Buku ini membahas tentang kemiskinan dan perlindungan sosial di Indonesia dengan menggunakan berbagai pendekatan untuk mendefinisikan dan mengukur kemiskinan. Buku ini juga membandingkan berbagai program perlindungan sosial di Indonesia dengan negara lain dan menawarkan model jaminan kesehatan universal bagi Indonesia."
Pemanfataan Lahan Sebagai Upaya Pembangunan Masyarakat Desa
Kemiskinan dan Perlindungan Sosial
1. Puslitbang Kesos Kementerian Sosial Republik Indonesia
habibullah792002@yahoo.com
Kemiskinan dan Perlindungan Sosial di Indonesia (Menggagas Model Jaminan
Sosial Universal Bidang Kesehatan)1
Oleh:
Habibullah, S.Sos, M.Kesos2
Pengantar
Pertama-tama, saya beri apresiasi terhadap penulis Bapak Edi Suharto, Ph.D atas
sumbangan pemikiran beliau baik yang dituangkan melalui buku ataupun
website:http://www.policy.hu/suharto. Buku-buku: Kebijakan Sosial sebagai
kebijakan publik (Bandung: Alfabeta, 2008 edisi kedua), Analisis Kebijakan Publik:
Panduan Praktis Mengkaji Masalah dan Kebijakan Sosial (Bandung, 2008 edisi
keempat), Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian Strategis
Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial (Bandung: Refika Aditama,
2006 edisi kedua). Ketiga buku tersebut, semasa saya kuliah merupakan referensi
utama dalam menulis tesis terutama yang terkait dengan kesejahteraan sosial
sehingga ada teman ketika bimbingan penulisan tesis pada seorang dosen menyatakan
bahwa disuruh nyari referensi lain selain Edi Suharto, Ph.D dan Prof. Isbandi Adi
Rukminto, Ph.D. Hal tersebut disebabkan masih kurangnya referensi yang berkaitan
dengan ilmu kesejahteraan sosial dan pembangunan sosial yang mampu memberikan
referensi yang mudah dipahami. Dan tulisan-tulisan Bapak Edi Suharto, Ph.D
merupakan satu diantara referensi yang mudah dipahami dan cukup “membumi” bagi
ranah ilmu kesejahteraan sosial terutama yang berkaitan dengan kebijakan sosial.
Buku yang saya bedah ini, sangat bermanfaat bagi referensi untuk penelitian-
penelitian yang akan dilakukan oleh Puslitbang Kesos kedepan seperti penelitian
yang mengambil tema-tema kemiskinan, perlindungan dan jaminan sosial maupun
sebagai referensi untuk penulisan policy papers (naskah kebijakan) karena buku ini
dikembangkan dari dua policy papers yaitu Proyek Perlindungan Sosial Bagi Orang
Dengan Kemampuan Khusus (ODKK) Menkokesra dan Naskah Kebijakan The Hatta
Project kerjasama Perkumpulan Prakarsa dan The Asia Foundation.
Buku ini terdiri dari dua bagian. Bagian satu, yang terdiri dari 5 bab, membahas
beberapa topik yang menyangkut dimensi kemiskinan, pendekatan berbasis hak,
kebijakan publik, serta konsep dan beberapa contoh skema perlindungan sosial.
Bagian ini merupakan fondasi untuk memahami mozaik dan isu-isu perlindungan
sosial, khususnya jaminan sosial bidang kesehatan, yang diurai oleh 6 bab pada
Bagian dua. Bagian Dua pada intinya mendiskusikan korelasi antara pembangunan
dan jaminan kesehatan di Indonesia saat ini. Model-model jaminan kesehatan
dibeberapa negara maju dan berkembang juga dibahas untuk dijadikan pelajaran dan
1
Disampaikan pada Bedah Buku Kemiskinan dan Perlindungan Sosial di Indonesia Menggagas Model
Perlindungan Sosial Universal Bidang Kesehatan Karya Edi Suharto Penerbit Alfabeta tahun 2009 di
Puslitbang Kesos pada tanggal 1 November 2011
2
Peneliti Pertama Puslitbang Kesos Kementerian Sosial RI, Alumni Jurusan Pembangunan Sosial dan
Kesejahteraan (Sosiatri) Fisipol UGM (S1) dan Program Magister Ilmu Kesejahteraan Sosial Fisip UI
(S2)
1
2. Puslitbang Kesos Kementerian Sosial Republik Indonesia
habibullah792002@yahoo.com
basis dalam menggagas model pembiayaan jaminan kesehatan universal yang
berkeadilan berkelanjutan. Bab terakhir dari buku ini mengajukan strategi dan
rekomendasi model jaminan kesehatan alternatif yang progresif dan insklusif, seraya
tetap memperhatikan faktor ekonomi dan sosio kultural Indonesia. Buku ini juga
dilengkapi juga dengan Undang-Undang No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional dan Undang-Undang No. 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan
Sosial.
Kemiskinan
Kemiskinan merupakan masalah sosial bersifat global. Artinya kemiskinan
merupakan masalah yang dihadapi dan menjadi perhatian banyak orang di dunia.
Pesan yang disampaikan penulis bahwa kemiskinan tidak hanya melanda negara-
negara miskin akan tetapi negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jerman,
Jepang, Australia juga terdapat masyarakat miskin meskipun prosentasenya jauh lebih
sedikit dibanding dengan negara miskin. Kemiskinan mempunyai banyak definisi
namun penulis lebih merujuk pada pendapat Piven dan Cloward (1993) dan Swanson
(2001) menunjukkan bahwa kemiskinan berhubungan dengan kekurangan materi,
rendahnya penghasilan dan adanya kebutuhan sosial. Penulis juga merujuk pada hasil
studi SMERU yang menunjukkan sembilan kreteria yang menandai kemiskinan:
1) Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar (pangan, sandang dan
papan).
2) Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental
3) Ketidakmampuan dan ketidakberuntungan sosial (anak terlantar, wanita korban
tindak kekerasaan rumah tangga, janda miskin, kelompok marginal dan
terpencil)
4) Rendahnya kualitas sumber daya manusia (buta huruf, rendahnya pendidikan
dan keterampilan, sakit-sakitan) dan keterbatasan sumber alam ( tanah tidak
subur, lokasi terpencil, ketiadaan infrastruktur jalan, listrik air)
5) Kerentanan terhadap gonjangan yang bersifat individu (rendahnya pendapatan
dan asset) maupun massal (rendahnya modal sosial, ketiadaan fasilitas umum)
6) Ketiadaan akses terhadap lapangan kerja dan mata pencaharian yang memadai
dan berkesinambungan
7) Ketiadaan akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan, pendidikan,
sanitasi, air bersih dan transportasi)
8) Ketiadaan jaminan masa depan (karena tiadanya investasi untuk pendidikan dan
keluarga atau tidak adanya perlindungan sosial dari negara dan masyarakat.
9) Keterlibatan dalam kegiatan sosial masyarakat.
Empat faktor penyebab kemiskinan: 1). Individual, 2). Sosial, 3). Kultural dan
Struktural. Dengan menggunakan persfektif yang lebih luas, penulis mengutip
pendapat David Cox (2004:1-6) yang membagi kemiskinan ke dalam beberapa
dimensi: 1). Kemiskinan yang diakibatkan globalisasi, 2). Kemiskinan yang berkaitan
dengan pembangunan, 3). Kemiskinan Sosial, 4). Kemiskinan konsekuensial.
2
3. Puslitbang Kesos Kementerian Sosial Republik Indonesia
habibullah792002@yahoo.com
Penulis juga mengungkap potret kemiskinan di Indonesia dengan menyajikan data
kemiskinan yang dikeluarkan oleh INDEF tahun 2009 yang memproyeksikan jumlah
penduduk miskin mencapai 40 juta (16,8%) sedangkan data BPS pada Maret 2008
menyatakan bahwa penduduk miskin sebanyak 35 juta jiwa (15,4%).
Data kemiskinan yang saya punya dapat dilihat sebagai berikut:
Tabel 1. Jumlah dan Prosentase Penduduk Miskin (%)
(Di bawah garis kemiskinan)
Jumlah Penduduk Miskin Persentase Penduduk
(juta orang) Miskin (%)
Tahun
Kota Desa Kota+ Kota Desa Kota+
Desa Desa
1998 17,60 31,90 49,50 21,92 25,72 24,23
1999 15,64 32,33 47,97 19,41 26,03 23,43
2000 12,30 26,40 38,70 14,6 22,38 19,14
2001 8,60 29,30 37,90 9,76 24,84 18,41
2002 13,30 25,10 38,40 14,46 21,1 18,2
2003 12,20 25,10 37,30 13,57 20,23 17,42
2004 11,40 24,80 36,20 12,13 20,11 16,66
2005 12,40 22,70 35,10 11,68 19,98 15,97
2006 14,49 24,81 39,30 13,47 21,81 17,75
2007 13,56 23,61 37,17 12,52 20,37 16,58
2008 12,77 22,19 34,96 11,65 18,93 15,42
2009 11,91 20,62 32,53 10,72 17,35 14,15
2010 11,10 19,93 31,03 9,87 16,56 13,33
Rata-rata 12,87 25,29 38,16 13,52 21,19 17,75
Sumber : Diolah kembali dari data BPS, 2010
Memang terjadi penurunan jumlah angka kemiskinan dari tahun ke tahun namun
penurunan angka kemiskinan tersebut tidak seimbang dengan berbagai program yang
dikeluarkan oleh pemerintah. Penurunan angka kemiskinan sejak tahun 2004 terasa
lambat mengingat anggaran yang dibenamkan untuk program-program
penanggulangan kemiskinan mengalami peningkatan yang signifikan, dari hanya Rp
18 triliun tahun 2004 menjadi sekitar 70 triliun tahun 2008 atau naik hampir empat
kali lipat (Basri, Kompas 12 Juli 2010). Secara rinci perbandingan antara jumlah
penduduk miskin di Indonesia dengan pembiayaan negara melalui skema APBN pada
tahun 2005-2010 pada jenis belanja bantuan sosial dapat dilihat pada tabel 2.
3
4. Puslitbang Kesos Kementerian Sosial Republik Indonesia
habibullah792002@yahoo.com
Tabel. 2. Perbandingan Antara Jenis Belanja Bantuan Sosial Pada APBN
dengan Jumlah Penduduk Miskin tahun 2005- 2010
Tahun Belanja Bantuan Sosial Jumlah Penduduk Miskin
(Rp)
2005 24,9 Trilyun 35,10 Juta Jiwa ( 15,97%)
2006 40,7 Trilyun 39,30 Juta Jiwa ( 17,75%)
2007 49,75 Trilyun 37,17 Juta Jiwa ( 16,58%)
2008 57,7 Trilyun 34,96 Juta Jiwa ( 15,42%)
2009 73,8 Trilyun 32,53 Juta Jiwa ( 14,15%)
2010 71,7 Trilyun 31,03 Juta Jiwa ( 13,33%)
Sumber: BPS 2010, Kemenkeu, 2011 (diolah)
Pendekatan Berbasis Hak Sebagai Penentu Kreteria dan Indikator Kemiskinan
Kreteria dan indikator untuk mengukur kemiskinan masih didominasi pendekatan
ekonomi. Sebagian besar pendekatan dalam mengkaji kemiskinan masih berporos
pada paradigma neo-liberal dan teori-teori modernisasi yang sangat mengangungkan
pertumbuhan ekonomi dan produksi. Pengukuran kemiskinan sangat dipengaruhi oleh
persfektif income poverty yang menggunakan pendapatan sebagai satu-satunya
indikator garis kemiskinan. Namun pendekatan income poverty menurut Satterthwaite
(1997) :1). Kurang memberi perhatian pada dimensi sosial dan bentuk-bentuk
kesengsaraan orang miskin, 2). Tidak mempertimbangkan keterlibatan orang miskin
dalam menghadapi kemiskinan, 3). Tidak menerangkan faktor-faktor yang
menyebabkan kemiskinan.
Pendekatan GNP dan Income poverty memiliki kelemahan dalam memotret
kemiskinan, sejak tahun 1970-an telah dikembangkan berbagai pendekatan alternatif,
diantaranya kombinasi garis kemiskinan dengan distribusi pendapatan (Sen,1973),
Social Accounting Matrik (SAM; Pyatt dan Round,1977), Physical Quality of Life
Index (PQLI; Morris, 1977) dan UNDP pada tahun 1990-an memperkenalkan
pendekatan pembangunan manusia (human development) serta beberapa variannya
seperti Indeks Kemiskinan Manusia dan Indeks Pembangunan Gender.
Pendekatan Pembangunan manusia relatif lebih komprehensif dan mencakup faktor
ekonomi dan sosial orang miskin, memadukan model kebutuhan dasar (basic needs
model: Paul Streeten dan konsep kapabilitas (capability; Amartya Zen). Secara garis
besar, pengukuran HDI difokuskan pada dimensi yang dipandang paling penting bagi
kehidupan manusia, yakni usia hidup, pengetahuan dan standar hidup layak.
Baik pendekatan GNP, income poverty maupun pembangunan manusia masih
menyimpan kelemahan yaitu masih melihat kemiskinan sebagai persoalan individu
dan kurang memperhatikan dimensi struktural. Masih terfokus pada “kondisi”
kemiskinan berdasarkan negative outcome indicators, sehingga belum menjangkau
4
5. Puslitbang Kesos Kementerian Sosial Republik Indonesia
habibullah792002@yahoo.com
variabel-variabel yang menunjukkan “kekuatan” orang miskin dan dinamika
kemiskinannya.
Akibatnya, orang miskin hanya dipandang sebagai “orang yang serba tidak
memiliki”; tidak memiliki pendapatan tinggi, tidak terdidik, tidak sehat, dsb. Aktor
kemiskinan dan sebab-sebab yang mempengaruhinya juga belum tersentuh secara
memadai. Si miskin dilihat hanya sebagai “korban pasif” pembangunan. Bukan
sebagai manusia (human being) yang memiliki “sesuatu” yang dapat digunakan
olehnya, baik dalam mengindentifikasi kondisi kehidupannya, maupun mengatasi
masalah-masalah yang dihadapinya.
Pendekatan Berbasis Hak
Pendekatan berbasis hak memperhatikan hubungan antara proses-proses makro
ekonomi dan strategi-strategi pengurangan kemiskinan yang menekankan pentingnya
investasi sosial dalam mencegah dan mengurangi kemiskinan, serta mencapai tujuan-
tujuan pembangunan dan keadilan sosial dalam arti luas. Manfaat pendekatan ini
sesuai dengan agenda pembangunan nasional maupun internasional yang
mengedepankan hak azazi manusia manusia dan Millennium Development
Goals(MDGs).
Indikator kemiskinan berbasis hak dapat didefinisikan sebagai data statistik yang
menunjukkan perubahan (atau konsistensi) pada kondisi kehidupan, termasuk aspek
ekonomi, kesehatan, pendidikan dan perilaku orang miskin. Selain itu, data ini juga
memperlihatkan sesuatu yang penting bagaimana orang miskin saat ini hidup dan
bagaimana sebuah masyarakat (negara-bangsa) menjamin kelangsungan hidup
mereka.
Perumusan kerangka konseptual yang mantap merupakan langkah awal yang penting
dalam merancang kreteria dan indikator kemiskinan. Idealnya kerangka tersebut
harus memiliki dasar teoritis maupun empiris, sejalan dengan pemahaman para
penggunannya, memperhatikan ketersedian data, serta mampu menunjukkan variabel-
variabel yang mempengaruhi kehidupan orang miskin yang dapat mudah diukur.
Selain itu, sejarah keragaman budaya dan mozaik sosio-ekonomi Indonesia dengan
mesti dipertimbangkan juga dalam merancang kerangka ini.
Kerangka konseptual mencangkup parameter mulai dari kerangka kebijakan yang
berkaitan dengan hak-hak orang miskin hingga lima jenis indikator yang bisa
dikembangkan untuk memotret kemiskinan.
5
6. Puslitbang Kesos Kementerian Sosial Republik Indonesia
habibullah792002@yahoo.com
Gambar 1. Kerangka Konseptual Pendekatan Berbasis Hak untuk Mengukur
Kemiskinan
Hak dasar dan instrumen legal beserta informasi mengenai faktor-faktor yang mempromosikan
kehidupan orang miskin plus kebijakan-kebijakan yang ada, tujuan-tujuan dan standar-standar
pelayanan yang mendasari lima jenis indikator
Tipe 1: Status Kehidupan Orang Miskin
(Realisasi hak-hak dan peningkatan kualitas hidup orang miskin)
• Economic well-being ( memiliki pendapatan yang cukup dan terpenuhinya kebutuhan dasar
secara layak untuk ambil bagian dalam menjalankan berbagai kesempatan dan m
• Being healthy (memiliki kesehatan fisik dan mental yang baik serta dapat hidup sehat)
• Staying safe (hidup aman dari segala macam bahaya dan eksploitasi dan mampu memelihara
keamanan dirinya)
• Enjoying and achieving (hidup bahagia dan dapat mengembangkan keterampilan-keterampilan
yang berguna bagi kehidupannya)
• Making positive contribution (kemampuan berpartisipasi dalam kegiatan kemasyarakatan dan
berkontribusi terhadap masyarakat dimana dia hidup)
Enabling inputs yang mendukung realisasi hak-hak publik dan kesejahteraan manusia
Tipe 2 Tipe 3 Tipe 3 Tipe 4
Lingkungan Lingkungan Akses ke Alokasi
keluarga dan tetangga pelayanan sumber publik
rumah tangga sekitar dasar pro-poor
Sumber: dikembangkan dari Bradswaw dan Mayhew (2003:3) dan Bray dan Dawes (2007:45),
Suharto (2009:28)
Sementara itu dalam Undang-Undang Nomor 13 tahun 2011 tentang Penanganan
Fakir Miskin Pasal 1 ayat 1, definisi Fakir miskin adalah orang yang sama sekali
tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan/atau mempunyai sumber mata
pencaharian tetapi tidak mempunyai kemampuan memenuhi kebutuhan dasar yang
layak bagi kehidupan dirinya dan/atau keluarganya.
Kebijakan Publik
Kebijakan publik adalah keputusan-keputusan atau pilihan-pilihan tindakan yang
bersifat strategis atau garis besar yang secara langsung mengatur pengelolaan dan
pendistribusian sumber daya publik (alam, finansial dan manusia) demi kepentingan
rakyat banyak, penduduk masyarakat atau warga negara.
6
7. Puslitbang Kesos Kementerian Sosial Republik Indonesia
habibullah792002@yahoo.com
Negara adalah institusi paling absah yang memiliki kewenangan menarik pajak dari
rakayat dan karenanya paling berkewajiban menyediakan pelayanan sosial dasar bagi
warganya. Memang, negara bukanlah satu-satunya aktor yang dapat
menyelenggarakan pelayanan sosial. Masyarakat, dunia usaha da bahkan lembaga-
lembaga kemanusian internasional, memiliki peran penting dalam penyelenggaraan
pelayanan sosial. Namun, sebagai salah satu bentuk kebijakan sosial dan public
goods, pelayanan sosial tidak dapat dan tidak boleh diserahkan begitu saja kepada
masyarakat dan pihak swasta. Sebagai lembaga yang memiliki legistimasi publik
yang dipilih dan dibiayai oleh rakyat, negara memiliki kewajiban (obligation) dalam
memenuhi (to fulfill), melindungi (to protect) dan menghargai (to respect) hak-hak
dasar, ekonomi dan budaya warganya. Mandat negara dalam pelayanan sosial lebih
kuat dibanding dengan masyarakat atau dunia usaha. Berdasarkan konvensi
internasional mandat negara dalam pelayanan sosial bersifat ‘wajib’ sedangkan,
mandat masyarakat dan dunia usaha dalam pelayanan bersifat “tanggung jawab”
(responsibility).
Fokus utama kebijakan publik dalam negara modern adalah pelayanan publik yang
merupakan segala bentuk jasa publik yang pada prinsipnyamenjadi tanggung jawab
dan dilaksanakan oleh negara untuk mempertahankan atau meningkatkan kualitas
kehidupan orang banyak. Ada tiga pergeseran paradigma pelayanan publik untuk
merespon tantangan global, yaitu:
1. Dari problems based services ke right based services. Pelayanan sosial yang
dahulunya diberikan sekedar untuk merespon masalah atau kebutuhan
masyarakat, kini diselenggarakan guna memenuhi hak-hak sosial masyarakat
sebagaimana diamanatkan oleh konstitusi nasional dan konvensi internasional.
2. Dari rules based approarches ke outcome oriented approaches. Pendekatan
pelayanan publik cenderung bergeser dari yang semata didasari peraturan
normatif menjadi pendekatan yang berorientasi kepada hasil.
3. Dari public managemet ke public governance, dari masyarakat hanya
dianggap sebagai klien, pelanggan atau sekedar pengguna layanan merupakan
bagian dari market contract menjadi masyarakat sebagai warga negara yang
merupakan bagian dari social contract.
Perlindungan Sosial
Di Indonesia, terdapat kecenderungan bahwa seakan-akan kemiskinana hanya
diberantas oleh program-program “pemberdayaan” masyarakat dalam arti sempit.
Pemberdayaan seolah hanya mencakup pemberian modal usaha untuk membuka
warung kecil di sudut kampung, pemberian sapi atau kambing untuk peternakan dan
pelatihan keterampilan perbengkelan atau kerajinan tangan. Asumsinya sederhananya
jika orang miskin diberi modal dan dilatih, maka mereka akan memiliki pekerjaan
dan pendapatan, kehidupan mereka kemudian lebih baik dan tidak miskin lagi.
Asumsi tersebut telah menjadi keyakinan umum dan bahkan cenderung dianggap
kebenaran mutlak. Tidak heran, jika banyak penentu kebijakan, politisi, akademisi
dan masyarakat awam sangat “memusuhi” program-program penanganan kemiskinan
7
8. Puslitbang Kesos Kementerian Sosial Republik Indonesia
habibullah792002@yahoo.com
yang bermatra perlindungan sosial seperti: BLT, BOS, Raskin dan PKH. Padahal
seandainya jika program pemberdayaan itu berhasil dan mampu memberikan
pendapatan Rp. 50.000,-/hari atau Rp. 1,5 juta/bulan. Namun tiba-tiba Bapak yang
diberdayakan tersebut mengalami gagal ginjal dan harus cuci darah (hemodialisa)
paling sedikit Rp. 450.000,- sekali cuci darah dan harus dilakukan dua kali seminggu
artinya, keluarga tersebut memerlukan dana paling sedikit Rp. 3,6 juta/bulan maka
bisa dipastikan keluarga tersebut yang tadinya berdaya menjadi sengsara.
Oleh karena itu diperlukan program-program perlindungan sosial untuk meringankan
dampak kemiskinan dan kemelaratan yang dihadapi oleh kelompok miskin beserta
anak-anaknya. Namun meskipun demikian, perlindungan sosial bukan merupakan
satu-satunya pendekatan strategi penanngulangan kemiskinan.
Kritik terhadap skema perlindungan sosial adalah hanya mampu merespon “gejala”
dan bukan penyebab utama. Menurut Paul Spicker (1995) tidak ada yang salah jika
penanganan atau respon terhadap gejala masalah, sepanjang respon terhadap gejala
masalah tersebut memiliki dampak terhadap masalah yang ditangani. Sebagai contoh
obat penawar sakit kepala (Bodrek, Paramek, Panadol, dll) tidak mampu
menghilangkan sakit kepala tapi ditujukan untuk merespon sakit kepala. Sepanjang
obat tersebut mampu memberi dampak mengurangi rasa sakit, para ahli kesehatan
sepakat bahwa obat-obat tersebut sangat bermanfaat.
Perlindungan sosial dapat didefinisikan sebagai segala bentuk kebijakan dan
intervensi publik yang dilakukan untuk merespon beragam resiko, kerentanan dan
kesengsaraan baik yang bersifat fisik, ekonomi maupun sosial terutama yang dialami
oleh mereka yang hidup dalam kemiskinan.
Gambar 2. Perlindungan Sosial Formal dan Non Formal
Perlindungan
Sosial
Formal Informal
Pendapatan
Tingkat Pekerjaan Mata Pencaharian
Individu
• Uang
• Barang
• Pelayanan Jaminan Masyarakat
Jaminan Sosial sosial • Asuransi Mikro
Tingkat • Pasar Tenaga • Dana Sosial
Komunitas Kerja • Jaring Pengaman
• Bantuan sosial Sosial
• Asuransi Sosial
8
9. Puslitbang Kesos Kementerian Sosial Republik Indonesia
habibullah792002@yahoo.com
Tabel 3. Jenis-jenis Resiko dan Beberapa Mekanisme Perlindungan Sosial
JENIS RESIKO MEKANISME PERLINDUNGAN SOSIAL
INFORMAL SEKTOR PUBLIK SEKTOR SWASTA
Siklus Kehidupan Dukungan keluarga Pelayanan Pelayanan kesehatan,
• Kecacatan besar, menabung, kesehatan/gizi, asuransi, reasuransi
• Menjadi tua arisan, penggunaan kebijakan asuransi kesehatan, kecelakaan,
• Kecelakaan, sakit asset yang dimiliki, sosial wajib bidang kecacatan, kematian,
(terkena HIV/AIDS) mengutang, dana kesehatan, hari tua, tabungan hari tua
• Kelaparan, anak kematian kecacatan, kematian,
mengalami gizi asuransi mikro,
buruk bantuan sosial,
• Kematian perlindungan anak
Ekonomi Peragaman mata Kebijakan makro yang Investasi swasta untuk
• Tidak bisa bekerja pencaharian, dukungan berkeadilan, perluasan perluasan lapangan
• Tidak memperoleh keluarga besar, kiriman kesempatan usaha, kerja, asuransi dan
pekerjaan uang keluarga, pekerja kebijakan pasar kerja, reasuransi pertanian,
• PHK anak, penjualan asset, pendidikan dan peternakan, pelayanan
• Pendapatan rendah mengutang, pelatihan, dana sosial perbankan, kredit
• Harga sembako naik menghemat mikro, pelatihan dan
• Krisis ekonomi pengeluaran, migrasi perekrutan kerja
Lingkungan Migrasi, aksi Kebijakan lingkungan, Asuransi dan
• Banjir komunitas, bantuan investasi infrastruktur, reasuransi
• Kekeringan keluarga besar, pencegahan dan pertanian/peternakan,
• Kebakaran penggunaan asset mitigasi bencana, asuransi kebencanaan
• Gempa bumi, bantuan sosial bencana
longsor
Tata Kepemerintahan Penguatan jaringan Promosi good Penguatan (dana,
(governance) dan sosial (perkawinan, governance, kebijakan SDM), good corporate
Sosial keagamaan, barter, anti-diskriminasi, dan governance yang
• Diskriminasi dan kekerabatan), anti-korupsi, kampanye menjamin pelayanan
ekslusivisme penguatan kelompok informasi publik, dan kesempatan kerja
• Ketidakefektifan warga, migrasi penguatan (dana, yang adil tanpa
dan mismanajemen SDM) organisasi memandang ras,
organisassi sosial sosial, perluasan akses jender, usia, afiliasi
• Korupsi keamanan dan politik
• Kehilangan keadilan, penguatan
status/modal sosial kontrol sosial
• Kejahatan,
9
10. Puslitbang Kesos Kementerian Sosial Republik Indonesia
habibullah792002@yahoo.com
kekerasan dan
kerusuhan sosial
• Ketidakstabilan
politik
Tiga tujuan utama perlindungan sosial:
1. Mencegah resiko yang dialami manusia sehingga terhindar dari kesengsaraan
yang parah dan berkepanjangan
2. Meningkatkan kemampuan kelompok-kelompok rentan dalam menghadapi
dan keluar dari kemiskinan, kesengsaraan dan ketidaksamaan sosial-ekonomi
3. Memungkinkan kelompok-kelompok miskin untuk memiliki standar hidup
yang bermartabat sehinggga kemiskinan tidak diwariskan dari satu generasi ke
generasi lainnya.
Perlindungan sosial mencakup lima elemen utama, yakni pasar tenaga kerja, asuransi
sosial, bantuan sosial, skema mikro berbasis komunitas serta perlindungan anak
(ADB, 2009).
Tabel 4. Kelebihan dan Kekurangan Mekanisme Perlindungan Sosial
MEKANISME KELEBIHAN KEKURANGAN
Berbasis publik: • Menjamin aksesibilitas dan • Kurang sejalan dengan kebutuhan
Pemerintah pusat portabilitas yang konsisten dan lokal, karena rendahnya
berkeadilan secara nasional pemahaman dan pengetahuan
• Memungkinkan subsidi silang daerah tentang situasi lokal
kaya ke daerah miskin • Memerlukan waktu panjang untuk
• Dapat dimonitor, dievaluasi dan merancang dan menerapkan
dibandingkan secara nasional program
• Setiap sektor (pendidikan, kesehatan, • Seringkali mengalami masalah in-
perumahan, tenaga kerja, pendanaan) efisiensi terkait bad governance
dapat terkoordinasi dan korupsi
Berbasis publik: • Responsif terhadap kelompok- • Kurang menjamin portabilitas dan
Pemerintah lokal kelompok rentan dalam wilayah universalitas pelayanan
komunitas lokal • Kurang sesuai dengan “law of the
• Biaya relatif rendah, karena lokasi large numbers” sehingga kurang
dan cakupan relatif terjangkau mampu dana dan merespon
• Mampu menerapkan program berbagai resiko
melalui infrastruktur yang ada • Daerah yang memiliki sumber
daya kecil kurang mampu
menjalankan dan
mengembangkan program
• SDM yang kurang kompeten
Berbasis pasar: • Lebih efisien • Tidak melayani kelompok miskin,
Sektor swasta • Ideal untuk melayani warga kaya dan karena tingginya biaya dan
atau dunia usaha kelas menengah (asuransi komersial) rendahnya keuntungan
• Berkelanjutan • Tidak tersebar merata di setiap
10
11. Puslitbang Kesos Kementerian Sosial Republik Indonesia
habibullah792002@yahoo.com
daerah
• Manakala terjadi krisis atau
malpraktik, masyarakat dan
pemerintah seringkali harus
menanggung akibatnya
Berbasis • Biaya relatif murah • Kurang sesuai prinsip
masyarakat: • Sesuai dengan kebutuhan dan universalitas dan portabilitas
LSM atau kemampuan komunitas • Program dan pendanaan sporadis,
lembaga amal tidak efektif dan tidak
• Cepat dan fleksibel dalam berkelanjutan
implementasinya • Pemberian pelayanan kurang
• Melibatkan partisipasi luas efisien dan tidak terkoordinasi
• Sistem monitoring, evaluasi, audit
dan akuntabilitas kurang jelas
Sistem • Memadukan kekuatan berbagai • Dalam praktiknya tidak mudah
Campuran: skema dilakukan, karena harus
Mixed delivery • Memadukan kebijakan nasional dan menggabungkan beragam sistem
system lokal, standar nasional dan • Seringkali mahal karena
kebutuhan lokal terpenuhi melibatkan seluruh lembaga
• Memungkinkan terjadinya subsidi penyedia
silang antar wilayah dan sektor • Menciptakan kompetisi,
ketimbang koordinasi, diantara
lembaga penyedia
Pembangunan dan Jaminan Kesehatan
Setiap manusia, kaya maupun miskin, hidup di negara maju maupun berkembang
senantiasa dihadapkan pada resiko yang mengancam kehidupan setiap saat. Jaminan
sosial (social security) adalah intervensi melembaga yang dirancang oleh pemeritah
maupun sektor swasta untuk melindungi masyarakat dari berbagai resiko yang timbul
dari dirinya (kecelakaan, sakit, meninggal dunia) maupun dari lingkungannya (PHK,
bencana alam, bencana sosial).
Jaminan sosial terdiri dari bantuan sosial (social assistance) dan asuransi sosial.
Diantara berbagai bentuk jaminan sosial, jaminan kesehatan merupakan sistem yang
telah berdiri sejak lama dan sangat diperlukan oleh masyarakat. Jaminan kesehatan
merupakan pendorong pembangunan dan strategi penting penanggulangan
kemiskinan.
Sistem jaminan kesehatan di Indonesia pada intinya menggabungkan pendekatan
market-driven dan state controlled. Sedikitnya ada tujuh skema jaminan kesehatan di
Indonesia yaitu:
1) Askes (asuransi kesehatan), skema asuaransi kesehatan yang diwajibakan bagi
PNS
2) Jamsostek (Jaminan Sosial Tenaga Kerja), skema asuransi sosial bagi tenaga kerja
sektor formal swasta yang dikelola oleh PT. Jamsostek. Mencakup empat
program yaitu: kecelakaan kerja, kematian, dana pensiun dan kesehatan
11
12. Puslitbang Kesos Kementerian Sosial Republik Indonesia
habibullah792002@yahoo.com
3) Asabri (Asuransi Sosial ABRI), skema asuaransi sosial bagi anggota ABRI dan
kepolisian. Skema yang mirip dana pendamping ini mencakup pesangon dan
pensiun hari tua, namun peserta juga memiliki akses terhadap RS milik angkatan
bersenjata
4) JPKM (Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat), skema asuransi komersial
yang dioperasionalkan oleh pemerintah
5) Askeskin ( Asuransi Kesehatan untuk Keluarga Miskin), skema kartu kesehatan
yang diterapkan sejak tahun 2005 menggantikan Kartu Sehat yag diberikan bagi
orang miskin sebagai bagian dari program JPS. Sejak tahun 2008, Program
Askeskin berubah menjadi Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat)
6) Dana Sehat, skema jaminan kesehatan berbasis komunitas yang beroperasi
berdasarkan sistem pendanaan mikro dan inisiatif lokal, seperti dana masyarakat.
7) Asuransi kesehatan komersial yang diselenggarakan oleh perusahaan-perusahaan
swasta bagi masyarakat yang berpenghasilan menengah keatas.
Tabel 5. Model-Model Jaminan Kesehatan
TIPE KAREKTERISTIK UTAMA NEGARA
PENGANUT
Model Beveridge • Skema jaminan kesehatan berbasis pajak Inggris, Spanyol,
• Kepesertaan bersifat wajib, premi dibayar sebagian besar
pemerintah Skandinavia,
• Fasilitas, tenaga dan perawatan kesehatan Hongkong, Kuba
disediakan dan dibiayai pemerintah
• Negara sebagai sole payer menentukan jenis
dan harga pelayanan kesehatan
Model Bismarck • Skema jaminan kesehatan berbasis Jerman, Perancis,
kontribusi Belgia, Belanda,
• Kepesertaan bersifat wajib, namun hanya Jepang, Swiss dalam
premi orang miskin yang ditanggung tingkat tertentu AS dan
pemerintah Amerika Latin
• Fasilitas, tenaga dan perawatan kesehatan
sebagian besar disediakan dan dikelola
swasta
• Tidak menggunakan sistem pembayar
tunggal
Model Asuransi • Gabungan Model Beveridge dan Bismarck Korea, Kanada, Taiwan
Kesehatan Nasional • Kepesertaan bersifat wajib
• Penyedia pelayanan adalah pihak swasta,
namun pembayaran klaim didanai
pemerintah melalui program asuransi
nasional
• Menggunakan sistem pembayar tunggal
Model Biaya Sendiri • Skema jaminan kesehatan berbasis India, China sebagian
kontribusi besar negara di Afrika,
• Kepersertaan secara normatif bersifat wajib, dan Amerika Selatan.
12
13. Puslitbang Kesos Kementerian Sosial Republik Indonesia
habibullah792002@yahoo.com
namun kenyataannya tidak jelas dan Dalam praktiknya
fragmanted jaminan kesehatan di
• Fasilitas dan pelayanan kesehatan disediakan Indonesia cenderung
oleh pemerintah dan swasta, namun sistem seperti model ini.
pembiayaan didominasi mekanisme
pembayaran tunai
• Manajemen sumber dana dan pembayaran
kurang terkoordinasi
Dalam praktiknya model jaminan kesehatan di Indonesia masih didominasi oleh
model biaya sendiri, tetapi berdasarkan UU SJSN, sistem jaminan kesehatan di
Indonesia sedang mengarah kepada model Asuransi Kesehatan Nasional. Lebih
cocoknya model jaminan kesehatan di Indonesia bersifat “gado-gado” yang
mengandung dan mencampuradukan berbagai elemen dari empat sistem jaminan
kesehatan model Beveridge, Bismarck, NHI dan biaya sendiri.
Apabila menunjuk pada tunjangan pensiun, model Indonesia mirip Inggris dan Kuba.
Perawatan kesehatan bagi PNS, Indonesia seperti Kanada atau Taiwan. Merujuk pada
pekerja yang mengikuti Jamsostek, Indonesia seperti Jerman atau Amerika Latin.
Namun jika melihat 60% populasi yang belum memiliki asuransi kesehatan,
Indonesia tidak berbeda dengan Kamboja, Burkina Faso atau India. Artinya sebagian
besar warga negara Indonesia harus membayar sendiri biaya kesehatan jika sakit.
Tingginya jumlah penduduk Indonesia yang tidak tercakup jaminan kesehatan
menunjukkan model gado-gado dan terutama biaya sendiri sangat menyulitkan
kalangan miskin dan pekerja sektor informal yang berpendaptan rendah serta tidak
menentu. Karena sistem bantuan sosial dari pemerintah juga cenderung masih ad-hoc,
kecil dan tidak pasti, maka lengkaplah sudah penderitaan kelompok rentan ini.
Model Universal
Setiap sistem memiliki tujuan yang berbeda, namun terdapat aspek umum yang ingin
dicapai oleh sebuah sistem pendanaan kesehatan, yakni: 1). Memperoleh dana yang
cukup, meningkatkan efisiensi atau mengurangi biaya, 2). Mengurangi resiko
finansial dalam memperoleh perawatan kesehatan, 3). Menjamin agar biaya
perawatan kesehatan tidak menghambat orang dalam memperoleh pelayanan
kesehatan yang diperlukan.
Skema jaminan kesehatan yang universal harus memiliki lima elemen, yaitu:
1) Paket intervensi kesehatan yang terdiri dari perawatan kesehatan dan pelayanan
kesehatan publik yang merata.
2) Tingkat kualitas pelayanan kesehatan yang memadai atau dapat diterima yang
bisa dilihat dari intervensi kesehatan yang jelas (terukur) dan penyedia pelayanan
terakreditasi
3) Jadwal atau waktu yang tepat dimana pelayanan kesehatan dapat diberikan secara
tepat
4) Tingkat pembayaran bersama dan penjaminan bersama
13
14. Puslitbang Kesos Kementerian Sosial Republik Indonesia
habibullah792002@yahoo.com
5) Pelayanan kesehatan yang memiliki tingkat kerahasian, privasi, partisipasi dan
hak-hak pasien tertentu.
Tabel 6. Jaminan Kesehatan Universal dan Pendanaannya
SKEMA SASARAN UTAMA LEMBAGA STRATEGI DAN
PELAKSANA SUMBER
PENDANAAN
Bantuan Sosial • Kelompok miskin tidak Kementerian Sosial • Berbasis pajak
potensial (Orang dengan • State controled
kecacatan, Jompo • APBN
telantar) • APBD
• Kelompok rentan (ibu
dan anak dari keluarga
miskin)
Asuransi Sosial • Kelompok tidak miskin Badan • Berbasis kontribusi
(pekerja formal, PNS, Penyelenggara • Market driven
Polri) Jaminan Sosial • Premi/iuran pekerja,
• Pekerja miskin potensial (BPJS) majikan dan
(pekerja sektor informal) pemerintah
• Hasil investasi
Opsi Kebijakan
1) Mengamandemen Undang-Undang No 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional karena penyelenggaraan jaminan sosial yang dilakukan oleh
beberapa Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang ada merupakan
pemburu rente ekonomi sehingga perlu dilebur menjadi 1 BPJS yang menerapkan
prinsip universalitas seperti kepesertaan bersifat wajib, nirlaba, portabilitas,
transparan dn akuntabel.
2) Menindaklanjuti Undang-Undang No 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan
Sosial, menyangkut aspek kesehatan, program Jamkesmas apabila masih
menganut sistem seperti saat ini yaitu berbasis bantuan sosial semestinya
diserahkan Kemensos. Namun jika dirubah sistemnya menjadi berbasis asuransi
sosial maka harus diserahkan ke BPJS. Skema Askesos yang beroperasi sekarang
tepat berada dalam payung konsep perlindungan sosial mikro dan berbasis
komunitas agar masyarakat tidak bingung dengan “penamaan” asuaransi maka
sebaiknya dirubah menjadi Asuransi Mikro Kesejahteraan Sosial
(Asmikes/AMKS) atau Bantuan Kesejahteraan Sosial (Bankesos atau BKS).
3) Memperbesar Anggaran Kesehatan, memperkuat visi dan komitmen pemerintah
terhadap pendanaan kesehatan yang lebih besar lagi 5-10% dari GDP.
14
15. Puslitbang Kesos Kementerian Sosial Republik Indonesia
habibullah792002@yahoo.com
4) Menetapkan peran Pemda; pengembangan program jaminan kesehatan tambahan
atau komplemen, pendanaan masyarakat miskin atau hampir miskin, pemenuhan
biaya selisih harga di luar jenis paket dan tarif pelayanan kesehatan, bantuan
biaya transportasi, bantuan biaya penginapan, penanggulangan kekurangan dana
operasional Puskesmas
15