Studi kasus elastisitas harga pada dua komoditas yaitu telur ayam ras di Kabupaten Bogor dan minyak goreng di Kabupaten Tulang Bawang. Data harga dan produksi/konsumsi dari 2018-2019 digunakan untuk menghitung elastisitasnya. Elastisitas penawaran telur ayam ras adalah 0,07 (inelastis) sedangkan elastisitas permintaan minyak goreng adalah -8 (elastis).
2. Elastisitas harga telur ayam ras
di kabupaten. bogor dan minyak
goreng di tulang bawang
Reset elastisitas
perubahan harga
3. Elastisitas harga
Elastisitas yaitu kepekaan/ sensitivitas dari
suatu variabel terhadap variabel lain.
Elastisitas mengukur persentase perubahan
yang akan terjadi pada salah satu variabel
dalam merespon persentase perubahan
tertentu pada variabel lain. Adapun rumus
dalam menghitung elastisitas harga sebagai
berikut.
4. sebagai permintaan yang
elastis, terjadi bila jumlah
yang diminta berubah
dengan persentase yang
lebih besar dari perubahan
harga
didefinisikan
sebagai permintaan uniter
Unitary Elasticity), terjadi
bila jumlah yang dimana:
diminta berubah dengan
persentase yang sama
dengan peruba
didefinisikan
sebagai permintaan yang
tidak elastisitas, terjadi
bila jumlah yang diminta
berubah dengan
persentase yang lebih kecil
dari pada perubahan
didefinisikan
besar koefisien elastisitas harga dari permintaan
suatu barang dapat diklasifikasikan menjadi
Eh=1 Eh>1
Eh>1
5. jenis data yang digunakan dalam analisis.
harga yang diterima oleh produsen
dari pembeli untuk suatu barang
atau jasa yang diproduksi. Atau
harga pembelian dikurangi pajak
nilai tambah. Harga tidak termasuk
semua biaya transport. Harga
Dasar = Harga Pembelian - pajak
nilai tambah
harga yang dibayarkan
oleh individu ketika
mereka membeli barang
dan jasa
menjumlahkan nilai
keseluruhan data tersebut,
kemudian dibagi dengan
banyaknya sampel data.
Harga produsen Harga konsumsi Rata rata produksi/konsusi
6. Sumber data
Badan Pusat Statistik adalah Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang bertanggung jawab
langsung kepada Presiden. Sebelumnya, BPS merupakan Biro Pusat Statistik, yang dibentuk
berdasarkan UU Nomor 6 Tahun 1960 tentang Sensus dan UU Nomer 7 Tahun 1960 tentang Statistik.
Sebagai pengganti kedua UU tersebut ditetapkan UU Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik.
Berdasarkan UU ini yang ditindaklanjuti dengan peraturan perundangan dibawahnya, secara formal
nama Biro Pusat Statistik diganti menjadi Badan Pusat Statistik.
SIMPONI-Ternak Sistem Informasi Pelayanan Informasi Pasar Ternak merupakan salah satu kegiatan
dalam rangka mendukung kebijakan Pemasaran pada Direktorat Jenderal Pengolahan dan
Pemasaran Hasil Peternakan. Tingginya kebutuhan dan tuntutan akan informasi pasar yang
meliputi harga, produksi dan jumlah permintaan produk oleh pelaku agribisnis mulai dari tingkat
petani sampai konsumen secara cepat, tepat, akurat, lengkap dan dapat dipertanggungjawabkan
membutuhkan sistem jaringan informasi pasar yang memadai. Pentingnya informasi pasar
khususnya harga komoditi unggulan, menuntut pemerintah pusat dan daerah bekerja keras untuk
membangun jaringan informasi pasar melalui PIP.
7. Sumber data
Tingginya kebutuhan dan tuntutan akan informasi pasar untuk komoditas peternakan
yang meliputi harga, kontinuitas, produksi, produktivitas, kualitas, dan jumlah
permintaan produk oleh pelaku agribisnis mulai dari tingkat petani sampai konsumen
secara cepat, tepat, akurat, lengkap dan dapat dipertanggungjawabkan memerlukan
sistem jaringan informasi pasar melalui PIP yang memadai. Penyelenggaraan sistem
PIP terdiri dari 3 sub sistem, yaitu: metoda, sumber daya manusia (SDM) dan sumber
dana. Metoda PIP terdiri dari pengumpulan, pengolahan, pengiriman, penganalisaan
serta penyebarluasan data/informasi pasar. SDM PIP adalah petugas PIP tingkat
provinsi dan kabupaten yang bertugas mengumpulkan, mengolah dan
menyebarluaskan data serta menganalisa data PIP.
8. Objek penelitian adalah data runtut waktu (time series) yaitu berupa data harga
selama 2 tahun (kurun waktu tahun 2018-2019). Penelitian ini menggunakan
metode studi kasus. Metode ini bertujuan untuk memperoleh informasi yang
berhubungan dengan sesuatu kejadian (kasus) tertentu saja, studi kasus
merupakan metode penelitian yang mempertahankan keutuhan unit analisis yang
diteliti (Paturochman,2012). Berdasarkan permasalahan yang telah diungkap
โStudi Kasus Elastisitas Harga Penawaran pada Telur ayam ras
9. penelitian ini mengukur elastisitas harga dengan
menggunakan variabel penelitian sebagai berikut
Telur ayam merupakan salah satu produk hasil peternakan
yang harganya relative murah. Telur paling banyak
dikonsumsi oleh masyarakat, terutama telur ayam ras.
Produksi telur ayam ras di Kabupaten Bogor mengalami
peningkatan tahun 2019, yaitu 44.446 kg/tahun, padahal
tahun sebelumnya sebesar 44.340 kg/tahun (Badan Pusat
Statistik 2018-2019). Harga telur ayam yang relatif murah
terutama dibandingkan dengan daging sapi, dan daging
ayam membuat masyarakat cenderung lebih memilih telur
ayam sebagai pemenuh kebutuhan konsumsi protein. Harga
telur ayam pada tahun 2019 sebesar 20.926 rupiah/ kg, harga
daging sapi 43.062 rupiah/kg, dan harga daging ayam 36.548
rupiah/kg. Berdasarkan hal tersebut masyarakat akan lebih
memilih telur ayam karena harganya lebih murah. Hal ini
menjadikan permintaan akan telur setiap tahunnya
meningkat (Simfoni Ternak, Kementerian Peternakan 2018-
2019).
10. Tabel Studi Kasus Elastisitas Harga Penawaran pada Telur Ayam ras
Perkembangan harga telur ayam ras di provinsi Jawa Barat Kabupaten Bogor 2018-2022
no provinsi 2018 2019 2020 2021 2022
Jawa barat 19.944 20.386 21.028 19.899 24.145
Kabupaten
bogor
20.256 20.920 21.246 19.884 24.117
Perkembangan rata-rata produksi telur ayam ras di provinsi Jawa Barat kabupaten Bogor
Wilayah jawa
barat
2018 2019 2020
kabupaten.bogor 44.340 44.446 138.860
Sumber: Simponiternak.pertanian.go.id 2018-2022
Sumber: Badan Pusat Statistik provinsi Jawa
11. Perhitungan Elastisitas Harga Penawaran
Dik;
Q1 = 44.340 P1 = Rp 20.256
Q2 = 44.446 P2 = Rp 20.920
Dit. Elastisitas penawaran ?
Jawab:
Es = โQ ร P2
โP Q2
Ket:
โQ = Perubahan rata-rata produksi
โP = Perubahan harga Telur Ayam Ras
P2 = Harga Telur Ayam Ras tahun tahun 2019
Q2 = Rata-rata produksi Telur Ayam Ras tahun 2019
Es = 44.446 โ 44.340 ร 20.920
20.386 โ 19.944 44.446
= 106 ร 20.920
664 44.446
= 2.217,520
29.512,144
= 0,07 (Inelastis)
s
q
p
44.340 44.446
20.920
20.256
12. Interpretasi Elastisitas Harga
Penawaran pada telur ayam ras
Data komoditas telur ayam ras yang kami temukan yaitu
harga rata rata dan jumlah kuantitas produksi di kabupaten
Bogor tahun 2018-2019. Pada tahun 2018 rata rata harga
telur ayam ras di bogor sebesar Rp. 20.256 dengan jumlah
produksinya sebesar 44.340 . Pada tahun 2019 rata rata
harga telur ayam ras sebesar Rp 20.920 dengan jumlah
produksi sebesar 44.446. Dengan data yang tersedia diatas,
maka elastisitas penawaran memiliki koefisien sama dengan
0,07 (dengan perhitungan yang terlampir di atas) yang
berbentuk inelastis. Dengan koefisien yang sama dengan
0,07 berarti setiap kenaikan rata rata harga sebesar 1000
akan meningkatkan jumlah produksi sebesar 70. Telur ayam
ras merupakan barang normal, hasil dari perhitungan
elastisitas penawaran bernilai positif, yang artinya sesuai
dengan hukum dari penawaran itu sendiri, telah dijelaskan.
(Eh<1) berarti harga telur ayam ras tidak peka (sensitiv)
terhadap perubahan harga telur ayam ras.
13. Studi Kasus Elastisitas Harga Permintaan
pada Komuditas Minyak Goreng
Pada dasarnya kebutuhan pokok manusia terdiri dari sandang, pangan, perumahan,
pendidikan, dan kesehatan. Seperti kita ketahui bahwa minyak goreng merupakan
salah satu dari sembilan bahan pokok yang termasuk penting bagi rumah tangga
untuk dikonsumsi. Bila dilihat dari unit ekonomi, maka rumah tangga merupakan
unit terbesar aktivitasnya dalam menghabiskan utility atau konsumsi. Salah satunya
dalam mengkonsumsi minyak goreng. Jenis minyak goreng yang tersedia di tengah-
tengah masyarakat ada yang berbentuk minyak goreng curah / kiloan dan ada juga
minyak goreng kemasan. Artinya ada dua pilihan masyarakat dalam mengkonsumsi
minyak goreng. Sebagai contoh dalam penelitian ini yang membahas tentang
permintaan konsumen terhadap minyak goreng, dimana minyak goreng memiliki
nilai guna untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Minyak goreng juga
mempermudah kita untuk mengolah makanan mentah menjadi makanan jadi, serta
memiliki kandungan minyak dan gizi yang yang dibutuhkan tubuh.
14. Tabel Studi Kasus Elastisitas Harga Penawaran pada Minyak Goreng
Keterangan Harga Eceran Minyak Goreng di kabupaten Tulang Bawang (Rp/liter)
2018 2019 2020
Rata-Rata 11.333 11.750 12.812
b. Rata-rata konsumsi perkapita seminggu menurut kelompok minyak dan kelapa di kabupaten Tulang Bawang
(satuan komoditas)
Sumber : Survei Harga Konsumen Perdesaan
*) Dikutip dari publikasi statistic harga konsumen pedesaan kelompok makanan Provinsi Lampung
a. Perkembangan Harga Eceran Minyak Goreng di Kabupaten Tulang Bawang
Keterangan Rata-Rata konsumsi Minyak Goreng perkapita di Kabupaten
Tulang Bawang
2018 2019 2020
Minyak Goreng 0.265 0.272 0.241
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Tulang Bawang
15. Perhitungan Elastisitas Harga Permintaan
Dik.;
Q1= 0,272 P1= Rp 11.750
Q2= 0,241 P2= Rp 12.812
Dit. Elastisitas permintaan ?
Jawab; Ed = โQ ร P
โP Q
โQ = Perubahan rata-rata konsumsi
โP = Perubahan harga Minyak Goreng
P1 = Harga Minyak goreng Tahun 2019
Q1 = Rata-rata produksi Minyak goreng tahun 2019
Ed = 0,241 โ 0,272 11.750
12.812 โ 11.750 0,272
= 1-0,031 1.750
1.062 0,272
= 364,25
44,064
= -8,26 ( Elastis )
p
q
11.750
12.812
0,272
0,241
D
16. Interpretasi Elastisitas Harga Permintaan
Data komoditas minyak goreng yang kami temukan yaitu
harga dan kuantitas konsumsi rata rata konsumsi minyak
goreng di kabupaten tulang bawang. Pada tahun 2019 rata
rata harga dan kuantitas konsumsi minyak goreng di
kabupaten tulang bawang masing masing Rp. 11.750 dan
0,272. Pada tahun 2020 rata rata harga dan kuantitas
konsumsi minyak goreng di kabupaten tulang bawang
masing masing Rp. 12.812 dan 0,241. Dengan data yang
tersedia diatas, maka elastisitas permjntaan memiliki
koefisien sana dengan -8 yang berbentuk elastis. Dengan
koefisien yang sama dengan -8 berarti setiap kenaikan rata
rata harga sebesar 1 akan mengurangi rata rata konsumsi
sebesar 8. Koefisien elastisitas permintaan bernilai negatif,
yang artinya sesuai dengan hukum permintaan itu sendiri.