2. LATAR BELAKANG
• Kejadian mati mendadak penyebab
kematian utama
• Eropa: kasus henti jantung 700.000 /
tahun.
• Prevalensi Nasional Peny. Jantung
Indonesia (2007): 7,2% 1.
• Prevalensi PJK di 16 Propinsi di Indonesia
diatas angka Nasional
1 RISKESDAS Depkes RI 2007
3. • Pada 40% sindroma koroner akut terjadi aritmia fibrilasi
ventrikel (VF)
VF / VT asistol kematian
4. • Konsep – konsep penting meliputi :
– Identifikasi dan penanganan medis dalam
menangani henti jantung
– Survei awal Bantuan Hidup Dasar (BHD)
– Algoritme BHJL (bantuan hidup jantung
lanjut)
5. 1. DETEKSI SEGERA ( Early Access)
2. RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP) SEGERA (Early
CPR)
3. DEFIBRILASI SEGERA (Early DC Shock)
4. BHJL SEGERA (Early ACLS)
5. PERAWATAN PASCA HENTI JANTUNG (Post
Cardiac Arrest Care)
(The Chain Of Survival )
RANTAI KELANGSUNGAN HIDUP
6. • Mengenali dan melakukan pengelolaan
dini terhadap kondisi sebelum henti
jantung
• Menunjukkan kemahiran dalam melaku-
kan tindakan BHD termasuk mengin-
tegrasikan penggunaan Defibrilator
Eksternal Otomatis
Tujuan
7. • Mengelola henti jantung hingga
kembalinya sirkulasi spontan atau
Return Of Spontaneous Circulation
(ROSC), penghentian resusitasi
atau rujukan
• Penanganan SKA (Sindroma
Koroner Akut)
8. • Mampu tata laksana dalam 10
menit pertama henti jantung / VF
dewasa.
• Mampu tata laksana kasus kasus
kegawatan kardiovaskular lainnya.
Objektif
9. KASUS KEGAWATAN
KARDIOVASKULAR
1. Henti nafas -
jantung
2. VF ditangani dgn
RJP dan AED
3. VF / VT tanpa
nadi
4. PEA
5. Hipertensi Krisis
6. Asistol
7. Sindroma
Koroner Akut
8. Takikardia tak
stabil
9. Takikardia stabil
10. Bradikardia
10. Bantuan hidup dasar
1. Identifikasi dan penanganan kondisi yang
berisiko terjadi henti jantung
2. Survei Awal Bantuan Hidup Dasar (BHD)
3. Algoritma BHJL
12. - Kapan Memulai RJP
Berbeda dengan penanganan medis yang
lain, RJP bisa dimulai tanpa menunggu
intruksi Dokter. Seseorang yang memiliki
pengetahuan dan kemampuan RJP dapat
menolong pasien dengan kasus henti
jantung. Namun penolong juga harus
mengetahui beberapa keadaan sehingga RJP
tidak perlu dilakukan, al:
MEMULAI DAN MENGHENTIKAN RJP
13. A. Kejadian henti jantung yang disaksikan
RJP tidak perlu dimulai jika :
– Ada bukti permintaan keluarga
– Usaha RJP membahayakan orang yang
menolong
– Kemungkinan mengembalikan sirkulasi spontan
sangat kecil
– Henti jantung yang terjadi setelah usaha terapi
yang maksimal untuk penyakit yang terminal
14. B. Kejadian henti jantung tidak disaksikan.
Penolong tidak mengetahui berapa lama
henti jantung telah berlangsung untuk hal ini
RJP tak perlu dilakukan jika:
– Ada tanda kematian yang tidak berubah
– Sudah mulai ada tanda – tanda pembusukan
– Penderita mengalami trauma yang tidak bisa
diselamatkan
15. • Sudah dilakukan pertolongan secara penuh baik BHD
maupun BHJL
• Penolong sudah mempertimbangkan apakah pada
pasien terdapat hipotermia
• Penolong sudah mempertimbangkan apakah pasien
terpapar bahan beracun yang akan menghambat sistem
saraf pusat
• Terjadi asistol yang menetap selama 10 menit atau
lebih
• Usaha RJP pada henti jantung yang disaksikan dimana
sirkulasi spontan tidak terjadi dalam waktu 25 – 30
menit
Kapan menghentikan RJP
16.
17. • Teknik Pelaksanaan:
– Sebelum Oktober 2010
• Airway
• Breathing : Look, Feel,
Listen
• Circulation : CPR
• Defibrilasi
– Setelah Oktober 2010
• Circulation
• Airway
• Breathing (Look, Feel,
Listen dihilangkan)
• Defibrilasi
18.
19. Rekomendasi
Komponen
Pengenalan Awal
Dewasa Anak
Tidak sadarkan diri
Bayi
Tidak ada nafas atau
bernafas tidak normal
Tidak bernafas atau ada usaha nafas
Tidak teraba nadi dalam 10 detik (hanya dilakukan oleh tenaga kesehatan professional)
Urutan BHD CAB CAB CAB
Frekuensi Kompresi Minimal 100 x/menit
Kedalaman kompresi Minimal 5 cm (2 inci) Minimal 1/3 diameter dinding
Anterior posterior toraks
(sekitar 5 cm/2 inci)
Minimal 1/3 diameter dinding
Anterior posterior toraks
(sekitar 4 cm/1 ½ inci)
Recoil Dinding Dada Usahakan terjadi recoil sempurna setiap kompresi
Untuk penolong terlatih, pergantian posisi penolong setiap 2 menit
Interupsi bantuan Interupsi seminimal mungkin, jikalau memungkinkan interupsi kurang dari 10 detik
Jalan Nafas (Airway) Head tilt Chin lift (untuk kecurigaan trauma leher lakukan jaw thrust)
Kompresi 30 : 2
(1 atau 2 penolong)
30 : 2 (satu penolong)
15 : 2 (2 penolong)
30 : 2 (satu penolong)
15 : 2 (2 penolong)
Ventilasi Jika penolong tidak terlatih, kompresi saja
Pada penolong terlatih, dengan jalan nafas lanjutan berikan nafas setiap 6 – 8 detik (8 – 10
x/menit).
Defibrilasi Pasang dan tempelkan AED sesegera mungkin, Interupsi kompresi minimal baik sebelum
atau sesudah kejut listrik. Lanjutkan RJP diawali dengan kompresi setelah kejut listrik
26. 1 kotak kecil
= 0.04 detik
5 kotak kecil
= 1 kotak sedang
= 0.2 detik
5 kotak sedang
= 1 kotak besar
= 1 detik
Paper speed : 25 mm/second
27. A. Jarak R – R :
- 1 kotak sedang = 300 x / menit
- 2 kotak sedang = 150 x / menit
- 3 kotak sedang = 100 x / menit
- 4 kotak sedang = 75 x / menit
- 5kotak sedang = 60 x / menit
- 6 kotak sedang = 50 x / menit
B. Hitung jumlah R- R dalam 6 kotak besar = 6 detik
Jumlah R x 10 = heart rate / menit
C. 1500 / jarak R-R ( dlm mm ) = heart rate / menit
MENGHITUNG LAJU JANTUNG
28. Causes of Cardiac Arrhythmias
Disturbed automaticity : this may involved a speeding up or
slowing down of areas of automaticity such as the sinus
node, the atrioventricular (AV) node, or the myocardium.
Abnormal beats (depolarizations) may arise through this
mechanism from the atria, the AV junction, or the ventricles.
Disturbed conduction : conduction may be either too rapid (as
in Wolff- Parkinson-White syndrome) or too slow (as in AV
block)
Combinations of disturbed automaticity and disturbed
conduction
29. QRS Complex ?
(-)
-Asystole
-V F
(+)
Fast / Slow ?
-Takikardia/
-Bradicardia
Wide / Narrow complex
-Wide ? (Ventricular ? )
(Consider consult the expert )
-Narrow ? (Supra ventricular)
HOW TO READ ECG RHYTHM
30. QRS regular /irregular ?
P wave ?
P wave and QRS complex
Connection ?
Normal / abnormal P wave ?
-1 P followed 1 QRS
-Appropriate distance between
P wave and QRS complex
49. TUJUAN
• Optimalisasi fungsi kardiopulmoner dan organ
vital
• Persiapan transportasi pasien ke tempat
perawatan dengan fasilitas lebih baik
• Identifikasi faktor pencetus dan mencegah
terjadinya henti jantung kembali
50. ALGORITME
Dosis/Penjelasan
• Ventilasi/Oksigenasi
– Hindari Frekuensi Berlebihan (10-12
x/menit)
– Target SpO2 > 94%, Pet CO2 35-40
%
• Cairan IV Bolus
– 1-2 liter NaCL 0.9% atau RL, untuk
mencetuskan hipotermia dapat
diberikan dengan suhu 4 C
• Pemberian Inotropik
– Epinefrin (0,1-0,5 micg/kgbb/men)
– Dopamin ( 5-10 mcg/kgbb/men)
– Norepinefrin (0,1-0,5
micg/kgbb/men)
• Identifikasi faktor pencetus dterjadinya
henti jantung . (5 H dan 5 T)
51. Target Yang Harus DiEvaluasi
• Ventilasi
• Hemodinamik
• Kardiovaskular
• Neurologis
• Metabolic
52. Ventilasi
• Kapnografi
• Rontgen Thorax
• Pulse Oximetri
• Ventilasi Mekanik
• Amankan jalan nafas, titrasi ventilasi.
• Target Pa CO2 ≈ 40-45 mmHg, PETCO2 ≈ 35-
40 mmHg
• Memastikan posisi ETT dan komplikasi pasca
henti jantung
• Pa O2 > 94%, Pa O2 ≈ 100 mmHg, Turunkan Fi
O2 sesuai pasien serta mencegah injuri paru
akut
• Tidal Volume 6 – 8 ml/kg
53. Hemodinamik
• Ukur tekanan darah berulang kali
– Target MAP > 65 mmHg atau Tekanan darah sistolik > 90 mmHg
• Terapi Hipotensi
– Bolus cairan sesuai dengan toleransi penderita
– Inotropik dengan
• Dopamin 5 – 10 mcg/kg/menit
• Dobutamin 5 – 10 mcg/kg/menit
• Epinefrin 0,1 – 0,5 mcg/kg/menit
• Norepinefrin 0,1 – 0,5 mcg/kg/menit
• Fenileprin 0,5 – 2,0 mcg/kg/menit
• Milrinone Bolus 50, dilanjutkan infus
0.375 mcg/kg/menit
54. Kardiovaskular
• Pemantauan Fungsi Kardiak secara Kontinu
– Deteksi Aritmia dan terapi penyebab Aritmia yang reversibel
– Tidak ada terapi pencegahan aritmia
• EKG 12 sandapan/Troponin
– Deteksi Infark ST elevasi/ACS serta hitung interval QT
• Terapi Sindroma Koroner Akut
– Aspirin, Heparin, transfer untuk terapi revaskularisai jantung sambil
memikirkan fibrinolitik atau PCI
• Ekokardiogram
• Terapi Myocardial stunning
– Nilai Status Volume pasien
– Dobutamin 5 – 10 mcg/kg/menit
– IABP
55. Neurologis
• Pemeriksaan Status Neurologi
– Tentukan status kesadaran, pemeriksaan reflek pupil
• Monitor EEG pada pasien koma
– Menyingkirkan kejang sambil memberikan terapi bila diperlukan
• Pengukuran Temperatur Inti pada pasien Koma
– Cegah hiperpireksia (> 37,7 C), Kondisikan untuk hipotermia, Bolus
cairan dingin iv 30 ml/kg jika tanpa kontra indikasi
• Pertimbangkan CT scan kepala
– Singkirkan proses internal kepala
• Pemberian Sedasi atau obat pelumpuh otot
– Kendalikan menggigil, agitasi atau perlawanan ventilasi
56. Metabolik
• Pemeriksaan serial laktat
• Pemeriksaan serial Kalium
– Pertahankan kadar kalium > 3.5 mEq/L
• Penilaian urin output dan kreatinin
• Pemantauan kadar gula darah
• Hindari cairan hipotonis
59. Definisi
• Takikardia didefinisikan sebagai aritmia
dengan denyut jantung > 100 kali per menit
• Gejala Ekstrim biasanya timbul pada denyut
jantung > 150 x/menit
60.
61. *
* 4 Adenosin diberikan bila HR < 150 x/m , tanpa LV disfungsi, dan tanpa hipotensi
* 6 Adenosin diberikan seperti SVT dengan 3 kali pemberian 6 mg, 12 mg, 12 mg
1
7
6
4
5
2
3
*
Y a
Y a
Tidak
Tidak
*
83. Definisi
• Kumpulan keluhan dan tanda klinis yang
sesuai dengan iskemia miokardium akut
• Diagnosis bisa Angina pektoris tidak stabil,
infark non ST elevasi, infark ST elevasi atau
kematian jantung mendadak
84.
85.
86. TERAPI FIBRINOLISIS TERAPI INVASIF (PCI)
Onset < 3 jam
Terapi invasif bukan pilihan (tidak
ada akses ke fasilitas PCI atau
akses vaskular sulit) atau akan
menimbulkan penundaan:
o Kontak medik-balloon atau door-
balloon >90 menit
o (Door-balloon) minus (door-
needle) lebih dari 1 jam
Tidak terdapat kontraindikasi
fibrinolisis
Onset > 3 jam
Tersedia ahli PCI
o Kontak medik-balloon atau door-
balloon <90 menit
o (Door-balloon) minus (door-
needle)<1 jam
Kontraindikasi fibrinolisis, termasuk
risiko perdarahan dan perdarahan
intraserebral.
STEMI risiko tinggi (CHF, Killip ≥ 3)
Diagnosis STEMI diragukan
88. Definitions:
• Acute life-threatening increase in BP
• Hypertensive urgency: severe hypertension
(usually SBP > 180 and DBP > 120 mmHg)
without acute target organ damage (TOD)
• Hypertensive emergency : severe HTN + TOD
89. Pathogenesis
• Untreated essential hypertension
• Sudden withdrawal / non-adherence to
antihypertensive drug therapy
• Increase in sympathetic tone (stress, drugs)
• Renovascular hypertension, renal parenchymal
diseases, pheochromocytoma, or primary
hyperaldosteronism.
• Pressure damages vascular endothelium
• Platelets and fibrin activate
93. Therapeutic approach
• Time frame - consider risk level
• BP goal
– Urgency: gradual; DBP to 110 in 24-48 hours
– Emergency: MAP < 20 to 25% in 1 to 2 hours
• Drug selection
• Route
94. Complications of rapid BP reduction in severe
hypertension
• Widening neurologic deficits
• Retinal ischemia: blindness
• Acute myocardial infarction
• Deteriorating renal function
96. Nitroprusside
• Potent arterial and venous dilator
• Onset seconds, duration 1-2 minutes
• Immediate rebound
• ADR:
– coronary “steal”
– cyanide toxicity
• Hepatic conversion to thiocyanate
– Less toxic
– Cleared renally
• Na thiosulfate antidote
– ototoxicity, encephalopathy, seizures
– Increase mortality post MI
97. • May drop cerebral blood flow
• May increase intracranial pressure
• Recommended vs. toxic dose!
– Approved dose max 10mcg/kg/min
– Toxic at 4mcg/kg/min for 2-3 hrs
• Protect from light
98. Nicardipine
• Water soluble DHP CCB
• IV infusion, titratable effects
• As effective as nitroprusside
• Onset 5-15min, dur 4-6h
• Dose independent of pt wt (5-15mg/h)
101. Nifedipine
• Given SL, absorbed PO
• onset 5min, peak 30-60, duration 6h
• direct arterial dilation, decrease PVR
• unpredictable BP lowering
• cerebral, renal, cardiac ischemia- fatal!
• Elderly most prone to ADR
Do not use!
102. Oral agents
• Limitation: slower onset of action and an inability to control the
degree of BP reduction.
• May be useful when there is no rapid access to the parenteral
medications.
• Nifedipine SL (10 mg) and captopril SL (25 mg) lower the BP
within 10 to 30 minutes in many patients.
• Major risk with these drugs is ischemic symptoms (eg, AP, MI, or
stroke) due to an excessive and uncontrolled hypotensive
response.
• Should be avoided if more controllable drugs are available.
104. Ischemic stroke or subarachnoid or
intracerebral hemorrhage
• The benefit of reducing the BP in these disorders
must be weighed against possible worsening of
cerebral ischemia induced by the thrombotic
lesion or by cerebral vasospasm.
• These cerebrovascular events are characterized
by the abrupt onset of usually focal neurologic
findings.
105. Acute pulmonary edema
• Hypertension in patients with acute LEFT Ventricular
failure due to systolic dysfunction should be principally
treated with vasodilators.
• Nitropruside or nitroglycerin with a loop diuretic is the
regimen of choice for this problem.
• Drugs that increase cardiac work (hydralazine) or
decrease cardiac contractility ( labetalol or other beta
blocker) should be avoided.
106. Angina pectoris or AMI
• Acute coronary insufficiency frequently increases the
systemic BP.
• Intravenous parenteral vasodilators, principally
nitroprusside and nitroglycerin, are effective and reduce
mortality in patients with AMI, with or without
hypertension.
• Labetalol is also effective in this setting.
• Drugs that increase cardiac work (hydralazine) are
contraindicated
107. Withdrawal of antihypertensive therapy
• Abrupt discontinuation of a short-acting sympathetic
blocker (such as clonidine or propranolol) can lead to
severe hypertension and coronary ischemia due to
upregulation of sympathetic receptors.
• Control of the BP can be achieved in this setting by
readministration of the discontinued drug and, if
necessary nitroprusside, or labetalol
108. Pregnancy
• Usually due to preeclampsia or preexistent hypertension
• Hydralazine is the treatment of choice
• Nicardipine or labetalol are alternatives in patients who
do not achieve adequate BP control with hydralazine.
• Nitroprusside, ACE inhibitors, and A II RB are
contraindicated
• ACE inhibitors and AII RB can impair renal function in the
fetus
109. Nah gambar di atas ada dua,Tata Surya dan Pulau Jawa. Takaran Alam ini kira2 kalau
dihitung pakai matematika hasilnya:
Tata Surya dibanding Galaksi Bima Sakti = 1 cm dibanding 1000 km
Jadi = sebuah neker dibanding sebuah pulau Jawa sebagai radiusnya.
Kalau Tatasurya sebesar kelereng, maka Galaksi Bima Sakti adalah sebesar Bola
dengan Radius sepanjang pulau Jawa… pokoknya bayangin sendiri aja…karena saat itu
kita ndak jelas seberapa ukuran kita..???
Padahal Galaksi tidak sekedar satu namun Milyaran…