Ontologi dalam filsafat ilmu membahas hakikat keberadaan segala sesuatu yang ada dalam tatanan hubungan sistematis berdasarkan hukum sebab akibat dimana segala sesuatu berada dalam hubungan yang teratur dan harmonis. Ontologi juga mempelajari keberadaan yang bersifat konkret seperti yang diajukan oleh tokoh-tokoh Yunani seperti Thales yang menyimpulkan bahwa air merupakan asal mula segala sesuatu.
1. i
ONTOLOGI
Disusun oleh:
1. Diki Prayoga 032117001
2. Riscka Amalia 0321170027
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PAKUAN
2017
2. ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga
penyusun dapat menyelesaikan makalah serta beri kemudahan dan kelancaran dalam penulisan karya tulis ini.
Dalam penyusunan karya tulis ini, penyusun telah mendapatkan pengarahan serta bantuan dari berbagai pihak. Maka dari itu
pada kesempatan ini dengan sepenuh hati penyusun ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Ibu Efvi Yunitasari, M.Pd. Yang sudah memberikan tugas ini dan membimbing kami.
2. Teman-teman kelas 1C PBSI yang sudah memberikan bantuan berupa pengetahuan.
3. Orang tua kami yang senantiasa memberikan semangat dan doa sehingga penyusun dapat mengerjakan makalah dengan baik.
Penyusun menyadari dalam pembuatan karya tulis ilmiah ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik
sangat diharapkan dan diterima dengan senang hati. Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Bogor, 28 September 2017
3. i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR……………………………………………………………..2
DAFTAR ISI……………………………………………………….…………..….3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah……………………………………….….…4
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Ontologi dalam Filsafat Ilmu……………………………6
2.2 Sudut Pandang dan Aliran-aliran Ontologi dalam Filsafat Ilmu......9
2.2.1 Sudut Pandang Ontologi……………………………….………9
2.2.2 Aliran-aliran Ontologi………………………………….……..10
2.3 Aliran Monoisme dalam Filsafat……………………………….…..10
2.3.1 Materialisme dalam Filsafat…………………………………..10
2.3.2 Idealisme dalam Filsafat…………………………….…………11
2.3.3 Aliran Dualisme dalam Filsafat……………………….……….11
2.3.4 Aliran Pluralisme dalam Filsafat………………………………11
2.3.5 Aliran Nihilisme dalam Filsafat………………………………12
2.3.6 Aliran Agnostisisme dalam Filsafat………………………..…12
BAB III SIMPULAN
3.1 Simpulan………………………………………………………..….14
DAFTAR PUSTAKA
4. ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Istilah ontologi berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari dua kata, yaitu ta onta berarti
“yang berada”, 1dan logi berarti ilmu pengetahuan atau ajaran. Maka ontologi adalah ilmu
pengetahuan atau ajaran tentang keberadaan. Namun pada dasarnya teori ontologi pertama kali
diperkenalkan oleh Rudolf Goclenius pada tahun 1636 M, untuk menamai teori tentang hakikat
yang ada yang bersifat metafisis. Dalam perkembanganya Cristian Wolff membagi metafisika
menjadi dua, yaitu metafisika umum dan metafisika khusus. Metafisika umum dimaksudkan
sebagai istilah lain dari ontologi. Bidang pembicaraan teori hakikat luas sekali, segala yang ada
yang mungkin ada, yang boleh juga mencakup pengetahuan dan nilai (yang dicarinya ialah hakikat
pengetahuan dan hakikat nilai). Nama lain untuk teori hakikat ialah teori tentang keadaan. Hakikat
ialah realitas, realitas ialah kerealan, real artinya kenyataan yang sebenarnya, jadi hakikat adalah
kenyataan yang sebenarnya, keadaan sebenarnya sesuatu, bukan keadaan sementara atau keadaan
yang menipu, bukan keadaan yang merubah. Ontologi menyelidiki sifat dasar dari apa yang nyata
secara fundamental dan cara yang berbeda dimana entitas (wujud) dari kategori-kategori yang
logis yang berlainan (objek-objek fisik, hal universal, abstraksi) dapat dikatakan ada dalam rangka
tradisional. Ontologi dianggap sebagai teori mengenai prinsip-prinsip umum dari hal ada,
sedangkan dalam hal pemakaianya akhir-akhir ini ontologi dipandang sebagai teori mengenai apa
yang ada. Ontologi adalah teori dari cabang filsafat yang membahas tentang realitas. Realitas ialah
kenyataan yang selanjutnya menjurus pada suatu kebenaran. Bedanya realitas dalam ontologi ini
melahirkan pertanyaan-pertanyaan : apakah sesungguhnya hakikat dari realitas yang ada ini;
apakah realitas yang ada ini sesuatu realita materi saja; adakah sesuatu di balik realita itu; apakah
realita ini monoisme, dualisme, atau pluralisme. Menurut Bramel, interprestasi tentang suatu
realita itu dapat bervariasi.Ontologi sering diindetikan dengan metafisika yang juga disebut proto-
filsafia atau filsafat yang pertama, atau filsafat ketuhanan yang bahasanya adalah hakikat sesuatu,
keesaan, persekutuan,sebab akibat, realita, atau Tuhan dengan segala sifatnya. Adapun mengenai
objek kajian ontologi ialah yang ada, yaitu ada individu, ada umum, ada terbatas, ada tidak
1
5. iii
terbatas, ada universal, ada mutlak, termasuk kosmologi dan metafisika dan ada sesudah kematian
maupun sumber segala yang ada. Objek formal ontologi adalah hakikat seluruh realitas, bagi
pendekatan kualitif, realitas trampil dalam kuantitas atau jumlah, telaahnya menjadi telaah
monism, paralerisme atau plurarisme.
ONTOLOGI FILSAFAT ILMU HAKIKAT PARELERISME PLUARRISME
6. iv
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Ontologi dalam Filsafat Ilmu
Ontologi adalah bidang pokok filsafat yang mempersoalkan hakikat keberadaan segala
sesuatu yang ada, menurut tata hubungan sistematis berdasarkan hukum sebab-akibat. Yaitu, ada
manusia, ada alam, dan ada causa prima dalam suatu hubungan menyeluruh, teratur dan tertib
dalam keharmonisan2. Jadi, dari aspek ontologi, segala sesuatu yang ada ini berada dalam tatanan
hubungan estetis yang diliputi dengan warna nilai keindahan.
Ontologi merupakan salah satu kajian kefilsafatan yang paling kuno dan berasal dari
Yunani. Studi tersebut membahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret. Tokoh Yunani yang
memiliki pandangan yang bersifat ontologis dikenal seperti Thales, Plato, dan Aristoteles. Pada
masanya, kebanyakan orang belum membedaan antara penampakan dengan kenyataan. Thales
terkenal sebagai filsuf yang pernah sampai pada kesimpulan bahwa air merupakan substansi
terdalam yang merupakan asal mula segala sesuatu.
Thales merupakan orang pertama yang berpendirian sangat berbeda di tengah-tengah pandangan
umum yang berlaku saat itu. Di sinilah letak pentingnya tokoh tersebut. Kecuali dirinya, semua
orang waktu itu memandang segala sesuatu sebagaimana keadaannya yang wajar. Apabila mereka
menjumpai kayu, besi, air, daging, dan sebagainya, hal-hal tersebut dipandang sebagai substansi-
substansi (yang terdiri sendiri-sendiri). Dengan kata lain, bagi kebanyakan orang tidaklah ada
pemilihan antara kenampakan (appearance) dengan kenyataan (reality). Namun yang lebih
penting ialah pendiriannya bahwa mungkin sekali segala sesuatu itu berasal dari satu substansi
belaka (sehingga sesuatu itu tidak bisa dianggap ada berdiri sendiri).
2