SlideShare a Scribd company logo
1 of 11
Download to read offline
KATA PENGANTAR 
KETUA UMUM MASYARAKAT TELEMATIKA INDONESIA (MASTEL) 
PADA RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI I DPR-RI 
DENGAN MASYARAKAT TELEMATIKA INDONESIA (MASTEL) 
MENGENAI IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG 36 TAHUN 1999 
TENTANG TELEKOMUNIKASI 
Tanggal 10 Nopember 2014 
Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh 
Selamat pagi dan salam sejahtera bagi kita semua 
Yth. Ketua dan Wakil Ketua Komisi I DPR-RI 
Yth. Para Anggota Komisi I DPR-RI 
Para Hadirin Yth. 
1. Marilah bersama-sama kita haturkan puji syukur ke hadirat 
Allah SWT karena hanya atas karunia dan ridhoNya, kita dapat 
berkumpul pada pagi hari ini dalam keadaan sehat wal’afiat 
dalam rangka Rapat Dengar Pendapat Umum Komisi I DPR-RI 
dengan Mayarakat TeleMatika Indonesia (MASTEL). 
2. Perkenankanlah saya atas nama pengurus dan anggota Mastel 
menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada 
Pimpinan Komisi 1 atas undangan dan kesempatan yg diberikan 
kepada MASTEL untuk bertemu serta bertukar fikiran dengan 
para wakil rakyat yang tergabung dalam Komisi I DPR-RI 
mengenai industri telekomunikasi dan informatika khususnya 
tentang pandangan MASTEL mengenai Implementasi Undang-undang 
Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi. Semoga 
dari pertemuan ini kita dapat memperoleh manfaat sebagai 
bekal untuk mendukung dan mendorong perkembangan 
telekomunikasi dan informatika di negara kita agar dapat 
mengejar ketertinggalan dibandingkan dengan kemajuan
pembangunan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di 
negara negara tetangga. 
3. Bagi MASTEL, Komisi I-DPR RI bukanlah lembaga yang asing 
karena sejak beberapa tahun terakhir ini antara MASTEL 
dengan Komisi I telah terjalin suatu hubungan yang sangat 
baik. Frekuensi pertemuan pun termasuk sering baik dalam 
bentuk RDPU maupun pertemuan-pertemuan lainnya misalnya 
dalam kelompok kerja konvergensi dan penyiaran, maupun 
diskusi atau seminar yang diselenggarakan oleh MASTEL. 
Semoga keakraban ini dapat berlanjut pada masa bakti DPR-RI 
tahun 2014-2019 dan seterusnya. 
4. Sebelum memasuki substansi pembahasan hari ini , 
perkenankanlah kami untuk terlebih dahulu memperkenalkan, 
khususnya kepada para Anggota Komisi I-DPR-RI yang baru, 
sekelumit mengenai organisasi MASTEL/ Masyarakat 
Telematika Indonesia. MASTEL adalah organisasi profesional , 
nirlaba yang mandiri yang beranggotakan Asosiasi-asosiasi di 
bidang telekomunikasi dan penyiaran, perusahaan operator 
telekomunikasi , penyiaran, industri telekomunikasi, lembaga 
penelitian, akademisi serta profesional & praktisi perorangan 
yang bergerak dan berminat serta pedul i terhadap 
perkembangan bidang Telekomunikasi dan Informatika. 
Mastel didirikan pada tanggal 1 Desember 1993, pada saat 
pertelekomunikasian di Indonesia masih kental diwarnai 
dengan kondisi monopolistik di mana keikutsertaan swasta 
sebagai penyelenggara jasa telekomunikasi belum dii jinkan 
oleh peraturan perundangan yang berlaku. MASTEL pada saat 
itu dimotori oleh tiga kekuatan utama dalam bidang 
telekomunikasi , masing masing PT. Telkom, PT. Indosat dan 
Kementerian Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi RI didukung 
oleh Asosiasi (APNATEL) dan organisasi sosial P2TEL serta 
kalangan pelaku usaha dan tokoh tokoh senior yg bergerak 
dalam bidang telekomunikasi. Tujuan didirikannya Mastel 
tercermin dalam Visi yang dengan tegas menyatakan bahwa 
MASTEL konsisten untuk mewujudkan visinya sebagai 
organisasi yang kredibel dan mampu berperan aktif dalam 
mendorong pengembangan TeleMatika untuk kepentingan 
masyarakat Indonesia. Pada saat ini MASTEL beranggotakan 
700 orang anggota profesional dan akademisi , 75 perusahaan 
2
yang bergerak dalam bidang telekomunikasi, penyiaran, law 
firm dan 23 asosiasi yang bergerak di dalam bidang telematika. 
Dengan komposisi keanggotaan seperti yang kami sampaikan di 
atas, MASTEL dapat dikatakan sebagai organisasi payung 
(umbrel la organisation) bagi perusahaan dan asosiasi di bidang 
telematika di Indonesia. Sebagai sebuah organisasi dalam 
menjalankan visi misinya MASTEL digerakkan dengan perangkat 
organisasi yang terdiri dari Dewan Pengurus Harian, Dewan 
Profesi dan Asosiasi serta sekretariat yang dipimpin oleh 
Direktur Eksekutif dengan lembaga tertinggi ada pada 
Musyawarah Nasional Anggota Mastel. 
5. Rekam jejak Mastel dapat ditemukan di berbagai produk 
kebijakan dan perundangan yang berkaitan dengan 
telekomunikasi dan informatika serta penyiaran antara lain 
Undang Undang 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi dan 
Fundamental Technical Plan Tahun 2001 yang merupakan dua 
dokumen yang sangat penting di dalam tatanan bisnis 
Telekomunikasi di Indonesia. Keterlibatan ini terjadi karena 
bisnis telekomunikasi (di dunia, termasuk di Indonesia) 
merupakan salah satu bisnis yang sangat di atur oleh 
pemerintah (heavily-regulated). Dalam kaitan ini MASTEL 
dengan anggota yang kebanyakan berlatar belakang 
pengetahuan dan pengalaman di bidang telekomuniksi 
dilibatkan oleh Pemerintah pada saat penyusunan FTP tahun 
2001. Demikian pula pada saat penyusunan Undang Undang No 
32 tahun 2002 tentang Penyiaran dan berbagai kebijakan 
lainnya. Pada tahun 2009 MASTEL juga dilibatkan oleh 
Bappenas, Kementerian Kominfo serta Kementerian 
Koordinator Bidang Perekonomian menyusun Rencana 
Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2009-2014 serta 
Rencana Pita Lebar Indonesia (Indonesia Broadband Plan) yang 
ditetapkan dalam Peraturan Presiden RI No. 96 tahun 2014 dan 
merupakan peta jalan (road-map) Pembangunan jaringan 
pitalebar Indonesia. Dalam kaitan dengan kebijakan 
telekomunikasi nasional dan cyber security, MASTEL duduk 
sebagai anggota Dewan TIK Nasional yang ditetapkan dengan 
Keputusan Presiden RI No. 01 Tahun 2014 mengenai Dewan TIK 
Nasional, dan bersama Kantor Menko Polhukkam membentuk 
National Cyber Security Desk yang berada di bawah koordinasi 
Kemenko Polhukkam. 
3
4 
Bapak & Ibu Yth 
6. Sehubungan dengan agenda utama yang disampaikan oleh 
Komisi I DPR RI mengenai Implementasi Undang Undang Nomor 
36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi dan kaitannya terhadap 
trend Konvergensi, perkenankanlah kami menyampaikan 
beberapa pemikiran yang menjadi perhatian (concern) para 
pelaku industri sebagai berikut: 
a. Perlu disadari bahwa pada abad ke-21, telekomunikasi 
memegang peranan yang sangat penting di dalam kehidupan 
kita sehari-hari , baik dalam konteks kenegaraan, masyarakat 
bahkan individu. Infrastruktur telekomunikasi dewasa ini, 
khususnya Jaringan Pitalebar atau lebih sering dikenal 
sebagai Broadband Networks telah menjadi salah satu 
kebutuhan utama masyarakat di abad 21. Broadband 
merupakan infrastruktur ekonomi yang sangat vital yang 
akan menentukan tingkat pertumbuhan ekonomi di negara 
tersebut. Infrastruktur telekomunikasi tidak dapat lagi 
dipersepsikan sebagai suatu sarana dan prasarana yang 
dipergunakan hanya untuk menghubungkan komunikasi dari 
suatu titik ke titik yang lainnya, melainkan sebagai faktor 
pengungkit, faktor penentu yang akan menjamin 
keberhasilan pada sektor manapun dalam kehidupan kita 
bernegara dan bermasyarakat. Telekomunikasi merupakan 
enabler dalam suatu pembangunan ekonomi. Dalam kaitan 
inilah Bank Dunia mengemukakan hasil penelitian mereka 
bahwa setiap pertumbuhan 10 persen penetrasi akses 
internet di suatu negara, akan mendorong tumbuhnya 
Produk Domestik Bruto di negara tersebut sebesar 1,38 
persen. Dengan pemahaman seperti ini maka tidak 
mengherankan apabila di negara maju seperti Amerika 
Serikat, mereka mengelompokkan infrastruktur 
telekomunikasi sebagai critical-infrastructure atau 
infrastruktur kritis di mana gangguan terhadap infrastruktur 
telekomunikasi baik secara f isik maupun virtual
dikatagorikan sebagai suatu pelanggaran berat dengan 
ancaman pidana. 
b. Perlu dimaklumi bahwa dalam UU 36/1999 tentang 
Telekomunikasi, Pemerintah dibatasi kewenanganya hanya 
sebatas kepada fungsi Pembinaan sebagaimana dinyatakan 
dalam Pasal 4 bahwa telekomunikasi dikuasai oleh Negara 
dan pembinaannya dilakukan oleh Pemerintah. Fungsi 
Pembinaan ini meliputi penetapan kebi jakan, pengaturan, 
pengawasan dan pengendalian dan tidak termasuk fungsi 
penyediaan atau pembangunan, karena kegiatan-kegiatan ini 
sudah di limpahkan kepada badan usaha yang memperoleh 
ijin penyelenggaraan. Semangat dari UU 36/1999 saat itu 
adalah menghilangkan fungsi Pemerintah di bidang 
pembangunan sarana dan prasarana telekomunikasi yang 
sebelumnya ditugaskan oleh Undang-undang sebelumnya. 
Dalam Implementasi UU 36/1999 ini seringkali terjadi 
Pemerintah tidak berdaya terutama apabila harus melayani 
kebutuhan masyarakat di daerah-terpencil , daerah yang 
belum berkembang atau daerah yang secara ekonomi belum 
menguntungkan (unquick-yielding); karena pada umumnya 
badan usaha akan menolak pembangunan sarana 
telekomunikasi di lokasi-lokasi yang tidak menguntungkan 
bagi usaha mereka. Apakah Pemerintah akan diberikan 
kembali wewenang fungsi pembangunan dalam Perubahan 
UU 36/1999, kesemuanya kami serahkan kepada para 
Anggota Komisi I -DPR-RI. 
c. Kewajiban penyediaan jaringan telekomunikasi di daerah 
terpencil atau belum berkembang sesungguhnya sudah 
diatur dalam Pasal 16 UU 36/1999 di mana setiap 
Penyelenggara diwajibkan untuk memberikan kontribusi 
dalam pelayanan universal. Kontribusi pelayanan universal 
ini berbentuk penyediaan sarana dan prasarana 
telekomunikasi atau kompensasi lainnya. Namun Pasal 16 
berserta penjelasannya menimbulkan multi tafsir sehingga 
berpotensi dapat melanggar hukum (terutama dari kacamata 
5
Penegak Hukum). Oleh karena itu kewajiban USO ini perlu 
diatur dengan lebih transparan dan akuntabel sehingga 
masyarakat dapat ikut mengawasi penggunaan dana yang 
terkumpul dari para operator (1,25% dari pendapatan 
kotor). Kami t sepakat dan mendukung gagasan pemerintah 
untuk memeratakan layanan dan jasa telekomunikasi di 
seluruh tanah air, baik yang diperkotaan maupun yang jauh 
di daerah terpencil di Indonesia. Untuk itu kelangsungan 
program USO perlu dipertahankan eksistensinya walaupun 
perlu dilakukan pembenahan di sana sini agar tidak 
menimbulkan permasalahan hukum dikemudian hari. Di 
samping itu penggunaan dana USO pun perlu lebih realistis 
misalnya dapat juga digunakan untuk menunjang 
pengembangan infrastruktur di daerah penyangga 
perkotaan, seperti kota-kota satelit di sekitar Jakarta dan 
kota-kota besar lainnya yang dapat dipastikan sangat 
membutuhkan adanya jaringan pitalebar terutama kabel 
serat optik, untuk menumbuhkan industri kreati f yang 
sekaligus akan dapat bermanfaat untuk mengurangi tekanan 
trafik dari pinggiran kota ke pusat pusat kota. 
d. Masalah yang berkaitan dengan Penyelenggaraan diatur 
dalam Bab IV yang terdiri dari 36 pasal. Walaupun Pasal-pasal 
dalam bab ini dan berbagai peraturan turutannya 
sudah jelas dan dapat dimengerti dengan baik oleh para 
pelaku bisnis di bidang telekomunikasi, ternyata untuk 
aparat penegak hukum dianggap tidak jelas sehingga 
seringkali terjadi penafsiran yang berbeda, sebagaimana 
terjadi dalam kasus IM2 yang pernah kami sampaikan kepada 
Komisi I DPRI RI dalam acara RDPU tanggal 22 Januari 2013, 
mengenai Penggunaan Pita Frekuensi 2,1 Mhz PT. Indosat, 
sehingga kami tidak perlu mengulang apa yang pernah kami 
sampaikan pada waktu itu; hanya dalam kesempatan ini kami 
ingin melaporkan bahwa vonis terhadap mantan Direktur 
Utama PT. Indosat Mega Media (IM2) (Bapak Indar Atmanto) 
telah di jatuhi hukuman oleh majel is hakim baik pada sidang 
di Pengadilan Tipikor Jakarta maupun Pengadilan Tinggi 
6
Jakarta dinyatakan bersalah dengan hukuman 4 tahun 
penjara, dan denda sebesar Rp.200 Juta subsider 3 bulan 
penjara serta kewajiban membayar Rp.1,3 Triliun oleh IM2. 
Pada tingkat banding di Pengadilan Tinggi Jakarta hukuman 
menjadi 8 tahun penjara sementara kewajiban membayar 
Rp.1,3 Triliun dibebankan kepada PT IM2. Pada tingkat 
Mahkamah Agung kasasi yang diajukan ditolak oleh majelis 
hakim dan menguatkan vonis yang ditetapkan oleh 
Pengadilan Tinggi yaitu hukuman 8 tahun penjara dengan 
denda sebesar Rp. 1,3 Triliun. 
Sementara itu dalam tuntutan bahwa IM2 mengakibatkan 
kerugian negara sebesar Rp.1,3 Triliun sebagaimana yang 
dihitung oleh BPKP (sebelum kasus IM2 disidangkan) 
Mahkamah Agung dalam gugatan kasasi yang diajukan oleh 
BPKP menetapkan bahwa perhitungan BPKP adalah keliru 
dan tidak terjadi kerugian negara. Hal ini adalah sebagai 
kelanjutan keputusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) 
dimana majelis hakim dengan tegas menyatakan bahwa 
perhitungan BPKP yang menyatakan bahwa PT IM2 
mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp.1,3 Triliun 
sebagai suatu hal yang tidak sah dan harus dicabut. 
Keputusan ini diharapkan akan menjadi bukti baru yang 
dapat diajukan sebagai dasar Peninjauan Kembali; namun 
sayangnya masih terhambat, karena salinan keputusan MA 
masih belum dikirimkan kepada kepada pihak-pihak terkait 
padahal Sdr. Indar Atmanto sudah menjalani hukuman atas 
dasar petikan surat keputusan yang disampaikan oleh Pihak 
Kejaksaan Agung. Situasi ini , sangat mengganggu iklim 
usaha di bidang TIK karena adanya ketidakpastian hukum 
bagi para investor, dan membingungkan di mana 
Pemerintah/Regulator menyatakan tidak ada pelanggaran 
hukum yang dilakukan oleh IM2 tetapi para penegak hukum 
telah menjatuhkan vonis bersalah. Kami harapkan para 
Anggota Komisi I dapat benar-benar menyadari dan 
memikirkan hal-hal semacam ini , kami berharap pada saat 
Bapak & Ibu membuat berbagai undang-undang jangan 
sampai undang-undang tersebut dapat disalahtafsirkan oleh 
7
pihak-pihak terkait. Hal-hal yang pada awalnya dianggap 
sudah jelas oleh Bapak & Ibu tetapi bagi para penegak 
hukum belum tentu jelas atau dimengerti yang dapat 
mengakibatkan kekeliruan dalam membuat tuduhan maupun 
keputusan hakim. 
e. Sebagaimana kami sampaikan di bagian terdahulu bahwa 
akibat ditetapkannya UU 36/1999, di Indonesia telah terjadi 
restrukturisasi industri telekomunikasi dengan memberikan 
kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat (pelaku 
usaha baik dalam negeri maupun asing) untuk berusaha di 
bidang telekomunikasi dengan sasaran untuk meningkatkan 
pembangunan jaringan telekomunikasi (teledensitas, 
aksesibilitas) dan meningkatkan pelayanan jasa 
telekomunikasi utamanya jasa telekomukasi baru untuk 
memenuhi kebutuhan masyarakat. Pada saat itu Kebijakan 
menarik investor ke dalam industri telekomunikasi 
didasarkan kepada: - jumlah sarana dan prasarana 
telekomunikasi yang masih terbatas (tingkat density 
rendah), - minimnya dana Pemerintah untuk membangun 
infrastruktur telekomunikasi. 
Peran pemerintah dalam tahap awal restrukturisasi memang 
diperlukan, agar proses berjalan lancar, antara lain sebagai 
regulator untuk mengendalikan ijin-ijin terkait dengan 
penetapan jumlah penyelenggara; pengalokasian sumber 
daya (frekuensi, nomer dlsb). menghilangkan hambatan bagi 
masuknya operator baru, mengawasi interkoneksi antara 
operator baru dengan "incumbent", membuat program 
perluasan akses ke daerah yang harus dilayani. 
Namun sangat disayangkan bahwa pengaturan tentang 
adanya Regulator yang netral tidak diatur secara jelas oleh 
UU 36/1999, karena hanya dicantumkan dalam Penjelasan 
pada Pasal 4, sebagai bagian dari fungsi pembinaan. Untuk 
saat ini dan masa mendatang Regulator seharusnya benar-benar 
menjadi lembaga yang independen. Makna dari 
pengertian independen, yakni : independent dari 
perusahaan-perusahaan yang diaturnya agar tidak bias 
8
terhadap kepentingan perusahaan, independen dari tekanan 
politik. Dengan indenpendensi ini diharapkan dengan adanya 
perubahan dalam politik dan pemerintahan tidak membawa 
perubahan terhadap kebijakan dan regulasi, independen dari 
perseorangan dalam pengambilan keputusan untuk 
menjamin objektivitas dalam proses pengambilan keputusan. 
Oleh sebab itu seharusnya lembaga seperti ini tidak berada 
dibawah Menteri, seperti saat ini. 
f. Dalam Pasal 5 UU 36/1999 telah diatur pula tentang peran 
serta masyarakat yakni dalam bentuk penyampaian 
pemikiran dan pandangan yang berkembang dalam 
masyarakat mengenai arah pengembangan telekomunikasi 
dalam rangka penetapan kebijakan pengaturan, 
pengendalian dan pengawasan di bidaang telekomunikasi. 
Namun sayangnya walaupun sudah berjalan 15 tahun, tindak 
lanjut pengaturan tentang hal ini tidak pernah diterbitkan. 
Padahal dalam Pasal 5 ayat (2) UU 36/1999, secara jelas 
dinyatakan bahwa lembaga yang seharusnya dibentuk ini 
keanggotaannya terdiri dari asosiasi yang bergerak di 
bidang usaha telekomunikasi, asosiasi profesi 
telekomunikasi , asosisiasi produsen peralatan 
telekomunikasi , asosiasi pengguna jaringan dan jasa 
telekomunikasi dan masyarakat intelektual di bidang 
telekomunikasi. 
7. Terkait dengan konvergensi , hal ini adalah sebagai 
konsekwensi logis dari perkembangan teknologi di bidang 
telekomunikasi dan Informatika sehingga konvergensi 
merupakan suatu keniscayaan, yang tidak dapat kita hindari. 
Hal ini juga akan memberikan dampak yang sangat berarti 
terhadap rencana revisi UU 36/1999, mengingat di era 
konvergensi kita akan benar benar menyaksikan terjadinya 
konvergensi di dalam bidang infrastruktur telekomunikasi dan 
informatika serta Penyiaran sementara pada UU 36/1999 
dengan tegas mengatur klasifikasi penyelenggara ke dalam tiga 
layer masing masing penyelenggara jaringan, jasa dan khusus. 
9
Sesungguhnya konvergensi hanya akan terjadi pada tataran 
infrastrukturnya saja, sedangkan core-business (bisnis utama) 
masing masing pelaku bisnis seperti telekomunikasi , 
penyiaran,perbankan dan jasa keuangan akan tetap berjalan 
sebagaimana yang ada sekarang; namun kesemuanya ini akan 
melalui infrastruktur yang sama (converged). Apabila selama 
ini kita hanya dapat menyaksikan siaran televisi hanya melalui 
pesawat televisi yang dipancarkan dan dikelola oleh lembaga 
siaran maka ke depan kita akan dapat menyasikan siaran 
televisi dengan pilihan device yang semakin beragam, baik 
melalui telepon genggam komputer meja/desk top, video 
streaming, dll yang dapat juga dilakukan oleh perusahaan 
perusahaan di dalam bidang telekomunikasi. Demikian juga 
dengan layanan perbankan yang akan menjadi semakin luas 
menjangkau masyarakat, bahkan mampu menjangkau 
masyarakat yang selama ini kita kategorikan sebagai unbank-able. 
Melalui layanan dan jaringan telekomunikasi mereka 
akan dapat mengakses ke layanan jasa keuangan /perbankan 
seperti yang digariskan dalam konsep financial inclusion. 
Lambat tetapi pasti fakta tersebut akan terjadi secara merata 
di tanah air kita. 
Banyak tugas yang harus dilakukan oleh pemerintah agar 
dengan mulus kita dapat memasuki era konvergensi penuh (full 
convergence), antara lain pembenahan regulasi dan 
pengaturan frekuensi , pembangunan jaringan pitalebar. Era 
konvergensi penuh nantinya membutuhkan dukungan undang-undang 
dan regulasi dengan wawasan jauh ke depan dan 
dinamis dengan tingkat jaminan kepastian hukum yang tinggi. 
Pada era full konvergensi akan terjadi pemanfaatan jaringan 
bersama yang selama ini diperuntukkan dengan tegas antara 
pemanfaatan untuk telekomunikasi , akses data dan penyiaran 
secara terpisah. Ke depan dengan memanfaatkan jaringan yang 
sama, aneka jenis layanan akan dapat berjalan bersamaan. Tak 
terbayangkan bahwa dalam waktu yang tidak terlalu jauh ke 
depan kita di Indonesia akan dapat menikmati aneka layanan 
jasa telekomunikasi, komunikasi data dan perbankan serta jasa 
10
dan transaksi keuangan lainnya hanya melalui sebuah 
perangkat yang kita pergunakan. 
Demikian Kata Pengantar yang dapat kami sampaikan dengan 
harapan dapat lebih dikembangkan dalam sesi tanya jawab. Atas 
perhatian Bapak dan Ibu kami sampaikan ucapan terimakasih. 
11 
Wassalamualaikum, Wr. Wb. 
Setyanto P Santosa 
Ketua Umum

More Related Content

Viewers also liked

Nurhayati ali assegaf
Nurhayati ali assegafNurhayati ali assegaf
Nurhayati ali assegaffraksi balkon
 
H. andi muhammad ghalib,sh.mh
H. andi muhammad ghalib,sh.mhH. andi muhammad ghalib,sh.mh
H. andi muhammad ghalib,sh.mhfraksi balkon
 
H. biem triani benjamin
H. biem triani benjaminH. biem triani benjamin
H. biem triani benjaminfraksi balkon
 
Hj. kartika yudhisti, b, eng, m.sc
Hj. kartika yudhisti, b, eng, m.scHj. kartika yudhisti, b, eng, m.sc
Hj. kartika yudhisti, b, eng, m.scfraksi balkon
 
Risalah RDPU Komisi I DPR RI dengan Ketua Umum MASTEL dan Ketua Umum APJII
Risalah RDPU Komisi I DPR RI dengan Ketua Umum MASTEL dan Ketua Umum APJIIRisalah RDPU Komisi I DPR RI dengan Ketua Umum MASTEL dan Ketua Umum APJII
Risalah RDPU Komisi I DPR RI dengan Ketua Umum MASTEL dan Ketua Umum APJIIfraksi balkon
 
Dr. sjarifuddin hasan, mm, mba
Dr. sjarifuddin hasan, mm, mbaDr. sjarifuddin hasan, mm, mba
Dr. sjarifuddin hasan, mm, mbafraksi balkon
 
Mayjen tni (purn) salim mengga
Mayjen tni (purn) salim menggaMayjen tni (purn) salim mengga
Mayjen tni (purn) salim menggafraksi balkon
 
Syaiful bahri anshori
Syaiful bahri anshoriSyaiful bahri anshori
Syaiful bahri anshorifraksi balkon
 
K1 risalah rdp_komisi_i_dpr_ri_dgn_ketua_kpi_dan_dewan_pers
K1 risalah rdp_komisi_i_dpr_ri_dgn_ketua_kpi_dan_dewan_persK1 risalah rdp_komisi_i_dpr_ri_dgn_ketua_kpi_dan_dewan_pers
K1 risalah rdp_komisi_i_dpr_ri_dgn_ketua_kpi_dan_dewan_persfraksi balkon
 
Ir. h. teguh juwarno, m.si
Ir. h. teguh juwarno, m.siIr. h. teguh juwarno, m.si
Ir. h. teguh juwarno, m.sifraksi balkon
 
K1 risalah mp_iii_ts_2011-2012_risalah_rdp_panja_pencurian_pulsa_komisi_i_dg_...
K1 risalah mp_iii_ts_2011-2012_risalah_rdp_panja_pencurian_pulsa_komisi_i_dg_...K1 risalah mp_iii_ts_2011-2012_risalah_rdp_panja_pencurian_pulsa_komisi_i_dg_...
K1 risalah mp_iii_ts_2011-2012_risalah_rdp_panja_pencurian_pulsa_komisi_i_dg_...fraksi balkon
 
Risalah Raker Komisi I DPR RI dengan Menkominfo
Risalah Raker Komisi I DPR RI dengan MenkominfoRisalah Raker Komisi I DPR RI dengan Menkominfo
Risalah Raker Komisi I DPR RI dengan Menkominfofraksi balkon
 
K1 risalah mp_iii_ts_10-11_risalah_rdp&rdpu_kom_i_dg_brti,_id-sirtii,_operato...
K1 risalah mp_iii_ts_10-11_risalah_rdp&rdpu_kom_i_dg_brti,_id-sirtii,_operato...K1 risalah mp_iii_ts_10-11_risalah_rdp&rdpu_kom_i_dg_brti,_id-sirtii,_operato...
K1 risalah mp_iii_ts_10-11_risalah_rdp&rdpu_kom_i_dg_brti,_id-sirtii,_operato...fraksi balkon
 
M 001 -a1- rdpu komisi i - mastel
M 001 -a1- rdpu komisi i - mastelM 001 -a1- rdpu komisi i - mastel
M 001 -a1- rdpu komisi i - mastelfraksi balkon
 

Viewers also liked (19)

Nurhayati ali assegaf
Nurhayati ali assegafNurhayati ali assegaf
Nurhayati ali assegaf
 
Fadli zon
Fadli zonFadli zon
Fadli zon
 
Ir. alimin abdullah
Ir. alimin abdullahIr. alimin abdullah
Ir. alimin abdullah
 
H. andi muhammad ghalib,sh.mh
H. andi muhammad ghalib,sh.mhH. andi muhammad ghalib,sh.mh
H. andi muhammad ghalib,sh.mh
 
H. biem triani benjamin
H. biem triani benjaminH. biem triani benjamin
H. biem triani benjamin
 
Hj. kartika yudhisti, b, eng, m.sc
Hj. kartika yudhisti, b, eng, m.scHj. kartika yudhisti, b, eng, m.sc
Hj. kartika yudhisti, b, eng, m.sc
 
Risalah RDPU Komisi I DPR RI dengan Ketua Umum MASTEL dan Ketua Umum APJII
Risalah RDPU Komisi I DPR RI dengan Ketua Umum MASTEL dan Ketua Umum APJIIRisalah RDPU Komisi I DPR RI dengan Ketua Umum MASTEL dan Ketua Umum APJII
Risalah RDPU Komisi I DPR RI dengan Ketua Umum MASTEL dan Ketua Umum APJII
 
Tb hasanuddin
Tb hasanuddinTb hasanuddin
Tb hasanuddin
 
Dr. sjarifuddin hasan, mm, mba
Dr. sjarifuddin hasan, mm, mbaDr. sjarifuddin hasan, mm, mba
Dr. sjarifuddin hasan, mm, mba
 
Evita nursanty
Evita nursantyEvita nursanty
Evita nursanty
 
Mayjen tni (purn) salim mengga
Mayjen tni (purn) salim menggaMayjen tni (purn) salim mengga
Mayjen tni (purn) salim mengga
 
Syaiful bahri anshori
Syaiful bahri anshoriSyaiful bahri anshori
Syaiful bahri anshori
 
K1 risalah rdp_komisi_i_dpr_ri_dgn_ketua_kpi_dan_dewan_pers
K1 risalah rdp_komisi_i_dpr_ri_dgn_ketua_kpi_dan_dewan_persK1 risalah rdp_komisi_i_dpr_ri_dgn_ketua_kpi_dan_dewan_pers
K1 risalah rdp_komisi_i_dpr_ri_dgn_ketua_kpi_dan_dewan_pers
 
Ir. h. teguh juwarno, m.si
Ir. h. teguh juwarno, m.siIr. h. teguh juwarno, m.si
Ir. h. teguh juwarno, m.si
 
K1 risalah mp_iii_ts_2011-2012_risalah_rdp_panja_pencurian_pulsa_komisi_i_dg_...
K1 risalah mp_iii_ts_2011-2012_risalah_rdp_panja_pencurian_pulsa_komisi_i_dg_...K1 risalah mp_iii_ts_2011-2012_risalah_rdp_panja_pencurian_pulsa_komisi_i_dg_...
K1 risalah mp_iii_ts_2011-2012_risalah_rdp_panja_pencurian_pulsa_komisi_i_dg_...
 
Budi youyastri
Budi youyastriBudi youyastri
Budi youyastri
 
Risalah Raker Komisi I DPR RI dengan Menkominfo
Risalah Raker Komisi I DPR RI dengan MenkominfoRisalah Raker Komisi I DPR RI dengan Menkominfo
Risalah Raker Komisi I DPR RI dengan Menkominfo
 
K1 risalah mp_iii_ts_10-11_risalah_rdp&rdpu_kom_i_dg_brti,_id-sirtii,_operato...
K1 risalah mp_iii_ts_10-11_risalah_rdp&rdpu_kom_i_dg_brti,_id-sirtii,_operato...K1 risalah mp_iii_ts_10-11_risalah_rdp&rdpu_kom_i_dg_brti,_id-sirtii,_operato...
K1 risalah mp_iii_ts_10-11_risalah_rdp&rdpu_kom_i_dg_brti,_id-sirtii,_operato...
 
M 001 -a1- rdpu komisi i - mastel
M 001 -a1- rdpu komisi i - mastelM 001 -a1- rdpu komisi i - mastel
M 001 -a1- rdpu komisi i - mastel
 

Similar to M 001 -a1- risalah kata pengantar rdpu 10 nopember 2014 2

Rpm Konten Multimedia
Rpm  Konten  MultimediaRpm  Konten  Multimedia
Rpm Konten Multimediaekoyulia
 
Indepth report telematika di bawah cengkraman neoliberal
Indepth report telematika di bawah cengkraman neoliberalIndepth report telematika di bawah cengkraman neoliberal
Indepth report telematika di bawah cengkraman neoliberalSatuDunia Foundation
 
Indepth report membaca inisiatif e asean
Indepth report membaca inisiatif e asean Indepth report membaca inisiatif e asean
Indepth report membaca inisiatif e asean SatuDunia Foundation
 
Dasar komunikasi negara
Dasar komunikasi negaraDasar komunikasi negara
Dasar komunikasi negaraMunirah Najmah
 
Menuntaskan Pembangunan Jalan Tol Informasi.pdf
Menuntaskan Pembangunan Jalan Tol Informasi.pdfMenuntaskan Pembangunan Jalan Tol Informasi.pdf
Menuntaskan Pembangunan Jalan Tol Informasi.pdfSatriyo Dharmanto
 
Uu 36 thn. 1999 ttg.telekomunikasi
Uu 36 thn. 1999 ttg.telekomunikasiUu 36 thn. 1999 ttg.telekomunikasi
Uu 36 thn. 1999 ttg.telekomunikasiUlin Yusron
 
Article 19 ict watch - navigating - bahasa
Article 19   ict watch - navigating - bahasaArticle 19   ict watch - navigating - bahasa
Article 19 ict watch - navigating - bahasaICT Watch
 
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PEMBANGUNAN DA...
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PEMBANGUNAN DA...PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PEMBANGUNAN DA...
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PEMBANGUNAN DA...iniPurwokerto
 
Profile Komunitas Desa-desa melek Informasi dan Teknologi (DedemIT)
 Profile Komunitas Desa-desa melek Informasi dan Teknologi (DedemIT)  Profile Komunitas Desa-desa melek Informasi dan Teknologi (DedemIT)
Profile Komunitas Desa-desa melek Informasi dan Teknologi (DedemIT) Juniar Sundara
 
1 uu no.36-1999_tentang_telekomunikasi
1 uu no.36-1999_tentang_telekomunikasi1 uu no.36-1999_tentang_telekomunikasi
1 uu no.36-1999_tentang_telekomunikasiTomi Oktavianor
 
K1 risalah risalah_rapat_dengar_pendapat_umum_(rdpu)_dengan_direksi_pt_indosa...
K1 risalah risalah_rapat_dengar_pendapat_umum_(rdpu)_dengan_direksi_pt_indosa...K1 risalah risalah_rapat_dengar_pendapat_umum_(rdpu)_dengan_direksi_pt_indosa...
K1 risalah risalah_rapat_dengar_pendapat_umum_(rdpu)_dengan_direksi_pt_indosa...fraksi balkon
 
Tanggapan ICT Watch atas RPM OTT
Tanggapan ICT Watch atas RPM OTTTanggapan ICT Watch atas RPM OTT
Tanggapan ICT Watch atas RPM OTTICT Watch
 
Nota Keberatan APJII atas Permen Situs Negatif
Nota Keberatan APJII atas Permen Situs NegatifNota Keberatan APJII atas Permen Situs Negatif
Nota Keberatan APJII atas Permen Situs NegatifICT Watch
 
Kasus analisis-eksternal-dan-internal-telkom-april-2009
Kasus analisis-eksternal-dan-internal-telkom-april-2009Kasus analisis-eksternal-dan-internal-telkom-april-2009
Kasus analisis-eksternal-dan-internal-telkom-april-2009World Company
 

Similar to M 001 -a1- risalah kata pengantar rdpu 10 nopember 2014 2 (20)

Rpm Konten Multimedia
Rpm  Konten  MultimediaRpm  Konten  Multimedia
Rpm Konten Multimedia
 
Indepth report telematika di bawah cengkraman neoliberal
Indepth report telematika di bawah cengkraman neoliberalIndepth report telematika di bawah cengkraman neoliberal
Indepth report telematika di bawah cengkraman neoliberal
 
Psk
PskPsk
Psk
 
Psk
PskPsk
Psk
 
Indepth report membaca inisiatif e asean
Indepth report membaca inisiatif e asean Indepth report membaca inisiatif e asean
Indepth report membaca inisiatif e asean
 
Dasar komunikasi negara
Dasar komunikasi negaraDasar komunikasi negara
Dasar komunikasi negara
 
Bab 1 4
Bab 1 4Bab 1 4
Bab 1 4
 
Menuntaskan Pembangunan Jalan Tol Informasi.pdf
Menuntaskan Pembangunan Jalan Tol Informasi.pdfMenuntaskan Pembangunan Jalan Tol Informasi.pdf
Menuntaskan Pembangunan Jalan Tol Informasi.pdf
 
Uu 36 thn. 1999 ttg.telekomunikasi
Uu 36 thn. 1999 ttg.telekomunikasiUu 36 thn. 1999 ttg.telekomunikasi
Uu 36 thn. 1999 ttg.telekomunikasi
 
Uu 03 1989
Uu 03 1989Uu 03 1989
Uu 03 1989
 
Article 19 ict watch - navigating - bahasa
Article 19   ict watch - navigating - bahasaArticle 19   ict watch - navigating - bahasa
Article 19 ict watch - navigating - bahasa
 
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PEMBANGUNAN DA...
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PEMBANGUNAN DA...PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PEMBANGUNAN DA...
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PEMBANGUNAN DA...
 
Penjelasan Telematika
Penjelasan TelematikaPenjelasan Telematika
Penjelasan Telematika
 
Profile Komunitas Desa-desa melek Informasi dan Teknologi (DedemIT)
 Profile Komunitas Desa-desa melek Informasi dan Teknologi (DedemIT)  Profile Komunitas Desa-desa melek Informasi dan Teknologi (DedemIT)
Profile Komunitas Desa-desa melek Informasi dan Teknologi (DedemIT)
 
1 uu no.36-1999_tentang_telekomunikasi
1 uu no.36-1999_tentang_telekomunikasi1 uu no.36-1999_tentang_telekomunikasi
1 uu no.36-1999_tentang_telekomunikasi
 
K1 risalah risalah_rapat_dengar_pendapat_umum_(rdpu)_dengan_direksi_pt_indosa...
K1 risalah risalah_rapat_dengar_pendapat_umum_(rdpu)_dengan_direksi_pt_indosa...K1 risalah risalah_rapat_dengar_pendapat_umum_(rdpu)_dengan_direksi_pt_indosa...
K1 risalah risalah_rapat_dengar_pendapat_umum_(rdpu)_dengan_direksi_pt_indosa...
 
Tanggapan ICT Watch atas RPM OTT
Tanggapan ICT Watch atas RPM OTTTanggapan ICT Watch atas RPM OTT
Tanggapan ICT Watch atas RPM OTT
 
Uu ite
Uu iteUu ite
Uu ite
 
Nota Keberatan APJII atas Permen Situs Negatif
Nota Keberatan APJII atas Permen Situs NegatifNota Keberatan APJII atas Permen Situs Negatif
Nota Keberatan APJII atas Permen Situs Negatif
 
Kasus analisis-eksternal-dan-internal-telkom-april-2009
Kasus analisis-eksternal-dan-internal-telkom-april-2009Kasus analisis-eksternal-dan-internal-telkom-april-2009
Kasus analisis-eksternal-dan-internal-telkom-april-2009
 

More from fraksi balkon

Risalah raker komisi i dpr ri dengan kemenkominfo, selasa, 27 januari 2015
Risalah raker komisi i dpr ri dengan kemenkominfo, selasa, 27 januari 2015Risalah raker komisi i dpr ri dengan kemenkominfo, selasa, 27 januari 2015
Risalah raker komisi i dpr ri dengan kemenkominfo, selasa, 27 januari 2015fraksi balkon
 
Irine yusiana roba putri
Irine yusiana roba putriIrine yusiana roba putri
Irine yusiana roba putrifraksi balkon
 
Mohammad arief suditomo
Mohammad arief suditomoMohammad arief suditomo
Mohammad arief suditomofraksi balkon
 
H. syaifullah tamliha, s.pi, ms
H. syaifullah tamliha, s.pi, msH. syaifullah tamliha, s.pi, ms
H. syaifullah tamliha, s.pi, msfraksi balkon
 
Dr. h. achmad dimyati natakusumah, sh, mh, m.si
Dr. h. achmad dimyati natakusumah, sh, mh, m.siDr. h. achmad dimyati natakusumah, sh, mh, m.si
Dr. h. achmad dimyati natakusumah, sh, mh, m.sifraksi balkon
 
Mayor jenderal tni. (purn) supiadin aries saputra
Mayor jenderal tni. (purn) supiadin aries saputraMayor jenderal tni. (purn) supiadin aries saputra
Mayor jenderal tni. (purn) supiadin aries saputrafraksi balkon
 
Prananda surya paloh
Prananda surya palohPrananda surya paloh
Prananda surya palohfraksi balkon
 
Viktor bungtilu laiskodat
Viktor bungtilu laiskodatViktor bungtilu laiskodat
Viktor bungtilu laiskodatfraksi balkon
 
Prof. dr. bachtiar aly, ma
Prof. dr. bachtiar aly, maProf. dr. bachtiar aly, ma
Prof. dr. bachtiar aly, mafraksi balkon
 
H.m. gamari soetrisno
H.m. gamari soetrisnoH.m. gamari soetrisno
H.m. gamari soetrisnofraksi balkon
 

More from fraksi balkon (20)

Risalah raker komisi i dpr ri dengan kemenkominfo, selasa, 27 januari 2015
Risalah raker komisi i dpr ri dengan kemenkominfo, selasa, 27 januari 2015Risalah raker komisi i dpr ri dengan kemenkominfo, selasa, 27 januari 2015
Risalah raker komisi i dpr ri dengan kemenkominfo, selasa, 27 januari 2015
 
Marinus gea
Marinus geaMarinus gea
Marinus gea
 
Irine yusiana roba putri
Irine yusiana roba putriIrine yusiana roba putri
Irine yusiana roba putri
 
Andi ridwan wittiri
Andi ridwan wittiriAndi ridwan wittiri
Andi ridwan wittiri
 
Charles honoris
Charles honorisCharles honoris
Charles honoris
 
Effendi sibolon
Effendi sibolonEffendi sibolon
Effendi sibolon
 
Pramono anung
Pramono anungPramono anung
Pramono anung
 
Rudianto tjen
Rudianto tjenRudianto tjen
Rudianto tjen
 
Zulkifli hasan
Zulkifli hasanZulkifli hasan
Zulkifli hasan
 
Ida fauziyah
Ida fauziyahIda fauziyah
Ida fauziyah
 
Muhaimin iskandar
Muhaimin iskandarMuhaimin iskandar
Muhaimin iskandar
 
Mohammad arief suditomo
Mohammad arief suditomoMohammad arief suditomo
Mohammad arief suditomo
 
H. syaifullah tamliha, s.pi, ms
H. syaifullah tamliha, s.pi, msH. syaifullah tamliha, s.pi, ms
H. syaifullah tamliha, s.pi, ms
 
Dr. h. achmad dimyati natakusumah, sh, mh, m.si
Dr. h. achmad dimyati natakusumah, sh, mh, m.siDr. h. achmad dimyati natakusumah, sh, mh, m.si
Dr. h. achmad dimyati natakusumah, sh, mh, m.si
 
Mayor jenderal tni. (purn) supiadin aries saputra
Mayor jenderal tni. (purn) supiadin aries saputraMayor jenderal tni. (purn) supiadin aries saputra
Mayor jenderal tni. (purn) supiadin aries saputra
 
Prananda surya paloh
Prananda surya palohPrananda surya paloh
Prananda surya paloh
 
Viktor bungtilu laiskodat
Viktor bungtilu laiskodatViktor bungtilu laiskodat
Viktor bungtilu laiskodat
 
Prof. dr. bachtiar aly, ma
Prof. dr. bachtiar aly, maProf. dr. bachtiar aly, ma
Prof. dr. bachtiar aly, ma
 
H.m. gamari soetrisno
H.m. gamari soetrisnoH.m. gamari soetrisno
H.m. gamari soetrisno
 
Dr. h. sukamta
Dr. h. sukamtaDr. h. sukamta
Dr. h. sukamta
 

M 001 -a1- risalah kata pengantar rdpu 10 nopember 2014 2

  • 1. KATA PENGANTAR KETUA UMUM MASYARAKAT TELEMATIKA INDONESIA (MASTEL) PADA RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI I DPR-RI DENGAN MASYARAKAT TELEMATIKA INDONESIA (MASTEL) MENGENAI IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG 36 TAHUN 1999 TENTANG TELEKOMUNIKASI Tanggal 10 Nopember 2014 Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh Selamat pagi dan salam sejahtera bagi kita semua Yth. Ketua dan Wakil Ketua Komisi I DPR-RI Yth. Para Anggota Komisi I DPR-RI Para Hadirin Yth. 1. Marilah bersama-sama kita haturkan puji syukur ke hadirat Allah SWT karena hanya atas karunia dan ridhoNya, kita dapat berkumpul pada pagi hari ini dalam keadaan sehat wal’afiat dalam rangka Rapat Dengar Pendapat Umum Komisi I DPR-RI dengan Mayarakat TeleMatika Indonesia (MASTEL). 2. Perkenankanlah saya atas nama pengurus dan anggota Mastel menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada Pimpinan Komisi 1 atas undangan dan kesempatan yg diberikan kepada MASTEL untuk bertemu serta bertukar fikiran dengan para wakil rakyat yang tergabung dalam Komisi I DPR-RI mengenai industri telekomunikasi dan informatika khususnya tentang pandangan MASTEL mengenai Implementasi Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi. Semoga dari pertemuan ini kita dapat memperoleh manfaat sebagai bekal untuk mendukung dan mendorong perkembangan telekomunikasi dan informatika di negara kita agar dapat mengejar ketertinggalan dibandingkan dengan kemajuan
  • 2. pembangunan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di negara negara tetangga. 3. Bagi MASTEL, Komisi I-DPR RI bukanlah lembaga yang asing karena sejak beberapa tahun terakhir ini antara MASTEL dengan Komisi I telah terjalin suatu hubungan yang sangat baik. Frekuensi pertemuan pun termasuk sering baik dalam bentuk RDPU maupun pertemuan-pertemuan lainnya misalnya dalam kelompok kerja konvergensi dan penyiaran, maupun diskusi atau seminar yang diselenggarakan oleh MASTEL. Semoga keakraban ini dapat berlanjut pada masa bakti DPR-RI tahun 2014-2019 dan seterusnya. 4. Sebelum memasuki substansi pembahasan hari ini , perkenankanlah kami untuk terlebih dahulu memperkenalkan, khususnya kepada para Anggota Komisi I-DPR-RI yang baru, sekelumit mengenai organisasi MASTEL/ Masyarakat Telematika Indonesia. MASTEL adalah organisasi profesional , nirlaba yang mandiri yang beranggotakan Asosiasi-asosiasi di bidang telekomunikasi dan penyiaran, perusahaan operator telekomunikasi , penyiaran, industri telekomunikasi, lembaga penelitian, akademisi serta profesional & praktisi perorangan yang bergerak dan berminat serta pedul i terhadap perkembangan bidang Telekomunikasi dan Informatika. Mastel didirikan pada tanggal 1 Desember 1993, pada saat pertelekomunikasian di Indonesia masih kental diwarnai dengan kondisi monopolistik di mana keikutsertaan swasta sebagai penyelenggara jasa telekomunikasi belum dii jinkan oleh peraturan perundangan yang berlaku. MASTEL pada saat itu dimotori oleh tiga kekuatan utama dalam bidang telekomunikasi , masing masing PT. Telkom, PT. Indosat dan Kementerian Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi RI didukung oleh Asosiasi (APNATEL) dan organisasi sosial P2TEL serta kalangan pelaku usaha dan tokoh tokoh senior yg bergerak dalam bidang telekomunikasi. Tujuan didirikannya Mastel tercermin dalam Visi yang dengan tegas menyatakan bahwa MASTEL konsisten untuk mewujudkan visinya sebagai organisasi yang kredibel dan mampu berperan aktif dalam mendorong pengembangan TeleMatika untuk kepentingan masyarakat Indonesia. Pada saat ini MASTEL beranggotakan 700 orang anggota profesional dan akademisi , 75 perusahaan 2
  • 3. yang bergerak dalam bidang telekomunikasi, penyiaran, law firm dan 23 asosiasi yang bergerak di dalam bidang telematika. Dengan komposisi keanggotaan seperti yang kami sampaikan di atas, MASTEL dapat dikatakan sebagai organisasi payung (umbrel la organisation) bagi perusahaan dan asosiasi di bidang telematika di Indonesia. Sebagai sebuah organisasi dalam menjalankan visi misinya MASTEL digerakkan dengan perangkat organisasi yang terdiri dari Dewan Pengurus Harian, Dewan Profesi dan Asosiasi serta sekretariat yang dipimpin oleh Direktur Eksekutif dengan lembaga tertinggi ada pada Musyawarah Nasional Anggota Mastel. 5. Rekam jejak Mastel dapat ditemukan di berbagai produk kebijakan dan perundangan yang berkaitan dengan telekomunikasi dan informatika serta penyiaran antara lain Undang Undang 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi dan Fundamental Technical Plan Tahun 2001 yang merupakan dua dokumen yang sangat penting di dalam tatanan bisnis Telekomunikasi di Indonesia. Keterlibatan ini terjadi karena bisnis telekomunikasi (di dunia, termasuk di Indonesia) merupakan salah satu bisnis yang sangat di atur oleh pemerintah (heavily-regulated). Dalam kaitan ini MASTEL dengan anggota yang kebanyakan berlatar belakang pengetahuan dan pengalaman di bidang telekomuniksi dilibatkan oleh Pemerintah pada saat penyusunan FTP tahun 2001. Demikian pula pada saat penyusunan Undang Undang No 32 tahun 2002 tentang Penyiaran dan berbagai kebijakan lainnya. Pada tahun 2009 MASTEL juga dilibatkan oleh Bappenas, Kementerian Kominfo serta Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2009-2014 serta Rencana Pita Lebar Indonesia (Indonesia Broadband Plan) yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden RI No. 96 tahun 2014 dan merupakan peta jalan (road-map) Pembangunan jaringan pitalebar Indonesia. Dalam kaitan dengan kebijakan telekomunikasi nasional dan cyber security, MASTEL duduk sebagai anggota Dewan TIK Nasional yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden RI No. 01 Tahun 2014 mengenai Dewan TIK Nasional, dan bersama Kantor Menko Polhukkam membentuk National Cyber Security Desk yang berada di bawah koordinasi Kemenko Polhukkam. 3
  • 4. 4 Bapak & Ibu Yth 6. Sehubungan dengan agenda utama yang disampaikan oleh Komisi I DPR RI mengenai Implementasi Undang Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi dan kaitannya terhadap trend Konvergensi, perkenankanlah kami menyampaikan beberapa pemikiran yang menjadi perhatian (concern) para pelaku industri sebagai berikut: a. Perlu disadari bahwa pada abad ke-21, telekomunikasi memegang peranan yang sangat penting di dalam kehidupan kita sehari-hari , baik dalam konteks kenegaraan, masyarakat bahkan individu. Infrastruktur telekomunikasi dewasa ini, khususnya Jaringan Pitalebar atau lebih sering dikenal sebagai Broadband Networks telah menjadi salah satu kebutuhan utama masyarakat di abad 21. Broadband merupakan infrastruktur ekonomi yang sangat vital yang akan menentukan tingkat pertumbuhan ekonomi di negara tersebut. Infrastruktur telekomunikasi tidak dapat lagi dipersepsikan sebagai suatu sarana dan prasarana yang dipergunakan hanya untuk menghubungkan komunikasi dari suatu titik ke titik yang lainnya, melainkan sebagai faktor pengungkit, faktor penentu yang akan menjamin keberhasilan pada sektor manapun dalam kehidupan kita bernegara dan bermasyarakat. Telekomunikasi merupakan enabler dalam suatu pembangunan ekonomi. Dalam kaitan inilah Bank Dunia mengemukakan hasil penelitian mereka bahwa setiap pertumbuhan 10 persen penetrasi akses internet di suatu negara, akan mendorong tumbuhnya Produk Domestik Bruto di negara tersebut sebesar 1,38 persen. Dengan pemahaman seperti ini maka tidak mengherankan apabila di negara maju seperti Amerika Serikat, mereka mengelompokkan infrastruktur telekomunikasi sebagai critical-infrastructure atau infrastruktur kritis di mana gangguan terhadap infrastruktur telekomunikasi baik secara f isik maupun virtual
  • 5. dikatagorikan sebagai suatu pelanggaran berat dengan ancaman pidana. b. Perlu dimaklumi bahwa dalam UU 36/1999 tentang Telekomunikasi, Pemerintah dibatasi kewenanganya hanya sebatas kepada fungsi Pembinaan sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 4 bahwa telekomunikasi dikuasai oleh Negara dan pembinaannya dilakukan oleh Pemerintah. Fungsi Pembinaan ini meliputi penetapan kebi jakan, pengaturan, pengawasan dan pengendalian dan tidak termasuk fungsi penyediaan atau pembangunan, karena kegiatan-kegiatan ini sudah di limpahkan kepada badan usaha yang memperoleh ijin penyelenggaraan. Semangat dari UU 36/1999 saat itu adalah menghilangkan fungsi Pemerintah di bidang pembangunan sarana dan prasarana telekomunikasi yang sebelumnya ditugaskan oleh Undang-undang sebelumnya. Dalam Implementasi UU 36/1999 ini seringkali terjadi Pemerintah tidak berdaya terutama apabila harus melayani kebutuhan masyarakat di daerah-terpencil , daerah yang belum berkembang atau daerah yang secara ekonomi belum menguntungkan (unquick-yielding); karena pada umumnya badan usaha akan menolak pembangunan sarana telekomunikasi di lokasi-lokasi yang tidak menguntungkan bagi usaha mereka. Apakah Pemerintah akan diberikan kembali wewenang fungsi pembangunan dalam Perubahan UU 36/1999, kesemuanya kami serahkan kepada para Anggota Komisi I -DPR-RI. c. Kewajiban penyediaan jaringan telekomunikasi di daerah terpencil atau belum berkembang sesungguhnya sudah diatur dalam Pasal 16 UU 36/1999 di mana setiap Penyelenggara diwajibkan untuk memberikan kontribusi dalam pelayanan universal. Kontribusi pelayanan universal ini berbentuk penyediaan sarana dan prasarana telekomunikasi atau kompensasi lainnya. Namun Pasal 16 berserta penjelasannya menimbulkan multi tafsir sehingga berpotensi dapat melanggar hukum (terutama dari kacamata 5
  • 6. Penegak Hukum). Oleh karena itu kewajiban USO ini perlu diatur dengan lebih transparan dan akuntabel sehingga masyarakat dapat ikut mengawasi penggunaan dana yang terkumpul dari para operator (1,25% dari pendapatan kotor). Kami t sepakat dan mendukung gagasan pemerintah untuk memeratakan layanan dan jasa telekomunikasi di seluruh tanah air, baik yang diperkotaan maupun yang jauh di daerah terpencil di Indonesia. Untuk itu kelangsungan program USO perlu dipertahankan eksistensinya walaupun perlu dilakukan pembenahan di sana sini agar tidak menimbulkan permasalahan hukum dikemudian hari. Di samping itu penggunaan dana USO pun perlu lebih realistis misalnya dapat juga digunakan untuk menunjang pengembangan infrastruktur di daerah penyangga perkotaan, seperti kota-kota satelit di sekitar Jakarta dan kota-kota besar lainnya yang dapat dipastikan sangat membutuhkan adanya jaringan pitalebar terutama kabel serat optik, untuk menumbuhkan industri kreati f yang sekaligus akan dapat bermanfaat untuk mengurangi tekanan trafik dari pinggiran kota ke pusat pusat kota. d. Masalah yang berkaitan dengan Penyelenggaraan diatur dalam Bab IV yang terdiri dari 36 pasal. Walaupun Pasal-pasal dalam bab ini dan berbagai peraturan turutannya sudah jelas dan dapat dimengerti dengan baik oleh para pelaku bisnis di bidang telekomunikasi, ternyata untuk aparat penegak hukum dianggap tidak jelas sehingga seringkali terjadi penafsiran yang berbeda, sebagaimana terjadi dalam kasus IM2 yang pernah kami sampaikan kepada Komisi I DPRI RI dalam acara RDPU tanggal 22 Januari 2013, mengenai Penggunaan Pita Frekuensi 2,1 Mhz PT. Indosat, sehingga kami tidak perlu mengulang apa yang pernah kami sampaikan pada waktu itu; hanya dalam kesempatan ini kami ingin melaporkan bahwa vonis terhadap mantan Direktur Utama PT. Indosat Mega Media (IM2) (Bapak Indar Atmanto) telah di jatuhi hukuman oleh majel is hakim baik pada sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta maupun Pengadilan Tinggi 6
  • 7. Jakarta dinyatakan bersalah dengan hukuman 4 tahun penjara, dan denda sebesar Rp.200 Juta subsider 3 bulan penjara serta kewajiban membayar Rp.1,3 Triliun oleh IM2. Pada tingkat banding di Pengadilan Tinggi Jakarta hukuman menjadi 8 tahun penjara sementara kewajiban membayar Rp.1,3 Triliun dibebankan kepada PT IM2. Pada tingkat Mahkamah Agung kasasi yang diajukan ditolak oleh majelis hakim dan menguatkan vonis yang ditetapkan oleh Pengadilan Tinggi yaitu hukuman 8 tahun penjara dengan denda sebesar Rp. 1,3 Triliun. Sementara itu dalam tuntutan bahwa IM2 mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp.1,3 Triliun sebagaimana yang dihitung oleh BPKP (sebelum kasus IM2 disidangkan) Mahkamah Agung dalam gugatan kasasi yang diajukan oleh BPKP menetapkan bahwa perhitungan BPKP adalah keliru dan tidak terjadi kerugian negara. Hal ini adalah sebagai kelanjutan keputusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dimana majelis hakim dengan tegas menyatakan bahwa perhitungan BPKP yang menyatakan bahwa PT IM2 mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp.1,3 Triliun sebagai suatu hal yang tidak sah dan harus dicabut. Keputusan ini diharapkan akan menjadi bukti baru yang dapat diajukan sebagai dasar Peninjauan Kembali; namun sayangnya masih terhambat, karena salinan keputusan MA masih belum dikirimkan kepada kepada pihak-pihak terkait padahal Sdr. Indar Atmanto sudah menjalani hukuman atas dasar petikan surat keputusan yang disampaikan oleh Pihak Kejaksaan Agung. Situasi ini , sangat mengganggu iklim usaha di bidang TIK karena adanya ketidakpastian hukum bagi para investor, dan membingungkan di mana Pemerintah/Regulator menyatakan tidak ada pelanggaran hukum yang dilakukan oleh IM2 tetapi para penegak hukum telah menjatuhkan vonis bersalah. Kami harapkan para Anggota Komisi I dapat benar-benar menyadari dan memikirkan hal-hal semacam ini , kami berharap pada saat Bapak & Ibu membuat berbagai undang-undang jangan sampai undang-undang tersebut dapat disalahtafsirkan oleh 7
  • 8. pihak-pihak terkait. Hal-hal yang pada awalnya dianggap sudah jelas oleh Bapak & Ibu tetapi bagi para penegak hukum belum tentu jelas atau dimengerti yang dapat mengakibatkan kekeliruan dalam membuat tuduhan maupun keputusan hakim. e. Sebagaimana kami sampaikan di bagian terdahulu bahwa akibat ditetapkannya UU 36/1999, di Indonesia telah terjadi restrukturisasi industri telekomunikasi dengan memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat (pelaku usaha baik dalam negeri maupun asing) untuk berusaha di bidang telekomunikasi dengan sasaran untuk meningkatkan pembangunan jaringan telekomunikasi (teledensitas, aksesibilitas) dan meningkatkan pelayanan jasa telekomunikasi utamanya jasa telekomukasi baru untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Pada saat itu Kebijakan menarik investor ke dalam industri telekomunikasi didasarkan kepada: - jumlah sarana dan prasarana telekomunikasi yang masih terbatas (tingkat density rendah), - minimnya dana Pemerintah untuk membangun infrastruktur telekomunikasi. Peran pemerintah dalam tahap awal restrukturisasi memang diperlukan, agar proses berjalan lancar, antara lain sebagai regulator untuk mengendalikan ijin-ijin terkait dengan penetapan jumlah penyelenggara; pengalokasian sumber daya (frekuensi, nomer dlsb). menghilangkan hambatan bagi masuknya operator baru, mengawasi interkoneksi antara operator baru dengan "incumbent", membuat program perluasan akses ke daerah yang harus dilayani. Namun sangat disayangkan bahwa pengaturan tentang adanya Regulator yang netral tidak diatur secara jelas oleh UU 36/1999, karena hanya dicantumkan dalam Penjelasan pada Pasal 4, sebagai bagian dari fungsi pembinaan. Untuk saat ini dan masa mendatang Regulator seharusnya benar-benar menjadi lembaga yang independen. Makna dari pengertian independen, yakni : independent dari perusahaan-perusahaan yang diaturnya agar tidak bias 8
  • 9. terhadap kepentingan perusahaan, independen dari tekanan politik. Dengan indenpendensi ini diharapkan dengan adanya perubahan dalam politik dan pemerintahan tidak membawa perubahan terhadap kebijakan dan regulasi, independen dari perseorangan dalam pengambilan keputusan untuk menjamin objektivitas dalam proses pengambilan keputusan. Oleh sebab itu seharusnya lembaga seperti ini tidak berada dibawah Menteri, seperti saat ini. f. Dalam Pasal 5 UU 36/1999 telah diatur pula tentang peran serta masyarakat yakni dalam bentuk penyampaian pemikiran dan pandangan yang berkembang dalam masyarakat mengenai arah pengembangan telekomunikasi dalam rangka penetapan kebijakan pengaturan, pengendalian dan pengawasan di bidaang telekomunikasi. Namun sayangnya walaupun sudah berjalan 15 tahun, tindak lanjut pengaturan tentang hal ini tidak pernah diterbitkan. Padahal dalam Pasal 5 ayat (2) UU 36/1999, secara jelas dinyatakan bahwa lembaga yang seharusnya dibentuk ini keanggotaannya terdiri dari asosiasi yang bergerak di bidang usaha telekomunikasi, asosiasi profesi telekomunikasi , asosisiasi produsen peralatan telekomunikasi , asosiasi pengguna jaringan dan jasa telekomunikasi dan masyarakat intelektual di bidang telekomunikasi. 7. Terkait dengan konvergensi , hal ini adalah sebagai konsekwensi logis dari perkembangan teknologi di bidang telekomunikasi dan Informatika sehingga konvergensi merupakan suatu keniscayaan, yang tidak dapat kita hindari. Hal ini juga akan memberikan dampak yang sangat berarti terhadap rencana revisi UU 36/1999, mengingat di era konvergensi kita akan benar benar menyaksikan terjadinya konvergensi di dalam bidang infrastruktur telekomunikasi dan informatika serta Penyiaran sementara pada UU 36/1999 dengan tegas mengatur klasifikasi penyelenggara ke dalam tiga layer masing masing penyelenggara jaringan, jasa dan khusus. 9
  • 10. Sesungguhnya konvergensi hanya akan terjadi pada tataran infrastrukturnya saja, sedangkan core-business (bisnis utama) masing masing pelaku bisnis seperti telekomunikasi , penyiaran,perbankan dan jasa keuangan akan tetap berjalan sebagaimana yang ada sekarang; namun kesemuanya ini akan melalui infrastruktur yang sama (converged). Apabila selama ini kita hanya dapat menyaksikan siaran televisi hanya melalui pesawat televisi yang dipancarkan dan dikelola oleh lembaga siaran maka ke depan kita akan dapat menyasikan siaran televisi dengan pilihan device yang semakin beragam, baik melalui telepon genggam komputer meja/desk top, video streaming, dll yang dapat juga dilakukan oleh perusahaan perusahaan di dalam bidang telekomunikasi. Demikian juga dengan layanan perbankan yang akan menjadi semakin luas menjangkau masyarakat, bahkan mampu menjangkau masyarakat yang selama ini kita kategorikan sebagai unbank-able. Melalui layanan dan jaringan telekomunikasi mereka akan dapat mengakses ke layanan jasa keuangan /perbankan seperti yang digariskan dalam konsep financial inclusion. Lambat tetapi pasti fakta tersebut akan terjadi secara merata di tanah air kita. Banyak tugas yang harus dilakukan oleh pemerintah agar dengan mulus kita dapat memasuki era konvergensi penuh (full convergence), antara lain pembenahan regulasi dan pengaturan frekuensi , pembangunan jaringan pitalebar. Era konvergensi penuh nantinya membutuhkan dukungan undang-undang dan regulasi dengan wawasan jauh ke depan dan dinamis dengan tingkat jaminan kepastian hukum yang tinggi. Pada era full konvergensi akan terjadi pemanfaatan jaringan bersama yang selama ini diperuntukkan dengan tegas antara pemanfaatan untuk telekomunikasi , akses data dan penyiaran secara terpisah. Ke depan dengan memanfaatkan jaringan yang sama, aneka jenis layanan akan dapat berjalan bersamaan. Tak terbayangkan bahwa dalam waktu yang tidak terlalu jauh ke depan kita di Indonesia akan dapat menikmati aneka layanan jasa telekomunikasi, komunikasi data dan perbankan serta jasa 10
  • 11. dan transaksi keuangan lainnya hanya melalui sebuah perangkat yang kita pergunakan. Demikian Kata Pengantar yang dapat kami sampaikan dengan harapan dapat lebih dikembangkan dalam sesi tanya jawab. Atas perhatian Bapak dan Ibu kami sampaikan ucapan terimakasih. 11 Wassalamualaikum, Wr. Wb. Setyanto P Santosa Ketua Umum