SlideShare a Scribd company logo
1 of 46
Download to read offline
My-i-book
Panduan Qurban dan Pembahasannya
Resume : dari Channel Ust. Farid Nukman
I. Definisi
Secara bahasa (lughatan) atau etimologis, Qurban
berasal dari kata Qaruba – Yaqrubu – Qurban –
Qurbanan, dengan huruf Qaf didhammahkan artinya
bermakna mendekat. Qaruba ilaihi artinya mendekat
kepadanya. Allah Ta’ala berfirman: Inna Rahmatallahi
Qariibun Minal Muhsinin (Sesungguhnya Rahmat Allah
dekat dengan orang-orang berbuat baik).
Secara istilah (Syar’an) atau terminologis, Qurban
bermakna menyembelih hewan tertentu dengan niat
Qurbah (mendekatkan diri) kepada Allah Ta’ala pada
waktu tertentu pula.
Pada masa modern, istilah Qurban telah masuk ke
bahasa Indonesia yakni ‘Korban’, yakni memberikan
sesuatu secara rela karena faktor cinta dan ridha.
Semakin hari istilah ‘Korban’ semakin meluas, dia juga
bisa bermakna menjadi penderita, seperti istilah
‘Korban gempa’, ‘Korban banjir’, dan lain-lain.
II. Aktifitas Menyembelih dan Hewan Qurban
Aktifitas menyembelih berkurban dalam bahasa Arab
ada beberapa istilah:
Pertama, disebut dengan dhahhaa, dikatakan:
dhahhaa bi Syaatin minal Udh-hiyah artinya dia
berkurban dengan ‘Kambing Qurban.’ Ada pun Hewan
Qurban-nya sendiri lebih dikenal dengan istilah Al Udh-
hiyah, jamaknya Al Adhaahiy. Oleh karena itu hari
penyembelihannya disebut ‘Iedul Adhaa (Hari Raya
Qurban). Sementara, pengorbanan adalah tadh-hiyah.
Kedua, dalam Al Quran, aktifitas menyembelih Hewan
Qurban juga disebut nahr (diambil dari kata nahara –
yanhuru –nahran). Allah Ta’ala berfirman dalam surat
Al Kautsar ayat 2:
ْ‫ح‬‫ر‬َ ‫ح‬
‫اْن‬َ‫ْْو‬
َ
‫ك‬ِ‫ب‬َ‫ِر‬‫ل‬ِْْ‫ل‬ َ‫ص‬
َ
‫ف‬
“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan
berkorbanlah.”
Oleh karena itu, hari raya kurban juga dikenal dengan
Yaumun Nahri.
Ketiga, dalam Al Quran juga, aktifitas menyembelih
Hewan Qurban juga disebut nusuk (diambil dari kata
nasaka – yansuku – nusukan).
Allah Ta’ala berfirman:
ْ‫ح‬‫ن‬َ‫م‬
َ
‫ف‬ْْ
َ
‫ن‬
َ
‫َك‬ْْ‫ح‬‫م‬
ُ
‫ك‬
‫ح‬
‫ِن‬‫م‬ْ‫ا‬
ً
‫يض‬ِ‫ر‬َ‫م‬ْْ‫ح‬‫و‬
َ
‫أ‬ِْْ‫ه‬ِ‫ب‬ْ‫ى‬
ً
‫ذ‬
َ
‫أ‬ْْ‫ح‬‫ِن‬‫م‬ْ
ْ‫ك‬ ُ‫س‬
ُ
‫ْْن‬‫ح‬‫و‬
َ
‫ْْأ‬‫ة‬
َ
‫ق‬َ‫د‬ َ‫ْْص‬‫ح‬‫و‬
َ
‫ْْأ‬‫ام‬َ‫ي‬ ِ‫ْْص‬‫ح‬‫ِن‬‫م‬ْْ‫ة‬َ‫ي‬‫ح‬‫د‬ِ‫ف‬
َ
‫ْْف‬ِ‫ه‬ِ‫س‬
‫ح‬
‫أ‬َ‫ر‬
“ …jika ada di antaramu yang sakit atau ada
gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), Maka
wajiblah atasnya berfid-yah, Yaitu: berpuasa atau
bersedekah atau berkorban. “ (QS. Al Baqarah (2):
196)
Keempat, dalam Al Quran juga, aktifitas menyembelih
disebut dzab-ha (diambil dari kata dzabaha – yadzbahu
– dzabhan).
Allah Ta’ala berfirman:
ْْ
‫ح‬
‫ن‬
َ
‫ْْأ‬‫ح‬‫م‬
ُ
‫ك‬ُ‫ر‬ُ‫م‬
‫ح‬
‫أ‬َ‫ْْي‬َ َ
‫ْْاّلل‬
َ
‫ن‬ِ‫إ‬ِْْ‫ه‬ِ‫م‬‫ح‬‫و‬
َ
‫ِق‬‫ل‬ْْ َ‫وس‬ُ‫ْْم‬
َ
‫ال‬
َ
‫ْْق‬
‫ح‬
‫ِإَوذ‬
ْ
ً
‫ة‬َ‫ر‬
َ
‫ق‬َ‫واْب‬ُ َ
‫َب‬
‫ح‬
‫ذ‬
َ
‫ت‬
“Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada
kaumnya: "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu
menyembelih seekor sapi betina. ….." (QS. Al
Baqarah (2): 67)
Kelima, dalam Al Quran aktifitas tersebut juga di sebut
Al Hadyu.
ْ‫ا‬َ‫م‬
َ
‫ْْف‬‫ح‬‫م‬
ُ
‫ت‬‫ح‬ ِ‫ِص‬‫ح‬‫ح‬
ُ
‫ْْأ‬
‫ح‬
‫ن‬ِ‫إ‬
َ
‫ْْف‬ِ
َ
ِ‫ّْْلل‬
َ
‫ة‬َ‫ر‬‫ح‬‫م‬ُ‫ع‬
‫ح‬
‫ال‬َ‫ْْو‬َ‫ج‬َ‫ح‬
‫واْاْل‬ُّ‫ِم‬‫ت‬
َ
‫أ‬َ‫و‬
ْْ َ‫ّت‬َ‫ْْح‬‫ح‬‫م‬
ُ
‫ك‬َ‫وس‬ُ‫ء‬ُ‫واْر‬
ُ
‫ق‬ِ‫ل‬
‫ح‬ َ
‫الَْت‬َ‫ْْو‬ِ‫ي‬‫ح‬‫د‬َ‫ه‬
‫ح‬
‫ْْال‬َ‫ِن‬‫م‬َْْ َ‫س‬‫ح‬‫ي‬َ‫ت‬‫ح‬‫اس‬
ْ
َ
‫غ‬
ُ
‫ل‬‫ح‬‫ب‬َ‫ي‬ُْْ‫ي‬‫ح‬‫د‬َ‫ه‬
‫ح‬
‫ال‬
Dan sempurnakanlah ibadah haji dan 'umrah
karena Allah. jika kamu terkepung (terhalang oleh
musuh atau karena sakit), Maka (sembelihlah)
korban (Al Hadyu) yang mudah didapat, dan
jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum
korban sampai di tempat penyembelihannya. (QS.
Al Baqarah (2): 196)
III. Hukumnya
Khilaf antara wajib dan sunah Muakaddah
Para ulama berbeda pendapat tentang hukumnya, ada
yang mengatakan wajib bagi yang memiliki kelapangan
rezeki, ada pula yang mengatakan sunah mu’akadah,
dan inilah pendapat mayoritas sahabat, tabi’in, dan
para ulama.
Ulama yang mewajibkan berdalil dengan hadits berikut,
dari Abu Hurairah Radhiallhu ‘Anhu bahwa Rasulullah
Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
ْ‫ح‬‫ن‬َ‫م‬ْْ
َ
‫ن‬
َ
‫َك‬ُْْ َ
‫ل‬ْْ‫ة‬َ‫ع‬َ‫س‬ْْ‫ح‬‫م‬
َ
‫ل‬َ‫و‬ِْْ‫ح‬
َ
‫ض‬ُ‫ي‬ْْ
َ
‫ل‬
َ
‫ف‬َْْ‫ر‬
‫ح‬
‫ق‬َ‫ي‬َْ‫ن‬َ‫ب‬ْ‫ا‬
َ
‫ن‬
َ
‫ل‬ َ‫ص‬ُ‫م‬
“Barangsiapa yang memiliki kelapangan (rezeki)
dan dia tidak berkurban, maka jangan dekati
tempat shalat kami.”
Mengomentari hadits ini, berkata Imam Amir
Ash Shan’ani Rahimahullah:
ْ‫د‬َ‫ق‬ َ‫و‬ْْ‫ل‬َ‫د‬َ‫ت‬‫اس‬ِْْ‫ه‬ِ‫ب‬ْ‫ى‬َ‫ل‬َ‫ع‬ِْْ‫ب‬‫و‬ُ‫ج‬ ُ‫و‬ِْْ‫ة‬َ‫ي‬ ِ‫ح‬‫ض‬‫الت‬َْْ‫ع‬‫ى‬َ‫ل‬ْْ‫ن‬َ‫م‬َْْ‫َان‬‫ك‬ُْْ‫ه‬َ‫ل‬ْْ‫ة‬َ‫ع‬َ‫س‬ُْْ‫ه‬‫ن‬َ ِ‫ِل‬ْ‫ا‬‫م‬َ‫ل‬ْ‫ى‬َ‫ه‬َ‫ن‬ْْ‫ن‬َ‫ع‬ِْْ‫ان‬َ‫ب‬‫ر‬ُ‫ق‬ْ
‫ى‬‫ل‬َ‫ص‬ُ‫م‬‫ال‬ْْ‫ل‬َ‫د‬ْ‫ى‬َ‫ل‬َ‫ع‬ُْْ‫ه‬‫ن‬َ‫أ‬َْْ‫ك‬َ‫َر‬‫ت‬ْ‫ًا‬‫ب‬ ِ‫اج‬ َ‫و‬ُْْ‫ه‬‫ن‬َ‫أ‬َ‫ك‬ُْْ‫ل‬‫و‬ُ‫ق‬َ‫ي‬َْْ‫ل‬َْْ‫ة‬َ‫د‬ِ‫ئ‬‫ا‬َ‫ف‬ْ‫ِي‬‫ف‬ِْْ‫ة‬ َ‫َل‬‫الص‬َْْ‫ع‬َ‫م‬ِْْ‫ك‬‫َر‬‫ت‬ْ‫ا‬َ‫ذ‬َ‫ه‬ِْْ‫ب‬ ِ‫اج‬ َ‫و‬‫ال‬ْ
ِْ‫ه‬ِ‫ل‬‫و‬َ‫ق‬ِ‫ل‬ َ‫و‬ْ‫ى‬َ‫ل‬‫ا‬َ‫ع‬َ‫ت‬ْْ{ِْ‫ل‬َ‫ص‬َ‫ف‬َْْ‫ك‬ِ‫ب‬َ‫ِر‬‫ل‬ْْ‫ر‬َ‫ح‬‫ان‬ َ‫و‬ْْ}ِْ‫ث‬‫ِي‬‫د‬َ‫ح‬ِ‫ل‬ َ‫و‬ِْْ‫َف‬‫ن‬‫خ‬ِ‫م‬ِْْ‫ن‬‫ب‬ْْ‫م‬‫ي‬َ‫ل‬ُ‫س‬ْ‫ًا‬‫ع‬‫و‬ُ‫ف‬‫ر‬َ‫م‬ْْ{‫ى‬َ‫ل‬َ‫ع‬ِْْ‫ل‬‫ه‬َ‫أ‬ْ
ِْ‫ل‬ُ‫ك‬ْْ‫ت‬‫ي‬َ‫ب‬ْ‫ِي‬‫ف‬ِْْ‫ل‬ُ‫ك‬ْْ‫ام‬َ‫ع‬ْْ‫ة‬‫ي‬ ِ‫ح‬‫ض‬ُ‫أ‬ْْ}ْ‫ل‬َ‫د‬ُْْ‫ه‬ُ‫ظ‬‫ف‬َ‫ل‬ْ‫ى‬َ‫ل‬َ‫ع‬ِْْ‫ب‬‫و‬ُ‫ج‬ ُ‫و‬‫ال‬ْ،ُْْ‫وب‬ُ‫ج‬ ُ‫و‬‫ال‬ َ‫و‬ُْْ‫ل‬‫و‬َ‫ق‬ْ‫ي‬ِ‫ب‬َ‫أ‬َْْ‫ة‬َ‫ف‬‫ِي‬‫ن‬َ‫ح‬
“Hadits ini dijadikan dalil wajibnya berkurban bagi
yang memiliki kelapangan rezeki, hal ini jelas
ketika Rasulullah melarang mendekati tempat
shalat, larangan itu menunjukkan bahwa hal itu
merupakan meninggalkan kewajiban, seakan
Beliau mengatakan shalatnya tidak bermanfaat
jika meninggalkan kewajiban ini. Juga karena
firmanNya: “maka dirikanlah shalat karena
Tuhanmu dan berkurbanlah.” Dalam hadits
Mikhnaf bin Sulaim secara marfu’ (sampai kepada
Rasulullah) berbunyi: “ (wajib) atas penduduk
setiap rumah pada tiap tahunnya untuk
berkurban.” Lafaz hadits ini menunjukkan
wajibnya. Pendapat yang menyatakan wajib
adalah dari Imam Abu Hanifah.
Sementara yang tidak mewajibkan, menyatakan bahwa
dua hadits di atas tidak bisa dijadikan hujjah (dalil),
sebab yang pertama mauquf (hanya sampai sahabat
nabi, bukan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam),
hadits kedua dha’if. Sedangkan ayat Fashalli li Rabbika
wanhar, tidak bermakna wajib kurban melainkan
menunjukkan urutan aktifitas, yakni menyembelih
kurban dilakukan setelah shalat Id.
Berikut keterangan dari Imam Ash Shan’ani:
َْ‫ل‬‫ِي‬‫ق‬ َ‫و‬َْْ‫ل‬ُْْ‫ب‬ ِ‫َج‬‫ت‬ُْْ‫ِيث‬‫د‬َ‫ح‬‫ال‬ َ‫و‬ُْْ‫ل‬‫و‬َ‫اِل‬ْْ‫وف‬ُ‫ق‬‫و‬َ‫م‬َْْ‫َل‬َ‫ف‬َْْ‫ة‬‫ج‬ُ‫ح‬ِْْ‫ه‬‫ِي‬‫ف‬ْ‫ِي‬‫ن‬‫ا‬‫الث‬ َ‫و‬ْْ‫ف‬‫ع‬َ‫ض‬ْ‫ي‬ِ‫ب‬َ‫أ‬ِ‫ب‬َْْ‫ة‬َ‫ل‬‫م‬َ‫ر‬َْْ‫ل‬‫ا‬َ‫ق‬ْ
ْ‫ي‬ِ‫ب‬‫ا‬‫َط‬‫خ‬‫ال‬ْْ:ُْ‫ه‬‫إن‬ْْ‫ول‬ُ‫ه‬‫ج‬َ‫م‬ُْْ‫ة‬َ‫ي‬‫اْل‬ َ‫و‬ْْ‫ة‬َ‫ل‬ِ‫م‬َ‫ت‬‫ح‬ُ‫م‬ْْ‫د‬َ‫ق‬َ‫ف‬َْْ‫ِر‬‫س‬ُ‫ف‬ُْْ‫ه‬ُ‫ل‬‫و‬َ‫ق‬ْْ{ْ(‫ا‬ َ‫و‬ْ‫ر‬َ‫ح‬‫ن‬ْْ)ْ}ِْ‫ع‬‫ض‬ َ‫و‬ِ‫ب‬ِْْ‫َف‬‫ك‬‫ال‬ْ
‫ى‬َ‫ل‬َ‫ع‬ِْْ‫ر‬‫ح‬‫الن‬ْ‫ِي‬‫ف‬ِْْ‫ة‬ َ‫َل‬‫الص‬ُْْ‫ه‬َ‫ج‬َ‫ر‬‫خ‬َ‫أ‬ُْْ‫ن‬‫اب‬ْ‫ي‬ِ‫ب‬َ‫أ‬ْْ‫ِم‬‫ت‬‫ا‬َ‫ح‬ُْْ‫ن‬‫اب‬ َ‫و‬َْْ‫ِين‬‫ه‬‫َا‬‫ش‬ْ‫ِي‬‫ف‬ِْْ‫ه‬ِ‫ن‬َ‫ن‬ُ‫س‬ُْْ‫ن‬‫اب‬ َ‫و‬ِْْ‫ه‬‫ي‬ َ‫ُو‬‫د‬‫ر‬َ‫م‬ْ
ْ‫ِي‬‫ق‬َ‫ه‬‫ي‬َ‫ب‬‫ال‬ َ‫و‬ْْ‫ن‬َ‫ع‬ِْْ‫ن‬‫اب‬ْْ‫اس‬‫ب‬َ‫ع‬ِْْ‫ه‬‫ِي‬‫ف‬ َ‫و‬ْْ‫ات‬َ‫ي‬‫ا‬ َ‫و‬ ِ‫ر‬ْْ‫ن‬َ‫ع‬ِْْ‫ة‬َ‫ب‬‫ا‬َ‫ح‬‫الص‬ُْْ‫ل‬‫ث‬ِ‫م‬َْْ‫ِك‬‫ل‬َ‫ذ‬ْْ‫و‬َ‫ل‬ َ‫و‬َْْ‫ِم‬‫ل‬ُ‫س‬َْْ‫ي‬ِ‫ه‬َ‫ف‬ْْ‫ة‬‫ال‬َ‫د‬ْ
‫ى‬َ‫ل‬َ‫ع‬ْْ‫ن‬َ‫أ‬َْْ‫ر‬‫ح‬‫الن‬َْْ‫د‬‫ع‬َ‫ب‬ِْْ‫ة‬ َ‫َل‬‫الص‬َْْ‫ي‬ِ‫ه‬َ‫ف‬ْْ‫ين‬ِ‫ي‬‫َع‬‫ت‬ِْْ‫ه‬ِ‫ت‬‫ق‬ َ‫ِو‬‫ل‬َْْ‫ل‬ِْْ‫ه‬ِ‫ب‬‫و‬ُ‫ج‬ ُ‫ِو‬‫ل‬ُْْ‫ه‬‫ن‬َ‫أ‬َ‫ك‬ُْْ‫ل‬‫و‬ُ‫ق‬َ‫ي‬ْ‫ا‬َ‫ذ‬‫إ‬ْ‫ت‬‫ر‬َ‫ح‬َ‫ن‬َْْ‫د‬‫ع‬َ‫ب‬َ‫ف‬ْ
ِْ‫ة‬ َ‫َل‬َ‫ص‬ِْْ‫د‬‫ِي‬‫ع‬‫ال‬ُْْ‫ه‬‫ن‬ِ‫إ‬َ‫ف‬ْْ‫د‬َ‫ق‬َْْ‫ج‬َ‫ر‬‫خ‬َ‫أ‬ُْْ‫ن‬‫اب‬ْْ‫ير‬ ِ‫ر‬َ‫ج‬ْْ‫ن‬َ‫ع‬ْْ‫َس‬‫ن‬َ‫أ‬ْْ{َْ‫َان‬‫ك‬ْْ‫ي‬ِ‫ب‬‫الن‬ْ‫ى‬‫ل‬َ‫ص‬ُْْ‫اّلل‬ِْْ‫ه‬‫ي‬َ‫ل‬َ‫ع‬َْْ‫م‬‫ل‬َ‫س‬ َ‫و‬ْ
ْ‫ن‬َ‫ي‬ُْ‫ر‬َ‫ح‬َْْ‫ل‬‫ب‬َ‫ق‬ْْ‫ن‬َ‫أ‬َْْ‫ِي‬‫ل‬َ‫ص‬ُ‫ي‬َْْ‫ر‬ِ‫م‬ُ‫أ‬َ‫ف‬ْْ‫ن‬َ‫أ‬َْْ‫ِي‬‫ل‬َ‫ص‬ُ‫ي‬ْْ‫م‬ُ‫ث‬ُْْ‫ر‬َ‫ح‬‫ن‬َ‫ي‬ْْ}ِْ‫ف‬‫ع‬َ‫ض‬ِ‫ل‬ َ‫و‬ِْْ‫ة‬‫ِل‬‫د‬َ‫أ‬ِْْ‫ب‬‫و‬ُ‫ج‬ ُ‫و‬‫ال‬َْْ‫َب‬‫ه‬َ‫ذ‬ُْْ‫ور‬ُ‫ه‬‫م‬ُ‫ج‬‫ال‬ْ
ْ‫ن‬ِ‫م‬ِْْ‫ة‬َ‫ب‬‫ا‬َ‫ح‬‫الص‬َْْ‫ِين‬‫ع‬ِ‫ب‬‫ا‬‫الت‬ َ‫و‬ِْْ‫اء‬َ‫ه‬َ‫ق‬ُ‫ف‬‫ال‬ َ‫و‬ْ‫ى‬َ‫ل‬‫إ‬ْ‫ا‬َ‫ه‬‫ن‬َ‫أ‬ْْ‫ة‬‫ن‬ُ‫س‬ْْ‫ة‬َ‫د‬‫ك‬َ‫ؤ‬ُ‫م‬ْْ‫ل‬َ‫ب‬َْْ‫ل‬‫ا‬َ‫ق‬ُْْ‫ن‬‫اب‬ْْ‫م‬‫ز‬َ‫ح‬َْْ‫ل‬ْْ‫ح‬ ِ‫ص‬َ‫ي‬ْْ‫ن‬َ‫ع‬ْ
ْ‫د‬َ‫ح‬َ‫أ‬ْْ‫ن‬ِ‫م‬ِْْ‫ة‬َ‫ب‬‫ا‬َ‫ح‬‫الص‬ْ‫ا‬َ‫ه‬‫ن‬َ‫أ‬ْْ‫ة‬َ‫ب‬ ِ‫اج‬ َ‫و‬ .
“Dikatakan: Tidak wajib, karena hadits pertama
adalah mauquf dan tidak bisa dijadikan hujjah
(dalil). Hadits kedua (dari Mikhnaf bin Sulaim)
dhaif karena dalam sanadnya ada Abu Ramlah.
Berkata Imam Al Khathabi: “Dia itu majhul (tidak
dikenal).” Sedangkan firmanNya:
“…berkurbanlah.” adalah tentang penentuan
waktu penyembelihan setelah shalat. Telah
diriwayatkan oleh Abu Hatim, Ibnu Syahin di dalam
sunan-nya, Ibnu Mardawaih, dan Al Baihaqi dari
Ibnu Abbas dan didalamnya terdapat beberapa
riwayat dari sahabat yang seperti ini, yang
menunjukkan bahwa menyembelih kurban itu
dilakukan setelah shalat (‘Ied). Maka ayat itu
secara khusus menjelaskan tentang waktu
penyembelihnnya, bukan menunjukkan
kewajibannya. Seolah berfirman: Jika engkau
menyembelih maka (lakukan) setelah shalat ‘Ied.
Ibnu Jarir telah meriwayatkan dari Anas: “Bahwa
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah
menyembelih sebelum shalat Id, lalu Beliau
diperintahkan untuk shalat dulu baru kemudian
menyembelih.” Maka nyatalah kelemahan alasan
mereka yang mewajibkannya. Sedangkan,
madzhab jumhur (mayoritas) dari sahabat, tabi’in,
dan ahli fiqih, bahwa menyembelih qurban adalah
sunah mu’akkadah, bahkan Imam Ibnu Hazm
mengatakan tidak ada yang shahih satu pun dari
kalangan sahabat yang menunjukkan
kewajibannya.”
Seandainya hadits-hadits di atas shahih, itu pun tidak
menunjukkan kewajibannya. Sebab dalam riwayat lain
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
‫ا‬
َ
‫ذ‬ِ‫إ‬ْْ‫ح‬‫ت‬
َ
‫ل‬
َ
‫خ‬
َ
‫د‬ُْْ ‫ح‬
‫ش‬َ‫ع‬
‫ح‬
‫ال‬ْْ
َ
‫اد‬َ‫ر‬
َ
‫أ‬َ‫و‬ْْ‫ح‬‫م‬
ُ
‫ك‬ُ‫د‬َ‫ح‬
َ
‫أ‬ْْ
‫ح‬
‫ن‬
َ
‫أ‬َْْ ِ‫ح‬
َ
‫ض‬ُ‫ي‬ْ
ْ
َ
‫ل‬
َ
‫ف‬ْْ َ‫س‬َ‫م‬َ‫ي‬ْْ‫ح‬‫ِن‬‫م‬ِْْ‫ه‬ِ‫ر‬َ‫ع‬
َ
‫ش‬ِْْ‫ه‬ِ
َ
‫ش‬َ‫ب‬َ‫و‬ْ‫ا‬ً‫ئ‬‫ح‬‫ي‬
َ
‫ش‬
“Jika kalian memasuki tanggal 10 (Dzulhijjah) dan
hendak berkurban maka janganlah dia menyentuh
sedikit pun dari rambutnya dan kulitnya.”
Hadits tersebut dengan jelas menyebutkan bahwa
berkurban itu terkait dengan kehendak, manusianya
oleh karena itu Imam Asy Syafi’i menjadikan hadits ini
sebagai dalil tidak wajibnya berkurban alias sunah.
Syaikh Wahbah Az Zuhaili Hafizhahullah mengatakan:
‫جتب‬ْ‫األضحية‬ْ‫مرة‬ْ‫يف‬ْ‫لك‬ْ‫اعم‬ْ‫عند‬ْ‫أيب‬ْ
،‫حنيفة‬ْ‫ويه‬ْ‫سنة‬ْ‫مؤكدة‬ْ‫عند‬ْ‫مجهور‬ْ‫األئمة‬ .
Wajib berqurban sekali dalam setahun menurut
Abu Hanifah, dan menurut mayoritas imam adalah
sunah muakadah.
Hadits lainnya:
َْ‫ب‬ِ‫ت‬
ُ
‫ك‬َْْ َ َ
‫َع‬ُْْ‫ر‬‫ح‬‫ح‬َ‫انل‬ْْ‫ح‬‫م‬
َ
‫ل‬َ‫و‬ْْ‫ح‬‫ب‬َ‫ت‬
‫ح‬
‫ك‬ُ‫ي‬ْْ‫ح‬‫م‬
ُ
‫ك‬‫ح‬‫ي‬
َ
‫ل‬
َ
‫ع‬
“Aku diwajibkan untuk berkurban, namun tidak
wajib bagi kalian.”
Tetapi hadits ini didhaifkan para ulama seperti
Syaikh Al Albani. Juga Syaikh Syu’aib Al Arna’uth.
Tertulis dalam Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah:
ْ
ُ
‫ة‬َ‫ي‬ِ‫ح‬
‫ح‬
‫ُض‬ُ
‫ح‬
‫األ‬ْْ‫ض‬‫ح‬‫ر‬
َ
‫ف‬ْْ
َ َ
‫َع‬ْ‫ول‬ُ‫س‬َ‫ر‬ِْْ
َ
‫اّلل‬ْْ
َ
‫ّل‬ َ‫ص‬ُْْ َ
‫اّلل‬ِْْ‫ه‬‫ح‬‫ي‬
َ
‫ل‬
َ
‫ع‬ْ
َْ‫م‬
َ
‫ل‬َ‫س‬َ‫و‬ْْ
َ
‫ون‬
ُ
‫د‬ِْْ‫ه‬ِ‫ت‬َ‫م‬
ُ
‫أ‬ِْْ‫يث‬ِ‫د‬َ ِ‫ْل‬ِْْ‫ن‬‫ح‬‫اب‬ْْ‫اس‬َ‫ب‬
َ
‫ع‬ِْْ‫م‬ِ‫د‬
َ
‫ق‬َ‫ت‬ُ‫م‬
‫ح‬
‫ال‬ْ:ْ
ْ‫ث‬
َ
‫ل‬
َ
‫ث‬َْْ‫ن‬
ُ
‫ه‬َْْ َ َ
‫َع‬ْْ
ُ
‫ض‬ِ‫ائ‬َ‫ر‬
َ
‫ف‬ْْ‫ح‬‫م‬
ُ
‫ك‬
َ
‫ل‬َ‫و‬ْْ‫ع‬ُّ‫و‬ َ‫ط‬
َ
‫ت‬ْ:ُْْ‫ر‬‫ح‬‫ح‬َ‫انل‬ْ
ُْ‫ر‬
‫ح‬
‫ت‬ِ‫و‬
‫ح‬
‫ال‬َ‫و‬ْ‫ا‬َ‫ت‬َ‫ع‬
‫ح‬
‫ك‬َ‫ر‬َ‫و‬ْْ َ‫ح‬
ُّ
‫الض‬
Berqurban adalah fardhu (wajib) atas Nabi
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, tidak bagi umatnya.
Berdasarkan hadits dari Ibnu Abbas yang telah
lalu: ada tiga hal yang diwajibkan kepada diriku,
namun bagi kalian adalah sunah: berqurban, witir,
dan dua rakaat dhuha.
Hadits yang disebutkan ini diriwayatkan oleh Ahmad No. 2050. Ad
Daruquthni dalam Sunannya, 2/21. Al Hakim dalam Al Mustadrak, 1/300.
Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 4248. Al Hakim dalam Al
Mustadrak No. 1119, Abdurrazzaq dalam Al Mushannaf No. 4573, Abu
Nu’aim dalam Hilayatul Auliya, 9/232. Wallahu A’lam
IV. Jenis Hewan Sembelihan
Tidak semua hewan bisa dijadikan sembelihan qurban.
Sebab, ini adalah ibadah yang sudah memiliki petunjuk
bakunya dalam syariat yang tidak boleh diubah, baik
dikurang atau ditambah.
Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah berkata tentang hal
ini:
‫أجمع‬ْ‫العلماء‬ْ‫على‬ْ‫أن‬ْ‫الهدي‬ْ‫ل‬ْ‫يكون‬ْ‫إل‬ْ‫من‬ْ‫النعم‬ْ،ْ‫واتفقوا‬ْ:‫على‬ْ‫أن‬ْ‫الفضل‬ْ،‫البل‬ْ
‫ثم‬ْ،‫البقر‬ْ‫ثم‬ْ‫الغنم‬ْ.‫على‬ْ‫هذا‬ْ‫الترتيب‬ْ.‫لن‬ْ‫البل‬ْ‫أنفع‬ْ،‫للفقراء‬ْ،‫لعظمها‬ْ‫والبقر‬ْ‫أنف‬‫ع‬ْ
‫من‬ْ‫الشاة‬ْ‫كذلك‬ .
“Ulama telah ijma’ (sepakat) bahwa hewan qurban
itu hanya dapat diambil dari hewan ternak (An
Na’am) . Mereka juga sepakat bahwa yang lebih
utama adalah unta (Ibil), lalu sapi/kerbau (Baqar),
lalu kambing (Ghanam), demikianlah urutannya.
Alasannya adalah karena Unta lebih banyak
manfaatnya (karena lebih banyak dagingnya, pen)
bagi fakir miskin, dan demikian juga sapi lebih
banyak manfaatnya dibanding kambing.”
Dalil-dalilnya adalah, dari Jabir bin Abdullah
Radhiallahu ‘Anhu:
‫َا‬‫ن‬‫ج‬َ‫ج‬َ‫ح‬َْْ‫ع‬َ‫م‬ِْْ‫ل‬‫و‬ُ‫س‬َ‫ر‬ِْْ‫اّلل‬ْ‫ى‬‫ل‬َ‫ص‬ُْْ‫اّلل‬ِْْ‫ه‬‫ي‬َ‫ل‬َ‫ع‬َْْ‫م‬‫ل‬َ‫س‬ َ‫و‬ْ‫َا‬‫ن‬‫ر‬َ‫ح‬َ‫ن‬َ‫ف‬َْْ‫ِير‬‫ع‬َ‫ب‬‫ال‬ْْ‫ن‬َ‫ع‬ْْ‫ب‬َ‫س‬ْ‫ة‬َ‫ع‬َْْ‫ة‬ َ‫ر‬َ‫ق‬َ‫ب‬‫ال‬ َ‫و‬ْْ‫ن‬َ‫ع‬ْ
ْ‫ة‬َ‫ع‬‫ب‬َ‫س‬
“Kami haji bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam kami berkurban dengan Unta untuk
tujuh orang, dan Sapi untuk tujuh orang.”
Untuk kambing, dalilnya adalah:
َْ‫ر‬َ‫ح‬َ‫ن‬ َ‫و‬ْْ‫ي‬ِ‫ب‬‫الن‬ْ‫ى‬‫ل‬َ‫ص‬ُْْ‫اّلل‬ِْْ‫ه‬‫ي‬َ‫ل‬َ‫ع‬َْْ‫م‬‫ل‬َ‫س‬ َ‫و‬ْْ‫َات‬‫ن‬َ‫د‬َ‫ب‬ِْْ‫ه‬ِ‫د‬َ‫ي‬ِ‫ب‬ْ‫ا‬ً‫م‬‫ا‬َ‫ي‬ِ‫ق‬َْْ‫ح‬َ‫ب‬َ‫ذ‬ َ‫و‬ُْْ‫ل‬‫و‬ُ‫س‬ َ‫ر‬ِْْ‫اّلل‬ْ‫ى‬‫ل‬َ‫ص‬ُْْ‫اّلل‬ْْ‫ي‬َ‫ل‬َ‫ع‬ِْ‫ه‬ْ
َْ‫م‬‫ل‬َ‫س‬ َ‫و‬ِْْ‫ة‬َ‫ن‬‫ِي‬‫د‬َ‫م‬‫ال‬ِ‫ب‬ِْْ‫ن‬‫َي‬‫ش‬‫َب‬‫ك‬ِْْ‫ن‬‫ي‬َ‫ح‬َ‫ل‬‫م‬َ‫أ‬
“Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyembelih
Unta dengan tangannya sendiri sambil berdiri, di
Madinah Beliau menyembelih dua ekor kambing
Kibasy yang putih.”
V. Syarat-Syarat Hewan Layak Qurban
Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah menuliskan ada dua
syarat:
1 - ‫أن‬ْ‫يكون‬ْ،‫ثنيا‬ْ‫إذا‬ْ‫كان‬ْ‫من‬ْ‫غير‬ْ،‫الضأن‬ْ‫أما‬ْ‫الضأن‬ْ‫فإنه‬ْ‫يجزئ‬ْ‫منه‬ْ‫الجذع‬ْ‫فما‬ْ
‫فوقه‬ْ.‫وهوما‬ْ‫له‬ْ‫ستة‬ْ،‫أشهر‬ْ‫وكان‬ْ‫سمينا‬ْ.‫والثني‬ْ‫من‬ْ‫البل‬ْ:‫ماله‬ْ‫خمس‬ْ،‫سنين‬ْ‫ومن‬ْ
‫البقر‬ْ:‫ما‬ْ‫له‬ْ،‫سنتان‬ْ‫ومن‬ْ‫المعز‬ْ‫ما‬ْ‫له‬ْ‫سنة‬ْ،‫تامة‬ْ‫فهذه‬ْ‫يجزئ‬ْ‫منها‬ْ‫الثني‬ْ‫فما‬ْ‫فوقه‬ .
2 - ‫أن‬ْ‫يكون‬ْ،‫سليما‬ْ‫فَل‬ْ‫تجزئ‬ْ‫فيه‬ْ‫العوراء‬ْ‫ول‬ْ‫العرجاء‬ْ‫ول‬ْ،‫الجرباء‬ْ‫ولالعجفاء‬ْ
ْ.‫وعن‬ْ‫الحسن‬ْ:‫أنهم‬ْ‫قالوا‬ْ:‫إذا‬ْ‫اشترى‬ْ‫الرجل‬ْ،‫البدنة‬ْ‫أو‬ْ،‫الضحية‬ْ‫وهي‬ْ،‫وافية‬ْ
‫فأصابها‬ْ،‫عور‬ْ‫أو‬ْ،‫عرج‬ْ‫أو‬ْ‫عجف‬ْ‫قبل‬ْ‫يوم‬ْ‫النحر‬ْ‫فليذبحها‬ْ‫وقد‬ْ‫أجزأته‬ْ.‫رواه‬ْ‫سعيد‬ْ
‫بن‬ْ‫منصور‬ .
1. Hendaknya yang sudah besar, jika selain jenis Adh
Dha’nu (benggala, biri-biri, kibasy, dan domba). Jika
termasuk Adh Dha’nu maka cukup jadza’ atau lebih.
Jadza’ adalah enam bulan penuh dan gemuk
badannya. Unta dikatakan besar jika sudah
mencapai umur lima tahun. Sapi jika sudah dua
tahun. Kambing jika sudah setahun penuh. Bika
hewan-hewan ini telah mencapai umurnya masing-
masing maka sudah boleh dijadikan hewan kurban.
2. Hendaklah sehat dan tidak cacat. Maka tidak boleh
ada pincang, buta sebelah, kurap (penyakit kulit),
dan kurus. Dari Al Hasan: bahwa mereka berkata jika
seorang membeli Unta atau hewan kurban lainnya
dan kondisinya sehat-sehat saja, namun sehari
sebelum hari – H mengalami pincang, buta sebelah,
atau kurus kering, maka hendaklah diteruskan
penyembelihannya, karena yang demikian telah
cukup memadai. (HR. Said bin Manshur). Demikian
dari Syaikh Sayyid Sabiq.
Jadi, bisa diringkas, jika hewan kurbannya adalah jenis
kibas, biri-biri, dan domba, maka minimal adalah
setengah tahun penuh. Jika selain itu maka hendaknya
yang sudah cukup besar, biasanya ukuran ‘besar’ bagi
kambing biasa adalah setahun penuh. Sapi adalah dua
tahun penuh, dan Unta adalah lima tahun.
VI. Tata Cara Penyembelihan
Unta Didirikan dan Yang lain dibaringkan
Jika unta maka dipotong sewaktu ia berdiri, dan itu
sunah, ada pun yang lainnya dengan cara berbaring.
Hal ini disebutkan beberapa hadits berikut:
َْ‫ر‬َ َ
‫ْن‬َ‫و‬ُّْْ
ِ‫ب‬َ‫انل‬ْْ
َ
‫ّل‬ َ‫ص‬ُْْ َ
‫اّلل‬ِْْ‫ه‬‫ح‬‫ي‬
َ
‫ل‬
َ
‫ع‬َْْ‫م‬
َ
‫ل‬َ‫س‬َ‫و‬ْْ‫ات‬
َ
‫ن‬َ‫د‬َ‫ب‬ِْْ‫ه‬ِ‫د‬َ‫ي‬ِ‫ب‬ْ
‫ا‬ً‫ام‬َ‫ِي‬‫ق‬
“Dan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
menyembelih Unta dengan tangannya dengan
cara berdiri ..”
Dari Ziyad bin Jubeir, dia berkata:
ْ
َ
‫ن‬
َ
‫أ‬َْْ‫ن‬‫ح‬‫اب‬َْْ‫ر‬َ‫م‬
ُ
‫ع‬ْْ
َ
‫ت‬
َ
‫أ‬ْْ
َ َ
‫َع‬ْْ‫ل‬ُ‫ج‬َ‫ر‬َْْ‫و‬
ُ
‫ه‬َ‫و‬ُْْ‫ر‬َ‫ح‬
‫ح‬
‫ن‬َ‫ي‬ُْْ‫ه‬َ‫ت‬
َ
‫ن‬َ‫د‬َ‫ب‬ْ
ْ
ً
‫ة‬
َ
‫ك‬ِ‫ار‬َ‫ب‬ْْ
َ
‫ال‬
َ
‫ق‬
َ
‫ف‬َْْ‫ه‬
‫ح‬
‫ث‬َ‫ع‬‫ح‬‫اب‬‫ا‬ْ‫ا‬ً‫ام‬َ‫ِي‬‫ق‬ْْ
ً
‫ة‬َ‫د‬َ‫ي‬
َ
‫ق‬ُ‫م‬ْْ
َ
‫ة‬َ‫ن‬ُ‫س‬ْْ‫ح‬‫م‬
ُ
‫ك‬ِ‫ي‬ِ‫ب‬
َ
‫ن‬ْ
ْ
َ
‫ّل‬ َ‫ص‬ُْْ َ
‫اّلل‬ِْْ‫ه‬‫ح‬‫ي‬
َ
‫ل‬
َ
‫ع‬َْْ‫م‬
َ
‫ل‬َ‫س‬َ‫و‬
“Bahwa Ibnu Umar mendatangi seorang laki-laki
yang sedang menyembelih Unta sambil
dibaringkan, lalu beliau berkata: “Bangkitkanlah
agar berdiri, lalu ikatlah, itulah sunah nabimu
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.”
Didirikan dengan tiga kaki, dan kaki kiri depan diikat,
dari Abdurrahman bin Sabith, dia berkata:
ْ
َ
‫ن‬
َ
‫أ‬َْْ
ِ‫ب‬َ‫انل‬ْْ
َ
‫ّل‬ َ‫ص‬ُْْ َ
‫اّلل‬ِْْ‫ه‬‫ح‬‫ي‬
َ
‫ل‬
َ
‫ع‬َْْ‫م‬
َ
‫ل‬َ‫س‬َ‫و‬ُْْ‫ه‬َ‫اب‬َ‫ح‬ ‫ح‬‫ص‬
َ
‫أ‬َ‫و‬ْ‫وا‬
ُ
‫ن‬
َ
‫َك‬ْ
ْ
َ
‫ون‬ُ‫ر‬َ‫ح‬
‫ح‬
‫ن‬َ‫ي‬ْْ
َ
‫ة‬
َ
‫ن‬َ‫د‬َ ‫ح‬
‫اْل‬ْْ
َ
‫ة‬
َ
‫ول‬
ُ
‫ق‬‫ح‬‫ع‬َ‫م‬ْ‫ى‬َ ‫ح‬‫س‬ُ‫ي‬
‫ح‬
‫ال‬ْْ
ً
‫ة‬َ‫م‬ِ‫ائ‬
َ
‫ق‬ْْ
َ َ
‫َع‬ْ‫ا‬َ‫م‬ْ
َْ ِ‫ق‬َ‫ب‬ْْ‫ح‬‫ِن‬‫م‬ْ‫ا‬َ‫ه‬ِ‫م‬ِ‫ائ‬َ‫و‬
َ
‫ق‬
“Bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan
para sahabatnya, mereka menyembelih Unta
dengan keadaan kaki kiri depannya terikat, dan
Unta berdiri atas tiga kakinya yang lain.”
Sedangkan selain Unta, maka disembelih dengan cara
dibaringkan. Berkata Syaikh Sayyid Sabiq
Rahimahullah:
‫أما‬ْ‫البقر‬ْ،‫والغنم‬ْ‫فيستحب‬ْ‫ذبحها‬ْ‫مضطجعة‬ْ.‫فإن‬ْ‫ذبح‬ْ‫ما‬ْ،‫ينحر‬ْ‫ونحر‬ْ‫ما‬ْ،‫يذبح‬ْ‫قيل‬ْ:
،‫يكره‬ْ‫وقيل‬ْ:‫ل‬ْ‫يكره‬ .
“Ada pun sapi dan kambing, disunahkan
menyembelih dengan cara dibaringkan. Jika
terjadi sebaliknya, yang diri justru dibaringkan
atau yang baring justru didirikan, maka dikatakan:
makruh, ada pula yang mengatakan; tidak
makruh.”
VII. Orang yang Menyembelih
Disunnahkan orang yang menyembelih adalah yang
berkurban, jika dia memiliki keahlian. Demikianlah
yang dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam.
َْ‫ر‬َ َ
‫ْن‬َ‫و‬ُّْْ
ِ‫ب‬َ‫انل‬ْْ
َ
‫ّل‬ َ‫ص‬ُْْ َ
‫اّلل‬ِْْ‫ه‬‫ح‬‫ي‬
َ
‫ل‬
َ
‫ع‬َْْ‫م‬
َ
‫ل‬َ‫س‬َ‫و‬ْْ‫ات‬
َ
‫ن‬َ‫د‬َ‫ب‬ِْْ‫ه‬ِ‫د‬َ‫ي‬ِ‫ب‬ْ
‫ا‬ً‫ام‬َ‫ِي‬‫ق‬َْْ‫ح‬َ‫ب‬
َ
‫ذ‬َ‫و‬ْْ
ُ
‫ول‬ُ‫س‬َ‫ر‬ِْْ
َ
‫اّلل‬ْْ
َ
‫ّل‬ َ‫ص‬ُْْ َ
‫اّلل‬ِْْ‫ه‬‫ح‬‫ي‬
َ
‫ل‬
َ
‫ع‬َْْ‫م‬
َ
‫ل‬َ‫س‬َ‫و‬ْ
ِْ‫ة‬َ‫ين‬ِ‫د‬َ‫م‬
‫ح‬
‫ال‬ِ‫ب‬ِْْ
‫ح‬
‫ي‬
َ
‫ش‬‫ح‬‫ب‬
َ
‫ك‬ِْْ
‫ح‬
‫ي‬َ‫ح‬
َ
‫ل‬‫ح‬‫م‬
َ
‫أ‬
“Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyembelih
Unta dengan tangannya sendiri sambil berdiri, di
Madinah Beliau menyembelih dua ekor kambing
Kibasy yang putih.”
Namun, bagi yang tidak ada keahlian dianjurkan
untuk menyaksikan penyembelihan. Berkata Syaikh
Sayyid Sabiq:
‫ويستحب‬ْ‫أن‬ْ‫يذَبها‬ْ،‫بنفسه‬ْ‫إن‬ْ‫َكن‬ْ‫حيسن‬ْ
،‫اذلبح‬ْ‫وإال‬ْ‫فيندب‬ْ‫ل‬ْ‫أن‬ْ‫يشهده‬ .
“Disunahkan disembelih sendiri oleh yang
berkurban, jika dia bisa menyembelih dengan
baik, jika tidak bisa, maka dianjurkan untuk
menyaksikan.”
Dibolehkan menurut ijma’i ulama bagi orang bisu untuk
menjadi penyembelih. Berkata Imam Ibnul Mundzir:
‫وأمجعوا‬ْ‫َع‬ْ‫إباحة‬ْ‫ذبيحة‬ْ‫األخرس‬ .
“Para ulama telah ijma’ (sepakat), bahwa
bolehnya sembelihan dari orang bisu.”
Tasmiyah (membaca bismillah)
Jumhur (mayoritas) ulama mengatakan wajib
membaca bismillah (dan takbir) ketika menyembelih,
sebagian lain mengatakan sunah. Namun, yang benar
adalah wajib, sebab Allah Ta’ala berfirman:
“Maka makanlah dari (sembelihan binatang-
binatang halal) Yang disebut nama Allah ketika
menyembelihnya, jika betul kamu beriman kepada
ayat-ayatNya.” (QS. Al An’am (6): 118)
Ayat ini mengaitkan antara keimanan dengan
menyebut nama Allah Ta’ala ketika menyembelih,
maka tidak syak (ragu) lagi atas wajibnya hal tersebut.
Dari Ibnu Umar, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam juga
bersabda:
ْ
َ
‫ال‬َ‫و‬ْْ
ُ ُ
‫آلك‬ْْ
َ
‫ال‬ِ‫إ‬ْ‫ا‬َ‫م‬َْْ‫ِر‬‫ك‬
ُ
‫ذ‬ُْْ‫م‬‫ح‬‫اس‬ِْْ
َ
‫اّلل‬ِْْ‫ه‬‫ح‬‫ي‬
َ
‫ل‬
َ
‫ع‬
“Aku tidaklah makan makanan yang tidak disebut
nama Allah atasnya (ketika menyembelihnya,
pen).”
ْ‫ح‬‫ن‬
َ
‫ع‬ْْ‫س‬
َ
‫ن‬
َ
‫أ‬ْْ
َ
‫ال‬
َ
‫ق‬ْْ
َ
‫ح‬
َ
‫ض‬ُّْْ
ِ‫ب‬َ‫انل‬ْْ
َ
‫ّل‬ َ‫ص‬ُْْ َ
‫اّلل‬ِْْ‫ه‬‫ح‬‫ي‬
َ
‫ل‬
َ
‫ع‬َْْ‫م‬
َ
‫ل‬َ‫س‬َ‫و‬ْ
ِْ
‫ح‬
‫ي‬
َ
‫ش‬‫ح‬‫ب‬
َ
‫ك‬ِ‫ب‬ِْْ
‫ح‬
‫ي‬َ‫ح‬
َ
‫ل‬‫ح‬‫م‬
َ
‫أ‬ِْْ
‫ح‬
‫ي‬
َ
‫ن‬َ‫ر‬
‫ح‬
‫ق‬
َ
‫أ‬ْ‫ا‬َ‫م‬ُ‫ه‬َ َ
‫َب‬
َ
‫ذ‬ِْْ‫ه‬ِ‫د‬َ‫ي‬ِ‫ب‬ْْ َ‫ّم‬َ‫س‬َ‫و‬ْ
َْ َ‫ّب‬
َ
‫ك‬َ‫و‬َْْ‫ع‬
َ
‫ض‬َ‫و‬َ‫و‬ُْْ‫ه‬
َ
‫ل‬‫ح‬‫ج‬ِ‫ر‬ْْ
َ َ
‫َع‬ْ‫ا‬َ‫م‬ِ‫ه‬ِ‫ح‬‫ا‬
َ
‫ف‬ ِ‫ص‬
“Dari Anas, dia berkata: “Nabi Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam berkurban dengan dua kambing Kibas
berwarna putih dan bertanduk, dan memotong
keduanya dengan tangannya sendiri, beliau
menyebut nama Allah dan bertakbir, dan
meletakkan kakinya di sisi Kibas tersebut (untuk
mencengkram, pen).”
Mendoakan Orang Yang Berkurban
Hal juga dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam ketika hendak menyembelih. Sebagimana
yang diriwayatkan dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha:
ْ
َ
‫ال‬
َ
‫ق‬ِْْ‫م‬‫ح‬‫اس‬ِ‫ب‬ِْْ
َ
‫اّلل‬َْْ‫م‬ُ‫ه‬
َ
‫الل‬ْْ
‫ح‬
‫ل‬َ‫ب‬
َ
‫ق‬
َ
‫ت‬ْْ‫ح‬‫ِن‬‫م‬ْْ‫د‬َ‫م‬
َ ُ
‫ُم‬ِْْ‫ل‬‫آ‬َ‫و‬ْْ‫د‬َ‫م‬
َ ُ
‫ُم‬ْ
ْ‫ح‬‫ِن‬‫م‬َ‫و‬ِْْ‫ة‬َ‫م‬
ُ
‫أ‬ْْ‫د‬َ‫م‬
َ ُ
‫ُم‬َْْ‫م‬
ُ
‫ث‬ْْ
َ
‫ح‬
َ
‫ض‬ِْْ‫ه‬ِ‫ب‬
‘Nabi mengucapkan: “Bismillahi Allahumma
taqabbal min Muhammadin wa Aali Muhammad
wa min ummati Muhamamdin (Dengan Nama
Allah, Ya Allah terimalah Kurban dari Muhammad,
dari keluarga Muhamamd dan umat
Muhammad),” lalu beliau pun menyembelih.”
VIII. Upah Untuk Penjagal (Penyembelih)
Tidak boleh memberikan upah dengan mengambil dari
daging kurban, sebab Daging kurban adalah harta yang
dipersembahkan dari dan untuk kaum muslimin, oleh
karena itu dia tidak boleh dijadikan sebagai alat
pembayaran atau dijual belikan, termasuk kulitnya,
demikian ijma’ (kesepakatan) para ulama. Namun,
penyembelih dibolehkan diberikan sedekah darinya,
dan tidak dinamakan upah. Sedangkan upahnya
diambil dari sumber dana yang lain.
Dalilnya adalah, dari Ali bin Abi Thalib Radhiallahu
‘Anhu:
ِْ‫ن‬َ‫ر‬َ‫م‬
َ
‫أ‬ْْ
ُ
‫ول‬ُ‫س‬َ‫ر‬ِْْ
َ
‫اّلل‬ْْ
َ
‫ّل‬ َ‫ص‬ُْْ َ
‫اّلل‬ِْْ‫ه‬‫ح‬‫ي‬
َ
‫ل‬
َ
‫ع‬َْْ‫س‬َ‫و‬َْ‫م‬
َ
‫ل‬ْْ
‫ح‬
‫ن‬
َ
‫أ‬َْْ‫وم‬
ُ
‫ق‬
َ
‫أ‬ْ
ْ
َ َ
‫َع‬ِْْ‫ه‬ِ‫ن‬‫ح‬‫د‬ُ‫ب‬ْْ
‫ح‬
‫ن‬
َ
‫أ‬َ‫و‬ْْ
َ
‫ق‬َ‫د‬ َ‫ص‬
َ
‫ت‬
َ
‫أ‬ْ‫ا‬َ‫ه‬ِ‫م‬‫ح‬‫ح‬
َ
‫ل‬ِ‫ب‬ْ‫ا‬
َ
‫ِه‬‫د‬‫و‬
ُ
‫ل‬ُ‫ج‬َ‫و‬ْ
‫ا‬َ‫ه‬ِ‫ت‬
َ
‫ل‬ِ‫ج‬
َ
‫أ‬َ‫و‬ْْ
‫ح‬
‫ن‬
َ
‫أ‬َ‫و‬ْْ
َ
‫ال‬َْْ‫ي‬ِ‫ط‬
‫ح‬
‫ع‬
ُ
‫أ‬َْْ‫ار‬َ‫ز‬َ‫ح‬
‫اْل‬ْ‫ا‬َ‫ه‬
‫ح‬
‫ِن‬‫م‬ْْ
َ
‫ال‬
َ
‫ق‬ُْْ‫ن‬
‫ح‬ َ
‫ْن‬ْ
ِْ‫ه‬‫ي‬ِ‫ط‬‫ح‬‫ع‬
ُ
‫ن‬ْْ‫ح‬‫ِن‬‫م‬ْ‫ا‬
َ
‫ن‬ِ‫د‬
‫ح‬
‫ِن‬‫ع‬
“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
memerintahkan aku untuk mengurusi
penyembelihan unta-untanya dan
mensedekahkan daging, kulit, dan bagian
punuknya, dan saya diamanahkan agar tidak
memberikan si tukang potong dari hasil potongan
itu (sebagai upah).” Ali berkata: “Kami
memberikannya dari kantong kami sendiri.”
Berkata Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah tentang
hadits tersebut:
‫وأنه‬ْ‫ال‬ْ‫جيوز‬ْ‫أن‬ْ‫يعطي‬ْ‫اْلزار‬ْ‫منه‬ْ،‫شيئا‬ْ‫َع‬ْ
‫معىن‬ْ،‫االجرة‬ْ‫ولكن‬ْ‫يعطي‬ْ‫أجرة‬ْ،‫عمله‬ْ
‫بديلل‬ْ‫قول‬:ْ"ْ‫نعطيه‬ْ‫من‬ْ‫عندنا‬ْ."ْ‫وروي‬ْ‫عن‬ْ
‫اْلسن‬ْ‫أنه‬ْ‫قال‬ْ‫ال‬ْ‫بأس‬ْ‫أن‬ْ‫يعطي‬ْ‫اْلازر‬ْ‫اْلدل‬ .
“Bahwa tidak diperbolehkan memberikan tukang
potong dari hasil potongannya sedikit pun,
maksudnya adalah tidak boleh memberikan upah
(dari daging potongan), tetapi dia boleh diberikan
upah atas kerjanya itu, dalilnya adalah: “Kami
memberikannya dari kantong kami sendiri.”
Diriwayatkan oleh Al Hasan bahwa dia berkata:
“Tidak mengapa memberikan kulit untuk tukang
potongnya.”
Jadi, ada beberapa pelajaran dari hadits tersebut.
Pertama, tukang potong tidak diupah dengan daging
hewan kurban, namun boleh diberikan daging tersebut
untuknya asalkan atas nama sedekah, bukan upah,
sebab daging kurban adalah hak seluruh kaum
muslimin, termasuk si pemotong. Kedua, tukang
potong boleh diupah melalui sumber dana lain. Ketiga,
dibolehkannya pengurusan hewan kurban
diamanahkan kepada orang lain. (istilah sekarang:
Panitia Qurban). Keempat, semua daging dan kulitnya
adalah dibagi-bagikan (disedekahkan), bukan dijual.
Tertulis dalam Ta’sisul Ahkam:
‫اتلصدق‬ْ‫جبميع‬ْ‫الهدي‬ْ‫ولك‬ْ‫ما‬ْ‫يتصل‬ْ‫به‬
Bersedekah itu adalah dengan semua qurban dan
semua hal yang terkait dengannya.
Imam Al ‘Aini mengatakan:
‫وفيه‬ْ‫من‬ْ‫استدل‬ْ‫به‬ْ‫َع‬ْ‫منع‬ْ‫بيع‬ْ‫اْلدل‬ْ‫قال‬ْ
‫القرطب‬ْ‫وفيه‬ْ‫ديلل‬ْ‫َع‬ْ‫أن‬ْ‫جلود‬ْ‫الهدي‬ْ
‫وجللها‬ْ‫ال‬ْ‫تباع‬ْ‫لعطفها‬ْ‫َع‬ْ‫اللحم‬ْ‫وإعطائها‬ْ
‫حكمه‬ْ‫وقد‬ْ‫اتفقوا‬ْ‫َع‬ْ‫أن‬ْ‫ْلمها‬ْ‫ال‬ْ‫يباع‬ْ
‫فكذلك‬ْ‫اْللود‬ْ‫واْللل‬
Dalam hadits ini terdapat dalil bagi pihak yang
mengatakan terlarangnya menjual kulit. Berkata Al
Qurthubi: “Pada hadits ini terdapat dalil bahwa kulit
hewan qurban dan Jilal (daging punuk Unta) tidaklah
dijual belikan, karena hukum menyedekahkannya itu
satu kesatuan dengan daging. Mereka (para ulama)
sepakat bahwa daging tidak boleh dijual, begitu juga
kulitnya.”
Syaikh Abdullah Al Faqih mengatakan:
‫فل‬ْ‫جيوز‬ْ‫لكم‬ْ‫إعطاء‬ْ‫اْلدل‬ْ‫كأجرة‬ْ،‫للجزار‬ْ
‫كما‬ْ‫ال‬ْ‫جيوز‬ْ‫بيع‬ْ‫يشء‬ْ‫من‬ْ‫األضحية‬ْ‫بما‬ْ‫يف‬ْ
‫ذلك‬ْ‫اْلدل‬ْ‫ل‬ْ‫أو‬ْ‫لغريه‬
Maka, tidak boleh bagimu memberikan kulit sebagai
upah bagi penjagal, sebagaimana tidak boleh menjual
bagian apa pun dari hewan qurban, seperti kulit atau
lainnya.
Ada pula yang membolehkan, yakni Al Auza’i, Ishaq,
Ahmad, Abu Tsaur, dan segolongan Syafi’iyah. Abu
Tsaur beralasan karena semua ulama sepakat bahwa
kulit boleh dimanfaatkan, maka menjual kulit
termasuk makna “memanfaatkan.”
Menurut mayoritas ulama adalah tidak boleh. Berkata
Imam Ash Shan’ani Rahimahullah:
‫واختلفوا‬ْ‫يف‬ْ‫ج‬‫دلها‬ْ‫وشعرها‬ْ‫مما‬ْ‫ينتفع‬ْ‫به‬ْ‫فقال‬ْ
‫اْلمهور‬ْ‫ال‬ْ‫جيوز‬ْ‫وقال‬ْ‫أبو‬ْ‫حنيفة‬ْ‫جيوز‬ْ‫بيعه‬ْ
‫بغري‬ْ‫ادلنانري‬ْ‫وادلراهم‬ْ‫يعىن‬ْ‫بالعروض‬
Para ulama berbeda pendapat tentang menjual
kulit dan bulunya, yang termasuk bisa
dimanfaatkan. Mayoritas ulama mengatakan tidak
boleh, Abu Hanifah berpendapat boleh
menjualnya dengan bukan dinar dan dirham, yakni
dengan ’uruudh (barang berharga selain emas).
Imam An Nawawi menjelaskan:
‫ومذهبنا‬ْ‫أنه‬ْ‫ال‬ْ‫جيوز‬ْ‫بيع‬ْ‫جدل‬ْ‫الهدى‬ْ‫وال‬ْ
‫األضحية‬ْ‫وال‬ْ‫يشء‬ْ‫من‬ْ‫أجزائهما‬
Pendapat madzhab kami adalah tidak boleh
menjual kulit hewan qurban, tidak pula boleh
dijual sedikit pun bagian-bagiannya.
Beliau juga mengatakan:
‫وحىك‬ْ‫بن‬ْ‫المنذر‬ْ‫عن‬ْ‫بن‬ْ‫عمر‬ْ‫وأمحد‬ْ‫واسحق‬ْ
‫أنه‬ْ‫ال‬ْ‫بأس‬ْ‫ببيع‬ْ‫جدل‬ْ‫هديه‬ْ‫ويتصدق‬ْ‫بثمنه‬ْ
‫قال‬ْ‫ورخص‬ْ‫يف‬ْ‫بيعه‬ْ‫أبو‬ْ‫ثور‬
Ibnul Mundzir menceritakan bahwa Ibnu Umar, Ahmad,
dan Ishaq menyatakan bahwa boleh menjual kulit
hewan qurban, dan mensedekahkan uangnya.
Katanya: Abu Tsaur memberikan keringanan dalam
menjual kulit.
Lalu, Imam An Nawawi juga menceritakan bahwa Al
Auza’i dan An Nakha’i membolehkan menjual kulit
dengan ayakan, timbangan, dan semisalnya. Al Hasan
Al Bashri membolehkan kulit diberikan untuk penjagal.
Lalu semua pendapat ini dikomentari Imam An Nawawi,
katanya:
‫وهذا‬ْ‫منابذ‬ْ‫للسنة‬ْ‫واّلل‬ْ‫أعلم‬
Semua ini berlawanan dengan sunah. Wallahu
A’lam.
Demkianlah adanya perbedaan pendapat dalam hal
menjual kulit. Namun, yang shahih –wallahu a’lam-
adalah tidak boleh menjualnya sesuai zahir hadits
tersebut, dan apa yang dikatakan oleh Imam An
Nawawi, bahwa menjualnya adalah: “Berlawanan
dengan sunah.”
IX. Cara Pembagian Daging Kurban
Pemilik hewan kurban berhak mendapatkannya dan
memakannya. Hal ini berdasarkan perintah dari Allah
Ta’ala sendiri:
‫وا‬
ُ ُ
‫ُك‬
َ
‫ف‬ْ‫ا‬َ‫ه‬
‫ح‬
‫ِن‬‫م‬ْ‫وا‬ُ‫م‬ِ‫ع‬ ‫ح‬‫ط‬
َ
‫أ‬َ‫و‬ْْ َ‫س‬ِ‫ائ‬َ ‫ح‬
‫اْل‬َْْ‫ري‬ِ‫ق‬
َ
‫ف‬
‫ح‬
‫ال‬
“.. Maka makanlah sebahagian daripadanya dan
(sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan
orang-orang yang sengsara dan fakir.” (QS. Al Hajj
(22): 28)
Ayat ini menunjukkan bahwa pemilik hewan kurban
berhak memakannya, lalu dibagikan untuk orang
sengsara dan faqir, mereka adalah pihak yang lebih
utama untuk mendapatkannya. Selain mereka pun
boleh mendapatkannya, walau bukan prioritas.
Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah memaparkan cara
pembagian sebagai berikut:
‫للمهدي‬ْ‫أن‬ْ‫يأكل‬ْ‫من‬ْ‫هديه‬ْ‫الذي‬ْ‫يباح‬ْ‫له‬ْ‫الكل‬ْ‫منه‬ْ‫أي‬ْ‫مقدار‬ْ‫يشاء‬ْ‫أن‬ْ،‫يأكله‬ْ‫بَل‬ْ
،‫تحديد‬ْ‫وله‬ْ‫كذلك‬ْ‫أن‬ْ‫يهدي‬ْ‫أو‬ْ‫يتصدق‬ْ‫بما‬ْ‫يراه‬ْ.‫وقيل‬ْ:‫يأكل‬ْ،‫النصف‬ْ‫ويتصدق‬ْ
‫بالنصف‬ْ.‫وقيل‬ْ:‫يقسمه‬ْ،‫أثَلثا‬ْ‫فيأكل‬ْ،‫الثلث‬ْ‫ويهدي‬ْ،‫الثلث‬ْ‫ويتصدق‬ْ‫بالثلث‬ .
“Si pemiliki hewan kurban dibolehkan makan
bagian yang dibolehkan baginya sesuai
keinginannya tanpa batas. DIa pun boleh
menghadiahkan atau mensedekahkan sesuka
hatinya. Ada pula yang mengatakan dia boleh
memakannya setengah dan mensedekahkan
setengah.
Dan dikatakan: dibagi tiga bagian, untuknya
adalah sepertiga, dihadiahkan sepertiga, dan
disedekahkan sepertiga.”
X. Bolehkah Berqurban Untuk Orang Yang Sudah
Wafat?
Imam Al Bahuti mengatakan:
َْ‫ل‬‫ا‬َ‫ق‬ُْْ‫د‬َ‫م‬‫ح‬َ‫أ‬ْْ:ُْ‫ت‬ِ‫ي‬َ‫م‬‫ال‬ُْْ‫ل‬ ِ‫ص‬َ‫ي‬ِْْ‫ه‬‫ي‬َ‫ل‬‫إ‬ْْ‫ل‬ُ‫ك‬ْْ‫ء‬‫َي‬‫ش‬ْْ‫ن‬ِ‫م‬ِْْ‫ر‬‫َي‬‫خ‬‫ال‬ْْ‫مِن‬ْْ‫ة‬َ‫ق‬َ‫د‬َ‫ص‬ْْ‫و‬َ‫أ‬ْْ‫ة‬ َ‫َل‬َ‫ص‬ْْ‫و‬َ‫أ‬ِْْ‫ه‬ ِ‫ر‬‫َي‬‫غ‬ْ
ِْ‫ار‬َ‫ب‬‫خ‬َ‫ِْل‬‫ل‬ .
Imam Ahmad berkata: bahwa semua bentuk amal
shalih dapat sampai kepada mayit baik berupa
doa, sedekah, dan amal shalih lainnya, karena
adanya riwayat tentang itu.
Imam Ibnu Taimiyah Rahimahullah mengatakan:
ُْ‫د‬‫م‬َ‫ح‬‫ال‬ِْْ ِ‫ّلل‬ِْْ‫ب‬َ‫ر‬َْْ‫ين‬ِ‫م‬َ‫ل‬‫ا‬َ‫ع‬‫ال‬ْْ.َْ‫س‬‫ي‬َ‫ل‬ْ‫ِي‬‫ف‬ِْْ‫ة‬َ‫ي‬‫اْل‬َْْ‫ل‬ َ‫و‬ْ‫ِي‬‫ف‬ِْْ‫ث‬‫ِي‬‫د‬َ‫ح‬‫ال‬ْْ‫ن‬َ‫أ‬َْْ‫ت‬ِ‫ي‬َ‫م‬‫ال‬َْْ‫ل‬ُْْ‫ع‬ِ‫ف‬َ‫ت‬‫ن‬َ‫ي‬ِْْ‫اء‬َ‫ع‬ُ‫د‬ِ‫ب‬ْ
ِْ‫ق‬‫َل‬‫خ‬‫ال‬ُْْ‫ه‬َ‫ل‬ْ‫ا‬َ‫م‬ِ‫ب‬ َ‫و‬ُْْ‫ل‬َ‫م‬‫ُع‬‫ي‬ُْْ‫ه‬‫ن‬َ‫ع‬ْْ‫مِن‬ِْْ‫ر‬ِ‫ب‬‫ال‬ْْ‫ل‬َ‫ب‬ُْْ‫ة‬‫ِم‬‫ئ‬َ‫أ‬ِْْ‫م‬ َ‫َل‬‫س‬ِ‫اْل‬َْْ‫ون‬ُ‫ق‬ِ‫ف‬‫ت‬ُ‫م‬ْ‫ى‬َ‫ل‬َ‫ع‬ِْْ‫َاع‬‫ف‬ِ‫ت‬‫ان‬ِْْ‫ت‬ِ‫ي‬َ‫م‬‫ال‬َْْ‫ِك‬‫ل‬َ‫ذ‬ِ‫ب‬ْ
‫ا‬َ‫ذ‬َ‫ه‬ َ‫و‬ْ‫ا‬‫م‬ِ‫م‬ُْْ‫ي‬ُْ‫م‬َ‫ل‬‫ع‬ِْْ‫ار‬ َ‫ر‬ِ‫ط‬‫ض‬ ِ‫ال‬ِ‫ب‬ْْ‫ن‬ِ‫م‬ِْْ‫ِين‬‫د‬ِْْ‫م‬ َ‫َل‬‫س‬ِ‫اْل‬ْْ‫د‬َ‫ق‬ َ‫و‬ْْ‫ل‬َ‫د‬ِْْ‫ه‬‫ي‬َ‫ل‬َ‫ع‬ُْْ‫َاب‬‫ت‬ِ‫ك‬‫ال‬ُْْ‫ة‬‫ن‬‫الس‬ َ‫و‬ُْْ‫ع‬‫ا‬َ‫م‬‫ج‬ِ‫اْل‬ َ‫و‬ْ
ْ‫ن‬َ‫م‬َ‫ف‬َْْ‫ف‬َ‫ل‬‫َا‬‫خ‬َْْ‫ِك‬‫ل‬َ‫ذ‬َْْ‫َان‬‫ك‬ْْ‫ن‬ِ‫م‬ِْْ‫ل‬‫ه‬َ‫أ‬ِْْ‫ع‬َ‫د‬ِ‫ب‬‫ال‬ .
“Segala puji bagi Allah. Tidak ada dalam ayat, dan
tidak pula dalam hadits, yang mengatakan bahwa
‘Tidak Bermanfaat’ doa seorang hamba bagi
mayit, dan juga amal perbuatan yang
diperuntukkannya berupa amal kebaikan, bahkan
para imam Islam sepakat hal itu bermanfaat bagi
mayit, hal ini sudah ketahui secara pasti dalam
agama Islam, hal itu telah ditunjukkan oleh Al
Quran, As Sunnah, dan ijma’. Barang siapa yang
menyelesihinya, maka dia adalah ahli bid’ah.”
Beliau juga berkata:
ْ
ُ
‫ة‬َ‫م‬ِ‫ئ‬
َ ‫ح‬
‫األ‬َ‫و‬ْ‫وا‬
ُ
‫ق‬
َ
‫ف‬
َ
‫ات‬ْْ
َ َ
‫َع‬ْْ
َ
‫ن‬
َ
‫أ‬ْْ
َ
‫ة‬
َ
‫ق‬َ‫د‬ َ‫الص‬ْْ
ُ
‫ل‬ ِ‫ص‬
َ
‫ت‬ْْ
َ
‫إل‬ِْْ‫ت‬ِ‫ي‬َ‫م‬
‫ح‬
‫ال‬ْ
ْ
َ
‫ِك‬‫ل‬
َ
‫ذ‬
َ
‫ك‬َ‫و‬ُْْ‫ات‬
َ
‫اد‬َ‫ب‬ِ‫ع‬
‫ح‬
‫ال‬ْْ
ُ
‫ة‬َ ِ‫ايل‬َ‫م‬
‫ح‬
‫ال‬ْ:ِْْ‫ق‬
‫ح‬
‫ت‬ِ‫ع‬
‫ح‬
‫ل‬
َ
‫َك‬
“Para imam telah sepakat bahwa sedekah akan
sampai kepada mayit, demikian juga ibadah
maaliyah (harta), seperti membebaskan budak.”
Dan, qurban termasuk ibadah maaliyah.
Imam Ibnu Qudamah Rahimahullah mengatakan:
َْ‫ي‬
َ
‫أ‬ْْ‫ة‬َ‫ب‬‫ح‬‫ر‬
ُ
‫ق‬ْ‫ا‬َ‫ه‬
َ
‫ل‬َ‫ع‬
َ
‫ف‬ْْ
ُ
‫ان‬ َ‫س‬
‫ح‬
‫ِن‬ُ
‫ح‬
‫اإل‬ْ‫ل‬َ‫ع‬َ‫ج‬َ‫و‬ْ‫ا‬َ‫ه‬َ‫اب‬َ‫و‬
َ
‫ث‬ِْْ‫ت‬ِ‫ي‬َ‫م‬
‫ح‬
‫ِل‬‫ل‬ْ
ِْ‫م‬ِ‫ل‬ ‫ح‬‫س‬ُ‫م‬
‫ح‬
‫ال‬ُْْ‫ه‬َ‫ع‬
َ
‫ف‬
َ
‫ن‬ْْ
َ
‫ِك‬‫ل‬
َ
‫ذ‬ْْ
‫ح‬
‫ن‬ِ‫إ‬َْْ‫اء‬
َ
‫ش‬ُْْ َ
‫اّلل‬ْْ
َ
‫ال‬َ‫ع‬
َ
‫ت‬ْ:ِْْ‫ء‬ َ‫اع‬ُّ‫دل‬
َ
‫َك‬ْ
ِْ‫ار‬
َ
‫ف‬
‫ح‬
‫غ‬ِ‫ت‬‫ح‬‫س‬ِ‫ال‬‫ا‬َ‫و‬ْ،ِْْ‫ة‬
َ
‫ق‬َ‫د‬ َ‫الص‬َ‫و‬ِْْ‫ات‬َ‫ب‬ِ‫ج‬‫ا‬َ‫و‬
‫ح‬
‫ال‬َ‫و‬ْْ ِ‫ّت‬
َ
‫ال‬ْ
ْ
َ
‫ت‬‫ا‬َ‫ه‬
ُ
‫ل‬
ُ
‫خ‬‫ح‬‫د‬ْْ
ُ
‫ة‬َ‫اب‬َ‫ِي‬‫انل‬
“Amal apa pun demi mendekatkan diri kepada
Allah yang dilakukan oleh manusia dan
menjadikan pahalanya untuk mayit seorang
muslim, maka hal itu membawa manfaat bagi
mayit itu, Insya Allah, seperti: doa, istighfar,
sedekah, dan berbagai kewajiban yang bisa
diwakilkan.”
XI. Kelompok yang membolehkan berdalil:
1. Diqiyaskan dengan amalan orang hidup yang
sampai kepada orang yang sudah wafat, seperti
doa, sedekah, dan haji.
2. Ibadah maaliyah (harta) bisa diniatkan untuk
orang yang sudah wafat seperti sedekah, dan
berqurban jelas-jelas ibadah maaliyah.
3. Hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
mengisyaratkan bahwa qurban untuk orang
yang sudah wafat adalah boleh dan pahalanya
sampai, Insya Allah.
Dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha:
َْ‫ل‬‫ا‬َ‫ق‬ِْْ‫م‬‫اس‬ِ‫ب‬ِْْ‫اّلل‬ْْ‫م‬ُ‫ه‬‫الل‬ْْ‫ل‬‫ب‬َ‫ق‬َ‫ت‬ْْ‫ن‬ِ‫م‬ْْ‫د‬‫م‬َ‫ح‬ُ‫م‬ِْْ‫ل‬‫آ‬ َ‫و‬ْْ‫د‬‫م‬َ‫ح‬ُ‫م‬ْْ‫ن‬ِ‫م‬ َ‫و‬ِْْ‫ة‬‫م‬ُ‫أ‬ْْ‫د‬‫م‬َ‫ح‬ُ‫م‬ْْ‫م‬ُ‫ث‬ْ‫ى‬‫ح‬َ‫ض‬ِْْ‫ه‬ِ‫ب‬
‘Nabi mengucapkan: “Bismillahi Allahumma
taqabbal min Muhammadin wa min ummati
Muhamamdin (Dengan Nama Allah, Ya Allah
terimalah Kurban dari Muhammad dan umat
Muhammad),” lalu beliau pun menyembelih.”
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mendoakan agar
qurban dari Beliau, dan umatnya diterima Allah Ta’ala.
Hadits ini menyebut “umat Muhammad” secara umum,
tidak dikhususkan untuk yang masih hidup saja.
Sebab, “umat Muhammad” ada yang masih hidup dan
yang sudah wafat.
Sebenarnya, telah terjadi perbedaan pandangan para
ulama tentang berqurban untuk orang yang sudah
wafat. Berikut ini rinciannya:
ِْ‫إ‬‫ا‬َ‫ذ‬ْ‫ى‬َ‫ص‬‫و‬َ‫أ‬ُْْ‫ت‬ِ‫ي‬َ‫م‬‫ال‬ِْْ‫ة‬َ‫ي‬ ِ‫ح‬‫ض‬‫الت‬ِ‫ب‬ُْْ‫ه‬‫ن‬َ‫ع‬ْ،ْْ‫و‬َ‫أ‬َْْ‫ف‬َ‫ق‬ َ‫و‬ْ‫ا‬ً‫ف‬‫ق‬ َ‫و‬َْْ‫ِك‬‫ل‬َ‫ذ‬ِ‫ل‬َْْ‫از‬َ‫ج‬ِْْ‫ق‬‫َا‬‫ف‬ِ‫ِت‬‫ل‬‫ا‬ِ‫ب‬ْْ.ْ‫ن‬ِ‫إ‬َ‫ف‬ْْ‫َت‬‫ن‬‫َا‬‫ك‬ْ
ًْ‫ة‬َ‫ب‬ ِ‫اج‬ َ‫و‬ِْْ‫ر‬‫ذ‬‫الن‬ِ‫ب‬ِْْ‫ه‬ ِ‫ر‬‫َي‬‫غ‬ َ‫و‬َْْ‫ب‬َ‫ج‬ َ‫و‬ْ‫ى‬َ‫ل‬َ‫ع‬ِْْ‫ث‬ ِ‫ار‬ َ‫و‬‫ال‬ُْْ‫ذ‬‫َا‬‫ف‬‫ن‬ِ‫إ‬َْْ‫ِك‬‫ل‬َ‫ذ‬ْْ.‫ا‬‫م‬َ‫أ‬ْ‫ا‬َ‫ذ‬ِ‫إ‬ْْ‫م‬َ‫ل‬ِْْ‫ُوص‬‫ي‬ْ‫ا‬َ‫ه‬ِ‫ب‬َْْ‫د‬‫ا‬ َ‫ر‬َ‫أ‬َ‫ف‬ْ
ُْ‫ث‬ ِ‫ار‬ َ‫و‬‫ال‬ْْ‫و‬َ‫أ‬ُْْ‫ه‬ُ‫ر‬‫َي‬‫غ‬ْْ‫ن‬َ‫أ‬َْْ‫ي‬ ِ‫ح‬َ‫ض‬ُ‫ي‬ُْْ‫ه‬‫ن‬َ‫ع‬ْْ‫ن‬ِ‫م‬ْ‫ال‬َ‫م‬ِْْ‫ه‬ِ‫س‬‫َف‬‫ن‬ْ،َْْ‫َب‬‫ه‬َ‫ذ‬َ‫ف‬ُْْ‫ة‬‫ِي‬‫ف‬َ‫ن‬َ‫ح‬‫ال‬ُْْ‫ة‬‫ِي‬‫ك‬ِ‫ل‬‫ا‬َ‫م‬‫ال‬ َ‫و‬ُْْ‫ة‬َ‫ل‬ِ‫ب‬‫َا‬‫ن‬َ‫ح‬‫ال‬ َ‫و‬ْ
‫ى‬َ‫ل‬ِ‫إ‬ِْْ‫از‬ َ‫و‬َ‫ج‬ِْْ‫ة‬َ‫ي‬ ِ‫ح‬‫ض‬‫الت‬ُْْ‫ه‬‫ن‬َ‫ع‬ْ،ْْ‫ل‬ِ‫إ‬ْْ‫ن‬َ‫أ‬َْْ‫ة‬‫ِي‬‫ك‬ِ‫ل‬‫ا‬َ‫م‬‫ال‬ْ‫وا‬ُ‫از‬َ‫ج‬َ‫أ‬َْْ‫ِك‬‫ل‬َ‫ذ‬َْْ‫ع‬َ‫م‬ِْْ‫ة‬َ‫ه‬‫ا‬ َ‫َر‬‫ك‬‫ال‬ْْ.‫ا‬َ‫م‬‫ن‬ِ‫إ‬ َ‫و‬ُْْ‫ه‬‫و‬ُ‫از‬َ‫ج‬َ‫أ‬ْ
ْ‫ن‬ ََِ‫ِل‬َْْ‫ت‬‫و‬َ‫م‬‫ال‬َْْ‫ل‬ُْْ‫ع‬َ‫ن‬‫م‬َ‫ي‬َْْ‫ب‬‫ر‬َ‫ق‬‫الت‬ِْْ‫ن‬َ‫ع‬ِْْ‫ت‬ِ‫ي‬َ‫م‬‫ال‬ْ‫ا‬َ‫م‬َ‫ك‬ْ‫ِي‬‫ف‬ِْْ‫ة‬َ‫ق‬َ‫د‬‫الص‬ِْْ‫ج‬َ‫ح‬‫ال‬ َ‫و‬ .
ْ‫د‬َ‫ق‬ َ‫و‬ْْ‫ح‬َ‫ص‬ْْ‫ن‬َ‫أ‬ْ‫ول‬ُ‫س‬َ‫ر‬ِْْ‫اّلل‬ْ‫ى‬‫ل‬َ‫ص‬ُْْ‫اّلل‬ِْْ‫ه‬‫ي‬َ‫ل‬َ‫ع‬َْْ‫م‬‫ل‬َ‫س‬ َ‫و‬ْ‫ى‬‫ح‬َ‫ض‬ِْْ‫ن‬‫َي‬‫ش‬‫َب‬‫ك‬ِ‫ب‬ْ‫ا‬َ‫م‬ُ‫ه‬ُ‫د‬َ‫ح‬َ‫أ‬ْْ‫ن‬َ‫ع‬ِْْ‫ه‬ِ‫س‬‫َف‬‫ن‬ْ،ْ
ُْ‫َر‬‫خ‬‫اْل‬ َ‫و‬ْْ‫ن‬‫م‬َ‫ع‬ْْ‫م‬َ‫ل‬ِْْ‫ح‬َ‫ض‬ُ‫ي‬ْْ‫ن‬ِ‫م‬ِْْ‫ه‬ِ‫ت‬‫م‬ُ‫أ‬ْْْ.‫ى‬َ‫ل‬َ‫ع‬ َ‫و‬ْ‫ا‬َ‫ذ‬َ‫ه‬ِْْ‫و‬َ‫ل‬َْْ‫ك‬َ‫َر‬‫ت‬‫اش‬ْْ‫ة‬َ‫ع‬‫ب‬َ‫س‬ْ‫ِي‬‫ف‬ْْ‫َة‬‫ن‬َ‫د‬َ‫ب‬َْْ‫ات‬َ‫م‬َ‫ف‬ْْ‫ُم‬‫ه‬ُ‫د‬َ‫ح‬َ‫أ‬ْ
‫ل‬‫ب‬َ‫ق‬ِْْ‫ح‬‫ب‬‫الذ‬ْ،ْ‫ال‬َ‫ق‬َ‫ف‬ُْْ‫ه‬ُ‫ت‬َ‫ث‬َ‫ر‬ َ‫و‬ْ-ْ‫وا‬ُ‫ن‬‫َا‬‫ك‬ َ‫و‬َْْ‫ِين‬‫غ‬ِ‫ل‬‫ا‬َ‫ب‬ْ-ْ‫وا‬ُ‫ح‬َ‫ب‬‫اذ‬ُْْ‫ه‬‫ن‬َ‫ع‬ْ،َْْ‫از‬َ‫ج‬َْْ‫ِك‬‫ل‬َ‫ذ‬ْْ.َْ‫َب‬‫ه‬َ‫ذ‬ َ‫و‬ُْْ‫ة‬‫ِي‬‫ع‬ِ‫ف‬‫ا‬‫الش‬ْ
‫ى‬َ‫ل‬ِ‫إ‬ْْ‫ن‬َ‫أ‬َْْ‫ح‬‫ب‬‫الذ‬ِْْ‫ن‬َ‫ع‬ِْْ‫ت‬ِ‫ي‬َ‫م‬‫ال‬َْْ‫ل‬ُْْ‫وز‬ُ‫ج‬َ‫ي‬ِْْ‫ر‬‫َي‬‫غ‬ِ‫ب‬ْْ‫ة‬‫ي‬ ِ‫ص‬ َ‫و‬ْْ‫و‬َ‫أ‬ْْ‫ف‬‫ق‬ َ‫و‬ .
Jika seseorang berwasiat untuk berkurban atau
berwaqaf untuk itu, maka dibolehkan berkurban
baginya menurut kesepakatan ulama. Jika dia
memiliki kewajiban karena nazar atau selainnya,
maka ahli warisnya wajib melaksanakannya. Ada
pun jika dia tidak berwasiat, dan ahli waris dan
selainnya nya hendak berkurban untuknya dari
hartanya sendiri, maka menurut Hanafiyah,
Malikiyah, dan Hanabilah, membolehkan
berkurban untuknya, hanya saja Malikiyah
membolehkan dengan kemakruhan. Mereka
membolehkan karena kematian tidaklah
membuat mayit terhalang mendekatkan diri
kepada Allah Ta’ala sebagaimana sedekah dan
haji.
Telah shahih bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
berkurban dengan dua kambing kibas, satu untuk
dirinya dan satu untuk umatnya yang belum berkurban.
Atas dasar ini, seandainya tujuh orang berpartisipasi
dalam kurban Unta, lalu salah seorang ada yang wafat
sebelum penyembelihan. Lalu ahli warisnya
mengatakan –dan mereka sudah baligh- : sembelihlah
untuknya, maka itu boleh. Sedangkan kalangan
Syafi’iyah berpendapat tidak boleh berkurban untuk
mayit tanpa diwasiatkan dan waqaf.
XII. Perbedaan Antara Aqiqah dan Qurban
Telah terjadi kesimpangsiuran dan campur aduk antara
aqiqah dan qurban. Banyak umat Islam yang
menyamakan aqiqah dengan kurban, seperti yang
terjadi di beberapa daerah, bahkan –sayangnya- hal ini
dikuatkan oleh pandangan tokoh yang dinilai ahli
agama, sebagimana yang terjadi di TV Swasta ketika
acara tanya jawab yang cukup digemari. Sang Nara
sumber mengatakan –tanpa dalil- bolehnya aqiqah
dengan sapi, sebab sapi bisa untuk tujuh orang!
(adakah aqiqah untuk tujuh bayi !?)
Ada tiga perbedaan prinsip antara Aqiqah dan
Qurban.
Pertama, Jenis hewan yang di sembelih.
Qurban jelas-jelas membolehkan hewan ternak seperti
Unta, Sapi, Lembu, dan Kambing (dengan berbagai
jenisnya). Itulah yang disebut dengan An Na’am (hewan
ternak). Ini sudah kita bahas pada halaman awal.
Sedangkan Aqiqah, pendapat yang lebih kuat adalah
hanya menggunakan kambing sebagai hewan yang
disembelih.
Dalilnya adalah:
‫عن‬ْ‫ابن‬ْ‫أبى‬ْ‫مليكة‬ْ‫يقول‬ْ‫نفس‬ْ‫لعبد‬ْ‫الرحمن‬ْ‫بن‬ْ‫أبى‬ْ‫بكر‬ْ‫غَلم‬ْ‫فقيل‬ْ‫لعائشة‬ْ‫رضى‬ْ‫هللا‬ْ
‫عنها‬ْ‫يا‬ْ‫ام‬ْ‫المؤمنين‬ْ‫عقى‬ْ‫عليه‬ْ‫أو‬ْ‫قال‬ْ‫عنه‬ْ‫جزورا‬ْ‫فقالت‬ْ‫معاذ‬ْ‫هللا‬ْ‫ولكن‬ْ‫ما‬ْ‫قال‬ْ
‫رسول‬ْ‫هللا‬ْ‫صلى‬ْ‫هللا‬ْ‫عليه‬ْ‫وسلم‬ْ‫شاتان‬ْ‫مكافأتان‬
Dari Ibnu Abi Malikah ia berkata: Telah lahir
seorang bayi laki-laki untuk Abdurrahman bin Abi
Bakar, maka dikatakan kepada ‘Aisyah: “Wahai
Ummul Mu’minin, adakah aqiqah atas bayi itu
dengan seekor unta?”. Maka ‘Aisyah menjawab:
“Aku berlindung kepada Allah, tetapi seperti yang
dikatakan oleh Rasulullah, dua ekor kambing yang
sepadan.”
Ini adalah riwayat pengingkaran yang sangat tegas bagi
orang yang menggantikan Kambing dengan yang
lainnya, sampai-sampai ‘Aisyah mengucapkan
Ma’adzallah! (Aku berlindung kepada Allah).
Oleh karena itu, dengan tegas berkata Imam Ibnu
Hazm Rahimahullah:
‫ول‬ْ‫يجزئ‬ْ‫في‬ْ‫العقيقة‬ْ‫ال‬ْ‫ما‬ْ‫يقع‬ْ‫عليه‬ْ‫اسم‬ْ‫شاة‬ْ‫إما‬ْ‫من‬ْ‫الضأن‬ْ‫واما‬ْ‫من‬ْ‫الماعز‬ْ،‫فقط‬ْ
‫ول‬ْ‫يجزئ‬ْ‫في‬ْ‫ذلك‬ْ‫من‬ْ‫غير‬ْ‫ما‬ْ‫ذكرنا‬ْ‫ل‬ْ‫من‬ْ‫البل‬ْ‫ولمن‬ْ‫البقر‬ْ‫النسية‬ْ‫ولمن‬ْ‫غير‬ْ
‫ذلك‬
“Tidaklah cukup dalam aqiqah melainkan hanya
dengan apa-apa yang dinamakan dengan
kambing (syatun), baik itu jenis kambing benggala
atau kambing biasa, dan tidaklah cukup hal ini
dengan selain yang telah kami sebutkan, tidak
pula jenis unta, tidak pula sapi, dan tidak pula
lainnya.”
Telah ada kasus pada masa sahabat, di antara mereka
melaksanakan aqiqah dengan Unta, namun hal itu
langsung dingkari oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam. Imam Ibnul Mundzir menceritakan, bahwa
Anas bin Malik meng-aqiqahkan anaknya dengan Unta,
juga dilakukan oleh Abu Bakrah dia menyembelih Unta
untuk anaknya dan memberikan makan penduduk
Bashrah dengannya. Kemudian disebutkan dari Al
Hasan, dia berkata: bahwa Anas bin Malik meng –
aqiqahkan anaknya dengan Unta. Kemudian
disebutkan hadits, dari Yahya bin Yahya, mengabarkan
kepada kami Husyaim, dari ‘Uyainah bin Abdirrahman,
dari ayahnya, bahwa Abu Bakrah telah mendapatkan
anak laki-laki, bernama Abdurrahman, dia adalah
anaknya yang pertama di Bashrah, disembelihkan
untuknya Unta dan diberikan untuk penduduk Bashrah,
lalu sebagian mereka mengingkari hal itu, dan berkata:
”Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah
memerintahkan aqiqah dengan dua kambing untuk
bayi laki-laki, dan satu kambing untuk bayi perempuan,
dan tidak boleh dengan selain itu.”
Imam Ibnul Mundzir membolehkan aqiqah dengan
selain kambing, dengan alasan:
َْ‫ع‬َ‫م‬ِْْ‫م‬
َ
‫ل‬
ُ
‫غ‬
‫ح‬
‫ال‬ْْ‫ة‬
َ
‫يق‬ِ‫ق‬
َ
‫ع‬ْ‫وا‬
ُ
‫يق‬ِ‫ر‬
‫ح‬
‫ه‬
َ
‫أ‬
َ
‫ف‬ُْْ‫ه‬
‫ح‬
‫ن‬
َ
‫ع‬ْ‫ا‬ً‫م‬
َ
‫د‬ْ‫وا‬ ُ‫ِيط‬‫م‬
َ
‫أ‬َ‫و‬ْ
ُْ‫ه‬
‫ح‬
‫ن‬
َ
‫ع‬ْ‫ى‬
َ
‫ذ‬
َ ‫ح‬
‫األ‬
“Bersama bayi itu ada aqiqahnya, maka
sembelihlah hewan, dan hilangkanlah gangguan
darinya.”
Menurutnya, hadits ini tidak menyebutkan kambing,
tetapi hewan secara umum, jadi boleh saja dengan
selain kambing. Alasan Imam Ibnu Mundzir ini lemah,
sebab hadits ini masih global, dan telah ditafsirkan dan
dirinci oleh berbagai hadits lain yang menjelaskan
bahwa apa yang dimaksud hewan dalam hadits itu
adalah kambing. Menurut kaidahnya, tidak
dibenarkan mengamalkan dalil yang masih global, jika
sudah ada dalil lain yang memberikan perincian dan
penjelasannya. Istilahnya Hamlul Muthlaq ila Al
muqayyad (Dalil yang masih muthlaq/umum harus
dibatasi oleh dalil yang muqayyad/terbatas).
Hadits-hadits yang memberikan rincian tersebut
adalah (saya sebut dua saja)
Dari Ummu Kurzin Radhiallahu ‘Anha, katanya:
ْ
َ
‫ال‬
َ
‫ق‬ْْ
ُ
‫ول‬ُ‫س‬َ‫ر‬ِْْ
َ
‫اّلل‬ْْ
َ
‫ّل‬ َ‫ص‬ُْْ َ
‫اّلل‬ِْْ‫ه‬‫ح‬‫ي‬
َ
‫ل‬
َ
‫ع‬َْْ‫م‬
َ
‫ل‬َ‫س‬َ‫و‬ْْ‫ح‬‫ن‬
َ
‫ع‬ْ
ِْ‫م‬
َ
‫ل‬
ُ
‫غ‬
‫ح‬
‫ال‬ِْْ‫ان‬
َ
‫ات‬
َ
‫ش‬ِْْ‫ان‬
َ
‫ت‬
َ
‫أ‬
َ
‫ف‬
َ
‫َك‬ُ‫م‬ْْ‫ح‬‫ن‬
َ
‫ع‬َ‫و‬ِْْ‫ة‬َ‫ي‬ِ‫ار‬َ‫ح‬
‫اْل‬ْْ‫اة‬
َ
‫ش‬
“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
bersabda, bahwa untuk anak laki-laki adalah dua
kambing yang sepadan, dan bagi anak perempuan
adalah satu ekor kambing.”
Dari Aisyah Radhiallahu ‘Anha, katanya:
‫أمرنا‬ْ‫رسول‬ْ‫هللا‬ْ‫صلى‬ْ‫هللا‬ْ‫عليه‬ْ‫وسلم‬ْ‫أن‬ْ‫نعق‬ْ‫عن‬ْ‫الغَلم‬ْ،‫شاتين‬ْ‫وعن‬ْ‫الجارية‬ْ‫شاة‬
“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
memerintahkan kami untuk meng-aqiqahkan
anak laki dengan dua ekor kambing, dan anak
perempuan seekor kambing.”
Demikianlah hadits-hadits yang memberikan
perinciannya, yakni dengan kambing. Masih banyak
hadits lainnya, yang semuanya memerintahkan dengan
kambing, tak satu pun menyebut selain kambing,
justru yang ada adalah pengingkaran selain kambing.
Maka, jelaslah kelemahan pendapat yang mengatakan
bahwa aqiqah boleh diganti dengan Sapi atau Unta.
Wallahu A’lam.
Imam Ibnul Qayyim telah mengkoreksi kekeliruan Imam
Ibnul Mundzir dalam hal ini, menurutnya hadits yang
menyebutkan sembelihan dengan hewan adalah masih
umum, dan telah dirinci dengan riwayat hadits-hadits
yang menyebut penyembelihan itu harus dengan
kambing. Beliau mengatakan;
‫وقول‬ْ‫النبي‬ْ‫صلى‬ْ‫هللا‬ْ‫عليه‬ْ‫وسلم‬ْ‫عن‬ْ‫الغَلم‬ْ‫شاتان‬ْ‫وعن‬ْ‫الجارية‬ْ‫شاة‬ْ‫مفسر‬ْ‫والمفسر‬ْ
‫أولى‬ْ‫من‬ْ‫المجمل‬
“Dan sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,
‘untuk anak laki-laki dua kambing dan anak
perempuan satu kambing,’ merupakan perincinya,
dan rincian harus diutamakan dibanding yang
masih global (umum).”
Namun demikian, sebenarnya ini adalah masalah
khilafiyah di antara ulama, tertulis dalam kitab Al
Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, sebagai berikut:
ُْ‫ئ‬ ِ‫ز‬‫ُج‬‫ي‬ْ‫ِي‬‫ف‬ِْْ‫ة‬َ‫ق‬‫ِي‬‫ق‬َ‫ع‬‫ال‬ُْْ‫س‬‫ن‬ ِ‫ج‬‫ال‬ْ‫ِي‬‫ذ‬‫ال‬ُْْ‫ئ‬ ِ‫ز‬‫ُج‬‫ي‬ْ‫ِي‬‫ف‬ِْْ‫ة‬‫ي‬ ِ‫ح‬‫ض‬ َُ‫اِل‬ْ،َْْ‫ُو‬‫ه‬ َ‫و‬ُْْ‫م‬‫ا‬َ‫ع‬‫ن‬ ََ‫اِل‬ْْ‫ِن‬‫م‬ْْ‫ل‬ِ‫ب‬ِ‫إ‬ْْ‫ر‬َ‫ق‬َ‫ب‬ َ‫و‬ْ
ْ‫َم‬‫ن‬َ‫غ‬ َ‫و‬ْ،َْْ‫ل‬ َ‫و‬ُْْ‫ئ‬ ِ‫ز‬‫ُج‬‫ي‬ْ‫َا‬‫ه‬ُ‫ر‬‫َي‬‫غ‬ْ،ْ‫ا‬َ‫ذ‬َ‫ه‬ َ‫و‬ْْ‫َق‬‫ف‬‫ت‬ُ‫م‬ِْْ‫ه‬‫ي‬َ‫ل‬َ‫ع‬َْْ‫ن‬‫ي‬َ‫ب‬ِْْ‫ة‬‫ِي‬‫ف‬َ‫ن‬َ‫ح‬‫ال‬ْ،ِْْ‫ة‬‫ِي‬‫ع‬ِ‫ف‬‫ا‬‫الش‬ َ‫و‬ِْْ‫ة‬َ‫ل‬ِ‫ب‬‫َا‬‫ن‬َ‫ح‬‫ال‬ َ‫و‬ْ،ْ
َْ‫ُو‬‫ه‬ َ‫و‬ُْْ‫ح‬َ‫ج‬‫ر‬َ‫أ‬ِْْ‫ن‬‫ي‬َ‫ل‬‫و‬َ‫ق‬‫ال‬َْْ‫د‬‫ِن‬‫ع‬ِْْ‫ة‬‫ِي‬‫ك‬ِ‫ل‬‫ا‬َ‫م‬‫ال‬ْْْ‫ل‬ِ‫ب‬‫ا‬َ‫ق‬ُ‫م‬ َ‫و‬ِْْ‫ح‬َ‫ج‬‫ر‬ ََ‫اِل‬ْ‫ا‬َ‫ه‬‫ن‬َ‫أ‬َْْ‫ل‬ُْْ‫ون‬ُ‫ك‬َ‫ت‬ْْ‫ل‬ِ‫إ‬َْْ‫ن‬ِ‫م‬ِْْ‫َم‬‫ن‬َ‫غ‬‫ال‬ .
‫ال‬َ‫ق‬ َ‫و‬ُْْ‫ة‬‫ِي‬‫ع‬ِ‫ف‬‫ا‬‫الش‬ْْ:ُْ‫ئ‬ ِ‫ز‬‫ُج‬‫ي‬ْ‫ا‬َ‫ه‬‫ِي‬‫ف‬ُْْ‫ار‬َ‫د‬‫ق‬ِ‫م‬‫ال‬ْ‫ِي‬‫ذ‬‫ال‬ُْْ‫ئ‬ ِ‫ز‬‫ُج‬‫ي‬ْ‫ِي‬‫ف‬ِْْ‫ة‬‫ي‬ ِ‫ح‬‫ض‬ َُ‫اِل‬ُْْ‫ه‬‫ل‬َ‫ق‬َ‫أ‬ َ‫و‬ْْ‫َاة‬‫ش‬ْْ‫ة‬َ‫ل‬ِ‫ام‬َ‫ك‬ْ،ْ
ِْ‫و‬َ‫أ‬ُْْ‫ع‬ُ‫ب‬‫الس‬ْْ‫ن‬ِ‫م‬ْْ‫َة‬‫ن‬َ‫د‬َ‫ب‬ْْ‫و‬َ‫أ‬ْْ‫ن‬ِ‫م‬ْْ‫ة‬َ‫ر‬َ‫ق‬َ‫ب‬ .
‫ال‬َ‫ق‬ َ‫و‬ُْْ‫ة‬‫ِي‬‫ك‬ِ‫ل‬‫ا‬َ‫م‬‫ال‬ُْْ‫ة‬َ‫ل‬ِ‫ب‬‫َا‬‫ن‬َ‫ح‬‫ال‬ َ‫و‬ْْ:َْ‫ل‬ُْْ‫ئ‬ ِ‫ز‬‫ُج‬‫ي‬ْ‫ِي‬‫ف‬ِْْ‫ة‬َ‫ق‬‫ِي‬‫ق‬َ‫ع‬‫ال‬ْْ‫ل‬ِ‫إ‬ْْ‫َة‬‫ن‬َ‫د‬َ‫ب‬ْْ‫ة‬َ‫ل‬ِ‫ام‬َ‫ك‬ْْ‫و‬َ‫أ‬ْْ‫ة‬ َ‫ر‬َ‫ق‬َ‫ب‬ْْ‫ة‬َ‫ل‬ِ‫م‬‫َا‬‫ك‬
“Aqiqah sudah mencukupi dengan jenis hewan
yang sama dengan qurban, yaitu jenis hewan
ternak seperti Unta, Kerbau, dan Kambing, dan
tidak sah selain itu. Ini telah disepakati oleh
kalangan Hanafiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah,
dan ini menjadi pendapat yang lebih kuat dari dua
pendapat kalangan Malikiyah, yang diutamakan
adalah bahwa tidak sah kecuali dari jenis hewan
ternak. Kalangan Syafi’iyah mengatakan: telah
sah aqiqah dengan hewan yang seukuran dengan
hewan yang telah mencukupi bagi qurban,
minimal adalah seekor kambing yang telah
sempurna, atau sepertujuh dari Unta atau Sapi.
Kalangan Malikiyah dan Hanabilah mengatakan:
tidak sah aqiqah kecuali dengan Unta dan Sapi
yang telah sempurna.”
Demikian pandangan kalangan ulama madzhab.
Namun pendapat yang lebih kuat, dan diterangkan oleh
dalil yang spesifik, adalah sebagaimana yang
dikatakan oleh ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha, Imam Ibnu
Hazm, Imam Ibnul Qayyim, dan para imam muhaqqiq
(peneliti) bahwa aqiqah hanya sah dengan kambing, -
tanpa mengurangi sara hormat kepada para ulama
yang berpendapat bolehnya dengan sapi dan unta.
Wallahu A’lam
Perbedaan kedua, Faktor penyebab penyembelihan.
Hewan Kurban disembelih karena bentuk pengorbanan
kita kepada Allah Ta’ala pada saat bulan Dzulhijjah
sebagai pelajaran dari kisah Nabi Ibrahim dan Nabi
Ismail ‘Alaihimassalam. Sedangkan Aqiqah merupakan
penyembelihan Kambing dengan sebab kelahiran bayi.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
َْ‫ع‬َ‫م‬ِْْ‫م‬
َ
‫ل‬
ُ
‫غ‬
‫ح‬
‫ال‬ْْ‫ة‬
َ
‫يق‬ِ‫ق‬
َ
‫ع‬ْ‫وا‬
ُ
‫يق‬ِ‫ر‬
‫ح‬
‫ه‬
َ
‫أ‬
َ
‫ف‬ُْْ‫ه‬
‫ح‬
‫ن‬
َ
‫ع‬ْ‫ا‬ً‫م‬
َ
‫د‬ْ‫وا‬ ُ‫ِيط‬‫م‬
َ
‫أ‬َ‫و‬ْ
ُْ‫ه‬
‫ح‬
‫ن‬
َ
‫ع‬ْ‫ى‬
َ
‫ذ‬
َ ‫ح‬
‫األ‬
“Bersama seorang bayi ada aqiqahnya, maka
sembilahlah hewan dan singkirkanlah gangguan
darinya”
Maksud dari ‘singkirkanlah gangguan darinya’ adalah
mencukur rambutnya.
Perbedaan ketiga, Faktor waktu pelaksanaan. Hewan
Kurban disembelih hanya pada 10,11,12,13,
Dzulhijjah, demikianlah pendapat jumhur (mayoritas
ulama) dan sudah saya bahas pada halaman awal-
awal. Sebagian kecil saja ulama yang membolehkan
hingga akhir Dzulhijjah, yakni pendapat Abu Salamah
bin Abdurrahman dan Ibrahim An Nakha’i.
Sedangkan Aqiqah, waktu pelaksanaannya adalah
pada hari ketujuh setelah kelahiran bayi. Sesuai hadits
berikut:
“Setiap bayi tergadai dengan aqiqahnya,
disembelih (hewan) pada hari ketujuh dari
kelahirannya, dicukur rambutnya dan diberikan
nama.”
Untuk waktu pelaksanaan aqiqah lihat di catatan kaki
berikut.
Demikian perbedaan Aqiqah dengan Qurban. Wallahu
A’lam
Referensi:
1. Al Quran Al Karim
2. Shahih Bukhari, karya Imam Al Bukhari
3. Shahih Muslim, karya Imam Muslim
4. Sunan At Tirmidzi, karya Imam At Tirmidzi
5. Sunan Abu Daud, karya Imam Abu Daud
6. Sunan An Nasa’i, karya Imam An Nasa’i
7. Sunan Ibnu Majah, karya Imam Ibnu Majah
8. Sunanul Kubra, karya Imam Al Baihaqi
9. Sunan Ad Darimi, karya Imam Ad Darimi
10. Musnad Ahmad, karya Imam Ahmad
11. Musnad Abu ‘Uwanah, karya Imam Abu ‘Uwanah
12. Al Mushannaf, karya Imam Abdurrazzaq
13. Al Mushannaf, karya Imam Ibnu Abi Syaibah
14. Al Mu’jam Al Awsath, karya Imam Ath Thabarani
15. Musykilul Atsar, karya Imam Abu Ja’far Ath Thahawi
16. Syu’abul Iman, karya Imam Al Baihaqi
17. Majma’uz Zawaid wa Manba’ul Fawaid, karya Imam Al Haitsami
18. At Talkhish Al Habir, karya Imam Ibnu Hajar Al ‘Asqalani
19. Nashbur Rayyah, karya Imam Az Zaila’i
20. Al Jarh wat Ta’dil, karya Imam Abdurrahman bin Abi Hatim
21. Adh Dhu’afa, karya Imam Al ‘Uqaili
22. Adh Dhu’afa wal Matrukin, karya Imam An Nasa’i
23. Adh Dhu’afa Ash Shaghir, karya Imam Al Bukhari
24. Fiqhus Sunnah, karya Syaikh Sayyid Sabiq
25. Nailul Authar, karya Imam Asy Syaukani
26. Al Fiqhul Islam wa Adillatuhu, karya Syaikh Wahbah Az Zuhaili
27. Al Masu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, para ulama Kuwait
28. Subulus Salam Syarh Bulughul Maram, karya Imam Ash
Shan’ani
29. Fathul Bari, karya Imam Ibnu Hajar
30. Bulughul Maram min Adillatil Ahkam, karya Imam Ibnu Hajar
31. Tuhfatul Maudud fi Ahkamil Maulud, karya Imam Ibnul Qayyim
32. Al Muhalla, karya Imam Ibnu Hazm
33. Majmu’ Fatawa, karya Imam Ibnu Taimiyah
34. Al Mughni, karya Imam Ibnu Qudamah
35. Al Bada’i Ash Shana’i, karya Imam Al Kisani
36. Mathalib Ulin Nuha, karya Imam Ar Rahibani
37. Nihayatul Muhtaj, karya Imam Syihabuddin Ar Ramli
38. Hasyiyah Al Bujirumi ‘Alal Minhaj, karya Imam Sulaiman bin
Muhammad Al Bujirumi
39. Hasyiyah Ad Dasuqi, karya Imam Muhamamd bin Ahmad Ad
Dasuqi
40. Hasyiyah Ibnu Abidin, karya Imam Ibnu ‘Abidin
41. Ta’sisul Ahkam
42. Irwa’ Al Ghalil fi Takhrijil Hadits Manaris Sabil, karya Syaikh
Muhamamd Nashiruddin Al Albani
43. Shahih wa Dhaif Sunan Ibni Majah, karya Syaikh Al Albani
44. Shahih wa Dhaif Sunan Abi Daud, karya Syaikh Al Albani
45. As Silsilah Ash Shahihah, karya Syaikh Al Albani
46. Takhrij musykilatul Faqr, karya Syaikh Al Albani
47. Ash Shihah fil Lughah, karya Al Jauhari
48. Kamus Indonesia-Arab, karya Prof. Dr. Mahmud Yunus
XIII. Mau Qurban Pakai Ngutang segala
Bolehkah berhutang untuk berqurban ? bagaimana
dengan arisan qurban? (beberapa SMS)
📌 Pertama. Berqurban dengan biaya dari hutang.
Tidak ada larangan dalam nash, tentang melakukan
amal shalih yang sifatnya maaliyah (harta) seperti
qurban, aqiqah, dan haji , yang pembiayaannya berasal
dari hutang. Maka, dia kembali pada bab hutang
piutang yang memang dibolehkan syariat. Dengan
catatan:
Ketika dia berhutang mesti dalam keadaan yakin
mampu membayarnya
Hutang tersebut tidak menambah beban berat hutang
lama yang masih banyak dan belum dilunaskan, sebab,
semua ibadah qurban ini memang dianjurkan bagi
mereka yang sedang dalam keadaan lapang rezeki dan
istitha’ah (mampu).
Para ulama salaf pun melakukannya, dan mereka tidak
memandang masalah dengan berhutang untuk
berqurban (atau juga aqiqah). Dalam Tafsir-nya, Imam
Ibnu Katsir menceritakan dari Imam Sufyan Ats Tsauri
tentang Imam Abu Hatim (riwayat lain menyebut Imam
Abu Hazim) yang berhutang untuk membeli Unta buat
qurban.
‫وقال‬ْ‫سفيان‬ْ‫الثوري‬ْ:‫كان‬ْ‫أبو‬ْ‫حاتم‬ْْ‫يستدين‬ْ‫ويسوق‬ْ،‫ن‬‫ُد‬‫ب‬‫ال‬ْ‫فقيل‬ْ‫له‬ْ:‫تستدين‬ْ‫وت‬‫سوق‬ْ
‫البدن؟‬ْ‫فقال‬ْ:‫إني‬ْ‫سمعت‬ْ‫هللا‬ْ‫يقول‬ْ{ْ:ْ‫م‬ُ‫ك‬َ‫ل‬ْ‫ا‬َ‫ه‬‫ِي‬‫ف‬ْْ‫ر‬‫َي‬‫خ‬ْ}
Berkata Sufyan Ats Tsauri: Dahulu Abu Hatim
berhutang untuk membeli Unta qurban, lalu ada
yang bertanya kepadanya: “Anda berhutang untuk
membeli unta? Beliau menjawab: Saya
mendengar Allah Ta’ala berfirman: Kamu
memperoleh kebaikan yang banyak padanya
(unta-unta kurban tersebut).” (Q.s. Al Hajj:36).
(Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 5/426)
Imam Ibnu Qayyim Al Jauziyah menceritakan dari Al
Haarits tentang dialog antara Imam Ahmad bin Hambal
dan Shalih (anaknya), katanya:
‫وقال‬ْ‫له‬ْ‫صالح‬ْ‫ابنه‬ْ‫الرجل‬ْ‫يولد‬ْ‫له‬ْ‫وليس‬ْ‫عنده‬ْ‫ما‬ْ‫يعق‬ْ‫أحب‬ْ‫إليك‬ْ‫أن‬ْ‫يستقرض‬ْ‫ويعق‬ْ
‫عنه‬ْ‫أم‬ْ‫يؤخر‬ْ‫ذلك‬ْ‫حتى‬ْ‫يوسر‬ْ‫قال‬ْ‫أشد‬ْ‫ما‬ْ‫سمعنا‬ْ‫في‬ْ‫العقيقة‬ْ‫حديث‬ْ‫الحسن‬ْ‫عن‬ْ‫سمرة‬ْ
‫عن‬ْ‫النبي‬ْ‫كل‬ْ‫غَلم‬ْ‫رهينة‬ْ‫بعقيقته‬ْ‫وإني‬ْ‫ِلرجو‬ْ‫إن‬ْ‫استقرض‬ْ‫أن‬ْ‫يعجل‬ْ‫هللا‬ْ‫الخلف‬ْ
‫ِلنه‬ْ‫أحيا‬ْ‫سنة‬ْ‫من‬ْ‫سنن‬ْ‫رسول‬ْ‫هللا‬ْ‫واتبع‬ْ‫ما‬ْ‫جاء‬ْ‫عنه‬ْ‫انتهى‬
Shalih –anak laki-laki Imam Ahmad- berkata
kepadanya bahwa dia kelahiran seorang anak
tetapi tidak memiliki sesuatu buat aqiqah, mana
yang engkau sukai berhutang untuk aqiqah
ataukah menundanya sampai lapang keadaan
finansialnya.
Imam Ahmad menjawab: “Sejauh yang aku
dengar, hadits yang paling kuat anjurannya
tentang aqiqah adalah hadits Al Hasan dari
Samurah, dari Nabi bahwa, “Semua bayi
tergadaikan oleh aqiqahnya,” aku berharap jika
berhutang untuk aqiqah semoga Allah segera
menggantinya karena dia telah menghidupkan
sunah di antara sunah-sunah Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan telah mengikuti
apa-apa yang Beliau bawa. Selesai. (Tuhfatul
Maudud fi Ahkamil Maulud, Hal. 64. Cet. 1,
1971M-1391H. Maktabah Darul Bayan)
Demikianlah kebolehan berhutang untuk berqurban,
namun “boleh” bukan berarti lebih utama, sebab lebih
utamanya adalah justru membayar hutang dahulu,
bukan menambah dengan hutang baru. Membayar
hutang adalah wajib, dan tidak ada khilafiyah atas
kewajibannya, sedangkan berqurban adalah sunah
muakadah bagi yang sedang lapang rezeki menurut
jumhur ulama, kecuali Imam Abu Hanifah yang
mengatakan wajib. Maka, wajar jika sebagian ulama
justru menganjurkan untuk melunaskan hutang dulu
barulah dia berqurban jika sudah lunas hutangnya.
Bagaimana dengan hutang yang jangka waktunya
panjang, seperti cicilan mobil atau rumah yang
mencapai belasan tahun? Apakah orang seperti ini
harus menunggu belasan tahun dulu untuk berqurban?
Tidak juga demikian, dia bisa dan boleh saja berhutang
untuk qurban selama memang dia mampu untuk
melunasinya dan tidak mengganggu cicilan lainnya.
Tetapi, bukan pilihan yang bijak jika dia tetap ngotot
berhutang tetapi keluarganya sendiri sangat merana
hidupnya, atau ada kebutuhan mendesak seperti biaya
sekolah yang besar, rumah sakit, dan semisalnya.
📌 Kedua. Arisan untuk Qurban.
Arisan adalah beberapa orang mengumpulkan uang,
lalu diundi atau dengan menggunakan nomor urut,
maka siapa yang keluar namanya atau namanya lebih
dahulu dalam urutan, maka dialah yang mendapatkan
uang tersebut untuk membeli hewan qurban.
Ini bukanlah judi, karena semua peserta akan
mendapatkan gilirannya, dan tidak ada yang dirugikan.
Ada pun judi, bisa jadi ada orang yang menang berkali-
kali, sementara yang lain sama sekali tidak dapat
undian sampai judi itu selesai. Dan, arisan menjadi judi
jika sekali kocok keluar satu atau beberapa nama,
setelah itu bubar, padahal masih banyak orang lain
yang tidak dapat.
Nah, arisan secara substansi adalah SAMA dengan
berhutang, karena uang yang dia dapatkan merupakan
hasil kumpulan dari uang peserta lainnya, sehingga dia
memiliki hutang kepada peserta lainnya. Jika demikian,
maka boleh-boleh saja arisan qurban sebagaimana
hutang untuk berqurban. Tapi, sebaiknya cukup
setahun atau dua tahun saja. Sebab harga hewan
qurban yang semakin mahal, tentu kasihan jika arisan
sampai 5 tahun bagi yang dapat ditahun ke 5, dia
mendapatkan uang arisan yang tetap padahal harga
kambing/sapi sudah meningkat.
Wallahu A’lam
XIV. Bolehkah Berqurban Untuk Orang Yang Sudah
Wafat?
Imam Al Bahuti mengatakan:
ْ
َ
‫ال‬
َ
‫ق‬ُْْ‫د‬َ ‫ح‬
‫مح‬
َ
‫أ‬ْ:ُْْ‫ت‬ِ‫ي‬َ‫م‬
‫ح‬
‫ال‬ْْ
ُ
‫ل‬ ِ‫ص‬َ‫ي‬ِْْ‫ه‬‫ح‬ َ
‫إيل‬ْْ
ُّ ُ
‫لك‬ْْ‫ء‬‫ح‬ َ
‫يش‬ْْ‫ح‬‫ِن‬‫م‬ِْْ
‫ح‬‫ري‬َ‫ح‬
‫اْل‬ْ
ْ‫ح‬‫ِن‬‫م‬ْْ‫ة‬
َ
‫ق‬َ‫د‬ َ‫ص‬ْْ‫ح‬‫و‬
َ
‫أ‬ْْ‫ة‬
َ
‫ل‬ َ‫ص‬ْْ‫ح‬‫و‬
َ
‫أ‬ِْْ‫ه‬ِ
‫ح‬‫ري‬
َ
‫غ‬ِْْ‫ار‬َ‫ب‬
‫ح‬
‫خ‬
َ ‫ح‬
‫ِْل‬‫ل‬ .
Imam Ahmad berkata: sampai kepada mayit
semua bentuk amal kebaikan, baik berupa doa,
sedekah, dan amal shalih lainnya, karena adanya
riwayat tentang itu. [1]
Imam Ibnu Taimiyah Rahimahullah mengatakan:
ُْ‫د‬‫م‬َ‫ح‬‫ال‬ِْْ ِ‫ّلل‬ِْْ‫ب‬َ‫ر‬َْْ‫ين‬ِ‫م‬َ‫ل‬‫ا‬َ‫ع‬‫ال‬ْْ.َْ‫س‬‫ي‬َ‫ل‬ْ‫ِي‬‫ف‬ِْْ‫ة‬َ‫ي‬‫اْل‬َْْ‫ل‬ َ‫و‬ْ‫ِي‬‫ف‬ِْْ‫ث‬‫ِي‬‫د‬َ‫ح‬‫ال‬ْْ‫ن‬َ‫أ‬َْْ‫ت‬ِ‫ي‬َ‫م‬‫ال‬َْْ‫ل‬ُْْ‫ع‬ِ‫ف‬َ‫ت‬‫ن‬َ‫ي‬ِْْ‫اء‬َ‫ع‬ُ‫د‬ِ‫ب‬ْ
ِْ‫ق‬‫َل‬‫خ‬‫ال‬ُْْ‫ه‬َ‫ل‬ْ‫ا‬َ‫م‬ِ‫ب‬ َ‫و‬ُْْ‫ل‬َ‫م‬‫ُع‬‫ي‬ُْْ‫ه‬‫ن‬َ‫ع‬ْْ‫مِن‬ِْْ‫ر‬ِ‫ب‬‫ال‬ْْ‫ل‬َ‫ب‬ُْْ‫ة‬‫ِم‬‫ئ‬َ‫أ‬ِْْ‫م‬ َ‫َل‬‫س‬ِ‫اْل‬َْْ‫ون‬ُ‫ق‬ِ‫ف‬‫ت‬ُ‫م‬ْ‫ى‬َ‫ل‬َ‫ع‬ِْْ‫َاع‬‫ف‬ِ‫ت‬‫ان‬ِْْ‫ت‬ِ‫ي‬َ‫م‬‫ال‬َْْ‫ِك‬‫ل‬َ‫ذ‬ِ‫ب‬ْ
‫ا‬َ‫ذ‬َ‫ه‬ َ‫و‬ْ‫ا‬‫م‬ِ‫م‬ُْْ‫م‬َ‫ل‬‫ُع‬‫ي‬ِْْ‫ار‬ َ‫ر‬ِ‫ط‬‫ض‬ ِ‫ال‬ِ‫ب‬ْْ‫ن‬ِ‫م‬ِْْ‫ِين‬‫د‬ِْْ‫م‬ َ‫َل‬‫س‬ِ‫اْل‬ْْ‫د‬َ‫ق‬ َ‫و‬ْْ‫ل‬َ‫د‬ِْْ‫ه‬‫ي‬َ‫ل‬َ‫ع‬ُْْ‫َاب‬‫ت‬ِ‫ك‬‫ال‬ُْْ‫ة‬‫ن‬‫الس‬ َ‫و‬ُْْ‫ع‬‫ا‬َ‫م‬‫ج‬ِ‫اْل‬ َ‫و‬ْ
ْ‫ن‬َ‫م‬َ‫ف‬َْْ‫ف‬َ‫ل‬‫َا‬‫خ‬َْْ‫ِك‬‫ل‬َ‫ذ‬َْْ‫َان‬‫ك‬ْْ‫ن‬ِ‫م‬ِْْ‫ل‬‫ه‬َ‫أ‬ِْْ‫ع‬َ‫د‬ِ‫ب‬‫ال‬ .
“Segala puji bagi Allah. Tidak ada dalam ayat, dan
tidak pula dalam hadits, yang mengatakan bahwa
‘Tidak Bermanfaat’ doa seorang hamba bagi
mayit, dan juga amal perbuatan yang
diperuntukkannya berupa amal kebaikan, bahkan
para imam Islam sepakat hal itu bermanfaat bagi
mayit, hal ini sudah ketahui secara pasti dalam
agama Islam, hal itu telah ditunjukkan oleh Al
Quran, As Sunnah, dan ijma’. Barang siapa yang
menyelesihinya, maka dia adalah ahli bid’ah.” [2]
Beliau juga berkata:
ِْ‫ئ‬َ‫اِل‬ َ‫و‬ُْ‫ة‬‫م‬ْ‫وا‬ُ‫ق‬َ‫ف‬‫ات‬ْ‫ى‬َ‫ل‬َ‫ع‬ْْ‫ن‬َ‫أ‬َْْ‫ة‬َ‫ق‬َ‫د‬‫الص‬ُْْ‫ل‬ ِ‫َص‬‫ت‬ْ‫ى‬َ‫ل‬‫إ‬ِْْ‫ت‬ِ‫ي‬َ‫م‬‫ال‬َْْ‫ِك‬‫ل‬َ‫ذ‬َ‫ك‬ َ‫و‬ُْْ‫ات‬َ‫د‬‫ا‬َ‫ب‬ِ‫ع‬‫ال‬ُْْ‫ة‬‫ِي‬‫ل‬‫ا‬َ‫م‬‫ال‬ْْ:ِْ‫ق‬‫ِت‬‫ع‬‫َال‬‫ك‬
“Para imam telah sepakat bahwa sedekah akan
sampai kepada mayit, demikian juga ibadah
maaliyah (harta), seperti membebaskan budak.”
[3]
Dan, qurban termasuk ibadah maaliyah.
Imam Ibnu Qudamah Rahimahullah mengatakan:
ْ‫ي‬َ‫أ‬ْْ‫ة‬َ‫ب‬‫ر‬ُ‫ق‬ْ‫ا‬َ‫ه‬َ‫ل‬َ‫ع‬َ‫ف‬ُْْ‫ان‬َ‫س‬‫ن‬ َِ‫اْل‬ْ‫ل‬َ‫ع‬َ‫ج‬ َ‫و‬ْ‫ا‬َ‫ه‬َ‫ب‬‫ا‬ َ‫و‬َ‫ث‬ِْْ‫ت‬ِ‫ي‬َ‫م‬‫ِل‬‫ل‬ِْْ‫ِم‬‫ل‬‫س‬ُ‫م‬‫ال‬ُْْ‫ه‬َ‫ع‬َ‫ف‬َ‫ن‬َْْ‫ِك‬‫ل‬َ‫ذ‬ْْ‫ن‬ِ‫إ‬َْْ‫ء‬‫َا‬‫ش‬ُْْ‫اّلل‬ْ‫ى‬َ‫ل‬‫ا‬َ‫ع‬َ‫ت‬ْْ:
ِْ‫اء‬َ‫ع‬‫َالد‬‫ك‬ِْْ‫َار‬‫ف‬‫ِغ‬‫ت‬‫ِس‬‫ل‬‫ا‬ َ‫و‬ْ،ِْْ‫ة‬َ‫ق‬َ‫د‬‫الص‬ َ‫و‬َْْ‫و‬ِْ‫ت‬‫ا‬َ‫ب‬ ِ‫اج‬ َ‫و‬‫ال‬ْ‫ِي‬‫ت‬‫ال‬ْ‫ا‬َ‫ه‬ُ‫ل‬ُ‫خ‬‫َد‬‫ت‬ُْْ‫ة‬َ‫ب‬‫ا‬َ‫ي‬ِ‫الن‬
“Amal apa pun demi mendekatkan diri kepada
Allah yang dilakukan oleh manusia dan
menjadikan pahalanya untuk mayit seorang
muslim, maka hal itu membawa manfaat bagi
mayit itu, Insya Allah, seperti: doa, istighfar,
sedekah, dan berbagai kewajiban yang bisa
diwakilkan.” [4]
Kelompok yang membolehkan berdalil:
1. Diqiyaskan dengan amalan orang hidup yang
sampai kepada orang yang sudah wafat, seperti
doa, sedekah, dan haji.
2. Ibadah maaliyah (harta) bisa diniatkan untuk
orang yang sudah wafat seperti sedekah, dan
berqurban jelas-jelas ibadah maaliyah.
3. Hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
mengisyaratkan bahwa qurban untuk orang yang
sudah wafat adalah boleh dan pahalanya sampai,
Insya Allah.
Dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha:
ْ
َ
‫ال‬
َ
‫ق‬ِْْ‫م‬‫ح‬‫اس‬ِ‫ب‬ِْْ
َ
‫اّلل‬َْْ‫م‬ُ‫ه‬
َ
‫الل‬ْْ
‫ح‬
‫ل‬َ‫ب‬
َ
‫ق‬
َ
‫ت‬ْْ‫ح‬‫ِن‬‫م‬ْْ‫د‬َ‫م‬
َ ُ
‫ُم‬ِْْ‫ل‬‫آ‬َ‫و‬ْْ‫د‬َ‫م‬
َ ُ
‫ُم‬ْ
ْ‫ح‬‫ِن‬‫م‬َ‫و‬ِْْ‫ة‬َ‫م‬
ُ
‫أ‬ْْ‫د‬َ‫م‬
َ ُ
‫ُم‬َْْ‫م‬
ُ
‫ث‬ْْ
َ
‫ح‬
َ
‫ض‬ِْْ‫ه‬ِ‫ب‬
‘Nabi mengucapkan: “Bismillahi Allahumma
taqabbal min Muhammadin wa min ummati
Muhamamdin (Dengan Nama Allah, Ya Allah
terimalah Kurban dari Muhammad dan umat
Muhammad),” lalu beliau pun menyembelih.” [5]
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mendoakan agar
qurban dari Beliau, dan umatnya diterima Allah Ta’ala.
Hadits ini menyebut “umat Muhammad” secara umum,
tidak dikhususkan untuk yang masih hidup saja.
Sebab, “umat Muhammad” ada yang masih hidup dan
yang sudah wafat.
Sebenarnya, telah terjadi perbedaan pandangan para
ulama tentang berqurban untuk orang yang sudah
wafat.
📚 Berikut ini rinciannya:
‫ا‬َ‫ذ‬ِ‫إ‬ْ‫ى‬َ‫ص‬‫و‬َ‫أ‬ُْْ‫ت‬ِ‫ي‬َ‫م‬‫ال‬ِْْ‫ة‬َ‫ي‬ ِ‫ح‬‫ض‬‫الت‬ِ‫ب‬ُْْ‫ه‬‫ن‬َ‫ع‬ْ،ْْ‫و‬َ‫أ‬َْْ‫ف‬َ‫ق‬ َ‫و‬ْ‫ا‬ً‫ف‬‫ق‬ َ‫و‬َْْ‫ِك‬‫ل‬َ‫ذ‬ِ‫ل‬َْْ‫از‬َ‫ج‬ِْْ‫ق‬‫َا‬‫ف‬ِ‫ِت‬‫ل‬‫ا‬ِ‫ب‬ْْ.ْ‫ن‬ِ‫إ‬َ‫ف‬ْْ‫َت‬‫ن‬‫َا‬‫ك‬ْ
ًْ‫ة‬َ‫ب‬ ِ‫اج‬ َ‫و‬ِْْ‫ر‬‫ذ‬‫الن‬ِ‫ب‬ِْْ‫ه‬ ِ‫ر‬‫َي‬‫غ‬ َ‫و‬َْْ‫ب‬َ‫ج‬ َ‫و‬ْ‫ى‬َ‫ل‬َ‫ع‬ِْْ‫ث‬ ِ‫ار‬ َ‫و‬‫ال‬ُْْ‫ذ‬‫َا‬‫ف‬‫ن‬ِ‫إ‬َْْ‫ِك‬‫ل‬َ‫ذ‬ْْ.‫ا‬‫م‬َ‫أ‬ْ‫ا‬َ‫ذ‬ِ‫إ‬ْْ‫م‬َ‫ل‬ِْْ‫ُوص‬‫ي‬ْ‫ا‬َ‫ه‬ِ‫ب‬َْْ‫د‬‫ا‬ َ‫ر‬َ‫أ‬َ‫ف‬ْ
ُْ‫ث‬ ِ‫ار‬ َ‫و‬‫ال‬ْْ‫و‬َ‫أ‬ُْْ‫ه‬ُ‫ر‬‫َي‬‫غ‬ْْ‫ن‬َ‫أ‬َْْ‫ي‬ ِ‫ح‬َ‫ض‬ُ‫ي‬ُْْ‫ه‬‫ن‬َ‫ع‬ِْْ‫م‬ْ‫ن‬ْ‫ال‬َ‫م‬ِْْ‫ه‬ِ‫س‬‫َف‬‫ن‬ْ،َْْ‫َب‬‫ه‬َ‫ذ‬َ‫ف‬ُْْ‫ة‬‫ِي‬‫ف‬َ‫ن‬َ‫ح‬‫ال‬ُْْ‫ة‬‫ِي‬‫ك‬ِ‫ل‬‫ا‬َ‫م‬‫ال‬ َ‫و‬ُْْ‫ة‬َ‫ل‬ِ‫ب‬‫َا‬‫ن‬َ‫ح‬‫ال‬ َ‫و‬ْ
‫ى‬َ‫ل‬ِ‫إ‬ِْْ‫از‬ َ‫و‬َ‫ج‬ِْْ‫ة‬َ‫ي‬ ِ‫ح‬‫ض‬‫الت‬ُْْ‫ه‬‫ن‬َ‫ع‬ْ،ْْ‫ل‬ِ‫إ‬ْْ‫ن‬َ‫أ‬َْْ‫ة‬‫ِي‬‫ك‬ِ‫ل‬‫ا‬َ‫م‬‫ال‬ْ‫وا‬ُ‫از‬َ‫ج‬َ‫أ‬َْْ‫ِك‬‫ل‬َ‫ذ‬َْْ‫ع‬َ‫م‬ِْْ‫ة‬َ‫ه‬‫ا‬ َ‫َر‬‫ك‬‫ال‬ْْ.‫ا‬َ‫م‬‫ن‬ِ‫إ‬ َ‫و‬ُْْ‫ه‬‫و‬ُ‫از‬َ‫ج‬َ‫أ‬ْ
ْ‫ن‬ ََِ‫ِل‬َْْ‫ت‬‫و‬َ‫م‬‫ال‬َْْ‫ل‬ُْْ‫ع‬َ‫ن‬‫م‬َ‫ي‬َْْ‫ب‬‫ر‬َ‫ق‬‫الت‬ِْْ‫ن‬َ‫ع‬ِْْ‫ت‬ِ‫ي‬َ‫م‬‫ال‬ْ‫ا‬َ‫م‬َ‫ك‬ْ‫ِي‬‫ف‬ْ‫ة‬َ‫ق‬َ‫د‬‫الص‬
َِِْْْ‫ج‬َ‫ح‬‫ال‬ َ‫و‬ .
ْ‫د‬َ‫ق‬ َ‫و‬ْْ‫ح‬َ‫ص‬ْْ‫ن‬َ‫أ‬ْ‫ول‬ُ‫س‬َ‫ر‬ِْْ‫اّلل‬ْ‫ى‬‫ل‬َ‫ص‬ُْْ‫اّلل‬ِْْ‫ه‬‫ي‬َ‫ل‬َ‫ع‬َْْ‫م‬‫ل‬َ‫س‬ َ‫و‬ْ‫ى‬‫ح‬َ‫ض‬ِْْ‫ن‬‫َي‬‫ش‬‫َب‬‫ك‬ِ‫ب‬ْ‫ا‬َ‫م‬ُ‫ه‬ُ‫د‬َ‫ح‬َ‫أ‬ْْ‫ن‬َ‫ع‬ِْْ‫ه‬ِ‫س‬‫َف‬‫ن‬ْ،ْ
ُْ‫َر‬‫خ‬‫اْل‬ َ‫و‬ْْ‫ن‬‫م‬َ‫ع‬ْْ‫م‬َ‫ل‬ِْْ‫ح‬َ‫ض‬ُ‫ي‬ْْ‫ن‬ِ‫م‬ِْْ‫ه‬ِ‫ت‬‫م‬ُ‫أ‬ْْْ.‫ى‬َ‫ل‬َ‫ع‬ َ‫و‬ْ‫ا‬َ‫ذ‬َ‫ه‬ِْْ‫و‬َ‫ل‬َْْ‫ك‬َ‫َر‬‫ت‬‫اش‬ْْ‫ة‬َ‫ع‬‫ب‬َ‫س‬ْ‫ِي‬‫ف‬ْْ‫َة‬‫ن‬َ‫د‬َ‫ب‬َْْ‫ات‬َ‫م‬َ‫ف‬ْْ‫ُم‬‫ه‬ُ‫د‬َ‫ح‬َ‫أ‬ْ
‫ل‬‫ب‬َ‫ق‬ِْْ‫ح‬‫ب‬‫الذ‬ْ،ْ‫ال‬َ‫ق‬َ‫ف‬ُْْ‫ه‬ُ‫ت‬َ‫ث‬َ‫ر‬ َ‫و‬ْ-ْ‫وا‬ُ‫ن‬‫َا‬‫ك‬ َ‫و‬َْْ‫ِين‬‫غ‬ِ‫ل‬‫ا‬َ‫ب‬ْ-ْ‫وا‬ُ‫ح‬َ‫ب‬‫اذ‬ُْْ‫ه‬‫ن‬َ‫ع‬ْ،َْْ‫از‬َ‫ج‬َْْ‫ِك‬‫ل‬َ‫ذ‬ْْ.َْ‫َب‬‫ه‬َ‫ذ‬ َ‫و‬ُْْ‫ة‬‫ِي‬‫ع‬ِ‫ف‬‫ا‬‫الش‬ْ
‫ى‬َ‫ل‬ِ‫إ‬ْْ‫ن‬َ‫أ‬َْْ‫ح‬‫ب‬‫الذ‬ِْْ‫ن‬َ‫ع‬ِْْ‫ت‬ِ‫ي‬َ‫م‬‫ال‬َْْ‫ل‬ُْْ‫وز‬ُ‫ج‬َ‫ي‬ِْْ‫ر‬‫َي‬‫غ‬ِ‫ب‬ْْ‫ة‬‫ي‬ ِ‫ص‬ َ‫و‬ْْ‫و‬َ‫أ‬ْْ‫ف‬‫ق‬ َ‫و‬ .
Jika seseorang berwasiat untuk berkurban atau
berwaqaf untuk itu, maka dibolehkan berkurban
baginya menurut kesepakatan ulama. Jika dia
memiliki kewajiban karena nazar atau selainnya,
maka ahli warisnya wajib melaksanakannya. Ada
pun jika dia tidak berwasiat, dan ahli waris dan
selainnya nya hendak berkurban untuknya dari
hartanya sendiri, maka menurut Hanafiyah,
Malikiyah, dan Hanabilah, membolehkan
berkurban untuknya, hanya saja Malikiyah
membolehkan dengan kemakruhan. Mereka
membolehkan karena kematian tidaklah
membuat mayit terhalang mendekatkan diri
kepada Allah Ta’ala sebagaimana sedekah dan
haji.
Telah shahih bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
berkurban dengan dua kambing kibas, satu untuk
dirinya dan satu untuk umatnya yang belum berkurban.
Atas dasar ini, seandainya tujuh orang berpartisipasi
dalam kurban Unta, lalu salah seorang ada yang wafat
sebelum penyembelihan. Lalu ahli warisnya
mengatakan –dan mereka sudah baligh- : sembelihlah
untuknya, maka itu boleh. Sedangkan kalangan
Syafi’iyah berpendapat tidak boleh berkurban untuk
mayit tanpa diwasiatkan dan waqaf. [6]
Demikian. Wallahu a'lam
[1] Syarh Muntaha Al Iradat, 3/16
[2] Majmu’ Fatawa, 5/466. Mawqi’ Al Islam
[3] Ibid
[4] Al Mughni, 567-569
[5] HR. Muslim No. 1967
[6] Al Bada’i Shana’i, 5/72. Hasyiyah Ibnu Abidin, 5/214. Hasyiyah Ad
Dasuqi, 2/122, 123. Hasyiyah Al Bujirumi ‘alal Minhaj, 4/300. Nihayatul
Muhtaj, 8/136. Al Mughni ‘Alal Asy Syarh Al Kabir, 11/107, Mathalib Ulin
Nuha, 2/472
@masbaim

More Related Content

What's hot

Hukum Tas’iir (Kebijakan Penetapan Harga)
Hukum Tas’iir (Kebijakan Penetapan Harga)Hukum Tas’iir (Kebijakan Penetapan Harga)
Hukum Tas’iir (Kebijakan Penetapan Harga)Anas Wibowo
 
Membuktikan Kebenaran Al-Quran
Membuktikan Kebenaran Al-QuranMembuktikan Kebenaran Al-Quran
Membuktikan Kebenaran Al-QuranErwin Wahyu
 
Power Point Abu bakar assyiddiq
Power Point Abu bakar assyiddiqPower Point Abu bakar assyiddiq
Power Point Abu bakar assyiddiqmawardi ardi
 
Sejarah turunnya al quran
Sejarah turunnya al quranSejarah turunnya al quran
Sejarah turunnya al quranArifuddin Ali.
 
Apa Bentuk Komitmen Saya Kepada Islam?
Apa Bentuk Komitmen Saya Kepada Islam?Apa Bentuk Komitmen Saya Kepada Islam?
Apa Bentuk Komitmen Saya Kepada Islam?Salman Al-Farisi
 
Manasik Haji.ppt
Manasik Haji.pptManasik Haji.ppt
Manasik Haji.pptabckita1
 
Power Point makanan minuman halal dan haram (Ari Efendi, Teknologi Pendidikan)
Power Point makanan minuman halal dan haram (Ari Efendi, Teknologi Pendidikan)Power Point makanan minuman halal dan haram (Ari Efendi, Teknologi Pendidikan)
Power Point makanan minuman halal dan haram (Ari Efendi, Teknologi Pendidikan)Kelompok A Teknologi Pendidikan
 
NASIKH MANSUKH POWERPOINT
NASIKH MANSUKH POWERPOINTNASIKH MANSUKH POWERPOINT
NASIKH MANSUKH POWERPOINTJohan Safrijal
 
Ada apa di bulan rajab
Ada apa di bulan rajabAda apa di bulan rajab
Ada apa di bulan rajabel-hafiy
 
Amar Ma'ruf Nahi Munkar
Amar Ma'ruf Nahi MunkarAmar Ma'ruf Nahi Munkar
Amar Ma'ruf Nahi MunkarEneng Susanti
 
Presentation isra and mi'raj
Presentation isra and mi'rajPresentation isra and mi'raj
Presentation isra and mi'rajOni Eksekutif
 
Ppt sholat berjamaah
Ppt sholat berjamaahPpt sholat berjamaah
Ppt sholat berjamaahfalahnurul96
 
Ulumul hadits
Ulumul haditsUlumul hadits
Ulumul haditsMoh Yakub
 
Materi power point belajar tajwid
Materi power point belajar tajwidMateri power point belajar tajwid
Materi power point belajar tajwidraudahtgr
 

What's hot (20)

Hukum Tas’iir (Kebijakan Penetapan Harga)
Hukum Tas’iir (Kebijakan Penetapan Harga)Hukum Tas’iir (Kebijakan Penetapan Harga)
Hukum Tas’iir (Kebijakan Penetapan Harga)
 
Amar nahi
Amar nahiAmar nahi
Amar nahi
 
Membuktikan Kebenaran Al-Quran
Membuktikan Kebenaran Al-QuranMembuktikan Kebenaran Al-Quran
Membuktikan Kebenaran Al-Quran
 
Power Point Abu bakar assyiddiq
Power Point Abu bakar assyiddiqPower Point Abu bakar assyiddiq
Power Point Abu bakar assyiddiq
 
Sejarah turunnya al quran
Sejarah turunnya al quranSejarah turunnya al quran
Sejarah turunnya al quran
 
Surat al-hasyr
Surat al-hasyrSurat al-hasyr
Surat al-hasyr
 
Apa Bentuk Komitmen Saya Kepada Islam?
Apa Bentuk Komitmen Saya Kepada Islam?Apa Bentuk Komitmen Saya Kepada Islam?
Apa Bentuk Komitmen Saya Kepada Islam?
 
Manasik Haji.ppt
Manasik Haji.pptManasik Haji.ppt
Manasik Haji.ppt
 
Power Point makanan minuman halal dan haram (Ari Efendi, Teknologi Pendidikan)
Power Point makanan minuman halal dan haram (Ari Efendi, Teknologi Pendidikan)Power Point makanan minuman halal dan haram (Ari Efendi, Teknologi Pendidikan)
Power Point makanan minuman halal dan haram (Ari Efendi, Teknologi Pendidikan)
 
PPT Salat rawatib
PPT Salat rawatibPPT Salat rawatib
PPT Salat rawatib
 
NASIKH MANSUKH POWERPOINT
NASIKH MANSUKH POWERPOINTNASIKH MANSUKH POWERPOINT
NASIKH MANSUKH POWERPOINT
 
Keutamaan bulan rajab
Keutamaan bulan rajabKeutamaan bulan rajab
Keutamaan bulan rajab
 
Ada apa di bulan rajab
Ada apa di bulan rajabAda apa di bulan rajab
Ada apa di bulan rajab
 
Amar Ma'ruf Nahi Munkar
Amar Ma'ruf Nahi MunkarAmar Ma'ruf Nahi Munkar
Amar Ma'ruf Nahi Munkar
 
Bacaan dan Gerakan shalat
Bacaan dan Gerakan shalatBacaan dan Gerakan shalat
Bacaan dan Gerakan shalat
 
Muhasabah diri
Muhasabah diriMuhasabah diri
Muhasabah diri
 
Presentation isra and mi'raj
Presentation isra and mi'rajPresentation isra and mi'raj
Presentation isra and mi'raj
 
Ppt sholat berjamaah
Ppt sholat berjamaahPpt sholat berjamaah
Ppt sholat berjamaah
 
Ulumul hadits
Ulumul haditsUlumul hadits
Ulumul hadits
 
Materi power point belajar tajwid
Materi power point belajar tajwidMateri power point belajar tajwid
Materi power point belajar tajwid
 

Similar to Fiqh qurban Lengkap

Tafsir Ahkam Haji.pptx
Tafsir Ahkam Haji.pptxTafsir Ahkam Haji.pptx
Tafsir Ahkam Haji.pptxRizaSyauqi
 
Tebar qurban
Tebar qurbanTebar qurban
Tebar qurbanNur Rokim
 
Takhrij al ma'tsurat al-shughra Karya Aswin Ahdir Bolano
Takhrij al ma'tsurat al-shughra Karya Aswin Ahdir BolanoTakhrij al ma'tsurat al-shughra Karya Aswin Ahdir Bolano
Takhrij al ma'tsurat al-shughra Karya Aswin Ahdir BolanoAswin Wyn
 
Panduan kurban praktis
Panduan kurban praktisPanduan kurban praktis
Panduan kurban praktisHelmon Chan
 
Hukum Tabarruk Dengan Jasad dan Kuburan Orang Shalih
Hukum Tabarruk Dengan Jasad dan Kuburan Orang ShalihHukum Tabarruk Dengan Jasad dan Kuburan Orang Shalih
Hukum Tabarruk Dengan Jasad dan Kuburan Orang ShalihYulian Purnama
 
Juleha (kemenag).pptx
Juleha (kemenag).pptxJuleha (kemenag).pptx
Juleha (kemenag).pptxagus302152
 
Tafsir surah al fatihah
Tafsir surah al fatihahTafsir surah al fatihah
Tafsir surah al fatihahIdrus Abidin
 
80 ensiklopedi-fiqih-islam 4-kitab-jenazah-sumpah-nadzar
80 ensiklopedi-fiqih-islam 4-kitab-jenazah-sumpah-nadzar80 ensiklopedi-fiqih-islam 4-kitab-jenazah-sumpah-nadzar
80 ensiklopedi-fiqih-islam 4-kitab-jenazah-sumpah-nadzarjams jamaludin
 
Dzikir-dzikir pagi dan petang sesuai hadits-hadits shahih
Dzikir-dzikir pagi dan petang sesuai hadits-hadits shahihDzikir-dzikir pagi dan petang sesuai hadits-hadits shahih
Dzikir-dzikir pagi dan petang sesuai hadits-hadits shahihSidqi Maulana
 
Khutbah ttg qurban
Khutbah ttg qurbanKhutbah ttg qurban
Khutbah ttg qurbanalfatfatoha
 
Semua yang memabukkan haram
Semua yang memabukkan haramSemua yang memabukkan haram
Semua yang memabukkan haramRizky Faisal
 
Terjemah 40 Hadits Qudsi
Terjemah 40 Hadits QudsiTerjemah 40 Hadits Qudsi
Terjemah 40 Hadits QudsiWisnu W
 
Serambi Islami TVRI - Amalan Yang Mendatangkan Rizki - Dr. Hasani Ahmad said,...
Serambi Islami TVRI - Amalan Yang Mendatangkan Rizki - Dr. Hasani Ahmad said,...Serambi Islami TVRI - Amalan Yang Mendatangkan Rizki - Dr. Hasani Ahmad said,...
Serambi Islami TVRI - Amalan Yang Mendatangkan Rizki - Dr. Hasani Ahmad said,...Hasaniahmadsaid
 
Kebersihan bagian dari iman
Kebersihan bagian dari imanKebersihan bagian dari iman
Kebersihan bagian dari imanrushdan23
 
QV 10 Fildza Azizah AGA6.pdf
QV 10 Fildza Azizah AGA6.pdfQV 10 Fildza Azizah AGA6.pdf
QV 10 Fildza Azizah AGA6.pdfQIROATI
 
Memahami bacaan sholat3
Memahami bacaan sholat3Memahami bacaan sholat3
Memahami bacaan sholat3Iyeh Solichin
 
Merajut keberkahan di bulan ramadhan
Merajut keberkahan di bulan ramadhanMerajut keberkahan di bulan ramadhan
Merajut keberkahan di bulan ramadhanMuslim Sendai
 
Kupas Tuntas Hukum Gambar Makhluk Bernyawa
Kupas Tuntas Hukum Gambar Makhluk BernyawaKupas Tuntas Hukum Gambar Makhluk Bernyawa
Kupas Tuntas Hukum Gambar Makhluk BernyawaYulian Purnama
 

Similar to Fiqh qurban Lengkap (20)

Tafsir Ahkam Haji.pptx
Tafsir Ahkam Haji.pptxTafsir Ahkam Haji.pptx
Tafsir Ahkam Haji.pptx
 
Tebar qurban
Tebar qurbanTebar qurban
Tebar qurban
 
MUHASABAH HARTA.pptx
MUHASABAH HARTA.pptxMUHASABAH HARTA.pptx
MUHASABAH HARTA.pptx
 
Takhrij al ma'tsurat al-shughra Karya Aswin Ahdir Bolano
Takhrij al ma'tsurat al-shughra Karya Aswin Ahdir BolanoTakhrij al ma'tsurat al-shughra Karya Aswin Ahdir Bolano
Takhrij al ma'tsurat al-shughra Karya Aswin Ahdir Bolano
 
Panduan kurban praktis
Panduan kurban praktisPanduan kurban praktis
Panduan kurban praktis
 
Hukum Tabarruk Dengan Jasad dan Kuburan Orang Shalih
Hukum Tabarruk Dengan Jasad dan Kuburan Orang ShalihHukum Tabarruk Dengan Jasad dan Kuburan Orang Shalih
Hukum Tabarruk Dengan Jasad dan Kuburan Orang Shalih
 
Juleha (kemenag).pptx
Juleha (kemenag).pptxJuleha (kemenag).pptx
Juleha (kemenag).pptx
 
Tafsir surah al fatihah
Tafsir surah al fatihahTafsir surah al fatihah
Tafsir surah al fatihah
 
80 ensiklopedi-fiqih-islam 4-kitab-jenazah-sumpah-nadzar
80 ensiklopedi-fiqih-islam 4-kitab-jenazah-sumpah-nadzar80 ensiklopedi-fiqih-islam 4-kitab-jenazah-sumpah-nadzar
80 ensiklopedi-fiqih-islam 4-kitab-jenazah-sumpah-nadzar
 
Dzikir-dzikir pagi dan petang sesuai hadits-hadits shahih
Dzikir-dzikir pagi dan petang sesuai hadits-hadits shahihDzikir-dzikir pagi dan petang sesuai hadits-hadits shahih
Dzikir-dzikir pagi dan petang sesuai hadits-hadits shahih
 
Khutbah ttg qurban
Khutbah ttg qurbanKhutbah ttg qurban
Khutbah ttg qurban
 
Semua yang memabukkan haram
Semua yang memabukkan haramSemua yang memabukkan haram
Semua yang memabukkan haram
 
Terjemah 40 Hadits Qudsi
Terjemah 40 Hadits QudsiTerjemah 40 Hadits Qudsi
Terjemah 40 Hadits Qudsi
 
Serambi Islami TVRI - Amalan Yang Mendatangkan Rizki - Dr. Hasani Ahmad said,...
Serambi Islami TVRI - Amalan Yang Mendatangkan Rizki - Dr. Hasani Ahmad said,...Serambi Islami TVRI - Amalan Yang Mendatangkan Rizki - Dr. Hasani Ahmad said,...
Serambi Islami TVRI - Amalan Yang Mendatangkan Rizki - Dr. Hasani Ahmad said,...
 
Kebersihan bagian dari iman
Kebersihan bagian dari imanKebersihan bagian dari iman
Kebersihan bagian dari iman
 
QV 10 Fildza Azizah AGA6.pdf
QV 10 Fildza Azizah AGA6.pdfQV 10 Fildza Azizah AGA6.pdf
QV 10 Fildza Azizah AGA6.pdf
 
Memahami bacaan sholat3
Memahami bacaan sholat3Memahami bacaan sholat3
Memahami bacaan sholat3
 
2. panduan praktis zakat
2. panduan praktis zakat2. panduan praktis zakat
2. panduan praktis zakat
 
Merajut keberkahan di bulan ramadhan
Merajut keberkahan di bulan ramadhanMerajut keberkahan di bulan ramadhan
Merajut keberkahan di bulan ramadhan
 
Kupas Tuntas Hukum Gambar Makhluk Bernyawa
Kupas Tuntas Hukum Gambar Makhluk BernyawaKupas Tuntas Hukum Gambar Makhluk Bernyawa
Kupas Tuntas Hukum Gambar Makhluk Bernyawa
 

Recently uploaded

WJIHS #44 Khotbah 120521 HCI Makna BIRU MERAH
WJIHS #44 Khotbah 120521 HCI Makna BIRU MERAHWJIHS #44 Khotbah 120521 HCI Makna BIRU MERAH
WJIHS #44 Khotbah 120521 HCI Makna BIRU MERAHRobert Siby
 
Penampakan Yesus setelah kebangkitan Lengkap.pdf
Penampakan Yesus setelah kebangkitan Lengkap.pdfPenampakan Yesus setelah kebangkitan Lengkap.pdf
Penampakan Yesus setelah kebangkitan Lengkap.pdfDianNovitaMariaBanun1
 
SEMINAR - Marriage and Family - Tips Rumah Tangga Bahagia
SEMINAR - Marriage and Family - Tips Rumah Tangga BahagiaSEMINAR - Marriage and Family - Tips Rumah Tangga Bahagia
SEMINAR - Marriage and Family - Tips Rumah Tangga BahagiaRobert Siby
 
WJIHS #44 - Renungan masa COVID-19 - MUREX - DARAH UNGU YESUS KRISTUS
WJIHS #44 - Renungan masa COVID-19 - MUREX - DARAH UNGU YESUS KRISTUSWJIHS #44 - Renungan masa COVID-19 - MUREX - DARAH UNGU YESUS KRISTUS
WJIHS #44 - Renungan masa COVID-19 - MUREX - DARAH UNGU YESUS KRISTUSRobert Siby
 
Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 5
Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 5Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 5
Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 5Adam Hiola
 
Renungan Doa Subuh EIUC July 2024 Mazmur 88 Short
Renungan Doa Subuh EIUC July 2024 Mazmur 88 ShortRenungan Doa Subuh EIUC July 2024 Mazmur 88 Short
Renungan Doa Subuh EIUC July 2024 Mazmur 88 ShortRobert Siby
 
AYAT MUHKAMAT DAN AYAT MUTASYABIHAT - STUDI QURAN
AYAT MUHKAMAT DAN AYAT MUTASYABIHAT -  STUDI QURANAYAT MUHKAMAT DAN AYAT MUTASYABIHAT -  STUDI QURAN
AYAT MUHKAMAT DAN AYAT MUTASYABIHAT - STUDI QURANBudiSetiawan246494
 

Recently uploaded (7)

WJIHS #44 Khotbah 120521 HCI Makna BIRU MERAH
WJIHS #44 Khotbah 120521 HCI Makna BIRU MERAHWJIHS #44 Khotbah 120521 HCI Makna BIRU MERAH
WJIHS #44 Khotbah 120521 HCI Makna BIRU MERAH
 
Penampakan Yesus setelah kebangkitan Lengkap.pdf
Penampakan Yesus setelah kebangkitan Lengkap.pdfPenampakan Yesus setelah kebangkitan Lengkap.pdf
Penampakan Yesus setelah kebangkitan Lengkap.pdf
 
SEMINAR - Marriage and Family - Tips Rumah Tangga Bahagia
SEMINAR - Marriage and Family - Tips Rumah Tangga BahagiaSEMINAR - Marriage and Family - Tips Rumah Tangga Bahagia
SEMINAR - Marriage and Family - Tips Rumah Tangga Bahagia
 
WJIHS #44 - Renungan masa COVID-19 - MUREX - DARAH UNGU YESUS KRISTUS
WJIHS #44 - Renungan masa COVID-19 - MUREX - DARAH UNGU YESUS KRISTUSWJIHS #44 - Renungan masa COVID-19 - MUREX - DARAH UNGU YESUS KRISTUS
WJIHS #44 - Renungan masa COVID-19 - MUREX - DARAH UNGU YESUS KRISTUS
 
Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 5
Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 5Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 5
Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 5
 
Renungan Doa Subuh EIUC July 2024 Mazmur 88 Short
Renungan Doa Subuh EIUC July 2024 Mazmur 88 ShortRenungan Doa Subuh EIUC July 2024 Mazmur 88 Short
Renungan Doa Subuh EIUC July 2024 Mazmur 88 Short
 
AYAT MUHKAMAT DAN AYAT MUTASYABIHAT - STUDI QURAN
AYAT MUHKAMAT DAN AYAT MUTASYABIHAT -  STUDI QURANAYAT MUHKAMAT DAN AYAT MUTASYABIHAT -  STUDI QURAN
AYAT MUHKAMAT DAN AYAT MUTASYABIHAT - STUDI QURAN
 

Fiqh qurban Lengkap

  • 1. My-i-book Panduan Qurban dan Pembahasannya Resume : dari Channel Ust. Farid Nukman I. Definisi Secara bahasa (lughatan) atau etimologis, Qurban berasal dari kata Qaruba – Yaqrubu – Qurban – Qurbanan, dengan huruf Qaf didhammahkan artinya bermakna mendekat. Qaruba ilaihi artinya mendekat kepadanya. Allah Ta’ala berfirman: Inna Rahmatallahi Qariibun Minal Muhsinin (Sesungguhnya Rahmat Allah dekat dengan orang-orang berbuat baik). Secara istilah (Syar’an) atau terminologis, Qurban bermakna menyembelih hewan tertentu dengan niat Qurbah (mendekatkan diri) kepada Allah Ta’ala pada waktu tertentu pula. Pada masa modern, istilah Qurban telah masuk ke bahasa Indonesia yakni ‘Korban’, yakni memberikan sesuatu secara rela karena faktor cinta dan ridha. Semakin hari istilah ‘Korban’ semakin meluas, dia juga bisa bermakna menjadi penderita, seperti istilah ‘Korban gempa’, ‘Korban banjir’, dan lain-lain. II. Aktifitas Menyembelih dan Hewan Qurban Aktifitas menyembelih berkurban dalam bahasa Arab ada beberapa istilah: Pertama, disebut dengan dhahhaa, dikatakan: dhahhaa bi Syaatin minal Udh-hiyah artinya dia berkurban dengan ‘Kambing Qurban.’ Ada pun Hewan Qurban-nya sendiri lebih dikenal dengan istilah Al Udh- hiyah, jamaknya Al Adhaahiy. Oleh karena itu hari
  • 2. penyembelihannya disebut ‘Iedul Adhaa (Hari Raya Qurban). Sementara, pengorbanan adalah tadh-hiyah. Kedua, dalam Al Quran, aktifitas menyembelih Hewan Qurban juga disebut nahr (diambil dari kata nahara – yanhuru –nahran). Allah Ta’ala berfirman dalam surat Al Kautsar ayat 2: ْ‫ح‬‫ر‬َ ‫ح‬ ‫اْن‬َ‫ْْو‬ َ ‫ك‬ِ‫ب‬َ‫ِر‬‫ل‬ِْْ‫ل‬ َ‫ص‬ َ ‫ف‬ “Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah.” Oleh karena itu, hari raya kurban juga dikenal dengan Yaumun Nahri. Ketiga, dalam Al Quran juga, aktifitas menyembelih Hewan Qurban juga disebut nusuk (diambil dari kata nasaka – yansuku – nusukan). Allah Ta’ala berfirman: ْ‫ح‬‫ن‬َ‫م‬ َ ‫ف‬ْْ َ ‫ن‬ َ ‫َك‬ْْ‫ح‬‫م‬ ُ ‫ك‬ ‫ح‬ ‫ِن‬‫م‬ْ‫ا‬ ً ‫يض‬ِ‫ر‬َ‫م‬ْْ‫ح‬‫و‬ َ ‫أ‬ِْْ‫ه‬ِ‫ب‬ْ‫ى‬ ً ‫ذ‬ َ ‫أ‬ْْ‫ح‬‫ِن‬‫م‬ْ ْ‫ك‬ ُ‫س‬ ُ ‫ْْن‬‫ح‬‫و‬ َ ‫ْْأ‬‫ة‬ َ ‫ق‬َ‫د‬ َ‫ْْص‬‫ح‬‫و‬ َ ‫ْْأ‬‫ام‬َ‫ي‬ ِ‫ْْص‬‫ح‬‫ِن‬‫م‬ْْ‫ة‬َ‫ي‬‫ح‬‫د‬ِ‫ف‬ َ ‫ْْف‬ِ‫ه‬ِ‫س‬ ‫ح‬ ‫أ‬َ‫ر‬ “ …jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), Maka wajiblah atasnya berfid-yah, Yaitu: berpuasa atau bersedekah atau berkorban. “ (QS. Al Baqarah (2): 196)
  • 3. Keempat, dalam Al Quran juga, aktifitas menyembelih disebut dzab-ha (diambil dari kata dzabaha – yadzbahu – dzabhan). Allah Ta’ala berfirman: ْْ ‫ح‬ ‫ن‬ َ ‫ْْأ‬‫ح‬‫م‬ ُ ‫ك‬ُ‫ر‬ُ‫م‬ ‫ح‬ ‫أ‬َ‫ْْي‬َ َ ‫ْْاّلل‬ َ ‫ن‬ِ‫إ‬ِْْ‫ه‬ِ‫م‬‫ح‬‫و‬ َ ‫ِق‬‫ل‬ْْ َ‫وس‬ُ‫ْْم‬ َ ‫ال‬ َ ‫ْْق‬ ‫ح‬ ‫ِإَوذ‬ ْ ً ‫ة‬َ‫ر‬ َ ‫ق‬َ‫واْب‬ُ َ ‫َب‬ ‫ح‬ ‫ذ‬ َ ‫ت‬ “Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina. ….." (QS. Al Baqarah (2): 67) Kelima, dalam Al Quran aktifitas tersebut juga di sebut Al Hadyu. ْ‫ا‬َ‫م‬ َ ‫ْْف‬‫ح‬‫م‬ ُ ‫ت‬‫ح‬ ِ‫ِص‬‫ح‬‫ح‬ ُ ‫ْْأ‬ ‫ح‬ ‫ن‬ِ‫إ‬ َ ‫ْْف‬ِ َ ِ‫ّْْلل‬ َ ‫ة‬َ‫ر‬‫ح‬‫م‬ُ‫ع‬ ‫ح‬ ‫ال‬َ‫ْْو‬َ‫ج‬َ‫ح‬ ‫واْاْل‬ُّ‫ِم‬‫ت‬ َ ‫أ‬َ‫و‬ ْْ َ‫ّت‬َ‫ْْح‬‫ح‬‫م‬ ُ ‫ك‬َ‫وس‬ُ‫ء‬ُ‫واْر‬ ُ ‫ق‬ِ‫ل‬ ‫ح‬ َ ‫الَْت‬َ‫ْْو‬ِ‫ي‬‫ح‬‫د‬َ‫ه‬ ‫ح‬ ‫ْْال‬َ‫ِن‬‫م‬َْْ َ‫س‬‫ح‬‫ي‬َ‫ت‬‫ح‬‫اس‬ ْ َ ‫غ‬ ُ ‫ل‬‫ح‬‫ب‬َ‫ي‬ُْْ‫ي‬‫ح‬‫د‬َ‫ه‬ ‫ح‬ ‫ال‬ Dan sempurnakanlah ibadah haji dan 'umrah karena Allah. jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), Maka (sembelihlah) korban (Al Hadyu) yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum
  • 4. korban sampai di tempat penyembelihannya. (QS. Al Baqarah (2): 196) III. Hukumnya Khilaf antara wajib dan sunah Muakaddah Para ulama berbeda pendapat tentang hukumnya, ada yang mengatakan wajib bagi yang memiliki kelapangan rezeki, ada pula yang mengatakan sunah mu’akadah, dan inilah pendapat mayoritas sahabat, tabi’in, dan para ulama. Ulama yang mewajibkan berdalil dengan hadits berikut, dari Abu Hurairah Radhiallhu ‘Anhu bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: ْ‫ح‬‫ن‬َ‫م‬ْْ َ ‫ن‬ َ ‫َك‬ُْْ َ ‫ل‬ْْ‫ة‬َ‫ع‬َ‫س‬ْْ‫ح‬‫م‬ َ ‫ل‬َ‫و‬ِْْ‫ح‬ َ ‫ض‬ُ‫ي‬ْْ َ ‫ل‬ َ ‫ف‬َْْ‫ر‬ ‫ح‬ ‫ق‬َ‫ي‬َْ‫ن‬َ‫ب‬ْ‫ا‬ َ ‫ن‬ َ ‫ل‬ َ‫ص‬ُ‫م‬ “Barangsiapa yang memiliki kelapangan (rezeki) dan dia tidak berkurban, maka jangan dekati tempat shalat kami.” Mengomentari hadits ini, berkata Imam Amir Ash Shan’ani Rahimahullah: ْ‫د‬َ‫ق‬ َ‫و‬ْْ‫ل‬َ‫د‬َ‫ت‬‫اس‬ِْْ‫ه‬ِ‫ب‬ْ‫ى‬َ‫ل‬َ‫ع‬ِْْ‫ب‬‫و‬ُ‫ج‬ ُ‫و‬ِْْ‫ة‬َ‫ي‬ ِ‫ح‬‫ض‬‫الت‬َْْ‫ع‬‫ى‬َ‫ل‬ْْ‫ن‬َ‫م‬َْْ‫َان‬‫ك‬ُْْ‫ه‬َ‫ل‬ْْ‫ة‬َ‫ع‬َ‫س‬ُْْ‫ه‬‫ن‬َ ِ‫ِل‬ْ‫ا‬‫م‬َ‫ل‬ْ‫ى‬َ‫ه‬َ‫ن‬ْْ‫ن‬َ‫ع‬ِْْ‫ان‬َ‫ب‬‫ر‬ُ‫ق‬ْ ‫ى‬‫ل‬َ‫ص‬ُ‫م‬‫ال‬ْْ‫ل‬َ‫د‬ْ‫ى‬َ‫ل‬َ‫ع‬ُْْ‫ه‬‫ن‬َ‫أ‬َْْ‫ك‬َ‫َر‬‫ت‬ْ‫ًا‬‫ب‬ ِ‫اج‬ َ‫و‬ُْْ‫ه‬‫ن‬َ‫أ‬َ‫ك‬ُْْ‫ل‬‫و‬ُ‫ق‬َ‫ي‬َْْ‫ل‬َْْ‫ة‬َ‫د‬ِ‫ئ‬‫ا‬َ‫ف‬ْ‫ِي‬‫ف‬ِْْ‫ة‬ َ‫َل‬‫الص‬َْْ‫ع‬َ‫م‬ِْْ‫ك‬‫َر‬‫ت‬ْ‫ا‬َ‫ذ‬َ‫ه‬ِْْ‫ب‬ ِ‫اج‬ َ‫و‬‫ال‬ْ ِْ‫ه‬ِ‫ل‬‫و‬َ‫ق‬ِ‫ل‬ َ‫و‬ْ‫ى‬َ‫ل‬‫ا‬َ‫ع‬َ‫ت‬ْْ{ِْ‫ل‬َ‫ص‬َ‫ف‬َْْ‫ك‬ِ‫ب‬َ‫ِر‬‫ل‬ْْ‫ر‬َ‫ح‬‫ان‬ َ‫و‬ْْ}ِْ‫ث‬‫ِي‬‫د‬َ‫ح‬ِ‫ل‬ َ‫و‬ِْْ‫َف‬‫ن‬‫خ‬ِ‫م‬ِْْ‫ن‬‫ب‬ْْ‫م‬‫ي‬َ‫ل‬ُ‫س‬ْ‫ًا‬‫ع‬‫و‬ُ‫ف‬‫ر‬َ‫م‬ْْ{‫ى‬َ‫ل‬َ‫ع‬ِْْ‫ل‬‫ه‬َ‫أ‬ْ ِْ‫ل‬ُ‫ك‬ْْ‫ت‬‫ي‬َ‫ب‬ْ‫ِي‬‫ف‬ِْْ‫ل‬ُ‫ك‬ْْ‫ام‬َ‫ع‬ْْ‫ة‬‫ي‬ ِ‫ح‬‫ض‬ُ‫أ‬ْْ}ْ‫ل‬َ‫د‬ُْْ‫ه‬ُ‫ظ‬‫ف‬َ‫ل‬ْ‫ى‬َ‫ل‬َ‫ع‬ِْْ‫ب‬‫و‬ُ‫ج‬ ُ‫و‬‫ال‬ْ،ُْْ‫وب‬ُ‫ج‬ ُ‫و‬‫ال‬ َ‫و‬ُْْ‫ل‬‫و‬َ‫ق‬ْ‫ي‬ِ‫ب‬َ‫أ‬َْْ‫ة‬َ‫ف‬‫ِي‬‫ن‬َ‫ح‬ “Hadits ini dijadikan dalil wajibnya berkurban bagi yang memiliki kelapangan rezeki, hal ini jelas
  • 5. ketika Rasulullah melarang mendekati tempat shalat, larangan itu menunjukkan bahwa hal itu merupakan meninggalkan kewajiban, seakan Beliau mengatakan shalatnya tidak bermanfaat jika meninggalkan kewajiban ini. Juga karena firmanNya: “maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkurbanlah.” Dalam hadits Mikhnaf bin Sulaim secara marfu’ (sampai kepada Rasulullah) berbunyi: “ (wajib) atas penduduk setiap rumah pada tiap tahunnya untuk berkurban.” Lafaz hadits ini menunjukkan wajibnya. Pendapat yang menyatakan wajib adalah dari Imam Abu Hanifah. Sementara yang tidak mewajibkan, menyatakan bahwa dua hadits di atas tidak bisa dijadikan hujjah (dalil), sebab yang pertama mauquf (hanya sampai sahabat nabi, bukan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam), hadits kedua dha’if. Sedangkan ayat Fashalli li Rabbika wanhar, tidak bermakna wajib kurban melainkan menunjukkan urutan aktifitas, yakni menyembelih kurban dilakukan setelah shalat Id. Berikut keterangan dari Imam Ash Shan’ani: َْ‫ل‬‫ِي‬‫ق‬ َ‫و‬َْْ‫ل‬ُْْ‫ب‬ ِ‫َج‬‫ت‬ُْْ‫ِيث‬‫د‬َ‫ح‬‫ال‬ َ‫و‬ُْْ‫ل‬‫و‬َ‫اِل‬ْْ‫وف‬ُ‫ق‬‫و‬َ‫م‬َْْ‫َل‬َ‫ف‬َْْ‫ة‬‫ج‬ُ‫ح‬ِْْ‫ه‬‫ِي‬‫ف‬ْ‫ِي‬‫ن‬‫ا‬‫الث‬ َ‫و‬ْْ‫ف‬‫ع‬َ‫ض‬ْ‫ي‬ِ‫ب‬َ‫أ‬ِ‫ب‬َْْ‫ة‬َ‫ل‬‫م‬َ‫ر‬َْْ‫ل‬‫ا‬َ‫ق‬ْ ْ‫ي‬ِ‫ب‬‫ا‬‫َط‬‫خ‬‫ال‬ْْ:ُْ‫ه‬‫إن‬ْْ‫ول‬ُ‫ه‬‫ج‬َ‫م‬ُْْ‫ة‬َ‫ي‬‫اْل‬ َ‫و‬ْْ‫ة‬َ‫ل‬ِ‫م‬َ‫ت‬‫ح‬ُ‫م‬ْْ‫د‬َ‫ق‬َ‫ف‬َْْ‫ِر‬‫س‬ُ‫ف‬ُْْ‫ه‬ُ‫ل‬‫و‬َ‫ق‬ْْ{ْ(‫ا‬ َ‫و‬ْ‫ر‬َ‫ح‬‫ن‬ْْ)ْ}ِْ‫ع‬‫ض‬ َ‫و‬ِ‫ب‬ِْْ‫َف‬‫ك‬‫ال‬ْ ‫ى‬َ‫ل‬َ‫ع‬ِْْ‫ر‬‫ح‬‫الن‬ْ‫ِي‬‫ف‬ِْْ‫ة‬ َ‫َل‬‫الص‬ُْْ‫ه‬َ‫ج‬َ‫ر‬‫خ‬َ‫أ‬ُْْ‫ن‬‫اب‬ْ‫ي‬ِ‫ب‬َ‫أ‬ْْ‫ِم‬‫ت‬‫ا‬َ‫ح‬ُْْ‫ن‬‫اب‬ َ‫و‬َْْ‫ِين‬‫ه‬‫َا‬‫ش‬ْ‫ِي‬‫ف‬ِْْ‫ه‬ِ‫ن‬َ‫ن‬ُ‫س‬ُْْ‫ن‬‫اب‬ َ‫و‬ِْْ‫ه‬‫ي‬ َ‫ُو‬‫د‬‫ر‬َ‫م‬ْ ْ‫ِي‬‫ق‬َ‫ه‬‫ي‬َ‫ب‬‫ال‬ َ‫و‬ْْ‫ن‬َ‫ع‬ِْْ‫ن‬‫اب‬ْْ‫اس‬‫ب‬َ‫ع‬ِْْ‫ه‬‫ِي‬‫ف‬ َ‫و‬ْْ‫ات‬َ‫ي‬‫ا‬ َ‫و‬ ِ‫ر‬ْْ‫ن‬َ‫ع‬ِْْ‫ة‬َ‫ب‬‫ا‬َ‫ح‬‫الص‬ُْْ‫ل‬‫ث‬ِ‫م‬َْْ‫ِك‬‫ل‬َ‫ذ‬ْْ‫و‬َ‫ل‬ َ‫و‬َْْ‫ِم‬‫ل‬ُ‫س‬َْْ‫ي‬ِ‫ه‬َ‫ف‬ْْ‫ة‬‫ال‬َ‫د‬ْ ‫ى‬َ‫ل‬َ‫ع‬ْْ‫ن‬َ‫أ‬َْْ‫ر‬‫ح‬‫الن‬َْْ‫د‬‫ع‬َ‫ب‬ِْْ‫ة‬ َ‫َل‬‫الص‬َْْ‫ي‬ِ‫ه‬َ‫ف‬ْْ‫ين‬ِ‫ي‬‫َع‬‫ت‬ِْْ‫ه‬ِ‫ت‬‫ق‬ َ‫ِو‬‫ل‬َْْ‫ل‬ِْْ‫ه‬ِ‫ب‬‫و‬ُ‫ج‬ ُ‫ِو‬‫ل‬ُْْ‫ه‬‫ن‬َ‫أ‬َ‫ك‬ُْْ‫ل‬‫و‬ُ‫ق‬َ‫ي‬ْ‫ا‬َ‫ذ‬‫إ‬ْ‫ت‬‫ر‬َ‫ح‬َ‫ن‬َْْ‫د‬‫ع‬َ‫ب‬َ‫ف‬ْ ِْ‫ة‬ َ‫َل‬َ‫ص‬ِْْ‫د‬‫ِي‬‫ع‬‫ال‬ُْْ‫ه‬‫ن‬ِ‫إ‬َ‫ف‬ْْ‫د‬َ‫ق‬َْْ‫ج‬َ‫ر‬‫خ‬َ‫أ‬ُْْ‫ن‬‫اب‬ْْ‫ير‬ ِ‫ر‬َ‫ج‬ْْ‫ن‬َ‫ع‬ْْ‫َس‬‫ن‬َ‫أ‬ْْ{َْ‫َان‬‫ك‬ْْ‫ي‬ِ‫ب‬‫الن‬ْ‫ى‬‫ل‬َ‫ص‬ُْْ‫اّلل‬ِْْ‫ه‬‫ي‬َ‫ل‬َ‫ع‬َْْ‫م‬‫ل‬َ‫س‬ َ‫و‬ْ ْ‫ن‬َ‫ي‬ُْ‫ر‬َ‫ح‬َْْ‫ل‬‫ب‬َ‫ق‬ْْ‫ن‬َ‫أ‬َْْ‫ِي‬‫ل‬َ‫ص‬ُ‫ي‬َْْ‫ر‬ِ‫م‬ُ‫أ‬َ‫ف‬ْْ‫ن‬َ‫أ‬َْْ‫ِي‬‫ل‬َ‫ص‬ُ‫ي‬ْْ‫م‬ُ‫ث‬ُْْ‫ر‬َ‫ح‬‫ن‬َ‫ي‬ْْ}ِْ‫ف‬‫ع‬َ‫ض‬ِ‫ل‬ َ‫و‬ِْْ‫ة‬‫ِل‬‫د‬َ‫أ‬ِْْ‫ب‬‫و‬ُ‫ج‬ ُ‫و‬‫ال‬َْْ‫َب‬‫ه‬َ‫ذ‬ُْْ‫ور‬ُ‫ه‬‫م‬ُ‫ج‬‫ال‬ْ
  • 6. ْ‫ن‬ِ‫م‬ِْْ‫ة‬َ‫ب‬‫ا‬َ‫ح‬‫الص‬َْْ‫ِين‬‫ع‬ِ‫ب‬‫ا‬‫الت‬ َ‫و‬ِْْ‫اء‬َ‫ه‬َ‫ق‬ُ‫ف‬‫ال‬ َ‫و‬ْ‫ى‬َ‫ل‬‫إ‬ْ‫ا‬َ‫ه‬‫ن‬َ‫أ‬ْْ‫ة‬‫ن‬ُ‫س‬ْْ‫ة‬َ‫د‬‫ك‬َ‫ؤ‬ُ‫م‬ْْ‫ل‬َ‫ب‬َْْ‫ل‬‫ا‬َ‫ق‬ُْْ‫ن‬‫اب‬ْْ‫م‬‫ز‬َ‫ح‬َْْ‫ل‬ْْ‫ح‬ ِ‫ص‬َ‫ي‬ْْ‫ن‬َ‫ع‬ْ ْ‫د‬َ‫ح‬َ‫أ‬ْْ‫ن‬ِ‫م‬ِْْ‫ة‬َ‫ب‬‫ا‬َ‫ح‬‫الص‬ْ‫ا‬َ‫ه‬‫ن‬َ‫أ‬ْْ‫ة‬َ‫ب‬ ِ‫اج‬ َ‫و‬ . “Dikatakan: Tidak wajib, karena hadits pertama adalah mauquf dan tidak bisa dijadikan hujjah (dalil). Hadits kedua (dari Mikhnaf bin Sulaim) dhaif karena dalam sanadnya ada Abu Ramlah. Berkata Imam Al Khathabi: “Dia itu majhul (tidak dikenal).” Sedangkan firmanNya: “…berkurbanlah.” adalah tentang penentuan waktu penyembelihan setelah shalat. Telah diriwayatkan oleh Abu Hatim, Ibnu Syahin di dalam sunan-nya, Ibnu Mardawaih, dan Al Baihaqi dari Ibnu Abbas dan didalamnya terdapat beberapa riwayat dari sahabat yang seperti ini, yang menunjukkan bahwa menyembelih kurban itu dilakukan setelah shalat (‘Ied). Maka ayat itu secara khusus menjelaskan tentang waktu penyembelihnnya, bukan menunjukkan kewajibannya. Seolah berfirman: Jika engkau menyembelih maka (lakukan) setelah shalat ‘Ied. Ibnu Jarir telah meriwayatkan dari Anas: “Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah menyembelih sebelum shalat Id, lalu Beliau diperintahkan untuk shalat dulu baru kemudian menyembelih.” Maka nyatalah kelemahan alasan mereka yang mewajibkannya. Sedangkan, madzhab jumhur (mayoritas) dari sahabat, tabi’in, dan ahli fiqih, bahwa menyembelih qurban adalah sunah mu’akkadah, bahkan Imam Ibnu Hazm mengatakan tidak ada yang shahih satu pun dari
  • 7. kalangan sahabat yang menunjukkan kewajibannya.” Seandainya hadits-hadits di atas shahih, itu pun tidak menunjukkan kewajibannya. Sebab dalam riwayat lain Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: ‫ا‬ َ ‫ذ‬ِ‫إ‬ْْ‫ح‬‫ت‬ َ ‫ل‬ َ ‫خ‬ َ ‫د‬ُْْ ‫ح‬ ‫ش‬َ‫ع‬ ‫ح‬ ‫ال‬ْْ َ ‫اد‬َ‫ر‬ َ ‫أ‬َ‫و‬ْْ‫ح‬‫م‬ ُ ‫ك‬ُ‫د‬َ‫ح‬ َ ‫أ‬ْْ ‫ح‬ ‫ن‬ َ ‫أ‬َْْ ِ‫ح‬ َ ‫ض‬ُ‫ي‬ْ ْ َ ‫ل‬ َ ‫ف‬ْْ َ‫س‬َ‫م‬َ‫ي‬ْْ‫ح‬‫ِن‬‫م‬ِْْ‫ه‬ِ‫ر‬َ‫ع‬ َ ‫ش‬ِْْ‫ه‬ِ َ ‫ش‬َ‫ب‬َ‫و‬ْ‫ا‬ً‫ئ‬‫ح‬‫ي‬ َ ‫ش‬ “Jika kalian memasuki tanggal 10 (Dzulhijjah) dan hendak berkurban maka janganlah dia menyentuh sedikit pun dari rambutnya dan kulitnya.” Hadits tersebut dengan jelas menyebutkan bahwa berkurban itu terkait dengan kehendak, manusianya oleh karena itu Imam Asy Syafi’i menjadikan hadits ini sebagai dalil tidak wajibnya berkurban alias sunah. Syaikh Wahbah Az Zuhaili Hafizhahullah mengatakan: ‫جتب‬ْ‫األضحية‬ْ‫مرة‬ْ‫يف‬ْ‫لك‬ْ‫اعم‬ْ‫عند‬ْ‫أيب‬ْ ،‫حنيفة‬ْ‫ويه‬ْ‫سنة‬ْ‫مؤكدة‬ْ‫عند‬ْ‫مجهور‬ْ‫األئمة‬ . Wajib berqurban sekali dalam setahun menurut Abu Hanifah, dan menurut mayoritas imam adalah sunah muakadah.
  • 8. Hadits lainnya: َْ‫ب‬ِ‫ت‬ ُ ‫ك‬َْْ َ َ ‫َع‬ُْْ‫ر‬‫ح‬‫ح‬َ‫انل‬ْْ‫ح‬‫م‬ َ ‫ل‬َ‫و‬ْْ‫ح‬‫ب‬َ‫ت‬ ‫ح‬ ‫ك‬ُ‫ي‬ْْ‫ح‬‫م‬ ُ ‫ك‬‫ح‬‫ي‬ َ ‫ل‬ َ ‫ع‬ “Aku diwajibkan untuk berkurban, namun tidak wajib bagi kalian.” Tetapi hadits ini didhaifkan para ulama seperti Syaikh Al Albani. Juga Syaikh Syu’aib Al Arna’uth. Tertulis dalam Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah: ْ ُ ‫ة‬َ‫ي‬ِ‫ح‬ ‫ح‬ ‫ُض‬ُ ‫ح‬ ‫األ‬ْْ‫ض‬‫ح‬‫ر‬ َ ‫ف‬ْْ َ َ ‫َع‬ْ‫ول‬ُ‫س‬َ‫ر‬ِْْ َ ‫اّلل‬ْْ َ ‫ّل‬ َ‫ص‬ُْْ َ ‫اّلل‬ِْْ‫ه‬‫ح‬‫ي‬ َ ‫ل‬ َ ‫ع‬ْ َْ‫م‬ َ ‫ل‬َ‫س‬َ‫و‬ْْ َ ‫ون‬ ُ ‫د‬ِْْ‫ه‬ِ‫ت‬َ‫م‬ ُ ‫أ‬ِْْ‫يث‬ِ‫د‬َ ِ‫ْل‬ِْْ‫ن‬‫ح‬‫اب‬ْْ‫اس‬َ‫ب‬ َ ‫ع‬ِْْ‫م‬ِ‫د‬ َ ‫ق‬َ‫ت‬ُ‫م‬ ‫ح‬ ‫ال‬ْ:ْ ْ‫ث‬ َ ‫ل‬ َ ‫ث‬َْْ‫ن‬ ُ ‫ه‬َْْ َ َ ‫َع‬ْْ ُ ‫ض‬ِ‫ائ‬َ‫ر‬ َ ‫ف‬ْْ‫ح‬‫م‬ ُ ‫ك‬ َ ‫ل‬َ‫و‬ْْ‫ع‬ُّ‫و‬ َ‫ط‬ َ ‫ت‬ْ:ُْْ‫ر‬‫ح‬‫ح‬َ‫انل‬ْ ُْ‫ر‬ ‫ح‬ ‫ت‬ِ‫و‬ ‫ح‬ ‫ال‬َ‫و‬ْ‫ا‬َ‫ت‬َ‫ع‬ ‫ح‬ ‫ك‬َ‫ر‬َ‫و‬ْْ َ‫ح‬ ُّ ‫الض‬ Berqurban adalah fardhu (wajib) atas Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, tidak bagi umatnya. Berdasarkan hadits dari Ibnu Abbas yang telah lalu: ada tiga hal yang diwajibkan kepada diriku, namun bagi kalian adalah sunah: berqurban, witir, dan dua rakaat dhuha. Hadits yang disebutkan ini diriwayatkan oleh Ahmad No. 2050. Ad Daruquthni dalam Sunannya, 2/21. Al Hakim dalam Al Mustadrak, 1/300. Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 4248. Al Hakim dalam Al
  • 9. Mustadrak No. 1119, Abdurrazzaq dalam Al Mushannaf No. 4573, Abu Nu’aim dalam Hilayatul Auliya, 9/232. Wallahu A’lam IV. Jenis Hewan Sembelihan Tidak semua hewan bisa dijadikan sembelihan qurban. Sebab, ini adalah ibadah yang sudah memiliki petunjuk bakunya dalam syariat yang tidak boleh diubah, baik dikurang atau ditambah. Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah berkata tentang hal ini: ‫أجمع‬ْ‫العلماء‬ْ‫على‬ْ‫أن‬ْ‫الهدي‬ْ‫ل‬ْ‫يكون‬ْ‫إل‬ْ‫من‬ْ‫النعم‬ْ،ْ‫واتفقوا‬ْ:‫على‬ْ‫أن‬ْ‫الفضل‬ْ،‫البل‬ْ ‫ثم‬ْ،‫البقر‬ْ‫ثم‬ْ‫الغنم‬ْ.‫على‬ْ‫هذا‬ْ‫الترتيب‬ْ.‫لن‬ْ‫البل‬ْ‫أنفع‬ْ،‫للفقراء‬ْ،‫لعظمها‬ْ‫والبقر‬ْ‫أنف‬‫ع‬ْ ‫من‬ْ‫الشاة‬ْ‫كذلك‬ . “Ulama telah ijma’ (sepakat) bahwa hewan qurban itu hanya dapat diambil dari hewan ternak (An Na’am) . Mereka juga sepakat bahwa yang lebih utama adalah unta (Ibil), lalu sapi/kerbau (Baqar), lalu kambing (Ghanam), demikianlah urutannya. Alasannya adalah karena Unta lebih banyak manfaatnya (karena lebih banyak dagingnya, pen) bagi fakir miskin, dan demikian juga sapi lebih banyak manfaatnya dibanding kambing.” Dalil-dalilnya adalah, dari Jabir bin Abdullah Radhiallahu ‘Anhu: ‫َا‬‫ن‬‫ج‬َ‫ج‬َ‫ح‬َْْ‫ع‬َ‫م‬ِْْ‫ل‬‫و‬ُ‫س‬َ‫ر‬ِْْ‫اّلل‬ْ‫ى‬‫ل‬َ‫ص‬ُْْ‫اّلل‬ِْْ‫ه‬‫ي‬َ‫ل‬َ‫ع‬َْْ‫م‬‫ل‬َ‫س‬ َ‫و‬ْ‫َا‬‫ن‬‫ر‬َ‫ح‬َ‫ن‬َ‫ف‬َْْ‫ِير‬‫ع‬َ‫ب‬‫ال‬ْْ‫ن‬َ‫ع‬ْْ‫ب‬َ‫س‬ْ‫ة‬َ‫ع‬َْْ‫ة‬ َ‫ر‬َ‫ق‬َ‫ب‬‫ال‬ َ‫و‬ْْ‫ن‬َ‫ع‬ْ ْ‫ة‬َ‫ع‬‫ب‬َ‫س‬ “Kami haji bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kami berkurban dengan Unta untuk tujuh orang, dan Sapi untuk tujuh orang.”
  • 10. Untuk kambing, dalilnya adalah: َْ‫ر‬َ‫ح‬َ‫ن‬ َ‫و‬ْْ‫ي‬ِ‫ب‬‫الن‬ْ‫ى‬‫ل‬َ‫ص‬ُْْ‫اّلل‬ِْْ‫ه‬‫ي‬َ‫ل‬َ‫ع‬َْْ‫م‬‫ل‬َ‫س‬ َ‫و‬ْْ‫َات‬‫ن‬َ‫د‬َ‫ب‬ِْْ‫ه‬ِ‫د‬َ‫ي‬ِ‫ب‬ْ‫ا‬ً‫م‬‫ا‬َ‫ي‬ِ‫ق‬َْْ‫ح‬َ‫ب‬َ‫ذ‬ َ‫و‬ُْْ‫ل‬‫و‬ُ‫س‬ َ‫ر‬ِْْ‫اّلل‬ْ‫ى‬‫ل‬َ‫ص‬ُْْ‫اّلل‬ْْ‫ي‬َ‫ل‬َ‫ع‬ِْ‫ه‬ْ َْ‫م‬‫ل‬َ‫س‬ َ‫و‬ِْْ‫ة‬َ‫ن‬‫ِي‬‫د‬َ‫م‬‫ال‬ِ‫ب‬ِْْ‫ن‬‫َي‬‫ش‬‫َب‬‫ك‬ِْْ‫ن‬‫ي‬َ‫ح‬َ‫ل‬‫م‬َ‫أ‬ “Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyembelih Unta dengan tangannya sendiri sambil berdiri, di Madinah Beliau menyembelih dua ekor kambing Kibasy yang putih.” V. Syarat-Syarat Hewan Layak Qurban Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah menuliskan ada dua syarat: 1 - ‫أن‬ْ‫يكون‬ْ،‫ثنيا‬ْ‫إذا‬ْ‫كان‬ْ‫من‬ْ‫غير‬ْ،‫الضأن‬ْ‫أما‬ْ‫الضأن‬ْ‫فإنه‬ْ‫يجزئ‬ْ‫منه‬ْ‫الجذع‬ْ‫فما‬ْ ‫فوقه‬ْ.‫وهوما‬ْ‫له‬ْ‫ستة‬ْ،‫أشهر‬ْ‫وكان‬ْ‫سمينا‬ْ.‫والثني‬ْ‫من‬ْ‫البل‬ْ:‫ماله‬ْ‫خمس‬ْ،‫سنين‬ْ‫ومن‬ْ ‫البقر‬ْ:‫ما‬ْ‫له‬ْ،‫سنتان‬ْ‫ومن‬ْ‫المعز‬ْ‫ما‬ْ‫له‬ْ‫سنة‬ْ،‫تامة‬ْ‫فهذه‬ْ‫يجزئ‬ْ‫منها‬ْ‫الثني‬ْ‫فما‬ْ‫فوقه‬ . 2 - ‫أن‬ْ‫يكون‬ْ،‫سليما‬ْ‫فَل‬ْ‫تجزئ‬ْ‫فيه‬ْ‫العوراء‬ْ‫ول‬ْ‫العرجاء‬ْ‫ول‬ْ،‫الجرباء‬ْ‫ولالعجفاء‬ْ ْ.‫وعن‬ْ‫الحسن‬ْ:‫أنهم‬ْ‫قالوا‬ْ:‫إذا‬ْ‫اشترى‬ْ‫الرجل‬ْ،‫البدنة‬ْ‫أو‬ْ،‫الضحية‬ْ‫وهي‬ْ،‫وافية‬ْ ‫فأصابها‬ْ،‫عور‬ْ‫أو‬ْ،‫عرج‬ْ‫أو‬ْ‫عجف‬ْ‫قبل‬ْ‫يوم‬ْ‫النحر‬ْ‫فليذبحها‬ْ‫وقد‬ْ‫أجزأته‬ْ.‫رواه‬ْ‫سعيد‬ْ ‫بن‬ْ‫منصور‬ . 1. Hendaknya yang sudah besar, jika selain jenis Adh Dha’nu (benggala, biri-biri, kibasy, dan domba). Jika termasuk Adh Dha’nu maka cukup jadza’ atau lebih. Jadza’ adalah enam bulan penuh dan gemuk badannya. Unta dikatakan besar jika sudah mencapai umur lima tahun. Sapi jika sudah dua tahun. Kambing jika sudah setahun penuh. Bika hewan-hewan ini telah mencapai umurnya masing- masing maka sudah boleh dijadikan hewan kurban.
  • 11. 2. Hendaklah sehat dan tidak cacat. Maka tidak boleh ada pincang, buta sebelah, kurap (penyakit kulit), dan kurus. Dari Al Hasan: bahwa mereka berkata jika seorang membeli Unta atau hewan kurban lainnya dan kondisinya sehat-sehat saja, namun sehari sebelum hari – H mengalami pincang, buta sebelah, atau kurus kering, maka hendaklah diteruskan penyembelihannya, karena yang demikian telah cukup memadai. (HR. Said bin Manshur). Demikian dari Syaikh Sayyid Sabiq. Jadi, bisa diringkas, jika hewan kurbannya adalah jenis kibas, biri-biri, dan domba, maka minimal adalah setengah tahun penuh. Jika selain itu maka hendaknya yang sudah cukup besar, biasanya ukuran ‘besar’ bagi kambing biasa adalah setahun penuh. Sapi adalah dua tahun penuh, dan Unta adalah lima tahun. VI. Tata Cara Penyembelihan Unta Didirikan dan Yang lain dibaringkan Jika unta maka dipotong sewaktu ia berdiri, dan itu sunah, ada pun yang lainnya dengan cara berbaring. Hal ini disebutkan beberapa hadits berikut: َْ‫ر‬َ َ ‫ْن‬َ‫و‬ُّْْ ِ‫ب‬َ‫انل‬ْْ َ ‫ّل‬ َ‫ص‬ُْْ َ ‫اّلل‬ِْْ‫ه‬‫ح‬‫ي‬ َ ‫ل‬ َ ‫ع‬َْْ‫م‬ َ ‫ل‬َ‫س‬َ‫و‬ْْ‫ات‬ َ ‫ن‬َ‫د‬َ‫ب‬ِْْ‫ه‬ِ‫د‬َ‫ي‬ِ‫ب‬ْ ‫ا‬ً‫ام‬َ‫ِي‬‫ق‬
  • 12. “Dan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyembelih Unta dengan tangannya dengan cara berdiri ..” Dari Ziyad bin Jubeir, dia berkata: ْ َ ‫ن‬ َ ‫أ‬َْْ‫ن‬‫ح‬‫اب‬َْْ‫ر‬َ‫م‬ ُ ‫ع‬ْْ َ ‫ت‬ َ ‫أ‬ْْ َ َ ‫َع‬ْْ‫ل‬ُ‫ج‬َ‫ر‬َْْ‫و‬ ُ ‫ه‬َ‫و‬ُْْ‫ر‬َ‫ح‬ ‫ح‬ ‫ن‬َ‫ي‬ُْْ‫ه‬َ‫ت‬ َ ‫ن‬َ‫د‬َ‫ب‬ْ ْ ً ‫ة‬ َ ‫ك‬ِ‫ار‬َ‫ب‬ْْ َ ‫ال‬ َ ‫ق‬ َ ‫ف‬َْْ‫ه‬ ‫ح‬ ‫ث‬َ‫ع‬‫ح‬‫اب‬‫ا‬ْ‫ا‬ً‫ام‬َ‫ِي‬‫ق‬ْْ ً ‫ة‬َ‫د‬َ‫ي‬ َ ‫ق‬ُ‫م‬ْْ َ ‫ة‬َ‫ن‬ُ‫س‬ْْ‫ح‬‫م‬ ُ ‫ك‬ِ‫ي‬ِ‫ب‬ َ ‫ن‬ْ ْ َ ‫ّل‬ َ‫ص‬ُْْ َ ‫اّلل‬ِْْ‫ه‬‫ح‬‫ي‬ َ ‫ل‬ َ ‫ع‬َْْ‫م‬ َ ‫ل‬َ‫س‬َ‫و‬ “Bahwa Ibnu Umar mendatangi seorang laki-laki yang sedang menyembelih Unta sambil dibaringkan, lalu beliau berkata: “Bangkitkanlah agar berdiri, lalu ikatlah, itulah sunah nabimu Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.” Didirikan dengan tiga kaki, dan kaki kiri depan diikat, dari Abdurrahman bin Sabith, dia berkata: ْ َ ‫ن‬ َ ‫أ‬َْْ ِ‫ب‬َ‫انل‬ْْ َ ‫ّل‬ َ‫ص‬ُْْ َ ‫اّلل‬ِْْ‫ه‬‫ح‬‫ي‬ َ ‫ل‬ َ ‫ع‬َْْ‫م‬ َ ‫ل‬َ‫س‬َ‫و‬ُْْ‫ه‬َ‫اب‬َ‫ح‬ ‫ح‬‫ص‬ َ ‫أ‬َ‫و‬ْ‫وا‬ ُ ‫ن‬ َ ‫َك‬ْ ْ َ ‫ون‬ُ‫ر‬َ‫ح‬ ‫ح‬ ‫ن‬َ‫ي‬ْْ َ ‫ة‬ َ ‫ن‬َ‫د‬َ ‫ح‬ ‫اْل‬ْْ َ ‫ة‬ َ ‫ول‬ ُ ‫ق‬‫ح‬‫ع‬َ‫م‬ْ‫ى‬َ ‫ح‬‫س‬ُ‫ي‬ ‫ح‬ ‫ال‬ْْ ً ‫ة‬َ‫م‬ِ‫ائ‬ َ ‫ق‬ْْ َ َ ‫َع‬ْ‫ا‬َ‫م‬ْ َْ ِ‫ق‬َ‫ب‬ْْ‫ح‬‫ِن‬‫م‬ْ‫ا‬َ‫ه‬ِ‫م‬ِ‫ائ‬َ‫و‬ َ ‫ق‬
  • 13. “Bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan para sahabatnya, mereka menyembelih Unta dengan keadaan kaki kiri depannya terikat, dan Unta berdiri atas tiga kakinya yang lain.” Sedangkan selain Unta, maka disembelih dengan cara dibaringkan. Berkata Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah: ‫أما‬ْ‫البقر‬ْ،‫والغنم‬ْ‫فيستحب‬ْ‫ذبحها‬ْ‫مضطجعة‬ْ.‫فإن‬ْ‫ذبح‬ْ‫ما‬ْ،‫ينحر‬ْ‫ونحر‬ْ‫ما‬ْ،‫يذبح‬ْ‫قيل‬ْ: ،‫يكره‬ْ‫وقيل‬ْ:‫ل‬ْ‫يكره‬ . “Ada pun sapi dan kambing, disunahkan menyembelih dengan cara dibaringkan. Jika terjadi sebaliknya, yang diri justru dibaringkan atau yang baring justru didirikan, maka dikatakan: makruh, ada pula yang mengatakan; tidak makruh.” VII. Orang yang Menyembelih Disunnahkan orang yang menyembelih adalah yang berkurban, jika dia memiliki keahlian. Demikianlah yang dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. َْ‫ر‬َ َ ‫ْن‬َ‫و‬ُّْْ ِ‫ب‬َ‫انل‬ْْ َ ‫ّل‬ َ‫ص‬ُْْ َ ‫اّلل‬ِْْ‫ه‬‫ح‬‫ي‬ َ ‫ل‬ َ ‫ع‬َْْ‫م‬ َ ‫ل‬َ‫س‬َ‫و‬ْْ‫ات‬ َ ‫ن‬َ‫د‬َ‫ب‬ِْْ‫ه‬ِ‫د‬َ‫ي‬ِ‫ب‬ْ ‫ا‬ً‫ام‬َ‫ِي‬‫ق‬َْْ‫ح‬َ‫ب‬ َ ‫ذ‬َ‫و‬ْْ ُ ‫ول‬ُ‫س‬َ‫ر‬ِْْ َ ‫اّلل‬ْْ َ ‫ّل‬ َ‫ص‬ُْْ َ ‫اّلل‬ِْْ‫ه‬‫ح‬‫ي‬ َ ‫ل‬ َ ‫ع‬َْْ‫م‬ َ ‫ل‬َ‫س‬َ‫و‬ْ ِْ‫ة‬َ‫ين‬ِ‫د‬َ‫م‬ ‫ح‬ ‫ال‬ِ‫ب‬ِْْ ‫ح‬ ‫ي‬ َ ‫ش‬‫ح‬‫ب‬ َ ‫ك‬ِْْ ‫ح‬ ‫ي‬َ‫ح‬ َ ‫ل‬‫ح‬‫م‬ َ ‫أ‬
  • 14. “Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyembelih Unta dengan tangannya sendiri sambil berdiri, di Madinah Beliau menyembelih dua ekor kambing Kibasy yang putih.” Namun, bagi yang tidak ada keahlian dianjurkan untuk menyaksikan penyembelihan. Berkata Syaikh Sayyid Sabiq: ‫ويستحب‬ْ‫أن‬ْ‫يذَبها‬ْ،‫بنفسه‬ْ‫إن‬ْ‫َكن‬ْ‫حيسن‬ْ ،‫اذلبح‬ْ‫وإال‬ْ‫فيندب‬ْ‫ل‬ْ‫أن‬ْ‫يشهده‬ . “Disunahkan disembelih sendiri oleh yang berkurban, jika dia bisa menyembelih dengan baik, jika tidak bisa, maka dianjurkan untuk menyaksikan.” Dibolehkan menurut ijma’i ulama bagi orang bisu untuk menjadi penyembelih. Berkata Imam Ibnul Mundzir: ‫وأمجعوا‬ْ‫َع‬ْ‫إباحة‬ْ‫ذبيحة‬ْ‫األخرس‬ . “Para ulama telah ijma’ (sepakat), bahwa bolehnya sembelihan dari orang bisu.” Tasmiyah (membaca bismillah) Jumhur (mayoritas) ulama mengatakan wajib membaca bismillah (dan takbir) ketika menyembelih,
  • 15. sebagian lain mengatakan sunah. Namun, yang benar adalah wajib, sebab Allah Ta’ala berfirman: “Maka makanlah dari (sembelihan binatang- binatang halal) Yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, jika betul kamu beriman kepada ayat-ayatNya.” (QS. Al An’am (6): 118) Ayat ini mengaitkan antara keimanan dengan menyebut nama Allah Ta’ala ketika menyembelih, maka tidak syak (ragu) lagi atas wajibnya hal tersebut. Dari Ibnu Umar, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam juga bersabda: ْ َ ‫ال‬َ‫و‬ْْ ُ ُ ‫آلك‬ْْ َ ‫ال‬ِ‫إ‬ْ‫ا‬َ‫م‬َْْ‫ِر‬‫ك‬ ُ ‫ذ‬ُْْ‫م‬‫ح‬‫اس‬ِْْ َ ‫اّلل‬ِْْ‫ه‬‫ح‬‫ي‬ َ ‫ل‬ َ ‫ع‬ “Aku tidaklah makan makanan yang tidak disebut nama Allah atasnya (ketika menyembelihnya, pen).” ْ‫ح‬‫ن‬ َ ‫ع‬ْْ‫س‬ َ ‫ن‬ َ ‫أ‬ْْ َ ‫ال‬ َ ‫ق‬ْْ َ ‫ح‬ َ ‫ض‬ُّْْ ِ‫ب‬َ‫انل‬ْْ َ ‫ّل‬ َ‫ص‬ُْْ َ ‫اّلل‬ِْْ‫ه‬‫ح‬‫ي‬ َ ‫ل‬ َ ‫ع‬َْْ‫م‬ َ ‫ل‬َ‫س‬َ‫و‬ْ ِْ ‫ح‬ ‫ي‬ َ ‫ش‬‫ح‬‫ب‬ َ ‫ك‬ِ‫ب‬ِْْ ‫ح‬ ‫ي‬َ‫ح‬ َ ‫ل‬‫ح‬‫م‬ َ ‫أ‬ِْْ ‫ح‬ ‫ي‬ َ ‫ن‬َ‫ر‬ ‫ح‬ ‫ق‬ َ ‫أ‬ْ‫ا‬َ‫م‬ُ‫ه‬َ َ ‫َب‬ َ ‫ذ‬ِْْ‫ه‬ِ‫د‬َ‫ي‬ِ‫ب‬ْْ َ‫ّم‬َ‫س‬َ‫و‬ْ َْ َ‫ّب‬ َ ‫ك‬َ‫و‬َْْ‫ع‬ َ ‫ض‬َ‫و‬َ‫و‬ُْْ‫ه‬ َ ‫ل‬‫ح‬‫ج‬ِ‫ر‬ْْ َ َ ‫َع‬ْ‫ا‬َ‫م‬ِ‫ه‬ِ‫ح‬‫ا‬ َ ‫ف‬ ِ‫ص‬ “Dari Anas, dia berkata: “Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkurban dengan dua kambing Kibas berwarna putih dan bertanduk, dan memotong
  • 16. keduanya dengan tangannya sendiri, beliau menyebut nama Allah dan bertakbir, dan meletakkan kakinya di sisi Kibas tersebut (untuk mencengkram, pen).” Mendoakan Orang Yang Berkurban Hal juga dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ketika hendak menyembelih. Sebagimana yang diriwayatkan dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha: ْ َ ‫ال‬ َ ‫ق‬ِْْ‫م‬‫ح‬‫اس‬ِ‫ب‬ِْْ َ ‫اّلل‬َْْ‫م‬ُ‫ه‬ َ ‫الل‬ْْ ‫ح‬ ‫ل‬َ‫ب‬ َ ‫ق‬ َ ‫ت‬ْْ‫ح‬‫ِن‬‫م‬ْْ‫د‬َ‫م‬ َ ُ ‫ُم‬ِْْ‫ل‬‫آ‬َ‫و‬ْْ‫د‬َ‫م‬ َ ُ ‫ُم‬ْ ْ‫ح‬‫ِن‬‫م‬َ‫و‬ِْْ‫ة‬َ‫م‬ ُ ‫أ‬ْْ‫د‬َ‫م‬ َ ُ ‫ُم‬َْْ‫م‬ ُ ‫ث‬ْْ َ ‫ح‬ َ ‫ض‬ِْْ‫ه‬ِ‫ب‬ ‘Nabi mengucapkan: “Bismillahi Allahumma taqabbal min Muhammadin wa Aali Muhammad wa min ummati Muhamamdin (Dengan Nama Allah, Ya Allah terimalah Kurban dari Muhammad, dari keluarga Muhamamd dan umat Muhammad),” lalu beliau pun menyembelih.” VIII. Upah Untuk Penjagal (Penyembelih) Tidak boleh memberikan upah dengan mengambil dari daging kurban, sebab Daging kurban adalah harta yang dipersembahkan dari dan untuk kaum muslimin, oleh karena itu dia tidak boleh dijadikan sebagai alat pembayaran atau dijual belikan, termasuk kulitnya, demikian ijma’ (kesepakatan) para ulama. Namun, penyembelih dibolehkan diberikan sedekah darinya,
  • 17. dan tidak dinamakan upah. Sedangkan upahnya diambil dari sumber dana yang lain. Dalilnya adalah, dari Ali bin Abi Thalib Radhiallahu ‘Anhu: ِْ‫ن‬َ‫ر‬َ‫م‬ َ ‫أ‬ْْ ُ ‫ول‬ُ‫س‬َ‫ر‬ِْْ َ ‫اّلل‬ْْ َ ‫ّل‬ َ‫ص‬ُْْ َ ‫اّلل‬ِْْ‫ه‬‫ح‬‫ي‬ َ ‫ل‬ َ ‫ع‬َْْ‫س‬َ‫و‬َْ‫م‬ َ ‫ل‬ْْ ‫ح‬ ‫ن‬ َ ‫أ‬َْْ‫وم‬ ُ ‫ق‬ َ ‫أ‬ْ ْ َ َ ‫َع‬ِْْ‫ه‬ِ‫ن‬‫ح‬‫د‬ُ‫ب‬ْْ ‫ح‬ ‫ن‬ َ ‫أ‬َ‫و‬ْْ َ ‫ق‬َ‫د‬ َ‫ص‬ َ ‫ت‬ َ ‫أ‬ْ‫ا‬َ‫ه‬ِ‫م‬‫ح‬‫ح‬ َ ‫ل‬ِ‫ب‬ْ‫ا‬ َ ‫ِه‬‫د‬‫و‬ ُ ‫ل‬ُ‫ج‬َ‫و‬ْ ‫ا‬َ‫ه‬ِ‫ت‬ َ ‫ل‬ِ‫ج‬ َ ‫أ‬َ‫و‬ْْ ‫ح‬ ‫ن‬ َ ‫أ‬َ‫و‬ْْ َ ‫ال‬َْْ‫ي‬ِ‫ط‬ ‫ح‬ ‫ع‬ ُ ‫أ‬َْْ‫ار‬َ‫ز‬َ‫ح‬ ‫اْل‬ْ‫ا‬َ‫ه‬ ‫ح‬ ‫ِن‬‫م‬ْْ َ ‫ال‬ َ ‫ق‬ُْْ‫ن‬ ‫ح‬ َ ‫ْن‬ْ ِْ‫ه‬‫ي‬ِ‫ط‬‫ح‬‫ع‬ ُ ‫ن‬ْْ‫ح‬‫ِن‬‫م‬ْ‫ا‬ َ ‫ن‬ِ‫د‬ ‫ح‬ ‫ِن‬‫ع‬ “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memerintahkan aku untuk mengurusi penyembelihan unta-untanya dan mensedekahkan daging, kulit, dan bagian punuknya, dan saya diamanahkan agar tidak memberikan si tukang potong dari hasil potongan itu (sebagai upah).” Ali berkata: “Kami memberikannya dari kantong kami sendiri.” Berkata Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah tentang hadits tersebut:
  • 18. ‫وأنه‬ْ‫ال‬ْ‫جيوز‬ْ‫أن‬ْ‫يعطي‬ْ‫اْلزار‬ْ‫منه‬ْ،‫شيئا‬ْ‫َع‬ْ ‫معىن‬ْ،‫االجرة‬ْ‫ولكن‬ْ‫يعطي‬ْ‫أجرة‬ْ،‫عمله‬ْ ‫بديلل‬ْ‫قول‬:ْ"ْ‫نعطيه‬ْ‫من‬ْ‫عندنا‬ْ."ْ‫وروي‬ْ‫عن‬ْ ‫اْلسن‬ْ‫أنه‬ْ‫قال‬ْ‫ال‬ْ‫بأس‬ْ‫أن‬ْ‫يعطي‬ْ‫اْلازر‬ْ‫اْلدل‬ . “Bahwa tidak diperbolehkan memberikan tukang potong dari hasil potongannya sedikit pun, maksudnya adalah tidak boleh memberikan upah (dari daging potongan), tetapi dia boleh diberikan upah atas kerjanya itu, dalilnya adalah: “Kami memberikannya dari kantong kami sendiri.” Diriwayatkan oleh Al Hasan bahwa dia berkata: “Tidak mengapa memberikan kulit untuk tukang potongnya.” Jadi, ada beberapa pelajaran dari hadits tersebut. Pertama, tukang potong tidak diupah dengan daging hewan kurban, namun boleh diberikan daging tersebut untuknya asalkan atas nama sedekah, bukan upah, sebab daging kurban adalah hak seluruh kaum muslimin, termasuk si pemotong. Kedua, tukang potong boleh diupah melalui sumber dana lain. Ketiga, dibolehkannya pengurusan hewan kurban diamanahkan kepada orang lain. (istilah sekarang:
  • 19. Panitia Qurban). Keempat, semua daging dan kulitnya adalah dibagi-bagikan (disedekahkan), bukan dijual. Tertulis dalam Ta’sisul Ahkam: ‫اتلصدق‬ْ‫جبميع‬ْ‫الهدي‬ْ‫ولك‬ْ‫ما‬ْ‫يتصل‬ْ‫به‬ Bersedekah itu adalah dengan semua qurban dan semua hal yang terkait dengannya. Imam Al ‘Aini mengatakan: ‫وفيه‬ْ‫من‬ْ‫استدل‬ْ‫به‬ْ‫َع‬ْ‫منع‬ْ‫بيع‬ْ‫اْلدل‬ْ‫قال‬ْ ‫القرطب‬ْ‫وفيه‬ْ‫ديلل‬ْ‫َع‬ْ‫أن‬ْ‫جلود‬ْ‫الهدي‬ْ ‫وجللها‬ْ‫ال‬ْ‫تباع‬ْ‫لعطفها‬ْ‫َع‬ْ‫اللحم‬ْ‫وإعطائها‬ْ ‫حكمه‬ْ‫وقد‬ْ‫اتفقوا‬ْ‫َع‬ْ‫أن‬ْ‫ْلمها‬ْ‫ال‬ْ‫يباع‬ْ ‫فكذلك‬ْ‫اْللود‬ْ‫واْللل‬ Dalam hadits ini terdapat dalil bagi pihak yang mengatakan terlarangnya menjual kulit. Berkata Al Qurthubi: “Pada hadits ini terdapat dalil bahwa kulit hewan qurban dan Jilal (daging punuk Unta) tidaklah dijual belikan, karena hukum menyedekahkannya itu satu kesatuan dengan daging. Mereka (para ulama)
  • 20. sepakat bahwa daging tidak boleh dijual, begitu juga kulitnya.” Syaikh Abdullah Al Faqih mengatakan: ‫فل‬ْ‫جيوز‬ْ‫لكم‬ْ‫إعطاء‬ْ‫اْلدل‬ْ‫كأجرة‬ْ،‫للجزار‬ْ ‫كما‬ْ‫ال‬ْ‫جيوز‬ْ‫بيع‬ْ‫يشء‬ْ‫من‬ْ‫األضحية‬ْ‫بما‬ْ‫يف‬ْ ‫ذلك‬ْ‫اْلدل‬ْ‫ل‬ْ‫أو‬ْ‫لغريه‬ Maka, tidak boleh bagimu memberikan kulit sebagai upah bagi penjagal, sebagaimana tidak boleh menjual bagian apa pun dari hewan qurban, seperti kulit atau lainnya. Ada pula yang membolehkan, yakni Al Auza’i, Ishaq, Ahmad, Abu Tsaur, dan segolongan Syafi’iyah. Abu Tsaur beralasan karena semua ulama sepakat bahwa kulit boleh dimanfaatkan, maka menjual kulit termasuk makna “memanfaatkan.” Menurut mayoritas ulama adalah tidak boleh. Berkata Imam Ash Shan’ani Rahimahullah:
  • 21. ‫واختلفوا‬ْ‫يف‬ْ‫ج‬‫دلها‬ْ‫وشعرها‬ْ‫مما‬ْ‫ينتفع‬ْ‫به‬ْ‫فقال‬ْ ‫اْلمهور‬ْ‫ال‬ْ‫جيوز‬ْ‫وقال‬ْ‫أبو‬ْ‫حنيفة‬ْ‫جيوز‬ْ‫بيعه‬ْ ‫بغري‬ْ‫ادلنانري‬ْ‫وادلراهم‬ْ‫يعىن‬ْ‫بالعروض‬ Para ulama berbeda pendapat tentang menjual kulit dan bulunya, yang termasuk bisa dimanfaatkan. Mayoritas ulama mengatakan tidak boleh, Abu Hanifah berpendapat boleh menjualnya dengan bukan dinar dan dirham, yakni dengan ’uruudh (barang berharga selain emas). Imam An Nawawi menjelaskan: ‫ومذهبنا‬ْ‫أنه‬ْ‫ال‬ْ‫جيوز‬ْ‫بيع‬ْ‫جدل‬ْ‫الهدى‬ْ‫وال‬ْ ‫األضحية‬ْ‫وال‬ْ‫يشء‬ْ‫من‬ْ‫أجزائهما‬ Pendapat madzhab kami adalah tidak boleh menjual kulit hewan qurban, tidak pula boleh dijual sedikit pun bagian-bagiannya. Beliau juga mengatakan:
  • 22. ‫وحىك‬ْ‫بن‬ْ‫المنذر‬ْ‫عن‬ْ‫بن‬ْ‫عمر‬ْ‫وأمحد‬ْ‫واسحق‬ْ ‫أنه‬ْ‫ال‬ْ‫بأس‬ْ‫ببيع‬ْ‫جدل‬ْ‫هديه‬ْ‫ويتصدق‬ْ‫بثمنه‬ْ ‫قال‬ْ‫ورخص‬ْ‫يف‬ْ‫بيعه‬ْ‫أبو‬ْ‫ثور‬ Ibnul Mundzir menceritakan bahwa Ibnu Umar, Ahmad, dan Ishaq menyatakan bahwa boleh menjual kulit hewan qurban, dan mensedekahkan uangnya. Katanya: Abu Tsaur memberikan keringanan dalam menjual kulit. Lalu, Imam An Nawawi juga menceritakan bahwa Al Auza’i dan An Nakha’i membolehkan menjual kulit dengan ayakan, timbangan, dan semisalnya. Al Hasan Al Bashri membolehkan kulit diberikan untuk penjagal. Lalu semua pendapat ini dikomentari Imam An Nawawi, katanya: ‫وهذا‬ْ‫منابذ‬ْ‫للسنة‬ْ‫واّلل‬ْ‫أعلم‬ Semua ini berlawanan dengan sunah. Wallahu A’lam. Demkianlah adanya perbedaan pendapat dalam hal menjual kulit. Namun, yang shahih –wallahu a’lam- adalah tidak boleh menjualnya sesuai zahir hadits tersebut, dan apa yang dikatakan oleh Imam An
  • 23. Nawawi, bahwa menjualnya adalah: “Berlawanan dengan sunah.” IX. Cara Pembagian Daging Kurban Pemilik hewan kurban berhak mendapatkannya dan memakannya. Hal ini berdasarkan perintah dari Allah Ta’ala sendiri: ‫وا‬ ُ ُ ‫ُك‬ َ ‫ف‬ْ‫ا‬َ‫ه‬ ‫ح‬ ‫ِن‬‫م‬ْ‫وا‬ُ‫م‬ِ‫ع‬ ‫ح‬‫ط‬ َ ‫أ‬َ‫و‬ْْ َ‫س‬ِ‫ائ‬َ ‫ح‬ ‫اْل‬َْْ‫ري‬ِ‫ق‬ َ ‫ف‬ ‫ح‬ ‫ال‬ “.. Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir.” (QS. Al Hajj (22): 28) Ayat ini menunjukkan bahwa pemilik hewan kurban berhak memakannya, lalu dibagikan untuk orang sengsara dan faqir, mereka adalah pihak yang lebih utama untuk mendapatkannya. Selain mereka pun boleh mendapatkannya, walau bukan prioritas. Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah memaparkan cara pembagian sebagai berikut: ‫للمهدي‬ْ‫أن‬ْ‫يأكل‬ْ‫من‬ْ‫هديه‬ْ‫الذي‬ْ‫يباح‬ْ‫له‬ْ‫الكل‬ْ‫منه‬ْ‫أي‬ْ‫مقدار‬ْ‫يشاء‬ْ‫أن‬ْ،‫يأكله‬ْ‫بَل‬ْ ،‫تحديد‬ْ‫وله‬ْ‫كذلك‬ْ‫أن‬ْ‫يهدي‬ْ‫أو‬ْ‫يتصدق‬ْ‫بما‬ْ‫يراه‬ْ.‫وقيل‬ْ:‫يأكل‬ْ،‫النصف‬ْ‫ويتصدق‬ْ ‫بالنصف‬ْ.‫وقيل‬ْ:‫يقسمه‬ْ،‫أثَلثا‬ْ‫فيأكل‬ْ،‫الثلث‬ْ‫ويهدي‬ْ،‫الثلث‬ْ‫ويتصدق‬ْ‫بالثلث‬ . “Si pemiliki hewan kurban dibolehkan makan bagian yang dibolehkan baginya sesuai keinginannya tanpa batas. DIa pun boleh menghadiahkan atau mensedekahkan sesuka
  • 24. hatinya. Ada pula yang mengatakan dia boleh memakannya setengah dan mensedekahkan setengah. Dan dikatakan: dibagi tiga bagian, untuknya adalah sepertiga, dihadiahkan sepertiga, dan disedekahkan sepertiga.” X. Bolehkah Berqurban Untuk Orang Yang Sudah Wafat? Imam Al Bahuti mengatakan: َْ‫ل‬‫ا‬َ‫ق‬ُْْ‫د‬َ‫م‬‫ح‬َ‫أ‬ْْ:ُْ‫ت‬ِ‫ي‬َ‫م‬‫ال‬ُْْ‫ل‬ ِ‫ص‬َ‫ي‬ِْْ‫ه‬‫ي‬َ‫ل‬‫إ‬ْْ‫ل‬ُ‫ك‬ْْ‫ء‬‫َي‬‫ش‬ْْ‫ن‬ِ‫م‬ِْْ‫ر‬‫َي‬‫خ‬‫ال‬ْْ‫مِن‬ْْ‫ة‬َ‫ق‬َ‫د‬َ‫ص‬ْْ‫و‬َ‫أ‬ْْ‫ة‬ َ‫َل‬َ‫ص‬ْْ‫و‬َ‫أ‬ِْْ‫ه‬ ِ‫ر‬‫َي‬‫غ‬ْ ِْ‫ار‬َ‫ب‬‫خ‬َ‫ِْل‬‫ل‬ . Imam Ahmad berkata: bahwa semua bentuk amal shalih dapat sampai kepada mayit baik berupa doa, sedekah, dan amal shalih lainnya, karena adanya riwayat tentang itu. Imam Ibnu Taimiyah Rahimahullah mengatakan: ُْ‫د‬‫م‬َ‫ح‬‫ال‬ِْْ ِ‫ّلل‬ِْْ‫ب‬َ‫ر‬َْْ‫ين‬ِ‫م‬َ‫ل‬‫ا‬َ‫ع‬‫ال‬ْْ.َْ‫س‬‫ي‬َ‫ل‬ْ‫ِي‬‫ف‬ِْْ‫ة‬َ‫ي‬‫اْل‬َْْ‫ل‬ َ‫و‬ْ‫ِي‬‫ف‬ِْْ‫ث‬‫ِي‬‫د‬َ‫ح‬‫ال‬ْْ‫ن‬َ‫أ‬َْْ‫ت‬ِ‫ي‬َ‫م‬‫ال‬َْْ‫ل‬ُْْ‫ع‬ِ‫ف‬َ‫ت‬‫ن‬َ‫ي‬ِْْ‫اء‬َ‫ع‬ُ‫د‬ِ‫ب‬ْ ِْ‫ق‬‫َل‬‫خ‬‫ال‬ُْْ‫ه‬َ‫ل‬ْ‫ا‬َ‫م‬ِ‫ب‬ َ‫و‬ُْْ‫ل‬َ‫م‬‫ُع‬‫ي‬ُْْ‫ه‬‫ن‬َ‫ع‬ْْ‫مِن‬ِْْ‫ر‬ِ‫ب‬‫ال‬ْْ‫ل‬َ‫ب‬ُْْ‫ة‬‫ِم‬‫ئ‬َ‫أ‬ِْْ‫م‬ َ‫َل‬‫س‬ِ‫اْل‬َْْ‫ون‬ُ‫ق‬ِ‫ف‬‫ت‬ُ‫م‬ْ‫ى‬َ‫ل‬َ‫ع‬ِْْ‫َاع‬‫ف‬ِ‫ت‬‫ان‬ِْْ‫ت‬ِ‫ي‬َ‫م‬‫ال‬َْْ‫ِك‬‫ل‬َ‫ذ‬ِ‫ب‬ْ ‫ا‬َ‫ذ‬َ‫ه‬ َ‫و‬ْ‫ا‬‫م‬ِ‫م‬ُْْ‫ي‬ُْ‫م‬َ‫ل‬‫ع‬ِْْ‫ار‬ َ‫ر‬ِ‫ط‬‫ض‬ ِ‫ال‬ِ‫ب‬ْْ‫ن‬ِ‫م‬ِْْ‫ِين‬‫د‬ِْْ‫م‬ َ‫َل‬‫س‬ِ‫اْل‬ْْ‫د‬َ‫ق‬ َ‫و‬ْْ‫ل‬َ‫د‬ِْْ‫ه‬‫ي‬َ‫ل‬َ‫ع‬ُْْ‫َاب‬‫ت‬ِ‫ك‬‫ال‬ُْْ‫ة‬‫ن‬‫الس‬ َ‫و‬ُْْ‫ع‬‫ا‬َ‫م‬‫ج‬ِ‫اْل‬ َ‫و‬ْ ْ‫ن‬َ‫م‬َ‫ف‬َْْ‫ف‬َ‫ل‬‫َا‬‫خ‬َْْ‫ِك‬‫ل‬َ‫ذ‬َْْ‫َان‬‫ك‬ْْ‫ن‬ِ‫م‬ِْْ‫ل‬‫ه‬َ‫أ‬ِْْ‫ع‬َ‫د‬ِ‫ب‬‫ال‬ . “Segala puji bagi Allah. Tidak ada dalam ayat, dan tidak pula dalam hadits, yang mengatakan bahwa ‘Tidak Bermanfaat’ doa seorang hamba bagi mayit, dan juga amal perbuatan yang diperuntukkannya berupa amal kebaikan, bahkan para imam Islam sepakat hal itu bermanfaat bagi mayit, hal ini sudah ketahui secara pasti dalam
  • 25. agama Islam, hal itu telah ditunjukkan oleh Al Quran, As Sunnah, dan ijma’. Barang siapa yang menyelesihinya, maka dia adalah ahli bid’ah.” Beliau juga berkata: ْ ُ ‫ة‬َ‫م‬ِ‫ئ‬ َ ‫ح‬ ‫األ‬َ‫و‬ْ‫وا‬ ُ ‫ق‬ َ ‫ف‬ َ ‫ات‬ْْ َ َ ‫َع‬ْْ َ ‫ن‬ َ ‫أ‬ْْ َ ‫ة‬ َ ‫ق‬َ‫د‬ َ‫الص‬ْْ ُ ‫ل‬ ِ‫ص‬ َ ‫ت‬ْْ َ ‫إل‬ِْْ‫ت‬ِ‫ي‬َ‫م‬ ‫ح‬ ‫ال‬ْ ْ َ ‫ِك‬‫ل‬ َ ‫ذ‬ َ ‫ك‬َ‫و‬ُْْ‫ات‬ َ ‫اد‬َ‫ب‬ِ‫ع‬ ‫ح‬ ‫ال‬ْْ ُ ‫ة‬َ ِ‫ايل‬َ‫م‬ ‫ح‬ ‫ال‬ْ:ِْْ‫ق‬ ‫ح‬ ‫ت‬ِ‫ع‬ ‫ح‬ ‫ل‬ َ ‫َك‬ “Para imam telah sepakat bahwa sedekah akan sampai kepada mayit, demikian juga ibadah maaliyah (harta), seperti membebaskan budak.” Dan, qurban termasuk ibadah maaliyah. Imam Ibnu Qudamah Rahimahullah mengatakan: َْ‫ي‬ َ ‫أ‬ْْ‫ة‬َ‫ب‬‫ح‬‫ر‬ ُ ‫ق‬ْ‫ا‬َ‫ه‬ َ ‫ل‬َ‫ع‬ َ ‫ف‬ْْ ُ ‫ان‬ َ‫س‬ ‫ح‬ ‫ِن‬ُ ‫ح‬ ‫اإل‬ْ‫ل‬َ‫ع‬َ‫ج‬َ‫و‬ْ‫ا‬َ‫ه‬َ‫اب‬َ‫و‬ َ ‫ث‬ِْْ‫ت‬ِ‫ي‬َ‫م‬ ‫ح‬ ‫ِل‬‫ل‬ْ ِْ‫م‬ِ‫ل‬ ‫ح‬‫س‬ُ‫م‬ ‫ح‬ ‫ال‬ُْْ‫ه‬َ‫ع‬ َ ‫ف‬ َ ‫ن‬ْْ َ ‫ِك‬‫ل‬ َ ‫ذ‬ْْ ‫ح‬ ‫ن‬ِ‫إ‬َْْ‫اء‬ َ ‫ش‬ُْْ َ ‫اّلل‬ْْ َ ‫ال‬َ‫ع‬ َ ‫ت‬ْ:ِْْ‫ء‬ َ‫اع‬ُّ‫دل‬ َ ‫َك‬ْ ِْ‫ار‬ َ ‫ف‬ ‫ح‬ ‫غ‬ِ‫ت‬‫ح‬‫س‬ِ‫ال‬‫ا‬َ‫و‬ْ،ِْْ‫ة‬ َ ‫ق‬َ‫د‬ َ‫الص‬َ‫و‬ِْْ‫ات‬َ‫ب‬ِ‫ج‬‫ا‬َ‫و‬ ‫ح‬ ‫ال‬َ‫و‬ْْ ِ‫ّت‬ َ ‫ال‬ْ ْ َ ‫ت‬‫ا‬َ‫ه‬ ُ ‫ل‬ ُ ‫خ‬‫ح‬‫د‬ْْ ُ ‫ة‬َ‫اب‬َ‫ِي‬‫انل‬ “Amal apa pun demi mendekatkan diri kepada Allah yang dilakukan oleh manusia dan menjadikan pahalanya untuk mayit seorang
  • 26. muslim, maka hal itu membawa manfaat bagi mayit itu, Insya Allah, seperti: doa, istighfar, sedekah, dan berbagai kewajiban yang bisa diwakilkan.” XI. Kelompok yang membolehkan berdalil: 1. Diqiyaskan dengan amalan orang hidup yang sampai kepada orang yang sudah wafat, seperti doa, sedekah, dan haji. 2. Ibadah maaliyah (harta) bisa diniatkan untuk orang yang sudah wafat seperti sedekah, dan berqurban jelas-jelas ibadah maaliyah. 3. Hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengisyaratkan bahwa qurban untuk orang yang sudah wafat adalah boleh dan pahalanya sampai, Insya Allah. Dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha: َْ‫ل‬‫ا‬َ‫ق‬ِْْ‫م‬‫اس‬ِ‫ب‬ِْْ‫اّلل‬ْْ‫م‬ُ‫ه‬‫الل‬ْْ‫ل‬‫ب‬َ‫ق‬َ‫ت‬ْْ‫ن‬ِ‫م‬ْْ‫د‬‫م‬َ‫ح‬ُ‫م‬ِْْ‫ل‬‫آ‬ َ‫و‬ْْ‫د‬‫م‬َ‫ح‬ُ‫م‬ْْ‫ن‬ِ‫م‬ َ‫و‬ِْْ‫ة‬‫م‬ُ‫أ‬ْْ‫د‬‫م‬َ‫ح‬ُ‫م‬ْْ‫م‬ُ‫ث‬ْ‫ى‬‫ح‬َ‫ض‬ِْْ‫ه‬ِ‫ب‬ ‘Nabi mengucapkan: “Bismillahi Allahumma taqabbal min Muhammadin wa min ummati Muhamamdin (Dengan Nama Allah, Ya Allah terimalah Kurban dari Muhammad dan umat Muhammad),” lalu beliau pun menyembelih.” Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mendoakan agar qurban dari Beliau, dan umatnya diterima Allah Ta’ala. Hadits ini menyebut “umat Muhammad” secara umum, tidak dikhususkan untuk yang masih hidup saja.
  • 27. Sebab, “umat Muhammad” ada yang masih hidup dan yang sudah wafat. Sebenarnya, telah terjadi perbedaan pandangan para ulama tentang berqurban untuk orang yang sudah wafat. Berikut ini rinciannya: ِْ‫إ‬‫ا‬َ‫ذ‬ْ‫ى‬َ‫ص‬‫و‬َ‫أ‬ُْْ‫ت‬ِ‫ي‬َ‫م‬‫ال‬ِْْ‫ة‬َ‫ي‬ ِ‫ح‬‫ض‬‫الت‬ِ‫ب‬ُْْ‫ه‬‫ن‬َ‫ع‬ْ،ْْ‫و‬َ‫أ‬َْْ‫ف‬َ‫ق‬ َ‫و‬ْ‫ا‬ً‫ف‬‫ق‬ َ‫و‬َْْ‫ِك‬‫ل‬َ‫ذ‬ِ‫ل‬َْْ‫از‬َ‫ج‬ِْْ‫ق‬‫َا‬‫ف‬ِ‫ِت‬‫ل‬‫ا‬ِ‫ب‬ْْ.ْ‫ن‬ِ‫إ‬َ‫ف‬ْْ‫َت‬‫ن‬‫َا‬‫ك‬ْ ًْ‫ة‬َ‫ب‬ ِ‫اج‬ َ‫و‬ِْْ‫ر‬‫ذ‬‫الن‬ِ‫ب‬ِْْ‫ه‬ ِ‫ر‬‫َي‬‫غ‬ َ‫و‬َْْ‫ب‬َ‫ج‬ َ‫و‬ْ‫ى‬َ‫ل‬َ‫ع‬ِْْ‫ث‬ ِ‫ار‬ َ‫و‬‫ال‬ُْْ‫ذ‬‫َا‬‫ف‬‫ن‬ِ‫إ‬َْْ‫ِك‬‫ل‬َ‫ذ‬ْْ.‫ا‬‫م‬َ‫أ‬ْ‫ا‬َ‫ذ‬ِ‫إ‬ْْ‫م‬َ‫ل‬ِْْ‫ُوص‬‫ي‬ْ‫ا‬َ‫ه‬ِ‫ب‬َْْ‫د‬‫ا‬ َ‫ر‬َ‫أ‬َ‫ف‬ْ ُْ‫ث‬ ِ‫ار‬ َ‫و‬‫ال‬ْْ‫و‬َ‫أ‬ُْْ‫ه‬ُ‫ر‬‫َي‬‫غ‬ْْ‫ن‬َ‫أ‬َْْ‫ي‬ ِ‫ح‬َ‫ض‬ُ‫ي‬ُْْ‫ه‬‫ن‬َ‫ع‬ْْ‫ن‬ِ‫م‬ْ‫ال‬َ‫م‬ِْْ‫ه‬ِ‫س‬‫َف‬‫ن‬ْ،َْْ‫َب‬‫ه‬َ‫ذ‬َ‫ف‬ُْْ‫ة‬‫ِي‬‫ف‬َ‫ن‬َ‫ح‬‫ال‬ُْْ‫ة‬‫ِي‬‫ك‬ِ‫ل‬‫ا‬َ‫م‬‫ال‬ َ‫و‬ُْْ‫ة‬َ‫ل‬ِ‫ب‬‫َا‬‫ن‬َ‫ح‬‫ال‬ َ‫و‬ْ ‫ى‬َ‫ل‬ِ‫إ‬ِْْ‫از‬ َ‫و‬َ‫ج‬ِْْ‫ة‬َ‫ي‬ ِ‫ح‬‫ض‬‫الت‬ُْْ‫ه‬‫ن‬َ‫ع‬ْ،ْْ‫ل‬ِ‫إ‬ْْ‫ن‬َ‫أ‬َْْ‫ة‬‫ِي‬‫ك‬ِ‫ل‬‫ا‬َ‫م‬‫ال‬ْ‫وا‬ُ‫از‬َ‫ج‬َ‫أ‬َْْ‫ِك‬‫ل‬َ‫ذ‬َْْ‫ع‬َ‫م‬ِْْ‫ة‬َ‫ه‬‫ا‬ َ‫َر‬‫ك‬‫ال‬ْْ.‫ا‬َ‫م‬‫ن‬ِ‫إ‬ َ‫و‬ُْْ‫ه‬‫و‬ُ‫از‬َ‫ج‬َ‫أ‬ْ ْ‫ن‬ ََِ‫ِل‬َْْ‫ت‬‫و‬َ‫م‬‫ال‬َْْ‫ل‬ُْْ‫ع‬َ‫ن‬‫م‬َ‫ي‬َْْ‫ب‬‫ر‬َ‫ق‬‫الت‬ِْْ‫ن‬َ‫ع‬ِْْ‫ت‬ِ‫ي‬َ‫م‬‫ال‬ْ‫ا‬َ‫م‬َ‫ك‬ْ‫ِي‬‫ف‬ِْْ‫ة‬َ‫ق‬َ‫د‬‫الص‬ِْْ‫ج‬َ‫ح‬‫ال‬ َ‫و‬ . ْ‫د‬َ‫ق‬ َ‫و‬ْْ‫ح‬َ‫ص‬ْْ‫ن‬َ‫أ‬ْ‫ول‬ُ‫س‬َ‫ر‬ِْْ‫اّلل‬ْ‫ى‬‫ل‬َ‫ص‬ُْْ‫اّلل‬ِْْ‫ه‬‫ي‬َ‫ل‬َ‫ع‬َْْ‫م‬‫ل‬َ‫س‬ َ‫و‬ْ‫ى‬‫ح‬َ‫ض‬ِْْ‫ن‬‫َي‬‫ش‬‫َب‬‫ك‬ِ‫ب‬ْ‫ا‬َ‫م‬ُ‫ه‬ُ‫د‬َ‫ح‬َ‫أ‬ْْ‫ن‬َ‫ع‬ِْْ‫ه‬ِ‫س‬‫َف‬‫ن‬ْ،ْ ُْ‫َر‬‫خ‬‫اْل‬ َ‫و‬ْْ‫ن‬‫م‬َ‫ع‬ْْ‫م‬َ‫ل‬ِْْ‫ح‬َ‫ض‬ُ‫ي‬ْْ‫ن‬ِ‫م‬ِْْ‫ه‬ِ‫ت‬‫م‬ُ‫أ‬ْْْ.‫ى‬َ‫ل‬َ‫ع‬ َ‫و‬ْ‫ا‬َ‫ذ‬َ‫ه‬ِْْ‫و‬َ‫ل‬َْْ‫ك‬َ‫َر‬‫ت‬‫اش‬ْْ‫ة‬َ‫ع‬‫ب‬َ‫س‬ْ‫ِي‬‫ف‬ْْ‫َة‬‫ن‬َ‫د‬َ‫ب‬َْْ‫ات‬َ‫م‬َ‫ف‬ْْ‫ُم‬‫ه‬ُ‫د‬َ‫ح‬َ‫أ‬ْ ‫ل‬‫ب‬َ‫ق‬ِْْ‫ح‬‫ب‬‫الذ‬ْ،ْ‫ال‬َ‫ق‬َ‫ف‬ُْْ‫ه‬ُ‫ت‬َ‫ث‬َ‫ر‬ َ‫و‬ْ-ْ‫وا‬ُ‫ن‬‫َا‬‫ك‬ َ‫و‬َْْ‫ِين‬‫غ‬ِ‫ل‬‫ا‬َ‫ب‬ْ-ْ‫وا‬ُ‫ح‬َ‫ب‬‫اذ‬ُْْ‫ه‬‫ن‬َ‫ع‬ْ،َْْ‫از‬َ‫ج‬َْْ‫ِك‬‫ل‬َ‫ذ‬ْْ.َْ‫َب‬‫ه‬َ‫ذ‬ َ‫و‬ُْْ‫ة‬‫ِي‬‫ع‬ِ‫ف‬‫ا‬‫الش‬ْ ‫ى‬َ‫ل‬ِ‫إ‬ْْ‫ن‬َ‫أ‬َْْ‫ح‬‫ب‬‫الذ‬ِْْ‫ن‬َ‫ع‬ِْْ‫ت‬ِ‫ي‬َ‫م‬‫ال‬َْْ‫ل‬ُْْ‫وز‬ُ‫ج‬َ‫ي‬ِْْ‫ر‬‫َي‬‫غ‬ِ‫ب‬ْْ‫ة‬‫ي‬ ِ‫ص‬ َ‫و‬ْْ‫و‬َ‫أ‬ْْ‫ف‬‫ق‬ َ‫و‬ . Jika seseorang berwasiat untuk berkurban atau berwaqaf untuk itu, maka dibolehkan berkurban baginya menurut kesepakatan ulama. Jika dia memiliki kewajiban karena nazar atau selainnya, maka ahli warisnya wajib melaksanakannya. Ada pun jika dia tidak berwasiat, dan ahli waris dan selainnya nya hendak berkurban untuknya dari hartanya sendiri, maka menurut Hanafiyah, Malikiyah, dan Hanabilah, membolehkan berkurban untuknya, hanya saja Malikiyah membolehkan dengan kemakruhan. Mereka membolehkan karena kematian tidaklah membuat mayit terhalang mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala sebagaimana sedekah dan haji.
  • 28. Telah shahih bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkurban dengan dua kambing kibas, satu untuk dirinya dan satu untuk umatnya yang belum berkurban. Atas dasar ini, seandainya tujuh orang berpartisipasi dalam kurban Unta, lalu salah seorang ada yang wafat sebelum penyembelihan. Lalu ahli warisnya mengatakan –dan mereka sudah baligh- : sembelihlah untuknya, maka itu boleh. Sedangkan kalangan Syafi’iyah berpendapat tidak boleh berkurban untuk mayit tanpa diwasiatkan dan waqaf. XII. Perbedaan Antara Aqiqah dan Qurban Telah terjadi kesimpangsiuran dan campur aduk antara aqiqah dan qurban. Banyak umat Islam yang menyamakan aqiqah dengan kurban, seperti yang terjadi di beberapa daerah, bahkan –sayangnya- hal ini dikuatkan oleh pandangan tokoh yang dinilai ahli agama, sebagimana yang terjadi di TV Swasta ketika acara tanya jawab yang cukup digemari. Sang Nara sumber mengatakan –tanpa dalil- bolehnya aqiqah dengan sapi, sebab sapi bisa untuk tujuh orang! (adakah aqiqah untuk tujuh bayi !?) Ada tiga perbedaan prinsip antara Aqiqah dan Qurban. Pertama, Jenis hewan yang di sembelih. Qurban jelas-jelas membolehkan hewan ternak seperti Unta, Sapi, Lembu, dan Kambing (dengan berbagai jenisnya). Itulah yang disebut dengan An Na’am (hewan
  • 29. ternak). Ini sudah kita bahas pada halaman awal. Sedangkan Aqiqah, pendapat yang lebih kuat adalah hanya menggunakan kambing sebagai hewan yang disembelih. Dalilnya adalah: ‫عن‬ْ‫ابن‬ْ‫أبى‬ْ‫مليكة‬ْ‫يقول‬ْ‫نفس‬ْ‫لعبد‬ْ‫الرحمن‬ْ‫بن‬ْ‫أبى‬ْ‫بكر‬ْ‫غَلم‬ْ‫فقيل‬ْ‫لعائشة‬ْ‫رضى‬ْ‫هللا‬ْ ‫عنها‬ْ‫يا‬ْ‫ام‬ْ‫المؤمنين‬ْ‫عقى‬ْ‫عليه‬ْ‫أو‬ْ‫قال‬ْ‫عنه‬ْ‫جزورا‬ْ‫فقالت‬ْ‫معاذ‬ْ‫هللا‬ْ‫ولكن‬ْ‫ما‬ْ‫قال‬ْ ‫رسول‬ْ‫هللا‬ْ‫صلى‬ْ‫هللا‬ْ‫عليه‬ْ‫وسلم‬ْ‫شاتان‬ْ‫مكافأتان‬ Dari Ibnu Abi Malikah ia berkata: Telah lahir seorang bayi laki-laki untuk Abdurrahman bin Abi Bakar, maka dikatakan kepada ‘Aisyah: “Wahai Ummul Mu’minin, adakah aqiqah atas bayi itu dengan seekor unta?”. Maka ‘Aisyah menjawab: “Aku berlindung kepada Allah, tetapi seperti yang dikatakan oleh Rasulullah, dua ekor kambing yang sepadan.” Ini adalah riwayat pengingkaran yang sangat tegas bagi orang yang menggantikan Kambing dengan yang lainnya, sampai-sampai ‘Aisyah mengucapkan Ma’adzallah! (Aku berlindung kepada Allah). Oleh karena itu, dengan tegas berkata Imam Ibnu Hazm Rahimahullah: ‫ول‬ْ‫يجزئ‬ْ‫في‬ْ‫العقيقة‬ْ‫ال‬ْ‫ما‬ْ‫يقع‬ْ‫عليه‬ْ‫اسم‬ْ‫شاة‬ْ‫إما‬ْ‫من‬ْ‫الضأن‬ْ‫واما‬ْ‫من‬ْ‫الماعز‬ْ،‫فقط‬ْ ‫ول‬ْ‫يجزئ‬ْ‫في‬ْ‫ذلك‬ْ‫من‬ْ‫غير‬ْ‫ما‬ْ‫ذكرنا‬ْ‫ل‬ْ‫من‬ْ‫البل‬ْ‫ولمن‬ْ‫البقر‬ْ‫النسية‬ْ‫ولمن‬ْ‫غير‬ْ ‫ذلك‬ “Tidaklah cukup dalam aqiqah melainkan hanya dengan apa-apa yang dinamakan dengan kambing (syatun), baik itu jenis kambing benggala
  • 30. atau kambing biasa, dan tidaklah cukup hal ini dengan selain yang telah kami sebutkan, tidak pula jenis unta, tidak pula sapi, dan tidak pula lainnya.” Telah ada kasus pada masa sahabat, di antara mereka melaksanakan aqiqah dengan Unta, namun hal itu langsung dingkari oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Imam Ibnul Mundzir menceritakan, bahwa Anas bin Malik meng-aqiqahkan anaknya dengan Unta, juga dilakukan oleh Abu Bakrah dia menyembelih Unta untuk anaknya dan memberikan makan penduduk Bashrah dengannya. Kemudian disebutkan dari Al Hasan, dia berkata: bahwa Anas bin Malik meng – aqiqahkan anaknya dengan Unta. Kemudian disebutkan hadits, dari Yahya bin Yahya, mengabarkan kepada kami Husyaim, dari ‘Uyainah bin Abdirrahman, dari ayahnya, bahwa Abu Bakrah telah mendapatkan anak laki-laki, bernama Abdurrahman, dia adalah anaknya yang pertama di Bashrah, disembelihkan untuknya Unta dan diberikan untuk penduduk Bashrah, lalu sebagian mereka mengingkari hal itu, dan berkata: ”Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah memerintahkan aqiqah dengan dua kambing untuk bayi laki-laki, dan satu kambing untuk bayi perempuan, dan tidak boleh dengan selain itu.” Imam Ibnul Mundzir membolehkan aqiqah dengan selain kambing, dengan alasan:
  • 31. َْ‫ع‬َ‫م‬ِْْ‫م‬ َ ‫ل‬ ُ ‫غ‬ ‫ح‬ ‫ال‬ْْ‫ة‬ َ ‫يق‬ِ‫ق‬ َ ‫ع‬ْ‫وا‬ ُ ‫يق‬ِ‫ر‬ ‫ح‬ ‫ه‬ َ ‫أ‬ َ ‫ف‬ُْْ‫ه‬ ‫ح‬ ‫ن‬ َ ‫ع‬ْ‫ا‬ً‫م‬ َ ‫د‬ْ‫وا‬ ُ‫ِيط‬‫م‬ َ ‫أ‬َ‫و‬ْ ُْ‫ه‬ ‫ح‬ ‫ن‬ َ ‫ع‬ْ‫ى‬ َ ‫ذ‬ َ ‫ح‬ ‫األ‬ “Bersama bayi itu ada aqiqahnya, maka sembelihlah hewan, dan hilangkanlah gangguan darinya.” Menurutnya, hadits ini tidak menyebutkan kambing, tetapi hewan secara umum, jadi boleh saja dengan selain kambing. Alasan Imam Ibnu Mundzir ini lemah, sebab hadits ini masih global, dan telah ditafsirkan dan dirinci oleh berbagai hadits lain yang menjelaskan bahwa apa yang dimaksud hewan dalam hadits itu adalah kambing. Menurut kaidahnya, tidak dibenarkan mengamalkan dalil yang masih global, jika sudah ada dalil lain yang memberikan perincian dan penjelasannya. Istilahnya Hamlul Muthlaq ila Al muqayyad (Dalil yang masih muthlaq/umum harus dibatasi oleh dalil yang muqayyad/terbatas). Hadits-hadits yang memberikan rincian tersebut adalah (saya sebut dua saja) Dari Ummu Kurzin Radhiallahu ‘Anha, katanya:
  • 32. ْ َ ‫ال‬ َ ‫ق‬ْْ ُ ‫ول‬ُ‫س‬َ‫ر‬ِْْ َ ‫اّلل‬ْْ َ ‫ّل‬ َ‫ص‬ُْْ َ ‫اّلل‬ِْْ‫ه‬‫ح‬‫ي‬ َ ‫ل‬ َ ‫ع‬َْْ‫م‬ َ ‫ل‬َ‫س‬َ‫و‬ْْ‫ح‬‫ن‬ َ ‫ع‬ْ ِْ‫م‬ َ ‫ل‬ ُ ‫غ‬ ‫ح‬ ‫ال‬ِْْ‫ان‬ َ ‫ات‬ َ ‫ش‬ِْْ‫ان‬ َ ‫ت‬ َ ‫أ‬ َ ‫ف‬ َ ‫َك‬ُ‫م‬ْْ‫ح‬‫ن‬ َ ‫ع‬َ‫و‬ِْْ‫ة‬َ‫ي‬ِ‫ار‬َ‫ح‬ ‫اْل‬ْْ‫اة‬ َ ‫ش‬ “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, bahwa untuk anak laki-laki adalah dua kambing yang sepadan, dan bagi anak perempuan adalah satu ekor kambing.” Dari Aisyah Radhiallahu ‘Anha, katanya: ‫أمرنا‬ْ‫رسول‬ْ‫هللا‬ْ‫صلى‬ْ‫هللا‬ْ‫عليه‬ْ‫وسلم‬ْ‫أن‬ْ‫نعق‬ْ‫عن‬ْ‫الغَلم‬ْ،‫شاتين‬ْ‫وعن‬ْ‫الجارية‬ْ‫شاة‬ “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memerintahkan kami untuk meng-aqiqahkan anak laki dengan dua ekor kambing, dan anak perempuan seekor kambing.” Demikianlah hadits-hadits yang memberikan perinciannya, yakni dengan kambing. Masih banyak hadits lainnya, yang semuanya memerintahkan dengan kambing, tak satu pun menyebut selain kambing, justru yang ada adalah pengingkaran selain kambing. Maka, jelaslah kelemahan pendapat yang mengatakan bahwa aqiqah boleh diganti dengan Sapi atau Unta. Wallahu A’lam. Imam Ibnul Qayyim telah mengkoreksi kekeliruan Imam Ibnul Mundzir dalam hal ini, menurutnya hadits yang menyebutkan sembelihan dengan hewan adalah masih umum, dan telah dirinci dengan riwayat hadits-hadits
  • 33. yang menyebut penyembelihan itu harus dengan kambing. Beliau mengatakan; ‫وقول‬ْ‫النبي‬ْ‫صلى‬ْ‫هللا‬ْ‫عليه‬ْ‫وسلم‬ْ‫عن‬ْ‫الغَلم‬ْ‫شاتان‬ْ‫وعن‬ْ‫الجارية‬ْ‫شاة‬ْ‫مفسر‬ْ‫والمفسر‬ْ ‫أولى‬ْ‫من‬ْ‫المجمل‬ “Dan sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, ‘untuk anak laki-laki dua kambing dan anak perempuan satu kambing,’ merupakan perincinya, dan rincian harus diutamakan dibanding yang masih global (umum).” Namun demikian, sebenarnya ini adalah masalah khilafiyah di antara ulama, tertulis dalam kitab Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, sebagai berikut: ُْ‫ئ‬ ِ‫ز‬‫ُج‬‫ي‬ْ‫ِي‬‫ف‬ِْْ‫ة‬َ‫ق‬‫ِي‬‫ق‬َ‫ع‬‫ال‬ُْْ‫س‬‫ن‬ ِ‫ج‬‫ال‬ْ‫ِي‬‫ذ‬‫ال‬ُْْ‫ئ‬ ِ‫ز‬‫ُج‬‫ي‬ْ‫ِي‬‫ف‬ِْْ‫ة‬‫ي‬ ِ‫ح‬‫ض‬ َُ‫اِل‬ْ،َْْ‫ُو‬‫ه‬ َ‫و‬ُْْ‫م‬‫ا‬َ‫ع‬‫ن‬ ََ‫اِل‬ْْ‫ِن‬‫م‬ْْ‫ل‬ِ‫ب‬ِ‫إ‬ْْ‫ر‬َ‫ق‬َ‫ب‬ َ‫و‬ْ ْ‫َم‬‫ن‬َ‫غ‬ َ‫و‬ْ،َْْ‫ل‬ َ‫و‬ُْْ‫ئ‬ ِ‫ز‬‫ُج‬‫ي‬ْ‫َا‬‫ه‬ُ‫ر‬‫َي‬‫غ‬ْ،ْ‫ا‬َ‫ذ‬َ‫ه‬ َ‫و‬ْْ‫َق‬‫ف‬‫ت‬ُ‫م‬ِْْ‫ه‬‫ي‬َ‫ل‬َ‫ع‬َْْ‫ن‬‫ي‬َ‫ب‬ِْْ‫ة‬‫ِي‬‫ف‬َ‫ن‬َ‫ح‬‫ال‬ْ،ِْْ‫ة‬‫ِي‬‫ع‬ِ‫ف‬‫ا‬‫الش‬ َ‫و‬ِْْ‫ة‬َ‫ل‬ِ‫ب‬‫َا‬‫ن‬َ‫ح‬‫ال‬ َ‫و‬ْ،ْ َْ‫ُو‬‫ه‬ َ‫و‬ُْْ‫ح‬َ‫ج‬‫ر‬َ‫أ‬ِْْ‫ن‬‫ي‬َ‫ل‬‫و‬َ‫ق‬‫ال‬َْْ‫د‬‫ِن‬‫ع‬ِْْ‫ة‬‫ِي‬‫ك‬ِ‫ل‬‫ا‬َ‫م‬‫ال‬ْْْ‫ل‬ِ‫ب‬‫ا‬َ‫ق‬ُ‫م‬ َ‫و‬ِْْ‫ح‬َ‫ج‬‫ر‬ ََ‫اِل‬ْ‫ا‬َ‫ه‬‫ن‬َ‫أ‬َْْ‫ل‬ُْْ‫ون‬ُ‫ك‬َ‫ت‬ْْ‫ل‬ِ‫إ‬َْْ‫ن‬ِ‫م‬ِْْ‫َم‬‫ن‬َ‫غ‬‫ال‬ . ‫ال‬َ‫ق‬ َ‫و‬ُْْ‫ة‬‫ِي‬‫ع‬ِ‫ف‬‫ا‬‫الش‬ْْ:ُْ‫ئ‬ ِ‫ز‬‫ُج‬‫ي‬ْ‫ا‬َ‫ه‬‫ِي‬‫ف‬ُْْ‫ار‬َ‫د‬‫ق‬ِ‫م‬‫ال‬ْ‫ِي‬‫ذ‬‫ال‬ُْْ‫ئ‬ ِ‫ز‬‫ُج‬‫ي‬ْ‫ِي‬‫ف‬ِْْ‫ة‬‫ي‬ ِ‫ح‬‫ض‬ َُ‫اِل‬ُْْ‫ه‬‫ل‬َ‫ق‬َ‫أ‬ َ‫و‬ْْ‫َاة‬‫ش‬ْْ‫ة‬َ‫ل‬ِ‫ام‬َ‫ك‬ْ،ْ ِْ‫و‬َ‫أ‬ُْْ‫ع‬ُ‫ب‬‫الس‬ْْ‫ن‬ِ‫م‬ْْ‫َة‬‫ن‬َ‫د‬َ‫ب‬ْْ‫و‬َ‫أ‬ْْ‫ن‬ِ‫م‬ْْ‫ة‬َ‫ر‬َ‫ق‬َ‫ب‬ . ‫ال‬َ‫ق‬ َ‫و‬ُْْ‫ة‬‫ِي‬‫ك‬ِ‫ل‬‫ا‬َ‫م‬‫ال‬ُْْ‫ة‬َ‫ل‬ِ‫ب‬‫َا‬‫ن‬َ‫ح‬‫ال‬ َ‫و‬ْْ:َْ‫ل‬ُْْ‫ئ‬ ِ‫ز‬‫ُج‬‫ي‬ْ‫ِي‬‫ف‬ِْْ‫ة‬َ‫ق‬‫ِي‬‫ق‬َ‫ع‬‫ال‬ْْ‫ل‬ِ‫إ‬ْْ‫َة‬‫ن‬َ‫د‬َ‫ب‬ْْ‫ة‬َ‫ل‬ِ‫ام‬َ‫ك‬ْْ‫و‬َ‫أ‬ْْ‫ة‬ َ‫ر‬َ‫ق‬َ‫ب‬ْْ‫ة‬َ‫ل‬ِ‫م‬‫َا‬‫ك‬ “Aqiqah sudah mencukupi dengan jenis hewan yang sama dengan qurban, yaitu jenis hewan ternak seperti Unta, Kerbau, dan Kambing, dan tidak sah selain itu. Ini telah disepakati oleh kalangan Hanafiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah, dan ini menjadi pendapat yang lebih kuat dari dua pendapat kalangan Malikiyah, yang diutamakan adalah bahwa tidak sah kecuali dari jenis hewan ternak. Kalangan Syafi’iyah mengatakan: telah sah aqiqah dengan hewan yang seukuran dengan
  • 34. hewan yang telah mencukupi bagi qurban, minimal adalah seekor kambing yang telah sempurna, atau sepertujuh dari Unta atau Sapi. Kalangan Malikiyah dan Hanabilah mengatakan: tidak sah aqiqah kecuali dengan Unta dan Sapi yang telah sempurna.” Demikian pandangan kalangan ulama madzhab. Namun pendapat yang lebih kuat, dan diterangkan oleh dalil yang spesifik, adalah sebagaimana yang dikatakan oleh ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha, Imam Ibnu Hazm, Imam Ibnul Qayyim, dan para imam muhaqqiq (peneliti) bahwa aqiqah hanya sah dengan kambing, - tanpa mengurangi sara hormat kepada para ulama yang berpendapat bolehnya dengan sapi dan unta. Wallahu A’lam Perbedaan kedua, Faktor penyebab penyembelihan. Hewan Kurban disembelih karena bentuk pengorbanan kita kepada Allah Ta’ala pada saat bulan Dzulhijjah sebagai pelajaran dari kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail ‘Alaihimassalam. Sedangkan Aqiqah merupakan penyembelihan Kambing dengan sebab kelahiran bayi. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: َْ‫ع‬َ‫م‬ِْْ‫م‬ َ ‫ل‬ ُ ‫غ‬ ‫ح‬ ‫ال‬ْْ‫ة‬ َ ‫يق‬ِ‫ق‬ َ ‫ع‬ْ‫وا‬ ُ ‫يق‬ِ‫ر‬ ‫ح‬ ‫ه‬ َ ‫أ‬ َ ‫ف‬ُْْ‫ه‬ ‫ح‬ ‫ن‬ َ ‫ع‬ْ‫ا‬ً‫م‬ َ ‫د‬ْ‫وا‬ ُ‫ِيط‬‫م‬ َ ‫أ‬َ‫و‬ْ ُْ‫ه‬ ‫ح‬ ‫ن‬ َ ‫ع‬ْ‫ى‬ َ ‫ذ‬ َ ‫ح‬ ‫األ‬
  • 35. “Bersama seorang bayi ada aqiqahnya, maka sembilahlah hewan dan singkirkanlah gangguan darinya” Maksud dari ‘singkirkanlah gangguan darinya’ adalah mencukur rambutnya. Perbedaan ketiga, Faktor waktu pelaksanaan. Hewan Kurban disembelih hanya pada 10,11,12,13, Dzulhijjah, demikianlah pendapat jumhur (mayoritas ulama) dan sudah saya bahas pada halaman awal- awal. Sebagian kecil saja ulama yang membolehkan hingga akhir Dzulhijjah, yakni pendapat Abu Salamah bin Abdurrahman dan Ibrahim An Nakha’i. Sedangkan Aqiqah, waktu pelaksanaannya adalah pada hari ketujuh setelah kelahiran bayi. Sesuai hadits berikut: “Setiap bayi tergadai dengan aqiqahnya, disembelih (hewan) pada hari ketujuh dari kelahirannya, dicukur rambutnya dan diberikan nama.” Untuk waktu pelaksanaan aqiqah lihat di catatan kaki berikut. Demikian perbedaan Aqiqah dengan Qurban. Wallahu A’lam Referensi: 1. Al Quran Al Karim 2. Shahih Bukhari, karya Imam Al Bukhari
  • 36. 3. Shahih Muslim, karya Imam Muslim 4. Sunan At Tirmidzi, karya Imam At Tirmidzi 5. Sunan Abu Daud, karya Imam Abu Daud 6. Sunan An Nasa’i, karya Imam An Nasa’i 7. Sunan Ibnu Majah, karya Imam Ibnu Majah 8. Sunanul Kubra, karya Imam Al Baihaqi 9. Sunan Ad Darimi, karya Imam Ad Darimi 10. Musnad Ahmad, karya Imam Ahmad 11. Musnad Abu ‘Uwanah, karya Imam Abu ‘Uwanah 12. Al Mushannaf, karya Imam Abdurrazzaq 13. Al Mushannaf, karya Imam Ibnu Abi Syaibah 14. Al Mu’jam Al Awsath, karya Imam Ath Thabarani 15. Musykilul Atsar, karya Imam Abu Ja’far Ath Thahawi 16. Syu’abul Iman, karya Imam Al Baihaqi 17. Majma’uz Zawaid wa Manba’ul Fawaid, karya Imam Al Haitsami 18. At Talkhish Al Habir, karya Imam Ibnu Hajar Al ‘Asqalani 19. Nashbur Rayyah, karya Imam Az Zaila’i 20. Al Jarh wat Ta’dil, karya Imam Abdurrahman bin Abi Hatim 21. Adh Dhu’afa, karya Imam Al ‘Uqaili 22. Adh Dhu’afa wal Matrukin, karya Imam An Nasa’i 23. Adh Dhu’afa Ash Shaghir, karya Imam Al Bukhari 24. Fiqhus Sunnah, karya Syaikh Sayyid Sabiq 25. Nailul Authar, karya Imam Asy Syaukani 26. Al Fiqhul Islam wa Adillatuhu, karya Syaikh Wahbah Az Zuhaili 27. Al Masu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, para ulama Kuwait 28. Subulus Salam Syarh Bulughul Maram, karya Imam Ash Shan’ani 29. Fathul Bari, karya Imam Ibnu Hajar
  • 37. 30. Bulughul Maram min Adillatil Ahkam, karya Imam Ibnu Hajar 31. Tuhfatul Maudud fi Ahkamil Maulud, karya Imam Ibnul Qayyim 32. Al Muhalla, karya Imam Ibnu Hazm 33. Majmu’ Fatawa, karya Imam Ibnu Taimiyah 34. Al Mughni, karya Imam Ibnu Qudamah 35. Al Bada’i Ash Shana’i, karya Imam Al Kisani 36. Mathalib Ulin Nuha, karya Imam Ar Rahibani 37. Nihayatul Muhtaj, karya Imam Syihabuddin Ar Ramli 38. Hasyiyah Al Bujirumi ‘Alal Minhaj, karya Imam Sulaiman bin Muhammad Al Bujirumi 39. Hasyiyah Ad Dasuqi, karya Imam Muhamamd bin Ahmad Ad Dasuqi 40. Hasyiyah Ibnu Abidin, karya Imam Ibnu ‘Abidin 41. Ta’sisul Ahkam 42. Irwa’ Al Ghalil fi Takhrijil Hadits Manaris Sabil, karya Syaikh Muhamamd Nashiruddin Al Albani 43. Shahih wa Dhaif Sunan Ibni Majah, karya Syaikh Al Albani 44. Shahih wa Dhaif Sunan Abi Daud, karya Syaikh Al Albani 45. As Silsilah Ash Shahihah, karya Syaikh Al Albani 46. Takhrij musykilatul Faqr, karya Syaikh Al Albani 47. Ash Shihah fil Lughah, karya Al Jauhari 48. Kamus Indonesia-Arab, karya Prof. Dr. Mahmud Yunus
  • 38. XIII. Mau Qurban Pakai Ngutang segala Bolehkah berhutang untuk berqurban ? bagaimana dengan arisan qurban? (beberapa SMS) 📌 Pertama. Berqurban dengan biaya dari hutang. Tidak ada larangan dalam nash, tentang melakukan amal shalih yang sifatnya maaliyah (harta) seperti qurban, aqiqah, dan haji , yang pembiayaannya berasal dari hutang. Maka, dia kembali pada bab hutang piutang yang memang dibolehkan syariat. Dengan catatan: Ketika dia berhutang mesti dalam keadaan yakin mampu membayarnya Hutang tersebut tidak menambah beban berat hutang lama yang masih banyak dan belum dilunaskan, sebab, semua ibadah qurban ini memang dianjurkan bagi mereka yang sedang dalam keadaan lapang rezeki dan istitha’ah (mampu). Para ulama salaf pun melakukannya, dan mereka tidak memandang masalah dengan berhutang untuk berqurban (atau juga aqiqah). Dalam Tafsir-nya, Imam Ibnu Katsir menceritakan dari Imam Sufyan Ats Tsauri tentang Imam Abu Hatim (riwayat lain menyebut Imam Abu Hazim) yang berhutang untuk membeli Unta buat qurban. ‫وقال‬ْ‫سفيان‬ْ‫الثوري‬ْ:‫كان‬ْ‫أبو‬ْ‫حاتم‬ْْ‫يستدين‬ْ‫ويسوق‬ْ،‫ن‬‫ُد‬‫ب‬‫ال‬ْ‫فقيل‬ْ‫له‬ْ:‫تستدين‬ْ‫وت‬‫سوق‬ْ ‫البدن؟‬ْ‫فقال‬ْ:‫إني‬ْ‫سمعت‬ْ‫هللا‬ْ‫يقول‬ْ{ْ:ْ‫م‬ُ‫ك‬َ‫ل‬ْ‫ا‬َ‫ه‬‫ِي‬‫ف‬ْْ‫ر‬‫َي‬‫خ‬ْ}
  • 39. Berkata Sufyan Ats Tsauri: Dahulu Abu Hatim berhutang untuk membeli Unta qurban, lalu ada yang bertanya kepadanya: “Anda berhutang untuk membeli unta? Beliau menjawab: Saya mendengar Allah Ta’ala berfirman: Kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya (unta-unta kurban tersebut).” (Q.s. Al Hajj:36). (Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 5/426) Imam Ibnu Qayyim Al Jauziyah menceritakan dari Al Haarits tentang dialog antara Imam Ahmad bin Hambal dan Shalih (anaknya), katanya: ‫وقال‬ْ‫له‬ْ‫صالح‬ْ‫ابنه‬ْ‫الرجل‬ْ‫يولد‬ْ‫له‬ْ‫وليس‬ْ‫عنده‬ْ‫ما‬ْ‫يعق‬ْ‫أحب‬ْ‫إليك‬ْ‫أن‬ْ‫يستقرض‬ْ‫ويعق‬ْ ‫عنه‬ْ‫أم‬ْ‫يؤخر‬ْ‫ذلك‬ْ‫حتى‬ْ‫يوسر‬ْ‫قال‬ْ‫أشد‬ْ‫ما‬ْ‫سمعنا‬ْ‫في‬ْ‫العقيقة‬ْ‫حديث‬ْ‫الحسن‬ْ‫عن‬ْ‫سمرة‬ْ ‫عن‬ْ‫النبي‬ْ‫كل‬ْ‫غَلم‬ْ‫رهينة‬ْ‫بعقيقته‬ْ‫وإني‬ْ‫ِلرجو‬ْ‫إن‬ْ‫استقرض‬ْ‫أن‬ْ‫يعجل‬ْ‫هللا‬ْ‫الخلف‬ْ ‫ِلنه‬ْ‫أحيا‬ْ‫سنة‬ْ‫من‬ْ‫سنن‬ْ‫رسول‬ْ‫هللا‬ْ‫واتبع‬ْ‫ما‬ْ‫جاء‬ْ‫عنه‬ْ‫انتهى‬ Shalih –anak laki-laki Imam Ahmad- berkata kepadanya bahwa dia kelahiran seorang anak tetapi tidak memiliki sesuatu buat aqiqah, mana yang engkau sukai berhutang untuk aqiqah ataukah menundanya sampai lapang keadaan finansialnya. Imam Ahmad menjawab: “Sejauh yang aku dengar, hadits yang paling kuat anjurannya tentang aqiqah adalah hadits Al Hasan dari Samurah, dari Nabi bahwa, “Semua bayi tergadaikan oleh aqiqahnya,” aku berharap jika berhutang untuk aqiqah semoga Allah segera menggantinya karena dia telah menghidupkan sunah di antara sunah-sunah Rasulullah
  • 40. Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan telah mengikuti apa-apa yang Beliau bawa. Selesai. (Tuhfatul Maudud fi Ahkamil Maulud, Hal. 64. Cet. 1, 1971M-1391H. Maktabah Darul Bayan) Demikianlah kebolehan berhutang untuk berqurban, namun “boleh” bukan berarti lebih utama, sebab lebih utamanya adalah justru membayar hutang dahulu, bukan menambah dengan hutang baru. Membayar hutang adalah wajib, dan tidak ada khilafiyah atas kewajibannya, sedangkan berqurban adalah sunah muakadah bagi yang sedang lapang rezeki menurut jumhur ulama, kecuali Imam Abu Hanifah yang mengatakan wajib. Maka, wajar jika sebagian ulama justru menganjurkan untuk melunaskan hutang dulu barulah dia berqurban jika sudah lunas hutangnya. Bagaimana dengan hutang yang jangka waktunya panjang, seperti cicilan mobil atau rumah yang mencapai belasan tahun? Apakah orang seperti ini harus menunggu belasan tahun dulu untuk berqurban? Tidak juga demikian, dia bisa dan boleh saja berhutang untuk qurban selama memang dia mampu untuk melunasinya dan tidak mengganggu cicilan lainnya. Tetapi, bukan pilihan yang bijak jika dia tetap ngotot berhutang tetapi keluarganya sendiri sangat merana hidupnya, atau ada kebutuhan mendesak seperti biaya sekolah yang besar, rumah sakit, dan semisalnya.
  • 41. 📌 Kedua. Arisan untuk Qurban. Arisan adalah beberapa orang mengumpulkan uang, lalu diundi atau dengan menggunakan nomor urut, maka siapa yang keluar namanya atau namanya lebih dahulu dalam urutan, maka dialah yang mendapatkan uang tersebut untuk membeli hewan qurban. Ini bukanlah judi, karena semua peserta akan mendapatkan gilirannya, dan tidak ada yang dirugikan. Ada pun judi, bisa jadi ada orang yang menang berkali- kali, sementara yang lain sama sekali tidak dapat undian sampai judi itu selesai. Dan, arisan menjadi judi jika sekali kocok keluar satu atau beberapa nama, setelah itu bubar, padahal masih banyak orang lain yang tidak dapat. Nah, arisan secara substansi adalah SAMA dengan berhutang, karena uang yang dia dapatkan merupakan hasil kumpulan dari uang peserta lainnya, sehingga dia memiliki hutang kepada peserta lainnya. Jika demikian, maka boleh-boleh saja arisan qurban sebagaimana hutang untuk berqurban. Tapi, sebaiknya cukup setahun atau dua tahun saja. Sebab harga hewan qurban yang semakin mahal, tentu kasihan jika arisan sampai 5 tahun bagi yang dapat ditahun ke 5, dia mendapatkan uang arisan yang tetap padahal harga kambing/sapi sudah meningkat. Wallahu A’lam
  • 42. XIV. Bolehkah Berqurban Untuk Orang Yang Sudah Wafat? Imam Al Bahuti mengatakan: ْ َ ‫ال‬ َ ‫ق‬ُْْ‫د‬َ ‫ح‬ ‫مح‬ َ ‫أ‬ْ:ُْْ‫ت‬ِ‫ي‬َ‫م‬ ‫ح‬ ‫ال‬ْْ ُ ‫ل‬ ِ‫ص‬َ‫ي‬ِْْ‫ه‬‫ح‬ َ ‫إيل‬ْْ ُّ ُ ‫لك‬ْْ‫ء‬‫ح‬ َ ‫يش‬ْْ‫ح‬‫ِن‬‫م‬ِْْ ‫ح‬‫ري‬َ‫ح‬ ‫اْل‬ْ ْ‫ح‬‫ِن‬‫م‬ْْ‫ة‬ َ ‫ق‬َ‫د‬ َ‫ص‬ْْ‫ح‬‫و‬ َ ‫أ‬ْْ‫ة‬ َ ‫ل‬ َ‫ص‬ْْ‫ح‬‫و‬ َ ‫أ‬ِْْ‫ه‬ِ ‫ح‬‫ري‬ َ ‫غ‬ِْْ‫ار‬َ‫ب‬ ‫ح‬ ‫خ‬ َ ‫ح‬ ‫ِْل‬‫ل‬ . Imam Ahmad berkata: sampai kepada mayit semua bentuk amal kebaikan, baik berupa doa, sedekah, dan amal shalih lainnya, karena adanya riwayat tentang itu. [1] Imam Ibnu Taimiyah Rahimahullah mengatakan: ُْ‫د‬‫م‬َ‫ح‬‫ال‬ِْْ ِ‫ّلل‬ِْْ‫ب‬َ‫ر‬َْْ‫ين‬ِ‫م‬َ‫ل‬‫ا‬َ‫ع‬‫ال‬ْْ.َْ‫س‬‫ي‬َ‫ل‬ْ‫ِي‬‫ف‬ِْْ‫ة‬َ‫ي‬‫اْل‬َْْ‫ل‬ َ‫و‬ْ‫ِي‬‫ف‬ِْْ‫ث‬‫ِي‬‫د‬َ‫ح‬‫ال‬ْْ‫ن‬َ‫أ‬َْْ‫ت‬ِ‫ي‬َ‫م‬‫ال‬َْْ‫ل‬ُْْ‫ع‬ِ‫ف‬َ‫ت‬‫ن‬َ‫ي‬ِْْ‫اء‬َ‫ع‬ُ‫د‬ِ‫ب‬ْ ِْ‫ق‬‫َل‬‫خ‬‫ال‬ُْْ‫ه‬َ‫ل‬ْ‫ا‬َ‫م‬ِ‫ب‬ َ‫و‬ُْْ‫ل‬َ‫م‬‫ُع‬‫ي‬ُْْ‫ه‬‫ن‬َ‫ع‬ْْ‫مِن‬ِْْ‫ر‬ِ‫ب‬‫ال‬ْْ‫ل‬َ‫ب‬ُْْ‫ة‬‫ِم‬‫ئ‬َ‫أ‬ِْْ‫م‬ َ‫َل‬‫س‬ِ‫اْل‬َْْ‫ون‬ُ‫ق‬ِ‫ف‬‫ت‬ُ‫م‬ْ‫ى‬َ‫ل‬َ‫ع‬ِْْ‫َاع‬‫ف‬ِ‫ت‬‫ان‬ِْْ‫ت‬ِ‫ي‬َ‫م‬‫ال‬َْْ‫ِك‬‫ل‬َ‫ذ‬ِ‫ب‬ْ ‫ا‬َ‫ذ‬َ‫ه‬ َ‫و‬ْ‫ا‬‫م‬ِ‫م‬ُْْ‫م‬َ‫ل‬‫ُع‬‫ي‬ِْْ‫ار‬ َ‫ر‬ِ‫ط‬‫ض‬ ِ‫ال‬ِ‫ب‬ْْ‫ن‬ِ‫م‬ِْْ‫ِين‬‫د‬ِْْ‫م‬ َ‫َل‬‫س‬ِ‫اْل‬ْْ‫د‬َ‫ق‬ َ‫و‬ْْ‫ل‬َ‫د‬ِْْ‫ه‬‫ي‬َ‫ل‬َ‫ع‬ُْْ‫َاب‬‫ت‬ِ‫ك‬‫ال‬ُْْ‫ة‬‫ن‬‫الس‬ َ‫و‬ُْْ‫ع‬‫ا‬َ‫م‬‫ج‬ِ‫اْل‬ َ‫و‬ْ ْ‫ن‬َ‫م‬َ‫ف‬َْْ‫ف‬َ‫ل‬‫َا‬‫خ‬َْْ‫ِك‬‫ل‬َ‫ذ‬َْْ‫َان‬‫ك‬ْْ‫ن‬ِ‫م‬ِْْ‫ل‬‫ه‬َ‫أ‬ِْْ‫ع‬َ‫د‬ِ‫ب‬‫ال‬ . “Segala puji bagi Allah. Tidak ada dalam ayat, dan tidak pula dalam hadits, yang mengatakan bahwa ‘Tidak Bermanfaat’ doa seorang hamba bagi mayit, dan juga amal perbuatan yang diperuntukkannya berupa amal kebaikan, bahkan para imam Islam sepakat hal itu bermanfaat bagi mayit, hal ini sudah ketahui secara pasti dalam agama Islam, hal itu telah ditunjukkan oleh Al Quran, As Sunnah, dan ijma’. Barang siapa yang menyelesihinya, maka dia adalah ahli bid’ah.” [2]
  • 43. Beliau juga berkata: ِْ‫ئ‬َ‫اِل‬ َ‫و‬ُْ‫ة‬‫م‬ْ‫وا‬ُ‫ق‬َ‫ف‬‫ات‬ْ‫ى‬َ‫ل‬َ‫ع‬ْْ‫ن‬َ‫أ‬َْْ‫ة‬َ‫ق‬َ‫د‬‫الص‬ُْْ‫ل‬ ِ‫َص‬‫ت‬ْ‫ى‬َ‫ل‬‫إ‬ِْْ‫ت‬ِ‫ي‬َ‫م‬‫ال‬َْْ‫ِك‬‫ل‬َ‫ذ‬َ‫ك‬ َ‫و‬ُْْ‫ات‬َ‫د‬‫ا‬َ‫ب‬ِ‫ع‬‫ال‬ُْْ‫ة‬‫ِي‬‫ل‬‫ا‬َ‫م‬‫ال‬ْْ:ِْ‫ق‬‫ِت‬‫ع‬‫َال‬‫ك‬ “Para imam telah sepakat bahwa sedekah akan sampai kepada mayit, demikian juga ibadah maaliyah (harta), seperti membebaskan budak.” [3] Dan, qurban termasuk ibadah maaliyah. Imam Ibnu Qudamah Rahimahullah mengatakan: ْ‫ي‬َ‫أ‬ْْ‫ة‬َ‫ب‬‫ر‬ُ‫ق‬ْ‫ا‬َ‫ه‬َ‫ل‬َ‫ع‬َ‫ف‬ُْْ‫ان‬َ‫س‬‫ن‬ َِ‫اْل‬ْ‫ل‬َ‫ع‬َ‫ج‬ َ‫و‬ْ‫ا‬َ‫ه‬َ‫ب‬‫ا‬ َ‫و‬َ‫ث‬ِْْ‫ت‬ِ‫ي‬َ‫م‬‫ِل‬‫ل‬ِْْ‫ِم‬‫ل‬‫س‬ُ‫م‬‫ال‬ُْْ‫ه‬َ‫ع‬َ‫ف‬َ‫ن‬َْْ‫ِك‬‫ل‬َ‫ذ‬ْْ‫ن‬ِ‫إ‬َْْ‫ء‬‫َا‬‫ش‬ُْْ‫اّلل‬ْ‫ى‬َ‫ل‬‫ا‬َ‫ع‬َ‫ت‬ْْ: ِْ‫اء‬َ‫ع‬‫َالد‬‫ك‬ِْْ‫َار‬‫ف‬‫ِغ‬‫ت‬‫ِس‬‫ل‬‫ا‬ َ‫و‬ْ،ِْْ‫ة‬َ‫ق‬َ‫د‬‫الص‬ َ‫و‬َْْ‫و‬ِْ‫ت‬‫ا‬َ‫ب‬ ِ‫اج‬ َ‫و‬‫ال‬ْ‫ِي‬‫ت‬‫ال‬ْ‫ا‬َ‫ه‬ُ‫ل‬ُ‫خ‬‫َد‬‫ت‬ُْْ‫ة‬َ‫ب‬‫ا‬َ‫ي‬ِ‫الن‬ “Amal apa pun demi mendekatkan diri kepada Allah yang dilakukan oleh manusia dan menjadikan pahalanya untuk mayit seorang muslim, maka hal itu membawa manfaat bagi mayit itu, Insya Allah, seperti: doa, istighfar, sedekah, dan berbagai kewajiban yang bisa diwakilkan.” [4] Kelompok yang membolehkan berdalil: 1. Diqiyaskan dengan amalan orang hidup yang sampai kepada orang yang sudah wafat, seperti doa, sedekah, dan haji. 2. Ibadah maaliyah (harta) bisa diniatkan untuk orang yang sudah wafat seperti sedekah, dan berqurban jelas-jelas ibadah maaliyah.
  • 44. 3. Hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengisyaratkan bahwa qurban untuk orang yang sudah wafat adalah boleh dan pahalanya sampai, Insya Allah. Dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha: ْ َ ‫ال‬ َ ‫ق‬ِْْ‫م‬‫ح‬‫اس‬ِ‫ب‬ِْْ َ ‫اّلل‬َْْ‫م‬ُ‫ه‬ َ ‫الل‬ْْ ‫ح‬ ‫ل‬َ‫ب‬ َ ‫ق‬ َ ‫ت‬ْْ‫ح‬‫ِن‬‫م‬ْْ‫د‬َ‫م‬ َ ُ ‫ُم‬ِْْ‫ل‬‫آ‬َ‫و‬ْْ‫د‬َ‫م‬ َ ُ ‫ُم‬ْ ْ‫ح‬‫ِن‬‫م‬َ‫و‬ِْْ‫ة‬َ‫م‬ ُ ‫أ‬ْْ‫د‬َ‫م‬ َ ُ ‫ُم‬َْْ‫م‬ ُ ‫ث‬ْْ َ ‫ح‬ َ ‫ض‬ِْْ‫ه‬ِ‫ب‬ ‘Nabi mengucapkan: “Bismillahi Allahumma taqabbal min Muhammadin wa min ummati Muhamamdin (Dengan Nama Allah, Ya Allah terimalah Kurban dari Muhammad dan umat Muhammad),” lalu beliau pun menyembelih.” [5] Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mendoakan agar qurban dari Beliau, dan umatnya diterima Allah Ta’ala. Hadits ini menyebut “umat Muhammad” secara umum, tidak dikhususkan untuk yang masih hidup saja. Sebab, “umat Muhammad” ada yang masih hidup dan yang sudah wafat. Sebenarnya, telah terjadi perbedaan pandangan para ulama tentang berqurban untuk orang yang sudah wafat. 📚 Berikut ini rinciannya: ‫ا‬َ‫ذ‬ِ‫إ‬ْ‫ى‬َ‫ص‬‫و‬َ‫أ‬ُْْ‫ت‬ِ‫ي‬َ‫م‬‫ال‬ِْْ‫ة‬َ‫ي‬ ِ‫ح‬‫ض‬‫الت‬ِ‫ب‬ُْْ‫ه‬‫ن‬َ‫ع‬ْ،ْْ‫و‬َ‫أ‬َْْ‫ف‬َ‫ق‬ َ‫و‬ْ‫ا‬ً‫ف‬‫ق‬ َ‫و‬َْْ‫ِك‬‫ل‬َ‫ذ‬ِ‫ل‬َْْ‫از‬َ‫ج‬ِْْ‫ق‬‫َا‬‫ف‬ِ‫ِت‬‫ل‬‫ا‬ِ‫ب‬ْْ.ْ‫ن‬ِ‫إ‬َ‫ف‬ْْ‫َت‬‫ن‬‫َا‬‫ك‬ْ ًْ‫ة‬َ‫ب‬ ِ‫اج‬ َ‫و‬ِْْ‫ر‬‫ذ‬‫الن‬ِ‫ب‬ِْْ‫ه‬ ِ‫ر‬‫َي‬‫غ‬ َ‫و‬َْْ‫ب‬َ‫ج‬ َ‫و‬ْ‫ى‬َ‫ل‬َ‫ع‬ِْْ‫ث‬ ِ‫ار‬ َ‫و‬‫ال‬ُْْ‫ذ‬‫َا‬‫ف‬‫ن‬ِ‫إ‬َْْ‫ِك‬‫ل‬َ‫ذ‬ْْ.‫ا‬‫م‬َ‫أ‬ْ‫ا‬َ‫ذ‬ِ‫إ‬ْْ‫م‬َ‫ل‬ِْْ‫ُوص‬‫ي‬ْ‫ا‬َ‫ه‬ِ‫ب‬َْْ‫د‬‫ا‬ َ‫ر‬َ‫أ‬َ‫ف‬ْ
  • 45. ُْ‫ث‬ ِ‫ار‬ َ‫و‬‫ال‬ْْ‫و‬َ‫أ‬ُْْ‫ه‬ُ‫ر‬‫َي‬‫غ‬ْْ‫ن‬َ‫أ‬َْْ‫ي‬ ِ‫ح‬َ‫ض‬ُ‫ي‬ُْْ‫ه‬‫ن‬َ‫ع‬ِْْ‫م‬ْ‫ن‬ْ‫ال‬َ‫م‬ِْْ‫ه‬ِ‫س‬‫َف‬‫ن‬ْ،َْْ‫َب‬‫ه‬َ‫ذ‬َ‫ف‬ُْْ‫ة‬‫ِي‬‫ف‬َ‫ن‬َ‫ح‬‫ال‬ُْْ‫ة‬‫ِي‬‫ك‬ِ‫ل‬‫ا‬َ‫م‬‫ال‬ َ‫و‬ُْْ‫ة‬َ‫ل‬ِ‫ب‬‫َا‬‫ن‬َ‫ح‬‫ال‬ َ‫و‬ْ ‫ى‬َ‫ل‬ِ‫إ‬ِْْ‫از‬ َ‫و‬َ‫ج‬ِْْ‫ة‬َ‫ي‬ ِ‫ح‬‫ض‬‫الت‬ُْْ‫ه‬‫ن‬َ‫ع‬ْ،ْْ‫ل‬ِ‫إ‬ْْ‫ن‬َ‫أ‬َْْ‫ة‬‫ِي‬‫ك‬ِ‫ل‬‫ا‬َ‫م‬‫ال‬ْ‫وا‬ُ‫از‬َ‫ج‬َ‫أ‬َْْ‫ِك‬‫ل‬َ‫ذ‬َْْ‫ع‬َ‫م‬ِْْ‫ة‬َ‫ه‬‫ا‬ َ‫َر‬‫ك‬‫ال‬ْْ.‫ا‬َ‫م‬‫ن‬ِ‫إ‬ َ‫و‬ُْْ‫ه‬‫و‬ُ‫از‬َ‫ج‬َ‫أ‬ْ ْ‫ن‬ ََِ‫ِل‬َْْ‫ت‬‫و‬َ‫م‬‫ال‬َْْ‫ل‬ُْْ‫ع‬َ‫ن‬‫م‬َ‫ي‬َْْ‫ب‬‫ر‬َ‫ق‬‫الت‬ِْْ‫ن‬َ‫ع‬ِْْ‫ت‬ِ‫ي‬َ‫م‬‫ال‬ْ‫ا‬َ‫م‬َ‫ك‬ْ‫ِي‬‫ف‬ْ‫ة‬َ‫ق‬َ‫د‬‫الص‬ َِِْْْ‫ج‬َ‫ح‬‫ال‬ َ‫و‬ . ْ‫د‬َ‫ق‬ َ‫و‬ْْ‫ح‬َ‫ص‬ْْ‫ن‬َ‫أ‬ْ‫ول‬ُ‫س‬َ‫ر‬ِْْ‫اّلل‬ْ‫ى‬‫ل‬َ‫ص‬ُْْ‫اّلل‬ِْْ‫ه‬‫ي‬َ‫ل‬َ‫ع‬َْْ‫م‬‫ل‬َ‫س‬ َ‫و‬ْ‫ى‬‫ح‬َ‫ض‬ِْْ‫ن‬‫َي‬‫ش‬‫َب‬‫ك‬ِ‫ب‬ْ‫ا‬َ‫م‬ُ‫ه‬ُ‫د‬َ‫ح‬َ‫أ‬ْْ‫ن‬َ‫ع‬ِْْ‫ه‬ِ‫س‬‫َف‬‫ن‬ْ،ْ ُْ‫َر‬‫خ‬‫اْل‬ َ‫و‬ْْ‫ن‬‫م‬َ‫ع‬ْْ‫م‬َ‫ل‬ِْْ‫ح‬َ‫ض‬ُ‫ي‬ْْ‫ن‬ِ‫م‬ِْْ‫ه‬ِ‫ت‬‫م‬ُ‫أ‬ْْْ.‫ى‬َ‫ل‬َ‫ع‬ َ‫و‬ْ‫ا‬َ‫ذ‬َ‫ه‬ِْْ‫و‬َ‫ل‬َْْ‫ك‬َ‫َر‬‫ت‬‫اش‬ْْ‫ة‬َ‫ع‬‫ب‬َ‫س‬ْ‫ِي‬‫ف‬ْْ‫َة‬‫ن‬َ‫د‬َ‫ب‬َْْ‫ات‬َ‫م‬َ‫ف‬ْْ‫ُم‬‫ه‬ُ‫د‬َ‫ح‬َ‫أ‬ْ ‫ل‬‫ب‬َ‫ق‬ِْْ‫ح‬‫ب‬‫الذ‬ْ،ْ‫ال‬َ‫ق‬َ‫ف‬ُْْ‫ه‬ُ‫ت‬َ‫ث‬َ‫ر‬ َ‫و‬ْ-ْ‫وا‬ُ‫ن‬‫َا‬‫ك‬ َ‫و‬َْْ‫ِين‬‫غ‬ِ‫ل‬‫ا‬َ‫ب‬ْ-ْ‫وا‬ُ‫ح‬َ‫ب‬‫اذ‬ُْْ‫ه‬‫ن‬َ‫ع‬ْ،َْْ‫از‬َ‫ج‬َْْ‫ِك‬‫ل‬َ‫ذ‬ْْ.َْ‫َب‬‫ه‬َ‫ذ‬ َ‫و‬ُْْ‫ة‬‫ِي‬‫ع‬ِ‫ف‬‫ا‬‫الش‬ْ ‫ى‬َ‫ل‬ِ‫إ‬ْْ‫ن‬َ‫أ‬َْْ‫ح‬‫ب‬‫الذ‬ِْْ‫ن‬َ‫ع‬ِْْ‫ت‬ِ‫ي‬َ‫م‬‫ال‬َْْ‫ل‬ُْْ‫وز‬ُ‫ج‬َ‫ي‬ِْْ‫ر‬‫َي‬‫غ‬ِ‫ب‬ْْ‫ة‬‫ي‬ ِ‫ص‬ َ‫و‬ْْ‫و‬َ‫أ‬ْْ‫ف‬‫ق‬ َ‫و‬ . Jika seseorang berwasiat untuk berkurban atau berwaqaf untuk itu, maka dibolehkan berkurban baginya menurut kesepakatan ulama. Jika dia memiliki kewajiban karena nazar atau selainnya, maka ahli warisnya wajib melaksanakannya. Ada pun jika dia tidak berwasiat, dan ahli waris dan selainnya nya hendak berkurban untuknya dari hartanya sendiri, maka menurut Hanafiyah, Malikiyah, dan Hanabilah, membolehkan berkurban untuknya, hanya saja Malikiyah membolehkan dengan kemakruhan. Mereka membolehkan karena kematian tidaklah membuat mayit terhalang mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala sebagaimana sedekah dan haji. Telah shahih bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkurban dengan dua kambing kibas, satu untuk dirinya dan satu untuk umatnya yang belum berkurban. Atas dasar ini, seandainya tujuh orang berpartisipasi dalam kurban Unta, lalu salah seorang ada yang wafat sebelum penyembelihan. Lalu ahli warisnya
  • 46. mengatakan –dan mereka sudah baligh- : sembelihlah untuknya, maka itu boleh. Sedangkan kalangan Syafi’iyah berpendapat tidak boleh berkurban untuk mayit tanpa diwasiatkan dan waqaf. [6] Demikian. Wallahu a'lam [1] Syarh Muntaha Al Iradat, 3/16 [2] Majmu’ Fatawa, 5/466. Mawqi’ Al Islam [3] Ibid [4] Al Mughni, 567-569 [5] HR. Muslim No. 1967 [6] Al Bada’i Shana’i, 5/72. Hasyiyah Ibnu Abidin, 5/214. Hasyiyah Ad Dasuqi, 2/122, 123. Hasyiyah Al Bujirumi ‘alal Minhaj, 4/300. Nihayatul Muhtaj, 8/136. Al Mughni ‘Alal Asy Syarh Al Kabir, 11/107, Mathalib Ulin Nuha, 2/472 @masbaim