SlideShare a Scribd company logo
1 of 7
FATO GONG 
Cerita Rakyat Kluang/Boto, Yang Hampir Tak Diingat Lagi 
(Untold Folklore) 
Dahulu kala, diceriterakan oleh penutur cerita, bahwa 
setelah terjadi bencana tsunami yang menenggelamkan 
pulau Awalolong, orang-orang yang luput dari bencana 
alam tersebut, terpencar-pencar terdampar dan kemudian 
menetap di berbagai daerah pantai daratan pulau 
Lomblen. Ada banyak pula orang yang karena takut terjadi 
FATO 
bencana susulan di sepanjang pantai pulau Lomblen, langsung menerobos hutan melintasi 
padang rumput mencari tempat ketinggian, jauh memasuki pedalaman pulau.Mereka yang 
disebut belakangan ini yang kemudian dikenal atau menyebu diri sebagai penduduk asli. 
Ada seorang lelaki yang menjadi cikal bakal suku Atapukan (Mudaj Pukan dan Klibang Pukan) 
di desa Belabaja dan Labalimut sekarang, menurut ceritera, diluputkan oleh seekor buaya, dan 
didaratkan buaya tersebut di daratan pantai Gogu Waibajar, sebelah barat laut Nagawutung, 
dalam wilayah Kecamatan Nubatukan. Dia kemudian menyusuri tepian pantai dan berhenti lalu 
kemudian memilih menetap di daerah dataran Riangdua sekarang ini. Diceritakan bahwa 
kemudian dia mengawini seorang perempuan, anak tuan tanah setempat di daerah Lewokuma, 
dan kemudian beranak pinak di situ. 
Puluhan tahun setelah itu, salah seorang anak perempuan turunannya bernama uto Nepa, 
diambil sebagai istri oleh seorang pemuda Baololong (Baon sekarang) bernama Laba Laparen. 
dari kampung Boto, lalu di bawah ke Boto. Sementara saudara-saudaranya yang lain menetap 
dan beranak cucu di Riangdua. Pada.waktu itu situasi kehidupan jauh dari rasa aman. Ada 
permusuhan antara antar kampung dan wilayah, saling memerangi, saling menjaga, karena 
situasi permusuhan yang terjadi antara Paji dan Demong, juga adanya binatang binatang buas, 
terutama celeng, dan buaya.. 
Pada suatu waktu terjadi perang di daerah pegunungan, belasan kilometer ke arah selatan dari 
Riangdua dimana orang dari Fafrota, Lamalojo, Fujokebingi (daerah desa Udak Lewuka, dan 
Atadei sekarang) mengepung daerah Boto, dengan menduduki mata-mata air utama dan 
kebun-kebun, sehingga orang Boto tidak bisa keluar rumah, apalagi keluar kampung, bahkan 
untuk mengambil air minum sekalipun. Diceritakan pula bahwa semua orang bahkan 
membentengi rumahnya, dan hanya membuat lubang-lubang kecil untuk membuang keluar 
kotoran, baik feses maupun urine, juga menjadi tempat penghni rumah mengarakna anak
panahnya keluar. Namun, lubang tersebut juga sering berbalik menjadi tempat musuh 
mengarahkan anak panahnya untuk memanah penghuni rumah dari luar rumah. 
Dalam keadaan terkepung, semakin hari mereka semakin kesulitan air dan bahan makanan. 
Belum juga ditemukan jalan keluarnya. Saat itu, ibu Uto Nepa, turunan Atapukan yang kawin di 
suku Baololong, meminta para tetua kampong untuk mencari jalan menyelinap ke Riangdua 
untuk mendatangkan bala bantuan dari saudara-saudaranya di Riangdua yang terkenal sebagai 
orang-orang perang. Usul disetujui, dan melalui sebuah upacara adat, utusan dikirim dan 
berhasil menemui orang-orang di Riang dua. Permintaan itu disanggupi, dan mereka 
mempersiapkan permintaan bantuan dan bersama-sama berangkat men segala sesuatunya, 
untuk bersama utusan dari Boto berangkat menuju Boto. 
Sebelum berangkat, mereka melakukan ritual adat baololong, memberi makan leluhur dan 
meminta petunjuk. Dalam upacara itu, kepada pemimpin suku arwah leluhur meminta supaya 
hanya cukup empat orang yang pergi, dan supaya mereka menghindari sejauh mungkin 
pertumpahan darah yang tidak perlu. Namun apabila musuh itu ternyata terlalu banyak 
jumlahnya, keempat orang itu diberi kekuasaan untuk mengerahkan pasukan bantuan dengan 
cara: mengetuk bebatuan besar, dan/atau rumpun bambu liar (aur) dengan punggung parang 
sambil mengatakan: : “Leluhur kami dalam tanah di Awalolong, didasar laut, maupun yang ada 
di bawah tanah di Riangdua ini, kami mau pergi mengintai dan berburu. Beri kami pasukan”. 
Maka seketika itu juga akan muncul ratusan orang-orang berbadan besar, tinggi, sangar dan 
menyeramkan lengkap dengan peralatan perangnya dari dalam bebatuan dan pasukan yang 
berkulit mulus, langsing, tinggi dan ganteng dari dalam rumpun bambu, yang akan membantu 
mereka. 
Juga dalam penglihatan itu, leluhur meminta ke empat orang itu membawa satu buah gong. 
Gong itu hanya boleh dipalu, apabila keadaan sudah sangat gawat, dimana pasukan yang 
dibawa menderita kekalahan. Tetua pemimpin upacara menanyakan apa yang terjadi kalau 
gong dipalu. Arwah leluhur hanya mengatakan: “Saya tidak akan memberitahukan kamu secara 
rinci. Yang pasti adalah bahwa dengan kalau gong dipalu, seluruh pasukan musuh akan 
mengalami sakit kepala seperti pecah rasanya, dan saling membentak, memukul, menyerang, 
dan memotong. Mereka tidak lagi mengenal musuhnya yang sebenarnya. Namun, dia akan 
meminta imbalan yang bisa saja tidak mampu dipenuhi oleh pemilik dan penabuh gong. 
Mungkin saja akan diminta korban jiwa orang-orang tertentu dari suku pemilik gong tersebut”. 
Mendengar petunjuk itu, tetua pemimpin upacara menanyakan saudara-saudaranya,apakah 
gong itu bisa dibawa serta atau tidak. Saudara-saudaranya menjawab bahwa gong itu mesti 
dibawa serta , karena mereka sendiri belum mengetahui jelas keadaan nyata di medan.
Akhirnya gong itu dibawa serta. Namun untuk menjaga segala kemungkinan, jangan sampai 
gong dipalu tidak dengan sengaja, apalagi mereka harus menembus hutan belantara, maka 
yang tertua yang akan berangkat yaitu Ike menyatakan dia yang akan membawa sendiri dan 
menjaga gong itu. Gong itu kemudian dibungkus dalam sebuah kantong yang terbuat dari kulit 
kerbau kering yang keras, dijahit pinggirnya dengan rotan. 
Pada hari yang ditentukan, berangkatlah 3 orang bersaudara: Ike, Bako dan Narek, serta 
seorang pembantunya, Useng ke Boto. 
Mendekati tempat orang-orang Boto, kluang, Belabaja terkepung, ke empat utusan ini 
memutuskan untuk tidak akan menyelinap masuk kampong. Dengan kelihaian strateginya, 
ketiga bersaudara memutuskan terlebih dahulu mengintai tempat tinggal musuh untuk 
mengetahui dimana persisnya tempat pondokannya, dimana korkenya, dimana tempat tinggal 
kepala perang masing-masing pasukan. Kurir penjemput disuruh memasuki kampungnya, dan 
hanya menyampaikan kepada tetua kampong dan masyarakat bahwa pasukan bantuan, akan 
segera menyusul. 
Setelah mengetahui posisi medan tempat musuh memondok, pada suatu subuh. Ketiganya 
menyelinap kea rah pohon aren (enau) yang biasanya disadap kepala perang untuk mendapat 
tuak. Mereka masing-masing menjaga di bahwa sebatang pohon aren sadapan, sementara 
pembantunya Useng, ditinggalkan di suatu tempat, menjaga barang bawaan dan kelengkapan 
perang lainnya, termasuk gong. Ketika dua orang kepala perang pagi-pagi datang untuk 
menyadap pohon arennya, mereka muncul diam-diam dan tanpa diketahui, memenggal kepala 
pemimpin perang tersebut. Lalu mereka naik ke atas bukit dan berteriak: “Hai orang Fafrota, 
Lamalojo, fujokebingi, dimana kepala perangmu?”, sambil mengangkat tiggi-tinggi kepala 
pemimpin perang yang telah dipenggalnya. Mengetahui kepala perangnya mati dengan kepala 
terpenggal, tercerai berailah para musuh dan lari menyelamatkan diri. Pada saat itu juga, kurir 
utusan yang tahu bahwa pasukan bantuan sudah menyebabkan pasukan musuh tercerai berai 
menyampaikan kepada tetua kampung dan masyarakat bahwa Pasukan bantuan telah 
membunuh kepala perang. Tetua kampung lalu berteriak menyemangati laki-laki kampung 
untuk keluar, mengejar dan menghalau musuh yang lari kocar-kacir ketakutan itu. 
Setelah musuh meninggalkan tempat itu, para pendekar Atapukan dan pembantunya 
memasuki kampung, disambut oleh orang Boto dengan sorak-sorai yang membahana. Orang 
Boto mengadakan pesta meriah tujuh hari tujuh malam lamanya. Beberapa ekor kerbau, 
kambing dan babi dipotong dalam keramaian tersebut. Gong gendang mengiringi aneka tarian 
memeriahkan pesta tersebut.
Selama keramaian itu, Ike menitipkan gong yang ada dalam bungkusan kulit kerbau kepada 
pembantunya Useng untuk dijaga, karena mereka dijamu pesta dan minuman tuak sampai 
mabuk-mabuk. 
Selama menjaga gong itu, tiap malam Useng bermimpi didatangi orang yang bernada 
mengancan, menyuruhnya memukul gong itu, untuk turut meramaikan pesta. Kata orang itu, 
gong itu memiliki bunyi paling merdu dibandingkan gong di Kampung Boto itu. Pada malam 
ketiga Useng terpancing untuk mengeluarkan gong itu dan memukulnya bersama gong-gong 
lain di desa itu. Namun ia masih mengendalikan diri, untuk meminta ijin dari Ike. Namun hari 
itupun tak sempat, dan dalam tidur malamnya, kembali Useng didatangi dan didesak untuk 
segera mengeluarkan gong itu dan memukulnya. 
Di saat bersamaan, Ike yang terlalu banyak minum tuak, tidak bisa menahan kantuknya dan 
tertidur di tempat duduk pesta. Dalam tidurnya, arwah leluhur mendatanginya dalam mimpi dan 
memerintahkan Ike untuk mengambil gong dari Useng dan menyembunyikannya. Segera 
setelah terjaga, Ike teringat mimpinya dan segera ke tempat Useng tidur dan bermaksud 
mengambil gong tersebut. Sesampainya di sana, didapatinya Useng, dalam keadaan seperti 
bermimpi, berguling memeluk gong itu sambil meronta-ronta dan berteriak “tidak mau..tidak 
mauuu”. 
Ike langsung menyadari keadaan dan dengan paksa mengambil Gong tersebut yang 
dipertahankan mati-matian oleh Useng. Karena kesal, dengan sekuat tenaga Ike menampar 
Useng, yang akhirnya terbangun, penuh keringat. Ketika Ike bertanya mengapa dia bergulat 
demikian, Useng menceritakan mimpinya bahwa orang yang mendatanginya berusaha 
merampas gong untuk memukulnya di tempat pesta. Ike teringat pesan dalam mimpinya. Ia 
mengambil gong dan keluar dalam kegelapan malam membawa gong tersebut ke luar 
kampung. 
Ia membawa gong itu keluar kampung, berjalan cukup jauh kearah selatan, tanpa tahu ke 
tempat mana dia mengarah, dan dalam kegelapan di sebah lembah berair, ia menyembunyikan 
gong itu dalam semak, ditutupi dengan tanah dan rumputan yang dicabut serampangan, untuk 
kemudian akan diambilnya kembali dan dibawah pulang ke Riangdua. 
Setelah pesta berakhir dan para pendekar Atapukan berniat berpamit kembali ke Riangdua, 
seluruh rakyat Boto meminta mereka untuk tinggal bersama di Boto, dan jangan lagi kembali ke 
Riangdua. Permintaan itu dapat disetujui, namun mereka harus kembali ke Riangdua untuk 
memusyawarahkannya dengan anggota Atapukan lainnya, dan melakukan ritual adat 
pelepasan daerah tinggal awal, apabila semua setuju untuk pindah.
Ketika akan kembali, Ike keluar untuk mengambil gong yang disembunyikannya, namun dia 
tidak ingat lagi kearah mana dan dimana persisnya gong itu disembunyikannya. Berempat 
bersaudara terus mencari sepanjang hari, namun idak menemukannya. Karena lama tidak bisa 
menemukannya, mereka memutuskan kembali ke Riangdua dan berniat akan mencarinya nanti 
kalau mereka benar-benar akan meninggalkan Riangdua dan pindah ke Boto. 
Setelah mereka jadi akhirnya ke Boto, dan diberi tempat mendirikan perkampungan di kompleks 
dusun Kluang, desa Belabaja sekarang ini, pencarian gong kembali dilakukan, dengan terlebih 
dahulu melalui upacara adat. Namun petunjuk lewat upacara itu selalu berubah-ubah dan 
menyesatkan. Akhirnya keluarga Atapukan memasrahkan lenyap hilangnya gong tersebut. 
Puluhan atau ratusan tahun kemudian, setelah Ike dan saudara-saudaranya, anak-anaknya 
sudah tidak ada lagi. pada suatu hari, seorang ibu turunan Ike, pagi-pagi melewati setapak jalan 
yang biasa dilalui untuk mencari buah mangga hutan. Ibu itu ditemani seekor anjing. Sampai di 
sebuah lembah yang berair, dimana tumbuh puluhan batang mangga hutan berbuah lebat, 
anjing tersebut menggali tanah disisi jalan tersebut dengan kdua kaki depannya. Ibu itu 
mengusir anjing itu, tetapi anjing itu terus saja menggali tanah dengan kukunya hingga mencuat 
sebuah batu dari bawah tanah tersebut. Ibu itu mengambil sepotong kayu dan melempar anjing 
itu, tetapi anjing terus saja menggali, bahkan menggeram hendak mengigit tuannya. Saking 
marahnya sang ibu memungut sebuah batu besar untuk melempar anjing itu. Anjing itu 
menghindar, dan batu itu mengenai ujung batu yang mencuat dari galian anjing tadi. Seketika 
terdengarlah bunyi nyaring melengking seperti gong. Dan saat itu juga riuh gaduhlah seluruh 
hutan dengan bunyi burung-burung, musang, kucing hutan, tupai, tokek, cecak, ayam hutan 
yang semuanya terkejut karena bunyi gong tersebut, lalu terbang, meloncat atau lari 
berhamburan menjauh, bahkan ramai memasuki kampong Boto. Oang-orang kampong panic 
dan berlari ke rumah masing-masing ketakutan, jangan sampai ada bencana alam lagi. 
Beberapa saat kemudian hutan dan kali itu menjadi demikian lengang menyeramkan. Merinding 
ibu itu bergegas pulang dan tidak lagi menghiraukan anjingnya yang terus saja menggali. 
Sesampai di rumah, si ibu mendapati kampong sunyi senyap, semua penghuninya mengurung 
diri dalam rumah masing-masing. Seketika itu juga petir menyambar, Guntur mengetarkan 
seluruh desa, dan hujan lebat seperti dicurahkan dari langit mengguyuri kampung itu, selama 
tiga hari tiga malam. Orang-orang desa amat takut terlebih ketika mendengar debur banjir di kali 
sebelah timur kampung. Belum pernah sepanjang sejarah orang Bototinggal disitu dialami banjir 
sehebat itu.
Pada sore hari ketiga, para tetua suku sepakat melakukan upacara adat meminta maaf dan 
memohon kepada leluhur untuk menjaga dan melindungi kampung. Hujan langsung berhenti 
selepas upacara. 
Selama tiga hari, ibu yang bersama anjingnya ke kebun itu merasa gelisah dan memutuskan 
harus menceritakan penemuannya dan bunyi batu seperti gong di kali itu, karena dia sangat 
yakin, peristiwa alam yang baru menimpa kampong mereka ada kaitan erat dengan perilaku 
anjing yang menemukan batu berbunyi seperti gong tersebut. Si Ibu itu juga ingat kembali 
bencana tenggelamnya pulau Awalolong juga karena ulah seekor anjing. 
Akhirnya ibi itu mendatangi seorang tetua kampong dan menceritakan penemuannya tersebut. 
Setelah banjir mereda, orang sekampung menuju ke kali di sebelah Timur perkampungan orang 
Atapukan, dan menemukan bahwa tanah sekitar batu-batu tersebut telah habis terkikis banjir, 
dan diantara batu-batu besar ada sebuah batu agak kecil yang diyakini ibu itu sebagai batu 
yang berbunyi seperti gong. Kepala adat membuat pamitan dan sesajen dengan memotong 
seekor ayam jantan merah dan darahnya direciki pada batu itu. Kemudian, dalam suasana 
hening, mencekam dan sambil menahan nafas, seorang kepala adat mengambil sebuah batu 
sebesar genggaman dan memukul batu itu. Seketika itu juga nyaring terdengar bunyi gong 
keluar dari batu itu, dan kembali riuh gaduhlah hutan dan lembah berair itu. Pada pukulan 
kedua kalinya, suasana makin lengang, dan pada pukulan ketiga, beterbanganlah burung-burung 
kembali ke pohon-pohon sekitarnya tanpa gaduh. 
Batu itu diyakini sebagai gong yang dahulu disembunyikan Ike dan tidak dapat ditemukan 
kembali, yang kemudian tertimbun tanah dan berubah menjadi batu. 
Orang Kluang Boto menamakan batu itu FATO GONG, yang artinya Batu Gong. Batu itu masih 
ada sampai sekarang, dipinggir jalan rintisan sekitar 300 meter kearah Timur dari Kluang 
kampung lama sampai sekarang. 
**Puluhan tahun lalu, ketika penulis masih bersekolah di SRK Boto, pada musim hujan, sering mencari 
buah mangga hutan yang jatuh karena angin atau sisa2 yang dimakan burung, kalong atau musang, dan 
setelah terkumpul banyak, bersama teman-teman duduk di atas batu tersebut sambil memalunya 
beramai-ramai. Bunyinya mirip bunyi gong yang dipalu**
Pada sore hari ketiga, para tetua suku sepakat melakukan upacara adat meminta maaf dan 
memohon kepada leluhur untuk menjaga dan melindungi kampung. Hujan langsung berhenti 
selepas upacara. 
Selama tiga hari, ibu yang bersama anjingnya ke kebun itu merasa gelisah dan memutuskan 
harus menceritakan penemuannya dan bunyi batu seperti gong di kali itu, karena dia sangat 
yakin, peristiwa alam yang baru menimpa kampong mereka ada kaitan erat dengan perilaku 
anjing yang menemukan batu berbunyi seperti gong tersebut. Si Ibu itu juga ingat kembali 
bencana tenggelamnya pulau Awalolong juga karena ulah seekor anjing. 
Akhirnya ibi itu mendatangi seorang tetua kampong dan menceritakan penemuannya tersebut. 
Setelah banjir mereda, orang sekampung menuju ke kali di sebelah Timur perkampungan orang 
Atapukan, dan menemukan bahwa tanah sekitar batu-batu tersebut telah habis terkikis banjir, 
dan diantara batu-batu besar ada sebuah batu agak kecil yang diyakini ibu itu sebagai batu 
yang berbunyi seperti gong. Kepala adat membuat pamitan dan sesajen dengan memotong 
seekor ayam jantan merah dan darahnya direciki pada batu itu. Kemudian, dalam suasana 
hening, mencekam dan sambil menahan nafas, seorang kepala adat mengambil sebuah batu 
sebesar genggaman dan memukul batu itu. Seketika itu juga nyaring terdengar bunyi gong 
keluar dari batu itu, dan kembali riuh gaduhlah hutan dan lembah berair itu. Pada pukulan 
kedua kalinya, suasana makin lengang, dan pada pukulan ketiga, beterbanganlah burung-burung 
kembali ke pohon-pohon sekitarnya tanpa gaduh. 
Batu itu diyakini sebagai gong yang dahulu disembunyikan Ike dan tidak dapat ditemukan 
kembali, yang kemudian tertimbun tanah dan berubah menjadi batu. 
Orang Kluang Boto menamakan batu itu FATO GONG, yang artinya Batu Gong. Batu itu masih 
ada sampai sekarang, dipinggir jalan rintisan sekitar 300 meter kearah Timur dari Kluang 
kampung lama sampai sekarang. 
**Puluhan tahun lalu, ketika penulis masih bersekolah di SRK Boto, pada musim hujan, sering mencari 
buah mangga hutan yang jatuh karena angin atau sisa2 yang dimakan burung, kalong atau musang, dan 
setelah terkumpul banyak, bersama teman-teman duduk di atas batu tersebut sambil memalunya 
beramai-ramai. Bunyinya mirip bunyi gong yang dipalu**

More Related Content

Similar to FATO GONG

Hikayat Keramat Bujang
Hikayat Keramat BujangHikayat Keramat Bujang
Hikayat Keramat BujangSatria
 
KUMPULAN CERITA LEGENDEA RAKYAT NUSANTARA.docx
KUMPULAN CERITA LEGENDEA RAKYAT NUSANTARA.docxKUMPULAN CERITA LEGENDEA RAKYAT NUSANTARA.docx
KUMPULAN CERITA LEGENDEA RAKYAT NUSANTARA.docxNandaMaulia200211258
 
Menyibak Tabir Uga Prabu Siliwangi
Menyibak Tabir Uga Prabu SiliwangiMenyibak Tabir Uga Prabu Siliwangi
Menyibak Tabir Uga Prabu SiliwangiHulu Kujang
 
Legenda aceh beungong meulu dan beungong peukeun
Legenda aceh   beungong meulu dan beungong peukeunLegenda aceh   beungong meulu dan beungong peukeun
Legenda aceh beungong meulu dan beungong peukeunChia Ie
 
Arnab yang pemalas
Arnab yang pemalasArnab yang pemalas
Arnab yang pemalaspejajusoh
 
Kumpulan cerita dongeng anak 2
Kumpulan cerita dongeng anak 2Kumpulan cerita dongeng anak 2
Kumpulan cerita dongeng anak 2Fikri Azwari Hyt
 
Anak ikan yang suka menipu
Anak ikan yang suka menipuAnak ikan yang suka menipu
Anak ikan yang suka menipuTan Pei Lian
 
Lombong emas-di-kaki-bukit
Lombong emas-di-kaki-bukitLombong emas-di-kaki-bukit
Lombong emas-di-kaki-bukitAzhari Ahmad
 

Similar to FATO GONG (20)

Cerita pendek kanak
Cerita pendek kanakCerita pendek kanak
Cerita pendek kanak
 
Hikayat Keramat Bujang
Hikayat Keramat BujangHikayat Keramat Bujang
Hikayat Keramat Bujang
 
KUMPULAN CERITA LEGENDEA RAKYAT NUSANTARA.docx
KUMPULAN CERITA LEGENDEA RAKYAT NUSANTARA.docxKUMPULAN CERITA LEGENDEA RAKYAT NUSANTARA.docx
KUMPULAN CERITA LEGENDEA RAKYAT NUSANTARA.docx
 
Tarian Ngajat
Tarian NgajatTarian Ngajat
Tarian Ngajat
 
TARA MANGAN DANAU LIMBUNG.docx
TARA MANGAN DANAU  LIMBUNG.docxTARA MANGAN DANAU  LIMBUNG.docx
TARA MANGAN DANAU LIMBUNG.docx
 
TARA MANGAN DANAU LIMBUNG.docx
TARA MANGAN DANAU  LIMBUNG.docxTARA MANGAN DANAU  LIMBUNG.docx
TARA MANGAN DANAU LIMBUNG.docx
 
Menyibak Tabir Uga Prabu Siliwangi
Menyibak Tabir Uga Prabu SiliwangiMenyibak Tabir Uga Prabu Siliwangi
Menyibak Tabir Uga Prabu Siliwangi
 
Legenda aceh beungong meulu dan beungong peukeun
Legenda aceh   beungong meulu dan beungong peukeunLegenda aceh   beungong meulu dan beungong peukeun
Legenda aceh beungong meulu dan beungong peukeun
 
Arnab yang pemalas
Arnab yang pemalasArnab yang pemalas
Arnab yang pemalas
 
Asal Usul Desa Jatirejo
Asal Usul Desa JatirejoAsal Usul Desa Jatirejo
Asal Usul Desa Jatirejo
 
Kumpulan cerita dongeng anak 2
Kumpulan cerita dongeng anak 2Kumpulan cerita dongeng anak 2
Kumpulan cerita dongeng anak 2
 
Remember wife
Remember wifeRemember wife
Remember wife
 
Perempuan petelur (iggoy el fitra)
Perempuan petelur (iggoy el fitra)Perempuan petelur (iggoy el fitra)
Perempuan petelur (iggoy el fitra)
 
Perempuan petelur (iggoy el fitra)
Perempuan petelur (iggoy el fitra)Perempuan petelur (iggoy el fitra)
Perempuan petelur (iggoy el fitra)
 
Anak ikan yang suka menipu
Anak ikan yang suka menipuAnak ikan yang suka menipu
Anak ikan yang suka menipu
 
Lombong emas-di-kaki-bukit
Lombong emas-di-kaki-bukitLombong emas-di-kaki-bukit
Lombong emas-di-kaki-bukit
 
13 march
13 march13 march
13 march
 
Kanibalisme suku asmat
Kanibalisme suku asmatKanibalisme suku asmat
Kanibalisme suku asmat
 
Sungai jodoh
Sungai jodohSungai jodoh
Sungai jodoh
 
Naskah 2
Naskah 2Naskah 2
Naskah 2
 

Recently uploaded

aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASaku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASreskosatrio1
 
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdf
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdfKelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdf
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdfmaulanayazid
 
Edukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajii
Edukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajiiEdukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajii
Edukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajiiIntanHanifah4
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...Kanaidi ken
 
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptxadap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptxmtsmampunbarub4
 
LAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdf
LAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdfLAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdf
LAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdfChrodtianTian
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMmulyadia43
 
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru PenggerakAksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggeraksupriadi611
 
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptxPPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptxalalfardilah
 
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...MarwanAnugrah
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...Kanaidi ken
 
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional DuniaKarakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional DuniaNadia Putri Ayu
 
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxDESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxFuzaAnggriana
 
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptx
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptxalat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptx
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptxRioNahak1
 
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)3HerisaSintia
 
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptxTopik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptxsyafnasir
 
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptxKesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptxDwiYuniarti14
 
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam Kelas
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam KelasMembuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam Kelas
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam KelasHardaminOde2
 
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques Rousseau.pdf
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques  Rousseau.pdfPEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques  Rousseau.pdf
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques Rousseau.pdfMMeizaFachri
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASKurniawan Dirham
 

Recently uploaded (20)

aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASaku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
 
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdf
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdfKelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdf
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdf
 
Edukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajii
Edukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajiiEdukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajii
Edukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajii
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
 
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptxadap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
 
LAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdf
LAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdfLAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdf
LAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdf
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
 
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru PenggerakAksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
 
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptxPPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
 
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
 
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional DuniaKarakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
 
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxDESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
 
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptx
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptxalat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptx
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptx
 
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
 
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptxTopik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
 
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptxKesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
 
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam Kelas
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam KelasMembuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam Kelas
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam Kelas
 
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques Rousseau.pdf
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques  Rousseau.pdfPEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques  Rousseau.pdf
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques Rousseau.pdf
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
 

FATO GONG

  • 1. FATO GONG Cerita Rakyat Kluang/Boto, Yang Hampir Tak Diingat Lagi (Untold Folklore) Dahulu kala, diceriterakan oleh penutur cerita, bahwa setelah terjadi bencana tsunami yang menenggelamkan pulau Awalolong, orang-orang yang luput dari bencana alam tersebut, terpencar-pencar terdampar dan kemudian menetap di berbagai daerah pantai daratan pulau Lomblen. Ada banyak pula orang yang karena takut terjadi FATO bencana susulan di sepanjang pantai pulau Lomblen, langsung menerobos hutan melintasi padang rumput mencari tempat ketinggian, jauh memasuki pedalaman pulau.Mereka yang disebut belakangan ini yang kemudian dikenal atau menyebu diri sebagai penduduk asli. Ada seorang lelaki yang menjadi cikal bakal suku Atapukan (Mudaj Pukan dan Klibang Pukan) di desa Belabaja dan Labalimut sekarang, menurut ceritera, diluputkan oleh seekor buaya, dan didaratkan buaya tersebut di daratan pantai Gogu Waibajar, sebelah barat laut Nagawutung, dalam wilayah Kecamatan Nubatukan. Dia kemudian menyusuri tepian pantai dan berhenti lalu kemudian memilih menetap di daerah dataran Riangdua sekarang ini. Diceritakan bahwa kemudian dia mengawini seorang perempuan, anak tuan tanah setempat di daerah Lewokuma, dan kemudian beranak pinak di situ. Puluhan tahun setelah itu, salah seorang anak perempuan turunannya bernama uto Nepa, diambil sebagai istri oleh seorang pemuda Baololong (Baon sekarang) bernama Laba Laparen. dari kampung Boto, lalu di bawah ke Boto. Sementara saudara-saudaranya yang lain menetap dan beranak cucu di Riangdua. Pada.waktu itu situasi kehidupan jauh dari rasa aman. Ada permusuhan antara antar kampung dan wilayah, saling memerangi, saling menjaga, karena situasi permusuhan yang terjadi antara Paji dan Demong, juga adanya binatang binatang buas, terutama celeng, dan buaya.. Pada suatu waktu terjadi perang di daerah pegunungan, belasan kilometer ke arah selatan dari Riangdua dimana orang dari Fafrota, Lamalojo, Fujokebingi (daerah desa Udak Lewuka, dan Atadei sekarang) mengepung daerah Boto, dengan menduduki mata-mata air utama dan kebun-kebun, sehingga orang Boto tidak bisa keluar rumah, apalagi keluar kampung, bahkan untuk mengambil air minum sekalipun. Diceritakan pula bahwa semua orang bahkan membentengi rumahnya, dan hanya membuat lubang-lubang kecil untuk membuang keluar kotoran, baik feses maupun urine, juga menjadi tempat penghni rumah mengarakna anak
  • 2. panahnya keluar. Namun, lubang tersebut juga sering berbalik menjadi tempat musuh mengarahkan anak panahnya untuk memanah penghuni rumah dari luar rumah. Dalam keadaan terkepung, semakin hari mereka semakin kesulitan air dan bahan makanan. Belum juga ditemukan jalan keluarnya. Saat itu, ibu Uto Nepa, turunan Atapukan yang kawin di suku Baololong, meminta para tetua kampong untuk mencari jalan menyelinap ke Riangdua untuk mendatangkan bala bantuan dari saudara-saudaranya di Riangdua yang terkenal sebagai orang-orang perang. Usul disetujui, dan melalui sebuah upacara adat, utusan dikirim dan berhasil menemui orang-orang di Riang dua. Permintaan itu disanggupi, dan mereka mempersiapkan permintaan bantuan dan bersama-sama berangkat men segala sesuatunya, untuk bersama utusan dari Boto berangkat menuju Boto. Sebelum berangkat, mereka melakukan ritual adat baololong, memberi makan leluhur dan meminta petunjuk. Dalam upacara itu, kepada pemimpin suku arwah leluhur meminta supaya hanya cukup empat orang yang pergi, dan supaya mereka menghindari sejauh mungkin pertumpahan darah yang tidak perlu. Namun apabila musuh itu ternyata terlalu banyak jumlahnya, keempat orang itu diberi kekuasaan untuk mengerahkan pasukan bantuan dengan cara: mengetuk bebatuan besar, dan/atau rumpun bambu liar (aur) dengan punggung parang sambil mengatakan: : “Leluhur kami dalam tanah di Awalolong, didasar laut, maupun yang ada di bawah tanah di Riangdua ini, kami mau pergi mengintai dan berburu. Beri kami pasukan”. Maka seketika itu juga akan muncul ratusan orang-orang berbadan besar, tinggi, sangar dan menyeramkan lengkap dengan peralatan perangnya dari dalam bebatuan dan pasukan yang berkulit mulus, langsing, tinggi dan ganteng dari dalam rumpun bambu, yang akan membantu mereka. Juga dalam penglihatan itu, leluhur meminta ke empat orang itu membawa satu buah gong. Gong itu hanya boleh dipalu, apabila keadaan sudah sangat gawat, dimana pasukan yang dibawa menderita kekalahan. Tetua pemimpin upacara menanyakan apa yang terjadi kalau gong dipalu. Arwah leluhur hanya mengatakan: “Saya tidak akan memberitahukan kamu secara rinci. Yang pasti adalah bahwa dengan kalau gong dipalu, seluruh pasukan musuh akan mengalami sakit kepala seperti pecah rasanya, dan saling membentak, memukul, menyerang, dan memotong. Mereka tidak lagi mengenal musuhnya yang sebenarnya. Namun, dia akan meminta imbalan yang bisa saja tidak mampu dipenuhi oleh pemilik dan penabuh gong. Mungkin saja akan diminta korban jiwa orang-orang tertentu dari suku pemilik gong tersebut”. Mendengar petunjuk itu, tetua pemimpin upacara menanyakan saudara-saudaranya,apakah gong itu bisa dibawa serta atau tidak. Saudara-saudaranya menjawab bahwa gong itu mesti dibawa serta , karena mereka sendiri belum mengetahui jelas keadaan nyata di medan.
  • 3. Akhirnya gong itu dibawa serta. Namun untuk menjaga segala kemungkinan, jangan sampai gong dipalu tidak dengan sengaja, apalagi mereka harus menembus hutan belantara, maka yang tertua yang akan berangkat yaitu Ike menyatakan dia yang akan membawa sendiri dan menjaga gong itu. Gong itu kemudian dibungkus dalam sebuah kantong yang terbuat dari kulit kerbau kering yang keras, dijahit pinggirnya dengan rotan. Pada hari yang ditentukan, berangkatlah 3 orang bersaudara: Ike, Bako dan Narek, serta seorang pembantunya, Useng ke Boto. Mendekati tempat orang-orang Boto, kluang, Belabaja terkepung, ke empat utusan ini memutuskan untuk tidak akan menyelinap masuk kampong. Dengan kelihaian strateginya, ketiga bersaudara memutuskan terlebih dahulu mengintai tempat tinggal musuh untuk mengetahui dimana persisnya tempat pondokannya, dimana korkenya, dimana tempat tinggal kepala perang masing-masing pasukan. Kurir penjemput disuruh memasuki kampungnya, dan hanya menyampaikan kepada tetua kampong dan masyarakat bahwa pasukan bantuan, akan segera menyusul. Setelah mengetahui posisi medan tempat musuh memondok, pada suatu subuh. Ketiganya menyelinap kea rah pohon aren (enau) yang biasanya disadap kepala perang untuk mendapat tuak. Mereka masing-masing menjaga di bahwa sebatang pohon aren sadapan, sementara pembantunya Useng, ditinggalkan di suatu tempat, menjaga barang bawaan dan kelengkapan perang lainnya, termasuk gong. Ketika dua orang kepala perang pagi-pagi datang untuk menyadap pohon arennya, mereka muncul diam-diam dan tanpa diketahui, memenggal kepala pemimpin perang tersebut. Lalu mereka naik ke atas bukit dan berteriak: “Hai orang Fafrota, Lamalojo, fujokebingi, dimana kepala perangmu?”, sambil mengangkat tiggi-tinggi kepala pemimpin perang yang telah dipenggalnya. Mengetahui kepala perangnya mati dengan kepala terpenggal, tercerai berailah para musuh dan lari menyelamatkan diri. Pada saat itu juga, kurir utusan yang tahu bahwa pasukan bantuan sudah menyebabkan pasukan musuh tercerai berai menyampaikan kepada tetua kampung dan masyarakat bahwa Pasukan bantuan telah membunuh kepala perang. Tetua kampung lalu berteriak menyemangati laki-laki kampung untuk keluar, mengejar dan menghalau musuh yang lari kocar-kacir ketakutan itu. Setelah musuh meninggalkan tempat itu, para pendekar Atapukan dan pembantunya memasuki kampung, disambut oleh orang Boto dengan sorak-sorai yang membahana. Orang Boto mengadakan pesta meriah tujuh hari tujuh malam lamanya. Beberapa ekor kerbau, kambing dan babi dipotong dalam keramaian tersebut. Gong gendang mengiringi aneka tarian memeriahkan pesta tersebut.
  • 4. Selama keramaian itu, Ike menitipkan gong yang ada dalam bungkusan kulit kerbau kepada pembantunya Useng untuk dijaga, karena mereka dijamu pesta dan minuman tuak sampai mabuk-mabuk. Selama menjaga gong itu, tiap malam Useng bermimpi didatangi orang yang bernada mengancan, menyuruhnya memukul gong itu, untuk turut meramaikan pesta. Kata orang itu, gong itu memiliki bunyi paling merdu dibandingkan gong di Kampung Boto itu. Pada malam ketiga Useng terpancing untuk mengeluarkan gong itu dan memukulnya bersama gong-gong lain di desa itu. Namun ia masih mengendalikan diri, untuk meminta ijin dari Ike. Namun hari itupun tak sempat, dan dalam tidur malamnya, kembali Useng didatangi dan didesak untuk segera mengeluarkan gong itu dan memukulnya. Di saat bersamaan, Ike yang terlalu banyak minum tuak, tidak bisa menahan kantuknya dan tertidur di tempat duduk pesta. Dalam tidurnya, arwah leluhur mendatanginya dalam mimpi dan memerintahkan Ike untuk mengambil gong dari Useng dan menyembunyikannya. Segera setelah terjaga, Ike teringat mimpinya dan segera ke tempat Useng tidur dan bermaksud mengambil gong tersebut. Sesampainya di sana, didapatinya Useng, dalam keadaan seperti bermimpi, berguling memeluk gong itu sambil meronta-ronta dan berteriak “tidak mau..tidak mauuu”. Ike langsung menyadari keadaan dan dengan paksa mengambil Gong tersebut yang dipertahankan mati-matian oleh Useng. Karena kesal, dengan sekuat tenaga Ike menampar Useng, yang akhirnya terbangun, penuh keringat. Ketika Ike bertanya mengapa dia bergulat demikian, Useng menceritakan mimpinya bahwa orang yang mendatanginya berusaha merampas gong untuk memukulnya di tempat pesta. Ike teringat pesan dalam mimpinya. Ia mengambil gong dan keluar dalam kegelapan malam membawa gong tersebut ke luar kampung. Ia membawa gong itu keluar kampung, berjalan cukup jauh kearah selatan, tanpa tahu ke tempat mana dia mengarah, dan dalam kegelapan di sebah lembah berair, ia menyembunyikan gong itu dalam semak, ditutupi dengan tanah dan rumputan yang dicabut serampangan, untuk kemudian akan diambilnya kembali dan dibawah pulang ke Riangdua. Setelah pesta berakhir dan para pendekar Atapukan berniat berpamit kembali ke Riangdua, seluruh rakyat Boto meminta mereka untuk tinggal bersama di Boto, dan jangan lagi kembali ke Riangdua. Permintaan itu dapat disetujui, namun mereka harus kembali ke Riangdua untuk memusyawarahkannya dengan anggota Atapukan lainnya, dan melakukan ritual adat pelepasan daerah tinggal awal, apabila semua setuju untuk pindah.
  • 5. Ketika akan kembali, Ike keluar untuk mengambil gong yang disembunyikannya, namun dia tidak ingat lagi kearah mana dan dimana persisnya gong itu disembunyikannya. Berempat bersaudara terus mencari sepanjang hari, namun idak menemukannya. Karena lama tidak bisa menemukannya, mereka memutuskan kembali ke Riangdua dan berniat akan mencarinya nanti kalau mereka benar-benar akan meninggalkan Riangdua dan pindah ke Boto. Setelah mereka jadi akhirnya ke Boto, dan diberi tempat mendirikan perkampungan di kompleks dusun Kluang, desa Belabaja sekarang ini, pencarian gong kembali dilakukan, dengan terlebih dahulu melalui upacara adat. Namun petunjuk lewat upacara itu selalu berubah-ubah dan menyesatkan. Akhirnya keluarga Atapukan memasrahkan lenyap hilangnya gong tersebut. Puluhan atau ratusan tahun kemudian, setelah Ike dan saudara-saudaranya, anak-anaknya sudah tidak ada lagi. pada suatu hari, seorang ibu turunan Ike, pagi-pagi melewati setapak jalan yang biasa dilalui untuk mencari buah mangga hutan. Ibu itu ditemani seekor anjing. Sampai di sebuah lembah yang berair, dimana tumbuh puluhan batang mangga hutan berbuah lebat, anjing tersebut menggali tanah disisi jalan tersebut dengan kdua kaki depannya. Ibu itu mengusir anjing itu, tetapi anjing itu terus saja menggali tanah dengan kukunya hingga mencuat sebuah batu dari bawah tanah tersebut. Ibu itu mengambil sepotong kayu dan melempar anjing itu, tetapi anjing terus saja menggali, bahkan menggeram hendak mengigit tuannya. Saking marahnya sang ibu memungut sebuah batu besar untuk melempar anjing itu. Anjing itu menghindar, dan batu itu mengenai ujung batu yang mencuat dari galian anjing tadi. Seketika terdengarlah bunyi nyaring melengking seperti gong. Dan saat itu juga riuh gaduhlah seluruh hutan dengan bunyi burung-burung, musang, kucing hutan, tupai, tokek, cecak, ayam hutan yang semuanya terkejut karena bunyi gong tersebut, lalu terbang, meloncat atau lari berhamburan menjauh, bahkan ramai memasuki kampong Boto. Oang-orang kampong panic dan berlari ke rumah masing-masing ketakutan, jangan sampai ada bencana alam lagi. Beberapa saat kemudian hutan dan kali itu menjadi demikian lengang menyeramkan. Merinding ibu itu bergegas pulang dan tidak lagi menghiraukan anjingnya yang terus saja menggali. Sesampai di rumah, si ibu mendapati kampong sunyi senyap, semua penghuninya mengurung diri dalam rumah masing-masing. Seketika itu juga petir menyambar, Guntur mengetarkan seluruh desa, dan hujan lebat seperti dicurahkan dari langit mengguyuri kampung itu, selama tiga hari tiga malam. Orang-orang desa amat takut terlebih ketika mendengar debur banjir di kali sebelah timur kampung. Belum pernah sepanjang sejarah orang Bototinggal disitu dialami banjir sehebat itu.
  • 6. Pada sore hari ketiga, para tetua suku sepakat melakukan upacara adat meminta maaf dan memohon kepada leluhur untuk menjaga dan melindungi kampung. Hujan langsung berhenti selepas upacara. Selama tiga hari, ibu yang bersama anjingnya ke kebun itu merasa gelisah dan memutuskan harus menceritakan penemuannya dan bunyi batu seperti gong di kali itu, karena dia sangat yakin, peristiwa alam yang baru menimpa kampong mereka ada kaitan erat dengan perilaku anjing yang menemukan batu berbunyi seperti gong tersebut. Si Ibu itu juga ingat kembali bencana tenggelamnya pulau Awalolong juga karena ulah seekor anjing. Akhirnya ibi itu mendatangi seorang tetua kampong dan menceritakan penemuannya tersebut. Setelah banjir mereda, orang sekampung menuju ke kali di sebelah Timur perkampungan orang Atapukan, dan menemukan bahwa tanah sekitar batu-batu tersebut telah habis terkikis banjir, dan diantara batu-batu besar ada sebuah batu agak kecil yang diyakini ibu itu sebagai batu yang berbunyi seperti gong. Kepala adat membuat pamitan dan sesajen dengan memotong seekor ayam jantan merah dan darahnya direciki pada batu itu. Kemudian, dalam suasana hening, mencekam dan sambil menahan nafas, seorang kepala adat mengambil sebuah batu sebesar genggaman dan memukul batu itu. Seketika itu juga nyaring terdengar bunyi gong keluar dari batu itu, dan kembali riuh gaduhlah hutan dan lembah berair itu. Pada pukulan kedua kalinya, suasana makin lengang, dan pada pukulan ketiga, beterbanganlah burung-burung kembali ke pohon-pohon sekitarnya tanpa gaduh. Batu itu diyakini sebagai gong yang dahulu disembunyikan Ike dan tidak dapat ditemukan kembali, yang kemudian tertimbun tanah dan berubah menjadi batu. Orang Kluang Boto menamakan batu itu FATO GONG, yang artinya Batu Gong. Batu itu masih ada sampai sekarang, dipinggir jalan rintisan sekitar 300 meter kearah Timur dari Kluang kampung lama sampai sekarang. **Puluhan tahun lalu, ketika penulis masih bersekolah di SRK Boto, pada musim hujan, sering mencari buah mangga hutan yang jatuh karena angin atau sisa2 yang dimakan burung, kalong atau musang, dan setelah terkumpul banyak, bersama teman-teman duduk di atas batu tersebut sambil memalunya beramai-ramai. Bunyinya mirip bunyi gong yang dipalu**
  • 7. Pada sore hari ketiga, para tetua suku sepakat melakukan upacara adat meminta maaf dan memohon kepada leluhur untuk menjaga dan melindungi kampung. Hujan langsung berhenti selepas upacara. Selama tiga hari, ibu yang bersama anjingnya ke kebun itu merasa gelisah dan memutuskan harus menceritakan penemuannya dan bunyi batu seperti gong di kali itu, karena dia sangat yakin, peristiwa alam yang baru menimpa kampong mereka ada kaitan erat dengan perilaku anjing yang menemukan batu berbunyi seperti gong tersebut. Si Ibu itu juga ingat kembali bencana tenggelamnya pulau Awalolong juga karena ulah seekor anjing. Akhirnya ibi itu mendatangi seorang tetua kampong dan menceritakan penemuannya tersebut. Setelah banjir mereda, orang sekampung menuju ke kali di sebelah Timur perkampungan orang Atapukan, dan menemukan bahwa tanah sekitar batu-batu tersebut telah habis terkikis banjir, dan diantara batu-batu besar ada sebuah batu agak kecil yang diyakini ibu itu sebagai batu yang berbunyi seperti gong. Kepala adat membuat pamitan dan sesajen dengan memotong seekor ayam jantan merah dan darahnya direciki pada batu itu. Kemudian, dalam suasana hening, mencekam dan sambil menahan nafas, seorang kepala adat mengambil sebuah batu sebesar genggaman dan memukul batu itu. Seketika itu juga nyaring terdengar bunyi gong keluar dari batu itu, dan kembali riuh gaduhlah hutan dan lembah berair itu. Pada pukulan kedua kalinya, suasana makin lengang, dan pada pukulan ketiga, beterbanganlah burung-burung kembali ke pohon-pohon sekitarnya tanpa gaduh. Batu itu diyakini sebagai gong yang dahulu disembunyikan Ike dan tidak dapat ditemukan kembali, yang kemudian tertimbun tanah dan berubah menjadi batu. Orang Kluang Boto menamakan batu itu FATO GONG, yang artinya Batu Gong. Batu itu masih ada sampai sekarang, dipinggir jalan rintisan sekitar 300 meter kearah Timur dari Kluang kampung lama sampai sekarang. **Puluhan tahun lalu, ketika penulis masih bersekolah di SRK Boto, pada musim hujan, sering mencari buah mangga hutan yang jatuh karena angin atau sisa2 yang dimakan burung, kalong atau musang, dan setelah terkumpul banyak, bersama teman-teman duduk di atas batu tersebut sambil memalunya beramai-ramai. Bunyinya mirip bunyi gong yang dipalu**