SlideShare a Scribd company logo
1 of 44
Download to read offline
ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN
PELARANGAN EKSPOR RAW MATERIAL
TAMBANG DAN MINERAL
Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan
Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri
Jakarta – 2013
i
KATA PENGANTAR
Tambang dan Mineral merupakan sumber daya alam yang tidak terbarukan
(non renewable) yang dikuasai oleh negara dan pemanfaatanya digunakan untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Oleh karena itu, pengelolaan tambang dan
mineral harus memberi nilai tambah bagi perekonomian nasional.
Terkait hal tersebut, pemerintah senantiasa terus melakukan upaya-upaya
untuk mendorong para pelaku usaha agar terus berbenah diri dan melakukan
terobosan-terobosan sehingga dapat mendongkrak nilai tambah tambang dan
mineral Indonesia ke posisi yang dapat mensejahterakan rakyat dan menentukan
bagi perdagangan tambang dan mineral dunia. Niat baik pemerintah dalam upaya
mendorong para pelaku usaha dimaksud, tertuang didalam Undang-undang No. 4
Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba), dimana materi
pokok yang terkandung didalam UU ini mengatur penghiliran hasil tambang mineral
dan batubara dan melarang ekspor bahan mentah hingga tahun 2014.
Sebagai pelaksanaan UU No 4 tahun 2009 tersebut, pemerintah kamudian
menerbitkan PP No 23 tahun 2010 yang telah diubah dengan PP No 24 tahun 2012
tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan Mineral dan Batubara. Beberapa
peraturan terkait lainya yaitu Peraturan Menteri ESDM No. 7 Tahun 2012 yang
disempurnakan dengan Permen ESDM No 11 tahun 2012 dan terakhir adalah
Permen ESDM No. 20 Tahun 2013 tentang Perubahan kedua atas peraturan Menteri
ESDM No 7 Tahun 2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral melalui kegiatan
Pengelolaan dan Pemurnian Mineral, Permendag No 52/M-DAG/per/8/ 2012 tentang
perubahan atas Permendag No. 29/M-DAG/per/5 /20l2 tentang ketentuan ekspor
produk pertambangan dan Permenkeu No. 128/pmk.011/2013 tentang perubahan
atas peraturan menteri keuangan nomor 75/pmk.011/2012 tentang penetapan
barang ekspor yang dikenakan bea keluar dan tarif bea keluar
Tujuan kajian singkat ini adalah untuk mengetahui seberapa besar dampak
kehilangan ekspor pertambangan Indonesia atas diterapkan kebijakan pelarangan
ii
ekspor raw material tambang dan mineral yang rencananya akan ditetapkan awal
tahun 2014.
Disadari bahwa kajian ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
diharapkan sumbangan pemikiran dari para pembaca sebagai bahan
penyempurnaan. Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak, yang secara langsung dan tidak langsung telah membantu penyelesaian
kajian ini. Semoga laporan hasil Analisis Dampak Kebijakan Pelarangan Ekspor Raw
Material Tambang dan Mineral ini bermanfaat.
Jakarta, Oktober 2012
Tim Pengkaji
iii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI iii
DAFTAR TABEL iv
DAFTAR GAMBAR v
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan dan Output Kajian 2
1.3 Ruang Lingkup Kajian 3
1.4 Metodologi Kajian 3
BAB II POTENDI DAN KEBIJAKAN 4
2.1 Sekilas Keberadaan Tambang dan Mineral di Indonesia 4
2.2 Daya Saing Industri Pertambangan Indonesia 10
2.3 Kebijakan Terkait Dengan Tambang dan Mineral 15
2.4 Pemasaran 18
BAB III ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN PELARANGAN EKSPOR RAW MATERIAL
TAMBANG DAN MINERAL
24
BAB IV PENUTUP 35
A. Simpulan 35
B. Rekomendasi 35
DAFTAR PUSTAKA 36
iv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2. 1
Keadaan Beberapa Sumber Daya dan Cadangan Tambang dan
Mineral di Indonesia Tahun 2011 7
Tabel 2. 2 Produksi Tambang dan Mineral Indonesia Tahun 2011 7
Tabel 2. 3
Fasilitas Pengolahan dan Pemurnian Yang Beroperasi Pada Tahun
2014
8
Tabel 2. 4 Sepuluh produsen terbesar nikel olahan pada tahun 2010 14
Tabel 2.5 Data Produksi dan Penjualan Mineral 20
Tabel 2. 6 Impor Produk Pertambangan Tahun 2008 - 2012 23
Tabel 3. 1 Produksi Barang Tambang dan Mineral Tahun 1996 - 2011 26
Tabel 3. 2 Estimasi Ekspor Tambang dan Mineral 33
v
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2. 1 Ekspor Non Migas Berdasarkan Sektor Periode Januari – Agustus
2013
21
Gambar 2. 2 Perkembangan Ekspor Bijih Alumunium dan Nikel Tahun 2008 -
2013
22
Gambar 3. 1 Rekapitulasi Progres Pembangunan Smelter 28
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tambang dan Mineral merupakan sumber daya alam yang tidak terbarukan (non
renewable) yang dikuasai oleh negara dan pemanfaatanya digunakan untuk sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat. Oleh karena itu, pengelolaan tambang dan mineral harus
memberi nilai tambah bagi perekonomian nasional. Untuk mencapai hal dimaksud,
pengelolaan pertambangan mineral harus berazazkan kepada manfaat, keadilan dan
keseimbangan serta keberpihakan kepada kepentingan bangsa dan negara.
Sejalan dengan hal tersebut, pemerintah senantiasa terus melakukan upaya-upaya
untuk mendorong para pelaku usaha agar terus berbenah diri dan melakukan terobosan-
terobosan sehingga dapat mendongkrak nilai tambah tambang dan mineral Indonesia ke
posisi yang dapat mensejahterakan rakyat dan menentukan bagi perdagangan tambang
dan mineral dunia. Niat baik pemerintah dalam mendorong para pelaku usaha untuk
peningkatan nilai tambah tambang dan mineral dimaksud, sebagaimana tertuang didalam
Undang-undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba),
dimana didalam UU tersebut telah mengatur tentang kewajiban pengolahan dan
pemurnian tambang dan mineral yang diberlakukan selambat-lambatnya 5 (lima) tahun
sejak UU dimaksud diundangkan pada tanggal 12 Januari 2009 sehingga pemberlakukan
pengolahan dan pemurnian tambang dan mineral jatuh pada bulan Januari 2014. Sebagai
akibat dari diundangkan UU No 4 Tahun 2009 tersebut, secara nasional telah terjadi
peningkatan ekspor bijih mineral secara besar-besaran dalam periode 3 tahun terakhir.
Dalam rangka pengendalian ekspor bijih mieral dan mendorong industry hilir,
pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No 23 tahun 2010 yang telah
diubah dengan PP No 24 tahun 2012 tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan
Mineral dan Batubara. Selanjutnya dikeluarkan beberapa peraturan terkait seperti
Peraturan Menteri ESDM No. 7 Tahun 2012 yang kemudian disempurnakan dengan
2
Permen ESDM No 11 tahun 2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral melalui
kegiatan Pengelolaan dan Pemurnian Mineral (smelter), dimana materi pokok yang
terkandung didalamnya menyebutkan bahwa perusahaan pertambangan dapat melakukan
ekspor bijih (ores) mineral ke luar negeri sebelum tahun 2004 apabila telah mendapatkan
rekomendasi dari Menteri ESDM. Peraturan terkait lainya yang telah diterbitkan dalam
rangka menunjang pelaksanaan UU Minerba tersebut, adalah Permendag No 29 tahun
2012 tentang ketentuan ekspor produk pertambangan dan Permenkeu No. 75 Tahun 2012
tentang Penetapan Barang yang dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar.
Berkaitan dengan berbagai permasalahan tersebut, dan berdasarkan Surat
Permintaan Kerjasama kajian tambang dan mineral dari Direktorat Eskpor Industri dan
Pertambangan (Ditjen Daglu) Nomor: 1022/DAGLU.3.4/ND/8/2013 tertanggal 13 Agustus
2013, maka Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri akan melakukan evaluasi terhadap
dampak kebijakan dimaksud, terutama yang berkaitan dengan pelarangan ekspor dalam
bentuk bijih (raw material atau ores) atas komoditi Tambang dan Mineral yang akan
diberlakukan pada bulan Januari 2014.
1.2. Tujuan dan Output Kajian
Tujuan dan output yang dingin dicapai dalam kegiatan analisis ini adalah sebagai
berikut :
1. Tujuan kajian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar dampak sebagai akibat
pemberlakuan kebijakan pelarangan ekspor Tambang dan Mineral dalam bentuk bijih
(raw material atau ores).
2. Output dari kajian ini adalah hasil analisis terhadap dampak akibat diberlakukan
penerapan pelarangan ekspor atas komoditi Tambang dan Mineral dalam bentuk bijih
(raw material atau ore).
3
1.3. Ruang Lingkup Kajian
Agar dapat mencapai hasil yang sesuai maksud dan tujuan yang diharapkan, maka
ruang lingkup yang dikaji dalam analisis ini dibatasi sebagai berikut:
1. Ruang lingkup kajian ini adalah hanya membahas mengenai dampak akibat diberlakukan
kebijakan pelarangan ekspor atas komoditi Tambang dan Mineral dalam bentuk bijih (raw
material atau ore).
2. Daerah Survei dalam kajian ini dibatatasi hanya di Propinsi Banten mengingat lokasi
beberapa industri pengolahan tambang dan mineral ada di wilayah tersebut, seperti PT.
Krakatau Posco, PT. Indo Ferro, PT. Century Metalindo dan lain-lainya.
1.4. Metodologi Kajian
1. Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam kajian terdiri dari data sekunder dan data primer. Data
sekunder yang dikumpulkan dalam kajian ini diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS),
Kementerian Perindustrian, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan
Kementerian Perdagangan. Sementara itu, data primer diperoleh dari hasil survai di
lapangan dengan cara melakukan pengumpulan data dan wawancara langsung kepada
responden.
2. Alat Analisa
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dan
kuantitatif, yaitu penelitian yang didasarkan atas data sekunder, jurnal, artikel dan literatur
yang berhubungan dengan permasalahan penelitian melalui transaksi antar sektor baik
dalam bentuk input maupun output dalam proses produksi dapat terlihat kontribusi,
dampak pengganda dan tingkat keterkaitan hubungan antara sektor pertambangan dengan
sektor ekonomi lainnya. Analisis yang digunakan pada kajian ini adalah analisis deskriptif
dengan tujuan untuk memaparkan hasil temuan berupa data dan informasi baik yang
sifatnya kualitatif maupun kuantitatif.
4
BAB II
POTENSI DAN KEBIJAKAN
2.1. Sekilas Keberadaan Tambang dan Mineral di Indonesia
Pasal 33 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 mengamanatkan bahwa bumi, air dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan
sebesar-besar untuk kemakmuran rakyat. Amanat UUD 1945 ini merupakan landasan
pembangunan pertambangan dan energi untuk memanfaatkan potensi kekayaan
sumberdaya alam mineral dan energi yang dimiliki secara optimal dalam mendukung
pembangunan nasional yang berkelanjutan.
Tambang, mineral dan batubara yang terkandung dalam wilayah hukum
pertambangan Indonesia merupakan kekayaan alam tak terbarukan sebagai karunia Tuhan
Yang Maha Esa yang mempunyai peranan penting dalam memenuhi hajat hidup orang
banyak. Oleh karena itu, pengelolaannya harus dikuasai oleh Negara untuk member nilai
tambah secara nyata bagi perekonomian nasional dalam usaha mencapai kemakmuran dan
kesejahteraan rakyat secara berkeadilan.
Pertambangan adalah suatu kegiatan pengambilan endapan bahan galian berharga
dan bernilai ekonomis dari dalam kulit bumi, baik secara mekanis dan manual pada
permukaan bumi, dibawah permukaan bumi air. Pemerintah Republik Indonesia melalui
Peraturan Pemerintahan No 27 tahun 1980 membagi bahan galian menjadi 3 golongan
yaitu :
1. Bahan galian strategis disebut bahan galian golongan A terdiri dari : minyak bumi,
bitumen cair, lilin beku, gas alam, bitumen padat, aspal, antrasit, batu bara muda,
uranium radium, thorium bahan galian radioaktif lainnya, nikel, kobalt, timah.
2. Bahan galian vital disebut pula sebagai bahan galian golongan B terdiri dari besi,
molibden, khrom, wolfram, vanidium, titan, bauksit, tembaga, timbal, seng, emas,
platina, perak, air raksa, arsen, antimon, bismut, ytrium, rhutenium, cerium, dan logam-
5
logam langka lainnya, berilium, korundum, zirkon, kristal kuasa, kriolit, fluorspar, barit,
yodium, brom, klhor, belerang.
3. Bahan galian non strategis dan non vital, disebut pula sebagai bahan galian golongan C.
Terdiri dari : nitral, nitrit, fosfat, garam batu (halit), asbes, talk, mika, grafit,magnesit,
yarosit, leusit, tawas (alum), oker, batu permata, batu setengah permata, pasir kuarsa,
kaolin, feldspar, gipsum, bentonit, tanah diatomea, tanah serap (fuller earth), batu
apung, trass, obsidian, marmer, batu tulis, batu kapur, dolomit, kalsit, granit, andesit,
basalt, trakhit, tanah liat, pasir, sepanjang tidak mengandung unsur-unsur mineral
golongan A maupun golongan B dalam skala yang berarti dari segi ekonomi
pertambangan.
Penggolongan bahan galian di atas tidak terlepas dari Undang-Undang Pokok
Pertambangan 1967 yang menegaskan bahwa penggolongan bahan galian didasarkan pada
peranannya yang berbeda terhadap bangsa dan negara. Golongan A adalah mineral yang
sangat penting bagi perekonomian negara karena mendatangkan devisa yang relatif besar.
Golongan B adalah mineral yang menyangkut hajat hidup orang banyak, sedangkan
golongan C adalah mineral yang diperlukan untuk bahan industri atau bangunan.
Saat ini kegiatan pertambangan yang lebih dikenal adalah pertambangan untuk
komoditas mineral logam antara lain: emas, tembaga, nikel, bauksit dan batubara. Selain
komoditas mineral utama dan batubara ini, komoditas batuan memiliki peran yang sama
pentingnya terutama dalam memberikan dukungan material untuk pembangunan
infrastruktur antara lain: pendirian sarana infrastruktur jalan, pembangunan perumahan,
dan gedung perkantoran. Terminologi bahan galian golongan C yang sebelumnya diatur
dalam UU No 11 Tahun 1967 telah diubah berdasarkan UU No 4 Tahun 2009, menjadi
batuan, sehingga penggunaan istilah bahan galian golongan C sudah tidak tepat lagi dan
diganti menjadi batuan.
Kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara yang merupakan kegiatan usaha
pertambangan di luar panas bumi, minyak dan gas bumi serta air tanah mempunyai
peranan penting dalam memberikan nilai tambah secara nyata kepada pertumbuhan
ekonomi nasional dan pembangunan daerah secara berkelanjutan.
6
Sementara itu, berdasarkan kriteria komoditas tambang mineral yang dapat
ditingkatkan nilai tambahnya dapat diklasifikasikan ke dalam 3 (tiga) golongan, yaitu
mineral logam, mineral bukan logam dan batuan. Uraian masing-masing jenis komoditas
tambang mineral tersebut adalah sebagai berikut:
1. Kelompok mineral logam merupakan jenis komoditas tambang mineral logam antara
lain berupa bijih: tembaga, emas, perak, timah, timbal dan seng, kromium,
molibdenum, platinum group metal, bauksit, bijih besai, pasir besi, nikel, kobalt,
mangan dan antimon.
2. Kelompok mineral bukan logam terdiri dari berbagai jenis komoditi tambang mineral
bukan logam yang meliputi: kalsit (batu kapur/gamping), feldspar, kaolin, bentonit,
zeolit, silica, zircon dan Intan.
3. Adapun kelompok batuan merupakan jenis komoditas tambang batuan, antara lain:
Toseki, Marmer, Onik, Perlit, Slate (batu sabak), Granit, Granodiorit, Gabro, Peridotit,
Basalt, Opal, Kalsedon, Chert (rijang), Jasper, Krisoprase, Garnet, Giok, Agat dan
Topas.
Lokasi sumber daya tambang mineral tersebut, tersebar di beberapa daerah di
Indonesia, baik di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara Barat, Nusa
Tenggara Timur, Papua maupun di daerah lainnya. Mengenai sumber daya, cadangan
maupun produksi beberapa jenis tambang dan mineral di Indonesia pada tahun 2011 dapat
dilihat pada tabel di bawah ini:
7
Tabel 2.1. Keadaan Beberapa Sumber daya dan Cadangan Tambang dan Mineral di
Indonesia Tahun 2011 (dalam juta ton bijih)
No Komoditas Sumber Daya Cadangan
1. Tembaga 4.925 4.161
2. Bauksit 551 180
3. Nikel 2.633 577
4. Pasir Besi 1.649 5
5. Besi Laterit 1.462 106
6. Besi Primer 563 30
7. Besi Sedimen 18 -
8. Mangan 11 4
9. Emas Alluvial 1.455 17
10. Emas Primer 5.386 4.231
11. Perak 3.406 4.104
12. Seng 577 7
13. Timah 354 0,7
14. Timbal 363 1,6
Sumber: Badan Geologi, Kementerian ESDM
Tabel 2.2. Produksi Tambang dan Mineral di Indonesia Tahun 2011
No Produksi
Tahun
2008 2009 2010 2011 2012
1 Logam Tembaga (ribu ton) 655 999.2 878.3 543 447.5
2 Emas (ton) 64.4 104.1 104.5 76 75
3 Tmah (ribu ton) 72 60.4 48.5 42 94.8
4 Nikel Matte (ton) 73,356 68,228 77,186 68,000 72,899
5 Fero Nikel (ton) 17,566 12,550 18,688 19,610 18,372
6 Bijih Nikel (juta ton) 4.11 10.99 16.98 32.63 41.09
7 Bauksit (juta ton) 7.77 15.94 26.89 39.68 30.2
8 Bijih Besi (juta ton) 1.86 7.19 7.91 12.81 10.41
9 Bijih Mangan (ton) 283,679 273,008 231,035 100,459 30,478
10 Bijih Timbal dan Seng (ton) 40,658 64,604 310,453 197,139 5,556
11 Bijih Kromium (ton) 57,601 4,537 63,053 9,548 20,111
12 Bijih Tembaga (ton) 1,276 3,579 5,816 13,810 8,418
*) data diambil dari Laporan Surveyor yang dikirimkan oleh PT Sucofindo.
Diasumsikan angka ekspor sama dengan angka produksi.
Sumber: Direktorat PembinaanPengusahaan Mineral, Kementerian ESDM
Dalam menyongsong kebijakan pelarangan ekspor barang mentah (raw material)
tambang dan mineral pada bulan Januari tahun 2014, terdapat 15 (limabelas) perusahaan
yang menyatakan kesiapan dengan fasilitas pengolahan dan pemurnian yang akan
8
beroperasi pada tahun 2014. Dari ke 15 perusahaan tersebut, terdapat diantaranya 6
perusahaan yang sudah mempersiapkan diri dengan progres fasilitas pengolahan dan
pemurnian tambang dan mineral mencapai 100% untuk beroperasi pada tahun 2014. Dari
ke 6 (enam) perusahaan tambang tersebut, antara lain PT. Delta Prima Steel dan PT.
Meratur Jaya Iron Steel dengan hasil produksinya berupa Sponge Iron, PT. Indo Ferro
dengan hasil produksi berupa Pig Iron, PT. Batutua Tembaga Raya dengan hasil
pengolahanya berupa Cupper Chatode, PT. Indotama Ferro Allays dan PT. Century
Metalindo dengan hasil pengolahan berupa Silica Manganese. Sementara itu, ke 9
perusahaan lainya progress fasilitas kesiapan pengolahan dan pemurnian untuk beroperasi
pada tahun 2014 masih dibawah 75%. Mengenai rincian fasilitas pengolahan dan
pemurnian dari ke 15 perusahaan yang akan beroperasi pada tahun 2014 dapat dilihat
pada taberl berikut:
Tabel 2.3. Fasilitas Pengolahan Dan Pemurnian Yang Beroperasi Pada Tahun 2014
No Nama Perusahaan
Komoditas
Lokasi
Produk Kapasitas
Target
Penyelesaian
Proyek
Kab/Kota Provinsi Progres Investasi (US$)
1 PT. Gebe Centra Nickel Nikel Gebe Maluku 30 300.000.000 FeNi 300.000 Jan-14
2 PT. Bintang Delapan Mineral Nikel Morowali Sulteng 35 316.030.000 FeNi 300.000 Awal 2014
3 PT. Elit Kharisma Utama Nikel Konawe Sultra 35 160.000.000 FeNi 110.000 Agu-13
4 PT. Kembar Emas Sultra Nikel Konawe Utara Sultra 30 15.000.000 NPI 48.000
Akhir 2013 (trial
Mini Smelter)
5 PT. Arga Morini Indah Nikel
Halmahera
Selatan
Malut 6
325.000.000
FeNi
50.000 2014
6 PT. Delta Prima Steel Besi Tanah Laut Kalsel 100 5.000.000 Sponge iron 100.000
7 PT. Meratus Jaya Iron Steel Besi Batu Licin Kalsel 100 65.000.000 Sponge Iron 315.000
8 PT. Krakatau Posco Besi Cilegon Banten 70 7.000.000.000 Billet 240.000
November 2013
(feeding ore ke
KS Posco)
9 PT. Yiwan Mining Besi Batu Licin Kalsel 10 250.000.000 Pig Iron 1.000.000 Oktober 2014
10 PT. Indoferro Besi Cilegon Banten 100 160.250.000 Pig Iron 500.000
11 PT. Lumbung Mineral Sentosa
Timbal dan
Seng
Bogor Jawa Barat 30 11.077.778 Bullion Lead
187 ton bullion
Pb/bulan, 312
ton
bullion/bulan
Akhir 2014
12
PT. Indonesia Chemical Alumia
(PT. ICA)
Bauksit Sanggau Kalbar 50 450.000.000 SGA 300.000 2013
13 PT. Batutua Tembaga Raya Tembaga
(Wetar) Maluku
Barat Daya
Maluku 100 235.000.000 Cupper Cathode
14 PT. Indotama Ferro Alloys Mangan Purwakarta Jawa Barat 100 - Silika Manganese
15 PT. Century Metalindo Mangan Cikande Banten 100 - Silika Manganese
Sumber: Badan Geologi, Kementerian ESDM
9
Dalam tiga tahun terakhir setelah UU No. 4 Tahun 2009 diterbitkan, secara nasional
ada beberapa jenis bijih tambang dan mineral yang realisasinya mengalami peningkatan
secara besar-besaran, diantaranya ekspor bijih nikel meningkat sebesar 800%, bijih besi
meningkat 700%, dan bijih bauksit meningkat 500%. Dalam rangka pengendalian ekspor
bijih mineral dan mendorong industri hilir, maka pemerintah mengeluarkan beberapa
peraturan terkait diantaranya, Peraturan Menteri ESDM No 7 Tahun 2012 sebagaimana
diubah dengan PerMen No. 11 tahun 2012, Peraturan Menteri Perdagangan No 29 tahun
2012 tentang Ketentuan Ekspor Produk Pertambangan dan Peraturan Menteri Keuangan
No. 75 tahun 2012 mengenai Penetapan Harga Ekspor Untuk Penghitungan Bea Keluar.
Pemerintah mengharuskan bea keluar bagi 14 mineral tambang diantaranya tembaga,
emas, perak, timah, timbel, kromium, molibdenum, platinum, bauksit, bijih besi, pasir besi,
nikel, mangan, dan antimon dengan range bea keluar yang akan dipungut bervariasi mulai
dari 20% hingga 50% bergantung pada jenis mineral.
Peraturan Menteri ESDM No 7 Tahun 2012 diterbitkan dalam rangka untuk
mengamankan terlaksananya amanat Undang-undang No 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara, khususnya terkait dengan kewajiban pengolahan dan
pemurnian mineral di dalam negeri paling lambat tanggal 12 Januari 2014. Kemudian
Permen 07 Tahun 2012 tersebut diubah berdasarkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber
Daya Mineral RI No. 11 Tahun 2012 tertanggal 16 Mei 2012 yang menyebutkan bahwa
perusahaan pertambangan dapat melakukan ekspor bijih atau ore mineral dalam hal ini
nikel ke luar negeri sebelum tahun 2014 apabila telah mendapatkan rekomendasi dari
Menteri ESDM c.q Direktur Jenderal.
Rekomendasi tersebut akan diberikan dengan persyaratan sebagai berikut:
1. Status IUP Operasi Produksi dan IPR clear and clean dalam arti bahwa setiap perusahaan
pertambangan wajib memiliki IUP Operasi Produksi yang telah disetujui.
2. Perusahaan pertambangan harus melunasi kewajiban pembayaran keuangan kepada
negara.
10
3. Perusahaan pertambangan wajib menyampaikan rencana kerja dan atau kerja sama
dalam pengelolaan dan atau pemurnian mineral di dalam negeri.
4. Perusahaan pertambangan wajib menandatangani pakta integritas.
2.2. Daya Saing Industri Pertambangan Indonesia
Ada dua hal yang memungkinkan Indonesia dapat berkembang menjadi negara
industri maju. Pertama; Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan mineral
terlengkap di dunia, walaupun bukan aktor utama dunia dalam keseluruhan raw
material, namun Indonesia memiliki hampir sebagian besar sumber mineral penting. Kedua,
Indonesia memiliki sumber energi yang relatif besar dan beragam jenisnya, mulai dari
minyak bumi, gas, batubara dan sumber-sumber energi terbaharukan lainnya.
Namun demikian, hingga saat ini Indonesia belum dapat mengembangkan industrinya
dengan baik, dikarenakan hasil tambang mineral yang diekploitasi di perut bumi Indonesia
masih di ekspor dalam bentuk raw material dengan nilai tambah yang sangat rendah. Di
satu sisi memang dalam hal raw material dan perdagangan komoditas, Indonesia
memegang posisi kunci. Tapi sebagian besar perusahaan tambang telah mengikat kontrak
penjualan hasil tambang dengan negara-negara maju, sehingga Indonesia tidak dapat
mengendalikan harga komoditas tambangnya.
Berikut ini akan disajikan secara deskriptif posisi Indonesia dalam peta investasi dan
perdagangan komoditas hasil tambang di dunia. Data-data ini diambil dari berbagai
sumber untuk memberi gambaran kepada publik dan pengambil kebijakan agar eksploitasi
hasil tambang di masa datang ditempatkan sebagai bagian dari strategi pembangunan
kedaulatan nasional dan kesejahteraan rakyat. Banyak perbedaan opini diantara para ahli
pertambangan di dunia untuk menyimpulkan pertambangan mana sesungguhnya yang
terbesar di dunia, dimana ada pendapat yang menyatakan bahwa yang terbesar adalah
Muruntau Gold Mine di Uzbekistan. Akan tetapi ada pendapat lain yang menyatakan
11
bahwa yang terbesar adalah tambang Grasberg di Indonesia. Dari berbagai pendapat,
sebagian besar pendapat menyatakan bahwa yang terbesar adalah Gresberg. Keberadaan
tambang Grasberg di Papua menunjukkan bahwa Indonesia memiliki segalanya tentang
tambang. Negara ini memegang posisi penting dalam hal produksi dan perdagangan
sumber-sumber mineral di dunia. Dengan demikian situasi ekonomi dan politik Indonesia
akan menentukan peta pertarungan ekonomi pada tingkat global. Berikut uraian adanya ke
10 tambang terbesar di dunia:
1. Grasberg Gold Mine.
Tambang ini terletak di Indonesia, Provinsi Papua, menghasilkan 2.025.000 ons emas.
Tambang ini mayoritas dimiliki oleh Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc. Selain emas,
juga menghasilkan perak dan tembaga.
2. Muruntau Gold Mine.
Tambang ini terletak sekitar 250 km sebelah barat ibukota di Uzbekistan, diyakini telah
memproduksi sekitar 1.800.000 ons emas pada tahun 2011.
3. Carlin-Nevada Complex.
Tambang ini terletak di negara bagian AS dari Nevada, menghasilkan 1.735.000 ons pada
2010. Tambang ini dimiliki oleh Newmont Mining Corp.
4. Yanacocha Gold Mine.
Tambang ini terletak di Peru dan merupakan tambang emas terbesar di Amerika Latin,
memproduksi 1,46 juta ons pada tahun 2011. Tambang ini dijalankan oleh Newmont
Mining dan dimiliki oleh Newmont Mining dan Buenaventurda, sebuah perusahaan Peru.
5. Goldstrike (Betze Post) Gold Mine.
Tambang ini terletak di sebelah barat laut dari Elko, Nevada, menghasilkan 1,24 juta ons
emas pada tahun 2011. Tambang ini dimiliki oleh Barrick Gold Corp.
6. Cortez Gold Mine.
Tambang ini terletak di sebelah barat daya dari Elko, Nevada, menghasilkan 1,14 juta
ons emas pada tahun 2011. Tambang ini dimiliki oleh Barrick Gold Corp.
7. Veladero Gold Mine.
12
Tambang ini terletak di Argentina, memproduksi 1,12 juta ons emas pada tahun 2011.
Tambang ini dimiliki oleh Barrick Gold.
8. Lagunas Norte Gold Mine.
Tambang ini terletak di sebelah utara Peru, menghasilkan 808.000 ons emas pada tahun
2011. Tambang ini dimiliki oleh Barrick Gold.
9. Lihir Gold Mine.
Tambang yang terletak di Papua New Guineau, menghasilkan rata-rata 790.974 ons
emas dalam setahun. Tambang ini dimiliki oleh Newcrest Mining Ltd, produsen emas
terbesar di Australia.
10. Super Pit/Kalgoorlie.
Tambang yang terletak di Australia Barat, menghasilkan 788.000 ons pada tahun 2011.
Tambang ini 50% dimiliki oleh Barrick Gold dan 50% dimiliki olehNewmont Mining.
Situs resmi pemerintah Australia menyebutkan bahwa Indonesia juga merupakan
kelompok negara produsen tembaga terbesar di dunia. Masuk dalam 10 besar negara
penghasil tembaga terbesar dunia antara lain Chili, Australia, Peru, Mexico, Amerika
Serikat dan Indonesia, yang berada pada urutan ke enam. Namun media lainnya
menyebutkan bahwa Indonesia berada pada urutan ke lima dalam hal produksi tembaga
sesudah Chili, Peru, Amerika Serikat, China dan Indonesia. Sementara Australia sendiri
berada pada urutan ke enam setelah Indonesia.
Adapun data lainnya menyebutkan bahwa dalam hal produksi tembaga, pada tahun
2009, Indonesia merupakan negara produsen tembaga kelima terbesar di dunia dengan
produksi sebesar 950.000 ton. Urutan pertamanya adalah Chili, dengan produksi sebanyak
5.320.000 ton, yang membuat Chili jauh memimpin dibandingkan negara lainnya. Tempat
kedua adalah Amerika Serikat, dengan output 1.310.000 ton. Tambang tembaga terkenal di
AS, adalah Bingham Canyon Mine, juga dikenal sebagai tambang tembaga Kennecott,
berada di barat daya Salt Lake City, Utah, Amerika Serikat. Tambang ini dimiliki oleh Rio
Tinto Group.
13
Selanjutnya Peru berada di urutan ketiga, dengan menghasilkan 1.260.000 ton.
Produsen terbesar keempat adalah Cina, dengan produksi 960.000 ton. Setelah Indonesia
di urutan kelima, urutan keenam diduduki oleh Australia dengan diproduksi 900.000 ton.
Tambang tembaga terbesar di Australia adalah The Olympic Dam, terletak sekitar 550 km
baratlaut dari Adelaide. Produsen peringkat ketujuh adalah Rusia, yang memproduksi
750.000 ton, dan di tempat kedelapan adalah Zambia, yang memproduksi 655.000 ton.
Kemudian Kanada ditempat kesembilan, dengan 580, 000 ton dan kesepuluh adalah
Polandia dengan produksi 440.000 ton tembaga.
Sementara dalam hal produksi perak, Indonesia masuk dalam 20 besar negara
produsen perak terbesar di dunis. Dalam lima besar terdapat Mexico, Peru, China, Australia
dan Chili. Indonesia sendiri berada dalam urutan ke 17. Salah satu penyebab Indonesia
berada di urutan 17, dikarenakan Indonesia mengekspor dalam bentuk bahan mentah
sumber daya emas dan tembaganya, sedangkan perak termasuk berada di dalam sumber
daya emas dan tembaga tersebut. Oleh karena itulah, Indonesia tidak diketahui dengan
jelas seberapa besar hasil peraknya.
Indonesia pada tahun 2008 berada pada urutan ke lima dalam hal perusahaan
tambang bauksit terbesar di dunia. pada urutan pertama adalah Australia, diikuti
oleh Brasil, China dan India. Saat ini Indonesia masih terus melakukan ekspor bahan
mentah bauksit ke China, meskipun di Indonesia terdapat pabrik peleburan (smelter) PT
Indonesia Asahan Alumunium (INALUM) yang merupakan terbesar di Asia Tenggara.
Namun kepemilikan sahamnya Indonesia hanya sebesar 41.12%, sedangkan Japanese
consortium Nippon Asahan Aluminium Co. Ltd mencapai 58.88%.
Dalam hal produksi nikel, Indonesia merupakan produsen terbesar setelah Rusia.
Negara produsen nikel terbesar di dunia adalah: Rusia, Indonesia, Philipina, Kanada,
Australia, New Caledonia, China, Cuba, Colombia. Perusahaan yang memimpin produksi
nikel adalah Norilsk (Russia), diikuti oleh Vale Inco Ltd. (Brazil and Canada) dan the BHP
Billiton Group (Australia and United Kingdom). PT Aneka Tambang Tbk. (Indonesia) pada
14
urutan ke empat, yang produksinya untuk pengiriman langsung ke Chinese Nickel Pig Iron
Industry. Selanjutnya produsen terbesar lainnya adalah Eramet Group (Perancis), Jinchuan
Non-ferrous Metals Corp. (JNMC) (China), and Xstrata plc (Swiss).
Meskipun merupakan produsen nikel terbesar, Indonesia tidak termasuk kategori
negara terbesar yang menghasilkan nickel olahan dikarenakan produksi Indonesia dikirim
ke pasar ekspor dalam bentuk bahan mentah. Tidak adanya industrialisasi dalam nickel
menyebabkan nilai tambah dari komoditas ini diambil alih oleh negara lain. Adapun ke 10
negara produsen nikel olahan terbesar dunia pada tahun 2010 dapat dilihat pada table 2.4
berikut.
Tabel 2.4. Sepuluh Produsen Terbesar Nikel Olahan Pada Tahun 2010
No Negara
Produksi
(metric ton)
1 China 318.0
2 Russia 265.0
3 Japan 160.0
4 Canada 105.0
5 Australia 101.0
6 Norway 92.0
7 Colombia 49.0
8 Finland 47.0
9 New Caledonia 40.0
10 South Afrika 36.0
Sumber: Bloomberg
Selanjutnya terkait dengan produksi bauksit, Indonesia merupakan salah satu negara
produsen bauksit terbesar di dunia. Berdasarkan data 2007: peringkat pertama adalah 1.
Australia dengan produksi 62,428; urutan 2. China 30,000; 3. Brazil 22,100; 4. India
19,221; 5. Guinea 18,000; 6. Jamaica 14,568; 7. Russian Federation 6,400; 8. Venezuela
5,900; 9. Suriname 4,900; 10. Kazakhstan 4,800; 11. Greece 2,220; 12. Guyana 1,600.
Indonesia berada pada urutan ketiga belas dengan produksi 1,251; 14. Sierra Leone 1,168;
15. Ghana 840; 16. Bosnia and Herzegovina 800; 17. Turkey 780; 18. Montenegro 650; 19.
Hungary 546.4; 20. Dominican Republic 500. (Sumber: United States Geological Survey
(USGS) Minerals Resources Program).
15
Meskipun demikian, Indonesia belum masuk dalam kategori 10 besar negara dengan
produksi alumunium terbesar dunia. Hal ini disebabkan bauksit yang merupakan bahan
baku aluminium masih dialokasikan untuk pasar ekspor, dimana alumunium tersebut
secara jelas merupakan bahan baku penting untuk pembangunan industri di negara-negara
maju.
Saat ini peringkat produsen utama alumunium di dunia adalah Canada, Amerika
Serikat, Argentina, Brazil, Venezuela, France, Germany, Norway, Netherlands, Spain,
Russian Federation, Ukraine, Slovenia, Bahrain, India, Indonesia, Turkey, United Arab
Emirates, China, Japan, South Korea, Australia, Egypt, Cameroon, Mozambique, Ghana,
Nigeria and South Africa. Sementara itu, satu-satunya perusahaan alumunium di Indonesia
adalah PT Indonesia Asahan Aluminium (INALUM) yang juga merupakan satu-satunya
smelter di Asia Tenggara. Perusahaan ini merupakan joint venture company antara
Indonesia (41.12%) and Japanese consortium Nippon Asahan Aluminium Co. Ltd (58.88%),
dengan kapasitas 225.000 tons. Adapun sebagian besar hasil produksinya yang berupa
alumunium ditujukan untuk ekspor (60% ) bagi kepentingan industri jepang.
Jika mengamati seluruh kegiatan ekploitasi tambang di Indonesia dapat disimpulkan
bahwa negara ini memiliki kekayaan alam terlengkap yang diperlukan bagi pengembangan
industri tambang dan mineral. Selain jenis-jenis mineral diatas, Indonesia juga
menghasilkan biji besi, mangan, dan lain sebagainya. Sebagian besar produksi nasional
diekpor dalam bentuk bahan mentah, meskipun kegitan ekplotasi tambang telah
berlangsung sejak jaman kolonial, namun hingga saat ini negara belum dapat membangun
industrinya.
2.3. Kebijakan Terkait Dengan Tambang dan Mineral
Bertitik tolak dari dikeluarkanya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 pada tanggal
12 Januari 2013 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, dimana materi pokok yang
terkandung didalam UU ini mengatur penghiliran hasil tambang mineral dan batubara dan
melarang ekspor bahan mentah hingga tahun 2014. Oleh karena itu, UU ini
16
mengamanahkan pembangunan smelter sehingga produksi tambang dalam negeri dapat
diproses sebelum diekspor. Adapun tujuan daripada UU Minerba dimaksud, agar Indonesia
bisa merasakan nilai tambah dari produk - produk tambang dan mineral sehingga dapat
mendongkrak produk domestik bruto dan menyerap tenaga kerja. Berdasarkan amanat UU
No. 4 Tahun 2009 dimaksud, maka akan berlaku efektif pada Januari 2014 untuk komoditas
tambang mineral logam, mineral bukan logam dan batuan dalam bentuk bahan mentah
(raw material/ores).
Dalam rangka pelaksanaan berbagai pasal didalam UU Minerba tersebut, kemudian
pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No.23 Tahun 2010 tertanggal 1
Februari 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara,
dimana didalam peraturan ini mengisyaratkan bahwa pemegang Izin Usaha Pertambangan
(IUP) operasi produksi dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Operasi produksi harus
mengutamakan kebutuhan mineral dan/atau batubara untuk kepentingan dalam negeri.
Untuk itu, dalam menunjang pembangunan industri dalam negeri perlu penataan kembali
pemberian izin usaha pertambangan untuk mineral bukan logam dan batuan. Selanjutnya
dalam rangka memberi kesempatan lebih besar kepada peserta Indonesia untuk lebih
berpartisipasi dalam kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara serta dalam
rangka memberikan kepastian hukum bagi pemegang Kontrak Karya dan Perjanjian Karya
Pengusahaan Pertambangan Batubara yang bermaksud melakukan perpanjangan dalam
bentuk Izin Usaha Pertambangan, maka kemudian diterbitkan PP No. 24 tahun 2012
tertanggal 21 Februari 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23
tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Disamping itu, dalam rangka meningkatkan efektivitas pelaksanaan pengendalian
ekspor bijih mineral dan mendorong industri hilir, maka pemerintah telah mengeluarkan
berbagai peraturan seperti halnya Peraturan Menteri (Perman) ESDM No 7 Tahun 2012
yang kemudian diubah dengan Permen ESDM No 11 Tahun 2012 tentang Peningkatan Nilai
Tambah Mineral melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral. Peningkatan Nilai
Tambah dan kewajiban pengolahan dengan batasan minimum pengolahan, hal ini
dilakukan dengan Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral antara lain meliputi
17
kegiatan pengolahan dan pemurnian mineral logam, pengolahan mineral bukan logam dan
pengolahan batuan, serta pengolahan dan pemurnian mineral logam tertentu, pengolahan
mineral bukan logam tertentu, dan pengolahan batuan tertentu wajib memenuhi batasan
minimum pengolahan.
Sementara itu, dalam rangka miningkatkan efektivitas pelaksanaan pengaturan
ekspor beberapa jenis produk pertambangan, maka pemerintah melalui Kementerian
Perdagangan juga telah menerbitkan Permendag No 29/M-AG/PER/5/2012 sebagaimana
telah disempurnkan dengan Permendag No. 52/M-AG/PER/8/2012 tentang Ketentuan
Ekspor Produk Pertambangan, dimana peraturan ini mengatur hal-hal yang berkaitan
dengan tata cara dan perizinan pelaksanaan kegiatan ekspor berbagai jenis produk
pertambangan dengan mempertimbangkan adanya keharusan memenuhi batasan
minimum pengolahan.
Selain hal tersebut, berdasarkan pertimbangan/usulan Menteri ESDM sebagaimana
disampaikan melalui Surat Nomor 3038/30/MEM.B/2012 perihal Kebijakan Pengendalian
Penjualan Bijih (Raw Material atau Ore) Mineral ke luar negeri serta dalam rangka
meningkatkan nilai tambah dan ketersediaan sumber daya mineral di dalam negeri, maka
perlu mengatur mengenai pengenaan Bea Keluar terhadap barang ekspor berupa bijih (raw
material atau ore) mineral. Berkaitan dengan hal itu, pada tanggal 16 Mei 2012
pemerintah melalui Kementerian Keuangan telah menerbitkan Permenkeu No
75/PMK.011/2012 yang kemudian disempurnakan dengan Permenkeu No
128/PMK.011/2013 tentang perubahan atas peraturan menteri keuangan nomor
75/pmk.011/2012 tentang penetapan barang ekspor yang dikenakan bea keluar dan tarif
bea keluar, dimana materi pokok didalam perubahan tersebut terkait dengan penjualan
berbagai jenis bijih (raw material atau ore) mineral ke luar negeri dikenakan tariff bea
keluar ekspor sebesar 20%, terkecuali untuk produk Marmer dan Travertine dalam bentuk
balok dengan ketebalan >4 cm dan produk Granit balok dengan ketebalan > 4 cm
dikenakan tariff bea keluar sebesar 10%.
Adapun tujuan dari kebijakan pengenaan bea keluar ekspor komoditas tambang
dimaksud, antara lain adalah untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan didalam negeri,
18
melindungi kelestarian sumber daya alam, mengantisipasi kenaikan harga yang cukup
drastis dari komoditi ekspor tertentu di pasaran internasional dan atau menjaga kestabilan
harga komoditi tertentu di dalam negeri.
2.4. Pemasaran
Dalam Usaha penambangan bahan galian industri, pemasaran merupakan masalah
yang lebih sulit dari pada penambangannya. Permasalahan yang dihadapi oleh sebagian
pelaku usaha bahan galian dalam menjual hasil tambangnya tanpa melalui proses
pengolahan pada umumnya hanya soal angkutan. Sementara itu, bagi usaha penggalian
pasir dan batu untuk dapat memasarkan hasil galiannya kepada penjual bahan bangunan,
tidak begitu banyak pemasalahan yang dihadapi asalkan lokasi usahanya berdekatan
dengan si pembeli. Kelangsungan usaha bahan galian industri sangat ditentukan oleh lokasi
dan biaya angkutan mengingat produk yang harus dipasarkan selain berat juga besar
volumenya, akan tetapi harga satuannya juga relatif rendah.
Untuk batu gamping sebelum siap dijual melalui jalur pemasaran yang relatif panjang,
penggalian batu gamping dapat dilakukan dengan cara sederhana dan semua orang dapat
melakukannya dan hasilnya dapat langsung dijual kepada pihak pabrik pembakaran kapur.
Ditempat inilah batugamping akan diolah dengan proses melalui pembakaran yang
dilakukan dengan menggunakan tungku.
Contoh lain pada pengusahaan kaolin, proses penambangan sangat relatif sederhana.
Proses penambangan kaolin dilakukan melalui tahap pencucian dan pengendapan, setelah
itu dipanggang untuk dikeringkan yang kemudian dilakukan penggilingan. Produk dari
proses ini berupa tepung kaolin yang dapat dipasarkan sebagai filler kepabrik cat, pabrik
keramaik, dengan persyaratan yang tidak tinggi.
Kaolin juga diproses secara lebih canggih antara lain melalui proses flotasi, filtering
dan bleaching untuk menghasilkan produk berupa bubuk kaolin berbutir sangat halus,
bertekstur seragam, sangat murni, bersih dari kotoran dan mengkilap, memiliki sifat high
19
gloss dan brightness serta tidak mudah bereaksi. Bubuk kaolin berkualitas tinggi dengan
istilah papercoating, digunakan sebagai bahan kosmetik dan lain-lain.
Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa meningkatkan produk bahan
galian industri diperlukan proses pengolahan dengan kecermatan tinggi yang pada akhirnya
dapat meningkatkan multiguna dari bahan galian tersebut sehingga pemasarannyapun
menjadi lebih luas. Kecermatan kerja diperlukan dalam semua tahap kegiatan sehingga
diperoleh banyak bahan galian yang berguna dan sedikit endapan pengotornya sehingga
hasil yang didapatkan lebih maksimal yang sesuai dengan hasil pesanan konsumen.
Dengan adanya UU Minerba, semua jenis bijih/barang tambang dan mineral harus
diolah dan dimurnikan terlebih dahulu untuk mendapatkan nilai tambah baru kemudian
boleh di ekspor. Pada Pasal 102 UU minerba, Pemegang IUP dan IUPK wajib meningkatkan
nilai tambah sumber daya mineral dan/atau batubara dalam pelaksanaan penambangan,
pengolahan dan pemurnian, serta pemanfaatan mineral dan batubara. Kewajiban ini baru
direncanakan berlaku pada 2014. Melihat kebijakan pelarangan tersebut, baru akan
diberlakukan pada tahun 2014, sebagian para pelaku usaha telah menaikkan produksi dan
eskpor secara besar-besaran. Hal ini dilakukan, karena pada umumnya para pelaku usaha
berpendapat bahwa untuk mendirikan pabrik pengolahan dan pemurnian dibidang
tambang dan mineral diperlukan biaya cukup tinggi, sehingga kesempatan pada masa
transisi ini tampak dimanfaatkan oleh para pelaku usaha untuk memproduksi dan
mengekpor secara besar-besaran karena dirasa biaya produksi masih relative murah.
Sebagaimana telah diketahui bersama , bahwa pasar raw material tambang dan mineral
sebagian besar adalah untuk ekspor, akan tetapi ada juga yang dipasarkan di dalam negeri
bahkan untuk memenuhi kebutuhan akan bahan baku lebih lanjut sebagai industry didalam
negeri juga melakukan impor meskipun sebenarnya raw material awal berasal dari dalam
negeri juga.
20
2.4.1 Pasar Dalam Negeri
Dengan adanya UU Minerba ini, bisa menjamin kewajiban pasar domestik (domestic
market obligation/DMO), artinya adanya jaminan bahwa produk setengah jadi tersebut
dijamin oleh pasar di dalam negeri. Selama tahun 2011, pemasaran barang tambang
mineral di dalam negeri hanya meliputi persentase yang sedikit sekali jika dibandingkan
dengan persentase yang diekspor. Misalnya saja pada bijih besi, 100% produksi
disalurkan untuk ekspor sebagaimana terlihat pada tabel berikut.
Tabel 2.5. Data Produksi dan Penjualan Mineral
Sumber: Kementerian ESDM, 2011
2.4.2. Pasar Luar Negeri
Tujuan pemerintah dengan mengeluarkan kebijakan relaksasi kuota ekspor produk
pertambangan adalah memberikan kemudahan ekspor untuk stok-stok bijih mineral
yang sudah siap ekspor. Pemerintah menyadari tidak semua perusahaan
pertambangan menikmati kebijakan ini karena meningkatkan produksi dalam waktu
singkat tidak mudah. Pengusaha pertambangan hanya memiliki kesempatan selama
21
tiga bulan mendatang karena pada awal 2014, ekspor produk mentah pertambangan
dilarang berdasarkan UU No. 4 tahun 2009 tentang Minerba.
a. Ekspor
Tahun 2011 dan 2012 merupakan tahun perubahan peruntungan di industri
pertambangan di Indonesia. Perbaikan kinerja keuangan di tahun 2011 berbalik jadi
memburuk di tahun 2012 akibat ketidakpastian ekonomi global dan penurunan
harga komoditas. Akan tetapi, sejalan dengan kondisi tersebut, kontribusi industri
tambang terhadap ekonomi Indonesia tetap meningkat. Sektor pertambangan
menyumbang 5% sampai 6% dari PDB Indonesia pada tahun 2011 dan 2012 dan
lebih dari 17% untuk pendapatan ekspor. Berdasarkan data struktur ekspor non
migas periode Januari-Agustus 2013, ekspor di bidang pertambangan menempati
kontribusi kedua setelah industri dan paling terkecil adalah di sektor pertanian
(Gambar 2.1).
3.5
76.7
21.0
3.6
73.9
20.4
Pertanian
Industri
Pertambangan
Ekspor Non Migas Menurut Sektor
(USD Miliar)
Jan-Ags 2013
Jan-Ags 2012 2.48
-6.20
-4.56
2.30
-3.64
-2.72
Pertumbuhan (%)
Pertanian
3.2%
Industri
75.5%
Pertamba
ngan
21.7%
Struktur Ekspor NonMigas Menurut Sektor
Jan-Ags 2013
Gambar 2.1. Ekspor Non Migas Berdasarkan Sektor, Jan-Ags 2013
Sumber: BPS (diolah Puska Daglu)
Sebelum diberlakukan UU Minerba pada tahun 2014, perusahaan-perusahaan
tambang berbondong bondong mengekspor bijih tambang dan mineral yang
didapatkan dari hasil tambang. Berdasarkan data empiris, selama 5 tahun terakhir
ini yaitu dari 2008-2012 dan pertengahan tahun 2013 terjadi peningkatan bijih
22
10.592,2 10.437,1 17.566,0 40.792,2 48.449,4 23.186,6 28.824,0
524,3
277,6
532,4
1.428,0 1.489,1
718,0
824,1
-
350,0
700,0
1.050,0
1.400,0
1.750,0
-
10.000,0
20.000,0
30.000,0
40.000,0
50.000,0
2012 2013
2008 2009 2010 2011 2012 Jan-Jun
Ribu TonUSDJuta Bijih Nickel dan Konsentratnya
Volume (LHS) Nilai (RHS)
16.791,4 14.720,3 27.410,4 40.643,9 29.506,6 20.494,2 23.968,8
216,3 249,7
479,0
773,2
626,0
377,3
558,8
-
200,0
400,0
600,0
800,0
1.000,0
-
10.000,0
20.000,0
30.000,0
40.000,0
50.000,0
2012 2013
2008 2009 2010 2011 2012 Jan-Jun
Ribu TonUSDJuta Bijih Alumunium dan Konsentratnya
Volume (LHS) Nilai (RHS)
tambang dan mineral yang cukup signifikan. Sebagai contoh rata-rata volume
ekspor pada bijih aluminium dan nikel telah meningkat di atas 20%.
Gambar 2.2. Perkembangan Ekspor Bijih Aluminium dan Nikel, 2008-2013
Sumber: BPS (diolah Puska Daglu)
b. Impor
Selama ini, impor produk tambang dan mineral Indonesia merupakan olahan
tambang dimana sebenarnya sumber daya alam di Indonesia memiliki semua bahan
baku tambang tersebut. Misalnya saja impor alumina sebagai bahan dasar
aluminium. Secara material, negeri ini harus memiliki industri dasar yang kuat
sebagai industri pendukung yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku
atau penolong atau barang setengah jadi atau yang menghasilkan energi bagi
keperluan industri di dalam negeri. Apalagi hilirisasasi industri yang diarahkan
menghendaki tercapainyai tujuan strategis, antara lain mengurangi ketergantungan
impor dan penguatan struktur industri di dalam negeri. Secara ideal progam
hilirisasi industri hanya akan terwujud dalam jangka panjang bilamana pemerintah
dapat mengembangkan kebijakannya dalam dua area besar, yaitu kebijakan
pengembangan industri dasar sebagai industri pendukung dan kebijakan industri
hilir itu sendiri.
23
Dari sisi nilai impor produk pertambangan, telah terjadi penurunan nilai dari impor
mineral logam, namun impor mineral bukan logam dan batuan masih mengalami
peningkatan. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia masih membutuhkan hasil
olahan mineral yang bahan bakunya telah dimiliki sejak lama. Realisasi impor
produk pertambangan dalam periode tahun 2008 – 2012 dapat dilihat pada table
2.6 berikut:
Tabel 2.6. Impor Produk Pertambangan, 2008-2012
Sumber: BPS (diolah Puska Daglu)
Tindak lanjut dari UU Minerba kemungkinan besar akan memberikan peluang bagi
pengusaha untuk mengimpor bahan mentah mineral jika ketersediaan smelter telah
mencukupi di Indonesia. Hal ini disebabkan, pasokan bahan mentah kepada smelter
harus tetap terjaga dan berlanjut agar nilai produksinya tidak terhenti dan tetap
ekonomis. Pasalnya smelter memerlukan raw material yang tidak sedikit dan
produksinya didalam pabrik tidak bisa terhenti. Jika smelter telah terbangun di
dalam negeri, Indonesia akan menjadi pasar yang bagus untuk negara-negara
penghasil tambang mineral sehingga Indonesia tidak perlu lagi mengimpor barang
tambang olahan dari negara lain.
24
BAB III
ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN PELARANGAN EKSPOR
RAW MATERIAL TAMBANG DAN MINERAL
Di Indonesia, industri pertambangan mineral logam dikuasai oleh investor asing dan
BUMN seperti PT Freeport Indonesia, PT Newmont Nusa Tenggara, PT Inco Tbk, PT Koba
Tin, PT Timah Tbk, PT Aneka Tambang Tbk, serta perusahaan swasta. Perusahaan-
perusahaan tersebut didirikan berdasarkan peraturan perundang-undangan Indonesia
dalam bentuk badan hukum Indonesia. Dalam dokumen kontrak karya pertambangan,
perusahaan pertambangan asing juga diwajibkan melepaskan saham kepemilikan.
Akibat perbedaan kondisi geologi, terjadi perbedaan potensi endapan mineral yang
menimbulkan perdagangan antar bangsa/wilayah. Contoh, endapan timah terkonsentrasi
sepanjang jalur yang meliputi wilayah RRC, Vietnam, Thailand, Malaysia, menerus hingga
kepulauan Riau dan Kepulauan Bangka-Belitung. Ladang minyak bumi raksasa dengan
cadangan yang melebihi 1 miliar barel terkonsentrasi di Saudi Arabia, Irak, Kuwait, Iran,
Rusia, RRC dan AS. Sedangkan Indonesia hanya memiliki satu lapangan minyak bumi
raksasa di Minas. Cadangan mineralisasi emas, krom, tembaga, kadmium, nikel, mangan
dan sebagainya terkonsentrasi di Afrika Selatan. Endapan kokas terkonsentrasi di Jerman,
Polandia, Rusia, AS, dan Afrika Selatan. Hal ini terjadi karena daerah tersebut terletak di
lempeng kontinen yang menyebabkan batubara mendapatkan tekanan, proses geologi
berulang-ulang dan berumur jutaan tahun. Endapan emas epitermal dengan cadangan
kecilkecil dan berkadar tinggi terkonsentrasi sepanjang jalur gunung api di kawasan Filipina,
Indonesia, dan Jepang. Potensi emas aluvial terbesar ditemukan di Afrika Selatan yang
berumur pra-Kambrium dan membentuk endapan konglomerat.
Kondisi geologi Indonesia berbeda antara kawasan Barat dan Kawasan Timur. Kondisi
geologi kawasan barat dicirikan dengan mineralisasi timah putih, mineralisasi Pb-Zn, dan
porfiri Cu-Mo/Au. Sedangkan dikawasan timur dicirikan oleh nikel, kobalt, dan porfiri CuAu.
Akibat negatif dari konsentrasi geologis, timbul konflik/peperangan. Perang Jerman-
25
Perancis (1760-1767), memperebutkan wilayah endapan batubara di wilayah Saarland,
dimana batubara sangat diperlukan untuk menggerakkan industri di kedua negara setelah
revolusi industri. Jepang dan Amerika Serikat memperebutkan ladang minyak dalam Perang
Dunia II (1939-1945), di Asia Tenggara. Pendudukan Uni Sovyet di Afganistan (1979)
dimaksudkan untuk kepentingan pembangunan jaringan pipa minyak ke tepi Samudera
India. Perang Peru-Ekuador (Januari 1996) untuk merebut endapan emas di perbatasan.
Ketegangan di Laut Cina Selatan, disebabkan potensi endapan minyak dan gasbumi di
Kepulauan Spratley. Ketegangan Indonesia-Malaysia akibat penemuan endapan minyak
bumi di Ambalat. Bila diperhatikan sejarah umat manusia, konsentrasi endapan mineral,
batubara dan minyak telah menimbulkan penjajahan, terutama setelah revolusi industri.
Akibat dari perbedaan konsentrasi geologi ini, menimbulkan perdagangan, investasi,
dan industri pengolahan mineral. Pada tahun 1989, perdagangan komoditas mineral
seluruh dunia mencapai US $ 141,894 miliar, dan meningkat tajam pada tahun 2006
mencapai US $ 637.410 miliar. Pada tahun 1998, nilai ekspor mineral Indonesia mencapai
US $ 1,8 miliar, meningkat menjadi US $ 11,6 miliar pada tahun 2009 (Kompas 28
Desember 2009).
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
adalah bom waktu untuk Indonesia. UU ini mengatur penghiliran hasil tambang mineral
dan batubara dan melarang ekspor bahan mentah tahun 2014. UU ini mengamanahkan
pembangunan smelter sehingga produksi tambang dalam negeri dapat diproses sebelum
diekspor. Tujuan UU Minerba sangatlah mulia: agar Indonesia bisa merasakan nilai tambah
dari produk- produk tambang, mendongkrak produk domestik bruto, dan menyerap tenaga
kerja.
Berbeda dengan harapan awal, pasca-penetapan UU ini eksploitasi pertambangan
justru melonjak tajam. Pemilik tambang berlomba menambang sebanyak-banyaknya
sebelum dilarang. Akibatnya, produksi sejumlah komoditas tambang melonjak. Contohnya
produksi bauksit tahun 2009 sebanyak 783.000 mt, tahun 2011 menjadi 17.634.000 mt,
atau melonjak 2.150 persen. Hal serupa terjadi pada komoditas ore nikel, di mana produksi
pada 2009 hanya 5.802.000 wmt, tapi tahun 2011 sudah 15.973.000, atau meningkat 175
26
persen (Kementerian ESDM, 2012). Untuk lebih jelasnya mengenai perkembangan
beberapa produksi barang tambang dan mineral dalam periode tahun 1996-2011 dapat
dilihat pada table berikkut.
Tabel 3.1. Produksi Barang Tambang dan Mineral, 1996-2011
Batu Bara Bauksit Nikel Emas Perak Granit Pasir Besi
Konsentrat
Tin
Konsentrat
Tembaga
(ton) (ton) (ton) (kg) (kg) (ton) (ton) (tonmetrik) (tonmetrik)
1996      50,332,047          841,976      3,426,867            83,564          255,404      4,827,058          425,101           52,304           1,758,910
1997      55,982,040          808,749      2,829,936            86,928          249,392      8,824,088          516,403           54,521           1,817,880
1998      58,504,660      1,055,647      2,736,640          123,862          383,191      9,662,649          509,978           53,960           2,640,040
1999      62,108,239      1,116,323      2,798,449          127,768          361,377      8,720,155          502,198           49,708           2,645,180
2000      67,105,675      1,150,776      2,434,585          109,612          310,430      5,941,370          420,418           56,360           3,270,335
2001      71,072,961      1,237,006      2,473,825          148,528          333,561      3,976,274          440,648           69,494           2,418,110
2002   105,539,301      1,283,485      2,120,582          140,246          281,903      3,975,434          190,946           88,142           2,851,190
2003   113,525,813      1,262,705      2,499,728          138,475          272,050      3,938,915          245,911           74,316           3,238,306
2004   128,479,707      1,331,519      2,105,957            86,855          255,053      4,035,040            79,635           73,080           2,812,664
2005   149,665,233      1,441,899      3,790,896          142,894          326,993      4,302,849            87,940           78,404           3,553,808
2006   162,294,657      2,117,630      3,869,883          138,992          270,624      4,514,654            84,954           79,100              817,796
2007   188,663,068      1,251,147      7,112,870          117,854          268,967      1,793,440            84,371           64,127              796,899
2008   178,930,188      1,152,322      6,571,764            64,390          226,051      2,050,000      4,455,259           79,210              655,046
2009   228,806,887          935,211      5,819,565          140,488          359,451 na      4,561,059           56,602              973,347
2010   325,325,793      2,200,000      9,475,362          119,726          335,040      2,172,080      8,975,507           97,796              993,152
2011   415,765,068    24,714,940    12,482,829            68,220          227,173      3,316,813    11,814,544           89,600           1,472,238
Tahun
Sumber: BPS
Pelaksanaan kebijakan pelarangan ekspor bahan mentah sudah di depan mata, tetapi
Indonesia masih belum memiliki smelter memadai untuk mengimbangi produksi tambang.
Tercatat setidaknya ada tiga komoditas yang akan defisit smelter pada tahun 2014, yaitu
tembaga, bauksit, dan nikel. Produksi bauksit nasional pada 2011 mencapai 17,6 juta ton
(Kementerian ESDM, 2012). Saat ini, Indonesia belum memiliki smelter bauksit. Rencana
pembangunan sejumlah smelter bauksit, hingga 2014, hanya mampu menampung 7,1 juta
ton. Gap antara produksi tambang dan kapasitas smelter 10,5 juta ton, dengan asumsi
semua pembangunan smelter lancar .
Komoditas nikel mengalami hal serupa. Pertambangan nikel Indonesia menghasilkan
15,9 juta ton nikel tahun 2011. Smelter nikel eksisting Indonesia memiliki kapasitas 9,03
juta ton. Sampai dengan tahun 2014, diperkirakan akan ada tambahan sejumlah smelter
27
baru, dengan kapasitas total 4,15 juta ton. Gap antara produksi tambang dan smelter pada
tahun 2014 mencapai 2,72 juta ton.
Untuk komoditas tembaga, produksi tembaga nasional tahun 2011 mencapai 20,2
juta ton, sedangkan smelter tembaga yang eksisting hanya mampu menampung 1 juta ton
(Kementerian ESDM, 2012). Adapun rencana pembangunan sejumlah smelter tembaga
hingga 2014 hanya menambah kapasitas smelter menjadi 1,2 juta ton. Setidaknya akan ada
18 juta ton tembaga yang tidak dapat diolah.
3.1. Dampak UU Minerba
Implikasi dari minimnya smelter adalah banyak bahan mentah tambang yang tidak
dapat dijual, pada akhirnya membuat pelaku tambang mengurangi kapasitas produksi atau
bahkan menutup usahanya. Hal ini akan berdampak pada tiga hal. Pertama, berkurangnya
penerimaan negara. Kedua, pengurangan tenaga kerja di sektor tambang, dan ketiga,
semakin tergerusnya neraca perdagangan.
Pertama, pendapatan pemerintah dari sektor pertambangan dapat berupa
penerimaan pajak (PPh), penerimaan bukan pajak (royalti tambang), dan deadrent (sewa
lahan). Penerimaan royalti sektor minerba mencapai Rp 13 triliun per tahun, sedangkan
pajak dari sektor tambang dan galian Rp 55 triliun (Kementerian Keuangan, 2012).
Penerimaan ini berpotensi anjlok jika produksi tambang minerba menurun.
Kedua, berkurangnya produksi tambang akan berimplikasi terhadap pengurangan
tenaga kerja. Saat ini pekerja sektor pertambangan dan galian mencapai 1,6 juta pekerja
(BPS, 2012). Angka tersebut meningkat dibandingkan Januari 2009 yang hanya 1,1 juta,
atau ada peningkatan 40 persen. Kenaikan ini disinyalir akibat peningkatan produksi
tambang secara drastis yang membutuhkan banyak tenaga kerja. Dengan adanya larangan
ekspor bahan mentah, para pekerja harus bersiap kehilangan pekerjaan. Pengurangan
tenaga kerja juga akan terjadi pada perusahaan pendukung kegiatan tambang, seperti
perkapalan dan alat berat.
Ketiga, sektor pertambangan nonmigas (termasuk minerba) menyumbang 16,28
persen ekspor nasional (BI, 2012). Apabila ekspor bahan mentah menurun akibat larangan
28
ekspor, neraca perdagangan akan kian defisit. Hal ini akan berdampak terhadap kian
lemahnya nilai tukar rupiah yang mendongkrak biaya impor. Tingginya biaya impor akan
berpengaruh terhadap sejumlah produk yang masih mengandalkan komponen impor.
UU Minerba sudah ditetapkan sejak 2009, tetapi hingga kini program penghiliran
seperti jalan di tempat. Pemerintah belum berhasil menciptakan iklim usaha yang
membuat investor tertarik membangun industri smelter di Indonesia. Berdasarkan data
dari Kementerian ESDM, perusahaan yang sudah dikatakan siap dalam menghadapi UU
Minerba ini hanya sebanyak 15 perusahaan. Sedangkan masih ada 97 perusahaan yang
belum ada progres yang berarti.
Gambar 3.1. Rekapitulasi Progres Pembangunan Smelter
Sumber: Kementerian ESDM
Permasalah yang sering dihadapi oleh perusahaan dalam pembangunan smelter
adalah birokrasi dan tata ruang. Pertama, birokrasi dan regulasi di Indonesia sering
menghambat proses penghiliran. Perizinan yang rumit, pembebasan lahan, hingga
tumpang tindih peraturan menjadi penghalang utama. Contohnya, aturan divestasi
tambang menyebabkan pemilik tambang enggan membangun smelter. Aturan divestasi
tambang memaksa pemilik tambang mendivestasikan sahamnya kepada pemerintah
(pemda, BUMN, BUMD) dalam waktu 10 tahun. Apabila tambang terintegrasi dengan
smelter tentunya investor rugi besar apabila smelter yang bernilai investasi besar turut
didivestasikan.
29
Kedua, tata ruang. Investasi sering terkendala ketidakjelasan tata ruang. Masih ada
tumpang tindih antara peta kehutanan, peta pertambangan, dan rencana tata ruang
wilayah. Tumpang tindih ini, misalnya dengan kawasan lain, menjadi penyebab
ketidakpastian. Ketiga, ketersediaan infrastruktur. Smelter membutuhkan infrastruktur
penunjang seperti listrik untuk menjalankan pabrik, jalan untuk mengangkut bahan mentah
dan hasil olahan, dan pelabuhan untuk mendistribusikan hasil produksi smelter. Kebutuhan
infrastruktur tersebut gagal disediakan pemerintah. Masih banyak jalan rusak, pelabuhan
yang tidak efisien, dan sulitnya mendapatkan akses listrik.
Infrastruktur listrik di daerah yang memiliki potensi tambang sering memiliki rasio
elektrifikasi rendah, seperti Sumatera Selatan sebesar 72,71 persen, Kalimantan Tengah 67
persen, Kalimantan Selatan 75 persen, dan Papua 29,25 persen. Smelter biasanya akan
dibangun dekat dengan sumber tambang agar dapat menekan biaya transportasi. Dengan
tingkat elektrifikasi rendah, investor akan berpikir dua kali sebelum membangun industri
smelter.
Selain dampak-dampak di atas, beberapa pelaku usaha pertambangan juga
memperkirakan bahwa proyek smelter ini akan selesai pada tahun 2017. Potensi
penerimaan negara dari sektor pertambangan yang hilang diperkirakan mencapai 7-8 miliar
dollar AS, dan sekitar 30.000 orang akan kehilangan pekerjaan. Dana yang hilang tersebut
sebenarnya dapat membangun pabrik “Sponge Iron” (Sponge Iron adalah produk dari
pengolahan pasir besi maupun bijih besi) sebanyak 2000 unit dengan asumsi pembangunan
pabrik dengan kapasitas 100 ton/hari berkisar Rp 40 milyar dengan lama pembangunan
sekitar 6 bulan per pabrik. Jika seluruh pabrik didistribusikan ke seluruh provinsi di
Indonesia, maka setiap provinsi akan memiliki 60 unit pabrik pengolahan.
Kedua, jumlah tenaga kerja yang hilang akibat berhentinya sektor pertambangan
sebanyak 30.000 orang di seluruh Indonesia. Dengan dibangunnya 2000 unit pabrik
tersebut, maka akan diperlukan tenaga kerja langsung maupun tidak langsung sebanyak
100 orang/pabrik. Maka untuk keseluruhan akan dibutuhkan tenaga kerja sebanyak
200.000 orang, defisit 170.000 orang tenaga kerja.
30
Ketiga, dengan adanya 2000 unit pabrik tersebut dengan kapasitas 100
ton/hari/pabrik maka total akan dihasilkan sponge iron sebanyak 70 juta ton per tahun,
sebanyak 10 juta ton untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri dengan harga berkisar
400 dollar AS/ton, sisanya sebanyak 60 juta ton bisa diekspor ke luar negeri karena sudah
memenuhi syarat Peraturan Menteri ESDM dengan asumsi harga 400 dollar AS/ton maka
akan didapat devisa sebesar 24 miliar dollar AS (Rp 240 Trilyun).
3.2. Strategi Jalan Keluar
Pemerintah dan DPR hanya mempunyai dua opsi jalan keluar. Pertama, melakukan
penundaan dari pelaksanaan pelarangan ekspor bahan mentah, yang berarti merevisi
undang-undang. Kedua, menjalankan pelarangan ekspor dan menanggung segala biaya
yang diakibatkannya.
Opsi pertama merupakan jalan aman yang minim konflik, tetapi menunjukkan
ketidaktegasan pemerintah. Jika opsi ini dijalankan tentu harus dimulai dari pembahasan
revisi UU Minerba. Lalu, pemerintah harus memberlakukan bea keluar dan pajak yang
besar bagi perusahaan yang melakukan ekspor bahan mentah sehingga menjadi disinsentif
pengusaha tambang.
Dengan adanya disinsentif tersebut diharapkan pengusaha tambang dapat
mengerem tingkat produksinya hingga setidaknya mendekati level pada tahun 2009, dan
mulai berinvestasi di bidang industri hilir. Selain itu, jika opsi ini dilakukan, pemerintah
harus mengambil berbagai kebijakan yang mendukung munculnya industri hilir. Dengan
demikian, meski ada penundaan, industri smelter tetap dibangun.
Kebijakan yang diambil dapat berupa pembangunan smelter yang berbasis wilayah.
Pemerintah menetapkan zona atau kawasan yang akan menjadi sentra industri hilir di
beberapa lokasi dan membangun infrastruktur penunjang. Lalu, pemerintah melalui BKPM
dapat menawarkan sentra-sentra tersebut kepada investor. Apabila opsi kedua diambil,
Indonesia akan menghadapi guncangan ekonomi cukup besar. Oleh sebab itu, pemerintah
diharapkan menyiapkan bantalan pengaman agar dampaknya dapat diminimalkan.
31
Bantalan tersebut dapat berupa jaminan sosial dan pelatihan bagi karyawan yang terkena
PHK.
Pilihan yang akan diambil sangat bergantung pada kepemimpinan dan integritas DPR
dan pemerintah. Penghiliran merupakan proyek besar bangsa Indonesia, yang sayangnya
masih dikerjakan setengah hati.
Pemerintah masih setengah hati dalam menyediakan regulasi dan infrastruktur yang
menunjang investor dalam membangun smelter. Sektor swasta masih setengah hati
mengambil risiko dan sedikit berkorban untuk membangun smelter. Proyek sebesar ini
sudah selayaknya dilaksanakan dengan sepenuh hati sehingga seluruh masyarakat
Indonesia dapat merasakan dampak positif dari penghiliran ini.
3.3. Target Ekspor Tambang dan Mineral
Kebijakan ini tentu saja menghasilkan dampak buruk dan baik di industri
pertambangan. Dampak buruk itu akan terkena pada industri dengan skala kecil dan
menengah. Industri ini akan segera gulung tikar karena tidak mempunyai modal untuk
membangun smelter. Tidak terkecuali itu, perusahaan besar yang tidak mempunyai cukup
modal untuk membangun smelter akan segera menutup perusahaannya. Langkah ini
diambil untuk mengamankan posisi keuangan mereka, agar tidak rugi. Memang benar,
mereka masih bisa menambang, tapi mereka tidak bisa menjualnya. Industri
pengolahannya belum ada, sehingga mereka kesulitan untuk mengekspor atau menjual
mineral mereka.
Bila perusahaan tutup, maka yang akan terjadi adalah pemutusan hubungan kerja.
Contoh kasusnya adalah seperti di Kepulauan Riau. Di kepulauan Riau ini ada sekitar 20-an
usaha tambang bauksit yang menghentikan operasionalnya sementara dan merumahkan
sekitar total 4000-an karyawan dari 20 perusahaan tersebut sambil menunggu
“perubahan” permen ini. Hal ini dilakukan karena meskipun produksi tetap diizinkan
namun hasilnya mau dibawa kemana pasca larangan ekspor tersebut, karena belum ada
satupun perusahaan pengolahan biji bauksit didalam negeri yang menampung hasil
32
tambang mereka. Bila perusahaan tutup dan banyak karyawan yang di PHK, maka APBD
daerah tersebut akan berkurang.
Kebijakan ini tentu saja mempunyai manfaat atau keuntungan sendiri. Penambahan
nilai jual mineral tentu saja akan kita dapatkan. Contohnya seperti ini, harga nikel mentah
setingkat 2000 dollar AS per ton. Setelah jadi ferro nikel, harganya jadi 17.000 dollar AS per
ton sesuai LME. Meningkat pesat atau hampir sembilan kali lipat dari harga normal. Tentu
saja keuntungannya akan lebih banyak lagi daripada kita hanya menjual raw material saja.
Menambah tenaga kerja yang diserap dan peningkatan mutu sumberdaya manusia
adalah manfaat sekundernya. Hal ini akan tercapai bila banyak pabrik pengolahan dan
pemurnian mineral didirikan. Tentu saja banyak pekerja yang akan diserap dan
membutuhkan tenaga ahli-tenaga ahli untuk menangani masalah-masalah dalam industri
ini. Selain dua manfaat diatas, manfaat yang akan timbul lagi adalah terkontrolnya ekspor
mineral. Tidak ada penjualan barang mentah ke luar negeri, atau tidak adanya penjualan
tanah air kita begitu saja.
Dengan adanya kebijakan penerapan Bea Keluar (BK) ekspor, maka dalam jangka
pendek penjualan ore secara besar-besaran dapat ditekan sehingga berimplikasi terhadap
perlambatan ekspor mineral tambang. Dari hasil perhitungan, pada tahun 2014,
diproyeksikan ekspor total mineral dan tambang akan mengalami penurunan, namun akan
meningkat pada tahun 2018 dan 2019. Hal ini disebabkan kesiapan perusahaan-perusahaan
tambang dalam membangun smelter dalam upaya mengolah hasil ore tambang mineral.
Estimasi pengurangan ekspor akibat dari diterapkannya kebijakan pelarangan ekspor raw
material mineral tambang :
33
Tabel 3.2. Estimasi Ekspor Tambang Mineral
Sumber: Hasil Perhitungan Puska Daglu
Ada beberapa skenario estimasi ekspor tambang dan mineral yaitu pertama skenario
tanpa kewajiban hilirisasi sesuai UU No. 4 Tahun 2009 atau dengan kata lain ekspor ores
tetap dilakukan dengan pertumbuhan ekspor seperti tahun 2008-2012 sebesar 10% per
tahun maka estimasi ekspor ores akan terus bertambah tiap tahun dan tidak akan ada
ekspor olahan. Pada skenario kedua (skenario pesimis) yaitu ekspor dengan kewajiban
hilirisasi sesuai UU No. 4 Tahun 2009 dan pertumbuhan ekspor olahan sebesar 10% per
tahun, apabila perusahaan yang mengajukan ijin smelter dapat beroperasi, maka di tahun
2014 ekspor ores akan berkurang sebesar USD 7,13 miliar dan pengurangan tersebut
semakin membesar tiap tahun. Dengan kata lain, ekspor olahan mineral akan bertambah
sebesar USD 1,57 miliar pada tahun 2014 dan akan terus meningkat sebesar USD 2,31
miliar pada tahun 2018. Sementara dengan skenario ketiga (skenario optimis) yaitu ekspor
dengan kewajiban hilirisasi sesuai UU No. 4 Tahun 2009 dan pertumbuhan ekspor olahan
sebesar 25% per tahun, maka akan meningkatkan ekspor mineral tambang olahan
mencapai USD 1,97 miliar di tahun 2014 dan akan terus bertambah sebesar USD 9,84 miliar
34
di tahun 2018. Sehingga kehilangan ekspor akibat kebijakan pelarangan ekspor raw mineral
tambang mencapai USD 0,59 miliar di tahun 2018. Diharapkan perusahaan smelter
tambang akan berkembang lebih baik dengan peningkatan kapasitas 25% per tahun,
sehingga kehilangan ekspor raw mineral tambang dapat ditutupi pada tahun 2019 pada
opsi optimis.
3.4. Hasil Survei
Survei dilakukan di Provinsi Banten karena sebagian besar industri pengolahan
tambang dan mineral berada di wilayah tersebut. Selain itu, kajian ini juga menggali
informasi dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Banten. Hasil survei tersebut
antara lain:
1. PT. Krakatau Posco
PT. Krakatau Posco yang berstatus PMA dengan rencana hasil produksinya berupa Sleb
dan Plat ini telah siap beroperasi di tahun 2014. Progres kesiapan fasilitas pengolahan
dan pemurnian perusahaan ini hingga bulan Oktober tahun i2013 telah mencapai 98%
dan diperkirakan pada tanggal 23 Desember 2013 akan mencapai 100% . Perusahaan
yang akan memproduksi Sleb dan Plat ini memiliki kapasitas produksi sebesar 3 Juta ton
dengan rincian sebanyak 1 Juta ton akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan bahan
baku ke Krakatau Stel, 2,5 Juta ton akan diproduksi menjadi Plat dan 500 ribu lagi akan
di ekspor ke Asia Tenggara.
Terkait dengan kebijakan pelarangan ekspor raw material tambang dan mineral
sebagaimana tertuang didalam UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral
dan Batubara yang akan berlaku efektif bulan Januari 2014, perusahaan ini telah
menyatakan kesiapanya untuk menyongsong pelaksanaan kebijakan dimaksud. `
2. PT. Indo Ferro
Perusahaan yang menghasilkan Nikel Pig Iron , ini berstatus PMA dan berdiri mulai
tahun 2008 dengan jumlah tenaga kerjanya sebanyak 1.200 orang. Adapun kapasitas
35
produksi perusahaan ini mencapai 1 Juta ton dan realisasinya berkisar 500.000 ton.
Dalam menghadapi pelaksanaan kebijakan pelarangan ekspor raw material sebagaimana
tertuang di dalam UU No . 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
yang akan dilaksanakan pada bulana Januari 2014, perusahaan ini telah menyatakan
kesipanya (100%) dan sangat optimis dengan harapan pelksanaan kebijakan tersebut
jangan sampai ditunda-tunda lagi.
Hasil produksi yang berupa Nikel Pig Iron sebesar 50% diperuntukan untuk memenuhi
kebutuhan industry dalam negeri dan 50% lagi adalah untuk di ekspordengan tujuan
India dan Taiwan.
3. PT.Century Metalindo
PT. Century Metalindo yang berdiri pada tahun 2009 ini berstatus sebagai perusahaan
status PMA dengan jumlah tenaga kerjanya sebanyak 200 orang. Produk yang dihasilkan
adalah berupa Silika Mangan dengan bahan bakunya berupa batu mangan, batu silika
dan kapur yang didatangkan dari Sumatera, Nusa Tenggara Timur dan sebagian dari
Jawa Timur. Kapasitas produksi Silika Mangan dari perusahaan ini mencapai 2500 ton
per bulan. Hasil produksi dari perusahaan ini sebesar 50% di jual ke pabrik baja Krakatau
Stel dan 50% nya lagi di ekspor ke Jepang.
Berkaitan dengan akan diberlakukan pelarangan ekspor raw material tambang dan
mineral sebagaimana tertuang didalam UU No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan
Mineral dan Batubara yang akan dilaksanakan pada bulan Januari 2014, perusahaan ini
telah menyatakan kesiapanya dan memberi masukan agar pelaksanaan kebijakan ini
jangan sampai ditunda lagi hanya karena adanya lobi-lobi perusahaan yang tidak
bertanggung jawab. Bahkan perusahaan menyatakan kesiapanya sebagai konsultan bagi
perusahaan-perusahaan yang bergerak dibidang mineral tambang yang akan
membangun sebuah smelter (pengolahan dan pemurnian) mineral tambang.
36
4. Disperindag Banten
Berdasarkan informasi yang disampaikan oleh salah satu pejabat di Disperindag Banten
terkait akan diterapkanya pelarangan ekspor raw material tambang dan mineral
sebagaimana tertuang didalam UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral
dan Batubara pada bulan Januari 2014, dimana jumlah perusahaan yang bergerak
dibidang pengolahan tambang dan mineral di wilayah propinsi Banten sekitar 6
perusahaan. Dari ke 6 perusahaan tersebut, sampai saat ini sebagian besar (67%) telah
melakukan pembangunan fisik smelter dan sisanya (33%) dalam taraf penyelesaian akhir
pembangunan smelter hingga bulan Desember 2013 dan menyatakan kesiapanya untuk
dioperasikan pada bulan Januari 2014
5. Kesimpulan:
Berdasarkan hasil wawancara dilapangan terhadap beberapa perusahaan yang bergerak
dibidang tambang dan mineral (PT. Krakatau Posco, PT. Indo Ferro dan PT.Century
Metalindo) diwilayah Propinsi Banten terkait dengan akan diberlakukan kebijakan
pelarangan ekspor raw material tambang dan mineral pada bulan Januari 2014
sebagaimana tertuang didalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara, dapat digaris bawahi bahwa sebagian besar
perusahaan-perusahaan pengolahan dan pemurnian tambang dan mineral telah
menyatakan kesiapanya untuk menyongsong pelaksanaan kebijakan tersebut di tahun
2014. Diharapkan pelaksanaan kebijakan tersebut, jangan sampai ditunda-tunda lagi
hanya karena memperhatikan lobi-lobi dari para pemilik perusahaan tambang dan
mineral yang tidak bertanggung jawab, bahkan perlu pemberian sanksi bagi perusahaan
yang melanggar aturan seperti pencabutan Ijin Usaha Pertambanganya
37
BAB IV
PENUTUP
4.1. Simpulan
1. Dengan skenario pertama, apabila ke 9 perusahaan yang mengajukan ijin smelter dapat
beroperasi di tahun 2014, maka ekspor ores atau raw material akan terus meningkat
tiap tahun sebesar USD 7,13 miliar di tahun 2014 dan dapat menjadi USD 10,44 miliar
pada tahun 2018. Selain itu, tidak akan ada ekspor untuk olahan mineral.
2. Dengan skenario pesimis, ke 9 perusahaan yang mengajukan ijin smelter diasumsikan
beroperasi tahun 2014, maka akan meningkatkan ekspor olahan mineral tambang USD
1,57 miliar (kapasitas 10%), sehingga kehilangan ekspor akibat kebijakan pelarangan
ekspor raw mineral tambang USD 5,55 miliar.
3. Dengan skenario optimis, ke 9 perusahaan yang mengajukan ijin smelter dapat
beroperasi di tahun 2014 dengan kapasitas 25% (USD 1,97 miliar), sehingga kehilangan
ekspor akibat kebijakan pelarangan ekspor raw mineral tambang USD 5,16 miliar.
Dengan asumsi terjadi peningkatan kapasitas 25% per tahun, maka kehilangan ekspor
raw mineral tambang dapat ditutupi pada tahun 2019 (optimis).
4.2 Rekomendasi
1. Untuk meningkatkan nilai tambah produk tambang dan mineral dalam rangka
peningkatan ekspor, perlu adanya kebijakan terpadu berupa SK bersama antar
Kementerian teknis terkait guna menciptakan iklim investasi yang kondusif bagi investor,
mendorong ketersediaan energi untuk dapat memenuhi kebutuhan industri khususnya
bagi industry pengolahan dan pemurnian tambang dan mineral serta menyiapkan
infrastruktur yang memadahi.
2. Perlu dukungan fasilitas yaitu kemudahan perizinan dan insentif berupa pajak bagi
pelaku usaha Smelter untuk dapat segera menyelesaikan progres kesiapan
pembangunan pengolahan dan pemurnian tambang dan mineral.
38
DAFTAR PUSTAKA
Gocht, WR., Zantop,H., Eggert, RG., 1988, International Mineral Economic, Mineral Exploration,
Mine Valuation, Mineral Markets, International Mineral Policies, Springer Verlag Berlin
Heidelberg.
http : //www. Smelting.co.id, 2009, PT Smelting Gresik Copper Smelter and Refinary.
Katili, J.A., 1979, Peranan pemerintah dalam manajemen sumber mineral, Majalah Survei dan
Pemetaan No. 13/IV/1979.
Sarno Harjanto, 1996, Potensi dan prospek beberepa jenis bahan galian industri di Indonesia,
Direktorat Sumber Daya Mineral Bandung.
Silitoe, R.H., 1994, Indonesian minerals deposits-introductory comments, camparisons and
speculation, Journal of Geochemical Exploration, Volume 50-NOS.1-3 March 1994,
Elsevier.
US Geological Survey, 2008, Mineral Commodity Summaries 2008, United Government Printing
Washington Van Leeuwen, T.M., 1994, 25 Years of minerals exploration and discovery in
Indonesia, Journal of Geochemical Exploration, Volume 50-NOS.1-3 March 1994, Elsevier.

More Related Content

Viewers also liked

[Jurnal] analisis pengaruh kebijakan fiskal pemerintah terhadap kinerja indus...
[Jurnal] analisis pengaruh kebijakan fiskal pemerintah terhadap kinerja indus...[Jurnal] analisis pengaruh kebijakan fiskal pemerintah terhadap kinerja indus...
[Jurnal] analisis pengaruh kebijakan fiskal pemerintah terhadap kinerja indus...Ramadhani Pratama
 
Penentuan Volume Extracted Bahan Baku Simpanan Dalam Bahan Galian Permukaan P...
Penentuan Volume Extracted Bahan Baku Simpanan Dalam Bahan Galian Permukaan P...Penentuan Volume Extracted Bahan Baku Simpanan Dalam Bahan Galian Permukaan P...
Penentuan Volume Extracted Bahan Baku Simpanan Dalam Bahan Galian Permukaan P...National Cheng Kung University
 
Statistik dan penyajian data
Statistik dan penyajian dataStatistik dan penyajian data
Statistik dan penyajian dataKlara Tri Meiyana
 
Cba dlm sektor publik
Cba dlm sektor publikCba dlm sektor publik
Cba dlm sektor publikArief H
 
Analisis kebijakan fiskal
Analisis kebijakan fiskalAnalisis kebijakan fiskal
Analisis kebijakan fiskalArief H
 
Sessie 4: Eenmaal, andermaal, totaal! Herbekijk je business model om totaalop...
Sessie 4: Eenmaal, andermaal, totaal! Herbekijk je business model om totaalop...Sessie 4: Eenmaal, andermaal, totaal! Herbekijk je business model om totaalop...
Sessie 4: Eenmaal, andermaal, totaal! Herbekijk je business model om totaalop...researchvlerick
 
How to unload the debt burdens
How to unload the debt burdensHow to unload the debt burdens
How to unload the debt burdensThe1 Uploader
 
Beating the Low Coal Price Condition
Beating the Low Coal Price ConditionBeating the Low Coal Price Condition
Beating the Low Coal Price ConditionThe1 Uploader
 
Directory of Mining Companies in Indonesia Status of Clean and Clear
Directory of Mining Companies in Indonesia Status of Clean and ClearDirectory of Mining Companies in Indonesia Status of Clean and Clear
Directory of Mining Companies in Indonesia Status of Clean and ClearThe1 Uploader
 
Coal Mining Business in Indonesia, August 2016
Coal Mining Business in Indonesia, August 2016Coal Mining Business in Indonesia, August 2016
Coal Mining Business in Indonesia, August 2016The1 Uploader
 
Batubara di Indonesia (Statistik Pertambangan dan Penggalian) 2014
Batubara di Indonesia (Statistik Pertambangan dan Penggalian) 2014Batubara di Indonesia (Statistik Pertambangan dan Penggalian) 2014
Batubara di Indonesia (Statistik Pertambangan dan Penggalian) 2014Titis Setya Wulandari
 
Per menkes 416 90 baku mutu air
Per menkes 416 90 baku mutu airPer menkes 416 90 baku mutu air
Per menkes 416 90 baku mutu airMohamad Amin
 
Format proposal-tugas-akhir
Format proposal-tugas-akhirFormat proposal-tugas-akhir
Format proposal-tugas-akhirsuhendar23
 
GAMBARAN TINGKAT KECEMASAN IBU HAMIL TRIMESTER III DALAM MENGHADAPI PERSALINA...
GAMBARAN TINGKAT KECEMASAN IBU HAMIL TRIMESTER III DALAM MENGHADAPI PERSALINA...GAMBARAN TINGKAT KECEMASAN IBU HAMIL TRIMESTER III DALAM MENGHADAPI PERSALINA...
GAMBARAN TINGKAT KECEMASAN IBU HAMIL TRIMESTER III DALAM MENGHADAPI PERSALINA...Warnet Raha
 
Pengumuman Kementrian ESDM: Penetapan IUP CnC ke 18 dan Daftar IUP yang Dicab...
Pengumuman Kementrian ESDM: Penetapan IUP CnC ke 18 dan Daftar IUP yang Dicab...Pengumuman Kementrian ESDM: Penetapan IUP CnC ke 18 dan Daftar IUP yang Dicab...
Pengumuman Kementrian ESDM: Penetapan IUP CnC ke 18 dan Daftar IUP yang Dicab...Publish What You Pay (PWYP) Indonesia
 
Daftar CNC ke-18 & IUP yang Dicabut
Daftar CNC ke-18 & IUP yang DicabutDaftar CNC ke-18 & IUP yang Dicabut
Daftar CNC ke-18 & IUP yang DicabutThe1 Uploader
 
Pedoman penyusunan tugas akhir 2016
Pedoman penyusunan tugas akhir 2016Pedoman penyusunan tugas akhir 2016
Pedoman penyusunan tugas akhir 2016Herman Poltek
 
Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan P...
Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan P...Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan P...
Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan P...infosanitasi
 
Pedoman penyusunan penulisan proposal penelitian dan skripsi
Pedoman penyusunan penulisan proposal penelitian dan skripsiPedoman penyusunan penulisan proposal penelitian dan skripsi
Pedoman penyusunan penulisan proposal penelitian dan skripsiMelwin Syafrizal
 

Viewers also liked (20)

[Jurnal] analisis pengaruh kebijakan fiskal pemerintah terhadap kinerja indus...
[Jurnal] analisis pengaruh kebijakan fiskal pemerintah terhadap kinerja indus...[Jurnal] analisis pengaruh kebijakan fiskal pemerintah terhadap kinerja indus...
[Jurnal] analisis pengaruh kebijakan fiskal pemerintah terhadap kinerja indus...
 
Penentuan Volume Extracted Bahan Baku Simpanan Dalam Bahan Galian Permukaan P...
Penentuan Volume Extracted Bahan Baku Simpanan Dalam Bahan Galian Permukaan P...Penentuan Volume Extracted Bahan Baku Simpanan Dalam Bahan Galian Permukaan P...
Penentuan Volume Extracted Bahan Baku Simpanan Dalam Bahan Galian Permukaan P...
 
Statistik dan penyajian data
Statistik dan penyajian dataStatistik dan penyajian data
Statistik dan penyajian data
 
Cba dlm sektor publik
Cba dlm sektor publikCba dlm sektor publik
Cba dlm sektor publik
 
Kebijakan Tarif
Kebijakan TarifKebijakan Tarif
Kebijakan Tarif
 
Analisis kebijakan fiskal
Analisis kebijakan fiskalAnalisis kebijakan fiskal
Analisis kebijakan fiskal
 
Sessie 4: Eenmaal, andermaal, totaal! Herbekijk je business model om totaalop...
Sessie 4: Eenmaal, andermaal, totaal! Herbekijk je business model om totaalop...Sessie 4: Eenmaal, andermaal, totaal! Herbekijk je business model om totaalop...
Sessie 4: Eenmaal, andermaal, totaal! Herbekijk je business model om totaalop...
 
How to unload the debt burdens
How to unload the debt burdensHow to unload the debt burdens
How to unload the debt burdens
 
Beating the Low Coal Price Condition
Beating the Low Coal Price ConditionBeating the Low Coal Price Condition
Beating the Low Coal Price Condition
 
Directory of Mining Companies in Indonesia Status of Clean and Clear
Directory of Mining Companies in Indonesia Status of Clean and ClearDirectory of Mining Companies in Indonesia Status of Clean and Clear
Directory of Mining Companies in Indonesia Status of Clean and Clear
 
Coal Mining Business in Indonesia, August 2016
Coal Mining Business in Indonesia, August 2016Coal Mining Business in Indonesia, August 2016
Coal Mining Business in Indonesia, August 2016
 
Batubara di Indonesia (Statistik Pertambangan dan Penggalian) 2014
Batubara di Indonesia (Statistik Pertambangan dan Penggalian) 2014Batubara di Indonesia (Statistik Pertambangan dan Penggalian) 2014
Batubara di Indonesia (Statistik Pertambangan dan Penggalian) 2014
 
Per menkes 416 90 baku mutu air
Per menkes 416 90 baku mutu airPer menkes 416 90 baku mutu air
Per menkes 416 90 baku mutu air
 
Format proposal-tugas-akhir
Format proposal-tugas-akhirFormat proposal-tugas-akhir
Format proposal-tugas-akhir
 
GAMBARAN TINGKAT KECEMASAN IBU HAMIL TRIMESTER III DALAM MENGHADAPI PERSALINA...
GAMBARAN TINGKAT KECEMASAN IBU HAMIL TRIMESTER III DALAM MENGHADAPI PERSALINA...GAMBARAN TINGKAT KECEMASAN IBU HAMIL TRIMESTER III DALAM MENGHADAPI PERSALINA...
GAMBARAN TINGKAT KECEMASAN IBU HAMIL TRIMESTER III DALAM MENGHADAPI PERSALINA...
 
Pengumuman Kementrian ESDM: Penetapan IUP CnC ke 18 dan Daftar IUP yang Dicab...
Pengumuman Kementrian ESDM: Penetapan IUP CnC ke 18 dan Daftar IUP yang Dicab...Pengumuman Kementrian ESDM: Penetapan IUP CnC ke 18 dan Daftar IUP yang Dicab...
Pengumuman Kementrian ESDM: Penetapan IUP CnC ke 18 dan Daftar IUP yang Dicab...
 
Daftar CNC ke-18 & IUP yang Dicabut
Daftar CNC ke-18 & IUP yang DicabutDaftar CNC ke-18 & IUP yang Dicabut
Daftar CNC ke-18 & IUP yang Dicabut
 
Pedoman penyusunan tugas akhir 2016
Pedoman penyusunan tugas akhir 2016Pedoman penyusunan tugas akhir 2016
Pedoman penyusunan tugas akhir 2016
 
Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan P...
Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan P...Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan P...
Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan P...
 
Pedoman penyusunan penulisan proposal penelitian dan skripsi
Pedoman penyusunan penulisan proposal penelitian dan skripsiPedoman penyusunan penulisan proposal penelitian dan skripsi
Pedoman penyusunan penulisan proposal penelitian dan skripsi
 

Similar to Analisis dampak-kebijakan-1422852872

Makalah ekonomi bahan gaian mineral acak
Makalah ekonomi bahan gaian mineral acakMakalah ekonomi bahan gaian mineral acak
Makalah ekonomi bahan gaian mineral acakDeny Tandidatu
 
Makalah survei puslitbang tekmira
Makalah survei puslitbang tekmiraMakalah survei puslitbang tekmira
Makalah survei puslitbang tekmiraYoga Hepta Gumilar
 
KOORDINASI DAN SUPERVISI PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA TAHU...
KOORDINASI DAN SUPERVISI PENGELOLAAN PERTAMBANGAN  MINERAL DAN BATUBARA  TAHU...KOORDINASI DAN SUPERVISI PENGELOLAAN PERTAMBANGAN  MINERAL DAN BATUBARA  TAHU...
KOORDINASI DAN SUPERVISI PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA TAHU...Publish What You Pay (PWYP) Indonesia
 
7. bab i pendahuluan
7. bab i pendahuluan7. bab i pendahuluan
7. bab i pendahuluanvespa
 
3. Profile Industri Baja 2014 (2).pdf
3. Profile Industri Baja 2014 (2).pdf3. Profile Industri Baja 2014 (2).pdf
3. Profile Industri Baja 2014 (2).pdfadaadehermawan
 
3. Profile Industri Baja 2014 (1).pdf
3. Profile Industri Baja 2014 (1).pdf3. Profile Industri Baja 2014 (1).pdf
3. Profile Industri Baja 2014 (1).pdfdikdik39
 
Makalah sosiologi hutan dan lingkungan
Makalah sosiologi hutan dan lingkunganMakalah sosiologi hutan dan lingkungan
Makalah sosiologi hutan dan lingkunganEDIS BLOG
 
2020-Kepmenaker nomor 380 Tahun 2020.pdf
2020-Kepmenaker nomor 380 Tahun 2020.pdf2020-Kepmenaker nomor 380 Tahun 2020.pdf
2020-Kepmenaker nomor 380 Tahun 2020.pdfhadiwiryo2019
 
Capaian dan Arah Perbaikan Tata Kelola Mineral dan Batubara Nasional
Capaian dan Arah Perbaikan Tata Kelola Mineral dan Batubara NasionalCapaian dan Arah Perbaikan Tata Kelola Mineral dan Batubara Nasional
Capaian dan Arah Perbaikan Tata Kelola Mineral dan Batubara NasionalPublish What You Pay (PWYP) Indonesia
 
Kajian kpk sistem pnpb mineral dan batubara
Kajian kpk sistem pnpb mineral dan batubaraKajian kpk sistem pnpb mineral dan batubara
Kajian kpk sistem pnpb mineral dan batubaradhannytant
 
laporan-kinerja-industri-dan-kinerja-kemenperin-2012
laporan-kinerja-industri-dan-kinerja-kemenperin-2012laporan-kinerja-industri-dan-kinerja-kemenperin-2012
laporan-kinerja-industri-dan-kinerja-kemenperin-2012Nirma Kinasih
 
Batubara Aceh Terhadap PAD dan Devisa Negara
Batubara Aceh Terhadap PAD dan Devisa Negara Batubara Aceh Terhadap PAD dan Devisa Negara
Batubara Aceh Terhadap PAD dan Devisa Negara isyagori
 

Similar to Analisis dampak-kebijakan-1422852872 (20)

Makalah ekonomi bahan gaian mineral acak
Makalah ekonomi bahan gaian mineral acakMakalah ekonomi bahan gaian mineral acak
Makalah ekonomi bahan gaian mineral acak
 
Urgensi pengendalian produksi batubara baru
Urgensi pengendalian produksi batubara baruUrgensi pengendalian produksi batubara baru
Urgensi pengendalian produksi batubara baru
 
Makalah survei puslitbang tekmira
Makalah survei puslitbang tekmiraMakalah survei puslitbang tekmira
Makalah survei puslitbang tekmira
 
Tarik Ulur Kebijakan Larangan Ekspor Mineral
Tarik Ulur Kebijakan Larangan Ekspor Mineral Tarik Ulur Kebijakan Larangan Ekspor Mineral
Tarik Ulur Kebijakan Larangan Ekspor Mineral
 
KOORDINASI DAN SUPERVISI PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA TAHU...
KOORDINASI DAN SUPERVISI PENGELOLAAN PERTAMBANGAN  MINERAL DAN BATUBARA  TAHU...KOORDINASI DAN SUPERVISI PENGELOLAAN PERTAMBANGAN  MINERAL DAN BATUBARA  TAHU...
KOORDINASI DAN SUPERVISI PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA TAHU...
 
7. bab i pendahuluan
7. bab i pendahuluan7. bab i pendahuluan
7. bab i pendahuluan
 
Iptek pada pertambangan
Iptek pada pertambanganIptek pada pertambangan
Iptek pada pertambangan
 
3. Profile Industri Baja 2014 (2).pdf
3. Profile Industri Baja 2014 (2).pdf3. Profile Industri Baja 2014 (2).pdf
3. Profile Industri Baja 2014 (2).pdf
 
3. Profile Industri Baja 2014 (1).pdf
3. Profile Industri Baja 2014 (1).pdf3. Profile Industri Baja 2014 (1).pdf
3. Profile Industri Baja 2014 (1).pdf
 
Potret Migas dan Pertambangan di Provinsi Jawa Timur
Potret Migas dan Pertambangan di Provinsi Jawa TimurPotret Migas dan Pertambangan di Provinsi Jawa Timur
Potret Migas dan Pertambangan di Provinsi Jawa Timur
 
Makalah sosiologi hutan dan lingkungan
Makalah sosiologi hutan dan lingkunganMakalah sosiologi hutan dan lingkungan
Makalah sosiologi hutan dan lingkungan
 
Skkni 2016 038
Skkni 2016 038Skkni 2016 038
Skkni 2016 038
 
Penataan Izin Batubara dalam Koordinasi dan Supervisi KPK
Penataan Izin Batubara dalam Koordinasi dan Supervisi KPK Penataan Izin Batubara dalam Koordinasi dan Supervisi KPK
Penataan Izin Batubara dalam Koordinasi dan Supervisi KPK
 
2020-Kepmenaker nomor 380 Tahun 2020.pdf
2020-Kepmenaker nomor 380 Tahun 2020.pdf2020-Kepmenaker nomor 380 Tahun 2020.pdf
2020-Kepmenaker nomor 380 Tahun 2020.pdf
 
Laporan PKL di tekmira
Laporan PKL di tekmiraLaporan PKL di tekmira
Laporan PKL di tekmira
 
Capaian dan Arah Perbaikan Tata Kelola Mineral dan Batubara Nasional
Capaian dan Arah Perbaikan Tata Kelola Mineral dan Batubara NasionalCapaian dan Arah Perbaikan Tata Kelola Mineral dan Batubara Nasional
Capaian dan Arah Perbaikan Tata Kelola Mineral dan Batubara Nasional
 
Kajian kpk sistem pnpb mineral dan batubara
Kajian kpk sistem pnpb mineral dan batubaraKajian kpk sistem pnpb mineral dan batubara
Kajian kpk sistem pnpb mineral dan batubara
 
laporan-kinerja-industri-dan-kinerja-kemenperin-2012
laporan-kinerja-industri-dan-kinerja-kemenperin-2012laporan-kinerja-industri-dan-kinerja-kemenperin-2012
laporan-kinerja-industri-dan-kinerja-kemenperin-2012
 
Batubara Aceh Terhadap PAD dan Devisa Negara
Batubara Aceh Terhadap PAD dan Devisa Negara Batubara Aceh Terhadap PAD dan Devisa Negara
Batubara Aceh Terhadap PAD dan Devisa Negara
 
Bab 1 kap. 45 ton
Bab 1 kap. 45 tonBab 1 kap. 45 ton
Bab 1 kap. 45 ton
 

Recently uploaded

Sesi 3 MKDU 4221 PAI 2020 Universitas Terbuka
Sesi 3 MKDU 4221 PAI 2020 Universitas TerbukaSesi 3 MKDU 4221 PAI 2020 Universitas Terbuka
Sesi 3 MKDU 4221 PAI 2020 Universitas TerbukaYogaJanuarR
 
Etika Profesi-CYBER CRIME n CYBER LAW.ppt
Etika Profesi-CYBER CRIME n CYBER LAW.pptEtika Profesi-CYBER CRIME n CYBER LAW.ppt
Etika Profesi-CYBER CRIME n CYBER LAW.pptAlMaliki1
 
HUKUM PERDATA di Indonesia (dasar-dasar Hukum Perdata)
HUKUM PERDATA di Indonesia (dasar-dasar Hukum Perdata)HUKUM PERDATA di Indonesia (dasar-dasar Hukum Perdata)
HUKUM PERDATA di Indonesia (dasar-dasar Hukum Perdata)ErhaSyam
 
HAK PATEN yang merupakan salah satu bagian dari HAKI
HAK PATEN yang merupakan salah satu bagian dari HAKIHAK PATEN yang merupakan salah satu bagian dari HAKI
HAK PATEN yang merupakan salah satu bagian dari HAKIdillaayuna
 
Sosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan Pendahuluan
Sosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan PendahuluanSosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan Pendahuluan
Sosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan PendahuluanIqbaalKamalludin1
 
Hukum Adat Islam Institut Agama Islam Negeri Bone.pptx
Hukum Adat Islam Institut Agama Islam Negeri Bone.pptxHukum Adat Islam Institut Agama Islam Negeri Bone.pptx
Hukum Adat Islam Institut Agama Islam Negeri Bone.pptxAudyNayaAulia
 
Luqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertama
Luqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertamaLuqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertama
Luqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertamaIndra Wardhana
 
BENTUK NEGARA ,BENTUK PEMERINTAHAN DAN SISTEM PEMERINTAHAN
BENTUK NEGARA ,BENTUK PEMERINTAHAN DAN SISTEM PEMERINTAHANBENTUK NEGARA ,BENTUK PEMERINTAHAN DAN SISTEM PEMERINTAHAN
BENTUK NEGARA ,BENTUK PEMERINTAHAN DAN SISTEM PEMERINTAHANharri34
 
PENANGANAN PELANGGARAN PEMILU TAHUN 2024.pptx
PENANGANAN PELANGGARAN PEMILU TAHUN 2024.pptxPENANGANAN PELANGGARAN PEMILU TAHUN 2024.pptx
PENANGANAN PELANGGARAN PEMILU TAHUN 2024.pptxmuhammadarsyad77
 
2. MACAM MACAM KORBAN.ppt Materi Kuliah Hukum Viktimologi
2. MACAM MACAM KORBAN.ppt Materi Kuliah Hukum Viktimologi2. MACAM MACAM KORBAN.ppt Materi Kuliah Hukum Viktimologi
2. MACAM MACAM KORBAN.ppt Materi Kuliah Hukum ViktimologiSaktaPrwt
 

Recently uploaded (10)

Sesi 3 MKDU 4221 PAI 2020 Universitas Terbuka
Sesi 3 MKDU 4221 PAI 2020 Universitas TerbukaSesi 3 MKDU 4221 PAI 2020 Universitas Terbuka
Sesi 3 MKDU 4221 PAI 2020 Universitas Terbuka
 
Etika Profesi-CYBER CRIME n CYBER LAW.ppt
Etika Profesi-CYBER CRIME n CYBER LAW.pptEtika Profesi-CYBER CRIME n CYBER LAW.ppt
Etika Profesi-CYBER CRIME n CYBER LAW.ppt
 
HUKUM PERDATA di Indonesia (dasar-dasar Hukum Perdata)
HUKUM PERDATA di Indonesia (dasar-dasar Hukum Perdata)HUKUM PERDATA di Indonesia (dasar-dasar Hukum Perdata)
HUKUM PERDATA di Indonesia (dasar-dasar Hukum Perdata)
 
HAK PATEN yang merupakan salah satu bagian dari HAKI
HAK PATEN yang merupakan salah satu bagian dari HAKIHAK PATEN yang merupakan salah satu bagian dari HAKI
HAK PATEN yang merupakan salah satu bagian dari HAKI
 
Sosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan Pendahuluan
Sosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan PendahuluanSosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan Pendahuluan
Sosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan Pendahuluan
 
Hukum Adat Islam Institut Agama Islam Negeri Bone.pptx
Hukum Adat Islam Institut Agama Islam Negeri Bone.pptxHukum Adat Islam Institut Agama Islam Negeri Bone.pptx
Hukum Adat Islam Institut Agama Islam Negeri Bone.pptx
 
Luqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertama
Luqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertamaLuqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertama
Luqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertama
 
BENTUK NEGARA ,BENTUK PEMERINTAHAN DAN SISTEM PEMERINTAHAN
BENTUK NEGARA ,BENTUK PEMERINTAHAN DAN SISTEM PEMERINTAHANBENTUK NEGARA ,BENTUK PEMERINTAHAN DAN SISTEM PEMERINTAHAN
BENTUK NEGARA ,BENTUK PEMERINTAHAN DAN SISTEM PEMERINTAHAN
 
PENANGANAN PELANGGARAN PEMILU TAHUN 2024.pptx
PENANGANAN PELANGGARAN PEMILU TAHUN 2024.pptxPENANGANAN PELANGGARAN PEMILU TAHUN 2024.pptx
PENANGANAN PELANGGARAN PEMILU TAHUN 2024.pptx
 
2. MACAM MACAM KORBAN.ppt Materi Kuliah Hukum Viktimologi
2. MACAM MACAM KORBAN.ppt Materi Kuliah Hukum Viktimologi2. MACAM MACAM KORBAN.ppt Materi Kuliah Hukum Viktimologi
2. MACAM MACAM KORBAN.ppt Materi Kuliah Hukum Viktimologi
 

Analisis dampak-kebijakan-1422852872

  • 1. ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN PELARANGAN EKSPOR RAW MATERIAL TAMBANG DAN MINERAL Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri Jakarta – 2013
  • 2. i KATA PENGANTAR Tambang dan Mineral merupakan sumber daya alam yang tidak terbarukan (non renewable) yang dikuasai oleh negara dan pemanfaatanya digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Oleh karena itu, pengelolaan tambang dan mineral harus memberi nilai tambah bagi perekonomian nasional. Terkait hal tersebut, pemerintah senantiasa terus melakukan upaya-upaya untuk mendorong para pelaku usaha agar terus berbenah diri dan melakukan terobosan-terobosan sehingga dapat mendongkrak nilai tambah tambang dan mineral Indonesia ke posisi yang dapat mensejahterakan rakyat dan menentukan bagi perdagangan tambang dan mineral dunia. Niat baik pemerintah dalam upaya mendorong para pelaku usaha dimaksud, tertuang didalam Undang-undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba), dimana materi pokok yang terkandung didalam UU ini mengatur penghiliran hasil tambang mineral dan batubara dan melarang ekspor bahan mentah hingga tahun 2014. Sebagai pelaksanaan UU No 4 tahun 2009 tersebut, pemerintah kamudian menerbitkan PP No 23 tahun 2010 yang telah diubah dengan PP No 24 tahun 2012 tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan Mineral dan Batubara. Beberapa peraturan terkait lainya yaitu Peraturan Menteri ESDM No. 7 Tahun 2012 yang disempurnakan dengan Permen ESDM No 11 tahun 2012 dan terakhir adalah Permen ESDM No. 20 Tahun 2013 tentang Perubahan kedua atas peraturan Menteri ESDM No 7 Tahun 2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral melalui kegiatan Pengelolaan dan Pemurnian Mineral, Permendag No 52/M-DAG/per/8/ 2012 tentang perubahan atas Permendag No. 29/M-DAG/per/5 /20l2 tentang ketentuan ekspor produk pertambangan dan Permenkeu No. 128/pmk.011/2013 tentang perubahan atas peraturan menteri keuangan nomor 75/pmk.011/2012 tentang penetapan barang ekspor yang dikenakan bea keluar dan tarif bea keluar Tujuan kajian singkat ini adalah untuk mengetahui seberapa besar dampak kehilangan ekspor pertambangan Indonesia atas diterapkan kebijakan pelarangan
  • 3. ii ekspor raw material tambang dan mineral yang rencananya akan ditetapkan awal tahun 2014. Disadari bahwa kajian ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu diharapkan sumbangan pemikiran dari para pembaca sebagai bahan penyempurnaan. Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak, yang secara langsung dan tidak langsung telah membantu penyelesaian kajian ini. Semoga laporan hasil Analisis Dampak Kebijakan Pelarangan Ekspor Raw Material Tambang dan Mineral ini bermanfaat. Jakarta, Oktober 2012 Tim Pengkaji
  • 4. iii DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI iii DAFTAR TABEL iv DAFTAR GAMBAR v BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Tujuan dan Output Kajian 2 1.3 Ruang Lingkup Kajian 3 1.4 Metodologi Kajian 3 BAB II POTENDI DAN KEBIJAKAN 4 2.1 Sekilas Keberadaan Tambang dan Mineral di Indonesia 4 2.2 Daya Saing Industri Pertambangan Indonesia 10 2.3 Kebijakan Terkait Dengan Tambang dan Mineral 15 2.4 Pemasaran 18 BAB III ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN PELARANGAN EKSPOR RAW MATERIAL TAMBANG DAN MINERAL 24 BAB IV PENUTUP 35 A. Simpulan 35 B. Rekomendasi 35 DAFTAR PUSTAKA 36
  • 5. iv DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2. 1 Keadaan Beberapa Sumber Daya dan Cadangan Tambang dan Mineral di Indonesia Tahun 2011 7 Tabel 2. 2 Produksi Tambang dan Mineral Indonesia Tahun 2011 7 Tabel 2. 3 Fasilitas Pengolahan dan Pemurnian Yang Beroperasi Pada Tahun 2014 8 Tabel 2. 4 Sepuluh produsen terbesar nikel olahan pada tahun 2010 14 Tabel 2.5 Data Produksi dan Penjualan Mineral 20 Tabel 2. 6 Impor Produk Pertambangan Tahun 2008 - 2012 23 Tabel 3. 1 Produksi Barang Tambang dan Mineral Tahun 1996 - 2011 26 Tabel 3. 2 Estimasi Ekspor Tambang dan Mineral 33
  • 6. v DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2. 1 Ekspor Non Migas Berdasarkan Sektor Periode Januari – Agustus 2013 21 Gambar 2. 2 Perkembangan Ekspor Bijih Alumunium dan Nikel Tahun 2008 - 2013 22 Gambar 3. 1 Rekapitulasi Progres Pembangunan Smelter 28
  • 7. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tambang dan Mineral merupakan sumber daya alam yang tidak terbarukan (non renewable) yang dikuasai oleh negara dan pemanfaatanya digunakan untuk sebesar- besarnya kemakmuran rakyat. Oleh karena itu, pengelolaan tambang dan mineral harus memberi nilai tambah bagi perekonomian nasional. Untuk mencapai hal dimaksud, pengelolaan pertambangan mineral harus berazazkan kepada manfaat, keadilan dan keseimbangan serta keberpihakan kepada kepentingan bangsa dan negara. Sejalan dengan hal tersebut, pemerintah senantiasa terus melakukan upaya-upaya untuk mendorong para pelaku usaha agar terus berbenah diri dan melakukan terobosan- terobosan sehingga dapat mendongkrak nilai tambah tambang dan mineral Indonesia ke posisi yang dapat mensejahterakan rakyat dan menentukan bagi perdagangan tambang dan mineral dunia. Niat baik pemerintah dalam mendorong para pelaku usaha untuk peningkatan nilai tambah tambang dan mineral dimaksud, sebagaimana tertuang didalam Undang-undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba), dimana didalam UU tersebut telah mengatur tentang kewajiban pengolahan dan pemurnian tambang dan mineral yang diberlakukan selambat-lambatnya 5 (lima) tahun sejak UU dimaksud diundangkan pada tanggal 12 Januari 2009 sehingga pemberlakukan pengolahan dan pemurnian tambang dan mineral jatuh pada bulan Januari 2014. Sebagai akibat dari diundangkan UU No 4 Tahun 2009 tersebut, secara nasional telah terjadi peningkatan ekspor bijih mineral secara besar-besaran dalam periode 3 tahun terakhir. Dalam rangka pengendalian ekspor bijih mieral dan mendorong industry hilir, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No 23 tahun 2010 yang telah diubah dengan PP No 24 tahun 2012 tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan Mineral dan Batubara. Selanjutnya dikeluarkan beberapa peraturan terkait seperti Peraturan Menteri ESDM No. 7 Tahun 2012 yang kemudian disempurnakan dengan
  • 8. 2 Permen ESDM No 11 tahun 2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral melalui kegiatan Pengelolaan dan Pemurnian Mineral (smelter), dimana materi pokok yang terkandung didalamnya menyebutkan bahwa perusahaan pertambangan dapat melakukan ekspor bijih (ores) mineral ke luar negeri sebelum tahun 2004 apabila telah mendapatkan rekomendasi dari Menteri ESDM. Peraturan terkait lainya yang telah diterbitkan dalam rangka menunjang pelaksanaan UU Minerba tersebut, adalah Permendag No 29 tahun 2012 tentang ketentuan ekspor produk pertambangan dan Permenkeu No. 75 Tahun 2012 tentang Penetapan Barang yang dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar. Berkaitan dengan berbagai permasalahan tersebut, dan berdasarkan Surat Permintaan Kerjasama kajian tambang dan mineral dari Direktorat Eskpor Industri dan Pertambangan (Ditjen Daglu) Nomor: 1022/DAGLU.3.4/ND/8/2013 tertanggal 13 Agustus 2013, maka Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri akan melakukan evaluasi terhadap dampak kebijakan dimaksud, terutama yang berkaitan dengan pelarangan ekspor dalam bentuk bijih (raw material atau ores) atas komoditi Tambang dan Mineral yang akan diberlakukan pada bulan Januari 2014. 1.2. Tujuan dan Output Kajian Tujuan dan output yang dingin dicapai dalam kegiatan analisis ini adalah sebagai berikut : 1. Tujuan kajian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar dampak sebagai akibat pemberlakuan kebijakan pelarangan ekspor Tambang dan Mineral dalam bentuk bijih (raw material atau ores). 2. Output dari kajian ini adalah hasil analisis terhadap dampak akibat diberlakukan penerapan pelarangan ekspor atas komoditi Tambang dan Mineral dalam bentuk bijih (raw material atau ore).
  • 9. 3 1.3. Ruang Lingkup Kajian Agar dapat mencapai hasil yang sesuai maksud dan tujuan yang diharapkan, maka ruang lingkup yang dikaji dalam analisis ini dibatasi sebagai berikut: 1. Ruang lingkup kajian ini adalah hanya membahas mengenai dampak akibat diberlakukan kebijakan pelarangan ekspor atas komoditi Tambang dan Mineral dalam bentuk bijih (raw material atau ore). 2. Daerah Survei dalam kajian ini dibatatasi hanya di Propinsi Banten mengingat lokasi beberapa industri pengolahan tambang dan mineral ada di wilayah tersebut, seperti PT. Krakatau Posco, PT. Indo Ferro, PT. Century Metalindo dan lain-lainya. 1.4. Metodologi Kajian 1. Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam kajian terdiri dari data sekunder dan data primer. Data sekunder yang dikumpulkan dalam kajian ini diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), Kementerian Perindustrian, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kementerian Perdagangan. Sementara itu, data primer diperoleh dari hasil survai di lapangan dengan cara melakukan pengumpulan data dan wawancara langsung kepada responden. 2. Alat Analisa Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dan kuantitatif, yaitu penelitian yang didasarkan atas data sekunder, jurnal, artikel dan literatur yang berhubungan dengan permasalahan penelitian melalui transaksi antar sektor baik dalam bentuk input maupun output dalam proses produksi dapat terlihat kontribusi, dampak pengganda dan tingkat keterkaitan hubungan antara sektor pertambangan dengan sektor ekonomi lainnya. Analisis yang digunakan pada kajian ini adalah analisis deskriptif dengan tujuan untuk memaparkan hasil temuan berupa data dan informasi baik yang sifatnya kualitatif maupun kuantitatif.
  • 10. 4 BAB II POTENSI DAN KEBIJAKAN 2.1. Sekilas Keberadaan Tambang dan Mineral di Indonesia Pasal 33 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 mengamanatkan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besar untuk kemakmuran rakyat. Amanat UUD 1945 ini merupakan landasan pembangunan pertambangan dan energi untuk memanfaatkan potensi kekayaan sumberdaya alam mineral dan energi yang dimiliki secara optimal dalam mendukung pembangunan nasional yang berkelanjutan. Tambang, mineral dan batubara yang terkandung dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia merupakan kekayaan alam tak terbarukan sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa yang mempunyai peranan penting dalam memenuhi hajat hidup orang banyak. Oleh karena itu, pengelolaannya harus dikuasai oleh Negara untuk member nilai tambah secara nyata bagi perekonomian nasional dalam usaha mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara berkeadilan. Pertambangan adalah suatu kegiatan pengambilan endapan bahan galian berharga dan bernilai ekonomis dari dalam kulit bumi, baik secara mekanis dan manual pada permukaan bumi, dibawah permukaan bumi air. Pemerintah Republik Indonesia melalui Peraturan Pemerintahan No 27 tahun 1980 membagi bahan galian menjadi 3 golongan yaitu : 1. Bahan galian strategis disebut bahan galian golongan A terdiri dari : minyak bumi, bitumen cair, lilin beku, gas alam, bitumen padat, aspal, antrasit, batu bara muda, uranium radium, thorium bahan galian radioaktif lainnya, nikel, kobalt, timah. 2. Bahan galian vital disebut pula sebagai bahan galian golongan B terdiri dari besi, molibden, khrom, wolfram, vanidium, titan, bauksit, tembaga, timbal, seng, emas, platina, perak, air raksa, arsen, antimon, bismut, ytrium, rhutenium, cerium, dan logam-
  • 11. 5 logam langka lainnya, berilium, korundum, zirkon, kristal kuasa, kriolit, fluorspar, barit, yodium, brom, klhor, belerang. 3. Bahan galian non strategis dan non vital, disebut pula sebagai bahan galian golongan C. Terdiri dari : nitral, nitrit, fosfat, garam batu (halit), asbes, talk, mika, grafit,magnesit, yarosit, leusit, tawas (alum), oker, batu permata, batu setengah permata, pasir kuarsa, kaolin, feldspar, gipsum, bentonit, tanah diatomea, tanah serap (fuller earth), batu apung, trass, obsidian, marmer, batu tulis, batu kapur, dolomit, kalsit, granit, andesit, basalt, trakhit, tanah liat, pasir, sepanjang tidak mengandung unsur-unsur mineral golongan A maupun golongan B dalam skala yang berarti dari segi ekonomi pertambangan. Penggolongan bahan galian di atas tidak terlepas dari Undang-Undang Pokok Pertambangan 1967 yang menegaskan bahwa penggolongan bahan galian didasarkan pada peranannya yang berbeda terhadap bangsa dan negara. Golongan A adalah mineral yang sangat penting bagi perekonomian negara karena mendatangkan devisa yang relatif besar. Golongan B adalah mineral yang menyangkut hajat hidup orang banyak, sedangkan golongan C adalah mineral yang diperlukan untuk bahan industri atau bangunan. Saat ini kegiatan pertambangan yang lebih dikenal adalah pertambangan untuk komoditas mineral logam antara lain: emas, tembaga, nikel, bauksit dan batubara. Selain komoditas mineral utama dan batubara ini, komoditas batuan memiliki peran yang sama pentingnya terutama dalam memberikan dukungan material untuk pembangunan infrastruktur antara lain: pendirian sarana infrastruktur jalan, pembangunan perumahan, dan gedung perkantoran. Terminologi bahan galian golongan C yang sebelumnya diatur dalam UU No 11 Tahun 1967 telah diubah berdasarkan UU No 4 Tahun 2009, menjadi batuan, sehingga penggunaan istilah bahan galian golongan C sudah tidak tepat lagi dan diganti menjadi batuan. Kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara yang merupakan kegiatan usaha pertambangan di luar panas bumi, minyak dan gas bumi serta air tanah mempunyai peranan penting dalam memberikan nilai tambah secara nyata kepada pertumbuhan ekonomi nasional dan pembangunan daerah secara berkelanjutan.
  • 12. 6 Sementara itu, berdasarkan kriteria komoditas tambang mineral yang dapat ditingkatkan nilai tambahnya dapat diklasifikasikan ke dalam 3 (tiga) golongan, yaitu mineral logam, mineral bukan logam dan batuan. Uraian masing-masing jenis komoditas tambang mineral tersebut adalah sebagai berikut: 1. Kelompok mineral logam merupakan jenis komoditas tambang mineral logam antara lain berupa bijih: tembaga, emas, perak, timah, timbal dan seng, kromium, molibdenum, platinum group metal, bauksit, bijih besai, pasir besi, nikel, kobalt, mangan dan antimon. 2. Kelompok mineral bukan logam terdiri dari berbagai jenis komoditi tambang mineral bukan logam yang meliputi: kalsit (batu kapur/gamping), feldspar, kaolin, bentonit, zeolit, silica, zircon dan Intan. 3. Adapun kelompok batuan merupakan jenis komoditas tambang batuan, antara lain: Toseki, Marmer, Onik, Perlit, Slate (batu sabak), Granit, Granodiorit, Gabro, Peridotit, Basalt, Opal, Kalsedon, Chert (rijang), Jasper, Krisoprase, Garnet, Giok, Agat dan Topas. Lokasi sumber daya tambang mineral tersebut, tersebar di beberapa daerah di Indonesia, baik di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Papua maupun di daerah lainnya. Mengenai sumber daya, cadangan maupun produksi beberapa jenis tambang dan mineral di Indonesia pada tahun 2011 dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
  • 13. 7 Tabel 2.1. Keadaan Beberapa Sumber daya dan Cadangan Tambang dan Mineral di Indonesia Tahun 2011 (dalam juta ton bijih) No Komoditas Sumber Daya Cadangan 1. Tembaga 4.925 4.161 2. Bauksit 551 180 3. Nikel 2.633 577 4. Pasir Besi 1.649 5 5. Besi Laterit 1.462 106 6. Besi Primer 563 30 7. Besi Sedimen 18 - 8. Mangan 11 4 9. Emas Alluvial 1.455 17 10. Emas Primer 5.386 4.231 11. Perak 3.406 4.104 12. Seng 577 7 13. Timah 354 0,7 14. Timbal 363 1,6 Sumber: Badan Geologi, Kementerian ESDM Tabel 2.2. Produksi Tambang dan Mineral di Indonesia Tahun 2011 No Produksi Tahun 2008 2009 2010 2011 2012 1 Logam Tembaga (ribu ton) 655 999.2 878.3 543 447.5 2 Emas (ton) 64.4 104.1 104.5 76 75 3 Tmah (ribu ton) 72 60.4 48.5 42 94.8 4 Nikel Matte (ton) 73,356 68,228 77,186 68,000 72,899 5 Fero Nikel (ton) 17,566 12,550 18,688 19,610 18,372 6 Bijih Nikel (juta ton) 4.11 10.99 16.98 32.63 41.09 7 Bauksit (juta ton) 7.77 15.94 26.89 39.68 30.2 8 Bijih Besi (juta ton) 1.86 7.19 7.91 12.81 10.41 9 Bijih Mangan (ton) 283,679 273,008 231,035 100,459 30,478 10 Bijih Timbal dan Seng (ton) 40,658 64,604 310,453 197,139 5,556 11 Bijih Kromium (ton) 57,601 4,537 63,053 9,548 20,111 12 Bijih Tembaga (ton) 1,276 3,579 5,816 13,810 8,418 *) data diambil dari Laporan Surveyor yang dikirimkan oleh PT Sucofindo. Diasumsikan angka ekspor sama dengan angka produksi. Sumber: Direktorat PembinaanPengusahaan Mineral, Kementerian ESDM Dalam menyongsong kebijakan pelarangan ekspor barang mentah (raw material) tambang dan mineral pada bulan Januari tahun 2014, terdapat 15 (limabelas) perusahaan yang menyatakan kesiapan dengan fasilitas pengolahan dan pemurnian yang akan
  • 14. 8 beroperasi pada tahun 2014. Dari ke 15 perusahaan tersebut, terdapat diantaranya 6 perusahaan yang sudah mempersiapkan diri dengan progres fasilitas pengolahan dan pemurnian tambang dan mineral mencapai 100% untuk beroperasi pada tahun 2014. Dari ke 6 (enam) perusahaan tambang tersebut, antara lain PT. Delta Prima Steel dan PT. Meratur Jaya Iron Steel dengan hasil produksinya berupa Sponge Iron, PT. Indo Ferro dengan hasil produksi berupa Pig Iron, PT. Batutua Tembaga Raya dengan hasil pengolahanya berupa Cupper Chatode, PT. Indotama Ferro Allays dan PT. Century Metalindo dengan hasil pengolahan berupa Silica Manganese. Sementara itu, ke 9 perusahaan lainya progress fasilitas kesiapan pengolahan dan pemurnian untuk beroperasi pada tahun 2014 masih dibawah 75%. Mengenai rincian fasilitas pengolahan dan pemurnian dari ke 15 perusahaan yang akan beroperasi pada tahun 2014 dapat dilihat pada taberl berikut: Tabel 2.3. Fasilitas Pengolahan Dan Pemurnian Yang Beroperasi Pada Tahun 2014 No Nama Perusahaan Komoditas Lokasi Produk Kapasitas Target Penyelesaian Proyek Kab/Kota Provinsi Progres Investasi (US$) 1 PT. Gebe Centra Nickel Nikel Gebe Maluku 30 300.000.000 FeNi 300.000 Jan-14 2 PT. Bintang Delapan Mineral Nikel Morowali Sulteng 35 316.030.000 FeNi 300.000 Awal 2014 3 PT. Elit Kharisma Utama Nikel Konawe Sultra 35 160.000.000 FeNi 110.000 Agu-13 4 PT. Kembar Emas Sultra Nikel Konawe Utara Sultra 30 15.000.000 NPI 48.000 Akhir 2013 (trial Mini Smelter) 5 PT. Arga Morini Indah Nikel Halmahera Selatan Malut 6 325.000.000 FeNi 50.000 2014 6 PT. Delta Prima Steel Besi Tanah Laut Kalsel 100 5.000.000 Sponge iron 100.000 7 PT. Meratus Jaya Iron Steel Besi Batu Licin Kalsel 100 65.000.000 Sponge Iron 315.000 8 PT. Krakatau Posco Besi Cilegon Banten 70 7.000.000.000 Billet 240.000 November 2013 (feeding ore ke KS Posco) 9 PT. Yiwan Mining Besi Batu Licin Kalsel 10 250.000.000 Pig Iron 1.000.000 Oktober 2014 10 PT. Indoferro Besi Cilegon Banten 100 160.250.000 Pig Iron 500.000 11 PT. Lumbung Mineral Sentosa Timbal dan Seng Bogor Jawa Barat 30 11.077.778 Bullion Lead 187 ton bullion Pb/bulan, 312 ton bullion/bulan Akhir 2014 12 PT. Indonesia Chemical Alumia (PT. ICA) Bauksit Sanggau Kalbar 50 450.000.000 SGA 300.000 2013 13 PT. Batutua Tembaga Raya Tembaga (Wetar) Maluku Barat Daya Maluku 100 235.000.000 Cupper Cathode 14 PT. Indotama Ferro Alloys Mangan Purwakarta Jawa Barat 100 - Silika Manganese 15 PT. Century Metalindo Mangan Cikande Banten 100 - Silika Manganese Sumber: Badan Geologi, Kementerian ESDM
  • 15. 9 Dalam tiga tahun terakhir setelah UU No. 4 Tahun 2009 diterbitkan, secara nasional ada beberapa jenis bijih tambang dan mineral yang realisasinya mengalami peningkatan secara besar-besaran, diantaranya ekspor bijih nikel meningkat sebesar 800%, bijih besi meningkat 700%, dan bijih bauksit meningkat 500%. Dalam rangka pengendalian ekspor bijih mineral dan mendorong industri hilir, maka pemerintah mengeluarkan beberapa peraturan terkait diantaranya, Peraturan Menteri ESDM No 7 Tahun 2012 sebagaimana diubah dengan PerMen No. 11 tahun 2012, Peraturan Menteri Perdagangan No 29 tahun 2012 tentang Ketentuan Ekspor Produk Pertambangan dan Peraturan Menteri Keuangan No. 75 tahun 2012 mengenai Penetapan Harga Ekspor Untuk Penghitungan Bea Keluar. Pemerintah mengharuskan bea keluar bagi 14 mineral tambang diantaranya tembaga, emas, perak, timah, timbel, kromium, molibdenum, platinum, bauksit, bijih besi, pasir besi, nikel, mangan, dan antimon dengan range bea keluar yang akan dipungut bervariasi mulai dari 20% hingga 50% bergantung pada jenis mineral. Peraturan Menteri ESDM No 7 Tahun 2012 diterbitkan dalam rangka untuk mengamankan terlaksananya amanat Undang-undang No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, khususnya terkait dengan kewajiban pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri paling lambat tanggal 12 Januari 2014. Kemudian Permen 07 Tahun 2012 tersebut diubah berdasarkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral RI No. 11 Tahun 2012 tertanggal 16 Mei 2012 yang menyebutkan bahwa perusahaan pertambangan dapat melakukan ekspor bijih atau ore mineral dalam hal ini nikel ke luar negeri sebelum tahun 2014 apabila telah mendapatkan rekomendasi dari Menteri ESDM c.q Direktur Jenderal. Rekomendasi tersebut akan diberikan dengan persyaratan sebagai berikut: 1. Status IUP Operasi Produksi dan IPR clear and clean dalam arti bahwa setiap perusahaan pertambangan wajib memiliki IUP Operasi Produksi yang telah disetujui. 2. Perusahaan pertambangan harus melunasi kewajiban pembayaran keuangan kepada negara.
  • 16. 10 3. Perusahaan pertambangan wajib menyampaikan rencana kerja dan atau kerja sama dalam pengelolaan dan atau pemurnian mineral di dalam negeri. 4. Perusahaan pertambangan wajib menandatangani pakta integritas. 2.2. Daya Saing Industri Pertambangan Indonesia Ada dua hal yang memungkinkan Indonesia dapat berkembang menjadi negara industri maju. Pertama; Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan mineral terlengkap di dunia, walaupun bukan aktor utama dunia dalam keseluruhan raw material, namun Indonesia memiliki hampir sebagian besar sumber mineral penting. Kedua, Indonesia memiliki sumber energi yang relatif besar dan beragam jenisnya, mulai dari minyak bumi, gas, batubara dan sumber-sumber energi terbaharukan lainnya. Namun demikian, hingga saat ini Indonesia belum dapat mengembangkan industrinya dengan baik, dikarenakan hasil tambang mineral yang diekploitasi di perut bumi Indonesia masih di ekspor dalam bentuk raw material dengan nilai tambah yang sangat rendah. Di satu sisi memang dalam hal raw material dan perdagangan komoditas, Indonesia memegang posisi kunci. Tapi sebagian besar perusahaan tambang telah mengikat kontrak penjualan hasil tambang dengan negara-negara maju, sehingga Indonesia tidak dapat mengendalikan harga komoditas tambangnya. Berikut ini akan disajikan secara deskriptif posisi Indonesia dalam peta investasi dan perdagangan komoditas hasil tambang di dunia. Data-data ini diambil dari berbagai sumber untuk memberi gambaran kepada publik dan pengambil kebijakan agar eksploitasi hasil tambang di masa datang ditempatkan sebagai bagian dari strategi pembangunan kedaulatan nasional dan kesejahteraan rakyat. Banyak perbedaan opini diantara para ahli pertambangan di dunia untuk menyimpulkan pertambangan mana sesungguhnya yang terbesar di dunia, dimana ada pendapat yang menyatakan bahwa yang terbesar adalah Muruntau Gold Mine di Uzbekistan. Akan tetapi ada pendapat lain yang menyatakan
  • 17. 11 bahwa yang terbesar adalah tambang Grasberg di Indonesia. Dari berbagai pendapat, sebagian besar pendapat menyatakan bahwa yang terbesar adalah Gresberg. Keberadaan tambang Grasberg di Papua menunjukkan bahwa Indonesia memiliki segalanya tentang tambang. Negara ini memegang posisi penting dalam hal produksi dan perdagangan sumber-sumber mineral di dunia. Dengan demikian situasi ekonomi dan politik Indonesia akan menentukan peta pertarungan ekonomi pada tingkat global. Berikut uraian adanya ke 10 tambang terbesar di dunia: 1. Grasberg Gold Mine. Tambang ini terletak di Indonesia, Provinsi Papua, menghasilkan 2.025.000 ons emas. Tambang ini mayoritas dimiliki oleh Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc. Selain emas, juga menghasilkan perak dan tembaga. 2. Muruntau Gold Mine. Tambang ini terletak sekitar 250 km sebelah barat ibukota di Uzbekistan, diyakini telah memproduksi sekitar 1.800.000 ons emas pada tahun 2011. 3. Carlin-Nevada Complex. Tambang ini terletak di negara bagian AS dari Nevada, menghasilkan 1.735.000 ons pada 2010. Tambang ini dimiliki oleh Newmont Mining Corp. 4. Yanacocha Gold Mine. Tambang ini terletak di Peru dan merupakan tambang emas terbesar di Amerika Latin, memproduksi 1,46 juta ons pada tahun 2011. Tambang ini dijalankan oleh Newmont Mining dan dimiliki oleh Newmont Mining dan Buenaventurda, sebuah perusahaan Peru. 5. Goldstrike (Betze Post) Gold Mine. Tambang ini terletak di sebelah barat laut dari Elko, Nevada, menghasilkan 1,24 juta ons emas pada tahun 2011. Tambang ini dimiliki oleh Barrick Gold Corp. 6. Cortez Gold Mine. Tambang ini terletak di sebelah barat daya dari Elko, Nevada, menghasilkan 1,14 juta ons emas pada tahun 2011. Tambang ini dimiliki oleh Barrick Gold Corp. 7. Veladero Gold Mine.
  • 18. 12 Tambang ini terletak di Argentina, memproduksi 1,12 juta ons emas pada tahun 2011. Tambang ini dimiliki oleh Barrick Gold. 8. Lagunas Norte Gold Mine. Tambang ini terletak di sebelah utara Peru, menghasilkan 808.000 ons emas pada tahun 2011. Tambang ini dimiliki oleh Barrick Gold. 9. Lihir Gold Mine. Tambang yang terletak di Papua New Guineau, menghasilkan rata-rata 790.974 ons emas dalam setahun. Tambang ini dimiliki oleh Newcrest Mining Ltd, produsen emas terbesar di Australia. 10. Super Pit/Kalgoorlie. Tambang yang terletak di Australia Barat, menghasilkan 788.000 ons pada tahun 2011. Tambang ini 50% dimiliki oleh Barrick Gold dan 50% dimiliki olehNewmont Mining. Situs resmi pemerintah Australia menyebutkan bahwa Indonesia juga merupakan kelompok negara produsen tembaga terbesar di dunia. Masuk dalam 10 besar negara penghasil tembaga terbesar dunia antara lain Chili, Australia, Peru, Mexico, Amerika Serikat dan Indonesia, yang berada pada urutan ke enam. Namun media lainnya menyebutkan bahwa Indonesia berada pada urutan ke lima dalam hal produksi tembaga sesudah Chili, Peru, Amerika Serikat, China dan Indonesia. Sementara Australia sendiri berada pada urutan ke enam setelah Indonesia. Adapun data lainnya menyebutkan bahwa dalam hal produksi tembaga, pada tahun 2009, Indonesia merupakan negara produsen tembaga kelima terbesar di dunia dengan produksi sebesar 950.000 ton. Urutan pertamanya adalah Chili, dengan produksi sebanyak 5.320.000 ton, yang membuat Chili jauh memimpin dibandingkan negara lainnya. Tempat kedua adalah Amerika Serikat, dengan output 1.310.000 ton. Tambang tembaga terkenal di AS, adalah Bingham Canyon Mine, juga dikenal sebagai tambang tembaga Kennecott, berada di barat daya Salt Lake City, Utah, Amerika Serikat. Tambang ini dimiliki oleh Rio Tinto Group.
  • 19. 13 Selanjutnya Peru berada di urutan ketiga, dengan menghasilkan 1.260.000 ton. Produsen terbesar keempat adalah Cina, dengan produksi 960.000 ton. Setelah Indonesia di urutan kelima, urutan keenam diduduki oleh Australia dengan diproduksi 900.000 ton. Tambang tembaga terbesar di Australia adalah The Olympic Dam, terletak sekitar 550 km baratlaut dari Adelaide. Produsen peringkat ketujuh adalah Rusia, yang memproduksi 750.000 ton, dan di tempat kedelapan adalah Zambia, yang memproduksi 655.000 ton. Kemudian Kanada ditempat kesembilan, dengan 580, 000 ton dan kesepuluh adalah Polandia dengan produksi 440.000 ton tembaga. Sementara dalam hal produksi perak, Indonesia masuk dalam 20 besar negara produsen perak terbesar di dunis. Dalam lima besar terdapat Mexico, Peru, China, Australia dan Chili. Indonesia sendiri berada dalam urutan ke 17. Salah satu penyebab Indonesia berada di urutan 17, dikarenakan Indonesia mengekspor dalam bentuk bahan mentah sumber daya emas dan tembaganya, sedangkan perak termasuk berada di dalam sumber daya emas dan tembaga tersebut. Oleh karena itulah, Indonesia tidak diketahui dengan jelas seberapa besar hasil peraknya. Indonesia pada tahun 2008 berada pada urutan ke lima dalam hal perusahaan tambang bauksit terbesar di dunia. pada urutan pertama adalah Australia, diikuti oleh Brasil, China dan India. Saat ini Indonesia masih terus melakukan ekspor bahan mentah bauksit ke China, meskipun di Indonesia terdapat pabrik peleburan (smelter) PT Indonesia Asahan Alumunium (INALUM) yang merupakan terbesar di Asia Tenggara. Namun kepemilikan sahamnya Indonesia hanya sebesar 41.12%, sedangkan Japanese consortium Nippon Asahan Aluminium Co. Ltd mencapai 58.88%. Dalam hal produksi nikel, Indonesia merupakan produsen terbesar setelah Rusia. Negara produsen nikel terbesar di dunia adalah: Rusia, Indonesia, Philipina, Kanada, Australia, New Caledonia, China, Cuba, Colombia. Perusahaan yang memimpin produksi nikel adalah Norilsk (Russia), diikuti oleh Vale Inco Ltd. (Brazil and Canada) dan the BHP Billiton Group (Australia and United Kingdom). PT Aneka Tambang Tbk. (Indonesia) pada
  • 20. 14 urutan ke empat, yang produksinya untuk pengiriman langsung ke Chinese Nickel Pig Iron Industry. Selanjutnya produsen terbesar lainnya adalah Eramet Group (Perancis), Jinchuan Non-ferrous Metals Corp. (JNMC) (China), and Xstrata plc (Swiss). Meskipun merupakan produsen nikel terbesar, Indonesia tidak termasuk kategori negara terbesar yang menghasilkan nickel olahan dikarenakan produksi Indonesia dikirim ke pasar ekspor dalam bentuk bahan mentah. Tidak adanya industrialisasi dalam nickel menyebabkan nilai tambah dari komoditas ini diambil alih oleh negara lain. Adapun ke 10 negara produsen nikel olahan terbesar dunia pada tahun 2010 dapat dilihat pada table 2.4 berikut. Tabel 2.4. Sepuluh Produsen Terbesar Nikel Olahan Pada Tahun 2010 No Negara Produksi (metric ton) 1 China 318.0 2 Russia 265.0 3 Japan 160.0 4 Canada 105.0 5 Australia 101.0 6 Norway 92.0 7 Colombia 49.0 8 Finland 47.0 9 New Caledonia 40.0 10 South Afrika 36.0 Sumber: Bloomberg Selanjutnya terkait dengan produksi bauksit, Indonesia merupakan salah satu negara produsen bauksit terbesar di dunia. Berdasarkan data 2007: peringkat pertama adalah 1. Australia dengan produksi 62,428; urutan 2. China 30,000; 3. Brazil 22,100; 4. India 19,221; 5. Guinea 18,000; 6. Jamaica 14,568; 7. Russian Federation 6,400; 8. Venezuela 5,900; 9. Suriname 4,900; 10. Kazakhstan 4,800; 11. Greece 2,220; 12. Guyana 1,600. Indonesia berada pada urutan ketiga belas dengan produksi 1,251; 14. Sierra Leone 1,168; 15. Ghana 840; 16. Bosnia and Herzegovina 800; 17. Turkey 780; 18. Montenegro 650; 19. Hungary 546.4; 20. Dominican Republic 500. (Sumber: United States Geological Survey (USGS) Minerals Resources Program).
  • 21. 15 Meskipun demikian, Indonesia belum masuk dalam kategori 10 besar negara dengan produksi alumunium terbesar dunia. Hal ini disebabkan bauksit yang merupakan bahan baku aluminium masih dialokasikan untuk pasar ekspor, dimana alumunium tersebut secara jelas merupakan bahan baku penting untuk pembangunan industri di negara-negara maju. Saat ini peringkat produsen utama alumunium di dunia adalah Canada, Amerika Serikat, Argentina, Brazil, Venezuela, France, Germany, Norway, Netherlands, Spain, Russian Federation, Ukraine, Slovenia, Bahrain, India, Indonesia, Turkey, United Arab Emirates, China, Japan, South Korea, Australia, Egypt, Cameroon, Mozambique, Ghana, Nigeria and South Africa. Sementara itu, satu-satunya perusahaan alumunium di Indonesia adalah PT Indonesia Asahan Aluminium (INALUM) yang juga merupakan satu-satunya smelter di Asia Tenggara. Perusahaan ini merupakan joint venture company antara Indonesia (41.12%) and Japanese consortium Nippon Asahan Aluminium Co. Ltd (58.88%), dengan kapasitas 225.000 tons. Adapun sebagian besar hasil produksinya yang berupa alumunium ditujukan untuk ekspor (60% ) bagi kepentingan industri jepang. Jika mengamati seluruh kegiatan ekploitasi tambang di Indonesia dapat disimpulkan bahwa negara ini memiliki kekayaan alam terlengkap yang diperlukan bagi pengembangan industri tambang dan mineral. Selain jenis-jenis mineral diatas, Indonesia juga menghasilkan biji besi, mangan, dan lain sebagainya. Sebagian besar produksi nasional diekpor dalam bentuk bahan mentah, meskipun kegitan ekplotasi tambang telah berlangsung sejak jaman kolonial, namun hingga saat ini negara belum dapat membangun industrinya. 2.3. Kebijakan Terkait Dengan Tambang dan Mineral Bertitik tolak dari dikeluarkanya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 pada tanggal 12 Januari 2013 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, dimana materi pokok yang terkandung didalam UU ini mengatur penghiliran hasil tambang mineral dan batubara dan melarang ekspor bahan mentah hingga tahun 2014. Oleh karena itu, UU ini
  • 22. 16 mengamanahkan pembangunan smelter sehingga produksi tambang dalam negeri dapat diproses sebelum diekspor. Adapun tujuan daripada UU Minerba dimaksud, agar Indonesia bisa merasakan nilai tambah dari produk - produk tambang dan mineral sehingga dapat mendongkrak produk domestik bruto dan menyerap tenaga kerja. Berdasarkan amanat UU No. 4 Tahun 2009 dimaksud, maka akan berlaku efektif pada Januari 2014 untuk komoditas tambang mineral logam, mineral bukan logam dan batuan dalam bentuk bahan mentah (raw material/ores). Dalam rangka pelaksanaan berbagai pasal didalam UU Minerba tersebut, kemudian pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No.23 Tahun 2010 tertanggal 1 Februari 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, dimana didalam peraturan ini mengisyaratkan bahwa pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) operasi produksi dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Operasi produksi harus mengutamakan kebutuhan mineral dan/atau batubara untuk kepentingan dalam negeri. Untuk itu, dalam menunjang pembangunan industri dalam negeri perlu penataan kembali pemberian izin usaha pertambangan untuk mineral bukan logam dan batuan. Selanjutnya dalam rangka memberi kesempatan lebih besar kepada peserta Indonesia untuk lebih berpartisipasi dalam kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara serta dalam rangka memberikan kepastian hukum bagi pemegang Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara yang bermaksud melakukan perpanjangan dalam bentuk Izin Usaha Pertambangan, maka kemudian diterbitkan PP No. 24 tahun 2012 tertanggal 21 Februari 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Disamping itu, dalam rangka meningkatkan efektivitas pelaksanaan pengendalian ekspor bijih mineral dan mendorong industri hilir, maka pemerintah telah mengeluarkan berbagai peraturan seperti halnya Peraturan Menteri (Perman) ESDM No 7 Tahun 2012 yang kemudian diubah dengan Permen ESDM No 11 Tahun 2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral. Peningkatan Nilai Tambah dan kewajiban pengolahan dengan batasan minimum pengolahan, hal ini dilakukan dengan Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral antara lain meliputi
  • 23. 17 kegiatan pengolahan dan pemurnian mineral logam, pengolahan mineral bukan logam dan pengolahan batuan, serta pengolahan dan pemurnian mineral logam tertentu, pengolahan mineral bukan logam tertentu, dan pengolahan batuan tertentu wajib memenuhi batasan minimum pengolahan. Sementara itu, dalam rangka miningkatkan efektivitas pelaksanaan pengaturan ekspor beberapa jenis produk pertambangan, maka pemerintah melalui Kementerian Perdagangan juga telah menerbitkan Permendag No 29/M-AG/PER/5/2012 sebagaimana telah disempurnkan dengan Permendag No. 52/M-AG/PER/8/2012 tentang Ketentuan Ekspor Produk Pertambangan, dimana peraturan ini mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tata cara dan perizinan pelaksanaan kegiatan ekspor berbagai jenis produk pertambangan dengan mempertimbangkan adanya keharusan memenuhi batasan minimum pengolahan. Selain hal tersebut, berdasarkan pertimbangan/usulan Menteri ESDM sebagaimana disampaikan melalui Surat Nomor 3038/30/MEM.B/2012 perihal Kebijakan Pengendalian Penjualan Bijih (Raw Material atau Ore) Mineral ke luar negeri serta dalam rangka meningkatkan nilai tambah dan ketersediaan sumber daya mineral di dalam negeri, maka perlu mengatur mengenai pengenaan Bea Keluar terhadap barang ekspor berupa bijih (raw material atau ore) mineral. Berkaitan dengan hal itu, pada tanggal 16 Mei 2012 pemerintah melalui Kementerian Keuangan telah menerbitkan Permenkeu No 75/PMK.011/2012 yang kemudian disempurnakan dengan Permenkeu No 128/PMK.011/2013 tentang perubahan atas peraturan menteri keuangan nomor 75/pmk.011/2012 tentang penetapan barang ekspor yang dikenakan bea keluar dan tarif bea keluar, dimana materi pokok didalam perubahan tersebut terkait dengan penjualan berbagai jenis bijih (raw material atau ore) mineral ke luar negeri dikenakan tariff bea keluar ekspor sebesar 20%, terkecuali untuk produk Marmer dan Travertine dalam bentuk balok dengan ketebalan >4 cm dan produk Granit balok dengan ketebalan > 4 cm dikenakan tariff bea keluar sebesar 10%. Adapun tujuan dari kebijakan pengenaan bea keluar ekspor komoditas tambang dimaksud, antara lain adalah untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan didalam negeri,
  • 24. 18 melindungi kelestarian sumber daya alam, mengantisipasi kenaikan harga yang cukup drastis dari komoditi ekspor tertentu di pasaran internasional dan atau menjaga kestabilan harga komoditi tertentu di dalam negeri. 2.4. Pemasaran Dalam Usaha penambangan bahan galian industri, pemasaran merupakan masalah yang lebih sulit dari pada penambangannya. Permasalahan yang dihadapi oleh sebagian pelaku usaha bahan galian dalam menjual hasil tambangnya tanpa melalui proses pengolahan pada umumnya hanya soal angkutan. Sementara itu, bagi usaha penggalian pasir dan batu untuk dapat memasarkan hasil galiannya kepada penjual bahan bangunan, tidak begitu banyak pemasalahan yang dihadapi asalkan lokasi usahanya berdekatan dengan si pembeli. Kelangsungan usaha bahan galian industri sangat ditentukan oleh lokasi dan biaya angkutan mengingat produk yang harus dipasarkan selain berat juga besar volumenya, akan tetapi harga satuannya juga relatif rendah. Untuk batu gamping sebelum siap dijual melalui jalur pemasaran yang relatif panjang, penggalian batu gamping dapat dilakukan dengan cara sederhana dan semua orang dapat melakukannya dan hasilnya dapat langsung dijual kepada pihak pabrik pembakaran kapur. Ditempat inilah batugamping akan diolah dengan proses melalui pembakaran yang dilakukan dengan menggunakan tungku. Contoh lain pada pengusahaan kaolin, proses penambangan sangat relatif sederhana. Proses penambangan kaolin dilakukan melalui tahap pencucian dan pengendapan, setelah itu dipanggang untuk dikeringkan yang kemudian dilakukan penggilingan. Produk dari proses ini berupa tepung kaolin yang dapat dipasarkan sebagai filler kepabrik cat, pabrik keramaik, dengan persyaratan yang tidak tinggi. Kaolin juga diproses secara lebih canggih antara lain melalui proses flotasi, filtering dan bleaching untuk menghasilkan produk berupa bubuk kaolin berbutir sangat halus, bertekstur seragam, sangat murni, bersih dari kotoran dan mengkilap, memiliki sifat high
  • 25. 19 gloss dan brightness serta tidak mudah bereaksi. Bubuk kaolin berkualitas tinggi dengan istilah papercoating, digunakan sebagai bahan kosmetik dan lain-lain. Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa meningkatkan produk bahan galian industri diperlukan proses pengolahan dengan kecermatan tinggi yang pada akhirnya dapat meningkatkan multiguna dari bahan galian tersebut sehingga pemasarannyapun menjadi lebih luas. Kecermatan kerja diperlukan dalam semua tahap kegiatan sehingga diperoleh banyak bahan galian yang berguna dan sedikit endapan pengotornya sehingga hasil yang didapatkan lebih maksimal yang sesuai dengan hasil pesanan konsumen. Dengan adanya UU Minerba, semua jenis bijih/barang tambang dan mineral harus diolah dan dimurnikan terlebih dahulu untuk mendapatkan nilai tambah baru kemudian boleh di ekspor. Pada Pasal 102 UU minerba, Pemegang IUP dan IUPK wajib meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral dan/atau batubara dalam pelaksanaan penambangan, pengolahan dan pemurnian, serta pemanfaatan mineral dan batubara. Kewajiban ini baru direncanakan berlaku pada 2014. Melihat kebijakan pelarangan tersebut, baru akan diberlakukan pada tahun 2014, sebagian para pelaku usaha telah menaikkan produksi dan eskpor secara besar-besaran. Hal ini dilakukan, karena pada umumnya para pelaku usaha berpendapat bahwa untuk mendirikan pabrik pengolahan dan pemurnian dibidang tambang dan mineral diperlukan biaya cukup tinggi, sehingga kesempatan pada masa transisi ini tampak dimanfaatkan oleh para pelaku usaha untuk memproduksi dan mengekpor secara besar-besaran karena dirasa biaya produksi masih relative murah. Sebagaimana telah diketahui bersama , bahwa pasar raw material tambang dan mineral sebagian besar adalah untuk ekspor, akan tetapi ada juga yang dipasarkan di dalam negeri bahkan untuk memenuhi kebutuhan akan bahan baku lebih lanjut sebagai industry didalam negeri juga melakukan impor meskipun sebenarnya raw material awal berasal dari dalam negeri juga.
  • 26. 20 2.4.1 Pasar Dalam Negeri Dengan adanya UU Minerba ini, bisa menjamin kewajiban pasar domestik (domestic market obligation/DMO), artinya adanya jaminan bahwa produk setengah jadi tersebut dijamin oleh pasar di dalam negeri. Selama tahun 2011, pemasaran barang tambang mineral di dalam negeri hanya meliputi persentase yang sedikit sekali jika dibandingkan dengan persentase yang diekspor. Misalnya saja pada bijih besi, 100% produksi disalurkan untuk ekspor sebagaimana terlihat pada tabel berikut. Tabel 2.5. Data Produksi dan Penjualan Mineral Sumber: Kementerian ESDM, 2011 2.4.2. Pasar Luar Negeri Tujuan pemerintah dengan mengeluarkan kebijakan relaksasi kuota ekspor produk pertambangan adalah memberikan kemudahan ekspor untuk stok-stok bijih mineral yang sudah siap ekspor. Pemerintah menyadari tidak semua perusahaan pertambangan menikmati kebijakan ini karena meningkatkan produksi dalam waktu singkat tidak mudah. Pengusaha pertambangan hanya memiliki kesempatan selama
  • 27. 21 tiga bulan mendatang karena pada awal 2014, ekspor produk mentah pertambangan dilarang berdasarkan UU No. 4 tahun 2009 tentang Minerba. a. Ekspor Tahun 2011 dan 2012 merupakan tahun perubahan peruntungan di industri pertambangan di Indonesia. Perbaikan kinerja keuangan di tahun 2011 berbalik jadi memburuk di tahun 2012 akibat ketidakpastian ekonomi global dan penurunan harga komoditas. Akan tetapi, sejalan dengan kondisi tersebut, kontribusi industri tambang terhadap ekonomi Indonesia tetap meningkat. Sektor pertambangan menyumbang 5% sampai 6% dari PDB Indonesia pada tahun 2011 dan 2012 dan lebih dari 17% untuk pendapatan ekspor. Berdasarkan data struktur ekspor non migas periode Januari-Agustus 2013, ekspor di bidang pertambangan menempati kontribusi kedua setelah industri dan paling terkecil adalah di sektor pertanian (Gambar 2.1). 3.5 76.7 21.0 3.6 73.9 20.4 Pertanian Industri Pertambangan Ekspor Non Migas Menurut Sektor (USD Miliar) Jan-Ags 2013 Jan-Ags 2012 2.48 -6.20 -4.56 2.30 -3.64 -2.72 Pertumbuhan (%) Pertanian 3.2% Industri 75.5% Pertamba ngan 21.7% Struktur Ekspor NonMigas Menurut Sektor Jan-Ags 2013 Gambar 2.1. Ekspor Non Migas Berdasarkan Sektor, Jan-Ags 2013 Sumber: BPS (diolah Puska Daglu) Sebelum diberlakukan UU Minerba pada tahun 2014, perusahaan-perusahaan tambang berbondong bondong mengekspor bijih tambang dan mineral yang didapatkan dari hasil tambang. Berdasarkan data empiris, selama 5 tahun terakhir ini yaitu dari 2008-2012 dan pertengahan tahun 2013 terjadi peningkatan bijih
  • 28. 22 10.592,2 10.437,1 17.566,0 40.792,2 48.449,4 23.186,6 28.824,0 524,3 277,6 532,4 1.428,0 1.489,1 718,0 824,1 - 350,0 700,0 1.050,0 1.400,0 1.750,0 - 10.000,0 20.000,0 30.000,0 40.000,0 50.000,0 2012 2013 2008 2009 2010 2011 2012 Jan-Jun Ribu TonUSDJuta Bijih Nickel dan Konsentratnya Volume (LHS) Nilai (RHS) 16.791,4 14.720,3 27.410,4 40.643,9 29.506,6 20.494,2 23.968,8 216,3 249,7 479,0 773,2 626,0 377,3 558,8 - 200,0 400,0 600,0 800,0 1.000,0 - 10.000,0 20.000,0 30.000,0 40.000,0 50.000,0 2012 2013 2008 2009 2010 2011 2012 Jan-Jun Ribu TonUSDJuta Bijih Alumunium dan Konsentratnya Volume (LHS) Nilai (RHS) tambang dan mineral yang cukup signifikan. Sebagai contoh rata-rata volume ekspor pada bijih aluminium dan nikel telah meningkat di atas 20%. Gambar 2.2. Perkembangan Ekspor Bijih Aluminium dan Nikel, 2008-2013 Sumber: BPS (diolah Puska Daglu) b. Impor Selama ini, impor produk tambang dan mineral Indonesia merupakan olahan tambang dimana sebenarnya sumber daya alam di Indonesia memiliki semua bahan baku tambang tersebut. Misalnya saja impor alumina sebagai bahan dasar aluminium. Secara material, negeri ini harus memiliki industri dasar yang kuat sebagai industri pendukung yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku atau penolong atau barang setengah jadi atau yang menghasilkan energi bagi keperluan industri di dalam negeri. Apalagi hilirisasasi industri yang diarahkan menghendaki tercapainyai tujuan strategis, antara lain mengurangi ketergantungan impor dan penguatan struktur industri di dalam negeri. Secara ideal progam hilirisasi industri hanya akan terwujud dalam jangka panjang bilamana pemerintah dapat mengembangkan kebijakannya dalam dua area besar, yaitu kebijakan pengembangan industri dasar sebagai industri pendukung dan kebijakan industri hilir itu sendiri.
  • 29. 23 Dari sisi nilai impor produk pertambangan, telah terjadi penurunan nilai dari impor mineral logam, namun impor mineral bukan logam dan batuan masih mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia masih membutuhkan hasil olahan mineral yang bahan bakunya telah dimiliki sejak lama. Realisasi impor produk pertambangan dalam periode tahun 2008 – 2012 dapat dilihat pada table 2.6 berikut: Tabel 2.6. Impor Produk Pertambangan, 2008-2012 Sumber: BPS (diolah Puska Daglu) Tindak lanjut dari UU Minerba kemungkinan besar akan memberikan peluang bagi pengusaha untuk mengimpor bahan mentah mineral jika ketersediaan smelter telah mencukupi di Indonesia. Hal ini disebabkan, pasokan bahan mentah kepada smelter harus tetap terjaga dan berlanjut agar nilai produksinya tidak terhenti dan tetap ekonomis. Pasalnya smelter memerlukan raw material yang tidak sedikit dan produksinya didalam pabrik tidak bisa terhenti. Jika smelter telah terbangun di dalam negeri, Indonesia akan menjadi pasar yang bagus untuk negara-negara penghasil tambang mineral sehingga Indonesia tidak perlu lagi mengimpor barang tambang olahan dari negara lain.
  • 30. 24 BAB III ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN PELARANGAN EKSPOR RAW MATERIAL TAMBANG DAN MINERAL Di Indonesia, industri pertambangan mineral logam dikuasai oleh investor asing dan BUMN seperti PT Freeport Indonesia, PT Newmont Nusa Tenggara, PT Inco Tbk, PT Koba Tin, PT Timah Tbk, PT Aneka Tambang Tbk, serta perusahaan swasta. Perusahaan- perusahaan tersebut didirikan berdasarkan peraturan perundang-undangan Indonesia dalam bentuk badan hukum Indonesia. Dalam dokumen kontrak karya pertambangan, perusahaan pertambangan asing juga diwajibkan melepaskan saham kepemilikan. Akibat perbedaan kondisi geologi, terjadi perbedaan potensi endapan mineral yang menimbulkan perdagangan antar bangsa/wilayah. Contoh, endapan timah terkonsentrasi sepanjang jalur yang meliputi wilayah RRC, Vietnam, Thailand, Malaysia, menerus hingga kepulauan Riau dan Kepulauan Bangka-Belitung. Ladang minyak bumi raksasa dengan cadangan yang melebihi 1 miliar barel terkonsentrasi di Saudi Arabia, Irak, Kuwait, Iran, Rusia, RRC dan AS. Sedangkan Indonesia hanya memiliki satu lapangan minyak bumi raksasa di Minas. Cadangan mineralisasi emas, krom, tembaga, kadmium, nikel, mangan dan sebagainya terkonsentrasi di Afrika Selatan. Endapan kokas terkonsentrasi di Jerman, Polandia, Rusia, AS, dan Afrika Selatan. Hal ini terjadi karena daerah tersebut terletak di lempeng kontinen yang menyebabkan batubara mendapatkan tekanan, proses geologi berulang-ulang dan berumur jutaan tahun. Endapan emas epitermal dengan cadangan kecilkecil dan berkadar tinggi terkonsentrasi sepanjang jalur gunung api di kawasan Filipina, Indonesia, dan Jepang. Potensi emas aluvial terbesar ditemukan di Afrika Selatan yang berumur pra-Kambrium dan membentuk endapan konglomerat. Kondisi geologi Indonesia berbeda antara kawasan Barat dan Kawasan Timur. Kondisi geologi kawasan barat dicirikan dengan mineralisasi timah putih, mineralisasi Pb-Zn, dan porfiri Cu-Mo/Au. Sedangkan dikawasan timur dicirikan oleh nikel, kobalt, dan porfiri CuAu. Akibat negatif dari konsentrasi geologis, timbul konflik/peperangan. Perang Jerman-
  • 31. 25 Perancis (1760-1767), memperebutkan wilayah endapan batubara di wilayah Saarland, dimana batubara sangat diperlukan untuk menggerakkan industri di kedua negara setelah revolusi industri. Jepang dan Amerika Serikat memperebutkan ladang minyak dalam Perang Dunia II (1939-1945), di Asia Tenggara. Pendudukan Uni Sovyet di Afganistan (1979) dimaksudkan untuk kepentingan pembangunan jaringan pipa minyak ke tepi Samudera India. Perang Peru-Ekuador (Januari 1996) untuk merebut endapan emas di perbatasan. Ketegangan di Laut Cina Selatan, disebabkan potensi endapan minyak dan gasbumi di Kepulauan Spratley. Ketegangan Indonesia-Malaysia akibat penemuan endapan minyak bumi di Ambalat. Bila diperhatikan sejarah umat manusia, konsentrasi endapan mineral, batubara dan minyak telah menimbulkan penjajahan, terutama setelah revolusi industri. Akibat dari perbedaan konsentrasi geologi ini, menimbulkan perdagangan, investasi, dan industri pengolahan mineral. Pada tahun 1989, perdagangan komoditas mineral seluruh dunia mencapai US $ 141,894 miliar, dan meningkat tajam pada tahun 2006 mencapai US $ 637.410 miliar. Pada tahun 1998, nilai ekspor mineral Indonesia mencapai US $ 1,8 miliar, meningkat menjadi US $ 11,6 miliar pada tahun 2009 (Kompas 28 Desember 2009). Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara adalah bom waktu untuk Indonesia. UU ini mengatur penghiliran hasil tambang mineral dan batubara dan melarang ekspor bahan mentah tahun 2014. UU ini mengamanahkan pembangunan smelter sehingga produksi tambang dalam negeri dapat diproses sebelum diekspor. Tujuan UU Minerba sangatlah mulia: agar Indonesia bisa merasakan nilai tambah dari produk- produk tambang, mendongkrak produk domestik bruto, dan menyerap tenaga kerja. Berbeda dengan harapan awal, pasca-penetapan UU ini eksploitasi pertambangan justru melonjak tajam. Pemilik tambang berlomba menambang sebanyak-banyaknya sebelum dilarang. Akibatnya, produksi sejumlah komoditas tambang melonjak. Contohnya produksi bauksit tahun 2009 sebanyak 783.000 mt, tahun 2011 menjadi 17.634.000 mt, atau melonjak 2.150 persen. Hal serupa terjadi pada komoditas ore nikel, di mana produksi pada 2009 hanya 5.802.000 wmt, tapi tahun 2011 sudah 15.973.000, atau meningkat 175
  • 32. 26 persen (Kementerian ESDM, 2012). Untuk lebih jelasnya mengenai perkembangan beberapa produksi barang tambang dan mineral dalam periode tahun 1996-2011 dapat dilihat pada table berikkut. Tabel 3.1. Produksi Barang Tambang dan Mineral, 1996-2011 Batu Bara Bauksit Nikel Emas Perak Granit Pasir Besi Konsentrat Tin Konsentrat Tembaga (ton) (ton) (ton) (kg) (kg) (ton) (ton) (tonmetrik) (tonmetrik) 1996      50,332,047          841,976      3,426,867            83,564          255,404      4,827,058          425,101           52,304           1,758,910 1997      55,982,040          808,749      2,829,936            86,928          249,392      8,824,088          516,403           54,521           1,817,880 1998      58,504,660      1,055,647      2,736,640          123,862          383,191      9,662,649          509,978           53,960           2,640,040 1999      62,108,239      1,116,323      2,798,449          127,768          361,377      8,720,155          502,198           49,708           2,645,180 2000      67,105,675      1,150,776      2,434,585          109,612          310,430      5,941,370          420,418           56,360           3,270,335 2001      71,072,961      1,237,006      2,473,825          148,528          333,561      3,976,274          440,648           69,494           2,418,110 2002   105,539,301      1,283,485      2,120,582          140,246          281,903      3,975,434          190,946           88,142           2,851,190 2003   113,525,813      1,262,705      2,499,728          138,475          272,050      3,938,915          245,911           74,316           3,238,306 2004   128,479,707      1,331,519      2,105,957            86,855          255,053      4,035,040            79,635           73,080           2,812,664 2005   149,665,233      1,441,899      3,790,896          142,894          326,993      4,302,849            87,940           78,404           3,553,808 2006   162,294,657      2,117,630      3,869,883          138,992          270,624      4,514,654            84,954           79,100              817,796 2007   188,663,068      1,251,147      7,112,870          117,854          268,967      1,793,440            84,371           64,127              796,899 2008   178,930,188      1,152,322      6,571,764            64,390          226,051      2,050,000      4,455,259           79,210              655,046 2009   228,806,887          935,211      5,819,565          140,488          359,451 na      4,561,059           56,602              973,347 2010   325,325,793      2,200,000      9,475,362          119,726          335,040      2,172,080      8,975,507           97,796              993,152 2011   415,765,068    24,714,940    12,482,829            68,220          227,173      3,316,813    11,814,544           89,600           1,472,238 Tahun Sumber: BPS Pelaksanaan kebijakan pelarangan ekspor bahan mentah sudah di depan mata, tetapi Indonesia masih belum memiliki smelter memadai untuk mengimbangi produksi tambang. Tercatat setidaknya ada tiga komoditas yang akan defisit smelter pada tahun 2014, yaitu tembaga, bauksit, dan nikel. Produksi bauksit nasional pada 2011 mencapai 17,6 juta ton (Kementerian ESDM, 2012). Saat ini, Indonesia belum memiliki smelter bauksit. Rencana pembangunan sejumlah smelter bauksit, hingga 2014, hanya mampu menampung 7,1 juta ton. Gap antara produksi tambang dan kapasitas smelter 10,5 juta ton, dengan asumsi semua pembangunan smelter lancar . Komoditas nikel mengalami hal serupa. Pertambangan nikel Indonesia menghasilkan 15,9 juta ton nikel tahun 2011. Smelter nikel eksisting Indonesia memiliki kapasitas 9,03 juta ton. Sampai dengan tahun 2014, diperkirakan akan ada tambahan sejumlah smelter
  • 33. 27 baru, dengan kapasitas total 4,15 juta ton. Gap antara produksi tambang dan smelter pada tahun 2014 mencapai 2,72 juta ton. Untuk komoditas tembaga, produksi tembaga nasional tahun 2011 mencapai 20,2 juta ton, sedangkan smelter tembaga yang eksisting hanya mampu menampung 1 juta ton (Kementerian ESDM, 2012). Adapun rencana pembangunan sejumlah smelter tembaga hingga 2014 hanya menambah kapasitas smelter menjadi 1,2 juta ton. Setidaknya akan ada 18 juta ton tembaga yang tidak dapat diolah. 3.1. Dampak UU Minerba Implikasi dari minimnya smelter adalah banyak bahan mentah tambang yang tidak dapat dijual, pada akhirnya membuat pelaku tambang mengurangi kapasitas produksi atau bahkan menutup usahanya. Hal ini akan berdampak pada tiga hal. Pertama, berkurangnya penerimaan negara. Kedua, pengurangan tenaga kerja di sektor tambang, dan ketiga, semakin tergerusnya neraca perdagangan. Pertama, pendapatan pemerintah dari sektor pertambangan dapat berupa penerimaan pajak (PPh), penerimaan bukan pajak (royalti tambang), dan deadrent (sewa lahan). Penerimaan royalti sektor minerba mencapai Rp 13 triliun per tahun, sedangkan pajak dari sektor tambang dan galian Rp 55 triliun (Kementerian Keuangan, 2012). Penerimaan ini berpotensi anjlok jika produksi tambang minerba menurun. Kedua, berkurangnya produksi tambang akan berimplikasi terhadap pengurangan tenaga kerja. Saat ini pekerja sektor pertambangan dan galian mencapai 1,6 juta pekerja (BPS, 2012). Angka tersebut meningkat dibandingkan Januari 2009 yang hanya 1,1 juta, atau ada peningkatan 40 persen. Kenaikan ini disinyalir akibat peningkatan produksi tambang secara drastis yang membutuhkan banyak tenaga kerja. Dengan adanya larangan ekspor bahan mentah, para pekerja harus bersiap kehilangan pekerjaan. Pengurangan tenaga kerja juga akan terjadi pada perusahaan pendukung kegiatan tambang, seperti perkapalan dan alat berat. Ketiga, sektor pertambangan nonmigas (termasuk minerba) menyumbang 16,28 persen ekspor nasional (BI, 2012). Apabila ekspor bahan mentah menurun akibat larangan
  • 34. 28 ekspor, neraca perdagangan akan kian defisit. Hal ini akan berdampak terhadap kian lemahnya nilai tukar rupiah yang mendongkrak biaya impor. Tingginya biaya impor akan berpengaruh terhadap sejumlah produk yang masih mengandalkan komponen impor. UU Minerba sudah ditetapkan sejak 2009, tetapi hingga kini program penghiliran seperti jalan di tempat. Pemerintah belum berhasil menciptakan iklim usaha yang membuat investor tertarik membangun industri smelter di Indonesia. Berdasarkan data dari Kementerian ESDM, perusahaan yang sudah dikatakan siap dalam menghadapi UU Minerba ini hanya sebanyak 15 perusahaan. Sedangkan masih ada 97 perusahaan yang belum ada progres yang berarti. Gambar 3.1. Rekapitulasi Progres Pembangunan Smelter Sumber: Kementerian ESDM Permasalah yang sering dihadapi oleh perusahaan dalam pembangunan smelter adalah birokrasi dan tata ruang. Pertama, birokrasi dan regulasi di Indonesia sering menghambat proses penghiliran. Perizinan yang rumit, pembebasan lahan, hingga tumpang tindih peraturan menjadi penghalang utama. Contohnya, aturan divestasi tambang menyebabkan pemilik tambang enggan membangun smelter. Aturan divestasi tambang memaksa pemilik tambang mendivestasikan sahamnya kepada pemerintah (pemda, BUMN, BUMD) dalam waktu 10 tahun. Apabila tambang terintegrasi dengan smelter tentunya investor rugi besar apabila smelter yang bernilai investasi besar turut didivestasikan.
  • 35. 29 Kedua, tata ruang. Investasi sering terkendala ketidakjelasan tata ruang. Masih ada tumpang tindih antara peta kehutanan, peta pertambangan, dan rencana tata ruang wilayah. Tumpang tindih ini, misalnya dengan kawasan lain, menjadi penyebab ketidakpastian. Ketiga, ketersediaan infrastruktur. Smelter membutuhkan infrastruktur penunjang seperti listrik untuk menjalankan pabrik, jalan untuk mengangkut bahan mentah dan hasil olahan, dan pelabuhan untuk mendistribusikan hasil produksi smelter. Kebutuhan infrastruktur tersebut gagal disediakan pemerintah. Masih banyak jalan rusak, pelabuhan yang tidak efisien, dan sulitnya mendapatkan akses listrik. Infrastruktur listrik di daerah yang memiliki potensi tambang sering memiliki rasio elektrifikasi rendah, seperti Sumatera Selatan sebesar 72,71 persen, Kalimantan Tengah 67 persen, Kalimantan Selatan 75 persen, dan Papua 29,25 persen. Smelter biasanya akan dibangun dekat dengan sumber tambang agar dapat menekan biaya transportasi. Dengan tingkat elektrifikasi rendah, investor akan berpikir dua kali sebelum membangun industri smelter. Selain dampak-dampak di atas, beberapa pelaku usaha pertambangan juga memperkirakan bahwa proyek smelter ini akan selesai pada tahun 2017. Potensi penerimaan negara dari sektor pertambangan yang hilang diperkirakan mencapai 7-8 miliar dollar AS, dan sekitar 30.000 orang akan kehilangan pekerjaan. Dana yang hilang tersebut sebenarnya dapat membangun pabrik “Sponge Iron” (Sponge Iron adalah produk dari pengolahan pasir besi maupun bijih besi) sebanyak 2000 unit dengan asumsi pembangunan pabrik dengan kapasitas 100 ton/hari berkisar Rp 40 milyar dengan lama pembangunan sekitar 6 bulan per pabrik. Jika seluruh pabrik didistribusikan ke seluruh provinsi di Indonesia, maka setiap provinsi akan memiliki 60 unit pabrik pengolahan. Kedua, jumlah tenaga kerja yang hilang akibat berhentinya sektor pertambangan sebanyak 30.000 orang di seluruh Indonesia. Dengan dibangunnya 2000 unit pabrik tersebut, maka akan diperlukan tenaga kerja langsung maupun tidak langsung sebanyak 100 orang/pabrik. Maka untuk keseluruhan akan dibutuhkan tenaga kerja sebanyak 200.000 orang, defisit 170.000 orang tenaga kerja.
  • 36. 30 Ketiga, dengan adanya 2000 unit pabrik tersebut dengan kapasitas 100 ton/hari/pabrik maka total akan dihasilkan sponge iron sebanyak 70 juta ton per tahun, sebanyak 10 juta ton untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri dengan harga berkisar 400 dollar AS/ton, sisanya sebanyak 60 juta ton bisa diekspor ke luar negeri karena sudah memenuhi syarat Peraturan Menteri ESDM dengan asumsi harga 400 dollar AS/ton maka akan didapat devisa sebesar 24 miliar dollar AS (Rp 240 Trilyun). 3.2. Strategi Jalan Keluar Pemerintah dan DPR hanya mempunyai dua opsi jalan keluar. Pertama, melakukan penundaan dari pelaksanaan pelarangan ekspor bahan mentah, yang berarti merevisi undang-undang. Kedua, menjalankan pelarangan ekspor dan menanggung segala biaya yang diakibatkannya. Opsi pertama merupakan jalan aman yang minim konflik, tetapi menunjukkan ketidaktegasan pemerintah. Jika opsi ini dijalankan tentu harus dimulai dari pembahasan revisi UU Minerba. Lalu, pemerintah harus memberlakukan bea keluar dan pajak yang besar bagi perusahaan yang melakukan ekspor bahan mentah sehingga menjadi disinsentif pengusaha tambang. Dengan adanya disinsentif tersebut diharapkan pengusaha tambang dapat mengerem tingkat produksinya hingga setidaknya mendekati level pada tahun 2009, dan mulai berinvestasi di bidang industri hilir. Selain itu, jika opsi ini dilakukan, pemerintah harus mengambil berbagai kebijakan yang mendukung munculnya industri hilir. Dengan demikian, meski ada penundaan, industri smelter tetap dibangun. Kebijakan yang diambil dapat berupa pembangunan smelter yang berbasis wilayah. Pemerintah menetapkan zona atau kawasan yang akan menjadi sentra industri hilir di beberapa lokasi dan membangun infrastruktur penunjang. Lalu, pemerintah melalui BKPM dapat menawarkan sentra-sentra tersebut kepada investor. Apabila opsi kedua diambil, Indonesia akan menghadapi guncangan ekonomi cukup besar. Oleh sebab itu, pemerintah diharapkan menyiapkan bantalan pengaman agar dampaknya dapat diminimalkan.
  • 37. 31 Bantalan tersebut dapat berupa jaminan sosial dan pelatihan bagi karyawan yang terkena PHK. Pilihan yang akan diambil sangat bergantung pada kepemimpinan dan integritas DPR dan pemerintah. Penghiliran merupakan proyek besar bangsa Indonesia, yang sayangnya masih dikerjakan setengah hati. Pemerintah masih setengah hati dalam menyediakan regulasi dan infrastruktur yang menunjang investor dalam membangun smelter. Sektor swasta masih setengah hati mengambil risiko dan sedikit berkorban untuk membangun smelter. Proyek sebesar ini sudah selayaknya dilaksanakan dengan sepenuh hati sehingga seluruh masyarakat Indonesia dapat merasakan dampak positif dari penghiliran ini. 3.3. Target Ekspor Tambang dan Mineral Kebijakan ini tentu saja menghasilkan dampak buruk dan baik di industri pertambangan. Dampak buruk itu akan terkena pada industri dengan skala kecil dan menengah. Industri ini akan segera gulung tikar karena tidak mempunyai modal untuk membangun smelter. Tidak terkecuali itu, perusahaan besar yang tidak mempunyai cukup modal untuk membangun smelter akan segera menutup perusahaannya. Langkah ini diambil untuk mengamankan posisi keuangan mereka, agar tidak rugi. Memang benar, mereka masih bisa menambang, tapi mereka tidak bisa menjualnya. Industri pengolahannya belum ada, sehingga mereka kesulitan untuk mengekspor atau menjual mineral mereka. Bila perusahaan tutup, maka yang akan terjadi adalah pemutusan hubungan kerja. Contoh kasusnya adalah seperti di Kepulauan Riau. Di kepulauan Riau ini ada sekitar 20-an usaha tambang bauksit yang menghentikan operasionalnya sementara dan merumahkan sekitar total 4000-an karyawan dari 20 perusahaan tersebut sambil menunggu “perubahan” permen ini. Hal ini dilakukan karena meskipun produksi tetap diizinkan namun hasilnya mau dibawa kemana pasca larangan ekspor tersebut, karena belum ada satupun perusahaan pengolahan biji bauksit didalam negeri yang menampung hasil
  • 38. 32 tambang mereka. Bila perusahaan tutup dan banyak karyawan yang di PHK, maka APBD daerah tersebut akan berkurang. Kebijakan ini tentu saja mempunyai manfaat atau keuntungan sendiri. Penambahan nilai jual mineral tentu saja akan kita dapatkan. Contohnya seperti ini, harga nikel mentah setingkat 2000 dollar AS per ton. Setelah jadi ferro nikel, harganya jadi 17.000 dollar AS per ton sesuai LME. Meningkat pesat atau hampir sembilan kali lipat dari harga normal. Tentu saja keuntungannya akan lebih banyak lagi daripada kita hanya menjual raw material saja. Menambah tenaga kerja yang diserap dan peningkatan mutu sumberdaya manusia adalah manfaat sekundernya. Hal ini akan tercapai bila banyak pabrik pengolahan dan pemurnian mineral didirikan. Tentu saja banyak pekerja yang akan diserap dan membutuhkan tenaga ahli-tenaga ahli untuk menangani masalah-masalah dalam industri ini. Selain dua manfaat diatas, manfaat yang akan timbul lagi adalah terkontrolnya ekspor mineral. Tidak ada penjualan barang mentah ke luar negeri, atau tidak adanya penjualan tanah air kita begitu saja. Dengan adanya kebijakan penerapan Bea Keluar (BK) ekspor, maka dalam jangka pendek penjualan ore secara besar-besaran dapat ditekan sehingga berimplikasi terhadap perlambatan ekspor mineral tambang. Dari hasil perhitungan, pada tahun 2014, diproyeksikan ekspor total mineral dan tambang akan mengalami penurunan, namun akan meningkat pada tahun 2018 dan 2019. Hal ini disebabkan kesiapan perusahaan-perusahaan tambang dalam membangun smelter dalam upaya mengolah hasil ore tambang mineral. Estimasi pengurangan ekspor akibat dari diterapkannya kebijakan pelarangan ekspor raw material mineral tambang :
  • 39. 33 Tabel 3.2. Estimasi Ekspor Tambang Mineral Sumber: Hasil Perhitungan Puska Daglu Ada beberapa skenario estimasi ekspor tambang dan mineral yaitu pertama skenario tanpa kewajiban hilirisasi sesuai UU No. 4 Tahun 2009 atau dengan kata lain ekspor ores tetap dilakukan dengan pertumbuhan ekspor seperti tahun 2008-2012 sebesar 10% per tahun maka estimasi ekspor ores akan terus bertambah tiap tahun dan tidak akan ada ekspor olahan. Pada skenario kedua (skenario pesimis) yaitu ekspor dengan kewajiban hilirisasi sesuai UU No. 4 Tahun 2009 dan pertumbuhan ekspor olahan sebesar 10% per tahun, apabila perusahaan yang mengajukan ijin smelter dapat beroperasi, maka di tahun 2014 ekspor ores akan berkurang sebesar USD 7,13 miliar dan pengurangan tersebut semakin membesar tiap tahun. Dengan kata lain, ekspor olahan mineral akan bertambah sebesar USD 1,57 miliar pada tahun 2014 dan akan terus meningkat sebesar USD 2,31 miliar pada tahun 2018. Sementara dengan skenario ketiga (skenario optimis) yaitu ekspor dengan kewajiban hilirisasi sesuai UU No. 4 Tahun 2009 dan pertumbuhan ekspor olahan sebesar 25% per tahun, maka akan meningkatkan ekspor mineral tambang olahan mencapai USD 1,97 miliar di tahun 2014 dan akan terus bertambah sebesar USD 9,84 miliar
  • 40. 34 di tahun 2018. Sehingga kehilangan ekspor akibat kebijakan pelarangan ekspor raw mineral tambang mencapai USD 0,59 miliar di tahun 2018. Diharapkan perusahaan smelter tambang akan berkembang lebih baik dengan peningkatan kapasitas 25% per tahun, sehingga kehilangan ekspor raw mineral tambang dapat ditutupi pada tahun 2019 pada opsi optimis. 3.4. Hasil Survei Survei dilakukan di Provinsi Banten karena sebagian besar industri pengolahan tambang dan mineral berada di wilayah tersebut. Selain itu, kajian ini juga menggali informasi dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Banten. Hasil survei tersebut antara lain: 1. PT. Krakatau Posco PT. Krakatau Posco yang berstatus PMA dengan rencana hasil produksinya berupa Sleb dan Plat ini telah siap beroperasi di tahun 2014. Progres kesiapan fasilitas pengolahan dan pemurnian perusahaan ini hingga bulan Oktober tahun i2013 telah mencapai 98% dan diperkirakan pada tanggal 23 Desember 2013 akan mencapai 100% . Perusahaan yang akan memproduksi Sleb dan Plat ini memiliki kapasitas produksi sebesar 3 Juta ton dengan rincian sebanyak 1 Juta ton akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku ke Krakatau Stel, 2,5 Juta ton akan diproduksi menjadi Plat dan 500 ribu lagi akan di ekspor ke Asia Tenggara. Terkait dengan kebijakan pelarangan ekspor raw material tambang dan mineral sebagaimana tertuang didalam UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang akan berlaku efektif bulan Januari 2014, perusahaan ini telah menyatakan kesiapanya untuk menyongsong pelaksanaan kebijakan dimaksud. ` 2. PT. Indo Ferro Perusahaan yang menghasilkan Nikel Pig Iron , ini berstatus PMA dan berdiri mulai tahun 2008 dengan jumlah tenaga kerjanya sebanyak 1.200 orang. Adapun kapasitas
  • 41. 35 produksi perusahaan ini mencapai 1 Juta ton dan realisasinya berkisar 500.000 ton. Dalam menghadapi pelaksanaan kebijakan pelarangan ekspor raw material sebagaimana tertuang di dalam UU No . 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang akan dilaksanakan pada bulana Januari 2014, perusahaan ini telah menyatakan kesipanya (100%) dan sangat optimis dengan harapan pelksanaan kebijakan tersebut jangan sampai ditunda-tunda lagi. Hasil produksi yang berupa Nikel Pig Iron sebesar 50% diperuntukan untuk memenuhi kebutuhan industry dalam negeri dan 50% lagi adalah untuk di ekspordengan tujuan India dan Taiwan. 3. PT.Century Metalindo PT. Century Metalindo yang berdiri pada tahun 2009 ini berstatus sebagai perusahaan status PMA dengan jumlah tenaga kerjanya sebanyak 200 orang. Produk yang dihasilkan adalah berupa Silika Mangan dengan bahan bakunya berupa batu mangan, batu silika dan kapur yang didatangkan dari Sumatera, Nusa Tenggara Timur dan sebagian dari Jawa Timur. Kapasitas produksi Silika Mangan dari perusahaan ini mencapai 2500 ton per bulan. Hasil produksi dari perusahaan ini sebesar 50% di jual ke pabrik baja Krakatau Stel dan 50% nya lagi di ekspor ke Jepang. Berkaitan dengan akan diberlakukan pelarangan ekspor raw material tambang dan mineral sebagaimana tertuang didalam UU No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang akan dilaksanakan pada bulan Januari 2014, perusahaan ini telah menyatakan kesiapanya dan memberi masukan agar pelaksanaan kebijakan ini jangan sampai ditunda lagi hanya karena adanya lobi-lobi perusahaan yang tidak bertanggung jawab. Bahkan perusahaan menyatakan kesiapanya sebagai konsultan bagi perusahaan-perusahaan yang bergerak dibidang mineral tambang yang akan membangun sebuah smelter (pengolahan dan pemurnian) mineral tambang.
  • 42. 36 4. Disperindag Banten Berdasarkan informasi yang disampaikan oleh salah satu pejabat di Disperindag Banten terkait akan diterapkanya pelarangan ekspor raw material tambang dan mineral sebagaimana tertuang didalam UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara pada bulan Januari 2014, dimana jumlah perusahaan yang bergerak dibidang pengolahan tambang dan mineral di wilayah propinsi Banten sekitar 6 perusahaan. Dari ke 6 perusahaan tersebut, sampai saat ini sebagian besar (67%) telah melakukan pembangunan fisik smelter dan sisanya (33%) dalam taraf penyelesaian akhir pembangunan smelter hingga bulan Desember 2013 dan menyatakan kesiapanya untuk dioperasikan pada bulan Januari 2014 5. Kesimpulan: Berdasarkan hasil wawancara dilapangan terhadap beberapa perusahaan yang bergerak dibidang tambang dan mineral (PT. Krakatau Posco, PT. Indo Ferro dan PT.Century Metalindo) diwilayah Propinsi Banten terkait dengan akan diberlakukan kebijakan pelarangan ekspor raw material tambang dan mineral pada bulan Januari 2014 sebagaimana tertuang didalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, dapat digaris bawahi bahwa sebagian besar perusahaan-perusahaan pengolahan dan pemurnian tambang dan mineral telah menyatakan kesiapanya untuk menyongsong pelaksanaan kebijakan tersebut di tahun 2014. Diharapkan pelaksanaan kebijakan tersebut, jangan sampai ditunda-tunda lagi hanya karena memperhatikan lobi-lobi dari para pemilik perusahaan tambang dan mineral yang tidak bertanggung jawab, bahkan perlu pemberian sanksi bagi perusahaan yang melanggar aturan seperti pencabutan Ijin Usaha Pertambanganya
  • 43. 37 BAB IV PENUTUP 4.1. Simpulan 1. Dengan skenario pertama, apabila ke 9 perusahaan yang mengajukan ijin smelter dapat beroperasi di tahun 2014, maka ekspor ores atau raw material akan terus meningkat tiap tahun sebesar USD 7,13 miliar di tahun 2014 dan dapat menjadi USD 10,44 miliar pada tahun 2018. Selain itu, tidak akan ada ekspor untuk olahan mineral. 2. Dengan skenario pesimis, ke 9 perusahaan yang mengajukan ijin smelter diasumsikan beroperasi tahun 2014, maka akan meningkatkan ekspor olahan mineral tambang USD 1,57 miliar (kapasitas 10%), sehingga kehilangan ekspor akibat kebijakan pelarangan ekspor raw mineral tambang USD 5,55 miliar. 3. Dengan skenario optimis, ke 9 perusahaan yang mengajukan ijin smelter dapat beroperasi di tahun 2014 dengan kapasitas 25% (USD 1,97 miliar), sehingga kehilangan ekspor akibat kebijakan pelarangan ekspor raw mineral tambang USD 5,16 miliar. Dengan asumsi terjadi peningkatan kapasitas 25% per tahun, maka kehilangan ekspor raw mineral tambang dapat ditutupi pada tahun 2019 (optimis). 4.2 Rekomendasi 1. Untuk meningkatkan nilai tambah produk tambang dan mineral dalam rangka peningkatan ekspor, perlu adanya kebijakan terpadu berupa SK bersama antar Kementerian teknis terkait guna menciptakan iklim investasi yang kondusif bagi investor, mendorong ketersediaan energi untuk dapat memenuhi kebutuhan industri khususnya bagi industry pengolahan dan pemurnian tambang dan mineral serta menyiapkan infrastruktur yang memadahi. 2. Perlu dukungan fasilitas yaitu kemudahan perizinan dan insentif berupa pajak bagi pelaku usaha Smelter untuk dapat segera menyelesaikan progres kesiapan pembangunan pengolahan dan pemurnian tambang dan mineral.
  • 44. 38 DAFTAR PUSTAKA Gocht, WR., Zantop,H., Eggert, RG., 1988, International Mineral Economic, Mineral Exploration, Mine Valuation, Mineral Markets, International Mineral Policies, Springer Verlag Berlin Heidelberg. http : //www. Smelting.co.id, 2009, PT Smelting Gresik Copper Smelter and Refinary. Katili, J.A., 1979, Peranan pemerintah dalam manajemen sumber mineral, Majalah Survei dan Pemetaan No. 13/IV/1979. Sarno Harjanto, 1996, Potensi dan prospek beberepa jenis bahan galian industri di Indonesia, Direktorat Sumber Daya Mineral Bandung. Silitoe, R.H., 1994, Indonesian minerals deposits-introductory comments, camparisons and speculation, Journal of Geochemical Exploration, Volume 50-NOS.1-3 March 1994, Elsevier. US Geological Survey, 2008, Mineral Commodity Summaries 2008, United Government Printing Washington Van Leeuwen, T.M., 1994, 25 Years of minerals exploration and discovery in Indonesia, Journal of Geochemical Exploration, Volume 50-NOS.1-3 March 1994, Elsevier.