SlideShare a Scribd company logo
1 of 6
Download to read offline
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai mana kita ketahui bahwa di Negara kita masih terdapat disana sini ketidak
adilan, baik ditataran pemerintahan, masyarakat dan disekitar kita, Ini terjadi baik
karena kesengajaan atau tidak sengaja ini menunjjukkan Renmdahnya kesadaran
manusia akan keadilan atau berbuat adil terhadap sesama manusia atau dengan sesama
makhluk Hidup. Seandainya di negara kita terjadi pemerataan keadilan maka saya yakin
tidak tidak akan terjadi perotes yang disertai kekerasan, kemiskinan yang
bekepanjangan, peranpokan, kelaparan, gizi buruk dll. Mengapa hal diatas terjadi karen
konsep keadilan yang tidak diterapkan secara benar, atau bisa kita katakan keadilan
hanya milik orang kaya dan penguasa. Dari latar diatas penulis akan mencoba untuk
memberikan sebuah konsep keadilan sehingga diharapkan nantinya dapat meminimalisi
ketidak adilan yang terjadi di indonesia.
B. Rumusan Masalah
Dari beberapa fenomena ketidakadilan di latar belakan diatas maka, kita dapat
rumuskan masalah konsep keadilan
1. Bagaimanakah konsep keadilan yang ideal ?
2. Sejauh mana keadilan diterapkan di Indonesia ?
3. Siapa sajakah orang yang diperlakukan adil dan diperlakukan tidak adil ?
BAB II
PEMBAHASAN
Tidak dapat dipungkiri, Al-qur’an meningkatkan sisi keadilan dalam kehidupan
manusia, baik secara kolektif maupun individual. Karenanya, dengan mudah kita lalu
dihinggapi semacam rasa cepat puas diri sebagai pribadi-pribadi Muslim dengan temuan
yang mudah diperoleh secara gamblang itu.
Sebagai hasil lanjutan dari rasa puas diri itu, lalu muncul idealisme atas Alqur’an sebagai sumber pemikiran paling baik tentang keadilan. Kebetulan persepsi
semacam itu sejalan dengan doktrin keimanan Islam sendiri tentang Allah sebagai
Tuhan Yang Maha Adil. Bukankah kalau Allah sebagai sumber keadilan itu sendiri, lalu
sudah sepantasnya Al-qur’an yang menjadi firmanNya kalamu 'l-Lah juga menjadi
sumber pemikiran tentang keadilan?
Cara berfikir induktif seperti itu memang memuaskan bagi mereka yang biasa
berpikir sederhana tentang kehidupan, dan cenderung menilai refleksi filosofis yang
sangat kompleks dan rumit. Mengapakah kita harus sulit-sulit mencari pemikiran
dengan kompleksitas sangat tinggi tentang keadilan? Bukankah lebih baik apa yang ada
itu saja segera diwujudkan dalam kenyataan hidup kaum Muslimin secara tuntas?
Bukankah refleksi yang lebih jauh hanya akan menimbulkan kesulitan belaka?
"Kecenderungan praktis" tersebut, memang sudah kuat terasa dalam wawasan teologis
kaum

skolastik

mutakallimin

Muslim

sejak

delapan

abad

terakhir

ini.

Argumentasi seperti itu memang tampak menarik sepintas lalu. Dalam kecenderungan
segera melihat hasil penerapan wawasan Islam tentang keadilan dalam hidup nyata.
Apalagi dewasa ini justru bangsa-bangsa Muslim sedang dilanda masalah ketidakadilan
dalam ukuran sangat massif. Demikian juga, persaingan ketat antara Islam sebagai
sebuah paham tentang kehidupan, terlepas dari hakikatnya sebagai ideologi atau bukan,
dan paham-paham besar lain di dunia ini, terutama ideologi-ideologi besar seperti
sosialisme,

komunisme,

nasionalisme,

dan

liberalisme.

Namun,

sebenarnya

kecenderungan serba praktis seperti itu adalah sebuah pelarian yang tidak akan
menyelesaikan

masalah.

Reduksi

sebuah

kerumitan

menjadi

masalah

yang

disederhanakan, justru akan menambah parah keadaan. Kaum Muslim akan semakin
menjauhi keharusan mencari pemecahan yang hakiki dan berdayaguna penuh untuk
jangka panjang, dan merasa puas dengan "pemecahan" sementara yang tidak akan
berdayaguna efektif dalam jangka panjang.
Ketika Marxisme dihadapkan kepada masalah penjagaan hak-hak perolehan
warga masyarakat, dan dihadapkan demikian kuatnya wewenang masyarakat untuk
memiliki alat-alat produksi, pembahasan masalah itu oleh pemikir Komunis diabaikan,
dengan menekankan slogan "demokrasi sosial" sebagai pemecahan praktis yang
menyederhanakan masalah. Memang berdayaguna besar dalam jangka pendek, terbukti
dengan kemauan mendirikan negara-negara Komunis dalam kurun waktu enam
dasawarsa terakhir ini. Namun, "pemecahan masalah" seperti itu ternyata membawa
hasil buruk, terbukti dengan "di bongkar pasangnya" Komunisme dewasa ini oleh para
pemimpin mereka sendiri dimana-mana. Rendahnya produktivitas individual sebagai
akibat langsung dari hilangnya kebebasan individual warga masyarakat yang sudah
berwatak kronis, akhirnya memaksa parta-partai Komunis untuk melakukan
perombakan total seperti diakibatkan oleh perestroika dan glasnost di Uni Soviet
beberapa waktu lalu.
Tilikan atas pengalaman orang lain itu mengharuskan kita untuk juga meninjau
masalah keadilan dalam pandangan Islam secara lebih cermat dan mendasar. Kalaupun
ada persoalan, bahkan yang paling rumit sekalipun, haruslah diangkat ke permukaan
dan selanjutnya dijadikan bahan kajian mendalam untuk pengembangan wawasan
kemasyarakatan Islam yang lebih relevan dengan perkembangan kehidupan umat
manusia di masa-masa mendatang. Berbagai masalah dasar yang sama akan dihadapi
juga oleh paham yang dikembangkan Islam, juga akan dihadapkan kepada nasib yang
sama dengan yang menentang Komunisme, jika tidak dari sekarang dirumuskan
pengembangannya secara baik dan tuntas, bukankah hanya melalui jalan pintas belaka.
Pembahasan berikut akan mencoba mengenal (itemize) beberapa aspek yang
harus dijawab oleh Islam tentang wawasan keadilan sebagaimana tertuang dalam Alqur’an . Pertama-tama akan dicoba untuk mengenal wawasan yang ada, kemudian
dicoba pula untuk menghadapkannya kepada keadaan dan kebutuhan nyata yang sedang
dihadapi umat manusia. Jika dengan cara ini lalu menjadi jelas hal-hal pokok dan sosok
kasar dari apa yang harus dilakukan selanjutnya, tercapailah sudah apa yang dikandung
dalam hati.
A. Pengertian Keadilan
Al-qur’an menggunakan pengertian yang berbeda-beda bagi kata atau istilah
yang bersangkut-paut dengan keadilan. Bahkan kata yang digunakan untuk
menampilkan sisi atau wawasan keadilan juga tidak selalu berasal dari akar kata 'adl.
Kata-kata sinonim seperti qisth, hukm dan sebagainya digunakan oleh Al-qur’an dalam
pengertian keadilan. Sedangkan kata 'adl dalam berbagai bentuk konjugatifnya bisa saja
kehilangan kaitannya yang langsung dengan sisi keadilan itu (ta'dilu, dalam arti
mempersekutukan Tuhan dan 'adl dalam arti tebusan).
Allah SWT. Berfirman :
Artinya : Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan,
memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji,
kemungkaran dan permusuhan. dia memberi pengajaran kepadamu agar
kamu dapat mengambil pelajaran. (QS. An-Nahl : 90)
Kalau dikatagorikan, ada beberapa pengertian yang berkaitan dengan keadilan
dalam Al-qur’an dari akar kata 'adl itu, yaitu sesuatu yang benar, sikap yang tidak
memihak, penjagaan hak-hak seseorang dan cara yang tepat dalam mengambil
keputusan hendaknya kalian menghukumi atau mengambil keputusan atas dasar
keadilan. Secara keseluruhan, pengertian-pengertian di atas terkait langsung dengan sisi
keadilan, yaitu sebagai penjabaran bentuk-bentuk keadilan dalam kehidupan. Dari
terkaitnya beberapa pengertian kata ‘adl dengan wawasan atau sisi keadilan secara
langsung itu saja, sudah tampak dengan jelas betapa porsi "warna keadilan" mendapat
tempat dalam Al-qur’an , sehingga dapat dimengerti sikap kelompok Mu'tazilah dan
Syi'ah untuk menempatkan keadilan ('adalah) sebagai salah satu dari lima prinsip utama
al-Mabdi

al-Khamsah.)

dalam

keyakinan

atau

akidah

mereka.

Kesimpulan di atas juga diperkuat dengan pengertian dan dorongan Al-qur’an agar
manusia memenuhi janji, tugas dan amanat yang dipikulnya, melindungi yang
menderita, lemah dan kekurangan, merasakan solidaritas secara konkrit dengan sesame
warga

masyarakat,

jujur

dalam

bersikap,

dan

seterusnya.

Hal-hal yang ditentukan sebagai capaian yang harus diraih kaum Muslim itu
menunjukkan orientasi yang sangat kuat akar keadilan dalam Al-qur’an. Demikian pula,
wawasan keadilan itu tidak hanya dibatasi hanya pada lingkup mikro dari kehidupan
warga masyarakat secara perorangan, melainkan juga lingkup makro kehidupan
masyarakat itu sendiri. Sikap adil tidak hanya dituntut bagi kaum Muslim saja tetapi
juga mereka yang beragama lain. Itupun tidak hanya dibatasi sikap adil dalam urusanurusan mereka belaka, melainkan juga dalam kebebasan mereka untuk mempertahankan
keyakinan dan melaksanakan ajaran agama masing-masing. Hal ini sesuai denga firman
Allah SWT, sebagai berikut :
Artinya : Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu
menegakkan (kebenaran) Karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan
janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu
untuk berlaku tidak adil. berlaku adillah, Karena adil itu lebih dekat kepada
takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui
apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Maidah : 8)
Yang cukup menarik adalah dituangkannya kaitan langsung antara wawasan
atau sisi keadilan oleh Al-qur’an dengan upaya peningkatan kesejahteraan dan
peningkatan taraf hidup warga masyarakat, terutama mereka yang menderita dan lemah
posisinya dalam percaturan masyarakat, seperti yatim-piatu, kaum muskin, janda,
wanita hamil atau yang baru saja mengalami perceraian. Juga sanak keluarga (dzawil
qurba) yang memerlukan pertolongan sebagai pengejawantahan keadilan. Orientasi
sekian banyak "wajah keadilan" dalam wujud konkrit itu ada yang berwatak karikatif
maupun yang mengacu kepada transformasi sosial, dan dengan demikian sedikit banyak
berwatak straktural. Fase terpenting dari wawasan keadilan yang dibawakan Al-qur’an
itu adalah sifatnya sebagai perintah agama, bukan sekedar sebagai acuan etis atau
dorongan moral belaka. Pelaksanaannya merupakan pemenuhan kewajiban agama, dan
dengan demikian akan diperhitungkan dalam amal perbuatan seorang Muslim di hari
perhitungan (yaum al-hisab) kelak. Dengan demikian, wawasan keadilan dalam Alqur’an mudah sekali diterima sebagai sesuatu yang ideologis, sebagaimana terbukti dari
revolusi yang

dibawakan

Ayatullah

Khomeini

di Iran.

Sudah

tentudengan

segenap bahaya-bahaya yang ditimbulkannya, karena ternyata dalam sejarah, keadilan
ideologis

cenderung

membuahkan

tirani

yang

mengingkari

keadilan

itu.

Sebab kenyataan penting juga harus dikemukakan dalam hal ini: bahwa sifat dasar
wawasan keadilan yang dikembangkan Al-qur’an ternyata bercorak mekanistik, kurang
bercorak reflektif. Ini mungkin karena "warna" dari bentuk konkrit wawasan keadilan
itu adalah "warna" hukum agama, sesuatu yang katakanlah legal-formalistik.
Untuk mengakses dan mendownload tugas kuliah ini selengkapnya
anda harus berstatus Paid Member

More Related Content

What's hot

Tugas etika kehidupan dalam masyarakat
Tugas etika kehidupan dalam masyarakatTugas etika kehidupan dalam masyarakat
Tugas etika kehidupan dalam masyarakatHaniatur Rohmah
 
Akhlak sosial
Akhlak sosialAkhlak sosial
Akhlak sosialYuliana
 
Islam dan isu isu kontemporer
Islam dan isu isu kontemporerIslam dan isu isu kontemporer
Islam dan isu isu kontemporerAtika Vania
 
Presentasi Kerukunan Antar Umat Beragama
Presentasi Kerukunan Antar Umat BeragamaPresentasi Kerukunan Antar Umat Beragama
Presentasi Kerukunan Antar Umat BeragamaLia Oktaviani
 
Presentasi kerukunan antar umat beragama
Presentasi kerukunan antar umat beragamaPresentasi kerukunan antar umat beragama
Presentasi kerukunan antar umat beragamaArief Anzarullah
 
Kerukunan Antar Umat Beragama
Kerukunan Antar Umat BeragamaKerukunan Antar Umat Beragama
Kerukunan Antar Umat BeragamaYopi Adie
 
Kerukunan Umat Beragama dan Kebudayaan Islam
Kerukunan Umat Beragama dan Kebudayaan IslamKerukunan Umat Beragama dan Kebudayaan Islam
Kerukunan Umat Beragama dan Kebudayaan IslamBetaYuliandari
 

What's hot (14)

Tugas etika kehidupan dalam masyarakat
Tugas etika kehidupan dalam masyarakatTugas etika kehidupan dalam masyarakat
Tugas etika kehidupan dalam masyarakat
 
Akhlak sosial
Akhlak sosialAkhlak sosial
Akhlak sosial
 
Islam dan isu isu kontemporer
Islam dan isu isu kontemporerIslam dan isu isu kontemporer
Islam dan isu isu kontemporer
 
Presentasi Kerukunan Antar Umat Beragama
Presentasi Kerukunan Antar Umat BeragamaPresentasi Kerukunan Antar Umat Beragama
Presentasi Kerukunan Antar Umat Beragama
 
Sekularism 2010
Sekularism 2010Sekularism 2010
Sekularism 2010
 
Tsawabit
TsawabitTsawabit
Tsawabit
 
Presentasi kerukunan antar umat beragama
Presentasi kerukunan antar umat beragamaPresentasi kerukunan antar umat beragama
Presentasi kerukunan antar umat beragama
 
Kerukunan Antar Umat Beragama
Kerukunan Antar Umat BeragamaKerukunan Antar Umat Beragama
Kerukunan Antar Umat Beragama
 
Kerukunan Umat Beragama dan Kebudayaan Islam
Kerukunan Umat Beragama dan Kebudayaan IslamKerukunan Umat Beragama dan Kebudayaan Islam
Kerukunan Umat Beragama dan Kebudayaan Islam
 
Isb djgjhjy
Isb djgjhjyIsb djgjhjy
Isb djgjhjy
 
Bertoleransi
Bertoleransi Bertoleransi
Bertoleransi
 
Rekonstruksi negara ideal
Rekonstruksi negara idealRekonstruksi negara ideal
Rekonstruksi negara ideal
 
Bab iii makalah agama
Bab iii makalah agamaBab iii makalah agama
Bab iii makalah agama
 
Ppt moralitas
Ppt moralitasPpt moralitas
Ppt moralitas
 

Similar to KeadilanAlquran

Similar to KeadilanAlquran (20)

Saatnya ahlu-haq-berlaku-jujur
Saatnya ahlu-haq-berlaku-jujurSaatnya ahlu-haq-berlaku-jujur
Saatnya ahlu-haq-berlaku-jujur
 
2 rancang bangun ekonomi islam
2 rancang bangun ekonomi islam2 rancang bangun ekonomi islam
2 rancang bangun ekonomi islam
 
Agama islam dan budaya
Agama islam dan budayaAgama islam dan budaya
Agama islam dan budaya
 
Sistem Sosial dan Keadilan Ekonomi dalam Islam.pdf
Sistem Sosial dan Keadilan Ekonomi dalam Islam.pdfSistem Sosial dan Keadilan Ekonomi dalam Islam.pdf
Sistem Sosial dan Keadilan Ekonomi dalam Islam.pdf
 
Islam dan demokrasi
Islam dan demokrasiIslam dan demokrasi
Islam dan demokrasi
 
Rahmatan
RahmatanRahmatan
Rahmatan
 
Islam pribadi dan masyarakat
Islam  pribadi dan masyarakatIslam  pribadi dan masyarakat
Islam pribadi dan masyarakat
 
Menguatkan barisan dakwah
Menguatkan barisan dakwah Menguatkan barisan dakwah
Menguatkan barisan dakwah
 
Seputar Sekularisme
Seputar SekularismeSeputar Sekularisme
Seputar Sekularisme
 
Pancasila sebagai sistem Etika
Pancasila sebagai sistem EtikaPancasila sebagai sistem Etika
Pancasila sebagai sistem Etika
 
693 2037-1-pb 2
693 2037-1-pb 2693 2037-1-pb 2
693 2037-1-pb 2
 
Reformasi politik peranan ulama
Reformasi politik peranan ulamaReformasi politik peranan ulama
Reformasi politik peranan ulama
 
Peran dan Fungsi Agama dalam kehidupan sehari-hari
Peran dan Fungsi Agama dalam kehidupan sehari-hariPeran dan Fungsi Agama dalam kehidupan sehari-hari
Peran dan Fungsi Agama dalam kehidupan sehari-hari
 
Sekularism 2010
Sekularism 2010Sekularism 2010
Sekularism 2010
 
Sekularism 2010
Sekularism 2010Sekularism 2010
Sekularism 2010
 
Sekularism 2010
Sekularism 2010Sekularism 2010
Sekularism 2010
 
Sekularism 2010
Sekularism 2010Sekularism 2010
Sekularism 2010
 
Sekularism 2010
Sekularism 2010Sekularism 2010
Sekularism 2010
 
Sekularism 2010
Sekularism 2010Sekularism 2010
Sekularism 2010
 
Sekularism 2010
Sekularism 2010Sekularism 2010
Sekularism 2010
 

More from Operator Warnet Vast Raha

Permohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga penggantiPermohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga penggantiOperator Warnet Vast Raha
 

More from Operator Warnet Vast Raha (20)

Stiker kk bondan
Stiker kk bondanStiker kk bondan
Stiker kk bondan
 
Proposal bantuan sepak bola
Proposal bantuan sepak bolaProposal bantuan sepak bola
Proposal bantuan sepak bola
 
Surat pernyataan nusantara sehat
Surat pernyataan nusantara sehatSurat pernyataan nusantara sehat
Surat pernyataan nusantara sehat
 
Surat pernyataan nusantara sehat fajar
Surat pernyataan nusantara sehat fajarSurat pernyataan nusantara sehat fajar
Surat pernyataan nusantara sehat fajar
 
Halaman sampul target
Halaman sampul targetHalaman sampul target
Halaman sampul target
 
Makalah seni kriya korea
Makalah seni kriya koreaMakalah seni kriya korea
Makalah seni kriya korea
 
Makalah makromolekul
Makalah makromolekulMakalah makromolekul
Makalah makromolekul
 
126895843 makalah-makromolekul
126895843 makalah-makromolekul126895843 makalah-makromolekul
126895843 makalah-makromolekul
 
Kafer akbid paramata
Kafer akbid paramataKafer akbid paramata
Kafer akbid paramata
 
Perilaku organisasi
Perilaku organisasiPerilaku organisasi
Perilaku organisasi
 
Mata pelajaran seni budaya
Mata pelajaran seni budayaMata pelajaran seni budaya
Mata pelajaran seni budaya
 
Lingkungan hidup
Lingkungan hidupLingkungan hidup
Lingkungan hidup
 
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga penggantiPermohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
 
Odher scout community
Odher scout communityOdher scout community
Odher scout community
 
Surat izin keramaian
Surat izin keramaianSurat izin keramaian
Surat izin keramaian
 
Makalah keganasan
Makalah keganasanMakalah keganasan
Makalah keganasan
 
Perilaku organisasi
Perilaku organisasiPerilaku organisasi
Perilaku organisasi
 
Makalah penyakit genetika
Makalah penyakit genetikaMakalah penyakit genetika
Makalah penyakit genetika
 
Undangan kecamatan lasalepa
Undangan kecamatan lasalepaUndangan kecamatan lasalepa
Undangan kecamatan lasalepa
 
Bukti registrasi pajak
Bukti registrasi pajakBukti registrasi pajak
Bukti registrasi pajak
 

KeadilanAlquran

  • 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai mana kita ketahui bahwa di Negara kita masih terdapat disana sini ketidak adilan, baik ditataran pemerintahan, masyarakat dan disekitar kita, Ini terjadi baik karena kesengajaan atau tidak sengaja ini menunjjukkan Renmdahnya kesadaran manusia akan keadilan atau berbuat adil terhadap sesama manusia atau dengan sesama makhluk Hidup. Seandainya di negara kita terjadi pemerataan keadilan maka saya yakin tidak tidak akan terjadi perotes yang disertai kekerasan, kemiskinan yang bekepanjangan, peranpokan, kelaparan, gizi buruk dll. Mengapa hal diatas terjadi karen konsep keadilan yang tidak diterapkan secara benar, atau bisa kita katakan keadilan hanya milik orang kaya dan penguasa. Dari latar diatas penulis akan mencoba untuk memberikan sebuah konsep keadilan sehingga diharapkan nantinya dapat meminimalisi ketidak adilan yang terjadi di indonesia. B. Rumusan Masalah Dari beberapa fenomena ketidakadilan di latar belakan diatas maka, kita dapat rumuskan masalah konsep keadilan 1. Bagaimanakah konsep keadilan yang ideal ? 2. Sejauh mana keadilan diterapkan di Indonesia ? 3. Siapa sajakah orang yang diperlakukan adil dan diperlakukan tidak adil ?
  • 2. BAB II PEMBAHASAN Tidak dapat dipungkiri, Al-qur’an meningkatkan sisi keadilan dalam kehidupan manusia, baik secara kolektif maupun individual. Karenanya, dengan mudah kita lalu dihinggapi semacam rasa cepat puas diri sebagai pribadi-pribadi Muslim dengan temuan yang mudah diperoleh secara gamblang itu. Sebagai hasil lanjutan dari rasa puas diri itu, lalu muncul idealisme atas Alqur’an sebagai sumber pemikiran paling baik tentang keadilan. Kebetulan persepsi semacam itu sejalan dengan doktrin keimanan Islam sendiri tentang Allah sebagai Tuhan Yang Maha Adil. Bukankah kalau Allah sebagai sumber keadilan itu sendiri, lalu sudah sepantasnya Al-qur’an yang menjadi firmanNya kalamu 'l-Lah juga menjadi sumber pemikiran tentang keadilan? Cara berfikir induktif seperti itu memang memuaskan bagi mereka yang biasa berpikir sederhana tentang kehidupan, dan cenderung menilai refleksi filosofis yang sangat kompleks dan rumit. Mengapakah kita harus sulit-sulit mencari pemikiran dengan kompleksitas sangat tinggi tentang keadilan? Bukankah lebih baik apa yang ada itu saja segera diwujudkan dalam kenyataan hidup kaum Muslimin secara tuntas? Bukankah refleksi yang lebih jauh hanya akan menimbulkan kesulitan belaka? "Kecenderungan praktis" tersebut, memang sudah kuat terasa dalam wawasan teologis kaum skolastik mutakallimin Muslim sejak delapan abad terakhir ini. Argumentasi seperti itu memang tampak menarik sepintas lalu. Dalam kecenderungan segera melihat hasil penerapan wawasan Islam tentang keadilan dalam hidup nyata. Apalagi dewasa ini justru bangsa-bangsa Muslim sedang dilanda masalah ketidakadilan dalam ukuran sangat massif. Demikian juga, persaingan ketat antara Islam sebagai sebuah paham tentang kehidupan, terlepas dari hakikatnya sebagai ideologi atau bukan, dan paham-paham besar lain di dunia ini, terutama ideologi-ideologi besar seperti sosialisme, komunisme, nasionalisme, dan liberalisme. Namun, sebenarnya kecenderungan serba praktis seperti itu adalah sebuah pelarian yang tidak akan menyelesaikan masalah. Reduksi sebuah kerumitan menjadi masalah yang disederhanakan, justru akan menambah parah keadaan. Kaum Muslim akan semakin menjauhi keharusan mencari pemecahan yang hakiki dan berdayaguna penuh untuk
  • 3. jangka panjang, dan merasa puas dengan "pemecahan" sementara yang tidak akan berdayaguna efektif dalam jangka panjang. Ketika Marxisme dihadapkan kepada masalah penjagaan hak-hak perolehan warga masyarakat, dan dihadapkan demikian kuatnya wewenang masyarakat untuk memiliki alat-alat produksi, pembahasan masalah itu oleh pemikir Komunis diabaikan, dengan menekankan slogan "demokrasi sosial" sebagai pemecahan praktis yang menyederhanakan masalah. Memang berdayaguna besar dalam jangka pendek, terbukti dengan kemauan mendirikan negara-negara Komunis dalam kurun waktu enam dasawarsa terakhir ini. Namun, "pemecahan masalah" seperti itu ternyata membawa hasil buruk, terbukti dengan "di bongkar pasangnya" Komunisme dewasa ini oleh para pemimpin mereka sendiri dimana-mana. Rendahnya produktivitas individual sebagai akibat langsung dari hilangnya kebebasan individual warga masyarakat yang sudah berwatak kronis, akhirnya memaksa parta-partai Komunis untuk melakukan perombakan total seperti diakibatkan oleh perestroika dan glasnost di Uni Soviet beberapa waktu lalu. Tilikan atas pengalaman orang lain itu mengharuskan kita untuk juga meninjau masalah keadilan dalam pandangan Islam secara lebih cermat dan mendasar. Kalaupun ada persoalan, bahkan yang paling rumit sekalipun, haruslah diangkat ke permukaan dan selanjutnya dijadikan bahan kajian mendalam untuk pengembangan wawasan kemasyarakatan Islam yang lebih relevan dengan perkembangan kehidupan umat manusia di masa-masa mendatang. Berbagai masalah dasar yang sama akan dihadapi juga oleh paham yang dikembangkan Islam, juga akan dihadapkan kepada nasib yang sama dengan yang menentang Komunisme, jika tidak dari sekarang dirumuskan pengembangannya secara baik dan tuntas, bukankah hanya melalui jalan pintas belaka. Pembahasan berikut akan mencoba mengenal (itemize) beberapa aspek yang harus dijawab oleh Islam tentang wawasan keadilan sebagaimana tertuang dalam Alqur’an . Pertama-tama akan dicoba untuk mengenal wawasan yang ada, kemudian dicoba pula untuk menghadapkannya kepada keadaan dan kebutuhan nyata yang sedang dihadapi umat manusia. Jika dengan cara ini lalu menjadi jelas hal-hal pokok dan sosok kasar dari apa yang harus dilakukan selanjutnya, tercapailah sudah apa yang dikandung dalam hati.
  • 4. A. Pengertian Keadilan Al-qur’an menggunakan pengertian yang berbeda-beda bagi kata atau istilah yang bersangkut-paut dengan keadilan. Bahkan kata yang digunakan untuk menampilkan sisi atau wawasan keadilan juga tidak selalu berasal dari akar kata 'adl. Kata-kata sinonim seperti qisth, hukm dan sebagainya digunakan oleh Al-qur’an dalam pengertian keadilan. Sedangkan kata 'adl dalam berbagai bentuk konjugatifnya bisa saja kehilangan kaitannya yang langsung dengan sisi keadilan itu (ta'dilu, dalam arti mempersekutukan Tuhan dan 'adl dalam arti tebusan). Allah SWT. Berfirman : Artinya : Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. (QS. An-Nahl : 90) Kalau dikatagorikan, ada beberapa pengertian yang berkaitan dengan keadilan dalam Al-qur’an dari akar kata 'adl itu, yaitu sesuatu yang benar, sikap yang tidak memihak, penjagaan hak-hak seseorang dan cara yang tepat dalam mengambil keputusan hendaknya kalian menghukumi atau mengambil keputusan atas dasar keadilan. Secara keseluruhan, pengertian-pengertian di atas terkait langsung dengan sisi keadilan, yaitu sebagai penjabaran bentuk-bentuk keadilan dalam kehidupan. Dari terkaitnya beberapa pengertian kata ‘adl dengan wawasan atau sisi keadilan secara langsung itu saja, sudah tampak dengan jelas betapa porsi "warna keadilan" mendapat tempat dalam Al-qur’an , sehingga dapat dimengerti sikap kelompok Mu'tazilah dan Syi'ah untuk menempatkan keadilan ('adalah) sebagai salah satu dari lima prinsip utama al-Mabdi al-Khamsah.) dalam keyakinan atau akidah mereka. Kesimpulan di atas juga diperkuat dengan pengertian dan dorongan Al-qur’an agar manusia memenuhi janji, tugas dan amanat yang dipikulnya, melindungi yang menderita, lemah dan kekurangan, merasakan solidaritas secara konkrit dengan sesame warga masyarakat, jujur dalam bersikap, dan seterusnya. Hal-hal yang ditentukan sebagai capaian yang harus diraih kaum Muslim itu menunjukkan orientasi yang sangat kuat akar keadilan dalam Al-qur’an. Demikian pula, wawasan keadilan itu tidak hanya dibatasi hanya pada lingkup mikro dari kehidupan warga masyarakat secara perorangan, melainkan juga lingkup makro kehidupan
  • 5. masyarakat itu sendiri. Sikap adil tidak hanya dituntut bagi kaum Muslim saja tetapi juga mereka yang beragama lain. Itupun tidak hanya dibatasi sikap adil dalam urusanurusan mereka belaka, melainkan juga dalam kebebasan mereka untuk mempertahankan keyakinan dan melaksanakan ajaran agama masing-masing. Hal ini sesuai denga firman Allah SWT, sebagai berikut : Artinya : Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) Karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. berlaku adillah, Karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Maidah : 8) Yang cukup menarik adalah dituangkannya kaitan langsung antara wawasan atau sisi keadilan oleh Al-qur’an dengan upaya peningkatan kesejahteraan dan peningkatan taraf hidup warga masyarakat, terutama mereka yang menderita dan lemah posisinya dalam percaturan masyarakat, seperti yatim-piatu, kaum muskin, janda, wanita hamil atau yang baru saja mengalami perceraian. Juga sanak keluarga (dzawil qurba) yang memerlukan pertolongan sebagai pengejawantahan keadilan. Orientasi sekian banyak "wajah keadilan" dalam wujud konkrit itu ada yang berwatak karikatif maupun yang mengacu kepada transformasi sosial, dan dengan demikian sedikit banyak berwatak straktural. Fase terpenting dari wawasan keadilan yang dibawakan Al-qur’an itu adalah sifatnya sebagai perintah agama, bukan sekedar sebagai acuan etis atau dorongan moral belaka. Pelaksanaannya merupakan pemenuhan kewajiban agama, dan dengan demikian akan diperhitungkan dalam amal perbuatan seorang Muslim di hari perhitungan (yaum al-hisab) kelak. Dengan demikian, wawasan keadilan dalam Alqur’an mudah sekali diterima sebagai sesuatu yang ideologis, sebagaimana terbukti dari revolusi yang dibawakan Ayatullah Khomeini di Iran. Sudah tentudengan segenap bahaya-bahaya yang ditimbulkannya, karena ternyata dalam sejarah, keadilan ideologis cenderung membuahkan tirani yang mengingkari keadilan itu. Sebab kenyataan penting juga harus dikemukakan dalam hal ini: bahwa sifat dasar wawasan keadilan yang dikembangkan Al-qur’an ternyata bercorak mekanistik, kurang bercorak reflektif. Ini mungkin karena "warna" dari bentuk konkrit wawasan keadilan itu adalah "warna" hukum agama, sesuatu yang katakanlah legal-formalistik.
  • 6. Untuk mengakses dan mendownload tugas kuliah ini selengkapnya anda harus berstatus Paid Member