Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bahan presentasi af andi 1
1. Pascal C. Sanginga . Rick N. Kamugisha . Adrienne M. Martin
Conflicts management, social capital and
adoption of agroforestry technologies:
empirical findings from the highlands of
southwestern Uganda
2. • Selama dua dekade terakhir, lembaga penelitian dan pengembangan telah membuat upaya besar dalam
mempromosikan dan menyebarluaskan teknologi agroforestry dan pengelolaan sumber daya alam (NRM) serta
metode terbaru lainnya untuk memerangi erosi tanah, dan degradasi lahan.
• Izac dan Sanchez (2001: 8) mendefinisikan NRM sebagai ‘’pemanfaatan sumberdaya pertanian berkelanjutan
dalam rangka memenuhi tujuan produksi petani serta tujuan dari seluruh komunitas''. Definisi ini menekankan
bahwa sistem NRM ditandai dengan pemanfaatan sumber daya alam untuk beberapa tujuan, atau dengan lebih
dari satu pengguna, dan melibatkan kombinasi dari sumber daya dan aturan yang mengatur penggunaan sumber
daya tersebut.
• Dalam ekosistem dataran tinggi di mana tindakan beberapa individu atau kelompok sering menghasilkan dampak
negatif antara berbagai aktor sosial dan pemangku kepentingan lainnya, seperti penggunaan dan pengelolaan
sumber daya alam yang rentan terhadap berbagai bentuk konflik. Makalah ini membahas hipotesis tentang
konflik sebagai kendala adopsi teknologi agroforestry.
3. • Makalah ini menguji hipotesis bahwa konflik
adalah penghalang utama untuk adopsi dan
scaling up teknologi agroforestry. Hipotesis ini diuji
dengan data empiris dari survei masyarakat dan
rumah tangga di dataran tinggi Kabale di barat
daya Uganda, di mana World Agroforestry Centre
(ICRAF) dan Forestry Resources Research Institute
(FORRI) telah bekerja sama dengan beberapa
organisasi non-pemerintah, organisasi berbasis
masyarakat, program pemerintah daerah dan
kelompok tani untuk menyebarkan teknologi
agroforestry.
• Kabale juga merupakan daerah utama dari Afrika
Highlands Initiative (AHI), yaitu program eco-
regional yang bertujuan mengatasi degradasi
lahan dan meningkatkan produktivitas pertanian di
dataran tinggi yang padat penduduknya di Afrika
Timur.
4. • Kabupaten Kabale terletak di dataran tinggi dan merupakan salah satu daerah yang terpadat
jumlah penduduknya di Uganda (melebihi 400 jiwa / km2), dengan ketinggian (1,500-2,700 mdpl).
• Tekanan penduduk terus meningkat mengakibatkan pertanian kecil terfragmentasi (0,25-1,0 ha
untuk rata-rata enam keluarga ). Kabupaten ini memiliki curah hujan yang memadai (rata-rata
tahunan 1.000 mm), dan potensi yang relatif tinggi untuk produksi pertanian. Pilihan mata
pencaharian untuk kebanyakan orang terbatas pada produksi tanaman pangan (sorgum, kacang,
kentang, kacang polong lapangan, manis kentang, jagung, pisang dan beberapa ternak). Mayoritas
perbukitan dilokasi ini memiliki teras bangku semi-permanen, yang dikebangkan sejak 50 tahun
yang lalu.
5. • Studi ini menerapkan tiga tahap dalam proses pengambilan sampel
yang ditargetkan (Stern et al. 2004) untuk mewawancarai 243 rumah
tangga pertanian dari 16 desa di empat sub-kabupaten. Ini terdiri dari
145 rumah tangga (51,7% laki-laki dan 48,3% perempuan), 72 kepala
desa (21,4% anggota dewan lokal, 17,1% tetua klan, 27,1% pemimpin
dan anggota organisasi petani dan 17,6% pemimpin opini lain.) Selain
itu, 24 rumah tangga mewakili kategori kekayaan yang berbeda, jenis
kelamin dan status rumah tangga dipilih untuk analisis studi kasus
mendalam untuk lebih memahami tingkat, dimensi, mekanisme
manajemen dan hasil dari berbagai jenis konflik, dan bagaimana
mekanisme modal sosial diaktifkan dalam mengelola konflik NRM.
• Analisis data yang digunakan alat statistik yang relevan (deskriptif,
bivariat dan analisis multivariat) dalam paket statistik untuk ilmu-ilmu
sosial (SPSS 11.0), dan STATA (versi 11.0) perangkat lunak komputer
ekonometrik menggunakan 145 rumah tangga wawancara. Tiga model
regresi yang digunakan dalam menyelidiki faktor menentukan adopsi
teknologi NRM.
• Narasi dan konten analisis digunakan untuk wawancara informan
kunci 'dan hasil studi kasus untuk mencari pola atau keteraturan
tertentu yang muncul dari berbagai cerita dan pengamatan yang
dilakukan selama penelitian.
6. • Hasil peneletian menunjukan Rata-rata penduduk memiliki plot lahan untuk
dikelola, Hanya empat rumah tangga yang dilaporkan tidak memiliki lahan,
sementara sekitar 60% dari petani memiliki lebih dari 5 plot lahan pertanian,
dengan hampir 10% rumah tangga laki-laki dilaporkan memiliki lebih dari 20 buah
lahan pertanian yang tersebar dan ditemukan di luar desa. Ukuran rata-rata plot
individu bervariasi antara 0,1 dan 0,7 hektare.
• Perkiraan kepemilikan lahan rata-rata untuk rumah tangga yang dikepalai wanita
adalah 2,5 hektare, sedangkan untuk umah tangga yang dikepalai laki-laki itu 4,3
hektare. Mayoritas lahan ini merupakan warisan dari orang tua mereka dan
sebagiannya lagi diperoleh dari hasil transaksi diantaraa mereka maupun dengan
pihak luar.
7. • Studi ini menginventarisasi lebih 780 kasus konflik mulai dari hubungan
gender skala rumah tangga, sengketa hak milik, dan bentrokan antara
petani, masyarakat lokal, dan pemerintah dan lembaga-lembaga eksternal.
konflik Ini multidimensi dan multi-skala yang melibatkan berbagai pemangku
kepentingan dan pengguna sumber daya.
• Hasil survei menunjukkan bahwa semua rumah tangga yang diwawancarai
memiliki pengetahuan tentang konflik NRM, dengan mayoritas petani
melaporkan rata-rata lima konflik. Beberapa petani mengalami hingga 17
konflik yang berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa konflik sudah umum dan
merupakan karakteristik penting dari NRM di Kabale.
• Konflik atas batas pertanian dan pengelolaan lereng bukit mempengaruhi
lebih dari 70% rumah tangga. konflik ini dipicu oleh fragmentasi berlebihan
tanah pertanian yang sangat kecil, dan kompetisi yang tinggi atas
penggunaan lahan pertanian. Meningkatnya persaingan ini juga telah
menciptakan berbagai jenis sengketa tanah dan konflik hak milik
8. • Hipotesis awal kami menyatakan bahwa prevalensi konflik adalah penghalang utama untuk
adopsi teknologi NRM. Untuk menguji hipotesis ini, kita pertama-tama menguji korelasi antara
jenis konflik tertentu dan penggunaan teknologi NRM.
• Hasil analisis korelasi antara prevalensi konflik dan penggunaan teknologi NRM tidak mendukung
hipotesis ini. Sebaliknya, hasil penelitian menunjukkan hubungan yang positif signifikan antara
jenis konflik tertentu dan praktek NRM. Ada korelasi positif antara indeks konflik, yang diukur
dengan jumlah konflik dan intensitasnya, dan banyaknya praktek NRM, kecuali membuat parit
dan penanaman pohon. Ini akan menunjukkan bahwa semakin banyak orang mengalami konflik,
semakin besar kemungkinan mereka akan menggunakan praktek NRM (Tabel 5).
9. • hasil penelitian menunjukkan probabilitas yang
tinggi antara saat penggunaan inovasi agroforestry
dan prevalensi batas konflik.
• Misalnya Ada hubungan yang signifikan antara konflik
yang terkait dengan perusakan teras dan
pembangunan teras baru dan kemauan petani untuk
menggunakan teknologi NRM. Studi ini juga
menemukan bahwa sekitar 43,3% rumah tangga
telah mengalami terasnya hancur dan runtuh akibat
konflik batas dengan tetangganya.
• Studi kasus juga memberikan bukti yang cukup dari
situasi di mana keberadaan konflik menyebabkan
pembangunan teras baru, dan penanaman pohon
untuk membatasi batas pertanian, mencegah erosi
tanah, dan memperkuat klaim properti yang tepat.
10. • Untuk menguji kepentingan relatif dari konflik dan variabel modal sosial di dalam
penggunaan adopsi agroforestri dan praktek NRM lainnya, peneliti melakukan
serngakaian uji kuantitatif dengan menggunakan model regresi.
• Hasilnya menunjukkan bahwa rumah tangga yang telah mengalami konflik batas
lebih cenderung menggunakan inovasi agroforestry. Hasil lain juga menunjukkan
bahwa terdapat dua dimensi modal sosial: norma-norma dan sanksi, dan sejumlah
tindakan kolektif yang positif dan secara signifikan terkait dengan penggunaan
adopsi inovasi agroforestry. Dimana Masyarakat telah mengembangkan aturan lokal
mereka sendiri untuk mengelola sumber daya alam dan menyelesaikan konflik. Ini
termasuk (i) konservasi tanah dan air, (ii) ketahanan pangan, (iii) penanaman
pohon, (iv) pembakaran semak, (v) pengendalian penggembalaan, dan (vi)
reklamasi rawa. Setiap aturan ini memiliki peraturan spesifik dan mekanisme
penegakan hukumnya.
• Sebagai contoh, aturan terkait dengan penanaman pohon yang menyatakan bahwa
(i) setiap orang yang memotong pohon hidup akan menanam dua, dan memastikan
bahwa pohon yang ditanam dilindungi dan terpelihara dengan baik, dan (ii) hanya
pohon agroforestry yang ditanam di batas, teras plot tetangga, dan (iii) jenis pohon
lainnya harus ditanam pada jarak tidak kurang dari 3 m dari batas teras. Banyak
kasus konflik antara tetangga (penggembalaan hewan, kerusakan teras, batas
konflik, penebangan pohon) diselesaikan melalui penegakan aturan lokal
masyarakat.
11. • Hasil penelitian ini menantang anggapan umum tentang konflik yang
meluas, bahwa prevalensi konflik adalah penghalang utama untuk adopsi
teknologi NRM. Sebaliknya, mereka tampaknya menunjukkan bahwa
beberapa konflik mungkin menjadi positif untuk adopsi teknologi NRM.
Kebanyakan orang berpikir bahwa konflik yang sering terjadi cenderung
merusak dan tidak diinginkan, serta dianggap sebagai penyimpangan
sosial dan harus dihindari dan ditekan.
• Hasil ini menunjukkan bahwa konflik mungkin memiliki beberapa hasil
positif, dalam hal ini, konflik memberikan insentif untuk adopsi teknologi
NRM.