KASUS BULLYING DI DUNIA PENDIDIKAN KEMBALI MENELAN KORBAN
1. Berita Miris di Hari Pendidikan Nasional
Oleh: Suharli Macazzart
Beberapa hari ini kita dikejutkan dengan berbagai berita yang menimpa anak-anak di negeri kita,
Indonesia. Di tempat buah hati kita dititpkan dan dididik yaitu sekolah. Terungkapnya kasus asusila anak
di sebuah TK internasional di Jakarta telah menyita perhatian publik. Bahkan tidak kurang dari 3 negara
Australia, Amerika dan Inggris membentuk tim khusus untuk mengungkap kasus ini. Sampai Aris
Meredeka Sirait selaku ketua KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) dengan miris menyataan
bahwa tahun 2013-2014 sebagai tahun kritis buat anak.
Tidak jauh dari TK Internasional di Jakarta, ada berita mencengangkan lainnya. Seorang anak kelas 5 SD
meninggal setelah dianiaya oleh kakak kelasnya yang baru duduk di kelas 6 SD. Penyebabnyapun hal yang
sepele, yakni karena si korban menyenggol pelaku sehingga jajanan pelaku jatuh. Walau si korban sudah
meminta maaf, pelaku dengan tega memukul korban di beberapa bagian tubuh hingga menyebabkan
korban luka dalam dan menghembuskan nafas terakhirnya beberapa hari kemudian.
Dua kasus diatas mewarnai jagad berita negeri kita, terutama di bidang pendidikan melihat tempat
terjadinya adalah di sekolah. Sekolah yang diharapkan menjadi tempat yang aman bagi anak berubah
menjadi tempat yang berbahaya dan tidak aman lagi. Kedua kasus ini menjadi tantangan tersendiri bagi
penyelenggara pendidikan baik swasta maupun pemerintah.
Hal ini memunculkan pertanyaan, apa yang salah dalam sistem pendidikan serta lembaga pendidikan di
Indonesia? Mungkin kedua kasus diatas hanya mewakili carut marutnya pendidikan di negeri ini. Belum
lagi permasalahan UN (Ujian Nasional) yang sampai sekarang ini masih menimbulkan polemik tersendiri,
seperti perihal jual-beli lembar jawaban serta pelaksanaannya.
Analisa sederhana penulis dari dua kasus diatas menempatkan kebebasan informasi berada di urutan
pertama penyebab terjadinya hal seperti itu. Keseringan menonton video porno, merupakan salah satu
alasan kasus pelecehan seksual terhadap anak usia sekolah yang bahkan juga terjadi di sekolah. Dengan
mudah serta seringnya mengakses gambar bahkan film tidak senonoh, baik itu via laptop,warnet atau
handphone, yang menyebabkan pelaku mudah mendapatkan rangsangan yang berujung kehilangan akal
sehat dan tega berbuat hal yang tidak senonoh bahkan terhitung tidak wajar. Kehilangan akal sehat, karena
kejadian semisal di atas tidak memandang tempat bahkan di sekolah. dan dianggap tidak wajar, karena
menempatkan anak-anak sebagai objek.
Untuk kasus kekerasan sesama anak sekolah bahkan anak kecil, tontonan kembali menjadi sebab utama
dimana tanyangan kekerasan serta berita kekerasan dengan mudahnya diterima dan dicontoh oleh anak-
anak. Dan dengan tingkat nalar yang sesuai levelnya, anak-anak menerima tontonan dan berita begitu saja
2. tanpa filter baik buruk atau bahaya tidak bahaya. Hasilnya mereka dengan sengaja mempraktekkan hal
tersebut tanpa memikirkan akibatnya.
Kini media informasi bagai pisau bermata dua, yang salah satu mata tajam pisau itu mengarah kepengguna
dan bisa melukai pengguna. Selain media informasi , lingkungan dan pergaulan juga menjadi pemicu
terjadinya kasus-kasus yang menyasar anak-anak bahkan di sekolah.
Dengan momen hari pendidikan nasional ini, seyogyanya pemerintah dan masyarakat berbenah dalam
menyikapi kasus-kasus yang terus terjadi di lingkungan sekolah. Sebagai langkah awal, akses internet
harus lebih diperketat. Peran orang tua juga sangat penting dalam mendampingi anak ,seperti tidak dengan
mudah memberikan gadget yang tidak sesuai usia serta kebutuhan anak. Selain itu, pihak sekolah sebagai
penyelenggara pendidikan harus lebih selektif serta melakukan pemantauan yang serius terhadap anak
didik dan civitas sekolah.
Pendidikan berbasis moral yang dicanangkan pemerintah (Kementerian Pendidikan), harus didukung oleh
semua elemen, yaitu orangtua, sekolah bahkan masyarakat. Bukan hanya menjadikannya sebagai program
yang tinggal nama. Dan tidak kalah pentingnya adalah peran pemerintah daerah untuk lebih kreatif
menetapkan peraturan-peraturan daerah perihal sekolah dan anak sekolah.
Terakhir, perubahan di setiap lini kehidupan bertumpu besar pada perubahan keadaan pendidikan dalam
hal ini sekolah karena sekolah menjadi tempat menempa generasi penerus bangsa . Jika pendidikan
(sekolah) berkualitas menghasilkan anak didik yang baik secara moral sehat jasmani dan rohani, niscaya
kehidupan Bangsa dan Negara ke depan akan lebih baik.
Tunis, 5 Mei 2014
http://oisaa.net/berita-miris-di-hari-pendidikan-nasional/
3. KASUS BULLYING DI DUNIA
PENDIDIKAN KEMBALI
MENELAN KORBAN
By Syarahsmanda Sugiartoputri - 23 December 2013
Entah apa yang bisa menghentikan praktik kekerasan di kalangan pendidikan. Tidak sedikit
korban jiwa yang sudah melayang, tapi rupanya belum juga menjadi pelajaran, hingga
sekarang muncul satu lagi korban jiwa akibat tindak kekerasan di ranah pendidikan.
Pasti ada bullying dalam orientasi?
Berita tentang kematian Fikri Dolasmantya Surya, mahasiswa ITN menjadi berita menyedihkan bagi
dunia pendidikan Indonesia. Kasus kematian Fikri ini diduga karena kekerasan yang dialaminya
selama mengikuti Masa Orientasi Siswa (MOS) di Pantai Goa China, Desa Sitiarjo, Malang pada Sabtu
(12/11). Hasil visum mahasiswa asal NTB ini menunjukan adanya dehidrasi parah. Dari 114
mahasiswa baru yang diperiksa diperoleh keterangan, kalau selama ospek mereka hanya
mendapatkan satu sampai dua botol air untuk diminum bersama tiap harinya. Bukan hanya
mengalami kekerasan fisik seperti ditendang atau diinjak oleh para senior, mahasiswi baru yang
mengikuti kegiatan pun juga diduga mengalami pelecehan seksual.
4. Kasus seperti ini bukan kali pertama terjadi di dunia pendidikan. Pada 2006, kita dikagetkan dengan
kasus kekerasan yang merenggut nyawa beberapa mahasiswa di Kampus Institut Pendidikan Dalam
Negeri (IPDN). Kemudian Agustus 2012 lalu, kasus bullying terdengar lagi menimpa siswa di SMA
Don Bosco, Jakarta. Salah satu siswa melaporkan ke Polres Metro Jakarta Selatan tentang kekerasan
yang dilakukan para senior. Hasil visum menunjukan adanya luka sundutan rokok dan memar pada
tubuh korban. Agenda bullying atau yang terkadang disebut dengan plonco nyaris masuk dalam
agenda acara masa orientasi anak baru di setiap sekolah maupun perguruan tinggi.
“Seseorang dianggap menjadi korban bully ketika salah satu fungsi dalam hidupnya mulai terganggu.
Perilaku anak berubah menjadi pemurung, menarik diri, malas belajar, atau mogok sekolah tanpa
alasan yang jelas. Selama perilaku seseorang mengarah pada tindakan mengintimidasi, melakukan
kekerasan (fisik ataupun verbal) terhadap orang lain sehingga orang tersebut tidak bisa berfungsi
sebagaimana mustinya maka orang tersebut bisa disebut sebagai pelaku bully,” tulis Amanda
Margia, Psikolog dan dosen Psikologi di UPI YAI kepada FIMELA.com melalui e-mail.
http://www.fimela.com/read/2013/12/23/kasus-bullying-di-dunia-pendidikan-kembali-menelan-
korban
5. KASUS PELECEHAN SEKSUAL DI JIS, MENCORENG DUNIA
PENDIDIKAN
Jakarta,NetralOnline.com - Kasus pelecehan seksual yang menimpa siswa Taman Kanak-Kanak (TK)
di Jakarta International School (JIS) mendapat perhatian banyak kalangan. Setelah ramai diberitakan
dimedia massa baik itu media cetak amupun media online, kini giliran Change.org yang merilis
adanya petisi yang mengecam perbuatan tidak terpuji tersebut.
Petisi kali ini bersala dari Fellma J. Panjaitan, menurut dia, vonis hukum di Indonesia terlalu ringan
bagi para predator seksual yang menyasar anak kecil. Padahal negara lain menghukum berat karena
dianggap serius dan dipedulikan. “Bagaimana memulihkan wajah polos seorang anak yang tercederai
pelecehan seksual?” kata Fellma.
Belum lagi betapa sulit menghapus trauma anak. Ini membuat Fellma, ibu dari anak perempuan
berusia 4 tahun, tergugah dan membuat petisi di change.org/JanganAdaKorbanLagi. Sehari, Fellma
didukung lebih dari 20.000 orang. Fellma terganggu oleh kasus M, bocah berusia 5 tahun yang
disodomi bergilir berkali-kali oleh petugas kebersihan di sekolahnya.
Berdasarkan siaran persnya, Pendiri Change.org Indonesia Arief Aziz juga mengomentari, "Ini adalah
petisi dengan dukungan tercepat di situs Change.org Indonesia. Artinya masyarakat marah atas
banyaknya pelecehan seksual dan pemerkosaan tanpa hukuman berat. Fellma berharap tuntutannya
dipenuhi."
6. “Saya merasa ikut tersakiti, marah, dan sedih atas pelecehan seksual. Tiap nonton berita, ada saja
pelecehan seksual, juga child abuse. Tiap hari. Andai saya bisa berbuat sesuatu. Sampai akhirnya
gongnya kemarin, saat kejadian M terkuak. Di tempat yang keamanannya tinggi saja bisa terjadi,
apalagi yang nggak,” kata perempuan pegawai negeri salah satu kementerian ini.
Menurut Fellma, undang-undang yang mengatur hukuman pelaku pelecehan seksual, yaitu 3-15
tahun harus direvisi. Di petisinya, Felma menuntut agar pelaku dihukum seberat-beratnya lewat revisi
UU No.23/2002 tentang Perlindungan Anak.
“Saya ingin meningkatkan kesadaran masyarakat tentang masalah ini. Orang tua dan pengguna
internet sudah pintar, kritis, dan mau ikut andil. Jadi kenapa nggak bareng-bareng bikin gerakan
dengan harapan untuk mengubah kehidupan jadi lebih baik buat anak-anak kita,” terangnya.
Fellma merasa perlakuan atas pelaku masih terlampau baik. “Di sini sexual offenders ditutupi
mukanya. Kalau di luar negeri foto disebarluaskan. Sudah sepatutnya kami tahu wajah pelaku, agar
bisa lebih aman,” kata Fellma dengan geram.
“Harapannya, saya bisa menaruh anak di lingkungan yang aman. Kita mempercayakan sekolah, yang
kita kira aman bagi anak, tapi nyatanya tidak. Berat bagi orang tua meninggalkan anak di sekolah
dengan kekhawatiran. Sekolah dan guru-guru harus tanggung jawab, mau mengakui kesalahan.
Tidak hanya melihat kepentingan sekolah, tapi kebaikan yang lebih besar, masa depan anak-anak.
Karena ini kan kehidupan dan masa depan anak. Jadi ciptakanlah lingkungan yang aman di sekolah
untuk anak-anak,” tandas Fellma.
Selain menuntut revisi UUPA, Fellma menuntut agar guru dan pihak sekolah lebih awas dan
menciptakan lingkungan yang menjamin keamanan anak-anak di sekolah.
Semenjak kasus tersebut terkuak ke publik dari laporan orang tua korban ke kepolisian dan Komisi
Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud)
Muhammad Nuh telah membentuk tim investigasi untuk menyelsaikan kasus tersebut.
Sedangkan menurut Mengkokesra, Agung laksono, Kasus JIS mencoreng dunia pendidikan kita.
Siapapun yang terlibat dalam aksi tersebut, baik guru ataupun petugas kebersihan harus
bertanggung jawab dan ditindak tegas oleh aparat kepolisian,”kata Menko Kesra Agung Laksono di
Kantor Kemenko Kesra, Jakarta, Rabu (16/4).
Menko Kesra menilai, kasus pelecehan seksual yang ternyata sudah berulang kali terjadi di sekolah
tersebut menunjukkan mekanisme pengawasan dan perlindungan anak yang tidak berjalan, karena
tidak mampu melindungi murid dari pelaku kekerasan seksual.
http://www.netralonline.com/pendidikan/item/352-kemendikbud/352-kemendikbud.html
7. Marak Kasus Kekerasan, Lampu Kuning untuk
Pendidikan Indonesia
Moksa Hutasoit - detikNews
Jakarta - Hanya dalam waktu tidak sampai sebulan, dua catatan hitam menimpa dunia pendidikan Indonesia. Kasus
kekerasan seksual anak TK di Jakarta International School (JIS) dan kematian mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran
(STIP).
Bahkan berita kekerasan sempat muncul juga dari Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Jatinangor, Kabupaten
Sumedang, Jawa Barat. Beredar kabar jika ada perkelahian sesama Madya Praja putri atau tingkat dua di kampus tersebut.
Pihak IPDN memang sudah membantah kabar perkelahian itu. Namun mereka mengakui ada terjadi sedikit insiden menimpa
sejumlah Madya Praja putri yang terciprat tanah pada Minggu (27/4) sore di area kampus.
"Soal katanya disiram air keras itu enggak benar. Jadi isu yang beredar itu tidak benar," ujar Kepala Biro Kemahasiswaan
IPDN Jabar Bernhard.
Namun bantahan pernyataan itu malah datang dari RS Mata Cicendo, tempat lima praja putri sempat dirawat. Melalui Humas
Yetti Kusniati, RS Mata Cicendo membenarkan ada cairan yang masuk ke mata para praja.
"Pasien tidak bercerita, kami hanya melakukan pembersihan saja karena takut ada apa-apa. Katanya sih itu cairan pembersih
lantai. Tapi yang pasti bukan cairan kimia," tutur Yetti.
Dengan banyaknya kasus kekerasan yang hinggap di pendidikan Indonesia, membuat pengamat pendidikan Darmaningtyas,
khawatir. Ketua Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Nilai-nilai Kejuangan 45 ini takut jika pendidikan Indonesia bakal
mereproduksi budaya kekerasan.
http://news.detik.com/read/2014/04/30/072417/2569326/10/marak-kasus-kekerasan-lampu-kuning-untuk-pendidikan-
indonesia
Jakarta - "Lebih tepatnya pendidikan bukan melahirkan orang beradab tapi mereproduksi budaya kekerasan sehingga tidak
menjamin rasa aman dan nyaman pada anak," kata Darmaningtyas saat berbincang, Selasa (29/4/2014).
Peristiwa ini tidak hanya bisa disalahkan satu pihak saja. Banyak sisi yang akhirnya membuat kekerasan masuk ke dunia
pendidikan Indonesia. Mulai dari guru, metode pembelajaran, regulasi tidak bisa lepas tangan.
"Termasuk masyarakat yang terbiasa memiliki kultur diam sehingga tidak mau melaporkan penyimpangan di lapangan,"
paparnya.
Khusus untuk persoalan STIP, Darmaningtyas punya saran jangan ada dulu penerimaan mahasiswa baru setidaknya selama
setahun. Setelah itu, penerimaan mahasiswa baru harus dilakukan dengan sistem yang baru.
"Orientasi studi yang disampaikan oleh dosen atau instruktur dari luar," tandasnya.
http://news.detik.com/read/2014/04/30/072417/2569326/10/2/marak-kasus-kekerasan-lampu-kuning-untuk-pendidikan-
indonesia