantung pada fraction engine torque, atau, bmep. Engine Torque Engine Speed Different Fuel Setting Engine Power Engine Speed Different Fuel Setting Kurva-kurva ini menunjukkan kondisi Constant Torque, atau, Constant bmep
  • 17. ©2005 S.W. Adji – Engine Propeller Matching 17 IV. KOMBINASI KARAKTERISTIK ENGINE & PROPELLER 1. MATCHING POINT Matching point merupakan suatu titik operasi dari putaran motor penggerak kapal (engine speed) yang sedemikian hingga tepat (match) dengan karakter beban baling- baling, yaitu titik operasi putaran motor dimana power yang di-absorb oleh propeller sama dengan power produced oleh engine dan menghasilkan kecepatan kapal yang mendekati (sama persis) dengan kecepatan servis kapal yang direncanakan. Karakteristik Propeller adalah seperti yang telah ditunjukkan pada Gambar 8, sedangkan Karakteristik engine telah direpresentasikan pada Gambar 11. Untuk dapat menyamakan kedua trendline tersebut ke dalam satu sarana plotting yang sama, maka terlebih dahulu harga kedua trendline dijadikan dalam persen (%) seperti yang digambarkan pada kurva berikut ini; Gambar 12 – Matching Point Engine & Propeller Pada engine speed, n, adalah merupakan titik operasi putaran motor penggerak yang sesuai dengan kondisi beban propeller, sebab, daya yang dihasilkan oleh motor penggerak adalah sama dengan daya yang diabsorb oleh propeller, P. Hal ini tentunya akan memberikan konsekuensi yang optimal terhadap pemakaian konsumsi bahan bakar dari motor penggerak kapal terhadap kecepatan servis kapal yang diinginkan. Seperti diketahui bersama bahwa di kapal yang dapat dilihat adalah indikator engine speed (rpm, atau rps) dan kecepatan kapal (knots, atau Nmile/hour). Sehingga penetapan putaran operasi dari motor penggerak, merupakan “kunci” kesuksesan dalam operasional sistem propulsi kapal secara keseluruhan. Engine Characteristic Propeller Load Characteristic; f(n3) PProp & PEng [%] nProp & nEng [%] Matching Point n P
  • 18. ©2005 S.W. Adji – Engine Propeller Matching 18 (a) REDUCING FUEL SUPPLIED TO ENGINE Penurunan bahan bakar (fuel) yang disuplai ke engine akan menyebabkan turunnya bmep, dan tentunya akan menurunkan engine torque. Perubahan pada engine torque inilah yang selanjutnya dipakai untuk menentukan besaran putaran engine dengan cara men- set posisi engine throttles (fuel stroke position) untuk kebutuhan operasional kapal, sebagai berikut ; - S (Slow Ahead) - H (Half Ahead) - F (Full Ahead) Gambar 13 memberikan ilustrasi beberapa kondisi matching points antara kurva-kurva torsi motor penggerak terhadap kurva beban propeller. Terlihat titik perpotongan antara kurva engine torque [ ] dan kurva propeller load yangmana menghasilkan titik operasi {P1 & N1}; Yaitu bilamana kapal diinginkan bergerak dengan kecepatan yang relatif rendah (slow ahead), seperti misalnya kondisi daerah perairan terbatas. Gambar 13 – Engine Torques vs Propeller Load Sedangkan pada matching points {P2 & N2} dan {P3 & N3} adalah dibutuhkan untuk mendukung dan memenuhi tingkat operasional kapal, bilamana dikehendaki peningkatan kecepatan servis kapal. N3N2N1 Propeller Load Characteristic; f(n3) Engine Characteristic PProp & PEng [%] nProp & nEng [%] Matching Points P3 P2 P1 Fuel Reducing
  • 19. ©2005 S.W. Adji – Engine Propeller Matching 19 (b) EFFECT OF INCORRECT PITCH Pada keadaan dimana terjadi kesalahan dalam penentuan Pitch dari propeller pada sistem propulsi kapal, maka hal ini juga akan memberikan dampak pada operasional motor penggerak kapal. Salah satu indikasi yang sangat tampak, adalah pada harga engine speed yang dicapai oleh motor penggerak kapal saat dioperasikan. Hal ini seperti yang ditunjukkan pada Gambar 14. Gambar 14 – Engine Torque vs Propeller Loads (Incorrect Pitch) Jika matching point untuk pitch yang tepat adalah pada titik operasi {P1 & N1}, maka kondisi pitch yang tidak tepat untuk kurva beban propeller terjadi seperti kurva dan kurva . Kurva menunjukkan karakteristik beban propeller untuk kondisi pitch yang terlalu rendah (light propeller load), sedangkan kurva menunjukkan karakteristik beban propeller untuk kondisi pitch yang terlalu tinggi (heavy propeller). Dari Gambar 14 terlihat bahwa ketika beban propeller bertambah (heavy propeller) akibat pitch yang terlalu tinggi, maka trend beban cenderung bergeser naik. Kemudian titik potong kurva beban propeller tersebut dengan kurva maximum engine torque, cenderung bergeser sedemikian hingga putaran engine turun hingga titik N3. Kondisi seperti ini adalah sangat tidak menguntungkan untuk operasi engine, seakan-akan engine beroperasi dalam kondisi over load. Demikian juga sebaliknya, ketika beban propeller lebih ringan akibat pengambilan pitch yang terlalu rendah. Maka beban propeller yang terjadi akan bergeser turun, sehingga putaran engine akan naik hingga N2. Kondisi ini pun tentunya akan merusak engine, karena engine seakan-akan beroperasi dalam kondisi over speed. Max. Engine Torque PProp & PEng [%] nProp & nEng [%] Matching Points P3 P2 P1 Pitch too high (Heavy Propeller) N3 N2N1 Pitch too low (Light Propeller)
  • 20. ©2005 S.W. Adji – Engine Propeller Matching 20 (c) DESIGN FOR RESISTANCE CHANGE Dalam operasional kapal hingga kurun waktu tertentu, maka tentunya lambung kapal akan mengalami kekasaran permukaan akibat adanya binatang laut (tirem, kerang, dll) yang menempel pada dinding-dinding lambung tersebut. Hal ini secara umum akan menambah nilai dari tahanan kapal, seperti direpresentasikan pada Gambar 15. Gambar 15 – Engine Torques vs Propeller Loads change Ketika kapal masih dalam kondisi baru (clean hull, smooth, etc), kondisi kurva beban propeller seperti yang digambarkan pada kurva . Dan saat itu jika engine di-running dengan engine torque seperti digambarkan oleh kurva , maka design speed untuk kapal sudah dapat dicapai pada kondisi engine speed, N1. Namun, saat lambung kapal sudah banyak ditempeli oleh binatang-binatang laut maka tahanan kapal akan berubah seperti yang ditunjukkan oleh kurva . Bila engine di- running tetap seperti yang ditunjukkan oleh kurva , maka engine speed akan turun dari N1 ke N2. Dan tentu sebagai konsekuensi adalah kecepatan servis kapal akan mengalami penurunan juga. Akan tetapi, bila engine masih memiliki ‘margin’ yang cukup sedemikian hingga kurva engine torque dapat dinaikkan seperti yang digambarkan oleh kurva , maka engine speed dapat dipertahankan pada N1. Sehingga kondisi operasional kapal tidak ‘terganggu’ (kecepatan servis kapal masih mampu dipertahankan). Sebagai catatan bahwa kondisi operasi kurva adalah masih berada pada ± 90% rated bmep (atau, pada 85-90% rated power at 100% rated speed). PProp & PEng [%] nProp & nEng [%] P3 P1 Beban Propeller bertambah (foulings, etc) N2 N1 Beban Propeller saat kondisi kapal masih baru P2
  • 21. ©2005 S.W. Adji – Engine Propeller Matching 21 2. ENGINE RATING Apabila engine di-rated pada 10.000 kW, artinya adalah, Daya sebesar 10.000 kW disuplai oleh engine ke propeller. Walaupun demikian, perlu diketahui juga bahwa pada kondisi yang bagaimana engine tersebut mampu memproduksi daya sebesar 10.000 kW tersebut. Misalnya, bagaimana keadaan dari lingkungan ruangan saat engine di-rated, dan bagaimana pula harga dari putaran poros. Kemudian, bagaimana seorang marine engineer ini menentukan service rating power. Ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan didalam penentuan engine rating tersebut, antara lain : • Rated Power • Rated Torque • Rated Speed • Rated Brake Mean Effective Pressure Dimana seperti telah ditulis pada persamaan sebelumnya, bahwa ; {Rated Power} = {Rated Torque} x {Rated Speed} Rated Torque [Qeng] ∞ Rated Brake Mean Effective Pressure [bmep] Lalu bagaimana mendapatkan maximum rated engine speed ? Hampir keseluruhan motor penggerak kapal sebenarnya memiliki sedikit ‘tambahan’ untuk maximum rated engine speed, yang mungkin hanya dapat digunakan untuk periode yang relatif singkat. Dengan mengambil asumsi bahwa kondisi overload power adalah 10% , maka P ∞ n3 dapat diuraikan sebagai berikut ; 3 1 2 1 2 ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ = n n P P 03.11.13 2 ==n Sehingga engine speed masih dapat dinaikkan hingga 3 % untuk waktu yang relatif pendek (singkat). Kecepatan motor hingga 103% ini hanya dapat diharapkan jika kapal beroperasi dalam kondisi beban yang relatif rendah.
  • 22. ©2005 S.W. Adji – Engine Propeller Matching 22 Bagaimana dengan rated bmep- nya ???? Secara garis besar rated brake mean effective pressure (rated bmep) dibatasi oleh fuel system dan Turbocharger. Engine manufacturer telah men-set kondisi dari Continues bmep rating, yaitu kondisi dimana terjadi maximum rated torque dan maximum rated speed. Besarnya maximum rated torque adalah proporsional terhadap besarnya maximum rated bmep. { Max. Continues Power Rating } = { Max. Rated Torque } x { Max Rated Speed } {Max. Rated Torque} ∞ {Max. Rated BMEP} Maka arti phisiknya, Maximum Continues Power Rating adalah kondisi rating dari engine power pada 100 % bmep dan 100 % rpm, yang telah ditetapkan oleh engine builder. Ini merupakan nilai rating yang disajikan oleh engine builder untuk pemakian operasi secara kontinyu pada kondisi yang standar. Apa itu yang dimaksud dengan kondisi standar ??? KOREKSI RATING Haruslah dipahami bahwasannya rating yang ditetapkan oleh engine builder, sesungguhnya masih belum mempertimbangkan kondisi lingkungan engine saat terpasang di kapal (ship environment). Ambient conditions sangat berpengaruh pada engine performance. Rating yang dikembangkan oleh engine builder adalah specified under standard conditions. Jika engine dioperasikan pada ambient conditions yang tidak standar, maka engine rating harus dimodifikasi (misalnya dioperasikan pada daerah tropis). Ada beberapa standar yang diikuti (lihat Tabel 1), dan langkah-langkah yang diambil guna pemodifikasian dari engine rating dengan mempertimbangkan ambient operating conditions saat service adalah dikenal dengan istilah DE-RATING. 3. RUMUSAN EMPIRIS YANG SERING DIGUNAKAN UNTUK PERTIMBANGAN TEKNIS TERHADAP PERBEDAAN ANTARA KONDISI OPERASI YANG SEBENARNYA DENGAN KONDISI YANG STANDAR (a) De-rate motor penggerak kapal, sebesar 10% ; untuk setiap penurunan tekanan barometrik sebesar 4 inch-Hg. (b) De-rate motor penggerak kapal, sebesar 2,5% ; untuk setiap kenaikan temperatur kondisi udara sekitar (ambient air condition) sebesar 10 0 F. (c) De-rate motor penggerak kapal, sebesar 1% ; untuk setiap kenaikan kelembaban relatif (relative humidity) dari kondisi udara sekitar (ambient air condition) sebesar 10 %.
  • 23. ©2005 S.W. Adji – Engine Propeller Matching 23 (d) Untuk motor penggerak kapal dengan sistem pendingin “intercooled” dan menggunakan ‘air laut’; maka De-rate motor penggerak kapal, sebesar 2 % ; untuk setiap kenaikan temperatur air laut (ambient air condition) sebesar 10 0 F. (e) De-rate motor penggerak kapal, sebesar 1% ; untuk setiap kenaikan ‘exhaust back pressure’ (ambient air condition) sebesar 4 inch-Hg. (1) ENGINE OPERATING MARGINS Nilai BMEP diturunkan hingga dibawah dari maximum rated bmep yang telah di-set oleh engine-builder. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi maintenance, sebab engine di-running pada kondisi beban mekanis dan beban thermal yang lebih rendah. Berikutnya adalah seberapa jauh nilai bmep tersebut diturunkan ? dan ternyata tidak mudah untuk menjawabnya. Pada umumnya diambil allowance sebesar 10 %. (2) HULL SERVICE MARGIN Analisis tentang Resistance dan Powering adalah dibuat untuk kondisi-kondisi yang ideal, misalnya : perfect surfaces on hull & propeller, calm wind & seas, etc. Yangmana pada kenyataannya bahwa kondisi servis adalah sangat berbeda. Kemudian, bagaimana besarnya allowances yang harus diambil untuk kondisi tersebut ?, dan inipun juga tidak mudah dijawab. Secara umum, allowance yang diambil adalah berkisar 20 %. Gambar 16 – Operating Margins Nilai margin sebesar 30% tersebut mungkin agak berlebihan, dalam prakteknya nilai dari margins tersebut biasanya merupakan nilai gabungan yang diambil secara empiris. OPERATING MARGINS % Engine Max Cont. Rating % Engine Speed Engine Operating Margin 100% 100% 90% bmep 70% bmep 100% bmep Hull Service Margin (for Hull Fouling, etc) - Trial Condition - Classification Soc.
  • 24. ©2005 S.W. Adji – Engine Propeller Matching 24 Di dalam proses mengestimasi service speed dan engine power yang dibutuhkan di kapal, biasanya calon pemilik kapal akan melakukan pendekatan kepada pihak galangan serta meminta quatation untuk kapal bangunan baru. Margins mungkin juga dapat didefinisikan sebagai ‘Ketentuan Kontrak’ ( atau juga ‘Kecepatan Servis’ untuk operasional kapal ). Selain itu, Calon pemilik kapal biasanya juga mensyaratkan khusus terhadap ukuran tonase bobot mati kapal yang dibutuhkan, jenis muatan, kecepatan servis kapal, yangmana keinginannya untuk sea margin dan route-route perdagangan yang diproyeksikan tersebut terkait dengan Beaufort Number. Kebutuhan daya tersebut kemudian akan diestimasi, serta titik operasi baling-baling yang direncanakan akan ditetapkan oleh calon pemilik kapal, galangan dan engine builder. (3) HULL & PROPULSION SERVICE MARGIN PRACTICES Di dalam prakteknya, hal tersebut adalah dapat diterima guna merancang baling-baling yang mampu menyerap 85 s.d. 90 % dari rated power pada rated speed yang benar. Perolehan 10 s.d. 15 % tersebut adalah dapat dimanfaatkan guna mempertahankan kecepatan servis seiring dengan penambahan beban kapal akibat foulings. Kapal sebaiknya dijadwalkan secara tertentu untuk kegiatan ‘dry docking’, sebagaimana MCP rating ketika sudah mendekati 100% (indikator beban di Engine sudah memberikan ‘warning’). Umumnya, masing-masing engine manufacturers memiliki bentuk diagram operasi engine (seperti yang ditunjukkan pada Gambar 17), yangmana me-representasi-kan area operasi engine yang diperbolehkan. Selain itu, Engine manufacturers juga menyediakan speed power maps (lihat Gambar 18), dan biasanya engine manufacturers membatasi beban pengoperasian engine diluar continues operation envelopes hingga ± 8,3% dari waktu antara periode overhoul pemeliharaan major. Jika tidak ada kasus, nilai 100% Torque (bmep) sebaiknya dilebihkan. Putaran engine dinaikkan hingga lebih 103% dari rated yang diijinkan dalam servis. Berdasarkan Gambar 18, diperoleh bahwa untuk masing-masing kurva beban propeller memiliki batasan tersendiri terhadap available power (sbg output power) yang dikeluarkan oleh engine. Jika margin bertambah maka kurva beban propeller (initial) akan bergerak turun dan bergeser ke kanan. Artinya, Jumlah kebutuhan daya untuk mendapatkan kecepatan design menjadi lebih kecil prosentasenya terhadap rated power-nya. Namun sebaliknya bila usia kapal bertambah dan lambung kapal mulai kasar (foulings), maka kurva beban propeller akan bergeser ke kiri pada Gambar Speed-Power Map tersebut. Selanjutnya, Engine speed menjadi batasan yang perlu mendapat perhatian. Karena pengambilan prosentase margin yang proporsional akan berpengaruh pada kelangsungan operasional kapal. Untuk penyempurnaan terhadap situasi yang demikian, maka biasanya diambil langkah-langkah sebagai berikut : Dipilih CPP (Controllable Pitch Propeller) untuk propulsor kapal, atau Mengganti propeller dengan yang baru saat dilaksanakan mid-life dry docking.
  • 25. ©2005 S.W. Adji – Engine Propeller Matching 25 Gambar 17 – Hubungan Engine - Propeller 80 90 70 80 90 100 % MEP 110 100 110 % BOUNDARY OF EXPECTED OPERATING AREA 100 % MEP 90 % MEP 80 % MEP 70 % MEP TYPICAL MAX CONTINUES RPM MAX CONTINUES PROPELLER CHARACTERISTICS TRIAL CONDITIONS
  • 26. ©2005 S.W. Adji – Engine Propeller Matching 26 Gambar 18 – Speed-Power Map dari suatu Marine Diesel Engine Keterangan : Optimum range untuk operasi yang kontinyu Range Kerja yang hanya dibolehkan untuk waktu yang sangat terbatas saja “Upper speed range”, dicoba saat sea trial saja Range dari ‘Karakteristik Engine’ pada saat sea trial dengan kondisi cuaca yang cerah, dan keadaan lambung kapal (hull) masih bersih Kurva beban propeller hampir mendekati titik MCR, meskipun Engine masih mampu kerja didalam range untuk waktu yang terbatas. Maksud dari kurva ini adalah untuk menunjukkan beban propeller yang seharusnya dicapai (dalam tahapan ‘perancangan propeller’) Batas dari Range % MEP % RPM 110 % 110 % 100 % 90 % Power Limit Torque Limit RPM Limit 10810390 100 100% MEP 90% MEP 85% MEP
  • 27. ©2005 S.W. Adji – Engine Propeller Matching 27 Tabel 1 : Diesel Engine Environmental Standard Reference Conditions Ambient Air Temperature Barometric Pressure Relative Humidity Charge Coolant ( 0 C ) ( kpa ) ( % ) ( 0 C ) ISO 3046 / I 27.0 100.0 60.0 27.0 CIMAC 27.0 100.0 60.0 27.0 DIN 6271 27.0 100.0 60.0 27.0 SAE J816b 29.4 99.2 31.0 88.0(3) SAE J270 29.4 99.2 31.0 88.0(3) DEMA 32.2(1) 95.4(2) 60.0 68.0(3) SNAME T&R 3-27 Mach. Space Air 32.2 101.0 53.31 --- Outside Air 24.0 101.0 85.0 --- Det Norske Veritas 45.0 --- 70.0 30.0 JIS 20.0 101.3 65.0 --- DIN 70020 20.0 101.3 --- --- DIN 6270 A 30.0 101.3 --- 25.0 DIN 6270 B 20.0 98.0 60.0 --- British Std. 649 29.4 99.6 --- --- British Std. Au141a 30.0 101.3 --- 25.0 Keterangan : (1) Maximum (2) Minimum (3) Temperature at Outlet Tabel 2 : Diesel Manufacturer’s Standards For Four-Stroke Engines Engine Manufacturer Environmental Reference Conditions STORK-WERKSPOOR ISO 3046/I, DIN 6271, DIN 6270 A, BS 649 M.A.N. ISO 3046/I, DNV, Tropical SULZER ISO 3046/I, Tropical MTU ISO 3046/I, Tropical S.E.M.T. PIELSTICK ISO 3046/I, Tropical B & W ISO 3046/I, DNV, Tropical GMT ISO 3046/I, Tropical MIRRLEES BLACKSTONE Tropical GEC (RUSTON) ISO 3046/I, Tropical MWM Tropical CATERPILLAR SAE J270, SAE J816b, DIN 6270B DETROIT DIESEL --- DOXFORD ISO 3046/I
  • 28. ©2005 S.W. Adji – Engine Propeller Matching 28 Pada perancangan baling-baling kapal, besarnya daya yang di-absorb oleh baling- baling adalah umumnya berkisar 85 – 90% dari nominal power pada nominal speed (rated power, rated speed). Sehingga, besarnya selisih (10 – 15%) yang dipilih tersebut, didasari pada ‘permintaan’ Owner serta pertimbangan teknis dari kekhususan bentuk lambung kapal itu sendiri. Maka daya yang tersedia masih mencukupi kebutuhan untuk mempertahankan kondisi servis kapal, seiring dengan kenyataan adanya binatang- binatang laut yang tumbuh menempel di lambung kapal. Kapal sebaiknya dijadwalkan untuk melaksanakan dry docking, ketika kapal dalam operasi servisnya harus me- running engine pada kondisi 100% nominal dari maximum continuous power rating. SERVICE RATING = 85 – 90 % = {Brake Power Trials} / {Brake Power Manufacturer Rating} Ratio ini harus dihitung dengan seluruh pertimbangan teknis, meliputi kondisi lingkungan, tipe bahan bakar, dan koreksi-koreksi yang digunakan. Dan jika terjadi kondisi engine & Propeller match yang seperti ditunjukkan pada region dalam Gambar 18, maka salah satu langkah yang harus diambil adalah sebagai berikut : • Propeller replaced (diganti), • Re-pitched, • Tips cropped (potong bagian tip dari daun propeller). Engine & Propeller Matching adalah sangat esensial, tidak hanya pertimbangan terhadap alasan ekonomisnya saja. Akan tetapi juga untuk menghindari kerusakan dari Engine. Beban thermal dari engine tergantung pada bmep dan posisi titik operasi pada kurva dari Gambar 18 tentang Speed Power Map, yangmana menyajikan kemungkinan kecepatan terendah untuk suatu nilai bmep yang diberikan. Untuk memperoleh kondisi kerja yang optimum, maka titik-titik operasi engine untuk continuous service sebaiknya berada dalam “Range ” (Gambar 18). Engine boleh dioperasikan dalam “Range ”, namun hanya untuk periode yang terbatas. Jika Engine di-set pada kondisi CSR adalah 85% power pada nominal speed. Dan ketika kelebihan daya tersebut kemudian dibutuhkan, maka putaran engine dapat dinaikkan hingga; • 103% dari nominal speed-nya, selama continuous operation. • 108% dari nominal speed-nya, untuk periode sekitar 1 jam selama trials run. Dan ini hanya dapat dilakukan jika shafting bukan menjadi sumber getaran torsional yang tidak dapat diijinkan. (4) ENGINE DE-RATING METHODS Untuk memperoleh nilai specific fuel oil consumption yang lebih rendah dari engine yang diberikan dalam kondisi servis, dimana mungkin engine yang relatif lebih besar, yang dipilih untuk diinstal di kapal. Sehingga perlu adjustments yang optimal terhadap
  • 29. ©2005 S.W. Adji – Engine Propeller Matching 29 propeller dan engine agar specific fuel oil consumption yang paling rendah dapat diperoleh. Engine di-adjust untuk mendapatkan bmep yang maksimum pada derated RPM dan Power. Metode yang diterapkan adalah untuk meng-encourage operasi engine speed yang terendah, sehingga secara teoritis efisiensi propeller yang lebih tinggi dapat ditemukan. ☺ POWER / SPEED PERFORMANCE ENVELOPE Diagram ini untuk menunjukkan kinerja engine melalui prosentase, ataupun nilai absolut, dari ratio power dan speed yang terjadi saat operasi engine. Pada umumnya, cakupan range operasi engine dibatasi oleh beberapa hal seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3. Tabel 3 : Operating Range Bounded By Various Constraints OPERATING RANGES CONSTRAINTS Idle Speed Smooth Running; Number of Cylinders; Inertia; Friction, etc Smoke Limit Poor Scavenge & Combustion Surge Limit Turbo Unstable Exhaust Gas Temperature Valve Deposits, Burning, etc Peak Cylinder Pressure Mechanical Stresses Turbo RPM Limiting Inertia Stress Max. Engine RPM Wear rates; Inertia Forces Motoring Friction & Pumping; Losses (Mech. Efficiency) Minimum BMEP Poor Combustion
  • 30. ©2005 S.W. Adji – Engine Propeller Matching 30 PERMASALAHAN – PERMASALAHAN YANG SERING TERJADI DILAPANGAN Question1: Bung, kenapa Engine saya gak bisa mencapai titik teratas dari rated speed (RPM) saat trials ? Dan mengapa kapal saya tidak dapat mencapai kecepatan servis seperti yang direncanakan oleh ship designer ? Apakah dengan menambah atau menurunkan Pitch Propeller akan menyempurnakan kinerja dari kapal saya ? Answer1: Sebelum kita menjawab keseluruhan pertanyaan Q1 tersebut, kita harus meng- investigate secara detail pada power, engine performance dan kecepatan kapal yang terjadi. Secara umum kebutuhan power kapal itu, tentu sudah dihitung pada saat kapal direncanakan. Sehingga melalui perhitungan tahanan kapal yang tepat/sesuai, maka kebutuhan power kapal tersebut juga akan dapat diperoleh dengan tepat. Kemudian, dilakukan pemilihan engine dengan memperhatikan parameter- parameter, antara lain : Power per-shaft; Speed (RPM); Weight (dry & wet); Space required; Fuel oil consumption; dsb. Dan jika hanya dari aspek Engine & Hull saja yang diperhatikan, maka Propeller pun akan muncul sebagai persoalan baru (seperti pertanyaan Q1). Seperti misalnya terjadi kesalahan dalam penetapan harga Pitch Propeller, sebut saja bahwa nilainya terlalu tinggi (heavy propeller). Maka propeller load (beban propeller) akan bergeser naik (ke arah sebelah kiri) pada diagram Power-Speed Map, sehingga titik perpotongan antara kurva rated engine torque dan propeller load akan berada dibawah (lebih rendah) dari nominal rated speed (RPM)-nya. Lebih buruk lagi bahwa power yang diabsorb oleh propeller menjadi lebih rendah juga, sehingga engine power yang dihasilkan seolah-olah menjadi tidak mencukupi untuk mengoperasikan kapal pada kecepatan servis yang direncanakan. Perubahan Pitch Propeller juga bukan merupakan satu-satunya solusi mengingat jika besarnya perubahan tersebut tidak diperhatikan maka dapat menyebabkan kondisi propeller menjadi Light Propeller (Pitch too low), sehingga juga dapat menimbulkan masalah baru lagi (mis-match). Perhatikan optimasi dari Rasio Pitch dan Diameter propeller (P/D) terhadap propeller torque pada kondisi behind the ship. Langkah lainnya yang mungkin dapat dikerjakan adalah memotong (cropped) ujung daun propeller (bagian ‘tip blades’), pastikan dengan hitungan yang tepat mengenai besarnya ‘prosentase’ tip propeller yang harus dipotong tersebut.
  • 31. ©2005 S.W. Adji – Engine Propeller Matching 31 Question 2 : Bung, kenapa engine speed ini perlu diturunkan pada propeller speed ? kalau tidak diturunkan bagaimana ? Answer 2 : Begini untuk internal combustion engines, TORQUE secara definisi adalah 5.252 dikalikan dengan dayanya, kemudian dibagi dengan putarannya (RPM). Sehingga, jika karakter engine adalah putaran rendah dan memiliki daya yang besar, sudah dapat dipastikan bahwa engine akan mempunyai nilai Torque yang besar. Inilah yang menyebabkan bahwa tipikal slower turning propeller akan memberikan Thrust yang lebih besar, karena mereka menerima Torque yang besar pada nilai engine power yang sama. Sebagai contoh; Sebuah engine mempunyai kapasitas daya 500 HP pada putaran 2.000 RPM, sehingga engine tersebut akan men-deliver torque sebesar 1.313 lb-ft ke propeller. Dan jika pada sistem transmisi tersebut dipasang reduction gear (gearbox) dengan rasio 3:1, maka kapasitas daya akan berkurang berkisar 3% (friction losses di gearbox) menjadi 485 HP. Pada waktu yang sama juga, putaran propeller turun menjadi 667 RPM. Maka besarnya torque yang di- deliver menjadi bertambah hingga 3.819 lb-ft. Question 3 : Bung, biasanya ship operator untuk menghemat pemakaian bahan bakar, maka operasional engine umumnya pada putaran yang mendekati lower limit sehingga kecepatan kapal pun menjadi lebih rendah. Bagaimana itu bisa terjadi ? Answer 3 : Pada marine diesel engines, trendline dari rated engine torque adalah proporsional dengan rated bmep yang terjadi. Dan rated bmep adalah juga proporsional dengan rated fuel consumption-nya. Dengan menurunkan putaran engine, katakanlah dari 2.200 RPM menjadi 1.600 RPM, maka sesungguhnya terjadi penurunan rated bmep sekaligus penurunan rated fuel consumption (katakanlah dari 180 gr/HP-hr menjadi 155 gr/HP-hr). Jika besarnya engine power adalah 4.000 HP dan kapal berlayar selama 10 hari, maka penghematan bahan bakar dapat mencapai ± 24 ton. Konsekuensinya adalah kecepatan servis kapal akan turun, sebab output power dari engine juga turun.