1. MEMODERNKAN PETANI DAN PERTANIAN DI PERDESAAN
Oleh:
Reny Sukmawani
(Dosen Prodi Agribisnis, Fakultas Pertanian dan Wakil Rektor I
Universitas Muhammadiyah Sukabumi/UMMI)
PENDAHULUAN
Tulisan ini merupakan interpretasi penulis tentang kondisi pertanian yang
saat ini yang mengalami kemunduran. Khususnya apabila melihat fenomena
langsung di lapangan, dimana sektor pertanian saat ini semakin terpinggirkan.
Mantan menteri Pertanian, Dr.Ir . Anton Apriyantono, MS dalam salah satu
konsep pembangunan pertanian pada masa jabatannya menggambarkan bahwa
kondisi pertanian saat ini berada di persimpangan jalan. Sementara menurut
Agus Pakpahan (2004), gambaran masa depan pertanian sering dilihat sebagai
gambaran yang suram, tak memberikan harapan. Herman Soewardi (2004)
berpendapat bahwa pembangunan pertanian sebagaimana berjalan di negara-negara
berkembang, ternyata tidak berjalan sebagaimana yang telah terjadi di
negara-negara maju. Adapun teorinya adalah dengan berjalannya industrialisasi,
sektor pertanian akan menciut .
Penulis sendiri dalam salah satu artikel yang diterbitkan di surat kabar ini
merasa bahwa dari dulu (sepanjang ingatan kita) hingga kini gambaran seorang
petani tidak mengalami perubahan. Meskipun potensi politiknya sesungguhnya
besar, namun saat ini sektor pertanian memiliki posisi sosial rendah di mata
masyarakat. Petani identik dengan kesan kumuh, lusuh, kotor dan masa depan
suram. Profesi petani digambarkan sebagai profesi dengan penghasilan kecil dan
memprihatinkan, gurem, tradisional dan tidak bergengsi. Kalau demikian, apa
yang telah dilakukan pemerintah selama ini sehingga dari tahun ke tahun persepsi
terhadap petani dan nasib petani tidak berubah? Kondisi ini mengakibatkan
pertanian saat ini banyak ditinggalkan. Generasi muda di pedesaan lebih memilih
menjadi buruh pabrik, menarik ojeg atau mengadu nasib di negeri orang daripada
menjadi petani di desanya. Maka bukanlah hal yang tidak mungkin bahwa pada
suatu saat nanti Negara kita akan kekurangan bahkan kehilangan petani.
Hasil penelitian Nunu, dkk (2009) menyimpulkan bahwa mandeknya
sektor pertanian ini berakar pada terlalu berpihaknya pemerintah terhadap sektor
industri sejak pertengahan tahun 1980-an. Pada dekade sebelumnya terjadi
peningkatan yang luar biasa pada sektor pertanian. Pemerintah menganggap
pembangunan pertanian dapat bergulir atau berjalan dengan sendirinya, asumsi ini
membuat pemerintah mengacuhkan pertanian dalam strategi pembangunannya.
Sebetulnya hal ini tidak terlepas dari paradigma pembangunan saat itu yang lebih
menekankan pada industrialisasi. Sedangkan menurut Iskandar Andi Nuhung
(2003), penyebab lambatnya pembangunan pertanian di Indonesia disebabkan
karena :(1) masalah teknologi; (2) masalah kelembagaan; (3) masalah pengolahan
dan pasca panen; (4) masalah permodalan; (5) masalah pemasaran; (6) masalah
kualitas sumberdaya manusia; (7) masalah koordinasi; (8) masalah insfrastruktur;
(9) masalah informasi; (10) masalah perijinan; (11) masalah lahan dan (12)
2. masalah pembinaan serta penyuluhan. Lain halnya dengan pendapat Jamil
Musanif (2005) yang lebih menyoroti pada sumberdaya manusianya sebagai
penyebab kondisi pertanian saat ini yaitu masalah rendahnya kreatifitas dan
ketidak sanggupan bekerja keras.
Terlepas dari banyaknya permasalahan di sektor pertanian, penulis dalam
artikel ini akan mencoba mengkaji mendalam terkait dengan masalah aspek
sumberdaya manusia. Sebab penulis berpendapat bahwa kunci utama
keberhasilan (apapun) terletak pada pelakunya. Suatu usaha atau kegiatan sebaik
apapun program dan perencanaannya tidak akan berhasil apabila SDM nya tidak
siap. Demikian pentingnya aspek SDM di dalam peningkatan pembangunan
pertanian inilah yang membuat penulis tertarik untuk mengkaji lebih mendalam
tentang penyebab semakin terpuruknya kondisi pertanian saat ini berdasarkan
kondisi real yang ada dengan sorotan utama pada faktor perilaku pelaku utamanya
PERMASALAHAN PERTANIAN
Implementasi pembangunan pertanian pada masa sebelumnya kurang
sejalan dengan konsepsi dan skenario yang telah direncanakan. Secara konsepsi
pemerintah telah merencanakan untuk menciptakan sektor pertanian yang tangguh
untuk menopang perkembangan industri. Dalam kenyataannya setiap kebijakan
lebih condong berpihak pada industri manufaktur yang tidak berbasis pada
pertanian. Menurut Agus Pakpahan (2004), setelah krisis ekonomi berlanjut kita
menyaksikan bahwa ternyata ”industri yang kuat” tidak terwujud dan ”pertanian
tangguh” juga tidak terjadi.
Permasalahan-permasalahan yang muncul baik eksternal maupun internal
yang dialami selama ini dalam pelaksanaan pembangunan di bidang pertanian ini
penanganannya tidak boleh sendiri-sendiri tetapi harus bersama-sama atau dengan
kata lain kerja sama dari berbagai stakeholder sangat diperlukan, disamping tentu
saja juga diperlukan komitmen yang kuat dari pemerintah. Berdasarkan hasil
analisis di lapangan, permasalahan pertanian secara umum adalah sebagai
berikut:
No Indikator Masalah
1 Lahan a. Luas luas pemilikan lahan petani sempit, sehingga sulit
untuk menyangga kehidupan keluarga tani.
b. Produktivitas lahan menurun akibat intensifikasi
berlebihan dan penggunaan pupuk kimia secara terus
menerus.
c. Alih fungsi lahan produktif ke sektor yang kurang
poduktif
d. Belum optimalnya implementasi pemetaan komoditas
terkait dengan agroekosistem lahan
e. Masih banyak lahan tidur
2 Status
Kepemilikan
Tanah
a. Persengketaan tanah rakyat dan pengusaha dengan
pemerintah
b. Banyak lahan petani yang belum bersertifikat
c. Banyak petani yang tidak punya lahan
3 Petani (SDM a. Jumlah penduduk yang bermata pencaharian sebagai
3. Pertanian) petani cukup besar
b. Pendidikan formal rendah
c. Rendahnya regenerasi petani
d. Tingkat kemiskinan yang tinggi
e. Produktivitas/KK rendah
4 Mentalitas
petani
a. Petani lemah dalam memperjuangkan haknya
b. Lemahnya kewirausahaan
c. Masih percaya mitos dan moral hazard
5 Keterampilan a. Keterbatasan penguasaan pada teknik budidaya
komoditas tertentu saja
b. Kurangnya orientasi agribisnis
c. Kurangnya pengusaan proses pengolahan pasca panen
d. Kurangnya kemampuan mengkases pasar
6 Modal a. Petani kurang modal
b. Sistem perbankan yang kurang peduli pada petani
c. Belum ada asuransi pertanian
d. Sistem ijon
7 Pasar dan
tataniaga
a. Harga tidak wajar ( fluktuatif tergantung pedagang,
tengkulak) merugikan petani
b. Penguasaan informasi dan akses pasar lemah
c. Rantai tata niaga yang panjang dan pembagian marjin
yang tidak adil
Berdasarkan permasalahan di atas, masalah yang berkaitan dengan petani
dan perilaku petani cukup mendominasi. Padahal menurut Mosher (1965),
semangat dan tekad adalah mesinnya. Semua tugas perorangan dalam
pembangunan pertanian dilaksanakan oleh manusia. Jumlah energi yang
dicurahkannya untuk tugas-tugas itu tergantung dari berapa besar semangatnya
terhadap pekerjaannya dan berapa kuat tekadnya untuk melakukan tugas itu
dengan baik dan berhasil. Perilaku petani ini erat kaitannya dengan masalah
kultural. Herman Soewardi (2004) berpendapat bahwa untuk meningkatkan daya
saing tidak hanya cukup dengan memperbaiki faktor-faktor struktural saja,
melainkan juga masalah kultural. Oleh sebab itu, masih menurut Herman
Soewardi (2004), kultur yang bersemayan di dada kita harus direformasi dan
kultur ini sulit dirubah (“adat Kakurung Ku Iga”). Kultur yang harus direformasi
adalah kultur fatalisme atau “lemah karsa”.
Etos kerja sangat erat kaitannya dengan pembangunan. Menurut Herman
Soewardi (2004), etos kerja bangsa indonesia tergolong rendah. Di Jawa Barat
sendiri gambaran etos kerja orang Sunda diwakili oleh tokoh si Kabayan, di mana
si Kabayan ini adalah tipe pemalas, suka menghayal dan ingin kaya cepat tetapi
“kedul”. Herman Soewardi (2004) mengungkapkan bahwa ada lima sifat yang
bertalian dengan kelemah-karsaan ini, ialah :
1. Tak ada orientasi ke depan. Kita biasa mengatakan “bagaimana besok”, hal
mana sangat bertentangan dengan kebiasaan di negara-negara maju yang
selalu mengatakan “besok bagaimana”.
4. 2. Tak ada “growth philosophy”, atau keyakinan bahwa hari esok dapat dibuat
lebih cerah daripada hari ini.
3. Cepat menyerah. Dengan kata lain orang-orang kita bersifat tidak ulet atau
“cengeng”. Baru menghadapi dua kali hambatan, seperti katurug katutuh,
4. Berpaling ke akhirat. Sifat cepat menyerah berkaitan denan berpaling ke
akherat. Karena tidak banyak sukses di dunia (karena sifatnya yang cepat
menyerah), maka orang menghibur diri dengan suatu harapan, bila di dunia
mereka kehabisan, nanti mereka akan memperoleh sesuatu yang baik di
akhirat.
5. Lamban atau inertia. Misalnya lamban dalam memberika respon bila ada
kesempatan.
Dari kelima sifat lemah karsa tersebut, sifat cepat menyerah yang paling
mengkarakterisir sifat lemah karsa itu. Lemah karsa tidak malas, tapi orang yang
dihinggapi sifat ini berperilaku lunak, tak ada paksaan untuk mencapai
kecemerlangan dalam hidup. Budaya kerja kita tidak mengharuskan agar orang
menunjukkan atau mencapai prestasi, yang penting adalah hidup dalam alam yang
statis. Dalam alam statis ini diupayakan agar orang tidak menjadi mundur bila
menghadapi kesulitan apapun. Inilah yang disebut Clifford Geertz (1963)
“treading wáter atau wáter trappen, bukan untuk menyembul ke luar akan tetapi
agar tidak tenggelam lebih dalam lagi. Semua etnik di Indonesia menunjukkan
sifat-sifat seperti ini namun ada yang lebih dan ada yang kurang. Demikian pula
halnya dengan etnik Sunda (termasuk di dalamnya petani Surade, budaya “makan
tak makan yang penting ngumpul” merupakan cerminan apa yang dikatakan oleh
Geertz (1963) tentang “bertahan dalam kesulitan”.
UPAYA-UPAYA MENUJU PETANI DAN PERTANIAN MODERN
Kawasan pedesaan pada umumnya memiliki ciri antara lain sebagian besar
penduduk bekerja di sektor pertanian, masih rendahnya tingkat produktivitas
tenaga kerja, relatif tingginya tingkat kemiskinan, kemampuan sumberdaya
manusia yang terbatas terutama dari sisi penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi serta relatif rendahnya kualitas lingkungan pemukiman perdesaan.
Struktur ekonomi di perdesaan sebagian besar digerakkan oleh sektor
pertanian. Artinya peranan sektor pertanian cukup dominan dalam menggerakan
roda perekonomian atau sebagai leading sektor dalam perekonomian di
Perdesaan. Oleh karena itu, pembangunan perdesaan dan revitalisasi pertanian
sangat penting untuk dilaksanakan guna pengembangan lapangan kerja di
perdesaan serta menekan angka kemiskinan dan migrasi penduduk ke perkotaan
yang terus meningkat. Pengembangan ekonomi lokal dalam bentuk klaster
(cluster) baik itu secara komoditi maupun perwilayahan yang melibatkan berbagai
stakeholder (pemerintah, swasta/pengusaha, asosiasi, lembaga-lembaga keuangan,
koperasi, LSM, organisasi sosial pedesaan dan masyarakat) perlu
digiatkan/diaktifkan dan dikembangkan dengan tujuan untuk meningkatkan
pendapatan masyarakat perdesaan dan mengurangi pengangguran (menyerap
tenaga kerja) yang akhirnya tingkat produktivitas masyarakat di perdesaan akan
semakin meningkat dan kemiskinan akan semakin berkurang, sehingga
diharapkan peningkatkan kualitas hidup petani dan masyarakat perdesaan dapat
5. dicapai melalui peningkatan kualitas dan profesionalitas sumberdaya manusia
(human capital) disertai peningkatan aset produktif pertanian dan dapat berperan
sebagai pelaku aktif pembangunan, sehingga mereka mampu memanfaatkan
sumber daya alam secara optimal berkelanjutan melalui inovasi teknologi maju
disertai penataan dan pengembangan kelembagaan pertanian dan perdesaan,
sehingga dapat memperluas spektrum pembangunan pertanian dan perdesaan
(broad based agricultural diversification) untuk itu diperlukan investasi dan
inovasi teknologi maju dan seperangkat kebijakan pemerintah. Untuk dapat
mempercepat proses modernisasi dan diversifikasi pertanian berspektrum luas ini
diperlukan investasi pemerintah pada pengembangan sarana dan prasarana
pertanian modern dan fleksibel disertai pengembangan pascapanen dan
agroindustri perdesaan.
Namun agar semua itu dapat terwujud, tetap SDM yang siap menjadi salah
satu faktor penentu. Menurut James Scott (1993), petani adalah orang yang hidup
dengan basis moral tertentu yang disebut “moral ekonomi petani”. Menurutnya
petani sangat memegang teguh norma, mendahulukan selamat dan enggan
mengambil resiko. Sifat inilah yang mungkin menjadi penyebab munculnya
mentalitas petani seperti: lemah dalam memperjuangkan haknya, Lemahnya
kewirausahaan, masih percaya mitos dan moral hazard. Walaupun demikian
tidak menutup kemungkinan bahwa semua mentalitas petani tersebut juga
disebabkan karena tingkat pendidikan yang rendah. Berkenaan dengan kondisi
yang demikian maka upaya yang dianggap ampuh untuk merubahnya adalah
dengan cara memodernkan petani.
Menurut Triyanto dan Syahyuti (2007), Petani modern pada hakikatnya
adalah petani yang menjalankan konsep dan prinsip pertanian modern (saat ini
berupa pertanian yang sehat, ramah lingkungan dan berkelanjutan). Petani
tersebut terbuka terhadap teknologi, akses kepada informasi secara luas, serta
memiliki jariangan yang tidak terbatas secara geografis. Prinsip-prinsip dalam
pertanian modern sendiri adalah efisiensi, kesetaraan dan kesinambungan yang
merupakan suatu “guarantee” terhadap paradigma pembangunan berkelanjutan
(sustainable development), dengan kata kunci bahwa, “manusia adalah kunci
keberhasilan pembangunan”. Pertanian berkelanjutan akan terwujud bila manusia
bersungguh-sungguh memahami bahwa cita-cita pertanian berkelanjutan hanya
dapat terwujud apabila dilandasi suatu pembaruan atau reformasi atas
sumberdaya-sumberdaya (baik alam maupun manusia)
Berdasarkan hal itu kiranya perlu dilakukan upaya-upaya yang sifatnya
“penyembuhan” khususnya terhadap mentalitas petani. Diharapkan melalui
“penyembuhan ini akan tercipta petani –petani modern. Herman Soewardi dalam
salah satu bukunya menyatakan bahwa penyembuhan penyakit lemah karsa harus
melalui pelurusan pandangan tentang islam sebagai dasarnya. Kita harus
meneladani karsa Nabi Muhammad S.A.W yang sangat kuat dan berlandaskan
pada ketulusiklasan. Nabi Muhammad S.A.W beserta leluhurnya pantang
menyerah untuk mencapai satu tujuan yang diperintahkan Allah SWT dan karena
itu selalu dikaruniai keberhasilan. Salah satu hadist nabi menganjurkan umatnya
untuk, “Belajarlah seolah-olah kamu akan hidup selama-lamanya, dan
beribadahlah seolah-olah kamu akan mati besok”, merupakan motivasi yang
6. tiada duanya. Dalam salah satu firmannya Allah SWT pun memotivasi kita untuk
berusaha merubah nasib, karena Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum
apabila kaum itu tidak mau berusaha. Penulis sangat sependapat dengan Herman
Soewardi, karena menurut penulis apabila seseorang memahami agama (islam)
dan beriman, maka dia akan menerapkannya dalam setiap aspek kehidupan secara
sungguh-sungguh. Karena budaya apatis, mudah menyerah, tidak mau berusaha,
dan lain-lain tidak dibenarkan dalam islam.
Disamping dari sisi agama, upaya yang dapat dilakukan dalam rangka
memoderenkan petani adalah melalui :
1. Pendekatan individual dengan peningkatan SDM petani yaitu dalam bentuk
pengembangan sumberdaya manusia (HRD). Salah satunya melalui metode
andragogi. Contoh: LaKu (langkah dan Kunjungan)
2. Pendekatan pengembangan SDM petani melalui penyuluhan. Ada tiga objek
yang diubah dalam kegiatan penyuluhan, yaitu aspek kognitif, afektif dan
psikomotorik, dimana perubahan perilaku adalah tujuan akhir dari seluruh
rangkaian kegiatan, yaitu bertambahnya informasi, tumbuhnya keterampilan,
serta timbulnya sikap mental dan motivasi yang lebih kuat.
3. Pendekatan kelembagaan, misalnya melalui kelompok tani, koperasi, P3A,
KTNA, HKTI dan lain-lain.
4. Pembangunan pertanian dengan strategi pemberdayaan. Pemberdayaan
mengacu pada pentingnya proses sosial selama program berlangsung. Untuk
itu partisipsi harus berlangsung. Tujuan filosofisnya adalah untuk
memberikan motivasi dan dorongan kepada masyarakat dan individu agar
menggali potensi yang ada pada dirinya untuk ditingkatkan kualitasnya,
sehingga akhirnya mampu mandiri.
Ke-empat upaya di atas selama ini sudah banyak diterapkan di berbagai d
aerah, tetapi sampai sejauh mana tingkat implementasinya di lapangan belum
terukur. Oleh sebab itu agar upaya ini dapat efektif dan efisien, diperlukan ada
komitmen yang kuat dari pemerintah dan peran stakeholders dalam rangka
pencapaian tujuan sesuai dengan yang diharapkan.
Adapun secara khusus solusi yang dapat diberikan untuk mengatasi
permasalahan pertanian adalah sebagai berikut:
No Indikator Solusi
1 Lahan Pembangunan agroindustri di pedesaan dalam rangka
merasionalisasi jumlah petani dengan lahan yang
ekonomis
Penggalakkan sistem pertanian berbasis konservasi lahan
Dikembangkan sistem pertanian ramah lingkungan
(organik)
Perencanaan dan implementasi RTRW yang konsisten
Pemanfaatan lahan tidur untuk pemberdayaan masyarakat
2 Status
Kepemilikan
Tanah
Reformasi pertanahan berpihak pada petani, mudah, dan
murahnya sertifikasi tanah
Mendorong tumbuhnya LSM dan advokasi untuk petani
3 Petani (SDM Sistem pendidikan rendah-menengah yang berbasis
7. Pertanian) kompetensi daerah
Sekolah lapang berbasis teknologi tepat guna
Dukungan sistem insentif dalam implementasi produksi
komoditas unggulan daerah
4 Mentalitas
petani
Sistem pendidikan rendah-menengah yang berbasis
kompetensi daerah
Sekolah lapang berbasis teknologi tepat guna
Penumbuhan kesadaran petani melalui pembinaan yang
berkelanjutan
Penggalakkan sistem alih teknologi melalui
pendampingan, diklat lapangan bagi petani
Pembinaan motivasi, etos, dan kewirausahaan
5 Keterampilan Sekolah lapang berbasis teknologi tepat guna
Penggalakkan sistem alih teknologi melalui
pendampingan, diklat lapangan bagi petani
Pembinaan motivasi, etos, dan kewirausahaan
6 Modal Mendorong peran lembaga keuangan (Bank dan Non
Bank) untuk masuk sektor pertanian dengan skema yang
menguntungkan petani
Mendorong penguatan model kolektif petani
Mendorong peran tengkulak untuk membangun kemitraan
yang adil dan peduli petani
Merealisasikan subsidi pertanian yang yang tepat sasaran
dan bersifat produktif
7 Pasar dan
tataniaga
Menciptakan pasar alternatif dengan rantai tata niaga
pendek
Terwujudnya organisasi tani yang kuat dan berakar
Meningkatkan layanan informasi bagi petani
Sumber: Reny Sukmawani. 2009.
PENUTUP
Wilayah perdesaan dengan berbagai kenyamanan dan daya tarik
tersendiri telah diperlakukan secara tidak adil dalam berbagai kebijakan
pemerintah di masa lalu. Pengurasan sumberdaya yang berlebihan tanpa adanya
pembagian yang adil terhadap manfaat dan hasil-hasil pembangunan, telah
membuat ketimpangan spasial dan ketimpangan dalam berbagai bidang
kehidupan.
Pengembangan bidang pertanian di perdesaan harus dikelola dengan
menggunakan kerangka pemikiran pertanian modern, yang ada yaitu suatu sistem
agrobisnis dan agroindustri secara terpadu dari sistem industri hulu pertanian,
sistem produksi pertanian, sistem pascapanen, sistem pengolahan hasil pertanian
(industri hilir), dan sistem pemasaran hasil pertanian sampai ke tingkat konsumen
di dalam dan luar kota. Kebijakan pembangunan perdesaan dan revitalisasi
pertanian hendaknya diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas
hidup masyarakat petani khususnya dan masyarakat pedesaan umumnya.