SlideShare a Scribd company logo
1 of 60
Download to read offline
1 
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT 
REPUBLIK INDONESIA 
RISALAH 
RAPAT KERJA KOMISI I DPR RI 
Tahun Sidang : 2011-2012 
Masa Persidangan : IV 
Jenis Rapat : Rapat Kerja Komisi I DPR RI dengan Menteri Komunikasi dan Informatika RI 
Hari, Tanggal : Selasa, 10 Juli 2012 
Pukul : 10.00 WIB 
Sifat Rapat : Terbuka 
Pimpinan Rapat : Drs. Ramadhan Pohan, MIS., Wakil Ketua Komisi I DPR RI 
Sekretaris Rapat : Dwiana Haridata, Kasubagset. Komisi I DPR RI 
Tempat : Ruang Rapat Komisi I DPR RI, Gedung Nusantara II Lt. 1, Jl. Jenderal Gatot Soebroto, Jakarta 10270 
Acara : Pembahasan terkait Regulasi bidang Digitalisasi Penyiaran 
Anggota yang Hadir : 1. Pimpinan Komisi I DPR RI 
1) Drs. Mahfudz Siddiq, M.Si./F-PKS 
2) Drs. Ramadhan Pohan, MIS./F-PD 
3) Drs. Agus Gumiwang Kartasasmita/F-PG 
4) Tubagus Hasanuddin/F-PDI Perjuangan 
2. Anggota Komisi I DPR RI 
F-PD 
5) Dr. Nurhayati Ali Assegaf, M.Si. 
6) Drs. Guntur Sasono, M.Si. 
7) Dr. Hj. R. Adjeng Ratna Suminar, S.H., M.H. 
8) Fardan Fauzan, BA., M.Sc. 
9) Mayjen TNI (Purn) Yahya Sacawiria, S.IP., MM. 
10) Max Sopacua, S.E., M.Sc. 
11) Edhie Baskoro Yudhoyono, B.Com., M.Sc. 
12) KRMT Roy Suryo Notodiprojo 
13) Hj. Nany Sulistyani Herawati 
F-PG 
14) Meutya Viada Hafid 
15) Ir. Fayakhun Andriadi, M.Kom. 
16) Ahmed Zaki Iskandar Zulkarnaen, B.Bus. 
17) Drs. H. A. Muchamad Ruslan 
F-PDI PERJUANGAN 
18) H. Tri Tamtomo, S.H. 
19) Theodorus J. Koekerits 
20) Puan Maharani 
F-PKS 
21) Dr. Muhammad Hidayat Nurwahid, M.A. 
22) Drs. M. Idris Luthfi, M.Sc. 
23) Drs. Al Muzzammil Yusuf
2 
F-PAN 
24) Ir. Muhammad Najib, M.Sc. 
25) Sayed Mustafa Usab, S.E., M.Si. 
26) Ir. Chandra Tirta Wijaya 
F-PPP 
27) Dr. Maiyasyak Johan, S.H., M.H. 
F-PKB 
- 
F-GERINDRA 
28) H. Ahmad Muzani 
F-PARTAI HANURA 
29) Dr. Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati, M.Si. 
Anggota yang Izin : 1. H. Hayono Isman, S.IP./F-PD 
2. Mirwan Amir/F-PD 
3. Dra. Lucy Kurniasari/F-PD 
4. Ir. Neil Iskandar Daulay/F-PG 
5. Tantowi Yahya/F-PG 
6. Drs. Enggartiasto Lukita/F-PG 
7. Yorrys Raweyai/F-PG 
8. Tjahjo Kumolo/F-PDI Perjuangan 
9. Heri Akhmadi/F-PDI Perjuangan 
10. Sidarto Danusubroto/F-PDI Perjuangan 
11. Helmy Fauzy/F-PDI Perjuangan 
12. Evita Nursanty/F-PDI Perjuangan 
13. Luthfi Hasan Ishaaq, M.A./F-PKS 
14. H. A. Daeng Sere, S.Sos./F-PPP 
15. Lily Chodidjah Wahid/F-PKB 
16. Dr. H. A. Effendy Choirie, M.H./F-PKB 
17. Rachel Maryam Sayidina/F-Gerindra 
Pemerintah : Menteri Komunikasi dan Informatika RI, Ir. Tifatul Sembiring, beserta jajaran. 
Jalannya Rapat: 
KETUA RAPAT (Drs. RAMADHAN POHAN, MIS./F-PD): 
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. 
Salam sejahtera buat kita semua. 
Kami ucapkan selamat datang dan terima kasih atas kehadiran Saudara Menteri Komunikasi dan Informatika dalam Rapat Kerja kita pada hari ini di Komisi I DPR RI. 
Sebelum ini kita lanjutkan, saya ingin meminta persetujuan dari Ibu-Ibu dan Bapak- Bapak dari Komisi I, apakah rapat kita pada pagi ini dinyatakan terbuka atau tertutup? Bagaimana? Terbuka saja ya? 
Ya, baik. 
Sidang ini kita nyatakan terbuka untuk umum. 
(RAPAT : DIBUKA) 
Seperti yang sudah tercantum juga dalam undangan rapat, agenda kita pada pagi hari ini Pak Menteri, adalah Raker pembahasan terkait regulasi di bidang digitalisasi penyiaran. Dalam Rapat Kerja dengan Menkominfo tanggal 28 Mei 2012, tercapai kesepakatan, salah satunya adalah “Komisi I DPR RI mendukung kebijakan Kemenkominfo untuk melaksanakan program digitalisasi penyiaran, sesuai road map yang telah ditetapkan. Sehubungan dengan hal tersebut, Komisi I DPR RI meminta Kemenkominfo untuk melakukan komunikasi secara intensif dengan Komisi I DPR RI, sehingga proses migrasi dari analog
3 
ke digital berjalan dengan baik, dengan mengutamakan kepentingan publik, serta menjamin prinsip diversity of content and diversity of ownership.” Dalam kaitan ini, Komisi I DPR RI berpendapat bahwa terdapat beberapa prinsip di dalam Peraturan Menteri tersebut yang bertentangan, yang memerlukan klarifikasi terkait dengan Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Yang pertama, dalam Undang-undang Penyiaran, hanya mengenal 4 terminologi lembaga penyiaran. Yang pertama, Lembaga Penyiaran Swasta, Lembaga Penyiaran Publik, Lembaga Penyiaran Berlangganan, dan Lembaga Penyiaran Komunitas. Pada Permen 22 Tahun 2011 tersebut memuat kategori baru, yaitu Lembaga Penyiaran Penyelenggara Penyiaran Multipleksing (LPPPM), dalam hal ini tidak ada satupun pasal ataupun ayat dalam undang-undang tersebut mengatur soal digitalisasi. Pengaturan soal digitalisasi baru akan diatur dalam Undang-undang Penyiaran baru yang sedang dalam proses perumusan di DPR RI. Varian baru lembaga penyiaran berimplikasi pada proses pemberian ijin lembaga penyiaran dimaksud yang hanya memerlukan penetapan dari Kemkominfo saja, tidak bersama dengan Komisi Penyiaran Indonesia, seperti lembaga penyiaran lainnya. Dalam Undang-Undang Penyiaran, disebutkan bahwa KPI sebagai lembaga negara independen mengatur hal-hal terkait penyiaran. Namun faktanya, dalam penyusunan Peraturan Menteri No. 22 Tahun 2011 tidak melibatkan KPI. Nah oleh karena itu, kami melihat Kemkominfo sudah semestinya untuk tidak terlalu memaksakan implementasi pengaturan Menteri tentang Digitalisasi Penyiaran sebelum revisi Undang-Undang Penyiaran selesai dilakukan. 
Dalam kesempatan ini kami sampaikan, bahwa Komisi I DPR RI menargetkan untuk dapat menyelesaikan proses perumusan RUU tentang Revisi Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran pada Masa Persidangan I Tahun Sidang 2012-2013, yaitu pada bulan Agustus, September 2012 menjadi RUU Usul Inisiatif DPR RI untuk selanjutnya dapat dibahas bersama dengan Pemerintah. 
Selanjutnya kami akan mempersilakan Bapak Menteri Kominfo untuk memberikan paparannya terkait isu yang kami angkat tadi. Tapi sebelumnya, saya ingin bertanya kepada Ibu- Ibu dan Bapak-Bapak Rekan Komisi I DPR RI, apakah sepakat, sekarang ini jam 11.00 WIB, masalah ini kita selesaikan saja sampai jam 12.00 WIB. Karena begini, pada jam 13.00 WIB nanti diagendakan ada RDP kita dengan Sekjen Kemkominfo untuk membahas Laporan Realisasi Kemkominfo Tahun Anggaran 2011. Realisasi anggaran Kemkominfo Tahun Anggaran 2011 dan pendalaman RKP-K/L Kemkominfo T.A. 2013. 
Jadi sepakatkah Bapak-Bapak/Ibu-Ibu sekalian, apabila Rapat Kerja kita dengan Menteri membahas soal digitalisasi ini kita selesaikan jam 12.00 WIB? 
Setuju? 
Baik. 
F-PD (KRMT. ROY SURYO NOTODIPROJO): 
Interupsi. 
Pimpinan, 
Sepakat, asal sudah nanti jam 12.00 WIB tercapai kesepakatan. Kalau tidak, ya harus kita selesaikan, jangan sampai keputusan ini tertunda dan akhirnya membuat sebuah kesimpulan yang kesimpulan itu di luar kesepakatan kita, seperti tanggal 28 Juni yang lalu. Itu penting sekali. 
Terima kasih. 
KETUA RAPAT: 
Terima kasih Pak Roy, untuk mengingatkan, sebenarnya. 
Sebentar Pak Max, sebentar. Sebenarnya yang kita maksudkan bahwa selesai jam 12.00 WIB itu, kita tidak mengejar target, setoran, jam 12.00 WIB selesai, tidak selesai, tidak begitu juga. Kita harus selesai dengan target kita, bahwa untuk pembahasan soal digitalisasi ini. 
Silakan Pak Max. 
F-PD (MAX SOPACUA, S.E., M.Sc.): 
Terima kasih Pak Ketua. 
Saya kira rapat ini memang penting, dan rapat ini harus menghasilkan sebuah kesimpulan. Kesimpulan ini didapat dari opini yang berkembang dari setiap Fraksi, kalaupun ada
4 
semua Fraksi di sini. Dan kalau itu nantinya akan menghasilkan sebuah kesimpulan, sudah tentu persoalan rapat anggaran dengan Kominfo, ya saya pikir mungkin bisa diundur dan lain-lain itu ya? Karena ini juga penting. Seperti yang Pak Roy katakan tadi, kita juga tidak ingin bahwa persoalan mengenai masalah digitalisasi ini mengambang. Akhirnya kita tidak punya sebuah ketetapan, tetapi berkembang di media, berbagai hal yang sebenarnya bukan sebuah kompromi antara Komisi I dengan Kominfo. Jadi boleh ditetapkan jam 12.00 WIB, tetapi jangan lupa, kesimpulan itu harus mengakomodir semua kepentingan yang ada, saya kira begitu. 
Terima kasih. 
KETUA RAPAT: 
Baik, terima kasih Pak Max. 
Tapi intinya sementara, kita sepakati dulu bahwa rapat kita ini berakhir jam 12.00 WIB ya? Nanti masalah soal kesimpulannya itu kita tentukan nanti didalam perjalanan rapat kita. Setuju ya? Terima kasih. 
Baik, Pak Menteri, kami persilakan untuk menyampaikan paparannya. Sebenarnya saya ingin sekali pakai pantun, begitu, cuma keterbatasan saya, saya ingin sekali pakai pantun, tapi tidak bisa Pak Menteri. Awalnya dapat, tetapi sampirannya dapat, isinya tidak dapat. Jadi repot juga kita. Kami persilakan, Pak Menteri. 
F-PDI PERJUANGAN (TUBAGUS HASANUDDIN): 
Pakai “daripada datangnya lintah”. 
KETUA RAPAT: 
“dari sawah turun ke hati”. 
MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA RI (Ir. H. TIFATUL SEMBIRING): 
Baik, terima kasih. 
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. 
Yang kami hormati Pimpinan Komisi I DPR RI dan seluruh Anggota Komisi I DPR RI, 
Bapak-Ibu sekalian yang saya hormati; dan 
Seluruh jajaran Kementerian Komunikasi dan Informatika yang saya cintai dan saya banggakan. 
Jadi ini pagi kita masih serius ya Pak Agus, dari tadi ya? Boleh cerita sedikit tidak, ini singkat saja. Habis ditanya soal pantun ya. Kemarin itu ada peresmian Trans Studio di Bandung oleh Presiden RI. Singkat ceritanya saya diminta baca doa, begitu ya. Kan biasanya baca doa ini jatahnya Menteri Agama. Ketika disebutkan, jadi pertama, Wakil Gubernur, serius, kedua, Pak Chairul, serius, ketiga, Presiden, masih serius juga. Baca doa oleh Menkominfo. Ggrrr kata orang kan? Setelah salam itu saya katakan begini, “biasanya memakai baju piyama, sekarang malah pakai kimono, biasanya doa oleh Menteri Agama, sekarang malah oleh Menkominfo”. Jadi mudah-mudahan tidak mengganggu kekhusyukan. Mas Roy juga sudah saya pantunin kemarin di Jogya, “Kalau melihat mainnya Fabregaz, enak ditonton lawan Ronaldo, kalau nanti tahun 2014, silakan pilih yang namanya Roy Suryo”, begitu kan? Itu bayar lho Mas. 
KETUA RAPAT: 
Tapi untuk yang lainnya juga dong, kalau begitu. Pacitan boleh juga. 
MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA RI: 
Oke, sekedar pembuka ini ya. Baik, terima kasih Pak Ramadhan Pohan, Bapak Pimpinan Komisi I DPR RI. 
Jadi ini kalau tidak salah hitung ini kita yang ke-5 ya, RDP yang ke-5 bicara tentang TV digital ini. Ya, kita berharap ini bisa kita selesaikan dengan baik dan pada hakekatnya kita melakukan program-program di pemerintahan adalah untuk kemajuan bangsa dan negara kita ini. 
Mengenai beberapa hal yang disampaikan oleh Bapak Pimpinan Komisi I tadi, tentang dasar hukum dan juga beberapa hal yang terkait dengan TV digital ini. Jadi saya ingin sedikit
5 
mengulang penjelasan saya tentang kemajuan teknologi, Pak Ramadhan Pohan ya. Jadi kemajuan teknologi ini adalah sesuatu yang tidak bisa kita hambat, dia akan berjalan terus sesuai dengan kemajuan teknologi itu sendiri. Jadi kalau dulu kita ada TV tabung lalu pindah ke TV transistor, kemudian TV IC, kemudian TV Chip, sekarang sudah LCD, dan seterusnya. Dari sisi internasional, saya juga pernah menyampaikan, yaitu satu kesepakatan di ITO yang mengatakan bahwa tanggal 17 Juni 2015 nanti maka itu adalah masa switch off dari sistem TV analog ke digital, dan kesepakatan ini tentu akan membuat suatu perubahan besar dalam teknologi penyiaran televisi. Karena negara-negara lain, terutama produsen alat-alat televisi ini pasti akan berorientasi ke sana, dan ternyata sekarang datanya 85% negara sudah migrasi dari analog ke digital. Nah, bagaimana dengan Indonesia? Indonesia juga menetapkan, dalam kampanye Presiden dan Wakil Presiden waktu itu menjadi calon, sebelum Pemilu Pilpres tahun 2009, maka dalam RPJMN itu dicantumkan bahwa 2014 nanti 35% wilayah Indonesia sudah terimplementasi sistem digital pada penyiaran televisi. 
Kemudian saya juga menggarisbawahi apa yang sudah kita sepakati dalam RDP dengan Komisi I DPR RI pada tanggal 28 Mei 2012 yang lalu. Bahwa Komisi I DPR RI mendukung kebijakan Kementerian Komunikasi dan Informatika yang melaksanakan program digitalisasi penyiaran sesuai dengan road map yang telah ditetapkan. Sehubungan dengan hal tersebut, Komisi I DPR RI meminta Kemenkominfo untuk melakukan komunikasi secara intensif dengan Komisi I DPR RI, sehingga proses migrasi dari analog ke digital berjalan dengan baik. Yaitu dengan mengutamakan kepentingan publik serta menjamin prinsip diversity of content dan diversity of ownership. Berdasarkan kesepakatan ini, maka saya menginstruksikan kepada Dirjen PPI (Penyelenggara Pos&Informatika) Kementerian Komunikasi dan Informatika segera menjalankan apa proses dan prosedur sesuai dengan road map yang sudah kita gariskan. Dan tentunya mengkomunikasikannya dengan Komisi I DPR RI tahap demi tahap tersebut. 
Nah, tadi ada ditanyakan tentang mengenai dasar hukum bahwa dalam Undang-undang No. 32 itu memang Undang-Undang No. 32 ini Bapak Pimpinan Komisi I DPR RI, namanya Undang-Undang ya, memang tidak detail menyebutkan perkembangan-perkembangan teknologi. Dimana juga dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi tidak menyebutkan di situ adanya WiMax misalnya, karena waktu itu WiMax belum ditemukan. Tidak menyebutkan juga misalnya tentang LTI, 4G, dan seterusnya. Tapi kewajiban kita sebagai Pemerintah adalah mengikutinya dengan peraturan-peraturan, karena itu akan diimplementasikan. Jadi dari IMPS, GSM, 2G, 2,5G, 4G, WiMax, LTI, sebentar lagi 4G, 5G, kita harus mengikutinya. Jangan sampai teknologi ini diperjualbelikan di hadapan mata kita tanpa kita lakukan suatu regulasi. Nah, tentunya regulasi itu harus kita siapkan. 
Namun sebetulnya secara muatan umum di Undang-Undang No. 32 itu sangat jelas sekali termuat, apalagi kalau kita membaca turunan dari Undang-Undang No. 32 ini, yaitu Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2005. Saya mohon ijin untuk membacakan sedikit, bahwa apakah implementasi TV digital melanggar Undang-Undang No. 32? Ini bisa dijawab dengan implementasi TV digital tidak melanggar Undang-Undang No. 32 Tahun 2002. Bahkan mempercepat terlaksananya realisasi dari tujuan Undang-Undang Penyiaran tersebut, terutama amanat Undang-Undang No. 32 Tahun 2002. Dalam Pasal 3 Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 dinyatakan, “Penyiaran diselenggarakan dengan tujuan untuk memperkokoh integrasi nasional, serta menumbuhkan industri penyiaran Indonesia”. Pasal 5 ayat g, “Mencegah monopoli kepemilikan dan mendukung persaingan yang sehat di bidang penyiaran”, ini yang kita maksud tadi dengan kesepakatan tanggal 28 Mei itu dengan diversity of ownership. Juga ini terdapat pada Pasal 18. Ayat h-nya, “Mendorong peningkatan kemampuan perekonomian rakyat, mewujudkan pemerataan, dan memperkuat daya saing bangsa dalam era globalisasi”. Mungkin secara umum sudah dijelaskan dalam konsep masterplan percepatan dan perluasan ekonomi Indonesia. Itu salah satu point yang digarisbawahi oleh Presiden adalah tentang konektivitas, tentang informasi, tentang inovasi. Dan ini juga salah satu cara untuk mencapai hal tersebut. 
Kemudian Pasal 33, 36, tentang isi siaran. Ini juga menyangkut diversity of content, juga dalam PP 50 2005 Pasal 17. Nah, dalam Penjelasan Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 pada ayat (4) atau butir 4 dinyatakan “Mengantisipasi perkembangan teknologi, komunikasi, dan informasi”. Jadi mengantisipasi. Walaupun ini masih umum, tapi ini jelas, khususnya di bidang
6 
penyiaran seperti teknologi digital. Jadi sudah disebutkan dalam Undang-Undang No. 32 itu, walaupun dalam bentuk penjelasan, sudah mengantisipasi perkembangan teknologi komunikasi dan informasi, khususnya di bidang penyiaran, seperti teknologi digital, compressi. Compressi ini penyederhanaan lebar kanal maupun kode-kode di telekomunikasi nanti, komputerisasi, televisi kabel, satelit, internet, dan bentuk-bentuk khusus lain dalam penyelenggaraan siaran. Ini luar biasa ini, tahun 2002 sudah berbicara sejauh ini. Artinya antisipasi itu ada. 
Nah, juga undang-undang dan regulasi yang menjadi dasar hukum implementasi TV digital adalah Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 Pasal 3, 5 g, h, dan penjelasannya dan Penjelasannya PP No. 50 Tahun 2005, Peraturan Menteri 22 Tahun 2011, Peraturan Menteri 23 Tahun 2011, Peraturan Menteri 25 Tahun 2012, serta RPJM 2014. Nah dalam Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2005 Bapak Pimpinan yang saya hormati, dimuat tentang penyelenggaraan penyiaran Lembaga Penyiaran Swasta. Pasal 2, “Lembaga Penyiaran Swasta diselenggarakan melalui sistem terestrial dan/atau melalui sistem satelit dengan klasifikasi sebagai berikut: 
a. Penyelenggaraan penyiaran melalui sistem terestrial meliputi: 
1. penyiaran radio AM/MW secara analog atau digital; sudah disebutkan di situ, AM/MW secara analog atau digital. 
2. penyiaran radio FM secara analog atau digital; jadi untuk radio FM pun sudah dimuat analog atau digital. 
3. penyiaran televisi secara analog atau digital; 
4. penyiaran multipleksing.” 
Jadi memang kalau kita akan menyiarkan, memindahkan satu sistem dari analog ke digital, Bapak Pimpinan, tidak mungkin kita tidak menggunakan multipleksing. Multipleksing itu adalah beberapa kanal itu kita satukan di satu frekuensi, itu arti multipleksing. Jadi biasanya satu siaran, satu frekuensi. Nah, sekarang dengan perkembangan teknologi digital, satu kanal itu bisa dibagi 12 channel televisi. Ini kan sangat efisien, Bapak Ketua. Jadi untuk menjadikan 12 ini memasukkan di satu kanal, ya harus pakai namanya teknologi multipleksing. Kalau kita tidak menggunakan multipleksing, mencampur 12 itu di dalam satu kanal, bagaimana caranya? Sama saja sistem analog yang lama. Jadi di sini sudah disebutkan. Nah, ini kita turunkan di dalam Peraturan Menteri No. 22 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Televisi Digital Terestrial, penerimaan tetap tidak berbayar, Peraturan Menkominfo No. 23 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Spektrum Alokasi Frekuensi, Radio untuk TV digital, dan seterusnya. 
Kemudian bagaimana ya sekiranya ya, ini ditunda ya? Implementasi TV digital ini. Mohon maaf, kalau secara pribadi ya, secara pribadi, karena saya tidak ada bisnis, tidak ada kaitan dengan hal ini sih, silakan saja ya mau ditunda. Ini kan negara, kita yang mengelola, kita yang mengatur. Mau diapain, kita sepakati, silakan. Tapi saya ingin mengemukakan beberapa hal, kenapa, sebetulnya tidak juga terburu-buru, karena ini sudah dimulai sejak tahun 2005 prosesnya. Jadi kalau kita lihat sekarang, sudah 7 tahun proses itu berlangsung. Kita siapkan peraturannya dan seterusnya, sudah 7 tahun Bapak Pimpinan. Dan untuk TVRI, di 4 kota sudah dilakukan uji coba siaran sejak tahun 2010 dan itupun diresmikan oleh Presiden. Nah, penundaan implementasi TV digital akan menimbulkan potensi kerugian besar, puluhan, bahkan ratusan triliun rupiah yang ditimbulkan karena: 
1. Negara terlambat mendapat keuntungan puluhan triliun rupiah dari digital deviden. Jadi ini juga mohon maaf, saya mohon ijin, untuk menjelaskan apa yang terjadi mengapa kita segera melelang kanal 3G. Jadi memang agak berbeda Bapak Pimpinan dengan Kementerian lain. Walaupun Kemenkominfo itu meraih PNBP ke-2 terbesar di antara Kementerian yang lain, yang nomor 1 ESDM. Tapi ESDM itu dia ada barangnya, ada minyak, ada gas, ada batubara. Kalau Kemenkominfo, yang kita sewakan adalah udara. Jadi kalau dia tidak kita sewakan, dia kosong saja, begitu, makanya ini kita sewakan. Supaya tidak idle, tidak menganggur, begitu. Satu, negara terlambat mendapatkan keuntungan puluhan triliun rupiah dari digital deviden. Digital deviden adalah sisa frekuensi, karena kita mengimplementasikan digital. Keuntungan ini padahal bisa digunakan untuk program kerakyatan, akibatnya rakyat pun juga mengalami kerugian. 
2. Proses pembangunan broadband menjadi terlambat. Frekuensi digital deviden tidak bisa segera digunakan. Akibatnya, percepatan pertumbuhan ekonomi dan dari kontribusi
7 
broadband tidak bisa segera tercapai. Pertumbuhan ekonomi terlambat ini mengakibatkan lapangan kerja sedikit dan rakyat menganggur, berpotensi makin banyak. Broadband ekonomi dalam risetnya World Bank tahun 2009 mengatakan, “10% penetrasi broadband kita itu akan meningkatkan PDB sebesar 1,38%” jadi hal-hal ini, Presiden dalam Indonesia Summit bulan Oktober 2009 juga mengatakan satu point yang penting yang kami catat, yaitu Indonesia connected, Indonesia tersambung, Tahun 2009, dan ini kita targetkan di akhir tahun 2012 ini, Indonesia itu sudah tersambung dari Sabang sampai Merauke melalui jaringan broadband. Jaringan broadband termasuk juga satu hal yang kita kejar, sekarang ujung kabelnya sudah di Manado, Insya Allah sedang menuju perjalanan ke Ternate. Dari Ternate ke Sorong atau Manokwari. Kalau itu tersambung, berarti Indonesia sudah tersambung di seluruh provinsi dengan fiber optic dan jaringan itu. Nah, dana-dana ini yang kita pakai, di USO dan sebagainya, untuk mengembangkan hal ini. 
3. Indonesia tidak bisa mencapai target pembangunan ICT dalam RPJM 2014, dimana 35-40% digitalisasi mestinya sudah terimplementasi. 
4. Indonesia menjadi tertinggal di negara-negara ASEAN dan Asia dalam implementasi digital. Akibatnya, industri kreatif rakyat juga terlambat maju, karena medannya tidak ada, sehingga industri kreatif dari luar yang lagi-lagi diuntungkan dan bisa menyerbu masuk ke Indonesia. Jadi kita ingin daerah-daerah kita, itu juga berkembang jaringan broadband-nya, sehingga orang tidak harus datang ke kota Jakarta untuk mencari pekerjaan Bapak Pimpinan. 
5. Potensi kerugian tidak tercapainya efisiensi penghematan daya listrik sebesar 80%, karena harus menyediakan daya listrik untuk sekitar 718 stasiun transmisi analog yang terus beroperasi. Bapak Pimpinan, bahwa teknologi digital ini sangat green technology. Karena dia menggunakan daya listrik yang sangat irit. Jadi kalau biasanya teknologi analog itu, TV analog itu menggunakan 200-300 watt, mereka cukup hanya 40 atau 25 watt untuk satu peralatan televisi. Tapi kalau untuk stasiun televisi, ini tentu jauh lebih hemat. Karena peralatan digital biasanya menggunakan catu daya atau suplay listrik yang sangat kecil. 
6. Indonesia dianggap sebagai negara yang tidak tanggap dengan green ICT, karena menggunakan teknologi usang, boros energi, dan tidak efisien di bidang penyiaran. Bapak Presiden sudah mencanangkan pilar ke-4 daripada pembangunan ini, yaitu pro poor, pro growth, pro job, dan yang keempat yang terbaru adalah pro environment atau pro green. 
7. Peluang ikut serta dalam penyelenggaraan bagi komunitas penyiaran Indonesia lagi-lagi tertunda dan tidak bisa segera ada, karena pemenuhan frekuensi analog sudah penuh. Kalau kita membiarkan sistem analog yang sedang berjalan Pak Pimpinan sekarang ini, ini sistem monopoli. Yang lain tidak punya kesempatan untuk berkompetisi. Contohnya untuk zone 4 saja, sekarang beroperasi 24. Zone 4 adalah Jakarta dan Provinsi Banten, beroperasi 24, televisi yang kita sebut dengan nasional dan lokal. Dan kalau kita buka dengan channel digital, maka ini akan menjadi 72 channel televisi, berarti ada peluang 42 channel baru untuk digunakan oleh pihak-pihak lain yang berminat. 
8. Kerugian besar lain adalah terlambatnya implementasi lebih riil dari Undang-undang Penyiaran, yaitu diversity of ownership dan diversity of content yang berpotensi mematikan komunitas penyiaran yang akan tumbuh. Oleh sebab itu, sekali lagi, sesuai juga dengan kesepakatan kita pada RDP 28 Mei 2011 yang lalu, kami tentunya memohon dukungan dan support yang penuh dari Komisi I DPR RI sebagai partner kami bekerja di Parlemen ini. Tentunya dengan segala kerendahan hati, untuk mensukseskan pembangunan bangsa dan negara kita. 
Pak Haji berpeci putih, cukup segini dan terima kasih. 
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. 
KETUA RAPAT: 
Baik, terima kasih Pak Menteri sudah menyampaikan penjelasannya. 
Saya kira dari, nah di dalam daftar penanya Anggota Komisi I dalam Rapat Kerja kita dengan Menkominfo pada pagi hari ini, sudah tercatat di sini ada 10 nama. Yang bertanya ada 6 ya, 1,2,3,4,5,6, ada 6 dari 12 yang hadir. Dan di sini tercatat Bapak Max Sopacua yang pertama ini, sebelah kanan.
8 
F-PD (MAX SOPACUA, S.E., M.Sc.): 
Saya jangan yang pertama Pak. Saya datang terakhir, nanti orang banyak protes ke saya nantinya, begitu. Yang pertama orang lain saja. 
KETUA RAPAT: 
Baik, dari sayap kanan, siapa yang bisa memulainya? Pak Zaki? Silakan Pak Zaki, sudah tahulah, tidak usah dari F-PG, atau dari, sama sajalah, dari Komisi I. 
F-PG (AHMED ZAKI ISKANDAR ZULKARNAEN, B.Bus.): 
Terima kasih Pimpinan. 
Pak Menteri, 
Kami sejak awal memang, beberapa kali pertemuan terakhir, kita selalu mempertanyakan masalah kebijakan untuk tender digitalisasi ini. Yang terakhir mungkin kesimpulan rapat kita dimana kita meminta Kominfo untuk melakukan komunikasi secara intensif dengan Komisi I dan para stakeholder-nya juga. 
Dalam perjalanan waktu, kita mendapatkan surat masukan dari para stakeholder yang tentunya berkepentingan mengenai tender digitalisasi ini. Ada dari KPI yang baru saja melaksanakan Rakernas pada 5-7 Juli kemarin, Rapimnas, mohon maaf. Kemudian kami juga menerima surat dari ATVSI dan ATVLI. Dimana point-nya mereka adalah meminta Kominfo semua untuk menunda proses tender digitalisasi ini dengan permasalahan yang hampir sama antara KPI, ATVSI, dan ATVLI. Nah, inilah yang menggerakkan kami untuk juga meminta kepada Kominfo, agar bisa, paling tidak, pertanyaan-pertanyaan dari stakeholder ini dijawab dengan baik dan bijak Pak. Perihal Undang-Undang Penyiaran, kami dari Komisi I memang sedang mempercepat proses penyelesaian Undang-Undang Penyiaran ini. Kita sudah masuk ke draft final mengenai Undang-Undang Penyiaran. Terlepas dari Bapak masih mempertanyakan penyelesaian ini dan ketidakyakinan Bapak akan selesai di akhir tahun 2012 ini, kami bersepakat di Komisi I akan menyelesaikan ini sesegera mungkin sebelum 2012 berakhir. Nah, yang kami inginkan, jangan sampai nanti proses tender ini harus mengulang kembali ketika manakala Undang-Undang Penyiaran yang baru sudah kami sahkan. Karena di Undang-Undang Penyiaran yang baru ini, kami akan juga berbicara mengenai digitalisasi dengan sangat detail dan jelas, terutama nanti menyangkut masalah konversi dari analog ke digitalnya, juga proses-proses digitalisasi yang memang kita niscaya memang harus pindah ke digital. Tapi dari tadi pemaparan Bapak mengenai peluang-peluang kehilangan dan segala macam, saya pikir ini bukan bahan yang krusial, yang memaksa Kominfo harus melaksanakan itu. Yang paling krusial adalah bagaimana Kominfo dengan stakeholder ini bisa duduk bersama, menentukan kapan moment tepat tender digital ini dilaksanakan, dan juga disesuaikan dan disinkronisasikan dengan undang- undang baru Pak. Itu saja point-nya. Kalau masalah yang lain-lain, saya pikir itu teknis belakalah, peluang, dan segala macam. Kita tidak terdesak oleh agreement manapun. Kita kan juga punya integrity sendiri, Negara kita, disesuaikan dengan kemampuan kita. Jadi untuk perjanjian internasional, berapa lama sih, berapa bulan yang harus kita inikan. Kan juga ini tidak bertahun- tahun, begitu. 
Jadi dari saya itu saja Pak Menteri. Jadi point-nya adalah, stakeholder kita ini semua memberikan surat permohonan untuk penundaan dan masukan ya. Nah, itu yang jadi concern di sini. 
Kemudian satu lagi adalah bagaimana undang-undang baru ini nanti tidak menjadi hambatan untuk tender yang Bapak lakukan sekarang. Karena apabila kita keluarkan undang- undang yang baru, tiba-tiba tender yang Bapak lakukan sekarang tidak sesuai dengan undang- undang yang baru ini, otomatis itu akan harus diulang lagi, dan Bapak kerja dua kali. 
Jadi sekali lagi Pak, kami dari Komisi I akan menyelesaikan Undang-Undang Penyiaran ini dengan sesegera mungkin, sebelum 2012 ini berakhir. Itu saja. 
Terima kasih Pak. 
KETUA RAPAT: 
Terima kasih Pak Zaki.
9 
Selanjutnya, biar seimbang, dari kiri dulu, Ibu Nuning. Kalau tidak ada, kita ke kanan, ya kembali, Bu Nuning, kami persilakan. Setelah itu kita ke kiri lagi, baru ke Bu Meutya. 
Terima kasih. 
F-HANURA (Dr. SUSANINGTYAS NEFO HANDAYANI KERTOPATI, M.Si.): 
Terima kasih Ketua. 
Pak Menteri, 
Saya pakai baju kuning, Bapak pakai dasi, kita bertemu di Bandung, Bapak baca doa, saya baca menu masakan, tetap digitalisasi membingungkan, maaf, ini tidak nyambung. 
Pak Menteri, 
Saya sering berpikir begini, apa yang dijelaskan oleh Pak Zaki, saya rasa ini tidak perlu lagi kita berpanjang-panjang lebar, sudah lengkap, menu seperti di Bandung kemarin Pak. Jadi Pak Zaki sudah menyatakan, tapi ada yang saya bingung Pak, setiap Bapak datang, kita bingung, setiap Bapak pulang, kita bingung. Karena Bapak memang selalu memberikan jawaban-jawaban yang memang sedikit membingungkan. 
Pak, 
Saya ingin tahu, apa yang tadi disampaikan oleh Pak Zaki itu. Apakah ketika Bapak memutuskan bahwa digitalisasi itu dipercepat, diperlambat, atau sesuai Renstra atau tidak, itu rencana jangka pendek menengah atau jangka panjang, apakah Bapak juga mengadakan riset untuk itu? Saya ingin tahu, riset itu dilaksanakan oleh siapa dan bagaimana, variabelnya apa, metodenya apa? Karena itu semua penting Pak, saya rasa untuk menentukan ini hasil daripada benchmarking kita kemarin. Saya kebetulan ke Inggris, teman-teman ada yang ke Amerika. Itu kita melihat bahwa keterlibatan masyarakat itu sangat dibutuhkan untuk menentukan satu keputusan yang keluar dari Kementerian. Saya hanya ingin tanya itu, karena tadi sudah diborong oleh Pak Zaki. 
Terima kasih. 
Wassalamu 'alaikum warrahmatullahi wabarakatuh. 
KETUA RAPAT: 
Wa ‘alaikumsalam warrahmatullahi wabarakatuh. 
Dari kiri, masih belum ada? Ya, kembali ke kanan, Ibu Meutya, nanti pantunnya dijawab oleh Pak Menteri ya Bu Nuning. 
F-PG (MEUTYA VIADA HAFID): 
Terima kasih Pimpinan. 
Mengulang sedikit dari apa yang disampaikan oleh Pak Zaki dan Ibu Nuning bahwa sebetulnya kita tidak perlu lagi mengulang-ulang apa yang sebetulnya juga sudah kita sampaikan atau ingatkan sebagai mitra kepada Pak Menteri di rapat-rapat sebelumnya. Tapi kalau pengulangan ini bisa menjadikan ini efektif, maka saya juga akan ikut mengulang bahwa sekali lagi tadi Pak Menteri memulai penjelasannya dengan mengatakan bahwa kemajuan teknologi itu tidak bisa dinafikkan dan sebagainya. Kalau ada teman-teman media di sini yang mencatat, maka tolong juga catat bahwa dari awal pembahasan ini, kita tidak pernah mengatakan bahwa kita tidak pernah mendukung kemajuan teknologi ini. Jadi kalau ada rapat yang berlarut-larut mengenai hal ini, bukan sebagai bentuk Komisi I DPR RI mencoba untuk memperlama adanya proses digitalisasi di tanah air ini. Tapi semata-mata kita ingin yang terbaik agar semua stakeholder bisa siap menghadapi teknologi yang bukan teknologi kecil-kecilan, begitu, tetapi sesuatu yang sangat besar yang harus disiapkan dan harus mempunyai payung hukum yang jelas dan betul-betul memayungi dan membuat nyaman bagi semua stakeholder. 
Yang kedua, hanya menambahkan sedikiti perspektif, karena tadi juga point kedua setelah Pak Menteri bicara mengenai kemajuan teknologi adalah Pak Menteri mengingatkan mengenai kesepakatan ITU. Dan ini selalu diulang dalam setiap rapat, seolah menjadi pembenaran bahkan menjadi landasan hukum bagi negara ini kemudian untuk “terburu-buru” untuk segera melakukan proses tender. “Terburu-buru” dalam artian kalau kita bicara terburu- buru kan subjektif ya Pak ya, maksud saya terburu-buru dalam artian tidak bisa lagi menunda proses tender sebelum undang-undang yang juga kita sudah janjikan, upayakan selesai tahun
10 
ini. Sedikit kita mengaca kepada ITU yang selalu disampaikan oleh Pak Menteri. ITU ini kesepakatannya terjadi di Geneva, ketika itu, dan sesungguhnya tidak mengikat Indonesia. Rapat di Geneva atau Geneva Agreement waktu itu mengatur tentang transisi dan rencana frekuensi untuk digital bagi negara di region I yang tidak termasuk Indonesia. Eropa, Afrika, Timur Tengah, ditambah Iran. Jadi supaya kita dapat perspektif bersama, kalau ini yang selalu dijadikan sebagai landasan pembenaran, sebetulnya kita tidak punya kewajiban yang mengikat dalam hal itu. Karena yang betul-betul disebutkan di dalam agreement itu adalah Eropa, Afrika, Timur Tengah, ditambah Iran. Hanya saja, sebagai itikad baik Indonesia untuk juga terlibat di dalam semangat digitalisasi dan juga sebagai negara yang juga duduk bersama dalam kehidupan globalisasi, maka Indonesia punya itikad baik untuk ikut tenggat akhirnya, bukan 2015, tapi 2018. Jadi itikad baik itu tentu kita dukung dan mendapat dukungan dari DPR RI, tapi kemudian saya heran, mengapa kita punya waktu sebetulnya sampai 2018. Tapi kenapa memaksakan untuk memasukan sampai 2015. Untuk region-region lain sebetulnya ada waktu sampai 2018 dan Indonesia masuk di region III sesungguhnya, dalam proses digitalisasi dunia ini. 
Mungkin itu saja sedikit perspektif, karena ini selalu diulang tentang ITU. Dan sekali lagi saya mengingatkan bahwa negara ini tidak hanya Pemerintah, negara ini tidak hanya Kementerian. Kalau memang negara ini bertekad untuk juga ikut dalam semangat digitalisasi penyiaran global, maka negara ini juga termasuk rakyat Pak. Dan kebetulan kami saat ini mewakili rakyat. Pemerintah tidak bisa jalan sendirian, komunikasi yang baik harus dilakukan, termasuk juga kesepakatan-kesepakatan dan suara-suara rakyat yang kami wakili agar betul- betul didengar, sehingga tidak perlu kami mengulang sampai 4-5 kali rapat. 
Terima kasih. 
KETUA RAPAT: 
Terima kasih Bu Meutya. 
Kembali ke kiri, belum ada? Ya, kapalnya berat ke kanan ini. Ya, kami persilakan Pak Roy. 
F-PD (KRMT. ROY SURYO NOTODIPROJO): 
Baik, terima kasih Pimpinan. 
Ibu-Ibu dan Bapak-Bapak dari Komisi I yang terhormat, 
Pak Menteri Komunikasi dan Informatika, Pak Tifatul Sembiring dengan jajaran dari Kementerian Komunikasi dan Informatika yang saya hormati. 
Sebenarnya sudah jelas apa yang sudah disampaikan oleh beberapa kawan tadi, tapi saya ingin mengingatkan atau saya ingin menandaskan, sebenarnya apa yang paling krusial yang disampaikan, sampai saya harus menyatakan bahwa proses digitalisasi ini, saya sebut dalam salah satu majalah berita mingguan yang copy-nya ada juga disebarkan hari ini, yaitu Tempo, yaitu cacat dalam peraturan, cacat dalam teknologi, dan cacat dalam prosedur. 
Yang pertama Pak Tif, dengan berat saya harus mengatakan bahwa kalau Kementerian Kominfo meragukan proses selesainya Undang-Undang Penyiaran yang baru sebagai pengganti Undang-Undang Penyiaran No. 32, sebenarnya itu seperti menampik muka sendiri. Karena sebenarnya kamipun menyelesaikan ini dengan Kementerian Kominfo, dan kita draft terakhir pada tanggal 2 Juli itu sudah jelas. Dan ini yang saya katakan, proses untuk merubah dari analog digital itu, seperti tadi kata Mba Meutya, itu tidak boleh diatur sendiri oleh Kementerian. Harus melibatkan semua stakeholder, harus melibatkan semua pemikir. Dan proses menjadi digital itu pilihannya sangat banyak, kalau kita bicara soal teknis. Dari analog ke digital itu ada DVB, ada DVB2, bahkan ada selanjutnya lagi. Bahkan Kementerian Kominfopun sudah menyelenggarakan seminar beberapa waktu yang lalu di Hotel Borobudur pun sudah jelas juga di situ, bahwa banyak sekali pilihannya, dan kita belum memilih sebenarnya. Kalaupun harus memilih, harus mengevaluasi juga. Dulu kita punya KTDI (Konsorsium Televisi Digital Indonesia) yang diikuti oleh beberapa TV swasta, itupun tidak ada evaluasinya. Dan sekarang sudah tidak siaran sama sekali. Jadi artiinya, proses untuk merubah ke digital ini, itu ada banyak pilihan. Tidak hanya DVB2 yang tadi disebutkan oleh Pak Menteri, tapi masih ada yang lain. Dan ini kita jangan terburu-buru. Sekali kita terburu salah, nanti akibatnya runyam di belakang. Undang-Undang
11 
Penyiaran ini harus ditunggu, sekali lagi, teman-teman sekalian, saya mengajak teman-teman untuk bersikap sama. Kita harus mendesak Kementerian Kominfo untuk menunggu sampai undang-undang ini selesai. Tidak ada pilihan lain. Karena dalam Undang-Undang Penyiaran ini sudah jelas di situ ada aturan tentang MUX, clear, dalam penjelasannya di nomor 28 ada. Jadi itu sudah diatur tentang multipleksing Pak Menteri. Aturan tentang multipleksing itu aturan yang sangat krusial, tidak bisa hanya dengan Peraturan Menteri tiba-tiba ada multipleksing. Apalagi dalam dokumen tender, bukan Pak Menteri yang mengatur di sini juga. Ini ada Panitia Seleksi lagi. Barang apa lagi ini? Pansel ini, Panitia Seleksi ini. Dan dalam dokumen tender ini, mohon maaf Pak Menteri, saya pun sudah pernah menyampaikan ke Pak Menteri, ada banyak cacatnya di sini. Banyak sekali kalimat yang misalnya menjadi persoalan dan nanti akan digugat. Misalnya soal kalimat, “Selain itu Tim Seleksi berwenang untuk mencairkan jaminan penawaran dari peserta yang digugurkan”. Dicairkannya dimana? Ke rekening Pak Menteri, pasti tidak kan? Tapi tidak ada aturan ini. Jadi ini akan menimbulkan suudzon yang sangat besar, dan kamipun sudah dipertanyakan. Itu yang pertama. Jadi artinya proses analog ke digital itu tidak semudah membalik tangan. 
Yang kedua Pak Menteri dan teman-teman dari Kementerian Kominfo, saya pernah juga agak panjang, Pak Menteri, kita di Yogya, saya bicara dengan Pak Hendri, dengan Pak Gatot juga soal ini, adalah ketika dalam aturan dokumen tender ini, ini akan berakibat Indonesia akan totally.. 
MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA RI: 
Maaf Mas, maaf Mas, dari tadi disebut tender, tidak ada tender Mas ya. 
F-PD (KRMT. ROY SURYO NOTODIPROJO): 
Oh ya, dokumen seleksi ya? Dokumen seleksi. Itu adalah ketika di sini disebutkan diatur tentang ada 4 daerah dan 1 Riau. Yang saya pertanyakan, ini melanggar diversity of ownership and diversity of content. Karena apa? Ini juga menghambat proses yang terjadi dalam persatuan NKRI Pak Menteri. Karena di sini tidak ada aturan setelah selesai di Jakarta, mereka harus punya di Indonesia Timur, akibatnya kan gemuk. Setelah selesai mereka mengikuti seleksi, tidak ada kata “tender” ya, mengikuti seleksi di Jawa dan di Riau, mereka tidak punya kewajiban lagi untuk ikut di Indonesia Timur. Akibatnya nanti ketika Bapak membuka proses seleksi di Indonesia Timur, sudah tidak ada lagi yang ikut. Karena ini sudah banyak sekali yang menyatakan bahwa yang gemuk inilah yang kemudian diikuti. Itu yang kedua. Jadi artinya adalah proses seleksi ini justru menghilangkan keberagaman, menghilangkan proses merah-putih yang ada, karena orang akan mengejar di Jakarta. 
Yang ketiga atau yang terakhir Pak Menteri dan jajaran Kominfo, saya mengulang apa yang tadi sudah disampaikan Pak Zaki, mengulang apa yang disampaikan Ibu Nuning, dan juga Mbak Meutya, bahwa sayapun ikut dalam Rapim Komisi Penyiaran Indonesia di Semarang. Dua hari sebelum acara di Jogya, saya ke Semarang, sebelum balik ke Jakarta dan ke Jogya. Ketika di Semarang, semua pihak di sana, ATVSI, ATVLI, dan juga KPI, dan semua KPID di seluruh Indonesia itu menyatakan menunda proses digitalisasi yang dilakukan oleh Kementerian Kominfo. Artinya Pak Menteri, ini ada satu proses yang kami berat kalau dari DPR sebagai wakil rakyat, yaitu untuk menjalankan sebuah proses Pemerintah dimana rakyatnya, pelaksananya, stakeholder-nya menolak. Kalau dipertanyakan atau kalau dikatakan, toh TV-TV ikut juga. Iya, memang TV-TV harus ikut. Mereka harus dua kaki. Karena kalau mereka gak ikut, mereka akan digugurkan. Otomatis nanti ada aturan, ada klausul dalam dokumen seleksi ini, kalau tidak ikut, maka akan dipilih sendiri atau akan ditentukan sendiri pemenangnya. Ini juga pantas dipertanyakan. Dan akhirnya KPI pun menyatakan, tidak pernah diajak. Ini Pak Menteri saya bacakan saja, karena KPI tidak hadir di sini. Pada Pendahuluan, pada Alinea 2, saya mendapatkan catatan, barusan juga BBM dari Ketua KPI, mohon Mas dibacakan kembali, bahwa meskipun di aturan dokumen seleksi ini ada telah dilakukan serangkaian pembahasan secara intensif dengan melibatkan unsur Kementerian Komunikasi dan Informatika, dengan pemangku kepentingan terkait antara Komisi Penyiaran Indonesia, Pemerintah Daerah, Lembaga Penyiaran Publik, TVRI, Asosiasi TV Swasta Indonesia, TV lokal, TV Jaringan, Pak Menteri, saya ulangi kalimat dari Ketua KPI, “KPI menyatakan tidak pernah diajak berkonsultasi”. Jadi dalam
12 
dokumen ini, tidak ada. Mereka pernah diajak rapat sekali. Pernah diajak rapat, tapi tidak pernah menyepakati dan tidak menyetujui konsultasi itu. Dan teman-teman sekalian, saya selaku Anggota Dewan di sini keberatan, karena DPR tidak disebut di sini. Jadi DPR tidak dianggap Pak Menteri di sini. Bapak tidak menganggap kami-kami ini selaku wakil rakyat, dalam dokumen seleksi ini. Tertulis ini Pak Menteri. 
KETUA RAPAT: 
Bisa dipersingkat lagi Pak Roy? 
F-PD (KRMT. ROY SURYO NOTODIPROJO): 
Ya. 
KETUA RAPAT: 
Point-pointnya sudah? 
F-PD (KRMT. ROY SURYO NOTODIPROJO): 
Sudah. Jadi artinya, 3 point itu, itu yang paling berat. Jadi selaku Fraksi pendukung Pemerintah, Pak Menteri, dalam hal proses seleksi ini, mohon maaf, kalau kami harus sepakat dengan kawan-kawan di Komisi I, proses seleksi ini harus ditunda sampai selesainya Undang- Undang Penyiaran yang baru. 
Sekian, terima kasih. 
KETUA RAPAT: 
Terima kasih Pak Roy. 
Bagaimana? Masih sayap kiri belum juga? Pak Muzammil? Pak Najib? 
Kami persilakan Pak Max Sopacua. 
F-PD (MAX SOPACUA, S.E., M.Sc.): 
Terima kasih Pak Ketua. 
Mohon maaf yang di sebelah sana, saya pikir tidak ada orang Pak itu tadi. Hehehehehe.. 
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. 
Yang saya hormati Pimpinan Rapat, 
Yang saya hormati Pak Menteri dan staffnya, 
Setelah semua dapat giliran, sekarang saya giliran bicara Pak, itu saja saya, begitu. 
Pak Menteri dan teman-teman sekalian. 
Dari hasil yang kita dengar dari tadi teman-teman, baik Pak Zaki kemudian yang terakhir Pak Roy yang menggebu-gebu tadi, dan setelah didahului dengan apa yang disampaikan oleh Pak Menteri, saya menyimpulkan bahwa ada 2 obsesi kita, yang kita bicarakan. Dua obsesi yang berbeda, tetapi satu destination. Saya ingin sampaikan bahwa obsesi kita ini yang pertama adalah Kominfo ingin menyelesaikan sebuah program Pemerintah lebih cepat. Dan yang obsesi yang kedua yang juga berbeda dari DPR adalah, DPR juga mengakomodir obsesi-obsesi lain dari stakeholder dan berpegang teguh kepada prinsip pengawasan serta legislasi yang tengah dilakukan. Saya sudah tentu semua orang tahu bahwa saya adalah Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Pak, dan saya adalah Anggota DPR pendukung kebijakan Pemerintah. Bagaimanapun juga, saya tidak bisa lari dari komitmen itu. Tetapi bagaimanapun, dengan tata cara yang kita lakukan, bahwa kita ada komitmen politik. Artinya di sini tidak semata-mata hitam di atas putih kita bicarakan, tetapi ada komitmen politik ya. Pak Menteri dengan Kominfo tidak semata-mata mengakomodir sebuah kepentingan yang hitam di atas putih, tetapi ada politik Pemerintah yang ada di sana. DPR dalam hal ini juga tidak mengakomodir sebuah kepentingan yang menyangkut masalah stakeholder saja, tetapi juga masuk juga wilayah politik di sana begitu ya Pak ya. Karena di sini ada 9 partai politik yang bermarkas di Komisi I ini Pak, begitu. Tetapi bagaimanapun juga Pak, saya ingin menyampaikan bahwa yang dibicarakan oleh semua teman- teman adalah sesuatu yang tidak bisa disalahkan. Yang disampaikan oleh Pak Menteri juga tidak bisa disalahkan karena itu adalah sebuah program Pemerintah, apapun yang menjadi obsesi di sana. Yang belum kita lakukan adalah menuju sebuah destinasi, sebuah destination, atau kita
13 
belum sampai pada menciptakan sebuah track, sebuah rules untuk mencapai ke destinasi itu. Nah sekarang saya pikir, kalau kita berlarut-larut dengan cara seperti sekarang, kita jalan di tempat. Artinya, DPR tetap berpegang pada obsesinya dan Kominfo tetap berpegang pada obsesinya juga, sehingga kita tidak mencapai sebuah kesepakatan. Yang saya inginkan, kalau memang dalam kesimpulan awal pada rapat-rapat terdahulu, ada kompromi, ada kerja sama, ada pembicaraan satu meja atau pembicaraan yang terus-menerus antara Kominfo dengan DPR, saya pikir perbedaan yang disampaikan tadi, saya gak tahu Pak Roy bicara tadi itu betul atau salah juga saya belum baca Pak, gitu ya. Atau Pak Menteri bicara itu juga belum tentu saya baca semuanya Pak, sama juga gitu. Kita perlu duduk untuk saling mengatasi berbagai persoalan ini. Saya juga gak mau program Pemerintah itu berlarut-larut tidak terselesaikan. Makanya saya memberanikan diri tadi, saya menyampaikan di depan Bapak-Bapak, bahwa saya adalah Anggota Pendukung Kebijakan Pemerintah, dan saya kira semua orang di sini juga mau mendukung kebijakan Pemerintah. Cuma caranya lain-lain, begitu lho Pak. 
Jadi yang saya inginkan sekarang, kalau memang berbagai masalah, berbagai hal yang juga kita dapat, diantaranya Pak Tantowi juga menulis di Media Indonesia, kemudian Pak Roy juga punya di Tempo, dan berbagai masalah ataupun opini yang berkembang yang masuk ke Komisi I, lewat stakeholder-stakeholder yang lain, saya pikir wajar-wajar saja Pak. Perbedaan itu tidak tabu Pak Menteri dan teman-teman sekalian. Tapi perbedaan itu bisa kita satukan dan dia bisa menjadi sebuah kekuatan yang dashyat. Selama kita tidak mau menyatukan perbedaan itu, kita tetap pada jalur yang memang berbeda dan jurang pemisah yang dalam. 
Jadi saya cuma mau menghimbau saja, tidak ada hal-hal yang substantif yang saya sampaikan, karena saya bukan orang teknis seperti teman-teman yang lain. Tapi saya inginkan ada sebuah solusi antara kedua belah pihak ini. Karena ya berbeda, satu dari stakeholder, satu dari pemegang regulasi, begitu Pak. Memang kalau kita bicara semua milik, baik frekuensi maupun apapun, adalah milik rakyat, tetapi ya kita butuh pengelolanya, dalam hal ini adalah Pemerintah yang mengelolanya, dan diawasi oleh DPR. Nah, kalau dua-dua ini berjalan, saya kira teman-teman semuanya ini juga mau mengerti dan Kominfo juga mau mengerti, ya everybody happy, begitu Pak. Saya kira itu saja Pak, tidak ada hal-hal teknis yang saya sampaikan, hanya untuk mengambil jalan tengah saja. 
Terima kasih. 
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. 
KETUA RAPAT: 
Wa ‘alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh. 
Baik, mungkin sudah waktunya dari sayap kiri untuk menyampaikan. 
Bagaimana Pak Muzani, Bapak Sekjen? 
Silakan Pak. 
F-GERINDRA (H. AHMAD MUZANI): 
Terima kasih Pak. 
Sebagai sebuah kebijakan, saya menganggap kebijakan ini saya kira tentang digitalisasi, sudah disampaikan oleh kawan-kawan, namun ketika Pemerintah melakukan uji coba siaran digitalisasi, Pemerintah tidak pernah menyampaikan tentang hasil uji coba ini kepada publik, setidaknya kepada masyarakat. Yang diuji coba apa, terus hasilnya bagaimana, kendala-kendala teknisnya apa, maksimalisasi dari uji coba itu apa, termasuk dari uji coba itu nilai ekonominya bagaimana. Pemerintah menurut hemat kami, uji coba itu kayaknya hanya sebagai sebuah standar rencana besar tentang digitalisasi dan itu tidak mendapatkan evaluasi yang maksimal tentang proses uji coba itu. Sehingga kami sendiri tidak tahu banyak tentang digitalisasi yang sudah diuji coba oleh Pemerintah, dan hasilnya bagaimana, sehingga kemudian Pemerintah meneruskan kebijakan ini sebagai sebuah kebijakan. Sebagai sebuah kebijakan eksekutif, saya kira itu tidak ada masalah, tetapi mestinya itu uji coba itu harusnya dipublikasi menjadi sebuah kajian yang serius, sehingga itu bisa memberikan satu persiapan yang lebih matang. 
Yang kedua, kami tidak melihat kebijakan ini melibatkan masyarakat secara luas. Karena kebijakan ini menurut pendapat kami akan berdampak kepada pengguna frekuensi, dalam hal ini masyarakat, yang jumlahnya puluhan bahkan bisa ratusan juta. Karena kalau kebijakan ini
14 
diterapkan, bayangkan kan, akan ada sebuah alat yang harus dibeli oleh masyarakat, meskipun nilainya mungkin tidak terlalu rendah, mungkin 200 atau bahkan mungkin 100 atau 300 ribu, dan ini penjelasannya kepada masyarakat, rendah, atau nyaris tidak ada, kebijakan ini. Bagaimana berdampak, bagaimana, padahal ini mempunyai implikasi yang sangat besar kepada masyarakat. Ada kesan keterpisahan yang jauh antara kebijakan ini diambil dengan masyarakat yang akan menikmati. Padahal ini dampaknya nanti ke masyarakat. Dalam teknologi seperti sekarang ini, dengan 200 ribu misalnya, tanpa digitalisasi juga kita bisa mengakses seluruh siaran televisi hampir diseluruh dunia. Jadi pertanyaannya, jangan-jangan kita salah menangkap, sehingga kebijakan digitalisasi ada kesan terburu-buru. Pertanyaan berikutnya adalah, sebenarnya untuk siapa digitalisasi ini? Apakah untuk masyarakat atau rakyat Indonesia, bahasa kerennya begitu, atau untuk siapa? 
Terima kasih. 
KETUA RAPAT: 
Terima kasih Pak Muzani. 
Baiklah, saya kira sudah hampir semua bertanya, tapi dari bidang hukum ya? Tapi sebelum dengan beliau bertanya, saya bikin pantun barusan Pak Menteri, cepat-cepat. Jadi begini bunyinya, “Fabregaz baru saja main di Indonesia, biarlah Andik Firmansyah yang menyempurnakan, setelah semua kolega bicara, biarlah ditutup tanya oleh Maiyasyak Johan.” Kami persilakan Bang Maiyasyak. 
F-PPP (Dr. H. MAIYASYAK JOHAN, S.H., M.H.): 
Saya cuma mau koreksi sedikit Pak Ketua, Pak Max itukan bilang 9 Fraksi, di sini kalau saya nggak keliru 11 Fraksi, itu saja mengingatkan Pak Max saja Pak Ketua. Fraksi ke 10 Nasdem ada di sini Pak Ketua, cuma kebetulan tidak datang. 
Assalamu ’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. 
Saudara Ketua dan Rekan-rekan Anggota Komisi I yang saya hormati, 
Yang saya hormati Saudara Menteri dan seluruh jajarannya yang hadir. 
Pada pagi ini sebenarnya keinginan saya waktu itu adalah bisa menangkap apa yang disampaikan Saudara Menteri dan kemudian mendukung. Namun keinginan itu terganggu, terhambat, karena saya terpaksa melihatnya dari segi sistem kenegaraan, bukan dari sistem yang lain, kita sedang bernegara dan kami di sini tidak berada pada posisi setuju dan tidak setuju, hanya melaksanakan fungsi yang diperintahkan undang-undang dan itu Undang-Undang Dasar Pasal 21A, salah satu fungsi kami itu adalah fungsi legislasi. Jadi kami menjalankan Undang-Undang Dasar ini, kita rapat inipun berdasarkan ini, kita sedang bernegara, jadi bukan apakah ini program Pemerintah atau tidak, kita bernegara ini melaksanakan tujuan negara. 
Yang kita bicarakan ini sebenarnya, saya agak ragu ini, saya perlu klarifikasi, yang sedang kita bicarakan adalah masalah imigrasi, analog, program analog ke digital, karena ada kemajuan teknologi komunikasi, ada Geneva Plan Tahun 2006, ada peluang ekonomi atau masalah alokasi natural resources atau economic resources, yang mana sebenarnya yang jadi masalah kita ini jadi masalah kita ini. Menurut saya kita sedang berbicara masalah alokasi ya, natural resources yang disebut dengan spektrum atau frekuensi, kenapa kita bicarakan dan kita perlu membuat regulasinya, karena ada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Jadi bukannya, jangan dibalik, karena teknologi ini baru, nggak, karena ini ada pertumbuhan, perkembangan ilmu pengetahuan, maka kita perlu melakukan regulasi. 
Pertanyaannya dalam sistem ketatanegaraan kita ini wewenang siapa, wewenang siapa ini regulasi, apakah ini wewenang Menteri atau bukan, apakah karena Menteri dalam tanda petik selama ini pada praktek pemerintahan kita boleh membuat Peraturan Menteri, sehingga itu dianggap bisa dipergunakan, bagi yang memahami hukum saya ingin sampaikan kira-kira begini. 
DPR berdasarkan ketentuan Pasal 20A itu pemegang hak genuine, pemegang otoritas genuine dari legislasi itu di Republik ini berdasarkan sistem ketatanegaraan adalah DPR. Itu dia, lalu dalam perkembangannya itu sesuai dengan perkembangan hukum tata negara yang dikembangkan oleh Montesquieu terus sekarang kita anut. Eksekutif memperoleh apa namanya atribusi delegasi, delegasi atribusi, karena itu Pemerintah itu tidak boleh buat undang-undang, dia hanya boleh buat Peraturan Pemerintah pelaksana undang-undang.
15 
Nah, saya minjam langsung ini, to the point pinjam pendapat, karena kalau Professor Atamimi mengingatkan kalau membuat Peraturan Menteri itu, tidak boleh dia menafsirkan, dia harus runut mengikuti peraturan apa yang ada di atasnya, kedudukan Peraturan Menteri untuk masalah ini, menurut hemat saya, menurut hemat saya tidak berada pada posisi DPR setuju, tidak setuju, DPR cuma mengingatkan kepada Menteri, ini sudah saatnya Saudara Menteri kita melaksanakan sistem pemerintahan dengan benar, Peraturan Menteri jika dilihat dari prespektif ilmu pengetahuan dari prespektif ketentuan-ketentuan yang ada, dua-duanya itu kurang dapat dipertanggungjawabkan keabsahannya, sehingga secara demikian apa yang dikatakan oleh Saudara Zaki itu baru satu sisi, bahwa lahirnya undang-undang nanti bisa menyebabkan seleksi yang dikatakan hari ini, beauty contest kah namanya, tender kah namanya whatever, sama maksudnya, bisa dibatalkan. 
Jika itu yang terjadi, maka kita membiasakan adanya ketidakpastian hukum dalam praktek pemerintahan. Berdasarkan itu Saudara Menteri dan seluruh jajarannya, saya ingin mengatakan dan menghimbau Saudara Menteri, mari kita mulai untuk membangun adanya kepastian hukum. Kenapa? Karena di situ akan dirugikan para peserta beauty contest, kalau sudah mereka dinyatakan menang kemudian batal, harus diulang kembali, itu mereka dirugikan. Di sisi lain, DPR, saya ingin mengatakan dalam hal ini, dengan sangat menyesal harus melaksanakan fungsinya melakukan pengawasan dan kita sedang bernegara, karena itu tidak patut kita berduduk dalam posisi face to face, kita harus bijak mengatasi masalah ini dan saya kira kalau Saudara Menteri menarik Peraturan Menteri itu tentang hal itu dan kemudian menunda karena Saudara Menteri di sana, kami di sini tujuan kita adalah memberikan yang terbaik buat negeri ini, itu dia tujuan kita, memberikan yang terbaik buat negeri ini. 
Berdasarkan itu kami ingin mengatakan tidak ada pilihan Saudara Menteri, inilah saatnya kita melaksanakan dan menjalankan pemerintahan berdasarkan konstitusi dan peraturan perundang-undangan. Atas dasar itu, saya pikir pilihannya adalah menunda, mungkin kita bisa diskusi lebih tajam tentang masalah ini, saya bersedia menyediakan waktu didampingi oleh Pimpinan untuk meletakkan gambar kami secara umum, saya kira itu Pimpinan. 
Terima kasih. 
Assalamu ’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. 
KETUA RAPAT: 
Wa ’alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. 
Saya kira yang sudah disampaikan Rekan-rekan Anggota Komisi I sudah cukup komprehensif dan apa, melengkapi hal-hal yang memang perlu untuk ditanyakan, karena di Rapat-rapat Internal Pak Menteri, perlu kami sampaikan, hal-hal seperti ini juga muncul sudah begitu dan saya kira sudah cukup, atau Pak Zamil? 
Oh iya, kita tutup dari Pak Zammil sebelah kiri, sebelumnya saya minta persetujuan dari Rekan-rekan Komisi I, agar kita tambah waktu rapat kita jadi 12.30 WIB, setuju ya? Setuju Pak, oh iya, terima kasih. 
(RAPAT : SETUJU) 
Silakan Pak Muzzammil. 
F-PKS (Drs. AL MUZZAMMIL YUSUF): 
Terima kasih. 
Pimpinan dan para Anggota yang saya hormati; serta 
Menteri Komunikasi dan Informatika beserta jajarannya yang saya hormati. 
Pembicaraan kita tentang tema ini memang cukup panjang, kalau pengalaman saya dua periode di DPR, mungkin ini isu terpanjang yang pernah saya alami dari cara kita menyelesaikan sebuah persoalan. 
Merujuk pada fungsi DPR, yaitu fungsi legislasi, budgeting, dan controlling, maka ketiga fungsi ini sedang berjalan dalam konteks kasus ini, kalau kita dekati dari konteks legislasi, ada satu hak DPR dalam konstitusi untuk menuntut bahasa yang sangat keras, yaitu hak angket, ketika Pemerintah dianggap melakukan tindakan yang menentang undang-undang, ketika
16 
menentang undang-undang, tetapi ketika lebih soft dari itu, hak ini hak bertanya, interpelasi bertanya tentang pelaksanaan undang-undang, tetapi hak angket dan hak interpelasi itu tidak pernah bisa digunakan untuk mempertanyakan terhadap undang-undang yang akan terbit. DPR mempertanyakan tindakan Pemerintah terhadap undang-undang yang akan terbit, itu tidak akan pernah ada, yang ada adalah DPR mempertanyakan terhadap tindakan Pemerintah, undang- undang existing itu yang bisa dilakukan oleh DPR, baik dia angket maupun interpelasi. 
Oleh karena itu, pertanyaan penting dijawab oleh Pak Menteri adalah dalam konteks undang-undang existing, Keputusan Menkominfo itu punya ruang tidak dalam Undang-Undang Penyiarannya yang lama? Itu pertanyaan yang bisa dilakukan DPR dalam konteks interpelasi. Kalau bisa dijawab, bahwa memang ada loop hole, ada ruang yang bisa memberikan interpretasi terhadap tindakan Menteri, saya rasa interpelasi, tetapi ketika jawaban tidak bisa memuaskan, karena dia menentang undang-undang yang ada, dia masuk ke angket setelah interpelasi dan ini setahu saya sudah pernah kita bicarakan pada rapat yang lalu. Itu perlu di clearkan lagi oleh Pak Menteri, jadi tidak pernah ada hak angket, hak interpelasi yang mempertanyakan tentang Undang-Undang yang akan disahkan, tidak ada, existing. 
Sehingga saya ingin kita semua berperilaku sesuai dengan kewenangan kita masing- masing, saya ingin mempertanyakan itu, walaupun belum ada hak interpelasi, tetapi dalam konteks pribadi bertanya, adakah ruang, ketika tidak ada memang harus dihentikan, ketika ada memang selesai pertanyaan saya, saya tidak berlanjut lagi, itu ruang eksekutif, karena ketika ada ruang itu. Itu yang pertama. 
Kalau kemudian misalnya, saya tidak puas, saya katakan, saya akan ke angket, tetapi bila saya puas, maka appeal saya pada hari ini adalah appeal politik, saya tidak bisa menginterpelasi dan angket, appeal politik bahwa satu dan lain hal mungkin Pemerintah tidak menunda, ini appeal politik, tidak bisa menghalangi, mungkin tidak ditunda, ketika kita minta ditunda tadi Pak Menteri mengatakan kerugian negara, menurut saya Pak Menteri ekspos saja, ketika DPR Komisi I minta ditunda, sesungguhnya kerugian negara berada di ekspos saja, karena appeal politik itu kalau itu dipenuhi silakan dijelaskan kepada publik, ini loh kekayaan negara, sesungguhnya DPR perlu berpihak kepada pendapatan negara, ketika dia sah, DPR harus berpihak ke situ, kalau tidak berpihak ke situ DPR berpihak kepada siapa? Ketika sekian logika, nah logika ini perlu diperkuat, sekian logika bahwa ini akan ada pendapatan negara, akan ada pertumbuhan negara dan lain-lain, akan ada aspek-aspek pertumbuhan ekonomi dalam berbagai aspek, itu saja diekspos, bahwa setelah appeal politik, apakah Menteri punya job setelah appeal politik, dipenuhi ya sudah, tetapi ini adalah sekian kerugian negara itu, karena appeal politik dari DPR, permintaan politik dari DPR, kalau itu yang ingin dipenuhi, tetapi kalau ingin tetap melawan ya ada wilayahnya, itu wilayah eksekutif, tinggal DPR melihat ruangnya dimana, apakah interpelasi atau hak angket atau apa. Semua punya rujukan yang jelas, ini pilihan-pilihan kita saya kira. 
Saya yakin kita semua ingin melakukan peran kita masing-masing dengan cara sebaik- baiknya. Oleh karena itu saya percaya betul, dialog kita dialog cerdas, dialog kita tidak ada dialog kepentingan dan saya alhamdullilah, saya mempertaruhkan diri saya, selama saya menjadi DPR tidak ada dialog kepentingan saya, saya yakin itu kita masih ada di sini. Oleh karena itu, saya percaya Pak Menteri, sejauh Pak Menteri bisa menjawab atas amanah undang-undang yang ada, existing undang-undang tidak pernah amanah dari undang-undang yang akan datang. Existing undang-undang ada, ini kami lakukan, kalau tidak ada harus mundur, karena kami bisa masuk ke berikutnya, angket, kalau itu dilanggar, kami selesai, kami hanya appeal permintaan himbauan saja, kalau himbauan itu dipenuhi, karena himbauan tersebut, maka negara rugi sekian, sebutkan, sekian kerugian negara ekspos, saya kira itu pilihan-pilihan yang adil, sehingga kita tidak saling menyandera, kita dalam posisi kita masing-masing untuk menunjukan marwah kita, saya percaya itu Komisi I bisa melakukan itu dan Pak Menteri bisa melakukan itu. 
Demikian, terima kasih. 
KETUA RAPAT: 
Terima kasih Pak Muzammil dan saya kira yang dari, disampaikan Pak Muzammil tadi untuk ingatan-ingatan kita, tetapi juga untuk lumayan jugalah Pak Menteri untuk ada sedikit sandaran untuk argumentasinya.
17 
Sebelumnya saya mau mengatakan bahwa biar agak cair sedikit ya bang ya, Agnes Monica juri Indonesian Idol, seni menyanyi merambah semua lapisan, semua rekan bertanya ke tol, kini giliran Pak Menteri memberikan jawaban. 
Terima kasih. 
MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA RI: 
Baik, terima kasih Pak Pimpinan. 
Ini orang Sumut ini sebagian orang mengatakan musang harum pandan Pak, muka sangar hati romantis, pandai berdendang, muka Rambo, hati Rinto ini. 
Baik, terima kasih. 
Jadi, begini juga, dari tadi saya mengamati, kitakan sudah yang kelima Pak Pimpinan, pertama minta disempurnakan, setelah disempurnakan, kedua, minta ditunda, ketiga, ditunda yang keempat, keluarlah kesepakatan ini, kemarin tanggal 28 Mei 2012, Komisi I DPR mendukung kebijakan Menkominfo untuk melaksanakan program digitalisasi penyiaran sesuai dengan road map dan bla-bla dan seterusnya dan kami mulai melangkah waktu itu, tidak ada tender Pak Zaki, dari awal saya katakan ada seleksi, semua seleksi tentunya yang dipertanyakan Pak Muzammil tadi itu terus ya harus jelas dengan perundang-undangan kita, Undang-Undang No. 32 yang masih berlaku. Teman-teman juga dari kemarin tanya Ibu, Menteri, itu Undang- Undang No. 32 masih berlaku atau sudah dihapus, oh masih berlaku saya bilang, sebab kalau itu tidak berlaku dan coba katakan proses sama dengan proses-proses yang dilakukan terhadap seleksi apa, izin penyiaran yang sebelumnya, kalau ini tidak sah secara undang-undang, yang kemarin itu tidak sah semuanya, artinya ini memang bisa berdampak serius kita matikan semua televisi yang ada, kita matikan semua radio yang ada, begitu, karena sama-sama tidak sah begitu, karena kita mengikuti alur peraturan yang, tentang Professor Maiyasyak yang mengatakan tadi. 
F-PPP (Dr. H. MAIYASYAK JOHAN, S.H., M.H.): 
Pak Menteri, 
Bukan jangan subyek, saya cuma mengingatkan, jadi begini saya tambah penjelasan, yang mendapat delegasi of legislation itu Pemerintah adalah Presiden, Menteri itu Pasal 17 pembantu Presiden, karena itu dalam sistem kita, demikian itu Peraturan Menteri itu kalau undang-undang dia tidak masuk tata urutan, dibenarkan, tetapi itu wilayahnya kalau itu dibaca ada teorinya yang namanya, teori Stufenbau, karena panjang sekali, makanya saya bilang kita bisa diskusi. Itu yang pertama. 
Kedua, saya belum Professor, itu dia. 
KETUA RAPAT: 
Paling tidak itu doa yang baik itu, itu didoakan Pak Menteri itu. 
Silakan Pak Menteri, biar dituntaskan jawaban dari Pak Menteri. 
MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA RI: 
Jadi itu yang saya ingin ungkapkan pertama, sudah ada kesepakatan tanggal 28 Mei, berarti kalau apakah kesepakatan ini kita apa, kita cabut lagi, kita ulangi lagi pembahasan sesuai dengan RDP yang berikutnya, sebentar Pak Zaki, saya mohon menjawab dulu ya, jadi saya minum lagi ini, karena tersedak begitu ya. 
Tentang stakeholder yang dipertanyakan Pak Zaki tadi insyaallah alhamdullilah itu sudah dilaksanakan, jadi bohong itu Mas Roy kalau KPI tidak pernah kita ajak bicara, dalam masalah digital ini, tanda tangan kok mereka kehadirannya itu. Jadi KPI sudah duduk bersama dalam penyusunan dan persiapan impelentasi TV Digital sejak pembentukan Timnas Migrasi Sistem Penyiaran pada tahun 2006, memang bukan KPI yang sekarang Mas, KPI yang sebelumnya, dimana anggotanya terdiri dari KPI, Kementerian Perindustrian, BPPT, Menkominfo, dan yang lain-lain. Jadi tinggal mereka membuka risalah pertemuan sebelum-sebelumnya. Kominfo juga sudah duduk bersama stakeholder yang lain, apakah itu ATVRI, ATVJI pada tanggal 4 Mei 2012 dengan TVRI, LPS, dan Asosiasi Televisi, ATVSI, ATVLI, dan ATVJI tanggal 7 Maret 2012.
18 
Dengan KPI pusat pada tanggal 28 Februari 2012, workshop dengan KPI dan KPID pada tanggal 28 Oktober 2012, workshop ya. 
Ibu Nuning tadi menanyakan tentang riset, waduh ini panjang sekali risetnya, ada 18-19- 29, ada 32 riset Bu dilakukan, kepanjangan kalau saya sebutkan ini, mulai dari presentasi, seminar, digital, dan seterusnya. Dan realitanya Mbak Meutia juga, memang ITO dia tidak, kita tidak harus patuh tidak, tetapi ITO saya katakan, ini bukan dasar utamanya itu bukan, dia menentukan trend, karena ITO itu bagian dari United Nation, kita mau keluar dari ITO juga boleh, bahkan keluar dari PBB juga boleh kita, tetapi dengan keputusan itu Mbak, sekarang ini Tahun 2012, 85% negara sudah migrasi begitu loh. Indonesia ini termasuk salah satu negara besar yang dipandang oleh ITO. Pemilihan Dewan Council ITO terakhir Indonesia terbesar 135 pemilihnya, mengalahkan Amerika Serikat, mengalahkan China, mengalahkan negara-negara lain. Jadi suara kita itu di dengar di ITO, kalau nggak wajib, yang wajib itu puasa, sholat, zakat, haji saja kalau mampu, begitu, ini pilihan-pilihan kita sekali lagi ya. 
Oke, kemudian mengenai keikutsertaan, kalau dengan stakeholder yang lain dialog langsung dengan KPI, sosialisasi ke stakeholder, lembaga penyiaran, yang sudah dilakukan tanggal 19 Januari 2012 itu dengan B Channel TV, 16 Februari 2012 dengan Metro TV, ada Metro TV ini Mbak, 22 Februari 2012 dengan KPI, 23 Feburuari dengan SCTV, 24 Februari dengan MNC Group, 7 Maret 2012 dengan Breakfast Meeting dengan... 
F-PD (KRMT. ROY SURYO NOTODIPROJO): 
Interupsi Pak Menteri, itu bukan diskusi dengan, tetapi Bapak melakukan diskusi disiarkan di stasiun itukan? 
MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA RI: 
Oh diskusi ini, tertutup ini tidak ada siaran, tertutup ini masyarakat, dan iklannya juga sudah dibuat ini Mas, cuma Mas Roy waktu itu gak datang ya, 2 Mei 2012 dengan Sifa Newsgroup, breakfast meeting ini menghadirkan seluruhnya, TVRI juga kita undang. 3 Mei 2012 dengan Transcorp, 4 Mei 2012 dengan Asosiasi TV Lokal berjaringan, ATVLI dan ATVJI. Sosialisasi kepada masyarakat melalui penayangan iklan layanan masyarakat di Media Televisi on line, cetak. Proses tender tidak ada, yang ada adalah proses seleksi, sebagaimana proses seleksi yang sudah dilakukan pada lembaga penyiaran sebelumnya dan tahun ini baru tahap seleksi penyelenggara Mux. Nah, apa yang disampaikan ATVLI terakhir juga mereka datang ke apa, ke kantor kami, mereka itu sebetulnya setelah kami jelaskan dan kami tanya, memang mereka tidak akan sanggup sebagai penyelenggara Mux, karena mereka itu jadi tidak akan mampu dalam artian dengan modal-modal sebesar itu ya membangun jaringan. Selama ini memang mereka masih lokal-lokal. Jadi kami memberikan masukkan waktu itu, bagaimana sekiranya dan sebaiknya, hendak yang berusaha ini masuk di lembaga penyiaran saja nanti, artinya dia ngisi channel, karena Mux ini tidak semua orang, tidak semua institusi, semua badan usaha harus membangunnya, nantikan ada penyelenggara multipleksing, ada penyelenggara siaran ya. 
Sebentar, kalau diijinkan saya menjawab ya, kemudian Mas Roy tidak benar, bahwa DPR dianggap jangan begitu ya, kemarin ke Yogya Mas Roy saja diundang. 
F-PD (KRMT. ROY SURYO NOTODIPROJO): 
Pak Menteri, 
Tolong pisahkan acara di Yogya dengan ini. 
MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA RI: 
Ini saya sudah lima kali pertemuan loh, jangan seolah-olah... 
KETUA RAPAT: 
Pak Roy, 
Biar Pak Menteri menuntaskan jawabannya dan tadi juga, saya nanti juga, kita bukan menginginkan ngejar setoran waktu juga, misalnya untuk menjawab pertanyaan soal cantolan
19 
hukumnya tadi dari Pak Maiyasyak juga kan apa, perlu dijelaskan lebih dalam lagi oleh Pak Menteri, ya Pak Roy, biar Pak Menteri menuntaskannya. 
Silakan Pak Menteri. 
MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA RI: 
Lima kali saya diundang, lima kali saya datang Mas Roy, ini yang kelima, saya tidak, jangan dianggap itu kita tidak menghargai sama sekali itu ya, itu lebay Mas Roy ya. 
Kemudian dari Pak Max, saya setuju ini satu jalan tengah yang harus kita, saya itu berharap dengan ini sampai lima kali saya hadir terus, iya memang kita satu arah, satu tujuan, kan enak kalau satu arah, satu tujuan begitu, supaya ini sukses, destinasi, Pak Max ini berpikirnya sudah negarawan ya, Pak Max itu Ketua Umum, luar biasa, saya setuju ini ya dan ini juga saya konsultasi ke Presiden itu target-target yang kami tandatangani dalam kontrak kinerja dan code of conduct saya betul kata Pak Maiyasyak, saya ini pembantu Presiden, jadi saya bekerja atas instruksi Presiden, begitu, cuma saya punya partner di Komisi I DPR RI yang harus diajak berbicara, berdiskusi dari aspek legislasinya, aspirasinya ini juga terpenuhi semuanya, iyakan, makanya kita datang. Terus terang ini mohon maaf Pak Ketua, tetapi saya akan mengalahkan itu, menjemput tamu Miracle namanya dari Jerman, saya tidak tahu, silakah saja pertimbangkan, kalau saya diijinkan, saya pergi nanti, tetapi kalau tidak diijinkan ya monggo saja, karena kita banyak kerja sama dengan Jerman itu, masuk juga proyek ITTS II untuk TVRI membangun 60 stasiun TVRI baru itu. 
KETUA RAPAT: 
Jam berapa tadi Pak Menteri? 
MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA RI: 
Kami harus ada di sana Jam 14.00 ya. Tetapi itu masih ada waktu ya. 
KETUA RAPAT: 
Saya kira kita tuntaskan dululah, nanti, kita lihat nanti, ya kita bawa apa, untuk pertemuan dengan Miracle kalau seandainya itu kan memang banyak hal yang memang perlu dilakukan, kita lakukan, tetapi ini juga kalau misalnya tidak tuntas juga, juga kita bikin tuntaslah mungkin kita rapat lagi, tetapi intinya adalah sebenarnya Pak Menteri kalau yang saya tangkap tadi, bahwa kawan-kawan di sini juga setuju terhadap kebijakan teknologi itu, tadi Ibu Meutia sudah mengarisbawahi, tinggal persoalannya itu adalah komunikasi intensif yang seperti yang diamanatkan apa, rapat kita terakhir itu, itu yang perlu mungkin juga untuk dilanjutkan, begitu. 
Silakan Pak Menteri. 
MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA RI: 
Saya ini kalau Pak Maiyasyak ngomong ini lidah saya jadi kelu ini, karena beliau bicara hukum sampai ke bawah-bawahnya, memang kayaknya musti kuliah khusus ini Pak Maiyasyak. Jadi, saya rasa apa, ya ini beliau bicara tentang sistem kenegaraan yang lebih luas lagi, apa, soal apakah ini pertanyaan tentang migrasi ini wewenang siapa sebetulnya. Secara teknologi di lapangan itu jalan saja, dari 2G, 2,5G ke 3G, dia jalan aja, tinggal kita meregulasi kan, supaya... 
F-PPP (Dr. H. MAIYASYAK JOHAN, S.H., M.H.): 
Sedikit Pak Menteri, saya luruskan, kewenangan siapa soal pengaturannya, membuat peraturannya, gitu ya. Jadi kalau soal migrasinya, itukan niscaya ya, perkembangan ilmu, kita tidak bisa tahan. Untuk Indonesia, regulasinya Pak Menteri. 
MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA RI: 
Iya beliau juga mengarisbawahi soal ketidakpastian hukum, karena memang Tahun 1995 dulu semua harus dipusatkan di apa, di televisi inikan di masa 1995, di masa Pak Harmoko dulu, dipusatkan di Jakarta. ANTV itu kalau nggak salah Andalas TV dari Lampung ya, SCTV itu dari Surabaya Citra, dibawa semua ke sini. Tetapi setelah itu lahir Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 mengharuskan berjaringan ya di daerah. Ini juga di dalam diskusi kami dengan apa, stasiun
20 
televisi, ini Pak Maiyasyak terus terang tidak ada juga kepastian hukum kalau menurut mereka, karena setelah dipusatkan dipisah lagi, nantinya bagaimana. Nah, kami Menkominfo ini menjalankan yang diversity of content dan ownership itu. Ini perlu kayaknya satu apa, satu diskusi yang panjang ya. 
Pak Muzani tadi terima kasih atas pertanyaannya, jadi tentang hasil coba, untung, dan sebagainya. Jadi Pak Muzani uji coba di empat TVRI, empat kota, yaitu Jakarta, Bandung, Batam, dan Surabaya, itu selama ini sudah dinikmati oleh masyarakat. Televisi digital ini bagi masyarakat keuntungannya gambarnya lebih bersih, suaranya lebih bening. Keuntungannya bagi negara, spektrum yang digunakan sangat kecil, sehingga yang lain bisa disewakan kepada yang lain. Jadi pemasukan negara di sini sangat besar dengan sistem digital. Bagi lingkungan itu, hemat energi. Kalau televisi analog itu bisa memakan satu pesawatnya itu 200 sampai 300 watt, ini bisa 40 atau sekian, apalagi stasiun yang besar yang makan dayanya dan bagi industri mereka juga sebetulnya tower-tower apa mereka itu masih terpakai, kantor-kantor mereka, cuma peralatan mereka harus ikut apakah multipleksing atau sebagai termasuk ruangan-ruangan studio itu terpakai semua ya, hanya kita lebih, kalau dari sisi keuntungan. Sosialisasi kami kepada stakeholder tadi sudah kami sampaikan dan juga kepada masyarakat kita juga sudah kita buatkan iklan masyarakat tadi ya. 
Nah, terakhir saya tuntaskan ini, yaitu pertanyaan Pak Muzammil seperti kami uraikan di muka tadi, apakah secara perundang-undangan legislasi ini ada cantolannya kami sampaikan, tetapi undang-undangnya masih Undang-Undang No. 32 Tahun 2002, bahkan di penjelasan menjelaskan tentang penyesuaian dengan teknologi yang dunia global. 
Kami tentu berharap kalaupun ada perubahan-perubahan nanti, tentu kita tidak akan membatalkan teknologi-teknologi yang ada, tetapi kita akan menyesuaikan dengan perkembangan, trend teknologi, sama juga misalnya kita Undang-Undang No. 36 Tahun 1999 mau kita rubah, tentu kita harus mau mengantisipasi nanti ada teknologi 4G, 5G, dan seterusnya begitu. Nah, kami bersandar pada Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 dan dari Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 ini ada perintah membuat PP, yaitu PP No. 50 Tahun 2005 itu sudah membicarakan multipleksi digital secara lebih detail dan berdasarkan itulah dibuat peraturan Menteri tadi ya. 
Jadi seperti kami katakan tadi, aspek teknologi dia layak, aspek ekonomi dia layak, aspek legalitas kami gunakan tadi, aspek operasional juga apa sesuai dengan tempo saat ini adalah 85% negara sudah migrasi ke digital. Dari segi schedule itu hitungan kami tidak bisa disebut terburu-buru juga ya, kita sudah mulai dari Tahun 2005 sekarang Tahun 2012, untuk mencapai 2 tahun lagi ini 30%, 35% ini sesuai dengan RPJM itu tidak mudah, multipleksing saja kita belum. Inikan pengadaan barang dan sebagainya itu makan waktu tentunya dan seperti saya katakan tadi multiplayer effect daripada digitalisasi ini banyak, yaitu adanya rasa keadilan, karena orang punya kesempatan untuk berusaha, membuka stasiun TV, tidak seperti sekarang, sekarang boleh dikatakan dimonopoli beberapa kelompok saja, dengan dibuka ini, ini tadinya 24 kita buka jadi 72 ada 48 peminat baru yang bisa hadir di situ. 
Kemudian dari sisi keuntungan negara, karena ini udara kita ini kita biarkan nganggur, potensi kerugian itu triliunan rupiah, kalau itu masuk ke PNBP kita bisa kita gunakan itu ke hal lain dalam bentuk USO ini pengembangan jaringan broadband dimana-mana negara sekarang sudah broadband, Vietnam dan sebagainya, kita dituntut untuk mengembangkan itu, apalagi di masa krisis sekarang, kita harus banyak akal untuk menghasilkan, dan ini bisa kita tarik dari industri. 
Lebih kurang Pak Pimpinan, itu yang bisa saya sampaikan, saya mohon maaf kalau kurang memuaskan, tetapi kembali kepada yang pertama saya sampaikan bahwa tanggal 28 Mei 2012 kita sudah mensepakati Komisi I telah mendukung ini, kalau ini dirubah sekali lagi kami persilakan, kewenangan Bapak-bapak sekalian, tetapi ini juga bagi kami agak tersendat-sendat ini, tidak ada terburu-buru, tidak ada kepentingan pribadi di sini, tetapi ketika visibility studi ini oke, aspek teknik, ekonomis, legalitas, operational state terus apalagi, apa alasan kita untuk menunda ya, kalau pun nanti ada Undang-Undang No. 32 itu disesuaikan kita. Mas Roy tadi mengatakan Papua umpamanya, Papua ini juga misalnya nanti dalam Undang-Undang No. 32 itu yang baru Mas Roy ya, ada perubahan itu, disebutkan bahwa setiap stasiun TV wajib membangun di Papua, itu mereka harus loh mematuhinya, peraturan baru itu akan mengatur,
21 
tetapikan tidak mungkin menurut Undang-Undang No. 32 semua stasiun TV yang ada dimatikan, kan tidak mungkin begitu kita membuat aturan, dibatalkan tentu tidak mungkin. 
Wallahualam. Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. 
KETUA RAPAT: 
Wa ’alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. 
Pak Zaki dulu. 
F-PG (AHMED ZAKI ISKANDAR ZULKARNAIN, B.Bus.): 
Pak Menteri, 
Kesimpulan kita tanggal 28 adalah yang nomor itu ada kalimat dengan mengutamakan kepentingan publik, serta menjamin prinsip diversity of content dan bla-bla-bla yang kita terima kemarin dari KPI, ATVSI, dan ATVLI inikan mereka kepentingan publik juga, kalau Pak Menteri tadi kembali ke kesimpulan kita dalam perjalanan dari tanggal 28 sampai hari ini banyak surat complaint mengenai seleksi yang sedang dilaksanakan. Jadi kalau dibilang kita merubah, saya pikir di sini dengan jelas menyatakan bahwa, men-state bahwa selama itu memperhatikan, mengutamakan kepentingan publik ya kita akan jalankan, sekarang kepentingan publiknya mereka banyak yang menolak, itu satu. 
Kemudian yang kedua, di dalam draft final, masukan daripada pakar dan narasumber itu mengenai multipleksing dan segala macam, termasuk pemilihan daripada penyedia layanan televisi ini ada dimasukkan melalui tender yang disesuaikan dengan undang-undang yang ada, karena ini ranah publik. Nah, katakan ketika Bapak sudah menetapkan yang pertama di seleksi ini untuk zona 4 dan zona Jawa Barat, Jawa, dan Keppri. Setelah Bapak menetapkan kita bukan berandai-andai ini, karena saya pikir ini akan terjadi dalam waktu yang dekat, kami menetapkan Undang-Undang Penyiaran, katakan setelah Bapak menetapkan setelah Jawa dan Kepri itu dengan proses seleksi dan kami menetapkan di Undang-Undang Penyiaran bahwa seluruhnya harus kita lakukan melalui proses tender, apa yang terjadi? Artinya ada beberapa zona nanti yang diberlakukan berbeda dengan zona-zona yang telah ditetapkan dalam undang-undang. Nah, ini jadi hal-hal seperti ini yang tadi menimbulkan ketidakpastian kepada para penyedia layanan. 
Terus Bapak bilang secara teknis kita digitalisasi di bawah, masih banyak juga yang pakai televisi analog yang harus diberikan, dibantu dengan set top box yang memang mumpuni untuk mereka menggunakan TV analog mereka menerima channel digital, ini secara teknis juga memang kalau dibilang terburu-buru, walaupun prosesnya dari tahun 2005 saya pikir kita juga harus membicarakan set top box ini secara detail teknisnya bagaimana si pemenang Mux multipleks ini bisa menyediakan set top box kepada masyarakat. Ini proses berikutnya Pak, tetapi yang dua itu tadi, saya pikir kita harus jadikan pertimbangan yang pertama itu yang harus matang-matang sekali, jangan sampai apa yang kita lakukan di sini nanti bisa terjadi. 
Itu saja Pak Menteri, saya mohon ijin juga karena sebetulnya jam 13.00 WIB ini jadi narasumber di Tangerang. Jadi, terima kasih. 
KETUA RAPAT: 
Terima kasih Pak Zaki 
Saya kira sebentar saja Pak Roy ya, biar langsung kita tuntaskan, karena ada beberapa catatan kesimpulan dari yang sudah disusun oleh Sekretariat yang mana menurut saya akan baik untuk kita tampilkan dan kita bahas bersama. Saya kira point-point itu yang lebih pas, tetapi sebelumnya silakan Pak Roy, kalau bisa singkat Pak. 
F-PD (KRMT. ROY SURYO NOTODIPROJO): 
Terima kasih Pimpinan. 
Singkat saja juga Pak Menteri. 
Saya hanya mengulangi apa yang sudah disampaikan Rekan-rekan tadi, bahwa kita Insya Allah menuju ke suatu kesepakatan, suatu hal titik temu, Insya Allah dan itu nanti akan, semoga bisa tercapai dengan kesimpulan. Cuman memang justru fungsi kami dan kadang- kadang kami keras itu justru, karena kami itu sayang terhadap Kementerian Komunikasi dan
22 
Informatika, bukan berarti kami melawan, kami itu sayang, jangan sampai salah. Kalau salah berabe begitu, tetapi begini Pak Menteri. Intinya, kami mendapatkan seperti tadi yang disampaikan Pak Zaki, masukan, dan kalaupun ATVSI, ATVLI, KPI menyatakan keberatan itu adalah mereka juga sudah mengevaluasi internal mereka dan mereka mencapai suatu kesimpulan kemarin minggu yang lalu. Jadi, karena mereka menyatakan tidak menerima komunikasi dengan baik, ya saya sampaikan. Perkara apakah ada mereka mengevaluasi yang dulu atau tidak, itu adalah internal mereka, tetapi intinya, kami selaku wakil rakyat di sini menyampaikan apa-apa yang menjadi tugas kami untuk menyampaikan kepada Menteri Komunikasi dan Informatika sesuai dengan pilihan. 
Yang terakhir teman-teman sekalian, memang saya sekali lagi juga mengingatkan bahwa kesimpulan kita di tanggal 28 itu, tanggal 28 Mei itu sebenarnya satu kesatuan kalimat yang tidak boleh dipotong. Jadi ada kepentingan publik setelah menjamin prinsip diversity of content dan diversity of ownership. Nah, kenyataannya Pak Menteri, tadi supaya juga hati-hati, tadi Bapak juga menyampaikan ketika di dalam proses pemasukan dokumen, beberapa TV-TV diarahkan untuk menjadi LPS saja, karena mereka tidak akan mampu untuk menjadi LPM. Katakanlah begitu. Nah, ini sudah ada kecenderungan akan dicap mengkotakkan, karena yang mampu untuk memiliki LPPM itu adalah nanti adalah group-group besar, sebut saja Transcorps, MNC, kemudian Surya Citra sama Media Group, begitu loh. Seolah-olah kalimat Bapak itu diterjemahkan, bisa begitu loh. Itu kalimat itu mohon nantinya dipercantik supaya tidak salah. 
Dan, at last but not least, yang bener-bener terakhir yang ingin saya sampaikan, semoga apa yang kita simpulkan hari ini menjadi kesepakatan bersama dan tidak ada lagi DPR mengatakan A, Kementerian mengatakan B, dan kemudian dua-duanya berjalan atau tidak berjalan dengan serempak, karena kita mencari suatu titik temu dan semoga ini terbaik bagi merah putih. 
Sekian. 
Terima kasih. 
KETUA RAPAT: 
Terima kasih Pak Roy. 
Mungkin ada klarifikasi sedikit dari Pak Menteri. 
MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA RI: 
Baik. 
Terima kasih Pak Pimpinan. 
Kalau Mas Roy katakan tadi, bukan berarti terjadi seleksi terus kita arahkan ke LPS, tidak. Ini pertemuan dengan ATVLI terakhir. Jadi, bukan dia mengajukan ini begitu, terus anda jadi LPS-nya tidak, pertemuan. Itu berbeda jauh itu Mas. 
Ya, tentu ya Presiden juga menyuruh ini juga, karena untuk kepentingan publik atau Mas begitu ya. Jadi, kita jalan juga untuk kepentingan publik. 
Kemudian, dari Pak Zaki tadi mengenai seleksi dan sebaiknya kita punya aturan main dan seterusnya. Ya silakan saja dilakukan gugatan, pasti ada yang keberatan, pasti ada yang tidak puas, tender juga begitu. Ya pasti ada, oh yang ini, ya silakan saja, kan prosedurnya begitu loh, bagi yang tidak terpilih, tetapi kalau kita memuaskan semuanya ya tidak bisa juga, yang mengikuti prosedur, tentu kita inikan. 
Nah tentang set top box, set top box ini bukan dibuat oleh LPM ini Pak Zaki. Ini saya sudah mengatakan, memberikan arahan bahwa ini harus local content, dibuat oleh anak-anak kita, karena ini gak rumit. Kalau set top box ini teknis ya. Nah, kalaupun mereka beli di luar, itu harganya sekitar 135 ribu, saya sudah bicara-bicara dengan anak-anak SMK, mereka berani jual Rp. 85 ribu 1, bagi yang menggunakan televisi analog ingin menangkap siaran digital, 1 aja itu. Nah, kalau sekiranya ini ya, Pak Zaki ya, alat elektronik itu maksimum bagus digunakan. Artinya, kalau kita tes dengan osiloskop, titik kerjanya itu hanya setahun sampai 2 tahun, bisa 3 tahun, tetapi sudah mulai miring-miring. Nah, kita mengharapkan dari 2011 ke 2018, itu ada 7 tahun masa, tidak mungkin orang akan hanya punya 1 televisi, mereka akan mengganti di tengah jalan. Nah, selama periode migrasi simulkas mereka itu belum mengganti, kita anjurkan untuk membeli set top box yang harganya 135 ribu. Untuk yang tidak mampu, kita akan campaigne dengan 1 set
23 
top box yang kita tenderkan dari APBN Pemerintah, itu kita anggarkan sekitar 300 Milyar, bahkan kami bincang-bincang nanti, teman-teman dari Komisi I juga bisa dilibatkan untuk mendistribusikan ini, dalam artian, ah saya rasa pendistribusian kepada masyarakat bersama dengan Kementerian nanti. 
Nah kemudian untuk industri lokal, ini menghidupkan juga. Nah, televisi sekarang orang kan sudah menggunakan model LCD begitu, televisi digital, itu tidak perlu. Jadi kita juga melihat bahwa ke depan ini orang akan membeli televisi baru, pastinya, seperti Pak Zaki tahu, di desa- desa yang katakan rumahnya reot pun, itu antena parabolanya berdiri, gitu loh. 
F-PG (AHMED ZAKI ISKANDAR ZULKARNAIN, B.Bus.): 
Itu di luar daerah kali Pak. Di Tangerang itu banyak masih yang pakai analog Pak. 
Maksud saya gini, set op box ini nanti bebannya akan ada di Pemerintah. 
MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA RI: 
Maaf, Setup box. 
F-PG (AHMED ZAKI ISKANDAR ZULKARNAIN, B.Bus.): 
Begini Pak Menteri. 
Inikan bebannya akan ada di Pemerintah juga, dalam rangka pengadaan itu dan tadi Pak Menteri sudah sebutkan akan diberikan 1 juta. Nah, pointnya adalah ketika tender ini sudah berjalan, sorry, tender lagi jadinya, seleksi ini. Kemudian, ini sudah berjalan semua. Ada zona- zona lain yang nanti akan mengikuti undang-undang baru mengenai proses pemilihan penyelenggara multipleksing-nya, yang mungkin akan berbeda dengan proses zona yang sekarang Pak Menteri lakukan. Di sini ada ketidakpastian bahwa setiap nanti begitu ada dibuka yang baru lagi, ini akan jauh berbeda dengan apa yang kita lakukan sekarang. Nah, ini yang pertama yang menjadi pertanyaan. 
Kemudian yang kedua, kalau menurut Saya, tidak ada salahnya juga Pak Menteri atau Kementerian membuka dialog dengan para stakeholder yang kirim surat keberatan kepada kami, hasil dari Rapimnas KPI beberapa waktu yang lalu, karena ini sudah lewat dari tanggal 28 Juni yang mereka lakukan ini. Saya pikir begini, bukannya berlarut-larut, tetapi meluruskan apa yang mereka pertanyakan ke kami. Tidak ada salahnya kita buka dialog lagi dengan mereka, apabila Pak Menteri sudah punya argumentasi yang kuat, ya kita lakukan itu semua, ya kan? Berapa hari sih gituin mereka ini, itu saja. Karena ini menjadi masukan buat kita gitu, apa yang telah terjadi kita simpulkan di 28 Mei ini, sampai yang terjadi pada tanggal 5 Juli kemarin, itu memang masih ada berita keberatan terhadap proses seleksi ini. 
Itu saja. 
Jadi kalau kembali lagi ke point yang ketiga hasil kesimpulan, itu dengan jelas mengutamakan kepentingan publik. Nah, ini salah satunya. Jadi saya pikir kalau kita buka dialog saja dalam waktu sebelum kita reses ini tidak ada masalah buat saya. 
Itu saja. 
Terima kasih. 
KETUA RAPAT: 
Ya, silakan Pak. 
F-PPP (Dr. H. MAIYASYAK JOHAN, S.H., M.H.): 
Terima kasih Ketua. 
Ini kayak mesti dilawan pantun ini Pak Tifatul ini. Jadi ada pantunnya begini, Alu Gurit itu dekat Langsa, jika Pak Tifatul Arif, negara bangsa akan sejahtera. 
Jadi, saya pikir ada beberapa kekeliruan penafsiran ya. 
Jadi, begini Pak Tifatul. Saya mohon maaf sedikit ini menjelaskannya. Hak negara membuat peraturan atau membuat undang-undang itu namanya for line to general, dalam perkembangannya, ini Rosseau ini yang merumuskan ini dulu. Sebelumnya kan waktu teori ketuhanan itu di tangan raja itu akan diserahkan kepada rakyat. Nah, dalam perkembangannya kemudian lahirlah sistem yang berkembang di dunia sekarang, pemegang kewenangan, saya
24 
bilang original tadi itu Parlemen. Tetapi karena dalam praktek kenegaraan Parlemen inikan belum membuat undang-undang kadang-kadang terlambat. Untuk mengantisipasi jangan sampai terlambat, maka didelegasikan. Sekali lagi, didelegasikan. Pendelegasian ini dalam bentuk yang jelas. Itulah dia dalam bentuk Undang-Undang. Presiden dimana Pak Tifatul adalah Pembantunya berdasarkan Pasal 17 itu memperoleh delegasi juga dan delegasi itu hanya boleh kalau dia tertulis juga dalam bentuk undang-undang, yaitu Peraturan Pemerintah atau Undang- Undang. Ditafsirkan sepanjang yang saya ketahui ini adalah belum pernah ada, karena harus dibedakan antara yang namanya otoritas untuk membuat undang-undang, otoritas membuat kebijakan atau diskresi, itu 2 hal yang berbeda. 
Nah, agar tidak ada salah penafsiran, maka persoalan pokoknya bagi saya ini bukan persoalannya digugat Pak Tifatul, bukan digugat atau ditolak, bukan setuju atau tidak setuju. Di sini dibutuhkan benar-benar kearifan dan kematangan kita. Negeri ini Pak Tifatul, banyak Pemerintah yang buat salah. Saya kasih contoh, tadi pagi saya nonton TV itu, yang saya lihat sebuah rumah sakit di bawah kekuasaan kepolisian itu menghadapi premanisme. Istri Saya tanya, kok bisa kayak begitu Pak, saya bilang ini akibat hukum tidak tegak. Ketika hukum tidak tegak, orang berani, di rumah sakit Kramat Jati ada tindakan premanisme, itu judulnya. Lalu di satu sisi BUMN di Depok, Walikotanya Pak PKS, Pak Nur Mahmudin, apa yang terjadi? Ketika tanah yang menjadi milik PJKA selama ini dibiarkan, dibangun oleh orang, sebagian lagi ada yang disewakan, ketika mau digusur, mau dibersihkan, menjadi dilema. Ini juga akan begitu ketika kita melihatnya hanya pada silakan menggugat, maka pertanyaannya kapan kita mempersiapkan diri menjadi pejabat yang melaksanakan tanggung jawab kita menghindarkan gugatan, kan itu dia. Saya yakin kali bahwa Ustadz Tifatul, ini hari saya panggil Ustadz, bukan Menteri lagi, hapal kali bagaimana Umar bin Khattab melakukan Pimpinan. Hari ini, siang ini saya menantang Pak Tifatul menjalankan kepemimpinan ala Umar bin Khattab. 
Terima kasih. 
Assalamu 'alaikum warrahmatullahi wabarakatuh. 
KETUA RAPAT: 
Terima kasih. 
Ya. 
Pak Meteri dan juga Pak TB. Hasanuddin dan Rekan-rekan Komisi I, 
Kita sudah melakukan pembahasan yang saya kira cukup merepresentasikan apa yang menjadi pertanyaan dari Rekan-rekan selama ini dan juga jawaban yang sudah disampaikan oleh Pak Menteri dan di samping itu juga memang kita tetap berpikiran Pak Menteri bagaimana pun angka kuantitas 5 kali pertemuan itu juga kalau dikira-kira untuk kepentingan rakyat juga belum terlalu panjang juga, tetapi kalau misalnya intinya kan hal-hal yang menjadi pertanyaan itukan bisa dijelaskan dan juga ujungnya inikan untuk kepentingan republik dan seperti Pak Muzzammil sudah mengingatkan kita tentang hal-hal apabila itu tidak dilaksanakan dan juga dari Rekan- rekan sudah memberikan pertimbangan yang macam-macam. Nah di sini, dari Sekretariat tentu berdasarkan pemikiran dari rekan-rekan semua, sudah menyusun konsep kesimpulan Rapat Kerja Komisi I DPR RI dengan Menteri Komunikasi dan Informatika, yang ditampilkan di sini adalah hal yang bisa kita diskusikan dan sepakati bersama, tetapi kalau misalnya kita tidak memulai, maka susah untuk kita menilai mana yang dilanjut, mana yang tidak dilanjut, mana yang mau diganti, mana yang mau ditajamkan, di sini ada ditampilkan beberapa point yang tentu akan kita bahas bersama, yang di sini kami mempersilakan kepada semua rekan dan juga tentu saja dari Pak Menteri untuk mencocokan untuk titik temu terhadap hasil dari pembicaraan kita, pembahasan kita dalam Raker kita pada siang hari ini. 
Sebelumnya dari Pak TB ada sesuatu yang mau disampaikan sebelum kita meloncat untuk membahas kesimpulan. 
Langsung? 
Baik. 
Terima kasih. 
Bisa Pak Menteri ya kita bahas dan Rekan-rekan? 
Silakan Sekretariat. 
Nah di sini disampaikan:
25 
Komisi I DPR RI pada prinsipnya mendukung Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) untuk melaksanakan program digitalisasi penyiaran dengan catatan bahwa Komisi I DPR RI: 
1. Meminta Menkominfo untuk menunda proses seleksi Lembaga Penyelenggara Penyiaran Multipleksing pada penyelenggaraan penyiaraan televisi terestrial, penerimaan tetap tidak berbayar atau free to air. Mengingat belum adanya pijakan hukum dalam bentuk Undang-Undang yang mengatur digitalisasi penyiaran secara eksplisit dalam batang tubuh Undang-Undang tentang Penyiaran sebagaimana yang akan diatur dalam Revisi Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, sehingga tercipta jaminan kepastian hukum sesuai dengan sistem hukum yang berlaku di Indonesia. 
Ini kesimpulan yang pertama dan kami persilakan atau kita lanjutkan terakhir, baru dan yang kedua saya bacakan keseluruhannya. 
2. Meminta Menkominfo melakukan komunikasi secara intensif dan berkala dengan Komisi I DPR RI terkait dengan penyelenggaraan proses digitalisasi penyiaran. Berarti ini melanjutkan rapat yang terakhir soal digitalisasi. 
3. Meminta Menkominfo untuk melibatkan semua stakeholder di bidang penyiaran terkait dengan pelaksanaan program digitalisasi penyiaran, sehingga program penyiaran didukung oleh kesiapan semua stakeholder termasuk masyarakat. 
4. Meminta Menkominfo untuk menyerahkan hasil penelitian terkait dengan program digitalisasi penyiaran kepada Komisi I DPR RI untuk dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut, sehingga pelaksanaan program digitalisasi penyiaran berjalan dengan baik dengan memprioritaskan kepentingan publik serta menjamin prinsip diversity of content dan diversity of ownership. 
Nah ini adalah catatan kesimpulan yang sudah kita susun dan mari kita bahas bersama, dari yang pertama “Komisi I DPR RI pada prinsipnya mendukung Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk melaksanakan Program Digitalisasi Penyiaran dengan catatan bahwa Komisi I DPR RI”, seperti yang saya bacakan tadi dengan 4 point. 
Kami persilakan dari Bapak-bapak, karena Ibunya sudah tidak ada lagi ini, Bapak-bapak untuk menanggapinya dan juga nanti dari Pak Tifatul bersama dengan jajarannya. 
Kami persilakan Pak Guntur. 
F-PD (Drs. H. GUNTUR SASONO, M.Si.): 
Terima kasih Pimpinan. 
Bapak Menteri dan jajarannya yang saya hormati, 
Membaca daripada kesimpulan yang ada, kemudian dengan apa yang sudah dilakukan Kominfo: 
1. Komisi I DPR RI pada kesimpulan yang lama mendukung kebijakan Kemkominfo untuk melaksanakan program digitalisasi penyiaran sesuai dengan road map yang telah ditetapkan. 
Kalau kita mengacu kepada kesimpulan yang lama, berarti Kominfo telah melaksanakan apa yang disimpulkan oleh kita, sesuai dengan road map yang ada. Kalau toh seperti ini, ini hanya mengulangi daripada kesimpulan lama yang sudah kita lakukan. Pada intinya, sebetulnya pertemuan sekarang ini hanya pada masalah pengertian komunikasi intensif. Ini yang dimaksud yang bagaimana? Karena saya melihat pertama dari kesimpulan yang dilakukan pada RDP tanggal 28 Mei, Kementerian sudah bergerak berdasarkan road map yang ada dan ini dihadapkan kepada waktu yang memang pada akhir 2014 sedapat mungkin digitalisasi ini sudah sampai kepada tahapan 35%. Yang kedua, juga kita terikat kepada perjanjian internasionalnya, makanya seleksi sudah dilakukan, tetapi pada satu sisi memang dari pihak legislatif melihat masih ada waktu. Ini yang menjadi peluang untuk seolah-olah diadakan komunikasi intensif. 
Menurut hemat kami, kesimpulan-kesimpulan ini tetap pada arti kesimpulan pertama. Jadi, tidak perlu ada lagi penegasan masalah-masalah secara prinsip dan lain sebagainya. Tinggal sekarang bagaimana menjabarkan komunikasi intensif ini untuk lebih riil. Tadi Bapak Menteri juga menyampaikan pasti ada yang tidak puas dan gugatan dan lain sebagainya. Mari
26 
kita dudukan itu pada proses hukum, kalau memang itu sudah berjalan, karena kalau kita proses, menunda kembali, mengulangi kembali, pertarungan kita juga cukup berat. 
Demikian Pimpinan. 
Terima kasih. 
KETUA RAPAT: 
Jadi, Pak Guntur langsung meminta untuk pelaksanaan dari komunikasi intensif tadi dengan DPR. Itu saja. Jadi, yang soal, namun supaya pemikirannya Pak Guntur, saya sekedar mengingatkan bahwa supaya ada benang merah kita dengan rapat yang lalu, jadi supaya kita di sini suara dari Teman-teman, bahwa kita mendukung tentang digitalisasi itu. Nah namun, ini ada namunnya, dengan catatan yang seperti ini begitu dan mengenai komunikasi intensif itu di point nomor 2 juga sudah ada. Atau sebenarnya kita hanya perlu suatu point saja kesimpulannya, karena kalau misalnya kita lihat dengan meminta Kominfo melakukan komunikasi secara intens itu sudah ya, yang melibatkan, point nomor 3 melibatkan semua stakeholder. Kita mengatakan bahwa stakeholder tidak dilibatkan, misalnya KPI dan lainnya, tetapi Pak Menteri sudah mengatakan bahwa Anggota KPI yang lama itu juga sudah diajak, berarti secara hukum Bang, itukan bisa kelanjutan kan dari yang sudah. Namun selain KPI kan ada juga Pak Menteri, yaitu ATVSI, ATVLI, apakah mereka sudah dilibatkan di dalam proses ini? 
MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA RI: 
Sudah ada. 
KETUA RAPAT: 
Jadi, sebenarnya kalau dalam pandangan saya bahwa yang... 
MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA RI: 
Mohon maaf Pak. 
Ini kalaupun kami kemari diinstruksikan untuk bicara lagi mereka, mereka yang melakukan lagi, tetapi kalau ditanyakan sudah, sudah, tetapi misalnya ada ketidakpuasan, kita bicara lagi sesuai usulan berapa Anggota Dewan tadi. 
KETUA RAPAT: 
Baik Pak Menteri. 
Terima kasih atas kebijakannya dan wisdom itu perlu sekali, karena inikan politik. Karena politik kalau wisdom-nya jauh, susah kita. Saya kira itu bagus sekali apabila dilakukan dengan KPI yang sekarang, sehingga ada komunikasi lebih kuat lagi untuk mengokohkan, katakanlah karena KPI inikan untuk yang penyiaran memang ranahnya mereka dan saya kira memang bagus sekali. 
Nah, kembali ke point-point kita tadi. Saya meminta tanggapan dari Rekan-rekan. 
Kami persilakan Pak Maiyasyak, apakah sepakat dengan 4 point ini tadi? 
F-PPP (Dr. H. MAIYASYAK JOHAN, S.H., M.H.): 
Saya sepakat, saya melihat siang ini Ustadz Tifatul itu kayak Usman bin Affan, wise kan begitu. Jadi kalau sudah wise, saya pikir yang empat ini tidak ada masalah saya pikir. Ya, kan tidak ada masalah begitu. Jadi, bagi saya yang prinsip adalah bahwa kita itu bisa melaksanakan tugas kenegaraan kita dalam batas maksimal yang bisa kita lakukan dan saya melihat bahwa peluang itu ada. Nah, kita ambillah peluang itu. Nah, jika memang misalnya ada hal-hal yang belum bisa bertemu, kita bisa melakukan pertemuan-pertemuan terbatas yang difasilitasi oleh Pimpinan dan dari Kementerian, mungkin itu yang saya maksud kalau saya katakan sebagai komunikasi intensif, dengan catatan bahwa pertemuan itu adalah pertemuan-pertemuan yang ada aturannya di dalam Undang-Undang MD3. Jadi, jangan sampai pertemuan itu, pertemuan yang tidak ada dalam aturan MD3, karena legalitas produk pertemuan itu yang nantinya susah dipertanggungjawabkan. 
Saya kira itu dari saya. 
Terima kasih.
27 
KETUA RAPAT: 
Terima kasih Pak Maiyasyak. 
Ya, silakan Pak Max. 
F-PD (MAX SOPACUA, S.E., M.Sc.): 
Kesimpulan yang dibuat itu sebenarnya kesimpulan lanjutan saja kalau saya baca dan penguatan dari kesimpulan yang lalu, karena kesimpulan yang lalu itu sudah berisi persetujuan dengan mengikuti road map. Kalau pun ada persoalan-persoalan dalam road map yang belum kita selesaikan, tinggal kita melakukan konsultasi seperti dalam item yang kedua itu Pak tadi. Jadi, yang ada persoalan adalah ada item di dalam road map yang belum mungkin, belum mengerti dilampaui atau yang belum kita selesaikan. 
Yang terakhir Pak Menteri. 
Bertamasya ke Raja Ampat, menikmati tarian gadis pingitan, kalaulah ada beda pendapat, pastilah bisa kita selesaikan. 
Ini dibuat 2 hari 2 malam ini, baru dibaca ini. 
KETUA RAPAT: 
Luar biasa Pak Max. 
Nah, sepertinya dari sayap kanan sudah tidak ada masalah dengan point-point tersebut ya. Kalau dari sayap kiri sebelum kami meminta tanggapan dari Pak Menkominfo dan jajarannya, apakah dari Pak Muzzammil atau, oh Pak Muzani. 
Silakan. 
F-GERINDRA (H. AHMAD MUZANI): 
Memang dalam pikiran KPI, jadi bukan mantan KPI, tetapi KPI. Tadi Pak Menteri menyebut Mantan KPI atau KPI lama istilahnya tadi, itu secara resmi mengatakan bahwa dia akan meminta ditunda untuk pelaksanaan KPI. Tetapi yang menarik adalah artinya itu pendapat Lembaga Resmi mereka, tetapi yang menarik adalah pendapat dari Asosiasi Televisi Swasta ataupun Lokal. Secara kelembagaan, mereka juga sama pendapatnya minta ditunda dalam hal pikiran dan pandangan pendapat yang disampaikan oleh Komisi I, tetapi pertanyaannya kenapa televisi-televisi mereka kemudian melanjutkan proses pengajuan digitalisasi, ini jawabannya sudah mereka sebagai pelaku usaha. 
1. Dia mengatakan kami tidak ingin kehilangan kesempatan. 
2. Kami tidak ingin dirugikan dan seterusnya sebagai pelaku usaha tentu saja. 
Pertimbangannya lebih kepada pertimbangan personal dan kepentingan bisnis, tetapi kalau mereka komunal, kumpul mereka maunya, karena mereka alasannya banyaklah, pokoknya panjang ceritanya sudah disampaikan oleh kawan-kawan tadi. 
Nah, saya kira dalam kasus ini, Komisi I menjadi penyambung lidah ini, sehingga kita semuanya mengikuti cerita seperti ini. Jadi, kesimpulan rapat minggu yang lalu kan di ruangan ini saya kira tidak ada yang tidak setuju digitalisasi, tidak ada, tetapi pertanyaannya kan adalah apakah perlu sekarang? Kan itu pertanyaannya. 
Kira-kira seperti itu. 
KETUA RAPAT: 
Terima kasih Pak Muzani. 
Dan saya kira dari sayap kanan dan kiri sudah menyampaikan pikiran, kami ingin mendengarkan tanggapan dari Pak Menkominfo terhadap catatan kesimpulan yang sudah tersusun tadi dan saya kira sebelum itu juga saya mau tambahkan juga memang stakeholder tadi kan kita bicara soal KPI dan juga di sini kan ada juga dari ATVLI dan ATVSI, itu juga mungkin perlu juga Pak Menteri untuk dibicarakan. Kita ingin memastikan agar supaya ketika ini berjalan, itu semua sudah dalam pemikiran dengan Rekan-rekan stakeholder tadi. 
Kami persilakan Pak Menteri.
K1 risalah mp_iv_ts_2011-2012_risalah_raker_komisi_i_dg_menkominfo
K1 risalah mp_iv_ts_2011-2012_risalah_raker_komisi_i_dg_menkominfo
K1 risalah mp_iv_ts_2011-2012_risalah_raker_komisi_i_dg_menkominfo
K1 risalah mp_iv_ts_2011-2012_risalah_raker_komisi_i_dg_menkominfo
K1 risalah mp_iv_ts_2011-2012_risalah_raker_komisi_i_dg_menkominfo
K1 risalah mp_iv_ts_2011-2012_risalah_raker_komisi_i_dg_menkominfo
K1 risalah mp_iv_ts_2011-2012_risalah_raker_komisi_i_dg_menkominfo
K1 risalah mp_iv_ts_2011-2012_risalah_raker_komisi_i_dg_menkominfo
K1 risalah mp_iv_ts_2011-2012_risalah_raker_komisi_i_dg_menkominfo
K1 risalah mp_iv_ts_2011-2012_risalah_raker_komisi_i_dg_menkominfo
K1 risalah mp_iv_ts_2011-2012_risalah_raker_komisi_i_dg_menkominfo
K1 risalah mp_iv_ts_2011-2012_risalah_raker_komisi_i_dg_menkominfo
K1 risalah mp_iv_ts_2011-2012_risalah_raker_komisi_i_dg_menkominfo
K1 risalah mp_iv_ts_2011-2012_risalah_raker_komisi_i_dg_menkominfo
K1 risalah mp_iv_ts_2011-2012_risalah_raker_komisi_i_dg_menkominfo
K1 risalah mp_iv_ts_2011-2012_risalah_raker_komisi_i_dg_menkominfo
K1 risalah mp_iv_ts_2011-2012_risalah_raker_komisi_i_dg_menkominfo
K1 risalah mp_iv_ts_2011-2012_risalah_raker_komisi_i_dg_menkominfo
K1 risalah mp_iv_ts_2011-2012_risalah_raker_komisi_i_dg_menkominfo
K1 risalah mp_iv_ts_2011-2012_risalah_raker_komisi_i_dg_menkominfo
K1 risalah mp_iv_ts_2011-2012_risalah_raker_komisi_i_dg_menkominfo
K1 risalah mp_iv_ts_2011-2012_risalah_raker_komisi_i_dg_menkominfo
K1 risalah mp_iv_ts_2011-2012_risalah_raker_komisi_i_dg_menkominfo
K1 risalah mp_iv_ts_2011-2012_risalah_raker_komisi_i_dg_menkominfo
K1 risalah mp_iv_ts_2011-2012_risalah_raker_komisi_i_dg_menkominfo
K1 risalah mp_iv_ts_2011-2012_risalah_raker_komisi_i_dg_menkominfo
K1 risalah mp_iv_ts_2011-2012_risalah_raker_komisi_i_dg_menkominfo
K1 risalah mp_iv_ts_2011-2012_risalah_raker_komisi_i_dg_menkominfo
K1 risalah mp_iv_ts_2011-2012_risalah_raker_komisi_i_dg_menkominfo
K1 risalah mp_iv_ts_2011-2012_risalah_raker_komisi_i_dg_menkominfo
K1 risalah mp_iv_ts_2011-2012_risalah_raker_komisi_i_dg_menkominfo
K1 risalah mp_iv_ts_2011-2012_risalah_raker_komisi_i_dg_menkominfo
K1 risalah mp_iv_ts_2011-2012_risalah_raker_komisi_i_dg_menkominfo

More Related Content

Viewers also liked

Elnino m. husein mohi
Elnino m. husein mohiElnino m. husein mohi
Elnino m. husein mohifraksi balkon
 
K1 risalah mp_iii_ts_2011-2012_risalah_rdp_panja_pencurian_pulsa_komisi_i_dg_...
K1 risalah mp_iii_ts_2011-2012_risalah_rdp_panja_pencurian_pulsa_komisi_i_dg_...K1 risalah mp_iii_ts_2011-2012_risalah_rdp_panja_pencurian_pulsa_komisi_i_dg_...
K1 risalah mp_iii_ts_2011-2012_risalah_rdp_panja_pencurian_pulsa_komisi_i_dg_...fraksi balkon
 
Andika pandu puragabaya
Andika pandu puragabayaAndika pandu puragabaya
Andika pandu puragabayafraksi balkon
 
H. syaifullah tamliha, s.pi, ms
H. syaifullah tamliha, s.pi, msH. syaifullah tamliha, s.pi, ms
H. syaifullah tamliha, s.pi, msfraksi balkon
 
Ir. djoko udjianto, mm
Ir. djoko udjianto, mmIr. djoko udjianto, mm
Ir. djoko udjianto, mmfraksi balkon
 
H. a. hanafi rais, s.ip, mpp
H. a. hanafi rais, s.ip, mppH. a. hanafi rais, s.ip, mpp
H. a. hanafi rais, s.ip, mppfraksi balkon
 
Rachel maryam sayidina
Rachel maryam sayidinaRachel maryam sayidina
Rachel maryam sayidinafraksi balkon
 
Irine yusiana roba putri
Irine yusiana roba putriIrine yusiana roba putri
Irine yusiana roba putrifraksi balkon
 
risala rapat kerja komisi I DPR RI dengan Menteri Komunikasi dan Informatika RI
risala rapat kerja komisi I DPR RI dengan Menteri Komunikasi dan Informatika RIrisala rapat kerja komisi I DPR RI dengan Menteri Komunikasi dan Informatika RI
risala rapat kerja komisi I DPR RI dengan Menteri Komunikasi dan Informatika RIfraksi balkon
 

Viewers also liked (16)

Pramono anung
Pramono anungPramono anung
Pramono anung
 
Marinus gea
Marinus geaMarinus gea
Marinus gea
 
Elnino m. husein mohi
Elnino m. husein mohiElnino m. husein mohi
Elnino m. husein mohi
 
Linda Megawati, SE
Linda Megawati, SELinda Megawati, SE
Linda Megawati, SE
 
K1 risalah mp_iii_ts_2011-2012_risalah_rdp_panja_pencurian_pulsa_komisi_i_dg_...
K1 risalah mp_iii_ts_2011-2012_risalah_rdp_panja_pencurian_pulsa_komisi_i_dg_...K1 risalah mp_iii_ts_2011-2012_risalah_rdp_panja_pencurian_pulsa_komisi_i_dg_...
K1 risalah mp_iii_ts_2011-2012_risalah_rdp_panja_pencurian_pulsa_komisi_i_dg_...
 
Muhaimin iskandar
Muhaimin iskandarMuhaimin iskandar
Muhaimin iskandar
 
Andika pandu puragabaya
Andika pandu puragabayaAndika pandu puragabaya
Andika pandu puragabaya
 
H. syaifullah tamliha, s.pi, ms
H. syaifullah tamliha, s.pi, msH. syaifullah tamliha, s.pi, ms
H. syaifullah tamliha, s.pi, ms
 
Ahmad muzani
Ahmad muzaniAhmad muzani
Ahmad muzani
 
Ir. djoko udjianto, mm
Ir. djoko udjianto, mmIr. djoko udjianto, mm
Ir. djoko udjianto, mm
 
H. a. hanafi rais, s.ip, mpp
H. a. hanafi rais, s.ip, mppH. a. hanafi rais, s.ip, mpp
H. a. hanafi rais, s.ip, mpp
 
Muhammad syafrudin
Muhammad syafrudinMuhammad syafrudin
Muhammad syafrudin
 
Rachel maryam sayidina
Rachel maryam sayidinaRachel maryam sayidina
Rachel maryam sayidina
 
Ida fauziyah
Ida fauziyahIda fauziyah
Ida fauziyah
 
Irine yusiana roba putri
Irine yusiana roba putriIrine yusiana roba putri
Irine yusiana roba putri
 
risala rapat kerja komisi I DPR RI dengan Menteri Komunikasi dan Informatika RI
risala rapat kerja komisi I DPR RI dengan Menteri Komunikasi dan Informatika RIrisala rapat kerja komisi I DPR RI dengan Menteri Komunikasi dan Informatika RI
risala rapat kerja komisi I DPR RI dengan Menteri Komunikasi dan Informatika RI
 

Similar to K1 risalah mp_iv_ts_2011-2012_risalah_raker_komisi_i_dg_menkominfo

Risalah Rapat Komisi I DPR dan Menkominfo pada 1 Februari 2021
Risalah Rapat Komisi I DPR dan Menkominfo pada 1 Februari 2021Risalah Rapat Komisi I DPR dan Menkominfo pada 1 Februari 2021
Risalah Rapat Komisi I DPR dan Menkominfo pada 1 Februari 2021RepublikaDigital
 
K1 risalah risalah_rapat_dengar_pendapat_umum_(rdpu)_dengan_direksi_pt_indosa...
K1 risalah risalah_rapat_dengar_pendapat_umum_(rdpu)_dengan_direksi_pt_indosa...K1 risalah risalah_rapat_dengar_pendapat_umum_(rdpu)_dengan_direksi_pt_indosa...
K1 risalah risalah_rapat_dengar_pendapat_umum_(rdpu)_dengan_direksi_pt_indosa...fraksi balkon
 
Risalah RDPU Komisi I DPR RI dengan Ketua Umum MASTEL dan Ketua Umum APJII
Risalah RDPU Komisi I DPR RI dengan Ketua Umum MASTEL dan Ketua Umum APJIIRisalah RDPU Komisi I DPR RI dengan Ketua Umum MASTEL dan Ketua Umum APJII
Risalah RDPU Komisi I DPR RI dengan Ketua Umum MASTEL dan Ketua Umum APJIIfraksi balkon
 
K1 risalah mp_iii_ts_10-11_risalah_rdp&rdpu_kom_i_dg_brti,_id-sirtii,_operato...
K1 risalah mp_iii_ts_10-11_risalah_rdp&rdpu_kom_i_dg_brti,_id-sirtii,_operato...K1 risalah mp_iii_ts_10-11_risalah_rdp&rdpu_kom_i_dg_brti,_id-sirtii,_operato...
K1 risalah mp_iii_ts_10-11_risalah_rdp&rdpu_kom_i_dg_brti,_id-sirtii,_operato...fraksi balkon
 
Buku pembaharuan-komisi-informasi
Buku pembaharuan-komisi-informasiBuku pembaharuan-komisi-informasi
Buku pembaharuan-komisi-informasiAksi SETAPAK
 
Laporan Residensi Mahasiswa Choirn CS
Laporan Residensi Mahasiswa Choirn CSLaporan Residensi Mahasiswa Choirn CS
Laporan Residensi Mahasiswa Choirn CSSaenun Sugiyo
 
HUD Magazines Edisi 3 Maret 2013. 6 Tahun Program 1.000 Tower. 1.000 Tower 1....
HUD Magazines Edisi 3 Maret 2013. 6 Tahun Program 1.000 Tower. 1.000 Tower 1....HUD Magazines Edisi 3 Maret 2013. 6 Tahun Program 1.000 Tower. 1.000 Tower 1....
HUD Magazines Edisi 3 Maret 2013. 6 Tahun Program 1.000 Tower. 1.000 Tower 1....oswar mungkasa
 
HUD Magazines. Edisi 3 - Maret 2013. 6 Tahun Program 1.000 Tower
HUD Magazines. Edisi 3 - Maret 2013. 6 Tahun Program 1.000 TowerHUD Magazines. Edisi 3 - Maret 2013. 6 Tahun Program 1.000 Tower
HUD Magazines. Edisi 3 - Maret 2013. 6 Tahun Program 1.000 TowerOswar Mungkasa
 
Sesi 14 b forum anti korupsi indonesia ke 4 jkt 12062014
Sesi 14 b forum anti korupsi indonesia ke 4 jkt 12062014Sesi 14 b forum anti korupsi indonesia ke 4 jkt 12062014
Sesi 14 b forum anti korupsi indonesia ke 4 jkt 12062014Indonesia Anti Corruption Forum
 
Laporan pertanggungjawaban-mpk
Laporan pertanggungjawaban-mpkLaporan pertanggungjawaban-mpk
Laporan pertanggungjawaban-mpkAldy Saputra
 
Transformasi Digital di Indonesia - Tantangan dan Peluang v3.pdf
Transformasi Digital di Indonesia - Tantangan dan Peluang v3.pdfTransformasi Digital di Indonesia - Tantangan dan Peluang v3.pdf
Transformasi Digital di Indonesia - Tantangan dan Peluang v3.pdfEndroJokoWibowo
 
Teknologi Informasi dan Komunikasi
Teknologi Informasi dan KomunikasiTeknologi Informasi dan Komunikasi
Teknologi Informasi dan Komunikasiadninrizki
 
M 001 -a1- risalah kata pengantar rdpu 10 nopember 2014 2
M 001 -a1- risalah kata pengantar rdpu 10 nopember 2014 2M 001 -a1- risalah kata pengantar rdpu 10 nopember 2014 2
M 001 -a1- risalah kata pengantar rdpu 10 nopember 2014 2fraksi balkon
 
06829-DM-06-2022-58 Undangan Outreach Diplomasi Publik pro Kominfo Sumut rev1...
06829-DM-06-2022-58 Undangan Outreach Diplomasi Publik pro Kominfo Sumut rev1...06829-DM-06-2022-58 Undangan Outreach Diplomasi Publik pro Kominfo Sumut rev1...
06829-DM-06-2022-58 Undangan Outreach Diplomasi Publik pro Kominfo Sumut rev1...ssuser25d998
 
Promosikan PLTSa Non_Insinerator ke Jokowi, KPN & Walhi Jakarta terlambat
Promosikan PLTSa Non_Insinerator ke Jokowi, KPN & Walhi Jakarta terlambatPromosikan PLTSa Non_Insinerator ke Jokowi, KPN & Walhi Jakarta terlambat
Promosikan PLTSa Non_Insinerator ke Jokowi, KPN & Walhi Jakarta terlambatBiotani & Bahari Indonesia
 
Nota Keberatan APJII atas Permen Situs Negatif
Nota Keberatan APJII atas Permen Situs NegatifNota Keberatan APJII atas Permen Situs Negatif
Nota Keberatan APJII atas Permen Situs NegatifICT Watch
 

Similar to K1 risalah mp_iv_ts_2011-2012_risalah_raker_komisi_i_dg_menkominfo (20)

Risalah Rapat Komisi I DPR dan Menkominfo pada 1 Februari 2021
Risalah Rapat Komisi I DPR dan Menkominfo pada 1 Februari 2021Risalah Rapat Komisi I DPR dan Menkominfo pada 1 Februari 2021
Risalah Rapat Komisi I DPR dan Menkominfo pada 1 Februari 2021
 
K1 risalah risalah_rapat_dengar_pendapat_umum_(rdpu)_dengan_direksi_pt_indosa...
K1 risalah risalah_rapat_dengar_pendapat_umum_(rdpu)_dengan_direksi_pt_indosa...K1 risalah risalah_rapat_dengar_pendapat_umum_(rdpu)_dengan_direksi_pt_indosa...
K1 risalah risalah_rapat_dengar_pendapat_umum_(rdpu)_dengan_direksi_pt_indosa...
 
Risalah RDPU Komisi I DPR RI dengan Ketua Umum MASTEL dan Ketua Umum APJII
Risalah RDPU Komisi I DPR RI dengan Ketua Umum MASTEL dan Ketua Umum APJIIRisalah RDPU Komisi I DPR RI dengan Ketua Umum MASTEL dan Ketua Umum APJII
Risalah RDPU Komisi I DPR RI dengan Ketua Umum MASTEL dan Ketua Umum APJII
 
K1 risalah mp_iii_ts_10-11_risalah_rdp&rdpu_kom_i_dg_brti,_id-sirtii,_operato...
K1 risalah mp_iii_ts_10-11_risalah_rdp&rdpu_kom_i_dg_brti,_id-sirtii,_operato...K1 risalah mp_iii_ts_10-11_risalah_rdp&rdpu_kom_i_dg_brti,_id-sirtii,_operato...
K1 risalah mp_iii_ts_10-11_risalah_rdp&rdpu_kom_i_dg_brti,_id-sirtii,_operato...
 
Uu ite
Uu iteUu ite
Uu ite
 
Buku pembaharuan-komisi-informasi
Buku pembaharuan-komisi-informasiBuku pembaharuan-komisi-informasi
Buku pembaharuan-komisi-informasi
 
Laporan Residensi Mahasiswa Choirn CS
Laporan Residensi Mahasiswa Choirn CSLaporan Residensi Mahasiswa Choirn CS
Laporan Residensi Mahasiswa Choirn CS
 
HUD Magazines Edisi 3 Maret 2013. 6 Tahun Program 1.000 Tower. 1.000 Tower 1....
HUD Magazines Edisi 3 Maret 2013. 6 Tahun Program 1.000 Tower. 1.000 Tower 1....HUD Magazines Edisi 3 Maret 2013. 6 Tahun Program 1.000 Tower. 1.000 Tower 1....
HUD Magazines Edisi 3 Maret 2013. 6 Tahun Program 1.000 Tower. 1.000 Tower 1....
 
HUD Magazines. Edisi 3 - Maret 2013. 6 Tahun Program 1.000 Tower
HUD Magazines. Edisi 3 - Maret 2013. 6 Tahun Program 1.000 TowerHUD Magazines. Edisi 3 - Maret 2013. 6 Tahun Program 1.000 Tower
HUD Magazines. Edisi 3 - Maret 2013. 6 Tahun Program 1.000 Tower
 
Sesi 14 b forum anti korupsi indonesia ke 4 jkt 12062014
Sesi 14 b forum anti korupsi indonesia ke 4 jkt 12062014Sesi 14 b forum anti korupsi indonesia ke 4 jkt 12062014
Sesi 14 b forum anti korupsi indonesia ke 4 jkt 12062014
 
Laporan pertanggungjawaban-mpk
Laporan pertanggungjawaban-mpkLaporan pertanggungjawaban-mpk
Laporan pertanggungjawaban-mpk
 
Transformasi Digital di Indonesia - Tantangan dan Peluang v3.pdf
Transformasi Digital di Indonesia - Tantangan dan Peluang v3.pdfTransformasi Digital di Indonesia - Tantangan dan Peluang v3.pdf
Transformasi Digital di Indonesia - Tantangan dan Peluang v3.pdf
 
Teknologi Informasi dan Komunikasi
Teknologi Informasi dan KomunikasiTeknologi Informasi dan Komunikasi
Teknologi Informasi dan Komunikasi
 
M 001 -a1- risalah kata pengantar rdpu 10 nopember 2014 2
M 001 -a1- risalah kata pengantar rdpu 10 nopember 2014 2M 001 -a1- risalah kata pengantar rdpu 10 nopember 2014 2
M 001 -a1- risalah kata pengantar rdpu 10 nopember 2014 2
 
06829-DM-06-2022-58 Undangan Outreach Diplomasi Publik pro Kominfo Sumut rev1...
06829-DM-06-2022-58 Undangan Outreach Diplomasi Publik pro Kominfo Sumut rev1...06829-DM-06-2022-58 Undangan Outreach Diplomasi Publik pro Kominfo Sumut rev1...
06829-DM-06-2022-58 Undangan Outreach Diplomasi Publik pro Kominfo Sumut rev1...
 
Promosikan PLTSa Non_Insinerator ke Jokowi, KPN & Walhi Jakarta terlambat
Promosikan PLTSa Non_Insinerator ke Jokowi, KPN & Walhi Jakarta terlambatPromosikan PLTSa Non_Insinerator ke Jokowi, KPN & Walhi Jakarta terlambat
Promosikan PLTSa Non_Insinerator ke Jokowi, KPN & Walhi Jakarta terlambat
 
Pedoman Upacara Harkitnas 2016
Pedoman Upacara Harkitnas 2016Pedoman Upacara Harkitnas 2016
Pedoman Upacara Harkitnas 2016
 
Agustina ika lestari
Agustina ika lestariAgustina ika lestari
Agustina ika lestari
 
Nota Keberatan APJII atas Permen Situs Negatif
Nota Keberatan APJII atas Permen Situs NegatifNota Keberatan APJII atas Permen Situs Negatif
Nota Keberatan APJII atas Permen Situs Negatif
 
Proposal Masjid
Proposal Masjid Proposal Masjid
Proposal Masjid
 

More from fraksi balkon

Risalah raker komisi i dpr ri dengan kemenkominfo, selasa, 27 januari 2015
Risalah raker komisi i dpr ri dengan kemenkominfo, selasa, 27 januari 2015Risalah raker komisi i dpr ri dengan kemenkominfo, selasa, 27 januari 2015
Risalah raker komisi i dpr ri dengan kemenkominfo, selasa, 27 januari 2015fraksi balkon
 
Nurhayati ali assegaf
Nurhayati ali assegafNurhayati ali assegaf
Nurhayati ali assegaffraksi balkon
 
Syaiful bahri anshori
Syaiful bahri anshoriSyaiful bahri anshori
Syaiful bahri anshorifraksi balkon
 
Mohammad arief suditomo
Mohammad arief suditomoMohammad arief suditomo
Mohammad arief suditomofraksi balkon
 
Hj. kartika yudhisti, b, eng, m.sc
Hj. kartika yudhisti, b, eng, m.scHj. kartika yudhisti, b, eng, m.sc
Hj. kartika yudhisti, b, eng, m.scfraksi balkon
 
H. andi muhammad ghalib,sh.mh
H. andi muhammad ghalib,sh.mhH. andi muhammad ghalib,sh.mh
H. andi muhammad ghalib,sh.mhfraksi balkon
 
Mayor jenderal tni. (purn) supiadin aries saputra
Mayor jenderal tni. (purn) supiadin aries saputraMayor jenderal tni. (purn) supiadin aries saputra
Mayor jenderal tni. (purn) supiadin aries saputrafraksi balkon
 
Prananda surya paloh
Prananda surya palohPrananda surya paloh
Prananda surya palohfraksi balkon
 
Viktor bungtilu laiskodat
Viktor bungtilu laiskodatViktor bungtilu laiskodat
Viktor bungtilu laiskodatfraksi balkon
 
Prof. dr. bachtiar aly, ma
Prof. dr. bachtiar aly, maProf. dr. bachtiar aly, ma
Prof. dr. bachtiar aly, mafraksi balkon
 
M 001 -a1- rdpu komisi i - mastel
M 001 -a1- rdpu komisi i - mastelM 001 -a1- rdpu komisi i - mastel
M 001 -a1- rdpu komisi i - mastelfraksi balkon
 
H.m. gamari soetrisno
H.m. gamari soetrisnoH.m. gamari soetrisno
H.m. gamari soetrisnofraksi balkon
 

More from fraksi balkon (20)

Risalah raker komisi i dpr ri dengan kemenkominfo, selasa, 27 januari 2015
Risalah raker komisi i dpr ri dengan kemenkominfo, selasa, 27 januari 2015Risalah raker komisi i dpr ri dengan kemenkominfo, selasa, 27 januari 2015
Risalah raker komisi i dpr ri dengan kemenkominfo, selasa, 27 januari 2015
 
Andi ridwan wittiri
Andi ridwan wittiriAndi ridwan wittiri
Andi ridwan wittiri
 
Charles honoris
Charles honorisCharles honoris
Charles honoris
 
Effendi sibolon
Effendi sibolonEffendi sibolon
Effendi sibolon
 
Evita nursanty
Evita nursantyEvita nursanty
Evita nursanty
 
Tb hasanuddin
Tb hasanuddinTb hasanuddin
Tb hasanuddin
 
Rudianto tjen
Rudianto tjenRudianto tjen
Rudianto tjen
 
Nurhayati ali assegaf
Nurhayati ali assegafNurhayati ali assegaf
Nurhayati ali assegaf
 
Budi youyastri
Budi youyastriBudi youyastri
Budi youyastri
 
Syaiful bahri anshori
Syaiful bahri anshoriSyaiful bahri anshori
Syaiful bahri anshori
 
Mohammad arief suditomo
Mohammad arief suditomoMohammad arief suditomo
Mohammad arief suditomo
 
Hj. kartika yudhisti, b, eng, m.sc
Hj. kartika yudhisti, b, eng, m.scHj. kartika yudhisti, b, eng, m.sc
Hj. kartika yudhisti, b, eng, m.sc
 
H. andi muhammad ghalib,sh.mh
H. andi muhammad ghalib,sh.mhH. andi muhammad ghalib,sh.mh
H. andi muhammad ghalib,sh.mh
 
Mayor jenderal tni. (purn) supiadin aries saputra
Mayor jenderal tni. (purn) supiadin aries saputraMayor jenderal tni. (purn) supiadin aries saputra
Mayor jenderal tni. (purn) supiadin aries saputra
 
Prananda surya paloh
Prananda surya palohPrananda surya paloh
Prananda surya paloh
 
Viktor bungtilu laiskodat
Viktor bungtilu laiskodatViktor bungtilu laiskodat
Viktor bungtilu laiskodat
 
Prof. dr. bachtiar aly, ma
Prof. dr. bachtiar aly, maProf. dr. bachtiar aly, ma
Prof. dr. bachtiar aly, ma
 
M 001 -a1- rdpu komisi i - mastel
M 001 -a1- rdpu komisi i - mastelM 001 -a1- rdpu komisi i - mastel
M 001 -a1- rdpu komisi i - mastel
 
H.m. gamari soetrisno
H.m. gamari soetrisnoH.m. gamari soetrisno
H.m. gamari soetrisno
 
Dr. h. sukamta
Dr. h. sukamtaDr. h. sukamta
Dr. h. sukamta
 

Recently uploaded

KONSEP DASAR ADVOKASI GIZI KEBIJAKAN PEMERINTAHAN
KONSEP DASAR ADVOKASI GIZI KEBIJAKAN PEMERINTAHANKONSEP DASAR ADVOKASI GIZI KEBIJAKAN PEMERINTAHAN
KONSEP DASAR ADVOKASI GIZI KEBIJAKAN PEMERINTAHANDevonneDillaElFachri
 
UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptx
UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptxUKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptx
UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptxzidanlbs25
 
Sistem operasi adalah program yang bertindak sebagai perantara antara user de...
Sistem operasi adalah program yang bertindak sebagai perantara antara user de...Sistem operasi adalah program yang bertindak sebagai perantara antara user de...
Sistem operasi adalah program yang bertindak sebagai perantara antara user de...Shary Armonitha
 
Perlindungan Anak Dalam Hukum Perdata (2).pdf
Perlindungan Anak Dalam Hukum Perdata (2).pdfPerlindungan Anak Dalam Hukum Perdata (2).pdf
Perlindungan Anak Dalam Hukum Perdata (2).pdfjeffrisovana999
 
Contoh Algoritma Asosiasi pada data mining
Contoh Algoritma Asosiasi pada data miningContoh Algoritma Asosiasi pada data mining
Contoh Algoritma Asosiasi pada data miningSamFChaerul
 
Geologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdf
Geologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdfGeologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdf
Geologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdfAuliaAulia63
 
KISI KISI PSAJ IPS KLS IX 2324.docskskkks
KISI KISI PSAJ IPS KLS IX 2324.docskskkksKISI KISI PSAJ IPS KLS IX 2324.docskskkks
KISI KISI PSAJ IPS KLS IX 2324.docskskkksdanzztzy405
 

Recently uploaded (8)

KONSEP DASAR ADVOKASI GIZI KEBIJAKAN PEMERINTAHAN
KONSEP DASAR ADVOKASI GIZI KEBIJAKAN PEMERINTAHANKONSEP DASAR ADVOKASI GIZI KEBIJAKAN PEMERINTAHAN
KONSEP DASAR ADVOKASI GIZI KEBIJAKAN PEMERINTAHAN
 
UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptx
UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptxUKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptx
UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptx
 
Sistem operasi adalah program yang bertindak sebagai perantara antara user de...
Sistem operasi adalah program yang bertindak sebagai perantara antara user de...Sistem operasi adalah program yang bertindak sebagai perantara antara user de...
Sistem operasi adalah program yang bertindak sebagai perantara antara user de...
 
Perlindungan Anak Dalam Hukum Perdata (2).pdf
Perlindungan Anak Dalam Hukum Perdata (2).pdfPerlindungan Anak Dalam Hukum Perdata (2).pdf
Perlindungan Anak Dalam Hukum Perdata (2).pdf
 
Contoh Algoritma Asosiasi pada data mining
Contoh Algoritma Asosiasi pada data miningContoh Algoritma Asosiasi pada data mining
Contoh Algoritma Asosiasi pada data mining
 
Geologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdf
Geologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdfGeologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdf
Geologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdf
 
Abortion pills in Kuwait salmiyah [+966572737505 ] Get Cytotec in Kuwait city...
Abortion pills in Kuwait salmiyah [+966572737505 ] Get Cytotec in Kuwait city...Abortion pills in Kuwait salmiyah [+966572737505 ] Get Cytotec in Kuwait city...
Abortion pills in Kuwait salmiyah [+966572737505 ] Get Cytotec in Kuwait city...
 
KISI KISI PSAJ IPS KLS IX 2324.docskskkks
KISI KISI PSAJ IPS KLS IX 2324.docskskkksKISI KISI PSAJ IPS KLS IX 2324.docskskkks
KISI KISI PSAJ IPS KLS IX 2324.docskskkks
 

K1 risalah mp_iv_ts_2011-2012_risalah_raker_komisi_i_dg_menkominfo

  • 1. 1 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RISALAH RAPAT KERJA KOMISI I DPR RI Tahun Sidang : 2011-2012 Masa Persidangan : IV Jenis Rapat : Rapat Kerja Komisi I DPR RI dengan Menteri Komunikasi dan Informatika RI Hari, Tanggal : Selasa, 10 Juli 2012 Pukul : 10.00 WIB Sifat Rapat : Terbuka Pimpinan Rapat : Drs. Ramadhan Pohan, MIS., Wakil Ketua Komisi I DPR RI Sekretaris Rapat : Dwiana Haridata, Kasubagset. Komisi I DPR RI Tempat : Ruang Rapat Komisi I DPR RI, Gedung Nusantara II Lt. 1, Jl. Jenderal Gatot Soebroto, Jakarta 10270 Acara : Pembahasan terkait Regulasi bidang Digitalisasi Penyiaran Anggota yang Hadir : 1. Pimpinan Komisi I DPR RI 1) Drs. Mahfudz Siddiq, M.Si./F-PKS 2) Drs. Ramadhan Pohan, MIS./F-PD 3) Drs. Agus Gumiwang Kartasasmita/F-PG 4) Tubagus Hasanuddin/F-PDI Perjuangan 2. Anggota Komisi I DPR RI F-PD 5) Dr. Nurhayati Ali Assegaf, M.Si. 6) Drs. Guntur Sasono, M.Si. 7) Dr. Hj. R. Adjeng Ratna Suminar, S.H., M.H. 8) Fardan Fauzan, BA., M.Sc. 9) Mayjen TNI (Purn) Yahya Sacawiria, S.IP., MM. 10) Max Sopacua, S.E., M.Sc. 11) Edhie Baskoro Yudhoyono, B.Com., M.Sc. 12) KRMT Roy Suryo Notodiprojo 13) Hj. Nany Sulistyani Herawati F-PG 14) Meutya Viada Hafid 15) Ir. Fayakhun Andriadi, M.Kom. 16) Ahmed Zaki Iskandar Zulkarnaen, B.Bus. 17) Drs. H. A. Muchamad Ruslan F-PDI PERJUANGAN 18) H. Tri Tamtomo, S.H. 19) Theodorus J. Koekerits 20) Puan Maharani F-PKS 21) Dr. Muhammad Hidayat Nurwahid, M.A. 22) Drs. M. Idris Luthfi, M.Sc. 23) Drs. Al Muzzammil Yusuf
  • 2. 2 F-PAN 24) Ir. Muhammad Najib, M.Sc. 25) Sayed Mustafa Usab, S.E., M.Si. 26) Ir. Chandra Tirta Wijaya F-PPP 27) Dr. Maiyasyak Johan, S.H., M.H. F-PKB - F-GERINDRA 28) H. Ahmad Muzani F-PARTAI HANURA 29) Dr. Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati, M.Si. Anggota yang Izin : 1. H. Hayono Isman, S.IP./F-PD 2. Mirwan Amir/F-PD 3. Dra. Lucy Kurniasari/F-PD 4. Ir. Neil Iskandar Daulay/F-PG 5. Tantowi Yahya/F-PG 6. Drs. Enggartiasto Lukita/F-PG 7. Yorrys Raweyai/F-PG 8. Tjahjo Kumolo/F-PDI Perjuangan 9. Heri Akhmadi/F-PDI Perjuangan 10. Sidarto Danusubroto/F-PDI Perjuangan 11. Helmy Fauzy/F-PDI Perjuangan 12. Evita Nursanty/F-PDI Perjuangan 13. Luthfi Hasan Ishaaq, M.A./F-PKS 14. H. A. Daeng Sere, S.Sos./F-PPP 15. Lily Chodidjah Wahid/F-PKB 16. Dr. H. A. Effendy Choirie, M.H./F-PKB 17. Rachel Maryam Sayidina/F-Gerindra Pemerintah : Menteri Komunikasi dan Informatika RI, Ir. Tifatul Sembiring, beserta jajaran. Jalannya Rapat: KETUA RAPAT (Drs. RAMADHAN POHAN, MIS./F-PD): Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Salam sejahtera buat kita semua. Kami ucapkan selamat datang dan terima kasih atas kehadiran Saudara Menteri Komunikasi dan Informatika dalam Rapat Kerja kita pada hari ini di Komisi I DPR RI. Sebelum ini kita lanjutkan, saya ingin meminta persetujuan dari Ibu-Ibu dan Bapak- Bapak dari Komisi I, apakah rapat kita pada pagi ini dinyatakan terbuka atau tertutup? Bagaimana? Terbuka saja ya? Ya, baik. Sidang ini kita nyatakan terbuka untuk umum. (RAPAT : DIBUKA) Seperti yang sudah tercantum juga dalam undangan rapat, agenda kita pada pagi hari ini Pak Menteri, adalah Raker pembahasan terkait regulasi di bidang digitalisasi penyiaran. Dalam Rapat Kerja dengan Menkominfo tanggal 28 Mei 2012, tercapai kesepakatan, salah satunya adalah “Komisi I DPR RI mendukung kebijakan Kemenkominfo untuk melaksanakan program digitalisasi penyiaran, sesuai road map yang telah ditetapkan. Sehubungan dengan hal tersebut, Komisi I DPR RI meminta Kemenkominfo untuk melakukan komunikasi secara intensif dengan Komisi I DPR RI, sehingga proses migrasi dari analog
  • 3. 3 ke digital berjalan dengan baik, dengan mengutamakan kepentingan publik, serta menjamin prinsip diversity of content and diversity of ownership.” Dalam kaitan ini, Komisi I DPR RI berpendapat bahwa terdapat beberapa prinsip di dalam Peraturan Menteri tersebut yang bertentangan, yang memerlukan klarifikasi terkait dengan Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Yang pertama, dalam Undang-undang Penyiaran, hanya mengenal 4 terminologi lembaga penyiaran. Yang pertama, Lembaga Penyiaran Swasta, Lembaga Penyiaran Publik, Lembaga Penyiaran Berlangganan, dan Lembaga Penyiaran Komunitas. Pada Permen 22 Tahun 2011 tersebut memuat kategori baru, yaitu Lembaga Penyiaran Penyelenggara Penyiaran Multipleksing (LPPPM), dalam hal ini tidak ada satupun pasal ataupun ayat dalam undang-undang tersebut mengatur soal digitalisasi. Pengaturan soal digitalisasi baru akan diatur dalam Undang-undang Penyiaran baru yang sedang dalam proses perumusan di DPR RI. Varian baru lembaga penyiaran berimplikasi pada proses pemberian ijin lembaga penyiaran dimaksud yang hanya memerlukan penetapan dari Kemkominfo saja, tidak bersama dengan Komisi Penyiaran Indonesia, seperti lembaga penyiaran lainnya. Dalam Undang-Undang Penyiaran, disebutkan bahwa KPI sebagai lembaga negara independen mengatur hal-hal terkait penyiaran. Namun faktanya, dalam penyusunan Peraturan Menteri No. 22 Tahun 2011 tidak melibatkan KPI. Nah oleh karena itu, kami melihat Kemkominfo sudah semestinya untuk tidak terlalu memaksakan implementasi pengaturan Menteri tentang Digitalisasi Penyiaran sebelum revisi Undang-Undang Penyiaran selesai dilakukan. Dalam kesempatan ini kami sampaikan, bahwa Komisi I DPR RI menargetkan untuk dapat menyelesaikan proses perumusan RUU tentang Revisi Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran pada Masa Persidangan I Tahun Sidang 2012-2013, yaitu pada bulan Agustus, September 2012 menjadi RUU Usul Inisiatif DPR RI untuk selanjutnya dapat dibahas bersama dengan Pemerintah. Selanjutnya kami akan mempersilakan Bapak Menteri Kominfo untuk memberikan paparannya terkait isu yang kami angkat tadi. Tapi sebelumnya, saya ingin bertanya kepada Ibu- Ibu dan Bapak-Bapak Rekan Komisi I DPR RI, apakah sepakat, sekarang ini jam 11.00 WIB, masalah ini kita selesaikan saja sampai jam 12.00 WIB. Karena begini, pada jam 13.00 WIB nanti diagendakan ada RDP kita dengan Sekjen Kemkominfo untuk membahas Laporan Realisasi Kemkominfo Tahun Anggaran 2011. Realisasi anggaran Kemkominfo Tahun Anggaran 2011 dan pendalaman RKP-K/L Kemkominfo T.A. 2013. Jadi sepakatkah Bapak-Bapak/Ibu-Ibu sekalian, apabila Rapat Kerja kita dengan Menteri membahas soal digitalisasi ini kita selesaikan jam 12.00 WIB? Setuju? Baik. F-PD (KRMT. ROY SURYO NOTODIPROJO): Interupsi. Pimpinan, Sepakat, asal sudah nanti jam 12.00 WIB tercapai kesepakatan. Kalau tidak, ya harus kita selesaikan, jangan sampai keputusan ini tertunda dan akhirnya membuat sebuah kesimpulan yang kesimpulan itu di luar kesepakatan kita, seperti tanggal 28 Juni yang lalu. Itu penting sekali. Terima kasih. KETUA RAPAT: Terima kasih Pak Roy, untuk mengingatkan, sebenarnya. Sebentar Pak Max, sebentar. Sebenarnya yang kita maksudkan bahwa selesai jam 12.00 WIB itu, kita tidak mengejar target, setoran, jam 12.00 WIB selesai, tidak selesai, tidak begitu juga. Kita harus selesai dengan target kita, bahwa untuk pembahasan soal digitalisasi ini. Silakan Pak Max. F-PD (MAX SOPACUA, S.E., M.Sc.): Terima kasih Pak Ketua. Saya kira rapat ini memang penting, dan rapat ini harus menghasilkan sebuah kesimpulan. Kesimpulan ini didapat dari opini yang berkembang dari setiap Fraksi, kalaupun ada
  • 4. 4 semua Fraksi di sini. Dan kalau itu nantinya akan menghasilkan sebuah kesimpulan, sudah tentu persoalan rapat anggaran dengan Kominfo, ya saya pikir mungkin bisa diundur dan lain-lain itu ya? Karena ini juga penting. Seperti yang Pak Roy katakan tadi, kita juga tidak ingin bahwa persoalan mengenai masalah digitalisasi ini mengambang. Akhirnya kita tidak punya sebuah ketetapan, tetapi berkembang di media, berbagai hal yang sebenarnya bukan sebuah kompromi antara Komisi I dengan Kominfo. Jadi boleh ditetapkan jam 12.00 WIB, tetapi jangan lupa, kesimpulan itu harus mengakomodir semua kepentingan yang ada, saya kira begitu. Terima kasih. KETUA RAPAT: Baik, terima kasih Pak Max. Tapi intinya sementara, kita sepakati dulu bahwa rapat kita ini berakhir jam 12.00 WIB ya? Nanti masalah soal kesimpulannya itu kita tentukan nanti didalam perjalanan rapat kita. Setuju ya? Terima kasih. Baik, Pak Menteri, kami persilakan untuk menyampaikan paparannya. Sebenarnya saya ingin sekali pakai pantun, begitu, cuma keterbatasan saya, saya ingin sekali pakai pantun, tapi tidak bisa Pak Menteri. Awalnya dapat, tetapi sampirannya dapat, isinya tidak dapat. Jadi repot juga kita. Kami persilakan, Pak Menteri. F-PDI PERJUANGAN (TUBAGUS HASANUDDIN): Pakai “daripada datangnya lintah”. KETUA RAPAT: “dari sawah turun ke hati”. MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA RI (Ir. H. TIFATUL SEMBIRING): Baik, terima kasih. Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Yang kami hormati Pimpinan Komisi I DPR RI dan seluruh Anggota Komisi I DPR RI, Bapak-Ibu sekalian yang saya hormati; dan Seluruh jajaran Kementerian Komunikasi dan Informatika yang saya cintai dan saya banggakan. Jadi ini pagi kita masih serius ya Pak Agus, dari tadi ya? Boleh cerita sedikit tidak, ini singkat saja. Habis ditanya soal pantun ya. Kemarin itu ada peresmian Trans Studio di Bandung oleh Presiden RI. Singkat ceritanya saya diminta baca doa, begitu ya. Kan biasanya baca doa ini jatahnya Menteri Agama. Ketika disebutkan, jadi pertama, Wakil Gubernur, serius, kedua, Pak Chairul, serius, ketiga, Presiden, masih serius juga. Baca doa oleh Menkominfo. Ggrrr kata orang kan? Setelah salam itu saya katakan begini, “biasanya memakai baju piyama, sekarang malah pakai kimono, biasanya doa oleh Menteri Agama, sekarang malah oleh Menkominfo”. Jadi mudah-mudahan tidak mengganggu kekhusyukan. Mas Roy juga sudah saya pantunin kemarin di Jogya, “Kalau melihat mainnya Fabregaz, enak ditonton lawan Ronaldo, kalau nanti tahun 2014, silakan pilih yang namanya Roy Suryo”, begitu kan? Itu bayar lho Mas. KETUA RAPAT: Tapi untuk yang lainnya juga dong, kalau begitu. Pacitan boleh juga. MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA RI: Oke, sekedar pembuka ini ya. Baik, terima kasih Pak Ramadhan Pohan, Bapak Pimpinan Komisi I DPR RI. Jadi ini kalau tidak salah hitung ini kita yang ke-5 ya, RDP yang ke-5 bicara tentang TV digital ini. Ya, kita berharap ini bisa kita selesaikan dengan baik dan pada hakekatnya kita melakukan program-program di pemerintahan adalah untuk kemajuan bangsa dan negara kita ini. Mengenai beberapa hal yang disampaikan oleh Bapak Pimpinan Komisi I tadi, tentang dasar hukum dan juga beberapa hal yang terkait dengan TV digital ini. Jadi saya ingin sedikit
  • 5. 5 mengulang penjelasan saya tentang kemajuan teknologi, Pak Ramadhan Pohan ya. Jadi kemajuan teknologi ini adalah sesuatu yang tidak bisa kita hambat, dia akan berjalan terus sesuai dengan kemajuan teknologi itu sendiri. Jadi kalau dulu kita ada TV tabung lalu pindah ke TV transistor, kemudian TV IC, kemudian TV Chip, sekarang sudah LCD, dan seterusnya. Dari sisi internasional, saya juga pernah menyampaikan, yaitu satu kesepakatan di ITO yang mengatakan bahwa tanggal 17 Juni 2015 nanti maka itu adalah masa switch off dari sistem TV analog ke digital, dan kesepakatan ini tentu akan membuat suatu perubahan besar dalam teknologi penyiaran televisi. Karena negara-negara lain, terutama produsen alat-alat televisi ini pasti akan berorientasi ke sana, dan ternyata sekarang datanya 85% negara sudah migrasi dari analog ke digital. Nah, bagaimana dengan Indonesia? Indonesia juga menetapkan, dalam kampanye Presiden dan Wakil Presiden waktu itu menjadi calon, sebelum Pemilu Pilpres tahun 2009, maka dalam RPJMN itu dicantumkan bahwa 2014 nanti 35% wilayah Indonesia sudah terimplementasi sistem digital pada penyiaran televisi. Kemudian saya juga menggarisbawahi apa yang sudah kita sepakati dalam RDP dengan Komisi I DPR RI pada tanggal 28 Mei 2012 yang lalu. Bahwa Komisi I DPR RI mendukung kebijakan Kementerian Komunikasi dan Informatika yang melaksanakan program digitalisasi penyiaran sesuai dengan road map yang telah ditetapkan. Sehubungan dengan hal tersebut, Komisi I DPR RI meminta Kemenkominfo untuk melakukan komunikasi secara intensif dengan Komisi I DPR RI, sehingga proses migrasi dari analog ke digital berjalan dengan baik. Yaitu dengan mengutamakan kepentingan publik serta menjamin prinsip diversity of content dan diversity of ownership. Berdasarkan kesepakatan ini, maka saya menginstruksikan kepada Dirjen PPI (Penyelenggara Pos&Informatika) Kementerian Komunikasi dan Informatika segera menjalankan apa proses dan prosedur sesuai dengan road map yang sudah kita gariskan. Dan tentunya mengkomunikasikannya dengan Komisi I DPR RI tahap demi tahap tersebut. Nah, tadi ada ditanyakan tentang mengenai dasar hukum bahwa dalam Undang-undang No. 32 itu memang Undang-Undang No. 32 ini Bapak Pimpinan Komisi I DPR RI, namanya Undang-Undang ya, memang tidak detail menyebutkan perkembangan-perkembangan teknologi. Dimana juga dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi tidak menyebutkan di situ adanya WiMax misalnya, karena waktu itu WiMax belum ditemukan. Tidak menyebutkan juga misalnya tentang LTI, 4G, dan seterusnya. Tapi kewajiban kita sebagai Pemerintah adalah mengikutinya dengan peraturan-peraturan, karena itu akan diimplementasikan. Jadi dari IMPS, GSM, 2G, 2,5G, 4G, WiMax, LTI, sebentar lagi 4G, 5G, kita harus mengikutinya. Jangan sampai teknologi ini diperjualbelikan di hadapan mata kita tanpa kita lakukan suatu regulasi. Nah, tentunya regulasi itu harus kita siapkan. Namun sebetulnya secara muatan umum di Undang-Undang No. 32 itu sangat jelas sekali termuat, apalagi kalau kita membaca turunan dari Undang-Undang No. 32 ini, yaitu Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2005. Saya mohon ijin untuk membacakan sedikit, bahwa apakah implementasi TV digital melanggar Undang-Undang No. 32? Ini bisa dijawab dengan implementasi TV digital tidak melanggar Undang-Undang No. 32 Tahun 2002. Bahkan mempercepat terlaksananya realisasi dari tujuan Undang-Undang Penyiaran tersebut, terutama amanat Undang-Undang No. 32 Tahun 2002. Dalam Pasal 3 Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 dinyatakan, “Penyiaran diselenggarakan dengan tujuan untuk memperkokoh integrasi nasional, serta menumbuhkan industri penyiaran Indonesia”. Pasal 5 ayat g, “Mencegah monopoli kepemilikan dan mendukung persaingan yang sehat di bidang penyiaran”, ini yang kita maksud tadi dengan kesepakatan tanggal 28 Mei itu dengan diversity of ownership. Juga ini terdapat pada Pasal 18. Ayat h-nya, “Mendorong peningkatan kemampuan perekonomian rakyat, mewujudkan pemerataan, dan memperkuat daya saing bangsa dalam era globalisasi”. Mungkin secara umum sudah dijelaskan dalam konsep masterplan percepatan dan perluasan ekonomi Indonesia. Itu salah satu point yang digarisbawahi oleh Presiden adalah tentang konektivitas, tentang informasi, tentang inovasi. Dan ini juga salah satu cara untuk mencapai hal tersebut. Kemudian Pasal 33, 36, tentang isi siaran. Ini juga menyangkut diversity of content, juga dalam PP 50 2005 Pasal 17. Nah, dalam Penjelasan Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 pada ayat (4) atau butir 4 dinyatakan “Mengantisipasi perkembangan teknologi, komunikasi, dan informasi”. Jadi mengantisipasi. Walaupun ini masih umum, tapi ini jelas, khususnya di bidang
  • 6. 6 penyiaran seperti teknologi digital. Jadi sudah disebutkan dalam Undang-Undang No. 32 itu, walaupun dalam bentuk penjelasan, sudah mengantisipasi perkembangan teknologi komunikasi dan informasi, khususnya di bidang penyiaran, seperti teknologi digital, compressi. Compressi ini penyederhanaan lebar kanal maupun kode-kode di telekomunikasi nanti, komputerisasi, televisi kabel, satelit, internet, dan bentuk-bentuk khusus lain dalam penyelenggaraan siaran. Ini luar biasa ini, tahun 2002 sudah berbicara sejauh ini. Artinya antisipasi itu ada. Nah, juga undang-undang dan regulasi yang menjadi dasar hukum implementasi TV digital adalah Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 Pasal 3, 5 g, h, dan penjelasannya dan Penjelasannya PP No. 50 Tahun 2005, Peraturan Menteri 22 Tahun 2011, Peraturan Menteri 23 Tahun 2011, Peraturan Menteri 25 Tahun 2012, serta RPJM 2014. Nah dalam Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2005 Bapak Pimpinan yang saya hormati, dimuat tentang penyelenggaraan penyiaran Lembaga Penyiaran Swasta. Pasal 2, “Lembaga Penyiaran Swasta diselenggarakan melalui sistem terestrial dan/atau melalui sistem satelit dengan klasifikasi sebagai berikut: a. Penyelenggaraan penyiaran melalui sistem terestrial meliputi: 1. penyiaran radio AM/MW secara analog atau digital; sudah disebutkan di situ, AM/MW secara analog atau digital. 2. penyiaran radio FM secara analog atau digital; jadi untuk radio FM pun sudah dimuat analog atau digital. 3. penyiaran televisi secara analog atau digital; 4. penyiaran multipleksing.” Jadi memang kalau kita akan menyiarkan, memindahkan satu sistem dari analog ke digital, Bapak Pimpinan, tidak mungkin kita tidak menggunakan multipleksing. Multipleksing itu adalah beberapa kanal itu kita satukan di satu frekuensi, itu arti multipleksing. Jadi biasanya satu siaran, satu frekuensi. Nah, sekarang dengan perkembangan teknologi digital, satu kanal itu bisa dibagi 12 channel televisi. Ini kan sangat efisien, Bapak Ketua. Jadi untuk menjadikan 12 ini memasukkan di satu kanal, ya harus pakai namanya teknologi multipleksing. Kalau kita tidak menggunakan multipleksing, mencampur 12 itu di dalam satu kanal, bagaimana caranya? Sama saja sistem analog yang lama. Jadi di sini sudah disebutkan. Nah, ini kita turunkan di dalam Peraturan Menteri No. 22 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Televisi Digital Terestrial, penerimaan tetap tidak berbayar, Peraturan Menkominfo No. 23 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Spektrum Alokasi Frekuensi, Radio untuk TV digital, dan seterusnya. Kemudian bagaimana ya sekiranya ya, ini ditunda ya? Implementasi TV digital ini. Mohon maaf, kalau secara pribadi ya, secara pribadi, karena saya tidak ada bisnis, tidak ada kaitan dengan hal ini sih, silakan saja ya mau ditunda. Ini kan negara, kita yang mengelola, kita yang mengatur. Mau diapain, kita sepakati, silakan. Tapi saya ingin mengemukakan beberapa hal, kenapa, sebetulnya tidak juga terburu-buru, karena ini sudah dimulai sejak tahun 2005 prosesnya. Jadi kalau kita lihat sekarang, sudah 7 tahun proses itu berlangsung. Kita siapkan peraturannya dan seterusnya, sudah 7 tahun Bapak Pimpinan. Dan untuk TVRI, di 4 kota sudah dilakukan uji coba siaran sejak tahun 2010 dan itupun diresmikan oleh Presiden. Nah, penundaan implementasi TV digital akan menimbulkan potensi kerugian besar, puluhan, bahkan ratusan triliun rupiah yang ditimbulkan karena: 1. Negara terlambat mendapat keuntungan puluhan triliun rupiah dari digital deviden. Jadi ini juga mohon maaf, saya mohon ijin, untuk menjelaskan apa yang terjadi mengapa kita segera melelang kanal 3G. Jadi memang agak berbeda Bapak Pimpinan dengan Kementerian lain. Walaupun Kemenkominfo itu meraih PNBP ke-2 terbesar di antara Kementerian yang lain, yang nomor 1 ESDM. Tapi ESDM itu dia ada barangnya, ada minyak, ada gas, ada batubara. Kalau Kemenkominfo, yang kita sewakan adalah udara. Jadi kalau dia tidak kita sewakan, dia kosong saja, begitu, makanya ini kita sewakan. Supaya tidak idle, tidak menganggur, begitu. Satu, negara terlambat mendapatkan keuntungan puluhan triliun rupiah dari digital deviden. Digital deviden adalah sisa frekuensi, karena kita mengimplementasikan digital. Keuntungan ini padahal bisa digunakan untuk program kerakyatan, akibatnya rakyat pun juga mengalami kerugian. 2. Proses pembangunan broadband menjadi terlambat. Frekuensi digital deviden tidak bisa segera digunakan. Akibatnya, percepatan pertumbuhan ekonomi dan dari kontribusi
  • 7. 7 broadband tidak bisa segera tercapai. Pertumbuhan ekonomi terlambat ini mengakibatkan lapangan kerja sedikit dan rakyat menganggur, berpotensi makin banyak. Broadband ekonomi dalam risetnya World Bank tahun 2009 mengatakan, “10% penetrasi broadband kita itu akan meningkatkan PDB sebesar 1,38%” jadi hal-hal ini, Presiden dalam Indonesia Summit bulan Oktober 2009 juga mengatakan satu point yang penting yang kami catat, yaitu Indonesia connected, Indonesia tersambung, Tahun 2009, dan ini kita targetkan di akhir tahun 2012 ini, Indonesia itu sudah tersambung dari Sabang sampai Merauke melalui jaringan broadband. Jaringan broadband termasuk juga satu hal yang kita kejar, sekarang ujung kabelnya sudah di Manado, Insya Allah sedang menuju perjalanan ke Ternate. Dari Ternate ke Sorong atau Manokwari. Kalau itu tersambung, berarti Indonesia sudah tersambung di seluruh provinsi dengan fiber optic dan jaringan itu. Nah, dana-dana ini yang kita pakai, di USO dan sebagainya, untuk mengembangkan hal ini. 3. Indonesia tidak bisa mencapai target pembangunan ICT dalam RPJM 2014, dimana 35-40% digitalisasi mestinya sudah terimplementasi. 4. Indonesia menjadi tertinggal di negara-negara ASEAN dan Asia dalam implementasi digital. Akibatnya, industri kreatif rakyat juga terlambat maju, karena medannya tidak ada, sehingga industri kreatif dari luar yang lagi-lagi diuntungkan dan bisa menyerbu masuk ke Indonesia. Jadi kita ingin daerah-daerah kita, itu juga berkembang jaringan broadband-nya, sehingga orang tidak harus datang ke kota Jakarta untuk mencari pekerjaan Bapak Pimpinan. 5. Potensi kerugian tidak tercapainya efisiensi penghematan daya listrik sebesar 80%, karena harus menyediakan daya listrik untuk sekitar 718 stasiun transmisi analog yang terus beroperasi. Bapak Pimpinan, bahwa teknologi digital ini sangat green technology. Karena dia menggunakan daya listrik yang sangat irit. Jadi kalau biasanya teknologi analog itu, TV analog itu menggunakan 200-300 watt, mereka cukup hanya 40 atau 25 watt untuk satu peralatan televisi. Tapi kalau untuk stasiun televisi, ini tentu jauh lebih hemat. Karena peralatan digital biasanya menggunakan catu daya atau suplay listrik yang sangat kecil. 6. Indonesia dianggap sebagai negara yang tidak tanggap dengan green ICT, karena menggunakan teknologi usang, boros energi, dan tidak efisien di bidang penyiaran. Bapak Presiden sudah mencanangkan pilar ke-4 daripada pembangunan ini, yaitu pro poor, pro growth, pro job, dan yang keempat yang terbaru adalah pro environment atau pro green. 7. Peluang ikut serta dalam penyelenggaraan bagi komunitas penyiaran Indonesia lagi-lagi tertunda dan tidak bisa segera ada, karena pemenuhan frekuensi analog sudah penuh. Kalau kita membiarkan sistem analog yang sedang berjalan Pak Pimpinan sekarang ini, ini sistem monopoli. Yang lain tidak punya kesempatan untuk berkompetisi. Contohnya untuk zone 4 saja, sekarang beroperasi 24. Zone 4 adalah Jakarta dan Provinsi Banten, beroperasi 24, televisi yang kita sebut dengan nasional dan lokal. Dan kalau kita buka dengan channel digital, maka ini akan menjadi 72 channel televisi, berarti ada peluang 42 channel baru untuk digunakan oleh pihak-pihak lain yang berminat. 8. Kerugian besar lain adalah terlambatnya implementasi lebih riil dari Undang-undang Penyiaran, yaitu diversity of ownership dan diversity of content yang berpotensi mematikan komunitas penyiaran yang akan tumbuh. Oleh sebab itu, sekali lagi, sesuai juga dengan kesepakatan kita pada RDP 28 Mei 2011 yang lalu, kami tentunya memohon dukungan dan support yang penuh dari Komisi I DPR RI sebagai partner kami bekerja di Parlemen ini. Tentunya dengan segala kerendahan hati, untuk mensukseskan pembangunan bangsa dan negara kita. Pak Haji berpeci putih, cukup segini dan terima kasih. Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. KETUA RAPAT: Baik, terima kasih Pak Menteri sudah menyampaikan penjelasannya. Saya kira dari, nah di dalam daftar penanya Anggota Komisi I dalam Rapat Kerja kita dengan Menkominfo pada pagi hari ini, sudah tercatat di sini ada 10 nama. Yang bertanya ada 6 ya, 1,2,3,4,5,6, ada 6 dari 12 yang hadir. Dan di sini tercatat Bapak Max Sopacua yang pertama ini, sebelah kanan.
  • 8. 8 F-PD (MAX SOPACUA, S.E., M.Sc.): Saya jangan yang pertama Pak. Saya datang terakhir, nanti orang banyak protes ke saya nantinya, begitu. Yang pertama orang lain saja. KETUA RAPAT: Baik, dari sayap kanan, siapa yang bisa memulainya? Pak Zaki? Silakan Pak Zaki, sudah tahulah, tidak usah dari F-PG, atau dari, sama sajalah, dari Komisi I. F-PG (AHMED ZAKI ISKANDAR ZULKARNAEN, B.Bus.): Terima kasih Pimpinan. Pak Menteri, Kami sejak awal memang, beberapa kali pertemuan terakhir, kita selalu mempertanyakan masalah kebijakan untuk tender digitalisasi ini. Yang terakhir mungkin kesimpulan rapat kita dimana kita meminta Kominfo untuk melakukan komunikasi secara intensif dengan Komisi I dan para stakeholder-nya juga. Dalam perjalanan waktu, kita mendapatkan surat masukan dari para stakeholder yang tentunya berkepentingan mengenai tender digitalisasi ini. Ada dari KPI yang baru saja melaksanakan Rakernas pada 5-7 Juli kemarin, Rapimnas, mohon maaf. Kemudian kami juga menerima surat dari ATVSI dan ATVLI. Dimana point-nya mereka adalah meminta Kominfo semua untuk menunda proses tender digitalisasi ini dengan permasalahan yang hampir sama antara KPI, ATVSI, dan ATVLI. Nah, inilah yang menggerakkan kami untuk juga meminta kepada Kominfo, agar bisa, paling tidak, pertanyaan-pertanyaan dari stakeholder ini dijawab dengan baik dan bijak Pak. Perihal Undang-Undang Penyiaran, kami dari Komisi I memang sedang mempercepat proses penyelesaian Undang-Undang Penyiaran ini. Kita sudah masuk ke draft final mengenai Undang-Undang Penyiaran. Terlepas dari Bapak masih mempertanyakan penyelesaian ini dan ketidakyakinan Bapak akan selesai di akhir tahun 2012 ini, kami bersepakat di Komisi I akan menyelesaikan ini sesegera mungkin sebelum 2012 berakhir. Nah, yang kami inginkan, jangan sampai nanti proses tender ini harus mengulang kembali ketika manakala Undang-Undang Penyiaran yang baru sudah kami sahkan. Karena di Undang-Undang Penyiaran yang baru ini, kami akan juga berbicara mengenai digitalisasi dengan sangat detail dan jelas, terutama nanti menyangkut masalah konversi dari analog ke digitalnya, juga proses-proses digitalisasi yang memang kita niscaya memang harus pindah ke digital. Tapi dari tadi pemaparan Bapak mengenai peluang-peluang kehilangan dan segala macam, saya pikir ini bukan bahan yang krusial, yang memaksa Kominfo harus melaksanakan itu. Yang paling krusial adalah bagaimana Kominfo dengan stakeholder ini bisa duduk bersama, menentukan kapan moment tepat tender digital ini dilaksanakan, dan juga disesuaikan dan disinkronisasikan dengan undang- undang baru Pak. Itu saja point-nya. Kalau masalah yang lain-lain, saya pikir itu teknis belakalah, peluang, dan segala macam. Kita tidak terdesak oleh agreement manapun. Kita kan juga punya integrity sendiri, Negara kita, disesuaikan dengan kemampuan kita. Jadi untuk perjanjian internasional, berapa lama sih, berapa bulan yang harus kita inikan. Kan juga ini tidak bertahun- tahun, begitu. Jadi dari saya itu saja Pak Menteri. Jadi point-nya adalah, stakeholder kita ini semua memberikan surat permohonan untuk penundaan dan masukan ya. Nah, itu yang jadi concern di sini. Kemudian satu lagi adalah bagaimana undang-undang baru ini nanti tidak menjadi hambatan untuk tender yang Bapak lakukan sekarang. Karena apabila kita keluarkan undang- undang yang baru, tiba-tiba tender yang Bapak lakukan sekarang tidak sesuai dengan undang- undang yang baru ini, otomatis itu akan harus diulang lagi, dan Bapak kerja dua kali. Jadi sekali lagi Pak, kami dari Komisi I akan menyelesaikan Undang-Undang Penyiaran ini dengan sesegera mungkin, sebelum 2012 ini berakhir. Itu saja. Terima kasih Pak. KETUA RAPAT: Terima kasih Pak Zaki.
  • 9. 9 Selanjutnya, biar seimbang, dari kiri dulu, Ibu Nuning. Kalau tidak ada, kita ke kanan, ya kembali, Bu Nuning, kami persilakan. Setelah itu kita ke kiri lagi, baru ke Bu Meutya. Terima kasih. F-HANURA (Dr. SUSANINGTYAS NEFO HANDAYANI KERTOPATI, M.Si.): Terima kasih Ketua. Pak Menteri, Saya pakai baju kuning, Bapak pakai dasi, kita bertemu di Bandung, Bapak baca doa, saya baca menu masakan, tetap digitalisasi membingungkan, maaf, ini tidak nyambung. Pak Menteri, Saya sering berpikir begini, apa yang dijelaskan oleh Pak Zaki, saya rasa ini tidak perlu lagi kita berpanjang-panjang lebar, sudah lengkap, menu seperti di Bandung kemarin Pak. Jadi Pak Zaki sudah menyatakan, tapi ada yang saya bingung Pak, setiap Bapak datang, kita bingung, setiap Bapak pulang, kita bingung. Karena Bapak memang selalu memberikan jawaban-jawaban yang memang sedikit membingungkan. Pak, Saya ingin tahu, apa yang tadi disampaikan oleh Pak Zaki itu. Apakah ketika Bapak memutuskan bahwa digitalisasi itu dipercepat, diperlambat, atau sesuai Renstra atau tidak, itu rencana jangka pendek menengah atau jangka panjang, apakah Bapak juga mengadakan riset untuk itu? Saya ingin tahu, riset itu dilaksanakan oleh siapa dan bagaimana, variabelnya apa, metodenya apa? Karena itu semua penting Pak, saya rasa untuk menentukan ini hasil daripada benchmarking kita kemarin. Saya kebetulan ke Inggris, teman-teman ada yang ke Amerika. Itu kita melihat bahwa keterlibatan masyarakat itu sangat dibutuhkan untuk menentukan satu keputusan yang keluar dari Kementerian. Saya hanya ingin tanya itu, karena tadi sudah diborong oleh Pak Zaki. Terima kasih. Wassalamu 'alaikum warrahmatullahi wabarakatuh. KETUA RAPAT: Wa ‘alaikumsalam warrahmatullahi wabarakatuh. Dari kiri, masih belum ada? Ya, kembali ke kanan, Ibu Meutya, nanti pantunnya dijawab oleh Pak Menteri ya Bu Nuning. F-PG (MEUTYA VIADA HAFID): Terima kasih Pimpinan. Mengulang sedikit dari apa yang disampaikan oleh Pak Zaki dan Ibu Nuning bahwa sebetulnya kita tidak perlu lagi mengulang-ulang apa yang sebetulnya juga sudah kita sampaikan atau ingatkan sebagai mitra kepada Pak Menteri di rapat-rapat sebelumnya. Tapi kalau pengulangan ini bisa menjadikan ini efektif, maka saya juga akan ikut mengulang bahwa sekali lagi tadi Pak Menteri memulai penjelasannya dengan mengatakan bahwa kemajuan teknologi itu tidak bisa dinafikkan dan sebagainya. Kalau ada teman-teman media di sini yang mencatat, maka tolong juga catat bahwa dari awal pembahasan ini, kita tidak pernah mengatakan bahwa kita tidak pernah mendukung kemajuan teknologi ini. Jadi kalau ada rapat yang berlarut-larut mengenai hal ini, bukan sebagai bentuk Komisi I DPR RI mencoba untuk memperlama adanya proses digitalisasi di tanah air ini. Tapi semata-mata kita ingin yang terbaik agar semua stakeholder bisa siap menghadapi teknologi yang bukan teknologi kecil-kecilan, begitu, tetapi sesuatu yang sangat besar yang harus disiapkan dan harus mempunyai payung hukum yang jelas dan betul-betul memayungi dan membuat nyaman bagi semua stakeholder. Yang kedua, hanya menambahkan sedikiti perspektif, karena tadi juga point kedua setelah Pak Menteri bicara mengenai kemajuan teknologi adalah Pak Menteri mengingatkan mengenai kesepakatan ITU. Dan ini selalu diulang dalam setiap rapat, seolah menjadi pembenaran bahkan menjadi landasan hukum bagi negara ini kemudian untuk “terburu-buru” untuk segera melakukan proses tender. “Terburu-buru” dalam artian kalau kita bicara terburu- buru kan subjektif ya Pak ya, maksud saya terburu-buru dalam artian tidak bisa lagi menunda proses tender sebelum undang-undang yang juga kita sudah janjikan, upayakan selesai tahun
  • 10. 10 ini. Sedikit kita mengaca kepada ITU yang selalu disampaikan oleh Pak Menteri. ITU ini kesepakatannya terjadi di Geneva, ketika itu, dan sesungguhnya tidak mengikat Indonesia. Rapat di Geneva atau Geneva Agreement waktu itu mengatur tentang transisi dan rencana frekuensi untuk digital bagi negara di region I yang tidak termasuk Indonesia. Eropa, Afrika, Timur Tengah, ditambah Iran. Jadi supaya kita dapat perspektif bersama, kalau ini yang selalu dijadikan sebagai landasan pembenaran, sebetulnya kita tidak punya kewajiban yang mengikat dalam hal itu. Karena yang betul-betul disebutkan di dalam agreement itu adalah Eropa, Afrika, Timur Tengah, ditambah Iran. Hanya saja, sebagai itikad baik Indonesia untuk juga terlibat di dalam semangat digitalisasi dan juga sebagai negara yang juga duduk bersama dalam kehidupan globalisasi, maka Indonesia punya itikad baik untuk ikut tenggat akhirnya, bukan 2015, tapi 2018. Jadi itikad baik itu tentu kita dukung dan mendapat dukungan dari DPR RI, tapi kemudian saya heran, mengapa kita punya waktu sebetulnya sampai 2018. Tapi kenapa memaksakan untuk memasukan sampai 2015. Untuk region-region lain sebetulnya ada waktu sampai 2018 dan Indonesia masuk di region III sesungguhnya, dalam proses digitalisasi dunia ini. Mungkin itu saja sedikit perspektif, karena ini selalu diulang tentang ITU. Dan sekali lagi saya mengingatkan bahwa negara ini tidak hanya Pemerintah, negara ini tidak hanya Kementerian. Kalau memang negara ini bertekad untuk juga ikut dalam semangat digitalisasi penyiaran global, maka negara ini juga termasuk rakyat Pak. Dan kebetulan kami saat ini mewakili rakyat. Pemerintah tidak bisa jalan sendirian, komunikasi yang baik harus dilakukan, termasuk juga kesepakatan-kesepakatan dan suara-suara rakyat yang kami wakili agar betul- betul didengar, sehingga tidak perlu kami mengulang sampai 4-5 kali rapat. Terima kasih. KETUA RAPAT: Terima kasih Bu Meutya. Kembali ke kiri, belum ada? Ya, kapalnya berat ke kanan ini. Ya, kami persilakan Pak Roy. F-PD (KRMT. ROY SURYO NOTODIPROJO): Baik, terima kasih Pimpinan. Ibu-Ibu dan Bapak-Bapak dari Komisi I yang terhormat, Pak Menteri Komunikasi dan Informatika, Pak Tifatul Sembiring dengan jajaran dari Kementerian Komunikasi dan Informatika yang saya hormati. Sebenarnya sudah jelas apa yang sudah disampaikan oleh beberapa kawan tadi, tapi saya ingin mengingatkan atau saya ingin menandaskan, sebenarnya apa yang paling krusial yang disampaikan, sampai saya harus menyatakan bahwa proses digitalisasi ini, saya sebut dalam salah satu majalah berita mingguan yang copy-nya ada juga disebarkan hari ini, yaitu Tempo, yaitu cacat dalam peraturan, cacat dalam teknologi, dan cacat dalam prosedur. Yang pertama Pak Tif, dengan berat saya harus mengatakan bahwa kalau Kementerian Kominfo meragukan proses selesainya Undang-Undang Penyiaran yang baru sebagai pengganti Undang-Undang Penyiaran No. 32, sebenarnya itu seperti menampik muka sendiri. Karena sebenarnya kamipun menyelesaikan ini dengan Kementerian Kominfo, dan kita draft terakhir pada tanggal 2 Juli itu sudah jelas. Dan ini yang saya katakan, proses untuk merubah dari analog digital itu, seperti tadi kata Mba Meutya, itu tidak boleh diatur sendiri oleh Kementerian. Harus melibatkan semua stakeholder, harus melibatkan semua pemikir. Dan proses menjadi digital itu pilihannya sangat banyak, kalau kita bicara soal teknis. Dari analog ke digital itu ada DVB, ada DVB2, bahkan ada selanjutnya lagi. Bahkan Kementerian Kominfopun sudah menyelenggarakan seminar beberapa waktu yang lalu di Hotel Borobudur pun sudah jelas juga di situ, bahwa banyak sekali pilihannya, dan kita belum memilih sebenarnya. Kalaupun harus memilih, harus mengevaluasi juga. Dulu kita punya KTDI (Konsorsium Televisi Digital Indonesia) yang diikuti oleh beberapa TV swasta, itupun tidak ada evaluasinya. Dan sekarang sudah tidak siaran sama sekali. Jadi artiinya, proses untuk merubah ke digital ini, itu ada banyak pilihan. Tidak hanya DVB2 yang tadi disebutkan oleh Pak Menteri, tapi masih ada yang lain. Dan ini kita jangan terburu-buru. Sekali kita terburu salah, nanti akibatnya runyam di belakang. Undang-Undang
  • 11. 11 Penyiaran ini harus ditunggu, sekali lagi, teman-teman sekalian, saya mengajak teman-teman untuk bersikap sama. Kita harus mendesak Kementerian Kominfo untuk menunggu sampai undang-undang ini selesai. Tidak ada pilihan lain. Karena dalam Undang-Undang Penyiaran ini sudah jelas di situ ada aturan tentang MUX, clear, dalam penjelasannya di nomor 28 ada. Jadi itu sudah diatur tentang multipleksing Pak Menteri. Aturan tentang multipleksing itu aturan yang sangat krusial, tidak bisa hanya dengan Peraturan Menteri tiba-tiba ada multipleksing. Apalagi dalam dokumen tender, bukan Pak Menteri yang mengatur di sini juga. Ini ada Panitia Seleksi lagi. Barang apa lagi ini? Pansel ini, Panitia Seleksi ini. Dan dalam dokumen tender ini, mohon maaf Pak Menteri, saya pun sudah pernah menyampaikan ke Pak Menteri, ada banyak cacatnya di sini. Banyak sekali kalimat yang misalnya menjadi persoalan dan nanti akan digugat. Misalnya soal kalimat, “Selain itu Tim Seleksi berwenang untuk mencairkan jaminan penawaran dari peserta yang digugurkan”. Dicairkannya dimana? Ke rekening Pak Menteri, pasti tidak kan? Tapi tidak ada aturan ini. Jadi ini akan menimbulkan suudzon yang sangat besar, dan kamipun sudah dipertanyakan. Itu yang pertama. Jadi artinya proses analog ke digital itu tidak semudah membalik tangan. Yang kedua Pak Menteri dan teman-teman dari Kementerian Kominfo, saya pernah juga agak panjang, Pak Menteri, kita di Yogya, saya bicara dengan Pak Hendri, dengan Pak Gatot juga soal ini, adalah ketika dalam aturan dokumen tender ini, ini akan berakibat Indonesia akan totally.. MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA RI: Maaf Mas, maaf Mas, dari tadi disebut tender, tidak ada tender Mas ya. F-PD (KRMT. ROY SURYO NOTODIPROJO): Oh ya, dokumen seleksi ya? Dokumen seleksi. Itu adalah ketika di sini disebutkan diatur tentang ada 4 daerah dan 1 Riau. Yang saya pertanyakan, ini melanggar diversity of ownership and diversity of content. Karena apa? Ini juga menghambat proses yang terjadi dalam persatuan NKRI Pak Menteri. Karena di sini tidak ada aturan setelah selesai di Jakarta, mereka harus punya di Indonesia Timur, akibatnya kan gemuk. Setelah selesai mereka mengikuti seleksi, tidak ada kata “tender” ya, mengikuti seleksi di Jawa dan di Riau, mereka tidak punya kewajiban lagi untuk ikut di Indonesia Timur. Akibatnya nanti ketika Bapak membuka proses seleksi di Indonesia Timur, sudah tidak ada lagi yang ikut. Karena ini sudah banyak sekali yang menyatakan bahwa yang gemuk inilah yang kemudian diikuti. Itu yang kedua. Jadi artinya adalah proses seleksi ini justru menghilangkan keberagaman, menghilangkan proses merah-putih yang ada, karena orang akan mengejar di Jakarta. Yang ketiga atau yang terakhir Pak Menteri dan jajaran Kominfo, saya mengulang apa yang tadi sudah disampaikan Pak Zaki, mengulang apa yang disampaikan Ibu Nuning, dan juga Mbak Meutya, bahwa sayapun ikut dalam Rapim Komisi Penyiaran Indonesia di Semarang. Dua hari sebelum acara di Jogya, saya ke Semarang, sebelum balik ke Jakarta dan ke Jogya. Ketika di Semarang, semua pihak di sana, ATVSI, ATVLI, dan juga KPI, dan semua KPID di seluruh Indonesia itu menyatakan menunda proses digitalisasi yang dilakukan oleh Kementerian Kominfo. Artinya Pak Menteri, ini ada satu proses yang kami berat kalau dari DPR sebagai wakil rakyat, yaitu untuk menjalankan sebuah proses Pemerintah dimana rakyatnya, pelaksananya, stakeholder-nya menolak. Kalau dipertanyakan atau kalau dikatakan, toh TV-TV ikut juga. Iya, memang TV-TV harus ikut. Mereka harus dua kaki. Karena kalau mereka gak ikut, mereka akan digugurkan. Otomatis nanti ada aturan, ada klausul dalam dokumen seleksi ini, kalau tidak ikut, maka akan dipilih sendiri atau akan ditentukan sendiri pemenangnya. Ini juga pantas dipertanyakan. Dan akhirnya KPI pun menyatakan, tidak pernah diajak. Ini Pak Menteri saya bacakan saja, karena KPI tidak hadir di sini. Pada Pendahuluan, pada Alinea 2, saya mendapatkan catatan, barusan juga BBM dari Ketua KPI, mohon Mas dibacakan kembali, bahwa meskipun di aturan dokumen seleksi ini ada telah dilakukan serangkaian pembahasan secara intensif dengan melibatkan unsur Kementerian Komunikasi dan Informatika, dengan pemangku kepentingan terkait antara Komisi Penyiaran Indonesia, Pemerintah Daerah, Lembaga Penyiaran Publik, TVRI, Asosiasi TV Swasta Indonesia, TV lokal, TV Jaringan, Pak Menteri, saya ulangi kalimat dari Ketua KPI, “KPI menyatakan tidak pernah diajak berkonsultasi”. Jadi dalam
  • 12. 12 dokumen ini, tidak ada. Mereka pernah diajak rapat sekali. Pernah diajak rapat, tapi tidak pernah menyepakati dan tidak menyetujui konsultasi itu. Dan teman-teman sekalian, saya selaku Anggota Dewan di sini keberatan, karena DPR tidak disebut di sini. Jadi DPR tidak dianggap Pak Menteri di sini. Bapak tidak menganggap kami-kami ini selaku wakil rakyat, dalam dokumen seleksi ini. Tertulis ini Pak Menteri. KETUA RAPAT: Bisa dipersingkat lagi Pak Roy? F-PD (KRMT. ROY SURYO NOTODIPROJO): Ya. KETUA RAPAT: Point-pointnya sudah? F-PD (KRMT. ROY SURYO NOTODIPROJO): Sudah. Jadi artinya, 3 point itu, itu yang paling berat. Jadi selaku Fraksi pendukung Pemerintah, Pak Menteri, dalam hal proses seleksi ini, mohon maaf, kalau kami harus sepakat dengan kawan-kawan di Komisi I, proses seleksi ini harus ditunda sampai selesainya Undang- Undang Penyiaran yang baru. Sekian, terima kasih. KETUA RAPAT: Terima kasih Pak Roy. Bagaimana? Masih sayap kiri belum juga? Pak Muzammil? Pak Najib? Kami persilakan Pak Max Sopacua. F-PD (MAX SOPACUA, S.E., M.Sc.): Terima kasih Pak Ketua. Mohon maaf yang di sebelah sana, saya pikir tidak ada orang Pak itu tadi. Hehehehehe.. Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Yang saya hormati Pimpinan Rapat, Yang saya hormati Pak Menteri dan staffnya, Setelah semua dapat giliran, sekarang saya giliran bicara Pak, itu saja saya, begitu. Pak Menteri dan teman-teman sekalian. Dari hasil yang kita dengar dari tadi teman-teman, baik Pak Zaki kemudian yang terakhir Pak Roy yang menggebu-gebu tadi, dan setelah didahului dengan apa yang disampaikan oleh Pak Menteri, saya menyimpulkan bahwa ada 2 obsesi kita, yang kita bicarakan. Dua obsesi yang berbeda, tetapi satu destination. Saya ingin sampaikan bahwa obsesi kita ini yang pertama adalah Kominfo ingin menyelesaikan sebuah program Pemerintah lebih cepat. Dan yang obsesi yang kedua yang juga berbeda dari DPR adalah, DPR juga mengakomodir obsesi-obsesi lain dari stakeholder dan berpegang teguh kepada prinsip pengawasan serta legislasi yang tengah dilakukan. Saya sudah tentu semua orang tahu bahwa saya adalah Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Pak, dan saya adalah Anggota DPR pendukung kebijakan Pemerintah. Bagaimanapun juga, saya tidak bisa lari dari komitmen itu. Tetapi bagaimanapun, dengan tata cara yang kita lakukan, bahwa kita ada komitmen politik. Artinya di sini tidak semata-mata hitam di atas putih kita bicarakan, tetapi ada komitmen politik ya. Pak Menteri dengan Kominfo tidak semata-mata mengakomodir sebuah kepentingan yang hitam di atas putih, tetapi ada politik Pemerintah yang ada di sana. DPR dalam hal ini juga tidak mengakomodir sebuah kepentingan yang menyangkut masalah stakeholder saja, tetapi juga masuk juga wilayah politik di sana begitu ya Pak ya. Karena di sini ada 9 partai politik yang bermarkas di Komisi I ini Pak, begitu. Tetapi bagaimanapun juga Pak, saya ingin menyampaikan bahwa yang dibicarakan oleh semua teman- teman adalah sesuatu yang tidak bisa disalahkan. Yang disampaikan oleh Pak Menteri juga tidak bisa disalahkan karena itu adalah sebuah program Pemerintah, apapun yang menjadi obsesi di sana. Yang belum kita lakukan adalah menuju sebuah destinasi, sebuah destination, atau kita
  • 13. 13 belum sampai pada menciptakan sebuah track, sebuah rules untuk mencapai ke destinasi itu. Nah sekarang saya pikir, kalau kita berlarut-larut dengan cara seperti sekarang, kita jalan di tempat. Artinya, DPR tetap berpegang pada obsesinya dan Kominfo tetap berpegang pada obsesinya juga, sehingga kita tidak mencapai sebuah kesepakatan. Yang saya inginkan, kalau memang dalam kesimpulan awal pada rapat-rapat terdahulu, ada kompromi, ada kerja sama, ada pembicaraan satu meja atau pembicaraan yang terus-menerus antara Kominfo dengan DPR, saya pikir perbedaan yang disampaikan tadi, saya gak tahu Pak Roy bicara tadi itu betul atau salah juga saya belum baca Pak, gitu ya. Atau Pak Menteri bicara itu juga belum tentu saya baca semuanya Pak, sama juga gitu. Kita perlu duduk untuk saling mengatasi berbagai persoalan ini. Saya juga gak mau program Pemerintah itu berlarut-larut tidak terselesaikan. Makanya saya memberanikan diri tadi, saya menyampaikan di depan Bapak-Bapak, bahwa saya adalah Anggota Pendukung Kebijakan Pemerintah, dan saya kira semua orang di sini juga mau mendukung kebijakan Pemerintah. Cuma caranya lain-lain, begitu lho Pak. Jadi yang saya inginkan sekarang, kalau memang berbagai masalah, berbagai hal yang juga kita dapat, diantaranya Pak Tantowi juga menulis di Media Indonesia, kemudian Pak Roy juga punya di Tempo, dan berbagai masalah ataupun opini yang berkembang yang masuk ke Komisi I, lewat stakeholder-stakeholder yang lain, saya pikir wajar-wajar saja Pak. Perbedaan itu tidak tabu Pak Menteri dan teman-teman sekalian. Tapi perbedaan itu bisa kita satukan dan dia bisa menjadi sebuah kekuatan yang dashyat. Selama kita tidak mau menyatukan perbedaan itu, kita tetap pada jalur yang memang berbeda dan jurang pemisah yang dalam. Jadi saya cuma mau menghimbau saja, tidak ada hal-hal yang substantif yang saya sampaikan, karena saya bukan orang teknis seperti teman-teman yang lain. Tapi saya inginkan ada sebuah solusi antara kedua belah pihak ini. Karena ya berbeda, satu dari stakeholder, satu dari pemegang regulasi, begitu Pak. Memang kalau kita bicara semua milik, baik frekuensi maupun apapun, adalah milik rakyat, tetapi ya kita butuh pengelolanya, dalam hal ini adalah Pemerintah yang mengelolanya, dan diawasi oleh DPR. Nah, kalau dua-dua ini berjalan, saya kira teman-teman semuanya ini juga mau mengerti dan Kominfo juga mau mengerti, ya everybody happy, begitu Pak. Saya kira itu saja Pak, tidak ada hal-hal teknis yang saya sampaikan, hanya untuk mengambil jalan tengah saja. Terima kasih. Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. KETUA RAPAT: Wa ‘alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh. Baik, mungkin sudah waktunya dari sayap kiri untuk menyampaikan. Bagaimana Pak Muzani, Bapak Sekjen? Silakan Pak. F-GERINDRA (H. AHMAD MUZANI): Terima kasih Pak. Sebagai sebuah kebijakan, saya menganggap kebijakan ini saya kira tentang digitalisasi, sudah disampaikan oleh kawan-kawan, namun ketika Pemerintah melakukan uji coba siaran digitalisasi, Pemerintah tidak pernah menyampaikan tentang hasil uji coba ini kepada publik, setidaknya kepada masyarakat. Yang diuji coba apa, terus hasilnya bagaimana, kendala-kendala teknisnya apa, maksimalisasi dari uji coba itu apa, termasuk dari uji coba itu nilai ekonominya bagaimana. Pemerintah menurut hemat kami, uji coba itu kayaknya hanya sebagai sebuah standar rencana besar tentang digitalisasi dan itu tidak mendapatkan evaluasi yang maksimal tentang proses uji coba itu. Sehingga kami sendiri tidak tahu banyak tentang digitalisasi yang sudah diuji coba oleh Pemerintah, dan hasilnya bagaimana, sehingga kemudian Pemerintah meneruskan kebijakan ini sebagai sebuah kebijakan. Sebagai sebuah kebijakan eksekutif, saya kira itu tidak ada masalah, tetapi mestinya itu uji coba itu harusnya dipublikasi menjadi sebuah kajian yang serius, sehingga itu bisa memberikan satu persiapan yang lebih matang. Yang kedua, kami tidak melihat kebijakan ini melibatkan masyarakat secara luas. Karena kebijakan ini menurut pendapat kami akan berdampak kepada pengguna frekuensi, dalam hal ini masyarakat, yang jumlahnya puluhan bahkan bisa ratusan juta. Karena kalau kebijakan ini
  • 14. 14 diterapkan, bayangkan kan, akan ada sebuah alat yang harus dibeli oleh masyarakat, meskipun nilainya mungkin tidak terlalu rendah, mungkin 200 atau bahkan mungkin 100 atau 300 ribu, dan ini penjelasannya kepada masyarakat, rendah, atau nyaris tidak ada, kebijakan ini. Bagaimana berdampak, bagaimana, padahal ini mempunyai implikasi yang sangat besar kepada masyarakat. Ada kesan keterpisahan yang jauh antara kebijakan ini diambil dengan masyarakat yang akan menikmati. Padahal ini dampaknya nanti ke masyarakat. Dalam teknologi seperti sekarang ini, dengan 200 ribu misalnya, tanpa digitalisasi juga kita bisa mengakses seluruh siaran televisi hampir diseluruh dunia. Jadi pertanyaannya, jangan-jangan kita salah menangkap, sehingga kebijakan digitalisasi ada kesan terburu-buru. Pertanyaan berikutnya adalah, sebenarnya untuk siapa digitalisasi ini? Apakah untuk masyarakat atau rakyat Indonesia, bahasa kerennya begitu, atau untuk siapa? Terima kasih. KETUA RAPAT: Terima kasih Pak Muzani. Baiklah, saya kira sudah hampir semua bertanya, tapi dari bidang hukum ya? Tapi sebelum dengan beliau bertanya, saya bikin pantun barusan Pak Menteri, cepat-cepat. Jadi begini bunyinya, “Fabregaz baru saja main di Indonesia, biarlah Andik Firmansyah yang menyempurnakan, setelah semua kolega bicara, biarlah ditutup tanya oleh Maiyasyak Johan.” Kami persilakan Bang Maiyasyak. F-PPP (Dr. H. MAIYASYAK JOHAN, S.H., M.H.): Saya cuma mau koreksi sedikit Pak Ketua, Pak Max itukan bilang 9 Fraksi, di sini kalau saya nggak keliru 11 Fraksi, itu saja mengingatkan Pak Max saja Pak Ketua. Fraksi ke 10 Nasdem ada di sini Pak Ketua, cuma kebetulan tidak datang. Assalamu ’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Saudara Ketua dan Rekan-rekan Anggota Komisi I yang saya hormati, Yang saya hormati Saudara Menteri dan seluruh jajarannya yang hadir. Pada pagi ini sebenarnya keinginan saya waktu itu adalah bisa menangkap apa yang disampaikan Saudara Menteri dan kemudian mendukung. Namun keinginan itu terganggu, terhambat, karena saya terpaksa melihatnya dari segi sistem kenegaraan, bukan dari sistem yang lain, kita sedang bernegara dan kami di sini tidak berada pada posisi setuju dan tidak setuju, hanya melaksanakan fungsi yang diperintahkan undang-undang dan itu Undang-Undang Dasar Pasal 21A, salah satu fungsi kami itu adalah fungsi legislasi. Jadi kami menjalankan Undang-Undang Dasar ini, kita rapat inipun berdasarkan ini, kita sedang bernegara, jadi bukan apakah ini program Pemerintah atau tidak, kita bernegara ini melaksanakan tujuan negara. Yang kita bicarakan ini sebenarnya, saya agak ragu ini, saya perlu klarifikasi, yang sedang kita bicarakan adalah masalah imigrasi, analog, program analog ke digital, karena ada kemajuan teknologi komunikasi, ada Geneva Plan Tahun 2006, ada peluang ekonomi atau masalah alokasi natural resources atau economic resources, yang mana sebenarnya yang jadi masalah kita ini jadi masalah kita ini. Menurut saya kita sedang berbicara masalah alokasi ya, natural resources yang disebut dengan spektrum atau frekuensi, kenapa kita bicarakan dan kita perlu membuat regulasinya, karena ada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Jadi bukannya, jangan dibalik, karena teknologi ini baru, nggak, karena ini ada pertumbuhan, perkembangan ilmu pengetahuan, maka kita perlu melakukan regulasi. Pertanyaannya dalam sistem ketatanegaraan kita ini wewenang siapa, wewenang siapa ini regulasi, apakah ini wewenang Menteri atau bukan, apakah karena Menteri dalam tanda petik selama ini pada praktek pemerintahan kita boleh membuat Peraturan Menteri, sehingga itu dianggap bisa dipergunakan, bagi yang memahami hukum saya ingin sampaikan kira-kira begini. DPR berdasarkan ketentuan Pasal 20A itu pemegang hak genuine, pemegang otoritas genuine dari legislasi itu di Republik ini berdasarkan sistem ketatanegaraan adalah DPR. Itu dia, lalu dalam perkembangannya itu sesuai dengan perkembangan hukum tata negara yang dikembangkan oleh Montesquieu terus sekarang kita anut. Eksekutif memperoleh apa namanya atribusi delegasi, delegasi atribusi, karena itu Pemerintah itu tidak boleh buat undang-undang, dia hanya boleh buat Peraturan Pemerintah pelaksana undang-undang.
  • 15. 15 Nah, saya minjam langsung ini, to the point pinjam pendapat, karena kalau Professor Atamimi mengingatkan kalau membuat Peraturan Menteri itu, tidak boleh dia menafsirkan, dia harus runut mengikuti peraturan apa yang ada di atasnya, kedudukan Peraturan Menteri untuk masalah ini, menurut hemat saya, menurut hemat saya tidak berada pada posisi DPR setuju, tidak setuju, DPR cuma mengingatkan kepada Menteri, ini sudah saatnya Saudara Menteri kita melaksanakan sistem pemerintahan dengan benar, Peraturan Menteri jika dilihat dari prespektif ilmu pengetahuan dari prespektif ketentuan-ketentuan yang ada, dua-duanya itu kurang dapat dipertanggungjawabkan keabsahannya, sehingga secara demikian apa yang dikatakan oleh Saudara Zaki itu baru satu sisi, bahwa lahirnya undang-undang nanti bisa menyebabkan seleksi yang dikatakan hari ini, beauty contest kah namanya, tender kah namanya whatever, sama maksudnya, bisa dibatalkan. Jika itu yang terjadi, maka kita membiasakan adanya ketidakpastian hukum dalam praktek pemerintahan. Berdasarkan itu Saudara Menteri dan seluruh jajarannya, saya ingin mengatakan dan menghimbau Saudara Menteri, mari kita mulai untuk membangun adanya kepastian hukum. Kenapa? Karena di situ akan dirugikan para peserta beauty contest, kalau sudah mereka dinyatakan menang kemudian batal, harus diulang kembali, itu mereka dirugikan. Di sisi lain, DPR, saya ingin mengatakan dalam hal ini, dengan sangat menyesal harus melaksanakan fungsinya melakukan pengawasan dan kita sedang bernegara, karena itu tidak patut kita berduduk dalam posisi face to face, kita harus bijak mengatasi masalah ini dan saya kira kalau Saudara Menteri menarik Peraturan Menteri itu tentang hal itu dan kemudian menunda karena Saudara Menteri di sana, kami di sini tujuan kita adalah memberikan yang terbaik buat negeri ini, itu dia tujuan kita, memberikan yang terbaik buat negeri ini. Berdasarkan itu kami ingin mengatakan tidak ada pilihan Saudara Menteri, inilah saatnya kita melaksanakan dan menjalankan pemerintahan berdasarkan konstitusi dan peraturan perundang-undangan. Atas dasar itu, saya pikir pilihannya adalah menunda, mungkin kita bisa diskusi lebih tajam tentang masalah ini, saya bersedia menyediakan waktu didampingi oleh Pimpinan untuk meletakkan gambar kami secara umum, saya kira itu Pimpinan. Terima kasih. Assalamu ’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. KETUA RAPAT: Wa ’alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Saya kira yang sudah disampaikan Rekan-rekan Anggota Komisi I sudah cukup komprehensif dan apa, melengkapi hal-hal yang memang perlu untuk ditanyakan, karena di Rapat-rapat Internal Pak Menteri, perlu kami sampaikan, hal-hal seperti ini juga muncul sudah begitu dan saya kira sudah cukup, atau Pak Zamil? Oh iya, kita tutup dari Pak Zammil sebelah kiri, sebelumnya saya minta persetujuan dari Rekan-rekan Komisi I, agar kita tambah waktu rapat kita jadi 12.30 WIB, setuju ya? Setuju Pak, oh iya, terima kasih. (RAPAT : SETUJU) Silakan Pak Muzzammil. F-PKS (Drs. AL MUZZAMMIL YUSUF): Terima kasih. Pimpinan dan para Anggota yang saya hormati; serta Menteri Komunikasi dan Informatika beserta jajarannya yang saya hormati. Pembicaraan kita tentang tema ini memang cukup panjang, kalau pengalaman saya dua periode di DPR, mungkin ini isu terpanjang yang pernah saya alami dari cara kita menyelesaikan sebuah persoalan. Merujuk pada fungsi DPR, yaitu fungsi legislasi, budgeting, dan controlling, maka ketiga fungsi ini sedang berjalan dalam konteks kasus ini, kalau kita dekati dari konteks legislasi, ada satu hak DPR dalam konstitusi untuk menuntut bahasa yang sangat keras, yaitu hak angket, ketika Pemerintah dianggap melakukan tindakan yang menentang undang-undang, ketika
  • 16. 16 menentang undang-undang, tetapi ketika lebih soft dari itu, hak ini hak bertanya, interpelasi bertanya tentang pelaksanaan undang-undang, tetapi hak angket dan hak interpelasi itu tidak pernah bisa digunakan untuk mempertanyakan terhadap undang-undang yang akan terbit. DPR mempertanyakan tindakan Pemerintah terhadap undang-undang yang akan terbit, itu tidak akan pernah ada, yang ada adalah DPR mempertanyakan terhadap tindakan Pemerintah, undang- undang existing itu yang bisa dilakukan oleh DPR, baik dia angket maupun interpelasi. Oleh karena itu, pertanyaan penting dijawab oleh Pak Menteri adalah dalam konteks undang-undang existing, Keputusan Menkominfo itu punya ruang tidak dalam Undang-Undang Penyiarannya yang lama? Itu pertanyaan yang bisa dilakukan DPR dalam konteks interpelasi. Kalau bisa dijawab, bahwa memang ada loop hole, ada ruang yang bisa memberikan interpretasi terhadap tindakan Menteri, saya rasa interpelasi, tetapi ketika jawaban tidak bisa memuaskan, karena dia menentang undang-undang yang ada, dia masuk ke angket setelah interpelasi dan ini setahu saya sudah pernah kita bicarakan pada rapat yang lalu. Itu perlu di clearkan lagi oleh Pak Menteri, jadi tidak pernah ada hak angket, hak interpelasi yang mempertanyakan tentang Undang-Undang yang akan disahkan, tidak ada, existing. Sehingga saya ingin kita semua berperilaku sesuai dengan kewenangan kita masing- masing, saya ingin mempertanyakan itu, walaupun belum ada hak interpelasi, tetapi dalam konteks pribadi bertanya, adakah ruang, ketika tidak ada memang harus dihentikan, ketika ada memang selesai pertanyaan saya, saya tidak berlanjut lagi, itu ruang eksekutif, karena ketika ada ruang itu. Itu yang pertama. Kalau kemudian misalnya, saya tidak puas, saya katakan, saya akan ke angket, tetapi bila saya puas, maka appeal saya pada hari ini adalah appeal politik, saya tidak bisa menginterpelasi dan angket, appeal politik bahwa satu dan lain hal mungkin Pemerintah tidak menunda, ini appeal politik, tidak bisa menghalangi, mungkin tidak ditunda, ketika kita minta ditunda tadi Pak Menteri mengatakan kerugian negara, menurut saya Pak Menteri ekspos saja, ketika DPR Komisi I minta ditunda, sesungguhnya kerugian negara berada di ekspos saja, karena appeal politik itu kalau itu dipenuhi silakan dijelaskan kepada publik, ini loh kekayaan negara, sesungguhnya DPR perlu berpihak kepada pendapatan negara, ketika dia sah, DPR harus berpihak ke situ, kalau tidak berpihak ke situ DPR berpihak kepada siapa? Ketika sekian logika, nah logika ini perlu diperkuat, sekian logika bahwa ini akan ada pendapatan negara, akan ada pertumbuhan negara dan lain-lain, akan ada aspek-aspek pertumbuhan ekonomi dalam berbagai aspek, itu saja diekspos, bahwa setelah appeal politik, apakah Menteri punya job setelah appeal politik, dipenuhi ya sudah, tetapi ini adalah sekian kerugian negara itu, karena appeal politik dari DPR, permintaan politik dari DPR, kalau itu yang ingin dipenuhi, tetapi kalau ingin tetap melawan ya ada wilayahnya, itu wilayah eksekutif, tinggal DPR melihat ruangnya dimana, apakah interpelasi atau hak angket atau apa. Semua punya rujukan yang jelas, ini pilihan-pilihan kita saya kira. Saya yakin kita semua ingin melakukan peran kita masing-masing dengan cara sebaik- baiknya. Oleh karena itu saya percaya betul, dialog kita dialog cerdas, dialog kita tidak ada dialog kepentingan dan saya alhamdullilah, saya mempertaruhkan diri saya, selama saya menjadi DPR tidak ada dialog kepentingan saya, saya yakin itu kita masih ada di sini. Oleh karena itu, saya percaya Pak Menteri, sejauh Pak Menteri bisa menjawab atas amanah undang-undang yang ada, existing undang-undang tidak pernah amanah dari undang-undang yang akan datang. Existing undang-undang ada, ini kami lakukan, kalau tidak ada harus mundur, karena kami bisa masuk ke berikutnya, angket, kalau itu dilanggar, kami selesai, kami hanya appeal permintaan himbauan saja, kalau himbauan itu dipenuhi, karena himbauan tersebut, maka negara rugi sekian, sebutkan, sekian kerugian negara ekspos, saya kira itu pilihan-pilihan yang adil, sehingga kita tidak saling menyandera, kita dalam posisi kita masing-masing untuk menunjukan marwah kita, saya percaya itu Komisi I bisa melakukan itu dan Pak Menteri bisa melakukan itu. Demikian, terima kasih. KETUA RAPAT: Terima kasih Pak Muzammil dan saya kira yang dari, disampaikan Pak Muzammil tadi untuk ingatan-ingatan kita, tetapi juga untuk lumayan jugalah Pak Menteri untuk ada sedikit sandaran untuk argumentasinya.
  • 17. 17 Sebelumnya saya mau mengatakan bahwa biar agak cair sedikit ya bang ya, Agnes Monica juri Indonesian Idol, seni menyanyi merambah semua lapisan, semua rekan bertanya ke tol, kini giliran Pak Menteri memberikan jawaban. Terima kasih. MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA RI: Baik, terima kasih Pak Pimpinan. Ini orang Sumut ini sebagian orang mengatakan musang harum pandan Pak, muka sangar hati romantis, pandai berdendang, muka Rambo, hati Rinto ini. Baik, terima kasih. Jadi, begini juga, dari tadi saya mengamati, kitakan sudah yang kelima Pak Pimpinan, pertama minta disempurnakan, setelah disempurnakan, kedua, minta ditunda, ketiga, ditunda yang keempat, keluarlah kesepakatan ini, kemarin tanggal 28 Mei 2012, Komisi I DPR mendukung kebijakan Menkominfo untuk melaksanakan program digitalisasi penyiaran sesuai dengan road map dan bla-bla dan seterusnya dan kami mulai melangkah waktu itu, tidak ada tender Pak Zaki, dari awal saya katakan ada seleksi, semua seleksi tentunya yang dipertanyakan Pak Muzammil tadi itu terus ya harus jelas dengan perundang-undangan kita, Undang-Undang No. 32 yang masih berlaku. Teman-teman juga dari kemarin tanya Ibu, Menteri, itu Undang- Undang No. 32 masih berlaku atau sudah dihapus, oh masih berlaku saya bilang, sebab kalau itu tidak berlaku dan coba katakan proses sama dengan proses-proses yang dilakukan terhadap seleksi apa, izin penyiaran yang sebelumnya, kalau ini tidak sah secara undang-undang, yang kemarin itu tidak sah semuanya, artinya ini memang bisa berdampak serius kita matikan semua televisi yang ada, kita matikan semua radio yang ada, begitu, karena sama-sama tidak sah begitu, karena kita mengikuti alur peraturan yang, tentang Professor Maiyasyak yang mengatakan tadi. F-PPP (Dr. H. MAIYASYAK JOHAN, S.H., M.H.): Pak Menteri, Bukan jangan subyek, saya cuma mengingatkan, jadi begini saya tambah penjelasan, yang mendapat delegasi of legislation itu Pemerintah adalah Presiden, Menteri itu Pasal 17 pembantu Presiden, karena itu dalam sistem kita, demikian itu Peraturan Menteri itu kalau undang-undang dia tidak masuk tata urutan, dibenarkan, tetapi itu wilayahnya kalau itu dibaca ada teorinya yang namanya, teori Stufenbau, karena panjang sekali, makanya saya bilang kita bisa diskusi. Itu yang pertama. Kedua, saya belum Professor, itu dia. KETUA RAPAT: Paling tidak itu doa yang baik itu, itu didoakan Pak Menteri itu. Silakan Pak Menteri, biar dituntaskan jawaban dari Pak Menteri. MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA RI: Jadi itu yang saya ingin ungkapkan pertama, sudah ada kesepakatan tanggal 28 Mei, berarti kalau apakah kesepakatan ini kita apa, kita cabut lagi, kita ulangi lagi pembahasan sesuai dengan RDP yang berikutnya, sebentar Pak Zaki, saya mohon menjawab dulu ya, jadi saya minum lagi ini, karena tersedak begitu ya. Tentang stakeholder yang dipertanyakan Pak Zaki tadi insyaallah alhamdullilah itu sudah dilaksanakan, jadi bohong itu Mas Roy kalau KPI tidak pernah kita ajak bicara, dalam masalah digital ini, tanda tangan kok mereka kehadirannya itu. Jadi KPI sudah duduk bersama dalam penyusunan dan persiapan impelentasi TV Digital sejak pembentukan Timnas Migrasi Sistem Penyiaran pada tahun 2006, memang bukan KPI yang sekarang Mas, KPI yang sebelumnya, dimana anggotanya terdiri dari KPI, Kementerian Perindustrian, BPPT, Menkominfo, dan yang lain-lain. Jadi tinggal mereka membuka risalah pertemuan sebelum-sebelumnya. Kominfo juga sudah duduk bersama stakeholder yang lain, apakah itu ATVRI, ATVJI pada tanggal 4 Mei 2012 dengan TVRI, LPS, dan Asosiasi Televisi, ATVSI, ATVLI, dan ATVJI tanggal 7 Maret 2012.
  • 18. 18 Dengan KPI pusat pada tanggal 28 Februari 2012, workshop dengan KPI dan KPID pada tanggal 28 Oktober 2012, workshop ya. Ibu Nuning tadi menanyakan tentang riset, waduh ini panjang sekali risetnya, ada 18-19- 29, ada 32 riset Bu dilakukan, kepanjangan kalau saya sebutkan ini, mulai dari presentasi, seminar, digital, dan seterusnya. Dan realitanya Mbak Meutia juga, memang ITO dia tidak, kita tidak harus patuh tidak, tetapi ITO saya katakan, ini bukan dasar utamanya itu bukan, dia menentukan trend, karena ITO itu bagian dari United Nation, kita mau keluar dari ITO juga boleh, bahkan keluar dari PBB juga boleh kita, tetapi dengan keputusan itu Mbak, sekarang ini Tahun 2012, 85% negara sudah migrasi begitu loh. Indonesia ini termasuk salah satu negara besar yang dipandang oleh ITO. Pemilihan Dewan Council ITO terakhir Indonesia terbesar 135 pemilihnya, mengalahkan Amerika Serikat, mengalahkan China, mengalahkan negara-negara lain. Jadi suara kita itu di dengar di ITO, kalau nggak wajib, yang wajib itu puasa, sholat, zakat, haji saja kalau mampu, begitu, ini pilihan-pilihan kita sekali lagi ya. Oke, kemudian mengenai keikutsertaan, kalau dengan stakeholder yang lain dialog langsung dengan KPI, sosialisasi ke stakeholder, lembaga penyiaran, yang sudah dilakukan tanggal 19 Januari 2012 itu dengan B Channel TV, 16 Februari 2012 dengan Metro TV, ada Metro TV ini Mbak, 22 Februari 2012 dengan KPI, 23 Feburuari dengan SCTV, 24 Februari dengan MNC Group, 7 Maret 2012 dengan Breakfast Meeting dengan... F-PD (KRMT. ROY SURYO NOTODIPROJO): Interupsi Pak Menteri, itu bukan diskusi dengan, tetapi Bapak melakukan diskusi disiarkan di stasiun itukan? MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA RI: Oh diskusi ini, tertutup ini tidak ada siaran, tertutup ini masyarakat, dan iklannya juga sudah dibuat ini Mas, cuma Mas Roy waktu itu gak datang ya, 2 Mei 2012 dengan Sifa Newsgroup, breakfast meeting ini menghadirkan seluruhnya, TVRI juga kita undang. 3 Mei 2012 dengan Transcorp, 4 Mei 2012 dengan Asosiasi TV Lokal berjaringan, ATVLI dan ATVJI. Sosialisasi kepada masyarakat melalui penayangan iklan layanan masyarakat di Media Televisi on line, cetak. Proses tender tidak ada, yang ada adalah proses seleksi, sebagaimana proses seleksi yang sudah dilakukan pada lembaga penyiaran sebelumnya dan tahun ini baru tahap seleksi penyelenggara Mux. Nah, apa yang disampaikan ATVLI terakhir juga mereka datang ke apa, ke kantor kami, mereka itu sebetulnya setelah kami jelaskan dan kami tanya, memang mereka tidak akan sanggup sebagai penyelenggara Mux, karena mereka itu jadi tidak akan mampu dalam artian dengan modal-modal sebesar itu ya membangun jaringan. Selama ini memang mereka masih lokal-lokal. Jadi kami memberikan masukkan waktu itu, bagaimana sekiranya dan sebaiknya, hendak yang berusaha ini masuk di lembaga penyiaran saja nanti, artinya dia ngisi channel, karena Mux ini tidak semua orang, tidak semua institusi, semua badan usaha harus membangunnya, nantikan ada penyelenggara multipleksing, ada penyelenggara siaran ya. Sebentar, kalau diijinkan saya menjawab ya, kemudian Mas Roy tidak benar, bahwa DPR dianggap jangan begitu ya, kemarin ke Yogya Mas Roy saja diundang. F-PD (KRMT. ROY SURYO NOTODIPROJO): Pak Menteri, Tolong pisahkan acara di Yogya dengan ini. MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA RI: Ini saya sudah lima kali pertemuan loh, jangan seolah-olah... KETUA RAPAT: Pak Roy, Biar Pak Menteri menuntaskan jawabannya dan tadi juga, saya nanti juga, kita bukan menginginkan ngejar setoran waktu juga, misalnya untuk menjawab pertanyaan soal cantolan
  • 19. 19 hukumnya tadi dari Pak Maiyasyak juga kan apa, perlu dijelaskan lebih dalam lagi oleh Pak Menteri, ya Pak Roy, biar Pak Menteri menuntaskannya. Silakan Pak Menteri. MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA RI: Lima kali saya diundang, lima kali saya datang Mas Roy, ini yang kelima, saya tidak, jangan dianggap itu kita tidak menghargai sama sekali itu ya, itu lebay Mas Roy ya. Kemudian dari Pak Max, saya setuju ini satu jalan tengah yang harus kita, saya itu berharap dengan ini sampai lima kali saya hadir terus, iya memang kita satu arah, satu tujuan, kan enak kalau satu arah, satu tujuan begitu, supaya ini sukses, destinasi, Pak Max ini berpikirnya sudah negarawan ya, Pak Max itu Ketua Umum, luar biasa, saya setuju ini ya dan ini juga saya konsultasi ke Presiden itu target-target yang kami tandatangani dalam kontrak kinerja dan code of conduct saya betul kata Pak Maiyasyak, saya ini pembantu Presiden, jadi saya bekerja atas instruksi Presiden, begitu, cuma saya punya partner di Komisi I DPR RI yang harus diajak berbicara, berdiskusi dari aspek legislasinya, aspirasinya ini juga terpenuhi semuanya, iyakan, makanya kita datang. Terus terang ini mohon maaf Pak Ketua, tetapi saya akan mengalahkan itu, menjemput tamu Miracle namanya dari Jerman, saya tidak tahu, silakah saja pertimbangkan, kalau saya diijinkan, saya pergi nanti, tetapi kalau tidak diijinkan ya monggo saja, karena kita banyak kerja sama dengan Jerman itu, masuk juga proyek ITTS II untuk TVRI membangun 60 stasiun TVRI baru itu. KETUA RAPAT: Jam berapa tadi Pak Menteri? MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA RI: Kami harus ada di sana Jam 14.00 ya. Tetapi itu masih ada waktu ya. KETUA RAPAT: Saya kira kita tuntaskan dululah, nanti, kita lihat nanti, ya kita bawa apa, untuk pertemuan dengan Miracle kalau seandainya itu kan memang banyak hal yang memang perlu dilakukan, kita lakukan, tetapi ini juga kalau misalnya tidak tuntas juga, juga kita bikin tuntaslah mungkin kita rapat lagi, tetapi intinya adalah sebenarnya Pak Menteri kalau yang saya tangkap tadi, bahwa kawan-kawan di sini juga setuju terhadap kebijakan teknologi itu, tadi Ibu Meutia sudah mengarisbawahi, tinggal persoalannya itu adalah komunikasi intensif yang seperti yang diamanatkan apa, rapat kita terakhir itu, itu yang perlu mungkin juga untuk dilanjutkan, begitu. Silakan Pak Menteri. MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA RI: Saya ini kalau Pak Maiyasyak ngomong ini lidah saya jadi kelu ini, karena beliau bicara hukum sampai ke bawah-bawahnya, memang kayaknya musti kuliah khusus ini Pak Maiyasyak. Jadi, saya rasa apa, ya ini beliau bicara tentang sistem kenegaraan yang lebih luas lagi, apa, soal apakah ini pertanyaan tentang migrasi ini wewenang siapa sebetulnya. Secara teknologi di lapangan itu jalan saja, dari 2G, 2,5G ke 3G, dia jalan aja, tinggal kita meregulasi kan, supaya... F-PPP (Dr. H. MAIYASYAK JOHAN, S.H., M.H.): Sedikit Pak Menteri, saya luruskan, kewenangan siapa soal pengaturannya, membuat peraturannya, gitu ya. Jadi kalau soal migrasinya, itukan niscaya ya, perkembangan ilmu, kita tidak bisa tahan. Untuk Indonesia, regulasinya Pak Menteri. MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA RI: Iya beliau juga mengarisbawahi soal ketidakpastian hukum, karena memang Tahun 1995 dulu semua harus dipusatkan di apa, di televisi inikan di masa 1995, di masa Pak Harmoko dulu, dipusatkan di Jakarta. ANTV itu kalau nggak salah Andalas TV dari Lampung ya, SCTV itu dari Surabaya Citra, dibawa semua ke sini. Tetapi setelah itu lahir Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 mengharuskan berjaringan ya di daerah. Ini juga di dalam diskusi kami dengan apa, stasiun
  • 20. 20 televisi, ini Pak Maiyasyak terus terang tidak ada juga kepastian hukum kalau menurut mereka, karena setelah dipusatkan dipisah lagi, nantinya bagaimana. Nah, kami Menkominfo ini menjalankan yang diversity of content dan ownership itu. Ini perlu kayaknya satu apa, satu diskusi yang panjang ya. Pak Muzani tadi terima kasih atas pertanyaannya, jadi tentang hasil coba, untung, dan sebagainya. Jadi Pak Muzani uji coba di empat TVRI, empat kota, yaitu Jakarta, Bandung, Batam, dan Surabaya, itu selama ini sudah dinikmati oleh masyarakat. Televisi digital ini bagi masyarakat keuntungannya gambarnya lebih bersih, suaranya lebih bening. Keuntungannya bagi negara, spektrum yang digunakan sangat kecil, sehingga yang lain bisa disewakan kepada yang lain. Jadi pemasukan negara di sini sangat besar dengan sistem digital. Bagi lingkungan itu, hemat energi. Kalau televisi analog itu bisa memakan satu pesawatnya itu 200 sampai 300 watt, ini bisa 40 atau sekian, apalagi stasiun yang besar yang makan dayanya dan bagi industri mereka juga sebetulnya tower-tower apa mereka itu masih terpakai, kantor-kantor mereka, cuma peralatan mereka harus ikut apakah multipleksing atau sebagai termasuk ruangan-ruangan studio itu terpakai semua ya, hanya kita lebih, kalau dari sisi keuntungan. Sosialisasi kami kepada stakeholder tadi sudah kami sampaikan dan juga kepada masyarakat kita juga sudah kita buatkan iklan masyarakat tadi ya. Nah, terakhir saya tuntaskan ini, yaitu pertanyaan Pak Muzammil seperti kami uraikan di muka tadi, apakah secara perundang-undangan legislasi ini ada cantolannya kami sampaikan, tetapi undang-undangnya masih Undang-Undang No. 32 Tahun 2002, bahkan di penjelasan menjelaskan tentang penyesuaian dengan teknologi yang dunia global. Kami tentu berharap kalaupun ada perubahan-perubahan nanti, tentu kita tidak akan membatalkan teknologi-teknologi yang ada, tetapi kita akan menyesuaikan dengan perkembangan, trend teknologi, sama juga misalnya kita Undang-Undang No. 36 Tahun 1999 mau kita rubah, tentu kita harus mau mengantisipasi nanti ada teknologi 4G, 5G, dan seterusnya begitu. Nah, kami bersandar pada Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 dan dari Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 ini ada perintah membuat PP, yaitu PP No. 50 Tahun 2005 itu sudah membicarakan multipleksi digital secara lebih detail dan berdasarkan itulah dibuat peraturan Menteri tadi ya. Jadi seperti kami katakan tadi, aspek teknologi dia layak, aspek ekonomi dia layak, aspek legalitas kami gunakan tadi, aspek operasional juga apa sesuai dengan tempo saat ini adalah 85% negara sudah migrasi ke digital. Dari segi schedule itu hitungan kami tidak bisa disebut terburu-buru juga ya, kita sudah mulai dari Tahun 2005 sekarang Tahun 2012, untuk mencapai 2 tahun lagi ini 30%, 35% ini sesuai dengan RPJM itu tidak mudah, multipleksing saja kita belum. Inikan pengadaan barang dan sebagainya itu makan waktu tentunya dan seperti saya katakan tadi multiplayer effect daripada digitalisasi ini banyak, yaitu adanya rasa keadilan, karena orang punya kesempatan untuk berusaha, membuka stasiun TV, tidak seperti sekarang, sekarang boleh dikatakan dimonopoli beberapa kelompok saja, dengan dibuka ini, ini tadinya 24 kita buka jadi 72 ada 48 peminat baru yang bisa hadir di situ. Kemudian dari sisi keuntungan negara, karena ini udara kita ini kita biarkan nganggur, potensi kerugian itu triliunan rupiah, kalau itu masuk ke PNBP kita bisa kita gunakan itu ke hal lain dalam bentuk USO ini pengembangan jaringan broadband dimana-mana negara sekarang sudah broadband, Vietnam dan sebagainya, kita dituntut untuk mengembangkan itu, apalagi di masa krisis sekarang, kita harus banyak akal untuk menghasilkan, dan ini bisa kita tarik dari industri. Lebih kurang Pak Pimpinan, itu yang bisa saya sampaikan, saya mohon maaf kalau kurang memuaskan, tetapi kembali kepada yang pertama saya sampaikan bahwa tanggal 28 Mei 2012 kita sudah mensepakati Komisi I telah mendukung ini, kalau ini dirubah sekali lagi kami persilakan, kewenangan Bapak-bapak sekalian, tetapi ini juga bagi kami agak tersendat-sendat ini, tidak ada terburu-buru, tidak ada kepentingan pribadi di sini, tetapi ketika visibility studi ini oke, aspek teknik, ekonomis, legalitas, operational state terus apalagi, apa alasan kita untuk menunda ya, kalau pun nanti ada Undang-Undang No. 32 itu disesuaikan kita. Mas Roy tadi mengatakan Papua umpamanya, Papua ini juga misalnya nanti dalam Undang-Undang No. 32 itu yang baru Mas Roy ya, ada perubahan itu, disebutkan bahwa setiap stasiun TV wajib membangun di Papua, itu mereka harus loh mematuhinya, peraturan baru itu akan mengatur,
  • 21. 21 tetapikan tidak mungkin menurut Undang-Undang No. 32 semua stasiun TV yang ada dimatikan, kan tidak mungkin begitu kita membuat aturan, dibatalkan tentu tidak mungkin. Wallahualam. Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. KETUA RAPAT: Wa ’alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Pak Zaki dulu. F-PG (AHMED ZAKI ISKANDAR ZULKARNAIN, B.Bus.): Pak Menteri, Kesimpulan kita tanggal 28 adalah yang nomor itu ada kalimat dengan mengutamakan kepentingan publik, serta menjamin prinsip diversity of content dan bla-bla-bla yang kita terima kemarin dari KPI, ATVSI, dan ATVLI inikan mereka kepentingan publik juga, kalau Pak Menteri tadi kembali ke kesimpulan kita dalam perjalanan dari tanggal 28 sampai hari ini banyak surat complaint mengenai seleksi yang sedang dilaksanakan. Jadi kalau dibilang kita merubah, saya pikir di sini dengan jelas menyatakan bahwa, men-state bahwa selama itu memperhatikan, mengutamakan kepentingan publik ya kita akan jalankan, sekarang kepentingan publiknya mereka banyak yang menolak, itu satu. Kemudian yang kedua, di dalam draft final, masukan daripada pakar dan narasumber itu mengenai multipleksing dan segala macam, termasuk pemilihan daripada penyedia layanan televisi ini ada dimasukkan melalui tender yang disesuaikan dengan undang-undang yang ada, karena ini ranah publik. Nah, katakan ketika Bapak sudah menetapkan yang pertama di seleksi ini untuk zona 4 dan zona Jawa Barat, Jawa, dan Keppri. Setelah Bapak menetapkan kita bukan berandai-andai ini, karena saya pikir ini akan terjadi dalam waktu yang dekat, kami menetapkan Undang-Undang Penyiaran, katakan setelah Bapak menetapkan setelah Jawa dan Kepri itu dengan proses seleksi dan kami menetapkan di Undang-Undang Penyiaran bahwa seluruhnya harus kita lakukan melalui proses tender, apa yang terjadi? Artinya ada beberapa zona nanti yang diberlakukan berbeda dengan zona-zona yang telah ditetapkan dalam undang-undang. Nah, ini jadi hal-hal seperti ini yang tadi menimbulkan ketidakpastian kepada para penyedia layanan. Terus Bapak bilang secara teknis kita digitalisasi di bawah, masih banyak juga yang pakai televisi analog yang harus diberikan, dibantu dengan set top box yang memang mumpuni untuk mereka menggunakan TV analog mereka menerima channel digital, ini secara teknis juga memang kalau dibilang terburu-buru, walaupun prosesnya dari tahun 2005 saya pikir kita juga harus membicarakan set top box ini secara detail teknisnya bagaimana si pemenang Mux multipleks ini bisa menyediakan set top box kepada masyarakat. Ini proses berikutnya Pak, tetapi yang dua itu tadi, saya pikir kita harus jadikan pertimbangan yang pertama itu yang harus matang-matang sekali, jangan sampai apa yang kita lakukan di sini nanti bisa terjadi. Itu saja Pak Menteri, saya mohon ijin juga karena sebetulnya jam 13.00 WIB ini jadi narasumber di Tangerang. Jadi, terima kasih. KETUA RAPAT: Terima kasih Pak Zaki Saya kira sebentar saja Pak Roy ya, biar langsung kita tuntaskan, karena ada beberapa catatan kesimpulan dari yang sudah disusun oleh Sekretariat yang mana menurut saya akan baik untuk kita tampilkan dan kita bahas bersama. Saya kira point-point itu yang lebih pas, tetapi sebelumnya silakan Pak Roy, kalau bisa singkat Pak. F-PD (KRMT. ROY SURYO NOTODIPROJO): Terima kasih Pimpinan. Singkat saja juga Pak Menteri. Saya hanya mengulangi apa yang sudah disampaikan Rekan-rekan tadi, bahwa kita Insya Allah menuju ke suatu kesepakatan, suatu hal titik temu, Insya Allah dan itu nanti akan, semoga bisa tercapai dengan kesimpulan. Cuman memang justru fungsi kami dan kadang- kadang kami keras itu justru, karena kami itu sayang terhadap Kementerian Komunikasi dan
  • 22. 22 Informatika, bukan berarti kami melawan, kami itu sayang, jangan sampai salah. Kalau salah berabe begitu, tetapi begini Pak Menteri. Intinya, kami mendapatkan seperti tadi yang disampaikan Pak Zaki, masukan, dan kalaupun ATVSI, ATVLI, KPI menyatakan keberatan itu adalah mereka juga sudah mengevaluasi internal mereka dan mereka mencapai suatu kesimpulan kemarin minggu yang lalu. Jadi, karena mereka menyatakan tidak menerima komunikasi dengan baik, ya saya sampaikan. Perkara apakah ada mereka mengevaluasi yang dulu atau tidak, itu adalah internal mereka, tetapi intinya, kami selaku wakil rakyat di sini menyampaikan apa-apa yang menjadi tugas kami untuk menyampaikan kepada Menteri Komunikasi dan Informatika sesuai dengan pilihan. Yang terakhir teman-teman sekalian, memang saya sekali lagi juga mengingatkan bahwa kesimpulan kita di tanggal 28 itu, tanggal 28 Mei itu sebenarnya satu kesatuan kalimat yang tidak boleh dipotong. Jadi ada kepentingan publik setelah menjamin prinsip diversity of content dan diversity of ownership. Nah, kenyataannya Pak Menteri, tadi supaya juga hati-hati, tadi Bapak juga menyampaikan ketika di dalam proses pemasukan dokumen, beberapa TV-TV diarahkan untuk menjadi LPS saja, karena mereka tidak akan mampu untuk menjadi LPM. Katakanlah begitu. Nah, ini sudah ada kecenderungan akan dicap mengkotakkan, karena yang mampu untuk memiliki LPPM itu adalah nanti adalah group-group besar, sebut saja Transcorps, MNC, kemudian Surya Citra sama Media Group, begitu loh. Seolah-olah kalimat Bapak itu diterjemahkan, bisa begitu loh. Itu kalimat itu mohon nantinya dipercantik supaya tidak salah. Dan, at last but not least, yang bener-bener terakhir yang ingin saya sampaikan, semoga apa yang kita simpulkan hari ini menjadi kesepakatan bersama dan tidak ada lagi DPR mengatakan A, Kementerian mengatakan B, dan kemudian dua-duanya berjalan atau tidak berjalan dengan serempak, karena kita mencari suatu titik temu dan semoga ini terbaik bagi merah putih. Sekian. Terima kasih. KETUA RAPAT: Terima kasih Pak Roy. Mungkin ada klarifikasi sedikit dari Pak Menteri. MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA RI: Baik. Terima kasih Pak Pimpinan. Kalau Mas Roy katakan tadi, bukan berarti terjadi seleksi terus kita arahkan ke LPS, tidak. Ini pertemuan dengan ATVLI terakhir. Jadi, bukan dia mengajukan ini begitu, terus anda jadi LPS-nya tidak, pertemuan. Itu berbeda jauh itu Mas. Ya, tentu ya Presiden juga menyuruh ini juga, karena untuk kepentingan publik atau Mas begitu ya. Jadi, kita jalan juga untuk kepentingan publik. Kemudian, dari Pak Zaki tadi mengenai seleksi dan sebaiknya kita punya aturan main dan seterusnya. Ya silakan saja dilakukan gugatan, pasti ada yang keberatan, pasti ada yang tidak puas, tender juga begitu. Ya pasti ada, oh yang ini, ya silakan saja, kan prosedurnya begitu loh, bagi yang tidak terpilih, tetapi kalau kita memuaskan semuanya ya tidak bisa juga, yang mengikuti prosedur, tentu kita inikan. Nah tentang set top box, set top box ini bukan dibuat oleh LPM ini Pak Zaki. Ini saya sudah mengatakan, memberikan arahan bahwa ini harus local content, dibuat oleh anak-anak kita, karena ini gak rumit. Kalau set top box ini teknis ya. Nah, kalaupun mereka beli di luar, itu harganya sekitar 135 ribu, saya sudah bicara-bicara dengan anak-anak SMK, mereka berani jual Rp. 85 ribu 1, bagi yang menggunakan televisi analog ingin menangkap siaran digital, 1 aja itu. Nah, kalau sekiranya ini ya, Pak Zaki ya, alat elektronik itu maksimum bagus digunakan. Artinya, kalau kita tes dengan osiloskop, titik kerjanya itu hanya setahun sampai 2 tahun, bisa 3 tahun, tetapi sudah mulai miring-miring. Nah, kita mengharapkan dari 2011 ke 2018, itu ada 7 tahun masa, tidak mungkin orang akan hanya punya 1 televisi, mereka akan mengganti di tengah jalan. Nah, selama periode migrasi simulkas mereka itu belum mengganti, kita anjurkan untuk membeli set top box yang harganya 135 ribu. Untuk yang tidak mampu, kita akan campaigne dengan 1 set
  • 23. 23 top box yang kita tenderkan dari APBN Pemerintah, itu kita anggarkan sekitar 300 Milyar, bahkan kami bincang-bincang nanti, teman-teman dari Komisi I juga bisa dilibatkan untuk mendistribusikan ini, dalam artian, ah saya rasa pendistribusian kepada masyarakat bersama dengan Kementerian nanti. Nah kemudian untuk industri lokal, ini menghidupkan juga. Nah, televisi sekarang orang kan sudah menggunakan model LCD begitu, televisi digital, itu tidak perlu. Jadi kita juga melihat bahwa ke depan ini orang akan membeli televisi baru, pastinya, seperti Pak Zaki tahu, di desa- desa yang katakan rumahnya reot pun, itu antena parabolanya berdiri, gitu loh. F-PG (AHMED ZAKI ISKANDAR ZULKARNAIN, B.Bus.): Itu di luar daerah kali Pak. Di Tangerang itu banyak masih yang pakai analog Pak. Maksud saya gini, set op box ini nanti bebannya akan ada di Pemerintah. MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA RI: Maaf, Setup box. F-PG (AHMED ZAKI ISKANDAR ZULKARNAIN, B.Bus.): Begini Pak Menteri. Inikan bebannya akan ada di Pemerintah juga, dalam rangka pengadaan itu dan tadi Pak Menteri sudah sebutkan akan diberikan 1 juta. Nah, pointnya adalah ketika tender ini sudah berjalan, sorry, tender lagi jadinya, seleksi ini. Kemudian, ini sudah berjalan semua. Ada zona- zona lain yang nanti akan mengikuti undang-undang baru mengenai proses pemilihan penyelenggara multipleksing-nya, yang mungkin akan berbeda dengan proses zona yang sekarang Pak Menteri lakukan. Di sini ada ketidakpastian bahwa setiap nanti begitu ada dibuka yang baru lagi, ini akan jauh berbeda dengan apa yang kita lakukan sekarang. Nah, ini yang pertama yang menjadi pertanyaan. Kemudian yang kedua, kalau menurut Saya, tidak ada salahnya juga Pak Menteri atau Kementerian membuka dialog dengan para stakeholder yang kirim surat keberatan kepada kami, hasil dari Rapimnas KPI beberapa waktu yang lalu, karena ini sudah lewat dari tanggal 28 Juni yang mereka lakukan ini. Saya pikir begini, bukannya berlarut-larut, tetapi meluruskan apa yang mereka pertanyakan ke kami. Tidak ada salahnya kita buka dialog lagi dengan mereka, apabila Pak Menteri sudah punya argumentasi yang kuat, ya kita lakukan itu semua, ya kan? Berapa hari sih gituin mereka ini, itu saja. Karena ini menjadi masukan buat kita gitu, apa yang telah terjadi kita simpulkan di 28 Mei ini, sampai yang terjadi pada tanggal 5 Juli kemarin, itu memang masih ada berita keberatan terhadap proses seleksi ini. Itu saja. Jadi kalau kembali lagi ke point yang ketiga hasil kesimpulan, itu dengan jelas mengutamakan kepentingan publik. Nah, ini salah satunya. Jadi saya pikir kalau kita buka dialog saja dalam waktu sebelum kita reses ini tidak ada masalah buat saya. Itu saja. Terima kasih. KETUA RAPAT: Ya, silakan Pak. F-PPP (Dr. H. MAIYASYAK JOHAN, S.H., M.H.): Terima kasih Ketua. Ini kayak mesti dilawan pantun ini Pak Tifatul ini. Jadi ada pantunnya begini, Alu Gurit itu dekat Langsa, jika Pak Tifatul Arif, negara bangsa akan sejahtera. Jadi, saya pikir ada beberapa kekeliruan penafsiran ya. Jadi, begini Pak Tifatul. Saya mohon maaf sedikit ini menjelaskannya. Hak negara membuat peraturan atau membuat undang-undang itu namanya for line to general, dalam perkembangannya, ini Rosseau ini yang merumuskan ini dulu. Sebelumnya kan waktu teori ketuhanan itu di tangan raja itu akan diserahkan kepada rakyat. Nah, dalam perkembangannya kemudian lahirlah sistem yang berkembang di dunia sekarang, pemegang kewenangan, saya
  • 24. 24 bilang original tadi itu Parlemen. Tetapi karena dalam praktek kenegaraan Parlemen inikan belum membuat undang-undang kadang-kadang terlambat. Untuk mengantisipasi jangan sampai terlambat, maka didelegasikan. Sekali lagi, didelegasikan. Pendelegasian ini dalam bentuk yang jelas. Itulah dia dalam bentuk Undang-Undang. Presiden dimana Pak Tifatul adalah Pembantunya berdasarkan Pasal 17 itu memperoleh delegasi juga dan delegasi itu hanya boleh kalau dia tertulis juga dalam bentuk undang-undang, yaitu Peraturan Pemerintah atau Undang- Undang. Ditafsirkan sepanjang yang saya ketahui ini adalah belum pernah ada, karena harus dibedakan antara yang namanya otoritas untuk membuat undang-undang, otoritas membuat kebijakan atau diskresi, itu 2 hal yang berbeda. Nah, agar tidak ada salah penafsiran, maka persoalan pokoknya bagi saya ini bukan persoalannya digugat Pak Tifatul, bukan digugat atau ditolak, bukan setuju atau tidak setuju. Di sini dibutuhkan benar-benar kearifan dan kematangan kita. Negeri ini Pak Tifatul, banyak Pemerintah yang buat salah. Saya kasih contoh, tadi pagi saya nonton TV itu, yang saya lihat sebuah rumah sakit di bawah kekuasaan kepolisian itu menghadapi premanisme. Istri Saya tanya, kok bisa kayak begitu Pak, saya bilang ini akibat hukum tidak tegak. Ketika hukum tidak tegak, orang berani, di rumah sakit Kramat Jati ada tindakan premanisme, itu judulnya. Lalu di satu sisi BUMN di Depok, Walikotanya Pak PKS, Pak Nur Mahmudin, apa yang terjadi? Ketika tanah yang menjadi milik PJKA selama ini dibiarkan, dibangun oleh orang, sebagian lagi ada yang disewakan, ketika mau digusur, mau dibersihkan, menjadi dilema. Ini juga akan begitu ketika kita melihatnya hanya pada silakan menggugat, maka pertanyaannya kapan kita mempersiapkan diri menjadi pejabat yang melaksanakan tanggung jawab kita menghindarkan gugatan, kan itu dia. Saya yakin kali bahwa Ustadz Tifatul, ini hari saya panggil Ustadz, bukan Menteri lagi, hapal kali bagaimana Umar bin Khattab melakukan Pimpinan. Hari ini, siang ini saya menantang Pak Tifatul menjalankan kepemimpinan ala Umar bin Khattab. Terima kasih. Assalamu 'alaikum warrahmatullahi wabarakatuh. KETUA RAPAT: Terima kasih. Ya. Pak Meteri dan juga Pak TB. Hasanuddin dan Rekan-rekan Komisi I, Kita sudah melakukan pembahasan yang saya kira cukup merepresentasikan apa yang menjadi pertanyaan dari Rekan-rekan selama ini dan juga jawaban yang sudah disampaikan oleh Pak Menteri dan di samping itu juga memang kita tetap berpikiran Pak Menteri bagaimana pun angka kuantitas 5 kali pertemuan itu juga kalau dikira-kira untuk kepentingan rakyat juga belum terlalu panjang juga, tetapi kalau misalnya intinya kan hal-hal yang menjadi pertanyaan itukan bisa dijelaskan dan juga ujungnya inikan untuk kepentingan republik dan seperti Pak Muzzammil sudah mengingatkan kita tentang hal-hal apabila itu tidak dilaksanakan dan juga dari Rekan- rekan sudah memberikan pertimbangan yang macam-macam. Nah di sini, dari Sekretariat tentu berdasarkan pemikiran dari rekan-rekan semua, sudah menyusun konsep kesimpulan Rapat Kerja Komisi I DPR RI dengan Menteri Komunikasi dan Informatika, yang ditampilkan di sini adalah hal yang bisa kita diskusikan dan sepakati bersama, tetapi kalau misalnya kita tidak memulai, maka susah untuk kita menilai mana yang dilanjut, mana yang tidak dilanjut, mana yang mau diganti, mana yang mau ditajamkan, di sini ada ditampilkan beberapa point yang tentu akan kita bahas bersama, yang di sini kami mempersilakan kepada semua rekan dan juga tentu saja dari Pak Menteri untuk mencocokan untuk titik temu terhadap hasil dari pembicaraan kita, pembahasan kita dalam Raker kita pada siang hari ini. Sebelumnya dari Pak TB ada sesuatu yang mau disampaikan sebelum kita meloncat untuk membahas kesimpulan. Langsung? Baik. Terima kasih. Bisa Pak Menteri ya kita bahas dan Rekan-rekan? Silakan Sekretariat. Nah di sini disampaikan:
  • 25. 25 Komisi I DPR RI pada prinsipnya mendukung Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) untuk melaksanakan program digitalisasi penyiaran dengan catatan bahwa Komisi I DPR RI: 1. Meminta Menkominfo untuk menunda proses seleksi Lembaga Penyelenggara Penyiaran Multipleksing pada penyelenggaraan penyiaraan televisi terestrial, penerimaan tetap tidak berbayar atau free to air. Mengingat belum adanya pijakan hukum dalam bentuk Undang-Undang yang mengatur digitalisasi penyiaran secara eksplisit dalam batang tubuh Undang-Undang tentang Penyiaran sebagaimana yang akan diatur dalam Revisi Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, sehingga tercipta jaminan kepastian hukum sesuai dengan sistem hukum yang berlaku di Indonesia. Ini kesimpulan yang pertama dan kami persilakan atau kita lanjutkan terakhir, baru dan yang kedua saya bacakan keseluruhannya. 2. Meminta Menkominfo melakukan komunikasi secara intensif dan berkala dengan Komisi I DPR RI terkait dengan penyelenggaraan proses digitalisasi penyiaran. Berarti ini melanjutkan rapat yang terakhir soal digitalisasi. 3. Meminta Menkominfo untuk melibatkan semua stakeholder di bidang penyiaran terkait dengan pelaksanaan program digitalisasi penyiaran, sehingga program penyiaran didukung oleh kesiapan semua stakeholder termasuk masyarakat. 4. Meminta Menkominfo untuk menyerahkan hasil penelitian terkait dengan program digitalisasi penyiaran kepada Komisi I DPR RI untuk dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut, sehingga pelaksanaan program digitalisasi penyiaran berjalan dengan baik dengan memprioritaskan kepentingan publik serta menjamin prinsip diversity of content dan diversity of ownership. Nah ini adalah catatan kesimpulan yang sudah kita susun dan mari kita bahas bersama, dari yang pertama “Komisi I DPR RI pada prinsipnya mendukung Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk melaksanakan Program Digitalisasi Penyiaran dengan catatan bahwa Komisi I DPR RI”, seperti yang saya bacakan tadi dengan 4 point. Kami persilakan dari Bapak-bapak, karena Ibunya sudah tidak ada lagi ini, Bapak-bapak untuk menanggapinya dan juga nanti dari Pak Tifatul bersama dengan jajarannya. Kami persilakan Pak Guntur. F-PD (Drs. H. GUNTUR SASONO, M.Si.): Terima kasih Pimpinan. Bapak Menteri dan jajarannya yang saya hormati, Membaca daripada kesimpulan yang ada, kemudian dengan apa yang sudah dilakukan Kominfo: 1. Komisi I DPR RI pada kesimpulan yang lama mendukung kebijakan Kemkominfo untuk melaksanakan program digitalisasi penyiaran sesuai dengan road map yang telah ditetapkan. Kalau kita mengacu kepada kesimpulan yang lama, berarti Kominfo telah melaksanakan apa yang disimpulkan oleh kita, sesuai dengan road map yang ada. Kalau toh seperti ini, ini hanya mengulangi daripada kesimpulan lama yang sudah kita lakukan. Pada intinya, sebetulnya pertemuan sekarang ini hanya pada masalah pengertian komunikasi intensif. Ini yang dimaksud yang bagaimana? Karena saya melihat pertama dari kesimpulan yang dilakukan pada RDP tanggal 28 Mei, Kementerian sudah bergerak berdasarkan road map yang ada dan ini dihadapkan kepada waktu yang memang pada akhir 2014 sedapat mungkin digitalisasi ini sudah sampai kepada tahapan 35%. Yang kedua, juga kita terikat kepada perjanjian internasionalnya, makanya seleksi sudah dilakukan, tetapi pada satu sisi memang dari pihak legislatif melihat masih ada waktu. Ini yang menjadi peluang untuk seolah-olah diadakan komunikasi intensif. Menurut hemat kami, kesimpulan-kesimpulan ini tetap pada arti kesimpulan pertama. Jadi, tidak perlu ada lagi penegasan masalah-masalah secara prinsip dan lain sebagainya. Tinggal sekarang bagaimana menjabarkan komunikasi intensif ini untuk lebih riil. Tadi Bapak Menteri juga menyampaikan pasti ada yang tidak puas dan gugatan dan lain sebagainya. Mari
  • 26. 26 kita dudukan itu pada proses hukum, kalau memang itu sudah berjalan, karena kalau kita proses, menunda kembali, mengulangi kembali, pertarungan kita juga cukup berat. Demikian Pimpinan. Terima kasih. KETUA RAPAT: Jadi, Pak Guntur langsung meminta untuk pelaksanaan dari komunikasi intensif tadi dengan DPR. Itu saja. Jadi, yang soal, namun supaya pemikirannya Pak Guntur, saya sekedar mengingatkan bahwa supaya ada benang merah kita dengan rapat yang lalu, jadi supaya kita di sini suara dari Teman-teman, bahwa kita mendukung tentang digitalisasi itu. Nah namun, ini ada namunnya, dengan catatan yang seperti ini begitu dan mengenai komunikasi intensif itu di point nomor 2 juga sudah ada. Atau sebenarnya kita hanya perlu suatu point saja kesimpulannya, karena kalau misalnya kita lihat dengan meminta Kominfo melakukan komunikasi secara intens itu sudah ya, yang melibatkan, point nomor 3 melibatkan semua stakeholder. Kita mengatakan bahwa stakeholder tidak dilibatkan, misalnya KPI dan lainnya, tetapi Pak Menteri sudah mengatakan bahwa Anggota KPI yang lama itu juga sudah diajak, berarti secara hukum Bang, itukan bisa kelanjutan kan dari yang sudah. Namun selain KPI kan ada juga Pak Menteri, yaitu ATVSI, ATVLI, apakah mereka sudah dilibatkan di dalam proses ini? MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA RI: Sudah ada. KETUA RAPAT: Jadi, sebenarnya kalau dalam pandangan saya bahwa yang... MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA RI: Mohon maaf Pak. Ini kalaupun kami kemari diinstruksikan untuk bicara lagi mereka, mereka yang melakukan lagi, tetapi kalau ditanyakan sudah, sudah, tetapi misalnya ada ketidakpuasan, kita bicara lagi sesuai usulan berapa Anggota Dewan tadi. KETUA RAPAT: Baik Pak Menteri. Terima kasih atas kebijakannya dan wisdom itu perlu sekali, karena inikan politik. Karena politik kalau wisdom-nya jauh, susah kita. Saya kira itu bagus sekali apabila dilakukan dengan KPI yang sekarang, sehingga ada komunikasi lebih kuat lagi untuk mengokohkan, katakanlah karena KPI inikan untuk yang penyiaran memang ranahnya mereka dan saya kira memang bagus sekali. Nah, kembali ke point-point kita tadi. Saya meminta tanggapan dari Rekan-rekan. Kami persilakan Pak Maiyasyak, apakah sepakat dengan 4 point ini tadi? F-PPP (Dr. H. MAIYASYAK JOHAN, S.H., M.H.): Saya sepakat, saya melihat siang ini Ustadz Tifatul itu kayak Usman bin Affan, wise kan begitu. Jadi kalau sudah wise, saya pikir yang empat ini tidak ada masalah saya pikir. Ya, kan tidak ada masalah begitu. Jadi, bagi saya yang prinsip adalah bahwa kita itu bisa melaksanakan tugas kenegaraan kita dalam batas maksimal yang bisa kita lakukan dan saya melihat bahwa peluang itu ada. Nah, kita ambillah peluang itu. Nah, jika memang misalnya ada hal-hal yang belum bisa bertemu, kita bisa melakukan pertemuan-pertemuan terbatas yang difasilitasi oleh Pimpinan dan dari Kementerian, mungkin itu yang saya maksud kalau saya katakan sebagai komunikasi intensif, dengan catatan bahwa pertemuan itu adalah pertemuan-pertemuan yang ada aturannya di dalam Undang-Undang MD3. Jadi, jangan sampai pertemuan itu, pertemuan yang tidak ada dalam aturan MD3, karena legalitas produk pertemuan itu yang nantinya susah dipertanggungjawabkan. Saya kira itu dari saya. Terima kasih.
  • 27. 27 KETUA RAPAT: Terima kasih Pak Maiyasyak. Ya, silakan Pak Max. F-PD (MAX SOPACUA, S.E., M.Sc.): Kesimpulan yang dibuat itu sebenarnya kesimpulan lanjutan saja kalau saya baca dan penguatan dari kesimpulan yang lalu, karena kesimpulan yang lalu itu sudah berisi persetujuan dengan mengikuti road map. Kalau pun ada persoalan-persoalan dalam road map yang belum kita selesaikan, tinggal kita melakukan konsultasi seperti dalam item yang kedua itu Pak tadi. Jadi, yang ada persoalan adalah ada item di dalam road map yang belum mungkin, belum mengerti dilampaui atau yang belum kita selesaikan. Yang terakhir Pak Menteri. Bertamasya ke Raja Ampat, menikmati tarian gadis pingitan, kalaulah ada beda pendapat, pastilah bisa kita selesaikan. Ini dibuat 2 hari 2 malam ini, baru dibaca ini. KETUA RAPAT: Luar biasa Pak Max. Nah, sepertinya dari sayap kanan sudah tidak ada masalah dengan point-point tersebut ya. Kalau dari sayap kiri sebelum kami meminta tanggapan dari Pak Menkominfo dan jajarannya, apakah dari Pak Muzzammil atau, oh Pak Muzani. Silakan. F-GERINDRA (H. AHMAD MUZANI): Memang dalam pikiran KPI, jadi bukan mantan KPI, tetapi KPI. Tadi Pak Menteri menyebut Mantan KPI atau KPI lama istilahnya tadi, itu secara resmi mengatakan bahwa dia akan meminta ditunda untuk pelaksanaan KPI. Tetapi yang menarik adalah artinya itu pendapat Lembaga Resmi mereka, tetapi yang menarik adalah pendapat dari Asosiasi Televisi Swasta ataupun Lokal. Secara kelembagaan, mereka juga sama pendapatnya minta ditunda dalam hal pikiran dan pandangan pendapat yang disampaikan oleh Komisi I, tetapi pertanyaannya kenapa televisi-televisi mereka kemudian melanjutkan proses pengajuan digitalisasi, ini jawabannya sudah mereka sebagai pelaku usaha. 1. Dia mengatakan kami tidak ingin kehilangan kesempatan. 2. Kami tidak ingin dirugikan dan seterusnya sebagai pelaku usaha tentu saja. Pertimbangannya lebih kepada pertimbangan personal dan kepentingan bisnis, tetapi kalau mereka komunal, kumpul mereka maunya, karena mereka alasannya banyaklah, pokoknya panjang ceritanya sudah disampaikan oleh kawan-kawan tadi. Nah, saya kira dalam kasus ini, Komisi I menjadi penyambung lidah ini, sehingga kita semuanya mengikuti cerita seperti ini. Jadi, kesimpulan rapat minggu yang lalu kan di ruangan ini saya kira tidak ada yang tidak setuju digitalisasi, tidak ada, tetapi pertanyaannya kan adalah apakah perlu sekarang? Kan itu pertanyaannya. Kira-kira seperti itu. KETUA RAPAT: Terima kasih Pak Muzani. Dan saya kira dari sayap kanan dan kiri sudah menyampaikan pikiran, kami ingin mendengarkan tanggapan dari Pak Menkominfo terhadap catatan kesimpulan yang sudah tersusun tadi dan saya kira sebelum itu juga saya mau tambahkan juga memang stakeholder tadi kan kita bicara soal KPI dan juga di sini kan ada juga dari ATVLI dan ATVSI, itu juga mungkin perlu juga Pak Menteri untuk dibicarakan. Kita ingin memastikan agar supaya ketika ini berjalan, itu semua sudah dalam pemikiran dengan Rekan-rekan stakeholder tadi. Kami persilakan Pak Menteri.