1. Penelitian ini membangun model rekonstruksi 3D sebuah bangunan menggunakan gambar panorama. Gambar panorama diolah menggunakan Photoscan Pro untuk pemodelan 3D dan penilaian akurasinya.
2. Hasilnya adalah akurasi posisi 3D setelah proses penjahitan foto sebesar 18,9 cm dan perbedaan jarak antara point cloud hasil dan data laser scanning sebesar 3,47 cm.
3. Model rekonstruksi ini dapat digunakan untuk perencana
3D Rekonstruksi Bangunan Menggunakan Gambar Panorama Sebagai Upaya Untuk Mitigasi Bencana
1. 1
3D Rekonstruksi Bangunan Menggunakan Gambar
Panorama Sebagai Upaya Untuk Mitigasi Bencana
Muhammad Irsyadi Firdaus1)
Jiann -Yeou Rau2)
1,2) Department of Geomatics, National Cheng Kung University 701, Tainan, Taiwan
email: irsyadifirdaus@gmail.com
Abstract— Rekonstruksi model tiga dimensi (3D) dapat
digunakan untuk tujuan navigasi, dan aplikasi virtual
reality. Namun, saat ini model 3D juga digunakan sebagai
upaya untuk mitigasi bencana seperti perencanaan
evakuasi kebakaran dan gempa bumi. Penelitian ini
bertujuan untuk membentuk 3D model bangunan
menggunakan gambar panorama 720 derajat. Penilaian
akurasi menggunakan akurasi aerial triangulasi, akurasi
digitasi sudut dan juga mengambil data terrestrial laser
scanning (TLS) untuk membandingkan dan mengukur
ground control points (GCPs) menggunakan total station
untuk analisa akurasi. Kamera Spherical Garmin VIRB
360 digunakan untuk mengambil video pada 30 fps dengan
ukuran gambar 3840 x 2178. Video yang sudah
didapatkan akan di ekstrak ke dalam bentuk gambar
statis yang berurutan dengan interval 1.23 detik. Gambar
panorama yang sudah terbentuk diolah menggunakan
Agisoft Photoscan Pro untuk pemodelan 3D. Penilaian
akurasi posisi menggunakan GCPs didalam Photoscan
Pro. Hasil dense point cloud akan di bandingkan dengan
data TLS didalam software CloudCompare. Hasil
penelitian yang pertama adalah akurasi posisi 3D (RMSE)
setelah SfM adalah 18.9 cm, selain itu perbedaan jarak 3D
antara dense point cloud yang dihasilkan dengan data TLS
adalah 3.47 cm. Model rekonstruksi bangunan didapatkan
menggunakan point cloud dengan memproses didalam
Autodesk Revit sehingga dapat digunakan sebagai upaya
untuk perencanaan mitigasi bencana.
Kata Kunci—3D Model Rekonstruksi, Gambar Panorama,
Fotogrammetri Jarak Dekat.
I. PENDAHULUAN
Rekonstruksi dan konservasi merupakan langkah penting
yang dapat dilakukan untuk upaya mitigasi bencana dari
banjir, gempa atau bencana yang lain yang sifatnya dapat
merusak sebuah bangunan. Apalagi bangunan bersejarah atau
bangunan umum seperti kesehatan, pendidikan atau militer.
Oleh sebab itu perlu dilakukan rekontruksi, guna menjaga
bangunan- bangunan tersebut agar tidak rusak dan hilang.
Rekonstruksi tersebut biasanya mengacu pada dokumentasi
bangunan tersebut. Pendokumentasian tersebut tidak hanya
terbatas untuk mengetahui dimensi geometri bangunan, namun
juga terkait dengan seberapa besar perubahan dimensi
geometri bangunan yang terjadi dalam kurun waktu tertentu
Salah satu metode untuk melakukan rekonstruksi bangunan
adalah dengan menggunakan metode fotogrammetri. Metode
ini mampu untuk merekonstruksi sebuah bangunan dengan
pemodelan bangunan secara 3 dimensi selain itu dapat
dianalisa dimensi geometri dan akurasinya sehingga metode
ini sangat sesuai untuk digunakan dalam upaya mitigasi
bencana.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membangun 3D
rekonstruksi sebuah bangunan dengan menggunakan gambar
panorama. Gambar panorama adalah gambar yang dihasilkan
dari beberapa foto yang overlap atau pertampalan sehingga
dapat dilakukan proses jahitan antar foto membentuk
pandangan 3600
secara horizontal dan 1800
secara vertikal.
Penggunaan gambar panorama sangat efektif dan efisien
karena lebih cepat dan memiliki cakupan area yang lebih luas
dibanding menggunakan gambar normal.
II. DASAR TEORI
A. Fotogrammetri Jarak Dekat
Fotogrammetri terrestrial [4] merupakan cabang ilmu
fotogrammetri dengan meletakkan kamera pada permukaan
bumi. Kamera dapat dipegang dengan tangan, dipasang pada
kaki kamera atau dipasang pada menara ataupun dengan alat
penyangga lain yang dirancang secara khusus. Istilah
fotogrammetri rentang dekat pada umumnya digunakan untuk
fotogrammetri terrestrial yang mempunyai rentang objek
sampai dengan 100 meter [1].
Teknik ini memiliki kelebihan yaitu jika objek yang akan
diukur sulit untuk dijangkau dan memiliki dimensi yang
sangat kecil, selaian itu metode ini juga memerlukan biaya
yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan metode
fotogrammetri rentang jauh, karena jenis kamera yang
digunakan adalah dengan menggunakan kamera non metrik.
Dalam bidang geodesi, metode fotogrammetri rentang dekat
ini banyak dimanfaatkan karena dapat memberikan informasi
jarak, luas, volume.
Fotogrammetri rentang dekat banyak diaplikasikan dalam
berbagai bidang non topografi karena memiliki banyak
keunggulan. Aplikasi yang berkembang antara laindalam
bidang arsitektur, arkeologi, forensik, medis, deformasi,
industri dan lainnya.
B. 3D Rekonstruksi
Pemodelan adalah membentuk suatu bendabenda atau
obyek. Membuat dan mendesain obyek tersebut sehingga
terlihat seperti hidup. Sesuai dengan obyek dan basisnya,
proses ini secara keseluruhan dikerjakan di komputer. Melalui
konsep dan proses desain, keseluruhan obyek bisa
diperlihatkan secara 3 dimensi, sehingga banyak yang
menyebut hasil ini sebagai pemodelan 3 dimensi (3D
modelling) [2]. Ada beberapa aspek yang harus
dipertimbangkan bila membangun model obyek, kesemuanya
memberi kontribusi pada kualitas hasil akhir.
2. 2
C. Mitigasi Bencana
Menurut pasal 1 ayat 6 PP No 21 Tahun 2008 [3] Tentang
Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana bahwa mitigasi
bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko
bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran
dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.
Mitigasi bencana merupakan suatu aktivitas yang berperan
sebagai tindakan pengurangan dampak bencana, atau usaha-
usaha yang dilakukan untuk megurangi korban ketika bencana
terjadi, baik korban jiwa maupun harta. Dalam melakukan
tindakan mitigasi bencana, langkah awal yang harus lakukan
ialah melakukan kajian resiko bencana terhadap daerah
tersebut. Dalam menghitung resiko bencana sebuah daerah
maka harus mengetahui Bahaya (hazard), Kerentanan
(vulnerability) dan kapasitas (capacity) suatu wilayah yang
berdasarkan pada karakteristik kondisi fisik dan wilayahnya.
III. METHODE
A. Alat dan Material
Pada penelitian ini menggunakan dua macam perangkat
lunak yaitu Agisoft Photoscan Pro yang digunakan untuk
membuat modeling 3 dimensi dan mapping dan perangkat
lunak yang kedua adalah menggunakan Revit yang digunakan
untuk membuat model CAD. Kedua perangkat lunak tersebut
adalah berbayar (not open source). Sedangkan, alat yang
digunaakan untuk mendapatkan gambar panorama adalah
GARMIN VIRB 360 dengan spesifikasi seperti pada table 1.
Gambar 1. Kamera GARMIN VIRB 360
Tabel 1
Spesifikasi Kamera GARMIN VIRB 360
Spesifikasi Kamera GARMIN VIRB 360
Tipe Sensor CMOS
Jumlah Kamera 2
Resolusi Video 3840 x 2178
FPS (frame per second) 30
Format Video MP4
B. Studi Kasus dan Data
Lokasi yang digunakan adalah bangunan departemen
geomatika di sisi luar bangunan maupun di sisi dalam
bangunan. Tempat bangunan tersebut di kampus National
Cheng Kung University, kota Tainan, Taiwan.
Data untuk membuat rekonstruksi 3 dimensi terdiri dari dua
jenis gambar yaitu gambar panorama luar bangunan seperti
yang terlihat pada gambar 3 dan gambar panorama dalam
bangunan seperti pada gambar 4. Masing-masing gambar
panorama memiliki field of view (FOV), 3600
untuk horizontal
FOV dan 1800
untuk vertikal FOV. Jumlah foto yang
digunakan dalam penelitian ini adalah 134 pada model dalam
bangunan sedangkan 243 pada model luar bangunan.
Gambar 2. Lokasi penelitian
Pada gambar 3 dan 4 terdapat proses jahitan antara dua foto
karena kamera GARMIN memiliki dua sisi kamera yaitu
kamera depan dan kamera belakang sehingga proses jahitan
foto perlu dilakukan untuk mendapatkan foto panorama dari
dua foto tersebut. Perlu untuk menjadi pertimbangan dalam
pengambilan foto adalah kondisi cuaca. Cuaca yang paling
bagus untuk pengambilan foto adalah ketika cuaca cerah
dengan awan berwarna biru.
Gambar 3. Foto Panorama di Luar Bangunan
Gambar 4. Foto Panorama di Dalam Bangunan
3. 3
C. Alur Penelitian
Adapun tahapan penelitian ini terbagi menjadi tiga bagian
utama. Pertama adalah melakukan pengumpulan data foto di
luar bangunan maupun di dalam bangunan gedung geomatika
serta melakukan pengumpulan referensi titik dan referensi
garis. Referensi ini digunakan untuk mengetahui akurasi dari
pemodelan yang akan dibuat. Untuk model luar bangunan
menggunakan referensi garis sedangkan model dalam
bangunan menggunakan referensi titik yang didapatkan dari
pengukuran total station (TS).
Setelah tahapan pertama dilakukan selanjutnya adalah
tahapan kedua. Pada tahapan kedua ini, foto yang sudah
didapatkan akan di proses menggunakan perangkat lunak
Photoscan Pro sesuai dengan gambar 5. Kemudian di dapatkan
dense point cloud. Sebelum mendapatkan dense point cloud,
proses yang dilakukan adalah membuat tanda referensi pada
setiap foto dan melakukan proses aerial triangulation untuk
menganalisa akurasi aerial triangulation, selanjutnya
melakukan dense image matching sehingga mendapatkan
dense point cloud atau data point cloud. Pada proses ini
terdapat banyak kumpulan titik-titik yang kurang berguna atau
banyak noise sehingga perlu dilakukan perbaikan point cloud.
Setelah point cloud sudah di perbaiki maka dapat di eksport ke
format file *.las. Hal ini untuk mempermudah proses konversi
format file di perangkat lunak Revit.
Ketiga, data point cloud yang sudah di konversi ke format
*.pcg dari format *.las maka dapat digunakan untuk membuat
model 3D CAD. Sebelum melakukan itu, pertama yang harus
dilakukan adalah digitasi 2D point cloud digunakan untuk
analisa akurasi digitasi sudut. Ketika sudah mendapatkan
akurasi sudut setiap corner maka 2D point cloud dapat
dilakukan perbaikan sesuai dengan sudut yang sebenarnya.
Selanjutnya adalah melakukan digitasi dan labeling pada 3D
point cloud seperti pintu, jendela, lantai, platfon dan dinding.
Gambar 5. Alur Penelitian
IV. HASIL PENELITIAN
A. Point cloud di Dalam dan di Luar Bangunan
Pada gambar 6 dan gambar 7menunjukan bahwa point cloud
sangat kasar dan warna biru merupakan posisi kamera selain
itu pada gambar tersebut banyak terdapat noise atau ada
sebagian titik yang sebenarnya tidak digunakan sehingga perlu
untuk dihilangkan.
Gambar 6. Point cloud kasar dengan lokasi kamera pada
model luar bangunan
Gambar 7. Point cloud kasar dengan lokasi kamera pada
model dalam bangunan
Hasil tersebut didapatkan setelah melakukan proses aerial
triangulation. Untuk mendapatkan point cloud yang padat atau
dense point cloud maka dapat dilakukan dengan menggunakan
proses dense image matching sehingga mendapatkan point
cloud yang padat tetapi juga perlu melakukan perbaikan
dengan cara melakukan proses remove karena masih terdapat
noise pada point cloud tersebut.
Point cloud yang sudah diperbaiki terlihat seperti pada
gambar 8, 9 dan 10, dimana noise dari point cloud sudah
hilang dan point cloud terlihat padat. Setelah mendapat hasil
tersebut maka dapat melakukan analisa digitasi sudut setiap
cornernya.
Gambar 8. Point cloud padat luar bangunan dilihat dari atas
setelah perbaikan
4. 4
Gambar 9. Point cloud padat luar bangunan dilihat dari
depan setelah perbaikan
Untuk point cloud padat dalam bangunan memiliki bentuk
bangunan yang sangat kompleks (lihat gambar 10) dengan sisi
luar yang berwarna hitam atau gelap hal ini karena posisi
kamera berada di dalam bangunan sehingga sisi luar bangunan
akan terlihat gelap jika dibandingkan dengan point cloud luar
bangunan pada gambar 8 dan 9.
Gambar 10. Point cloud padat dalam bangunan dilihat dari
depan setelah perbaikan
B. Penilaian Akurasi Pada Aerial Triangulation
Aerial triangulation adalah proses penentuan koordinat X, Y,
dan Z objek setiap poin berdasarkan pengukuran dari foto.
Aerial triangulation digunakan secara luas untuk berbagai
tujuan. Salah satu aplikasi utama adalah densifying objek
melalui strip atau rangkaian foto yang akan digunakan dalam
operasi yang berlaku pada photogrammetri. Saat ini digunakan
untuk tujuan ini sering disebut bridging, karena
memungkinkan untuk perhitungan maka diperlukan kontrol
poin antara foto yang diukur di lapangan.
Tabel 1
Referensi Skala Garis pada Gambar Dalam Bangunan
Referensi Skala Garis pada Gambar (unit: cm)
Referensi Skala Garis Errors
Jumlah garis control = 4 0.5
Jumlah garis cek = 7 6.5
Tabel 2
Referensi Titik pada Gambar Luar Bangunan
Referensi Titik pada Gambar (unit: pixel)
Referensi
Titik
Kesalahan
horizontal
Kesalahan
vertikal
Kesalahan
reprojeksi
Jumlah titik
control = 7
3.031 3.824 6.606
Jumlah titik
cek = 15
6.822 6.742 21.436
Pada tabel 2 menunjukan bahwa kesalahan reprojeksi pada
titik cek sebesar 21.4 pixels. Nilai ini sangat besar untuk
kesalahan reprojeksi. Hal ini karena dipengaruhi oleh proses
algoritma penjahitan antar foto yang kurang sempurna dan
juga resolusi dari camera yang digunakan juga mempengaruhi
reprojeksi.
Jika dibandingkan antara akurasi di dalam bangunan dan
luar bangunan maka didapatkan bahwa akurasi pada point
cloud dalam bangunan lebih tinggi dari pada point cloud luar
bangunan karena referensi yang digunakan juga berbeda
maksudnya pada point cloud dalam bangunan menggunakan
skala garis sedangkan point cloud luar bangunan
menggunakan referensi titik. Referensi titik diperoleh dari
pengukuran menggunakan TS dengan koordinat lokal.
C. Penilaian Akurasi Pada Digitasi Sudut
Akurasi digitasi sudut diperoleh setelah proses konversi
yang ada di perangkat lunak Revit. Pada gambar 11
menunjukan bahwa bentuk 2 dimensi pada luar bangunan
terlihat tidak simetri sehingga diperlukan perbaikan sebelum
melakukan digitasi 3 dimensi dan labeling.
Gambar 11. Digitasi sudut pada 2D luar bangunan
Digitasi sudut pada 2 dimensi luar bangunan setelah
perbaikan pada ditunjukan pada gambar 12, dimana pada
gambar tersebut menunjukan sudut yang simetri dan memiliki
sudut yang sebenarnya. Adapun analisa yang diperoleh dari
digitasi sudut di luar bangunan ditunjukan pada tabel 3yang
memiliki standar deviasi sebesar 9.23 derajat. Nilai ini cukup
besar jika dibandingkan dengan akurasi digitasi sudut di dalam
bangunan seperti pada tabel 4 yang memiliki standar deviasi
sebesar 0.8 derajat
Setelah mengetahui akurasi maka langkah selanjutnya
adalah melakukan perbaikan sudut disetiap corner seperti pada
gambar 12 dimana setiap sudut pada setiap corner adalah 90
derajat. Gambar 13 memperlihatkan digitasi sudut pada 2
dimensi dalam bangunan yang belum diperbaiki.
5. 5
Gambar 12. Digitasi sudut pada 2D luar bangunan setelah
perbaikan
Gambar 13. Digitasi sudut pada 2D dalam bangunan
Tabel 3
Akurasi Digitasi Sudut di Luar Bangunan
No.
Sudut yang
diukur
Sudut
Sebenarnya
Selisih
1 98 90 8
2 86 90 -4
3 85 90 -5
4 104 90 14
5 103 90 13
6 82 90 -8
7 79 90 -11
8 102 90 12
9 79 90 -11
10 99 90 9
11 99 90 9
12 104 90 14
13 105 90 15
14 97 90 7
15 87 90 -3
16 87 90 -3
17 86 90 -4
18 98 90 8
Average 93.33 90 3.33
Min 79 -11
Max 105 15
Std.
Deviation
9.23
Tabel 4
Akurasi Digitasi Sudut di Dalam Bangunan
No.
Sudut yang
diukur
Sudut
Sebenarnya
Selisih
1 90 90 0
2 91.58 90 1.58
3 90.64 90 0.64
4 90 90 0
5 91.94 90 1.94
6 91 90 1
Total 545.16 540 5.16
Average 90.86 90 0.86
Min 90 0
Max 91.94 1.94
Std.
Deviation
0.8 0.8
D. Model Rekonstruksi 3 Dimensi
Model rekonstruksi yang diperoleh seperti pada gambar 14
dan 15 dibuat dari point cloud padat atau dense point cloud
didalam perangkat lunak Revit 2016. Adapun model tersebut
dibuat setelah proses perbaikan sudut di setiap corner sehingga
model akan terlihat simetris dan sesuai dengan bentuk di
lapangan. Untuk gambar 15, model CAD dalam bangunan
tidak mengalami perbaikan sudut di setiap corner sebelumnya
hal ini dikarena untuk mengetahui perbedaan model CAD
yang menggunakan perbaikan sudut dengan tanpa perbaikan
sudut.
Gambar 14. Model CAD luar bangunan
6. 6
Hasil yang diperoleh dari perbandingan model tersebut
adalah lebih baik model CAD luar bangunan dari pada dalam
bangunan karena pada model CAD luar bangunan sudah
dilakukan perbaikan sudut. Kedua model CAD bangunan
tersebut memiliki beberapa label model seperti model pintu,
model tangga, model jendela, model lantai, model tangga,
model dinding dan model platfon atau rooftop.
Model ini yang akan dijadikan sebagai model tiga dimensi
dalam upaya mitigasi bencana. Maksudnya dengan adanya
model ini maka dapat melakukan simulasi jalur evakuasi serta
mengetahui kemampuan sebuah bangunan ketika terjadinya
bencana seperti gempa bumi maupun banjir.
Gambar 15. Model CAD dalam bangunan
V. KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang di dapat dari hasil dan
pembahasan adalah akurasi kedetilan geometri pada point
cloud sangat rendah, akurasi digitasi sudut pada model
didalam ruangan mempunyai hasil yang lebih baik dari pada
model di luar ruangan, akurasi aerial triangulation pada model
di luar ruangan mempunya hasil yang lebih baik dari pada
model didalam ruangan, dan terakhir adalah 3 dimensi dari
gambar panorama masih bisa digunakan ke banyak aplikasi
seperti pada bidang industry, mitigasi bencana dan atau
kesehatan.
VI. DAFTAR PUSTAKA
[1] Atkinson, K.B. 1996. Close Range Photogrammetry and
Machine Vision. Whittles Publishing. Scotland, UK
[2] Nalwan, A. (1998). Pemrograman Animasi dan Game
Profesional. Jakarta: Elex Media Komputindo
[3] PP No 21 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana
[4] Wolf, Paul R. 1993. Elemen Fotogrametri.
Diterjemahkan oleh Gunadi, Totok Gunawan, dan
Zuharnen. Gajah Mada University Press.