1. join facebook.com/suryaonline
hal
2
DIGITAL NEWSPAPER
edisi pagisurabaya.tribunnews.com surya.co.id | KAMIS, 20 JUNI 2013 | Terbit 2 halaman
Spirit Baru Jawa Timur
follow @portalsurya
Jalur
Tikus PTN
SURYA Online - Surabaya memang
kota yang indah dengan banyaknya
taman-taman kota dimana-mana.
Ketika Tri Rsimaharini menjadi Kepala
Dinas Pertamanan Kota Surabaya,
prestasi yang dibuatnya harus diakui
memang begitu moncer dan pantas
mendapat penghargaan menjadi Wali
Kota Surabaya.
Berbagai keindahan terlihat disudut-
sudut Kota Surabaya dengan keberada-
an taman-taman yang dihiasi dengan
air mancur dan arena permainan anak-
anak yang menciptakan kesejukan bagi
warga Surabaya atau yang melintasi.
Juga menjadi tempat rekreasi murah
dan sehat.
Belum lagi trotoar-trotoar yang
tertata rapi dengan warna-warna yang
memberikan kesejukan. Membuat Kota
Surabaya benar-benar layak mendapat
Adipura Kencana.
Namun justru setelah Tri Rismaha-
rini menjadi Wali Kota, keberadaan
taman-taman kota itu sepertinya
putus misinya menjadi lahan udara
segar, tempat rekreasi yang sehat
dan menjadikan pesona keindahan
kota, karena ketika malam beranjak,
terutama Sabtu-Minggu, fungsi taman-
taman kota ternyata banyak berubah
menjadi tempat kencan yang aman.
Tengok saja yang ada di Taman
Bungkul, Taman Air Mancur Pelangi di
Bundaran Dolog dan Taman Prestasi,
pemandangan menjadi berubah de-
ngan sosok-sosok muda-mudi, laki-laki
dan perempuan yang berduaan dengan
mesra. Bahkan, maaf, tanpa malu-
malu dilihat banyak orang yang lalu
lintas di sekitarnya, mereka melaku-
kan hal-hal yang tidak pantas.
Kadang memang ada mobil polisi
di sekitaran taman tersebut, tetapi
toh keberadaan dua-duaan insan yang
dimabuk nafsu tersebut, tidak terusik.
Seorang teman dari Sidoarjo meng-
aku, taman-taman kota di Surabaya
Taman
Kotaku...
Nasibmu
Kini
adalah tempat kencan yang aman dan
murah karena hanya bayar parkir Rp
3.000 sampai Rp 5.000, tetapi bebas
dalam arti yang negatif.
Sebagai warga Surabaya, tentu semua
sepakat program taman kota terus
ditingkatkan tetapi sebagai orang tua
tentu sangat berharap kesinambungan
program taman kota ini benar-benar di
jaga dengan baik dan positif. Artinya,
pengamanan dan pemeliharaan taman
kota dari tindakan-tindakan yang tidak
baik, terutama oleh anak-anak muda
generasi penerus bangsa ini yang berlaku
negatif, harus dicegah.
Tentu sangat tidak sulit untuk
melakukan hal itu sebenarnya, karena
keberadaan Satpol PP yang kini ada
disetiap kelurahan dan kecamatan dapat
dioptimalkan untuk mengemban tugas
tersebut. Asal, jangan pula petugas itu
justru memanfaatkan untuk mengeruk
keuntungan dengan menarik tips
pengunjung agar bebas berlaku seperti
yang tidak kita harapkan.
Karena sungguh sangat malu ketika
kita dengan anak-anak melintas di
taman-taman kota kemudian melihat pe-
mandangan yang tidak pantas tersebut.
Apakah yang harus kita katakan kepada
anak-anak kita? Sebegitu rusakkah moral
bangsa ini? Dan itu seharusnya juga
menjadi salah satu tanggungjawab dari
pemerintah untuk melakukan pence-
gahan dan pembinaan akhlak dan moral
terhadap warganya.
Selain taman kota, keberadaan infra-
struktur yang sepertinya mulai tidak ter-
pelihara adalah kondisi jalan-jalan yang
sudah mulai banyak yang tidak terawat
dengan baik, karena banyak lobang-
lobang yang membahayakan pengguna
jalan. Paving-paving jalan yang dulunya
membuat kampung-kampung di Surabaya
tertata rapi dan bersih, kini sudah mulai
rusak dan tidak mendapat kesinambung-
an pemeliharaan.
Gresik yang nampak melakukan copy
paste dengan keberhasilan Surabaya
menata kota, justru kini lebih giat
memperbaiki jalan-jalan di kampung-
kampung, Di Kecamatan Menganti,
Hulaan, setiap jalan kampung dipaving
begitu rapi dan bersih. Mengapa
Surabaya yang mempelopori justru
meluntur semangatnya? Semoga Wali
Kota Surabaya Tri Rismaharini kembali
meremainding program-program yang
sukses mengantarkannya menjadi
orang nomor satu di Surabaya pe-
rempuan pertama. Sukses Bu Risma.
(wahjoe harjanto)
2. join facebook.com/suryaonline follow @portalsurya
KAMIS, 20 JUNI 2013 | surya.co.id | surabaya.tribunnews.com2
SURYA Online - Masa depan pendidikan
bangsa kita nampaknya sudah sangat
memprihatinkan, bukan hanya biaya
yang mahal tetapi juga banyak jalan
tikus yang mudah dipermainkan dengan
berbagai cara, untuk masuk Perguruan
Tinggi Negeri (PTN).
Rakyat dicekoki dengan berbagai
sistem penerimaan mahasiswa yang
sulit dimengerti dengan buaian slogan-
slogan membantu yang miskin dan yang
pintar, tetapi realitanya sistem itu
tidak terbuka sama sekali sehingga sulit
dimengerti, apakah yang diterima PTN
itu benar-benar miskin dan atau pintar.
Sekedar perbandingan, Tahun 80-an
(jaman sistem Perintis), ternyata sistem
penerimaan mahasiswa tidak lebih jelek
dari yang sekarang. Disamping biaya
kuliah yang murah juga kriterianya
lebih masuk akal.
Yang didaftarkan dan berhak masuk
jalur undangan (Perintis II) adalah siswa
yang mempunyai prestasi ranking 1-5
ada juga yang sampai ranking 10 saja
(berdasar nilai rapor kelas 1-3 SMA)
di sekolahnya, sedang yang lain harus
masuk melalui jalur tes (Perintis I dan III).
Alhasil, yang berhak masuk jalur Perintis
II atau undangan (sekarang) adalah benar-
benar siswa yang berprestasi.
Yang sekarang ini, semua bisa didaf-
tarkan masuk jalur undangan dengan
kriteria yang lebih terbuka (hanya
nilai), sehingga siswa yang rangkingnya
jauh pun juga berhak masuk jalur
undangan.
Dengan sistem baru sekarang ini,
ternyata belum tentu anak yang
berprestasi lebih tinggi dijamin masuk
jalur undangan. Kondisi ini terbukti di
salah satu sekolah ternama dan prestasi
di Surabaya, yang mempunyai rangking
tinggi justru tidak diterima, sementara
rangking yang jauh, misalkan rangking
27, justru bisa masuk PTN.
“Ini sudah tidak realistis, disamping
kriteria jalur undangan itu tidak
transparan juga ternyata banyak anak
dosen, anak pejabat serta anak orang
kaya yang masuk jalur undangan dan
diterima. Padahal jelas prestasinya
jauh dari anak saya,” ujar salah seorang
orang tua yang kecewa dengan sistem
jalur undangan.
Kekecewaan itu bisa dimaklumi
dan sangat masuk akal, karena kalau
ditelaah lebih dalam, buktinya sistem
yang tidak dimengerti rakyat banyak
itu mempunyai banyak celah yang bisa
dipermainkan, paling tidak menjadi
tanda tanya rakyat yang mendaftar
masuk PTN.
Apalagi sistem penerimaan itu (jalur
undangan) kini wewenang dari PTN
lokal yang bersangkutan sangat besar,
sehingga sangat memungkinkan celah
kecurangan itu terjadi.
Pertama, kecurangan yang sangat
mungkin terjadi adalah dalam mema-
sukkan siswa ke dalam jalur undangan
dari sekolah SMA-nya, yang kedua di
perguruan tingginya, karena proses
penerimaan tergantung dalam perguru-
an tinggi setempat.
Analoginya, jaman Perintis II, sekolah
hanya bisa mendaftarkan siswa pilihan
(siswa ranking 1-5 atau sampai 10) un-
tuk di daftarkan ke sistem penerimaan
pusat. Pusatlah nanti yang merangking
sesuai dengan PTN yang dituju calon
mahasiswa.
Apalagi penerimaan jalur undangan
ini mempunyai porsi yang lebih besar
dari jalur Seleksi Bersama Masuk Pergu-
ruan Tinggi Negeri (SBMPTN), yakni 50
persen. Sementara jalur SBMPTN hanya
berkitas 15-30 persen. Yang tidak masuk
akal lagi adalah adanya jalur Mandiri,
dimana jalur ini sangat memungkinkan
sekali hanya anak orang yang punya
uang atau anak pejabat saja, yang bisa
masuk PTN. Ini sungguh sangat tidak
adil bagi warga negara yang mempunyai
prestasi sekolah, apalagi anak orang
yang tidak mampu.
Alangkah baiknya, sistem penerimaan
jalur undangan ini dikoreksi dan jika
ingin lebih baik dari Perintis II, perlu
transparan karena dengan menggunakan
teknologi informasi yang berkembang
pesat sekarang ini, semua itu sangat
memungkinkan.
Contohnya adalah sistem penerimaan
siswa baru SMP dan SMA di Surabaya yang
melalui online. Dengan sistem online,
akan terlihat sangat transparan, siswa
yang diterima adalah siswa yang memiliki
nilai tertinggi. Dan yang nilai lebih rendah
bisa terdelete dengan sendirinya jika ada
nilai yang lebih tinggi.
Saran yang terakhir adalah pengha-
pusan jalur Mandiri karena ini sungguh
tidak mencerminkan amanah UUD
1945, dimana mencerdaskan kehidupan
bangsa adalah tanggugjawab pemerin-
tah dan bukan hanya milik anak orang
kaya saja. (wahjoe harjanto)
JALUR TIKUS PTN