Penciptaan Customer Value, Kepuasan dan Loyalitas Nasabah Bank _Pelatihan "Ef...
OPTIMALKAN KOMPLEN
1. Penggunaan Telepon
1. Tujuan
Menjelaskan tata cara penggunaan telepon sehingga ada standarisasi pada saat
berbicara melaui telepon
2. Prosedur
Dasar Penggunaan telepon
Dasar dari penggunaan telepon adalah
• Selalu tersenyum pada saat berbicara di telepon
• Sopan dalam tutur kata
• Gunakan metode 3C (Correctly, Concisely, Courteously : Tepat, Singkat,
Ramah)
• Hanya menggunakan telepon untuk KEPENTINGAN ASRAMA!!!
• Penggunaan selain untuk keperluan asrama, dapat dikenai sanksi.
Tata cara menerima telepon
Step Action
1 Segera angkat gagang telepon sebelum telepon berdering untuk yang
ke-3 (tiga) kalinya.
Catatan:
Apabila perasaan sedang kesal mintalah rekan anda untuk menerima
telepon.
2 Tersenyumlah sebelum menerima telepon.
3 Ucapkan “Selamat Siang, Asrama Sylvapinus IPB, dengan sebut-nama
asli, ada yang bisa saya bantu?”
Tata cara menelpon
Step Action
1 Tersenyumlah sebelum melakukan panggilan telepon.
2 Ucapkan “Selamat Siang, Saya sebut-nama asli dari Asrama Sylvapinus
IPB, sebut-keperluan-dengan-siapa.”
Tata cara menutup telepon
3. Telepon untuk pimpinan
Kondisi Action
Telepon untuk
pimpinan
Tanyakan dulu pada pimpinan apakah beliau bersedia
menerima telepon atau tidak.
Pimpinan tidak
berada di kantor
Janganlah memberi tahukan di mana pimpinan anda
berada dan informasi kontak pimpinan.
Pimpinan sedang
berada di kantor
tetapi sedang
melakukan
pembicaraan di
telepon
Tanyakan kepada penelepon untuk menunggu (apabila
penelepon lebih memilih menunggu, jangan biarkan
penelepon menunggu lebih dari 2 menit) atau
tanyakan apabila penelepon bersedia menelepon
kembali.
Profesional dalam Menerima Telepon
Keterampilan menerima telepon secara profesional dapat mempengaruhi
kesuksesan suatu bisnis. Telepon masih menjadi salah satu alat utama dalam
menjalin hubungan dengan pihak lain, terutama customer, baik melalui
telepon kantor maupun telepon genggam. Maka dari itu, cara kita dan
perusahaan kita menjawab telepon akan membentuk kesan pertama dalam
benak customer terhadap kita dan perusahaan kita.
Berikut adalah beberapa tips menerima telepon secara lebih profesional:
Maksimal Tiga
Jawablah panggilan telepon secepat mungkin. Beberapa perusahaan
memberlakukan peraturan bahwa setiap panggilan telepon yang masuk harus
diangkat maksimal dalam tiga dering.
Ramah dan Hangat
Suara kita adalah satu-satunya bentuk komunikasi yang diterima oleh customer
melalui telepon biasa. Terkadang kita bersikap waspada saat menerima
panggilan dari nomor yang tidak dikenal akibat maraknya penawaran kartu
kredit atau kredit tanpa agunan. Akibatnya secara tidak sadar kita akan
cenderung terdengar kurang yakin saat menjawab telepon. Walaupun kita
tidak mengenali nomor penelepon, sebaiknya kita selalu menjawab semua
panggilan telepon dengan ramah dan hangat.
Bicara sambil Senyum
Senyum dapat tercermin dalam kualitas suara yang kita sampaikan pada
customer. Orang di sisi telepon lain akan dapat “mendengar” senyuman kita.
4. Maka, berbicaralah sambil tersenyum seolah-olah Anda sedang langsung
berhadapan dengan orang tersebut.
Perkenalkan Diri dan Perusahaan
Biasakan menjawab telepon dengan salam kemudian menyatakan nama dan
perusahaan. Dengan demikian, penelepon tidak perlu lagi menanyakannya.
Dalam beberapa perusahaan, semua karyawan diwajibkan menerima telepon
dengan cara demikian sehingga timbul konsistensi saat menerima telepon dari
pihak lain, baik internal maupun eksternal.
Komunikasi Efektif
Seringkali gangguan bukan karena saluran telepon Anda. Berbicaralah secara
jelas dengan volume suara dan tempo yang cukup sehingga penelepon dapat
memahami Anda. Hindari penggunaan istilah yang terlalu nonformal.
Minimalisir bahkan hilangkan suara pengisi jeda seperti eh, hm, he-eh, gitu
deh, tahu khan dan sebagainya.
Kata Positif
Sebisa mungkin gunakan kata-kata yang berkonotasi positif seperti “saya akan
mencari tahu untuk Anda” daripada “saya tidak tahu”.
Pesan Lengkap dan Akurat
Jika Anda menerima telepon untuk orang lain yang sedang berhalangan atau
tidak ada di tempat, maka bantulah penelepon sebisa mungkin atau paling
tidak catatlah pesan serta nomor kontak untuk dihubungi kembali. Kemudian,
pastikan pesan telepon tersebut disampaikan pada orang yang tepat dan telah
ditindaklanjuti secara tuntas.
Tindak Lanjut Cepat
Jika ada panggilan telepon saat Anda tidak berada di tempat, tindaklanjutilah
semua pesan telepon Anda secepatnya. Jika memang belum sempat
menyelesaikan permintaan customer pada hari itu, paling tidak
informasikanlah pada customer bahwa Anda telah menerima pesan teleponnya
dan akan menyelesaikan permintaan dia. Dengan demikian, customer tidak
akan merasa perlu menelpon Anda kembali untuk memastikan apakah
pesannya telah disampaikan pada Anda.
Speaker Phone
5. Hindari menggunakan speaker phone kecuali memang
terpaksa. Menggunakan speaker phone berarti customer akan dapat mendengar
berbagai suara latar belakang seperti rekan kerja yang bercakap-cakap, musik
dari radio, dan sebagainya secara lebih jelas. Customer juga akan mendapat
kesan bahwa panggilan teleponnya dianggap kurang penting karena Anda
melakukan berbagai aktivitas lainnya.
Dengan menggunakan speaker phone, informasi yang disampaikan customer
akan dapat terdengar oleh orang lain selain Anda. Akibatnya, customer
mungkin akan merasa kurang nyaman dan akan cenderung berhati-hati dalam
berbicara.
Bukan berarti menggunakan speaker phone adalah tabu. Speaker phone dapat
digunakan jika terdapat lebih dari dua pihak yang ingin terlibat dalam
pembicaraan. Namun tentunya kita perlu meminimalisir gangguan suara latar
belakang dengan menggunakan ruangan tertutup.
saja. Alasan kedua, karyawan atau staf organisasi tidak mendorong munculnya
komplain atau feedback dari customer. Hal ini terjadi karena banyak karyawan
yang memiliki masalah dengan “hearing a complain as feedback”. Meskipun
mereka mau mendengarkan komplain atau feedback, akan tetapi karyawan
mempersepsikan hal tersebut sebagai sebuah ”serangan” pada self-
esteem mereka. Karyawan tidak mampu membedakan komplain customer
sebagai isu yang berhubungan dengan pekerjaan dan bukan isu siapa mereka
sebenarnya.
Dengan demikian, kapabilitas untuk mendengarkan dan belajar dari komplain
merupakan keterampilan yang harus dikembangkan oleh setiap karyawan,
terutama karyawan front-liner. Mengurangi komplain secara tradisional
disamakan dengan meningkatkan layanan. Sebab, diasumsikan kalau tidak ada
customer yang komplain berarti layanan yang diberikan minimal sudah sesuai
6. dengan keinginan mereka. Faktanya, justru cara paling baik untuk membangun
kultur customer-focused adalah melalui peningkatan komplain. Memang
dengan adanya komplain merupakan sebuah pertanda adanya ketidakpuasan.
Apabila hal tersebut tidak ditindaklanjuti, customer akan pindah ke pemasok
dan atau merek produk atau jasa yang lain. Akan tetapi yang paling berbahaya
adalah, customer tidak melakukan tindakan apapun kepada organisasi. Secara
diam-diam mereka “menghukum” organisasi dengan cara “pindah” ke
organisasi yang lain, organisasi yang mereka pandang akan memberikan
kepuasan kepada mereka. Adanya perilaku “switching” secara diam-diam ini
menyebabkan organisasi tidak memiliki kesempatan untuk mempertahankan
customernya. Organisasi tidak memiliki informasi apapun mengenai mengapa
mereka tidak puas dan tidak mau menyampaikan komplain.
Silahkan Komplain
Cara tercepat untuk mengembangkan kultur customer-focused adalah dengan
menghasilkan komplain itu sendiri. Untuk itu organisasi dapat memulainya
dengan mengkomunikasikan kepada karyawan kebutuhan untuk membentuk
hubungan (relationships) dengan customer, Bahwa pelanggan atau customer
adalah sebagai mitra (partners). Jadi, menjadi tugas karyawan untuk
memfasilitasi agar setiap customer mau mengekspresikan komplain mereka.
Karyawan sebagai ujung tombak perusahaan, yang secara langsung
berhubungan dengan customer, merupakan titik kritis untuk meningkatkan
jumlah komplain. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan antara lain,
Organisasi perlu menolong karyawan agar memandang komplain sebagai
sebuah kesempatan. komplain hanyalah sebuah cara lain untuk melakukan
sesuatu – bukan masalah baik atau buruk, benar atau salah.
Memperkuat kultur organisasi agar mempersepsikan komplain sebagai
kesempatan. Sebagai contoh: setiap karyawan ditantang untuk melihat berapa
jumlah komplain yang dapat mereka kumpulkan dalam waktu satu minggu;
para penyelia (supervisor) menilai prestasi bawahannya dengan menggunakan
jumlah komplain sebagai salah satu variabelnya. Pelanggan atau customer
akan berbicara ketika mereka merasakan adanya kemauan untuk
mendengarkan – ketika terdorong untuk merespon. Daripada membuat sapaan
kepada pelanggan atau customer yang bersifat retoris, lebih baik membuat
sapaan yang mendorongnya untuk menjawab. Organisasi dapat mendorong
karyawan untuk menuliskan isu-isu tentang customer. Kalau isu tersebut tidak
bisa direspon dengan segera, berilah jaminan untuk meresponnya dalam waktu
48 jam. Kalaupun isu tersebut benar-benar tidak dapat dicari jalan keluarnya,
organisasi tetap berhutang pada respon customer tersebut.
Masukan positif
Tidak mengherankan bila komplain customer semakin mendapat perhatian dari
setiap organisasi. Komplain customer bisa menghasilkan informasi bagi
organisasi, dan secara khusus dapat digunakan alat pemonitor bagi efektivitas
program customer service. Perlu diketahui bahwa biaya untuk mendapatkan
7. customer baru 5(lima kali) lebih mahal daripada mempertahankan 1(satu)
customer yang sudah ada. Jadi, lebih baik memuaskan kembali customer yang
mengalami masalah atau komplain, daripada mendapatkan customer baru.
Selain itu, hasil penelitian membuktikan bahwa perlakuan yang tepat pada
customer yang komplain akan membuat mereka jauh lebih puas (bahkan
sampai tahap delight) dan loyal dibanding dengan customer yang tidak
menyampaikan komplain.
Oleh karena itu, apabila ada pelanggan atau customer yang komplain, situasi
ini memberi kesempatan kepada organisasi untuk melakukan pemulihan jasa
(service recovery). Pada saat ini, pemulihan jasa telah menjadi komponen
utama dari keseluruhan pemberian jasa (overall service delivery). Pelanggan
atau customer yang komplain bisa berubah menjadi customer yang loyal
apabila organisasi dapat menangani komplain tersebut dengan sebaik-
baiknya.n
Telepon barangkali adalah hal biasa bagi kita, setiap hari kita juga melakukan
panggilan atau menerima telepon. Namun bagi sebuah kantor atau perusahaan,
menerima telepon pun ada standar operasi dan prosedurnya. Mengapa
mengangkat telepon harus diatur? karena segala hal itu ada unggah-ungguh-
nya dan sewaktu mengangkat telepon kadang kita tidak tahu siapa yang
menelpon. Oleh karena itu untuk menghormati penelpon dan menunjukkan
bahwa kantor kita adalah kantor yang “bonafit” maka perlu ada tata cara
menerima telepon di kantor :
Adapun tata cara menerima telepon adalah sebagai berikut :
1. Pada saat telepon berbunyi, sebaiknya mengangkat gagang telepon
sesegera mungkin, jangan biarkan penelepon menunggu lama. Jangan
mengangkat telepon yang sedang berdering dengan kasar, karena hal itu
menunjukkan ketidaksenangan dan ketidaksopanan terhadap orang yang
ada di sekitar Anda.
2. Menyebutkan nama Instansi dalam hal ini Asrama Sylvapinus IPB dan
memberi salam kepada penelepon, dan sampaikan salam dengan suara
jelas dan tidak terburu-buru. Misal: “Asrama Sylvapinus IPB, selamat pagi,
dengan (nama asli) ada yang bisa dibantu?”
3. Tanyakan dengan sopan siapa lawan bicara Anda tanpa terkesan
menginterogasi, misal: “mohon maaf, boleh tahu dengan siapa saya bicara?
Ada yang bisa saya bantu?”
4. Dengarkan baik-baik permintaan penelepon, jangan memotong
pembicaraan.
8. 5. Jika penelepon berkepentingan dengan orang lain, maka sambungkan
segera kepada orang yang dituju, jelaskan siapa dan dari instansi mana si
penelepon tersebut kepada orang yang dituju.
6. Apabila orang yang dituju tidak ada di tempat, maka penerima telepon
harus bisa menerima pesan yang ingin disampaikan penelepon, catat
dengan lengkap dan jelas, tanyakan dan catat kapan dan di nomor berapa
penelepon bisa dihubungi. Pastikan pesan tersebut sampai kepada orang
yang dimaksud.
7. Ucapkan terima kasih pada setiap akhir pembicaraan dan ucapkan
kembali salam selamat pagi/siang /sore.
8. Beri kesempatan kepada penelepon untuk menutup telepon terlebih
dahulu. Tutup telepon dengan perlahan.
9. Bersikaplah tersenyum dan duduklah dengan sopan pada waktu
berbicara melalui telepon karena sikap yang kurang ramah dan posisi duduk
yang kurang sopan dapat dirasakan oleh lawan bicara.
Hal-hal yang perlu diperhatikan:
1. Sikap mau membantu.
2. Jaga intonasi suara, jangan terlalu lemah tetapi juga jangan terlalu
keras seperti orang sedang marah.
3. Pilih kata-kata yang sopan, ramah, dan mudah dimengerti.
4. Jangan mengangkat telepon jika Anda masih berbicara dengan orang
lain.
5. Jangan makan/minum selama berbicara di telepon.
6. Jangan menguap.
7. Jangan memotong pembicaraan.
8. Jangan berbicara dengan orang ketiga di sekitar Anda pada saat Anda
sedang berbicara di telepon.
9. Gunakan sapaan atau kalimat yang berbeda-beda sehingga tidak
terkesan kaku.
10. Hindari menelepon pada kondisi ribut di sekitar Anda.