1. Makalah ini membahas tentang tafsir surat Al-Fatihah ayat demi ayat. Surat Al-Fatihah dikenal sebagai intisari Al Qur'an karena dibacakan dalam setiap rakaat shalat. 2. Surat Al-Fatihah turun untuk mengetahui keagungan Allah dan mengajak manusia berpegang teguh pada agama Islam serta toleransi beragama. 3. Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memahami dan memperdalam pen
1. 1
BAB 1
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Al-Qur‟an adalah Kalamullah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad. sebagai mu‟jizat yang ditulis dalam mushaf dan
diriwayatkan dengan mutawattir serta membacanya adalah ibadah.
Diturunkannya kepada jin dan manusia agar bisa dijadikan petunjuk
(huda) dan pembeda (furqan) antara kebenaran dan kesesatan,
sebagaimana firman Allah (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah)
bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan). Ilmu
Tafsir adalah suatu bidang ilmu yang sangat penting dalam
perbendaharaan ilmu-ilmu Islam. Karena kajian serta upaya memahami
dan memahamkan al-Qur‟an, belajar dan mengajarkannya pada orang
lain termasuk tujuan amat luhur dan sasaran yang sangat mulia. Dan
ilmu tentang al-Qur‟an yang paling Sempurna adalah ilmu tafsir .
2. RUMUSAN MASALAH
Surat ini disebut al-Fatihah yang artinya adalah pembuka kitab
secara tertulis. Dengan surat inilah dibukanya bacaan dalam shalat. Shalat
ini disebut juga Ummul Kitab (induk al-Qur‟an) berdasarkan pendapat
jumhur. Berikut ini penafsiran dari surat Al-Fatihah ayat per ayat.
3. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mencoba memahami
dan memperdalam pengetahuan kami selaku pemakalah khususnya, dan
para pembaca makalah umumnya dalam bidang ilmu tafsir yang sangat
jarang sekali pada saat ini kita dapatkan pakar ataupun ahlinya.
2. 2
BAB II
DESKRIPSI ISI PESAN
No
1 Isi Pesan
Setidaknya dalam surat al-fatihah ini ada empat
pesan, yaitu:
1. Surat Al Fatihah dikenal sebagai intisari Al Qur‟an ,
karena itu pada saat melaksanakan sholat, surat Al
Fatihah harus dibacakan dalam setiap rakaat.
2. Berpegang teguh terhadap agama Islam.
3. Toleransi beragama.
4. Surah al-fatihah adalah ummul qur‟an
2 Indikator
1. Sebab turunnya Surat al-fatihah
Karena semua tujuan yang dipaparkan dalam Al-
Qur‟an bisa diintisarikan daripadanya dan disebut
sebagai Surah yang Komprehensif karena secara
ringkas mencakup semua bentuk ajaran yang
terdapat di dalam Al-Qur‟an. Berdasarkan alasan
inilah maka Hadzrat Rasulullah s.a.w. menyatakan
bahwa mereka yang melafazkan Surah Al-Fatihah
sama dengan membaca Al-Qur‟an karena Surah
tersebut merupakan cermin yang memantulkan isi
daripada Al-Qur‟an.
2. Tujuan diturunnya surat Al-fatihah
Surat ini turun bertujuan untuk mengetahui betapa
besarnya keagungan allah swt.
3. 3
BAB III
PEMBAHASAN
Tafsir al-Quran, Surat al-fatihah
“Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha
Penyayang”.
Rasakan betapa besar kasih sayang Allah kepada kita semua,
bayangkan semua nikmat yang telah kita terima dariNya. Nikmat
udara yang kita hirup, nikmat penglihatan, nikmat pendengaran,
nikmat sehat. Apakah kita sudah berterima kasih padaNya??.
Rasakan kasih sayang dan sifatnya yang maha pengasih serta
pemurah. Rasakan getaran dihati anda, hingga timbul dorongan
untuk menangis. Silahkan menangis jika dorongan itu memang kuat.
Jangan tahan tangisan anda.
Ayat 1
“Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam”
Rasakan betapa mulianya Allah, betapa Agungnya Dia , Dengan
menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
Para sahabat memulai membaca Al-Quran dengan ucapan ini.
Membaca bismillahir-rahmanir-rahim dianjurkan di awal setiap
pembicaraan dan pekerjaan. Ini berdasarkan sabda Nabi SAW,
“Setiap perkara yang tidak dimulai dengan membaca bismillahir-
rahmanir-rahim, ia menjadi terputus,” Arti “terputus”, sedikit
keberkahannya.
4. 4
Membaca basmalah juga disunahkan ketika berwudhu , berdasarkan
sabda Nabi SAW, “Tidak sempurna wudu seseorang yang tidak
menyebut nama Allah.” Menurut mazhab Syafi‟I, disunahkan
membaca basmalah ketika menyembelih, sedangkan menurut
mazhab yang lain hukumnya wajib. Disunahkan juga membaca
basmalah ketika hendak bersetubuh, berdasarkan sabda Nabi SAW,
“Seandainya salah seorang di antara kalian ketika hendak
bersetubuh mengucapkan, “bismillah, Ya Allah, jauhkanlah kami dari
setan dan jauhkanlah setan dari rezeki yang Engkau berikan kepada
kami (yakni anak yang akan Allah berikan)‟, seandainya ia ditakdirkan
mempunyai anak dari hubungannya disaat itu – anak itu tak akan
dicelakakan oleh setan selamanya.
Membaca basmalah disunnahkan pada saat mengawali setiap
pekerjaan. Disunnahkan juga pada saat hendak masuk ke kamar
kecil (toilet).
Menurut Ibn Jarir, Sifat ar-rahman atau pengasih Allah adalah untuk
semua mahluk, dan ar-rahim-Nya untuk orang-orang mukmin. Lafaz
ar-rahman juga nama Allah yang khusus yang tidak boleh digunakan
oleh selain Dia (Artinya, jika hanya memakai Ar-Rahman atau
Rahman saja. Jika seseorang mempunyai nama Abdurrahman tentu
sangat bagus, karena artinya “hamba Allah yang bersifat rahman”).
5. 5
Ayat 2
.
“Maha Pemurah lagi Maha Penyayang”
Alhamdu (segala puji). memuji orang adalah karena perbuatannya
yang baik yang dikerjakannya dengan kemauan sendiri. Maka memuji
Allah berrati: menyanjung-Nya karena perbuatannya yang baik. lain
halnya dengan syukur yang berarti: mengakui keutamaan seseorang
terhadap nikmat yang diberikannya. kita menghadapkan segala puji
bagi Allah ialah karena Allah sumber dari segala kebaikan yang patut
dipuji.
Ayat
“Yang menguasai hari pembalasan”
Bayangkan seolah olah anda berada dihapan Allah di padang
Mahsyar kelak. Dia lah penguasa tunggal dihari itu. Bagaimana
keadaan anda dihari itu? Rasakan dan hayati ayat tadabbur yang
anda dengar. Biarkan airmata anda mengalir . Menangislah
dihadapan Allah pada hari ini , disaat pintu taubat masih terbuka.
Jangan sampai anda menangis kelak dihari berbangkit ketika pintu
taubat telah tertutup.
Al-Qurthubi mengatakan, Allah menyifati diri-Nya dengan Ar-
rahmanir-rahim setelah firman-Nya rabbil-alamin adalah untuk
mengiringkan tarhib (pernyataan yang mengandung ancaman,
meskipun implisit) dengan targhib (pernyataan yang mengandung
kabar gembira) . Sebagaimana firman Allah :
49. Kabarkanlah kepada hamba-hamba-Ku, bahwa Sesungguhnya
Aku-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, 50. dan
bahwa Sesungguhnya azab-Ku adalah azab yang sangat pedih.
6. 6
Ayat
“Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada
Engkaulah kami mohon pertolongan”
Inilah pengakuan anda bahwa hanya Dia yang anda sembah, dan
hanya padaNya anda mohon pertolongan. Buatlah pengakuan
dengan tulus dan iklas. Maalik adalah zat yang memiliki kekuasaan
atau penguasa. Penguasa itu berhak untuk memerintah dan
melarang orang-orang yang berada di bawah kekuasaannya. Dia
juga yang berhak untuk mengganjar pahala dan menjatuhkan
hukuman kepada mereka. Dialah yang berkuasa untuk mengatur
segala sesuatu yang berada di bawah kekuasaannya menurut
kehendaknya sendiri. Bagian awal ayat ini boleh dibaca Maalik
(dengan memanjangkan mim) atau Malik (dengan memendekkan
mim). Maalik maknanya penguasa atau pemilik. Sedangkan Malik
maknanya raja.
Yaumid diin adalah hari kiamat. Disebut sebagai hari pembalasan
karena pada saat itu seluruh umat manusia akan menerima balasan
amal baik maupun buruk yang mereka kerjakan sewaktu di dunia.
Pada hari itulah tampak dengan sangat jelas bagi manusia
kemahakuasaan Allah terhadap seluruh makhluk-Nya. Pada saat itu
akan tampak sekali kesempurnaan dari sifat adil dan hikmah yang
dimiliki Allah. Pada saat itu seluruh raja dan penguasa yang
dahulunya berkuasa di alam dunia sudah turun dari jabatannya.
Hanya tinggal Allah sajalah yang berkuasa. Pada saat itu semuanya
setara, baik rakyat maupun rajanya, budak maupun orang merdeka.
Mereka semua tunduk di bawah kemuliaan dan kebesaran-Nya.
Mereka semua menantikan pembalasan yang akan diberikan oleh-
Nya. Mereka sangat mengharapkan pahala kebaikan dari-Nya. Dan
mereka sungguh sangat khawatir terhadap siksa dan hukuman yang
akan dijatuhkan oleh-Nya. Oleh karena itu di dalam ayat ini hari
pembalasan itu disebutkan secara khusus. Allah adalah penguasa
hari pembalasan. Meskipun sebenarnya Allah jugalah penguasa atas
7. 7
seluruh hari yang ada. Allah tidak hanya berkuasa atas hari kiamat
atau hari pembalasan saja.
Sebagian ahli qiraah membaca maaliki dengan maliki (ma-nya tidak
dipanjangkan). Kedua bacaan itu (baik ma-nya dibaca panjang
maupun pendek) adalah bacaan yang sahih dan mutawatir
(diriwayatkan secara sahih dari berbagai jalur yang sangat banyak).
Disebutkannya Allah sebagai yang menguasai di hari kemudian,
karena pada saat itu tak seorang pun yang mengakui memiliki
sesuatu dan tidak ada yang berbicara kecuali dengan izin-Nya.
Di dalam sebuah ayat dikatakan, “Mereka tidak berkata-kata, kecuali
yang telah diizinkan oleh Tuhan, Yang Maha Pemurah, dan ia
mengucapkan kata yang benar.” Raja yang sebenarnya adalah Allah,
sedangkan penamaan segala sesuatu selain Dia dengan kata “raja”
adalah kiasan saja. Sedangkan kata diin pada ayat ini berarti
pembalasan dan perhitungan, karena pada hari ini semua mahluk
diperhitungkan dan diberi balasan atas perbuatannya.
Ayat 5
Hanya Engkaulah yang kami sembah[6], dan Hanya kepada
Engkaulah kami meminta pertolongan[7].
[6] Na'budu diambil dari kata 'ibaadat: kepatuhan dan ketundukkan yang
ditimbulkan oleh perasaan terhadap kebesaran Allah, sebagai Tuhan yang
disembah, Karena berkeyakinan bahwa Allah mempunyai kekuasaan yang mutlak
terhadapnya.
[7] Nasta'iin (minta pertolongan), terambil dari kata isti'aanah: mengharapkan
bantuan untuk dapat menyelesaikan suatu pekerjaan yang tidak sanggup dikerjakan
dengan tenaga sendiri.
Menurut syara‟, ibadah adalah yang menghimpunkan cinta,
ketundukan, dan rasa takut yang sempurna. Arti ayat ini, “Kami tidak
menyembah kecuali kepada-Mu, dan Kami tidak berserah diri kecuali
kepada-Mu juga.” Inilah taat yang sempurna. Agama secara
keseluruhannya terpulang kepada dua hal ini. Yang pertama
8. 8
membebaskan diri dari perbuatan syirik, sedangkan yang kedua
membebaskan diri dari pengakuan memiliki upaya dan kekuatan,
serta menyerahkannya kepada Allah SWT.
Kalimat iyyaka na‟budu didahulukan daripada iyyaka nasta‟in karena
beribadah kepada Allah itulah yang merupakan tujuan, sedangkan
meminta pertolongan adalah perantara untuk menuju ke sana.
Karena, pada dasarnya segala yang terpenting didahulukan,
kemudian setelah itu baru yang penting, dan seterusnya.
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa‟di rahimahulah berkata,
“Didahulukannya ibadah sebelum isti‟anah ini termasuk metode
penyebutan sesuatu yang lebih umum sebelum sesuatu yang lebih
khusus. Dan juga dalam rangka lebih mengutamakan hak Allah ta‟ala
di atas hak hamba-Nya….”
Beliau pun berkata, “Mewujudkan ibadah dan isti‟anah kepada Allah
dengan benar itu merupakan sarana yang akan mengantarkan
menuju kebahagiaan yang abadi. Dia adalah sarana menuju
keselamatan dari segala bentuk kejelekan. Sehingga tidak ada jalan
menuju keselamatan kecuali dengan perantara kedua hal ini. Dan
ibadah hanya dianggap benar apabila bersumber dari Rasulullah
shallallahu „alaihi wa sallam dan ditujukan hanya untuk
mengharapkan wajah Allah (ikhlas). Dengan dua perkara inilah
sesuatu bisa dinamakan ibadah. Sedangkan penyebutan kata
isti‟anah setelah kata ibadah padahal isti‟anah itu juga bagian dari
ibadah maka sebabnya adalah karena hamba begitu membutuhkan
pertolongan dari Allah ta‟ala di dalam melaksanakan seluruh
ibadahnya. Seandainya dia tidak mendapatkan pertolongan dari Allah
maka keinginannya untuk melakukan perkara-perkara yang
diperintahkan dan menjauhi hal-hal yang dilarang itu tentu tidak akan
bisa tercapai.”
9. 9
Ayat 6
“Tunjukilah kami jalan yang lurus”
Mohonlah padanya agar ditunjuki jalan yang lurus. Jalan yang penuh
dengan rahmat dan berkahNya. Dengarkan dan hayati kalimat
tadabbur yang anda dengar. Setelah memuji Zat yang akan diminta,
tepatlah jika kemudian diikuti dengan mengajukan permintaan. Ini
adalah kondisi peminta yang sempurna, yakni ia memuji siapa yang
akan diminta, setelah itu baru meminta kebutuhannya. Cara demikian
tentu akan lebih membawa keberhasilan. Karena itulah, Allah
menunjukkan hal tersebut.
Yang dimaksud hidayah di sini adalah bimbingan dan taufik. Para
mufasir dari kalangan salaf (ulama terdahulu) maupun khalaf (ulama
kini) berbeda pendapat tentang penafsiran ash-shirathal-mustaqim
sekalipun semuanya terpulang kepada satu poin yang sama, yaitu
mengikuti Allah dan Rasul-Nya. Ada riwayat yang menyebutkan, ash-
shirathal-mustaqiim artinya Kitabullah. Ada pula riwayat yang
menjelaskan bahwa yang dimaksud adalah agama islam.
Ibn Abbas mengatakan, yang dimaksud adalah agama Allah yang
tidak ada kebengkokan di dalamnya. Sedangkan Ibn Al-Hanafiyah
menyebutkan, yang dimaksud adalah agama Allah di mana agama
lainnya yang dipeluk oleh seorang hamba tidak akan diterima.
Mujahid memberikan keterangan yang lain lagi. Ia mengatakan, ash-
shiraahal-Mustaqiim adalah kebenaran. Pengertian ini mempunyai
cakupan yang lebih luas dan tidak bertentangan dengan pendapat-
pendapat yang disebutkan tadi.
Jika ada yang bertanya, mengapa seorang mukmin meminta hidayah
di setiap waktu salat padalah hal itu telah ia miliki, jawabannya
sebagai berikut:
Seorang hamba setiap saat dan di setiap keadaan butuh agar Allah
menetapkan dan menguatkan hidayah yang telah dimilikinya. Maka
Allah memberikan petunjuk kepada hamba-Nya agar ia meminta
kepada-Nya di setiap waktu agar memberikannya pertolongan,
10. 10
ketetapan (kemantapan), dan taufik.
Abu Bakar pernah membaca ayat ini dalam rakaat ketiga pada shalat
Maghrib secara sirri (tidak keras), setelah selesai membaca al-
Fatihah
Ayat 7
“(yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat
kepada mereka, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula
jalan) mereka yang sesat”.
Bayangkan jalan orang orang yang telah mendapat nikmat ,
kebahagian dan kesuksesan sebagai karunia dari sisinya.
Berharaplah untuk mendapat kebahagian seperti orang itu.
Bayangkan pula jalan orang orang yang mendapat murka dan
azabnya
Bayangkan pula jalan yang ditempuh orang yang sesat mohon
agar dijauhkan dari jalan itu. Jika anda orang yang berhati peka pasti
anda akan menangis, mendengar bacaan tadabbur ini. Jika anda
belum merasakan getaran apapun dihati anda. Ulangi terus tadabbur
ini. Gunung saja akan hancur mendengar ayat Qur‟an , hati anda
tidak sebesar gunung bukan? Mudah mudahan Allah tidak mengunci
mati hati anda. Kalimat shiraathal-ladziina an‟amta „alaihim
menjelaskan ash-shiraathal-mustaqiim. Mereka yang telah diberi
nikmat adalah yang disebutkan dalam surah An-nisa‟, yang artinya,
“Dan barang siapa yang menaati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu
akan bersama-sama dengan orang-orang dianugerahi nikmat oleh
Allah, yaitu para nabi, para shiddiqin, orang-orang yang mati syahid,
dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-
baiknya.”
Ibn Abbas menjelaskan, mereka adalah para malaikat, para nabi,
shiddiqin, syuhada, dan orang-orang saleh. Rabi‟ bin Anas
mengatakan, mereka adalah para nabi, sedangkan Ibn Juraij dan
11. 11
Mujahid berpendapat, mereka adalah orang-orang mukmin.
Penafsiran Ibn Abbas tampak lebih umum dan lebih luas
cakupannya..
Pengertian orang-orang yang dimurkai adalah orang –orang yang
mengetahui kebenaran tetapi berpaling darinya, sedangkan orang-
orang yang sesat adalah yang tidak memiliki pengetahuan sehingga
mereka berada dalam kesesatan, tidak mendapatkan petunjuk
menuju kebenaran. Pengingkaran pertama (bukan jalan orang-orang
yang dimurkai) diikuti dengan pengingkaran kedua (dan bukan pula
jalan orang-orang yang sesat) menunjukan, ada dua jalan yang
rusak, yaitu jalan orang-orang Yahudi dan jalan orang-orang Nasrani.
Selain untuk menguatkan pengingkaran, juga untuk membedakan
dua jalan yang rusak itu agar kedua-duanya dihindari, karena jalan
orang-orang yang beriman mencakup dua hal sekaligus: mengetahui
kebenaran dan mengamalkannya. Orang-orang Yahudi mengetahui
tapi tidak mengamalkannya, sedangkan orang-orang Nasrani tidak
memiliki pengetahuan tentang itu tapi mengamalkannya. Karena itu,
orang Yahudi dimurkai dan orang Nasrani berada dalam kesesatan.
Hadis-hadis banyak yang menjelaskan hal itu. Di antaranya yang
diriwayatkan dari „Adiy bin Hatim, ia mengatakan, “Aku bertanya
kepada Rasulullah SAW tentang firman Allah ghairil-maghdhuubi
„alaihim, beliau menjawab, „Mereka orang-orang Yahudi,‟ sedangkan
waladh-dhaalliin, kata beliau, „Mereka orang-orang Nasrani,”
Bagi orang yang membaca surah Al-Fatihah, disunahkan sesudahnya
mengucapkan amiin, yang artinya, “Kabulkanlah permintaan kami, Ya
Allah,” Ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan dari Abu Hurairah, ia
mengatakan, “Rasulullah SAW, apabila membaca ghairil-maghdhubi
„alaihim, sesudahnya mengucapkan amiin, sehingga dapat didengar
oleh orang yang berada di saf pertama di belakang beliau.”
Orang yang dimurkai adalah orang yang sudah mengetahui
kebenaran akan tetapi tidak mau mengamalkannya. Contohnya
adalah kaum Yahudi dan semacamnya. Sedangkan orang yang
tersesat adalah orang yang tidak mengamalkan kebenaran gara-gara
12. 12
kebodohan dan kesesatan mereka. Contohnya adalah orang-orang
Nasrani dan semacamnya. Sehingga di dalam ayat ini tersimpan
motivasi dan dorongan kepada kita supaya menempuh jalan kaum
yang shalih. Ayat ini juga memperingatkan kepada kita untuk
menjauhi jalan yang ditempuh oleh orang-orang yang sesat dan
menyimpang.
13. 13
Interpretasi/Penafsiran penulis
Maksudnya; perbedaan sangat besar antara "tuhan" yang
kamu sembah dengan "Tuhan" yang saya sembah. Kamu menyakiti
tuhanmu dengan sifat-sifat yang tidak layak sama sekali bagi Tuhan
yang saya sembah.dan keterangan di atas menjelaskan bahwa hal
tersebut menjadi jelas dengan adanya perbedaan apa yang
disembah dan cara ibadat masing-masing. Oleh sebab itu tidak
mungkin sama menyembah Tuhan Yang Maha Esa dan cara
beribadat kepada-Nya, karena Tuhan yang saya sembah maha suci
dari sekutu dan tandingan, tidak menjelma pada seseorang atau
memihak kepada suatu bangsa atau orang tertentu. Sedang "tuhan"
yang kamu sembah itu berbeda dari Tuhan yang tersebut di atas.
Lagi pula ibadat saya hanya untuk Allah saja, sedang ibadatmu
bercampur dengan syirik dan dicampuri dengan kelalaian dari Allah,
maka yang demikian itu tidak dinamakan ibadat.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Surat yang demikian ringkas ini sesungguhnya telah merangkum
berbagai pelajaran yang tidak terangkum secara terpadu di dalam surat-
surat yang lain di dalam Al Quran. Surat ini mengandung intisari ketiga
macam tauhid. Di dalam penggalan ayat Rabbil „alamiin terkandung
makna tauhid rububiyah. Tauhid rububiyah adalah mengesakan Allah
dalam hal perbuatan-perbuatanNya seperti mencipta, memberi rezeki
dan lain sebagainya. Di dalam kata Allah dan Iyyaaka na‟budu
terkandung makna tauhid uluhiyah. Tauhid uluhiyah adalah mengesakan
Allah dalam bentuk beribadah hanya kepada-Nya. Demikian juga di
14. 14
dalam penggalan ayat Alhamdu terkandung makna tauhid asma‟ wa
sifat. Tauhid asma‟ wa sifat adalah mengesakan Allah dalam hal nama-
nama dan sifat-sifatNya. Allah telah menetapkan sifat-sifat
kesempurnaan bagi diri-Nya sendiri. Demikian pula Rasul
shallallahu‟alaihi wa sallam. Maka kewajiban kita adalah mengikuti Allah
dan Rasul-Nya dalam menetapkan sifat-sifat kesempurnaan itu benar-
benar dimiliki oleh Allah. Kita mengimani ayat ataupun hadits yang
berbicara tentang nama dan sifat Allah sebagaimana adanya, tanpa
menolak maknanya ataupun menyerupakannya dengan sifat makhluk.
Selain itu surat ini juga mencakup intisari masalah kenabian yaitu tersirat
dari ayat Ihdinash shirathal mustaqiim. Sebab jalan yang lurus tidak akan
bisa ditempuh oleh hamba apabila tidak ada bimbingan wahyu yang
dibawa oleh Rasul. Surat ini juga menetapkan bahwasanya amal-amal
hamba itu pasti ada balasannya. Hal ini tampak dari ayat Maaliki yaumid
diin. Karena pada hari kiamat nanti amal hamba akan dibalas. Dari ayat
ini juga bisa ditarik kesimpulan bahwa balasan yang diberikan itu
berdasarkan prinsip keadilan, karena makna kata diin adalah balasan
dengan adil. Bahkan di balik untaian ayat ini terkandung penetapan
takdir. Hamba berbuat di bawah naungan takdir, bukan terjadi secara
merdeka di luar takdir Allah ta‟ala sebagaimana yang diyakini oleh kaum
Qadariyah (penentang takdir). Dan menetapkan bahwasanya hamba
memang benar-benar pelaku atas perbuatan-perbuatanNya. Hamba
tidaklah dipaksa sebagaimana keyakinan kaum Jabriyah. Bahkan di
dalam ayat Ihdinash shirathal mustaqiim itu terdapat intisari bantahan
kepada seluruh ahli bid‟ah dan penganut ajaran sesat. Karena pada
hakikatnya semua pelaku kebid‟ahan maupun penganut ajaran sesat itu
pasti menyimpang dari jalan yang lurus; yaitu memahami kebenaran dan
mengamalkannya. Surat ini juga mengandung makna keharusan untuk
mengikhlaskan ketaatan dalam beragama demi Allah ta‟ala semata.
Ibadah maupun isti‟anah, semuanya harus lillaahi ta‟aala. Kandungan ini
tersimpan di dalam ayat Iyyaka na‟budu wa iyyaaka nasta‟iin.
Allah ta‟ala berfirman : „Aku membagi shalat (Al Fatihah) antara Aku
dengan hamba-Ku menjadi dua bagian. Dan hamba-Ku akan
mendapatkan apa yang dia minta.‟ Kalau hamba itu membaca,
15. 15
„Alhamdulillahi Rabbil „alamin‟, maka Allah ta‟ala menjawab, „Hamba-Ku
telah memuji-Ku‟. Kalau dia membaca, „Ar Rahmanirrahim‟ maka Allah
ta‟ala menjawab, „Hamba-Ku menyanjung-Ku‟. Kalau ia membaca,
„Maliki yaumid din‟ maka Allah berfirman, „Hamba-Ku mengagungkan
Aku‟. Kemudian Allah mengatakan, „Hamba-Ku telah pasrah kepada-Ku‟.
Kalau ia membaca, „Iyyaka na‟budu wa iyyaka nasta‟in‟ maka Allah
menjawab, „Inilah bagian untuk-Ku dan bagian untuk hamba-Ku. Dan
hamba-Ku pasti akan mendapatkan permintaannya.‟. dan kalau dia
membaca, „Ihdinash shirathal mustaqim, shirathalladziina an‟amta
„alaihim ghairil maghdhubi „alaihim wa ladh dhaalliin” maka Allah
berfirman, „Inilah hak hamba-Ku dan dia akan mendapatkan apa yang
dimintanya.‟.”
Makna dari firman Allah di dalam hadits qudsi ini, “Kalau ia membaca,
„Iyyaka na‟budu wa iyyaka nasta‟in‟ maka Allah menjawab, „Inilah bagian
untuk-Ku dan bagian untuk hamba-Ku. Dan hamba-Ku pasti akan
mendapatkan permintaannya.” ialah : kalimat yang pertama yaitu „Iyyaka
na‟budu‟ mencakup ibadah, dan itu merupakan hak Allah. sedangkan
kalimat yang kedua (yaitu wa iyyaka nasta‟in, pen) mengandung
permintaan hamba untuk memperoleh pertolongan dari Allah dan
menunjukkan bahwa Allah berkenan memberikan kemuliaan baginya
dengan mengabulkan permintaannya.
B. Saran
Dengan demikian maka jelaslah pandangan kita bahwa al-Qur'an
sebagai sumber ajaran islam yang di turunkan secara berangsur-angsur
dan di bagi atas dua macam surat yaitu makkiyah dan
madaniyah.Semoga ini menjadi tambahan renungan bagi kita untuk
bertafakkur akan kemukjizatan al-Quran. Oleh karena itu, kami mengajak
para pembaca sekalian untuk senantiasa mentadabburi al-Qur'an dan
mengungkapkan berbagai rahasia keilmuan yang terkandung di
dalamnya. Tentunya tak ada gading yang tak retak, demikian pula dalam
karya ilmiah ini yang mungkin terdapat kekurangan, kesalahan, dan
16. 16
apalagi kesempurnaan. Oleh karena itu kami mengharapkan saran,
masukan, dan ide-ide cemerlang dari para pembaca yang budiman,
khususnya dosen pengampu mata kuliah ini.
17. 17
DAFTAR PUSTAKA
Quth; An, Manaul. 1993. Pembahasan Ilmu Al-Qur’an. Jakarta: PT. Rineka
Cipta.
Syadali, A. 1997. Ulumul Qur’an. Bandung: Pustaka Setia
Maksum,. Ali. 1071. Al-Qur’n dan terjemahan. Surabaya: mahkota.
Al-qur‟an terjemahan depag.
Kadar M. Yusuf. 2009.StudiAl-Qur’an.Jakarta:Amzah.
Manna‟ Khalil Al-Qattan. 2009.Ulumul Qur’an.terjemah Mudzakir A.S.: Studi
Ilmu-Ilmu Qur’an.Bogor.:Pustaka Litera Antarnusa.
Lembaga penyelenggara penterjemah kitab suci Al-Qur‟an. 1970.Al-Qur’an
dan Terjemahnya.Jakarta:Yamunu.
Al-Qur‟an Al-Kariim dan Terjemahan. Depag. 1974
Alu Syaikh, Abdullah Bin Muhammad: Tafsir Ibnu Katsir. Pustaka Imam Syafii.
Jakarta.2008
Al-Mubarakfuri,Syafiyurrahaman: Shahih Tafsir Ibnu Katsir.Pustaka Ibnu
Katsir.Jakarta.2007
As-Sa‟di, Abdurrahman: Tafsir As-Sa’di. Pustaka Darul Haq. Jakarta.2008