Dokumen tersebut membahas konsep asuhan keperawatan pre dan post operasi pada sistem saraf. Secara garis besar dibahas persiapan pasien secara fisik, nutrisi, cairan dan elektrolit, persiapan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium, status anestesi, serta inform consent sebelum operasi. Setelah operasi dibahas asuhan seperti observasi tanda vital, aktivitas, dan manajemen nyeri.
1. ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tindakan operasi atau pembedahan merupakan pengalaman yang sulit bagi semua
pasien. Berbagai kemungkinan buruk bias saja trjadi, yang akan membahayakan pasien.
Maka tak heran jika sering kali pasien dan keluargnya menunjukan sikap yang agak
berlebihan, dengan kecemahan yang mereka alami. Kecemasan yang mereka alami biasanya
terkait dengan segalah macam prosedur asing yang harus di jalanin pasien dan juga ancaman
terhadap keselamatan jiwa akibat segala macam prosedut dan pembedahan serta tindakan
pembiusan.
Perawat mempuyai peranan yang sangat penting, dalam setiap tindakan pembedahan
baik pada masa sebelum, selama maupun setelah operasi. Intervensi keperawatan yang tepat
di perlukan untuk mempersiapkan klien, baik secara fisik maupun secara psikis. Tingkat
keberhasilan pembedahan sangat tergantung pada setiap tahapan yang di alami dan saling
ketergantungan antara tim kesehatan yang terkait (dokter bedah, dokter anstensi, dan
perawat) di samping peranan pasien yang kooperatif selama proses perioperatif.
B. Tujuan
Ada pun tujuan penulisan makalah ini yaitu :
1. Memberikan pemahaman kepada pembaca mengenai asuhan keperawatan pre operasi
pada system persarafan
2. Memberikan pemahaman kepada pembaca mengenai asuhan keperawatan post operasi
pada system persarafan
2. ii
3. Memenuhi tugas yang di berikan oleh dosen pembimbing mata kuliah KMB III
C. Rumusan masalah
Ada pun permasalahan yang muncul dalam makalah ini adalah :
1. Jelaskan bagaimana konsep asuhan keperawatan pre operasi pada system persyarafan
2. Jelaskan bagaimana konsep asuhan keperawatan post operasi pada system persyarafan.
3. ii
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Asuhan Keperawatan Pre Operasi pada system Persyarafan
1. Pengertian
Perawatan pre operatif merupakan tahap pertama dari perawatan perioperatif yang
dimulai sejak pasien diterima masuk di ruang terima pasien dan berakhir ketika pasien
dipindahkan ke meja operasi untuk dilakukan tindakan pembedahan.
Perawatan intra operatif dimulai sejak pasien ditransfer ke meja bedah dan berakhir bila
pasien di transfer ke wilayah ruang pemulihan.
2. Tujuan dan Manfaat
Tujuan :
Supaya dengan adanya perawatan perioperatif bias mempermudah prosen pembedahan.
Manfaat :
Dengan adanya kegiatan seperti itu maka pasien bias dengan nyaman, dan aman pada saat di
bedah dan menghasilkan kinerja yang baik.
3. Persiapan Pasien
Persiapan klien di unit perawatan, diantaranya :
1. Persiapan fisik
Berbagai persiapan fisik yang harus dilakukan terhadap pasien sebelum operasi antara lain:
1) Status kesehatan fisik secara umum
Sebelum dilakukan pembedahan, penting dilakukan pemeriksaan status kesehatan
secara umum, meliputi identitas klien, riwayat penyakit seperti kesehatan masa lalu, riwayat
kesehatan keluarga, pemeriksaan fisik lengkap, antara lain status hemodinamika, status
kardiovaskuler, status pernafasan, fungsi ginjal dan hepatik, fungsi endokrin, fungsi
4. ii
imunologi, dan lain- lain. Selain itu pasien harus istirahat yang cukup karena dengan istirahat
yang cukup pasien tidak akan mengalami stres fisik, tubuh lebih rileks sehingga bagi pasien
yang memiliki riwayat hipertensi, tekanan darahnya dapat stabil dan pasien wanita tidak akan
memicu terjadinya haid lebih awal.
2) Status nutrisi
Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan dan berat badan, lipat
kulit trisep, lingkar lengan atas, kadar protein darah (albumin dan globulin) dan
keseimbangan nitrogen. Segala bentuk defisiensi nutrisi harus di koreksi sebelum
pembedahan untuk memberikan protein yang cukup untuk perbaikan jaringan. Kondisi gizi
buruk dapat mengakibatkan pasien mengalami berbagai komplikasi pasca operasi dan
mengakibatkan pasien menjadi lebih lama dirawat di rumah sakit. Komplikasi yang paling
sering terjadi adalah infeksi pasca operasi, dehisiensi (terlepasnya jahitan sehingga luka tidak
bisa menyatu), demam dan penyembuhan luka yang lama. Pada kondisi yang serius pasien
dapat mengalami sepsis yang bisa mengakibatkan kematian.
3) Keseimbangan cairan dan elektrolit
Balance cairan perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan input dan output cairan. Demikian
juga kadar elektrolit serum harus berada dalam rentang normal. Kadar elektrolit yang
biasanya dilakukan pemeriksaan diantaranya adalah kadar natrium serum (normal : 135 -145
mmol/l), kadar kalium serum (normal : 3,5 – 5 mmol/l) dan kadar kreatinin serum (0,70 –
1,50 mg/dl). Keseimbangan cairan dan elektrolit terkait erat dengan fungsi ginjal. Dimana
ginjal berfungsi mengatur mekanisme asam basa dan ekskresi metabolik obat- obatan
anastesi. Jika fungsi ginjal baik maka operasi dapat dilakukan dengan baik. Namun jika ginjal
mengalami gangguan seperti oliguri/ anuria, insufisiensi renal akut, nefritis akut maka operasi
5. ii
harus ditunda menunggu perbaikan fungsi ginjal. Kecuali pada kasus- kasus yang
mengancam jiwa.
4) Kebersihan lambung dan kolon
Lambung dan kolon harus di bersihkan terlebih dahulu. Intervensi keperawatan yang
bisa diberikan diantaranya adalah pasien dipuasakan dan dilakukan tindakan pengosongan
lambung dan kolon dengan tindakan enema/ lavement. Lamanya puasa berkisar antara 7
sampai 8 jam (biasanya puasa dilakukan mulai pukul 24.00 WIB). Tujuan dari pengosongan
lambung dan kolon adalah untuk menghindari aspirasi (masuknya cairan lambung ke paru-
paru) dan menghindari kontaminasi feses ke area pembedahan sehingga menghindarkan
terjadinya infeksi pasca pembedahan. Khusus pada pasien yang membutuhkan operasi CITO
(segera), seperti pada pasien kecelakaan lalu lintas. Maka pengosongan lambung dapat
dilakukan dengan cara pemasangan NGT (naso gastric tube).
5) Pencukuran daerah operasi
Pencukuran pada daerah operasi ditujukan untuk menghindari terjadinya infeksi pada
daerah yang dilakukan pembedahan karena rambut yang tidak dicukur dapat menjadi tempat
bersembunyi kuman dan juga mengganggu/ menghambat proses penyembuhan dan
perawatan luka. Meskipun demikian ada beberapa kondisi tertentu yang tidak memerlukan
pencukuran sebelum operasi, misalnya pada pasien luka incisi pada lengan. Tindakan
pencukuran (scheren) harus dilakukan dengan hati- hati jangan sampai menimbulkan luka
pada daerah yang dicukur. Sering kali pasien di berikan kesempatan untuk mencukur sendiri
agar pasien merasa lebih nyaman. Daerah yang dilakukan pencukuran tergantung pada jenis
operasi dan daerah yang akan dioperasi. Biasanya daerah sekitar alat kelamin (pubis)
dilakukan pencukuran jika yang dilakukan operasi pada daerah sekitar perut dan paha.
Misalnya : apendiktomi, herniotomi, uretrolithiasis, operasi pemasangan plate pada fraktur
6. ii
femur, hemmoroidektomi. Selain terkait daerah pembedahan, pencukuran pada lengan juga
dilakukan pada pemasangan infus sebelum pembedahan.
6) Personal hygiene
Kebersihan tubuh pasien sangat penting untuk persiapan operasi karena tubuh yang
kotor dapat merupakan sumber kuman dan dapat mengakibatkan infeksi pada daerah yang di
operasi. Pada pasien yang kondisi fisiknya kuat diajurkan untuk mandi sendiri dan
membersihkan daerah operasi dengan lebih seksama. Sebaliknya jika pasien tidak mampu
memenuhi kebutuhan personal hygiene secara mandiri maka perawat akan memberikan
bantuan pemenuhan kebutuhan personal hygiene.
7) Pengosongan kandung kemih
Pengosongan kandung kemih dilakukan dengan melakukan pemasangan kateter.
Selain untuk pengosongan isi bladder tindakan kateterisasi juga diperlukan untuk
mengobservasi balance cairan.
8) Latihan pra operasi
Berbagai latihan sangat diperlukan pada pasien sebelum operasi, hal ini sangat
penting sebagai persiapan pasien dalam menghadapi kondisi pasca operasi, seperti: nyeri
daerah operasi, batuk dan banyak lendir pada tenggorokan. Latihan- latihan yang diberikan
pada pasien sebelum operasi, antara lain :
a. Latihan nafas dalam
Latihan nafas dalam sangat bermanfaat bagi pasien untuk mengurangi nyeri setelah
operasi dan dapat membantu pasien relaksasi sehingga pasien lebih mampu beradaptasi
dengan nyeri dan dapat meningkatkan kualitas tidur. Selain itu teknik ini juga dapat
7. ii
meningkatkan ventilasi paru dan oksigenasi darah setelah anastesi umum. Dengan melakukan
latihan tarik nafas dalam secara efektif dan benar maka pasien dapat segera mempraktekkan
hal ini segera setelah operasi sesuai dengan kondisi dan kebutuhan pasien.
b. Latihan batuk efektif
Latihan batuk efektif juga sangat diperlukan bagi klien terutama klien yang
mengalami operasi dengan anestesi general. Karena pasien akan mengalami pemasangan alat
bantu nafas selama dalam kondisi teranestesi. Sehingga ketika sadar pasien akan mengalami
rasa tidak nyaman pada tenggorokan. Dengan terasa banyak lendir kental di tenggorokan.
Latihan batuk efektif sangat bermanfaat bagi pasien setelah operasi untuk mengeluarkan
lendir atau sekret tersebut.
c. Latihan gerak sendi
Latihan gerak sendi merupakan hal sangat penting bagi pasien sehingga setelah
operasi, pasien dapat segera melakukan berbagai pergerakan yang diperlukan untuk
mempercepat proses penyembuhan. Pasien/ keluarga pasien seringkali mempunyai
pandangan yang keliru tentang pergerakan pasien setelah operasi. Banyak pasien yang tidak
berani menggerakkan tubuh karena takut jahitan operasi sobek atau takut luka operasinya
lama sembuh. Pandangan seperti ini jelas keliru karena justru jika pasien selesai operasi dan
segera bergerak maka pasien akan lebih cepat merangsang usus (peristaltik usus) sehingga
pasien akan lebih cepat kentut/ flatus. Keuntungan lain adalah menghindarkan penumpukan
lendir pada saluran pernafasan dan terhindar dari kontraktur sendi dan terjadinya dekubitus.
Tujuan lainnya adalah memperlancar sirkulasi untuk mencegah stasis vena dan menunjang
fungsi pernafasan optimal. Intervensi ditujukan pada perubahan posisi tubuh dan juga Range
of Motion (ROM). Latihan perpindahan posisi dan ROM ini pada awalnya dilakukan secara
pasif namun kemudian seiring dengan bertambahnya kekuatan tonus otot maka pasien
diminta melakukan secara mandiri.
8. ii
2. Persiapan penunjang
Persiapan penunjang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari tindakan
pembedahan. Tanpa adanya hasil pemeriksaan penunjang, maka dokter bedah tidak mungkin
bisa menentukan tindakan operasi yang harus dilakukan pada pasien. Pemeriksaan penunjang
yang dimaksud adalah berbagai pemeriksaan radiologi, laboratorium maupun pemeriksaan
lain seperti ECG, dan lain-lain. Sebelum dokter mengambil keputusan untuk melakukan
operasi pada pasien, dokter melakukan berbagai pemeriksaan terkait dengan keluhan penyakit
pasien sehingga dokter bisa menyimpulkan penyakit yang diderita pasien. Setelah dokter
bedah memutuskan untuk dilakukan operasi maka dokter anstesi berperan untuk menentukan
apakah kondisi pasien layak menjalani operasi. Untuk itu dokter anastesi juga memerlukan
berbagai macam pemerikasaan laboratorium terutama pemeriksaan masa perdarahan
(bledding time) dan masa pembekuan (clotting time) darah pasien, elektrolit serum,
hemoglobin, protein darah, dan hasil pemeriksaan radiologi berupa foto thoraks dan EKG.
3.Pemeriksaan status anestesi
Pemeriksaaan status fisik untuk pembiusan perlu dilakukan untuk keselamatan selama
pembedahan. Sebelum dilakukan anastesi demi kepentingan pembedahan, pasien akan
mengalami pemeriksaan status fisik yang diperlukan untuk menilai sejauh mana resiko
pembiusan terhadap diri pasien. Pemeriksaan yang biasa digunakan adalah pemeriksaan
dengan menggunakan metode ASA (American Society of Anasthesiologist). Pemeriksaan ini
dilakukan karena obat dan teknik anastesi pada umumnya akan mengganggu fungsi
pernafasan, peredaran darah dan sistem saraf.
4. Inform consent
Selain dilakukannya berbagai macam pemeriksaan penunjang terhadap pasien, hal
lain yang sangat penting terkait dengan aspek hukum dan tanggung jawab dan tanggung
gugat, yaitu Inform Consent. Baik pasien maupun keluarganya harus menyadari bahwa
9. ii
tindakan medis, operasi sekecil apapun mempunyai resiko. Oleh karena itu setiap pasien yang
akan menjalani tindakan medis, wajib menuliskan surat pernyataan persetujuan dilakukan
tindakan medis (pembedahan dan anastesi).
Inform Consent sebagai wujud dari upaya rumah sakit menjunjung tinggi aspek etik
hukum, maka pasien atau orang yang bertanggung jawab terhadap pasien wajib untuk
menandatangani surat pernyataan persetujuan operasi. Artinya apapun tindakan yang
dilakukan pada pasien terkait dengan pembedahan, keluarga mengetahui manfaat dan tujuan
serta segala resiko dan konsekuensinya. Pasien maupun keluarganya sebelum
menandatangani surat pernyataan tersebut akan mendapatkan informasi yang detail terkait
dengan segala macam prosedur pemeriksaan, pembedahan serta pembiusan yang akan
dijalani. Jika petugas belum menjelaskan secara detail, maka pihak pasien/ keluarganya
berhak untuk menanyakan kembali sampai betul- betul paham. Hal ini sangat penting untuk
dilakukan karena jika tidak maka penyesalan akan dialami oleh pasien/ keluarga setelah
tindakan operasi yang dilakukan ternyata tidak sesuai dengan gambaran keluarga.
5.Persiapan mental/ psikis
Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam proses persiapan
operasi karena mental pasien yang tidak siap atau labil dapat berpengaruh terhadap kondisi
fisiknya. Tindakan pembedahan merupakan ancaman potensial maupun aktual pada
integeritas seseorang yang dapat membangkitkan reaksi stres fisiologis maupun psikologis
(Barbara C. Long, 2000). Contoh: perubahan fisiologis yang muncul akibat kecemasan dan
ketakutan misalkan pasien dengan riwayat hipertensi jika mengalami kecemasan sebelum
operasi dapat mengakibatkan pasien sulit tidur dan tekanan darahnya akan meningkat
sehingga operasi bisa dibatalkan.
Ketakutan dan kecemasan yang mungkin dialami pasien dapat dideteksi dengan
adanya perubahan- perubahan fisik seperti: meningkatnya frekuensi nadi dan pernafasan,
10. ii
gerakan- gerakan tangan yang tidak terkontrol, telapak tangan yang lembab, gelisah,
menayakan pertanyaan yang sama berulang kali, sulit tidur, dan sering berkemih. Perawat
perlu mengkaji mekanisme koping yang biasa digunakan oleh pasien dalam menghadapi
stres. Disamping itu perawat perlu mengkaji hal- hal yang bisa digunakan untuk membantu
pasien dalam menghadapi masalah ketakutan dan kecemasan ini, seperti adanya orang
terdekat, tingkat perkembangan pasien, faktor pendukung/ support system.
4. Persiapan Tindakan
Dalam pempersiapkan tindakan perawat perlu melakukan hal-hal sebagi berikut ini :
1. Mencek daerah kulit / persiapan kulit dan persiapan perut (lavement).
2. Mencek gelang identitas / identifikasi pasien.
3. Melepas tusuk konde dan wig dan tutup kepala / peci.
4. Melepas perhiasan
5. Mebersihkan cat kuku.
6. Kontak lensa harus dilepas dan diamankan.
7. Protesa (gigi palsu, mata palsu) harus dilepas.
8. Alat pendengaran boleh terpasang bila pasien kurang / ada gangguan pendengaran.
9. Kaus kaki anti emboli perlu dipasang pada pasien yang beresiko terhadap
tromboplebitis.
10. Kandung kencing harus sudah kosong.
11. Status pasien beserta hasil-hasil pemeriksaan harus dicek meliputi ;
- Catatan tentang persiapan kulit.
- Tanda-tanda vital (suhu, nadi, respirasi, TN).
- Pemberian premedikasi.
- Pengobatan rutin.
11. ii
B. Konsep Asuhan Keperawatan Post Operasi pada Beda jantung system Persyarafan
1 Definisi
Bedah jantung adalahUsaha atau operasi yang dikerjakan untuk melakukan koreksi kelainan
anatomi atau fungsi jantung.
2 Klasifikasi
1. Operasi jantung terbuka, yaitu operasi yang dijalankan dengan membuka rongga
jantung dengan memakai bantuan mesin jantung paru (mesin extra corporal).
2. Operasi jantung tertutup, yaitu setiap operasi yang dijalankan tanpa membuka rongga
jantung misalnya ligasi PDA, Shunting aortopulmonal.
2.3Tujuan Operasi Bedah Jantung
Operasi jantung dikerjakan dengan tujuan bermacam-macam antara lain :
1. Koreksi total dari kelainan anatomi yang ada, misalnya penutupan ASD, Pateh
VSD, Koreksi Tetralogi Fallot.
2. Transposition Of Great Arteri (TGA). Umumnya tindakan ini dikerjakan terutama
pada anak-anak (pediatrik) yang mempunyai kelainan bawaan.
3. Operasi paliatif, yaitu melakukan operasi sementara untuk tujuan mempersiapkan
operasi yang definitive atau total koreksi karena operasi total belum dapat dikerjakan
saat itu, misalnya shunt aortopulmonal pada TOF, Pulmonal atresia.
4. Repair yaitu operasi yang dikerjakan pada katub jantung yang mengalami
insufisiensi.
5. Replacement katup yaitu operasi penggantian katup yang mengalami kerusakan.
6. Bypass koroner yaitu operasi yang dikerjakan untuk mengatasi stenosis/sumbatan
arteri koroner.
7. Pemasangan inplant seperti kawat ‘pace maker’ permanen pada anak-anak dengan
blok total atrioventrikel.
12. ii
8. Transplantasi jantung yaitu mengganti jantung seseorang yang tidak mungkin
diperbaiki lagi dengan jantung donor dari penderita yang meninggal karena sebab
lain.
2.4 Toleransi dan Perkiraan Resiko Operasi
Toleransi terhadap operasi diperkirakan berdasarkan keadaan umum penderita yang
biasanya ditentukan dengan klasifikasi fungsional dari New York Heart Association.
Klas I : Keluhan dirasakan bila bekerja sangat berat misalnya berlari
Klas II : Keluhan dirasakan bila aktifitas cukup berat misalnya berjalan cepat.
Klas III : Keluhan dirasakan bila aktifitas lebih berat dari pekerjaan sehari-hari.
Klas IV : Keluhan sudah dirasakan pada aktifitas primer seperti untuk makan dan lain-lain
sehingga penderita harus tetap berbaring ditempat tidur.
Waktu terbaik (Timing) untuk melakukan operasi hal ini ditentukan berdasarkan
resiko yang paling kecil.Misalnya umur yang tepat untuk melakukan total koreksi Tetralogi
Fallot adalah pada umur 3 – 4 tahun.
Hal ini yaitu berdasarkan klasifikasi fungsional di mana operasi katub aorta karena
suatu insufisiensi pada klas IV adalah lebih tinggi dibandingkan pada klas III.Hal ini adalah
saat operasi dilakukan.Operasi pintas koroner misalnya bila dilakukan secara darurat
resikonya 2x lebih tinggi bila dilakukan elektif.
2.5 Diagnosis Penderita Penyakit Jantung
Untuk menetapkan suatu penyakit jantung sampai kepada suatu diagnosis maka
diperlukan tindakan investigasi yang cukup. Mulai dari anamnesa, pemeriksaan fisik/jasmani,
laboratorium, maka untuk jantung diperlukan pemeriksaan tambahan sebagai berikut :
1. Elektrokardiografi (EKG) yaitu penyadapan hantaran listrik dari jantung memakai
alat elektrokardiografi.
13. ii
2. Foto polos thorak PA dan kadang-kadang perlu foto oesophagogram untuk melihat
pembesaran atrium kiri (foto lateral).
3. Fonokardiografi
4. Ekhocardiografi yaitu pemeriksaan jantung dengan memakai gelombang pendek dan
pantulan dari bermacam-macam lapisan di tangkap kembali. Sehingga terlihat
gambaran rongga jantung dan pergerakan katup jantung. Selain itu sekarang ada lagi
Dopler Echocardiografi dengan warna, dimana dari gambaran warna yang terlihat bisa
dilihat shunt, kebocoran katup atau kolateral.
5. Nuklir kardiologi yaitu pemeriksaan jantung dengan memakai isotop intra vena
kemudian dengan “scanner” ditangkap pengumpulan isotop pada jantung.
6. Kateterisasi jantung yaitu pemeriksaan jantung dengan memakai kateter yang
dimasukan ke pembuluh darah dan didorong ke rongga jantung. Kateterisasi jantung
kanan melalui vena femoralis, kateterisasi jantung kiri melalui arteri femoralis.
Pemeriksaan kateterisasi bertujuan :
1. Pemeriksaan tekanan dan saturasi oksigen rongga jantung, sehingga diketahui adanya
peningkatan saturasi pada rongga jantung kanan akibat suatu shunt dan adanya
hypoxamia pada jantung bagian kiri.
2. Angiografi untuk melihat rongga jantung atau pembuluh darah tertentu misalnya LV
grafi, aortografi, angiografi koroner dll.
3. Pemeriksaan curah jantung pada keadaan tertentu.
4. Pemeriksaan enzym khusus, yaitu pemeriksaan enzym creati kinase dan fraksi
CKMB untuk penentuan adanya infark pada keadaan “ unstable angin pectoris”.
2.6 Perawatan Perioperatif Dikamar Operasi
Setelah pesien diputuskan operasi, maka persiapan harus dilakukan, yaitu persiapan
fisik maupun persiapan mental.
14. ii
Untuk persiapan fisik, hal-hal yang harus diperhatikan ialah persiapan
kulit,gastrointestinal,persiapan untuk anastesi, kenyamanan dan istirahat pasien, serta obat-
obatan yang digunakan. Sedangkan persiapan mental,sangat tergantung pada dukungan dari
keluarga. Tugas perawat bedah disini adalah dapat memberikan informasi yang jelas pada
pasien.Meliputi anatomi dasar dan kondisi penyakit pasien. Prosedur operasi sebatas
kopetensi yang diberikan, pemeriksaan diagnostic penunjang, peraturan-peraturan dari tim
bedah, keadaan di ruang operasi, jenis syarat operasi dan ruang tunggu bagi keluarga pasien.
Hal ini dilakukan pada saat perawat bedah melakukan kunjungan sebelum pasien dioperasi.
1. PengkajianPasien Pada Saat Di Kamar Operasi
Observasi tingkat kesadaran pasien
Observasi emosi pasien
Observasi aktivitas
Cek obat yang digunakan
Observasi pernafasan pasien
Riwayat penyakit, keluarga, kebiasaan hidup
Cek obat yang digunakan
Observasi tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu
Observasi kulit: warna, turgor, suhu, keutuhan
2. Pemeriksaan Diagnose
a. EKG: untuk mengetahui disaritmia
b. Chest x-ray
c. Hasil laboratarium: darah lengkap, koagulasi, elektrolit, urium, kreatinin, BUN,
Hb.
d. Kateterisasi
e. Ekhocardiografi
15. ii
3. Tindakan Perawatan Saat Menerima Pasien di Ruang Persiapan
a. Melakukan serah terima dengan perawat ruangan
b. Memperkenalkan diri dan anggota tim kepada pasien
c. Mengecek identitas pasien dengan memanggil namanya
d. Memberikan surport kepada pasien
e. Informasikan kepada pasien tentang tindakan yang akan dilakukan seperti ganti
baju, pemasangan infuse, kanulasi arteri dan pemasangan lead EKG
f. Mendampingi pasien saat memberikan premedikasi
g. Menciptakan situasi yang tenang
h. Yakinkan pasien tidak menggunakan gigi palsu, perhiasan, kontak lensa dan alat
bantu dengar
i. Membawa pasien keruang operasi
4. Perawatan Intra Operasi
a. Airway (jalan nafas) Persiapkan alat untuk mempertahankan Airway antara lain: guedel,
laringoskop, ETT berbagai ukuran, system hisab lendir
b. Breathing (pernafasan) persiapan alat untuk terapi O2 antara lain: kanula, sungkup,
bagging dan ventilator
c. Circulation (sirkulasi):
1. Pemasangan EKG, sering digunakan lead II untuk memantau dinding miokard bagian
inferior dan V5 untuk antero lateral
2. Kanulasi arteri dipasang untuk memantau tekanan arteri dan analisa gas darah
3. Pemasangan CVP untuk pemberian darah autologus dan infuse kontinu serta obat-obatan
yang perlu diberikan
16. ii
4. Temperature: sering digunakan nasofaringeal atau rektal untuk mengevaluasi status
pasien dari cooling dan rewarning, tingkat proteksi miokard, adekuatnya perfusi perifer
dan hipertermi maligna
5. Pada beberapa sentra sering dipasang elektro encephalogram untuk memantau kejadian
akut seperti iskemia atau injuri otak
6. Pemberian obat-obatan: untuk anastesi dengan tujuan tidak sadar, amnesia, analgesia,
relaksasi otak dan menurunkan respons stress, sedang obat lain seperti inotropik,
kronotropik, antiaritmia, diuretic, anti hipertensi, anti kuagulan dan kuagulan juga perlu
4. Defibrillator : Alat ini disiapkan untuk mengantisipasi aritmia yang mengancam jiwa
5. Deathermi : Melakukan pemasangan ground pad harus disesuaikan dengan ukuran
untuk mencegah panas yang terlalu tinggi pada tempat pemasangan
6. Posisi pasien dimeja operasi
Mengatur pasien tergantung dari prosedur operasi yang akan dilakukan. Hal yang perlu
diperhatikan: posisi harus fisiologis, system muskuloskeletal harus terlindung, lokasi operasi
mudah terjangkau, mudah dikaji oleh anastesi,beri perlindungan pada bagian yang tertekan
(kepala, sacrum, scapula, siku, dan tumit)
5. Menjaga tindakan asepsis
Kondisi asepsis dicapai dengan: cuci tangan, melakukan proparasi kulit dan drapping.
Menggunakan gaun dan sarung tangan yang steril.
2.7 Perawatan Pasca-bedah
Perawatan pasca bedah dimulai sejak penderita masuk ke ICU.Untuk mengetahui
problem pasca bedah dianjurkan untuk mengetahui problem penderita pra bedah sehingga
dapat diantisipasi dengan baik.Misalnya problem pernapasan, diabetes dan lain-lain.
17. ii
C. Asuhan Keperawatan
3.1 Pengkajian
3.1.1 A. Identitas Klien
1. Nama : Tn. A
2. Umur : 35 Tahun
3. Jenis kelamin : Laki-laki
4. Alamat : Jl. Palangkuta
5. Pekerjaan : PNS
6. Status : Menikah
3.1.1 B. Identitas Penanggungjawab
1. Nama : Ny. N
2. Umur : 32 Tahun
3. Jenis kelamin : Perempuan
4. Alamat : Jl. Palangkuta
5. Pekerjaan : PNS
6. Status : Menikah
3.1.2 Riwayat Kesehatan
A. Keluhan Utama
Biasanya pasien-pasien yang akan dilaksanakan operasi bedah jantung kebanyakan datang
dengan keluhannya sesak nafas, nyeri dada, syanosis, kelemahan, palpitasi dan nafas cepat
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Sesak nafas, nyeri dada, syanosis, kelemahan, nafas cepat, palpitasi
18. ii
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien sebelumnya pernah merasa sesak dan nyeri pada dada tapi hilang dengan obat
warung
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami kelainan jantung
3.1.3 Pemeriksaan Fisik
A. Kesadaran : Composmentis
B. Keadaan umun: biasanya dalam keadaan lemas
C. TTV
1. Nadi : 90-110 x/menit
2. TD : 110/70-140/90 mmHg
3. RR : 24-27 x/menit
4. Suhu : 37,5-38.5 ̊ C
D. Heat to toe
1. Kepala dan Leher
2. Rambut : Keriting, ada lesi, distribusi merata.
3. Wajah : Normal, konjungtiva pucat
4. Hidung : Pernapasan cuping hidung,Tidak ada polip
5. Mulut : Bersih
6. Leher : Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid
a. Thorax
b. Jantung
7. Inspeksi : tampak ictus cordis
8. Palpasi : ictus cordis kuat angkat
19. ii
9. Perkusi : batas jantung melebar
10. Auskultasi : BJ 1 dan 2 melemah, BJ S3 dan S4, disritmia, gallop
11. Inspeksi : pengembangan paru kanan-kiri simetris
12. Palpasi : ada otot bantu pernafasan
13. Perkusi : sonor
14. Auskultasi : weezing
a. Abdomen
1. Inspeksi : Bulat datar
2. Palpasi : tidak ada nyeri tekan
3. Perkusi : -
4. Auskultasi : Bising usus (+)
b. Ekstremitas
1. Eks. Atas : Ada clubbing fingers, terdapat oedema
2. Eks. Bawah : Ada clubbing fingers, terdapat oedema
3. Sistem Integumen : kulit kering dan turgor kulit juga jelek
4. Genetalia : bersih, normal, tidak ada penyakit kelamin, tidak ada hemoroid
20. ii
3.1.4 Contoh Analisa Data
no Data Etiologi Masalah
1 Ds : pasien mengatakan cepat lelah
saat beraktifitas dan nyeri pada
dadanya.
Do :
- TTV (TD : 120/80-140/90 mmHg,
N : takikardi (lebih dari
100x/menit), RR : takipnea (24-
28x/menit), S : 37,50
-38,50
C )
- Bunyi Jantung S3 dan S4
Penurunan kontraktilitas
miokard
Penurunan
cardiac output
2 Ds: Pasien mengatakan dapat
beraktivitas seperti biasa dan tidak
mudah lelah.
Do:
- TTV (TD : 120/80-140/90 mmHg,
N : takikardi (lebih dari
100x/menit), RR : takipnea (24-
28x/menit), S : 37,50
-38,50
C )
ketidakseimbangan
antara suplai oksigen
Gangguan
intoleransi
aktivitas
3 Ds: pasien mengatakan air
kencingnya sedikit
Do:
- TTV (TD : 120/80-140/90 mmHg,
N : takikardi (lebih dari
100x/menit), RR : takipnea (24-
menurunnya filtrasi
glomelurus
Kelebihan volume
cairan
21. ii
28x/menit), S : 37,50
-38,50
C )
- Oedema pada kaki
3.1.5 Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan cardiac output b.d penurunan kontraktilitas miokard.
2. Gangguan intoleransi aktifitas b.d adanya ketidakseimbangan antara suplay oksigen
3. Kelebihan volume cairan b.d menurunnya filtrasi glomelurus
3.1.6 Proses Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan KH Intervensi Rasional
1 Penurunan cardiac
output
berhubungan
dengan penurunan
kontraktilitas
miokard.
Setelah dilakukan
proses keperawatan
selama 1x24 jam
diharapkan
keseimbangan heart
rate dan frekuensi
jantung dapat terjaga
dengan KH :
K : pasien dan
keluarga pasien
mengetahui apa yang
menyebabkan dari
menurunnya cardiac
output.
A : pasien dan
keluarga pasien bisa
1. Observasi TTV
2. Auskultasi
bunyi jantung,
catat frekuensi,
irama. Catat
adaya denyut
jantung ekstra,
penurunan nadi.
1. Mengetahui
keadaan umum
pasien
2. disritmia khusus
lebih jelas terdeteksi
dengan pendengaran
dari pada dengan
palpasi.
Pendenganaran
terhadap bunyi
jantung ekstra atau
penurunan nadi
membantu
mengidentifikasi
disritmia pada pasien
tak terpantau
22. ii
menunjukan
bagaimana cara untuk
menjaga cardiac
output tetap stabil.
P : pasien dan
keluarga pasien bisa
mempertahankan
cardiac output tetap
stabil
P : - TTV normal :
(TD : 110/70-120/80
mmHg, Suhu: 36,5-
37,50
C, RR: 16-24
x/mnt, Nadi: 60-100
x/mnt
- Tidak ada bunyi
jantung tambahan S3
(gallop) dan S4
(murmur)
- keluaran urin
adekuat
- tidak ada edema
- Peralatan pemantau
hemodinamik
memperlihatkan hasil
3. Observasi status
mental, catat
perkembangan
kekacauan,
disorientasi.
4. Catat warna
kulit, adanya
kuwalitas pulse .
5. Pantau status
kardivaskuler
3. Menurunnya
perfusi otak dapat
mengakibatkan
perubahan observasi/
pengenalan dalam
sensori.
4. Sirkulasi periferal
turun ketika Cardiac
Output menurun,
membuat/menjadika
n warna pucat/abu-
abu bagi kulit
(tergantung dari
derajat hipoksia) dan
penurunan kekuatan
dari denyut periferal.
5. untuk
mengevaluasi
efektifitas
pengobatan, banyak
parameter digunakan
untuk mengevaluasi
fungsi
kardiovaskuler
6. Meringankan
23. ii
normal ( tekanan
vena central (CVP)
normal antara 2-8
mmHg atau 3-11 cm
air, curah jantung
normal antara 3-
5L/menit, tekanan
kapiler pulmonal
(PCWP) normal yaitu
6-12 mmHg, indeks
jantung normal 2,5-
3,5 L/mnt/mm2
,
tekanan vaskuler
sistemik normal
antara 600-1400
dynes/sec, rerata
tekanan arteri normal
70-100mmHg)
setiap jam sampai
stabil melalui
parameter
hemodinamik
6. Kolaborasi obat
anti aritmia
beban jantung
2 Gangguan
intoleransi aktifitas
berhubungan
dengan adanya
ketidakseimbangan
antara suplay
oksigen
Setelah dilakukan
proses keperawatan
selama 1x24 jam
pasien dapat
melakukan aktivitas
seperti biasa dan
tidak mudah lelah
1. Observasi TTV
2. Catat respon
kardiopulmonal
terhadap aktivitas,
catat takikardi,
1. Mengetahui
keadaan umum
pasien
2.
Penurunan/ketidakm
ampuan miokardium
untuk meningkatkan
24. ii
dengan KH :
K : pasien dan
keluarga pasien
mengetahui penyebab
dari gangguan
intoleransi aktivitas
A : pasien dan
keluarga pasien
mampu menunjukan
bagaimana cara
mengatasi gangguan
intoleransi aktivitas
P : pasien dan
keluarga pasien
mampu mengatasi
gangguan intoleransi
aktivitas
P : - TTV normal :
(TD : 110/70-120/80
mmHg, Suhu: 36,5-
37,50
C, RR: 16-24
x/mnt, Nadi: 60-100
x/mnt
- suara nafas
vesikuler
disritmia, dispnea,
berkeringat,
pucat.
3. Observasi
warna kulit,
membran mukosa
dan kuku. Catat
adanya sianosis
perifer (kuku)
atau sianosis
sentral.
volume sekuncup
selama aktivitas,
dengan
menyebabkan
peningkatan segera
pada frekuensi
jantung dan
kebutuhan oksigen,
juga peningkatan
kelelahan dan
kelemahan.
3. Sianosis kuku
menunjukkan
vasokontriksi respon
tubuh terhadap
demam/menggigil
namun sianosis pada
daun telinga,
membran mukosa
dan kulit sekitar
mulut menunjukkan
hipoksemia sistemik.
4. Dapat
menunjukkan
peningkatkan
25. ii
- mukosa dan dasar
kuku berwarna merah
muda
4. Evaluasi
peningkatan
intoleransi
aktivitas.
5. Anjurkan untuk
menarik nafas
dalam, batuk
efektif, berpindah
posisi, memakai
spirometer dan
mematuhi terapi
nafas.
dekompensasi
jantung daripada
kelebihan aktivitas.
5. Membantu
menjaga jalan nafas
tetap paten,
mencegah atelectasis
dan memungkinkan
pengembangan paru.
3 Kelebihan volume
cairan
berhubungan
dengan
menurunnya
filtrasi glomelurus.
Setelah dilakukan
proses keperawatan
selama 1x24 jam
diharapkan
keseimbangan cairan
dalam tubuh dapat
1. Observasi TTV.
2. Observasi
output urine, catat
jumlah dan
1. Untuk mengetahui
keadaan umum
pasien.
2. Output urine
mungkin sangat
sedikit dan pekat,
26. ii
tercapaidengan KH:
K : pasien dan
keluraga pasien
mengetahui penyebab
dari kelebihan
volume cairan
A : pasien dan
keluarga pasien
mampu menunjukan
bagaimana cara
menangani kelebihan
volume cairan
P : pasien dan
keluarga pasien
mampu mengatasi
kelebihan volume
cairan
P : - TTV normal :
(TD : 110/70-120/80
mmHg, Suhu: 36,5-
37,50
C, RR: 16-24
x/mnt, Nadi: 60-100
x/mnt
- Gambaran adanya
kestabilan volume
warnanya
3. Atur posisi
semi fowler
selama fase akut
4. Periksa tubuh
dari edema
dengan/tanpa
pitting, catat
adanya edema
seluruh tubuh
(anasarka)
karena menurunnya
perfusi jaringan
3. Dengan posisi
berbaring semi
fowler meningkatkan
filtrasi glomerulus
dan mengurangi
produksi ADH
sehingga menambah
diuresis.
4. Retensi cairan
yang berlebihan
dimanifestasikan
dengan adanya
edema.
Meningkatnya
kongesti vaskuler
yang akhirnya
mengakibatkan
edema jaringan
sistemik.
5. Bertambah
beratnya gagal
jantung menambah
kongesti vena ,
27. ii
cairan dengan
seimbangnya intake
output.
- tidak ada edema.
5. Palpasi adanya
hepatomegali.
Catat keluhan
nyeri pada
kwadran atas
bagian kanan
6. Kolaborasi
dengan tim
kesehatan dengan
pemberian
diuretic, thiazide
dan pengganti
potasium.
mengakibatkan
distensi perut dan
nyeri. Ini dapai
merubah fungsi hati
dan merugikan
metabolisme obat.
6. Diuretic
(Furosemic),
Meningkatkan aliran
urine dan
menghalangi
reabsorsi dari
sodium/klorida
didalam tubulus
ginjal. Thiazide
(Spironolactone),
Meningkatnya
diuresis tanpa
kehilangan
potassium yang
berlebihan.
28. ii
3.1.7 Implementasi
NO.
DX
TGL/JAM IMPLEMENTASI RESPON TTD
1,2,3,4
1
1,2
10-04-2014
08.00 1. Mengobservasi TTV
2.Meraba nadi (radial,
carotid, femoral, dorsalis
pedis) catat frekuensi,
keteraturan, amplitude
(penuh/kuat) dan simetris.
Mencatat adanya pulsus
alternan, nadi bigeminal,
atau deficit nadi.
3.Mengauskultasi bunyi
jantung, dan suara nafas
1. DS : keluarga pasien
mengatakan pasien agak
mendingan
DO : TTV normal : (TD :
110/70-120/80 mmHg,
Suhu: 36,5-37,50
C, RR:
16-24 x/mnt, Nadi: 60-
100 x/mnt
2. DS : pasien bisa diajak
kerja sama
DO : frekuensi nadi
seimbang, teratur, tidak
ada defisit nadi
3. DS : pasien bisa diajak
kerja sama
DO : tidak ada bunyi
jantung tambahan S3
(gallop) dan S4 (murmur)
29. ii
1,3,4
1
2
09.00 wib
10.00 wib
11.00 wib
4.Kolaborasi :
memberikan obat anti
aritmia, anti radang dan
anlgesik.
5.memantau status
kardivaskuler melalui
parameter hemodinamik
6. Memantau gas darah,
volume tidal, tekanan
inspirasi puncak, dan
parameter ektubasi
- suara nafas vesikuler
tidak ada krekel
4. DS : pasien mengatakan
akan segera minum obat
DO : pasien kooperatif
5. DS : pasien sudah
enakan
DO : Peralatan
pemantau hemodinamik
memperlihatkan hasil
normal ( tekanan vena
central (CVP) normal
antara 2-8 mmHg atau 3-
11 cm air, curah jantung
normal antara 3-5L/menit,
tekanan kapiler pulmonal
(PCWP) normal yaitu 6-12
mmHg, indeks jantung
normal 2,5-3,5
L/mnt/mm2
, tekanan
vaskuler sistemik normal
antara 600-1400
dynes/sec, rerata tekanan
arteri normal 70-
100mmHg)
30. ii
4
2,3,4
12.00 wib
13.00 wib
7. Mengganti balutan
dengan teknik steril
8. mengajarkan teknik
relaksasi, kompres air
hangat dan fisioterapi dada
6. DS : pasien sudah
merasa enak
DO : AGD normal :
(PO2 : 80-95 mmHg, PCO2
: 35-45 mmHg, HCOO-3
:
21-26 mmHg, PH : 7,35-
7,45, SO2 : 90-100
mmHg)
7. DS : pasien bisa diajak
kerjasama
DO : tidak ada tanda-tanda
infeksi
8. DS : pasien bisa
menerima apa yang
diajarkan
DO : skala nyeri
berkurang, demam
menurun, tidak ada sesak
dan krekel.
31. ii
3.1.8 Evaluasi
NO.
DX
TGL/JAM EVALUASI TTD
1 11-04-2014 S : -
O : TTV normal : (TD : 110/70-120/80 mmHg, Suhu: 36,5-
37,50
C, RR: 16-24 x/mnt, Nadi: 60-100 x/mnt, Peralatan
pemantau hemodinamik memperlihatkan hasil normal (
tekanan vena central (CVP) normal antara 2-8 mmHg atau
3-11 cm air, curah jantung normal antara 3-5L/menit,
tekanan kapiler pulmonal (PCWP) normal yaitu 6-12
mmHg, indeks jantung normal 2,5-3,5 L/mnt/mm2
, tekanan
vaskuler sistemik normal antara 600-1400 dynes/sec, rerata
tekanan arteri normal 70-100mmHg)
tidak ada bunyi jantung tambahan baik S3 maupun S4
A : masalah teratasi
P : intervensi dihentikan
2 11-04-2014 S : pasien mengatakan tidak sesak nafas
O : TTV normal : (TD : 110/70-120/80 mmHg, Suhu: 36,5-
37,50
C, RR: 16-24 x/mnt, Nadi: 60-100 x/mnt,AGD
normal : (PO2 : 80-95 mmHg, PCO2 : 35-45 mmHg, HCOO-
3
: 21-26 mmHg, PH : 7,35- 7,45, SO2 : 90-100 mmHg)
- suara nafas vesikuler
- jalan nafas tidak terganggu
- mukosa dan dasar kuku berwarna merah muda
tidak ada sianosis, tidak ada oedema, ekstremitas hangat
32. ii
A : masalah teratasi
P : intervensi dihentikan
3 11-04-2014 S : pasien mengatakan nyeri berkurang
O : TTV normal : (TD : 110/70-120/80 mmHg, Suhu: 36,5-
37,50
C, RR: 16-24 x/mnt, Nadi: 60-100 x/mnt
, skala nyeri 1-3
A : masalah teratasi
P : intervensi dihentikan
4 11-04-2014 S : pasien mengatakan demamnya berkurang
O : TTV normal : (TD : 110/70-120/80 mmHg, Suhu: 36,5-
37,50
C, RR: 16-24 x/mnt, Nadi: 60-100 x/mnt, tidak ada
bengkak, tidak ada kemerahan, tidak ada rasa nyeri
A : masalah teratasi
P : intervensi dihentikan
33. ii
BAB III
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Bedah jantung adalahUsaha atau operasi yang dikerjakan untuk melakukan koreksi
kelainan anatomi atau fungsi jantung.
Operasi Jantung Dibagi Atas :
a. Operasi jantung terbuka, yaitu operasi yang dijalankan dengan membuka rongga jantung
dengan memakai bantuan mesin jantung paru (mesin extra corporal).
b. Operasi jantung tertutup, yaitu setiap operasi yang dijalankan tanpa membuka rongga
jantung misalnya ligasi PDA, Shunting aortopulmonal.
Peran perawat pada fase intra operatif ini meliputi yaitu, :
1. Pemeliharaan keselamatan
2. Pematauan fisiologis
3. Dukungan psikologis
4. Penatalaksanaan keperawatan
4.2 Saran
Menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit
Mengurangi nyeri pada pasien
Meningkatkan istirahat yang cukup
Mencegah suhu tubuh agar tetap normal
Jaga pola makan dan gaya hidup
34. ii
DAFTAR PUSTAKA
1. Boedihartono. 1994. Proses Keperawatan di Rumah Sakit. Jakarta.
2. Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. EGC : Jakarta.
3. Effendy, Christantie dan Ag. Sri Oktri Hastuti. 2005. Kiat Sukses menghadapi
Operasi. Sahabat Setia : Yogyakarta.
4. Effendy, Christantie. 2002. Handout Kuliah Keperawatan Medikal Bedah :
Preoperatif Nursing, Tidak dipublikasikan : Yogyakarta.
5. Marilynn E. Doenges. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan pedoman untuk
perencanaan dan pendokumentasian pasien, ed.3. EGC, Jakarta.
6. Nasrul Effendi. 1995. Pengantar Proses Keperawatan.EGC : Jakarta.
7. Shodiq, Abror. 2004. Operating Room, Instalasi Bedah Sentral RS dr. Sardjito
Yogyakarta, Tidak dipublikasikan : Yogyakarta.
8. Sjamsulhidayat, R. dan Wim de Jong. 1998. Buku Ajar Imu Bedah, Edisi revisi. EGC :
Jakarta.
9. Smeltzer, Suzanne C. and Brenda G. Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah : Brunner Suddarth, Vol. 1. EGC : Jakarta.
10. Wibowo, Soetamto, dkk. 2001. Pedoman Teknik Operasi OPTEK, Airlangga
University Press : Surabaya.
11. Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 7. EGC : Jakart
35. ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur Kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat dan karunia-NYA
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas KMB ini dengan baik, Makalah yang berjudul
“KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PRE OPERASI DAN POST OPERASI PADA
SISTEM PERSARAFAN”. Tugas ini kami susun sesuai petunjuk yang di berikan oleh
dosen pembimbing kami sesuai arahan yang telah di berikan.
Dalam penyusunan makalah ini kami banyak mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak, olehnya itu kami mengucapkan banyak terimakasih, sebesar-besarnya.
Dan kami juga menyadari bahwa penulisan tugas kami ini masih jauh dari kesempurnaan
baik itu dari segi isi maupun cara menyusunya, hal ini di karenakan kuarangnya pengetahuan
dan kemampuan yang kami miliki. Oleh karna itu kritik dan saran yang membangun kami
sngat butuhkan.
Harapan kami, semoga tugas kami ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Raha, April 2014
Penulis
36. ii
PRE DAN POST OPERASI
PADA SISTEM PERSYARAFAN
KELOMPOK : III
1. YUSTIAR SALASARI
2. MEGAWATI
3. HERLINA
4. FEBRIANTI
5. WA ODE SAFIANA
AKADEMI KEPERAWATAN
PEM.KAB MUNA
2014
37. ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar................................................................................................................... i
Daftar Isi............................................................................................................................. ii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar belakang............................................................................................................... 1
B. Tujuan penulisan........................................................................................................... 1
C. Rumusan masalah........................................................................................................... 2
BAB II : PEMBAHASAN
A. Konsep Asuhan Keperawatan Pre Operasi pada system Persyarafan............................. 3
B. Konsep Asuhan Keperawatan Post Operasi pada Beda jantung system Persyarafan.......11
C. Asuhan Keperawatan........................................................................................................ 17
BAB III : PENUTUP
a).Kesimpulan..................................................................................................................... 33
b). Saran................................................................................................................................ 33
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................... 34