SlideShare a Scribd company logo
1 of 14
SILABUS:
Bab 1. Pendahuluan
1.1. Definisi dan pengertian
1.2. Manfaat mempelajari dan keilmuan
1.3. Ilmu yang berkaitan
1.4. Futurologi.
Bab 2. Peta Tanah dan Persiapan Survei
2.1. Peta tanah
2.2. Peralatan survei
2.3. Persiapan survei
2.3.1. Peta dasar
2.3.2. Informasi iklim
2.3.3. Penguasaan alat dan infomasi lainnya.
Bab 3. Pelaksanaan Survei
3.1. Tujuan survei
3.2. Tingkatan survei: detil, semi detil, tinjau,
eksplorasi
3.3. Pengamatan lapang
3.3.1. Sifat-sifat tanah dan lahan
3.3.2. Geomorfologi
3.3.3. Geologi
3.3.4. Iklim
3.3.5. Air
3.3.6. Vegetasi
3.3.7. Satwa dan ternak
3.3.8. Penggunaan lahan
3.3.9. Kerusakan tanah dan lahan.
Bab 4. Penghantar Teknik Evaluasi Lahan
4.1. Definisi dan pengertian
4.2. Filosofi Evaluasi lahan dalam pelaksanaan praktis
4.3. Nilai penting evaluasi lahan
4.4. Penggunaan lahan.
SURVEI PEMETAAN DAN EVALUASI LAHAN
PRODI D3-PERENCANAAN SUMBER DAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
Written By: Purwandaru Widyasunu 2013
http://widyasunuunsoed.wordpress.com
widyasunuunsoed@yahoo.com
purwandaru.widyasunu@gmail.com
Bab 5. Kualitas dan Karakteristik Lahan
5.1. Definisi dan pengertian
5.2. Point penentu kualitas lahan (FAO 1976)
5.3. Strategi kerja dan peralatan
5.4. Hubungan kualitas lahan dengan manajemen
5.5. Karakteristik lahan (FAO 1983)
5.6. Tipe penggunaan lahan
5.7. Pohon keputusan evaluasi lahan.
Bab 6. Pendekatan Teknik Evaluasi Lahan
6.1. Pengertian dan lingkup
6.2. Futurologi Iptek dan Tujuan
6.3. Teori pendekatan evaluasi lahan
6.4. Kesesuaian lahan dan arti ekonomik
6.5. Tahapan pekerjaan evaluasi kesesuaian lahan
6.6. Asumsi-asumsi dalam evaluasi lahan
6.7. Contoh dan penggunaan tabel kesesuaian
lahan.
BAGIAN 1 SURVEI DAN PEMETAAN TANAH/LAHAN
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Definisi dan Pengertian
Definisi Lahan:
Suatu “tract” atau “bentang” lahan dapat didefinisikan sebagai geografis suatu area
(wilayah) permukaan planet bumi yang spesifik: karakterisasinya menyangkut penggunaannya
yang mantap dan terperkirakan secara lestari, atributnya meliputi biosfer di atas dan di bawah
lahan suatu areal, yaitu yang meliputi system dari atmosfer, tanah dan bentukan geologis,
hidrologi, populasi tanaman dan hewan, dan hasil-hasil aktivitas manusia masa lampau dan masa
kini yang nyata-nyata memberikan atribut besar (dampak) terhadap kondisi sekarang dan masa
depan penggunaan lahan oleh manusia (Brinkman dan Smyth, 1973).
Lahan tidak sama dengan tanah:
Tanah sifat-sifatnya meliputi fisik, kimia, dan biologis, apabila terdiri dari gabungan
banyak jengkal tanah dalam suatu areal dan ada system biosfer itulah lahan yang mempunyai
nilai alami dan nilai guna suatu lahan.
 Suatu nilai alami dan nilai guna dimiliki oleh suatu lahan dengan batas-batas area, bentuk
dan lokasi spesifik.
 Peta diperlukan untuk mengadakan kegiatan survey lahan (di dalamnya ada survey tanah)
yang selanjutnya data dan peta spesifik yang dihasilkan diperlukan untuk melakukan
evaluasi lahan.
Survei tanah/lahan bertujuan untuk: (i) mempelajari sifat-sifat tanah dan kondisi suatu
lahan yang selanjutnya memberikan sumbangan pada, (ii) klasifikasi tanah didasarkan pada sifat-
sifat tanah dan genesis tanah, kemudian menghasilkan penggolongan kualitas tanah/lahan, dan
selanjutnya bermanfaat (iii) untuk memprediksikan dan menentukan penggunaannya secara
lestari dan berkesinambungan.
Karena kita berkecimpung dalam ilmu dan kegiatan pembangunan pertanian, maka
penggunaan lahan yang lestari dan kerkesinambungan (berkelanjutan) adalah untuk
penyelenggaraan system pertanian yang berkelanjutan. Disinilah kemudian akan berlaku
curahan dan persaingan suatu motivasi politik, social, ekonomi, dan kepentingan strategi
nasional/daerah.
1.2. Manfaat Mempelajari dan Keilmuan
Manfaat:
a. Mengetahui dan menguasai teknik survei (dan evaluasi) tanah/lahan.
b. Perencanaan pembangunan daerah, regional, nasional.
c. Profesi dan pelayanan kebutuhan bidang lain.
d. Pelayanan kebutuhan masa depan kelestarian SDA dan planet bumi.
e. Menghasilkan IPTEK baru untuk kebutuhan masa depan pelayanan evaluasi lahan
(pelestarian dan rehabilitasi-konservasi sumberdaya lahan).
1.3. Ilmu yang Berkaitan
a. Ilmu Tanah/Lahan
b. Ilmu Klasifikasi Tanah
c. Ilmu Geografi dan Geodesi
d. Ilmu Geologi dan Mineralogi
e. Ilmu Kartografi (peta) dan Pemetaan
f. Ilmu Agronomi (budidaya) tanaman, ternak darat, dan perikanan
g. Ilmu Lingkungan Hidup
h. Ilmu Pertanahan dan Tataguna Tanah/Lahan
i. Ilmu Manajamen dan Ekonomi
j. Ilmu Sosial, Budaya, dan Politik.
a. Ilmu-Ilmu lainnya ???
1.4. Futurologi
a. Kerusakan tanah, lahan, air, atmosfer, keragaman hayati.
b. Perubahan iklim global dan dampaknya.
c. Perubahan tata guna tanah/lahan.
d. Perubahan kemasyarakatan dan pemerintahan.
e. Perubahan IPTEKS.
f. Kemiskinan, rawan pangan.
TUGAS:
a. Cari nilai penting Survei dan Evlan untuk masa depan bangsa Indonesia.
b. Teknologi apa yang akan diperlukan untuk kegiatan profesionalisme Survei dan Evlan.
c. Apa pendapat internasional tentang perubahan lahan ?????
BAB II. PETA TANAH DAN PERSIAPAN SURVEI TANAH
Survei tanah adalah usaha mempelajari tanah dalam lingkungannya yang langsung, yaitu
langsung diselenggarakan di lapangan (on the track of earth field land area). Suatu kegiatan
survey tanah menghasilkan rangkaian data dan peta tanah menyangkut peta tanah pada lahan-
lahan yang dipetakan pada suatu areal tertentu di suatu wilayah yang bisa berskala persil, bukit,
lembah, dataran sempit, dataran luas, desa, kecamatan, kabupaten, di suatu provinsi suatu
Negara.
 Peta tanah/lahan akan menunjukkan suatu penyebaran satuan-satuan tanah/lahan.
Melalui survey tanah diperoleh pengetahuan berdasarkan data-data yang diperoleh
mengenai sifat-sifat tanah, dan atas dasar itu tersedia landasan bagi penerapan data dan informasi
atas tanah dan lahan bagi manfaat penggunaannya.
Data, informasi dan pengalaman dalam survey tanah sangat-sangatlah bermanfaat
menajdi dasar membangun daerah/Negara. Peta, data, informasi atas tanah berpotensi untuk
berperanan menjadi jembatan untuk menerapkan pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman
pada tanah yang sama. Oleh karena itu batas-batas tanah dengan sifat yang sama bisa disebut
sebagai satuan tanah yang kemudian menjadi batas-batas atas lahan yang mempunyai sifat tanah
yang sama.
2.1. Peta Tanah
Peta tanah adalah suatu peta yang sengaja dibuat untuk menunjukkan penyebaran tipe-
tipe tanah atau satuan-satuan peta tanah sehingga akan menggambarkan dengan jelas dalam
hubungannya dengan sifat-sifat fisik tanah/lahan dengan social cultural (bisa juga ekonomi) pada
suatu permukaan bumi. Hal tersebut hanya berlaku untuk lahan tipe penggunaan suatu sector.
Apabila penggunaannya ke arah konservasi (reklamasi, rehabilitasi, restorasi), maka sifat fisik
tanah/lahan akan dihubungkan dengan fungsi garansi lahan dan ekosistem terhadap kehidupan
semua mahkluk yang memerlukannya (manusia, hewan, tumbuhan, mikroba).
Satuan-satuan tanah/lahan:
Dapat ditunjukkan secara tersendiri atau asosiasi tanah, namun kecenderungan sekarang
bersifat individu tanah jadi tidak berasosiasi (USDA: soil taxonomy).
 Satuan-satuan taksonomik menjadi sangat penting karena apabila kita menamakan tanah
atas dasar suatu system penamaan tertentu (taksonomi/taxonomy) maka tiap tingkat
penamaan menunjukkan cirri-ciri utama dan khusus tanah yang bersangkutan.
 Sistem taksonomi yang berkembang di Indonesia saat ini sistem Puslitannak Bogor,
FAO, dan USDA (United State Department of Agriculture).
Dikenal dua tipe utama peta tanah yaitu:
(i) Peta tanah detail dan (ii) Peta tanah tinjau dan eksplorasi.
Perbedaannya petan tanah detil dan peta tanah tinjau/eksplorasi  terletak pada
intensitas pekerjaannya, sehingga secara teknis yang berbeda adalah ketelitian dan tingkat
generalisasinya. Ketelitian adalah banyaknya unit/satuan tanah dari wilayah yang dilakukan
survey dengan unit-unit area jumlah titik pengambilan pengamatan dan sampel. Generalisasi
adalah menarik kesimpulan menjadi umum dari beberapa atau banyaknya satuan tanah/unit tanah
yang diperoleh dari survey tanah/lahan.
Tabel 1. Beda dan karakteristik peta detil dan tinjau/eksplorasi
Item Karakter Peta Detil Peta Tinjau dan Eksplorasi
Kehomogenan Homogen – sangat
homogen
Tidak homogen
Satuan tanah Seri tanah atau tipe tanah Order/ordo – great group/jenis
Cara penentuan batas-
batas satuan tanah
Pengamatan langsung
detil di lapangan untuk
penentuan batas
Hanya pengamatan berselang, jadi
batas ditentukan di atas meja (tidak
dengan menelusur di lapangan)
Tingkat ketelitian Sangat teliti – teliti;
kategori rendah
Tidak teliti; kategori tinggi
Intensitas
pengamatan/pekerjaan
Sangat tinggi - tinggi Rendah
Jenis-jenis Peta Tanah:
Dikenal beberapa jenis peta tanah yang berkaitan dengan tingkat survey tanah. Peta-peta itu
ialah:
Peta tanah detil (detailed soil map)
Peta ini berskala 1 : 1.000 sampai 3 : 25.000. dihasilkan dari satu sampai dua pengamatan
tiap hektar, dengan seri tanah, asosiasi tanah, atau tipe tanah sebagai satuan peta. Peta ini
digunakan untuk perencanaan irigasi dan perencanaan usahatani intensif.
Peta tanah semi detil (semi-detailed soil map)
Peta ini berskala 1 : 50.000 sampai 1 : 200.000, dihasilkan dari satu sampai lima
pengamatan tiap 100 ha lahan, dengan asosiasi seri atau keluarga tanah sebagai satuan peta. Peta
ini digunakan untuk perencanaan irigasi dan usahatani pada tingkat yang lebih kasar. Peta ini
juga dipergunakan untuk keperluan konservasi sumberdaya lahan, perencanaan kota, dan
pengembangan regional.
Peta tanah tinjau (reconnaissance soil map)
Peta ini berskala 1 : 200.000 sampai 1 : 500.000, dihasilkan dari satu sampai sepuluh
pengamatan tiap 10.000 ha lahan, dengan asosiasi atau kompleks kelompok atau marga tanah
sebagai satuan peta. Peta ini digunakan untuk penilaian sumberdaya tanah dan perencanaan
tataguna tanah pada tingkat regional atau propinsi. Peta ini juga digunakan untuk pendekatan
pertama pada orientasi dan aplikasi penelitian pertanian.
Peta tanah eksplorasi (exploratory soil map)
Peta ini berskala 1 : 500.000 sampai 1 : 2.500.000, dihasilkan dari dua sampai lima
pengamatan tiap 100.000 ha lahan, dengan asosiasi atau kompleks marga atau rumpun tanah
sebagai satuan peta tanah. Batas-batas satuan peta tanah didasarkan pada interpretasi hubungan
penyebaran tanah dengan factor-faktor lingkungan. Peta ini digunakan untuk menunjukkan
penyebaran sumberdaya tanah pada tingkat Negara, yaitu dalam perencanaan yang bersifat
umum tataguna tanah pada tingkat Negara. Peta ini juga digunakan untuk tujuan pendidikan dan
studi geografi.
Peta tanah bagan (schematic soil map)
Peta ini berskala 1 : 500.000 atau lebih kecil. Peta ini tidak dibuat berdasarkan
pengamatan langsung di lapangan, tetapi merupakan hasil kompilasi literature dan pengetahuan
mengenai hubungan penyebaran tanah dengan factor-faktor pembentuk tanah. Peta ini
digunakan untuk menunjukkan penyebaran tanah pada skala dunia, digunakan terutama untuk
pendidikan dan studi geografi.
Satuan peta tanah
Digunakan untuk memberikan rambu ketelitian yang harus dipenuhi oleh surveyor dan pembuat
peta tanah.
USDA
(system
taksonomi)
FAO-UNESCO IPB PUSLITANNAK
(nama lama LPT)
Order - Ordo Golongan
Sub order - Rumpun Kumpulan
Great group Great group (marga) Marga Jenis
Sub group Sub group
(kelompok)
Kelompok Macam
Family - Keluarga Rupa
Series - Seri Seri
2.2. Peralatan survei dan surveyor
a. Peta
b. GPS
c. Bor Tanah
d. Peralatan pengamatan dan pengukuran (perubahan )
sifat kimia dan fisika tanah; termasuk bahan kimia
e. Alat sampling dan sampel tanah dan jaringan tanaman
(cangkul, linggis, plastik, karung, kontainer, dll.)
f. Alat rintisan lahan (sabit, golok, gergaji)
g. Buku dan form isian data
h. Komputer, software, dan internet
i. Perangkat kelistrikan
j. Mobil dan motor; termasuk gerobak, perahu, kapal
k. Dana, ijin, SDM terlatih.
2.3. Persiapan survei
2.3.1. Peta dasar: peta topografi lembar (sheet) lokasi/wilayah yang akan dilakukan survei, peta
geologi, peta sebaran jenis tanah, peta agroklimat, peta tematik lainnya, dan peta
administrasi.
2.3.2. Informasi iklim: peta agroklimat perkebunan, tanaman pangan, tanaman sayuran, dsb.,
data unsur-unsur iklim (curah hujan, kecepatan dan arah angin, radiasi, dsb.).
2.3.3. Penguasaan alat dan infomasi lainnya.
BAB III. PELAKSANAAN SURVEI TANAH/LAHAN
3.1. Tujuan Survei
a. Diperoleh pengetahuan berdasarkan data-data yang diperoleh mengenai sifat-
sifat tanah.
b. Tersedianya landasan bagi penerapan data dan informasi atas tanah dan lahan
bagi manfaat penggunaannya.
c. Data, informasi dan pengalaman dalam survey tanah bermanfaat menjadi dasar membangun
daerah/Negara.
d. Peta, data, informasi atas tanah berpotensi untuk berperanan menjadi jembatan untuk
menerapkan pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman pada tanah yang sama (membuat
satuan tanah homogen dan tataguna tanah/lahan yang berasaskan kelestarian).
e. Ada data keragaman hayati dan kekayaan sumberdaya alam.
3.2. Tingkatan Survei: detil, semi detil, tinjau, eksplorasi.
3.2.1. Survei detil
a. Satuan peta tanah yang diinginkan homogen (seri, asosiasi seri, atau tipe tanah).
b. Satuan-satuan peta tanah ditetapkan berdasarkan pengamatan langsung di
lapangan.
c. Keinginan tersebut dicapai dengan 1-2 pengamatan tiap hektar tanah/lahan.
d. Melakukan survei sistem titik potong dengan pengamatan setiap 100 m pada
jalur-jalur berjarak 100 m.
e. Perubahan ketelitian titik potong harus < 100 m agar lebih detil. Dilakukan
sendiri oleh surveyor atas dasar perubahan keadaan setempat (perubahan
sifat faktor pembentukan tanah).
 Survei detil memungkinkan pengamatan dengan mengikuti tiap perkembangan perubahan
sifat-sifat tanah, kemudian dalam jarak gabungan potongan yang lebih luas dapat
ditentukan batas-batas sama proses pembentukan tanah
 Kita mengikuti teori pembentukan tanah (Jenny), yaitu: T = f (bahan induk, organisme,
relief/ topografi, iklim, dan rentang waktu).
 Kalau kita survei detil atau bahkan sangat detil maka f(bi, o, r/t), akan bisa mengalami
perubahan terutama faktor organisme dan relief (morfologi) karena kerusakan tanah.
Kerusakan tanah sifatnya bisa dinamis.
Contoh membuat grid titik potong/pengamatan tanah:
700
600
500
400
300
200
100
0 100 200 300 400
Survei semi detil:
 Merupakan bentuk antara di antara survei detil dan survei tinjau.
 Alasan: survei detil mahal, lama, makan banyak tenaga dan dana. Oleh karena itu diperlukan
survei yang sedikit lebih kasar (kurang detil) namun batas-batas homogen tanah masih
dapat dipertanggung-jawabkan untuk penggunaan lebih luas wilayahnya dengan
biaya survei yang tidak terlalu besar.
 Tetap menghasilkan data seri perubahan sifat-sifat tanah dan pembentukan tanah.
 1-2 pengamatan tiap 100 ha tanah/lahan.
 Pengamatan sistem titik potongan (grid) satu pengamatan tiap jarak 500 m pada jalur-jalur
berjarak 1-2 km.
 Satuan peta tanah asosiasi seri atau keluarga tanah (famili).
Survei tinjau:
 Tujuan mendapatkan penilaian mengenai sumberdaya tanah di suatu daerah yang
selanjutnya digunakan sebagai dasar perencanaan tataguna tanah daerah tersebut.
 Jadi skalanya sudah daerah/wilayah misalnya dalam satu kabupaten atau beberapa
kecamatan.
 Satuan peta tanah asosiasi atau kompleks kelompok tanah atau marga tanah.
 Dilakukan 1-10 pengamatan tiap 10.000 ha (2-3 kecamatan di Jawa).
 Pengamatan tiap 500 m pada jalur-jalur berjarak 20 – 200 km.
 Pemetaan dilakukan dengan mengandalkan pengetahuan mengenai hubungan
perubahan sifat faktor-faktor pembentuk tanah dengan perubahan sifat tanah.
 Pengamatan tetap sistem titik potong luas, atau dipencar dalam wilayah grid.
 Agar tidak terlalu kasar, maka survei tinjau di dalamnya dapat dilakukan survei detil
atau semi detil pada tempat-tempat yang dipandang mewakili variasi di suatu wilayah
survei. Hal itu disebut survei tanah tinjau mendalam (detailed reconnaissance). 1-3
pengamatan tiap 1000 ha.
Survei eksplorasi:
 Dasarnya adalah interpretasi mengenai hubungan perubahan sifat faktor-faktor
pembentuk tanah dengan perubahan sifat tanah.
 2 – 5 pengamatan tiap 100.000 ha (satu kabupaten).
 Satuan tanah yang diperoleh sangat kasar yaitu asosiaso atau kompleks marga tanah
atau rumpun tanah.
 Penggunaan survei untuk mempersiapkan perencanaan pembangunan wilayah
setingkat kabupaten di luar jawa atau perkebunan sangat besar.
3.3. Pengamatan lapang
3.3.1. Keadaan tanah dan lahan
Jenis dan sebaran tanah yang dijumpai di daerah survei dapat dipelajari dari berbagai
jenis peta tanah yang sudah ada. Informasi ini hanya sebagai pembanding yang kasar, karena
peta yang ada hanya bisa bersumber dari berbagai peta tanah yang skalanya kecil (peta skala
bagan, eksplorasi, tinjau). Keadaan tanah yang perlu diketahui yaitu faktor pembentuk tanah,
genesa tanah (pembentukan tanah), luas dan sebaran jenis tanah, dengan semuanya lengkap
informasi sifat fisika, kimia, biologis, ditunjang dengan informasi keadaan lahannya.
Pembelajaran melalui peta tanah dan lahan, dan data-data sifat tanah dan kondisi lahan
wilayah survei dapat dilakukan langsung baik di lahan maupun di laboratrorium. Sifat dan ciri
tanah di lapangan dapat diperoleh secara morfologik pada titik pemboran dan profil tanah. Di
laboratorium tanah dapat diketahui sifat dan ciri kimia, fisik, dan biologis. Data mineralogi tanah
mendapatkan perhatian khusus dalam survei tanah untuk evaluasinya “on-the desk, atau kalau
sekarang bisa dilakukan evaluasi on the on-line screen (internet) yang dapat dilakukan bahkan
pada tingkat atau antar profesional dunia. Informasi tentang tanah kenudian dapat digunakan
untuk studi penentuan kelas-kelas taksonomik tanah (ordo, rumpun, marga, kelompok,
keluargam seri tanah). Guna penamaan tanah maka taksonominya dapat dilakukan dengan
mengacu pada buku standar (manual/laboratory tools) atau buku taksonomi tanah USDA (United
State Department of Agriculture).
Data dan informasi tanah yang penting untuk diperoleh yaitu: kesuburan tanah (minipit
dan profil), tekstural, struktural, nitrogen dan bahan organik, sifat fisik tanah (BJP, BJI), sifat
biologis tanah (biota tanah dan keenergian tanah). Data kesuburan tanah yang perlu diadakan:
pH, KB, KTK, redoks, kandungan dan ketersediaan N, P, K, S, Ca, Mg, dan unsur-unsur mikro.
3.3.2. Geomorfologi dan fisiografi
Geomorfologi mempelajari tentang bentuk permukaan bumi (lahan) yang disebabkan
karena adanya pengaruh tenaga dari luar. Geomorfologi lahan, secara lebih khusus mempelajari
tentang evolusi bentuk-bentuk lahan dan bentang jalan (lansekap/landscape) terutama yang
berhubungan dengan proses-proses erosi. Satuan-satuan geomorfologi antara lain: dataran
banjir, dataram pelembahan, daerah cekungan, dataran aluvial, teras sungai, teras marin, kaki
bukit, dsb.
Fisiografi mempelajari tentang pembentukan dan evolusi dari bentuk-bentuk lahan.
Pengertiannya meliputi: bentuk permukaan lahan dan kondisi geologisnya termasuk kondisi
klimaologin, meteorologi, oceanografi, dan fenomena-fenomena alami secara umum. Satuan-
satuan fisiografi antara lain: bukit lipatan, dataran jalur aliran, wilayah pegunungan vulkan, dsb.
Bentuk lahan juga perlu diidentifikasi, karena bentuk lahan adalah hasil dari proses-
proses geomorfologi yang bekerja terhadap batuan dan bahan induk yang dipenagruhi iklim
selama waktu tertentu. Bentuk lahan merupakan bagian penting dari profil tanah. Alasannya
adalah, bentuk lahan dicirikan oleh adanya asosiasi profil-profil tanah pada bentuk-bentuk lahan
tertentu. Profil tanah dipengaruhi oleh bahan induk dan menyebabkan perbedaan-perbedaan
bentuk lahan. Satuan bentuk lahan merupakan diferensiasi dari pada satuan-satuan fisiografi.
Dari satuan dataran jalur aliran dapat dibedakan ke dalam tanggul sungai, rawa di belakang
tanggul, rawa, dan teras sungai.
Relief adalah beda ketinggianantara titik tinggi dan titik rendah pada suatu permukaan
lahan. Relief bisa dipergunakan untuk membedakan atau menentukan titik tertinggi dan terendah
suatu wilayah. Relief juga sering difahani sebagai sifat bentuk lahan suatu wilayah. Perbedaan-
nya adalah bentuk lahan lahan adalah kualitatif, sedangkan relief bersifat kuantitatif. Karakter
dari bentuk lahan dan relief ditentukan oleh persen lereng dan perbedaan ketinggian. Ada
hubungan relatif antara relief, persen lereng, dan perbedaan ketinggian (lihat Bahan Praktikum
Pendidikan dan Latihan Tata Guna Tanah, IPB, 1982).
3.3.3. Geologi dan bahan induk
Berdasarkan studi pustaka, pengamatan lapang, dan analisis laboratorium maka dapat
ditentukan kondisi geologis dan batuan induk suatu lahan wilayah yang sedang kita amati atau
deskripsikan. Data-data geologis dan batuan induk dapat digunakan untuk pembuatan peta
geologi dan bahan induk yang akhirnya sangat bermanfaat untuk penentuan pewilayahan jenis
tanah (peta jenis tanah) suatu wilayah yang kita survei. Mineral dan batuan dapat diidentifikasi di
lapangan berdasarkan sifat-sifat fisiknya (warna, kilap, streak, bentuk, belahan, pecahan, dsb).
Sedangkan hasil analisis laboratorium diperoleh data susunan mineral primer (fraksi pasir) dan
mineral sekunder (fraksi liat) berdasarkan sifat-sifat optiknya serta frekwensinya terhadap sinar
X.
3.3.4. Iklim
Data iklim dikumpulkan dari stasiun-stasiun di wilayah survei dan sekitarnya, prinsipnya
stasiun iklim terdekat. Data yang perlu dikumpulkan meliputi: curah hujan, jumlah hari hujan,
kelembaban udara, kelembaban nisbi udara, intensitas penyunaran, kecepatan dan arah angin, dll.
Data iklim dikumpulkan minimal dari 10 tahun pengukuran terbaru. Data-data tersebut akan
berguna untuk mengetahui besarnya curah hujan bulanan, satu musim, tahunan, mengetahui
penyimpangan unsur-unsir iklim,. Disamping itu dapat diketahui pula tipe hujan, tipe iklim,
pendungaan besarnya evapotranspirasi, neraca air, kebutuhan air irigasi, dsb.
Peta iklim yang ada diperlukan atau perlu dibuat guna penentuan zonasi atau pewilayahan
daerah iklim sesuai komoditas (adaptasi) atau pelaksanaan budidaya menurut musim bulan rata-
rata curah hujan, sehingga dapat dilaksanakannya suatu kebijakan modifikasi atau substitusi
melalui teknologi. Contohnya adalah peta iklim pertanian yang dibuat oleh Oldeman et al.
(1979), sangat menunjang bagi perencanan dan pengembangan usaha pertanian di suatu wilayah.
Peta ini dibuat berdasarkan atas curah hujan rata-rata bulanan dan lamanya musim hujan
berturut-turut dihubungkan dengan kebutuhan air bagi tanaman tertentu misalnya pola budidaya
tanaman. Misalnya saja tanaman padi sawah memerlukan curah hujan 150 - 200 mm/bulan
selama 3-4 bulan berturut-turut. Apabila didapati suatu wilayah pada interval bulan juli-agustus
curah hujannya rata-rata hanya antara 105 – 135 mm/bulan, maka pada wilayah tersebut pada
bulan-bulan tersebut tidak sesuai untuk budidaya padi sawah karena tanaman akan kekurangan
air. Untuk tanaman lahan kering diberikan batasan tanaman memerlukan curah hujan bulanan
sekitar 50 – 75 mm/bulan. Penentuan kategori bulan hujan, lembab, dan kering (golongan iklim
Oldeman et al.) atas dasar curah hujan adalah apabila berturut-turut bulan hujan > 200 mm/
bulan, bulan lembab 100 – 200 mm/bulan, dan bulan kering < 100 mm/bulan. Untuk tanaman
tahunan (tanaman hutan dan perkebunan) maka dapat dibuat peta agroklimat tanaman atas dasar
penggolongan iklim menurut Schmidth-Fergusson. Pelajari semuanya pada literatur agroklimat
(Chambers, R.E. 1978, Koesmaryono, et al., 1999; Oldeman and Frere, 1982; Wisnubroto,
1999). Menurut Schmidth-Fergusson bulan basah, lembab, dan kering apabila suatu bulan dalam
rentang waktu minimal 10 tahun mempunyai curah hujan bulan basah > 100 mm/bulan, bulan
lembab 50 – 100 mm/bulan, dan bulan kering < 50 mm/bulan.
3.3.5. Air
Perlu diketahui data dan gambaran hidrologi (tata air) dari berbagai sumber air yang
terdapat di wilayah survei (sungai, danau, rawa, dan air tanah). Potensi tersebut penting bagi
kebutuhan sehari-hari manusia, hewan ternak, tanaman; disamping untuk sarana transportasi air,
rekreasi, dan sumber energi (hydro-electric power). Perlu dilaksanakan: (i) inventarisasi jumlah
dan sebaran sumber-sumber air, (ii) pengukuran profil (lebar dan kedalaman) sungai pada tempat
tertentu yang dianggap sangat perlu, (iii) pengukuran kecepatan aliran sungai, (iv) untuk wilayah
pasang surut perlu pengamatan gerakan pasang surut sungai pada tesmpat tertentu (muara,
tengah, hulu sungai), (v) pengukuran kualitas air untuk manusia, ternak, tanaman (pH, salinitas,
BOD, TDS, kandungan sulfat, klor, logam berat, senyawa organik pencemaar, dsb), (vi)
penentuan jarak masuk intrusi air laut di daratan, dan (vii) mengambil sampel air guna
pengamatan dan pengukuran di laboratorium. Standart mutu air dapat digolongkan untuk
keperluan irigasi tanaman, kebutuhan air manusia, kebutuhan air ternak. Guna penentuan
pewilayahan (tata guna lahan ) juga diperlukan pertimbangan tentang kebutuhan baku mutu air.
3.3.6. Vegetasi
Kondisi vegetasi dan tanaman (crop) suatu wilayah survei dapat ditemukan/didapatkan
melalui buku laporan kepertanian, perkebunan, kehutanan dari kedinasan/kelembagaan lokal atau
perpustakaan atau kelembagaan tingkat nasional. Namun demikian, keterangan tentang vegetasi/
tanaman dapat diperoleh melalui peta tata guna lahan, peta tutupan lahan, peta kehutanan dan
perkebunan, peta rupa bumi, peta landsat, peta foto udara, dsb. Pada kondisi perubahan iklim
global seperti sekarang ini, maka peta tutupan lahan sangat penting, demikian pula peta tata guna
lahan, Peta dan informasinya bisa digunakan sebagai bahan pertimbangan dilakukannya restruk-
turisasi lahan dan pola budidaya (farming) dalam rangka adaptasi dan bagian dari pengendalian
PIG.
3.3.7. Satwa dan ternak
Evaluasi lahan juga sangat bermanfaat untuk pengembangan pewilayahan konservasi
satwa liar dan pengembangan ternak baik tingkat lokal maupun tingkat nasional bahkan tingkat
dunia. Rencana kegunaan akhir dari evaluasi lahan, contohnya agro-wisata (agro-turisme) atau
wild-life tourism memerlukan data SDA hutan, mangrove, wilayah pegunungan, danau, dataran
padang rumput, dsb. Termasuk di dalamnya diperlukan data kekayaan keragaman satwa dan
ternak guna penyusunan RTRW (Rencana Tata Ruang dan Wilayah), peta perburuan, peta
turisme, dan peta sentra peternakan. Pada kondisi perubahan iklim ini antara lain diperlukan
penyusunan pengembangan wilayah pertanian (adaptasi, pengendalian); secara ekonomi perlu
dibentuk wilayah agropolitan, minapolitan, sentra pertanian organik, dsb. Data keanekaragaman
hayati satwa, ternak, perikanan, dan dipadu dengan tanaman/vegetasi sangat menunjang
pengembangan wilayah pertanian.
3.3.8. Penggunaan lahan
Mengacu kepada pentingnya restrukturisasi lahan untuk berbagai tujuan penggunaan
akhir atau rencana pengembangan masa depan baik jangka pendek, jangka menengah, maupun
jangka panjang, maka diperlukan penataan lahan kembali (land re-arrangement). Berkaitan
dengan perkembangan penduduk dunia yang sangat dahsyat seperti saat ini, maka diperlukan
pertimbangan kebijakan pengembangan pemanfaat lahan yaitu “tata guna lahan masa depan”.
Negara kita terdiri dari kepulauan yang sangat banyak baik 5 pulau besar, ratusan pulau
menengah, dan ribuan pulau kecil, yang terbentang di antara 2 benua dan 2 samudera. Kondisi
ini membawa dampak perubahan besar dengan adanya PIG  pemanasan global dan dibarengi
dengan tumbuh-kembangnya penduduk tingkat nasional dan dunia; maka diperlukan berbagai
kebijakan penataan kependudukan, kepertanian, tata guna lahan, dan lainnya yang terkait.
Data penggunaan lahan tingkat lokal dan nasional diperlukan untuk penataan lahan. Data
dan peta dapat diperoleh di tingkat lokal (kabupaten dan propinsi) maupun tingkat nasional
(kementerian dan kelambagaan nasional terkait). Data dan peta tata guna lahan dapat diperoleh di
kantor BPN (Badan Pertanahan Nasional), Bappeda (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah),
Badan Statistik, Dinas-dinas terkait, semuanya baik tingkat kabupaten, propinsi, dan pusat. Saat
ini web tingkat kabupaten, propinsi, dan nasional, bahkan internasional dituntut penyediaan peta
dan data tata guna lahan.
3.3.9. Kerusakan tanah dan lahan
Kerusakan tanah dan lahan terutama yang berpotensi sebagai lahan pertanian atau lahan
lain strategis sedang terjadi tiap tahunnya tanpa pengendalian yang signifikan oleh Pemerintah.
Kerusakan tanah dan lahan dampaknya sangat kritikal untuk masa depan penyediaan pangan dan
energi, masa depan ketersediaan air bersih maupun irigasi kepertanian (siklus hidrologis), dan
keterjaminan keragaman hayati planet bumi. Dengan demikian kerusakan tanah/lahan baik skala
lokal, DAS sampai dengan Sub-sub DAS sangatlah strategis untuk dikendalikan. Sejak diber-
lakukannya U.U. Republik Indonesia No. 150 tentang Pengendalian Kerusakan Tanah/ Lahan,
maka telah ada dipetakannya sebaran kerusakan termasuk intensitasnya di seluruh propinsi di
NKRI ini. Stake-holder baik Kementerian, Litbang Nasional, Pemprov dan Pemkab dengan
Dinas-dinas terkaitnya telah banyak menghasilkan peta dan data kerusakan tanah, lahan, dan
hidrologi (DAS dan Sub DAS). Ke masa depan data informasi dan peta tersebut akans angat
bermanfaat untuk pengendalian kerusakan tanah, lahan, dan hidrologi, selain itu untuk penataan
lahan kembali.
3.3.10. Sosio agro ekonomi
Survei data primer maupun sekunder sosio agro ekonomi dimaksudkan untuk mengetahui
potensi dan keadaan daerah/wilayah survei atas kondisi sosial, budaya, ekonomi suatu lokasi
tersebut. Data yang perlu digali adalah: (i) jenis dan sebaran tata guna lahan dan vegetasi, (ii)
vegetasi dan hasil interpretasi udara, (iii) jenis dan produksi hasil pertanian dan perkebunan,
kalau diperlukan juga tanaman hutan, (iv) transportasi dan pemasaran hasil-hasil tersebut di atas,
(v) status kepemilikan lahan, (vi) kependudukan, (vii) keadaan perekonomian, (viii) pelayanan
sosial, dsb. Pentingnya data sosio agro ekonomi terutama adalah untuk menunjang data fisik
lingkungan. Hal ini erat hubungannya dengan perencanaan penggunaan tanah dan lahan suatu
wilayah survei.
Literature citted and followed:
Ademola K. Braimoh, and Paul L.G. Vlek (Editors). 2008..Land Use and Soil Resources. © 2008
Springer Science+Business Media B.V. ISBN-978-1-4020-6777-8 e-ISBN-978-1-4020-
6778-5 Library of Congress Control Number: 2007941782. Cover Images © 2007
JupiterImages Corporation.
Djaenudin, D. 1998?. Pengenalan dan Konsep Evaluasi Lahan untuk Pengembangan Pertanian.
Materi Pelatihan ALES dan SIG angkatan I dan II, Ciawi Bogor (26 Februari s/d 20
Maret 1998). Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor. 1998.
Ilbery, B., Q, Chiotti, and T. Rickard (Editors). 1997. Agricultural Restructuring and Sustainabi-
lity: A Geographic Perspective. CAB International. Wallingford Oxon, U.K., and New-
York, USA. 348 pp.
IPB. 1982. Bahan Praktikum Pendidikan dan Latihan Tata Guna Tanah. Badan Pendidikan dan
Latihan Departemen Dalam Negeri dan Institut Pertanian Bogor. IPB, Bogor. 125 hal.
Matondang, S. 1982. Teknik Survei. Bahan Kuliah dalam Pendidikan dan Latihan Tataguna
Tanah. Badan Pendidikan dan Latihan Departemen Dalam Negeri dan Institut Pertanian
Bogor. 1982.
McRae, S.G., and C.P. Burnham. 1981. Land Evaluation. Clarendon Press. Oxford, Great
Brittain.
Informasi penggunaan kepustakaan Agroklimat/Ilmu Iklim yang menunjang Evaluasi Lahan:
Chambers, R.E. 1978. Klimatologi Pertanian Dasar. Bagian Klimatologi Pertanian. Departemen
Ilmu-ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Pertanian, IPB, Bogor.
Doorenbos, J. and W.O. Pruitt. 1977 (Reprinted 1984). Guidlines for Predicting Crop Water
Requirements. FAO, Rome. 184 pp.
Koesmaryono, Y., Imron, Y. Sugiarto. 1999. Kapita Selekta Agroklimatologi. Jurusan
Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan IPA, IPB, Bogor.
Oldeman, L.R., and M. Frere. 1982. A Study of The Agroclimatology of The Humid Tropics
(Technical Report). FAO/UNESCO/WMO Interagency Project on Agroclimatology.
FAO, Rome. 229 pp.
Williams, C.N., and K.T. Joseph. 1974. Climate, Soils and Crop Production in The Tropics
(Revised Edition). Oxford University Press, London. 177 pp.
Wisnubroto, Sukardi. 1999. Meteorologi Pertanian. Mitra Gama Widya, Yogyakarta. 155 hal.
Wisnubroto, Sukardi. 1999. Pengenalan Waktu Tradisional: “Menurut Jabaran Meteorologi
Manfaat dalam Pertanian dan Sosial. Mitra Gama Widya, Yogyakarta. 85 hal.

More Related Content

What's hot

IDENTIFIKASI GULMA
IDENTIFIKASI GULMAIDENTIFIKASI GULMA
IDENTIFIKASI GULMANovia Dwi
 
TEKNIK PERSILANGA,N BUATAN
TEKNIK PERSILANGA,N BUATANTEKNIK PERSILANGA,N BUATAN
TEKNIK PERSILANGA,N BUATANRepository Ipb
 
laporan praktikum acara 5 PENGENALAN PROFIL TANAH
laporan praktikum acara 5 PENGENALAN PROFIL TANAHlaporan praktikum acara 5 PENGENALAN PROFIL TANAH
laporan praktikum acara 5 PENGENALAN PROFIL TANAHAlfian Nopara Saifudin
 
Laporan praktikum kemurnian benih
Laporan praktikum kemurnian benihLaporan praktikum kemurnian benih
Laporan praktikum kemurnian benihTidar University
 
Laporan Praktikum Kultur Jaringan Tumbuhan: Aklimatisasi Anggrek Dendrobium s...
Laporan Praktikum Kultur Jaringan Tumbuhan: Aklimatisasi Anggrek Dendrobium s...Laporan Praktikum Kultur Jaringan Tumbuhan: Aklimatisasi Anggrek Dendrobium s...
Laporan Praktikum Kultur Jaringan Tumbuhan: Aklimatisasi Anggrek Dendrobium s...UNESA
 
Laporan pengendalian gulma
Laporan pengendalian gulmaLaporan pengendalian gulma
Laporan pengendalian gulmaTidar University
 
Agroteknologi Lahan Kering
Agroteknologi Lahan KeringAgroteknologi Lahan Kering
Agroteknologi Lahan Keringptkartika
 
Dampak perubahan iklim thdp tanaman
Dampak perubahan iklim thdp tanamanDampak perubahan iklim thdp tanaman
Dampak perubahan iklim thdp tanamanKhairdin Jaya
 
Acara 1 AGROEKOSISTEM DAN ANALISIS AGROEKOSISTEM
Acara 1 AGROEKOSISTEM DAN ANALISIS AGROEKOSISTEMAcara 1 AGROEKOSISTEM DAN ANALISIS AGROEKOSISTEM
Acara 1 AGROEKOSISTEM DAN ANALISIS AGROEKOSISTEMAlfian Nopara Saifudin
 
Dasar-Dasar Ilmu Tanah: kimia kesuburan tanah dan unsur hara tanaman
Dasar-Dasar Ilmu Tanah: kimia kesuburan tanah dan unsur hara tanamanDasar-Dasar Ilmu Tanah: kimia kesuburan tanah dan unsur hara tanaman
Dasar-Dasar Ilmu Tanah: kimia kesuburan tanah dan unsur hara tanamanPurwandaru Widyasunu
 
laporan praktikum agroklimatologi
laporan praktikum agroklimatologilaporan praktikum agroklimatologi
laporan praktikum agroklimatologiedhie noegroho
 
Laporan produksi tanaman jagung
Laporan produksi tanaman jagung Laporan produksi tanaman jagung
Laporan produksi tanaman jagung AGROTEKNOLOGI
 
pembuatan larutan stok & media MS
pembuatan larutan stok & media MSpembuatan larutan stok & media MS
pembuatan larutan stok & media MSnovhitasari
 
Laporan praktikum pengujian daya tumbuh benih
Laporan praktikum pengujian daya tumbuh benihLaporan praktikum pengujian daya tumbuh benih
Laporan praktikum pengujian daya tumbuh benihTidar University
 
Pdf b4-pengantar teknik penyemprotan
Pdf b4-pengantar teknik penyemprotanPdf b4-pengantar teknik penyemprotan
Pdf b4-pengantar teknik penyemprotandjojosumarto
 

What's hot (20)

IDENTIFIKASI GULMA
IDENTIFIKASI GULMAIDENTIFIKASI GULMA
IDENTIFIKASI GULMA
 
TEKNIK PERSILANGA,N BUATAN
TEKNIK PERSILANGA,N BUATANTEKNIK PERSILANGA,N BUATAN
TEKNIK PERSILANGA,N BUATAN
 
laporan praktikum acara 5 PENGENALAN PROFIL TANAH
laporan praktikum acara 5 PENGENALAN PROFIL TANAHlaporan praktikum acara 5 PENGENALAN PROFIL TANAH
laporan praktikum acara 5 PENGENALAN PROFIL TANAH
 
Laporan praktikum kemurnian benih
Laporan praktikum kemurnian benihLaporan praktikum kemurnian benih
Laporan praktikum kemurnian benih
 
Kapasitas tukar kation (KTK)
Kapasitas tukar kation (KTK)Kapasitas tukar kation (KTK)
Kapasitas tukar kation (KTK)
 
Laporan Praktikum Kultur Jaringan Tumbuhan: Aklimatisasi Anggrek Dendrobium s...
Laporan Praktikum Kultur Jaringan Tumbuhan: Aklimatisasi Anggrek Dendrobium s...Laporan Praktikum Kultur Jaringan Tumbuhan: Aklimatisasi Anggrek Dendrobium s...
Laporan Praktikum Kultur Jaringan Tumbuhan: Aklimatisasi Anggrek Dendrobium s...
 
Kultur teknis
Kultur teknisKultur teknis
Kultur teknis
 
Laporan pengendalian gulma
Laporan pengendalian gulmaLaporan pengendalian gulma
Laporan pengendalian gulma
 
Agroklimatologi
AgroklimatologiAgroklimatologi
Agroklimatologi
 
Agroteknologi Lahan Kering
Agroteknologi Lahan KeringAgroteknologi Lahan Kering
Agroteknologi Lahan Kering
 
Dampak perubahan iklim thdp tanaman
Dampak perubahan iklim thdp tanamanDampak perubahan iklim thdp tanaman
Dampak perubahan iklim thdp tanaman
 
Acara 1 AGROEKOSISTEM DAN ANALISIS AGROEKOSISTEM
Acara 1 AGROEKOSISTEM DAN ANALISIS AGROEKOSISTEMAcara 1 AGROEKOSISTEM DAN ANALISIS AGROEKOSISTEM
Acara 1 AGROEKOSISTEM DAN ANALISIS AGROEKOSISTEM
 
Dasar-Dasar Ilmu Tanah: kimia kesuburan tanah dan unsur hara tanaman
Dasar-Dasar Ilmu Tanah: kimia kesuburan tanah dan unsur hara tanamanDasar-Dasar Ilmu Tanah: kimia kesuburan tanah dan unsur hara tanaman
Dasar-Dasar Ilmu Tanah: kimia kesuburan tanah dan unsur hara tanaman
 
laporan praktikum agroklimatologi
laporan praktikum agroklimatologilaporan praktikum agroklimatologi
laporan praktikum agroklimatologi
 
10 irigasi permukaan
10   irigasi permukaan10   irigasi permukaan
10 irigasi permukaan
 
Laporan produksi tanaman jagung
Laporan produksi tanaman jagung Laporan produksi tanaman jagung
Laporan produksi tanaman jagung
 
pembuatan larutan stok & media MS
pembuatan larutan stok & media MSpembuatan larutan stok & media MS
pembuatan larutan stok & media MS
 
Laporan praktikum pengujian daya tumbuh benih
Laporan praktikum pengujian daya tumbuh benihLaporan praktikum pengujian daya tumbuh benih
Laporan praktikum pengujian daya tumbuh benih
 
Pdf b4-pengantar teknik penyemprotan
Pdf b4-pengantar teknik penyemprotanPdf b4-pengantar teknik penyemprotan
Pdf b4-pengantar teknik penyemprotan
 
Pupuk dan pemupukan
Pupuk dan pemupukanPupuk dan pemupukan
Pupuk dan pemupukan
 

Viewers also liked

8 pengertian batubara
8 pengertian batubara8 pengertian batubara
8 pengertian batubaraOvidio Soares
 
pengenalan alat alat survei
pengenalan alat alat surveipengenalan alat alat survei
pengenalan alat alat surveiRyan Wibowo
 
Peralatan dasar-geologi-lapangan-docx
Peralatan dasar-geologi-lapangan-docxPeralatan dasar-geologi-lapangan-docx
Peralatan dasar-geologi-lapangan-docxGutit
 
Materi eksplorasi sumber daya bahan galian
Materi eksplorasi sumber daya bahan galianMateri eksplorasi sumber daya bahan galian
Materi eksplorasi sumber daya bahan galianmahapatih_51
 
sistem pengelolaan dan pengolahan AAT di Area Pertambangan
sistem pengelolaan dan pengolahan AAT di Area Pertambangansistem pengelolaan dan pengolahan AAT di Area Pertambangan
sistem pengelolaan dan pengolahan AAT di Area PertambanganMenna Ayu AManda
 
Peran data dan informasi geospasial dalam penataan ruang
Peran data dan informasi geospasial dalam penataan ruangPeran data dan informasi geospasial dalam penataan ruang
Peran data dan informasi geospasial dalam penataan ruangArya Pinandita
 

Viewers also liked (6)

8 pengertian batubara
8 pengertian batubara8 pengertian batubara
8 pengertian batubara
 
pengenalan alat alat survei
pengenalan alat alat surveipengenalan alat alat survei
pengenalan alat alat survei
 
Peralatan dasar-geologi-lapangan-docx
Peralatan dasar-geologi-lapangan-docxPeralatan dasar-geologi-lapangan-docx
Peralatan dasar-geologi-lapangan-docx
 
Materi eksplorasi sumber daya bahan galian
Materi eksplorasi sumber daya bahan galianMateri eksplorasi sumber daya bahan galian
Materi eksplorasi sumber daya bahan galian
 
sistem pengelolaan dan pengolahan AAT di Area Pertambangan
sistem pengelolaan dan pengolahan AAT di Area Pertambangansistem pengelolaan dan pengolahan AAT di Area Pertambangan
sistem pengelolaan dan pengolahan AAT di Area Pertambangan
 
Peran data dan informasi geospasial dalam penataan ruang
Peran data dan informasi geospasial dalam penataan ruangPeran data dan informasi geospasial dalam penataan ruang
Peran data dan informasi geospasial dalam penataan ruang
 

Similar to Bagian 1 survei pemetaan dan evaluasi lahan d3 psl

Bab 1. pendahuluan evaluasi lahan s1 agrotek by ndaru
Bab 1. pendahuluan evaluasi lahan s1 agrotek by ndaruBab 1. pendahuluan evaluasi lahan s1 agrotek by ndaru
Bab 1. pendahuluan evaluasi lahan s1 agrotek by ndaruPurwandaru Widyasunu
 
Bab 1. pendahuluan evaluasi lahan agroteknologi 2014
Bab 1. pendahuluan evaluasi lahan agroteknologi 2014Bab 1. pendahuluan evaluasi lahan agroteknologi 2014
Bab 1. pendahuluan evaluasi lahan agroteknologi 2014Purwandaru Widyasunu
 
Bab 1. pendahuluan evaluasi lahan agroteknologi 2014
Bab 1. pendahuluan evaluasi lahan agroteknologi 2014Bab 1. pendahuluan evaluasi lahan agroteknologi 2014
Bab 1. pendahuluan evaluasi lahan agroteknologi 2014Purwandaru Widyasunu
 
SILABUS.docx
SILABUS.docxSILABUS.docx
SILABUS.docxneniati
 
Konsep, pendekatan, prinsip, dan aspek geografi
Konsep, pendekatan, prinsip, dan aspek geografiKonsep, pendekatan, prinsip, dan aspek geografi
Konsep, pendekatan, prinsip, dan aspek geografiAriza Ekky
 
Georafi Pertanian
Georafi PertanianGeorafi Pertanian
Georafi Pertanianbagask_25
 
Alsintan laporan 4
Alsintan laporan 4Alsintan laporan 4
Alsintan laporan 4Yuwan Kilmi
 
Bab 2. Teknik Survei Tanah dan Lahan 2014
Bab 2. Teknik Survei Tanah dan Lahan 2014Bab 2. Teknik Survei Tanah dan Lahan 2014
Bab 2. Teknik Survei Tanah dan Lahan 2014Purwandaru Widyasunu
 
silabus geografi kelas x - www.kherysuryawan.id.docx
silabus geografi kelas x - www.kherysuryawan.id.docxsilabus geografi kelas x - www.kherysuryawan.id.docx
silabus geografi kelas x - www.kherysuryawan.id.docxSiskaSulle
 
SILABUS GEO KLS X.docx
SILABUS GEO KLS X.docxSILABUS GEO KLS X.docx
SILABUS GEO KLS X.docxelfyteti
 

Similar to Bagian 1 survei pemetaan dan evaluasi lahan d3 psl (20)

Paper kesesuaian lahan mijen
Paper kesesuaian lahan mijenPaper kesesuaian lahan mijen
Paper kesesuaian lahan mijen
 
Bab 1. pendahuluan evaluasi lahan s1 agrotek by ndaru
Bab 1. pendahuluan evaluasi lahan s1 agrotek by ndaruBab 1. pendahuluan evaluasi lahan s1 agrotek by ndaru
Bab 1. pendahuluan evaluasi lahan s1 agrotek by ndaru
 
Bagian 2 evaluasi lahan d3 psl
Bagian 2  evaluasi lahan d3 pslBagian 2  evaluasi lahan d3 psl
Bagian 2 evaluasi lahan d3 psl
 
Bab 1. pendahuluan evaluasi lahan agroteknologi 2014
Bab 1. pendahuluan evaluasi lahan agroteknologi 2014Bab 1. pendahuluan evaluasi lahan agroteknologi 2014
Bab 1. pendahuluan evaluasi lahan agroteknologi 2014
 
Bab 1. pendahuluan evaluasi lahan agroteknologi 2014
Bab 1. pendahuluan evaluasi lahan agroteknologi 2014Bab 1. pendahuluan evaluasi lahan agroteknologi 2014
Bab 1. pendahuluan evaluasi lahan agroteknologi 2014
 
Ekotan 15
Ekotan 15Ekotan 15
Ekotan 15
 
Ge0g rafi
Ge0g rafiGe0g rafi
Ge0g rafi
 
SILABUS.docx
SILABUS.docxSILABUS.docx
SILABUS.docx
 
Konsep, pendekatan, prinsip, dan aspek geografi
Konsep, pendekatan, prinsip, dan aspek geografiKonsep, pendekatan, prinsip, dan aspek geografi
Konsep, pendekatan, prinsip, dan aspek geografi
 
Materi Geografi 1
Materi Geografi 1Materi Geografi 1
Materi Geografi 1
 
SK-Kd Geografi SMA-MA
SK-Kd Geografi SMA-MASK-Kd Geografi SMA-MA
SK-Kd Geografi SMA-MA
 
Laporan resmi
Laporan resmiLaporan resmi
Laporan resmi
 
Georafi Pertanian
Georafi PertanianGeorafi Pertanian
Georafi Pertanian
 
Alsintan laporan 4
Alsintan laporan 4Alsintan laporan 4
Alsintan laporan 4
 
Bab 2. Teknik Survei Tanah dan Lahan 2014
Bab 2. Teknik Survei Tanah dan Lahan 2014Bab 2. Teknik Survei Tanah dan Lahan 2014
Bab 2. Teknik Survei Tanah dan Lahan 2014
 
Pengantar Geologi dan Tata Lingkungan
Pengantar Geologi dan Tata LingkunganPengantar Geologi dan Tata Lingkungan
Pengantar Geologi dan Tata Lingkungan
 
Bahan 2
Bahan 2Bahan 2
Bahan 2
 
silabus geografi kelas x - www.kherysuryawan.id.docx
silabus geografi kelas x - www.kherysuryawan.id.docxsilabus geografi kelas x - www.kherysuryawan.id.docx
silabus geografi kelas x - www.kherysuryawan.id.docx
 
Laporan DIT lapangan
Laporan DIT lapanganLaporan DIT lapangan
Laporan DIT lapangan
 
SILABUS GEO KLS X.docx
SILABUS GEO KLS X.docxSILABUS GEO KLS X.docx
SILABUS GEO KLS X.docx
 

More from Purwandaru Widyasunu

Bab 4. suhu, tekanan, kelembaban udara dan pengaruhnya thd tanaman
Bab 4. suhu, tekanan, kelembaban udara dan pengaruhnya thd tanamanBab 4. suhu, tekanan, kelembaban udara dan pengaruhnya thd tanaman
Bab 4. suhu, tekanan, kelembaban udara dan pengaruhnya thd tanamanPurwandaru Widyasunu
 
Bab 5. awan, hujan, angin dan pengaruhnya terhadap tanaman
Bab 5. awan, hujan, angin dan pengaruhnya terhadap tanamanBab 5. awan, hujan, angin dan pengaruhnya terhadap tanaman
Bab 5. awan, hujan, angin dan pengaruhnya terhadap tanamanPurwandaru Widyasunu
 
Membangun dan menggerakkan petani pertanian organik
Membangun dan menggerakkan petani pertanian organikMembangun dan menggerakkan petani pertanian organik
Membangun dan menggerakkan petani pertanian organikPurwandaru Widyasunu
 
Irigasi dan Drainase. Bagian 2 Bahan kuliah irigasi bab 5-7 Prodi Agroteknologi
Irigasi dan Drainase. Bagian 2 Bahan kuliah irigasi bab 5-7 Prodi AgroteknologiIrigasi dan Drainase. Bagian 2 Bahan kuliah irigasi bab 5-7 Prodi Agroteknologi
Irigasi dan Drainase. Bagian 2 Bahan kuliah irigasi bab 5-7 Prodi AgroteknologiPurwandaru Widyasunu
 
Bagian 1 Bahan Kuliah Irigasi dan Drainase Bab 1 4 Prodi Agroteknologi Fapert...
Bagian 1 Bahan Kuliah Irigasi dan Drainase Bab 1 4 Prodi Agroteknologi Fapert...Bagian 1 Bahan Kuliah Irigasi dan Drainase Bab 1 4 Prodi Agroteknologi Fapert...
Bagian 1 Bahan Kuliah Irigasi dan Drainase Bab 1 4 Prodi Agroteknologi Fapert...Purwandaru Widyasunu
 
Bahan Kuliah Pertanian Terpadu Bab 3 Prinsip Dasar Pertanian Terpadu
Bahan Kuliah Pertanian Terpadu Bab 3 Prinsip Dasar Pertanian TerpaduBahan Kuliah Pertanian Terpadu Bab 3 Prinsip Dasar Pertanian Terpadu
Bahan Kuliah Pertanian Terpadu Bab 3 Prinsip Dasar Pertanian TerpaduPurwandaru Widyasunu
 
Bahan Kuliah Agroklimatologi Bab Perubahan Iklim Global
Bahan Kuliah Agroklimatologi Bab Perubahan Iklim GlobalBahan Kuliah Agroklimatologi Bab Perubahan Iklim Global
Bahan Kuliah Agroklimatologi Bab Perubahan Iklim GlobalPurwandaru Widyasunu
 

More from Purwandaru Widyasunu (7)

Bab 4. suhu, tekanan, kelembaban udara dan pengaruhnya thd tanaman
Bab 4. suhu, tekanan, kelembaban udara dan pengaruhnya thd tanamanBab 4. suhu, tekanan, kelembaban udara dan pengaruhnya thd tanaman
Bab 4. suhu, tekanan, kelembaban udara dan pengaruhnya thd tanaman
 
Bab 5. awan, hujan, angin dan pengaruhnya terhadap tanaman
Bab 5. awan, hujan, angin dan pengaruhnya terhadap tanamanBab 5. awan, hujan, angin dan pengaruhnya terhadap tanaman
Bab 5. awan, hujan, angin dan pengaruhnya terhadap tanaman
 
Membangun dan menggerakkan petani pertanian organik
Membangun dan menggerakkan petani pertanian organikMembangun dan menggerakkan petani pertanian organik
Membangun dan menggerakkan petani pertanian organik
 
Irigasi dan Drainase. Bagian 2 Bahan kuliah irigasi bab 5-7 Prodi Agroteknologi
Irigasi dan Drainase. Bagian 2 Bahan kuliah irigasi bab 5-7 Prodi AgroteknologiIrigasi dan Drainase. Bagian 2 Bahan kuliah irigasi bab 5-7 Prodi Agroteknologi
Irigasi dan Drainase. Bagian 2 Bahan kuliah irigasi bab 5-7 Prodi Agroteknologi
 
Bagian 1 Bahan Kuliah Irigasi dan Drainase Bab 1 4 Prodi Agroteknologi Fapert...
Bagian 1 Bahan Kuliah Irigasi dan Drainase Bab 1 4 Prodi Agroteknologi Fapert...Bagian 1 Bahan Kuliah Irigasi dan Drainase Bab 1 4 Prodi Agroteknologi Fapert...
Bagian 1 Bahan Kuliah Irigasi dan Drainase Bab 1 4 Prodi Agroteknologi Fapert...
 
Bahan Kuliah Pertanian Terpadu Bab 3 Prinsip Dasar Pertanian Terpadu
Bahan Kuliah Pertanian Terpadu Bab 3 Prinsip Dasar Pertanian TerpaduBahan Kuliah Pertanian Terpadu Bab 3 Prinsip Dasar Pertanian Terpadu
Bahan Kuliah Pertanian Terpadu Bab 3 Prinsip Dasar Pertanian Terpadu
 
Bahan Kuliah Agroklimatologi Bab Perubahan Iklim Global
Bahan Kuliah Agroklimatologi Bab Perubahan Iklim GlobalBahan Kuliah Agroklimatologi Bab Perubahan Iklim Global
Bahan Kuliah Agroklimatologi Bab Perubahan Iklim Global
 

Bagian 1 survei pemetaan dan evaluasi lahan d3 psl

  • 1. SILABUS: Bab 1. Pendahuluan 1.1. Definisi dan pengertian 1.2. Manfaat mempelajari dan keilmuan 1.3. Ilmu yang berkaitan 1.4. Futurologi. Bab 2. Peta Tanah dan Persiapan Survei 2.1. Peta tanah 2.2. Peralatan survei 2.3. Persiapan survei 2.3.1. Peta dasar 2.3.2. Informasi iklim 2.3.3. Penguasaan alat dan infomasi lainnya. Bab 3. Pelaksanaan Survei 3.1. Tujuan survei 3.2. Tingkatan survei: detil, semi detil, tinjau, eksplorasi 3.3. Pengamatan lapang 3.3.1. Sifat-sifat tanah dan lahan 3.3.2. Geomorfologi 3.3.3. Geologi 3.3.4. Iklim 3.3.5. Air 3.3.6. Vegetasi 3.3.7. Satwa dan ternak 3.3.8. Penggunaan lahan 3.3.9. Kerusakan tanah dan lahan. Bab 4. Penghantar Teknik Evaluasi Lahan 4.1. Definisi dan pengertian 4.2. Filosofi Evaluasi lahan dalam pelaksanaan praktis 4.3. Nilai penting evaluasi lahan 4.4. Penggunaan lahan. SURVEI PEMETAAN DAN EVALUASI LAHAN PRODI D3-PERENCANAAN SUMBER DAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN Written By: Purwandaru Widyasunu 2013 http://widyasunuunsoed.wordpress.com widyasunuunsoed@yahoo.com purwandaru.widyasunu@gmail.com
  • 2. Bab 5. Kualitas dan Karakteristik Lahan 5.1. Definisi dan pengertian 5.2. Point penentu kualitas lahan (FAO 1976) 5.3. Strategi kerja dan peralatan 5.4. Hubungan kualitas lahan dengan manajemen 5.5. Karakteristik lahan (FAO 1983) 5.6. Tipe penggunaan lahan 5.7. Pohon keputusan evaluasi lahan. Bab 6. Pendekatan Teknik Evaluasi Lahan 6.1. Pengertian dan lingkup 6.2. Futurologi Iptek dan Tujuan 6.3. Teori pendekatan evaluasi lahan 6.4. Kesesuaian lahan dan arti ekonomik 6.5. Tahapan pekerjaan evaluasi kesesuaian lahan 6.6. Asumsi-asumsi dalam evaluasi lahan 6.7. Contoh dan penggunaan tabel kesesuaian lahan. BAGIAN 1 SURVEI DAN PEMETAAN TANAH/LAHAN BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Definisi dan Pengertian Definisi Lahan: Suatu “tract” atau “bentang” lahan dapat didefinisikan sebagai geografis suatu area (wilayah) permukaan planet bumi yang spesifik: karakterisasinya menyangkut penggunaannya yang mantap dan terperkirakan secara lestari, atributnya meliputi biosfer di atas dan di bawah lahan suatu areal, yaitu yang meliputi system dari atmosfer, tanah dan bentukan geologis, hidrologi, populasi tanaman dan hewan, dan hasil-hasil aktivitas manusia masa lampau dan masa kini yang nyata-nyata memberikan atribut besar (dampak) terhadap kondisi sekarang dan masa depan penggunaan lahan oleh manusia (Brinkman dan Smyth, 1973). Lahan tidak sama dengan tanah: Tanah sifat-sifatnya meliputi fisik, kimia, dan biologis, apabila terdiri dari gabungan banyak jengkal tanah dalam suatu areal dan ada system biosfer itulah lahan yang mempunyai nilai alami dan nilai guna suatu lahan.  Suatu nilai alami dan nilai guna dimiliki oleh suatu lahan dengan batas-batas area, bentuk dan lokasi spesifik.  Peta diperlukan untuk mengadakan kegiatan survey lahan (di dalamnya ada survey tanah) yang selanjutnya data dan peta spesifik yang dihasilkan diperlukan untuk melakukan evaluasi lahan.
  • 3. Survei tanah/lahan bertujuan untuk: (i) mempelajari sifat-sifat tanah dan kondisi suatu lahan yang selanjutnya memberikan sumbangan pada, (ii) klasifikasi tanah didasarkan pada sifat- sifat tanah dan genesis tanah, kemudian menghasilkan penggolongan kualitas tanah/lahan, dan selanjutnya bermanfaat (iii) untuk memprediksikan dan menentukan penggunaannya secara lestari dan berkesinambungan. Karena kita berkecimpung dalam ilmu dan kegiatan pembangunan pertanian, maka penggunaan lahan yang lestari dan kerkesinambungan (berkelanjutan) adalah untuk penyelenggaraan system pertanian yang berkelanjutan. Disinilah kemudian akan berlaku curahan dan persaingan suatu motivasi politik, social, ekonomi, dan kepentingan strategi nasional/daerah. 1.2. Manfaat Mempelajari dan Keilmuan Manfaat: a. Mengetahui dan menguasai teknik survei (dan evaluasi) tanah/lahan. b. Perencanaan pembangunan daerah, regional, nasional. c. Profesi dan pelayanan kebutuhan bidang lain. d. Pelayanan kebutuhan masa depan kelestarian SDA dan planet bumi. e. Menghasilkan IPTEK baru untuk kebutuhan masa depan pelayanan evaluasi lahan (pelestarian dan rehabilitasi-konservasi sumberdaya lahan). 1.3. Ilmu yang Berkaitan a. Ilmu Tanah/Lahan b. Ilmu Klasifikasi Tanah c. Ilmu Geografi dan Geodesi d. Ilmu Geologi dan Mineralogi e. Ilmu Kartografi (peta) dan Pemetaan f. Ilmu Agronomi (budidaya) tanaman, ternak darat, dan perikanan g. Ilmu Lingkungan Hidup h. Ilmu Pertanahan dan Tataguna Tanah/Lahan i. Ilmu Manajamen dan Ekonomi j. Ilmu Sosial, Budaya, dan Politik. a. Ilmu-Ilmu lainnya ??? 1.4. Futurologi a. Kerusakan tanah, lahan, air, atmosfer, keragaman hayati. b. Perubahan iklim global dan dampaknya. c. Perubahan tata guna tanah/lahan. d. Perubahan kemasyarakatan dan pemerintahan. e. Perubahan IPTEKS. f. Kemiskinan, rawan pangan. TUGAS: a. Cari nilai penting Survei dan Evlan untuk masa depan bangsa Indonesia. b. Teknologi apa yang akan diperlukan untuk kegiatan profesionalisme Survei dan Evlan. c. Apa pendapat internasional tentang perubahan lahan ?????
  • 4. BAB II. PETA TANAH DAN PERSIAPAN SURVEI TANAH Survei tanah adalah usaha mempelajari tanah dalam lingkungannya yang langsung, yaitu langsung diselenggarakan di lapangan (on the track of earth field land area). Suatu kegiatan survey tanah menghasilkan rangkaian data dan peta tanah menyangkut peta tanah pada lahan- lahan yang dipetakan pada suatu areal tertentu di suatu wilayah yang bisa berskala persil, bukit, lembah, dataran sempit, dataran luas, desa, kecamatan, kabupaten, di suatu provinsi suatu Negara.  Peta tanah/lahan akan menunjukkan suatu penyebaran satuan-satuan tanah/lahan. Melalui survey tanah diperoleh pengetahuan berdasarkan data-data yang diperoleh mengenai sifat-sifat tanah, dan atas dasar itu tersedia landasan bagi penerapan data dan informasi atas tanah dan lahan bagi manfaat penggunaannya. Data, informasi dan pengalaman dalam survey tanah sangat-sangatlah bermanfaat menajdi dasar membangun daerah/Negara. Peta, data, informasi atas tanah berpotensi untuk berperanan menjadi jembatan untuk menerapkan pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman pada tanah yang sama. Oleh karena itu batas-batas tanah dengan sifat yang sama bisa disebut sebagai satuan tanah yang kemudian menjadi batas-batas atas lahan yang mempunyai sifat tanah yang sama. 2.1. Peta Tanah Peta tanah adalah suatu peta yang sengaja dibuat untuk menunjukkan penyebaran tipe- tipe tanah atau satuan-satuan peta tanah sehingga akan menggambarkan dengan jelas dalam hubungannya dengan sifat-sifat fisik tanah/lahan dengan social cultural (bisa juga ekonomi) pada suatu permukaan bumi. Hal tersebut hanya berlaku untuk lahan tipe penggunaan suatu sector. Apabila penggunaannya ke arah konservasi (reklamasi, rehabilitasi, restorasi), maka sifat fisik tanah/lahan akan dihubungkan dengan fungsi garansi lahan dan ekosistem terhadap kehidupan semua mahkluk yang memerlukannya (manusia, hewan, tumbuhan, mikroba). Satuan-satuan tanah/lahan: Dapat ditunjukkan secara tersendiri atau asosiasi tanah, namun kecenderungan sekarang bersifat individu tanah jadi tidak berasosiasi (USDA: soil taxonomy).  Satuan-satuan taksonomik menjadi sangat penting karena apabila kita menamakan tanah atas dasar suatu system penamaan tertentu (taksonomi/taxonomy) maka tiap tingkat penamaan menunjukkan cirri-ciri utama dan khusus tanah yang bersangkutan.  Sistem taksonomi yang berkembang di Indonesia saat ini sistem Puslitannak Bogor, FAO, dan USDA (United State Department of Agriculture). Dikenal dua tipe utama peta tanah yaitu:
  • 5. (i) Peta tanah detail dan (ii) Peta tanah tinjau dan eksplorasi. Perbedaannya petan tanah detil dan peta tanah tinjau/eksplorasi  terletak pada intensitas pekerjaannya, sehingga secara teknis yang berbeda adalah ketelitian dan tingkat generalisasinya. Ketelitian adalah banyaknya unit/satuan tanah dari wilayah yang dilakukan survey dengan unit-unit area jumlah titik pengambilan pengamatan dan sampel. Generalisasi adalah menarik kesimpulan menjadi umum dari beberapa atau banyaknya satuan tanah/unit tanah yang diperoleh dari survey tanah/lahan. Tabel 1. Beda dan karakteristik peta detil dan tinjau/eksplorasi Item Karakter Peta Detil Peta Tinjau dan Eksplorasi Kehomogenan Homogen – sangat homogen Tidak homogen Satuan tanah Seri tanah atau tipe tanah Order/ordo – great group/jenis Cara penentuan batas- batas satuan tanah Pengamatan langsung detil di lapangan untuk penentuan batas Hanya pengamatan berselang, jadi batas ditentukan di atas meja (tidak dengan menelusur di lapangan) Tingkat ketelitian Sangat teliti – teliti; kategori rendah Tidak teliti; kategori tinggi Intensitas pengamatan/pekerjaan Sangat tinggi - tinggi Rendah Jenis-jenis Peta Tanah: Dikenal beberapa jenis peta tanah yang berkaitan dengan tingkat survey tanah. Peta-peta itu ialah: Peta tanah detil (detailed soil map) Peta ini berskala 1 : 1.000 sampai 3 : 25.000. dihasilkan dari satu sampai dua pengamatan tiap hektar, dengan seri tanah, asosiasi tanah, atau tipe tanah sebagai satuan peta. Peta ini digunakan untuk perencanaan irigasi dan perencanaan usahatani intensif. Peta tanah semi detil (semi-detailed soil map) Peta ini berskala 1 : 50.000 sampai 1 : 200.000, dihasilkan dari satu sampai lima pengamatan tiap 100 ha lahan, dengan asosiasi seri atau keluarga tanah sebagai satuan peta. Peta
  • 6. ini digunakan untuk perencanaan irigasi dan usahatani pada tingkat yang lebih kasar. Peta ini juga dipergunakan untuk keperluan konservasi sumberdaya lahan, perencanaan kota, dan pengembangan regional. Peta tanah tinjau (reconnaissance soil map) Peta ini berskala 1 : 200.000 sampai 1 : 500.000, dihasilkan dari satu sampai sepuluh pengamatan tiap 10.000 ha lahan, dengan asosiasi atau kompleks kelompok atau marga tanah sebagai satuan peta. Peta ini digunakan untuk penilaian sumberdaya tanah dan perencanaan tataguna tanah pada tingkat regional atau propinsi. Peta ini juga digunakan untuk pendekatan pertama pada orientasi dan aplikasi penelitian pertanian. Peta tanah eksplorasi (exploratory soil map) Peta ini berskala 1 : 500.000 sampai 1 : 2.500.000, dihasilkan dari dua sampai lima pengamatan tiap 100.000 ha lahan, dengan asosiasi atau kompleks marga atau rumpun tanah sebagai satuan peta tanah. Batas-batas satuan peta tanah didasarkan pada interpretasi hubungan penyebaran tanah dengan factor-faktor lingkungan. Peta ini digunakan untuk menunjukkan penyebaran sumberdaya tanah pada tingkat Negara, yaitu dalam perencanaan yang bersifat umum tataguna tanah pada tingkat Negara. Peta ini juga digunakan untuk tujuan pendidikan dan studi geografi. Peta tanah bagan (schematic soil map) Peta ini berskala 1 : 500.000 atau lebih kecil. Peta ini tidak dibuat berdasarkan pengamatan langsung di lapangan, tetapi merupakan hasil kompilasi literature dan pengetahuan mengenai hubungan penyebaran tanah dengan factor-faktor pembentuk tanah. Peta ini digunakan untuk menunjukkan penyebaran tanah pada skala dunia, digunakan terutama untuk pendidikan dan studi geografi. Satuan peta tanah Digunakan untuk memberikan rambu ketelitian yang harus dipenuhi oleh surveyor dan pembuat peta tanah. USDA (system taksonomi) FAO-UNESCO IPB PUSLITANNAK (nama lama LPT) Order - Ordo Golongan Sub order - Rumpun Kumpulan Great group Great group (marga) Marga Jenis Sub group Sub group (kelompok) Kelompok Macam Family - Keluarga Rupa Series - Seri Seri
  • 7. 2.2. Peralatan survei dan surveyor a. Peta b. GPS c. Bor Tanah d. Peralatan pengamatan dan pengukuran (perubahan ) sifat kimia dan fisika tanah; termasuk bahan kimia e. Alat sampling dan sampel tanah dan jaringan tanaman (cangkul, linggis, plastik, karung, kontainer, dll.) f. Alat rintisan lahan (sabit, golok, gergaji) g. Buku dan form isian data h. Komputer, software, dan internet i. Perangkat kelistrikan j. Mobil dan motor; termasuk gerobak, perahu, kapal k. Dana, ijin, SDM terlatih. 2.3. Persiapan survei 2.3.1. Peta dasar: peta topografi lembar (sheet) lokasi/wilayah yang akan dilakukan survei, peta geologi, peta sebaran jenis tanah, peta agroklimat, peta tematik lainnya, dan peta administrasi. 2.3.2. Informasi iklim: peta agroklimat perkebunan, tanaman pangan, tanaman sayuran, dsb., data unsur-unsur iklim (curah hujan, kecepatan dan arah angin, radiasi, dsb.). 2.3.3. Penguasaan alat dan infomasi lainnya. BAB III. PELAKSANAAN SURVEI TANAH/LAHAN 3.1. Tujuan Survei a. Diperoleh pengetahuan berdasarkan data-data yang diperoleh mengenai sifat- sifat tanah. b. Tersedianya landasan bagi penerapan data dan informasi atas tanah dan lahan bagi manfaat penggunaannya. c. Data, informasi dan pengalaman dalam survey tanah bermanfaat menjadi dasar membangun daerah/Negara. d. Peta, data, informasi atas tanah berpotensi untuk berperanan menjadi jembatan untuk menerapkan pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman pada tanah yang sama (membuat satuan tanah homogen dan tataguna tanah/lahan yang berasaskan kelestarian). e. Ada data keragaman hayati dan kekayaan sumberdaya alam. 3.2. Tingkatan Survei: detil, semi detil, tinjau, eksplorasi. 3.2.1. Survei detil a. Satuan peta tanah yang diinginkan homogen (seri, asosiasi seri, atau tipe tanah). b. Satuan-satuan peta tanah ditetapkan berdasarkan pengamatan langsung di
  • 8. lapangan. c. Keinginan tersebut dicapai dengan 1-2 pengamatan tiap hektar tanah/lahan. d. Melakukan survei sistem titik potong dengan pengamatan setiap 100 m pada jalur-jalur berjarak 100 m. e. Perubahan ketelitian titik potong harus < 100 m agar lebih detil. Dilakukan sendiri oleh surveyor atas dasar perubahan keadaan setempat (perubahan sifat faktor pembentukan tanah).  Survei detil memungkinkan pengamatan dengan mengikuti tiap perkembangan perubahan sifat-sifat tanah, kemudian dalam jarak gabungan potongan yang lebih luas dapat ditentukan batas-batas sama proses pembentukan tanah  Kita mengikuti teori pembentukan tanah (Jenny), yaitu: T = f (bahan induk, organisme, relief/ topografi, iklim, dan rentang waktu).  Kalau kita survei detil atau bahkan sangat detil maka f(bi, o, r/t), akan bisa mengalami perubahan terutama faktor organisme dan relief (morfologi) karena kerusakan tanah. Kerusakan tanah sifatnya bisa dinamis. Contoh membuat grid titik potong/pengamatan tanah: 700 600 500 400 300 200 100 0 100 200 300 400 Survei semi detil:  Merupakan bentuk antara di antara survei detil dan survei tinjau.  Alasan: survei detil mahal, lama, makan banyak tenaga dan dana. Oleh karena itu diperlukan survei yang sedikit lebih kasar (kurang detil) namun batas-batas homogen tanah masih dapat dipertanggung-jawabkan untuk penggunaan lebih luas wilayahnya dengan biaya survei yang tidak terlalu besar.
  • 9.  Tetap menghasilkan data seri perubahan sifat-sifat tanah dan pembentukan tanah.  1-2 pengamatan tiap 100 ha tanah/lahan.  Pengamatan sistem titik potongan (grid) satu pengamatan tiap jarak 500 m pada jalur-jalur berjarak 1-2 km.  Satuan peta tanah asosiasi seri atau keluarga tanah (famili). Survei tinjau:  Tujuan mendapatkan penilaian mengenai sumberdaya tanah di suatu daerah yang selanjutnya digunakan sebagai dasar perencanaan tataguna tanah daerah tersebut.  Jadi skalanya sudah daerah/wilayah misalnya dalam satu kabupaten atau beberapa kecamatan.  Satuan peta tanah asosiasi atau kompleks kelompok tanah atau marga tanah.  Dilakukan 1-10 pengamatan tiap 10.000 ha (2-3 kecamatan di Jawa).  Pengamatan tiap 500 m pada jalur-jalur berjarak 20 – 200 km.  Pemetaan dilakukan dengan mengandalkan pengetahuan mengenai hubungan perubahan sifat faktor-faktor pembentuk tanah dengan perubahan sifat tanah.  Pengamatan tetap sistem titik potong luas, atau dipencar dalam wilayah grid.  Agar tidak terlalu kasar, maka survei tinjau di dalamnya dapat dilakukan survei detil atau semi detil pada tempat-tempat yang dipandang mewakili variasi di suatu wilayah survei. Hal itu disebut survei tanah tinjau mendalam (detailed reconnaissance). 1-3 pengamatan tiap 1000 ha. Survei eksplorasi:  Dasarnya adalah interpretasi mengenai hubungan perubahan sifat faktor-faktor pembentuk tanah dengan perubahan sifat tanah.  2 – 5 pengamatan tiap 100.000 ha (satu kabupaten).  Satuan tanah yang diperoleh sangat kasar yaitu asosiaso atau kompleks marga tanah atau rumpun tanah.  Penggunaan survei untuk mempersiapkan perencanaan pembangunan wilayah setingkat kabupaten di luar jawa atau perkebunan sangat besar. 3.3. Pengamatan lapang 3.3.1. Keadaan tanah dan lahan Jenis dan sebaran tanah yang dijumpai di daerah survei dapat dipelajari dari berbagai jenis peta tanah yang sudah ada. Informasi ini hanya sebagai pembanding yang kasar, karena peta yang ada hanya bisa bersumber dari berbagai peta tanah yang skalanya kecil (peta skala bagan, eksplorasi, tinjau). Keadaan tanah yang perlu diketahui yaitu faktor pembentuk tanah, genesa tanah (pembentukan tanah), luas dan sebaran jenis tanah, dengan semuanya lengkap informasi sifat fisika, kimia, biologis, ditunjang dengan informasi keadaan lahannya. Pembelajaran melalui peta tanah dan lahan, dan data-data sifat tanah dan kondisi lahan wilayah survei dapat dilakukan langsung baik di lahan maupun di laboratrorium. Sifat dan ciri tanah di lapangan dapat diperoleh secara morfologik pada titik pemboran dan profil tanah. Di
  • 10. laboratorium tanah dapat diketahui sifat dan ciri kimia, fisik, dan biologis. Data mineralogi tanah mendapatkan perhatian khusus dalam survei tanah untuk evaluasinya “on-the desk, atau kalau sekarang bisa dilakukan evaluasi on the on-line screen (internet) yang dapat dilakukan bahkan pada tingkat atau antar profesional dunia. Informasi tentang tanah kenudian dapat digunakan untuk studi penentuan kelas-kelas taksonomik tanah (ordo, rumpun, marga, kelompok, keluargam seri tanah). Guna penamaan tanah maka taksonominya dapat dilakukan dengan mengacu pada buku standar (manual/laboratory tools) atau buku taksonomi tanah USDA (United State Department of Agriculture). Data dan informasi tanah yang penting untuk diperoleh yaitu: kesuburan tanah (minipit dan profil), tekstural, struktural, nitrogen dan bahan organik, sifat fisik tanah (BJP, BJI), sifat biologis tanah (biota tanah dan keenergian tanah). Data kesuburan tanah yang perlu diadakan: pH, KB, KTK, redoks, kandungan dan ketersediaan N, P, K, S, Ca, Mg, dan unsur-unsur mikro. 3.3.2. Geomorfologi dan fisiografi Geomorfologi mempelajari tentang bentuk permukaan bumi (lahan) yang disebabkan karena adanya pengaruh tenaga dari luar. Geomorfologi lahan, secara lebih khusus mempelajari tentang evolusi bentuk-bentuk lahan dan bentang jalan (lansekap/landscape) terutama yang berhubungan dengan proses-proses erosi. Satuan-satuan geomorfologi antara lain: dataran banjir, dataram pelembahan, daerah cekungan, dataran aluvial, teras sungai, teras marin, kaki bukit, dsb. Fisiografi mempelajari tentang pembentukan dan evolusi dari bentuk-bentuk lahan. Pengertiannya meliputi: bentuk permukaan lahan dan kondisi geologisnya termasuk kondisi klimaologin, meteorologi, oceanografi, dan fenomena-fenomena alami secara umum. Satuan- satuan fisiografi antara lain: bukit lipatan, dataran jalur aliran, wilayah pegunungan vulkan, dsb. Bentuk lahan juga perlu diidentifikasi, karena bentuk lahan adalah hasil dari proses- proses geomorfologi yang bekerja terhadap batuan dan bahan induk yang dipenagruhi iklim selama waktu tertentu. Bentuk lahan merupakan bagian penting dari profil tanah. Alasannya adalah, bentuk lahan dicirikan oleh adanya asosiasi profil-profil tanah pada bentuk-bentuk lahan tertentu. Profil tanah dipengaruhi oleh bahan induk dan menyebabkan perbedaan-perbedaan bentuk lahan. Satuan bentuk lahan merupakan diferensiasi dari pada satuan-satuan fisiografi. Dari satuan dataran jalur aliran dapat dibedakan ke dalam tanggul sungai, rawa di belakang tanggul, rawa, dan teras sungai. Relief adalah beda ketinggianantara titik tinggi dan titik rendah pada suatu permukaan lahan. Relief bisa dipergunakan untuk membedakan atau menentukan titik tertinggi dan terendah suatu wilayah. Relief juga sering difahani sebagai sifat bentuk lahan suatu wilayah. Perbedaan- nya adalah bentuk lahan lahan adalah kualitatif, sedangkan relief bersifat kuantitatif. Karakter dari bentuk lahan dan relief ditentukan oleh persen lereng dan perbedaan ketinggian. Ada hubungan relatif antara relief, persen lereng, dan perbedaan ketinggian (lihat Bahan Praktikum Pendidikan dan Latihan Tata Guna Tanah, IPB, 1982). 3.3.3. Geologi dan bahan induk Berdasarkan studi pustaka, pengamatan lapang, dan analisis laboratorium maka dapat ditentukan kondisi geologis dan batuan induk suatu lahan wilayah yang sedang kita amati atau deskripsikan. Data-data geologis dan batuan induk dapat digunakan untuk pembuatan peta geologi dan bahan induk yang akhirnya sangat bermanfaat untuk penentuan pewilayahan jenis
  • 11. tanah (peta jenis tanah) suatu wilayah yang kita survei. Mineral dan batuan dapat diidentifikasi di lapangan berdasarkan sifat-sifat fisiknya (warna, kilap, streak, bentuk, belahan, pecahan, dsb). Sedangkan hasil analisis laboratorium diperoleh data susunan mineral primer (fraksi pasir) dan mineral sekunder (fraksi liat) berdasarkan sifat-sifat optiknya serta frekwensinya terhadap sinar X. 3.3.4. Iklim Data iklim dikumpulkan dari stasiun-stasiun di wilayah survei dan sekitarnya, prinsipnya stasiun iklim terdekat. Data yang perlu dikumpulkan meliputi: curah hujan, jumlah hari hujan, kelembaban udara, kelembaban nisbi udara, intensitas penyunaran, kecepatan dan arah angin, dll. Data iklim dikumpulkan minimal dari 10 tahun pengukuran terbaru. Data-data tersebut akan berguna untuk mengetahui besarnya curah hujan bulanan, satu musim, tahunan, mengetahui penyimpangan unsur-unsir iklim,. Disamping itu dapat diketahui pula tipe hujan, tipe iklim, pendungaan besarnya evapotranspirasi, neraca air, kebutuhan air irigasi, dsb. Peta iklim yang ada diperlukan atau perlu dibuat guna penentuan zonasi atau pewilayahan daerah iklim sesuai komoditas (adaptasi) atau pelaksanaan budidaya menurut musim bulan rata- rata curah hujan, sehingga dapat dilaksanakannya suatu kebijakan modifikasi atau substitusi melalui teknologi. Contohnya adalah peta iklim pertanian yang dibuat oleh Oldeman et al. (1979), sangat menunjang bagi perencanan dan pengembangan usaha pertanian di suatu wilayah. Peta ini dibuat berdasarkan atas curah hujan rata-rata bulanan dan lamanya musim hujan berturut-turut dihubungkan dengan kebutuhan air bagi tanaman tertentu misalnya pola budidaya tanaman. Misalnya saja tanaman padi sawah memerlukan curah hujan 150 - 200 mm/bulan selama 3-4 bulan berturut-turut. Apabila didapati suatu wilayah pada interval bulan juli-agustus curah hujannya rata-rata hanya antara 105 – 135 mm/bulan, maka pada wilayah tersebut pada bulan-bulan tersebut tidak sesuai untuk budidaya padi sawah karena tanaman akan kekurangan air. Untuk tanaman lahan kering diberikan batasan tanaman memerlukan curah hujan bulanan sekitar 50 – 75 mm/bulan. Penentuan kategori bulan hujan, lembab, dan kering (golongan iklim Oldeman et al.) atas dasar curah hujan adalah apabila berturut-turut bulan hujan > 200 mm/ bulan, bulan lembab 100 – 200 mm/bulan, dan bulan kering < 100 mm/bulan. Untuk tanaman tahunan (tanaman hutan dan perkebunan) maka dapat dibuat peta agroklimat tanaman atas dasar penggolongan iklim menurut Schmidth-Fergusson. Pelajari semuanya pada literatur agroklimat (Chambers, R.E. 1978, Koesmaryono, et al., 1999; Oldeman and Frere, 1982; Wisnubroto, 1999). Menurut Schmidth-Fergusson bulan basah, lembab, dan kering apabila suatu bulan dalam rentang waktu minimal 10 tahun mempunyai curah hujan bulan basah > 100 mm/bulan, bulan lembab 50 – 100 mm/bulan, dan bulan kering < 50 mm/bulan. 3.3.5. Air Perlu diketahui data dan gambaran hidrologi (tata air) dari berbagai sumber air yang terdapat di wilayah survei (sungai, danau, rawa, dan air tanah). Potensi tersebut penting bagi kebutuhan sehari-hari manusia, hewan ternak, tanaman; disamping untuk sarana transportasi air, rekreasi, dan sumber energi (hydro-electric power). Perlu dilaksanakan: (i) inventarisasi jumlah dan sebaran sumber-sumber air, (ii) pengukuran profil (lebar dan kedalaman) sungai pada tempat tertentu yang dianggap sangat perlu, (iii) pengukuran kecepatan aliran sungai, (iv) untuk wilayah pasang surut perlu pengamatan gerakan pasang surut sungai pada tesmpat tertentu (muara, tengah, hulu sungai), (v) pengukuran kualitas air untuk manusia, ternak, tanaman (pH, salinitas, BOD, TDS, kandungan sulfat, klor, logam berat, senyawa organik pencemaar, dsb), (vi)
  • 12. penentuan jarak masuk intrusi air laut di daratan, dan (vii) mengambil sampel air guna pengamatan dan pengukuran di laboratorium. Standart mutu air dapat digolongkan untuk keperluan irigasi tanaman, kebutuhan air manusia, kebutuhan air ternak. Guna penentuan pewilayahan (tata guna lahan ) juga diperlukan pertimbangan tentang kebutuhan baku mutu air. 3.3.6. Vegetasi Kondisi vegetasi dan tanaman (crop) suatu wilayah survei dapat ditemukan/didapatkan melalui buku laporan kepertanian, perkebunan, kehutanan dari kedinasan/kelembagaan lokal atau perpustakaan atau kelembagaan tingkat nasional. Namun demikian, keterangan tentang vegetasi/ tanaman dapat diperoleh melalui peta tata guna lahan, peta tutupan lahan, peta kehutanan dan perkebunan, peta rupa bumi, peta landsat, peta foto udara, dsb. Pada kondisi perubahan iklim global seperti sekarang ini, maka peta tutupan lahan sangat penting, demikian pula peta tata guna lahan, Peta dan informasinya bisa digunakan sebagai bahan pertimbangan dilakukannya restruk- turisasi lahan dan pola budidaya (farming) dalam rangka adaptasi dan bagian dari pengendalian PIG. 3.3.7. Satwa dan ternak Evaluasi lahan juga sangat bermanfaat untuk pengembangan pewilayahan konservasi satwa liar dan pengembangan ternak baik tingkat lokal maupun tingkat nasional bahkan tingkat dunia. Rencana kegunaan akhir dari evaluasi lahan, contohnya agro-wisata (agro-turisme) atau wild-life tourism memerlukan data SDA hutan, mangrove, wilayah pegunungan, danau, dataran padang rumput, dsb. Termasuk di dalamnya diperlukan data kekayaan keragaman satwa dan ternak guna penyusunan RTRW (Rencana Tata Ruang dan Wilayah), peta perburuan, peta turisme, dan peta sentra peternakan. Pada kondisi perubahan iklim ini antara lain diperlukan penyusunan pengembangan wilayah pertanian (adaptasi, pengendalian); secara ekonomi perlu dibentuk wilayah agropolitan, minapolitan, sentra pertanian organik, dsb. Data keanekaragaman hayati satwa, ternak, perikanan, dan dipadu dengan tanaman/vegetasi sangat menunjang pengembangan wilayah pertanian. 3.3.8. Penggunaan lahan Mengacu kepada pentingnya restrukturisasi lahan untuk berbagai tujuan penggunaan akhir atau rencana pengembangan masa depan baik jangka pendek, jangka menengah, maupun jangka panjang, maka diperlukan penataan lahan kembali (land re-arrangement). Berkaitan dengan perkembangan penduduk dunia yang sangat dahsyat seperti saat ini, maka diperlukan pertimbangan kebijakan pengembangan pemanfaat lahan yaitu “tata guna lahan masa depan”. Negara kita terdiri dari kepulauan yang sangat banyak baik 5 pulau besar, ratusan pulau menengah, dan ribuan pulau kecil, yang terbentang di antara 2 benua dan 2 samudera. Kondisi ini membawa dampak perubahan besar dengan adanya PIG  pemanasan global dan dibarengi dengan tumbuh-kembangnya penduduk tingkat nasional dan dunia; maka diperlukan berbagai kebijakan penataan kependudukan, kepertanian, tata guna lahan, dan lainnya yang terkait. Data penggunaan lahan tingkat lokal dan nasional diperlukan untuk penataan lahan. Data dan peta dapat diperoleh di tingkat lokal (kabupaten dan propinsi) maupun tingkat nasional (kementerian dan kelambagaan nasional terkait). Data dan peta tata guna lahan dapat diperoleh di kantor BPN (Badan Pertanahan Nasional), Bappeda (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah), Badan Statistik, Dinas-dinas terkait, semuanya baik tingkat kabupaten, propinsi, dan pusat. Saat
  • 13. ini web tingkat kabupaten, propinsi, dan nasional, bahkan internasional dituntut penyediaan peta dan data tata guna lahan. 3.3.9. Kerusakan tanah dan lahan Kerusakan tanah dan lahan terutama yang berpotensi sebagai lahan pertanian atau lahan lain strategis sedang terjadi tiap tahunnya tanpa pengendalian yang signifikan oleh Pemerintah. Kerusakan tanah dan lahan dampaknya sangat kritikal untuk masa depan penyediaan pangan dan energi, masa depan ketersediaan air bersih maupun irigasi kepertanian (siklus hidrologis), dan keterjaminan keragaman hayati planet bumi. Dengan demikian kerusakan tanah/lahan baik skala lokal, DAS sampai dengan Sub-sub DAS sangatlah strategis untuk dikendalikan. Sejak diber- lakukannya U.U. Republik Indonesia No. 150 tentang Pengendalian Kerusakan Tanah/ Lahan, maka telah ada dipetakannya sebaran kerusakan termasuk intensitasnya di seluruh propinsi di NKRI ini. Stake-holder baik Kementerian, Litbang Nasional, Pemprov dan Pemkab dengan Dinas-dinas terkaitnya telah banyak menghasilkan peta dan data kerusakan tanah, lahan, dan hidrologi (DAS dan Sub DAS). Ke masa depan data informasi dan peta tersebut akans angat bermanfaat untuk pengendalian kerusakan tanah, lahan, dan hidrologi, selain itu untuk penataan lahan kembali. 3.3.10. Sosio agro ekonomi Survei data primer maupun sekunder sosio agro ekonomi dimaksudkan untuk mengetahui potensi dan keadaan daerah/wilayah survei atas kondisi sosial, budaya, ekonomi suatu lokasi tersebut. Data yang perlu digali adalah: (i) jenis dan sebaran tata guna lahan dan vegetasi, (ii) vegetasi dan hasil interpretasi udara, (iii) jenis dan produksi hasil pertanian dan perkebunan, kalau diperlukan juga tanaman hutan, (iv) transportasi dan pemasaran hasil-hasil tersebut di atas, (v) status kepemilikan lahan, (vi) kependudukan, (vii) keadaan perekonomian, (viii) pelayanan sosial, dsb. Pentingnya data sosio agro ekonomi terutama adalah untuk menunjang data fisik lingkungan. Hal ini erat hubungannya dengan perencanaan penggunaan tanah dan lahan suatu wilayah survei. Literature citted and followed: Ademola K. Braimoh, and Paul L.G. Vlek (Editors). 2008..Land Use and Soil Resources. © 2008 Springer Science+Business Media B.V. ISBN-978-1-4020-6777-8 e-ISBN-978-1-4020- 6778-5 Library of Congress Control Number: 2007941782. Cover Images © 2007 JupiterImages Corporation. Djaenudin, D. 1998?. Pengenalan dan Konsep Evaluasi Lahan untuk Pengembangan Pertanian. Materi Pelatihan ALES dan SIG angkatan I dan II, Ciawi Bogor (26 Februari s/d 20 Maret 1998). Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor. 1998. Ilbery, B., Q, Chiotti, and T. Rickard (Editors). 1997. Agricultural Restructuring and Sustainabi- lity: A Geographic Perspective. CAB International. Wallingford Oxon, U.K., and New- York, USA. 348 pp. IPB. 1982. Bahan Praktikum Pendidikan dan Latihan Tata Guna Tanah. Badan Pendidikan dan Latihan Departemen Dalam Negeri dan Institut Pertanian Bogor. IPB, Bogor. 125 hal.
  • 14. Matondang, S. 1982. Teknik Survei. Bahan Kuliah dalam Pendidikan dan Latihan Tataguna Tanah. Badan Pendidikan dan Latihan Departemen Dalam Negeri dan Institut Pertanian Bogor. 1982. McRae, S.G., and C.P. Burnham. 1981. Land Evaluation. Clarendon Press. Oxford, Great Brittain. Informasi penggunaan kepustakaan Agroklimat/Ilmu Iklim yang menunjang Evaluasi Lahan: Chambers, R.E. 1978. Klimatologi Pertanian Dasar. Bagian Klimatologi Pertanian. Departemen Ilmu-ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Pertanian, IPB, Bogor. Doorenbos, J. and W.O. Pruitt. 1977 (Reprinted 1984). Guidlines for Predicting Crop Water Requirements. FAO, Rome. 184 pp. Koesmaryono, Y., Imron, Y. Sugiarto. 1999. Kapita Selekta Agroklimatologi. Jurusan Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan IPA, IPB, Bogor. Oldeman, L.R., and M. Frere. 1982. A Study of The Agroclimatology of The Humid Tropics (Technical Report). FAO/UNESCO/WMO Interagency Project on Agroclimatology. FAO, Rome. 229 pp. Williams, C.N., and K.T. Joseph. 1974. Climate, Soils and Crop Production in The Tropics (Revised Edition). Oxford University Press, London. 177 pp. Wisnubroto, Sukardi. 1999. Meteorologi Pertanian. Mitra Gama Widya, Yogyakarta. 155 hal. Wisnubroto, Sukardi. 1999. Pengenalan Waktu Tradisional: “Menurut Jabaran Meteorologi Manfaat dalam Pertanian dan Sosial. Mitra Gama Widya, Yogyakarta. 85 hal.