3. 1. PERADILAN
Berasal dari akar kata ‘adil’ tidak memihak; tidak
berat sebelah
Peradilan adalah proses mengadili atau suatu upaya
untuk mencari keadilan atau penyelesaian sengketa
hukum di hadapan badan peradilan menurut
peraturan yang berlaku
Peradilan adalah suatu proses yang berakhir dengan
memberi keadilan dalam suatu keputusan (Mahadi)
Peradilan adalah kekuasaan negara dalam
menerima, memeriksa, mengadili, memutus, dan
menyelesaikan perkara untuk menegakkan hukum
dan keadilan (Cik Hasan Bisri)
4. Peradilan =
Al Qadha/Rechtspraak
Al Qadha (Bhs Arab) adalah:
– menyampaikan hukum syar’i dengan jalan
penetapan
– kekuasaan mengadili perkara
Rechtspraak (Bhs Belanda) adalah:
– daya upaya mencari keadilan atau penyelesaian
perselisihan hukum yang dilakukan menurut
peraturan-peraturan dan dalam lembaga-lembaga
tertentu dalam pengadilan
5. 2. PERADILAN AGAMA
Peradilan Agama adalah peradilan bagi orang-orang yang
beragama Islam (Ps 1 butir 1 UU 7/1989) “Orang-orang” =
Orang/Badan Hk yg menundukkan diri pd Hk Islam.
Peradilan Agama adalah salah satu pelaku kekuasaan
kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam
mengenai perkara tertentu sebagaimana dimaksud dalam
undang-undang ini (Ps 2 UU 3/2006)
Pelaksana Pelaku
Perkara perdata tertentu Perkara tertentu
* Kekuasaan Kehakiman Kekuasaan negara yang merdeka
untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum
dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya
Negara Hukum Republik Indonesia (Ps 1 UU No4/2004)
6. 3. PENGADILAN
Pengadilan adalah:
- Suatu lembaga (instansi) tempat mengadili atau
menyelesaikan sengketa hukum di dalam rangka
kekuasaan kehakiman, yang mempunyai
kewenangan absolut dan relatif sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang
menentukannya
Pengadilan adalah:
- Badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan
kehakiman untuk menegakkan hukum dan keadilan
(Cik Hasan Bisri)
7. 4. PENGADILAN AGAMA
Pengadilan Agama adalah badan peradilan agama
pada tingkat pertama yang berkedudukan di ibukota
kabupaten/kota dan daerah hukumnya meliputi
wilayah kabupaten/kota.
Badan peradilan agama tingkat banding adalah
Pengadilan Tinggi Agama yang berkedudukan diibu
kota Provinsi dan daerah hukumnya meliputi wilayah
Provinsi ( Pasal I angka 3 UU No. 3 Th 2006).
8. 5. HAKIM
Hakim adalah orang yang diangkat oleh penguasa
untuk menyelesaikan dakwaan-dakwaan dan
persengketaan.
Hakim adalah pejabat yang melaksanakan tugas
kekuasaan kehakiman (Ps 11 ayat 1 UU No 7 Th
1989)
hakim hakim pengadilan (UU No. 3 Th 2006)
9. 6. HUKUM ACARA PERDATA
Hukum Acara yang berlaku pada Pengadilan dalam
lingkungan Peradilan Agama adalah Hukum Acara
Perdata yang berlaku pada Pengadilan dalam
lingkungan Peradilan Umum kecuali yang telah diatur
secara khusus dalam undang-undang ini (Ps 54 UU
7/1989)
Pada Ps 2 UU 3/2006 tidak disebutkan jenis
perkaranya, hanya disebutkan perkara tertentu. Hal
ini berbeda dengan Ps 2 UU 7/1989 yang
menyebutkan jenis perkaranya adalah perkara
perdata tertentu.
10. Permasalahan!
Apakah dengan tidak diubahnya Ps 54 dapat
ditafsirkan bahwa wewenang PA untuk
menyelesaikan perkara hanya di bidang
perdata tertentu?
Jika Ps 2 UU 3/2006 ditafsirkan bahwa
wewenang PA tidak terbatas pada perkara
perdata tertentu, Hukum Acara apa yang
berlaku untuk perkara non-perdata?
11. SUMBER HUKUM
PERADILAN DALAM ISLAM
Al-Qur’an
As-Sunnah atau Hadits
Ar-Ra’yu atau Ijtihad
dasarnya Q.S 4 : 59 & Hadits Muadz
bin Jabal
12. 1. AL-QUR’AN
Al-Fatihah ayat 6: “Shirat” => Jalan
Ali-Imran: 104 => amar ma’ruf nahi munkar
An-Nisa: 58 => disuruh Adil dlm berhukum
An-Nisa: 65 => wajib patuh pd putusan hakim
An-Nisa: 105 => jgn bela org yg ’khianat
Al-Maidah: 8 => adil dlm bersaksi wlpn benci
Al-Maidah: 42=> Allah suka org yg adil
Al-Maidah: 44-50=> memutus dg hkm Allah.
13. An Nisa ayat 105
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan
kitab kepada engkau Muhammad dengan
kebenaran, supaya engkau mengadili
antara manusia sesuai dengan apa yang
telah diwahyukan Allah kepadamu. Dan
janganlah engkau menjadi penantang
orang yang jujur karena hendak membela
orang-orang yang khianat”
14. Asbabun Nuzul (an Nisa ayat 105)
Seorang Ansar yang berperang dengan
Nabi saw telah dicuri baju besinya.
Sebagai tertuduh adalah Tu’mah bin
Ubairik (tanpa ada pembuktian)
Famili Tu’mah menghadap Nabi saw untuk
membela Tu’mah dan mengatakan bahwa
si Fulan sebagai pencurinya
Nabi saw membebaskan Tu’mah (hanya
berdasarkan keterangan pembelaan famili
Tu’mah)
15. Shaad ayat 26
” Hai Daud! Kami telah menjadikanmu
penguasa di muka bumi karena itu,
tetapkanlah keputusan perkara di antara
manusia dengan adil. Janganlah kamu
mengikuti hawa nafsu, karena ia akan
menyesatkanmu dari jalan Allah.
Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari
jalan Allah itu akan mendapat siksaan yang
berat, karena melupakan hari perhitungan”
16. Riwayat (Shaad ayat 26)
Nabi Daud as diuji oleh 2 orang
bersaudara yang berselisih mengenai
pemilikan kambing (pemilik 99
kambing mengambil satu-satunya
kambing milik saudaranya)
Nabi Daud as memutuskan secara
tergesa-gesa yaitu memihak pada
penggugat
17. Al Anbiya ayat 78
“Dan ingatlah kisah Daud dan Sulaiman
ketika keduanya menjatuhkan hukuman
mengenai tanaman yang dirusak oleh
kambing-kambing kepunyaan seorang
penduduk, yang lepas bebas
berkeliaran dan Kami menyaksikan
keputusan hukum yang dijatuhkan
mereka”
18. Riwayat (al Anbiya ayat 78)
Kambing merusak tanaman seorang petani
Nabi Daud as memutuskan kambing-kambing
diserahkan kepada petani sebagai ganti rugi
Nabi Sulaiman as memutuskan kambing-
kambing diserahkan kepada petani, tanaman
diserahkan kepada peternak
Keputusan Nabi Sulaiman yang digunakan
19. 2. HADITS
“Apabila hakim menjatuhkan hukum
dengan berijtihad dan ijtihadnya itu
benar, maka ia mendapat dua pahala
dan kalau dia menjatuhkan hukum
dengan berijtihad kemudian ternyata
ijtihadnya itu salah, maka ia mendapat
satu pahala”
20. 2. HADITS
“Dari Ummu Salamah bahwasanya Rasulullah saw
mendengar keributan orang-orang bertengkar di muka
pintu rumahnya, lalu beliau mendatangi mereka. Beliau
berkata: Ketahuilah bahwa sesungguhnya aku ini hanya
seorang manusia. Aku memutuskan suatu perkara sesuai
dengan apa yang kudengar. Mungkin salah seorang kamu
lebih pandai mengemukakan alasan dari yang lain, lalu aku
mengambil keputusan untuknya. Maka barangsiapa aku
tetapkan untuknya hak seorang muslim, maka
sesungguhnya hak itu adalah sepotong api neraka. Maka
hendaklah dia memikulnya atau membuangnya”
21. 3. IJTIHAD
Contoh Ijtihad Umar bin Khattab yang disampaikan melalui surat kepada
Abu Musa Al-Asy’ari:
“Sesungguhnya tugas untuk memutuskan suatu perkara adalah kewajiban
seorang hakim. Apabila kepada Anda dimajukan suatu perkara, hendaklah
Anda pelajari dahulu (berkas) perkara itu sebaik-baik nya. Setelah jelas
benar duduk soalnya berilah keputusan seadil-adilnya. Keadilan harus
diwujudkan dalam praktik, sebab kalau ia tidak diwujudkan, tidak akan ada
artinya. Selain itu, dalam pandangan dan keputusan Anda, para pihak
haruslah Anda samakan kedudukannya.Dengan demikian, orang yang kuat
tidak akan dapat mengharapkan sesuatu dan yang lemah tidak akan sampai
putus asa karena mendambakan keadilan Anda. Anda boleh mendamaikan
pihak-pihak yang bersangkutan, tetapi isi perdamaian itu tidak boleh
menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal. Dan apabila
Anda telah menjatuhkan suatu keputusan, janganlah Anda ragu-ragu untuk
mengubahnya kembali, apabila kemudian ternyata terdapat kekeliruan
dalam keputusan Anda itu.”
22. Ijtihad Umar bin Khatab
Prinsip-prinsip peradilan Umar bin Khattab
yang disampaikan kepada Abdullah
Ibnu Qais:
1. Menyelesaikan suatu perkara adalah suatu
kewajiban (fardhu) bagi seorang hakim.
2. Hakim wajib mempelajari/Memahami perkara
yang diajukan dalam pengaduan atau gugatan
dengan segenap perhatian dan memberikan
putusannya berdasarkan kejelasan/keyakinan.
23. Prisip-prinsip peradilan dalam
Ijtihad Umar (lanjutan)
3. Kedudukan para pihak harus disamakan dalam
pandangan hakim agar tidak memberi peluang
bagi yg kuat dan memutus-asakan yg lemah.
4. Keterangan bukti atau saksi dikemukakan oleh
penggugat, dan sumpah dilakukan oleh tergugat
5. Perdamaian dibolehkan, kecuali yang
mehalalkan yang haram atau mengharamkan
yang halal.
24. Kaidah-kaidah Fikih
Setiap perkara tergantung pada maksud
mengerjakannya
Ijtihad terdahulu tidak dapat dibatalkan dengan
yang datang kemudian
Bila berkumpul dua perkara yang sejenis dan tidak
berbeda, keduanya digabung menjadi satu menurut
kebiasaan
Orang yang mendapat kepercayaan, perkataannya
harus dikuatkan dengan sumpah
25. 6 UNSUR PERADILAN DALAM
ISLAM
1. Hakim atau Qadh
Orang yang diangkat oleh penguasa untuk
menyelesaikan suatu perkara secara adil
2. Hukum
Putusan hakim yang ditetapkan untuk menyelesaikan
suatu perkara
3. Mahkumbihi
Sesuatu yang diharuskan oleh hakim agar
dipenuhi/dilaksanakan oleh Tergugat
26. 6 UNSUR PERADILAN DALAM
ISLAM
4. Mahkum ‘alaih atau Terhukum
Orang yang dijatuhi hukuman atau diminta untuk
memenuhi sesuatu tuntutan yang dihadapkan
kepadanya
5. Mahkumlahu atau Pemenang Perkara
Orang yang menggugat suatu hak
6. Sumber hukum
Pedoman bagi hakim dalam memutuskan suatu
perkara
27. SEJARAH PA DI INDONESIA
1. Prapemerintahan Hindia Belanda (masa
Kesultanan Islam)
Periode: 1) Tahkim 2) Ahlul Hilli wal Aqdi 3).
Tauliyah.
2. Masa transisi (Vereenigde Oost Indische
Compagnie/VOC)
3. Masa Pem Hindia Belanda I (T. Receptio in
Complexu): Ps. 75 (3,4), Ps 78 (2) & Ps 109 RR,
Stb. 1855 No.2, + Ps 13 S. 1820 No 22 jo. Stbl
1835 No. 58 + Kew = p’kawin, kewaris’ diputus mnrt
Hk Syara’. => Stbl 1882 no 152 = dibentuk Priester
Raad Jawa & Madura.
28. C SEJARAH PA DI INDONESIA
(Lanjutan)
* 4. Masa Pem Hindia Belanda II (Theorie
Receptie) :Stbl 1907 No.204= “diberlakukan”=>
“diikuti”, Stb. 1919 No.286= “diikuti” =>
“mprhatikan”. Stb 1919 no.621= + Ps 75 ayat 6=
b’laku Hk Pdt. Th 1925 = RR => IS, Stbl 1925
No. 415 jo 447: Ps 78 RR => Ps 134 IS. Stb
1929 No 221=> isi Ps 134 (2) IS diubah mjd T.
Receptie.
5. Masa Penj. Jepang (Sooryoo Hooin & Kaikyoo
Kootoo Hooin)
6. Masa Awal Indonesia merdeka (sblm UU No. 7
Tahun 1989)
7. Masa Setelah berlakunya UU No 7 Tahun 1989
jo. UU 3 Th 2006.
29. Masa Awal Indonesia
Tahun 1945 – 1957
- Ps 24 ayat 1 dan 2 => Kekuasaan Kehakiman: susun & kewen diatur
dlm UU
- UU Darurat No. 1 Th 1951=> PA bagian dr Peradilan Swapraja & P.
Adat dihapus.
Tahun 1957 – 1974
- PP 45 Th 57 => Mahkamah Syar’iyah
- SK MenAg No. 10 Th 1963 => mengatasi Rechtsvacuum Kasasi:
Jawatan PA (Dir Pembinaan Badilag).
- UU No. 14 Th 1970 => Kasasi Badan Peradilan ke MA
Tahun 1974- 1989
- Ps 63 UU No. 1 Th 1974 => pengukuhan putusan ke PN
- Ps 2 UU No. 14 Th 1985 =>MA independent
30. Masa Setelah berlakunya UU
No 7 Tahun 1989
Tahun 1989 – 1999
- UU No. 7 Th 1989 Tentang Peradilan Agama
- SEMA no 1 & 2 Th 1990 => Juklak UU No 7/89
- INPRES No. 1 Th 1991 => Penyebarluasan Kompilasi H.Isl
Tahun 1999 - 2006
- Pada tahun 1999 berdasarkan UU No. 35 Tahun 1999 dilakukan
tahap pengalihan organisasi, administrasi, dan finansial PA menjadi
kekuasaan MA dari kekuasaan Departemen Agama
- Pengalihan tsb dilaksanakan paling lambat tgl 30 Juni 2004 =>
Keluar KepPres No 21 Th 2004 tg 23 Maret 2004 dan UU No. 4 Th
2004 = penetapan Org, adm & finansial PA ke MA
Tahun 2006 – sekarang (UU No. 3 Th 2006).
- Pasal 1 Angka 4: Pengukuhan Pengaturan “satu atap”
- Perluasan Kompetensi PA & Perubahan Susunan PA
31. NAMA, STRUKTUR, DAN KEWENANGAN
PERADILAN AGAMA DI INDONESIA
Di Jawa dan
Madura
Di Kalsel dan
Kaltim
Diluar Jawa dan
Kalimantan (PP
No.45/1957)
Sesudah UU No.7
Tahun 1989
Sebelum UU No.3
Tahun 2006
Nama dan Struktur Mahkamah Islam
Tinggi(stbl 1937
No.116)
Priester Raad (stbl
1882 No.152 &
1937 No.610)
Kerapatan Qadi
Besar (stbl 1937
No.639)
Kerapatan Qadi
(stbl 1937 No.638)
Mahkamah
Syariah Tingkat
Provinsi
Mahkamah
Syariah
MA
P.T.A
P.A.
M.A.
PTA MSP
P.A. M.S.
Kewenangan Tidak termasuk
kewarisan dan
perwakafan
Tidak termasuk
kewarisan dan
perwakafan
Tidak termasuk
kewarisan dan
perwakafan
Termasuk
kewarisan dan
perwakafan
Perkawinan,
kewarisan, wasiat,
hibah, wakaf,
zakat, infaq,
sedekah dan
ekonomi syariah
32. Kerangka Historis UU No 7 Th
1989
Latar Belakang: Ps 24 & 25 UUD 45
Jo. UUD No1. Th 1951 - PP. 45 Th 57.
Masa Pembuatan selama 28 Thn.
Persiapan RUUPA (27 Thn)
dibagi menjadi: 1) Periode 1961 -1971
2).Periode 1971-1981
3) Periode 1981-1988
Pembahasan RUUPA di DPR (1 Thn).
33. Sistematika UUPA
Bab I ttg Ketentuan Umum
Bab II ttg Susunan PA dan PTA
Bab III ttg Kekuasaan Pengadilan
Bab IV ttg Hukum Acara
Bab V ttg Adm Peradilan & Pembagian tugas
Bab VI ttg Ketentuan Peralihan
Bab VII ttg Ket. Penutup.
34. Perubahan Setelah UU No.7
Th 1989
PA menjadi Peradilan yg mandiri.
Nama, susunan, wewenang dan hk acara PA telah
sama & seragam di seluruh Indonesia.
Perlindungan thd wanita lbh ditingkatatkan.
Telah ada jurusita, Putusan PA tdk perlu lg
dikukuhkan PU.
Telah terlaksana ketentuan UU No. 14 Th 1970 ttg
Pokok-pokok kekuasaan kehakiman
Terselenggaranya pembangunan hukum nasional
berwawasan Bhineka Tunggal Ika dlm btk UUPA.
35. Perubahan Sesudah UU No. 3
Th 2006
PA mrpk Peradilan di bwh lingkungan MA
PA adalah slh satu pelaku kekuasaan kehakiman bg rakyat pencari
kedilan yg beragama Islam mengenai “perkara tertentu”
Di lingkungan PA tdpt Pengadilan Khusus yaitu Pengadilan Syariah
Islam yg diatur dlm UU Mahkamah Syar’iyah Prov. NAD.
Perubahan ttg pengangkatan calon hakim, larangan merangkap jabatan,
syarat-syarat Ketua & Wkl Ketua, pemberhentian, penangkapan &
penahana hakim.
Kewenagan PA menjd lbh rinci dan lbh luas, mencakup ekonomi
syariah dan obyek sengketa bg orang b’agama Islam pd umumnya.
Perubahan pengertian Asas Personalitas Keislaman yg jg mencakup
Bdn Hkm.
Ketentuan ttg tugas, tgg jwb, susunan organisasi & tata kerja sekretaris
diatur oleh MA.