3. Pengertian Qira’at
Az-Zarqani, berpendapat bahwa qira’at adalah suatu mazhab
yang dianut oleh seorang imam dalam membaca al-Qur’an yang
berbeda satu dengan yang lainnya dalam pengucapan al-Qur’an
serta disepakati riwayat dan jalur-jalurnya, baik perbedaan itu
dalam pengucapan huruf maupun dalam pengucapan lafaznya.
Az-Zarkasyi mengemukakan bahwa perbedaan qira’at itu meliputi
perbedaan lafaz-lafaz tasydid dan lainnya. Qira’at harus melalui talaqqi
dan musyafahah, karena dalam qira’at banyak hal-hal yang tidak bisa
dibaca kecuali dengan mendengar langsung dari seorang guru dan
bertatap muka
4. Pengertian Qira’at
Manna Khalīl al-Qaṭṭan menyatakan bahwa qirā‟at adalah salah satu
mazhab pengucapan al-Qur’an yang dipilih oleh salah seorang imam
qurrā‟ sebagai suatu mazhab yang berbeda dengan mazhab lainnya.
Ibnu al-Jazari berpendapat bahwa qira’at adalah pengetahuan tentang
cara-cara melafalkan kalimat al-Qurān dengan menyandarkan pada
penukilnya
Muḥammad Ali al-Shabuni, menyatakan bahwa qira’at adalah salah satu
mazhab atau aliran dalam mengucapkan al-Qurān yang dipakai oleh
salah seorang imam qurrā‟ yang berbeda dengan lainnya
5. Pengertian Qira’at
Unsur pembentuk definisi
Menyangkut bacaan ayat-ayat al-Quran
Cara bacaan yang dianut berdasarkan atas Riwayat
dan bukan pada ijtihad
Perbedaan antara qira’at bisa terjadi dalam
pengucapan huruf dan pengucapannya dalam
berbagai keadaan.
6. Latar Belakang Timbulnya Qira’at
Keanekaragaman bacaan (qiraa’t) berangkat dari hadis yang diriwayatkan dari Ibnu
Abbas bahwa Nabi Muhammad Saw. Bersabda:
ىِنَأَرْقَأ
ُ
يل ِ
ْرب ِج
ىَلَع
ُ
ف ْرَح
ُ
هتْعَجاَرَف
ُ
َف
ُْمَل
ُْل َزَأ
ُ
هيد ِ
زَتْسَأ
ي ِ
زَي َو
ىِند
ىَّتَح
ىَهَتْنا
ىَلِإ
ُِةَعْبَس
ُ
فرْحَأ
“Jibril 'alaihissalam membacakan (al-Qur’an) kepadaku dengan satu huruf, lalu aku
berulang kali meminta agar huruf itu ditambah dan ia menambahkan kepadaku sampai
tujuh huruf.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
7. Dalam riwayat yang lain Umar Ibnu al-Khatab berkata, bahwa: “Saya mendengar Hisyam
Ibnu Hakim membaca surat alFurqan pada masa Rasulullah Saw. Saya betul-betul
memperhatikan bacaannya, ternyata dia membaca dalam beberapa huruf, yang tidak
pernah dibacakan oleh Rasulullah kepada saya, dan hampir saja saya menendangnya
ketika sedang shalat, kemudian dengan sabar saya menunggu hingga selesai, lalu saya
tarik jubahnya dan saya tanyakan:
“Siapa yang membacakan kepadamu surat yang saya dengar tadi?” Hisyam menjawab: “
“Rasulullah yang membacakannya kepada saya”. Umar berkata: “Kemudian saya
mengajak Hisyam menghadap Rasulullah Saw., lalu Umar berkata : “Saya mendengar
Hisyam ini membaca surat al-Furqan dalam beberapa huruf, yang tidak Anda bacakan
kepada saya”. Kemudian berkatalah Rasulullah Saw: “Bacalah hai Hisyam!”, lalu
membacalah Hisyam dengan bacaan yang tadi didengar oleh Umar. Rasulullah Saw.
berkata : “Memang demikianlah surat itu diturunkan. Selanjutnya Rasulullah berkata:
“Bacalah hai Umar!”, maka Umar pun membaca dengan bacaan yang pernah dibacakan
oleh Rasulullah kepada Umar. Rasulullah Saw. berkata: “Memang demikian juga surat
itu diturunkan”, dan selanjutnya Rasulullah berkata:
إن
هذا
القرآن
أنزل
على
سبعة
أحرف
فاقرؤا
ما
تيسر
8. Latar Belakang Timbulnya Qira’at
● Periodisasi qurra’ adalah sejak masa sahabat sampai dengan masa tabi’in. Orang-
orang yang menguasai tentang al-Qur’an adalah yang menerimanya dari orang-orang
yang dipercaya dan dari imam demi imam yang akhirnya berasal dari Nabi. Mushaf-
mushaf tersebut tidaklah bertitik dan berbaris, dan bentuk kalimat di dalamnya
mempunyai beberapa kemungkinan berbagai bacaan. Kalau tidak, maka kalimat itu
harus ditulis dengan mushaf dengan satu wajah kemudian ditulis pada mushaf lain
dengan wajah yang lain dan begitulah seterusnya
● Kalangan sahabat sendiri dalam pengambilannya dari Rasul berbeda-beda. Ada yang
membaca dengan satu huruf, sedang yang lain ada yang mengambilnya dengan dua
huruf/bacaan. Bahkan, yang lain lagi ada yang lebih dari itu. Kemudian mereka
bertebaran ke seluruh penjuru daerah dalam keadaan semacam ini
9. Latar Belakang Timbulnya Qira’at
● Usman ra. ketika mengirim mushaf-mushaf ke seluruh penjuru kota, ia mengirimkan
pula orang yang sesuai bacaannya dengan masing-masing mushaf. setelah para
sahabat berpencar ke seluruh daerah dengan bacaan yang berbeda itu para tabi‟in
pengikutnya mengambil dari sahabat tersebut. Dengan demikian, beraneka ragamlah
pengambilan para tabi’in, sehingga masalah ini bisa menimbulkan imam imam qari’
yang masyhur yang berkecimpung didalamnya dan mencurahkan segalanya untuk
qira’at dengan memberi tanda-tanda serta menyebarluaskannya.
● Perbedaan ini masih dalam batasan-batasan huruf sab’ah di mana al-Qur’an
diturunkan dari Allah. Qira’at-qira’at hanya merupakan mazhab bacaan al-Qur’an
para imam yang secara ijma’ masih tetap eksis dan digunakan umat hingga kini, dan
sumbernya adalah perbedaan langgam, cara pengucapan dan sifatnya, seperti tafkhīm,
tarqīq, imālah, idgām, izḥar, mād, qaṣr, tasydid, takhfīf, dan lain-lain. Namun
semuanya itu hanya berkisar dalam satu huruf yakni huruf Quraisy
10. Qira’at Yang Masyhur
Mazhab qira’at yang masyhur adalah: Qira’at Sab’ah; Qira’at ‘Asyrah
dan Qira’at Arba’a ‘Asyrah
Perbedaan ini disebabkan oleh berbedanya kapasitas intelektual dan
kesempatan masing-masing sahabat dalam mengetahui cara membaca
al-Qurān. Hal ini juga berkaitan dengan tulisan al-Qurān dalam mushaf
Usmani yang belum diberi baris atau tanda baca apapun, sehingga
bacaan al-Qur’an dapat berbeda dari susunan huruf-hurufnya terutama
pada saat wilayah Islam semakin meluas dan para sahabat yang
mengajarkan al-Qur’an menyebar ke berbagai daerah.
11. Qira’at Yang Masyhur
Qira’at sab’ah adalah qir’at yang menunjuk pada tujuh imam masyhur,
yaitu:
1. Nafi' al-Madani;
2. Ibnu Katsir al-Makki;
3. Abu Amr;
4. Ibnu Amir as-Syami;
5. Ashim al-Kuufi;
6. Hamzah al-Kuufi dan
7. Al-Kisa'i al-Kuufi.
Qiraat imam tujuh ini lebih dikenal dengan nama
qiraat mutawatirah
12. Qira’at Yang Masyhur
Adapun ketiga imam qira’at yang menyempurnakan qira’at tujuh menjadi
sepuluh adalah
8. Abu Ja’far al-Madani;
9. Ya’qub al-Basri;
10. Abu Muhammad Khalaf
13. Qira’at Yang Masyhur
Sebagian ulama menambahkan pula empat qira’at kepada yang sepuluh
itu. Keempat qira’at itu adalah:
11. Al-Hasanul Basri
12. Muhammad bin Abdurrahman (Ibnu Muhaisin)
13. Yahya bin Mubarak al-Yazidi an-Nahwi
14. Abul Faraj Muhammad bin Ahmad asy-Syanbuzi
14. Macam-macam Qira’at Dari Segi
Sanadnya
1. Qira’at Mutawatir, yaitu qira’at yang diriwayatkan oleh suatu jamaah dari
jamaah lain yang semuanya dapat dipastikan tidak mungkin berdusta.
Misalnya sistem qira’at yang isnadnya telah disepakati berasal dari imam
tujuh;
2. Qira’at Masyhur, yaitu qira’at yang shahih sanadnya, perawinya adil, kuat
hafalan dan sesuai dengan kaidah bahasa Arab, juga sesuai dengan salah satu
rasm Usmani. Contoh qira’at yang diriwayatkan oleh sebagian perawi saja dari
qari’ tujuh
15. Macam-macam Qira’at Dari Segi
Sanadnya
3. Qira’at yang shahih sanadnya, tapi tidak sesuai dengan rasm Usmani atau
menyalahi bahasa Arab dan tidak terkenal sebagai qira’at yang masyhur. Subhi
al-Shalih dalam kitabnya tidak memberi nama pada jenis qira’at ini, tapi dalam
kitab Manna al-Qattān jenis qira’at ini diberi nama dengan istilah qira’at ahad
4. Qira’at Syadz, yaitu qira’at yang tidak shahih sanadnya.
5. Qira’at Maudhu’, yaitu qira’at yang tidak ada asalnya.
6. Qira’at Mudraj, yaitu yang ditambahkan ke dalam qira’at sebagai penafsiran
Keempat macam qira’at yang terakhir tidak boleh diamalkan bacaannya. Dan
jumhur ulama berpendapat bahwa qira’at yang tujuh itu adalah qira’at yang
mutawatir. Dan yang tidak mutawatir seperti masyhur tidak boleh dibaca di
dalam maupun di luar shalat.
16. Kriteria Qira’at yang diterima dan yang
ditolak
● Qira’at tersebut sesuai dengan kaidah bahasa Arab sekalipun dalam satu segi,
baik segi itu fasih maupun lebih fasih. Sebab qira’at adalah sunnah yang harus
diikuti, diterima apa adanya dan menjadi rujukan dengan berdasarkan isnad,
bukan ra’yu
● sesuai dengan salah satu mushaf usmani, meskipun hanya sekadar mendekati
saja. Sebab dalam penulisan mushaf-mushaf itu para sahabat telah bersungguh-
sungguh dalam membuat rasm sesuai dengan bermacam-macam dialek qira’at
yang mereka ketahui
● harus shahih sanadnya, sebab qira’at merupakan sunnah yang diikuti yang
didasarkan pada keselamatan penukilan dan kesahihan riwayat. Seringkali ahli
bahasa Arab mengingkari sesuatu qira’at hanya karena qira’at itu tidak sejalan
dengan dengan aturan atau lemah menurut kaidah bahasa, namun demikian
para imam qira’at tidak menanggung beban apa pun atas keingkaran mereka
itu.
17. Contoh Variasi Qira’at
Dalam hal ini kita bisa ambil dalam ayat keempat surat al-Fatihah, baik
yang dapat dipakai maupun yang tidak dapat dipakai karena termasuk
ahad (tidak mutawatir) atau bahkan syadz (menyalahi yang lebih kuat)
Variasi yang Mutawatir
1. Qiraat Ashim, al Kisa'i, Ya'qub dan Khalaf bin
Hisyam: ُِْنيُِالدِم ْوَيُِكِلاَم
2. Qiraat Nafi', Ibnu Katsir, Abu Amr, Ibnu Amir dan
Hamzah: ُِْنيُِالدِم ْوَيُِكِلَم
18. Variasi yang Ahad
1. Diriwayatkan dari Aisyah dan Sa'ad bin Abi Waqqash: ُكِلَم
ُِْنيُِالدِم ْوَي
2. Diriwayatkan dari Anas bin Malik: ُِْنيُِالدِم ْوَيَُكِلَم
3. Bacaan al A'mash dan al Mathu'i, diriwayatkan dari Abu
Hurairah: ُِْنيُِالدِم ْوَيَُكِلاَم
4. Bacaan Yahya bin Ya'mar dan Abu Hanifah, diriwayatkan
dari Ali bin Abi Tholib: ُِْنيُِالدَم ْوَيَُكَلَم
5. Bacaan al-Sya'bi dan Abu Usman al-Nahdy: ُِْنيُِالدِم ْوَيُِكْلِم
19. Variasi yang Ahad
6. Bacaan Ashim al-Juhduri, diriwayatkan dari Abu
Hurairah: ُِْنيُِالدِم ْوَيُِكْلَم
7. Bacaan Aun bin Abi Syaddad al-Aqily,
diriwayatkan dari Umar bin Abdul Aziz: ُُِالدِم ْوَيُكِل ٰم
ُِْني
8. Bacaan Abu Ubaid dan Aun al-Aqily: ُ
ْيُِالدَم ْوَيٌُكِلاَم
ُِن
9. Bacaan Abu Raja al-Atharidy, diriwayatkan dari
Ubay bin Kaab: ُِْنيُِالدِم ْوَيُِْكيِلَم
10. Bacaan Ibnu Abi Ashim: ُِْنيُِالدَم ْوَيُاًكْلِم
20. Variasi yang Syadz
● Dalam sebuah riwayat di kitab al Bahrul
Muhith tanpa menyebut nama: ُ
ْيُِالدِم ْوَيُِكّلَم
ُِن
● Dalam sebuah riwayat di kitab al Bahrul
Muhith tanpa nama: ُِْنيُِالدِم ْوَيَُكْلَم
21. Semua variasi bacaan ini masih bisa
terbaca dalam Rasm Usmani yang
tertulis ملكُيوم tanpa harakat dan titik.
23. Pengertian Rasm Al-Quran
Istilah Rasm al-Qur’an terdiri dari dua kata, yaitu Rasm dan al-Qur’an.
● Rasm berarti bentuk tulisan. Dapat juga diartikan atsar dan alamah.
● Al-Qurān adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw.
melalui perantaraan malaikat Jibril, ditulis dalam mushaf-mushaf dan
disampaikan kepada kita secara mutawatir, mempelajarinya merupakan suatu
ibadah, dimulai dengan surat al-Fatihah dan ditutup dengan surat al-Nas
Jadi, Rasm al-Qur’an adalah bentuk tulisan al-Qur’an . Para ulama lebih cenderung
menamainya dengan istilah Rasm al-musḥaf. Ada pula yang menyebutnya Rasm
Usmani, hal ini dikarenakan khalifah Usmanlah yang merestui dan mewujudkannya
dalam kenyataan.
24. Adapun yang dimaksud dengan ilmu Rasm al-Qurān adalah ilmu yang
mempelajari tentang penulisan mushaf al-Qurān yang dilakukan dengan cara
khusus, baik dalam penulisan lafal-lafalnya maupun bentuk-bentuk huruf yang
digunakannya.
25. Kaidah Penulisan Al-Quran
Mushaf Usmān ditulis dengan kaidah-kaidah tertentu. Para ulama meringkasnya
menjadi enam kaidah, yaitu:
● al-Hazf (membuang atau meniadakan huruf)
● al-Ziyadah (penambahan huruf)
● Kaidah Hamzah
● Badal (penggantian huruf)
● Washal (penyambungan huruf) dan Fashal (Pemisahan huruf)
● Lafaz yang dibaca dengan dua sistem qiraāt, cukup ditulis salah satunya
26. Hubungan Rasm dengan Qirā’at dan Pemahaman al-Qurān
Mushaf Usmani dianggap satu-satunya mushaf yang dijadikan pegangan bagi
umat Islam di seluruh dunia dalam pembacaan al-Quran, tetapi masih terdapat
perbedaan dalam pembacaan. Mengapa?
● Karena penulisan al-Qurān pada waktu itu belum mengenal adanya tanda-
tanda titik pada huruf-huruf yang hampir sama dan belum ada baris
harakatnya.
● Bagi mereka (sahabat dan tabi’in) memang tidak mempengaruhi pembacaan
al-Qur’an karena mereka telah fasih bahasa Arab. Namun, bagi orang Islam
non-Arab akan merasa sulit membedakan bacaan yang hampir sama tanpa
menggunakan titik perbedaan dan baris harakat. Hubungan rasm al-Qur’an
dengan qira’at dan pemahaman al-Qurān sangat erat. Karena semakin lengkap
petunjuk yang dapat ditangkap semakin sedikit pula kesulitan untuk
mengungkapkan pengertian-pengertian yang terkandung di dalamnya
27. Hubungan Rasm dengan Qirā’at dan Pemahaman al-Qurān
● Abu al-Aswad ad-Duali berusaha menghilangkan kesulitan-kesulitan yang
sering dialami oleh orang Islam non-Arab dalam membaca al-Qura’n dengan
memberikan tanda-tanda yang diperlukan dalam membaca ayat-ayat al-
Qura’n dengan cara memberikan tinta warna yang berbeda-beda. Selain itu ia
juga memberikan tanda fathah dengan satu titik diatas awal huruf, tanda
dhammah dengan satu titik diatas akhir huruf, dan tanda kasrah dengan satu
titik dibawah awal huruf.
● Khalil mengambil inisiatif untuk mengatasi persoalan tersebut dengan
membuat tanda-tanda baca baru yang lebih praktis. Untuk tanda fathah diberi
tanda sempang (ََُ) diatas huruf, tanda kasrah diberi tanda sempang (َُِ)
dibawah huruf, tanda dhammah diberi tanda wawu kecil ) ُ
َ) di atas huruf,
tanda tanwin diberi tambahan tanda serupa, untuk tanda sukun dengan
kepala huruh ha (ُْ
َ ), tanda siddah dengan kepala huruf sin ( ُ
َ), untuk
hamzah dengan kepala huruf ain (ء ) penulisan tanda-tanda seperti ini masih
berlaku hingga sekarang. Dengan adanya tanda-tanda bacaan tersebut sebagai