Dokumen tersebut membahas tentang ciri-ciri orang yang bertaqwa dan orang beriman. Menurut dokumen tersebut, ciri-ciri utama orang yang bertaqwa adalah mempunyai kesadaran akan kehadiran Allah dalam setiap aktivitas, taat melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Sedangkan ciri-ciri utama orang beriman adalah ketakutan dan ketundukan hati kepada Allah, rajin melaksanakan shal
1. CIRI ORANG YANG BERTAKWA
Assalamu’alaikumwarohmatullahi wa barokatuh….
Salah satu perintah Allah swt. yang banyak disebutkan dalam al-Qur’an dan dicontohkan oleh
Nabi Muhammad saw. adalah agar kita, orang-orang mukmin, berusaha mencapai
tingkat/derajat taqwa.
Taqwa kepada Allah swt. begitu penting, karena dengan taqwa ini, seseorang mempunyai
kedudukan yang tinggi di sisi Allah swt. Taqwa adalah buah dari pohon ibadah. Ia merupakan
tujuan utama dari setiap perintah ibadah kepada Allah swt. Perintah berpuasa misalnya
bertujuan untuk meningkatkan derajat ketakwaan bagi orang-orang beriman. Taqwa yang
sesungguhnya hanya diperoleh dengan cara berupaya secara maksimal melaksanakan perintah-
perintah Allah dan menjauhi segala larangan-larangannya. Ketaatan ini adalah ketaatan yang
tulus, tidak dicampuri oleh riya atau pamrih.
Banyak sekali ayat-ayat Allah maupun hadis Nabi saw. yang menekankan perintah untuk
meningkatkan ketakwaan kepada Allah swt. Di antarnya adalah firman Allah swt.
يَاأََُّيََ َََّاِين َ ََامَنََا ََاقنوَ اَ نَه انقََّ اِقِويَقاو اَل ََ انَّاوَانَو انلِا اَأاوَمَُّ ََ ََّانَُِِان
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya;
dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam”. QS. Ali Imran
3:102.
Firman Allah tentang kedudukan orang-orang yang bertaqwa:
انَِّا َََّاِقنوانَِِ ََيفَزَن
“Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa mendapat kemenangan”. QS. An-Naba’ 78:
اَََّن ََ اِقنوََ اَ نَه اَجَعَلََ اقَ يَلَرَجَن. اقََافَرََ ََ اََِّن ااَيَََّ اَل ااحَُِوََََّ
“Barang siapa bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan menadakan baginya jalan keluar. Dia
memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya”. QS. Ath-Thalaq 65: 2-3.
Taqwa kepada Allah artinya mempunyai kesadaran akan kehadiran-Nya. Allah selalu dekat dan
menyertai kita, selalu mengawasi setiap perbuatan kita sehingga menimbulkan kesadaran agar
kita senantiasa berhati-hati, jangan sampai menyimpang dari tuntunan, ajaran, dan ketentuan-
ketentuan Allah swt. dalam kehidupan keseharian kita. Hal tersebut akan mendatangkan
ketentraman dan ketenangan hati serta kesejahteraan dan keselamatan baik dalam kehidupan
di dunia yang sebentar ini, maupun dalam kehidupan di akhirat yang langgeng kelak.
Apakah kita sudah berhasil mencapai tingkat taqwa tersebut? Hanya Allah swt. dan kita masing-
masinglah yang mengetahuinya dengan tepat.
Salah satu ayat al-Qur’an yang membicarakan taqwa adalah surah al-A’raf ayat 26 sebagai
berikut:
يح َى م آدأ د َ مي ف ُّم كأ َ ِ ع ُي بي ََرى َ كأ َُاَو شي ََر بيس َ قَى و َ ك ي َر ج ك ي َّن يت ََا
هللا ِاأ ع ََّر يك َ
“Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi
‘auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang
demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka
selalu ingat”.
Dalam ayat ini, Allah menyatakan bahwa Ia telah menyediakan dua macam pakaian bagi
manusia:
2. Pertama, pakaian lahir yang mempunyai 2 (dua) fungsi pokok, yaitu untuk menutupi aurat atau
melindungi fisik orang dari bahaya yang datang dari luar dan (fungsi kedua) sebagai hiasan.
Para ulama menjelaskan bahwa pakaian lahir yang disebut dalam ayat itu, di samping pakaian
yang kita kenakan sehari-hari, berarti pula semua kenikmatan duniawi yang dianugrahkan
Tuhan kepada kita yang memang kita butuhkan dalam hidup ini. Misalnya kesehatan badan,
penguasaan ilmu pengetahuan yang luas dan dalam, perolehan rezeki/harta yang cukup, dan
kekuasaan duniawi. Itu semua adalah perkara lahir yang dibuthkan manusia dalam hidupnya di
dunia ini.
Kedua, pakaian batin, atau dalam ayat di atas disebut “pakaian taqwa”. Pakaian taqwa ini –
menurut ayat di atas- ternyata lebih baik dan lebih pentng ketimbang pakaian lahir. Ini karena
pakaian taqwa akan memperindah ruhani, hati dan jiwa manusia. Pakaian taqwa akan
menentukan apakah pakaian lahir tadi bermanfaat atau tidak. Banyak orang berpakaian lahir,
tapai tidak berpakaian taqwa, maka pakaian lahir tadi tidak memberikan manfaat apa-apa
untuknya di dunia maupun di akhirat.
Al-Hasan al-Bashri, ulama besar yang hidup pada akhir abad VII M, dalam telaahnya tentang
pengertian taqwa yang terkandung dalam surah al-A’raf ayat 26 di atas, mengungkapkan ciri-ciri
orang yag bertaqwa kepada swt., sebagai berikut:
Teguh dalam keyakinan dan bijaksana dalam pelaksanaannya;
Tampak wibawanya karena seuma aktivitas hidupnya dilandasi kebenaran dan kejujuran;
Menonjol rasa puasnya dalam perolehan rezeki sesuai dengan usaha dan kemampuannya;
Senantiasa bersih dan berhias walaupun miskin;
selalu cermat dalam perencanaan dan bergaya hidup sederhana walaupun kaya;
Murah hati dan murah tangan
Tidak menghabiskan waktu dalam perbuatan yang tidak bermanfaat;
Tidak berkeliaran dengan membawa fitnah
Disiplin dalam tugasnya;
Tinggi dedikasinya;
Terpelihara identitas muslimnya (setiap perbuatannya berorientasi kepada terciptanya
kemaslahatan/kemanfaatan masyarakat);
Tidak pernah menuntut yang bukan haknya serta tidak menahan hak orang lain;
Kalau ditegur orang segera intropeksi. Kalau ternyata teguran tersebut benar maka dia
menyesal dan mohon ampun kepada Allah swt. serta minta maaf kepada orang yang
tertimpa oleh kesalahannya itu;
Kalau dimaki orang dia tersenyum simpul sambil mengucapkan: “Kalau makian anda benar saya
bermohon semoga Allah swt. mengampuniku. Kalau teguran anda ternyata salah, saya
bermohon agar Allah mengampunimu.
Kalau kita mempunya ciri-ciri seperti di atas, berarti kita pantas merasa telah mencapai tingkat
ketaqwaan keapda Allah swt. dan tentu harus kita pwlihara serta tingkatkan terus menerus.
Pakaian taqwa dengan ciri-ciri seperti di atas yang telah kita perjuangkan;
Menenunnya/merajutnya dengan susah payah sepanjang hidup kita ini janganlah dirusak lagi.
Semoga Allah swt. menuntun kita masing-masing untuk mencapai tingkat taqwallah seperti di
atas.
3. CIRI ORANG BERIMAN
CIRI ORANG BERIMAN
Tersebut dalam surat Al-Anfaal ayat 2 – 4, setidaknya ada 5 ciri utama orang beriman itu,
masing adalah :
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah
gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka
(karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal”. (yaitu) orang-orang yang
mendirikan sholat dan yang menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka.
Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. mereka akan memperoleh beberapa
derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezki (nikmat) yang mulia. (QS. Al-
Anfaal [8] :2-4)
Dari ayat di atas, maka ciri utama orang beriman adalah pertama, bila disebut asma ‘Alloh’,
maka hati mereka tergetar. Maksud orang beriman pada ayat ini adalah orang yang sempurna
imannya. Dan yang dimaksud dengan disebut nama Allah yakni disebut sifat-sifat yang
mengagungkan dan memuliakannya.
Kedua, istiqomah mendirikan sholat. Dalam Al-Qur’an Alloh SWT telah memerintahkan kita
untuk sholat 5 waktu: ”Dirikanlah sholat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam
dan (dirikanlah pula sholat) subuh. Sesungguhnya sholat subuh itu disaksikan (oleh malaikat).”
(QS. Al-Israa’[17]:78]
Orang beriman adalah paling rajin mendirikan sholat yang lima waktu dan ditambah dengan
sholat sunnah lainya. Ketika bulan Ramadhan, orang beriman akan lebih rajin termasuk ketika
mendirikan sholat Tarawikh. Orang beriman sadar bahwa mendirikan sholat adalah kebutuhan
yang harus ia penuhi agar tidak ada yang hilang dalam hidup ini. Dampak dari amalan sholat
adalah bisa mencegah perbuatan keji dan munkar:
Bila hanya selama Ramadhan kita rajin sholat, dan selepas Ramadhan kembali biasa saja bahkan
meninggalkan sholat tidak merasa berdosa, maka kita sebenarnya belum beriman dengan
sempurna. Dan bila belum sempurna iman kita, maka kita berpuasa hanyalah akan membuat
badan ini lapar dan dahaga saja. Sebab syarat berpuasa belum kita penuhi, yakni beriman.
Orang beriman sadar dengan sepenuh hati bahwa sholat adalah sangat penting, karena dengan
selalu mendirikan sholat berarti ia telah mengokohkan tiang agama. Orang yang dengan sengaja
tidak mendirikan sholat, berarti dia telah meruntuhkan agamanya. “Sholat adalah tiang agama,
barang siapa yang mengerjakannya berarti ia menegakkan agama, dan barang siapa
meninggalkannya berarti ia meruntuhkan agama” (HR. Baihaqi). Bahkan yang lebih kontras lagi
adalah, sholat juga berfungsi sebagai pembeda antara orang muslim dengan kafir. Barang siapa
tidak sholat berarti dia kafir. “Batas antara seorang muslim dengan kemusyrikan dan kekufuran
adalah meninggalkan sholat.” (HR. Muslim)
Orang beriman juga sangat sadar bahwa kelak amal yang pertama akan dihisab di akhirat adalah
sholat. Orang yang dengan sengaja tidak mendirikan sholat, maka meskipun selama Ramadhan
berpuasa sebulan penuh, orang semacam ini kelak di akhirat akan langsung dimasukkan ke
dalam neraka. ”Amal yang pertama kali akan dihisab untuk seseorang hamba nanti pada hari
kiamat ialah sholat, maka apabila sholatnya baik (lengkap), maka baiklah seluruh amalnya yang
lain, dan jika sholatnya itu rusak (kurang lengkap) maka rusaklah segala amalan yang lain
(Thabrani)
Orang yang beriman sadar bahwa penyebab orang akan disikasa di neraka Saqar adalah karena
selama hidupnya tidak mendirikan sholat kelak akan disiksa di neraka. “Apakah yang
4. memasukkan kalian ke dalam neraka Saqar?” Mereka menjawab, “Kami dahulu tidak termasuk
orang-orang yang mengerjakan sholat….” (QS. Al-Muddatstsir[74]: 42-43)
Ketiga, apabila dibacakan ayat-ayat Alloh bertambahlah kualitas imannya. Ayat Alloh yang
tertulis barangkali mudah membuat hati sedikit tersentuh dan menjadikan kadar keimanan naik
kualitasnya. Namun, yang jauh lebih banyak dan senantiasa kita lihat dan dengarkan adalah ayat-
ayat-Nya yang justru tidak tertulis di dalam kitab suci Al-Quran, yakni ayat atau tanda-tanda
kebesaran Alloh yang tersebar di seantera jagat ini. Pernahkah kita menyadari, bahwa selama ini
kita belum pernah melihat Matahari? Kita menganggap bahwa setiap pagi hingga sore saat udara
cerah kita bisa melihat sang Surya itu dengan mata kita… Sungguh, kita telah tertipu. Kita
selama ini hanyalah melihat sejarah Matahari, karena Matahari yang sebenarnya adalah Matahari
yang kita saksikan sekitar 8,3 menit silam. Bintang Al-Nilan yang kita saksikan malam-malam
ini, sebenarnya adalah sejarah Al-Nilal yangtelah dipancarkan pada zaman Khalifah Utsman bin
Affan. Dengan melihat kemudian mengkaji dan menghayati ayat-ayat-Nya di semesta ini,
sungguh iman kita bisa bertambah kualitasnya.
Keempat, bertawakkal kepada Alloh, kapan dan dimana pun. Orang beriman tidak akan
berpangku tangan menunggu keajaiban dari langit. Hidupnya selalu dinamis dan proaktif serta
optimis dalam kondisi seperti apapun, karena Alloh SWT adalah Dzat tempat mengembalikan
semua persoalan hidup. Dan ciri utama orang yang pandai bertawakkal adalah selalu bersyukur
atas nikmat yang diberikan oleh Alloh SWT.
Kelima, menafkahkan sebagian harta. Ciri ini melekat dalam diri orang yang beriman dan
membawa kerberkahan bagi ummat di sekelilingnya. Salah satu bukti kalau seseorang beriman,
maka tetangganya akan mendapatkan manfaat dari keberadaannya. Dengan rajin sedekah, berarti
orang beriman telah menjadi salah satu unsur rohmatan lil’alamin sebagaimana fungsi
diturunkannya Rasululloh SAW.
Rasullulloh SAW adalah teladan terbaik bagi kita, beliau adalah orang yang paling dermawan,
dan kedermawanan beliau lebih dahsyat lagi di bulan Ramadhan. Hal ini diceritakan oleh Ibnu
Abbas radhiallahu’anhuma:
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling dermawan. Dan beliau lebih
dermawan lagi di bulan Ramadhan saat beliau bertemu Jibril. Jibril menemuinya setiap malam
untuk mengajarkan Al Qur’an. Dan kedermawanan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
melebihi angin yang berhembus.” (HR. Bukhari, no.6)
Namun bulan Ramadhan merupakan momen yang spesial sehingga beliau lebih dermawan lagi.
Bahkan dalam hadits, kedermawanan Rasululloh SAW dikatakan melebihi angin yang
berhembus. Diibaratkan demikian karena Rasululloh SAW sangat ringan dan cepat dalam
memberi, tanpa banyak berpikir, sebagaimana angin yang berhembus cepat. Dalam hadits juga
angin diberi sifat ‘mursalah’ (berhembus), mengisyaratkan kedermawanan Rasululloh SAW
memiliki nilai manfaat yang besar, bukan asal memberi, serta terus-menerus sebagaimana angin
yang baik dan bermanfaat adalah angin yang berhembus terus-menerus. Penjelasan ini
disampaikan oleh Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Fathul Baari.