SlideShare a Scribd company logo
1 of 7
Selamat Jalan Isteriku, Engkau Layak
Atas Karunia Syahid itu...
Minggu, 13 Januari 2013
17 tahun yang lalu, saat masih aktif menjadi penulis buletin dakwah, aku membaca nama
pelanggan yang memesan buletin tersebut. Hj. Robiatul Adawiyah, pasti wanita yang sudah
tua. Sudah naik haji dan namanya jadul sekali.
“Akhi, seperti apa sih ibu Robiatul ini,” tanyaku kepada Pak Marjani yang bertugas
mengantar buletin. ”Ndak tahu, nggak pernah ketemu, yang saya tahu dia pesan buletin
itu untuk dikirim via bis ke Kotabangun”.
Wah wanita yang mulia, mau menyisihkan uang untuk berdakwah kepada masyarakat di
hulu sungai Mahakam. Tak lama kemudian setelah kita menikah, Buletin Ad Dakwah
dari Yayasan Al Ishlah Samarinda diantar ke rumah. Ternyata wanita mulia tersebut
adalah engkau istriku, bukan wanita tua seperti yang kukira. Melainkan mahasiswi yang
aktif mengajar di Taman Al Quran.
Istriku, beruntung aku dapat memilikimu. Sudah beberapa pemuda kaya yang mencoba
mendekatimu tetapi selalu kau tolak. Kelembutanmu dan kedudukanmu sebagai putri
seorang ulama besar menjadi magnet bagi para pria yang ingin memiliki istri sholehah.
Kamu beralasan belum ingin menikah karena mau konsentrasi kuliah. Padahal alasan
utamanya adalah kamu masih ragu dengan kesholehan mereka. Ketika Ustadzah
Purwinahyu merekomendasikan diriku, tanpa banyak tanya kau langsung menerimaku.
Hanya karena aku aktif ikut pengajian kau mau menerimaku, tanpa peduli berapa
penghasilanku.
Istriku, semua orang mengakui bahwa kau wanita yang tangguh. Jarang seorang wanita
bercita-cita memiliki delapan anak sepertimu. Melihatmu seperti melihat wanita
Palestina yang berada di Indonesia. Jika bertemu dengan Ustadz Hadi Mulyadi, suami
mba Erni ustadzahmu, pasti pertanyaan pertama kepadaku adalah, “ Berapa sekarang
anakmu?”. Sering orang bertanya kepadaku, “ Gimana caranya ngurus anak sebanyak
itu?” Mudah, rahasianya adalah menikahi wanita yang tangguh sepertimu.
Kehangatanmu membuat anak-anak kita merasa nyaman di dekatmu. Di saat kau lelah
sepulang dari mengisi halaqoh atau ta’lim mereka segera menyambutmu dan
melepaskan kekangenan mereka. Kadang lucu melihat mereka membuntuti kemana
kamu pergi. Kamu ke dapur mereka bergerombol di sekitarmu, pindah ke ruang tamu,
pindah pula mereka ke ruang tamu. Masuk ke kamar, berbondong-bondong mereka ke
kamar. Sampai ada anak yang selalu memegang-megang bajumu dan kamu
berkomentar,” Nih anak kayak prangko aja, nempeeel terus.” Jangan salahkan mereka,
akupun memiliki perasaan yang sama dengan mereka.
Kadang jika cintaku meluap aku berkata padamu, ”Bener nih kamu ndak nyantet aku?
Aku kok bisa tergila-gila begini sama kamu?” Kamu tersenyum dan berkata, "cinta Umi
ke Abi lebih besar dari cinta Abi ke Umi, Abi aja yang ndak tahu.”
Rasulullah bersabda, "Nikahilah perempuan yang penyayang dan dapat mempunyai
anak banyak karena sesungguhnya aku akan berbangga dengan sebab banyaknya kamu
dihadapan para Nabi nanti pada hari kiamat” (HR. Ahmad). Sungguh aku merasa telah
mendapatkan segalanya dengan kau di sisiku.
Kepribadianmu yang mudah bergaul menjadikanmu disenangi oleh banyak orang.
Kamal berkata, “Umi terkenal banget di sekolah. Aku, Mba Aisyah, Mas Nashih,
Hamidah, Hilma ini terkenal di sekolah karena anak Umi. Guru-guru kenal kami karena
kami anak umi.” Aku ingat perjuanganmu menggalang beberapa orang tua murid ke
kantor diknas untuk meminta tambahan kelas agar anak kita yang terlalu muda bisa
diterima sekolah. Akhirnya SDN 006 Balikpapan mendapat tambahan kelas dan anak
kita bisa bersekolah di sana. Seharusnya aku yang melakukan hal itu, bukan kamu.
Aku terpesona dengan caramu menjalin silaturahim dengan keluarga besarmu. Ketika
kita pindah ke Balikpapan, sering kakak-kakakmu menelpon menanyakan kapan liburan
ke Samarinda. Mereka rindu kepadamu. Kakakmu KH. Fachrudin, seringkali menelpon,
"Kita mau ngadain acara ini, kamu ke Samarinda kah?” Sya’rani, kakakmu yang sering
bepergian ke Jawa, ketika mendarat di Balikpapan pun sering berkata, "Baru dari Jawa,
mau ikut saya sekalian naik mobil ke Samarinda?” Keponakan-keponakanmu pun sering
bertanya, “Acil Robiah kapan ke Samarinda?” Jika kita liburan ke Samarinda, maka
kemeriahan meledak begitu mendengar suaramu mengucapkan salam. “Wah, Haji
Robiah dari Balikpapan.”
Aku kagum dengan semangatmu melaksanakan amanah dakwahmu. Sering
kerinduanmu kepada keluargamu tertahan karena ada amanah dakwah yang harus
kamu kerjakan. ”Sebenarnya akhir pekan ini keluarga besar kumpul. Ada acara keluarga.
Tapi ada halaqoh ini dan majelis talim ini jadi ndak bisa ke Samarinda.” Semoga Allah
SWT memasukkanmu ke dalam barisan orang-orang yang berjuang menegakkan agama
ini.
Kesibukanmu berdakwah memang menyita waktumu. Tapi aku ridho karena kau tetap
komitmen untuk mengurus rumah tangga dengan baik. Aku ridho ketika PKS berdiri,
kamu bergabung dan berdakwah bersama mereka. Kulihat kau begitu menikmati
hidupmu yang mungkin bagi pandangan sebagian orang sangat melelahkan.
Kamu juga aktif mengisi kajian Siroh Shahabiyah di Radio IDC FM. Ketika engkau ingin
berhenti karena hamil dan mengajukan ustadzah lain, mba Irna yang mengasuh acara
menolak dan mengatakan sebaiknya cuti saja dan sementara akan diputar ulang
rekaman yang terdahulu. Saya tahu mereka pun telah jatuh cinta kepadamu.
Saat Ustadz Cahyadi mengadakan pelatihan keluarga, beliau meminta para peserta
menulis tentang pasangannya. Aku terkejut ternyata engkau mengenaliku dengan baik.
Engkau tahu makanan yang kusukai dan kubenci, teman-teman yang kuanggap
shahabatku, karakter-karakterku, dan teman-teman Halaqohku. Diam-diam engkau
memperhatikanku. Terimakasih telah memahami diriku.
Pernah kau mengatakan bahwa kau ingin naik haji bersamaku. Aku mengatakan bahwa
kamu sudah naik haji sehingga tidak wajib lagi. Kalau aku punya uang aku akan
mengajak anak kita naik haji bukan kamu. Kamu berkata, “Aku akan kumpulkan uang
daganganku agar bisa naik haji bersamamu.” Kamu pernah bercerita bahwa saking
nikmatnya berada di Kota Mekah, kamu pernah berusaha tukar kloter dengan orang lain
agar bisa bertahan lebih lama di kota Mekah.
Istriku, aku suka dengan caramu berbakti kepadaku. Ketika ustadz Muhadi mengajakku
mendirikan SDIT Nurul Fikri Balikpapan kau pun mendukungku. Padahal kau tahu
bahwa ini akan kembali mengurangi jatah uang belanja untukmu. Bahkan kau berkata,
"Aku akan alihkan infaq-infaq yang selama ini ke lembaga zakat ke Nurul Fikri.” Selama
ini kau memang menyisihkan uang transport dari mengisi majelis-majelis ta’lim untuk
menunjang dakwahmu.
Istriku, aku menikmati sentuhan bibirmu ke pundakku sambil memelukku di saat kita
naik motor berdua. Mungkin itu caramu menunjukkan kesetiaanmu. Aku tersanjung
dengan gayamu menunjukkan cemburumu. Aku merindukan caramu menegurku jika
engkau melihatku lalai dalam urusan agama kita. Aku merasa bahagia saat kau
memujiku. Aku merasa hebat ketika engkau bermanja kepadaku.
Aku salut dengan kecintaanmu terhadap ilmu. Setiap ada ta’lim yang mendatangkan
ustadz yang berkualitas kau berkata, “Harus duluan nih biar dapat duduk di depan.”
Sayang, karena begitu banyaknya anakmu terkadang kau terhambat untuk berada di
depan. Pernah kau begitu sedih karena tidak dapat menghadiri ta’lim yang diisi DR.
Samiun Jazuli. Terlintas di dalam pikiranku, kelak aku akan membiayaimu untuk
melanjutkan kuliah S2 agar kau bahagia.
Kau juga begitu bersemangat mengikuti tatsqif (Kajian Tsaqofah Islam) yang diadakan
oleh PKS. Ketika ada ujian tatsqif, kau berusaha mengerjakan soal-soal tanpa berusaha
menyontek. Tiba-tiba kau mendengar peserta ujian yang lain di sebelahmu saling
berbisik tentang jawaban soal yang engkau tidak bisa mengerjakannya. Kamu pun
menulis jawaban tersebut. Sepulang ke rumah engkau begitu menyesal dan gelisah.
Engkau merasa berbuat curang karena mengerjakan soal dari mendengar percakapan
orang lain. “Gimana nih Mas, aku sudah nyontek?” tanyamu. Aku jawab sambil
bercanda, "Telpon dosennya, minta dicoret jawabanmu yang dapat dari hasil mendengar
itu”. Ternyata engkau benar-benar menelpon ustadz Fahrur agar jawaban atas soal
tersebut dicoret saja. Itu yang sering kulihat darimu, begitu takut akan dosa-dosamu.
Aku bangga padamu istriku.
Istriku, hal yang sering membuatku bergetar adalah di saat melihat engkau sholat.
Begitu khusyuk dan menjaga adab. Tidak pernah aku melihatmu terburu-buru di dalam
sholat. Aku menikmati melihat caramu menghadap Tuhanmu. Selelah apapun
dirimu kamu selalu berusaha membaca Quran satu juz perhari. Engkau juga
tidak ingin meninggalkan dzikir harianmu. Haru rasanya saat-saat melihatmu tertidur
dengan Quran masih berada di tanganmu.
Sering aku berangan-angan aku akan membahagiakanmu kelak saat anak-anak sudah
besar. Aku akan mengajakmu berjalan-jalan ke kota wisata. Aku akan membelikanmu
perhiasan walaupun sekedarnya. Karaktermu yang tidak pernah meminta memang
membuatku lalai memperhatikan kebutuhanmu. Bahkan motor pun tidak pernah
kubelikan. Motor butut yang kau pakai adalah motor yang memang telah kau bawa dan
kau miliki sejak masih gadis.
Aku yakin bahwa kebersihan hatimulah yang memancarkan aura persahabatan dari
wajahmu. Banyak yang mengatakan kepadaku, ”Beliau adalah tempat saya
menyampaikan curhat.” Terkadang kau terlambat pulang dari mengisi pengajian, ketika
ku tanya kenapa terlambat, kau menjawab, “Kasihan ada yang pingin curhat, jadi
dengerin dia dulu. Semoga Allah segera kasih dia jalan keluar.” Saya yakin mereka
curhat kepadamu karena mereka merasakan kebaikanmu.
Kamu sering memujiku, “Suami yang pintar”. Kulihat, kamulah yang lebih pintar
mengaplikasikan teori ke dalam praktek dunia nyata. Sebenarnya aku banyak belajar
darimu. Kamu pintar sekali memulyakan orang lain. Kamu sering memberikan sesuatu
kepada tetangga-tetangga kita. Terkadang aku malu karena yang kau berikan adalah hal-
hal yang sederhana. “Malu ah ngasih ke tetangga segitu. Nggak level buat mereka.”
Ternyata sikap perhatianmu kepada tetangga inilah yang membuat mereka
mencintaimu.
Kamu mengatakan kepada pembantu kita, “Kumpulkan teman-teman yang lain, nanti
saya yang membimbing bacaan Qurannya.” Dengan sabar kamu melatih mereka
membaca Quran. Kau pun membelikan peralatan memasak sebagai hadiah kepada
mereka yang lulus dan melanjutkan bacaan ke jilid berikutnya. Pernah kau melihat salah
seorang diantara mereka sedang berlatih mandiri di rumahnya. Kau berkata,
"Bahagianya aku Bi melihat mereka mau melatih bacaan secara mandiri.” Sampai
terucap dari mulut pembantu kita,“Bu, saya ini mendapat hidayah dari tangan Ibu
lho.”
Terkadang aku lupa untuk memberikan uang belanja, ketika kutanya engkau
menjawab,”Aku pakai uang daganganku”. Kau kadang membelikanku baju sebagai
hadiah ulang tahunku. Aku memang seorang yang berprinsip minimalis, terkadang jika
ada barang yang menurutmu harus dibeli, aku mengatakan bahwa itu tidak perlu dibeli,
kita da’i tidak usah terlalu mengejar kesempurnaan. Seperti biasa kau pun mengalah dan
berkata, "Ya sudah pake uang aku aja.”
Ketika engkau mengalami pendarahan saat melahirkan anak kita yang ke delapan,
engkau mengalami step. Sungguh hancur hatiku melihatmu menderita. Ketika dokter
mengatakan butuh tiga kantung darah, aku segera keluar berlari menuju PMI tanpa
sempat mengambil alas kaki. Aku sangat takut kehilangmu. Ketika diberitahu bahwa
putra kita telah meninggal, aku sudah tidak peduli lagi, “Tolong selamatkan istri saya
dok.” Setelah dioperasi kau sempat tersadar, aku tidak tega untuk mengatakan bahwa
putra kita telah meninggal. Aku tidak ingin kau tahu bahwa kandungan yang sangat kau
cintai dan sering kau elus-elus dengan penuh cinta telah mendahuluimu.
Dokter mengatakan bahwa kondisi sangat kritis, biasanya kondisi ini berakhir dengan
kematian. Dengan kesedihan yang terus mengelayuti aku berkata, ”Umi tidak usah
ngomong apa-apa, semua abi yang urus, Umi nyebut Allah saja.” Aku berharap
seandainya Allah memanggilmu, maka ucapan terakhirmu adalah Allah. Walau tidak
ada suara yang kudengar, kulihat mulutmu menyebut nama Allah dua kali. Saat itu aku
bernazar, aku punbertawashul dengan segala amalku agar Allah memberikan
kesempatan agar engkau masih bisa bersamaku. Dan ternyata anak-anak kita bercerita
bahwa saat itu di rumah mereka juga bernazar agar ibu mereka selamat.
Dengan sisa harapan yang tersisa di hatiku, aku berusaha membangkitkan semangatmu,
”Cepat sembuh, anak-anak kita menunggumu di rumah.” Engkau mengangguk-angguk.
Ternyata Allah SWT sangat mencintaimu. Allah SWT ingin memberimu karunia syahid.
Kematianmu karena melahirkan putra kita menunjukkan bahwa Allah ingin
memberikan yang terbaik untukmu. Sebagaimana Rasulullah mengatakan bahwa wanita
yang mati karena melahirkan termasuk orang-orang yang mati syahid.
Seorang shahabatmu, Ustadzah Mahmudah, menelponku, "Mba Robi itu kalau saya
perhatikan sangat khusyuk kalau memimpin doa atau mengaminkan doa. Kalau berdoa,
saat kalimat wa amitha 'ala syahaadati fii sabiilik (matikanlah jiwa kami dalam syahid
di jalan-Mu) sering saya lihat mba Robi meneteskan air mata. Ternyata kita memang
tidak boleh meremehkan kekuatan doa.”
Pak Emil tetangga kita berkata, ”Saya tidak pernah berinteraksi dengan almarhumah.
Hanya istri saya yang bergaul dengannya. Tapi kepergiannya membuat saya merasa
kehilangan sampai dua hari”. Mungkin dia shock karena melihat istrinya terguncang.
Ustadzah Sujarwati berkata, "Saya mengisi pengajian dekat SMPN 10, mereka bercerita
bahwa almarhumah ustadzah Robiah yang merintis majelis ta’lim ini. Mereka semua
kemudian menangis karena teringat istri sampeyan.” Banyak yang terkejut dengan
kepergianmu. Ada yang baru mendengar kematianmu, datang ke rumah untuk
kemudian menangis karena kehilanganmu.
Hari kematianmu menjadi saksi atas kesholihanmu. Begitu banyak yang datang untuk
memberikan penghormatan kepadamu. Ustadz Muslim mengatakan, "Sahabat-sahabat-
nya dari pesantren Al Amin, Madura sudah siap-siap mau beli tiket untuk ke Balikpapan,
tapi mendengar jenazah akan di bawa ke Samarinda mereka tidak jadi datang.”
Beberapa ustadz datang dari Samarinda. Bahkan Ustadz Masykur Sarmian, Ketua DPW
PKS Kaltim pun datang dari Samarinda dan menjadi imam yang mensholatimu. Aku
pun melihat ustadz Cahyadi Takariawan, penulis buku dari Yogya, hadir di masjid itu.
Mungkin Allah sengaja mengutus orang-orang sholih tersebut untuk mensholatimu dan
menyempurnakan pahalamu. Motor-motor memenuhi jalan masuk ke komplek kita.
Seseorang dengan heran mengatakan bahwa kemarin kepala kantor meninggal di
komplek ini yang datang nggak sebanyak ini. Ini cuma ibu rumah tangga kok banyak
banget yang datang.
Sesudah disholatkan di masjid Balikpapan, engkaupun dibawa ke Samarinda. Sampai di
masjid Ar Raudhah, Aku melihat KH. Mushlihuddin, LC Koordinator Qiroati untuk
Kalimantan hadir di sana. Kamu sering berkata bahwa kamu sudah menganggap beliau,
guru mu membaca Quran, seperti ayah sendiri. Kecintaanmu kepada Quran membuat
kamu mencintai beliau yang selalu komitmen berjuang menegakkan Al Quran di muka
bumi. Sering kamu mengatakan bahwa kamu kangen dengan gurumu, ustadz Mushlih.
Segera aku meminta beliau untuk menjadi imam sholat jenazah untukmu.
Kakakmu, Ibu Mursyidah berkata, ”Kepergiannya persis seperti ayahnya, KH. Abdul
Wahab Syahrani. Disholatkan dari masjid ke masjid.” Sebelum meninggal beliau
berwashiat untuk dikuburkan di Kotabangun. Karena washiat itu beliau disholatkan di
tiga masjid di tiga kota oleh murid-murid beliau. Pertama disholatkan di Islamic Centre
Samarinda, kemudian disambut oleh Bupati Kutai Kartanegara (Beliau adalah Ketua
Majelis Ulama Indonesia Kab. Kukar) dan disholatkan di masjid agung Tenggarong,
kemudian disholatkan kembali oleh murid-murid beliau di masjid Kotabangun.
Dengan lelehan airmata aku ikut memandikanmu, mengangkatmu, memasukanmu ke
liang lahat. Seseorang berkata, "Antum duduk saja biar yang lain saja.” Tidak, Aku tidak
mau kehilangan kesempatan ini. Aku sudah kehilangan kesempatan membahagiakanmu
di dunia. Aku sudah kehilangan kesempatan membalas dengan baik pelayananmu
kepadaku. Biarlah hari ini aku melayanimu walaupun sekedar mengurus jasadmu.
Terimakasih istriku, selama hidupmu kau selalu berusaha tidak merepotkanku. Ketika
aku ke bengkel untuk menambal ban, aku mengabarkan kematianmu dan memohon doa
untukmu. Tukang tambal ban, mendoakannya dan berkata, "Istri sampeyan sering ke
sini sendiri, menuntun sepeda motor untuk menambal ban, atau kadang ganti ban
motor”. Sekuat tenaga ku tahan airmataku. Aku tahu sebenarnya itu adalah tugasku.
Kubayangkan adakah wanita lain yang mau menuntun motor ke bengkel untuk
menambal ban karena tidak ingin merepotkan suaminya.
Mungkin kamu saat ini telah tersenyum bahagia bercanda bersama Abdullah, putra kita.
Mungkin kamu sudah bertemu dengan ayah ibumu yang sangat kamu cintai. Walaupun
aku betul-betul kehilanganmu, aku tahu bahwa karunia syahid yang Allah SWT berikan
kepadamu adalah yang terbaik untukmu.
Istriku, aku menulis ini untuk menumpahkan rindu yang bergejolak di hatiku. Aku juga
berharap agar orang yang membacanya mau meringankan lidahnya untuk
mendoakanmu. Aku berharap tulisan ini dapat membalas jasamu kepadaku. Sungguh
betapa lambatnya hari-hari berlalu tanpamu. Ingin rasanya aku segera masuk ke surga
agar dapat bertemu kembali denganmu. Selamat jalan Khadijahku.....
Balikpapan, hari ke sembilan belas tanpamu di sisiku
Yang bersyukur mendapatkanmu
Suamimu,
Abu Muhammad

More Related Content

What's hot

What's hot (18)

Terjalnya jalan hidupku
Terjalnya  jalan hidupkuTerjalnya  jalan hidupku
Terjalnya jalan hidupku
 
Ketika cinta harus bersabar - TERE LIYE
Ketika cinta harus bersabar - TERE LIYEKetika cinta harus bersabar - TERE LIYE
Ketika cinta harus bersabar - TERE LIYE
 
Pudarnya Pesona Cleopatra
Pudarnya Pesona CleopatraPudarnya Pesona Cleopatra
Pudarnya Pesona Cleopatra
 
Alinalisis cerpen
Alinalisis cerpenAlinalisis cerpen
Alinalisis cerpen
 
Aku tinggalkan cintaku kerana allah
Aku tinggalkan cintaku kerana allahAku tinggalkan cintaku kerana allah
Aku tinggalkan cintaku kerana allah
 
Sahabat
SahabatSahabat
Sahabat
 
Kliping cerpen
Kliping cerpenKliping cerpen
Kliping cerpen
 
Sahabat
SahabatSahabat
Sahabat
 
My cerpen "Kotak Buah"
My cerpen "Kotak Buah"My cerpen "Kotak Buah"
My cerpen "Kotak Buah"
 
Autobiografi joni kece badai
Autobiografi joni kece badaiAutobiografi joni kece badai
Autobiografi joni kece badai
 
22 desember ( Hari Ibu Indonesia )
22 desember ( Hari Ibu Indonesia )22 desember ( Hari Ibu Indonesia )
22 desember ( Hari Ibu Indonesia )
 
Mom's bigday
Mom's bigdayMom's bigday
Mom's bigday
 
Arti sebuah kata
Arti sebuah kataArti sebuah kata
Arti sebuah kata
 
Bidadariku annisa
Bidadariku annisaBidadariku annisa
Bidadariku annisa
 
Cerpen "Namaku farida"
 Cerpen "Namaku farida" Cerpen "Namaku farida"
Cerpen "Namaku farida"
 
Toga i'm coming
Toga i'm comingToga i'm coming
Toga i'm coming
 
Renungan Kalbu
Renungan KalbuRenungan Kalbu
Renungan Kalbu
 
Ccccc
CccccCcccc
Ccccc
 

Viewers also liked

Membuka pintu (yang) terkunci
Membuka pintu (yang) terkunciMembuka pintu (yang) terkunci
Membuka pintu (yang) terkunciMuhsin Hariyanto
 
Kerlap kerlip 114 : Doa dan kekuatan Doa
Kerlap kerlip 114 : Doa dan kekuatan Doa Kerlap kerlip 114 : Doa dan kekuatan Doa
Kerlap kerlip 114 : Doa dan kekuatan Doa Pelnap GPdI Ketapang
 
Ppt dzikir dan doa setelah sholat
Ppt dzikir dan doa setelah sholatPpt dzikir dan doa setelah sholat
Ppt dzikir dan doa setelah sholatasnifuroida03
 
Wonderstruck: Awaken to the Nearness of God
Wonderstruck: Awaken to the Nearness of GodWonderstruck: Awaken to the Nearness of God
Wonderstruck: Awaken to the Nearness of GodJohan Setiawan
 
Jurus jitu mendidik anak
Jurus jitu mendidik anakJurus jitu mendidik anak
Jurus jitu mendidik anakIlham Ismail
 
Naskah drama 5 orang tentang persahabatan
Naskah drama 5 orang tentang persahabatanNaskah drama 5 orang tentang persahabatan
Naskah drama 5 orang tentang persahabatanagung hanafi
 
Takabur (teks drama agama islam)
Takabur (teks drama agama islam)Takabur (teks drama agama islam)
Takabur (teks drama agama islam)Azizahluthfi
 
Chapter 7 motivation and emotion 1
Chapter 7 motivation and emotion 1Chapter 7 motivation and emotion 1
Chapter 7 motivation and emotion 1candyvdv
 
Contoh animasi power point
Contoh animasi power pointContoh animasi power point
Contoh animasi power pointWatur Lita
 
Psychology: Motivation And Emotion
Psychology: Motivation And EmotionPsychology: Motivation And Emotion
Psychology: Motivation And Emotionit's me JoelMiano
 

Viewers also liked (20)

Pengorbanan orangtua untuk anak
Pengorbanan orangtua untuk anakPengorbanan orangtua untuk anak
Pengorbanan orangtua untuk anak
 
Membuka pintu (yang) terkunci
Membuka pintu (yang) terkunciMembuka pintu (yang) terkunci
Membuka pintu (yang) terkunci
 
Kerlap kerlip 114 : Doa dan kekuatan Doa
Kerlap kerlip 114 : Doa dan kekuatan Doa Kerlap kerlip 114 : Doa dan kekuatan Doa
Kerlap kerlip 114 : Doa dan kekuatan Doa
 
Drama malin kundang
Drama malin kundangDrama malin kundang
Drama malin kundang
 
Kepedulian sosial dalam islam
Kepedulian sosial dalam islamKepedulian sosial dalam islam
Kepedulian sosial dalam islam
 
Dzikir dan doa
Dzikir dan doaDzikir dan doa
Dzikir dan doa
 
Ilmu Tauhid
Ilmu TauhidIlmu Tauhid
Ilmu Tauhid
 
Konsep tabaruk
Konsep tabarukKonsep tabaruk
Konsep tabaruk
 
Ppt dzikir dan doa setelah sholat
Ppt dzikir dan doa setelah sholatPpt dzikir dan doa setelah sholat
Ppt dzikir dan doa setelah sholat
 
Wonderstruck: Awaken to the Nearness of God
Wonderstruck: Awaken to the Nearness of GodWonderstruck: Awaken to the Nearness of God
Wonderstruck: Awaken to the Nearness of God
 
Apa itu Doa?
Apa itu Doa?Apa itu Doa?
Apa itu Doa?
 
Jurus jitu mendidik anak
Jurus jitu mendidik anakJurus jitu mendidik anak
Jurus jitu mendidik anak
 
Naskah drama 5 orang tentang persahabatan
Naskah drama 5 orang tentang persahabatanNaskah drama 5 orang tentang persahabatan
Naskah drama 5 orang tentang persahabatan
 
Takabur (teks drama agama islam)
Takabur (teks drama agama islam)Takabur (teks drama agama islam)
Takabur (teks drama agama islam)
 
Chapter 7 motivation and emotion 1
Chapter 7 motivation and emotion 1Chapter 7 motivation and emotion 1
Chapter 7 motivation and emotion 1
 
Naskah drama 5 orang tema persahabatan
Naskah drama 5 orang tema persahabatanNaskah drama 5 orang tema persahabatan
Naskah drama 5 orang tema persahabatan
 
Contoh animasi power point
Contoh animasi power pointContoh animasi power point
Contoh animasi power point
 
Ajaibnya doa
Ajaibnya doa  Ajaibnya doa
Ajaibnya doa
 
Ppt agama islam
Ppt agama islamPpt agama islam
Ppt agama islam
 
Psychology: Motivation And Emotion
Psychology: Motivation And EmotionPsychology: Motivation And Emotion
Psychology: Motivation And Emotion
 

Similar to Selamat Jalan Isteriku, Engkau Layak Atas Karunia Syahid itu

Akhirnya ku temukan kebenaran
Akhirnya ku temukan kebenaranAkhirnya ku temukan kebenaran
Akhirnya ku temukan kebenaranIksandd Thinky
 
Teruntuk dikau
Teruntuk dikauTeruntuk dikau
Teruntuk dikauAnwar Udin
 
Aku menggugat akhwat dan ikhwan
Aku menggugat akhwat dan ikhwanAku menggugat akhwat dan ikhwan
Aku menggugat akhwat dan ikhwanIwan Kusuma
 
Aku tidak lebih dulu ke surga
Aku tidak lebih dulu ke surgaAku tidak lebih dulu ke surga
Aku tidak lebih dulu ke surgaDeddy Sussantho
 
Kisah nyata seorang muallaf
Kisah nyata seorang muallafKisah nyata seorang muallaf
Kisah nyata seorang muallafErsan Sabiyl
 
Aku tidak lebih dulu ke surga
Aku tidak lebih dulu ke surgaAku tidak lebih dulu ke surga
Aku tidak lebih dulu ke surgaedison1958
 
Menyambung cerita
Menyambung ceritaMenyambung cerita
Menyambung ceritasairee
 
Ice breaking reflektif aku tidak lebih dulu ke surga
Ice breaking reflektif aku tidak lebih dulu ke surgaIce breaking reflektif aku tidak lebih dulu ke surga
Ice breaking reflektif aku tidak lebih dulu ke surgaImtitsal Aulia
 
Aku tidak-lebih-dulu-ke-surga
Aku tidak-lebih-dulu-ke-surgaAku tidak-lebih-dulu-ke-surga
Aku tidak-lebih-dulu-ke-surgaRatna Maula
 
Aku tidak-lebih-dulu-ke-surga
Aku tidak-lebih-dulu-ke-surgaAku tidak-lebih-dulu-ke-surga
Aku tidak-lebih-dulu-ke-surgaviendra84
 
Aku tidak-lebih-dulu-ke-surga
Aku tidak-lebih-dulu-ke-surgaAku tidak-lebih-dulu-ke-surga
Aku tidak-lebih-dulu-ke-surgatatautamiayu
 
Aku tidak-lebih-dulu-ke-surga
Aku tidak-lebih-dulu-ke-surgaAku tidak-lebih-dulu-ke-surga
Aku tidak-lebih-dulu-ke-surgaTotok Darwoto
 
Aku dan surga
Aku dan surgaAku dan surga
Aku dan surgacentronet
 
Aku dan surga
Aku dan surgaAku dan surga
Aku dan surgarofieq
 

Similar to Selamat Jalan Isteriku, Engkau Layak Atas Karunia Syahid itu (20)

Akhirnya ku temukan kebenaran
Akhirnya ku temukan kebenaranAkhirnya ku temukan kebenaran
Akhirnya ku temukan kebenaran
 
Teruntuk dikau
Teruntuk dikauTeruntuk dikau
Teruntuk dikau
 
Aku menggugat akhwat dan ikhwan
Aku menggugat akhwat dan ikhwanAku menggugat akhwat dan ikhwan
Aku menggugat akhwat dan ikhwan
 
Aku menggugat akhwat dan ikhwan
Aku menggugat akhwat dan ikhwanAku menggugat akhwat dan ikhwan
Aku menggugat akhwat dan ikhwan
 
Aku tidak lebih dulu ke surga
Aku tidak lebih dulu ke surgaAku tidak lebih dulu ke surga
Aku tidak lebih dulu ke surga
 
Kisah nyata seorang muallaf
Kisah nyata seorang muallafKisah nyata seorang muallaf
Kisah nyata seorang muallaf
 
Aku tidak lebih dulu ke surga
Aku tidak lebih dulu ke surgaAku tidak lebih dulu ke surga
Aku tidak lebih dulu ke surga
 
Menyambung cerita
Menyambung ceritaMenyambung cerita
Menyambung cerita
 
Ice breaking reflektif aku tidak lebih dulu ke surga
Ice breaking reflektif aku tidak lebih dulu ke surgaIce breaking reflektif aku tidak lebih dulu ke surga
Ice breaking reflektif aku tidak lebih dulu ke surga
 
Aku tidak-lebih-dulu-ke-surga
Aku tidak-lebih-dulu-ke-surgaAku tidak-lebih-dulu-ke-surga
Aku tidak-lebih-dulu-ke-surga
 
Aku tidak-lebih-dulu-ke-surga
Aku tidak-lebih-dulu-ke-surgaAku tidak-lebih-dulu-ke-surga
Aku tidak-lebih-dulu-ke-surga
 
Aku dan surga
Aku dan surgaAku dan surga
Aku dan surga
 
Aku tidak-lebih-dulu-ke-surga
Aku tidak-lebih-dulu-ke-surgaAku tidak-lebih-dulu-ke-surga
Aku tidak-lebih-dulu-ke-surga
 
Aku tidak-lebih-dulu-ke-surga
Aku tidak-lebih-dulu-ke-surgaAku tidak-lebih-dulu-ke-surga
Aku tidak-lebih-dulu-ke-surga
 
Kelompok borobudur
Kelompok  borobudurKelompok  borobudur
Kelompok borobudur
 
Ice breaking reflektif_aku_
Ice breaking reflektif_aku_Ice breaking reflektif_aku_
Ice breaking reflektif_aku_
 
Aku dan surga
Aku dan surgaAku dan surga
Aku dan surga
 
"Aku menggugat akhwat dan ikhwan"
"Aku menggugat akhwat dan ikhwan""Aku menggugat akhwat dan ikhwan"
"Aku menggugat akhwat dan ikhwan"
 
Aku dan surga
Aku dan surgaAku dan surga
Aku dan surga
 
Aku dan surga
Aku dan surgaAku dan surga
Aku dan surga
 

More from Bambang Dhoni

Menilai peradaban islam melalui etika cara makan islam
Menilai peradaban islam melalui etika cara makan islamMenilai peradaban islam melalui etika cara makan islam
Menilai peradaban islam melalui etika cara makan islamBambang Dhoni
 
Berdakwah melalui Internet / Media Sosial
Berdakwah melalui Internet / Media SosialBerdakwah melalui Internet / Media Sosial
Berdakwah melalui Internet / Media SosialBambang Dhoni
 
Nahnu qoumun amaliyun
Nahnu qoumun amaliyunNahnu qoumun amaliyun
Nahnu qoumun amaliyunBambang Dhoni
 
hubungan dengan Allah
hubungan dengan Allahhubungan dengan Allah
hubungan dengan AllahBambang Dhoni
 

More from Bambang Dhoni (6)

Menilai peradaban islam melalui etika cara makan islam
Menilai peradaban islam melalui etika cara makan islamMenilai peradaban islam melalui etika cara makan islam
Menilai peradaban islam melalui etika cara makan islam
 
Berdakwah melalui Internet / Media Sosial
Berdakwah melalui Internet / Media SosialBerdakwah melalui Internet / Media Sosial
Berdakwah melalui Internet / Media Sosial
 
Dzikrullah
DzikrullahDzikrullah
Dzikrullah
 
Nahnu qoumun amaliyun
Nahnu qoumun amaliyunNahnu qoumun amaliyun
Nahnu qoumun amaliyun
 
Potensi Pemuda
Potensi PemudaPotensi Pemuda
Potensi Pemuda
 
hubungan dengan Allah
hubungan dengan Allahhubungan dengan Allah
hubungan dengan Allah
 

Selamat Jalan Isteriku, Engkau Layak Atas Karunia Syahid itu

  • 1. Selamat Jalan Isteriku, Engkau Layak Atas Karunia Syahid itu... Minggu, 13 Januari 2013 17 tahun yang lalu, saat masih aktif menjadi penulis buletin dakwah, aku membaca nama pelanggan yang memesan buletin tersebut. Hj. Robiatul Adawiyah, pasti wanita yang sudah tua. Sudah naik haji dan namanya jadul sekali. “Akhi, seperti apa sih ibu Robiatul ini,” tanyaku kepada Pak Marjani yang bertugas mengantar buletin. ”Ndak tahu, nggak pernah ketemu, yang saya tahu dia pesan buletin itu untuk dikirim via bis ke Kotabangun”. Wah wanita yang mulia, mau menyisihkan uang untuk berdakwah kepada masyarakat di hulu sungai Mahakam. Tak lama kemudian setelah kita menikah, Buletin Ad Dakwah dari Yayasan Al Ishlah Samarinda diantar ke rumah. Ternyata wanita mulia tersebut adalah engkau istriku, bukan wanita tua seperti yang kukira. Melainkan mahasiswi yang aktif mengajar di Taman Al Quran. Istriku, beruntung aku dapat memilikimu. Sudah beberapa pemuda kaya yang mencoba mendekatimu tetapi selalu kau tolak. Kelembutanmu dan kedudukanmu sebagai putri seorang ulama besar menjadi magnet bagi para pria yang ingin memiliki istri sholehah. Kamu beralasan belum ingin menikah karena mau konsentrasi kuliah. Padahal alasan utamanya adalah kamu masih ragu dengan kesholehan mereka. Ketika Ustadzah Purwinahyu merekomendasikan diriku, tanpa banyak tanya kau langsung menerimaku. Hanya karena aku aktif ikut pengajian kau mau menerimaku, tanpa peduli berapa penghasilanku. Istriku, semua orang mengakui bahwa kau wanita yang tangguh. Jarang seorang wanita bercita-cita memiliki delapan anak sepertimu. Melihatmu seperti melihat wanita Palestina yang berada di Indonesia. Jika bertemu dengan Ustadz Hadi Mulyadi, suami mba Erni ustadzahmu, pasti pertanyaan pertama kepadaku adalah, “ Berapa sekarang anakmu?”. Sering orang bertanya kepadaku, “ Gimana caranya ngurus anak sebanyak itu?” Mudah, rahasianya adalah menikahi wanita yang tangguh sepertimu. Kehangatanmu membuat anak-anak kita merasa nyaman di dekatmu. Di saat kau lelah sepulang dari mengisi halaqoh atau ta’lim mereka segera menyambutmu dan melepaskan kekangenan mereka. Kadang lucu melihat mereka membuntuti kemana kamu pergi. Kamu ke dapur mereka bergerombol di sekitarmu, pindah ke ruang tamu, pindah pula mereka ke ruang tamu. Masuk ke kamar, berbondong-bondong mereka ke kamar. Sampai ada anak yang selalu memegang-megang bajumu dan kamu berkomentar,” Nih anak kayak prangko aja, nempeeel terus.” Jangan salahkan mereka, akupun memiliki perasaan yang sama dengan mereka.
  • 2. Kadang jika cintaku meluap aku berkata padamu, ”Bener nih kamu ndak nyantet aku? Aku kok bisa tergila-gila begini sama kamu?” Kamu tersenyum dan berkata, "cinta Umi ke Abi lebih besar dari cinta Abi ke Umi, Abi aja yang ndak tahu.” Rasulullah bersabda, "Nikahilah perempuan yang penyayang dan dapat mempunyai anak banyak karena sesungguhnya aku akan berbangga dengan sebab banyaknya kamu dihadapan para Nabi nanti pada hari kiamat” (HR. Ahmad). Sungguh aku merasa telah mendapatkan segalanya dengan kau di sisiku. Kepribadianmu yang mudah bergaul menjadikanmu disenangi oleh banyak orang. Kamal berkata, “Umi terkenal banget di sekolah. Aku, Mba Aisyah, Mas Nashih, Hamidah, Hilma ini terkenal di sekolah karena anak Umi. Guru-guru kenal kami karena kami anak umi.” Aku ingat perjuanganmu menggalang beberapa orang tua murid ke kantor diknas untuk meminta tambahan kelas agar anak kita yang terlalu muda bisa diterima sekolah. Akhirnya SDN 006 Balikpapan mendapat tambahan kelas dan anak kita bisa bersekolah di sana. Seharusnya aku yang melakukan hal itu, bukan kamu. Aku terpesona dengan caramu menjalin silaturahim dengan keluarga besarmu. Ketika kita pindah ke Balikpapan, sering kakak-kakakmu menelpon menanyakan kapan liburan ke Samarinda. Mereka rindu kepadamu. Kakakmu KH. Fachrudin, seringkali menelpon, "Kita mau ngadain acara ini, kamu ke Samarinda kah?” Sya’rani, kakakmu yang sering bepergian ke Jawa, ketika mendarat di Balikpapan pun sering berkata, "Baru dari Jawa, mau ikut saya sekalian naik mobil ke Samarinda?” Keponakan-keponakanmu pun sering bertanya, “Acil Robiah kapan ke Samarinda?” Jika kita liburan ke Samarinda, maka kemeriahan meledak begitu mendengar suaramu mengucapkan salam. “Wah, Haji Robiah dari Balikpapan.” Aku kagum dengan semangatmu melaksanakan amanah dakwahmu. Sering kerinduanmu kepada keluargamu tertahan karena ada amanah dakwah yang harus kamu kerjakan. ”Sebenarnya akhir pekan ini keluarga besar kumpul. Ada acara keluarga. Tapi ada halaqoh ini dan majelis talim ini jadi ndak bisa ke Samarinda.” Semoga Allah SWT memasukkanmu ke dalam barisan orang-orang yang berjuang menegakkan agama ini. Kesibukanmu berdakwah memang menyita waktumu. Tapi aku ridho karena kau tetap komitmen untuk mengurus rumah tangga dengan baik. Aku ridho ketika PKS berdiri, kamu bergabung dan berdakwah bersama mereka. Kulihat kau begitu menikmati hidupmu yang mungkin bagi pandangan sebagian orang sangat melelahkan. Kamu juga aktif mengisi kajian Siroh Shahabiyah di Radio IDC FM. Ketika engkau ingin berhenti karena hamil dan mengajukan ustadzah lain, mba Irna yang mengasuh acara menolak dan mengatakan sebaiknya cuti saja dan sementara akan diputar ulang rekaman yang terdahulu. Saya tahu mereka pun telah jatuh cinta kepadamu.
  • 3. Saat Ustadz Cahyadi mengadakan pelatihan keluarga, beliau meminta para peserta menulis tentang pasangannya. Aku terkejut ternyata engkau mengenaliku dengan baik. Engkau tahu makanan yang kusukai dan kubenci, teman-teman yang kuanggap shahabatku, karakter-karakterku, dan teman-teman Halaqohku. Diam-diam engkau memperhatikanku. Terimakasih telah memahami diriku. Pernah kau mengatakan bahwa kau ingin naik haji bersamaku. Aku mengatakan bahwa kamu sudah naik haji sehingga tidak wajib lagi. Kalau aku punya uang aku akan mengajak anak kita naik haji bukan kamu. Kamu berkata, “Aku akan kumpulkan uang daganganku agar bisa naik haji bersamamu.” Kamu pernah bercerita bahwa saking nikmatnya berada di Kota Mekah, kamu pernah berusaha tukar kloter dengan orang lain agar bisa bertahan lebih lama di kota Mekah. Istriku, aku suka dengan caramu berbakti kepadaku. Ketika ustadz Muhadi mengajakku mendirikan SDIT Nurul Fikri Balikpapan kau pun mendukungku. Padahal kau tahu bahwa ini akan kembali mengurangi jatah uang belanja untukmu. Bahkan kau berkata, "Aku akan alihkan infaq-infaq yang selama ini ke lembaga zakat ke Nurul Fikri.” Selama ini kau memang menyisihkan uang transport dari mengisi majelis-majelis ta’lim untuk menunjang dakwahmu. Istriku, aku menikmati sentuhan bibirmu ke pundakku sambil memelukku di saat kita naik motor berdua. Mungkin itu caramu menunjukkan kesetiaanmu. Aku tersanjung dengan gayamu menunjukkan cemburumu. Aku merindukan caramu menegurku jika engkau melihatku lalai dalam urusan agama kita. Aku merasa bahagia saat kau memujiku. Aku merasa hebat ketika engkau bermanja kepadaku. Aku salut dengan kecintaanmu terhadap ilmu. Setiap ada ta’lim yang mendatangkan ustadz yang berkualitas kau berkata, “Harus duluan nih biar dapat duduk di depan.” Sayang, karena begitu banyaknya anakmu terkadang kau terhambat untuk berada di depan. Pernah kau begitu sedih karena tidak dapat menghadiri ta’lim yang diisi DR. Samiun Jazuli. Terlintas di dalam pikiranku, kelak aku akan membiayaimu untuk melanjutkan kuliah S2 agar kau bahagia. Kau juga begitu bersemangat mengikuti tatsqif (Kajian Tsaqofah Islam) yang diadakan oleh PKS. Ketika ada ujian tatsqif, kau berusaha mengerjakan soal-soal tanpa berusaha menyontek. Tiba-tiba kau mendengar peserta ujian yang lain di sebelahmu saling berbisik tentang jawaban soal yang engkau tidak bisa mengerjakannya. Kamu pun menulis jawaban tersebut. Sepulang ke rumah engkau begitu menyesal dan gelisah. Engkau merasa berbuat curang karena mengerjakan soal dari mendengar percakapan orang lain. “Gimana nih Mas, aku sudah nyontek?” tanyamu. Aku jawab sambil bercanda, "Telpon dosennya, minta dicoret jawabanmu yang dapat dari hasil mendengar itu”. Ternyata engkau benar-benar menelpon ustadz Fahrur agar jawaban atas soal
  • 4. tersebut dicoret saja. Itu yang sering kulihat darimu, begitu takut akan dosa-dosamu. Aku bangga padamu istriku. Istriku, hal yang sering membuatku bergetar adalah di saat melihat engkau sholat. Begitu khusyuk dan menjaga adab. Tidak pernah aku melihatmu terburu-buru di dalam sholat. Aku menikmati melihat caramu menghadap Tuhanmu. Selelah apapun dirimu kamu selalu berusaha membaca Quran satu juz perhari. Engkau juga tidak ingin meninggalkan dzikir harianmu. Haru rasanya saat-saat melihatmu tertidur dengan Quran masih berada di tanganmu. Sering aku berangan-angan aku akan membahagiakanmu kelak saat anak-anak sudah besar. Aku akan mengajakmu berjalan-jalan ke kota wisata. Aku akan membelikanmu perhiasan walaupun sekedarnya. Karaktermu yang tidak pernah meminta memang membuatku lalai memperhatikan kebutuhanmu. Bahkan motor pun tidak pernah kubelikan. Motor butut yang kau pakai adalah motor yang memang telah kau bawa dan kau miliki sejak masih gadis. Aku yakin bahwa kebersihan hatimulah yang memancarkan aura persahabatan dari wajahmu. Banyak yang mengatakan kepadaku, ”Beliau adalah tempat saya menyampaikan curhat.” Terkadang kau terlambat pulang dari mengisi pengajian, ketika ku tanya kenapa terlambat, kau menjawab, “Kasihan ada yang pingin curhat, jadi dengerin dia dulu. Semoga Allah segera kasih dia jalan keluar.” Saya yakin mereka curhat kepadamu karena mereka merasakan kebaikanmu. Kamu sering memujiku, “Suami yang pintar”. Kulihat, kamulah yang lebih pintar mengaplikasikan teori ke dalam praktek dunia nyata. Sebenarnya aku banyak belajar darimu. Kamu pintar sekali memulyakan orang lain. Kamu sering memberikan sesuatu kepada tetangga-tetangga kita. Terkadang aku malu karena yang kau berikan adalah hal- hal yang sederhana. “Malu ah ngasih ke tetangga segitu. Nggak level buat mereka.” Ternyata sikap perhatianmu kepada tetangga inilah yang membuat mereka mencintaimu. Kamu mengatakan kepada pembantu kita, “Kumpulkan teman-teman yang lain, nanti saya yang membimbing bacaan Qurannya.” Dengan sabar kamu melatih mereka membaca Quran. Kau pun membelikan peralatan memasak sebagai hadiah kepada mereka yang lulus dan melanjutkan bacaan ke jilid berikutnya. Pernah kau melihat salah seorang diantara mereka sedang berlatih mandiri di rumahnya. Kau berkata, "Bahagianya aku Bi melihat mereka mau melatih bacaan secara mandiri.” Sampai terucap dari mulut pembantu kita,“Bu, saya ini mendapat hidayah dari tangan Ibu lho.” Terkadang aku lupa untuk memberikan uang belanja, ketika kutanya engkau menjawab,”Aku pakai uang daganganku”. Kau kadang membelikanku baju sebagai hadiah ulang tahunku. Aku memang seorang yang berprinsip minimalis, terkadang jika
  • 5. ada barang yang menurutmu harus dibeli, aku mengatakan bahwa itu tidak perlu dibeli, kita da’i tidak usah terlalu mengejar kesempurnaan. Seperti biasa kau pun mengalah dan berkata, "Ya sudah pake uang aku aja.” Ketika engkau mengalami pendarahan saat melahirkan anak kita yang ke delapan, engkau mengalami step. Sungguh hancur hatiku melihatmu menderita. Ketika dokter mengatakan butuh tiga kantung darah, aku segera keluar berlari menuju PMI tanpa sempat mengambil alas kaki. Aku sangat takut kehilangmu. Ketika diberitahu bahwa putra kita telah meninggal, aku sudah tidak peduli lagi, “Tolong selamatkan istri saya dok.” Setelah dioperasi kau sempat tersadar, aku tidak tega untuk mengatakan bahwa putra kita telah meninggal. Aku tidak ingin kau tahu bahwa kandungan yang sangat kau cintai dan sering kau elus-elus dengan penuh cinta telah mendahuluimu. Dokter mengatakan bahwa kondisi sangat kritis, biasanya kondisi ini berakhir dengan kematian. Dengan kesedihan yang terus mengelayuti aku berkata, ”Umi tidak usah ngomong apa-apa, semua abi yang urus, Umi nyebut Allah saja.” Aku berharap seandainya Allah memanggilmu, maka ucapan terakhirmu adalah Allah. Walau tidak ada suara yang kudengar, kulihat mulutmu menyebut nama Allah dua kali. Saat itu aku bernazar, aku punbertawashul dengan segala amalku agar Allah memberikan kesempatan agar engkau masih bisa bersamaku. Dan ternyata anak-anak kita bercerita bahwa saat itu di rumah mereka juga bernazar agar ibu mereka selamat. Dengan sisa harapan yang tersisa di hatiku, aku berusaha membangkitkan semangatmu, ”Cepat sembuh, anak-anak kita menunggumu di rumah.” Engkau mengangguk-angguk. Ternyata Allah SWT sangat mencintaimu. Allah SWT ingin memberimu karunia syahid. Kematianmu karena melahirkan putra kita menunjukkan bahwa Allah ingin memberikan yang terbaik untukmu. Sebagaimana Rasulullah mengatakan bahwa wanita yang mati karena melahirkan termasuk orang-orang yang mati syahid. Seorang shahabatmu, Ustadzah Mahmudah, menelponku, "Mba Robi itu kalau saya perhatikan sangat khusyuk kalau memimpin doa atau mengaminkan doa. Kalau berdoa, saat kalimat wa amitha 'ala syahaadati fii sabiilik (matikanlah jiwa kami dalam syahid di jalan-Mu) sering saya lihat mba Robi meneteskan air mata. Ternyata kita memang tidak boleh meremehkan kekuatan doa.” Pak Emil tetangga kita berkata, ”Saya tidak pernah berinteraksi dengan almarhumah. Hanya istri saya yang bergaul dengannya. Tapi kepergiannya membuat saya merasa kehilangan sampai dua hari”. Mungkin dia shock karena melihat istrinya terguncang. Ustadzah Sujarwati berkata, "Saya mengisi pengajian dekat SMPN 10, mereka bercerita bahwa almarhumah ustadzah Robiah yang merintis majelis ta’lim ini. Mereka semua kemudian menangis karena teringat istri sampeyan.” Banyak yang terkejut dengan kepergianmu. Ada yang baru mendengar kematianmu, datang ke rumah untuk kemudian menangis karena kehilanganmu.
  • 6. Hari kematianmu menjadi saksi atas kesholihanmu. Begitu banyak yang datang untuk memberikan penghormatan kepadamu. Ustadz Muslim mengatakan, "Sahabat-sahabat- nya dari pesantren Al Amin, Madura sudah siap-siap mau beli tiket untuk ke Balikpapan, tapi mendengar jenazah akan di bawa ke Samarinda mereka tidak jadi datang.” Beberapa ustadz datang dari Samarinda. Bahkan Ustadz Masykur Sarmian, Ketua DPW PKS Kaltim pun datang dari Samarinda dan menjadi imam yang mensholatimu. Aku pun melihat ustadz Cahyadi Takariawan, penulis buku dari Yogya, hadir di masjid itu. Mungkin Allah sengaja mengutus orang-orang sholih tersebut untuk mensholatimu dan menyempurnakan pahalamu. Motor-motor memenuhi jalan masuk ke komplek kita. Seseorang dengan heran mengatakan bahwa kemarin kepala kantor meninggal di komplek ini yang datang nggak sebanyak ini. Ini cuma ibu rumah tangga kok banyak banget yang datang. Sesudah disholatkan di masjid Balikpapan, engkaupun dibawa ke Samarinda. Sampai di masjid Ar Raudhah, Aku melihat KH. Mushlihuddin, LC Koordinator Qiroati untuk Kalimantan hadir di sana. Kamu sering berkata bahwa kamu sudah menganggap beliau, guru mu membaca Quran, seperti ayah sendiri. Kecintaanmu kepada Quran membuat kamu mencintai beliau yang selalu komitmen berjuang menegakkan Al Quran di muka bumi. Sering kamu mengatakan bahwa kamu kangen dengan gurumu, ustadz Mushlih. Segera aku meminta beliau untuk menjadi imam sholat jenazah untukmu. Kakakmu, Ibu Mursyidah berkata, ”Kepergiannya persis seperti ayahnya, KH. Abdul Wahab Syahrani. Disholatkan dari masjid ke masjid.” Sebelum meninggal beliau berwashiat untuk dikuburkan di Kotabangun. Karena washiat itu beliau disholatkan di tiga masjid di tiga kota oleh murid-murid beliau. Pertama disholatkan di Islamic Centre Samarinda, kemudian disambut oleh Bupati Kutai Kartanegara (Beliau adalah Ketua Majelis Ulama Indonesia Kab. Kukar) dan disholatkan di masjid agung Tenggarong, kemudian disholatkan kembali oleh murid-murid beliau di masjid Kotabangun. Dengan lelehan airmata aku ikut memandikanmu, mengangkatmu, memasukanmu ke liang lahat. Seseorang berkata, "Antum duduk saja biar yang lain saja.” Tidak, Aku tidak mau kehilangan kesempatan ini. Aku sudah kehilangan kesempatan membahagiakanmu di dunia. Aku sudah kehilangan kesempatan membalas dengan baik pelayananmu kepadaku. Biarlah hari ini aku melayanimu walaupun sekedar mengurus jasadmu. Terimakasih istriku, selama hidupmu kau selalu berusaha tidak merepotkanku. Ketika aku ke bengkel untuk menambal ban, aku mengabarkan kematianmu dan memohon doa untukmu. Tukang tambal ban, mendoakannya dan berkata, "Istri sampeyan sering ke sini sendiri, menuntun sepeda motor untuk menambal ban, atau kadang ganti ban motor”. Sekuat tenaga ku tahan airmataku. Aku tahu sebenarnya itu adalah tugasku. Kubayangkan adakah wanita lain yang mau menuntun motor ke bengkel untuk menambal ban karena tidak ingin merepotkan suaminya.
  • 7. Mungkin kamu saat ini telah tersenyum bahagia bercanda bersama Abdullah, putra kita. Mungkin kamu sudah bertemu dengan ayah ibumu yang sangat kamu cintai. Walaupun aku betul-betul kehilanganmu, aku tahu bahwa karunia syahid yang Allah SWT berikan kepadamu adalah yang terbaik untukmu. Istriku, aku menulis ini untuk menumpahkan rindu yang bergejolak di hatiku. Aku juga berharap agar orang yang membacanya mau meringankan lidahnya untuk mendoakanmu. Aku berharap tulisan ini dapat membalas jasamu kepadaku. Sungguh betapa lambatnya hari-hari berlalu tanpamu. Ingin rasanya aku segera masuk ke surga agar dapat bertemu kembali denganmu. Selamat jalan Khadijahku..... Balikpapan, hari ke sembilan belas tanpamu di sisiku Yang bersyukur mendapatkanmu Suamimu, Abu Muhammad