1. RUMUSAN DISKUSI CALON HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARA
FASILITATOR : DR. Supandi, SH,. M. Hum
TOPIK : PERMOHONAN PENANGGUHAN (SCHOORSING)
A. Secara filosofi Penangguhan adalah bagian upaya warga negara untuk
memperoleh kepastian hukum di tengah pelaksanaan Keputusan Tata Usaha
Negara yang dianggap menyimpang. Meskipun dikenal dan berlaku azas Prae
Sumptio Iustae Causa, namun tidak dapat dipungkiri, setiap saat, sebuah KTUN
berpotensi menyimpang dan mendesak untuk ditangguhkan untuk mendapat
kepastian hukum dalam waktu cepat. Penangguhan adalah tahapan yang paling
rawan untuk diintervensi. Oleh karena itu kekuatan dan kapasitas Hakim sangat
dipertaruhkan ketika ada permintaan Penangguhan. Sebab banyak upaya yang
dilakukan oleh Penggugat, termasuk melakukan intevensi dalam rangka
tercapainya tujuan, yakni ditangguhkannya Keputusan Tata Usaha Negara
(KTUN) yang sedang disengketakan. Soal penangguhan inilah yang menjadi salah
satu tolak ukur Marwah seorang Hakim menjadi naik atau turun.
B. Sesuai dengan Pasal 67; Dasar normatif yang mendasari Permohonan
Penangguhan adalah: Pasal 67
(1) Gugatan tidak menunda atau menghalangi dilaksanakannya Keputusan Badan
atau Pejabat Tata Usaha Negara serta tindakan Badan atau Pejabat Tata Usaha
Negara yang digugat.
(2) Penggugat dapat mengajukan permohonan agar pelaksanaan Keputusan Tata
Usaha Negara itu ditunda selama pemeriksaan sengketa Tata Usaha Negara
sedang berjalan, sampai ada putusan Pengadilan yang memperoleh kekuatan
hukum tetap.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat diajukan sekaligus
dalam gugatan dan dapat diputus terlebih dahulu dari pokok sengketanya.
(4) Permohonan penundaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) :
1
2. a. dapat dikabulkan hanya apabila terdapat keadaan yang sangat
mendesak yang mengakibatkan kepentingan penggugat sangat
dirugikan jika Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu
tetap dilaksanakan;
b. tidak dapat dikabulkan apabila kepentingan umum dalam
rangka pembangunan mengharuskan dilaksanakannya
keputusan tersebut.
C. Beberapa hal yang harus diperhatikan Hakim ketika menerima permohonan
Penangguhan;
a. Hakim harus mencermati secara sungguh-sungguh tentang perkembangan
pelaksanaan K.TUN yang diminta untuk ditangguhkan;
b. Hakim harus mengkonfirmasi tentang keseriusan penangguhan itu, maka
minta dia buat sekali lagi Permohonan Khusus tentang perlunya
Penangguhan serta alasan-alasan yang meyakinkan bahwa Penangguhan
memang itu tidak melangar kepentingan Umum;
c. Kriteria Kepentingan Umum Itu; Inpres No. 9 Tahun 1973 tentang
pelaksanaan pencabutan hak-hak atas tanah dan benda-benda di atasnya.
Pasal 1; Kegiatan dalam rangka pelaksanaan pembangunan mempunyai
sifat kepentingan umum apabila kegiatan tersebut menyangkut :
a. Kepentingan Bangsa dan Negara, dan/atau,
b. Kepentingan masyarakat luas, dan/atau,
c. Kepentingan rakyat banyak/bersama, dan atau
d. Kepentingan pembangunan
Selanjutnya, konteks Kepentingan Umum itu adalah Penjelasan UU No. 7 Tahun
1983 tentang pajak penghasilan (Pasal 4 ayat 3 huruf i) : Bahwa usaha yang
semata-mata untuk kepentingan umum harus memenuhi syarat-syarat ;
a. Semata-mata bersifat sosial dalam bidang keagamaan, pendidikan,
kesehatan dan kebudayaan
2
3. b. Semata-mata bertujuan untuk membantu meningkatkan
kesejahteraan masyarakat umum
c. Tidak mempunyai tujuan mencari laba
D. Beberapa pertimbangan ketika Hakim TUN akan memutuskan diterimanya
menerima permohonan penerimaan Penangguhan;
a. Penangguhan pelaksanaan KTUN berarti Hakim TUN dalam
pertimbangannya mampu mengenyampingkan berlakunya Azas Hukum
“Prae Sumptio Iustae Causa”
b. Telah ada tanda-tanda gugatan beralasan, dan terdapat alasan mendesak
akan timbulnya kerugian Penggugat yang sulit dipulihkan kembali
c. Penangguhan pelaksanaan KTUN tersebut tidak berakibat terlantarnya
kepentingan Umum
E. Pada dasarnya, ketika menerima Permohonan Penangguhan, maka Hakim harus
memehamai dan berpegang pada Asas Praduga keabsahan KTUN. Secara kulit
luar, pasal 67 ayat 4 UU. No.5 Tahun 1986 memang secara eksplisit menyebut
Ada alasan yang mendesak. Pada kenyataannya, Penggugat ketika mengajukan
permohonan Penangguhan tidak mampu menunjukkan konteks “alasan yang
mendesak” tersebut. Namun, terkadang banyak Penggugat yang mendesakkan
penundaan tanpa belum memikirkan akan kalah atau menang. Kepentingannya
adalah menunda KTUN untuk kepentingan Penggugat itu sendiri. Seorang Hakim,
sebagaimana pasal 67 ayat 4 b harus memperhatikan kepentingan orang banyak,
tidak sekedar terlibat dalam pasal 67 ayat a, yang hanya mengedepankan
kepentingan Pengugat
3
4. KAPASITAS HAKIM DAN PERMOHONAN PENANGGUHAN
A. Dalam memutus Penangguhan, maka Hakim ditutut menggunakan dasar
Emosional, Intelektual dan Spritual dalam memberi penangguhan. Hakim yang
visioner itulah yang akan memudahkan Hakim memberi kekuatan dalam memutus
penolakan atau penerimaa permohonan Penangguhan . Pemberian penangguhan
akan memberikan motivasi bagi kedua belah pihak untuk melakukan
pembicaraan-pembiaraan intensif yang mengarah pada perdamaian. Bahkan
sangat mungkin terjadi, penggugat akan mencabut gugatannya;
B. Dalam hal adanya Tergugat yang tidak mematuhi putusan penangguhan, maka
Hakim sebaiknya memberikan penjelasan kepada Tergugat. Bahwasanya Peratun
bukan musuh, Peratun tidak menghukum, Peratun hanya mengoreksi KTUN yang
kurang baik menjadi baik. Meskipun publik banyak yang menilai bahwa
Pengadilan itu menghukum, bukan sebagai media untuk mendapatkan solusi.
Kalau para pihak menilai pengadilan itu sebagai Mitra, efesien, maka begitu
dibatalkan atau ditangguhkan oleh pengadilan, maka seharusnya segera
mendukung dan mensosialisasikan dan meminta putusan yang berkekuatan tetap
dan menjadikan putusan PTUN itu sebagai pertimbangan dalam menerbitkan
KTUN pengganti. Sehingga visi bagi pejabat publik dalam berperkara PTUN
adalah mencari kebenaran materill ;
C. Dalam koridor memutuskan Penangguhan inilah, seorang Hakim dapat
memainkan peran sebagai Agent Of Change dalam kehidupan berbangsa. Peranan
Hakim sebagai agent of change dalam hal ini dengan meningkatkan kualitas
untuk melakukan law and legal reform; Law adalah hukum dalam arti makro/luas,
sedangkan Legal adalah hukum dalam arti sempit. Apa yang direform dalam
putusan Hakim? Dalam sistem hukum, ada peraturan hukum, aparatur Hukum dan
budaya hukum. Yang dapat direform oleh hakim adalah budaya hukum, yakni
mampu memotivasi masyarakat untuk taat hukum atau bahkan pembuat UU dapat
merubah cara pandang hukumnya menjadi progressif. Untuk mencipatakan
kepatuhan khususnya di kalangan pejabat TUN, maka Hakim harus konsisten
4