SlideShare a Scribd company logo
Get Homework/Assignment Done
Homeworkping.com
Homework Help
https://www.homeworkping.com/
Research Paper help
https://www.homeworkping.com/
Online Tutoring
https://www.homeworkping.com/
click here for freelancing tutoring sites
RSUD ARIFIN ACHMAD
Fakultas Kedokteran UR
SMF/ BAGIAN SARAF
Sekretariat : SMF Saraf – Irna Medikal Lantai 4
Jl. Diponegoro No. 2 Telp. (0761) 7026225
P E K A N B A R U
STATUS PASIEN
Nama Koass Yosua Butar Butar
N I M / N U K 0508151221
Pembimbing dr. Amsar, Sp.S
I. IDENTITAS PASIEN
Nama Ny. M
Umur 53 tahun
Jenis kelamin Perempuan
Alamat Jl. Pemuda, Pekanbaru
Agama Islam
Status perkawinan Kawin
Pekerjaan Ibu Rumah Tangga
Tanggal Masuk RS 19 Desember 2013
Medical Record 835629
II. ANAMNESIS (Autoanamnesa)
1
Keluhan Utama
Lemah kedua tungkai bawah sejak 4 hari SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang
• Sejak 4 hari SMRS pasien mengeluhkan kedua kaki terasa lemah, lemah terjadi
secara pelahan-lahan, dan diawali dari kaki sebelah kanan. Awalnya pasien dapat
berjalan dengan dipapah , namun setelah beberapa hari pasien tidak mampu berdiri
tetapi masih dapat menggerakkan kaki , Pasien juga mengeluhkan kurangnya
sensasi rasa mulai dari perut sampai ke telapak kaki. Pasien juga susah untuk
mengontrol buang air kecil, BAB.lancar
• 2 Minggu SMRS pasien sering mengeluhkan nyeri pada pinggang sampai ke kedua
kaki, nyeri dirasa seperti ditusuk tusuk dan diperparah apabila sedang beraktifitas,
pasien juga sudah mengeluhkan rasa kebas pada kedua kaki, dan mulai merasa
lemah pada kaki kanan
• Keluhan penurunan kesadaran (-), demam (-). Kemudian pasien dibawa ke RSUD
AA.
Riwayat Penyakit Dahulu
• Riwayat hipertensi (-), DM (-)
• Riwayat Stroke (-)
• Riwayat batuk lama tidak ada.
• Riwayat konsumsi obat 6 bulan tidak ada.
Riwayat Penyakit Keluarga
• Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan atau penyakit yang sama.
RESUME ANAMNESIS
Ny. M, 53 tahun, datang dengan keluhan kedua tungkai bawah lemah sejak 4 hari
sebelum dilakukan pemeriksaan. Diawali oleh kaki sebelah kanan, dan ditambah mati
rasa dari perut sampai ke telapak kaki, BAK sulit dikontrol.
2
III. PEMERIKSAAN
A. KEADAAN UMUM
Tekanan darah : Kanan : 140/90 mmHg, Kiri : 140/90 mmHg
Denyut nadi : Kanan : 86 x/mnt, teratur Kiri : 86 x/mnt, teratur
Jantung : HR : 86 x/mnt, irama teratur
Paru : Respirasi : 20x/mnt, tipe thorakoabdominal
Keadaan Gizi : Baik
B. STATUS NEUROLOGIK
1) KESADARAN : Komposmentis GCS : E4 M6 V5
2) FUNGSI LUHUR : Normal
3) KAKU KUDUK : Tidak Ada
4) SARAF KRANIAL
1. N. I (Olfactorius)
Kanan Kiri Keterangan
Daya pembau N N Tidak ada kelainan
2. N.II (Opticus)
Kanan Kiri Keterangan
Daya penglihatan
Lapang pandang
Pengenalan warna
N
N
N
N
N
N
Tidak ada kelainan
3. N.III (Oculomotorius)
Kanan Kiri Keterangan
Ptosis
Pupil
Bentuk
Ukuran
Gerak bola mata
Refleks pupil
Langsung
Tidak langsung
(-)
Bulat
2 mm
N
(+)
(+)
(-)
Bulat
2 mm
N
(+)
(+)
Tidak ada kelainan
4. N. IV (Trokhlearis)
Kanan Kiri Keterangan
Gerak bola mata N N Tidak ada kelainan
5. N. V (Trigeminus)
Kanan Kiri Keterangan
3
Motorik
Sensibilitas
Refleks kornea
N
N
(+)
N
N
(+)
Tidak ada kelainan
6. N. VI (Abduscens)
Kanan Kiri Keterangan
Gerak bola mata
Strabismus
Deviasi
N
(-)
(-)
N
(-)
(-)
Tidak ada kelainan
7. N. VII (Facialis)
Kanan Kiri Keterangan
Tic
Motorik
Daya perasa
Tanda chvostek
(-)
N
N
(-)
(-)
N
N
(-)
Tidak ada kelainan
8. N. VIII (Akustikus)
Kanan Kiri Keterangan
Pendengaran N N Tidak ada kelainan
9. N. IX (Glossofaringeus)
Kanan Kiri Keterangan
Arkus farings
Daya perasa
Refleks muntah
N
N
(+)
N
N
(+)
Tidak ada kelainan
10. N. X (Vagus)
Kanan Kiri Keterangan
Arkus farings
Dysfonia
N
(-)
N
(-)
Tidak ada kelainan
11. N. XI (Assesorius)
Kanan Kiri Keterangan
Motorik
Trofi
N
Eutrofi
N
Eutrofi
Tidak ada kelainan
12. N. XII (Hipoglossus)
Kanan Kiri Keterangan
Motorik
Trofi
Tremor
Disartri
N
Eutrofi
-
-
N
Eutrofi
-
-
Tidak ada kelainan
4
IV. SISTEM MOTORIK
Kanan Kiri Keterangan
Ekstremitas atas
Kekuatan
Distal
Proksimal
Tonus
Trofi
Ger.involunter
5
5
Normal
Eutrofi
(-)
5
5
Normal
Eutrofi
(-)
Tidak ada kelainan
Ekstremitas bawah
Kekuatan
Distal
Proksimal
Tonus
Trofi
Ger.involunter
2
2
Hipertonus
Eutrofi
(-)
2
2
hipertonus
Eutrofi
(-)
Paraparese UMN
Badan
Trofi
Ger. Involunter
Ref. Dinding
perut
Eutrofi
(-)
(+)
Eutrofi
(-)
(+)
Tidak ada kelainan
V. SISTEM SENSORIK
Kanan Kiri Keterangan
Raba
Nyeri
Suhu
Propioseptif
-
-
-
DBN
-
-
-
DBN
Hipestesi setinggi T 11
VI. REFLEKS
Kanan Kiri Keterangan
Fisiologis
5
Biseps
Triseps
KPR
APR
(+)
(+)
(+)
Meningkat
(+)
(+)
(+)
(+)
Meningkat
(+)
Refleks fisiologis (+)
Meningkat
Patologis
Babinski
Chaddock
Hoffman Tromer
Reflek primitif
Palmomental
Snout
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
Refleks patologis (-)
Refleks primitif (-)
VII.FUNGSI KOORDINASI
Kanan Kiri Keterangan
Tes telunjuk hidung
Tes tumit lutut
Gait
Tandem
Romberg
N
SDN
SDN
SDN
SDN
N
SDN
SDN
SDN
SDN
Pemeriksaan tumit lutut,
gait, tandem dan romberg
tidak dapat dilakukan
VIII. SISTEM OTONOM
Miksi : Terpasang kateter
Defekasi : Konstipasi
IX. PEMERIKSAAN KHUSUS/LAIN
a. Laseque : Tidak terbatas
b. Kernig : Tidak terbatas
c. Patrick : -/-
d. Kontrapatrick : -/-
e. Valsava test : -/-
f. Brudzinski : -/-
OTONOM
Miksi : Sulit ditahan
Defekasi : konstipasi
Pemeriksaan DCML
Raba halus : Hipestesi setinggi thorakal 11
Getaran : DBN
6
Kinestesia : DBN
Stereognosia : DBN
X. RESUME PEMERIKSAAN
Keadaan umum
Kesadaran : Komposmentis
Tekanan darah : 140/90 mmHg
Pernafasan : 20 x/mnt, tipe thorakoabdominal
Fungsi luhur : Normal
Rangsang meningeal : (-)
Saraf kranial : Dalam batas normal
Motorik : Paraparese UMN
Sensorik : Hipestesi setinggi T 11
Koordinasi : Sulit dinilai
Otonom : Terjadi gangguan syaraf otonom
Refleks fisiologis : Meningkat pada ekstremitas bawah
Refleks patologis : (-)
Pemeriksaan lain : Laseque (-), Kernig (-), Patrick (-), Kontrapatrick (-)
Pemeriksaan DCML : Dalam batas normal
C. DIAGNOSIS KERJA
DIAGNOSIS KLINIS : Mielopati Thorakal
DIAGNOSIS TOPIK : Medulla spinalis segmen T 11
DIAGNOSIS ETIOLOGIK : Susp. Tumor ekstra medula spinalis
DIAGNOSA BANDING : Suspe. Tumor intra medula spinalis
D. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
7
• Pemeriksaan laboratorium darah rutin: Hb, Ht, Leukosit, Trombosit
• Pemeriksaan laboratorium kimia darah: AST, ALT, Ureum-kreatinin
• Rontgen thorax PA
• Rontgen vertebrae thorakolumbal AP-lateral
• MRI thoracolumbal
E. USULAN TERAPI
a. Umum
- Immobilisasi
- Fisioterapi, bladder training
- Kontrol tanda vital
- Pemberian nutrisi peroral sesuai kebutuhan kalori
b. Khusus
- IVFD RL 20 gtt/i
- Inj. Metilprednisolon 3 x 125 mg. IV
- Inj. Ranitidin 1 gr 2x1
F. HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan kimia darah (29 Juni 2013)
• Leukosit : 10,8 x103
/Ul
• HB : 11,3 gr/dl
• HT : 34,9 L%
• PLT : 184x103
/ul
Pemeriksaan Elektrolit
Na : 135 mmol/l
K : 4.3 mmol/l
Cl : 104,7 mmol/;
Pemeriksaan kimia darah
• Glukosa : 92 mg/dl
• BUN : 14,3 mg/dL
• Ureum : 31,0 mg/dL
8
• CR-S : 1,11 mg/dL
• AST : 27,8 IU/L
• ALT : 27 IU/L
Rontgen vertebrae thoraco-lumbal
Kesan : Segmen torakolumbal tak tampak kelainan
MRI : Thoracolumbal
9
G. FOLLOW UP
Tanggal 20 Desember 2013
S : lemah pada kedua kaki, kesemutan (+)
O: Kesadaran komposmentis GCS : E4V5M6
TD : 130/80 mmHg
Nadi : 84x/menit, teratur
Nafas : 18x/menit
Suhu : 36,7°C
Fungsi luhur : Normal
Saraf kranial : Dalam Batas Normal
Sensorik : N N
Motorik : 5 5
3 3
Otonom : BAK : terpasang kateter
BAB : Belum ada
Refleks  Fisiologis : Meningkat
 Patologis : -
A: Mielopati Thorakal
10
Kesan : Spondilitis pada Th
11-12 yang menyebabkan
canalis stenosis ringan yang
menyebabkan mielopati ringan
pada level tersebut
P: IVFD RL 20 gtt/i
Inj. Metilprednisolon 3 x 125 mg. IV
Inj. Ranitidin 1gr 2x1 I.V
PEMBAHASAN
I. Paraparese 1,2
a. Definisi
Paraparese adalah kelemahan otot kedua ekstremitas bawah pada fungsi
motorik dan sensorik pada segmen torakal, lumbal, atau sacral medulla spinalis.
b. Klasifikasi
 Paraparese spastik  paraparese spastik terjadi karena kerusakan yang
mengenai upper motor neuron (UMN), sehingga menyebabkan peningkatan
tonus otot atau hipertonus.
 Paraparese flaksid  Paraparese flaksid terjadi karena kerusakan yang
mengenai lower motor neuron (LMN), sehingga menyebabkan penurunan
tonus otot atau hipotonus. 1,2
c. Patogenesis1,2
Lesi yang mendesak medulla spinalis sehingga merusak daerah jaras
kortikospinalis lateral dapat menimbulkan kelumpuhan UMN pada otot-otot bagian
tubuh yang terletak dibawah tingkat lesi. Lesi transversal medulla spinalis pada
11
tingkat servikal, misalnya C5 dapat mengakibatkan kelumpuhan UMN pada otot-otot,
kedua lengan yang berasal dari miotoma C6 sampai miotoma C8, lalu otot-otot toraks
dan abdomen serta seluruh otot-otot kedua ekstremitas.
Akibat terputusnya lintasan somatosensoris dan lintasan autonom
neurovegetatif asendens dan desendens, maka dari tingkat lesi kebawah, penderita
tidak dapat melakukan buang air besar dan kecil, serta tidak memperlihatkan reaksi
neurovegetatif.
Lesi transversal yang memotong medulla spinalis pada tingkat torakal atau
tingkat lumbal atas mengakibatkan kelumpuhan yang pada dasarnya serupa dengan
lesi yang terjadi pada daerah servikal yaitu pada tingkat lesi terjadi gangguan motorik
berupa kelumpuhan LMN pada otot-otot yang merupakan sebagian kecil dari otot-otot
toraks dan abdomen, namun kelumpuhan yang terjadi tidak begitu jelas terlihat
dikarenakan peranan dari otot-otot tersebut kurang menonjol. Hal ini dikarenakan lesi
dapat mengenai kornu anterior medula spinalis. Dan dibawah tingkat lesi dapat terjadi
gangguan motorik berupa kelumpuhan UMN karena jaras kortikospinal lateral
segmen thorakal terputus.
Gangguan fungsi sensorik dapat terjadi karena lesi yang mengenai kornu
posterior medula spinalis maka akan terjadi penurunan fungsi sensibilitas dibawah
lesi. Sehingga penderita berkurang merasakan adanya rangsang taktil, rangsang nyeri,
rangsang thermal, rangsang discrim dan rangsang lokalis.
Gangguan fungsi otonom dapat terjadi karena terputusnya jaras ascenden
spinothalamicus sehingga inkotinensia urin dan inkotinensia alvi. Tingkat lesi
transversal di medula spinalis mudah terungkap oleh batas defisit sensorik. Dibawah
batas tersebut, tanda-tanda UMN dapat ditemukan pada kedua tungkai secara lengkap.
Paraparese dapat disebabkan oleh suatu infeksi, satu hingga dua segmen dari
medula spinalis dapat rusak secara sekaligus. Infeksi langsung dapat terjadi melalui
emboli septik, luka terbuka dari tulang belakang, penjalaran osteomielitis, atau
perluasan dari proses meningitis piogenik. Istilah mielitis tidak saja digunakan untuk
proses peradangan pada medulla spinalis namun juga digunakan apabila lesinya
menyerupai proses peradangan dan disebabkan oleh proses patologi yang mempunyai
hubungan dengan infeksi, adanya tumor baik tumor ekstramedular maupun
intramedular serta trauma yang menyebabkan cedera medulla spinalis.
12
d. Manifestasi klinis1,2
 Hipertonus
 Hiperfleksi
 Reflek patologis (+)
 Klonus
 Atrofi otot tidak ada
 Refleks automatisme spinal
e. Diagnosis1,2
 Ray-spine
Dilakukan X-Ray spine dengan permintaan lateral dan oblique. Tanda
degenerasi dari spine adalah :
• Reduksi dari ruang intevertebralis
• Penyempitan foramen intevertebralis
• Formasi osteofit
• Pelebaran jarak antar pedunkular ditemukan pada lesi intradural
 Mielogram
 CT Scan
 Analisis CSF
Pemeriksaan penunjang lainnya :
 X-Ray Toraks yang akan memperlihatkan suatu keganasan.
 Tes serologi untuk mendeteksi adanya sifilis
 IgA atau IgG albumin untuk mendiagnosa dari sklerosis multiple
 Tes darah rutin
 Pemeriksaan urin
13
f. Komplikasi1,2
 Luka dekubitus
 Kontraktur
 Infeksi traktus urinarius
 Emboli paru
 Deep vein thrombosis
 Paralisis otot-otot pernapasan
g. Penatalaksanaan 1,2
 Terapi utama didasarkan dan disesuaikan dengan penyakit penyebab
paraparese spastik.
 Penanganan spastisitas
Fisioterapi terdiri dari :
• Prolonged passive stretching
• Hydrotherapy
• Refl ex inhibiting postures
• Standing and walking
• Ice therapy
 Farmakologi
• Antispasmodik
• Inj intratechal baclofen / morphine
• Blok saraf lokal sementara dgn toksin botulinum pada otot yang
spesifik.
II. Mielopati
14
Mielopati adalah gangguan fungsi pada medula spinalis yang biasanya sering
dihubungkan dengan trauma vertebra, tumor pada medula spinalis, gangguan vaskular
yang dapat menyebabkan infark dari medula spinalis, infeksi pada medula spinalis.
Gambaran atau ciri yang ditimbulkan oleh penyebab dari mielopati tergantung lokasi
dan anatomi dari medula spinalis.3
Klasifikasi
Cedera medula spinalis dapat dibagi menjadi komplet dan tidak komplet
berdasarkan ada/tidaknya fungsi yang dipertahankan di bawah lesi.4
Karakteristik Lesi Komplet Lesi Inkomplet
Motorik Hilang di bawah lesi Sering (+)
Protopatik (nyeri, suhu) Hilang di bawah lesi Sering (+)
Propioseptik (joint position,
vibrasi)
Hilang di bawah lesi Sering (+)
Sacral sparing negatif positif
Ro. vertebra Sering fraktur,
luksasi, atau listesis
Sering normal
MRI (Ramon, 1997, data 55
pasien cedera medula spinalis;
28 komplet, 27 inkomplet)
Hemoragi (54%),
Kompresi (25%),
Kontusi (11%)
Edema (62%),
Kontusi (26%),
normal (15%)
Terdapat 5 sindrom utama cedera medula spinalis inkomplet menurut American
Spinal Cord Injury Association yaitu: (1) Central Cord Syndrome, (2) Anterior Cord
Syndrome, (3) Brown Sequard Syndrome, (4) Cauda Equina Syndrome, dan (5)
Conus Medullaris Syndrome
Karakteristi
k klinik
Central Cord
Syndrome
Anterior
Cord
Syndrome
Brown
Sequard
Syndrome
Posterior
Cord
Syndrome
Kejadian Sering Jarang Jarang Sangat
jarang
Biomekanika Hiperekstensi Hiperfleksi Penetrasi Hiperekstensi
Motorik Gangguan
bervariasi ;
jarang paralisis
komplet
Sering
paralisis
komplet (ggn
tractus
desenden);
biasanya
bilateral
Kelemahan
anggota
gerak
ipsilateral lesi;
ggn traktus
desenden
(+)
Gangguan
bervariasi,
ggn tractus
descenden
ringan
15
Protopatik Gangguan
bervariasi
tidak khas
Sering hilang
total
(ggn tractus
ascenden);
bilateral
Sering hilang
total
(ggn tractus
ascenden)
kontralateral
Gangguan
bervariasi,
biasanya
ringan
Propioseptik Jarang
sekali
terganggu
Biasanya utuh Hilang total
ipsilateral;
ggn tractus
ascenden
Terganggu
Perbaikan Sering nyata
dan
cepat; khas
kelemahan
tangan dan jari
menetap
Paling buruk
di antara
lainnya
Fungsi buruk,
namun
independensi
paling
baik
NA
Penyebab Lesi Medula Spinalis
De Young (1979) menggolongkan penyebab lesi medula spinalis dalam5,6
:
1. Lesi traumatik
2. Neoplasma
3. Lesi vaskuler
4. Lesi inflamasi
5. Proses degeneratif dan penyakit sistemik
6. Lain-lain
16
1. Lesi Traumatik
Guttmann membagi trauma medula spinalis dalam 3 macam sindrom, yaitu5,6
:
a. Komosio medula spinalis
Keadaan ini disebabkan oleh suatu trauma tidak langsung pada medulla spinalis
yang tidak menyebabkan fraktur atau dislokasi. Pada keadaan ini terdapat
gangguan fungsi medula spinalis yang terjadi langsung tetapi hanya bersifat
sementara. Gejala gangguan medula spinalis ini dapat membaik dalam 24 jam-14
hari5,6
.
b. Kontusio medula spinalis
Keadaan ini dapat disebabkan oleh trauma langsung maupun tidak langsung pada
kolumna vertebralis. Gejala gangguan fungsi umumnya berat dan perbaikan hanya
dapat diharapkan terjadi dalam waktu yang lama dan umumnya tidak sempurna5,6
.
c. Kompresi medula spinalis
Pada keadaan ini selalu disertai kelainan pada kolumna vertebralis yang
menyebabkan terjadi gangguan fungsi medula spinalis. Oleh karena lesi di
parenkim medula spinalis umumnya ireversibel, gangguan fungsi di sini bersifat
menetap dan jarang terdapat perbaikan yang memadai5,6
.
Green (1982) menyebutkan bahwa secara patofisiologi terdapat 2 faktor yang
berpengaruh pada trauma medula spinalis, yaitu5,6
:
1. Faktor Ekstrinsik, faktor yang menyebabkan kemungkinan terjadi kompresi pada
medula spinalis seperti fraktur dan dislokasi, fraktur saja atau dislokasi saja.
Suatu fraktur yang disertai dislokasi sering menyebabkan terjadinya keadaan tidak
stabil yang dapat menyebabkan keadaan neurologik progresif memburuk.
Umumnya terdapat robekan ligament anterior maupun posterior.
2. Faktor Intrinsik, yaitu perubahan-perubahan yang terjadi pada medula spinalis
akibat trauma yang datang tiba-tiba, seperti perubahan morfologis, vaskuler dan
metabolism atau kimia.
Gejala klinis trauma medula spinalis adalah:
17
a. Shock spinal, yaitu defisit neurologi sementara yang timbul umumnya dalam 24-
48 jam pasca trauma medula spinalis. Selama periode ini ditemukan paralisis
flaksid dan kehilangan seluruh refleks dibawah lesi. Tanda pertama hilangnya
keadaan ini adalah timbulnya refleks di bawah lesi seperti refleks
bulbokavernosus dan “anal wink”. Keadaan ini timbul 6-12 minggu setelah
trauma8
.
b. Kompresi medula spinalis
c. Transeksi komplit medula spinalis
d. Hemiseksi medula spinalis
e. Hematomielia
f. Lesi di atas servikal
g. Lesi di tengah dan bawah servikal
h. Lesi di torakal
i. Lesi pada konus medularis
j. Lesi pada kauda equine
Pemeriksaan neurologi
Pada kasus-kasus mielopati, pemeriksaan status neurologi lokal merupakan hal
yang sangat penting. Pemeriksaan status neurologis lokalis pada pasien cedera medula
spinalis mengacu pada panduan dari American Spinal Cord Injury Association/ ASIA.
Klasifikasi dibuat berdasarkan rekomendasi ASIA, A: untuk lesi komplet, sampai
dengan E: untuk keadaan normal.4
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang sebaiknya dikerjakan meliputi pemeriksaan
laboratorium darah dan pemeriksaan radiologis. Dianjurkan melakukan pemeriksaan 3
18
posisi standar (anteroposterior, lateral, odontoid) untuk vertebra servikal, dan posisi
AP dan lateral untuk vertebra thorakal dan lumbal. Pada kasus-kasus yang tidak
menunjukkan kelainan radiologis, pemeriksaan lanjutan dengan CT Scan dan MRI
sangat dianjurkan. Magnetic Resonance Imaging merupakan alat diagnostik yang
paling baik untuk mendeteksi lesi di medula spinalis akibat cedera/trauma.7
Tatalaksana
Terapi pada cedera medula spinalis terutama ditujukan untuk meningkatkan
dan mempertahankan fungsi sensoris dan motoris. Pasien dengan cedera medula
spinalis komplet hanya memiliki peluang 5% untuk kembali normal. Lesi medula
spinalis komplet yang tidak menunjukkan perbaikan dalam 72 jam pertama,
cenderung menetap dan prognosisnya buruk. Cedera medula spinalis tidak komplet
cenderung memiliki prognosis yang lebih baik. Apabila fungsi sensoris di bawah lesi
masih ada, maka kemungkinan untuk kembali berjalan adalah lebih dari 50% .
Metilprednisolon merupakan terapi yang paling umum digunakan untuk cedera
medula spinalis traumatika dan direkomendasikan oleh National Institute of Health di
Amerika Serikat.8
Tindakan rehabilitasi medik merupakan kunci utama dalam penanganan pasien
cedera medula spinalis. Fisioterapi, terapi okupasi, dan bladder training pada pasien
ini dikerjakan seawal mungkin. Tujuan utama fisioterapi adalah untuk
mempertahankan ROM (Range of Movement) dan kemampuan mobilitas, dengan
memperkuat fungsi otot-otot yang ada. Pasien dengan Central Cord Syndrome / CSS
biasanya mengalami pemulihan kekuatan otot ekstremitas bawah yang baik sehingga
dapat berjalan dengan bantuan ataupun tidak. Terapi okupasional terutama ditujukan
untuk memperkuat dan memperbaiki fungsi ekstremitas atas, mempertahankan
kemampuan aktivitas hidup sehari-hari/ activities of daily living (ADL). Pembentukan
kontraktur harus dicegah seoptimal mungkin. Penggunaan alat bantu disesuaikan
dengan profesi dan harapan pasien. Penelitian prospektif selama 3 tahun menunjukkan
bahwa suatu program rehabilitasi yang terpadu (hidroterapi, elektroterapi, psikoterapi,
penatalaksanaan gangguan kandung kemih dan saluran cerna) meningkatkan secara
signifikan nilai status fungsional pada penderita cedera medula spinalis.4
19
Pemberian steroid berdasarkan National Acute Spinal Cord Injury Studies
(NASCIS)
National Acute Spinal Cord Injury Studies (NASCIS) dibagi 3, yaitu :
 NASCIS I (USA, 1984)
o Tipe 1 = Pemberian 100mg matilprednisolon secara bolus, kemudian
25mg setiap 6 jam selama 10 hari
o Tipe 2 = Pemberian 1000mg metilprednisolon secara bolus, kemudian
25mg setiap 6 jam selama 10 hari
 NASCIS II (USA, 1990)
o Pemberian steroid harus sesegera mungkin. Bila cedera terjadi sebelum
8 jam, diberikan metilprednisolon dosis tinggi 30 mg/kgBB intravena
perlahan selama 15 menit. Disusul 45 menit kemudian infus 5,4
mg/kgBB/jam selama 23 jam. Tetapi jika terapinya diberikan 3-8 jam
setelah cedera, infus dianjurkan berakhir sampai 48 jam. Trial klinik
menunjukkan hasil statistik yang bermakna terhadap perbaikan
neurologis jangka panjang. Metilprednisolon bekerja menghambat
peroksidase dan sekunder akan meningkatkan asam arakidonat.
 NASCIS III (USA, 1997)
o Dosis metilprednisolon yang diberikan sama dengan protockol
NASCIS II namun diberikan selama 24 jam jika terapi diberikan < 3
jam setelah kejadian. Tetapi jika terapinya diberikan 3-8 jam setelah
cedera, infus dianjurkan berakhir sampai 48 jam.
Prognosis
Sebuah penelitian prospektif selama 27 tahun menunjukkan bahwa rata-rata
harapan hidup pasien cedera medula spinalis lebih rendah dibanding populasi normal.
Penurunan rata-rata lama harapan hidup sesuai dengan beratnya cedera. Penyebab
kematian utama adalah komplikasi disabilitas neurologik yaitu : pneumonia, emboli
paru, septikemia, dan gagal ginjal. medula spinalis; hasilnya menunjukkan bahwa
pemulihan fungsi kandung kemih terjadi pada 27% pasien pada 6 bulan pertama. Skor
awal ASIA berkorelasi dengan pemulihan fungsi kandung kemih.9
20
2. Neoplasma
Tumor medula spinalis merupakan 20% dari semua susunan saraf pusat.
Klasifikasi tumor medula spinalis yaitu5
:
a) Tumor ekstradural, merupakan 50% dari semua tumor intraspinal dan hampir
semuanya merupakan tumor metastase.
b) Tumor intradural, terdiri dari ekstramedular yang merupakan 90% dari seluruh
tumor intradural. Biasanya berasal dari meningen, radiks neuralis, jaringan
penunjang dan pembuluh darah. Lainnya adalah tumor intramedular,
jumlahnya lebih sedikit dibandingkan tumor ekstrameduler, berasal dari sel
glia, sel ependim dan vaskuler.
Umumnya manifestasi dini dari kompresi medula spinalis adalah berupa
gangguan fungsi traktus motorik. Bila lesi progresif hal ini akan diikuti dengan
gangguan fungsi kolumna dorsalis dan kemudian gangguan fungsi traktus
anterolateral. Gejala dan tanda yang dapat muncul berupa5
:
a) Nyeri, merupakan gejala tersering. Umumya muncul lebih dulu dari pada
tanda-tanda neurologis. Nyerinya konstan, tumpul, bertambah berat dan
bertambah jika bergerak atau jika ada kompresi dada.
b) Kelemahan, polanya upper motor neuron
c) Sensoris menurun, sampai atau tepat di bawah dermatom setinggi persarafan
yang mengalami kompresi
d) Ataksia
e) Retensio urin dan konstipasi merupakan gejala lanjut dari disfungsi otonom
3. Lesi Vaskuler
Suatu gangguan fungsi medula spinalis akibat lesi vaskuler juga disebut
penyakit spinovaskuler. Klasifikasi lesi vaskuler terdiri dari infark dan perdarahan5
.
21
4. Lesi Inflamasi
Suatu penyakit dengan inflamasi pada medula spinalis disebut mielitis.
Klasifikasi mielitis menurut Adam yaitu6
:
a) Mielitis yang disebabkan oleh virus
b) Mielitis yang disebabkan oleh bakteri, jamur, parasit dan penyakit granuloma
primer pada meningen dan medula spinalis
c) Mielitis yang disebabkan proses inflamasi non infeksius
5. Proses Degeneratif Dan Penyakit Sistemik
Menurut Adams (1981) penyakit degenerasi sistem saraf adalah penyakit yang
disebabkan karena kemunduran fungsi sel saraf yang terkena. Beberapa karakteristik
umum dari penyakit degeneratif adalah6
:
a) Penyakit ini timbul berangsur-angsur pada bagian sistem saraf yang
sebelumnya berfungsi normal
b) Umumnya perjalanan penyakit adalah progresif lambat
c) Lesi yang terdapat pada penyakit ini adalah simetris bilateral sehingga
walaupun manifestasi klinisnya mungkin didahului oleh salah satu sisi, akan
tetapi cepat atau lambat akan mengenai sisi yang lain
d) Beberapa jenis penyakit yang tergolong disini menyebabkan secara selektif
sistem saraf tertentu yang secara anatomi dan fisiologi berhubungan, sehingga
penyakit ini sering juga disebut penyakit sistemik.
6. Lain-Lain
Kelainan di luar kanalis spinalis dapat menyebabkan gangguan fungsi medula
spinalis, seperti5
:
a) Penyakit pada tulang vertebra seperti penyakit paget, penyakit pott,
osteoporosis yang hebat dan lain-lain
b) Kelainan pada diskus intervertebralis, dapat berupa rupture spondilosis dan
spondilitis
22
c) Iatrogenik, seperti akibat penyuntikan obat atau zat kontras intratekal atau
akibat terapi
d) Mielopati hepatik dan akibat keganasan pada jaringan ekstraneural
DASAR DIAGNOSIS
a. Dasar diagnosis klinis  Mielopati thorakal
Mielopati thorakal ditegakkan karena dari anamnesis didapatkan keluhan
pasien berupa rasa lemah dan berat pada kedua tungkai yang secara progresif
cepat menyebabkan tungkai tidak dapat digerakkan. Dari pemeriksaan fisik
juga ditemukan adanya paraparese UMN. Juga didapakan adanya gangguan
sensorik setinggi T 11 medula spinalis, dan adanya gangguan otonom.
b. Dasar diagnosis topik  Segmen T 11 medulla spinalis
Pada pasien ditemukan paraparese UMN yang dibuktikan dengan adanya
hipereflek pada patella dan Achilles, hipertonus dan tidak adanya atrofi otot.
Juga terdapat gangguan sensorik setinggi batas bawah lipatan mammae sampai
ketungkai T 11
c. Dasar diagnosa etiologik  Suspek tumor ektra medulla spinalis
Pada anamnesis didahului oleh nyeri radikuler BAK dan BAB terganggu.
d. Dasar diagnosis banding
Manifestasi klinis paraparese, mati rasa, inkontinensia uri pada pasien juga
dapat disebabkan oleh adanya tumor intra medula spinalis medula spinalis.
e. Diagnosa akhir
Mielopai torakal e.c suspek tumor ekstra menula spinalis medulla spinalis
23
DASAR ANJURAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan laboratorium darah rutin : Untuk mengetahui keadaan umum
pasien dan kemungkinan lain penyebab kelainan, seperti infeksi dengan
melihat kenaikan jumlah leukosit
b. Pemeriksaan laboratorium kimia darah : Untuk menilai fungsi organ-organ
lain.
c. Rontgen thoraks PA : untuk mendukung kecurigaan etiologik
d. Rontgen thoracolumbal AP-lateral : Untuk mendukung kecurigaan etiologi
penyakit pada pasien dan menilai struktur tulang segmen thoracolumbal.
e. MRI thoracolumbal (bila perlu dengan kontras) : Untuk mendukung
kecurigaan etiologi penyakit pada pasien.
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Bromley, I. (2006). Tetraplegia and Paraplegia, A Guide for Physiotherapists.
China : Elsevier.
2. Chussid, J. G. (1990). Korelasi Neuroanatomi dan Neurologi Fungsional, Bagian
Kedua. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press.
3. Baehr M, Frostcher M. Duus’ Topical Diagnosis In Neurology. New York.
Thieme Stuttgart. 2005.
4. Young W. Spinal Cord Injury Levels and Classification, Care Cure Community,
Keek Centre for Collaborative Neurosciense, 2002.
5. Koesoemawati H, dkk editor. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29. Jakarta:
EGC, 2000. 1419.
6. Ahmad A. Pola Penyakit Medula Spinalis di Lab/UPF Ilmu Penyakit Saraf
Rumah Sakit Dr Hasan Sadikin Bandung Periode 1981-1984. Bandung, 1985. 31-
128.
7. Schreiber D. Spinal Cord Inuries, eMedicine Journal, April, 2002.
8. FSIP. Spinal Cord Injury Facts : Statistics. Foundation for Spinal Cord Injury
Prevention, Care and Cure. 2001.
9. Adams RD, Victor M, Ropper AH. Disease of Spinal Cord in Principles of
Neurology, 7Th ed. McGraw-Hill, New York, 2001.
25

More Related Content

Similar to 219630832 case-yosua

200894661 case-yosua
200894661 case-yosua200894661 case-yosua
200894661 case-yosua
homeworkping4
 
Ny YW, UAP.pptx
Ny YW, UAP.pptxNy YW, UAP.pptx
Ny YW, UAP.pptx
arisitafirman1
 
Neuro 2023 Kasus Stroke Lansia FR HT.pptx
Neuro 2023 Kasus Stroke Lansia FR HT.pptxNeuro 2023 Kasus Stroke Lansia FR HT.pptx
Neuro 2023 Kasus Stroke Lansia FR HT.pptx
RashmeetaThadhani1
 
stroke hemorogik (1).pptx
stroke hemorogik (1).pptxstroke hemorogik (1).pptx
stroke hemorogik (1).pptx
AhmadMusafi
 
ARTRITIS SEPTIK.docx
ARTRITIS SEPTIK.docxARTRITIS SEPTIK.docx
ARTRITIS SEPTIK.docx
ssuser40ff1a
 
Case Iship Fraktur Basis Cranii.pptx
Case Iship Fraktur Basis Cranii.pptxCase Iship Fraktur Basis Cranii.pptx
Case Iship Fraktur Basis Cranii.pptx
VincensiusHans
 
[OSLER & DOPS] Vivian Fahmanissa_220702120014.pdf
[OSLER & DOPS] Vivian Fahmanissa_220702120014.pdf[OSLER & DOPS] Vivian Fahmanissa_220702120014.pdf
[OSLER & DOPS] Vivian Fahmanissa_220702120014.pdf
fauzfauzi
 
91722104 case-dr-andi-fajar
91722104 case-dr-andi-fajar91722104 case-dr-andi-fajar
91722104 case-dr-andi-fajar
homeworkping4
 
REFKAS HNP (1).pptx
REFKAS HNP (1).pptxREFKAS HNP (1).pptx
REFKAS HNP (1).pptx
peni28
 
Case Report Peritonitis Generalisata ec App Perforasi
Case Report Peritonitis Generalisata ec App PerforasiCase Report Peritonitis Generalisata ec App Perforasi
Case Report Peritonitis Generalisata ec App Perforasi
AbigailMadeline1
 
Refleksi Kasus Spina Bifida dengan hidrosefalus.pptx
Refleksi Kasus Spina Bifida dengan hidrosefalus.pptxRefleksi Kasus Spina Bifida dengan hidrosefalus.pptx
Refleksi Kasus Spina Bifida dengan hidrosefalus.pptx
FranklinLSinanu
 
care report SAH,IVH.docx
care report SAH,IVH.docxcare report SAH,IVH.docx
care report SAH,IVH.docx
Nisa523756
 
POMR Diare akut 30-3-2022.pptx
POMR Diare akut 30-3-2022.pptxPOMR Diare akut 30-3-2022.pptx
POMR Diare akut 30-3-2022.pptx
SyahrulAdzim
 
Low back pain
Low back pain Low back pain
Low back pain
cili htbrt
 
PPT Ujian Isna Zahra.pptx
PPT Ujian Isna Zahra.pptxPPT Ujian Isna Zahra.pptx
PPT Ujian Isna Zahra.pptx
IsnaZahra4
 
PPT Kasus Kecil Rheumatologi LINTANG edit.pptx
PPT Kasus Kecil Rheumatologi LINTANG edit.pptxPPT Kasus Kecil Rheumatologi LINTANG edit.pptx
PPT Kasus Kecil Rheumatologi LINTANG edit.pptx
LintangFifgiAndila
 
Acute Coronary Syndrome.pptx
Acute Coronary Syndrome.pptxAcute Coronary Syndrome.pptx
Acute Coronary Syndrome.pptx
ICPtvchannel1
 
CASE 2.pptx
CASE 2.pptxCASE 2.pptx
CASE 2.pptx
FebrinaHafida
 
101-128-PB.pdf
101-128-PB.pdf101-128-PB.pdf
101-128-PB.pdf
sasmitadewi6
 

Similar to 219630832 case-yosua (20)

200894661 case-yosua
200894661 case-yosua200894661 case-yosua
200894661 case-yosua
 
sh
shsh
sh
 
Ny YW, UAP.pptx
Ny YW, UAP.pptxNy YW, UAP.pptx
Ny YW, UAP.pptx
 
Neuro 2023 Kasus Stroke Lansia FR HT.pptx
Neuro 2023 Kasus Stroke Lansia FR HT.pptxNeuro 2023 Kasus Stroke Lansia FR HT.pptx
Neuro 2023 Kasus Stroke Lansia FR HT.pptx
 
stroke hemorogik (1).pptx
stroke hemorogik (1).pptxstroke hemorogik (1).pptx
stroke hemorogik (1).pptx
 
ARTRITIS SEPTIK.docx
ARTRITIS SEPTIK.docxARTRITIS SEPTIK.docx
ARTRITIS SEPTIK.docx
 
Case Iship Fraktur Basis Cranii.pptx
Case Iship Fraktur Basis Cranii.pptxCase Iship Fraktur Basis Cranii.pptx
Case Iship Fraktur Basis Cranii.pptx
 
[OSLER & DOPS] Vivian Fahmanissa_220702120014.pdf
[OSLER & DOPS] Vivian Fahmanissa_220702120014.pdf[OSLER & DOPS] Vivian Fahmanissa_220702120014.pdf
[OSLER & DOPS] Vivian Fahmanissa_220702120014.pdf
 
91722104 case-dr-andi-fajar
91722104 case-dr-andi-fajar91722104 case-dr-andi-fajar
91722104 case-dr-andi-fajar
 
REFKAS HNP (1).pptx
REFKAS HNP (1).pptxREFKAS HNP (1).pptx
REFKAS HNP (1).pptx
 
Case Report Peritonitis Generalisata ec App Perforasi
Case Report Peritonitis Generalisata ec App PerforasiCase Report Peritonitis Generalisata ec App Perforasi
Case Report Peritonitis Generalisata ec App Perforasi
 
Refleksi Kasus Spina Bifida dengan hidrosefalus.pptx
Refleksi Kasus Spina Bifida dengan hidrosefalus.pptxRefleksi Kasus Spina Bifida dengan hidrosefalus.pptx
Refleksi Kasus Spina Bifida dengan hidrosefalus.pptx
 
care report SAH,IVH.docx
care report SAH,IVH.docxcare report SAH,IVH.docx
care report SAH,IVH.docx
 
POMR Diare akut 30-3-2022.pptx
POMR Diare akut 30-3-2022.pptxPOMR Diare akut 30-3-2022.pptx
POMR Diare akut 30-3-2022.pptx
 
Low back pain
Low back pain Low back pain
Low back pain
 
PPT Ujian Isna Zahra.pptx
PPT Ujian Isna Zahra.pptxPPT Ujian Isna Zahra.pptx
PPT Ujian Isna Zahra.pptx
 
PPT Kasus Kecil Rheumatologi LINTANG edit.pptx
PPT Kasus Kecil Rheumatologi LINTANG edit.pptxPPT Kasus Kecil Rheumatologi LINTANG edit.pptx
PPT Kasus Kecil Rheumatologi LINTANG edit.pptx
 
Acute Coronary Syndrome.pptx
Acute Coronary Syndrome.pptxAcute Coronary Syndrome.pptx
Acute Coronary Syndrome.pptx
 
CASE 2.pptx
CASE 2.pptxCASE 2.pptx
CASE 2.pptx
 
101-128-PB.pdf
101-128-PB.pdf101-128-PB.pdf
101-128-PB.pdf
 

Recently uploaded

Pemaparan budaya positif di sekolah.pptx
Pemaparan budaya positif di sekolah.pptxPemaparan budaya positif di sekolah.pptx
Pemaparan budaya positif di sekolah.pptx
maulatamah
 
Materi 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptx
Materi 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptxMateri 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptx
Materi 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptx
ahyani72
 
Juknis Materi KSM Kabkota - Pendaftaran[1].pdf
Juknis Materi KSM Kabkota - Pendaftaran[1].pdfJuknis Materi KSM Kabkota - Pendaftaran[1].pdf
Juknis Materi KSM Kabkota - Pendaftaran[1].pdf
HendraSagita2
 
Aksi Nyata Erliana Mudah bukan memahamii
Aksi Nyata Erliana Mudah bukan memahamiiAksi Nyata Erliana Mudah bukan memahamii
Aksi Nyata Erliana Mudah bukan memahamii
esmaducoklat
 
pelayanan prima pada pelanggan dan karyawan
pelayanan prima pada pelanggan dan karyawanpelayanan prima pada pelanggan dan karyawan
pelayanan prima pada pelanggan dan karyawan
EvaMirzaSyafitri
 
Pelatihan AI GKA abdi Sabda - Apa itu AI?
Pelatihan AI GKA abdi Sabda - Apa itu AI?Pelatihan AI GKA abdi Sabda - Apa itu AI?
Pelatihan AI GKA abdi Sabda - Apa itu AI?
SABDA
 
RENCANA TINDAK LANJUT (RTL) PASCA PELATIHAN.pptx
RENCANA TINDAK LANJUT (RTL) PASCA PELATIHAN.pptxRENCANA TINDAK LANJUT (RTL) PASCA PELATIHAN.pptx
RENCANA TINDAK LANJUT (RTL) PASCA PELATIHAN.pptx
mukminbdk
 
KONSEP TEORI TERAPI KOMPLEMENTER - KELAS B KELOMPOK 10.pdf
KONSEP TEORI TERAPI KOMPLEMENTER - KELAS B KELOMPOK 10.pdfKONSEP TEORI TERAPI KOMPLEMENTER - KELAS B KELOMPOK 10.pdf
KONSEP TEORI TERAPI KOMPLEMENTER - KELAS B KELOMPOK 10.pdf
AsyeraPerangin1
 
Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...
Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...
Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...
nasrudienaulia
 
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 8 Fase D Kurikulum Merdeka
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 8 Fase D Kurikulum MerdekaModul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 8 Fase D Kurikulum Merdeka
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 8 Fase D Kurikulum Merdeka
Fathan Emran
 
Modul Ajar Matematika Kelas 8 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]
Modul Ajar Matematika Kelas 8 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]Modul Ajar Matematika Kelas 8 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]
Modul Ajar Matematika Kelas 8 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]
Fathan Emran
 
Panduan Penggunaan Rekomendasi Buku Sastra.pdf
Panduan Penggunaan Rekomendasi Buku Sastra.pdfPanduan Penggunaan Rekomendasi Buku Sastra.pdf
Panduan Penggunaan Rekomendasi Buku Sastra.pdf
MildayantiMildayanti
 
RPH BAHASA MELAYU TAHUN 6 SJKC 2024.pptx
RPH BAHASA MELAYU TAHUN 6 SJKC 2024.pptxRPH BAHASA MELAYU TAHUN 6 SJKC 2024.pptx
RPH BAHASA MELAYU TAHUN 6 SJKC 2024.pptx
YongYongYong1
 
PENDAMPINGAN INDIVIDU 2 CGP ANGKATAN 10 KOTA DEPOK
PENDAMPINGAN INDIVIDU 2 CGP ANGKATAN 10 KOTA DEPOKPENDAMPINGAN INDIVIDU 2 CGP ANGKATAN 10 KOTA DEPOK
PENDAMPINGAN INDIVIDU 2 CGP ANGKATAN 10 KOTA DEPOK
GusniartiGusniarti5
 
Media Pembelajaran kelas 3 SD Materi konsep 8 arah mata angin
Media Pembelajaran kelas 3 SD Materi konsep 8 arah mata anginMedia Pembelajaran kelas 3 SD Materi konsep 8 arah mata angin
Media Pembelajaran kelas 3 SD Materi konsep 8 arah mata angin
margagurifma2023
 
Laporan Pembina Pramuka sd format doc.docx
Laporan Pembina Pramuka sd format doc.docxLaporan Pembina Pramuka sd format doc.docx
Laporan Pembina Pramuka sd format doc.docx
RUBEN Mbiliyora
 
Aksi Nyata Disiplin Positif: Hukuman vs Restitusi vs Konsekuensi
Aksi Nyata Disiplin Positif: Hukuman vs Restitusi vs KonsekuensiAksi Nyata Disiplin Positif: Hukuman vs Restitusi vs Konsekuensi
Aksi Nyata Disiplin Positif: Hukuman vs Restitusi vs Konsekuensi
sabir51
 
SAINS TINGKATAN 4 BAB 11 DAYA DAN GERAKAN
SAINS TINGKATAN 4 BAB 11 DAYA DAN GERAKANSAINS TINGKATAN 4 BAB 11 DAYA DAN GERAKAN
SAINS TINGKATAN 4 BAB 11 DAYA DAN GERAKAN
NURULNAHARIAHBINTIAH
 
Kelompok 2 Tugas Modul 2.1 Ruang Kolaborasi.pdf
Kelompok 2 Tugas Modul 2.1 Ruang Kolaborasi.pdfKelompok 2 Tugas Modul 2.1 Ruang Kolaborasi.pdf
Kelompok 2 Tugas Modul 2.1 Ruang Kolaborasi.pdf
JALANJALANKENYANG
 
Kisi-kisi PAT IPS Kelas 8 semester 2.pdf
Kisi-kisi PAT IPS Kelas 8 semester 2.pdfKisi-kisi PAT IPS Kelas 8 semester 2.pdf
Kisi-kisi PAT IPS Kelas 8 semester 2.pdf
indraayurestuw
 

Recently uploaded (20)

Pemaparan budaya positif di sekolah.pptx
Pemaparan budaya positif di sekolah.pptxPemaparan budaya positif di sekolah.pptx
Pemaparan budaya positif di sekolah.pptx
 
Materi 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptx
Materi 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptxMateri 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptx
Materi 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptx
 
Juknis Materi KSM Kabkota - Pendaftaran[1].pdf
Juknis Materi KSM Kabkota - Pendaftaran[1].pdfJuknis Materi KSM Kabkota - Pendaftaran[1].pdf
Juknis Materi KSM Kabkota - Pendaftaran[1].pdf
 
Aksi Nyata Erliana Mudah bukan memahamii
Aksi Nyata Erliana Mudah bukan memahamiiAksi Nyata Erliana Mudah bukan memahamii
Aksi Nyata Erliana Mudah bukan memahamii
 
pelayanan prima pada pelanggan dan karyawan
pelayanan prima pada pelanggan dan karyawanpelayanan prima pada pelanggan dan karyawan
pelayanan prima pada pelanggan dan karyawan
 
Pelatihan AI GKA abdi Sabda - Apa itu AI?
Pelatihan AI GKA abdi Sabda - Apa itu AI?Pelatihan AI GKA abdi Sabda - Apa itu AI?
Pelatihan AI GKA abdi Sabda - Apa itu AI?
 
RENCANA TINDAK LANJUT (RTL) PASCA PELATIHAN.pptx
RENCANA TINDAK LANJUT (RTL) PASCA PELATIHAN.pptxRENCANA TINDAK LANJUT (RTL) PASCA PELATIHAN.pptx
RENCANA TINDAK LANJUT (RTL) PASCA PELATIHAN.pptx
 
KONSEP TEORI TERAPI KOMPLEMENTER - KELAS B KELOMPOK 10.pdf
KONSEP TEORI TERAPI KOMPLEMENTER - KELAS B KELOMPOK 10.pdfKONSEP TEORI TERAPI KOMPLEMENTER - KELAS B KELOMPOK 10.pdf
KONSEP TEORI TERAPI KOMPLEMENTER - KELAS B KELOMPOK 10.pdf
 
Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...
Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...
Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...
 
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 8 Fase D Kurikulum Merdeka
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 8 Fase D Kurikulum MerdekaModul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 8 Fase D Kurikulum Merdeka
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 8 Fase D Kurikulum Merdeka
 
Modul Ajar Matematika Kelas 8 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]
Modul Ajar Matematika Kelas 8 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]Modul Ajar Matematika Kelas 8 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]
Modul Ajar Matematika Kelas 8 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]
 
Panduan Penggunaan Rekomendasi Buku Sastra.pdf
Panduan Penggunaan Rekomendasi Buku Sastra.pdfPanduan Penggunaan Rekomendasi Buku Sastra.pdf
Panduan Penggunaan Rekomendasi Buku Sastra.pdf
 
RPH BAHASA MELAYU TAHUN 6 SJKC 2024.pptx
RPH BAHASA MELAYU TAHUN 6 SJKC 2024.pptxRPH BAHASA MELAYU TAHUN 6 SJKC 2024.pptx
RPH BAHASA MELAYU TAHUN 6 SJKC 2024.pptx
 
PENDAMPINGAN INDIVIDU 2 CGP ANGKATAN 10 KOTA DEPOK
PENDAMPINGAN INDIVIDU 2 CGP ANGKATAN 10 KOTA DEPOKPENDAMPINGAN INDIVIDU 2 CGP ANGKATAN 10 KOTA DEPOK
PENDAMPINGAN INDIVIDU 2 CGP ANGKATAN 10 KOTA DEPOK
 
Media Pembelajaran kelas 3 SD Materi konsep 8 arah mata angin
Media Pembelajaran kelas 3 SD Materi konsep 8 arah mata anginMedia Pembelajaran kelas 3 SD Materi konsep 8 arah mata angin
Media Pembelajaran kelas 3 SD Materi konsep 8 arah mata angin
 
Laporan Pembina Pramuka sd format doc.docx
Laporan Pembina Pramuka sd format doc.docxLaporan Pembina Pramuka sd format doc.docx
Laporan Pembina Pramuka sd format doc.docx
 
Aksi Nyata Disiplin Positif: Hukuman vs Restitusi vs Konsekuensi
Aksi Nyata Disiplin Positif: Hukuman vs Restitusi vs KonsekuensiAksi Nyata Disiplin Positif: Hukuman vs Restitusi vs Konsekuensi
Aksi Nyata Disiplin Positif: Hukuman vs Restitusi vs Konsekuensi
 
SAINS TINGKATAN 4 BAB 11 DAYA DAN GERAKAN
SAINS TINGKATAN 4 BAB 11 DAYA DAN GERAKANSAINS TINGKATAN 4 BAB 11 DAYA DAN GERAKAN
SAINS TINGKATAN 4 BAB 11 DAYA DAN GERAKAN
 
Kelompok 2 Tugas Modul 2.1 Ruang Kolaborasi.pdf
Kelompok 2 Tugas Modul 2.1 Ruang Kolaborasi.pdfKelompok 2 Tugas Modul 2.1 Ruang Kolaborasi.pdf
Kelompok 2 Tugas Modul 2.1 Ruang Kolaborasi.pdf
 
Kisi-kisi PAT IPS Kelas 8 semester 2.pdf
Kisi-kisi PAT IPS Kelas 8 semester 2.pdfKisi-kisi PAT IPS Kelas 8 semester 2.pdf
Kisi-kisi PAT IPS Kelas 8 semester 2.pdf
 

219630832 case-yosua

  • 1. Get Homework/Assignment Done Homeworkping.com Homework Help https://www.homeworkping.com/ Research Paper help https://www.homeworkping.com/ Online Tutoring https://www.homeworkping.com/ click here for freelancing tutoring sites RSUD ARIFIN ACHMAD Fakultas Kedokteran UR SMF/ BAGIAN SARAF Sekretariat : SMF Saraf – Irna Medikal Lantai 4 Jl. Diponegoro No. 2 Telp. (0761) 7026225 P E K A N B A R U STATUS PASIEN Nama Koass Yosua Butar Butar N I M / N U K 0508151221 Pembimbing dr. Amsar, Sp.S I. IDENTITAS PASIEN Nama Ny. M Umur 53 tahun Jenis kelamin Perempuan Alamat Jl. Pemuda, Pekanbaru Agama Islam Status perkawinan Kawin Pekerjaan Ibu Rumah Tangga Tanggal Masuk RS 19 Desember 2013 Medical Record 835629 II. ANAMNESIS (Autoanamnesa) 1
  • 2. Keluhan Utama Lemah kedua tungkai bawah sejak 4 hari SMRS Riwayat Penyakit Sekarang • Sejak 4 hari SMRS pasien mengeluhkan kedua kaki terasa lemah, lemah terjadi secara pelahan-lahan, dan diawali dari kaki sebelah kanan. Awalnya pasien dapat berjalan dengan dipapah , namun setelah beberapa hari pasien tidak mampu berdiri tetapi masih dapat menggerakkan kaki , Pasien juga mengeluhkan kurangnya sensasi rasa mulai dari perut sampai ke telapak kaki. Pasien juga susah untuk mengontrol buang air kecil, BAB.lancar • 2 Minggu SMRS pasien sering mengeluhkan nyeri pada pinggang sampai ke kedua kaki, nyeri dirasa seperti ditusuk tusuk dan diperparah apabila sedang beraktifitas, pasien juga sudah mengeluhkan rasa kebas pada kedua kaki, dan mulai merasa lemah pada kaki kanan • Keluhan penurunan kesadaran (-), demam (-). Kemudian pasien dibawa ke RSUD AA. Riwayat Penyakit Dahulu • Riwayat hipertensi (-), DM (-) • Riwayat Stroke (-) • Riwayat batuk lama tidak ada. • Riwayat konsumsi obat 6 bulan tidak ada. Riwayat Penyakit Keluarga • Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan atau penyakit yang sama. RESUME ANAMNESIS Ny. M, 53 tahun, datang dengan keluhan kedua tungkai bawah lemah sejak 4 hari sebelum dilakukan pemeriksaan. Diawali oleh kaki sebelah kanan, dan ditambah mati rasa dari perut sampai ke telapak kaki, BAK sulit dikontrol. 2
  • 3. III. PEMERIKSAAN A. KEADAAN UMUM Tekanan darah : Kanan : 140/90 mmHg, Kiri : 140/90 mmHg Denyut nadi : Kanan : 86 x/mnt, teratur Kiri : 86 x/mnt, teratur Jantung : HR : 86 x/mnt, irama teratur Paru : Respirasi : 20x/mnt, tipe thorakoabdominal Keadaan Gizi : Baik B. STATUS NEUROLOGIK 1) KESADARAN : Komposmentis GCS : E4 M6 V5 2) FUNGSI LUHUR : Normal 3) KAKU KUDUK : Tidak Ada 4) SARAF KRANIAL 1. N. I (Olfactorius) Kanan Kiri Keterangan Daya pembau N N Tidak ada kelainan 2. N.II (Opticus) Kanan Kiri Keterangan Daya penglihatan Lapang pandang Pengenalan warna N N N N N N Tidak ada kelainan 3. N.III (Oculomotorius) Kanan Kiri Keterangan Ptosis Pupil Bentuk Ukuran Gerak bola mata Refleks pupil Langsung Tidak langsung (-) Bulat 2 mm N (+) (+) (-) Bulat 2 mm N (+) (+) Tidak ada kelainan 4. N. IV (Trokhlearis) Kanan Kiri Keterangan Gerak bola mata N N Tidak ada kelainan 5. N. V (Trigeminus) Kanan Kiri Keterangan 3
  • 4. Motorik Sensibilitas Refleks kornea N N (+) N N (+) Tidak ada kelainan 6. N. VI (Abduscens) Kanan Kiri Keterangan Gerak bola mata Strabismus Deviasi N (-) (-) N (-) (-) Tidak ada kelainan 7. N. VII (Facialis) Kanan Kiri Keterangan Tic Motorik Daya perasa Tanda chvostek (-) N N (-) (-) N N (-) Tidak ada kelainan 8. N. VIII (Akustikus) Kanan Kiri Keterangan Pendengaran N N Tidak ada kelainan 9. N. IX (Glossofaringeus) Kanan Kiri Keterangan Arkus farings Daya perasa Refleks muntah N N (+) N N (+) Tidak ada kelainan 10. N. X (Vagus) Kanan Kiri Keterangan Arkus farings Dysfonia N (-) N (-) Tidak ada kelainan 11. N. XI (Assesorius) Kanan Kiri Keterangan Motorik Trofi N Eutrofi N Eutrofi Tidak ada kelainan 12. N. XII (Hipoglossus) Kanan Kiri Keterangan Motorik Trofi Tremor Disartri N Eutrofi - - N Eutrofi - - Tidak ada kelainan 4
  • 5. IV. SISTEM MOTORIK Kanan Kiri Keterangan Ekstremitas atas Kekuatan Distal Proksimal Tonus Trofi Ger.involunter 5 5 Normal Eutrofi (-) 5 5 Normal Eutrofi (-) Tidak ada kelainan Ekstremitas bawah Kekuatan Distal Proksimal Tonus Trofi Ger.involunter 2 2 Hipertonus Eutrofi (-) 2 2 hipertonus Eutrofi (-) Paraparese UMN Badan Trofi Ger. Involunter Ref. Dinding perut Eutrofi (-) (+) Eutrofi (-) (+) Tidak ada kelainan V. SISTEM SENSORIK Kanan Kiri Keterangan Raba Nyeri Suhu Propioseptif - - - DBN - - - DBN Hipestesi setinggi T 11 VI. REFLEKS Kanan Kiri Keterangan Fisiologis 5
  • 6. Biseps Triseps KPR APR (+) (+) (+) Meningkat (+) (+) (+) (+) Meningkat (+) Refleks fisiologis (+) Meningkat Patologis Babinski Chaddock Hoffman Tromer Reflek primitif Palmomental Snout (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) Refleks patologis (-) Refleks primitif (-) VII.FUNGSI KOORDINASI Kanan Kiri Keterangan Tes telunjuk hidung Tes tumit lutut Gait Tandem Romberg N SDN SDN SDN SDN N SDN SDN SDN SDN Pemeriksaan tumit lutut, gait, tandem dan romberg tidak dapat dilakukan VIII. SISTEM OTONOM Miksi : Terpasang kateter Defekasi : Konstipasi IX. PEMERIKSAAN KHUSUS/LAIN a. Laseque : Tidak terbatas b. Kernig : Tidak terbatas c. Patrick : -/- d. Kontrapatrick : -/- e. Valsava test : -/- f. Brudzinski : -/- OTONOM Miksi : Sulit ditahan Defekasi : konstipasi Pemeriksaan DCML Raba halus : Hipestesi setinggi thorakal 11 Getaran : DBN 6
  • 7. Kinestesia : DBN Stereognosia : DBN X. RESUME PEMERIKSAAN Keadaan umum Kesadaran : Komposmentis Tekanan darah : 140/90 mmHg Pernafasan : 20 x/mnt, tipe thorakoabdominal Fungsi luhur : Normal Rangsang meningeal : (-) Saraf kranial : Dalam batas normal Motorik : Paraparese UMN Sensorik : Hipestesi setinggi T 11 Koordinasi : Sulit dinilai Otonom : Terjadi gangguan syaraf otonom Refleks fisiologis : Meningkat pada ekstremitas bawah Refleks patologis : (-) Pemeriksaan lain : Laseque (-), Kernig (-), Patrick (-), Kontrapatrick (-) Pemeriksaan DCML : Dalam batas normal C. DIAGNOSIS KERJA DIAGNOSIS KLINIS : Mielopati Thorakal DIAGNOSIS TOPIK : Medulla spinalis segmen T 11 DIAGNOSIS ETIOLOGIK : Susp. Tumor ekstra medula spinalis DIAGNOSA BANDING : Suspe. Tumor intra medula spinalis D. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG 7
  • 8. • Pemeriksaan laboratorium darah rutin: Hb, Ht, Leukosit, Trombosit • Pemeriksaan laboratorium kimia darah: AST, ALT, Ureum-kreatinin • Rontgen thorax PA • Rontgen vertebrae thorakolumbal AP-lateral • MRI thoracolumbal E. USULAN TERAPI a. Umum - Immobilisasi - Fisioterapi, bladder training - Kontrol tanda vital - Pemberian nutrisi peroral sesuai kebutuhan kalori b. Khusus - IVFD RL 20 gtt/i - Inj. Metilprednisolon 3 x 125 mg. IV - Inj. Ranitidin 1 gr 2x1 F. HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan kimia darah (29 Juni 2013) • Leukosit : 10,8 x103 /Ul • HB : 11,3 gr/dl • HT : 34,9 L% • PLT : 184x103 /ul Pemeriksaan Elektrolit Na : 135 mmol/l K : 4.3 mmol/l Cl : 104,7 mmol/; Pemeriksaan kimia darah • Glukosa : 92 mg/dl • BUN : 14,3 mg/dL • Ureum : 31,0 mg/dL 8
  • 9. • CR-S : 1,11 mg/dL • AST : 27,8 IU/L • ALT : 27 IU/L Rontgen vertebrae thoraco-lumbal Kesan : Segmen torakolumbal tak tampak kelainan MRI : Thoracolumbal 9
  • 10. G. FOLLOW UP Tanggal 20 Desember 2013 S : lemah pada kedua kaki, kesemutan (+) O: Kesadaran komposmentis GCS : E4V5M6 TD : 130/80 mmHg Nadi : 84x/menit, teratur Nafas : 18x/menit Suhu : 36,7°C Fungsi luhur : Normal Saraf kranial : Dalam Batas Normal Sensorik : N N Motorik : 5 5 3 3 Otonom : BAK : terpasang kateter BAB : Belum ada Refleks  Fisiologis : Meningkat  Patologis : - A: Mielopati Thorakal 10 Kesan : Spondilitis pada Th 11-12 yang menyebabkan canalis stenosis ringan yang menyebabkan mielopati ringan pada level tersebut
  • 11. P: IVFD RL 20 gtt/i Inj. Metilprednisolon 3 x 125 mg. IV Inj. Ranitidin 1gr 2x1 I.V PEMBAHASAN I. Paraparese 1,2 a. Definisi Paraparese adalah kelemahan otot kedua ekstremitas bawah pada fungsi motorik dan sensorik pada segmen torakal, lumbal, atau sacral medulla spinalis. b. Klasifikasi  Paraparese spastik  paraparese spastik terjadi karena kerusakan yang mengenai upper motor neuron (UMN), sehingga menyebabkan peningkatan tonus otot atau hipertonus.  Paraparese flaksid  Paraparese flaksid terjadi karena kerusakan yang mengenai lower motor neuron (LMN), sehingga menyebabkan penurunan tonus otot atau hipotonus. 1,2 c. Patogenesis1,2 Lesi yang mendesak medulla spinalis sehingga merusak daerah jaras kortikospinalis lateral dapat menimbulkan kelumpuhan UMN pada otot-otot bagian tubuh yang terletak dibawah tingkat lesi. Lesi transversal medulla spinalis pada 11
  • 12. tingkat servikal, misalnya C5 dapat mengakibatkan kelumpuhan UMN pada otot-otot, kedua lengan yang berasal dari miotoma C6 sampai miotoma C8, lalu otot-otot toraks dan abdomen serta seluruh otot-otot kedua ekstremitas. Akibat terputusnya lintasan somatosensoris dan lintasan autonom neurovegetatif asendens dan desendens, maka dari tingkat lesi kebawah, penderita tidak dapat melakukan buang air besar dan kecil, serta tidak memperlihatkan reaksi neurovegetatif. Lesi transversal yang memotong medulla spinalis pada tingkat torakal atau tingkat lumbal atas mengakibatkan kelumpuhan yang pada dasarnya serupa dengan lesi yang terjadi pada daerah servikal yaitu pada tingkat lesi terjadi gangguan motorik berupa kelumpuhan LMN pada otot-otot yang merupakan sebagian kecil dari otot-otot toraks dan abdomen, namun kelumpuhan yang terjadi tidak begitu jelas terlihat dikarenakan peranan dari otot-otot tersebut kurang menonjol. Hal ini dikarenakan lesi dapat mengenai kornu anterior medula spinalis. Dan dibawah tingkat lesi dapat terjadi gangguan motorik berupa kelumpuhan UMN karena jaras kortikospinal lateral segmen thorakal terputus. Gangguan fungsi sensorik dapat terjadi karena lesi yang mengenai kornu posterior medula spinalis maka akan terjadi penurunan fungsi sensibilitas dibawah lesi. Sehingga penderita berkurang merasakan adanya rangsang taktil, rangsang nyeri, rangsang thermal, rangsang discrim dan rangsang lokalis. Gangguan fungsi otonom dapat terjadi karena terputusnya jaras ascenden spinothalamicus sehingga inkotinensia urin dan inkotinensia alvi. Tingkat lesi transversal di medula spinalis mudah terungkap oleh batas defisit sensorik. Dibawah batas tersebut, tanda-tanda UMN dapat ditemukan pada kedua tungkai secara lengkap. Paraparese dapat disebabkan oleh suatu infeksi, satu hingga dua segmen dari medula spinalis dapat rusak secara sekaligus. Infeksi langsung dapat terjadi melalui emboli septik, luka terbuka dari tulang belakang, penjalaran osteomielitis, atau perluasan dari proses meningitis piogenik. Istilah mielitis tidak saja digunakan untuk proses peradangan pada medulla spinalis namun juga digunakan apabila lesinya menyerupai proses peradangan dan disebabkan oleh proses patologi yang mempunyai hubungan dengan infeksi, adanya tumor baik tumor ekstramedular maupun intramedular serta trauma yang menyebabkan cedera medulla spinalis. 12
  • 13. d. Manifestasi klinis1,2  Hipertonus  Hiperfleksi  Reflek patologis (+)  Klonus  Atrofi otot tidak ada  Refleks automatisme spinal e. Diagnosis1,2  Ray-spine Dilakukan X-Ray spine dengan permintaan lateral dan oblique. Tanda degenerasi dari spine adalah : • Reduksi dari ruang intevertebralis • Penyempitan foramen intevertebralis • Formasi osteofit • Pelebaran jarak antar pedunkular ditemukan pada lesi intradural  Mielogram  CT Scan  Analisis CSF Pemeriksaan penunjang lainnya :  X-Ray Toraks yang akan memperlihatkan suatu keganasan.  Tes serologi untuk mendeteksi adanya sifilis  IgA atau IgG albumin untuk mendiagnosa dari sklerosis multiple  Tes darah rutin  Pemeriksaan urin 13
  • 14. f. Komplikasi1,2  Luka dekubitus  Kontraktur  Infeksi traktus urinarius  Emboli paru  Deep vein thrombosis  Paralisis otot-otot pernapasan g. Penatalaksanaan 1,2  Terapi utama didasarkan dan disesuaikan dengan penyakit penyebab paraparese spastik.  Penanganan spastisitas Fisioterapi terdiri dari : • Prolonged passive stretching • Hydrotherapy • Refl ex inhibiting postures • Standing and walking • Ice therapy  Farmakologi • Antispasmodik • Inj intratechal baclofen / morphine • Blok saraf lokal sementara dgn toksin botulinum pada otot yang spesifik. II. Mielopati 14
  • 15. Mielopati adalah gangguan fungsi pada medula spinalis yang biasanya sering dihubungkan dengan trauma vertebra, tumor pada medula spinalis, gangguan vaskular yang dapat menyebabkan infark dari medula spinalis, infeksi pada medula spinalis. Gambaran atau ciri yang ditimbulkan oleh penyebab dari mielopati tergantung lokasi dan anatomi dari medula spinalis.3 Klasifikasi Cedera medula spinalis dapat dibagi menjadi komplet dan tidak komplet berdasarkan ada/tidaknya fungsi yang dipertahankan di bawah lesi.4 Karakteristik Lesi Komplet Lesi Inkomplet Motorik Hilang di bawah lesi Sering (+) Protopatik (nyeri, suhu) Hilang di bawah lesi Sering (+) Propioseptik (joint position, vibrasi) Hilang di bawah lesi Sering (+) Sacral sparing negatif positif Ro. vertebra Sering fraktur, luksasi, atau listesis Sering normal MRI (Ramon, 1997, data 55 pasien cedera medula spinalis; 28 komplet, 27 inkomplet) Hemoragi (54%), Kompresi (25%), Kontusi (11%) Edema (62%), Kontusi (26%), normal (15%) Terdapat 5 sindrom utama cedera medula spinalis inkomplet menurut American Spinal Cord Injury Association yaitu: (1) Central Cord Syndrome, (2) Anterior Cord Syndrome, (3) Brown Sequard Syndrome, (4) Cauda Equina Syndrome, dan (5) Conus Medullaris Syndrome Karakteristi k klinik Central Cord Syndrome Anterior Cord Syndrome Brown Sequard Syndrome Posterior Cord Syndrome Kejadian Sering Jarang Jarang Sangat jarang Biomekanika Hiperekstensi Hiperfleksi Penetrasi Hiperekstensi Motorik Gangguan bervariasi ; jarang paralisis komplet Sering paralisis komplet (ggn tractus desenden); biasanya bilateral Kelemahan anggota gerak ipsilateral lesi; ggn traktus desenden (+) Gangguan bervariasi, ggn tractus descenden ringan 15
  • 16. Protopatik Gangguan bervariasi tidak khas Sering hilang total (ggn tractus ascenden); bilateral Sering hilang total (ggn tractus ascenden) kontralateral Gangguan bervariasi, biasanya ringan Propioseptik Jarang sekali terganggu Biasanya utuh Hilang total ipsilateral; ggn tractus ascenden Terganggu Perbaikan Sering nyata dan cepat; khas kelemahan tangan dan jari menetap Paling buruk di antara lainnya Fungsi buruk, namun independensi paling baik NA Penyebab Lesi Medula Spinalis De Young (1979) menggolongkan penyebab lesi medula spinalis dalam5,6 : 1. Lesi traumatik 2. Neoplasma 3. Lesi vaskuler 4. Lesi inflamasi 5. Proses degeneratif dan penyakit sistemik 6. Lain-lain 16
  • 17. 1. Lesi Traumatik Guttmann membagi trauma medula spinalis dalam 3 macam sindrom, yaitu5,6 : a. Komosio medula spinalis Keadaan ini disebabkan oleh suatu trauma tidak langsung pada medulla spinalis yang tidak menyebabkan fraktur atau dislokasi. Pada keadaan ini terdapat gangguan fungsi medula spinalis yang terjadi langsung tetapi hanya bersifat sementara. Gejala gangguan medula spinalis ini dapat membaik dalam 24 jam-14 hari5,6 . b. Kontusio medula spinalis Keadaan ini dapat disebabkan oleh trauma langsung maupun tidak langsung pada kolumna vertebralis. Gejala gangguan fungsi umumnya berat dan perbaikan hanya dapat diharapkan terjadi dalam waktu yang lama dan umumnya tidak sempurna5,6 . c. Kompresi medula spinalis Pada keadaan ini selalu disertai kelainan pada kolumna vertebralis yang menyebabkan terjadi gangguan fungsi medula spinalis. Oleh karena lesi di parenkim medula spinalis umumnya ireversibel, gangguan fungsi di sini bersifat menetap dan jarang terdapat perbaikan yang memadai5,6 . Green (1982) menyebutkan bahwa secara patofisiologi terdapat 2 faktor yang berpengaruh pada trauma medula spinalis, yaitu5,6 : 1. Faktor Ekstrinsik, faktor yang menyebabkan kemungkinan terjadi kompresi pada medula spinalis seperti fraktur dan dislokasi, fraktur saja atau dislokasi saja. Suatu fraktur yang disertai dislokasi sering menyebabkan terjadinya keadaan tidak stabil yang dapat menyebabkan keadaan neurologik progresif memburuk. Umumnya terdapat robekan ligament anterior maupun posterior. 2. Faktor Intrinsik, yaitu perubahan-perubahan yang terjadi pada medula spinalis akibat trauma yang datang tiba-tiba, seperti perubahan morfologis, vaskuler dan metabolism atau kimia. Gejala klinis trauma medula spinalis adalah: 17
  • 18. a. Shock spinal, yaitu defisit neurologi sementara yang timbul umumnya dalam 24- 48 jam pasca trauma medula spinalis. Selama periode ini ditemukan paralisis flaksid dan kehilangan seluruh refleks dibawah lesi. Tanda pertama hilangnya keadaan ini adalah timbulnya refleks di bawah lesi seperti refleks bulbokavernosus dan “anal wink”. Keadaan ini timbul 6-12 minggu setelah trauma8 . b. Kompresi medula spinalis c. Transeksi komplit medula spinalis d. Hemiseksi medula spinalis e. Hematomielia f. Lesi di atas servikal g. Lesi di tengah dan bawah servikal h. Lesi di torakal i. Lesi pada konus medularis j. Lesi pada kauda equine Pemeriksaan neurologi Pada kasus-kasus mielopati, pemeriksaan status neurologi lokal merupakan hal yang sangat penting. Pemeriksaan status neurologis lokalis pada pasien cedera medula spinalis mengacu pada panduan dari American Spinal Cord Injury Association/ ASIA. Klasifikasi dibuat berdasarkan rekomendasi ASIA, A: untuk lesi komplet, sampai dengan E: untuk keadaan normal.4 Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan penunjang yang sebaiknya dikerjakan meliputi pemeriksaan laboratorium darah dan pemeriksaan radiologis. Dianjurkan melakukan pemeriksaan 3 18
  • 19. posisi standar (anteroposterior, lateral, odontoid) untuk vertebra servikal, dan posisi AP dan lateral untuk vertebra thorakal dan lumbal. Pada kasus-kasus yang tidak menunjukkan kelainan radiologis, pemeriksaan lanjutan dengan CT Scan dan MRI sangat dianjurkan. Magnetic Resonance Imaging merupakan alat diagnostik yang paling baik untuk mendeteksi lesi di medula spinalis akibat cedera/trauma.7 Tatalaksana Terapi pada cedera medula spinalis terutama ditujukan untuk meningkatkan dan mempertahankan fungsi sensoris dan motoris. Pasien dengan cedera medula spinalis komplet hanya memiliki peluang 5% untuk kembali normal. Lesi medula spinalis komplet yang tidak menunjukkan perbaikan dalam 72 jam pertama, cenderung menetap dan prognosisnya buruk. Cedera medula spinalis tidak komplet cenderung memiliki prognosis yang lebih baik. Apabila fungsi sensoris di bawah lesi masih ada, maka kemungkinan untuk kembali berjalan adalah lebih dari 50% . Metilprednisolon merupakan terapi yang paling umum digunakan untuk cedera medula spinalis traumatika dan direkomendasikan oleh National Institute of Health di Amerika Serikat.8 Tindakan rehabilitasi medik merupakan kunci utama dalam penanganan pasien cedera medula spinalis. Fisioterapi, terapi okupasi, dan bladder training pada pasien ini dikerjakan seawal mungkin. Tujuan utama fisioterapi adalah untuk mempertahankan ROM (Range of Movement) dan kemampuan mobilitas, dengan memperkuat fungsi otot-otot yang ada. Pasien dengan Central Cord Syndrome / CSS biasanya mengalami pemulihan kekuatan otot ekstremitas bawah yang baik sehingga dapat berjalan dengan bantuan ataupun tidak. Terapi okupasional terutama ditujukan untuk memperkuat dan memperbaiki fungsi ekstremitas atas, mempertahankan kemampuan aktivitas hidup sehari-hari/ activities of daily living (ADL). Pembentukan kontraktur harus dicegah seoptimal mungkin. Penggunaan alat bantu disesuaikan dengan profesi dan harapan pasien. Penelitian prospektif selama 3 tahun menunjukkan bahwa suatu program rehabilitasi yang terpadu (hidroterapi, elektroterapi, psikoterapi, penatalaksanaan gangguan kandung kemih dan saluran cerna) meningkatkan secara signifikan nilai status fungsional pada penderita cedera medula spinalis.4 19
  • 20. Pemberian steroid berdasarkan National Acute Spinal Cord Injury Studies (NASCIS) National Acute Spinal Cord Injury Studies (NASCIS) dibagi 3, yaitu :  NASCIS I (USA, 1984) o Tipe 1 = Pemberian 100mg matilprednisolon secara bolus, kemudian 25mg setiap 6 jam selama 10 hari o Tipe 2 = Pemberian 1000mg metilprednisolon secara bolus, kemudian 25mg setiap 6 jam selama 10 hari  NASCIS II (USA, 1990) o Pemberian steroid harus sesegera mungkin. Bila cedera terjadi sebelum 8 jam, diberikan metilprednisolon dosis tinggi 30 mg/kgBB intravena perlahan selama 15 menit. Disusul 45 menit kemudian infus 5,4 mg/kgBB/jam selama 23 jam. Tetapi jika terapinya diberikan 3-8 jam setelah cedera, infus dianjurkan berakhir sampai 48 jam. Trial klinik menunjukkan hasil statistik yang bermakna terhadap perbaikan neurologis jangka panjang. Metilprednisolon bekerja menghambat peroksidase dan sekunder akan meningkatkan asam arakidonat.  NASCIS III (USA, 1997) o Dosis metilprednisolon yang diberikan sama dengan protockol NASCIS II namun diberikan selama 24 jam jika terapi diberikan < 3 jam setelah kejadian. Tetapi jika terapinya diberikan 3-8 jam setelah cedera, infus dianjurkan berakhir sampai 48 jam. Prognosis Sebuah penelitian prospektif selama 27 tahun menunjukkan bahwa rata-rata harapan hidup pasien cedera medula spinalis lebih rendah dibanding populasi normal. Penurunan rata-rata lama harapan hidup sesuai dengan beratnya cedera. Penyebab kematian utama adalah komplikasi disabilitas neurologik yaitu : pneumonia, emboli paru, septikemia, dan gagal ginjal. medula spinalis; hasilnya menunjukkan bahwa pemulihan fungsi kandung kemih terjadi pada 27% pasien pada 6 bulan pertama. Skor awal ASIA berkorelasi dengan pemulihan fungsi kandung kemih.9 20
  • 21. 2. Neoplasma Tumor medula spinalis merupakan 20% dari semua susunan saraf pusat. Klasifikasi tumor medula spinalis yaitu5 : a) Tumor ekstradural, merupakan 50% dari semua tumor intraspinal dan hampir semuanya merupakan tumor metastase. b) Tumor intradural, terdiri dari ekstramedular yang merupakan 90% dari seluruh tumor intradural. Biasanya berasal dari meningen, radiks neuralis, jaringan penunjang dan pembuluh darah. Lainnya adalah tumor intramedular, jumlahnya lebih sedikit dibandingkan tumor ekstrameduler, berasal dari sel glia, sel ependim dan vaskuler. Umumnya manifestasi dini dari kompresi medula spinalis adalah berupa gangguan fungsi traktus motorik. Bila lesi progresif hal ini akan diikuti dengan gangguan fungsi kolumna dorsalis dan kemudian gangguan fungsi traktus anterolateral. Gejala dan tanda yang dapat muncul berupa5 : a) Nyeri, merupakan gejala tersering. Umumya muncul lebih dulu dari pada tanda-tanda neurologis. Nyerinya konstan, tumpul, bertambah berat dan bertambah jika bergerak atau jika ada kompresi dada. b) Kelemahan, polanya upper motor neuron c) Sensoris menurun, sampai atau tepat di bawah dermatom setinggi persarafan yang mengalami kompresi d) Ataksia e) Retensio urin dan konstipasi merupakan gejala lanjut dari disfungsi otonom 3. Lesi Vaskuler Suatu gangguan fungsi medula spinalis akibat lesi vaskuler juga disebut penyakit spinovaskuler. Klasifikasi lesi vaskuler terdiri dari infark dan perdarahan5 . 21
  • 22. 4. Lesi Inflamasi Suatu penyakit dengan inflamasi pada medula spinalis disebut mielitis. Klasifikasi mielitis menurut Adam yaitu6 : a) Mielitis yang disebabkan oleh virus b) Mielitis yang disebabkan oleh bakteri, jamur, parasit dan penyakit granuloma primer pada meningen dan medula spinalis c) Mielitis yang disebabkan proses inflamasi non infeksius 5. Proses Degeneratif Dan Penyakit Sistemik Menurut Adams (1981) penyakit degenerasi sistem saraf adalah penyakit yang disebabkan karena kemunduran fungsi sel saraf yang terkena. Beberapa karakteristik umum dari penyakit degeneratif adalah6 : a) Penyakit ini timbul berangsur-angsur pada bagian sistem saraf yang sebelumnya berfungsi normal b) Umumnya perjalanan penyakit adalah progresif lambat c) Lesi yang terdapat pada penyakit ini adalah simetris bilateral sehingga walaupun manifestasi klinisnya mungkin didahului oleh salah satu sisi, akan tetapi cepat atau lambat akan mengenai sisi yang lain d) Beberapa jenis penyakit yang tergolong disini menyebabkan secara selektif sistem saraf tertentu yang secara anatomi dan fisiologi berhubungan, sehingga penyakit ini sering juga disebut penyakit sistemik. 6. Lain-Lain Kelainan di luar kanalis spinalis dapat menyebabkan gangguan fungsi medula spinalis, seperti5 : a) Penyakit pada tulang vertebra seperti penyakit paget, penyakit pott, osteoporosis yang hebat dan lain-lain b) Kelainan pada diskus intervertebralis, dapat berupa rupture spondilosis dan spondilitis 22
  • 23. c) Iatrogenik, seperti akibat penyuntikan obat atau zat kontras intratekal atau akibat terapi d) Mielopati hepatik dan akibat keganasan pada jaringan ekstraneural DASAR DIAGNOSIS a. Dasar diagnosis klinis  Mielopati thorakal Mielopati thorakal ditegakkan karena dari anamnesis didapatkan keluhan pasien berupa rasa lemah dan berat pada kedua tungkai yang secara progresif cepat menyebabkan tungkai tidak dapat digerakkan. Dari pemeriksaan fisik juga ditemukan adanya paraparese UMN. Juga didapakan adanya gangguan sensorik setinggi T 11 medula spinalis, dan adanya gangguan otonom. b. Dasar diagnosis topik  Segmen T 11 medulla spinalis Pada pasien ditemukan paraparese UMN yang dibuktikan dengan adanya hipereflek pada patella dan Achilles, hipertonus dan tidak adanya atrofi otot. Juga terdapat gangguan sensorik setinggi batas bawah lipatan mammae sampai ketungkai T 11 c. Dasar diagnosa etiologik  Suspek tumor ektra medulla spinalis Pada anamnesis didahului oleh nyeri radikuler BAK dan BAB terganggu. d. Dasar diagnosis banding Manifestasi klinis paraparese, mati rasa, inkontinensia uri pada pasien juga dapat disebabkan oleh adanya tumor intra medula spinalis medula spinalis. e. Diagnosa akhir Mielopai torakal e.c suspek tumor ekstra menula spinalis medulla spinalis 23
  • 24. DASAR ANJURAN PEMERIKSAAN PENUNJANG a. Pemeriksaan laboratorium darah rutin : Untuk mengetahui keadaan umum pasien dan kemungkinan lain penyebab kelainan, seperti infeksi dengan melihat kenaikan jumlah leukosit b. Pemeriksaan laboratorium kimia darah : Untuk menilai fungsi organ-organ lain. c. Rontgen thoraks PA : untuk mendukung kecurigaan etiologik d. Rontgen thoracolumbal AP-lateral : Untuk mendukung kecurigaan etiologi penyakit pada pasien dan menilai struktur tulang segmen thoracolumbal. e. MRI thoracolumbal (bila perlu dengan kontras) : Untuk mendukung kecurigaan etiologi penyakit pada pasien. 24
  • 25. DAFTAR PUSTAKA 1. Bromley, I. (2006). Tetraplegia and Paraplegia, A Guide for Physiotherapists. China : Elsevier. 2. Chussid, J. G. (1990). Korelasi Neuroanatomi dan Neurologi Fungsional, Bagian Kedua. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press. 3. Baehr M, Frostcher M. Duus’ Topical Diagnosis In Neurology. New York. Thieme Stuttgart. 2005. 4. Young W. Spinal Cord Injury Levels and Classification, Care Cure Community, Keek Centre for Collaborative Neurosciense, 2002. 5. Koesoemawati H, dkk editor. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29. Jakarta: EGC, 2000. 1419. 6. Ahmad A. Pola Penyakit Medula Spinalis di Lab/UPF Ilmu Penyakit Saraf Rumah Sakit Dr Hasan Sadikin Bandung Periode 1981-1984. Bandung, 1985. 31- 128. 7. Schreiber D. Spinal Cord Inuries, eMedicine Journal, April, 2002. 8. FSIP. Spinal Cord Injury Facts : Statistics. Foundation for Spinal Cord Injury Prevention, Care and Cure. 2001. 9. Adams RD, Victor M, Ropper AH. Disease of Spinal Cord in Principles of Neurology, 7Th ed. McGraw-Hill, New York, 2001. 25